SlideShare a Scribd company logo
KETIDAK JUJURAN DALAM UJIAN NASIONAL:
        TINJAUAN DARI SUDUT PANDANG ETIKA PENDIDIKAN


                                 MAKALAH
                               ( Studi Kasus )

                   Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

                     Ethical Leadership in Education
                       Dosen: Dr. Mahfud Sholihin, M.Acc




                                   Oleh:
                            JOKO PRASETIYO
                         NIM: 11/327329/PEK/16768
                            NO REG: 11 KD 233




             MAGISTER MANAJEMEN
      MANAJEMEN KEPENGAWASAN PENDIDIKAN
        FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
           UNIVERSITAS GADJAH MADA
                                     2012
Joko Prasetiyo |              Kasus Ketidakjujuran UN         1
KETIDAK JUJURAN DALAM UJIAN NASIONAL:
               TINJAUAN DARI SUDUT PANDANG ETIKA PENDIDIKAN


1. PENDAHULUAN
        Ujian Nasional atau yang disingkat UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian
kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. UN
diselenggarakan berdasarkan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). UN digelar untuk menilai pencapaian kompetensi
peserta didik secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil dari UN tersebut digunakan sebagai : (1) pemetaan
mutu program dan/atau satuan pendidikan, (2) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan
selanjutnya, (3) penentuan kelulusan peserta didik dari tiap satuan pendidikan, (4) dasar
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan
mutu pendidikan.
        Dalam melakukan penilaian hasil belajar sebagai bagian integral dari proses
pembelajaran, nyatanya tidak diberikan kewenangan sepenuhnya kepada sekolah. Padahal
struktur dominan telah memberikan kewenangan melalui otonomi sekolah dengan manajemen
bebasis sekolahnya, serta kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Teks-teks tersebut
sebenarnya memberi hak dan kewenangan kepada sekolah/ guru untuk melakukan penilaian
secara utuh dan menyeluruh sampai pada penentuan kelulusan siswa, namun faktanya struktur
dominan (negara/ pemerintah) justru ikut bermain dengan membangun teks dalam bentuk
undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang melibatkan struktur dominan secara
teknis dalam penilaian, dengan bentuk produksi ujian nasional (selanjutnya
disebut UN).
        Pendidikan sebagai hak asasi manusia yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 memang menjadi tanggungjawab dan tugas struktur
dominan dalam pembangunannya. Pemerintah berkewajiban meningkatkan mutu pendidikan,
yang indikator utamanya adalah pencapaian prestasi siswa. Mutu pendidikan pada satuan
pendidikan dan mutu pendidikan secara nasional bisa dilihat dari pencapaian prestasi UN-nya,
baik pada level satuan pendidikan maupun pada level nasional. Indikator yang paling nyata
untuk mengetahui kualitas pendidikan di Indonesia adalah dilihat dari hasil ujian nasionalnya

Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                           2
(Depdiknas, 2009:86). Pembangunan pendidikan nasional tidak bisa lepas dari pengaruh
globalisasi yang becirikan kapitalis dan saintifik. Oleh karenanya dibangun kebijakan UN, dan
dicitrakan sebagai produk yang bisa mendongkrak peningkatan mutu pendidikan. Para siswa
yang berprestasi dalam UN atau sekolah/ pemerintah daerah sebagai dampak ikutannya, tentu
akan memperoleh reward atau penghargaan dari struktur dominan.
        Teks-teks yang tersurat dan tersirat dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, peraturam pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Prosedur Operasi Standar (POS) UN sangatlah ideal
dan baik, namun dalam implementasinya terjadi pula bias, karena adanya permainan modal
simbolik atau prestise, seperti: malu tidak lulus atau malu tidak mendapat sekolah yang lebih
tinggi, sehingga terjadilah kecurangan-kecurangan, sebagai suatu praktik ketidak jujuran.
Seperti kasus nyontek masal yang terjadi di SDN Gadel 2 Surabaya. Hasil penelitian
Balitbang Kemendiknas dalam laporan indeks objektivitas menunjukkan bahwa hampir 90%
hasil UN di seluruh Indonesia diperoleh dengan proses curang. Kemudian hasil penelitian
PGRI, jika UN dilakukan secara sportif dan objektif angka kelulusan siswa hanya 40%-50%
(Nusa Bali, 2009).
        Menyimak kasus-kasus yang terjadi itu, ibarat gunung es yang tampak, namun yang
tidak terbongkar masih sangat banyak. Kasus itu terjadi sebagai suatu representasi dari efek
domino, bahwa mereka berbuat itu karena mencontoh apa yang mereka lihat dari habitus
struktur dominan atau para aktor dalam praktik-praktik pembelajaran di kelas dan atau pada
praktik-praktik pembelajaran/pendidikan lainnya yang lebih luas di persekolahan, serta dalam
kehidupan yang lebih kompleks dalam aktivitas kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya permainan berbagai struktur dan berperannya berbagai modal ala Bourdieu
secara holistik dan dialektis, antar modal ekonomi, modal budaya, modal sosial dan modal
simbolik, tampak dapat memberi kontribusi terhadap ketidak jujuran dalam pelaksanaan UN,
atau sebaliknya bisa dicapai kejujuran sekaligus prestasi sesuai semboyan Kemendiknas
dalam pelaksanaan UN, yaitu: “ Prestasi yes, Jujur harus”. Permasalahannya adalah
mengapa ketidak jujuran dalam pendidikan terjadi dalam UN ? atau dengan kata lain mengapa
dalam ujian nasional sebagai bagian dari proses pendidikan bisa terjadi praktik ketidak
jujuran?.



Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                           3
Berdasarkan pada latar belakang kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia
yang telah penulis kemukakan di atas, penulis mencoba mengangkat sebuah kasus tentang
salah satu modus kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional.
        Pada kasus ini menyajikan dilema etika yang berkaitan dengan berbagai aspek
akuntabilitas dalam hubungannya dengan tanggung jawab, juga antara dilemma Care
(kepedulian) dan Rule (aturan).


2. STUDI KASUS
        Kasus ini penulis kutip dari Kompasiana.com yang ditulis oleh Mustafa Kamal di
http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/02/10/pak-udin-kepsek-baru/,     kisah   ini   penulis
modifikasi berdasarkan pengalaman pribadi penulis sebagai panitia Ujian Nasional Sekolah.
Nama dan tokoh sengaja disamarkan untuk menghindari kesalah pahaman.
        Kasus ini menceritakan seorang kepala sekolah baru, sebut saja namanya Pak Joko,
yang mempunyai idealisme yang tinggi dan bertekad Ujian Nasional di sekolahnya harus
benar-benar murni tidak boleh ada kecurangan. Namun ia dihadapkan pada sebuah dilema
antara melaksanakan ujian secara murni tanpa harus membantu siswa, dan tekanan dari
atasannya dan juga kepedulian akan nasib dan masa depan siswa-siswinya.


                                  Pak Joko Kepsek Baru
        Pak Joko masih muda. Usianya baru 35 tahun. Baru sepuluh tahun mengabdi menjadi
guru bidang studi teknik mesin, namun karena keaktifannya, dia lulus pada Diklat Calon
Kepala Sekolah SMK dan menjadi peserta terbaik pada diklat tersebut. Tidak menunggu lama,
setahun kemudian dia diangkat menggantikan kepala sekolah yang memasuki masa pensiun.
Sekolah tersebut berada di daerah pesisir pantai di wilayah Kepulauan Riau.
        Dua bulan lagi akan memasuki masa-masa Ujian Nasional. Pak Joko yang idealis
bertekad Ujian Nasional kali ini disekolahnya harus benar-benar Murni tidak boleh ada
kecurangan. Membantu anak didik memberikan jawaban Ujian Nasional baginya sama saja
mengajarkan generasi muda bahwa kecurangan itu halal !, Maka kelak jika mereka jadi guru
juga maka merekapun akan menghalalkan hal yang sama! Mau jadi apa negeri ini kelak !
pikir Pak Joko.
        Mendekati Ujian Nasional Pak Joko mendapat perintah dari Kepala Dinas Pendidikan
setempat bahwa Bupati menginginkan kelulusan UN SLTA di daerahnya harus 100%! Jika
ada sekolah yang kelulusannya dibawah itu, kepala sekolahnya akan diberhentikan dan
dikembalikan menjadi guru biasa serta di mutasi ke daerah terpencil. Pak Joko berpikir kerasa
antara idealis, harga diri namun dia juga tidak mau dimutasi kedaerah terpencil, istrinya akan
kecewa juga anak-anaknya yang masih kecil. Pak Joko tidak terpisah dari keluarga yang
dicintainya.

Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                             4
Pak Joko lalu berkonsultasilah dengan mantan kepala sekolah yang sudah pensiun
yang pernah menjadi pimpinannya. Mantan kepsek tersebut menganjurkan Pak Joko untuk
ikut saja arlur yang sudah berjalan sejak lama di daerah kita. “Demi masa depan anak-anak !
Kebanyakan dari mereka adalah anak nelayan, petani karet, dan buruh-buruh di pabrik, jika
tak lulus sekolah dipastikan banyak yang memilih berhenti sekolah, apalagi tidak ada lagi
ujian Nasional Ulangan bagi yang tak lulus. Kesempatan mereka hanya satu kali.” Begitu kata
mantan Kepseknya. “Pak Joko, yang salah bukan kita, tapi pakar-pakar pendidikan yang di
kementerian pusat yang membuat UN itu! Jika ada studi kelayakan maka UN belum layak
dilaksanakan di negeri ini! Karena masih terdapat jurang perbedaan yang menganga lebar
antara kota dan pedesaan. Tapi orang buta diatas tidak melihat itu! Jadi kitapun buta jugalah!
Bantu anak didik kita untuk lulus UN demi masa depan mereka! Itu pesan mantan kepseknya.
        Pak Joko pun bimbang di satu sisi apa yang disampaikan mantan Kepseknya benar tapi
hati kecilnya masih menolak, sampai kapan ketidakbenaran ini terus berlangsung. Pak Joko
berpendapat UN sebaiknya dihapuskan. Kembalikan ke sistem EBTANAS seperti semula,
dimana Ujian Akhir Nasional hanya sebatas untuk evaluasi dan pertimbangan bagi Perguruan
Tinggi untuk meluluskan seorang calon mahasiswa layak atau tidak layak lulus di Perguruan
Tinggi tersebut. Pak Joko tidak setuju UN sebagai penentu kelulusan! Masa, karena satu mata
pelajaran di bawah 4 meskipun tiga mata pelajaran lainnya sangat baik, anak tidak lulus.
Sebagai contoh, Andi mendapatkan nilai 8 untuk bahasa Indonesia, 9 untuk bahasa Inggris, 7
untuk Matematika, 7 untuk kimia, tetapi hanya 3,5 untuk Fisika. Maka Andi dinyatakan tidak
lulus karena salah satu mata pelajarannya tidak mencapai 4 sebagai syarat kelulusan! Padahal
bisa saja Andi kondisi badannya tidak sehat ketika ujian Fisika tersebut! Sungguh tidak Adil,
Andi anak baik dan termasuk anak berprestasi tidak lulus hanya gara-gara pemerintah
bersikeras UN tetap diadakan! Pak Joko larut dalam renungannya sendiri.
        Namun, akhirnya Pak Joko sepakat dengan mantan kepseknya, Ya sudahlah kita
tinggal di negeri buta, maka butakan saja mata hati kita! Selama UN masih menentukan
kelulusan, selama itu pula dia akan membantu anak didik untuk lulus ! Tekad Pak Joko.
        Akhirnya Ujian Nasionalpun segera dimulai, Seluruh kepala sekolah berkumpul di
ruangan Kepala Dinas pendidikan untuk mensukseskan harapan Bupati 100% kelulusan di
daerahnya. Lewat telpon Kepala Dinas berbicara langsung dengan Kapolres setempat tentang
besaran "amplop" untuk untuk kelancaran proses pengambilan soal UN nanti di kantor polisi,
maka disepakati setiap sekolah mengeluarkan uang amplop Rp 20 juta. Kemudian ada pula
"uang rokok" untuk polisi jaga soal UN tersebut, uang rokoknya bervariasi antara Rp. 500 ribu
- Rp. 1 juta.
        Pak Joko kemudian membentuk “Tim Sukses UN” yang diketuai oleh Pak Faiz selaku
Wakil Kepala sekolah Bagian Akademik/Kurikulum. Kemudian diadakanlah rapat yang
dihadiri oleh semua wakil kepala sekolah dan semua guru mata pelajaran yang di UN kan.
Pada rapat rahasia tersebut Pak Joko menyampaikan “strategi-strategi” untuk mencapai hasil
kelulusan sekolah supaya bisa mencapai 100% kelulusan. Pada awalnya beberapa guru
menolak untuk melakukan kecurangan UN, namun dengan bujukan dan sedikit pemaksaan,
akhirnya para guru pun bersedia membantu siswa mengerjakan soal-soal UN.
        Sehari sebelum UN, skenario dimulai. Skenario pertama adalah pengambilan soal UN.
Biasanya pengambilan soal dilakukan pada malam hari selepas sholat magrib ke kantor Polres
tempat penyimpanan soal UN. Pak Joko menugaskan Pak Faiz, Waka Akademik/kurikulum
dan stafnya, dengan membawa uang rokok untuk petugas jaga. Biasanya pengambilan soal ini
dipercayakan ke salah satu sekolah saja misalnya yang punya mesin fotocopy, kemudian

Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                            5
sekolah itu akan memperbanyak soal dengan mengcopinya dan dibagikan ke seluruh sekolah
rekanan melalui Waka kurikulumnya. Biasanya sekolah yang ditunjuk ini saja yang bekerja,
nanti kunci jawaban yang sudah dibuat disebarkan dengan SMS ke sekolah-sekolah yang lain.
Namun setiap sekolah membuat tim juga untuk berjaga-jaga.
        Setelah soal dijemput, diperbanyak dan dibagikan ke seluruh sekolah. Setiap sekolah
akan melibatkan seluruh guru mata pelajaran UN untuk menjawab soal sesuai mata
pelajarannya. Setiap guru yang mata pelajarannya diujikan esok hari akan berkumpul di rumah
salah seorang rekannya pada malamnya menunggu soal dari waka kurikulum. Biasanya lepas
isya soal UN sudah ditangan para guru tersebut. Dan mereka akan mengerjakan "gotong
royong" soal-soal tersebut karena ada beberapa paket. Selesai mengerjakan soal, kunci
jawaban tersebut diantarkan kembali kepada waka kurikulum untuk diperbanyak
        Pak Faiz sebagai koordinator “Tim Sukses UN” meneruskan kunci jawaban tersebut
kepada Tenaga TU yang sudah standby, tenaga TU tersebut akan memperbanyak dengan
menulis dicarik kertas atau diperbanyak dengan difotocopy dan langsung dilipat kecil-kecil
sesuai paket soal.
        Kemudian dibentuk juga Tim pembagi kunci jawaban. Tim ini biasanya hanya dua
orang yaitu Bu Lina selaku Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan dan stafnya. Oleh
mereka ini sudah ditentukan siswa-siswa penerima setiap kelasnya, dan siswa tersebutlah yang
bertanggungjawab membagikan kepada teman-teman sekelasnya. Siswa-siswa ini disuruh
datang cepat sejam atau paling lambat 30 menit sebelum jam 07.00 WIB jam masuk sekolah
dan diserahkan di lokasi yang sudah ditentukan tempat paling tersembunyi di sekolah tersebut,
atau ada juga subuh-subuh menjemputnya ke rumah Waka kesiswaan. Strategi pembagian
jawaban UN ini setiap hari diubah-ubah untuk menghindari kecurigaan dari tim pemantau
independen.
        Kemudian adalagi tim penerima kunci jawaban. Mereka adalah wakil siswa-siswa
setiap ruang ujian. Dalam pelaksanaan ujian ini pengawas silang dari sekolah lain tidak
dikhawatirkan karena sudah ada kesepakatan bersama di daerah itu. Lalu siapakah yang
ditakuti oleh pihak sekolah ? yaitu Pengawas independen yang berasal dari Perguruan Tinggi
terdekat yang tidak dapat diajak kerjasama. Memang ada juga yang dapat diajak kerjasama
mereka ini adalah yang kenal dengan kepsek atau guru-guru disekolah itu, siapa guru yang
kenal baik akan disuruh melobi oleh kepsek masing-masing. Tapi bagaimana dengan yang
tidak bisa dilobi ? Ada lagi tim khusus yaitu Tim ini terdiri atas 2 - 3 orang guru yang
ditugaskan untuk mengajak pengawas independen ini ngobrol-ngobrol, dan mengajaknya
menjauh dari ruang tempat ujian. Kadang dibawa rekreasi atau makan-makan dan minum kopi
selama Ujian berlangsung.
        Dan akhirnya seperti yang direncanakan, sekolah Pak Joko lulus 100%! Semua
bahagia, bupati, kepala dinas, kepsek dan guru, orangtua serta anak didik pastinya! Seluruh
anak didiknya bisa melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi tanpa terjegal oleh UN yang
keliru! Pak Joko bersyukur, dan menyerahkan salah benarnya semuanya kepada Tuhan.



2. PERMASALAHAN
        Dari kasus yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-
permasalahan antara lain:


Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                           6
1. Bagaimana kajian tentang kecurangan Ujian Nasional dalam perspektif pendidikan
        kritis dan budaya ?
    2. Apa saja dilema etika yang dihadapi oleh Pak Joko sebagai Kepala Sekolah yang baru
        mengikuti jejak seniornya dalam melaksanakan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian
        Nasional ?
    3. Bagaimana dilema etika sentral pada kasus ini, para guru yang semula menolak untuk
        melakukan kecurangan, tetapi dipaksa oleh kepala sekolahnya untuk melakukan
        kecurangan ?
    4. Bagaimana solusi kasus ini jika kita melihatnya dalam perspektif etika dan hukum ?


3. PEMBAHASAN
3.1 Kajian Teori Tentang UN dan Praktek Ketidak Jujuran dalam Pelaksanaan UN
        Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan
penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2011). Dalam melaksanakan pengukuran
dan penilaian secara nasional, UN telah didisain sedemikian rupa (seperti: kualitas soal,
kriteria pelulusan, independensi pelaksanaan UN, jadwal ujian, paket soal dan kegunaan hasil
UN), sehingga UN cenderung dapat digunakan sebagai metode yang ideal dalam menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional, lebih masif lagi UN dicitrakan sebagai
metode untuk meningkatkan mutu pendidikan.
        Berbicara mutu pendidikan tidak saja dilihat dari indikator prestasi akademik melalui
capaian nilai UN (bersifat tangible), namun juga unsur-unsur yang bersifat intangible (seperti:
jujur, berakhlak baik, disiplin, bertanggung jawab, toleran, dan berdedikasi) sebagai bangunan
holistik dalam menentukan mutu pendidikan. Di balik capaian prestasi yang bersifat tangible,
ternyata UN dapat pula membuat produk yang bersifat intangible, atau testing kejujuran dari
para aktor yang terlibat UN. Sehingga terjadilah pertarungan antara perolehan prestasi UN
dengan kejujuran sebagai satu pilar pendidikan karakter.
        UN dalam perjalanannya mengalami dinamika serta pro kontra, sehingga setiap
tahunnya mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada kriteria lulusan, ujian ulangan, Tim
Pemantau Independen serta jumlah paket soal. BSNP menyatakan perubahan itu terjadi untuk

Joko Prasetiyo |                    Kasus Ketidakjujuran UN                            7
mengadopsi hasil evaluasi UN dari masyarakat, seperti kondisi dan kualitas sekolah yang
sangat bervariasi, serta masukan konstruktif dari lapangan dan pemangku kepentingan. UN
yang dicitrakan sebagai metode untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional adalah
tepat, sesuai dengan tujuan UN yang dicanangkan oleh BSNP yaitu menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
        Namun dibalik kuatnya legalitas yang mendukungnya, kebanggaan atas capaian
prestasi dan prestise yang melekat pada UN menarik dikaji secara dekonstruktif dengan
memakai pendekatan teori pendidikan kritis sebagai satu karakteristik dari Kajian Budaya.
Menurut Atmadja (2010:3-5) teori menjadi kritis, apabila teori itu meneliti realitas sedemikian
rupa sehingga realitas itu sendiri berbicara dan menunjukkan bahwa ia ditentukan oleh
penindasan dan penghisapan, sehingga kepalsuan dan kebohongannya tersingkap. UN sebagai
entitas sosial tidak berada dalam kondisi yang otonom, melainkan terkait dengan struktur yang
lebih besar yang melibatkan berbagai aktor. UN dilihat dari pendekatan semiotika, maka UN
diperlakukan sebagai tanda. Tanda dicari maknanya, tidak saja dalam konteks jalinannya
dengan struktur atau entitas sosial lain yang terkait, tetapi dengan pengembangan penafsiran
melalui mekanisme permainan bebas interpretasi. Berdasarkan perspektif seperti ini
diharapkan muncul gagasan alternative dalam melihat UN sebagai sesuatu yang membagakan
maupun kemungkinan adanya permarginalan bagi kelas bawah sehingga muncul perilaku-
perilaku destruktif yang menyimpang dari pendidikan karakter.
        Pendapat yang sama dinyatakan oleh Alwasilah (2008: 109), bahwa teori kritis
memiliki kepedulian terhadap ketidak adilan sosial sebagaimana tercermin dalam sistem
pendidikan atau persekolahan, yang dibalik itu ada minat dan vested interest kelompok serta
ada ideologi yang mendominasi yang perlu dicermati dan dikritisi. Salah satu teori kritis
adalah teori pendidikan kritis (critical pedagogy) atau disebut ”aliran kiri” atau pendidikan
radikal atau pendidikan revolusioner adalah mazhab pendidikan yang meyakini adanya
muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Mashab ini tidak mempresentasikan suatu
gagasan tunggal dan homogen, tetapi memberdayakan kaum tertindas dan mentransformasi
ketidak adilan sosial. Pendidikan kritis dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa pendidikan
tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, kultural, ekonomi dan politik yang lebih luas
(Nuryatno, 2008; Karim, 2009: 123).

Joko Prasetiyo |                    Kasus Ketidakjujuran UN                            8
Pendidikan adalah ajang pertarungan ideologis. Lembaga pendidikan adalah wilayah
yang mana kesadaran diperebutkan oleh kepentingan. Kepentingan untuk menjadikan peserta
didik hanya tunduk pada “kesadaran” yang dapat melanggengkan sistem penindasan dan
menjadikan peserta didik hanya sebagai objek yang menguntungkan kekuasaan. Pendidikan
harus mampu membebaskan manusia dari belenggu ketidak adilan dan penindasan.
Pendidikan adalah untuk pembebasan, bukan untuk penguasaan (dominasi), atau
memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur
yang tidak adil. Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan social
budaya. Pendidikan adalah mengantarkan peserta didik menjadi subjek, melakukan kritik
terhadap sistem dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan tertindas untuk
menciptakan sistem social baru yang lebih adil (Karim, 2009: 146; Soyomukti, 2010: 482)
        UN dilihat dari perspektif pendidikan kritis, tampaknya tidak bisa dipisahkan dari
konteks sosial, kultural, ekonomi dan politik yang lebih luas. Kebijakan UN tidaklah netral
dan bebas dari pelbagai kepentingan, tetapi justru menjadi bagian dari struktur lain sebagai
ajang pertarungan kepentingan, sehingga mempengaruhi subjektivitas peserta didik. Praktik
UN tampaknya berseberangan dengan nilai-nilai pendidikan kritis, yaitu pembebasan,
pemerdekaan, memanusiakan manusia serta mengantarkan peserta didik menjadi subjek, serta
mengembangkan potensi dirinya menjadi subjek yang memiliki kecerdasan intelektual,
emosional dan spiritual. UN sepertinya mengenyampingkan dialektika antara teks dan realitas
sesuai hakikat pendidikan. UN yang memilah milah mata pelajaran UN dan non UN dengan
kekuatan tes objektifnya, tentu dapat mengkontaminasi penguasaan kompetensi serta
pembentukan karakter siswa. Tujuan belajar di sekolah seakan dibentuk sekedar untuk
mempersiapkan dan menghadapi UN. Spirit pengembangan nalar kritis anak didik seolah
dibatasi. Harapan masa depan anak didik seakan digantungkan hanya pada angka-angka hasil
UN, yang sepertinya semu. Kelulusan murid diserahkan pada komputer atau mesin pemindai
(scanner). Eksistensi siswa sebagai subjek yang dinilai dengan mesin adalah perendahan
martabat siswa sebagai manusia. Pendidikan bukan persoalan kognitif yang dinilai dengan tes
pilihan ganda, namun soal membangun karakter dan keterampilan hidup, sehingga sungguh
tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan moral (Rosyid, 2011).
        UN adalah standardisasi kapitalisme serta ada ideologi kompetisi dari neoliberalisme.
Tolok ukur kelulusan siswa merupakan program yang tidak menghargai keunikan pribadi. UN

Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                           9
hanya mementingkan capaian kognitif pada mata pelajaran (mapel) tertentu saja, serta
mengabaikan aspek afektif dan psikomotor. UN telah mereduksi kekayaan pribadi menjadi
sekedar barang produksi yang bisa distandarisasi. Akibatnya individu kehilangan nilainya
sebagai pribadi yang unik dan tak tergantikan. UN berpretensi membuat penyamaan, sehingga
menjadi alat penyebaran ketidak adilan. Penguasa tidak mempertimbangkan, bahwa
setiap mapel memiliki standar minimum pencapaian kompetensi yang berbeda. Batas
kelulusan ditentukan sama untuk semua mapel, padahal karakteristik setiap mapel dan
kemampuan siswa tidak sama.
        UN yang sepertinya kurang berpihak pada kelas subordinat, maka perlu
didekonstruksi, yakni dengan melakukan penolakan terhadap logosentrisme yang meng-
anggap UN adalah metodologi terbaik dan diutamakan dalam menentukan kualitas pendidikan
nasional, padahal mutu pendidikan yang rendah disebabkan oleh manajemen pendidikan yang
tidak efektif dan tidak efisien (Syafaruddin, 2002: 14; Tilaar, 2006: 198 ; Sagala, 2008;
Nuryatno, 2008: 71; Surakhmad, 2009: 152).
        Penilaian kelulusan dengan UN yang hanya berdasarkan pada standarisasi akademis
merupakan pelecehan atas integritas harkat dan martabat manusia. Kemampuan akademis
memang merupakan batu pijakan (corner stone) bagi dunia pendidikan, namun pertumbuhan
karakter adalah fondasi bagi hidup seseorang. Pendidikan semestinya memberikan tolok ukur
penilaian pada sikap dan perilaku yang baik, bukan sekedar mencetak orang-orang sesuai
spesifikasi kuantitatif yang dipaksakan. Akibatnya   banyak hal yang bernilai dalam diri
pribadi hilang.
        UN merupakan representasi kekuasaan yang mengebiri atau merampas hak sekolah
dan menghegemoni sekolah untuk melaksanakan UN. Adanya pembatasan terhadap skor
kelulusan serta jenis dan jumlah mata pelajaran yang diujikan merupakan satu wujud nyata
dari dominasi kekuasaan pemerintah. Dunia pendidikan telah terkooptasi oleh kekuasaan
hegemoni negara. Kekuasaan yang datang dari atas akan mematikan budaya dan
menghasilkan budaya yang cenderung uniformisme.
        Dunia pendidikan dinilai hanya akan melahirkan proses penggiringan, pembodohan,
dan penjinakan warga oleh kepentingan segelintir elit penguasa. Pendidikan yang semestinya
menjadi alat perjuangan dan perlawanan terhadap penindasan dan kesewenang-wenangan



Joko Prasetiyo |                  Kasus Ketidakjujuran UN                          10
menjadi lumpuh dan tak berdaya. Pendidikan yang idealnya mampu membentuk karakter
bangsa dan menumbuh suburkan nilai budaya pembebasan dalam proses pembelajaran tak
lebih hanya sekadar “kuda tunggangan” demi memenuhi ambisi sekelompok elite yang berada
dalam lingkaran kekuasaan. Ruang kebebasan berekspresi dan alternatif pilihan yang merdeka
bagi setiap warga negara pun nyaris tak bergema dari balik tembok-tembok sekolah. Sampai
terjadi pengambilalihan penentuan kelulusan siswa dari mekanisme sekolah menjadi hak
pemerintah. Dunia pendidikan mestinya harus melepaskan diri dari kekuasaan hegemoni
negara, dan harus mampu menentukan sistem untuk dirinya sendiri (Tuhusetya, 2008; Tilaar,
2009:154 ).


Ujian Nasional Sebagai Praktik Ketidak Jujuran Dalam Pendidikan
        UN yang dibangun oleh struktur dominan sebagai alat utuk meningkatkan mutu
pendidikan, tampak dalam implementasinya kontradiktif dengan slogan UN “Prestasi yes,
Jujur harus”. Hal ini bisa terjadi, antara lain karena adanya beberapa faktor yang kontributif
terhadap paraktik UN, baik yang sifatnya internal maupun eksternal, seperti: persiapan dan
kemampuan memahami materi dan soal-soal dirasa belum maksimal, sehingga muncul rasa
takut, kurang percaya diri karena malu atau khawatir tidak lulus, apalagi UN memiliki veto
bisa mentidak luluskan siswa sesuai perangkat hukum yang berlaku, dan dibalik itu ada
pertarungan prestise atau nama baik siswa/ sekolah sehingga menambah akumulasi ketakutan
para aktor yang terlibat langsung dalam UN.
        Penggunaan istilah ujian nasional, jika dilihat dari perspektif             semeotikan
menimbulkan implikasi bahwa pemakaian istilah ujian nasional, terutama kata nasionalnya
tidak sekedar sebutan, tetapi pula penanda konotatif, sehingga istilah UN mengandung makna
yang lebih dalam dan lebih bergengsi daripada jenis ujian-ujian lainnya yang non nasional,
seperti dilihat dari indicator penilai oleh pihak eksternal sekolah, kualitas dan jumlah soalan,
mata pelajaran yang di-UN-kan, waktu ujian, kriteria pelulusan, aktor yang terlibat,
pencetakan/penggandaan soal, pengawasan, pemeriksaan hasil ujian, pendanaan, serta dampak
dari perolehan hasil UN. Pencapaian prestasi siswa/ sekolah dalam UN sengaja disebarluaskan
ke ruang publik melalui media masa (surat kabar, TV, dan internet) yang dimaksudkan untuk
memotivasi siswa agar memiliki kebanggaan dan menirunya, tetapi pula ada motif laten,
yakni apa yang dicapai sekolah diketahui publik secara luas termasuk orang tua murid,

Joko Prasetiyo |                    Kasus Ketidakjujuran UN                             11
sehingga tidak mengherankan siswa yang memperoleh hasil tertinggi diberikan pujian
(reward) dan penghargaan dari struktur bawah (sekolah) sampai struktur dominan
(Pemerintah). Di balik itu tentu pula terselip motif tersembunyi bahwa apa yang dicapai siswa
pada dasarnya bagian dari keberhasilan para aktor yang terlibat, mulai dari penguasa di
sekolah, daerah, sampai penguasa pusat.
        UN yang sengaja dibangun, sebagai entitas yang “prestisius” sehingga para aktor
berusaha mencapai prestasi supaya memperoleh prestise, walaupun dengan cara-cara yang
sifatnya bertentangan dengan nilai-nilai edukasi, etis, dan pendidikan karakter, yang penting
secara instan memperoleh hasil UN yang baik bahkan terbaik. Pertarungan antara prestasi yes
dan jujur harus, ternyata dalam praktiknya mengalami ketidakadilan. Para siswa, orangtua
atau sekolah yang memiliki kemampuan dan kondisi yang serba terbatas mengalami
marginalisasi, sehingga mereka “terpaksa” dengan sadar akan berusaha dengan berbagai cara
ikut bermain, walaupun dengan tidak jujur atau curang sekalipun, seperti: nyontek, mencari
jawaban/bocoran jawaban/ soal-soal, atau dari pihak sekolah/guru membantu memberi
jawaban kepada siswa, atau cara lainnya yang lebih canggih. Slogan UN: “prestasi yes, jujur
harus” yang dicanangkan Kemendikbud tampak dalam praktiknya mengalami metamorphose
menjadi: “prestasi yes, jujur hapus”, dalam artian pencapaian prestasi tidak lagi
memperhatikan nilai-nilai kejujuran, yang penting bisa lulus 100% atau memperoleh skor UN
tinggi. Sedangkan mereka yang berada pada kelas atas dengan modal ekonomi, modal sosial
dan modal budaya yang kuat tentunya relatif tidak mengalami masalah dalam UN, bahkan
memperoleh prestasi dan prestise.
        Perilaku-perilaku malpraktik yang berlangsung terus setiap tahun, sehingga menjadi
kebiasaan dan membantu keefektifan dalam mempercepat pembentukan karakter buruk. UN
telah berhasil menjadi ajang pendidikan karakter. Delapan tahun telah berlangsungnya UN
merupakan waktu yang tidak pendek untuk sebuah proses pendidikan, serta rentang waktu
yang cukup dalam pembentukan “karakter baru”. Budaya baru yang dibentuk oleh UN adalah
karakter yang bias, karakter yang sangat kontradiktif dengan pilar pendidikan karakter,
seperti: damai dalam kecurangan, memiliki sifat menolong yang bukan pada tempatnya,
kerjasama dalam hal keburukan, tidak memiliki rasa percaya diri, tidak jujur serta jauh dari
etika kesantunan pendidikan (Mihartini, 2011:4).



Joko Prasetiyo |                    Kasus Ketidakjujuran UN                          12
3.2 Pembahasan Kasus
        Pembahasan kasus ketidakjujuran pelaksanaan UN srecara singkat dapat diuraikan
sebagai berikut:
1.    Bagaimana kajian tentang kecurangan Ujian Nasional dalam perspektif pendidikan kritis
      dan budaya ?
      Jawaban:
      Kajian tentang   kecurangan Ujian Nasional dalam perspektif    pendidikan kritis dan
      budaya sudah diuraikan secara panjang lebar sub judul sebelumnya yaitu Kajian Tentang
      UN dan Praktek Ketidak Jujuran dalam Pelaksanaan UN.


2.    Apa saja dilema etika yang dihadapi oleh Pak Joko sebagai Kepala Sekolah yang baru
      mengikuti jejak seniornya dalam melaksanakan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian
      Nasional ?


Jawaban:
Di bawah ini diuraikan dilema etika yang dialami oleh Pak Joko, dengan menggunakan
Framework for analysing tension yang dikemukakan oleh Duignan (2006).


     Care                                            Rules


        Pada kasus di atas, Pak Joko selaku kepala sekolah baru lebih mengutamakan unsur
Care (kepedulian) dibandingkan dengan Rule (aturan), kepedulian akan nasib dan masa depan
siswa-siswinya nya daripada mengikuti aturan-aturan UN yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah. Kepala sekolah dengan sengaja melanggar aturan-aturan demi mencapai target
kelulusan 100%.
        Tingkat kelulusan Ujian Nasional juga masih menjadi prestise bagi pihak sekolah,
akibatnya, di lapangan terkadang berbagai cara ditempuh baik oleh pihak sekolah maupun
siswa untuk mencapai tingkat kelulusan 100%, karena itu tidak mengherankan jika di
lapangan hampir setiap tahun ditemukan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oknum
siswa ataupun pihak sekolah agar standar kelulusan yang ditetapkan pihak Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dapat dicapai. Tingkat kelulusan UN dapat menjadi prestise

Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                          13
sekolah dan mendongkak statusnya menjadi sekolah favorit yang diminati di kalangan
masyarakat. Orientasi yang dipakai oleh pihak pengelola sekolah lebih menitikberatkan pada
orientasi bisnis dan kepopuleran sekolah semata, serta mengabaikan nilai-nilai etika dan
kejujuran.


Loyalty                                            Honesty


        Menurut Duignan (2006:53) Loyalty is defined as being committed to the organisation,
the person in charge, or collegues. Honesty is speaking truthfully about any person, issue or
situation and refraining from intentionally deceiving or misleading.
        Patrick Duignan (2006) dalam bukunya Educational Leadership, menyatakan bahwa
dalam pengambilan sebuah keputusan akan muncul dilema etika antara loyalty (kesetiaan)
dan honesty (kejujuran). Pada kasus di atas, kepala sekolah dan para guru juga mengalami
tekanan dilema etika dalam pelaksanaan UN, di satu sisi ingin melakukan loyalitas terhadap
perintah atasan untuk melakukan kecurangan dalam pelaksanaan UN, di sisi lain juga muncul
keinginan untuk berbuat jujur, tinggal kecenderungannya mengarah ke loyalty (kesetiaan) atau
ke honesty (kejujuran).
        Pada kasus di atas, Kepala sekolah dan guru-guru lebih mengutamakan Loyalty
(kesetiaan/loyalitas) yang salah kepada pimpinan daripada Honesty (kejujuran) pada
pelaksanaan Ujian Nasional.
        Salah satu faktor pemicu kecurangan/ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN adalah
karena adanya tekanan politik. Hal itu terjadi ketika Kepala Daerah memberikan instruksi
untuk mencapai hasil UN yang lebih baik dari tahun sebelumnya kepada dinas pendidikan
yang diteruskan kepada sekolah. Meski dasarnya benar, namun pihak dinas pendidikan
maupun sekolah seringkali salah mengartikan instruksi tersebut. Dinas pendidikan atau
sekolah sebagai pelaksana UN akhirnya terpaksa tidak jujur demi untuk memenuhi target dari
kepala daerah, yang dilakukan oleh pihak dinas pendidikan dan sekolah bukannya bekerja
lebih keras melakukan perbaikan mutu pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal,
karena salah mengartikan malah melakukan penyimpangan pelaksanaan UN dengan cara
menyuruh guru mata pelajaran membantu siswa dengan mengerjakan soal UN dan
membagikan jawaban ke siswa.

Joko Prasetiyo |                    Kasus Ketidakjujuran UN                             14
Long-term                                          Short-term



        Dari sudut pandang Long-term and Short-term, apa yang dilakukan oleh kepala
sekolah dan guru-guru dalam membantu siswa mengerjakan soal UN dan menyebarkan
jawaban ke siswa hanyalah berorientasi tujuan jangka pendek saja (short-term), karena hanya
mengejar tujuan jangka pendek (lulus UN 100%) dengan mengorbankan nilai-nilai etika
pendidikan dan kejujuran.


3.   Bagaimana dilema etika sentral pada kasus ini, para guru yang semula menolak untuk
     melakukan kecurangan, tetapi dipaksa oleh kepala sekolahnya untuk melakukan
     kecurangan ?
     Jawaban:
     Sikap beberapa guru yang menolak untuk melakukan kecurangan UN adalah sudah benar,
     karena untuk bisa mencapai kelulusan 100% seharusnya cara yang ditempuh bukan
     dengan cara membantu siswa mengerjakan soal UN dan membagikan jawabannya, tetapi
     dengan cara meningkatkan kualitas pembelajaran ke siswa, memenuhi 8 standar nasional
     pendidikan yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4)
     standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar
     pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8) standar penilaian.


4.   Bagaimana solusi kasus ini jika kita melihatnya dalam perspektif etika dan hukum ?
     Jawaban:
        Ditinjau dari perspektif Etika, tindakan kepala sekolah dan guru jelas tidak etis dan
melanggar kode etik guru dan profesionalisme guru.
Secara aturan (rule) sanksi yang diberikan oleh Kemendikbud sudah jelas dan tegas. Sanksi
bagi yang melanggar peraturan UN seseuai dengan Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional
(POS UN) SMP, SMA dan SMK tahun ajaran 2011/2012:
     (1) Peserta UN yang melanggar tata tertib diberi peringatan oleh pengawas ruang UN.
        Apabila peserta UN sesudah diberi peringatan tetapi tidak mengindahkan peringatan
        tersebut, maka pengawas ruang ujian mencatat dan mengusulkan peserta UN tersebut
        untuk dinyatakan gagal ujian dan dimuat dalam berita acara.
Joko Prasetiyo |                     Kasus Ketidakjujuran UN                              15
(2) Pengawas ruang UN yang melanggar ketentuan POS dibebastugaskan dan diganti oleh
         yang lain, serta tidak diikutsertakan dalam kegiatan UN berikutnya.
     (3) Pengawas satuan pendidikan yang melanggar ketentuan POS dibebastugaskan dan
         diganti oleh yang lain, serta tidak diikutsertakan dalam kegiatan UN yang akan datang.
     (4) Sekolah/Madrasah penyelenggara UN yang melanggar ketentuan POS diberi sanksi
         sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
     (5) Semua pelanggaran yang dilakukan oleh pengawas ruang UN, dan sekolah/madrasah
         penyelenggara dilaporkan kepada pimpinan lembaga asal yang bersangkutan.
 Sanksi secara hukum juga sudah tegas, kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional bisa
 dikenai sanksi pidana.
         Dasar hukum pelaksanaan Ujian Nasional (UN) oleh pemerintah juga lemah, karena
 Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional,
 dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008. Keputusan inni sekaligus menguatkan putusan
 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan
 pemerintah.
         Mahkamah Agung (MA) melarang pemerintah melaksanakan Ujian Nasional (UN).
 MA menolak kasasi gugatan Ujian Nasional (UN) yang diajukan pemerintah. Dengan putusan
 ini, UN dinilai cacat hukum dan pemerintah dilarang menyelenggarakan UN. Batas waktu
 pelarangan UN ini berlaku sejak keputusan ini dikeluarkan dan sebagai konsekuensinya
 pemerintah ilegal melaksanakan UN 2010. Pemerintah baru diperbolehkan melaksanakan UN
 setelah berhasil meningkatkan kualitas guru, meningkatkan sarana dan prasarana sekolah serta
 akses informasi yang lengkap merata di seluruh daerah.


 Opini Penulis
         Pro dan kontra tentang Ujian Nasional (UN) Perdebatan kembali mengemuka. Mereka
yang membenarkan tindakan para guru yang membantu murid-muridnya seperti dalam kasus
kecurangan UN berargumen bahwa para guru itu juga murid sebenarnya adalah korban
kebijakan Depdikbud atas UN. Karena UN dijadikan tolok ukur keberhasilan pendidikan di
daerah dan satu-satunya penentu kelulusan siswa, maka baik guru maupun siswa menjadi
tertekan dan berupaya dengan segala cara untuk memenuhi target kelulusan yang ditetapkan.



 Joko Prasetiyo |                    Kasus Ketidakjujuran UN                            16
Dari sisi positif, ketertekanan ini telah menjadikan UN sebagai pemacu semangat
belajar. UN menuntut sekolah dan siswa untuk unjuk prestasi. Bimbingan belajar digalakkan,
dan program-program pendukung serupa giat dilaksanakan. Senada dengan fenomena ini,
demikianlah pendapat yang dinyatakan oleh kelompok pendukung UN, yakni bahwa UN
diyakini akan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
        Namun demikian, aspek negatif dari tekanan target kelulusan UN juga telah banyak
dikemukakan. Suparman, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia, di bulan November
tahun lalu menyatakan bahwa UN telah menyebabkan proses belajar di dalam kelas bertambah
kering. Anak didik lebih hanya dilatih untuk menyiasati soal. Guru dan murid kemudian
terperangkap dalam mentalitas instan, lebih mengutamakan hasil akhir dan mengabaikan
proses pembelajaran.
        Aktivitas pembelajaran kemudian diarahkan pada upaya agar siswa dapat menjawab
soal-soal UN. Yang demikian ini pada gilirannya kemudian membuat arah pembelajaran
rentan terlepas dari basis kebutuhan siswa yang sebenarnya. Pelajaran Bahasa Inggris di
sebuah SMK jurusan perkapalan, misalnya, kemudian akan lebih difokuskan pada kisi-kisi
soal seperti yang biasa muncul di dalam UN. Padahal, bisa jadi yang lebih dibutuhkan para
siswa sebenarnya adalah pelajaran Bahasa Inggris dengan tema-tema yang berkaitan dengan
dunia perkapalan.
        Meski penolakan atas UN cukup gencar, nyatanya UN tetap dilaksanakan. Mungkin
karena yang terjadi demikian, yakni UN tetap digelar, maka mereka yang menolak UN karena
memandangnya sebagai “kekerasan” negara dalam dunia pendidikan, khususnya berkaitan
dengan otorisasi evaluasi mutu pendidikan di tengah kesenjangan yang cukup kentara antara
di kota-kota besar dan daerah merasa menemukan semacam pembenaran untuk membantu
siswa saat siswa dilihat tak mampu menjawab soal-soal ujian.
        Sejauh ini, perdebatan tentang pro-kontra UN, yang kemudian juga cukup terkait
dengan kasus pembocoran soal melalui sebuah upaya disengaja untuk membantu siswa, lebih
banyak berfokus pada peranan negara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan,
sebagaimana tergambar dalam pemaparan di atas. Kemudian, bagaimana jika kontroversi UN
ini dilihat dari perspektif anak didik, terutama jika UN dilihat sebagai bagian dari seluruh
proses evaluasi pendidikan ?.



Joko Prasetiyo |                   Kasus Ketidakjujuran UN                          17
Terlepas dari setuju atau tidak atas kasus pembocoran kunci jawaban UN dengan
maksud untuk membantu siswa, jika dilihat dari perspektif anak didik, maka di balik kasus ini
sebenarnya terjadi pencederaan atas hakikat pendidikan. Bagaimana para pendidik yang
mestinya menjadi teladan pendidikan itu akan menjelaskan kepada para siswa dan masyarakat
luas sehingga mereka harus melakukan tindakan pembocoran soal UN.
Pada titik ini, guru yang membantu siswa menjawab soal UN berhadapan dengan dilema etis:
apakah dia akan membiarkan siswanya kesulitan menjawab soal-soal UN, dengan konsekuensi
anak didik kemungkinan akan tidak lulus dan kemudian frustrasi, atau dia akan membantu
siswa dengan konsekuensi dia akan memperlihatkan teladan yang secara umum akan
dipandang kurang baik ?.
        Berdasarkan fakta kebocoran dan atau kecurangan yang terjadi di lapangan dan
melibatkan unsur sekolah, sebagaimana dilansir berbagai media, dilema etis ini kemudian
terjawab: bahwa lebih baik membantu siswa, agar mereka dapat melanjutkan proses
pendidikan dengan lancar. Pilihan yang diambil semacam ini mungkin dapat dikatakan
sebagai sikap pragmatis. Akan tetapi, dalam situasi yang dilematis, mereka yang memilih
tindakan pembocoran ini mungkin beranggapan bahwa pemenuhan target kelulusan siswa
adalah yang paling utama. Perlu digarisbawahi, fakta kebocoran yang terungkap di media
boleh jadi hanyalah gunung es dari fakta yang lebih luas dan lebih memprihatinkan.
        Sampai di sini, dilema etis dan pilihan sikap yang sepertinya relatif cukup banyak
diambil oleh guru dan sekolah kembali menerbitkan implikasi lain yang cukup penting
dikemukakan: dalam konteks proses pendidikan, UN ternyata tak cukup mampu meneguhkan
sekolah sebagai tempat persemaian pendidikan karakter para siswa. Dalam konteks hasil akhir
evaluasi, UN kemudian hanya menjadi semacam seremoni yang sarat dengan unsur formalitas
belaka. Alih-alih meningkatkan mutu pendidikan, tekanan kuat UN malah menjadi semacam
teror mental bagi sekolah dan anak didik. Di sisi yang lain, pembocoran jawaban seperti yang
telah terjadi berpotensi untuk kurang menghargai siswa-siswa yang telah belajar dengan tekun
dan cukup berprestasi, sehingga malah berpeluang untuk memupuk iklim malas belajar. Buat
apa belajar, jika nanti saat UN akan ada tim sukses.
        Sejalan dengan kerangka pemikiran Mochtar Buchori (2007), evaluasi pendidikan
melalui UN kemudian menjadi sangat simplistik dan sangat jauh untuk dapat memahami diri



Joko Prasetiyo |                    Kasus Ketidakjujuran UN                          18
setiap murid secara utuh sebagai sosok pribadi (person), sehingga potensi masing-masing
anak didik tak dapat dikenali dan dikembangkan secara baik di sekolah.
           Implikasi dilema etis pembocoran kunci jawaban UN ini tidak hanya menjadi masalah
bagi mereka yang terlibat dalam tindakan pembocoran tersebut. Ini adalah pekerjaan rumah
bersama yang harus diselesaikan oleh para pendidik di negeri ini. Arah akhirnya adalah
bagaimana sistem evaluasi pendidikan di sekolah dapat membantu mendukung cita-cita
pendidikan yang membebaskan, bahwa sekolah akhirnya dapat berfungsi sebagai tempat
penanaman nilai-nilai dan keteladanan serta pola berpikir yang jernih bagi anak didik, untuk
membentuk generasi yang berkarakter dan tangguh menghadapi tantangan jaman.
           Kasus kecurangan dalam UN bukan hanya menyangkut soal moralitas, dan etika
pendidik, dan diangkatnya kasus itu merupakan sebuah tamparan yang tidak mengenakkan
bukan saja bagi mendiknas, melainkan juga bagi banyak orang, terutama guru dan orang tua
murid. Integritas guru berada dalam pertaruhan, sebab kepada merekalah sasaran kritik media
tertuju.
           Banyak pula orang tua murid justru kuatir UN benar-benar dilaksanakan dengan penuh
kejujuran, yang dapat berakibat nilai putera-puterinya jatuh. Banyak masyarakat yang tidak
merasa dirugikan dengan kejahatan pendidikan itu. Bahkan tidak sedikit di antara mereka
yang berterima kasih pada sekolah karena anaknya telah “dibantu” lulus dengan nilai baik.
           Sekolah yang berniat jujur dalam UN, hanya dapat menerapkan kejujuran itu di
sekolahnya sendiri. Sudah pasti kejujuran adalah pilihan pahit. Hasil UN siswa potensial
lebih rendah dibanding sekolah lain. Konsekwensinya, siswa sekolah jujur harus siap-siap
tidak diterima di sekolah lanjutan pilihan, karena seleksi masuk SLTP didasarkan atas nilai
Ujian       Nasional. Yang    jelas,   sekolah   yang   jujur    harus   siap-siap   ditinggalkan
masyarakat. Masyarakat tidak peduli pendidikan dikelola dengan jujur atau tidak, sebab yang
mereka butuhkan adalah anaknya lulus dengan nilai baik.
           Penulis masih punya keyakinan bahwa masih banyak sekolah-sekolah yang
melaksanakan Ujian Nasional secara baik dan jujur, kalaupun pelaksanaan UN yang diwarnai
kecurangan/ketidakjujuran yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, itu dilakukan oleh
oknum guru, oknum            sekolah, maupun oknum dinas pendidikan. UN bisa tetap terus
dilaksanakan dengan catatan, pemerintah dan semua stakeholder pendidikan harus berusaha



Joko Prasetiyo |                       Kasus Ketidakjujuran UN                           19
memenuhi 8 standar nasional pendidikan. Masih adakah kejujuran dalam pelaksanaan UN ?,
jawabannya : Tentunya masih ada !.


4. KESIMPULAN
    1. Ujian Nasional sebagai kebijakan struktur dominan yang memiliki kuasa dalam
        pelulusan siswa, secara ideal dibingkai dengan slogan: “Prestasi Yes, Jujur Harus”.
        Namun realitanya, terjadi malpraktik. Aktor yang terlibat dalam praktik UN sangat
        heterogen kemampuan dan kondisinya sehingga kelompok marginal yang memiliki
        keterbatasan akan merasa ketakutan tidak lulus UN sehingga mereka terpaksa dengan
        sadar berbuat menyimpang dengan berbagai modus operandinya demi sebuah prestasi
        kelulusan UN yang semu. Perilaku ini terus berlangsung sebagai kebiasaan yang saling
        menguntungkan dan terus berproses sehingga menjadi budaya atau ”karakter baru”,
        yakni kontra produktif dengan pilar pendidikan karakter, seperti: damai dalam
        kecurangan/ketidak jujuran, memiliki sifat saling menolong yang tidak pada
        tempatnya, kerjasama dalam hal keburukan, tidak memiliki rasa percaya diri dan jauh
        dari etika kesantunan pendidikan.
    2. Tujuan diadakannya Ujian Nasional adalah baik, yaitu untuk meningkatkan standar
        kulalitas pendidikan di Indonesia, namun pada pelaksanaannya kadang terjadi
        penyimpangan dari aturan-aturan yang sudah ditetapkan.
        Salah satu faktor pemicu kecurangan/ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN adalah
        karena adanya tekanan politik. Hal itu terjadi ketika Kepala Daerah memberikan
        instruksi untuk mencapai hasil UN yang lebih baik dari tahun sebelumnya kepada
        dinas pendidikan yang diteruskan kepada sekolah. Meski dasarnya benar, namun pihak
        dinas pendidikan maupun sekolah seringkali salah mengartikan instruksi
        tersebut. Dinas pendidikan atau sekolah sebagai pelaksana UN akhirnya terpaksa tidak
        jujur demi untuk memenuhi target dari kepala daerah, yang dilakukan oleh pihak dinas
        pendidikan dan sekolah bukannya bekerja lebih keras melakukan perbaikan mutu
        pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal, karena salah mengartikan malah
        melakukan penyimpangan pelaksanaan UN dengan cara menyuruh guru mata pelajaran
        membantu siswa dengan mengerjakan soal UN dan membagikan jawaban ke siswa.
        Hal ini yang harus kita perbaiki bersama-sama.

Joko Prasetiyo |                     Kasus Ketidakjujuran UN                         20
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, AC. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Sekolah Pascasarjana
      Universitas Pendidikan Bandung dan Remaja Rosdakarya.

Atmadja, N. B. 2010. Sekolah (Rintisan) Bertaraf Internasional sebagai Arena Sosial
      Melanggengkan Ketidak adilan bagi kaum Miskin (Perspektif Teori Kritis). Media
      Komunikasi. 9 (1).

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2012. Prosedur Operasi Standar Ujian
      Nasional (POS UN) SMP, SMA dan SMK tahun ajaran 2011/2012.

Depdiknas. 2009. Pembangunan Pendidikan SMA. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen
      Pendidikan Dasar dan Menengah.

Duignan, P. 2006. Educational Leadership: Key Challenges and Ethical Tensions. New
      York: Cambridge University Press.

Kamal, Mustafa. 2012. Pak Udin Kepsek Baru. Kompasiana, Fiksiana.
      http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/02/10/pak-udin-kepsek-baru/. Diakses
      tanggal 31 Mei 2012.

Karim, M. 2009. Pendidikan Kritis Transformatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mihartini. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis UN. Makalah. Diajukan Untuk Mengikuti
       Lomba Essai Antar Guru se-Bali Dies Natalis ke-5 dan Lustrum ke-1 Undhiksa,
       Singaraja.

Nusa Bali. 2009. UN SMP Diwarnai Bocoran Kunci Jawaban. 28 April 2009. hlm. 2.

Nuryatno, A. 2008. Mazhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik
      dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book.

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2011
       Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan
       Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah Dan Ujian Nasional.

Poerwandari, Kristi. 2012. Meneliti Moralitas Diri. Kolom Psikologi Kompas, Minggu, Juni
      2012, halaman 18. Jakarta: Kompas

Rohman, A. 2009. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama.

Sagala, S. H. 2008. Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung: Afabeta




Joko Prasetiyo |                  Kasus Ketidakjujuran UN                            21
Shaphiro, J.P & Stefkovich, J.A. 2011. Ethical Leadership and Decision Making in
       Education: Applying Theoritical Perspective to Complex Dillemas, 3 rd Edition.
       New York: Roudledge (Taylor and Francis Group).

Soyomukti, N. 2010. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, Neo Liberal, Marxis Sosialis,
     Postmodern. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Surakhmad, W.. 2009. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. Jakarta: Kompas Media
      Nusantara.

Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan : Konsep, Strategi, dan
       Aplikasi. Jakarta: Grasindo.

Tilaar, HAR. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Kajian Kritis. Jakarta: Rineka
        Cipta.

Tilaar, HAR. 2009. Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional Dalam
        Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tuhusetya, S. 2008. Ujian Nasional Dan Kekuasaan Hegemoni Negara.
      http://sawali.info/2008/02/06/ ujian-nasional-dan-kekuasaanhegemoni- negara/,
      dikases tanggal 15 Mei 2012.




Joko Prasetiyo |                  Kasus Ketidakjujuran UN                             22

More Related Content

What's hot

Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...
Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...
Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...
annisa berliana
 
Makalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektifMakalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektif
Warnet Raha
 
Teknik konversi-skor-mentah-hasil-tes
Teknik konversi-skor-mentah-hasil-tesTeknik konversi-skor-mentah-hasil-tes
Teknik konversi-skor-mentah-hasil-tes
Savitri Wanabuliandari
 
Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia
Lia Aldiana
 
PPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptx
PPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptxPPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptx
PPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptx
Jihaniyahahmad
 
Makalah bilangan bulat
Makalah bilangan bulatMakalah bilangan bulat
Makalah bilangan bulat
TsalisFitriani
 
Review jurnal kualitatif
Review jurnal kualitatifReview jurnal kualitatif
Review jurnal kualitatif
Ruyung Movia
 
Perbedaan beberapa kurikulum
Perbedaan beberapa kurikulumPerbedaan beberapa kurikulum
Perbedaan beberapa kurikulumWhyda Kasim
 
Presentation paragraf
Presentation paragrafPresentation paragraf
Presentation paragraf
andrisulistyanto
 
CONTOH LAPORAN PPL S2
CONTOH LAPORAN PPL S2CONTOH LAPORAN PPL S2
CONTOH LAPORAN PPL S2
Nur Arifaizal Basri
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasar
audiasls
 
Pengaruh suhu terhadap benda
Pengaruh suhu terhadap bendaPengaruh suhu terhadap benda
Pengaruh suhu terhadap bendaMame Indy
 
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docxLaporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
ChandraAdiPrasetiyo
 
Tema 1, diriku (kelas 1)
Tema 1, diriku (kelas 1)Tema 1, diriku (kelas 1)
Tema 1, diriku (kelas 1)
Khoiruddin Ahmuatd
 
Silabus evaluasi pai
Silabus evaluasi paiSilabus evaluasi pai
Silabus evaluasi pai
MTs Nurul Huda Sukaraja
 
Eyd (Format slide powerpoint)
Eyd (Format slide powerpoint)Eyd (Format slide powerpoint)
Eyd (Format slide powerpoint)
Alex Adipati
 

What's hot (20)

Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...
Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...
Teknik Penulisan Karya Ilmiah (PEMILIHAN TOPIK DAN MASALAH, PEMBATASAN TOPIK ...
 
Makalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektifMakalah bahasa indonesia kalimat efektif
Makalah bahasa indonesia kalimat efektif
 
Teknik konversi-skor-mentah-hasil-tes
Teknik konversi-skor-mentah-hasil-tesTeknik konversi-skor-mentah-hasil-tes
Teknik konversi-skor-mentah-hasil-tes
 
Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia
 
Daya pembeda & tingkat kesukaran
Daya pembeda & tingkat kesukaranDaya pembeda & tingkat kesukaran
Daya pembeda & tingkat kesukaran
 
Penyajian data
Penyajian dataPenyajian data
Penyajian data
 
PPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptx
PPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptxPPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptx
PPT PROGRAM KAMPUS MENGAJAR.pptx
 
Makalah bilangan bulat
Makalah bilangan bulatMakalah bilangan bulat
Makalah bilangan bulat
 
Review jurnal kualitatif
Review jurnal kualitatifReview jurnal kualitatif
Review jurnal kualitatif
 
Nutrisi lansia
Nutrisi lansiaNutrisi lansia
Nutrisi lansia
 
Perbedaan beberapa kurikulum
Perbedaan beberapa kurikulumPerbedaan beberapa kurikulum
Perbedaan beberapa kurikulum
 
Presentation paragraf
Presentation paragrafPresentation paragraf
Presentation paragraf
 
CONTOH LAPORAN PPL S2
CONTOH LAPORAN PPL S2CONTOH LAPORAN PPL S2
CONTOH LAPORAN PPL S2
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasar
 
Pengaruh suhu terhadap benda
Pengaruh suhu terhadap bendaPengaruh suhu terhadap benda
Pengaruh suhu terhadap benda
 
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docxLaporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
Laporan Minggu Ke-3 - Chandra A PRS.docx
 
Tema 1, diriku (kelas 1)
Tema 1, diriku (kelas 1)Tema 1, diriku (kelas 1)
Tema 1, diriku (kelas 1)
 
Silabus evaluasi pai
Silabus evaluasi paiSilabus evaluasi pai
Silabus evaluasi pai
 
Proposal usaha bimbel
Proposal usaha bimbelProposal usaha bimbel
Proposal usaha bimbel
 
Eyd (Format slide powerpoint)
Eyd (Format slide powerpoint)Eyd (Format slide powerpoint)
Eyd (Format slide powerpoint)
 

Similar to Ketidakjujuran dalam Pelaksanaan Ujian Nasional: Tinjauan dari Sudut Pandang Etika Pendidikan

Kapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islamKapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islamPhujie FaHrani
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
Denny Kodrat
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
Denny Kodrat
 
Masalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaMasalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesia
novri suryadi
 
Masalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaMasalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaFitria Hadri Yani
 
Tugas pip rini
Tugas pip riniTugas pip rini
Tugas pip rini
Rini de Lopez
 
Contoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiContoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiaswitopalopo
 
Contoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiContoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsi
Wira Sudewa
 
Contoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiContoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiSri Thayank
 
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Hariyatunnisa Ahmad
 
permasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikropermasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikro
muhammadsucahyo
 
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikro
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikroTugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikro
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikro
muhammadsucahyo
 
Tugasan 7
Tugasan 7Tugasan 7
Tugasan 7
SYAZWANI IBRAHIM
 
MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...
MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...
MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...Yekti Hanani
 
Kondisi sistem pendidikan indonesia
Kondisi sistem pendidikan indonesiaKondisi sistem pendidikan indonesia
Kondisi sistem pendidikan indonesiaAdy Setiawan
 
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Yee Ivy
 
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Yee Ivy
 

Similar to Ketidakjujuran dalam Pelaksanaan Ujian Nasional: Tinjauan dari Sudut Pandang Etika Pendidikan (20)

Kapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islamKapita selekta pendidikan islam
Kapita selekta pendidikan islam
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
 
Kejujuran sekolah kr
Kejujuran sekolah krKejujuran sekolah kr
Kejujuran sekolah kr
 
Masalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaMasalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesia
 
Masalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesiaMasalah pendidikan di indonesia
Masalah pendidikan di indonesia
 
Pkn fix
Pkn fixPkn fix
Pkn fix
 
Tugas pip rini
Tugas pip riniTugas pip rini
Tugas pip rini
 
Proposal skripsi
Proposal skripsiProposal skripsi
Proposal skripsi
 
Contoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiContoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsi
 
Contoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiContoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsi
 
Contoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsiContoh proposal-skripsi
Contoh proposal-skripsi
 
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan PendidikanFaktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
Faktor yang Mempengaruhi Permasalahan Pendidikan
 
permasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikropermasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikro
 
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikro
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikroTugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikro
Tugas baru permasalahan makro dan permasalahan mikro
 
Tugasan 7
Tugasan 7Tugasan 7
Tugasan 7
 
MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...
MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...
MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DENGAN UJIAN NASIONAL DALAM STANDARISASI PENDI...
 
Kondisi sistem pendidikan indonesia
Kondisi sistem pendidikan indonesiaKondisi sistem pendidikan indonesia
Kondisi sistem pendidikan indonesia
 
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
 
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
Kajiantindakanpengurusanpembelajarandisiplinpelajarsekolahrendahdisekolahband...
 

More from Joko Prasetiyo

MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...
MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...
MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...
Joko Prasetiyo
 
Guru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan KompetenGuru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan Kompeten
Joko Prasetiyo
 
Pendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi Kepri
Pendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi KepriPendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi Kepri
Pendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi Kepri
Joko Prasetiyo
 
Tuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau Jawa
Tuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau JawaTuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau Jawa
Tuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau Jawa
Joko Prasetiyo
 
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis SekolahManajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah
Joko Prasetiyo
 
Guru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan KompetenGuru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan Kompeten
Joko Prasetiyo
 
Pendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap Kerja
Pendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap KerjaPendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap Kerja
Pendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap Kerja
Joko Prasetiyo
 
Presentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko Prasetiyo
Presentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko PrasetiyoPresentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko Prasetiyo
Presentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko Prasetiyo
Joko Prasetiyo
 
Best Practice Guru Berprestasi SMK tahun 2014 Joko Prasetiyo
Best Practice Guru Berprestasi  SMK  tahun 2014  Joko PrasetiyoBest Practice Guru Berprestasi  SMK  tahun 2014  Joko Prasetiyo
Best Practice Guru Berprestasi SMK tahun 2014 Joko Prasetiyo
Joko Prasetiyo
 
Summary Tesis Six Sigma by Joko Prasetiyo
Summary Tesis Six Sigma by Joko PrasetiyoSummary Tesis Six Sigma by Joko Prasetiyo
Summary Tesis Six Sigma by Joko Prasetiyo
Joko Prasetiyo
 
Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...
Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...
Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...
Joko Prasetiyo
 
Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...
Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...
Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...
Joko Prasetiyo
 
Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...
Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...
Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...
Joko Prasetiyo
 
Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.
Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.
Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.
Joko Prasetiyo
 
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif
Joko Prasetiyo
 
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...
Joko Prasetiyo
 
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...
Joko Prasetiyo
 
Membayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian Kinerja
Membayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian KinerjaMembayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian Kinerja
Membayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian Kinerja
Joko Prasetiyo
 
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah DasarTransparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Joko Prasetiyo
 
Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012
Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012
Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012
Joko Prasetiyo
 

More from Joko Prasetiyo (20)

MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...
MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...
MEMBANGUN BUDAYA POSITIF DI KELAS MELALUI KOMUNIKASI EFEKTIF DI SMK NEGERI 2 ...
 
Guru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan KompetenGuru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan Kompeten
 
Pendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi Kepri
Pendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi KepriPendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi Kepri
Pendidikan Berkualitas, Kunci Sukses Pembangunan di Provinsi Kepri
 
Tuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau Jawa
Tuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau JawaTuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau Jawa
Tuntutlah Ilmu Sampai ke Pulau Jawa
 
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis SekolahManajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah
 
Guru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan KompetenGuru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan Kompeten
 
Pendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap Kerja
Pendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap KerjaPendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap Kerja
Pendidikan Berbasis Life Skills, Mencetak Lulusan Siap Kerja
 
Presentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko Prasetiyo
Presentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko PrasetiyoPresentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko Prasetiyo
Presentasi Best Practice Guru tahun 2014- Joko Prasetiyo
 
Best Practice Guru Berprestasi SMK tahun 2014 Joko Prasetiyo
Best Practice Guru Berprestasi  SMK  tahun 2014  Joko PrasetiyoBest Practice Guru Berprestasi  SMK  tahun 2014  Joko Prasetiyo
Best Practice Guru Berprestasi SMK tahun 2014 Joko Prasetiyo
 
Summary Tesis Six Sigma by Joko Prasetiyo
Summary Tesis Six Sigma by Joko PrasetiyoSummary Tesis Six Sigma by Joko Prasetiyo
Summary Tesis Six Sigma by Joko Prasetiyo
 
Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...
Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...
Menjadikan Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajaran. Profil Organisasi Pembela...
 
Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...
Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...
Management Control System (Sistem Pengendalian Manajemen) di SMK Negeri 1 Bin...
 
Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...
Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...
Critical review: A FRAMEWORK FOR APPLIYING SIX SIGMA IMPROVEMENT METHODOLOGY ...
 
Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.
Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.
Profil Organisasi Pembelajaran di SMKN 1 Bintan, Kepulauan Riau.
 
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif
Implementasi Project Work Dalam Pembelajaran Praktek Produktif
 
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. ...
 
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...
Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in...
 
Membayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian Kinerja
Membayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian KinerjaMembayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian Kinerja
Membayar Gaji Guru Sesuai Pencapaian Kinerja
 
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah DasarTransparansi  Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
Transparansi Penentuan Biaya Pendidikan Sekolah Dasar
 
Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012
Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012
Proposal Pengadaan Peralatan Otomotif tahun 2012
 

Recently uploaded

813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
RinawatiRinawati10
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
erlita3
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
AgusRahmat39
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
lastri261
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
 

Recently uploaded (20)

813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 

Ketidakjujuran dalam Pelaksanaan Ujian Nasional: Tinjauan dari Sudut Pandang Etika Pendidikan

  • 1. KETIDAK JUJURAN DALAM UJIAN NASIONAL: TINJAUAN DARI SUDUT PANDANG ETIKA PENDIDIKAN MAKALAH ( Studi Kasus ) Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ethical Leadership in Education Dosen: Dr. Mahfud Sholihin, M.Acc Oleh: JOKO PRASETIYO NIM: 11/327329/PEK/16768 NO REG: 11 KD 233 MAGISTER MANAJEMEN MANAJEMEN KEPENGAWASAN PENDIDIKAN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA 2012 Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 1
  • 2. KETIDAK JUJURAN DALAM UJIAN NASIONAL: TINJAUAN DARI SUDUT PANDANG ETIKA PENDIDIKAN 1. PENDAHULUAN Ujian Nasional atau yang disingkat UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. UN diselenggarakan berdasarkan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). UN digelar untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil dari UN tersebut digunakan sebagai : (1) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, (2) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya, (3) penentuan kelulusan peserta didik dari tiap satuan pendidikan, (4) dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dalam melakukan penilaian hasil belajar sebagai bagian integral dari proses pembelajaran, nyatanya tidak diberikan kewenangan sepenuhnya kepada sekolah. Padahal struktur dominan telah memberikan kewenangan melalui otonomi sekolah dengan manajemen bebasis sekolahnya, serta kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Teks-teks tersebut sebenarnya memberi hak dan kewenangan kepada sekolah/ guru untuk melakukan penilaian secara utuh dan menyeluruh sampai pada penentuan kelulusan siswa, namun faktanya struktur dominan (negara/ pemerintah) justru ikut bermain dengan membangun teks dalam bentuk undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang melibatkan struktur dominan secara teknis dalam penilaian, dengan bentuk produksi ujian nasional (selanjutnya disebut UN). Pendidikan sebagai hak asasi manusia yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 memang menjadi tanggungjawab dan tugas struktur dominan dalam pembangunannya. Pemerintah berkewajiban meningkatkan mutu pendidikan, yang indikator utamanya adalah pencapaian prestasi siswa. Mutu pendidikan pada satuan pendidikan dan mutu pendidikan secara nasional bisa dilihat dari pencapaian prestasi UN-nya, baik pada level satuan pendidikan maupun pada level nasional. Indikator yang paling nyata untuk mengetahui kualitas pendidikan di Indonesia adalah dilihat dari hasil ujian nasionalnya Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 2
  • 3. (Depdiknas, 2009:86). Pembangunan pendidikan nasional tidak bisa lepas dari pengaruh globalisasi yang becirikan kapitalis dan saintifik. Oleh karenanya dibangun kebijakan UN, dan dicitrakan sebagai produk yang bisa mendongkrak peningkatan mutu pendidikan. Para siswa yang berprestasi dalam UN atau sekolah/ pemerintah daerah sebagai dampak ikutannya, tentu akan memperoleh reward atau penghargaan dari struktur dominan. Teks-teks yang tersurat dan tersirat dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peraturam pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Prosedur Operasi Standar (POS) UN sangatlah ideal dan baik, namun dalam implementasinya terjadi pula bias, karena adanya permainan modal simbolik atau prestise, seperti: malu tidak lulus atau malu tidak mendapat sekolah yang lebih tinggi, sehingga terjadilah kecurangan-kecurangan, sebagai suatu praktik ketidak jujuran. Seperti kasus nyontek masal yang terjadi di SDN Gadel 2 Surabaya. Hasil penelitian Balitbang Kemendiknas dalam laporan indeks objektivitas menunjukkan bahwa hampir 90% hasil UN di seluruh Indonesia diperoleh dengan proses curang. Kemudian hasil penelitian PGRI, jika UN dilakukan secara sportif dan objektif angka kelulusan siswa hanya 40%-50% (Nusa Bali, 2009). Menyimak kasus-kasus yang terjadi itu, ibarat gunung es yang tampak, namun yang tidak terbongkar masih sangat banyak. Kasus itu terjadi sebagai suatu representasi dari efek domino, bahwa mereka berbuat itu karena mencontoh apa yang mereka lihat dari habitus struktur dominan atau para aktor dalam praktik-praktik pembelajaran di kelas dan atau pada praktik-praktik pembelajaran/pendidikan lainnya yang lebih luas di persekolahan, serta dalam kehidupan yang lebih kompleks dalam aktivitas kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara. Dengan adanya permainan berbagai struktur dan berperannya berbagai modal ala Bourdieu secara holistik dan dialektis, antar modal ekonomi, modal budaya, modal sosial dan modal simbolik, tampak dapat memberi kontribusi terhadap ketidak jujuran dalam pelaksanaan UN, atau sebaliknya bisa dicapai kejujuran sekaligus prestasi sesuai semboyan Kemendiknas dalam pelaksanaan UN, yaitu: “ Prestasi yes, Jujur harus”. Permasalahannya adalah mengapa ketidak jujuran dalam pendidikan terjadi dalam UN ? atau dengan kata lain mengapa dalam ujian nasional sebagai bagian dari proses pendidikan bisa terjadi praktik ketidak jujuran?. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 3
  • 4. Berdasarkan pada latar belakang kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia yang telah penulis kemukakan di atas, penulis mencoba mengangkat sebuah kasus tentang salah satu modus kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional. Pada kasus ini menyajikan dilema etika yang berkaitan dengan berbagai aspek akuntabilitas dalam hubungannya dengan tanggung jawab, juga antara dilemma Care (kepedulian) dan Rule (aturan). 2. STUDI KASUS Kasus ini penulis kutip dari Kompasiana.com yang ditulis oleh Mustafa Kamal di http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/02/10/pak-udin-kepsek-baru/, kisah ini penulis modifikasi berdasarkan pengalaman pribadi penulis sebagai panitia Ujian Nasional Sekolah. Nama dan tokoh sengaja disamarkan untuk menghindari kesalah pahaman. Kasus ini menceritakan seorang kepala sekolah baru, sebut saja namanya Pak Joko, yang mempunyai idealisme yang tinggi dan bertekad Ujian Nasional di sekolahnya harus benar-benar murni tidak boleh ada kecurangan. Namun ia dihadapkan pada sebuah dilema antara melaksanakan ujian secara murni tanpa harus membantu siswa, dan tekanan dari atasannya dan juga kepedulian akan nasib dan masa depan siswa-siswinya. Pak Joko Kepsek Baru Pak Joko masih muda. Usianya baru 35 tahun. Baru sepuluh tahun mengabdi menjadi guru bidang studi teknik mesin, namun karena keaktifannya, dia lulus pada Diklat Calon Kepala Sekolah SMK dan menjadi peserta terbaik pada diklat tersebut. Tidak menunggu lama, setahun kemudian dia diangkat menggantikan kepala sekolah yang memasuki masa pensiun. Sekolah tersebut berada di daerah pesisir pantai di wilayah Kepulauan Riau. Dua bulan lagi akan memasuki masa-masa Ujian Nasional. Pak Joko yang idealis bertekad Ujian Nasional kali ini disekolahnya harus benar-benar Murni tidak boleh ada kecurangan. Membantu anak didik memberikan jawaban Ujian Nasional baginya sama saja mengajarkan generasi muda bahwa kecurangan itu halal !, Maka kelak jika mereka jadi guru juga maka merekapun akan menghalalkan hal yang sama! Mau jadi apa negeri ini kelak ! pikir Pak Joko. Mendekati Ujian Nasional Pak Joko mendapat perintah dari Kepala Dinas Pendidikan setempat bahwa Bupati menginginkan kelulusan UN SLTA di daerahnya harus 100%! Jika ada sekolah yang kelulusannya dibawah itu, kepala sekolahnya akan diberhentikan dan dikembalikan menjadi guru biasa serta di mutasi ke daerah terpencil. Pak Joko berpikir kerasa antara idealis, harga diri namun dia juga tidak mau dimutasi kedaerah terpencil, istrinya akan kecewa juga anak-anaknya yang masih kecil. Pak Joko tidak terpisah dari keluarga yang dicintainya. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 4
  • 5. Pak Joko lalu berkonsultasilah dengan mantan kepala sekolah yang sudah pensiun yang pernah menjadi pimpinannya. Mantan kepsek tersebut menganjurkan Pak Joko untuk ikut saja arlur yang sudah berjalan sejak lama di daerah kita. “Demi masa depan anak-anak ! Kebanyakan dari mereka adalah anak nelayan, petani karet, dan buruh-buruh di pabrik, jika tak lulus sekolah dipastikan banyak yang memilih berhenti sekolah, apalagi tidak ada lagi ujian Nasional Ulangan bagi yang tak lulus. Kesempatan mereka hanya satu kali.” Begitu kata mantan Kepseknya. “Pak Joko, yang salah bukan kita, tapi pakar-pakar pendidikan yang di kementerian pusat yang membuat UN itu! Jika ada studi kelayakan maka UN belum layak dilaksanakan di negeri ini! Karena masih terdapat jurang perbedaan yang menganga lebar antara kota dan pedesaan. Tapi orang buta diatas tidak melihat itu! Jadi kitapun buta jugalah! Bantu anak didik kita untuk lulus UN demi masa depan mereka! Itu pesan mantan kepseknya. Pak Joko pun bimbang di satu sisi apa yang disampaikan mantan Kepseknya benar tapi hati kecilnya masih menolak, sampai kapan ketidakbenaran ini terus berlangsung. Pak Joko berpendapat UN sebaiknya dihapuskan. Kembalikan ke sistem EBTANAS seperti semula, dimana Ujian Akhir Nasional hanya sebatas untuk evaluasi dan pertimbangan bagi Perguruan Tinggi untuk meluluskan seorang calon mahasiswa layak atau tidak layak lulus di Perguruan Tinggi tersebut. Pak Joko tidak setuju UN sebagai penentu kelulusan! Masa, karena satu mata pelajaran di bawah 4 meskipun tiga mata pelajaran lainnya sangat baik, anak tidak lulus. Sebagai contoh, Andi mendapatkan nilai 8 untuk bahasa Indonesia, 9 untuk bahasa Inggris, 7 untuk Matematika, 7 untuk kimia, tetapi hanya 3,5 untuk Fisika. Maka Andi dinyatakan tidak lulus karena salah satu mata pelajarannya tidak mencapai 4 sebagai syarat kelulusan! Padahal bisa saja Andi kondisi badannya tidak sehat ketika ujian Fisika tersebut! Sungguh tidak Adil, Andi anak baik dan termasuk anak berprestasi tidak lulus hanya gara-gara pemerintah bersikeras UN tetap diadakan! Pak Joko larut dalam renungannya sendiri. Namun, akhirnya Pak Joko sepakat dengan mantan kepseknya, Ya sudahlah kita tinggal di negeri buta, maka butakan saja mata hati kita! Selama UN masih menentukan kelulusan, selama itu pula dia akan membantu anak didik untuk lulus ! Tekad Pak Joko. Akhirnya Ujian Nasionalpun segera dimulai, Seluruh kepala sekolah berkumpul di ruangan Kepala Dinas pendidikan untuk mensukseskan harapan Bupati 100% kelulusan di daerahnya. Lewat telpon Kepala Dinas berbicara langsung dengan Kapolres setempat tentang besaran "amplop" untuk untuk kelancaran proses pengambilan soal UN nanti di kantor polisi, maka disepakati setiap sekolah mengeluarkan uang amplop Rp 20 juta. Kemudian ada pula "uang rokok" untuk polisi jaga soal UN tersebut, uang rokoknya bervariasi antara Rp. 500 ribu - Rp. 1 juta. Pak Joko kemudian membentuk “Tim Sukses UN” yang diketuai oleh Pak Faiz selaku Wakil Kepala sekolah Bagian Akademik/Kurikulum. Kemudian diadakanlah rapat yang dihadiri oleh semua wakil kepala sekolah dan semua guru mata pelajaran yang di UN kan. Pada rapat rahasia tersebut Pak Joko menyampaikan “strategi-strategi” untuk mencapai hasil kelulusan sekolah supaya bisa mencapai 100% kelulusan. Pada awalnya beberapa guru menolak untuk melakukan kecurangan UN, namun dengan bujukan dan sedikit pemaksaan, akhirnya para guru pun bersedia membantu siswa mengerjakan soal-soal UN. Sehari sebelum UN, skenario dimulai. Skenario pertama adalah pengambilan soal UN. Biasanya pengambilan soal dilakukan pada malam hari selepas sholat magrib ke kantor Polres tempat penyimpanan soal UN. Pak Joko menugaskan Pak Faiz, Waka Akademik/kurikulum dan stafnya, dengan membawa uang rokok untuk petugas jaga. Biasanya pengambilan soal ini dipercayakan ke salah satu sekolah saja misalnya yang punya mesin fotocopy, kemudian Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 5
  • 6. sekolah itu akan memperbanyak soal dengan mengcopinya dan dibagikan ke seluruh sekolah rekanan melalui Waka kurikulumnya. Biasanya sekolah yang ditunjuk ini saja yang bekerja, nanti kunci jawaban yang sudah dibuat disebarkan dengan SMS ke sekolah-sekolah yang lain. Namun setiap sekolah membuat tim juga untuk berjaga-jaga. Setelah soal dijemput, diperbanyak dan dibagikan ke seluruh sekolah. Setiap sekolah akan melibatkan seluruh guru mata pelajaran UN untuk menjawab soal sesuai mata pelajarannya. Setiap guru yang mata pelajarannya diujikan esok hari akan berkumpul di rumah salah seorang rekannya pada malamnya menunggu soal dari waka kurikulum. Biasanya lepas isya soal UN sudah ditangan para guru tersebut. Dan mereka akan mengerjakan "gotong royong" soal-soal tersebut karena ada beberapa paket. Selesai mengerjakan soal, kunci jawaban tersebut diantarkan kembali kepada waka kurikulum untuk diperbanyak Pak Faiz sebagai koordinator “Tim Sukses UN” meneruskan kunci jawaban tersebut kepada Tenaga TU yang sudah standby, tenaga TU tersebut akan memperbanyak dengan menulis dicarik kertas atau diperbanyak dengan difotocopy dan langsung dilipat kecil-kecil sesuai paket soal. Kemudian dibentuk juga Tim pembagi kunci jawaban. Tim ini biasanya hanya dua orang yaitu Bu Lina selaku Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan dan stafnya. Oleh mereka ini sudah ditentukan siswa-siswa penerima setiap kelasnya, dan siswa tersebutlah yang bertanggungjawab membagikan kepada teman-teman sekelasnya. Siswa-siswa ini disuruh datang cepat sejam atau paling lambat 30 menit sebelum jam 07.00 WIB jam masuk sekolah dan diserahkan di lokasi yang sudah ditentukan tempat paling tersembunyi di sekolah tersebut, atau ada juga subuh-subuh menjemputnya ke rumah Waka kesiswaan. Strategi pembagian jawaban UN ini setiap hari diubah-ubah untuk menghindari kecurigaan dari tim pemantau independen. Kemudian adalagi tim penerima kunci jawaban. Mereka adalah wakil siswa-siswa setiap ruang ujian. Dalam pelaksanaan ujian ini pengawas silang dari sekolah lain tidak dikhawatirkan karena sudah ada kesepakatan bersama di daerah itu. Lalu siapakah yang ditakuti oleh pihak sekolah ? yaitu Pengawas independen yang berasal dari Perguruan Tinggi terdekat yang tidak dapat diajak kerjasama. Memang ada juga yang dapat diajak kerjasama mereka ini adalah yang kenal dengan kepsek atau guru-guru disekolah itu, siapa guru yang kenal baik akan disuruh melobi oleh kepsek masing-masing. Tapi bagaimana dengan yang tidak bisa dilobi ? Ada lagi tim khusus yaitu Tim ini terdiri atas 2 - 3 orang guru yang ditugaskan untuk mengajak pengawas independen ini ngobrol-ngobrol, dan mengajaknya menjauh dari ruang tempat ujian. Kadang dibawa rekreasi atau makan-makan dan minum kopi selama Ujian berlangsung. Dan akhirnya seperti yang direncanakan, sekolah Pak Joko lulus 100%! Semua bahagia, bupati, kepala dinas, kepsek dan guru, orangtua serta anak didik pastinya! Seluruh anak didiknya bisa melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi tanpa terjegal oleh UN yang keliru! Pak Joko bersyukur, dan menyerahkan salah benarnya semuanya kepada Tuhan. 2. PERMASALAHAN Dari kasus yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan- permasalahan antara lain: Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 6
  • 7. 1. Bagaimana kajian tentang kecurangan Ujian Nasional dalam perspektif pendidikan kritis dan budaya ? 2. Apa saja dilema etika yang dihadapi oleh Pak Joko sebagai Kepala Sekolah yang baru mengikuti jejak seniornya dalam melaksanakan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional ? 3. Bagaimana dilema etika sentral pada kasus ini, para guru yang semula menolak untuk melakukan kecurangan, tetapi dipaksa oleh kepala sekolahnya untuk melakukan kecurangan ? 4. Bagaimana solusi kasus ini jika kita melihatnya dalam perspektif etika dan hukum ? 3. PEMBAHASAN 3.1 Kajian Teori Tentang UN dan Praktek Ketidak Jujuran dalam Pelaksanaan UN Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2011). Dalam melaksanakan pengukuran dan penilaian secara nasional, UN telah didisain sedemikian rupa (seperti: kualitas soal, kriteria pelulusan, independensi pelaksanaan UN, jadwal ujian, paket soal dan kegunaan hasil UN), sehingga UN cenderung dapat digunakan sebagai metode yang ideal dalam menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional, lebih masif lagi UN dicitrakan sebagai metode untuk meningkatkan mutu pendidikan. Berbicara mutu pendidikan tidak saja dilihat dari indikator prestasi akademik melalui capaian nilai UN (bersifat tangible), namun juga unsur-unsur yang bersifat intangible (seperti: jujur, berakhlak baik, disiplin, bertanggung jawab, toleran, dan berdedikasi) sebagai bangunan holistik dalam menentukan mutu pendidikan. Di balik capaian prestasi yang bersifat tangible, ternyata UN dapat pula membuat produk yang bersifat intangible, atau testing kejujuran dari para aktor yang terlibat UN. Sehingga terjadilah pertarungan antara perolehan prestasi UN dengan kejujuran sebagai satu pilar pendidikan karakter. UN dalam perjalanannya mengalami dinamika serta pro kontra, sehingga setiap tahunnya mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada kriteria lulusan, ujian ulangan, Tim Pemantau Independen serta jumlah paket soal. BSNP menyatakan perubahan itu terjadi untuk Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 7
  • 8. mengadopsi hasil evaluasi UN dari masyarakat, seperti kondisi dan kualitas sekolah yang sangat bervariasi, serta masukan konstruktif dari lapangan dan pemangku kepentingan. UN yang dicitrakan sebagai metode untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional adalah tepat, sesuai dengan tujuan UN yang dicanangkan oleh BSNP yaitu menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun dibalik kuatnya legalitas yang mendukungnya, kebanggaan atas capaian prestasi dan prestise yang melekat pada UN menarik dikaji secara dekonstruktif dengan memakai pendekatan teori pendidikan kritis sebagai satu karakteristik dari Kajian Budaya. Menurut Atmadja (2010:3-5) teori menjadi kritis, apabila teori itu meneliti realitas sedemikian rupa sehingga realitas itu sendiri berbicara dan menunjukkan bahwa ia ditentukan oleh penindasan dan penghisapan, sehingga kepalsuan dan kebohongannya tersingkap. UN sebagai entitas sosial tidak berada dalam kondisi yang otonom, melainkan terkait dengan struktur yang lebih besar yang melibatkan berbagai aktor. UN dilihat dari pendekatan semiotika, maka UN diperlakukan sebagai tanda. Tanda dicari maknanya, tidak saja dalam konteks jalinannya dengan struktur atau entitas sosial lain yang terkait, tetapi dengan pengembangan penafsiran melalui mekanisme permainan bebas interpretasi. Berdasarkan perspektif seperti ini diharapkan muncul gagasan alternative dalam melihat UN sebagai sesuatu yang membagakan maupun kemungkinan adanya permarginalan bagi kelas bawah sehingga muncul perilaku- perilaku destruktif yang menyimpang dari pendidikan karakter. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Alwasilah (2008: 109), bahwa teori kritis memiliki kepedulian terhadap ketidak adilan sosial sebagaimana tercermin dalam sistem pendidikan atau persekolahan, yang dibalik itu ada minat dan vested interest kelompok serta ada ideologi yang mendominasi yang perlu dicermati dan dikritisi. Salah satu teori kritis adalah teori pendidikan kritis (critical pedagogy) atau disebut ”aliran kiri” atau pendidikan radikal atau pendidikan revolusioner adalah mazhab pendidikan yang meyakini adanya muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Mashab ini tidak mempresentasikan suatu gagasan tunggal dan homogen, tetapi memberdayakan kaum tertindas dan mentransformasi ketidak adilan sosial. Pendidikan kritis dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa pendidikan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, kultural, ekonomi dan politik yang lebih luas (Nuryatno, 2008; Karim, 2009: 123). Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 8
  • 9. Pendidikan adalah ajang pertarungan ideologis. Lembaga pendidikan adalah wilayah yang mana kesadaran diperebutkan oleh kepentingan. Kepentingan untuk menjadikan peserta didik hanya tunduk pada “kesadaran” yang dapat melanggengkan sistem penindasan dan menjadikan peserta didik hanya sebagai objek yang menguntungkan kekuasaan. Pendidikan harus mampu membebaskan manusia dari belenggu ketidak adilan dan penindasan. Pendidikan adalah untuk pembebasan, bukan untuk penguasaan (dominasi), atau memanusiakan kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil. Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan social budaya. Pendidikan adalah mengantarkan peserta didik menjadi subjek, melakukan kritik terhadap sistem dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan tertindas untuk menciptakan sistem social baru yang lebih adil (Karim, 2009: 146; Soyomukti, 2010: 482) UN dilihat dari perspektif pendidikan kritis, tampaknya tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial, kultural, ekonomi dan politik yang lebih luas. Kebijakan UN tidaklah netral dan bebas dari pelbagai kepentingan, tetapi justru menjadi bagian dari struktur lain sebagai ajang pertarungan kepentingan, sehingga mempengaruhi subjektivitas peserta didik. Praktik UN tampaknya berseberangan dengan nilai-nilai pendidikan kritis, yaitu pembebasan, pemerdekaan, memanusiakan manusia serta mengantarkan peserta didik menjadi subjek, serta mengembangkan potensi dirinya menjadi subjek yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. UN sepertinya mengenyampingkan dialektika antara teks dan realitas sesuai hakikat pendidikan. UN yang memilah milah mata pelajaran UN dan non UN dengan kekuatan tes objektifnya, tentu dapat mengkontaminasi penguasaan kompetensi serta pembentukan karakter siswa. Tujuan belajar di sekolah seakan dibentuk sekedar untuk mempersiapkan dan menghadapi UN. Spirit pengembangan nalar kritis anak didik seolah dibatasi. Harapan masa depan anak didik seakan digantungkan hanya pada angka-angka hasil UN, yang sepertinya semu. Kelulusan murid diserahkan pada komputer atau mesin pemindai (scanner). Eksistensi siswa sebagai subjek yang dinilai dengan mesin adalah perendahan martabat siswa sebagai manusia. Pendidikan bukan persoalan kognitif yang dinilai dengan tes pilihan ganda, namun soal membangun karakter dan keterampilan hidup, sehingga sungguh tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan moral (Rosyid, 2011). UN adalah standardisasi kapitalisme serta ada ideologi kompetisi dari neoliberalisme. Tolok ukur kelulusan siswa merupakan program yang tidak menghargai keunikan pribadi. UN Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 9
  • 10. hanya mementingkan capaian kognitif pada mata pelajaran (mapel) tertentu saja, serta mengabaikan aspek afektif dan psikomotor. UN telah mereduksi kekayaan pribadi menjadi sekedar barang produksi yang bisa distandarisasi. Akibatnya individu kehilangan nilainya sebagai pribadi yang unik dan tak tergantikan. UN berpretensi membuat penyamaan, sehingga menjadi alat penyebaran ketidak adilan. Penguasa tidak mempertimbangkan, bahwa setiap mapel memiliki standar minimum pencapaian kompetensi yang berbeda. Batas kelulusan ditentukan sama untuk semua mapel, padahal karakteristik setiap mapel dan kemampuan siswa tidak sama. UN yang sepertinya kurang berpihak pada kelas subordinat, maka perlu didekonstruksi, yakni dengan melakukan penolakan terhadap logosentrisme yang meng- anggap UN adalah metodologi terbaik dan diutamakan dalam menentukan kualitas pendidikan nasional, padahal mutu pendidikan yang rendah disebabkan oleh manajemen pendidikan yang tidak efektif dan tidak efisien (Syafaruddin, 2002: 14; Tilaar, 2006: 198 ; Sagala, 2008; Nuryatno, 2008: 71; Surakhmad, 2009: 152). Penilaian kelulusan dengan UN yang hanya berdasarkan pada standarisasi akademis merupakan pelecehan atas integritas harkat dan martabat manusia. Kemampuan akademis memang merupakan batu pijakan (corner stone) bagi dunia pendidikan, namun pertumbuhan karakter adalah fondasi bagi hidup seseorang. Pendidikan semestinya memberikan tolok ukur penilaian pada sikap dan perilaku yang baik, bukan sekedar mencetak orang-orang sesuai spesifikasi kuantitatif yang dipaksakan. Akibatnya banyak hal yang bernilai dalam diri pribadi hilang. UN merupakan representasi kekuasaan yang mengebiri atau merampas hak sekolah dan menghegemoni sekolah untuk melaksanakan UN. Adanya pembatasan terhadap skor kelulusan serta jenis dan jumlah mata pelajaran yang diujikan merupakan satu wujud nyata dari dominasi kekuasaan pemerintah. Dunia pendidikan telah terkooptasi oleh kekuasaan hegemoni negara. Kekuasaan yang datang dari atas akan mematikan budaya dan menghasilkan budaya yang cenderung uniformisme. Dunia pendidikan dinilai hanya akan melahirkan proses penggiringan, pembodohan, dan penjinakan warga oleh kepentingan segelintir elit penguasa. Pendidikan yang semestinya menjadi alat perjuangan dan perlawanan terhadap penindasan dan kesewenang-wenangan Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 10
  • 11. menjadi lumpuh dan tak berdaya. Pendidikan yang idealnya mampu membentuk karakter bangsa dan menumbuh suburkan nilai budaya pembebasan dalam proses pembelajaran tak lebih hanya sekadar “kuda tunggangan” demi memenuhi ambisi sekelompok elite yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Ruang kebebasan berekspresi dan alternatif pilihan yang merdeka bagi setiap warga negara pun nyaris tak bergema dari balik tembok-tembok sekolah. Sampai terjadi pengambilalihan penentuan kelulusan siswa dari mekanisme sekolah menjadi hak pemerintah. Dunia pendidikan mestinya harus melepaskan diri dari kekuasaan hegemoni negara, dan harus mampu menentukan sistem untuk dirinya sendiri (Tuhusetya, 2008; Tilaar, 2009:154 ). Ujian Nasional Sebagai Praktik Ketidak Jujuran Dalam Pendidikan UN yang dibangun oleh struktur dominan sebagai alat utuk meningkatkan mutu pendidikan, tampak dalam implementasinya kontradiktif dengan slogan UN “Prestasi yes, Jujur harus”. Hal ini bisa terjadi, antara lain karena adanya beberapa faktor yang kontributif terhadap paraktik UN, baik yang sifatnya internal maupun eksternal, seperti: persiapan dan kemampuan memahami materi dan soal-soal dirasa belum maksimal, sehingga muncul rasa takut, kurang percaya diri karena malu atau khawatir tidak lulus, apalagi UN memiliki veto bisa mentidak luluskan siswa sesuai perangkat hukum yang berlaku, dan dibalik itu ada pertarungan prestise atau nama baik siswa/ sekolah sehingga menambah akumulasi ketakutan para aktor yang terlibat langsung dalam UN. Penggunaan istilah ujian nasional, jika dilihat dari perspektif semeotikan menimbulkan implikasi bahwa pemakaian istilah ujian nasional, terutama kata nasionalnya tidak sekedar sebutan, tetapi pula penanda konotatif, sehingga istilah UN mengandung makna yang lebih dalam dan lebih bergengsi daripada jenis ujian-ujian lainnya yang non nasional, seperti dilihat dari indicator penilai oleh pihak eksternal sekolah, kualitas dan jumlah soalan, mata pelajaran yang di-UN-kan, waktu ujian, kriteria pelulusan, aktor yang terlibat, pencetakan/penggandaan soal, pengawasan, pemeriksaan hasil ujian, pendanaan, serta dampak dari perolehan hasil UN. Pencapaian prestasi siswa/ sekolah dalam UN sengaja disebarluaskan ke ruang publik melalui media masa (surat kabar, TV, dan internet) yang dimaksudkan untuk memotivasi siswa agar memiliki kebanggaan dan menirunya, tetapi pula ada motif laten, yakni apa yang dicapai sekolah diketahui publik secara luas termasuk orang tua murid, Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 11
  • 12. sehingga tidak mengherankan siswa yang memperoleh hasil tertinggi diberikan pujian (reward) dan penghargaan dari struktur bawah (sekolah) sampai struktur dominan (Pemerintah). Di balik itu tentu pula terselip motif tersembunyi bahwa apa yang dicapai siswa pada dasarnya bagian dari keberhasilan para aktor yang terlibat, mulai dari penguasa di sekolah, daerah, sampai penguasa pusat. UN yang sengaja dibangun, sebagai entitas yang “prestisius” sehingga para aktor berusaha mencapai prestasi supaya memperoleh prestise, walaupun dengan cara-cara yang sifatnya bertentangan dengan nilai-nilai edukasi, etis, dan pendidikan karakter, yang penting secara instan memperoleh hasil UN yang baik bahkan terbaik. Pertarungan antara prestasi yes dan jujur harus, ternyata dalam praktiknya mengalami ketidakadilan. Para siswa, orangtua atau sekolah yang memiliki kemampuan dan kondisi yang serba terbatas mengalami marginalisasi, sehingga mereka “terpaksa” dengan sadar akan berusaha dengan berbagai cara ikut bermain, walaupun dengan tidak jujur atau curang sekalipun, seperti: nyontek, mencari jawaban/bocoran jawaban/ soal-soal, atau dari pihak sekolah/guru membantu memberi jawaban kepada siswa, atau cara lainnya yang lebih canggih. Slogan UN: “prestasi yes, jujur harus” yang dicanangkan Kemendikbud tampak dalam praktiknya mengalami metamorphose menjadi: “prestasi yes, jujur hapus”, dalam artian pencapaian prestasi tidak lagi memperhatikan nilai-nilai kejujuran, yang penting bisa lulus 100% atau memperoleh skor UN tinggi. Sedangkan mereka yang berada pada kelas atas dengan modal ekonomi, modal sosial dan modal budaya yang kuat tentunya relatif tidak mengalami masalah dalam UN, bahkan memperoleh prestasi dan prestise. Perilaku-perilaku malpraktik yang berlangsung terus setiap tahun, sehingga menjadi kebiasaan dan membantu keefektifan dalam mempercepat pembentukan karakter buruk. UN telah berhasil menjadi ajang pendidikan karakter. Delapan tahun telah berlangsungnya UN merupakan waktu yang tidak pendek untuk sebuah proses pendidikan, serta rentang waktu yang cukup dalam pembentukan “karakter baru”. Budaya baru yang dibentuk oleh UN adalah karakter yang bias, karakter yang sangat kontradiktif dengan pilar pendidikan karakter, seperti: damai dalam kecurangan, memiliki sifat menolong yang bukan pada tempatnya, kerjasama dalam hal keburukan, tidak memiliki rasa percaya diri, tidak jujur serta jauh dari etika kesantunan pendidikan (Mihartini, 2011:4). Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 12
  • 13. 3.2 Pembahasan Kasus Pembahasan kasus ketidakjujuran pelaksanaan UN srecara singkat dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana kajian tentang kecurangan Ujian Nasional dalam perspektif pendidikan kritis dan budaya ? Jawaban: Kajian tentang kecurangan Ujian Nasional dalam perspektif pendidikan kritis dan budaya sudah diuraikan secara panjang lebar sub judul sebelumnya yaitu Kajian Tentang UN dan Praktek Ketidak Jujuran dalam Pelaksanaan UN. 2. Apa saja dilema etika yang dihadapi oleh Pak Joko sebagai Kepala Sekolah yang baru mengikuti jejak seniornya dalam melaksanakan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional ? Jawaban: Di bawah ini diuraikan dilema etika yang dialami oleh Pak Joko, dengan menggunakan Framework for analysing tension yang dikemukakan oleh Duignan (2006). Care Rules Pada kasus di atas, Pak Joko selaku kepala sekolah baru lebih mengutamakan unsur Care (kepedulian) dibandingkan dengan Rule (aturan), kepedulian akan nasib dan masa depan siswa-siswinya nya daripada mengikuti aturan-aturan UN yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kepala sekolah dengan sengaja melanggar aturan-aturan demi mencapai target kelulusan 100%. Tingkat kelulusan Ujian Nasional juga masih menjadi prestise bagi pihak sekolah, akibatnya, di lapangan terkadang berbagai cara ditempuh baik oleh pihak sekolah maupun siswa untuk mencapai tingkat kelulusan 100%, karena itu tidak mengherankan jika di lapangan hampir setiap tahun ditemukan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oknum siswa ataupun pihak sekolah agar standar kelulusan yang ditetapkan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat dicapai. Tingkat kelulusan UN dapat menjadi prestise Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 13
  • 14. sekolah dan mendongkak statusnya menjadi sekolah favorit yang diminati di kalangan masyarakat. Orientasi yang dipakai oleh pihak pengelola sekolah lebih menitikberatkan pada orientasi bisnis dan kepopuleran sekolah semata, serta mengabaikan nilai-nilai etika dan kejujuran. Loyalty Honesty Menurut Duignan (2006:53) Loyalty is defined as being committed to the organisation, the person in charge, or collegues. Honesty is speaking truthfully about any person, issue or situation and refraining from intentionally deceiving or misleading. Patrick Duignan (2006) dalam bukunya Educational Leadership, menyatakan bahwa dalam pengambilan sebuah keputusan akan muncul dilema etika antara loyalty (kesetiaan) dan honesty (kejujuran). Pada kasus di atas, kepala sekolah dan para guru juga mengalami tekanan dilema etika dalam pelaksanaan UN, di satu sisi ingin melakukan loyalitas terhadap perintah atasan untuk melakukan kecurangan dalam pelaksanaan UN, di sisi lain juga muncul keinginan untuk berbuat jujur, tinggal kecenderungannya mengarah ke loyalty (kesetiaan) atau ke honesty (kejujuran). Pada kasus di atas, Kepala sekolah dan guru-guru lebih mengutamakan Loyalty (kesetiaan/loyalitas) yang salah kepada pimpinan daripada Honesty (kejujuran) pada pelaksanaan Ujian Nasional. Salah satu faktor pemicu kecurangan/ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN adalah karena adanya tekanan politik. Hal itu terjadi ketika Kepala Daerah memberikan instruksi untuk mencapai hasil UN yang lebih baik dari tahun sebelumnya kepada dinas pendidikan yang diteruskan kepada sekolah. Meski dasarnya benar, namun pihak dinas pendidikan maupun sekolah seringkali salah mengartikan instruksi tersebut. Dinas pendidikan atau sekolah sebagai pelaksana UN akhirnya terpaksa tidak jujur demi untuk memenuhi target dari kepala daerah, yang dilakukan oleh pihak dinas pendidikan dan sekolah bukannya bekerja lebih keras melakukan perbaikan mutu pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal, karena salah mengartikan malah melakukan penyimpangan pelaksanaan UN dengan cara menyuruh guru mata pelajaran membantu siswa dengan mengerjakan soal UN dan membagikan jawaban ke siswa. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 14
  • 15. Long-term Short-term Dari sudut pandang Long-term and Short-term, apa yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru-guru dalam membantu siswa mengerjakan soal UN dan menyebarkan jawaban ke siswa hanyalah berorientasi tujuan jangka pendek saja (short-term), karena hanya mengejar tujuan jangka pendek (lulus UN 100%) dengan mengorbankan nilai-nilai etika pendidikan dan kejujuran. 3. Bagaimana dilema etika sentral pada kasus ini, para guru yang semula menolak untuk melakukan kecurangan, tetapi dipaksa oleh kepala sekolahnya untuk melakukan kecurangan ? Jawaban: Sikap beberapa guru yang menolak untuk melakukan kecurangan UN adalah sudah benar, karena untuk bisa mencapai kelulusan 100% seharusnya cara yang ditempuh bukan dengan cara membantu siswa mengerjakan soal UN dan membagikan jawabannya, tetapi dengan cara meningkatkan kualitas pembelajaran ke siswa, memenuhi 8 standar nasional pendidikan yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan dan (8) standar penilaian. 4. Bagaimana solusi kasus ini jika kita melihatnya dalam perspektif etika dan hukum ? Jawaban: Ditinjau dari perspektif Etika, tindakan kepala sekolah dan guru jelas tidak etis dan melanggar kode etik guru dan profesionalisme guru. Secara aturan (rule) sanksi yang diberikan oleh Kemendikbud sudah jelas dan tegas. Sanksi bagi yang melanggar peraturan UN seseuai dengan Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional (POS UN) SMP, SMA dan SMK tahun ajaran 2011/2012: (1) Peserta UN yang melanggar tata tertib diberi peringatan oleh pengawas ruang UN. Apabila peserta UN sesudah diberi peringatan tetapi tidak mengindahkan peringatan tersebut, maka pengawas ruang ujian mencatat dan mengusulkan peserta UN tersebut untuk dinyatakan gagal ujian dan dimuat dalam berita acara. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 15
  • 16. (2) Pengawas ruang UN yang melanggar ketentuan POS dibebastugaskan dan diganti oleh yang lain, serta tidak diikutsertakan dalam kegiatan UN berikutnya. (3) Pengawas satuan pendidikan yang melanggar ketentuan POS dibebastugaskan dan diganti oleh yang lain, serta tidak diikutsertakan dalam kegiatan UN yang akan datang. (4) Sekolah/Madrasah penyelenggara UN yang melanggar ketentuan POS diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Semua pelanggaran yang dilakukan oleh pengawas ruang UN, dan sekolah/madrasah penyelenggara dilaporkan kepada pimpinan lembaga asal yang bersangkutan. Sanksi secara hukum juga sudah tegas, kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional bisa dikenai sanksi pidana. Dasar hukum pelaksanaan Ujian Nasional (UN) oleh pemerintah juga lemah, karena Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008. Keputusan inni sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan pemerintah. Mahkamah Agung (MA) melarang pemerintah melaksanakan Ujian Nasional (UN). MA menolak kasasi gugatan Ujian Nasional (UN) yang diajukan pemerintah. Dengan putusan ini, UN dinilai cacat hukum dan pemerintah dilarang menyelenggarakan UN. Batas waktu pelarangan UN ini berlaku sejak keputusan ini dikeluarkan dan sebagai konsekuensinya pemerintah ilegal melaksanakan UN 2010. Pemerintah baru diperbolehkan melaksanakan UN setelah berhasil meningkatkan kualitas guru, meningkatkan sarana dan prasarana sekolah serta akses informasi yang lengkap merata di seluruh daerah. Opini Penulis Pro dan kontra tentang Ujian Nasional (UN) Perdebatan kembali mengemuka. Mereka yang membenarkan tindakan para guru yang membantu murid-muridnya seperti dalam kasus kecurangan UN berargumen bahwa para guru itu juga murid sebenarnya adalah korban kebijakan Depdikbud atas UN. Karena UN dijadikan tolok ukur keberhasilan pendidikan di daerah dan satu-satunya penentu kelulusan siswa, maka baik guru maupun siswa menjadi tertekan dan berupaya dengan segala cara untuk memenuhi target kelulusan yang ditetapkan. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 16
  • 17. Dari sisi positif, ketertekanan ini telah menjadikan UN sebagai pemacu semangat belajar. UN menuntut sekolah dan siswa untuk unjuk prestasi. Bimbingan belajar digalakkan, dan program-program pendukung serupa giat dilaksanakan. Senada dengan fenomena ini, demikianlah pendapat yang dinyatakan oleh kelompok pendukung UN, yakni bahwa UN diyakini akan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun demikian, aspek negatif dari tekanan target kelulusan UN juga telah banyak dikemukakan. Suparman, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia, di bulan November tahun lalu menyatakan bahwa UN telah menyebabkan proses belajar di dalam kelas bertambah kering. Anak didik lebih hanya dilatih untuk menyiasati soal. Guru dan murid kemudian terperangkap dalam mentalitas instan, lebih mengutamakan hasil akhir dan mengabaikan proses pembelajaran. Aktivitas pembelajaran kemudian diarahkan pada upaya agar siswa dapat menjawab soal-soal UN. Yang demikian ini pada gilirannya kemudian membuat arah pembelajaran rentan terlepas dari basis kebutuhan siswa yang sebenarnya. Pelajaran Bahasa Inggris di sebuah SMK jurusan perkapalan, misalnya, kemudian akan lebih difokuskan pada kisi-kisi soal seperti yang biasa muncul di dalam UN. Padahal, bisa jadi yang lebih dibutuhkan para siswa sebenarnya adalah pelajaran Bahasa Inggris dengan tema-tema yang berkaitan dengan dunia perkapalan. Meski penolakan atas UN cukup gencar, nyatanya UN tetap dilaksanakan. Mungkin karena yang terjadi demikian, yakni UN tetap digelar, maka mereka yang menolak UN karena memandangnya sebagai “kekerasan” negara dalam dunia pendidikan, khususnya berkaitan dengan otorisasi evaluasi mutu pendidikan di tengah kesenjangan yang cukup kentara antara di kota-kota besar dan daerah merasa menemukan semacam pembenaran untuk membantu siswa saat siswa dilihat tak mampu menjawab soal-soal ujian. Sejauh ini, perdebatan tentang pro-kontra UN, yang kemudian juga cukup terkait dengan kasus pembocoran soal melalui sebuah upaya disengaja untuk membantu siswa, lebih banyak berfokus pada peranan negara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, sebagaimana tergambar dalam pemaparan di atas. Kemudian, bagaimana jika kontroversi UN ini dilihat dari perspektif anak didik, terutama jika UN dilihat sebagai bagian dari seluruh proses evaluasi pendidikan ?. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 17
  • 18. Terlepas dari setuju atau tidak atas kasus pembocoran kunci jawaban UN dengan maksud untuk membantu siswa, jika dilihat dari perspektif anak didik, maka di balik kasus ini sebenarnya terjadi pencederaan atas hakikat pendidikan. Bagaimana para pendidik yang mestinya menjadi teladan pendidikan itu akan menjelaskan kepada para siswa dan masyarakat luas sehingga mereka harus melakukan tindakan pembocoran soal UN. Pada titik ini, guru yang membantu siswa menjawab soal UN berhadapan dengan dilema etis: apakah dia akan membiarkan siswanya kesulitan menjawab soal-soal UN, dengan konsekuensi anak didik kemungkinan akan tidak lulus dan kemudian frustrasi, atau dia akan membantu siswa dengan konsekuensi dia akan memperlihatkan teladan yang secara umum akan dipandang kurang baik ?. Berdasarkan fakta kebocoran dan atau kecurangan yang terjadi di lapangan dan melibatkan unsur sekolah, sebagaimana dilansir berbagai media, dilema etis ini kemudian terjawab: bahwa lebih baik membantu siswa, agar mereka dapat melanjutkan proses pendidikan dengan lancar. Pilihan yang diambil semacam ini mungkin dapat dikatakan sebagai sikap pragmatis. Akan tetapi, dalam situasi yang dilematis, mereka yang memilih tindakan pembocoran ini mungkin beranggapan bahwa pemenuhan target kelulusan siswa adalah yang paling utama. Perlu digarisbawahi, fakta kebocoran yang terungkap di media boleh jadi hanyalah gunung es dari fakta yang lebih luas dan lebih memprihatinkan. Sampai di sini, dilema etis dan pilihan sikap yang sepertinya relatif cukup banyak diambil oleh guru dan sekolah kembali menerbitkan implikasi lain yang cukup penting dikemukakan: dalam konteks proses pendidikan, UN ternyata tak cukup mampu meneguhkan sekolah sebagai tempat persemaian pendidikan karakter para siswa. Dalam konteks hasil akhir evaluasi, UN kemudian hanya menjadi semacam seremoni yang sarat dengan unsur formalitas belaka. Alih-alih meningkatkan mutu pendidikan, tekanan kuat UN malah menjadi semacam teror mental bagi sekolah dan anak didik. Di sisi yang lain, pembocoran jawaban seperti yang telah terjadi berpotensi untuk kurang menghargai siswa-siswa yang telah belajar dengan tekun dan cukup berprestasi, sehingga malah berpeluang untuk memupuk iklim malas belajar. Buat apa belajar, jika nanti saat UN akan ada tim sukses. Sejalan dengan kerangka pemikiran Mochtar Buchori (2007), evaluasi pendidikan melalui UN kemudian menjadi sangat simplistik dan sangat jauh untuk dapat memahami diri Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 18
  • 19. setiap murid secara utuh sebagai sosok pribadi (person), sehingga potensi masing-masing anak didik tak dapat dikenali dan dikembangkan secara baik di sekolah. Implikasi dilema etis pembocoran kunci jawaban UN ini tidak hanya menjadi masalah bagi mereka yang terlibat dalam tindakan pembocoran tersebut. Ini adalah pekerjaan rumah bersama yang harus diselesaikan oleh para pendidik di negeri ini. Arah akhirnya adalah bagaimana sistem evaluasi pendidikan di sekolah dapat membantu mendukung cita-cita pendidikan yang membebaskan, bahwa sekolah akhirnya dapat berfungsi sebagai tempat penanaman nilai-nilai dan keteladanan serta pola berpikir yang jernih bagi anak didik, untuk membentuk generasi yang berkarakter dan tangguh menghadapi tantangan jaman. Kasus kecurangan dalam UN bukan hanya menyangkut soal moralitas, dan etika pendidik, dan diangkatnya kasus itu merupakan sebuah tamparan yang tidak mengenakkan bukan saja bagi mendiknas, melainkan juga bagi banyak orang, terutama guru dan orang tua murid. Integritas guru berada dalam pertaruhan, sebab kepada merekalah sasaran kritik media tertuju. Banyak pula orang tua murid justru kuatir UN benar-benar dilaksanakan dengan penuh kejujuran, yang dapat berakibat nilai putera-puterinya jatuh. Banyak masyarakat yang tidak merasa dirugikan dengan kejahatan pendidikan itu. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang berterima kasih pada sekolah karena anaknya telah “dibantu” lulus dengan nilai baik. Sekolah yang berniat jujur dalam UN, hanya dapat menerapkan kejujuran itu di sekolahnya sendiri. Sudah pasti kejujuran adalah pilihan pahit. Hasil UN siswa potensial lebih rendah dibanding sekolah lain. Konsekwensinya, siswa sekolah jujur harus siap-siap tidak diterima di sekolah lanjutan pilihan, karena seleksi masuk SLTP didasarkan atas nilai Ujian Nasional. Yang jelas, sekolah yang jujur harus siap-siap ditinggalkan masyarakat. Masyarakat tidak peduli pendidikan dikelola dengan jujur atau tidak, sebab yang mereka butuhkan adalah anaknya lulus dengan nilai baik. Penulis masih punya keyakinan bahwa masih banyak sekolah-sekolah yang melaksanakan Ujian Nasional secara baik dan jujur, kalaupun pelaksanaan UN yang diwarnai kecurangan/ketidakjujuran yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, itu dilakukan oleh oknum guru, oknum sekolah, maupun oknum dinas pendidikan. UN bisa tetap terus dilaksanakan dengan catatan, pemerintah dan semua stakeholder pendidikan harus berusaha Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 19
  • 20. memenuhi 8 standar nasional pendidikan. Masih adakah kejujuran dalam pelaksanaan UN ?, jawabannya : Tentunya masih ada !. 4. KESIMPULAN 1. Ujian Nasional sebagai kebijakan struktur dominan yang memiliki kuasa dalam pelulusan siswa, secara ideal dibingkai dengan slogan: “Prestasi Yes, Jujur Harus”. Namun realitanya, terjadi malpraktik. Aktor yang terlibat dalam praktik UN sangat heterogen kemampuan dan kondisinya sehingga kelompok marginal yang memiliki keterbatasan akan merasa ketakutan tidak lulus UN sehingga mereka terpaksa dengan sadar berbuat menyimpang dengan berbagai modus operandinya demi sebuah prestasi kelulusan UN yang semu. Perilaku ini terus berlangsung sebagai kebiasaan yang saling menguntungkan dan terus berproses sehingga menjadi budaya atau ”karakter baru”, yakni kontra produktif dengan pilar pendidikan karakter, seperti: damai dalam kecurangan/ketidak jujuran, memiliki sifat saling menolong yang tidak pada tempatnya, kerjasama dalam hal keburukan, tidak memiliki rasa percaya diri dan jauh dari etika kesantunan pendidikan. 2. Tujuan diadakannya Ujian Nasional adalah baik, yaitu untuk meningkatkan standar kulalitas pendidikan di Indonesia, namun pada pelaksanaannya kadang terjadi penyimpangan dari aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Salah satu faktor pemicu kecurangan/ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN adalah karena adanya tekanan politik. Hal itu terjadi ketika Kepala Daerah memberikan instruksi untuk mencapai hasil UN yang lebih baik dari tahun sebelumnya kepada dinas pendidikan yang diteruskan kepada sekolah. Meski dasarnya benar, namun pihak dinas pendidikan maupun sekolah seringkali salah mengartikan instruksi tersebut. Dinas pendidikan atau sekolah sebagai pelaksana UN akhirnya terpaksa tidak jujur demi untuk memenuhi target dari kepala daerah, yang dilakukan oleh pihak dinas pendidikan dan sekolah bukannya bekerja lebih keras melakukan perbaikan mutu pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal, karena salah mengartikan malah melakukan penyimpangan pelaksanaan UN dengan cara menyuruh guru mata pelajaran membantu siswa dengan mengerjakan soal UN dan membagikan jawaban ke siswa. Hal ini yang harus kita perbaiki bersama-sama. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 20
  • 21. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, AC. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Bandung dan Remaja Rosdakarya. Atmadja, N. B. 2010. Sekolah (Rintisan) Bertaraf Internasional sebagai Arena Sosial Melanggengkan Ketidak adilan bagi kaum Miskin (Perspektif Teori Kritis). Media Komunikasi. 9 (1). Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2012. Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional (POS UN) SMP, SMA dan SMK tahun ajaran 2011/2012. Depdiknas. 2009. Pembangunan Pendidikan SMA. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Duignan, P. 2006. Educational Leadership: Key Challenges and Ethical Tensions. New York: Cambridge University Press. Kamal, Mustafa. 2012. Pak Udin Kepsek Baru. Kompasiana, Fiksiana. http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2012/02/10/pak-udin-kepsek-baru/. Diakses tanggal 31 Mei 2012. Karim, M. 2009. Pendidikan Kritis Transformatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Mihartini. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis UN. Makalah. Diajukan Untuk Mengikuti Lomba Essai Antar Guru se-Bali Dies Natalis ke-5 dan Lustrum ke-1 Undhiksa, Singaraja. Nusa Bali. 2009. UN SMP Diwarnai Bocoran Kunci Jawaban. 28 April 2009. hlm. 2. Nuryatno, A. 2008. Mazhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2011 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah Dan Ujian Nasional. Poerwandari, Kristi. 2012. Meneliti Moralitas Diri. Kolom Psikologi Kompas, Minggu, Juni 2012, halaman 18. Jakarta: Kompas Rohman, A. 2009. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang Mediatama. Sagala, S. H. 2008. Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung: Afabeta Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 21
  • 22. Shaphiro, J.P & Stefkovich, J.A. 2011. Ethical Leadership and Decision Making in Education: Applying Theoritical Perspective to Complex Dillemas, 3 rd Edition. New York: Roudledge (Taylor and Francis Group). Soyomukti, N. 2010. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, Neo Liberal, Marxis Sosialis, Postmodern. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media. Surakhmad, W.. 2009. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan : Konsep, Strategi, dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo. Tilaar, HAR. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Kajian Kritis. Jakarta: Rineka Cipta. Tilaar, HAR. 2009. Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta. Tuhusetya, S. 2008. Ujian Nasional Dan Kekuasaan Hegemoni Negara. http://sawali.info/2008/02/06/ ujian-nasional-dan-kekuasaanhegemoni- negara/, dikases tanggal 15 Mei 2012. Joko Prasetiyo | Kasus Ketidakjujuran UN 22