1. PENDIDIKAN AGAMA
A. PENGERTIAN AGAMA
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata agama. Namun akan sedikit sulit
mendefenisikan pengertian agama itu sendiri. Hal tersebut diakui sendiri oleh Mukti Ali, salah
seorang pakar ilmu perbandingan agama di Indonesia yang mengatakan; “Barangkali tak ada
kata yang paling sulit diberikan pengertian dan defenisi selain dari kata agama.”
Menurut Mukti Ali, terdapat tiga argumentasi yang dapat dijadikan alasan dalam menanggapi
statemen tersebut.
Pertama karena pengalaman agama adalah soal batin dan subjektif.
Kedua barangkali tidak ada orang yang begitu semangat dan emosional dari pada membicarakan
agama. Karena itu, membahas arti agama selalu dengan emosi yang kuat dan yang
ketiga konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian
agama.
Mohammad Natsir pernah mengatakan agama adalah hal yang disebut sebagai problem of
ultimate concern, suatu problem kepentingan mutlak, yang berarti jika seseorang membicarakan
soal agamanya maka ia tidak dapat tawar menawar.
Namun begitu bukan berarti agama tidak dapat diberikan pengertian secara umum.
Dalam memberikan defenisi tersebut, para ahli menempuh beberapa cara;
Pertama dengan menggunakan analisis etimologis, yaitu menganalisis konsep bawaan dari kata
agama atau kata lainnya yang digunakan dalam arti yang sama.
Kedua, analisis deskriptif, menganalisis gejala atau fenomena kehidupan manusia secara nyata.
Berbicara mengenai agama maka terdapat tiga padanan kata yang semakna dengannya
yaitu religi, al-din dan agama.
Walaupun sebagian pendapat ada yang mengatakan bahwa ketiganya berbeda satu sama
lainnya seperti pendapat Sidi Gazalba dan Zainal Arifin Abbas yang mengatakan al-din lebih
luas pengertiannya daripada religi dan agama. Agama dan religi hanya berisi hubungan manusia
dengan Tuhan saja sedangkan al-din berisi hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan
manusia dengan manusia.
Sedangkan menurut Zainal Arifin Abbas, kata al-din (memakai awalan al-ta’rif) hanya
ditujukan kepada Islam saja.
Sedangkan pendapat yang mengatakan ketiga kata diatas mempunyai makna sama seperti
pendapat Endang Saifuddin Anshari dan Faisal Ismail. Perbedaan hanya terletak pada segi
bahasanya saja.
Kemudian secara etimologis agama berasal dari bahasa sanskerta a berarti tidak dan gama
berarti kacau, masuk dalam perbendaharaan bahasa Melayu (nusantara) dibawa oleh agama
Hindu dan Budha.
Pendapat yang lebih ilmiah, agama berarti jalan. Maksudnya jalan hidup atau jalan yang
harus ditempuh oleh manusia sepanjang hidupnya atau jalan yang menghubungkan antara
sumber dan tujuan hidup manusia, atau jalan yang menunjukkan darimana, bagaimana dan
hendak kemana hidup manusia di dunia ini.
Religi berasal dari kata religie (bahasa Belanda) atau religion (bahasa Inggris), masuk
dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dibawa oleh orang-orang Barat yang menjajah bangsa
Indonesia.
Religi mempunyai pengertian sebagai keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci,
menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati
2. dan diikuti jalan dan aturan serta norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang
atau lepas dari kehendak jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib suci tersebut.
Din berasal dari bahasa Arab yang berarti undang-undang atau hukum yang harus
ditunaikan oleh manusia dan mengabaikannya berarti hutang yang akan dituntut untuk
ditunaikan dan akan mendapat hukuman atau balasan jika ditinggalkan.
Dari etimologis ketiga kata di atas maka dapat diambil pengertian bahwa agama (religi,
din):
(1) merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan
yang aman, tentram dan sejahtera;
(2) bahwa jalan hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan
manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati.
(3) aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya
kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.
Secara terminologi dalam ensiklopedi Nasional Indonesia, agama diartikan aturan atau
tata cara hidup manusia dengan hubungannya dengan tuhan dan sesamanya.
B. SEJARAH AGAMA DI DUNIA
Terdapat 3 kelompok besar peradaban agama, yaitu peradaban agama Aria, peradaban
Agama Tiongkok dan peradaban agama Semit.
Agama Aria adalah yang tertua, mulai dari tahun 4500 SM atau sudah berusia 6500 th hingga
sekarang.
Agama Tiongkok mulai pada tahun 3000 SM, hingga kini sudah berusia 5000 th dan
peradaban Semit mulai pada th 2100 SM, hingga kini sudah berusia 4100 th.
Agama Aria yang pertama memiliki tuhan tertinggi yang disebut Dyaus Pytr dan Perdana
Menterinya yang operasional disebut Dewa Indra, dewa perang yang memimpin rejim dewa-dewa.
Lalu mengalami reformasi yang dipimpin pendeta Zoroaster yang melahirkan kebudayaan
agraris. Ini terjadi pada sekitar abad ke 32 SM.
Zoroaster-lah yang pertama membuat konsep tentang akherat diseberang kematian yang
transenden. Sebelum itu semua agama bercorak agnostic. Bahkan hingga puluhan abad kemudian
agama-agama masih bercorak agnostic, tanpa kehidupan akherat yang transenden. Melainkan
mengembangkan mitos reinkarnasi.
Agama Tiongkok purba mulai pada sekitar abad ke 30, yaitu agama Wu, yang juga bersifat
agnostic. Pada era awal agama Wu menyembah hantu, lalu menyembah arwah leluhur yang
masih terus berlangsung hingga pembaruan Lao Tze abad ke 6 SM dan pembaruan Khonghucu
abad ke 5 SM, bahkan hingga masa sekarang.
Reformasi Khonghucu yang bersifat harmonisme, menempatkan Li (tradisi) menjadi
faktor penting, maka dengan sendirinya symbol-simbol ritual lama masih tetap dihormati dan
terus berlangsung walaupun dengan nilai- nilai baru.
Hingga zaman modern kita masih menyaksikan praktek-praktek tradisi China
menyembah leluhur seperti Dewi Kwan Im dan Kwan Kong, yang bahkan menempati posisi
sentral dalam spiritualisme China. Khonghucu adalah penemu tradisi China dan seorang filosuf
terbesar China.
3. Pandangan-pandangan modern-nya yang melampaui zamannya, tidak mengubah prinsip
I (kesetiaan) yang tetap menghormati tradisi dan membangun modernitas-harmonis dari arah itu
hingga ke bentuk-bentuk pemikiran sekuler yang memiliki kekuatan hingga masa sekarang.
Budaya Shu yang menjadikan perasaan sendiri sebagai alat pengukur perilaku mengandung nilai
estetikan yang tinggi hingga di zaman ini.
Jangan kita lakukan terhadap orang, sesuatu yang tidak kita inginkan berlaku terhadap
diri kita. Kita lakukan terhadap orang lain hal-hal yang memang kita ingin berlaku terhadap diri
kita. Hingga bentuknya yang paling mutakhir, Konfusianisme atau agama Khonghucu tetap
agnistik dan tidak memiliki konsep keakhiratan yang transcendent.
Konsep agama Musa pertama pada abad ke 12 SM. Ide transenden Zoroaster baru
diambil oleh Ezra pada abad ke 5 SM saat ia menuliskan 5 buah kitab Pentateuch yang kemudian
dikenal sebagai Taurat Musa atau Kitab Perjanjian Lama.
Konsep tansenden Ezra yang berasal dari Zoroaster itu terus dianut oleh Bibel (Injil) pada
kanonik abad ke 4 setelah Konsili Nicea th. 325 dan dilanjutkan oleh Al-Qur¢an (Mushaf
Utsman) pada abad ke 8.
Peradaban Ibrani di zaman Ibrahim abad ke 21 SM. Dari sumber kitabiyah Ibrahim
disebutkan pernah memberikan persembahan kepada tuhan bangsa Yebus El-Eliyon di bukit
Zion bersama raja Yebus Melkisidek. El-Eliyon artinya Tuhan Yang Maha Tinggi yang dapat
dianggap sebagai Tuhannya Ibrahim dan Tuhannya bangsa Yebus.
Tetapi kisah kitabiyah ini menjadi kacau ketika ternyata Raja Kana¢an Daud
menaklukkan bangsa Yebus dan merebut Yerusalem pada th. 1000 SM.
Daud adalah penerus Musa yang menyatakan tuhannya adalah Yahweh. Apakah El sama
dengan Yahweh. Kisah kitabiyah Daud menyatakan bahwa tuhan bangsa Yebus dan tuhan Israel
adalah beda. Artinya El tidak sama dengan Yahweh. Ini mungkin yang melatarbelakangi
pertentangan tak kunjung padam antara Yahudi dan Nasrani.
Mekkah pada masa sebelum Muhammad mendapatkan wahyu, dewa-dewa yang
disembah di Ka¢bah Mekkah adalah Ba¢al dan Hubal, merupakan perpaduan paganisme
Kana¢an dan Mesopotamia.
Sedangkan dewi-dewi pagan yang disembah di Thaif adalah Manat, Latta an Uzza dari
peradaban lokal. Tetapi baik aliran Mekkah maupun Thaif sama-sama mengakui mahadewa
tertinggi mereka adalah al-Alah. Maka mereka biasa bersumpah demi al-Alah atau terdengar
demi Allah; dan memberi nama anak-anak mereka dengan Abdu-al-Alah atau terdengar
Abdullah.
Tampaknya persoalan dasar antara Islam dengan mainstream paganisme Arab bukan
kepada masalah ketuhanan tertinggi, tetapi masalah status absolutisme-nya.
Dalam hal ini Muhammad saw terang-terangan melakukan penyangkalan semua ilah
pagan itu, dan hanya mengakui Allah sebagai satu-satunya ilah.
Dipihak lain, kaum paganis Arab mengakui al-Alah sebagai mahadewa tertinggi, tetapi
mereka mengakui ilah-ilah lain yang berstatus dibawah al-Alah. Inilah pertentangan teologis
mereka, yaitu antara politeis dengan monoteis.
Revolusi monoteisme yang dibawakan Rasulullah saw bermakna pula perubahan sifat
religiusitas Arab tradisional dari bentuk mitologis-materialis kepada bentuk realistis-transenden;
dan perubahan sosial dari struktur faksionalisme-kesukuan kepada struktur unitarisme-ummah
4. C. SEJARAH AGAMA DI INDONESIA
Berdasarkan sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman
agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan
Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk
menyesuaikan kultur di Indonesia.
Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad kedua dan abad keempat
Masehi ketika pedagang dari India datang ke Sumatera, Jawa dan Sulawesi, membawa agama
mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad kelima Masehi dengan kasta
Brahmana yang memuja Siva.
Pedagang juga mengembangkan ajaran Buddha pada abad berikut lebih lanjut dan
sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah mempengaruhi kerajaan-kerajaan kaya, seperti Kutai,
Sriwijaya, Majapahit dan Sailendra.Sebuah candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur, telah
dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama, begitu pula dengan candi Hindu,
Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa, Kerajaan Majapahit, terjadi pada abad
ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan dalam sejarah Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 M. Berasal dari Gujarat, India, Islam
menyebar sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang ke timur pulau Jawa. Pada
periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak, Pajang, Mataram dan
Banten.
Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah dibentuk, mencerminkan dominasi
Islam di Indonesia.
Kristen Katolik dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau Flores dan
Timor.
Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M
dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah
Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda,
termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan.
Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba
di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu, khususnya
adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk Protestan. [11]
Perubahan penting terhadap agama-agama juga terjadi sepanjang era Orde Baru. [12]
Antara tahun 1964 dan 1965, ketegangan antara PKI dan pemerintah Indonesia, bersama dengan
beberapa organisasi, mengakibatkan terjadinya konflik dan pembunuhan terburuk di abad ke-20.
Atas dasar peristiwa itu, pemerintahan Orde Baru mencoba untuk menindak para pendukung
PKI, dengan menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan semua untuk memilih suatu
agama, karena kebanyakan pendukung PKI adalah ateis.
Sebagai hasilnya, tiap-tiap warganegara Indonesia diharuskan untuk membawa kartu
identitas pribadi yang menandakan agama mereka.
Kebijakan ini mengakibatkan suatu perpindahan agama secara massal, dengan sebagian
besar berpindah agama ke Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Karena Konghucu bukanlah
salah satu dari status pengenal agama, banyak orang Tionghoa juga berpindah ke Kristen atau
Buddha.
D. KEDUDUKAN DAN FUNGSI AGAMA
Kedudukan agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina
akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna
mencapai kemajuan dalam pembangunan.
5. Di samping itu, pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan kerukunan
hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok
masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang
rasa, dan harmonis.
Agama memiliki fungsi edukatif (mendidik), fungsi salvatif (penyelamatan), fungsi
profetik (kenabian), fungsi integratif (pemersatu), fungsi transformatif (mengubah) dan fungsi
solutif (pemecahan masalah).
Fungsi‐fungsi itulah yang saling bertukar peran sesuai dengan situasi dan kondisi sosial
yang dihadapi.
E. MOTIVASI DAN TUJUAN BERAGAMA
Untuk penentuan jati diri atau identitas, untuk penenteram hati bagi kehidupan, untuk
latihan kedisiplinan, sebagai penentu sikap dalam memandang kehidupan, dan sebagai motivator
dalam menjalani kehidupan, untuk penenteram hati bahwa ada sandaran hidup yang pasti.
F. KAIDAH DAN ETIKA AGAMA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN
David B Larson, Pakar Kesehatan Amerika telah mengadakan penelitian terhadap orang
yang taat beragama dan tidak.
Hasilnya sangat mengejutkan. Sebagai contoh, orang yang taat beragama menderita
penyakit jantung 60% lebih sedikit, tingkat bunuh diri 100% lebih rendah, dan tekanan darah
tinggi jauh lebih sedikit.
(Patrick Glynn, 80-81).
Jurnal ilmiah penting di dunia kedokteran dengan nama International Journal of
Psychiatry in Medicine melaporkan bahwa orang yang mengaku dirinya tidak beragama menjadi
lebih sering sakit dan mempunyai masa hidup lebih pendek.
Mereka yang tidak beragama berpeluang dua kali lebih besar menderita penyakit usus-lambung
daripada mereka yang beragama, dan tingkat kematian mereka 66% lebih tinggi
daripada mereka yang beragama.
Tidak hanya itu, para pakar psikolog sekuler juga cenderung merujuk kesimpulan yang
sama sebagai “dampak kejiwaan”. Ini berarti bahwa keyakinan agama meningkatkan semangat
orang, dan hal ini berpengaruh baik pada kesehatan.
Penjelasan ini mungkin sungguh beralasan, namun sebuah kesimpulan yang lebih
mengejutkan muncul ketika orang-orang tersebut diperiksa.
Keimanan kepada Allah jauh lebih kuat daripada pengaruh kejiwaan apa pun. Penelitian
yang mencakup banyak segi tentang hubungan antara keyakinan agama dan kesehatan jasmani
yang dilakukan oleh Dr. Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard yang menghasilkan
kesimpulan bahwa ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih banyak pengaruh baik
pada kesehatan manusia daripada keimanan kepada apa pun yang lain.
Benson menyatakan, dia telah menyimpulkan bahwa tidak ada keimanan yang dapat
memberikan banyak kedamaian jiwa sebagai-mana keimanan kepada Allah. (Herbert Benson,