Makalah ini membahas lima aspek pelayanan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) yaitu diakonia (pelayanan), koinonia (persekutuan), merturia (kesaksian), liturgia (ibadah), dan oikonomia (pengurusan)."
2. 2
KATA PENGANTAR
Berbicara tentang pelayanan GMIT, berarti juga berbicara tentang pelayanan gereja
karena eksistensi GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor) tidak terlepas dari tugas dan
panggilan gereja ke dunia. Tidak lain tujuan pelayanan itu adalah untuk menciptakan
masyarakat yang bermoral dan beretika baik, menciptakan keteraturan agar mencapai
kehidupan yang tertib, tentram dan damai melalui gereja. Tugas dan panggilan gereja ke
dunia antara lain adalah Diakonia, Koinonia Dan Merturia, Liturgia dan Oikonomia yang
juga sebagai ruang lingkup pelayanan GMIT untuk menjalankan misi Gerejawinya.
Oleh sebab itu, dalam makalah ini, kami akan menyajikan dengan sederhana
“PANCA PELAYANAN GMIT”. Besar harapan kami agar makalah ini dapat memberi
nilai tambah bagi pembaca.
Akhirnya puji syukur dan ucapan terima kasih yang tulus kami haturkan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
ini, baik moril maupun materil.
Kupang, Maret 2009
Penulis
3. 3
DAFTAR ISI
Isi Hal
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………... 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………... 1
1.2. Permasalahan……………………………………………………………. 1
1.3. Tujuan Teoritis…………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………. 2
2.1. Diakonia…………………………………………………………………. 2
2.2. Koinonia…………………………………………………………………. 3
2.3. Merturia………………………………………………………………….. 5
2.4. Liturgia…………………………………………………………………... 6
2.5. Oikonomia……………………………………………………………….. 7
BAB III PENUTUP………………………………………………………… 8
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………… 8
3.2. Kritik & Saran…………………………………………………………… 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 9
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
GMIT adalah salah satu lembaga sosial gerejawi yang menjalani misi
pelayanannya melalui gereja, untuk menciptakan nilai-nilai keagamaan untuk mencapai
masyarakat yang memiliki moral dan etika agar kehidupan sosial menjadi tertib, tentram
dan damai, khususnya di Pulau Timor, Alor, Rote, Flores dan Sabu dan umat manusia
pada umumnya. Itulah sebabnya GMIT memiliki misi pelayanan yang di kenal dengan
“PANCA PELAYANAN GMIT”. Minimnya pengetahuan tentang itu, dapat berakibat
kepada menurunnya makna dari pelayanan GMIT. Karena itu, dalam bab-bab yang akan
datang akan di sajikan tentang Panca Pelayanan GMIT. Dan itulah yang menjadi latar
belakang penulisan makalah ini.
1.2. Permasalahan
Seperti yang telah singgung di atas bahwa masalah yang kami angkat dalam
penulisan makalah ini adalah Panca Pelayanan GMIT yang meliputi:
1) Diakonia
2) Koinonia
3) Merturia
4) Liturgia
5) Oikonomia
1.3. Tujuan Teoritis
1) Mendeskripsikan tentang “Panca Pelayanan GMIT” sebagai tugas dan panggilan
gereja ke dunia.
2) Berusaha untuk memberikan pemahaman yang benar dan tepat tentang eksitensi GMIT
bersama misinya di pulau Timor dan sekitarnya.
3) Kesadaran bahwa perlu adanya pengetahuan akan pelayanan GMIT oleh semua pihak
terlebih umat kristiani.
4) Menyadari akan penting pengetahuan tentang pelayanan GMIT.
5. 5
BAB II
PEMBAHASAN
PANCA PELAYANAN GMIT
2.1. Diakonia (pelayanan)
Istilah “diakonia” merupakan istilah Yunani yang artinya pelayanan. Ada tiga(3)
kata yang memiliki hubungan yaitu “diakonos” (pelayan), “diakoneo” (melayani) dan
“diakonia” (pelayanan). Dalam Kis. 19:22; Kol. 4:7; Ef. 6:21, disebutkan bahwa orang-
orang lain melakukan diakonia terhadap Paulus. Artinya orang-orang yang membantu
Paulus. Diakonia merupakan ciri dimana gereja berada, karena itu ia merupakan pertanda
dari seluruh gereja. Walaupun demikian diakonia adalah karunia khusus juga-sejajar
dengan nubuat dan penataan oleh gereja, tetapi berbeda dari pemberian dari kemurahan
hati yang harus dilaksanakan oleh orang-orang yang menerimanya (Rom. 12:7; I Ptr.
4:11). Dan karena itu setiap pengikut Kristus disebut sebagai “pelayan”.
GMIT melalui gereja menetapkan diakonia sebagai salah satu pelayanannya di
dunia, bahkan sebagai identitasnya. Gereja adalah gereja yang melayani dunia. Kristus
sendiri menyatakan diriNya sebagai yang melayani (Mat. 20:28). Bahkan Ia rela
menyerahkan nyawaNya bagi banyak orang. Disini nilai melayani terletak pada
pengorbanan GMIT melalui gereja dalam mengembangkan tugas diakonia, maka
otomatis harus mengorbankan diri.
Secara praktis, pelayanan dalam gereja selalu dihubungakan untuk menolong warga
gereja agar mereka mencapai kehidupan yang lebih layak. Ada pemberian yang bersifat
jangka panjang dalam wujud meningkatkan sumber daya manusia. Bentuk seperti ini
disebut dengan dikokonia transformatif. Ada pemberian dalam bentuk modal untuk
usaha-usaha produktif. Bentuk ini disebut dengan diakonia reformatif. Sementara ada
juga pemberian dalam bentuk materi dengan maksud membantu warga jemaat secara
insidentil. Ini bersifat sesaat (makan habis). Bentuk ini disebut dengan diakonia karikatif.
Dari ketiga bentuk diakonia ini, bentuk yang paling lazim dilakukan oleh gereja adalah
diakonia karikatif.
Dari uraian di atas maka, diakonia adalah pelayanan kasih yang memberikan
kebaikan-kebaikan berdasarkan kemurahan Allah dalam rangka mengubah dan
6. 6
meningkatkan kesejahtaraan jemaat dan masyarakat. Yang tercakup dalam pelayanan ini
adalah pelayanan para janda, duda, anak yatim piatu, orang sakit, orang miskin, orang-
ornag yang tertindas dan orang-orang yang terbelakang. Dalam melaksanakan pelayanan
ini GMIT mewujudkan diri sebagai tanda kehadiran kerajaan Allah.
Pandangan Alkitab yang memberitakan tentang pelayanan diakonia terutama dalam
injil antara lain adalah:
Kisah Para Rasul 8:12 : “Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang
memberitakan Injil tetang kerajaan Allah dan tentang
nama Yesus Kristus dan memberi diri mereka untuk
dibaptis baik laki-laki maupun perempuan”.
Kisah Para Rasul 6:1-7 : “Tujuh orang dipilih untuk melayani orang miskin”.
Kisah Para Rasul 12:25a : ”Bernabas dan Saulus kembali dari Yerusalem, setelah
mereka menyelesaikan tugas dan pelayanan mereka”.
2.2. Koinonia (Persekutuan).
Istilah koinonia berasal dari bahasa Yunani, yang artinya persekutuan. Terjemahan
yang paling sering bagi kata-kata lain yang berasal dari kata “koin” ialah “bagi”;
misalnya membagi; mengambil bagian. Arti utama dari kata “koin” ialah mendapat
bagian dalam sesuatu dengan seseorang. Jarang sekali kata ini diartikan “memberi bagian
dalam” sesuatu. Pemakaian umum kata “koin” atau istilah ini menunjuk pada kemauan
untuk memberi bagian. Jadi, mengandung arti “kemurahan hati”. Arti ini muncul
pemakaian pertama, dengan arti “bersama-sama mendapat” atau “persekutuan”. (yang
muncul dari bersama-sama mendapat bagian atas sesuatu). (Ensiklopedi Alkitab Masa
Kini). Dengan kata lain istilah koinonia mengandung tiga arti sekaligus, yaitu:
a) mendapat bagian;
b) memberi bagain;
c) bersama-sama mendapat bagian.
Kata Koinonia dalam pengertian pertama, “mendapat bagian” dapat di baca dalam
I Kor. 9:23; (segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian di
dalamnya); Rom. 11:17. kata koinonia dalam pengertian kedua, “memberi bagian”
II Kor. 9:13;(dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka
7. 7
memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengajuan akan Injil Kristus dan karena
kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan semua
orang); Kis. 2:42, kemurahan hati dalam membagi segala sesuatu dengan mereka dan
dengan semua orang. Kata koinonia dalam pengertian ketiga “bersama-sama mendapat
bagian”, dapat dibaca dalam Kis. 2:42; Gal. 2:9 dan Yoh. 1:3.
Uraian di atas menunjukkan bahwa, pelayanan GMIT yang pertama yakni
pelayanan Koinonia merupakan pelayanan membangun persekutuan yang mencerminkan
hubungan antara satu gereja dengan anggota gereja yang lain. Dalam pelayanan tersebut
masing-masing anggota gereja “mendapat bagian” sebagai hak untuk melakukan sesuatu
bagi Tuhan sebagai kepala gereja; masing-masing anggota gereja juga “memberi
sesuatu” dalam perbuatan praktis bagi sesama; masing-masing anggota gereja secara
bersama-sama mendapat bagian dalam persekutuan. Pengertian yang ketiga merupakan
dampak dari pengertian yang pertama dan kedua. Pada tingkat praktis persekutuan jemaat
harus diawali dengan kehendak baik individu-individu untuk mengambil bagian dalam
persekutuan karena ini berkaitan berkaitan dengan hak, kemudian memberi bagian yang
berhubung dengan kewajiban bermurah hati pada orang lain. Pada akhirnya akan
menciptakan persekutuan secara bersama sebagai jemaat.
Oleh sebab itu, koinonia berhubungan dengan semua wujud pelayanan GMIT untuk
membangun hubungan persaudaraan dan kemitraan sebagai penampakan kehidupan baru
berdasarkan kasih Kristus
Kebeneran Alkitab yang menjadi landasan dari pelayanan ini antara lain:
Kisah Para Rasul 2:42 : ”mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam
persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk
memecahkan roti dan berdoa”.
Kisah Para Rasul 4:32: “ada pun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati
dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa
sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri,tetapi
segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama”.
8. 8
2.3. Merturia (kesaksian)
Istilah “Marturia” berasal dari bahas Yunani “Martureo”, dan kata yang berakar
padanya, “martus, marturia dan marturion”. Artinya “saksi”. Saksi ialah orang yang
memberi kesaksian tentang sesuatu yang ia sendiri telah melihatnya. Hanya dalam
Yesaya 8:16, 20, kesaksian berbeda dipisahkan dari saksi.
Para rasul adalah saksi-saksi utama tentang hidup dan kebangkitan Kristus ( Yoh.
21; 24; Kis. 1:22; 2 dan Ptr. 16). Dalam gereja purba, kata Yunani “Martus” menjadi
terbatas, terutama untuk menyebut mereka yang setia kepada imannya kendati sampai
mati sekalipun. Penggunaan kata itu dalam arti demikian dikenal di Indonesia sebagai
martir.
Dalam dunia Kristen modern, “kesaksian” berarti cerita tentang apa yang
dikerjakan Kristus atas hidup seseorang menjadi pengalaman hidup orang itu. GMIT
menetapkan, “kesaksian” sebagai salah satu misi atau pelayanan di dunia. Karena GMIT
melalui gereja telah mengalami pekerjaan Kristus di bumi, bahkan oleh karena pekerjaan
Kristus itulah gereja lahir yang juga ruang lingkup pelayanan GMIT. Dalam pada itu
adalah panggilan gereja adalah untuk menyaksikan pekerjaan Kristus sekaligus ajaran-
ajaranNya kepada dunia, walaupun berat resikonya. Tetapi pilihan-pilihan itulah yang
menjadi pilihan gereja. Tugas gereja sebagai saksi adalah menyatakan apa yang benar
menurut Kristus; kebenaran-kebenaran firman Tuhan harus berani disaksikan oleh gereja
karena untuk itulah gereja diutus ke dunia.
Dengan demikian, maka merturia berhubungan dengan peran GMIT melakui gereja
sebagai persekutuan dari setiap warga GMIT pada khususnya dan umat kristiani pada
umumnya untuk menyatakan dengan jujur mengenai pengakuan imannya kepaga Allah
di dalam Yesus Kristus.
Yang paling penting dalam pelayanan ini adalah kehidupan yang mencerminkan
dan meneladani sikap dan kepribadian Kristus dalam hidupnya. Tercakup dalam
kesaksian ini aspek pemberitaan (karugma) dan pengajaran (didakhe) yang menekankan
tugas mengajar, yaitu tugas kemuridan agar warga terus bertumbuh dalam pemahaman
iman dan memberlakukan imannya dalam kehidupan seutuhnya. (Kolose 4: 5-6, dan
Filipi 1:2).
9. 9
Ayat-ayat Alkitab yang menjadi tolak ukur dari pelayanan ini diantaranya:
Filipi 1:21 : “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”.
Galatia 3:7 : “jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah
anak-anak Abraham”.
I Petrus 3:17: “Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki
Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat”.
2.4. Liturgia
Istilah liturgi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu “leitos” yang berarti
‘umum’’ dan “ergos” yang berarti ‘pekerjaan’. Pengertian liturgi berasal dari negeri
Yunani kuno. Pada tahun-tahun permulaan masehi, liturgi atau pekerjaan umum adalah
saksi solidaritas orang-orang kaya dalam rangka membagi bagikan kekakayaannya.ini
adalah semacam ritual untuk menjual kebaikan illah- illah atas hidup manusia. Sasaran
liturgia adalah kaum fakir miskin dan para pengembara yang tidak mempunyai makanan
dan minuman. Kemudian mulai abad ke-16 kegiatan seperti itu berangsur-angsur
mandapat tempat dan diberlakukan dalam unsur-unsur ibadah. Antara lain seperti nyata
dalam pelayanan perjamuan suci (eusjaristical service) di dalam tradisi gereja,
sebagaimana juga tampak dalam liturgi gereja ortodoks timur. Dengan demikian pada
akhirnya liturgi menjadi penting dalam pelayanan gerejawi hingga kini. (Doeka, 2005:9-
10). Dalam rangka persembahkan “ibadah” kepada Allah. Maka para hambaNya harus
meniarab –Ibrani hisytakawa, atau Yunani Proskuneo- dan dengan demikian
mengungkapkan rasa takut penuh hormat, kekaguman dan ketakjuban penuh puja.
Dari uraian di atas, kita memperoleh bahwa:
a) liturgi merupakan ibadah umat kepada Allah karena telah mendapat berkat-
berkat Allah.
Liturgi menunjuk kepada sikap bathin penuh hormat kepada Allah.
b) liturgi menunjuk kepada persembahan manusia kepada Allah.
c) liturgi memiliki hubungan dengan kehidupan nyata manusia.
Gereja menetapkan liturgi sebagai salah satu tugas dengan maksud agar mendidik
warganya beribadah kepada Allah. Ibadah kepada Allah merupakan respons umat atas
berkat-berkat yang diterima dari Allah. Ibadah menuntut sikap bathin penuh hormat
10. 10
kepada Allah. Dan ibadah harus diselenggarakan dalam keteraturan agar mernjadi
persembahan yang benar kapada Allah. Selanjutnya, “Liturgi memiliki hubungan dengan
kehidupan karena liturgi merupakan liniatur dari kehidupan nyata manusia”. (Doeka:
1999:19). Liturgi merupakan demonstrasi dari kehidupan manusia. Jadi, apa yang terjadi
dalam liturgi, juga terjadi dalam kehidupan nyata. “ketika umat beribadah sebelumnya ia
sedang merayakan hasil pekerjaannya sehari-hari bersama Allah. Oleh karena suasana
liturgi adalah gembira dan penuh ucapan syukur atas curahan berkat Allah kepada
manusia sehingga berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan sehari-hari.” (Doeka:
1999:19).
Jadi liturgi gereja adalah liturgi kehidupan (tata ibadah atau tata kehidupan). Kita
menjumpai Allah dalam pekerjaan kita sehari-hari dan mempersembahkan karya kita
kepada Allah dengan lambang perayaan ibadah.
2.5. Oikonomia
Istilah “Oikonomia” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu
“oikos” yang artinya, “rumah tangga”, dan “nomos”, yang artinya, “aturan”. Jadi,
oikonomia berarti aturan kerumahtanggaan. Atau gereja menyebutnya dengan
penatalayanan. Bumi dipandang sebagai rumah tangga Allah. (Kel. 9:29). Karena itu,
manusia bertanggung jawab “menatalayani” agar bumi layak didiami (Yes. 45:18) yang
dapat menjamin kelangsungan hidup manusia. Manusia diberi kuasa untuk mengatur dan
mengusahakan bumi (Kej. 1:26; Maz. 115:16).
Kata “menatalayani” mengandung maksud mengatur bumi sebagai rumah tangga
Allah sekaligus melayaninya. Jadi, tugas ini tidak sebatas menentukan rambu-rambu,
batasan-batasan dan pedoman-pedoman tetapi mengisinya dengan pelayanan yang
bersetuhan dengan kehidupan nyata umat dan lingkungan hidup. Tugas “menatalayani”
atau “penatalayanan” meliputi tugas membangun, baik itu pembangunan keorganisasian,
pembangunan ekonomi, maupun pembangunan lingkungan hidup.
11. 11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Eksistensi GMIT sebagai lembaga sosial masyarakat, semata-mata untuk
menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi warga masyarakat melalui gereja.
Mewujudkan nilai-nilai sosial keagamaan dan keteraturan yang berdasarkan kasih Tuhan
sehingga kehidupan sosial dapat aman, damai, sejahtera, tertib, teratur dan dapat bersaksi
tentang kasih Tuhan serta menjunjung tinggi norma dan nilai keagamaan dan norma
sosial lainnya yang berlaku dalam masyarakat, saling melayani dalam persekutuan
dengan Allah di dalam pengajaran Yesus Kristus Sang Juru Selamat dan kepala gereja
tanpa membedakan status, golongan, ras, agama, suku, bangsa dan lain sebagainya.
3.2. Kritik & Saran
Dalam penyajian materi dalam makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahan baik dari struktur penulisan maupun penyajian materinya.
Karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak. Dan untuk itu kami ucapkan terima kasih kiranya Tuhan
memberkati kita.
12. 12
DAFTAR PUSTAKA
Riwu, Jhon dan Kande, Frederik. 2007. Buku Pembelajaran Katekisasi. Kupang: Majelis
Jemaat Syalom Airnona, Kupang.
Materi Pembelajaran Pendidikan Sekolah Menengah Atas kelas III, tahun ajaran
2007/2008.