SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Paman Don
“Ada Paman Don, Kak!” kata adikku, Dian, saat kepalanya muncul dari celah pintu kamar.
Raut mukanya menunjukkan kesinisan seperti biasa setiap kali Paman Don datang ke
rumah. Aku meletakkan majalah yang sedang kubaca, lalu ikut menunjukkan wajah tidak
suka.
“Ada apa lagi, sih, ke sini terus?” tanyaku pada Dian yang sudah melangkah untuk duduk di
tempat tidurku.
“Sepertinya Mama mau konsultasi lagi deh, Kak,” kata Dian, memberiku jawaban yang
sebenarnya telah kami ketahui. Selama ini, hanya itu satu-satunya alasan Paman Don
datang ke rumah.
“Konsultasi apa lagi?” seingatku, akhir-akhir ini Mama tidak terlibat masalah apa pun.
“Mama sepertinya tadi nelepon dia, aku sempat dengar kalau ini soal jabatan baru Mama.
Mama pusing karena banyak yang membuat gosip tidak enak di kantor dan sore ini Paman
Don langsung datang ke rumah,” jawab Dian rinci.
“Memangnya Paman Don itu siapa, sih? Semua dikonsultasikan Mama ke dia. Kalau
ngobrol saja sih nggak apa-apa, lah ini bantuannya selalu aneh-aneh.” Suara bernada
amarah terpaksa kutahan agar keluar pelan-pelan, mengingat kamarku yang letaknya tidak
terlalu jauh dari ruang keluarga tempat Mama dan Paman Don berdiskusi atau entah apa
namanya.
***
Namanya Doni. Kakak mamaku yang paling tua. Namun kami, para keponakannya,
diajarkan sedari kecil untuk memanggilnya Paman Don. Pekerjaannya pegawai swasta,
selain itu dia juga melayani konsultasi tentang masalah-masalah yang tidak biasa. Alias
“orang pintar”. Menurut Mama, Paman Don sering kali berkeliling Indonesia untuk menemui
pasiennya yang berasal dari beragam latar belakang, seperti pejabat, artis, polisi, guru, dan
masih banyak lagi. Seharusnya uangnya banyak, tapi yang sering kudengar Paman Don
berkali-kali hidup dalam pelarian karena dikejar-kejar utang. Kata Mama, gaya hidup Paman
Don-lah yang membuatnya selalu terlilit utang.
“Dia selalu mau makan enak,” kata Mama pada suatu waktu. “Uang yang didapat langsung
habis untuk makan enak,” lanjut Mama lagi.
Tapi aku heran, kenapa Paman Don masih tetap kurus.
Ingatanku akan Paman Don dari dulu tidak pernah berubah baik. Aku ingat saat aku kecil
dulu, Paman Don yang sedang bertamu dan mengobrol dengan Mama tiba-tiba menunjukku
dari kejauhan karena aku berada di ruangan yang berbeda.
“Maya, itu tidak boleh begitu!” tegurnya keras sambil agak melotot.
Aku yang masih berusia sembilan atau sepuluh tahun hanya bengong dan mencoba
mencerna maksudnya.
“Itu duduknya. Perempuan apa yang duduknya begitu!” hardiknya lagi.
Sampai saat ini, kejadian itu meninggalkan memori buruk di pikiranku. Aku tidak suka
Paman Don, dia pernah mempermalukanku di depan Mama dan keluarga lainnya dengan
suaranya yang lantang dan kasar. Sejak saat itu, tidak pernah sekali pun aku berbicara
panjang dengannya. Hanya sekadar basa-basi belaka.
***
“Kecanduan” Mama akan berkonsultasi dengan Paman Don menimbulkan kekhawatiran
tersendiri di dalam keluarga kami. Aku, Papa, dan Dian mulai merasa terganggu dengan hal
ini. Setiap kali Mama selesai berkonsultasi, Paman Don selalu memberikan air atau minyak
yang telah dijampi-jampinya untuk membantu persoalan Mama. Entah itu diminum,
dioleskan ke wajah, atau ditaburkan ke suatu tempat yang menjadi sumber masalah. Minyak
itu dijualnya dengan harga yang mahal, tapi Mama selalu membelinya.
Aku juga ingat, satu hari setelah pernikahanku, Mama mendatangiku ke kamar saat suamiku
sedang pergi keluar.
“Nih, simpen, ya. Udah didoain Paman Don. Kasih ke suami kamu biar dia nurut, karena
kelihatannya dia agak keras orangnya,” ujar Mama sambil meletakkan sebungkus gula dan
sebungkus kopi di atas kasurku.
“Kalau yang ini, kamu oles ke kedua alismu sambil menghadap matahari terbit. Dipakainya
nanti saat kamu mau menghadap bosmu atau orang penting. Nanti, insya Allah orang yang
melihat kamu jadi seneng sama kamu dan kamu bisa cepat naik jabatan.” Kali ini Mama
bicara sambil menyodorkan botol sangat kecil berisi cairan bening yang akhirnya dia
letakkan juga di atas kasur.
“Maya nggak suka yang gitu-gitu, Ma.” Akhirnya aku mengeluarkan pendapatku tentang
perlakuan Mama.
“Halaaah…, kamu ini, itu semua didoain sama Paman Don. Paman Don itu shalat
semalaman untuk doain kamu. Dia itu ibadahnya lebih bagus dari kamu. Shalatnya nggak
pernah tinggal, kalau malam kerjanya hanya shalat dan dzikir semalaman. Harusnya kamu
berterima kasih sama Paman Don,” Mama mengoceh panjang lebar membela kakak
tercintanya.
Malas berdebat dengan Mama, aku akhirnya diam saja sampai Mama meninggalkan kamar.
Gula, kopi, dan botol kecil yang berisi entah apa itu akhirnya berakhir di kotak sampah
tetangga.
***
Beberapa bulan yang lalu, saat adikku Dian akan menikah, dia sempat dibuat marah besar
oleh kelakuan Mama dan Paman Don. Malam itu, sehari sebelum acara akad nikah, Paman
Don datang ke rumah. Mama asyik berbincang dengannya di ruang tamu, lalu lima menit
kemudian Paman Don keluar dan mulai menaburkan garam di sekitar rumah kami.
Melemparnya juga ke atas genting rumah kami. Dian masuk ke rumah dan mendatangiku
dengan menahan tangis. Calon pengantin itu begitu terluka karena acara sakralnya besok
harus dikotori dengan ritual semacam itu. Hanya kepada Papa dia berani meluapkan
kemarahannya.
“Pa, tolong bilang sama Mama. Aku nggak suka kayak gitu. Dosa. Ini acara aku. Mas Adi
dan keluarganya itu orang alim, Pa. Aku malu kalau sampai mereka tahu keluarga
kitakayak gini!” Dian mengeluarkan semua emosinya kepada Papa hingga air matanya
tumpah.
Papa hanya diam mendengarkan. Papa tahu kalau dia tidak mampu mencegah Mama.
Kalau ia sampai melarang Mama melakukan itu semua, pasti akan terjadi keributan besar
dan Papa adalah tipe orang yang memilih diam untuk menghindari pertengkaran.
Malam itu, setelah melampiaskan semua kesedihan dan kekecewaannya, aku melihat Dian
masuk ke kamar dan membentangkan sajadah.
“Shalat yuk, Kak,” ajaknya kepadaku.
“Kita doain Mama cepet sadar. Aku nggak mau Mama masuk neraka, Kak. Mama orang
baik,” katanya sambil menahan air mata yang hampir tumpah lagi.
Besoknya pernikahan Dian berjalan lancar. Kata Mama, ini semua berkat Paman Don.
***
Semakin hari, keberhasilan-keberhasilan Paman Don dalam membantu pasien-pasiennya
semakin sering terdengar di rumah. Tidak hanya Mama, Papa yang awalnya antipati
terhadap Paman Don kini perlahan mengakui “kelebihan” yang dimiliki oleh pamanku itu.
“Kamu tahu nggak, dulu, Nenek (sebutanku untuk orang tua Mama) saat lagi di pasar
bersama Paman Don yang masih kecil, didatangi oleh seorang kakek tua,” Mama memulai
ceritanya kepadaku dan adik-adikku yang selalu diulang-ulang di setiap kesempatan
berkumpul bersama keluarga besarnya. “Kakek-kakek yang sepertinya peramal itu ngomong
kalau Paman Don itu anak yang berbeda, dia punya kelebihan,” lanjut Mama dengan
bangga.
“Ternyata, ya ini kelebihannya, kan?! Bisa bantu kita semua,” kata Mama yang dijawab
dengan persetujuan kompak dari seluruh keluarga besar yang memang sangat menghormati
Mama karena bisa dibilang mamalah yang paling sukses di antara mereka.
Akibat informasi tentang kehebatan Paman Don yang setiap saat “dinyanyikan” Mama dan
keluarga yang lain, keraguan mulai tumbuh di hatiku. Apa benar Paman Don sehebat itu?
Lalu, sedetik kemudian aku heran sendiri karena citra Paman Don mulai berangsur membaik
di mataku. Aku tidak menyukai keadaan ini. Aku membencinya kan dari dulu? Dari kecil.
***
Pagi ini seiisi rumah dibuat heboh oleh lengkingan tangis Mama. Cincin berlian Mama hilang
dicuri dari kotak perhiasannya. Mama sendiri tidak tahu kapan pastinya cincin berlian itu
hilang karena dia jarang mengecek simpanan perhiasannya. Suasana pagi itu sungguh
mencekam. Penuh kecurigaan terhadap seluruh penghuni rumah. Semua lebih banyak
diam, takut salah berucap. Dinginnya suasana rumah saat ini mirip sekali dengan suasana
rumah yang baru ditinggal anggota keluarganya menghadap Sang Pencipta. Hening. Dingin.
Ditambah dengan isak tangis Mama dan tatapan-tatapan kebingungan.
Aku yang mendampingi Mama sedari tadi hanya sibuk membolak-balik isi lemari pakaian
Mama yang bagaikan terkena gempa. Sementara Mama, masih dengan isak tangisnya
membongkar keluar seluruh isi lemari dengan frustrasi. Lalu tiba-tiba Mama berhenti dari
kegiatannya dan seperti teringat sesuatu, dia segera berjalan tergesa menuju meja rias
untuk mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat.
“Mama tanya Paman Don, Paman Don pasti tahu cincin itu ada di mana dan diambil siapa,”
ucapnya kepadaku seolah aku bertanya.
Aku hanya mengangguk. Ini bukan waktunya untuk berdebat tentang Paman Don.
Tidak lama, ada balasan pesan ke ponsel Mama yang masih belum ia lepas dari tangannya.
Balasan pesan itu, ajaibnya langsung membuat Mama semringah. Dia menghentikan semua
kegiatannya mengubrak-abrik isi lemari.
“Kata Paman Don, cincin itu tidak hilang. Hanya nyelip. Sabar saja, tidak usah dicari nanti
juga ketemu,” katanya membacakan isi pesan singkat balasan dari Paman Don.
Lagi-lagi aku hanya mengangguk, lalu kutinggalkan Mama yang tampaknya sudah tidak
peduli lagi dengan pencarian cincin berliannya. Dia mempercayai sekali kata-kata, “Tidak
usah dicari, nanti juga ketemu,” yang keluar dari mulut Paman Don melalui pesan
singkatnya.
Aku meninggalkan kamar Mama dengan perasaan campur aduk. Lega sekaligus senang.
Aku masuk ke kamar, menutup pintu, dan berbaring di tempat tidur.
Usai sudah huru-hara pagi ini. Paling tidak, dalam waktu dekat Mama tidak akan heboh lagi
dengan kehilangan berliannya. Kuakui, Paman Don sangat berjasa kali ini, dia telah
menghilangkan suasana mencekam dan saling mencurigai di dalam rumah. Tapi aku juga
senang karena dugaanku tepat bahwa Paman Don tidak sehebat itu. Dia hanya orang biasa
yang pintar bicara sehingga banyak orang percaya kepadanya. Buktinya, kali ini ramalannya
salah.
***
Aku tersenyum sambil memandangi cincin berlian seharga jutaan yang kuambil dari selipan
kecil di bawah tempat tidurku. Berlian ini lebih dari cukup untuk membiayai gugatan ceraiku
kepada Mas Yoga, pria yang sering kali meninggalkan noda merah dan nyeri di pipiku.

More Related Content

Similar to PAMAN DON SI PEMBANTU MISTERIUS

cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasicerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasiHendryPutrihijau
 
Tangisan 12 malam
Tangisan 12 malamTangisan 12 malam
Tangisan 12 malamNeyo Jr.
 
Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)
Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)
Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)Mungkin AndaKenal
 
Part 2 luka luka hidup yang telah berlalu
Part 2 luka luka hidup yang telah berlaluPart 2 luka luka hidup yang telah berlalu
Part 2 luka luka hidup yang telah berlaluAbdul Rahman Masruhim
 
Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibujefkenzie
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaGhina Siti Ramadhanty
 
Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3Aldon Samosir
 
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Izhan Nassuha
 
Berhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaBerhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaDelina Rahayu
 

Similar to PAMAN DON SI PEMBANTU MISTERIUS (20)

cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasicerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
cerpen rekomendasi analisis penuh unsur yang bisa di eksplorasi
 
Cerpen "Namaku farida"
 Cerpen "Namaku farida" Cerpen "Namaku farida"
Cerpen "Namaku farida"
 
Tangisan 12 malam
Tangisan 12 malamTangisan 12 malam
Tangisan 12 malam
 
Kereta malam
Kereta malamKereta malam
Kereta malam
 
Doa emak untuk asa
Doa emak untuk asaDoa emak untuk asa
Doa emak untuk asa
 
Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)
Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)
Rasa sayang dibalik pengorbanan(sendiri)
 
Part 2 luka luka hidup yang telah berlalu
Part 2 luka luka hidup yang telah berlaluPart 2 luka luka hidup yang telah berlalu
Part 2 luka luka hidup yang telah berlalu
 
Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibu
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
 
Kelompok borobudur
Kelompok  borobudurKelompok  borobudur
Kelompok borobudur
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Timbunan sampah (edi supardi emon)
Timbunan sampah (edi supardi emon)Timbunan sampah (edi supardi emon)
Timbunan sampah (edi supardi emon)
 
Sandra
SandraSandra
Sandra
 
Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
 
Berhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garudaBerhutang pada sang garuda
Berhutang pada sang garuda
 
Seekor capung merah
Seekor capung merahSeekor capung merah
Seekor capung merah
 
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)
 
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)
 

More from Sarif Hidayat

EJAAN BAHASA INDONESIA.doc
EJAAN BAHASA INDONESIA.docEJAAN BAHASA INDONESIA.doc
EJAAN BAHASA INDONESIA.docSarif Hidayat
 
Daftar kata baku.doc
Daftar kata baku.docDaftar kata baku.doc
Daftar kata baku.docSarif Hidayat
 
contoh penerapan EYD.ppt
contoh penerapan EYD.pptcontoh penerapan EYD.ppt
contoh penerapan EYD.pptSarif Hidayat
 
Buku Praktis Bahasa Indonesia 2.docx
Buku Praktis Bahasa Indonesia 2.docxBuku Praktis Bahasa Indonesia 2.docx
Buku Praktis Bahasa Indonesia 2.docxSarif Hidayat
 
Vegetus Libertas.docx
Vegetus Libertas.docxVegetus Libertas.docx
Vegetus Libertas.docxSarif Hidayat
 
Seorang Gadis di Dalam Senja.docx
Seorang Gadis di Dalam Senja.docxSeorang Gadis di Dalam Senja.docx
Seorang Gadis di Dalam Senja.docxSarif Hidayat
 
Semangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docx
Semangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docxSemangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docx
Semangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docxSarif Hidayat
 
Satu Orang Satu Pohon.docx
Satu Orang Satu Pohon.docxSatu Orang Satu Pohon.docx
Satu Orang Satu Pohon.docxSarif Hidayat
 
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docxPelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docxSarif Hidayat
 
PACARKU ADA LIMA.docx
PACARKU ADA LIMA.docxPACARKU ADA LIMA.docx
PACARKU ADA LIMA.docxSarif Hidayat
 
Menyibak Aku Melalui Kamu.docx
Menyibak Aku Melalui Kamu.docxMenyibak Aku Melalui Kamu.docx
Menyibak Aku Melalui Kamu.docxSarif Hidayat
 
Mengenang Sendok dan Sedotan.docx
Mengenang Sendok dan Sedotan.docxMengenang Sendok dan Sedotan.docx
Mengenang Sendok dan Sedotan.docxSarif Hidayat
 
Menembus Tingkap Kaca.docx
Menembus Tingkap Kaca.docxMenembus Tingkap Kaca.docx
Menembus Tingkap Kaca.docxSarif Hidayat
 

More from Sarif Hidayat (20)

ejaan.ppt
ejaan.pptejaan.ppt
ejaan.ppt
 
EJAAN BAHASA INDONESIA.doc
EJAAN BAHASA INDONESIA.docEJAAN BAHASA INDONESIA.doc
EJAAN BAHASA INDONESIA.doc
 
Daftar kata baku.doc
Daftar kata baku.docDaftar kata baku.doc
Daftar kata baku.doc
 
contoh penerapan EYD.ppt
contoh penerapan EYD.pptcontoh penerapan EYD.ppt
contoh penerapan EYD.ppt
 
Buku Praktis Bahasa Indonesia 2.docx
Buku Praktis Bahasa Indonesia 2.docxBuku Praktis Bahasa Indonesia 2.docx
Buku Praktis Bahasa Indonesia 2.docx
 
bahasa baku.pdf
bahasa baku.pdfbahasa baku.pdf
bahasa baku.pdf
 
Vegetus Libertas.docx
Vegetus Libertas.docxVegetus Libertas.docx
Vegetus Libertas.docx
 
Too Late.docx
Too Late.docxToo Late.docx
Too Late.docx
 
Sinkronisitas.docx
Sinkronisitas.docxSinkronisitas.docx
Sinkronisitas.docx
 
Seorang Gadis di Dalam Senja.docx
Seorang Gadis di Dalam Senja.docxSeorang Gadis di Dalam Senja.docx
Seorang Gadis di Dalam Senja.docx
 
Semangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docx
Semangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docxSemangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docx
Semangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta.docx
 
Satu Orang Satu Pohon.docx
Satu Orang Satu Pohon.docxSatu Orang Satu Pohon.docx
Satu Orang Satu Pohon.docx
 
Samsara.docx
Samsara.docxSamsara.docx
Samsara.docx
 
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docxPelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
Pelangi yang Jatuh di Sidareja.docx
 
PACARKU ADA LIMA.docx
PACARKU ADA LIMA.docxPACARKU ADA LIMA.docx
PACARKU ADA LIMA.docx
 
Mirror.docx
Mirror.docxMirror.docx
Mirror.docx
 
Menyibak Aku Melalui Kamu.docx
Menyibak Aku Melalui Kamu.docxMenyibak Aku Melalui Kamu.docx
Menyibak Aku Melalui Kamu.docx
 
Mengenang Sendok dan Sedotan.docx
Mengenang Sendok dan Sedotan.docxMengenang Sendok dan Sedotan.docx
Mengenang Sendok dan Sedotan.docx
 
Menembus Tingkap Kaca.docx
Menembus Tingkap Kaca.docxMenembus Tingkap Kaca.docx
Menembus Tingkap Kaca.docx
 
Malin Kundang.docx
Malin Kundang.docxMalin Kundang.docx
Malin Kundang.docx
 

Recently uploaded

PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 

Recently uploaded (20)

PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 

PAMAN DON SI PEMBANTU MISTERIUS

  • 1. Paman Don “Ada Paman Don, Kak!” kata adikku, Dian, saat kepalanya muncul dari celah pintu kamar. Raut mukanya menunjukkan kesinisan seperti biasa setiap kali Paman Don datang ke rumah. Aku meletakkan majalah yang sedang kubaca, lalu ikut menunjukkan wajah tidak suka. “Ada apa lagi, sih, ke sini terus?” tanyaku pada Dian yang sudah melangkah untuk duduk di tempat tidurku. “Sepertinya Mama mau konsultasi lagi deh, Kak,” kata Dian, memberiku jawaban yang sebenarnya telah kami ketahui. Selama ini, hanya itu satu-satunya alasan Paman Don datang ke rumah. “Konsultasi apa lagi?” seingatku, akhir-akhir ini Mama tidak terlibat masalah apa pun. “Mama sepertinya tadi nelepon dia, aku sempat dengar kalau ini soal jabatan baru Mama. Mama pusing karena banyak yang membuat gosip tidak enak di kantor dan sore ini Paman Don langsung datang ke rumah,” jawab Dian rinci. “Memangnya Paman Don itu siapa, sih? Semua dikonsultasikan Mama ke dia. Kalau ngobrol saja sih nggak apa-apa, lah ini bantuannya selalu aneh-aneh.” Suara bernada amarah terpaksa kutahan agar keluar pelan-pelan, mengingat kamarku yang letaknya tidak terlalu jauh dari ruang keluarga tempat Mama dan Paman Don berdiskusi atau entah apa namanya. *** Namanya Doni. Kakak mamaku yang paling tua. Namun kami, para keponakannya, diajarkan sedari kecil untuk memanggilnya Paman Don. Pekerjaannya pegawai swasta, selain itu dia juga melayani konsultasi tentang masalah-masalah yang tidak biasa. Alias “orang pintar”. Menurut Mama, Paman Don sering kali berkeliling Indonesia untuk menemui pasiennya yang berasal dari beragam latar belakang, seperti pejabat, artis, polisi, guru, dan masih banyak lagi. Seharusnya uangnya banyak, tapi yang sering kudengar Paman Don berkali-kali hidup dalam pelarian karena dikejar-kejar utang. Kata Mama, gaya hidup Paman Don-lah yang membuatnya selalu terlilit utang.
  • 2. “Dia selalu mau makan enak,” kata Mama pada suatu waktu. “Uang yang didapat langsung habis untuk makan enak,” lanjut Mama lagi. Tapi aku heran, kenapa Paman Don masih tetap kurus. Ingatanku akan Paman Don dari dulu tidak pernah berubah baik. Aku ingat saat aku kecil dulu, Paman Don yang sedang bertamu dan mengobrol dengan Mama tiba-tiba menunjukku dari kejauhan karena aku berada di ruangan yang berbeda. “Maya, itu tidak boleh begitu!” tegurnya keras sambil agak melotot. Aku yang masih berusia sembilan atau sepuluh tahun hanya bengong dan mencoba mencerna maksudnya. “Itu duduknya. Perempuan apa yang duduknya begitu!” hardiknya lagi. Sampai saat ini, kejadian itu meninggalkan memori buruk di pikiranku. Aku tidak suka Paman Don, dia pernah mempermalukanku di depan Mama dan keluarga lainnya dengan suaranya yang lantang dan kasar. Sejak saat itu, tidak pernah sekali pun aku berbicara panjang dengannya. Hanya sekadar basa-basi belaka. *** “Kecanduan” Mama akan berkonsultasi dengan Paman Don menimbulkan kekhawatiran tersendiri di dalam keluarga kami. Aku, Papa, dan Dian mulai merasa terganggu dengan hal ini. Setiap kali Mama selesai berkonsultasi, Paman Don selalu memberikan air atau minyak yang telah dijampi-jampinya untuk membantu persoalan Mama. Entah itu diminum, dioleskan ke wajah, atau ditaburkan ke suatu tempat yang menjadi sumber masalah. Minyak itu dijualnya dengan harga yang mahal, tapi Mama selalu membelinya. Aku juga ingat, satu hari setelah pernikahanku, Mama mendatangiku ke kamar saat suamiku sedang pergi keluar. “Nih, simpen, ya. Udah didoain Paman Don. Kasih ke suami kamu biar dia nurut, karena kelihatannya dia agak keras orangnya,” ujar Mama sambil meletakkan sebungkus gula dan sebungkus kopi di atas kasurku.
  • 3. “Kalau yang ini, kamu oles ke kedua alismu sambil menghadap matahari terbit. Dipakainya nanti saat kamu mau menghadap bosmu atau orang penting. Nanti, insya Allah orang yang melihat kamu jadi seneng sama kamu dan kamu bisa cepat naik jabatan.” Kali ini Mama bicara sambil menyodorkan botol sangat kecil berisi cairan bening yang akhirnya dia letakkan juga di atas kasur. “Maya nggak suka yang gitu-gitu, Ma.” Akhirnya aku mengeluarkan pendapatku tentang perlakuan Mama. “Halaaah…, kamu ini, itu semua didoain sama Paman Don. Paman Don itu shalat semalaman untuk doain kamu. Dia itu ibadahnya lebih bagus dari kamu. Shalatnya nggak pernah tinggal, kalau malam kerjanya hanya shalat dan dzikir semalaman. Harusnya kamu berterima kasih sama Paman Don,” Mama mengoceh panjang lebar membela kakak tercintanya. Malas berdebat dengan Mama, aku akhirnya diam saja sampai Mama meninggalkan kamar. Gula, kopi, dan botol kecil yang berisi entah apa itu akhirnya berakhir di kotak sampah tetangga. *** Beberapa bulan yang lalu, saat adikku Dian akan menikah, dia sempat dibuat marah besar oleh kelakuan Mama dan Paman Don. Malam itu, sehari sebelum acara akad nikah, Paman Don datang ke rumah. Mama asyik berbincang dengannya di ruang tamu, lalu lima menit kemudian Paman Don keluar dan mulai menaburkan garam di sekitar rumah kami. Melemparnya juga ke atas genting rumah kami. Dian masuk ke rumah dan mendatangiku dengan menahan tangis. Calon pengantin itu begitu terluka karena acara sakralnya besok harus dikotori dengan ritual semacam itu. Hanya kepada Papa dia berani meluapkan kemarahannya. “Pa, tolong bilang sama Mama. Aku nggak suka kayak gitu. Dosa. Ini acara aku. Mas Adi dan keluarganya itu orang alim, Pa. Aku malu kalau sampai mereka tahu keluarga kitakayak gini!” Dian mengeluarkan semua emosinya kepada Papa hingga air matanya tumpah. Papa hanya diam mendengarkan. Papa tahu kalau dia tidak mampu mencegah Mama. Kalau ia sampai melarang Mama melakukan itu semua, pasti akan terjadi keributan besar dan Papa adalah tipe orang yang memilih diam untuk menghindari pertengkaran.
  • 4. Malam itu, setelah melampiaskan semua kesedihan dan kekecewaannya, aku melihat Dian masuk ke kamar dan membentangkan sajadah. “Shalat yuk, Kak,” ajaknya kepadaku. “Kita doain Mama cepet sadar. Aku nggak mau Mama masuk neraka, Kak. Mama orang baik,” katanya sambil menahan air mata yang hampir tumpah lagi. Besoknya pernikahan Dian berjalan lancar. Kata Mama, ini semua berkat Paman Don. *** Semakin hari, keberhasilan-keberhasilan Paman Don dalam membantu pasien-pasiennya semakin sering terdengar di rumah. Tidak hanya Mama, Papa yang awalnya antipati terhadap Paman Don kini perlahan mengakui “kelebihan” yang dimiliki oleh pamanku itu. “Kamu tahu nggak, dulu, Nenek (sebutanku untuk orang tua Mama) saat lagi di pasar bersama Paman Don yang masih kecil, didatangi oleh seorang kakek tua,” Mama memulai ceritanya kepadaku dan adik-adikku yang selalu diulang-ulang di setiap kesempatan berkumpul bersama keluarga besarnya. “Kakek-kakek yang sepertinya peramal itu ngomong kalau Paman Don itu anak yang berbeda, dia punya kelebihan,” lanjut Mama dengan bangga. “Ternyata, ya ini kelebihannya, kan?! Bisa bantu kita semua,” kata Mama yang dijawab dengan persetujuan kompak dari seluruh keluarga besar yang memang sangat menghormati Mama karena bisa dibilang mamalah yang paling sukses di antara mereka. Akibat informasi tentang kehebatan Paman Don yang setiap saat “dinyanyikan” Mama dan keluarga yang lain, keraguan mulai tumbuh di hatiku. Apa benar Paman Don sehebat itu? Lalu, sedetik kemudian aku heran sendiri karena citra Paman Don mulai berangsur membaik di mataku. Aku tidak menyukai keadaan ini. Aku membencinya kan dari dulu? Dari kecil. *** Pagi ini seiisi rumah dibuat heboh oleh lengkingan tangis Mama. Cincin berlian Mama hilang dicuri dari kotak perhiasannya. Mama sendiri tidak tahu kapan pastinya cincin berlian itu hilang karena dia jarang mengecek simpanan perhiasannya. Suasana pagi itu sungguh mencekam. Penuh kecurigaan terhadap seluruh penghuni rumah. Semua lebih banyak
  • 5. diam, takut salah berucap. Dinginnya suasana rumah saat ini mirip sekali dengan suasana rumah yang baru ditinggal anggota keluarganya menghadap Sang Pencipta. Hening. Dingin. Ditambah dengan isak tangis Mama dan tatapan-tatapan kebingungan. Aku yang mendampingi Mama sedari tadi hanya sibuk membolak-balik isi lemari pakaian Mama yang bagaikan terkena gempa. Sementara Mama, masih dengan isak tangisnya membongkar keluar seluruh isi lemari dengan frustrasi. Lalu tiba-tiba Mama berhenti dari kegiatannya dan seperti teringat sesuatu, dia segera berjalan tergesa menuju meja rias untuk mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat. “Mama tanya Paman Don, Paman Don pasti tahu cincin itu ada di mana dan diambil siapa,” ucapnya kepadaku seolah aku bertanya. Aku hanya mengangguk. Ini bukan waktunya untuk berdebat tentang Paman Don. Tidak lama, ada balasan pesan ke ponsel Mama yang masih belum ia lepas dari tangannya. Balasan pesan itu, ajaibnya langsung membuat Mama semringah. Dia menghentikan semua kegiatannya mengubrak-abrik isi lemari. “Kata Paman Don, cincin itu tidak hilang. Hanya nyelip. Sabar saja, tidak usah dicari nanti juga ketemu,” katanya membacakan isi pesan singkat balasan dari Paman Don. Lagi-lagi aku hanya mengangguk, lalu kutinggalkan Mama yang tampaknya sudah tidak peduli lagi dengan pencarian cincin berliannya. Dia mempercayai sekali kata-kata, “Tidak usah dicari, nanti juga ketemu,” yang keluar dari mulut Paman Don melalui pesan singkatnya. Aku meninggalkan kamar Mama dengan perasaan campur aduk. Lega sekaligus senang. Aku masuk ke kamar, menutup pintu, dan berbaring di tempat tidur. Usai sudah huru-hara pagi ini. Paling tidak, dalam waktu dekat Mama tidak akan heboh lagi dengan kehilangan berliannya. Kuakui, Paman Don sangat berjasa kali ini, dia telah menghilangkan suasana mencekam dan saling mencurigai di dalam rumah. Tapi aku juga senang karena dugaanku tepat bahwa Paman Don tidak sehebat itu. Dia hanya orang biasa yang pintar bicara sehingga banyak orang percaya kepadanya. Buktinya, kali ini ramalannya salah. ***
  • 6. Aku tersenyum sambil memandangi cincin berlian seharga jutaan yang kuambil dari selipan kecil di bawah tempat tidurku. Berlian ini lebih dari cukup untuk membiayai gugatan ceraiku kepada Mas Yoga, pria yang sering kali meninggalkan noda merah dan nyeri di pipiku.