[Ringkasan]
Modul ini membahas pengantar pendidikan kependudukan. Pendidikan kependudukan bertujuan untuk memahami masalah-masalah kependudukan dan kebijakan terkaitnya. Materi pembelajaran meliputi pengertian dan ruang lingkup pendidikan kependudukan, masalah-masalah kependudukan, kebijakan kependudukan dan pembangunan SDM, pendidikan kependudukan dalam program KB, serta sumber data kependudu
Konsep Demografi, Teori Kependudukan dan Penerapan di Beberapa NegaraCut Endang Kurniasih
Powerpoint ini merupakan bagian dari tugas mata kuliah Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH).
Dan pada bagian ini dijelaskan mengenai Konsep Demografi menurut para ahli, Sejarah Perkembangan Demografi, Pembagian Ilmu Demografi, Dinamika Penduduk, Teori Penduduk, Teori Transisi Demografi, Persamaan dan Perbedaan Teori Penduduk, Kelebihan dan Kekurangan Teori, serta Penerapan Teori Penduduk di Beberapa Negara.
Konsep Demografi, Teori Kependudukan dan Penerapan di Beberapa NegaraCut Endang Kurniasih
Powerpoint ini merupakan bagian dari tugas mata kuliah Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH).
Dan pada bagian ini dijelaskan mengenai Konsep Demografi menurut para ahli, Sejarah Perkembangan Demografi, Pembagian Ilmu Demografi, Dinamika Penduduk, Teori Penduduk, Teori Transisi Demografi, Persamaan dan Perbedaan Teori Penduduk, Kelebihan dan Kekurangan Teori, serta Penerapan Teori Penduduk di Beberapa Negara.
Buku Pegangan Guru IPS SMP/MTs Kelas 7 Kurikulum-2013 Edisi Revisi 2014IWAN SUKMA NURICHT
Buku Pegangan Guru IPS SMP/MTs Kelas 7 Kurikulum-2013 Edisi Revisi 2014.
Hak Cipta oleh: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2014
Laporan akhir kkn unusida berdaya. siti robiatul adawiyah D24180122 docxrobiatuladawiyah63
Laporan KKN UNUSIDA BERDAYA 2021
nama : Siti Robiatul Adawiyah
Kelas : PGSD 2018 D
NIM : D24180122
Pondok Pesantren Burhanul Hidayah
Desa Jenggot-Krembung-Sidoarjo
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
buku saku indeks profesionalitas Aparatur Sipil Negara (ASN)
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
1.
2.
3. ii
SAMBUTAN KEPALA PERWAKILAN BKKBN
PROVINSI PAPUA
MASYARAKATPuji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya, Modul
Pendidikan Kependudukan bagi Mahasiswa melalui jalur formal dapat diselesaikan. Materi
ini merupakan salah satu dari materi pendidikan kependudukan yang dikembangkan oleh
Perwakilan BKKBN Provinsi Papua bekerjasama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih tahun 2014.
Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN mengalami
pengayaan muatan program, selain menangani program Keluarga Berencana, juga Program
Pengendalian Penduduk.
Terkait tugas fungsi tentang Pengendalian Penduduk tersebut, diharapkan BKKBN menjadi
rujukan data terutama yang berkaitan erat dengan isu kependudukan, seperti: kesehatan,
pendidikan, ketenagakerjaan, migrasi, dan seterusnya. Buku Modul Pendidikan
Kependudukan ini diterbitkan dengan berorientasi isu-isu kependudukan, antara lain
Perkawinan, Kelahiran (Fertilitas), Kematian (Mortalitas), Migrasi, Kesehatan Reproduksi,
Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS, Keluarga Berencana (KB), Pengarusutamaan
Gender dan Lingkungan Hidup.
Jalur Pendidikan Formal, merupakan jalur yang sangat strategis dan dominan untuk
mengintegrasikan isu-isu kependudukan, karena umumnya para peserta didik khususnya
para mahasiswa akan berperan dalam kurun waktu yang akan datang sebagai pengambil
kebijakan. Sehingga para pengambil kebijakan yang sudah dibekali sejak dini terkait dengan
isu-isu kependudukan tersebut bisa mengambil keputusan dalam pelaksanaan program dari
berbagai bidang dan sektor pembangunan yang memiliki wawasan tentang persoalan
kependudukan, dan pada gilirannya akan menjadikan isu-isu kependudukan tersebut sebagai
salah satu faktor yang akan diperhatikan dan menjadi prioritas progam dalam
pengembangan kebijakan dibidangnya.
Selama ini kesulitan yang dihadapi untuk mengintegrasikan isu-isu kependudukan melalui
jalur formal adalah tidak tersedianya materi, oleh karena itu dikembangkan materi modul
pendidikan kependudukan bagi mahasiswa melalui jalur formal (Perguruan Tinggi), yang
dapat dijadikan sebagai bahan ajar bagi para tenaga pendidikan. Materi ini bersifat materi
dasar, dimana bisa dikembangkan dan menambah hal-hal tertentu dengan konteks yang ada
ditempat. Dalam modul ini topik yang dibahas merupakan isu aktual permasalahan
kependudukan saat ini maupun beberapa tahun yang akan datang.
Akhirnya, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu dalam penyelesaian materi Modul Pendidikan Kependudukan bagi Mahasiswa
ini, khususnya kepada Dekan FKIP UNCEN; Wakil Dekan I FKIP UNCEN, Ketua Koalisi
Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Papua; Team Pengajar FKIP
UNCEN; Kabid Dalduk; Kasubid Kerjasama Pendidikan Kependidikan; para Widya Iswara
Perwakilan BKKBN Papua; beserta team yang telah menyusun materi ini.
4. iii
Semoga materi ini dapat memberikan manfaat bagi pelaksanaan kerjasama pendidikan
kependudukan, dan pembangunan yang berwawasan kependudukan segera terwujud. Kritik
dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan materi ini sangat diharapkan.
Jayapura, November 2014
Drs. NERIUS AUPARAY, M.Si
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
5. iv
SAMBUTAN DEKAN FKIP
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
MASYARAKATPendidikan merupakan salah satu bidang strategis dalam pembangunan sumber daya
manusia (SDM) yang akan datang. Berbagai fakta menunjukkan bahwa ada korelasi antara
pemecahan masalah kependudukan dengan pembentukan sikap yang rasional dan
bertanggungjawab dari seluruh komponen pendidikan.
Pembangunan berwawasan penduduk pasti harus dimulai sejak awal dengan membentuk
pola pikir generasi muda termasuk mahasiswa. Perubahan pola pikir membutuhkan
pengetahuan tambahan menyangkut masalah kependudukan. Dalam tingkat formal, secara
khusus di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sebagai lembaga pendidikan tinggi,
mahasiswa perlu dibekali melalui pendidikan kependudukan.
Penyusunan materi pendidikan kependudukan ini dapat terwujud karena merupakan bagian
dari kerjasama antara Perwakilan BKKBN Provinsi Papua dengan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih tahun 2014. Harapan kami semoga
materi ini dapat mendukung ketersediaan informasi dan referensi bagi pendidikan tinggi di
Provinsi Papua dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan.
Kritik dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan materi ini sangat diharapkan.
Akhirnya kepada semua pihak yang mencurahkan pemikirannya dalam penyusunan materi
dalam modul ini kami haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga bermanfaat.
Jayapura, November 2014
Dr. NOMENSEN ST. MAMBRAKU
Dekan FKIP UNCEN
6. v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya
penyusunan dan penulisan ”Modul Pendidikan Kependudukan bagi Mahasiswa” dapat
terselesaikan dengan baik, mulai dari tahap persiapan, penulisan sampai penyelesaian
akhir.
Modul pendidikan kependudukan ini bertujuan untuk mendukung ketersediaan referensi
bagi mahasiswa agar dapat memahami lebih mendalam tentang berbagai aspek yang
berhubungan dengan kependudukan, sehingga dapat merumuskan alternatif solusi
pemecahannya dan mengimplementasikan dalam kehidupan di masyarakat.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan dan penulisan modul ini, secara khusus kepada:
1. Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih
3. Ketua Koalisi Kependudukan Provinsi Papua
Berbagai saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan, dan akhirnya
semoga modul ini dapat bermanfaat.
Jayaputa, November 2014
TIM Penyusun
7. vi
DAFTAR ISI
Halaman
Sambutan Ka BKKBN …………………………………………………………… ii
Sambutan Dekan FKIP …………………………………………………………… iv
Kata Pengantar …………………………………………………………… v
Daftar Isi …………………………………………………………… vi
Materi-1 Pengantar Pendidikan Kependudukan, oleh Sarwandi dan John
Rahail …………………………………………………………...
1
Materi-2 Perkawinan, oleh Suratminah …………………………………….. 17
Materi-3 Pendekatan siklus hidup keluarga, oleh Suratminah ………………. 22
Materi-4 Kelahiran (fertilitas), oleh Tirza Laura Itaar ……………………….. 30
Materi-5 Kematian (mortalitas), oleh Alfasis Ap …………………………... 42
Materi-6 Migrasi Penduduk, oleh Renny Tumober ………………………… 49
Materi-7 Kesehatan Reproduksi, oleh Dirkson Auparai …………………. 69
Materi-8 Pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, oleh John Rahail … 81
Materi-9 Keluarga Berencana (KB), oleh Slamet Teguh …………………... 98
Materi-10 Pengarusutamaan gender dan penghapusan kekerasan terhadap
perempuan, oleh Alfasis Ap ……………………………………….
104
Materi-11 Lingkungan Hidup, oleh Nelson Pharu …………………………... 110
8. 1
MODUL-1. PENGANTAR PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN
I. Judul
Pengantar Pendidikan Kependudukan
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan pentingnya pendidikan kependudukan
B. Indikator pencapaian kompetensi
1. Mendeskripsikan pengertian dan ruang lingkup pendidikan kependudukan
2. Mendeskripsikan masalah-masalah kependudukan
3. Mendeskripsikan kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan SDM
4. Mendeskripsikan pendidikan kependudukan dalam program KB
5. Mendeskripsikan sumber data kependudukan
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Pemahaman terhadap pembangunan kependudukan dan KB penting dilakukan untuk
menghasilkan ide kemajuan, berkonotasi ke depan atau ke tingkat yang lebih tinggi.
Pembangunan kependudukan dan KB harus dipahami sebagai suatu proses yang
berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial,
sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan
ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan absolut
(Todaro, 1994).
Secara khusus pembangunan telah didefinisikan sebagai pertumbuhan dan sekaligus
perubahan, yang merupakan kombinasi berbagai proses ekonomi, sosial dan politik,
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (United Nations, 1972). Selain pengertian
tersebut, Surna (1992) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai kegiatan-
kegiatan yang direncanakan dalam mengolah sumber daya alam dan sumber daya
manusia dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk
kelangsungan hidup manusia.
Pembangunan kependudukan dan KB yang memihak pada rakyat adalah suatu situasi
dimana pemerintah dapat melaksanakan pembangunan yang hasilnya dapat dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat menuju perwujudan keluarga sejahtera dan berkualitas,
termasuk penduduk miskin. Pembangunan kependudukan dan KB yang memihak rakyat
dan dilakukan dengan pendekatan yang kontekstual akan memberikan kesempatan yang
sebesar-besarnya kepada rakyat untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan.
Pembangunan kependudukan dan KB yang memihak rakyat memiliki tujuan
mengangkat harkat dan martabat dalam kerangka keluarga berkualitas agar dapat
melaksanakan seluruh hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Penduduk suatu negara merupakan komponen yang penting dalam kelangsungan
pembangunan nasional negara tersebut, termasuk pembangunan kependudukan dan KB.
9. 2
Berbagai pertimbangan mengapa penduduk menjadi salah satu aspek yang sangat
strategis dalam pembangunan adalah:
1. Penduduk adalah titik sentral pembangunan. Pembangunan dilakukan dan dinikmati
oleh penduduk. Keberhasilan suatu negara dalam melaksanakan pembangunan dapat
dilihat dari meningkatnya kesejahteraan fisik maupun psikis dari rakyatnya.
2. Keadaan penduduk dilihat dari kuantitas dan kualitasnya sangat berpengaruh bagi
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penduduk yang berkualitas menjadi pendorong
percepatan pertumbuhan ekonomi, sebaliknya bila penduduk yang ada memiliki
kualitas yang rendah, maka mereka akan memperlambat tercapainya tujuan
pembangunan nasional.
3. Dinamika perubahan kuantitas dan kualitas penduduk berdampak tidak langsung
terhadap kelangsungan pembangunan nasional. Keadaan penduduk saat ini akan
berdampak kelangsungan pembangunan nasional satu generasi yang akan datang.
Pembangunan yang memihak rakyat selain menggambarkan hubungan yang kuat antara
pembangunan dan penduduk, juga memiliki dampak yang lebih baik terhadap
lingkungan. Pembangunan yang memihak pada rakyat akan memprioritaskan
peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Penduduk yang sejahtera dapat
dilihat antara lain dalam meningkatnya tingkat kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.
Penduduk yang telah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih bijaksana
dalam mengelola sumber daya alam, sehingga sumber daya alam (SDA) yang dimiliki
negara dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk generasi di masa mendatang.
Pemanfaatan sumber daya alam haruslah memperhatikan kelestarian lingkungan yang
mengacu pada kelestarian fisik dari ketersediaan sumber daya alam bergantung kepada
peran pemerintah dalam membuat kebijakan dan menjalankan pembangunan yang
ramah lingkungan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara.
V. Materi pembelajaran
A. Pengertian dan ruang lingkup pendidikan kependudukan
B. Masalah-masalah kependudukan
C. Kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan SDM
D. Pendidikan kependudukan dalam program KB
E. Sumber data kependudukan
VI. Metode, Alat bantu dan Sumber Belajar
A. Metode : Ceramah, tanyajawab, penugasan dan diskusi kelompok
B. Alat bantu/media: LCD proyektor, karton manila
C. Sumber belajar:
1. Adioetomo Sri Moertiningsih dan Omas B Samosir., 2011, Dasar-dasar
demografi, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitsa Cenderawasih
(LD-FEUI), Jakarta.
2. David Lucas, dkk. 1990. Pengantar Kependudukan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
3. Faturochman, Wicaksono Bambang, Setiadi, Latief Syahbudin., 2004, Dinamika
Kependudukan dan Kebijakan, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
4. Jones Gavin dan Yulfita Raharjo., 1998, Penduduk, Lahan dan Laut (Tantangan
pembangunan di Indonesia Timur), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
5. Rarahim Andarus., 2010, Kedudukan dan Peran Pendidikan Kependudukan
dalam mendukung Program KB Nasional, BKKBN Pusat, Jakarta.
10. 3
VII. Langkah Pembelajaran (setiap sesi sudah ditentukan waktunya)
Tahapan Kegiatan Kegiatan
Kegiatan Awal/
Pendahuluan (10’)
a. Salam
b. Mengamati gambar berbagai fakta dinamika kependudukan
c. Tanyajawab tentang berbagai fakta dinamika kependudukan
Kegiatan Inti (70’) a. Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik bahasan
pendidikan kependudukan
b. Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan tentang berbagai dinamika kependudukan
c. Peserta didik melakukan diskusi kelompok
d. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
Kegiatan Akhir/
Penutup (10’)
a. Peserta didik membuat laporan hasil diskusi
b. Pengajar memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah (PR)
c. Pengajar memberikan pesan-pesan moral sehubungan dengan
aktivitas
d. Pengajar memberikan penghargaan kepada kelompok yang
kerjanya bagus, dan memberikan nasehat untuk
penyempurnaan bagi kelompok yang kurang bagus.
e. Pengajar memberikan evaluasi terhadap proses dan materi
yang telah diberikan
IX. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
Format Penilaian Hasil Laporan
No. Nama
Aspek Penilaian Skor
NilaiKerjasama Kebenaran
Jawaban
Cara kerja
11. 4
MATERI PEMBELAJARAN (1)
A. Ruang lingkup pendidikan kependudukan
Pemecahan masalah kependudukan harus dilakukan secara terencana, sistematik dan
terpadu dalam jangka panjang dengan mengikutsertakan bidang dan sector
pembangunan yang terkait termasuk pendidikan. Kepeloporan ahli pendidikan pada
tahun 1970-an dengan program pendidikan kependudukan untuk ikut memecahkan
masalah kependudukan memberikan kontribusi penting terhadap pembentukan sikap
dan perilaku generasi muda dalam mempercepat proses peningkatan kesejahteraan
rakyat dan pembangunan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Proses perjalanan
sejarah yang tidak boleh dilupakan dalam ikut mensukseskan program KB di Indonesia.
Masalah kependudukan adalah masalah kita sekarang dan yang akan datang. Masalah
yang harus dipahami dan dimengerti oleh generasi muda bangsa. Pendekatan pendidikan
memegang peranan penting dalam memecahkan masalah kependudukan (demografi),
kesejahteraan (ekonomi), demokrasi dan hukum (politik) serta lingkungan hidup
(ekologi).
Seluruh kegiatan itu ditujukan untuk merumuskan definisi, garis besar materi dan
metode pendekatan pengajaran pendidikan kependudukan baik program sekolah, luar
sekolah maupun di pendidikan tinggi (FKIP). Materi pendidikan kependudukan
memang berkaitan dengan pendidikan seks, pendidikan kesejahteraan keluarga,
pendidikan keluarga berencana dan demografi. Namun demikian tidak berarti identik
dengan pendidikan kependudukan. Diakui bahwa materi pendidikan kependudukan
berkaitan dengan materi mata pelajaran di atas, tetapi terdapat perbedaan yang cukup
mendasar. Titik berat pendidikan kependudukan adalah pada penyampaian pengetahuan
tentang teori dinamika penduduk, ditambah dengan identifikasi factor-faktor penyebab
dan penghambat pertambahan penduduk, apa pengaruh negative dan positif yang
ditimbulkannya pertambahan penduduk yang cepat terdapat kehidupan individu,
keluarga, masyarakat dan negara serta lingkungan hidup.
Pendidikan kependudukan bukan nama baru dari pendidikan tentang seks, pendidikan
untuk pakai kontrasepsi, pembatasan kelahiran dan pendidikan KB. Pendidikan
kependudukan lebih menekankan pada ‘pemberian argumentasi secara rasional’ tentang
keterkaitan (dampak negative dan positif) pertambahan penduduk yang cepat terhadap
kualitas kesejahteraan hidup keluarga dan masyarakat. Pendidikan kesejahteraan
keluarga lebih menitik beratkan pada usaha pemenuhan kebutuhan fisik materil
keluarga. Sedang pendidikan KB lebih diarahkan untuk orang menerima/memakai
metode kontrasepsi untuk menjarangkan atau membatasi kelahiran. Pendidikan
demografi akan mengajarkan tentang konsep kualitas, kuantitas dan mobilitas penduduk
di suatu wilayah/negara.
Dasar pemikiran itu selanjutnya telah memberikan garis besar isi materi (substansi)
pendidikan kependudukan di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Latar belakang yang melandasi perlunya pengajaran program pendidikan
kependudukan dilandasi setidak-setidaknya oleh 3 pertimbangan penting sebagai
berikut:
12. 5
- Pendidikan kependudukan dapat membantu kebijaksanaan pemerintah dalam
mensukseskan program pemecahan masalah kependudukan terutama;
transmigrasi, kesehatan dan keluarga berencana (migrasi, mortalitas dan
fertilitas)
- Pendidikan kependudukan akan memberikan landasan pemikiran dan
pemahaman serta argumentasi yang kuat (logis dan rasional) bagi masyarakat
untuk melaksanakan ketiga program pemecahan masalah kependudukan di atas.
- Pendidikan kependudukan akan memberikan pengetahuan untuk membentuk
sikap dan perilaku masyarakat terutama anak/siswa yang rasional dan
bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah penduduk dalam rangka
peningkatan kesejahteraan keluarga, masyarakat dan bangsa serta negara sesuai
dengan cita-cita NKRI.
b. Rekomendasi pokok berisi; perlu dilakukan pembinaan tenaga khusus untuk bidang
pendidikan kependudukan, penyusunan bahan instruksional pendidikan
kependudukan, pelatihan guru pendidikan kependudukan, pendidikan kependudukan
luar sekolah, dan pendidikan kependudukan di bidang hukum.
c. Kesimpulan berupa; inventarisasi factor pendorong dan penyebab pro dan anti
natalitas; identifikasi factor penghambat dan pendukung pengajaran pendidikan
kependudukan berikut alternative upaya mengatasinya seperti; elaborasi isi materi
bahan pengajaran pendidikan kependudukan untuk program sekolah, luar sekolah
dan perguruan tinggi (FKIP).
Para ahli kependudukan mengemukakan bahwa masalah kependudukan di Indonesia
menghadapi sekurang-kurangnya 4 hal, yang perlu diajarkan dalam materi pendidikan
kependudukan, yaitu :
a. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat akibat kelahiran yang tinggi, sedang angka
kematian secara bertahap mulai dapat dikendalikan dengan sistem pelayanan
kesehatan dan pencegahan penyakit menular semakin baik. Pada tahun 1970-an
tingkat kelahiran berkisar antara 2,7-2,8 persen per tahun sehingga diperkirakan
sekitar 11 bayi lahir/menit. Periode kelahiran tinggi “baby boom” yang berpengaruh
terhadap pertambahan penduduk tahun 1980-an. Karena itu, pertumbuhan penduduk
disebabkan angka kelahiran yang tinggi harus dapat diturunkan agar tidak bertambah
lebih cepat lagi dalam kurun waktu dasawarsa berikutnya.
b. Persebaran penduduk yang tidak merata antara satu pulau dengan pulau lain, di
seluruh wilayah Republik Indonesia lebih dari 60 persen penduduk tinggal di pulau
Jawa yang hanya memiliki luas kurang dari 7 persen dari luas wilayah daratan di
Indonesia. Di tahun 1970-an kepadatan penduduk di Jawa dan Bali sudah mendekati
angka 600 jiwa per-km2
, bandingkan di Sumatera sekitar 30 jiwa dan Irian Barat
(Papua) baru sekitar 4-5 jiwa per-km2
. Kepadatan penduduk yang tidak seimbang
pada suatu ketika akan menyebabkan kemampuan dan keseimbangan daya dukung
alam di Jawa-Bali akan rusak dan menyebabkan bencana bagi kehidupan manusia.
c. Komposisi penduduk banyak berusia muda. Tidak kurang dari sekitar 45 persen
penduduk Indonesia berusia di bawah 15 tahun. Kelompok usia yang belum
produktif, tetapi kenyataannya mereka banyak tidak sekolah dan membantu orang
tua memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam konsep demografi, usia itu
merupakan beban bagi usia produktif (15-45). Usia itu seharusnya masih bersekolah
apabila ingin membangun sumber daya manusia yang terdidik agar kelak dapat
menjadi tenaga kerja terdidik dan menjadi tenaga yang berguna bagi pembangunan
bangsa dan negara.
d. Gejala lain adalah arus urbanisasi dari desa (kampung) ke kota sangat besar.
Pertambahan penduduk kota yang tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan yang
13. 6
memadai kelak akan menjadi beban bagi lingkungan pemukiman, perumahan,
lapangan kerja dan sanitasi. Usaha pembangunan perkotaan menjadi sulit karena
derajat hidup, kesehatan, dan pendapatan penduduk yang rendah akan menjadi
beban pemerintah kota. Penduduk yang pindah dari desa (kampung) ke kota tidak
siap menghadapi berbagai tantangan dan persaingan yang keras dalam kehidupan
masyarakat kota sehingga menimbulkan daerah miskin perkotaan (slum areas),
kriminalitas yang meningkat, dan penyandang masalah sosial bertambah.
B. Masalah-masalah kependudukan
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mulai disadari banyak pihak dapat menjadi
masalah besar yang dihadapi, terutama di negara sedang berkembang dengan taraf hidup
lebih miskin dan tertinggal. Malthus, seorang ahli ekonomi-demografi telah
mengingatkan bahwa pertumbuhan penduduk terjadi seperti deret ukur (1,2,4,8,16 dan
seterusnya) sedang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat seperti deret hitung
(1,2,3,4,5 dan seterusnya). Hal itu terjadi, karena pembangunan di satu sisi telah berhasil
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, sedang pada sisi lain tingkat
kesehatan dan kesuburan juga bertambah baik. Akibatnya angka kelahiran meningkat,
sebaliknya angka kematian akan menurun disertai dengan usia harapan hidup semakin
panjang. Kecendrungan jumlah yang lahir tidak lagi seimbang dengan jumlah yang mati.
Pertumbuhan ekonomi tetap lamban karena karena berbagai faktor ikut mempengaruhi
baik bersifat lokal, nasional maupun global. Belum lagi akibat iklim atau bencana alam
yang tidak mudah diprediksi oleh kemampuan manusia. Itulah sebabnya, banyak
ditemui dalam satu keluarga bisa terdiri dari 3 sampai 4 generasi vertikal.
Tekanan masalah kependudukan itu terus meningkat yang menyebabkan banyak negara
(pemerintahan) yang menghadapi kesulitan dalam menyediakan kebutuhan dasar
penduduk seperti pangan, sandang, papan dan pekerjaan serta pendapatan rakyat.
Kondisi itu apabila dibiarkan dapat menimbulkan ketidakstabilan politik dan keamanan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu, pada periode tahun
1960-an, banyak para ahli yang memprediksi bahwa kelangsungan hidup umat manusia
akan menghadapi ancaman besar apabila pertambahan penduduk tidak dikendalikan
oleh negara. Untuk itu PBB telah mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan
konferensi kependudukan yang berhasil menyepakati ‘Deklarasi Kependudukan se
Dunia’ (1967) dengan inti bahwa upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk perlu
dilakukan terutama bagi negara sedang berkembang agar dapat meningkatkan laju
pembangunan sejajar dengan negara maju. Kesepakatan itu digaris bawahi Paul R.
Ehrlich dalam bukunya yang terkenal berjudul ‘The Population Bomb’ (1986).
Digambarkan betapa perlunya diatur keseimbangan antara tingkat kelahiran dan
kematian penduduk agar proses pembangunan dapat berjalan lebih cepat dan efektif.
Program menekan angka kematian sekecil mungkin adalah merupakan tujuan dan
sekaligus dampak dari pembangunan yang berhasil. Salah satu indikator pembangunan
sumber daya manusia adalah semakin rendah angka kematian dan semakin panjang usia
harapan hidup warganya. Pertambahan usia harapan hidup adalah pengaruh kualitas
kesehatan yang meningkat, terutama pada penyediaan pangan dan pelayanan kesehatan
yang semakin baik seperti perbaikan gizi, imunisasi dan kampanye ‘pola hidup sehat’
dan sebagainya. Perbaikan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan hingga sampai
kepedesaan, pemberantasan penyakit menular, penyakit kronis, dan penemuan berbagai
jenis obat serta teknik teknologi pengobatan, telah berhasil menurunkan angka
kesakitan/kematian penduduk. Selisih antara angka kelahiran dan kematian itu semakin
14. 7
lama semakin besar, yang menyebabkan jumlah penduduk terus bertambah dengan
pesat. Di negara maju hal itu tidak terjadi lagi karena tingkat pendidikan penduduk
relatif baik dan hidup berkeluarga sudah direncanakan dengan baik pula. Keadaan itu
dipengaruhi oleh pola hidup mereka yang rasional dan bertanggungjawab, termasuk
dalam menentukan usia kawin dan jumlah anak yang ideal, sudah direncanakan sebelum
nikah. Kondisi itu berbeda dengan di masyarakat sedang berkembang dan tradisional
yang beranggapan bahwa jumlah anak diatur oleh Yang Maha Kuasa, manusia harus
terima apa adanya dan pasrah kepada nasib.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut bila tidak diimbangi dengan
pertumbuhan ekonomi tinggi untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk, maka tingkat
pendapatan rendah akan menyebabkan bertambahnya pengangguran, kemiskinan dan
keterbelakangan masyarakat atau negara. Dengan meningkat proporsi jumlah penduduk
miskin dan menganggur menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rakyat di negara itu
rendah (miskin). Keadaan itu adalah indikator umum dalam mengukur kemajuan suatu
masyarakat (negara).
Apabila ekonomi dan penduduk adalah faktor determinan dalam memacu kemajuan
suatu masyarakat dan bangsa, maka langkah kebijaksanaan pembangunan untuk
mempercepat usaha peningkatan taraf hidup rakyat dengan pertumbuhan ekonomi di
satu sisi dan usaha mengendalikan laju pertumbuhan penduduk melalui pengendalian
angka kelahiran pada sisi lain. Keduanya harus dilakukan secara simultan dan
terintegrasi. Kebijaksanaan itu harus menjadi komitmen pemerintah, dan dalam
pelaksanaannya didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Kebijaksanaan itu masih
perlu dilakukan dalam pembangunan Indonesia untuk kurun waktu 25-50 tahun yang
akan datang mengingat hasil Sensus Penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia
yang sudah di atas 206 juta jiwa. Dengan angka kelahiran 2,6 dan pertumbuhan
penduduk 1,3% pertahun maka diperkirakan penduduk Indonesia setiap tahun
bertambah sekitar 3,5-3,7 juta jiwa. Suatu jumlah yang tidak kecil dan harus
dipenuhikebutuhan hidup minimalnya oleh pemerintah.
Dalam kebijaksanaan rencana pembangunan nasional baik jangka pendek maupun
jangka panjang dengan melaksanakan kedua pilihan itu secara simultan. Ekonomi harus
tumbuh dengan cepat dalam rangka mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan, seiring
dengan itu dilakukan upaya pengaturan kelahiran juga harus dilakukan dengan berhasil
agar kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan. Pembangunan nasional yang diarahkan
untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan rakyat memerlukan investasi dan
tekonologi dengan dana yang cukup besar. Partisipasi semua pihak demi kepentingan
bangsa dan negara juga harus dikutsertakan guna mempercepat pencapaian hasil
tersebut. Kesadaran bernegara yang dilandasi oleh semangat gotong royong harus terus
dibina untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil, makmur dan merata sesuai
amanat oleh UUD 1945. Kekompakan itu sudah pernah dicontohkan oleh para pejuang,
pahlawan dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam
memerdekakan tanah air dan mengisi kemerdekaan 17 Agustus tahun 1945.
Letak dan kondisi geografis Indonesia merupakan wilayah kesatuan kepulauan terluas di
dunia dengan jumlah penduduk terbesar ke-5 di dunia (sekarang ke-4). Dengan lokasi
sangat strategis serta memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar dibanding negara
lain. Bila tingkat kesejahteraan rakyatnya rendah (miskin) maka pasti ada yang salah
dalam mengurus dan pengelolaan bangsa dan negara ini. Karena itu, fondasi
perencanaan pembangunan nasional perlu suatu kebijaksanaan yang terpadu dan
15. 8
strategis dengan bertitik tolak pada pemecahan masalah kependudukan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik dan bertanggungjawab. Penduduk sebagai unsur dinamis
yang perlu dikendalikan pertumbuhannya dan ditingkatkan kualitasnya. Keadaan
geografis dan sumber daya alam sebagai unsur statis harus dikelola dan dimanfaatkan
dengan baik dan bertanggung jawab agar pelestarian dan keseimbangan ekologi tetap
dapat dipelihara untuk diwariskan kepada generasi berikutnya. Kedua hal itu merupakan
faktor instrumental yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan
daerah, apabila Indonesia ingin bisa sejajar dengan negara maju lainnya, termasuk di
lingkungan negara anggota ASEAN.
Ketika Indonesia dilanda krisis politik dan ekonomi dengan inflasi di atas 60%
dipertengahan tahun 1960, sudah merupakan titik krisis bagi keutuhan bangsa dan
negara. Kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, terdiri dari aneka ragam suku,
etnis, ras, adat-istiadat, budaya dan agama, sangat rentan timbul perpecahan atau
disintegrasi nasional. Sumber perpecahan dapat timbul dari dalam negeri karena merasa
tidak puas dengan kebijaksanaan pemerintah secara nasional atau dari luar negeri ketika
ada yang ingin mengambil keuntungan dari posisi geografis dan kekayaan sumber daya
alam yang kita miliki. Salah satu keputusan strategis yang ditempuh pemerintah waktu
itu adalah menetapkan perlu ada program pemecahan masalah laju pertumbuhan
kependudukan melalui program KB Nasional.
Keputusan itu sekaligus merupakan tindaklanjut kesepakatan internasional dalam
Deklarasi Kependudukan PBB (1967) di New York. Pelaksanaan program KB Nasional
untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup
rakyat. Suatu keputusan yang berani dan strategis untuk mempercepat keberhasilan
pembangunan. Bentuk kegiatan dan pola pendekatan dalam pelaksanaannya tetap harus
disesuaikan dengan kondisi aktual dan latar belakang sosial budaya, ekonomi dan
keyakinan masyarakat dan negara-negara masing-masing. Karena itu dalam tiap
pertemuan internasional tentang kependudukan di Bukarest (1974), di Meksiko (1984)
dan Cairo (1994) selalu ada pasal (article) tersebut. Dalam Konferensi Internasional
Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan (ICPD) di Cairo ketentuan itu
dirumuskan sebagai berikut :
‘…mengingat bahwa rumusan dari pelaksanaan berbagai bentuk kebijaksanaan kependudukan
adalah menjadi tanggung jawab setiap negara, dan harus memperhatikan kondisi ekonomi sosial dan
perbedaan lingkungan darin setiap negara serta menghormati nilai-nilai agama dan etika, latar
belakang kebudayaan dan keyakinan filosofi penduduknya…’2
Pemerintah sejak semula telah bertekad dalam penerapan kebijaksanaan kependudukan
dan KB bersama masyarakat tidak boleh dilakukan dengan paksaan (force or threat).
Pelaksanaan program harus dengan persuasif, informatif dan komunikatif agar
masyarakat dapat menerimanya dengan penuh pengertian dan tanggung jawab baik
dilihat dari kepentingan mikro (keluarga), messo (masyarakat) maupun makro
(nasional). Konsep pemikiran itulah yang mendorong dan menjadi aspirasi agar
pelaksanaan program KB dilakukan melalui berbagai pendekatan seperti sosial,
ekonomi, budaya dan agama. Salah satu diantaranya melalui dunia pendidikan melalui
program ‘pendidikan kependudukan’. Program pendidikan kependudukan diajarkan
melalui jalur formal sekolah, jalur non-formal luar sekolah dan perguruan tinggi
terutama yang bertugas untuk mendidik calon tenaga pendidik atau guru seperti FKIP.
Pendidikan kependudukan diajarkan kepada anak didik/siswa agar mengetahui dan
memahami tentang penyebab pertambahan penduduk serta akibat yang
16. 9
ditimbulkannyaterhadap kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat di suatu wilayah atau
negara. Pengaruh negatif dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan
menyentuh berbagai aspek kehidupan seperti tingkat kesejahteraan ekonomi, kesehatan,
pendidikan, sosial budaya, penyediaan lapangan kerja dan daya dukung alam serta daya
tampung lingkungan. Kepadatan penduduk yang tinggi baik langsung atau tidak
langsung akan merusak keseimbangan alam karena dipakai untuk perumahan, pabrik/
industri, fasilitas publik dan usaha pertanian.
Karena program ini adalah program kependidikan, maka penyampaian materi
pendidikan, kependudukan harus dilakukan secara rasional, terbuka, persuasif dan
edukatif agar mereka sadar akan pengaruhnya bagi kualitas kehidupan masyarakat.
Kesadaran yang rasional dan bertanggungjawab untuk ikut serta dalam upaya
pengendalian laju pertumbuhan penduduk dalam rangka peningkatan kesejahteraan
rakyat dan keluarganya sekarang atau yang akan datang. Pada sisi lain, penyadaran
masyarakat perlu juga dilakukan melalui penataran (diklat) yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah atau swasta, melalui penyuluhan sosial, agama dan budaya bersama
pemuka masyarakat. Untuk program langsung dilakukan melalui penyuluhan dan
penerangan (KIE-KB) dan pelayanan kontrasepsi bagi pasangan usia subur terutama
bagi istrinya yang masih berusia 15-45 tahun (usia reproduktif) agar dapat menggunakan
salah satu alat atau metode kontrasepsi guna mengatur jumlah dan jarak kehamilannya.
Pengguna alat kontrasepsi tidak harus istri, dapat juga suami sesuai dengan komitmen
mereka dan ketersediaan alat yang ada di tempat pelayanan.
Pembangunan bidang ekonomi harus terus diupayakan dengan meningkatkan
pendapatan negara (GNP), meskipun selalu menghadapi persaingan regional dan global
yang semakinn ketat antar negara. Persaingan tidak hanya terjadi antara negara maju,
juga antara negara maju dengan negara berkembang atau antar negara berkembang itu
sendiri. Persaingan dalam merebut pasar atau penguasaan sumber daya ekonomi,
kekayaan alam dan sebagainya tidak jarang menimbulkan konflik regional atau global.
Persaingan itu tidak jarang menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan kestabilan
dalam suatu negara atau satu wilayah regional. Persaingan itu dapat memicu krisis, baik
krisis politik atau krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008. Krisis
sumber daya alam seperti meningkatnya harga bahan energi (minyak) yang sangat
diperlukan untuk mendukung kehidupan sosial ekonomi negara. Pemenuhan kebutuhan
tersebut dapat mengundang berbagai konflik kepentingan dalam hubungan antar negara.
Konflik bersenjata dapat menjadi faktor pendorong ‘kemiskinan’ atau sebaliknya
kemiskinan dapat menimbulkan ‘kerusuhan’ dan instabilitas hidup bermasyarakat.
Konflik hanya akan menguntungkan negara yang memproduksi dan menjual senjata.
Keadaan itu yang menyebabkan negara maju semakin kaya dengan kemampuannya
menguasai sumber alam dan ekonomi dunia. Sebaliknya negara miskin akan semakin
tertinggal meskipun memiliki sumber daya alam dan penduduk yang besar.
Di negara maju, laju pertumbuhan penduduk sudah cukup terkendali sejalan dengan
tingkat kesejahteraan dan pendidikan rakyat yang semakin baik. Kesehjateraam
ekonomi dan kemajuan pengetahuan serta teknologi telah menyadarkan setiap orang
untuk merencanakan jumlah dan jarak kehamilan secara sukarela. Kehadiran anak
sebagai wujud dari cinta dan kasih sayang sangat diharapkan, tetapi tidak perlu dalam
jumlah yang banyak, cukup satu, dua atau paling banyak tiga anak dalam satu keluarga.
Bagi masyarakat maju anak banyak dan sering melahirkan dianggap sebagai beban dan
tanggung jawab. Sebaliknya di negara atau kelompok masyarakat miskin dan
terbelakang, anak sering dianggap sebagai modal tenaga kerja atau jaminan hari tua.
17. 10
Apabila anak sebagai simbol pengikat kasih sayang, maka jumlah bukan tujuan.
Sebaliknya bila anak dianggap sebagai modal tenaga kerja, maka jumlah menjadi
penting. Padahal dalam naluri orangtua (keluarga) selalu ada harapan agar ‘kehidupan
masa depan anak dapat lebih baik daripada keadaan dirinya’. Di masyarakat miskin
dan terbelakang, setiap keluarga senang punya banyak anak karena akan membawa
kegunaan (manfaat) sebagaimana sering diungkapkan dengan ‘banyak anak, banyak
rezeki’. Ada keyakinan bahwa setiap anak akan membawa rezekinya sendiri. Pandangan
itu tidak mutlak salah, tetapi untuk memperoleh rezeki tersebut harus dilakukan dengan
usaha dan kerja keras.
Usaha dan kerja keras yang menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Karena itu,
usaha dan kerja keras harus didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sikap
dan perilaku yang kreatif, inovatif, disiplin, maju dan mandiri. Kenyataanya bila tidak
didukung oleh sikap tersebut, maka taraf hidup dan kesejahteraan sulit ditingkatkan dan
dipenuhi. Kenyataanya setiap tambah anak berarti tambah persediaan kebutuhan seperti
makanan, pakaian, gizi, kesehatan, pendidikan, perumahan, pekerjaan dan sebagainya.
Keluarga yang memiliki anak banyak sering mengabaikan nasib masa depan dan hak
anak karena tidak memberikan perawatan, pengasuhan, pendidikan dan kesejahteraan
anak dengan baik dan wajar. Orang tua mengabaikan kebutuhan anak telah melanggar
hak-hak anak seperti tercantum dalam konvensi hak anak PBB (Convension of the Right
of the Child-1989).
Pada masyarakat maju mereka secara sadar, rasional dan bertanggungjawab telah
mengambil inisiatif untuk mengendalikan angka kelahiran melalui berbagai cara seperti:
pendewasaan usia kawin atau menggunakan alat kontrasepsi untuk mengatur jumlah dan
jarak kelahiran. Sebaliknya di masyarakat miskin-tradisional, berlomba menambah
jumlah anak karena belum mampu berpikir rasional dan bertanggung jawab. Anak laki-
laki dan perempuan cenderung dikawinkan di usia muda agar terbebas dari beban
ekonomi dan tanggungjawab orang tua. Ketika anak di usia remaja dikawinkan, padahal
mereka belum memiliki pekerjaan atau penghasilan yang tetap, maka tindakan itu secara
langsung atau tidak langsung telah menambah keluarga miskin baru dalam masyarakat.
Kondisi itu semakin berat bila keluarga muda itu langsung punya anak, sedang secara
ekonomi, psikologis dan sosial belum siap menjadi orang tua yang bertanggungjawab.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan dapat membahayakan kemajuan dan
kesejahteraan suatu komunitas masyarakat, bangsa atau negara. Kondisi tidak seimbang
antara penduduk dan daya dukung alam juga akan membahayakan kelangsungan hidup
manusia. Kerusakan lingkungan dan daya dukung alam telah menimbulkan berbagai
rencana yang bisa mengancam keselamatan dan kelangsungan hidup manusia.
Pemikiran di atas, ditindaklanjuti oleh para ahli demografi seperti Lorimer dan Osborn
(Amerika, 1943), menganjurkan perlu ada pembinaan sikap dan perilaku masyarakat
yang sadar tentang pengaruh laju pertambahan penduduk terhadap usaha meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Pembinaan sikap dilakukan melalui perubahan
pola pikir, pola sikap dan perilaku yang dilakukan sejak dini baik dikalangan terbatas
maupun umum. Proses itu dilakukan melalui kegiatan pembelajaran masyarakat yang
sistematik, bertahap dan berkelanjutan. Hauser (1960) seorang ahli demografi Amerika,
memperjuangkan pengajaran masalah kependudukan agar dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah. Setiap anak diharapkan telah memiliki persepsi dan pandangan yang
positif dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi perkembangan masalah
kependudukan sejak dari lingkungan keluarga, masyarakat dan negara masing-masing.
18. 11
Pandangan itulah yang memberikan aspirasi perlunya pengajaran pendidikan
kependudukan dalam sistem pendidikan.
Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil terletak di garis
khatulistiwa, beriklim tropis serta sering disebut sebagai jantung dunia. Hanya sekitar
3.000 pulau yang dihuni penduduk, sisanya masih kosong atau didatangi penduduk
secara musiman untuk mencari sumber kehidupan. Lebih dari 67% penduduk tinggal di
Jawa yang memiliki luas daratan kurang dari 7% sehingga secara demografis, Indonesia
menghadapi masalah kependudukan yang cukup berat. Masalah demografis baiuk
ditinjau dari pertumbuhan, penyebaran dan komposisi usia. Tambahan lagi Indonesia
memiliki aneka ragam suku, etnis, budaya, ras, keyakinan, dan latar belakang sosial,
budaya, bahasa serta taraf ekonomi dan pendidikan. Semangat dan jiwa persatuan dan
kesatuan yang menjadi perekat satu bangsa dan satu tanah air, antara lain karena rasa
senasib dan sepenanggungan serta solidaritas ketika dijajah oleh Belanda, Inggris,
Portugis dan Jepang dalam jangka waktu cukup lama.
Untuk menyatukan semangat itu, para pejuang dan pendiri kemerdekaan bangsa ini
menggunakan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” atau berbeda-beda tetapi tetap bersatu
dan bersama mengatasi berbagai persoalan. Ungkapan itu dipergunakan untuk
membangun semangat mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional di atas
kepentingan golongan/kelompok yang berbasis suku, agama atau kedaerahan. Jiwa dan
semangat itu mulai luntur karena kurang dipahami maknanya dan kurang ditanamkan
kepada generasi muda. Setelah lebih 60 tahun merdeka banyak kemajuan pembangunan
yang telah dicapai, meskipun pada sisi lain terjadi kemunduran terutama pada semangat
toleransi, solidaritas dan setiakawan antar sesama anak bangsa. Keadaan itu dapat dilihat
dengan munculnya gerakan separatisme atau rasa kedaerahan, terutama di era reformasi
dan otonomi daerah.
Secara demografis maka masalah kependudukan di Indonesia dapat dikelompokkan dan
dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk yang besar, pada tahun 1960, penduduk Indonesia baru berjumlah
sekitar 69 juta jiwa dan menurut hasil SP tahun 2000 berjumlah 206,3 juta jiwa dan
diperkirakan pada tahun 2010 nanti akan berjumlah diatas 234 juta jiwa.
Keberhasilan program KB dalam periode tahun 1970-1990 telah menurunkan angka
fertilitas dari 5,6 (1970) menjadi 2,8 (1990). Dari kondisi tersebut setiap tahun
penduduk Indonesia terus bertambah antara 3-4 juta jiwa atau lebih besar daripada
jumlah penduduk negara Singapore. Posisi Indonesia sudah menduduki peringkat
ke-4 penduduk terbesar di dunia di bawah China, India dan Amerika Serikat.
2. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, laju pertumbuhan penduduk secara
sederhana terjadi adalah merupakan hasil dari jumlah angka kelahiran dikurangi
dengan jumlah angka kematian. Apabila angka kelahiran lebih tinggi sedangkan
angka kematian rendah maka laju pertumbuhan penduduk akan banyak. Penduduk
Indonesia menurut SP tahun 1970 baru berjumlah sekitar 119 juta, di tahun 1980
bertambah menjadi 147 juta dan menurut SP tahun 1990 telah bertambah menjadi
197 juta. Berdasarkan hasil SP tahun 200, jumlah penduduk Indonesia sudah
mencapai 206,3 juta jiwa dan ahli demografi memproyeksikan jumlah itu akan
mencapai 234-235 jutra pada tahun 2010 yang akan datang.
3. Komposisi penduduk usia muda, Indonesia sampai tahun 1990, memiliki komposisi
dalam piramida penduduk usia muda, yang lebar di bawah dan kecil di atas.
Penduduk usia muda akan memberikan kontribusi terhadap pertambahan jumlah
penduduk ketika menikah dan melahirkan. Berbeda dengan negara maju, bentuk
19. 12
piramida penduduk sudah terbalik, yaitu lebar di tengah, kecil di bawah dan di atas
sehingga laju pertumbuhan penduduk dapat seimbang. Setelah tahun 1990, piramida
penduduk usia muda mulai berkurang, apabila program KB dan pendukungnya tidak
berjalan ada kemungkinan kelompok umur muda akan kembali bertambah.
4. Penduduk menganut nilai pro-natalis, jumlah dan jarak kelahiran anak pada
mayoritas masyarakat Indonesia dibiarkan berlangsung secara alami. Pandangan
masyarakat selama ini mempergunakan semboyan ‘banyak anak banyak rezeki’,
‘anak adalah modal hidup masa depan’, ‘tidak bisa kaya harta tetapi kaya anak’
dan sebagainya. Mengatur dan merencanakan jumlah anak dianggap perbuatan yang
bertolak belakang dengan nilai sosial budaya dan ajaran agama.
5. Jumlah penduduk miskin dan penganggur cukup besar, kondisi kesejahteraan
masyarakat yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan
dan kualitas sumber daya manusia Indonesia dibanding negara maju lain.
Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mendukung hidup dan
kehidupan masyarakat masih terbatas sehingga produktivitas kerja masih rendah.
Akibatnya meskipun lingkungan memiliki kekayaan alam yang besar, banyak
dieksploitasi pihak asing sehingga kesejahteraan rakyat sulit ditingkatkan karena
masih menggunakan cara-cara tradisional dalam mengolah lingkungan.
6. Kuatnya rasa kedaerahan, kesukuan, agama dan sebagainya, keberadaan kelompok-
tersebut semakin mendapat peluang sejalan dengan semakin lemahnya pembinaan
dan penanaman kesadaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terutama
di kalangan terdidik/elit penguasaan dan masyarakat. Demokrasi, HAM, kebebasan,
pluralisme dan multikulturalisme sering masih dipahami dengan dangkal. Saat ini
muncul kelompok-kelompok egoisme kesukuan, primordialisme, fundamentalisme,
kapitalisme, materialisme yang menimbulkan kelompok superior, maju dan
berkuasa. Meskipun kelompok itu kecil tetapi menguasai dan mengatasnamakan
kelompok rakyat miskin dan terbelakang yang masih besar jumlahnya. Akibatnya
sering terjadi konflik antara mayoritas dan minoritas, kaya dan miskin, pengusaha
dan pekerja, terdidik dan tertinggal dan sebagainya.
7. Distribusi penduduk yang tidak seimbang antar pulau, luas pulau Jawa hanya kurang
dari 7% dari luas Indonesia, dihuni lebih dari 67% penduduk Indonesia. Apabila
jumlah penduduk Indonesia menurut SDKI tahun 2007 berjumlah sekitar 227 juta
maka penduduk pulau Jawa berjumlah di atas 150 juta jiwa. Pusat pembangunan
masih di pulau yang sama sehingga lahan untuk usaha, pertanian, perumahan dan
resorvasi menjadi semakin sempit dan rusak. Padahal tingkat kesuburan tanah di
Jawa jauh lebih baik daripada di Kalimantan atau Papua sebagai 2 pulau terbesar di
Indonesia. Pulau Jawa memiliki tingkat kesuburan tanah yang lebih baik dari pulau
lain, tetapi dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi akan banyak terpakai lahan
produktif untuk pemukiman dan industri atau fasilitas lain.
8. Angka harapan hidup rakyat masih relatif rendah, salah satu indikator pembangunan
sumber daya manusia adalah tingginya usia harapan hidup (life expectancy) rakyat
suatu negara. Berdasarkan laporan dari HDR (Human Development Report, UNDP
2007) angka harapan hidup rakyat masih di bawah 70 tahun. Posisi itu menduduki
peringkat ke-7 di antara 10 negara ASEAN di bawah Singapore, Brunei, Malaysia,
Thailand, Philipina dan Vietnam.
C. Kebijakan Kependudukan dan Pembangunan SDM
Jumlah penduduk Indonesia (1971) sebesar 118,4 juta jiwa dengan angka kelahiran kasar
44/1.000 penduduk. Dari sensus penduduk tahun 1980, naik menjadi 147,5 juta jiwa atau
bertambah 29,1 juta jiwa selama 9 tahun. Setiap tahun ada 3,2 juta pertambahan
20. 13
penduduk. Jumlah itu terus naik menjadi 179,3 juta jiwa (1990) atau bertambah sebesar
31,8 juta jiwa (3,2 pertahun). Pertambahan yang konstan itu adalah merupakan
keberhasilan program KB dalam mengendalikan angka kelahiran baru, menjadi
28,7/1.000 (1980) dan 25,4/1.000 (1990). Angka TFR semula 5,6 (1971) turun menjadi
4,6 (1980) dan turun lagi menjadi 3,0 (1990). Sensus penduduk (2000) penduduk
Indonesia berjumlah 206,3 juta jiwa sehingga terjadi pertambahan sebesar 27 juta jiwa
atau 2,7 juta tiap tahun dari tahun 1990-2000.
Perubahan itu ditinjau dari masyarakat sebagai pemakai atau penerima KB, sekurang-
kurangnya didukung 2 hal yaitu a) pemakaian kontrasepsi semakin mudah dan diterima
masyarakat sebagai teknologi dalam mengatur kehamilan/kelahiran dalam keluarga, dan
b) mayoritas warga masyarakat terutama pasangan muda telah memiliki sikap sebagai
penganut/penerima konsep keluarga kecil berkualitas. Penerimaan oleh pasangan usia
muda atau calon pasangan baru adalah merupakan keberhasilan program KB pendukung
dalam menanamkan pola pikir, sikap dan perilaku baru di kalangan generasi muda, yang
dipelopori program pendidikan kependudukan yang diajarkan di sekolah, di luar sekolah,
di kalangan mahasiswa, pejabat pemerintah, pramuka, karang taruna, remaja mesjid,
remaja gereja, di pesantren dan lain sebagainya.
Karena itu, program KB perlu terus dikembangkan dan dipertahankan dan dimantapkan
apabila bangsa dan negara ini ngin mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur serta makmur dalam berkeadilan sebagaimana diharapkan oleh para pejuang dan
pendiri NKRI tercinta ini. Tuntutan semakin terasa mendesak dalam pergaulan dunia
yang semakin bebas dan terbuka, yang memerlukan sumber daya manusia yang
berkualitas. Konsep ekonomi kapitalis-liberalis menghadapkan setiap negara pada
konsep pasar bebas yang sangat kompetitif. UNDP telah menetapkan bahwa
pembangunan nasional harus menitik-beratkan pada pembangunan kualitas manusia agar
mampu bersaing dengan negara lain globalisasi.
Konsep dengan upaya menempatkan posisi sumber daya manusia sebagai titik sentral
pembangunan (people-centered development) adalah gagasan yang ditawarkan oleh
beberapa ahli seperti Michael P. Todaro, selanjutnya diakomodasi PBB. Salah satu
langkah startegis untuk membangun sumber daya manusia berkualitas adalah melalui
upaya pengendalian kelahiran agar anak yang dilahirkan sehat, bisa diberikan gizi dan
imunisasi, diberikan pengasuhan dan pendidikan yang terbaik sehingga dapat
berkembang menjadi manusia yang sehat, terdidik, kreatif, disiplin, kerja keras, dan setia
kawan, memiliki kepribadian kuat dan dinamis dengan orientasi jauh ke depan.
Untuk mewujudkan tujuan itu, maka laju pertumbuhan penduduk harus dapat
dikendalikan, distribusi penduduk harus dapat disebarluaskan dan angka kematian di usia
anak dan produktif harus ditekan sekecil mungkin sehingga Indonesia mampu sejajar
dengan negara yang lebih maju. Kekayaan sumber daya alam akan habis apabila terus
dieksploitasi dan taraf hidup masyarakat akan terus merosot menuju kemiskinan
struktural apabila tidak didukung ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas.
Bagi Indonesia, upaya pemecahan masalah kependudukan harus dilakukan secara terpadu
melalui 3 kebijakan, yaitu: 1) pengendalian kelahiran, 2) penyebaran penduduk, 3)
penyediaan lapangan kerja. Ketiga kebijakan tersebut harus menjadi titik perhatian
pemerintah apabila ingin sukses dalam mengajak masyarakat menuju kehidupan
masyarakat yang bahagia dan sejahtera. Pemecahan masalah kependudukan berkaitan
dengan penanggulangan kemiskinan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi yang dapat
21. 14
merusak keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu seluruh lapisan
masyarakat harus diajak ikut serta dan diberikan pandangan dan informasi yang akurat,
rasional dan bertanggung jawab tentang dampak positif dan negatif yang akan dihadapi
apabila tidak peduli terhadap laju pertumbuhan penduduk baik secara makro (keluarga),
messo (masyarakat) maupun makro (negara).
Perubahan itu semakin berkembang menjadi pelaksana sendiri tanpa perlu berkoordinasi
dengan unit pelaksana yang dibentuk pada instansi fungsional, ketika diterbitkan SK
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan merangkap jabatan sebagai Kepala BKKBN
pada tahun 2001, tugas pokok BKKBN dirumuskan dalam pasal 2 berbunyi sebagai
berikut: BKKBN mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas pemerintah bidang
keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Rumusan itu menjelaskan bahwa pelaksanaan program KB tidak lagi bersifat koordinatif
tetapi telah menjadi tugas pokok dan fungsi BKKBN, sejajar seperti sektor pembangunan
lain. Pada hal program KB bersifat lintas sektor dan lintas budaya. Pengaruhnya dapat
diduga, BKKBN bekerja sendiri, sedang koordinasi hanya bersifat alternatif apabila
diperlukan. Dapat dikatakan bahwa kedudukan, tugas dan fungsi BKKBN ditinjau dari
administrasi negara semakin jauh dari tujuan pembentukan wadah institusi ini seperti
tahun 1970. Kerjasama dengan unit-unit pelaksana di lembaga kementerian dan
organisasi sosial yang terkait sudah tidak berjalan lagi. Fungsi koordinasi sudah tidak
berjalan meskipun namanya masih ‘badan koordinasi’ pada sisi lain jumlah unit kerja di
lingkungan BKKBN dibentuk semakin banyak dengan tugas aneka ragam.pada periode
tahun 2000-2002 posisi kepala BKKBN dirangkap Menteri PP, tanpa dibantu seorang
wakil kepala sebagai penanggungjawab teknis harian. Ambisi kekuasaan dan
kepentingan menyebabkan prinsip-prinsip administrasi pemerintahan yang efektif dan
efisien terabaikan.
D. Pendidikan kependudukan dalam program KB
Dalam organisasi BKKBN Pusat berdasarkan Keppres No.64/tahun 1983, unit kerja
Bagian Pendidikan Kependudukan di bawah Diklat diganti menjadin Biro Pendidikan
KB, di bawah Deputi Operasional. Kebijakan itu telah mengubahdari pendekatan
pendidikan ke penerangan/penyuluhan. Di satu sisi terjadi peningkatan kewenangan
karena setingkat eselon II, namun di sisi lainpenerapan prinsip pendidikan dalam
pemecahan kependudukan untuk mensukseskan program KB sudah ditinggalkan.
Pernyataan para ahli pendidikan tahun 1970, yang menyatakan bahwa ‘pendidikan
kependudukan adalah pendidikan masalah kependudukan, tidak sama/berbeda dengan
pendidikan keluarga berencana’ telah terbukti dalam proses perjalanan program KB di
Indonesia. Biro pendidikan KB ditempatkan di lingkungan operasional sejajar dengan
Biro Penmot, Biro Program Integrasi dan Biro Pembinaan Institusi Masyarakat.
Nampaknya memang ada keinginan agar lembaga itu lebih diarahkan untuk memberikan
dukungan langsung guna mendapatkan akseptor KB, bukan untuk merubah mindsets
PUS atau calon PUS. Prinsip itu akhirnya ikut mengundang reaksi dari masyarakat yang
peduli terhadap hak asasi manusia. Pelaksanaan program KB telah menggiring
masyarakat untuk pakai alat kontrasepsi tertentu dengan cara pemaksaan, manipulasi
informasi dan pengiringan calon peserta KB guna memilih kontrasepsi mantap (kontap)
seperti vasektomi dan tubektomi, walaupun masih banyak pemuka agama yang menolak
cara tersebut.
22. 15
Kebijaksanaan tersebut tidak mutlak salah, tetapi mengundang reaksi kelompok anti KB
dalam masyarakat. Padahal, tingkat kesadaran masyarakat (PUS) untuk pakai alat KB
saja belum sepenuhnya dapat dikatakan sudah menerima maksud, tujuan dan
kemungkinan resiko yang akan dihadapi. Karena proses penyadaran, minimal berkaitan
dengan informasi yang rasional dan bertanggungjawab serta dilakukan secara bertahap
dan berkesinambungan untuk merubah pandangan, sikap, keyakinan yang rasional dan
bertanggungjawab. Langkah bijak seharusnya adalah penyadaran melalui proses
penerangan yang dilakukan intensif, seiring dengan proses pengajaran pendidikan
kependudukan tetap terus dilakukan. Apalagi sasaran program KB adalah PUS, calon
PUS dan purna PUS yang dapat menjadi peserta KB aktif memakai kontrasepsi atau
tidak pakai, tetapi mengatur jarak kehamilan. Konsekuensinya, banyak PUS (keluarga)
yang tidak bisa mengendalikan kehamilan karena tidak memperoleh alat kontrasepsi
yang diinginkan, dikenal dengan ‘unmet-need’.
Bila program pendidikan kependudukan masih dilakukan, maka PUS yang ingin
mengatur kehamilan tetapi tidak tersedia kontrasepsi yang dinginkan, maka mereka
dapat melakukannya dengan berbagai cara pantang berkala atau ‘azal. Sikap tersebut
diambil karena orang terdidik sadar bahwa tidak selalu teknologi yang dinginkan ada.
Namun demikian, mereka telah menyediakan cara alternatif lain agar tujuan tetap
tercapai. Karena teknologi bukan tujuan, tetapi media yang dapat mempermudah hidup
manusia termasuk dalam mengatur kehamilan (KB).
Pada mulanya, banyak orang mengira bahwa pendidikan KB sama dengan pendidikan
kependudukan. Para ahli pendidikan sejak 1970, telah mengingatkan bahwa pendidikan
kependudukan berbeda dengan pendidikan KB, pendidikan seks dan pendidikan
kesejahteraan keluarga. Pendidikan kependudukan bertujuan untuk membentuk dan
mebina sikap siswa/peserta didik yang rasional dan bertanggung jawab dalam
memecahkan masalah kependudukan (fertilitas, mortalitas dan migrasi). Sebaliknya
pendidikan KB bertujuan menyadarkan PUS/calon PUS agar dapat menjadi peserta KB
yang efektif dengan menggunakan alat kontrasepsi yang dianjurkan untuk mengatur
kehamilan. Oleh sebab itu, materi pendidikan kependudukan relatif konstan, sebaliknya
materi pendidikan KB bisa berubah sesuai dengan kebutuhan/keadaan masyarakat. Hal
itu dapat dibuktikan materi pendidikan KB tahun 1984 berbeda dengan materi tahun
1992. Sedang materi untuk pendidikan kependudukan sejak tahun 1970 tetap tidak
berubah seperti dalam tabel berikut.
Beda Materi Substansi
Pendidikan Kependudukan dan Pendidikan KB
Titik Berat Materi Penidikan Kependudukan
(1970-1984)
Titik Berat Materi Penidikan KB
(1985-1992)
1. Konsep dasar kependudukan (demografi)
2. Pengaruh pertambahan penduduk terhadap
kehidupan ekonomi
3. Pengaruh pertambahan penduduk terhadap
kehidupan sosial, budaya dan agama.
4. Pengaruh pertambahan penduduk terhadap
kelestarian lingkungan hidup
1. Pendewasaan usia perkawinan
2. Keluarga sejahtera
3. Penduduk dan kesempatan kerja
4. Keluarga bertanggung jawab
5. Reproduksi sehat
6. Perkembangan remaja ke arah
kedewasaan
7. Nilai dan kepercayaan masyarakat yang
berhubungan dengan kependudukan
23. 16
Materi pendidikan KB (1984) misalnya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun telah
banyak mengalami perubahan cukup mendasar. Perbedaan antara materi pendidikan KB
di tahun 1984 tidak dibagi dalam materi dasar, materi inti, dan pendukung seperti yang
dirumuskan tahun 1991. Apabila, materi pendidikan KB tahun 1984 banyak
memberikan informasi tentang pendewasaan usia kawin, reproduksi sehat, dan perna
nilai/norma kepercayaan terhadap sikap ikut KB, maka materi pendidikan KB tahun
1991 lebih banyak berbicara tentang kampanye/promosi program KB melalui pelayanan
integrasi, institusi, dan penerangan-motivasi KB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Beda Materi Substansi Pendidikan KB
(1984-1991 dan 1991-1997)
Materi Substansi
Pendidikan KB 1984-1991
Materi Substansi
Pendidikan KB 1991-1997
1. Pendewasaan usia perkawinan
2. Keluarga sejahtera
3. Penduduk dan kesempatan kerja
4. Keluarga bertanggung jawab
5. Reproduksi sehat
6. Perkembangan remaja ke arah
kedewasaan
7. Nilai kepercayaan masyarakat yang
berhubungan dengan kependudukan
A. Materi dasar
1. Gerakan KB Nasional
2. Pembinaan Pendidikan KB
3. Koordinasi Keterpaduan dan
Peningkatan Mutu
B. Materi inti
1. Pembinaan institusi Masyarakat
2. Program Penerangan dan Motivasi
3. Program Pelayanan Kontrasepsi
4. Pelayanan Program Integrasi
5. Kampanye Ibu Sehat Sejahtera
6. Kampanye Keluarga Kecil Mandiri
C. Materi penunjang
1. Hubungan Antar Manusia
2. Strategi Mempelajari Pendidikan
KB
3. Pencatatan dan Pelaporan
4. Plan of Action
Materi dasar pendidikan kependudukan yang dipergunakan untuk berbagai jenis dan
tingkat pendidikan relatif sama, sedang materi pendidikan KB disusun berbeda sesuai
dengan target sasaran masing-masing. Bila pokok bahasan substansi pendidikan
kependudukan tetap terbatas pada 4 hal yang sudah baku, maka pokok bahasan
pendidikan KB dapat berkurang atau bertambah sesuai keperluan. Perbedaan jenjang
dan jenis pendidikan untuk materi pelajaran pendidikan kependudukan dilakukan
penyesuasian di sub pokok bahasan atau rasional dari bahan bacaan, sebaliknya untuk
pendidikan KB penyesuaian dapat dilakukan sejak dari pokok bahasan, atau rasional
dari bahan bacaan.
24. 17
MODUL-2. PERKAWINAN
I. Judul
Perkawinan
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan Perkawinan
B. Indikator pencapaian kompetensi
1. Mendeskripsikan pengertian dan ruang lingkup Perkawinan
2. Menyebutkan jenis-jenis perkawinan
3. Menyebutkan usia perkawinan yang ideal
4. Mendeskripsikan determinan dan konsekuensi perkawinan dan perceraian
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam bidang kependudukan di Indonesia
saat ini nampaknya semakin kompleks, tidak lagi hanya yang berkaitan dengan tiga
komponen demografi (fertilitas, mortalitas, dan migrasi) dan indikator- indikator umum
kependudukan seperti pengendalian jumlah penduduk, penurunan angka kelahiran
(fertilitas), penurunan angka kematian (mortalitas) bayi, anak, dan kematian ibu
(maternal) serta migrasi penduduk, akan tetapi telah banyak bergeser ke isu-isu lain
yang lebih luas dan krusial, seperti: permasalahan kesehatan reproduksi (kespro),
perkawinan dan perceraian, gender, usia lanjut (lansia), pengangguran, lingkungan
hidup dan masih banyak lagi permasalahan kependudukan yang juga perlu mendapatkan
perhatian dan kajian yang lebih mendalam.
Seiring dengan kompleksnya permasalahan dalam bidang kependudukan di Indonesia,
pemerintah dituntut mempunyai program-progran dan kegiatan-kegiatan untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) sebagai salah satu Lembaga Pemerintah yang
mempunyai tugas dalam bidang kependudukan telah mempunyai program dan kegiatan
stategis sebagai upaya menyikapi dan mengatasi permasalahan kependudukan yang
berkaitan dengan perkawinan.
Permasalahan mendasar terkait perkawinan di Indonesia adalah masih tingginya
angka perkawinan pada usia muda (kurang dari 20 tahun). Salah satu program dan
kegiatan BKKBN berkaitan dengan permasalahan tersebut adalah Program
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) yang dilakukan melalui wadah yang dinamakan
Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja atau
Mahasiswa dengan sasaran langsung remaja usia 10-24 tahun yang belum menikah,
sementara sasaran langsung BKR adalah orang tua yang memiliki remaja, dan sebagai
sasaran tidak langsung di tingkat lini lapangan adalah Tokoh agama, Tokoh masyarakat,
Tokoh adat dan masyarakat pada umumnya.
25. 18
V. Materi pembelajaran
A. Pengertian dan ruang lingkup perkawinan dan perceraian
B. Jenis-jenis perkawinan
C. usia perkawinan
D. Perkawinan, perceraian, determinan dan konsekuensi
VI. Metode, Alat bantu dan Sumber
A. Metode : Ceramah, tanya jawab ( CTJ) , diskusi
B. Alat bantu : Gambar-gambar terkait perkawinan, lembar penggerak/skenario
C. Sumber :
1. Adioetomo Sri Moertiningsih dan Omas B Samosir., 2011, Dasar-dasar
demografi, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitsa Cenderawasih
(LD-FEUI), Jakarta.
2. David Lucas, dkk. 1990. Pengantar Kependudukan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
3. Faturochman, Wicaksono Bambang, Setiadi, Latief Syahbudin., 2004,
Dinamika Kependudukan dan Kebijakan, Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
4. Rarahim Andarus., 2010, Kedudukan dan Peran Pendidikan Kependudukan
dalam mendukung Program KB Nasional, BKKBN Pusat, Jakarta.
VII. Langkah Pembelajaran (setiap sesi sudah ditentukan waktunya)
Tahapan Kegiatan Kegiatan
Kegiatan Awal/
Pendahuluan (10’ )
a. Peserta didik diminta untuk mengamati gambar
pernikahan/perkawinan usia dini dan usia dewasa
b. Tanya-jawab tentang berbagai fakta dan dampak negatif
perkawinan usia dini
Kegiatan Inti ( 70’) a. Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik bahasan
perkawinan dan perceraian diselingi dengan memberikan
waktu bagi peserta didik untuk bertanya hal-hal yang belum
jelas pada setiap sub topik
b. Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan berdasarkan lembar penggerak diskusi dan
gambar
c. Peserta didik melakukan diskusi kelompok
d. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
e. Pengajar memberikan komentar atau penegasan pada setiap
kelompok diskusi
Kegiatan Akhir/
Penutup ( 10’)
a. Pengajar memberikan pesan-pesan moral sehubungan dengan
b. Pengajar memberikan penghargaan kepada kelompok yang
kerjanya bagus, dan memberikan nasehat untuk
penyempurnaan bagi kelompok yang kurang bagus.
c. Pengajar menyampaikan rangkuman topik yang telah
dipelajari
26. 19
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Laporan Hasil Diskusi Kelompok
Format Penilaian Hasil Laporan
No. Nama
Aspek Penilaian Skor
NilaiKerjasama Kebenaran
Jawaban
Cara kerja
27. 20
MATERI PEMBELAJARAN (2)
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perkawinan dan Perceraian
Secara khusus, perkawinan telah didefinisikan sebagai penyatuan legal antara dua orang
yang berlainan jenis kelamin sehingga menimbulkan hak dan kewajiban sebagai akibat
perkawinan. Sedangkan perceraian adalah bubarnya perkawinan secara syah yang
dikukuhkan oleh surat keputusan yang memberikan hak kepada masing-masing untuk
kawin ulang menurut hukum sipil dan agama sesuai dengan peraturan atau adat
kebudayaan yang berlaku di tiap-tiap negara (IUSSP,1982 dalam Dasar-Dasar
Demografi, LD- FE UI, Edisi 2).
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahadan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Kawin adalah status dari mereka yang terkait dalam perkawinan pada saat pencacahan,
baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin
secara sah menurut hukum (adat, agama, Negara dan sebagainya) tetapi juga mereka
yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami-istri
(BPS, 2000).
B. Jenis-jenis Perkawinan
Membahas tentang perkawinan dan perceraian, ada dua hal yang perlu dibedakan yaitu
status perkawinan dan perkawinan itu sendiri. Status perkawinan menurut Perserikatan
Bangsa-Bangsa ( PBB) dibagi menjadi 5 kategori: belum kawin (single), kawin, cerai,
janda dan terpisah.
Di Indonesia diketahui ada 4 jenis status perkawinan yang erat hubungannya dengan
tingkahlaku manusia dalam hukum, agama dan kebudayaan, yaitu: belum kawin, kawin ,
cerai, janda/duda. Di Indonesia status kelima (terpisah) tidak ada.
Hal lain di luar 4 jenis perkawinan tersebut di atas merupakan kelainan yang terjadi di
negara tertentu, misalnya di Amerika Latin status ‘ concensual’ atau ‘convience’ yaitu
kumpul tanpa mempunyai predikat legal dalam hukum ataupun agama. Di Amerika
Serikat dan Amerika Selatan keadaan tersebut dianggap berstatus kawin .
Pada dasarnya ada dua macam perkawinan berdasarkan statusnya, yaitu perkawinan
pertama yang menunjukkan perubahan dari status belum kawin (single) ke dalam status
kawin, dan yang kedua adalah kawin kembali yaitu perubahan dari status janda/ duda
atau cerai menjadi status kawin kembali.
C. Usia Perkawinan
Batasan umur untuk kawin di Indonesia yang ditetapkan menurut UU Perkawinan
Nomor 1 tahun 1974 adalah minimal berumur 19 tahun bagi laki-laki, sedangkan bagi
perempuan minimal berumur 16 tahun, dan jika mereka menikah dibawah umur tersebut
28. 21
harus mendapat persetujuan/ijin dari kedua orang tuanya atau salah satu dari orang tua
mereka atau yang ditunjuk sebagai wali (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974).
Batasan umur tersebut sebenarnya kurang atau tidak sesuai lagi berdasarkan
pertimbangan yang merujuk pada berbagai aspek yang diperlukan dan menjadi prasarat
dalam perkawinan menuju keluarga yang sehat, berkualitas, bahagia dan sejahtera.
Beberapa pertimbangan yang perlu dan mutlak dipersiapkan menyangkut aspek: fisik
(kesehatan reproduksi), kesiapan ekonomi, psikologis, kematangan emosional, mental
dan sosial.
D. Perkawinan, Perceraian, Determinan dan Konsekuensi
Perkawinan yang terjadi pada remaja perempuan usia 16 tahun dan laki-laki 18 tahun,
walaupun sudah diperbolehkan sesuai Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun
1974, namun masih tergolong perkawinan usia dini. Perkawinan usia dini secara
umum belum memenuhi prasyarat perkawinan sebagaimana tersebut di atas dan rawan
dengan kemungkinan terjadinya permasalahan sebagai konsekuensi ataupun dampak
negative yang berakhir pada perceraian.
Perkawinan yang sah dapat berubah atau rusak karena bercerai, ditinggal mati salah satu
pasangan atau ditangguhkan. Di Negara-negara dimana perceraian tidak diperbolehkan
maka perkawinan yang ditangguhkan bisa pula dikategorikan sebagai cerai di negara-
negara yang menganut sistim perceraian. Sedangkan sahnya perceraian dinyatakan atas
hukum perdata yang berlaku, hukum agama dan peraturan adat kebudayaan dalan
negara yang bersangkutan.
Salah satu program pembangunan kependudukan di Indonesia, dalam mengatasi
permasalah-permasalahan terkait dengan perkawinan dan perceraian adalah
Pendewasaan Usia Perkawinan, yang dalam pelaksanaannya telah diintegrasikan dengan
Program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR) yang merupakan
program pokok Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014). Arah kebijakan program ini (PKB)
adalah mewujudkan Tegar Remaja dalam rangka mewujudkan tegar keluarga guna
mencapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera KKBS).
Pendewasaan Usia Perkawinan pada dasarnya adalah upaya untuk meningkatkan usia
pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia minimal 20
tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan ini dianggap sudah ideal
dilihat dari sisi kesiapan kesehatan dan perkembangan emosional serta aspek lainnya,
sehingga usia tersebut dianggap batasan usia perkawinan yang ideal. Pendewasaan usia
perkawinan bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar
di dalam merencanakan perkawinan mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek
atau determinan dalam perkawinan dan kehidupan berkeluarga. Disamping itu PUP juga
berimplikasi pada perlunya peningkatan usia perkawinan.
29. 22
MODUL-3. PENDEKATAN SIKLUS HIDUP KELUARGA
I. Judul
Pendekatan Siklus Hidup Keluarga
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Kemampuan mendeskripsikan Siklus hidup keluarga
B. Indikator pencapaian kompetensi
1. Mendeskripsikan pengertian/istilah siklus hidup keluarga
2. Menyebutkan 7 tahap siklus hidup keluarga
3. Mendeskripsikan cara-cara mewujudkan keluarga yang sehat
4. Menjelaskan 3 faktor yang mempengaruhi mortalitas dalam siklus keluarga
5. Mendeskripsikan kaitan fertlitas, KB dan siklus keluarga
6. Mendiskripsikan nilai anak dalam keluarga
7. Menyebutkan 4peran keluarga dalam pembinaan lansia
III. Waktu 2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami-istri atau
suami-istri dan anak, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (Pasal 1 ayat 10
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992). Keluarga sebagai sebagai sebuah sistem sosial
mempunyai tugas dan fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan
dengan pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau
pemeliharaan keluarga.
Keluarga sejahtera yang sehat dan berkualitas menjadi idaman setiap keluarga .Untuk
mencapai kondisi tersebut bukan suatu hal yang tidak mungkin terjadi, apabila setiap
keluarga menjalankan tugas utamanya dan menerapkan fungsi-fungsi yang seharusnya
berjalan di dalam kehidupan keluarga secara baik.
Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan social anggota
keluarganya yang mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-anak, membimbing
perkembangan kepribadian anak-anaknya dan memenuhi emosional anggota
keluarganya.
Revolusi Majelis Umum PBB menguraikan fungsi-fungsi utama keluarga adalah
keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak,
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di
masyarakat dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan social yang sehat
guna tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 1994).
Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasai
dan struktur yang jelas yaitu suatu rangkaian peran dimana sistim sosial dibangun.
30. 23
Fungsi keluarga adalah fungsi-fungsi yang menjadi prasyarat, acuan, dan pola hidup
setiap keluarga dalam rangka terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas.
Badan Kependudukan dan keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membagi fungsi
keluarga menjadi ’8 Fungsi Keluarga‘, yaitu: fungsi agama, sosial budaya, cinta-kasih,
perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Setiap
fungsi dalam delapan fungsi keluarga mempunyai makna masing-masing dan
mempunyai peran penting dalam kehidupan. Delapan fungsi keluarga ini diharapkan
bukan hanya sebagai simbol belaka, tetapi dapat dijadikan pijakan dan tuntunan
keluarga dalam menjalani roda kehidupannya.
Keluarga yang sejahtera, sehat, dan berkualitas dapat diwujudkan apabila tugas dan
fungsi-fungsi keluarga dapat diaplikasikan secara optimal melalui pendekatan siklus
hidup keluarga.
Menurut Neigbour (1985) , tahapan, tugas, dan masalah yang menjadi penting dalam
setiap tahapan siklus hidup keluarga adalah: 1) tahap perkawinan, 2) tahap melahirkan
anak, 3) tahap membesarkan anak memasuki sekolah dasar, 4) tahap membesarkan
anak-anak usia remaja, 5) tahap keluarga i mulai melepas anak, 6) tahap tahun-tahun
pertengahan, 7) tahap usia tua.
V. Materi pembelajaran
A. Definisi Siklus Hidup keluarga
B. Tahap-tahap siklus hidup keluarga
C. Kesehatan keluarga
D. Mortalitas dalam siklus keluarga
E. Fertilitas, KB dan Siklus Keluarga
F. Nilai Anak
G. Lansia
VI. Metode, Alat bantu dan Sumber
A. Metode : Ceramah, diskusi dan tanyajawab
B. Alat bantu : Gambar-gambar yang relevan
C. Sumber :
1. Adioetomo Sri Moertiningsih dan Omas B Samosir., 2011, Dasar-dasar
demografi, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitsa Cenderawasih
(LD-FEUI), Jakarta.
2. David Lucas, dkk. 1990. Pengantar Kependudukan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
3. Rarahim Andarus., 2010, Kedudukan dan Peran Pendidikan Kependudukan
dalam mendukung Program KB Nasional, BKKBN Pusat, Jakarta.
VII. Langkah Pembelajaran
Tahapan Kegiatan Kegiatan
Kegiatan Awal/
Pendahuluan (10’)
a. Pengajar menyampaikan topik dan mengajukan beberapa
pertanyaan penjajagan sesuai topik
b. Peserta didik menjawab menjawab pertanyaan yang diajukan
(diskusi)
Kegiatan Inti (75’) a. Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik bahasan
siklus hidup keluarga
31. 24
Tahapan Kegiatan Kegiatan
b. Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan setiap topik bahasan
c. Peserta didik melakukan diskusi kelompok
d. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
e. Pengajar memberi tugas diskusi masing-masing kelompok
mengarahkan jalannya
f. Pengajar memberikan komentar jalannya diskusi
Kegiatan Akhir/
Penutup (5’)
a. Peserta mengumpulkan hasil diskusi
b. Pengajar memberikan pesan-pesan moral sehubungan dengan
aktivitas
c. Pengajar menyampaikan rangkuman topik pembejajaran
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
Format Penilaian Hasil Laporan
No. Nama
Aspek Penilaian Skor Nilai
Kerjasama Kebenaran
Jawaban
Cara kerja
32. 25
MATERI PEMBELAJARAN (3)
A. Definisi Siklus Hidup Keluarga
Siklus hidup keluarga (family life cyrcul) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perubahan-perubahan dalam jumlah anggota, komposisi dan fungsi
keluarga sepanjang hidupnya. Siklus hidup keluarga juga merupakan gambaran
rangkaian tahapan yang akan atau diprediksi yang dialami kebanyakan keluarga. Siklus
keluarga terdiri dari variabel yang dibuat secara sistematis menggabungkan variabel
demografi yaitu status perkawinan, ukuran keluarga , umur anggota keluarga, dan
status pekerjaan kepala keluarga.
B. Tahap-tahap siklus keluarga
Dalam ilmu kependudukan dikenal 6 tahap siklus hidup keluarga:
1. Tahap tanpa anak dimulai perkawinan hingga kehamilan anak pertama
2. Tahap melahirkan (berkembang) dimulai dari kelahiran anak sulung hingga anak
bungsu
3. Tahap menengah, dimulai dari kelahiran anak bungsu hingga anak anak sulung
nikah
4. Tahap meninggalkan rumah, dimulai anak sulung meninggalkan rumah hingga
anak bungsu meninggalkan rumah
5. Tahap purna orang tua, dimulai dari anak bungsu meninggalkan rumah hingga
salah satu pasangan meninggal dunia
6. Tahap menjanda atau menduda, dimulai dari meninggalnya suami atau istri hingga
pasangan meninggal dunia.
C. Kesehatan Keluarga
1. Pengertian Sehat
Health is state of physical, mental, social wellbeing not merely the absence of
disease and infinity (WHO). Dengan demikian, sehat adalah suatu keadaan sejahtera
baik fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari soal sakit dan kelemahan.
Sehat jasmani atau fisik, bebas dari segala penyakit; Sehat mental atau rohani, dapat
berfikir secara matang dan normal; Sehat sosial, mampu berkomunikasi dengan
lingkungannya. SEHAT adalah HAK AZASI, SEHAT adalah INVESTASI.
Keluarga yang sehat dan berkualitas menjadi idaman setiap keluarga, karena sehat
merupakan keadaan yang sangat berharga dan tak ternilai harganya dalam
kehidupan.
Berdasarkan lingkungannya, pengertian sehat dapat dibedakan menjadi dua: yakni
Sehat secara fisik dan nonfisik. Sehat secara fisik menyangkut lingkungan dalam
rumah dan luar rumah termasuk orang atau penghuni rumah di dalamnya,
sedangkan sehat non fisik terkait dengan interaksi antara anggota keluarga, interaksi
antara keluarga dengan tetangga, dan interaksi keluarga dengan masyarakat dan
alam sekitar.
33. 26
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatnya kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
Menjaga kesehatan dan Kebugaran, dengan penerapan pola hidup sehat, yaitu:
- Tidur dan istirahat (cukup udara segar)
- Gizi seimbang (zat tenaga, zat pengatur dan zat pembangun, 13 pesan gizi
seimbang )
- Menjaga kebersihan tubuh (mandi, gosok gigi, ganti pakaian, cuci tangan, buang
air kecil dan besar pakai sabun)
- Mencegah sakit (vaksin, vitamin, sedia obat, bila sakit bawa ke layanan
kesehatan, olahraga teratur)
- KB dan Kesehatan Reproduksi (melalui pendekatan siklus keluarga : keluarga
baru, hamil, melahirkan dan menyusui, keluarga dengan balita, keluarga
dengan anak dan remaja, dan keluarga dengan lansia).
Tips Menuju Keluarga Sehat:
- Cek rutin kesehatan
- Tidak ajak anak ke rumah sakit
- Baju jangan terlalu ketat
- Cek kedaluwarsa obat
- Obat orang dewasa jangan untuk anak walaupun manjur untuk orang dewasa
- Jauhi badget sesaat
- Bermain saat anak balita bermain
- Bercerita sebelum anak balita tidur
D. Mortalitas dalam siklus keluarga
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen demografi yang
dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Dua komponen demografi lainnya adalah
fertilitas atau kelahiran dan migrasi atau perpindahan penduduk. Bahasan mortalitas
dalam siklus keluarga ini, terbatas pada mortalitas maternal (kematian ibu).
Mortalitas maternal atau kematian ibu adalah kematian yang disebabkan oleh peristiwa
kehamilan dan persalinan. Kematian maternal dalam kaitan siklus keluarga
kemungkinan besar akan banyak terjadi pada keluarga baru atau pada perkawinan yang
mana umur istri masih di bawah usia minimal melahirkan, yakni masih di bawah usia
20 tahun. Karena pada masa itu perempuan secara fisik atau biologis, organ-organ
reprokduksinya belum siap untuk hamil dan melahirkan, disamping faktor lainnya
seperti kesiapan psykologis, mental maupun ekonomi yang juga dapat memicu
terjadinya kematian maternal.
Kematian maternal juga banyak terjadi pada perempuan yang hamil dan melahirkan
pada usia resiko tinggi terhadap kemungkinan terjadinya kematian maternal, yakni pada
ibu yang hamil dan melahirkan pada usia di atas 35 tahun. Kematian maternal pada dua
kelompok tersebut mempunyai resiko lebih tinggi (10 x lipat) dari ibu hamil dan
melahirkan pada usia reproduksi sehat (umur 21- 35 tahun).
Berdasarkan tahapan dalam siklus keluarga maka dapat dikatakan bahwa kemungkinan
besar kematian maternal banyak terjadi pada tahap-1, yakni tahap tanpa anak, yang
34. 27
dimulai dari perkawinan hingga melahirkan anak pertama, dan pada tahap-2, yakni
tahap melahirkan (berkembang) yang dimulai dari anak sulung hingga anak bungsu.
E. Fertilitas, KB dan siklus hidup keluarga
Fertilitas atau kelahiran, Keluarga berencana (KB) dan siklus keluarga mempunyai
kaitan erat satu sama lain. Fertilitas ditandai jumlah kelahiran anak. Pada umumnya
bahwa harapan untuk mendapatkan sejumlah anak ditentukan oleh keinginan atau
preferensi keluarga itu sendiri terhadap jumlah anak yang dianggap ideal. Sementara
berdasarkan teori ekonomi fertilitas yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjelaskkan
bahwa faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang diinginkan per
keluarga diantaranya adalah berapa banyak kelahiran yang dapat dipertahankan hidup
(survive).
Menurut Boque mengemukakan bahwa pendidikan menunjukkan pengaruh yang lebih
kuat terhadap fertilitas dari pada variabel lain. Seorang dengan tingkat pendidikan yang
relative tinggi tentu saja mempertimbangkan berapa keuntungan financial yang
diperoleh seorang anak dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk
membesarkannya.
Beberapa studi atau hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi antara tingkat
pendidikan dengan jumlah anak yang diinginkan. Mereka menilai anak banyak akan
menambah beban dalam keluarga. Sehingga semakin tinggi pendidikan, persepsi nilai
jumlah anak akan berkurang, sehingga dampaknya fertilitas akan menurun.
Orang tua dalam keluarga tentu saja menginginkan agar anaknya berkualitas dengan
harapan di kemudian hari dapat melanjutkan cita-cita keluarga, berguna bagi masyarakat
dan negara. Untuk sampai pada cita-cita tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan
strategi dan metode yang baik. Apakah mungkin menciptakan anak berkualitas di tengah
waktu yang terbatas, karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin menjadikan anak
berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang terbatas.
Program Keluarga Berencana senantiasa menanamkan konsep kepada masyarakat untuk
dapat merencanakan keluarganya secara baik, matang dan bertanggung jawab. Untuk
itu penyampaian pesan tentang nilai anak ideal dan konsep keluarga kecil dalam
keluarga harus semakin digemakan dan digaungkan ke seluruh lapisan masyarakat.
Melalui kegiatan komunikasi, edukasi dan komunikasi (KIE) dan advokasi yang
edukatif guna menggugah pikiran dan perasaan seorang untuk berubah. Pola pikir
keluarga terhadap nilai anak dan jumlah anak menjadi lebih rasional.
Kegiatan KIE dan Advokasi Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga
yang meliputi program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi (Program KB/KR),
program keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga (BKB = Bina Keluarga Balita,
BKR= Bina Keluarga Remaja/ PIK R/M=Pusat Informasi dan Konseling keseharan
reproduksi remaja/mahasiswa, BKL= Bina keluarga lansia dan BEK- Bina ekonomi
keluarga) selama ini dilakukan dengan pendekatan tahapan siklus hidup keluarga.
F. Nilai Anak
Setiap keluarga umumnya mendambakan anak, karena anak adalah harapan atau cita-
cita dari sebuah perkawinan. Berapa jumlah anak yang diinginkan, tergantung dari
35. 28
keluarga itu sendiri. Apakah satu, dua, tiga dan seterusnya. Dengan keputusan untuk
memiliki sejumlah anak adalah sebuah pilihan, yang mana pilihan tersebut sangat
dipengaruhi oleh nilai yang dianggap sebagai suatu harapan atas setiap keinginan yang
dipilih oleh orang tua.
Di Indonesia ada kecenderungan bahwa anak dianggap sebagai barang investasi atau
aktiva ekonomi. Orangtua cenderung berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari
anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik
keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua atau membantu
keuangan orang tua. Bila anak dianggap barang konsumsi yang tahan lama atau barang
mewah maupun barang investasi, maka perlu dipikirkan berapa nilainya
Di beberapa negara termasuk Indonesia, umumnya anak laki-laki mempunyai arti
khusus sehingga anak laki-laki lebih banyak dipilih. Orangtua dari golongan menengah
lebih memilih anak perempuan yang dapat menjadi kawan bagi ibu. Perbedaan
tanggapan yang relative kecil antara suami dan isteri ada hubungannya dengan peranan
mereka dan pembagian tugas dalam keluarga, misalnya, wanita menghabiskan waktu
yang lebih banyak untuk mengasuh anak, mempunyai lingkungan kehidupan social yang
lebih sempit, menitikberatkan anak sebagai kebutuhan emosional serta fisik dari
pengasuhan anak. Di lain pihak para suami lebih mementingkan kebutuhan akan
keturunan untuk melanjutkan garis keluarga dan lebih prihatin terhadap biaya anak.
Operasionalnya konsep nilai anak didasarkan pada rumusan yang diajukan Arnold,
dengan memiliki anak orang tua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau
hal-hal yang merugikan. Apa yang diperoleh dapat dikelompokkan pada empat nilai,
yakni nilai positif, nilai negative, nilai keluarga besar dan nilai keluarga kecil.
Keempat kategori nilai anak tersebut meliputi sebagai berikut :
1. Nilai positif (manfaat) meliputi: a. Manfaat emosional, yaitu anak membawa
kegembiraan, kebahagiaan ke dalam hidup orang tuanya dan sahabat bagi orang
tuanya, b. Manfaat ekonomi dan ketenangan, yaitu anak dapat membantu ekonomi
orang tuanya, c. Pengembangan diri, yaitu pemeliharaan anak adalah pengalaman
belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih bertanggung
jawa, d. Mengasuh anak, yakni orang tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan
dari mengawasi anak-anak dan mengajari mereka hal-hal baru. Mereka bangga
kalau bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya, e. Kerukunan dan penerus keluarga,
anak memperkuat ikatan perkawinan antara suami isteri dan mengisi keutuhan
perkawinan. Mereka bisa meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi
keluarga.
2. Nilai Negatif, meliputi: a. Biaya emosional yakni orang tua sangat kuatir terhadap
anak-anaknya, terutama tentang perilaku anak-anaknya, keamanan, dan kesehatan, b.
Biaya ekonomi, yakni ongkos yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan anak
semakin besar, c. Keterbatasan biaya alternative, yakni setelah mempunyai anak
kebebasan orang tua berkurang, d. Kebutuhan fisik, yakni begitu banyak pekerjaan
rumah tambahan yang diperlukan untuk mengasuh anak, orang tua akan lebih lelah,
e. Pengorbanan kehidupan pribadi suami isteri, yakni waktu untuk dinikmati oleh
orang tua sendiri berkurang dan orang tua berdebat tentang pengasuhan anak.
3. Nilai keluarga besar meliputi: a. Hubungan sanak saudara, b. Anak membutuhkan
kakak dan adik, sebaliknya anak tunggal dimanjakan dan kesepian, c. Pilihan jenis
kelamin. Mungkin orang tua mempunyai keinginan khusus untuk seorang anak laki-
laki atau perempuan,.
36. 29
4. Nilai keluarga kecil, meliputi: a. Kesehatan Ibu, terlalu sering hamil tidak baik bagi
kesehatan ibu, untuk perlindungan kesehatan reproduksi bagi ibu, agar ibu tidak
beresiko terhadap kematian, b. Beban masyarakat, dunia menjadi terlalu padat,
terlalu banyak anak akan jadi beban bagi masyarakat.
G. Lanjut Usia (Lansia)
Batasan Lansia ( lanjut usia) menurut BKKBN adalah penduduk yang berumur 60
tahun atau lebih, sementara WHO memberikan batasan sebagai berikut: Midle Age (60-
64 tahun), Yunior Old (65-74 tahun), Formal Old (75-89 tahun), dan Very/Longevity
Old (90-120 tahun).
Dengan semakin meningkatnya harapan hidup, jumlah penduduk lansia semakin
bertambah banyak sehingga perhatian terhadap lansia perlu ditingkatkan seiring
dengan berbagai permasalahan timbul dari berbagai perubahan: fisik, psikis, sosial,
ekonomi, dan lain-lain). Berdasarkan hal tersebut diperlukan kesiapan keluarga yang
mempunyai lansia untuk memberikan pengasuhan dan perawatan serta pemberdayaan
lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraannya melalui kelompok kegiatan Bina
Keluarga Lansia (BKL).
Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah wadah atau kelompok kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga yang memiliki lansia dalam
pengasuhan, perawatan, dan pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan
kesejahteraannya. BKL ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
lansia melalui kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan lansia yang ber
taqwa kepada Tuhan YME, mandiri, produktif dan bermanfaat bagi keluarga dan
masyarakat. Sasaran langsung dari program ini adalah keluarga yang mempunyai lansia
dan keluarga yang seluruh anggotanya lansia, sementara yang menjadi sasaran tidak
langsung adalah TOMAS, TOGA, LSM dan Masyarakat.
Bentuk kegiatan BKL adalah penyuluhan oleh kader BKL yang meliputi 7 materi
penyuluhan, yakni 1) Program BKL, 2) Pembinaan fisik bagi lansia, 3) Pembinaan
psikologis bagi lansia, 4) Pembinaan mental spiritual, 5) Pembinaan social
kemasyarakatan, 6) pembinaan potensi diri, dan 7) Pembinaan kesehatan reproduksi
lansia.
37. 30
MODUL-4. KELAHIRAN (FERTILITAS)
I. Judul
Kelahiran (Fertilitas)
II. Tujuan
A. Kompetensi dasar
Diharapkan mahasiswa dapat mempunyai pengetahuan tentang kelahiran
(fertilitas)
B. Indikator pencapaian kompetensi
1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi Fertilitas
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Fekunditas dan Reproduksi manusia
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Sikap dan Norma
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Perbedaan Fertilitas
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Pengukuran Angka Fertilitas
III. Waktu
2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
IV. Pendahuluan
Seminar pendidikan kependudukan I dilaksanakan di Jawa Barat menindaklanjuti
kegiatan di Bangkok tanggal 19 Oktober-14 November 1970, masalah kependudukan
adalah masalah kita, sekarang dan nanti, terutama harus di pahami oleh genrasi muda,
sehingga pendidikan kependudukan penting guna memecahkan masalah-masalah
kependudukan
Jumlah penduduk dunia tahun 2010 hampir mencapai 6.892 miliar dengan Laju
Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,2% setiap tahun. Dengan kata lain jumlah penduduk di
bumi bertambah hampir 82 juta jiwa setiap tahunnya, lebih dari 597 juta jiwa penduduk
ada di Asia Tenggara, Indonesia sendiri, sebagai salah satu dari 4 negara berpenduduk
dunia terpadat berkonstribusi lebih dari sepertiga dari seluruh penduduk dalam kawasan
ini.
Fertilitas (Fertility) sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang
nyata dari seorang wanita dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata
lain, fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya,
merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Kedua hal ini berkaitan erat, dimana
fekunditas merupakan modal awal dari seorang perempuan untuk mengalami fertilitas
dalam hidupnya dan seorang yang telah mengalami fertilitas pasti fekunditasnya baik.
Ada satu kata yang memiliki makna yang menyerupai fertilitas, yaitu natalitas.
Perbedaan keduanya hanya pada ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan
kelahiran pada perubahan penduduk, sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Pertambahan penduduk dapat terjadi apabila angka kelahiran terjadi dengan cepat tanpa
terkendali, sedang angka kematian dapat diturunkan. Usaha untuk mencegah kehamilan
sudah terjadi sejak lama dengan berbagai cara. Penggunaan metode kontrasepsi adalah
38. 31
teknologi tidak berbeda dengan menggunakan mobil atau pesawat untuk perjalanan,
yang terpenting tujuannya adalah untuk kebaikan.
Dalam artikel yang berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal” (1979)
Freedman mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di
beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel
pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana
dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi
fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta berkembangnya
jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi. Menurut Freedman, tingginya
tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang penting terjadinya
penurunan fertilitas.
Perbedaan masyarakat di daerah pedesaan dengan perkotaan salah satunya adalah di
desa kepadatan penduduknya rendah sedangkan di kota kepadatan penduduknya tinggi.
Perkembangan penduduk baik di kota maupun di desa pada prinsipnya dipengaruhi oleh
tiga faktor demografi yaitu fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi
(perpindahan penduduk). Fertilitas memegang peranan penting karena fertilitas yang
tinggi akan menjadikan laju pertambahan penduduk cepat. Penyebab tingginya fertilitas
ini antara lain masih banyak masyarakat yang memutuskan menikah di usia muda.
V. Materi pembelajaran
A. Pengertian Fertilitas
B. Fekunditas dan Reproduksi manusia
C. Sikap dan Norma
D. Perbedaan Fertilitas
E. Pengukuran Angka Fertilitas
VI. Metode, Alat bantu dan Sumber
A. Metode : Ceramah, diskusi, tanya jawab, dan penugasan
B. Alat bantu : Gambar-gambar
C. Sumber :
1. Adioetomo Sri Moertiningsih dan Omas B Samosir., 2011, Dasar-dasar
demografi, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitsa Cenderawasih
(LD-FEUI), Jakarta.
2. David Lucas, dkk. 1990. Pengantar Kependudukan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
3. Iswarati Rahmadewi,. 2003, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi,
Gender dan Pembangunan Kependudukan, Jakarta, BKKBN, UNFPA, Bank
Dunia, ADB dan STARH
4. Rarahim Andarus., 2010, Kedudukan dan Peran Pendidikan Kependudukan
dalam mendukung Program KB Nasional, BKKBN Pusat, Jakarta.
VII. Langkah Pembelajaran (setiap sesi sudah ditentukan waktunya)
Tahapan Kegiatan Kegiatan
Kegiatan Awal/
Pendahuluan (10’)
a. Mengamati gambar berbagai fakta tentang fertilitas
b. Tanyajawab tentang berbagai fakta tentang fertilitas
Kegiatan Inti (70’) a. Pengajar memberikan penjelasan tentang setiap topik
bahasan tentang fertilitas
39. 32
Tahapan Kegiatan Kegiatan
b. Pengajar membagi kelas dalam beberapa kelompok
untuk mendiskusikan tentang fertilitas
c. Peserta didik melakukan diskusi kelompok
d. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, dan
kelompok lain menanggapinya.
Kegiatan Akhir/
Penutup (10’)
a. Peserta didik membuat laporan hasil diskusi
b. Pengajar memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah
(PR)
c. Pengajar memberikan pesan-pesan moral sehubungan
dengan aktivitas
d. Pengajar memberikan penghargaan kepada kelompok
yang kerjanya bagus, dan memberikan nasehat untuk
penyempurnaan bagi kelompok yang kurang bagus.
e. Pengajar memberikan evaluasi terhadap proses dan
materi yang telah diberikan
VIII. Evaluasi
A. Tes tertulis
B. Hasil Laporan Kelompok (diskusi kelompok)
Format Penilaian Hasil Laporan
No. Nama
Aspek Penilaian Skor Nilai
Kerjasama Kebenaran
Jawaban
Cara kerja
40. 33
MATERI PEMBELAJARAN (4)
A. Pengertian Fertilitas
Fertilitas (Kelahiran) adalah kemampuan rill (nyata) seorang wanita untuk melahirkan,
yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang dilahirkan, Fertilitas merupakan taraf
kelahiran penduduk yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi.
fertilitas mempunyai arti sama dengan natalitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas
mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian fertilitas yang penting untuk
diketahui adalah:
1. Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita untuk melahirkan
anak.
2. Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita untuk menghasilkan
suatu kelahiran.
3. Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari perubahan penduduk.
4. Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan hidup (menunjukkan tanda-
tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa memperhatikan lamanya di kandungan,
walaupun akhirnya meninggal dunia.
5. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan kurang
dari 28 minggu.
6. Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur
paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
7. Tidak dihitung sebagai kelahiran.
Konsep-konsep penting yang harus dipegang dalam mengkaji fenomena fertilitas, di
antaranya:
1. Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa
memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-
tanda kehidupan, misal : bernafas, ada denyut jantungnya atau tali pusat atau
gerakan-gerakan otot.
2. Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur
paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
3. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kurang dari 28
minggu. Ada dua macam abortus: disengaja (induced) dan tidak disengaja
(spontaneus). Abortus yang disengaja mungkin lebih sering kita kenal dengan istilah
aborsi dan yang tidak disengaja lebih sering kita kenal dengan istilah keguguran.
4. Masa reproduksi (Childbearing age) adalah masa dimana perempuan melahirkan,
yang disebut juga usia subur (15-49 tahun).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelahiran, yaitu:
1. Kontrasepsi (pencegahan pembuahan)
2. Aborsi (pengguguran)
3. Perubahan keadaan perkawinan (perceraian dan lain-lain)
4. Mandul (tidak bisa punya anak).
41. 34
B. Fekunditas dan Reproduksi manusia
1. Fekunditas
Fekunditas (fecundity) adalah kemampuan potensial (fisiologis dan biologis)
seorang wanita untuk melahirkan anak. Fekunditas merupakan potensi fisik untuk
melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai
arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup
peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup
peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
2. Reproduksi Pada Manusia
Reproduksi berarti “membuat kembali”, jadi “reproduksi pada manusia berarti
kemampuan manusia untuk memperoleh keturunan (beranak), sehingga sistem
reproduksi adalah organ-organ yang berhubungan dengan masalah seksualitas.
Sistem reproduksi pada manusia akan mulai berfungsi ketika seseorang mencapai
kedewasaan (pubertas) atau masa akil balik. Pada seorang pria testisnya telah
mampu menghasilkan sel kelamin jantan (sperma) dan hormon testosteron.
Hormon testosteron berfungsi mempengaruhi timbulnya tanda-tanda kelamin
sekunder pada pria, di antaranya suara berubah menjadi lebih besar, tumbuhnya
rambut di tempat tertentu misalnya jambang, kumis, jenggot, dan dada tumbuh
menjadi bidang, jakun membesar. Sedangkan seorang wanita ovariumnya telah
mampu menghasilkan sel telur (ovum) dan hormon wanita yaitu estrogen. Hormon
estrogen berfungsi mempengaruhi timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder pada
wanita, yaitu kulit menjadi semakin halus, suara menjadi lebih tinggi, tumbuhnya
payudara dan pinggul membesar.
Organ-organ penyusun sistem reproduksi manusia secara vivipar (melahirkan
anak) dan fertilisasinya secara internal (di dalam tubuh) oleh karena itu memiliki
alat-alat reproduksi yang mendukung fungsi tersebut, adapun alat-alat tersebut
antara lain:
Sistem Reproduksi Pria:
Organ-organ yang menyusun sistem reproduksi pada pria terdiri atas:
1) Testis (buah zakar)
Jumlah 1 pasang, terdapat dalam kantong
pelindung yang disebut skrotum dan terletak
di luar dan di bawah rongga pelvis. Testis
berfungsi menghasilkan hormone testosteron
dan sel kelamin jantan (spermatozoa).
Hormon testosteron berfungsi untuk
menimbulkan tanda-tanda kelamin sekunder
pada pria, di antaranya: tumbuhnya kumis,
suara membesar, dada tumbuh bidang dan
lain-lain.
2) Saluran reproduksi
Saluran reproduksi pada pria terdiri atas:
42. 35
- Epididimis, merupakan tempat pendewasaan (pematangan) dan
penyimpanan sperma. Epididimis berupa saluran yang berkelok-kelok yang
terdapat di dalam skrotum.
- Vas deferens (saluran sperma), merupakan kelanjutan dari saluran
epididimis, berfungsi menyalurkan sperma ke uretra.
- Uretra, kelanjutan dari vas deferens, berfungsi untuk menyalurkan sperma
keluar dan merupakan saluran urine dari kandung kemih menuju ke luar.
3) Penis
Merupakan alat kelamin luar, berfungsi untuk alat kopulasi, yaitu untuk
memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi pada wanita.
4) Kelenjar yang terdapat pada pria
- Vesika seminalis, Kelenjar ini menghasilkan cairan yang pekat berwarna
kuning, mengandung makanan yang merupakan sumber energi untuk
pergerakan sperma.
- Kelenjar prostat, Merupakan kelenjar
penghasil semen terbesar, bersifat
encer dan berwarna putih, berisi
makanan untuk sperma.
- Kelenjar bulbourethralis, Kelenjar ini
terdapat di sepanjang uretra, berfungsi
mensekresi cairan lendir bening yang
menetralkan cairan urine yang bersifat
asam yang tertinggal pada uretra.
Sistem Reproduksi Wanita
Organ yang menyusun sistem reproduksi pada wanita terdiri atas:
1) Ovarium (indung telur)
Jumlahnya 1 pasang, terletak di dalam
rongga perut, berfungsi untuk pembentukan
sel telur dan menghasilkan hormon estrogen
dan progesteron. Pembentukan sel telur
terjadi melalui pembentukan folikel.
Hormon estrogen berfungsi untuk
menimbulkan tanda-tanda kelamin sekunder
pada wanita, diantaranya payudara
membesar, suara semakin tinggi, kulit
semakin halus, panggul membesar dan lain-
lain.
2) Saluran reproduksi, terdiri atas:
- 1 pasang corong infundibulum,
berfungsi untuk menangkap sel telur dari
ovarium
- 1 pasang tuba falopii atau oviduk,
merupakan saluran telur, berfungsi
sebagai tempat terjadinya fertilisasi
(pembuahan)
- Uterus (rahim), berfungsi sebagai tempat
perkembangan dan pertumbuhan janin