SlideShare a Scribd company logo
KAJIAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN
MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI
DI PROVINSI PAPUA
(Studi kasus di Kabupaten Sarmi)
Oleh:
JOHN RAHAIL
ALOYSIUS ORGANIS
PERWAKILAN
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
PROVINSI PAPUA
Jayapura, 2014
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
akhirnya Kajian Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi
Di Provinsi Papua (Studi kasus di Kabupaten Sarmi) dapat terselesaikan dengan baik
mulai dari persiapan, kegiatan pengumpulan data lapangan (data primer dan sekunder)
sampai penyelesaian laporan akhir.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan memetakan permasalahan serta
kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat dalam menyongsong
Bonus Demografi di kabupaten Sarmi. Hasilnya dideskripsikan untuk memperoleh
gambaran dari kondisi obyektif tentang kondisi pemenuhan hak atas pendidikan dan
peta permasalahan dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pada
kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah
Kabupaten Sarmi yang berkenaan memberikan dukungan terhadap proses kajian ini.
Secara khusus kepada Perwakilan BKKBN Provinsi Papua melalui Bidang
Pengendalian Penduduk (DALDUK) yang telah memberikan kepercayaan kepada
kami Tim Penyusun untuk membuat kajian ini. Kiranya kerjasama yang baik ini dapat
dipertahankan dan terus dikembangkan di waktu mendatang.
Berbagai saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan, dan
akhirnya semoga dokumen ini dapat bermanfaat.
Jayapura, Desember 2014
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………………... i
Kata Pengantar …………………………………………………………….. ii
Daftar Isi …………………………………………………………….. iii
Daftar Tabel …………………………………………………………….. iv
BAB I. Pendahuluan …………………………………………......... 1
A. Latar Belakang ………………………………………… 1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………… 3
C. Metodologi …………………………………………….. 3
BAB II. Kajian Pustaka …………………………………………..... 5
A. Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya …………………………………………………. 5
B. Konsep dan Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan .. 8
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional ………………. 11
D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan ………………….. 12
E. Hak dan Kewajiban para pihak ………………………… 13
BAB III. Hasil dan Pembahasan …………………………………..... 17
A. Keadaan geografis ……………………………………... 17
B. Keadaan kependudukan ……………………………….. 18
C. Keadaan pendidikan …………………………………… 20
D. Situasi dan kondisi pemenuhan hak atas pendidikan ….. 24
1. Ketersediaan ………………………………………… 25
2. Keteraksesan ………………………………………… 35
3. Keberterimaan ……………………………………..... 38
4. Ketersesuaian ……………………………………….. 39
BAB IV. Penutup ………………………………………………........ 41
A. Kesimpulan …………………………………………..... 41
B. Saran-saran …………………………………………….. 41
Daftar Pustaka …………………………………………….. 43
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Distrik, Rumah
Tangga dan Jenis Kelamin Tahun 2012 ……………………… 19
2. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Kelompok
Umur Tahun 2012 ……………………………………………. 19
3. Banyaknya Sekolah Dirinci menurut Jenisnya Tahun 2013 …. 21
4. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) Tahun
2012 .......................................................................................... 21
5. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Lanjutan Pertama
(SLTP) Tahun 2012 .................................................................. 22
6. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah (SM)
Tahun 2012 ............................................................................... 22
7. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S), dan Guru (G) SD
Tahun 2012 ............................................................................... 23
8. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTP
Tahun 2012 .............................................................................. 24
9. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTA
Tahun 2012
……………………………………………………….
24
10. Banyaknya Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Jenis
Kelamin dan Tingkat pendidikan Tahun 2012 ………………. 25
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan di Papua, dari dulu
sampai sekarang masih tetap menjadi masalah, termasuk di kabupaten Sarmi yang
berdasarkan laporan Sarmi dalam Angka tahun 2012 berpenduduk 34.305 jiwa (laki-laki
18.721 jiwa dan perempuan 15.584 jiwa). Belum tertanganinya masalah ini secara
optimal, karena berbagai kondisi obyektif geografis dan masyarakat yang hidup miskin,
apalagi 75 persen penduduknya bermukim di kampung dan pedalaman. Masalah
ketidakterpenuhan tersebut karena sudah terlalu lama dan tidak ada penangganan
optimal, sehingga bagi masyarakat bukan lagi dianggap sebagai masalah.
Di Papua sejak diberlakukannya UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua yang menempatkan bidang pendidikan sebagai
salah satu prioritas pembangunan, maka kebijakan ini menjadi peluang untuk
mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia berkualitas
di Papua saat ini dan ke depan. Peluang ini semakin dipertegas dengan adanya Peraturan
Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 26 tahun 2006 tentang Pembangunan Pendidikan di
Provinsi Papua dan Peraturan Gubernur Provinsi Papua Nomor 6 tahun 2009 tentang
Pembebasan biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan di Provinsi Papua.
Kondisi ini sebenarnya telah memberikan jaminan bagi pemenuhan hak atas
pendidikan yang berpihak pada masyarakat di Provinsi Papua, sebagaimana tercantum
dalam General Comment Nomor 13 (Wiratama, 2009) yang meliputi:
- Ketersediaan (availability), yakni institusi-institusi dan program-program
pendidikan yang berfungsi harus tersedia dalam kuantitas/jumlah yang memadai.
- Keteraksesan (accessibility), dimana institusi-institusi pendidikan dan program harus
dapat diakses setiap orang, tanpa diskriminasi: dengan maksud pendidikan harus
dapat diakses oleh setiap orang, terutama kelompok yang paling rentan dalam
hukum maupun dalam kenyataan.
- Keteraksesan Fisik (physical accessibility), dimana pendidikan harus berada dalam
jangkauan fisik yang aman, baik secara kehadiran pada lokasi geografis yang cukup
mudah (misalnya, sekolah di lingkungan kehidupan sosial kemasyarakatan) atau
melalui teknologi modern (akses pada pembelajaran jarak jauh melalui internet).
- Keteraksesan Ekonomi (economic accessibility), dimana pendidikan harus
terjangkau secara ekonomi dan juga berdasar tingkatan, namun negara harus
mengupayakan atau mempromosi pendidikan menengah dan tinggi yang bebas
biaya.
- Keberterimaan (acceptability) yang menyatakan maksud bahwa, bentuk dan isi dari
pendidikan, termasuk kurikulum dan metode pengajaran harus dapat diterima oleh
murid, dan pada kasus tertentu oleh orang tua.
2
- Penyesuaian (adaptabibilty) di mana pendidikan harus fleksibel agar dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas yang berubah-rubah
dan tanggap terhadap kebutuhan murid dalam lingkungan sosial dan budaya yang
beragam.
Di kabupaten Sarmi, walaupun hampir semua distrik dan kampung terdapat
gedung sekolah dan aktivitas belajar (SD, SLTP dan SLTA), namun pemanfaatan belum
optimal karena sangat dipengaruhi pandangan, konsep dan persepsi masyarakat yang
masih tradisional, hidup miskin dan terbelakang. Keadaan ini sangat berdampak pada
munculnya konsep dan pola pikir masyarakat yang menganggap pendidikan mahal
secara sosial dan belum menjadikan pendidikan sebagai investasi masa depan.
Masalah ini semakin kompleks ditunjukkan dengan rendahnya angka partisipasi
kehadiran siswa (absent tinggi), proses belajar-mengajar tidak yang optimal karena rasio
guru-murid cukup tinggi, tidak tersedia buku paket dan alat peraga yang memadai,
gedung sekolah tidak memenuhi standart lingkungan sehat (MCK tidak berfungsi),
wajib seragam sekolah yang tidak terpenuhi siswa, serta rendahnya motivasi orang tua.
Laporan IPM Kabupaten Sarmi tahun 2012 yang mencapai 67,15 dengan angka rata-rata
lama sekolah 6,55 tahun dengan angka buta huruf mencapai >10% dari total jumlah
penduduk usia 15 tahun ke atas. Angka partisipasi murni (APM) semakin menurun antar
jenjang pendidikan, dimana APM SD 84.82%, kemudian SLTP 63.36% dan SLTA
hanya 19.17% yang memberikan gambaran bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
partisipasi penduduk usia sekolah di kabupaten Sarmi semakin berkurang.
Walaupun ada masalah pendidikan, namun upaya penanganan dan pemecahan
masalah pada sektor tersebut belum aplikatif, terfokus dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat di kabupaten Sarmi. Kondisi masyarakat di kabupaten Sarmi yang selama
ini hanya sebagai obyek pembangunan tidak mempunyai akses terhadap bagaimana
pemenuhan kebutuhan atas hak pendidikan dilakukan. Rahail (2008) melaporkan
berbagai hambatan pembangunan pendidikan di Papua dan secara khusus di kabupaten
Sarmi terjadi selain karena munculnya perbedaan persepsi antara masyarakat dan
pemerintah, hal ini juga terjadi karena tidak ada panduan yang jelas bagaimana cara
masyarakat melakukan kontrol terhadap upaya pemerintah memenuhi hak masyarakat
atas pendidikan.
Keadaan ini mendesakkan bagaimana masalah-masalah pendidikan di kabupaten
Sarmi dipecahkan tanpa harus saling menyalahkan dengan langkah-langkah kongkrit
yang terencana dan komprehensif. Hal ini menjadi penting dikaitkan dengan dinamika
kependudukan yang kini dihadapkan pada peluang Bonus Demografi di Provinsi Papua
3
dan secara khusus di Kabupaten Sarmi. Atas dasar itulah kajian ini dilakukan untuk
memperoleh data dan informasi tentang kondisi dan situasi pembangunan pendidikan di
kabupaten Sarmi, yang hasilnya diharapkan dapat memberikan dukungan bagi
peningkatan kualitas perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi secara
menyeluruh dalam pembangunan sektor ini di kabupaten Sarmi menyonsong Bonus
Demografi.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan kajian ini untuk mengetahui dan memetakan permasalahan serta
kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat dalam menyongsong
Bonus Demografi di kabupaten Sarmi. Hasilnya dideskripsikan untuk memperoleh:
a. Gambaran dari kondisi obyektif tentang kondisi pemenuhan hak atas pendidikan
b. Peta permasalahan dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi
masyarakat
2. Manfaat
Manfaat penelitian ini diharapkan, dapat memberikan masukan kepada
Pemerintah Kabupaten Sarmi dan dimanfaatkan perencana dan pelaksana
pembangunan khusus dalam bidang pendidikan dalam meningkatkan kualitas
pelaksanaan pembangunan pada sektor ini sebagai persiapan menyongsong dan
memasuki Bonus Demografi.
C. Metodologi
1. Lokasi penelitian
Lokasi kegiatan penelitian pada 3 distrik sampel yang ditentukan secara
purposive berdasarkan pendekatan keruangan, yaitu:
a. Distrik Sarmi (perkotaan)
b. Distrik Sarmi Timur (pinggiran)
c. Distrik Pantai Timur (pedalaman)
2. Metode penelitian
Ditinjau dari dimensi tujuan dan waktu, maka penelitian ini menggunakan
metode observasi partisipatif bersifat deskriptif, sehingga dapat menggali lebih
dalam kondisi dan permasalahan pemenuhan hak atas pendidikan pada berbagai
pihak sebagai fakta yang perlu diperhatikan dalam menyongsong bonus demografi.
4
3. Populasi dan Sampel
Sasaran penelitian ini adalah semua
instansi pemerintah dan lembaga terkait
(pembangunan pendidikan), para pelaku
pendidikan dan masyarakat di Kabupaten Sarmi
sebagai sasaran pembangunan, antara lain:
a. Instansi pemerintah dan lembaga terkait
- Bappeda
- Dinas Pendidikan dan Pengajaran
- Pengelola pendidikan dan persekolahan swasta
- Petugas pemerintah (tingkat distrik dan kampung)
b. Pelaku pendidikan dan masyarakat
- Guru dan siswa SD, SLTP dan SLTA
- Kelompok pengelola pendidikan nonformal
- Tokoh masyarakat (tokoh adat, agama, perempuan dan pemuda)
4. Teknik dan alat Pengumpulan Data
a. Pengamatan dan wawancara umum (PWU), kegiatan berupa pengamatan dan
wawancara umum menggunakan panduan observasi untuk mengumpulkan data.
b. Diskusi kelompok terfokus (DKT), kegiatan berupa diskusi dengan pelaku
pendidikan dan masyarakat secara terpisah menggunakan panduan.
c. Pengamatan dan wawancara mendalam (PWM), kegiatan berupa pengamatan
dan wawancara mendalam menggunakan panduan untuk mengumpulkan data
tentang situasi dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi.
5. Analisa Data
Data diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis data secara kuantitatif
menggunakan tabulasi frekuensi. Analisis secara kualitatif untuk mendukung hasil
analisis kuantitatif dan beberapa aspek yang hanya dapat dianalisis secara kualitatif.
Tahapan analisis data yang dilakukan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi data primer dari lapangan berupa catatan harian, transkip
diskusi, wawancara dan catatan dokumen data sekunder.
b. Kategorisasi data yang diperoleh sesuai peruntukkannya untuk kemudian
dideskripsikan.
c. Hasil kategorisasi data dan informasi kemudian diinterpretasikan dan dianalisis
sesuai kaidahnya.
5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya
Pendidikan adalah hak setiap orang sebagaimana yang tercantum dalam UUD
1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Internasional Hak
Ekonomi Sosial dan Budaya (KI-HESB). Penggunaan KI-HESB sebagai sandaran
penting karena KI-HESB mempunyai konsepsi dan strategi yang lebih lengkap dalam
rangka pemenuhan hak atas pendidikan.
Namun penggunaan KI-HESB sebagai landasan prespektif mungkin masih
terkesan bermasalah untuk beberapa kalangan, karena KI-HESB sampai sekarang belum
diratifikasi pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penting untuk
terlebih dahulu mendudukkan permasalahan tersebut secara proporsional.
Paling tidak ada dua (2) landasan pokok yang menjelaskan bahwa KI-HESB
dapat dijadikan sebagai sandaran atau apa yang umum dikenal sebagai sumber hukum
dalam perumusan sistem pengelolaan pendidikan di daerah. Adapun alasan tersebut
menurut Wiratama (2009) antara lain:
1. Landasan Matriil
Dari sudut pandang matriil, paling tidak ada tiga (3) alasan pokok yang mendasari
pentingnya penegasan bahwa pendidikan adalah Hak yang harus dihormati,
dilindungi dan dipenuhi sebagaimana diamanatkan oleh KI-HESB.
Pertama; pentingnya hak atas pendidikan bagi semua orang adalah sesuatu yang tak
terbantahkan. Semua orang ingin mengenali dan mampu menalarkan
lingkungan sosial dan alamnya untuk dapat bertahan hidup dan
mengembangkan dirinya. Jika ditilik dari pandangan bahwa negara dibangun
atas dasar kontrak sosial dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan
warganya, maka dengan sendirinya pendidikan merupakan hal pokok yang
tidak boleh dinegosiasikan oleh negara, negara justru berkewajiban
menghormati, melindungi dan memenuhinya, karena pendidikan adalah
sarana pokok bagi setiap orang untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Karena itu pendidikan mesti diletakkan dalam pemahaman bahwa
pendidikan adalah hak asasi setiap orang yang harus dilindungi, dihormati
dan dipenuhi negara atau setiap pemerintah yang sedang berkuasa.
Kedua; bahwa semua masyarakat sejak awal sudah memiliki naluri untuk
memberikan pendidikan kepada generasinya sebagai jalan untuk dapat
6
mempertahankan kebudayaan yang sudah dapat dicapai dan
mengembangkannya. Tanpa proses pendidikan yang baik suatu bangsa tidak
akan pernah mampu mewujudkan kesejahteraannya. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang belum dapat
mengakses pendidikan, pada satu sisi usaha untuk memperbaiki keadaan ini
seringkali dengan mudah dinegosiasikan oleh kebutuhan-kebutuhan lain,
karena masalah pendidikan ini relatif tidak dirasakan oleh mereka yang kaya.
Ketiga; berpendidikan atau tidaknya seseorang juga akan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan seseorang dalam mengakses hak yang lain secara
optimal, seperti; hak atas informasi, hak untuk bebas berekspresi berkumpul
dan berorganisasi, hak untuk memilih dan dipilih sangat tergantung kepada
sekurang-kurangnya satu tingkat pendidikan minimum. Sama dengan itu,
berbagai komponen substansi HAM, baik hak-hak sipil dan politik maupun
hak-hak atas ekonomi sosial dan budaya, seperti: hak untuk memilih
pekerjaan, hak untuk mendapatkan pembayaran yang setara untuk pekerjaan
yang setara, atau hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak
untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan. Pengenyaman semua elemen
hak asasi manusia tersebut akan sangat tergantung kepada pengenyaman
pendidikan.
Dengan alasan itu, oleh para ahli hukum Internasional dikatakan bahwa hak
atas pendidikan merupakan komponen hak asasi manusia yang bersifat dasar bagi
komponen Hak Asasi Manusia yang lain.
2. Landasan Formil
Dalam UUD 1945 secara tegas dikemukakan bahwa Indonesia adalah negara
hukum, bukan negara kekuasaan, yang mana salah satu ciri negara hukum adalah
negara itu menghormati dan melindungi HAM. Sejalan dengan itu, sebagai sebuah
negara hukum sejak awal dalam pemikiran para elit politik Indonesia pada dasarnya
terdapat keinginan yang kuat untuk segera mendasarkan pengelolaan negara
berdasarkan nilai-nilai HAM. Namun demikian karena berbagai masalah politik
yang dihadapi Indonesia, keinginan untuk mengelola negara berdasarkan HAM baru
mulai muncul kembali secara lebih luas dan terbuka sejak tahun 1998.
Salah satu prestasi dari dinamika politik pada tahun 1998 adalah lahirnya
TAP MPR NO. XVII/MPR/1998 tentang HAM, dimana salah satu mandatnya
adalah menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyebarluaskan
7
nilai-nilai HAM dan meminta kepada Presiden dan DPR agar segera meratifikasi
berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan
pancasila dan UUD 1945.
Setelah itu berbagai instrumen HAM mulai diratifikasi dan langkah-langkah
legislasi lainnya mulai dilakukan, UU Nomor 5 tahun 1998 meratifikasi konvensi
anti penyiksaan, tanggal 23 September lahir UU Nomor 39 tahun 1999 tentang
HAM. Lebih lanjut, politik hukum penegakan HAM ini dipertegas kembali dalam
ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN. Dalam Bab IV tentang
kebijakan Sub-A tentang Hukum.
Dari sepuluh (10) butir arahan, terdapat sekurang-kurangnya empat (4) butir
yang mengatur mengenai masalah HAM sebagai berikut:
- Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum,
keadilan dan kebenaran, supremasi hukum serta menghargai HAM.
- Melanjutkan ratifikasi konvensi Internasional terutama yang berkaitan dengan
HAM sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk UU.
- Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatkan perlindungan,
penghormatan dan penegakan HAM dalam seluruh aspek kehidupan.
- Menyelesaikan berbagai proses pradilan terhadap pelanggar hukum dan HAM
yang belum ditangani secara tuntas.
Jika mengacu kepada garis politik pembangunan hukum di atas, maka
sekalipun KI-HESB belum diratifikasi Indonesia, akan tetapi secara tidak langsung
eksistensi KI-HESB sebenarnya sudah mendapat pengakuan, terutama jika dikaitkan
dengan adanya seruan untuk menghormati dan menghargai HAM dan segera
meratifikasi semua konvensi internasional yang tidak bertentangan dengan UUD
1945 dan Pancasila.
Karena kandungan KI-HESB termasuk juga hak atas pendidikan Pasal 13-14
KI-HESB pada dasarnya memiliki semangat yang sama dengan UUD 1945 dan
Pancasila. Kesamaan pandangan ini terlihat jelas dari penegasan Pasal 31 UUD
1945 yang juga menempatkan pendidikan sebagai hak setiap warga negara di satu
sisi, dan membebankan kewajiban kepada pemerintah untuk menyelenggarakannya
di sisi lain. Bahkan dalam amandemen terhadap pasal 31 yang dilakukan baru-baru
ini, pemikiran yang muncul semakin menunjukkan semangat yang sama dengan apa
yang dirumuskan dalam pasal 13-14 KI-HESB. Semangat yang sama dengan pasal
13-14 KI-HESB juga muncul dalam pasal 12 dan 60 UU Nomor 39 tahun 1999
8
tentang HAM dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SPN).
Masih dari sudut pandang formil, Hak atas pendidikan adalah salah satu
komponen hak asasi manusia yang terdapat dalam pasal 13 KI-HESB. Sampai
dengan sekarang ini, KI-ESB sudah diratifikasi oleh 142 negara, hal ini
menunjukkan bahwa konvensi ini memiliki karakter universalitas yang sangat kuat.
Menanggapi fakta ini, sebagian ahli hukum berpendapat bahwa karena konvensi ini
sudah di terima oleh lebih dari seratus negara maka dengan sendirinya konvensi ini
menjadi kaedah kebiasaan internasional, dan oleh karena itu juga dengan sendirinya
mengikat semua negara baik negara yang meratifikasi maupun negara yang tidak
meratifikasi termasuk juga Indonesia.
Secara khusus di Papua dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua dalam Bab XVI telah menempatkan bidang
pendidikan sebagai salah satu prioritas pembangunan, maka kebijakan ini menjadi
peluang untuk mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya
manusia berkualitas di Papua saat ini dan ke depan.
Peluang dan dukungan ini semakin dipertegas dengan adanya Peraturan
Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 26 tahun 2006 tentang Pembangunan Pendidikan
di Provinsi Papua, dan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Papua Nomor 6 tahun
2009 tentang Pembebasan biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan di Provinsi
Papua.
B. Konsep dan Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan
Dalam sistem hukum internasional, hak atas pendidikan dituangkan dalam pasal
26 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan dipertegas lagi dalam pasal 13
dan 14 Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya dan dalam berbagai
instrumen turunannya.
Sebagai bagian dari KI-HESB, hak atas pendidikan tergolong dalam hak asasi
manusia generasi kedua, yang mana kelahirannya dibidani tuntutan negara-negara
berkembang dimana peran pemerintah dalam bidang sosial ekonomi masih sangat
dibutuhkan. Karena latar belakang ini, banyak pihak mengatakan bahwa hak asasi
manusia generasi kedua ini lebih bersifat positif (kewajiban berbuat), dalam arti bahwa
rumusan kaedahnya mewajibkan pemerintah berbuat sesuatu untuk memenuhi hak
warga negaranya. Berbeda dengan Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (KI-
9
HSP) yang kelahirannya banyak dimotori pemikiran negara-negara maju yang
cenderung liberal, dan oleh karena itu cenderung bersifat negatif (bebasan dari) dalam
arti bahwa negara diwajibkan untuk tidak ikut campur.
Sebagaimana juga dalam konteks hak atas pendidikan yang diatur dalam pasal
13 dan 14 KI-HESB. Negara disamping berkewajiban untuk memenuhi ketersediaan dan
menjamin semua orang dapat mengakses pendidikan, juga berkewajiban untuk
menghormati kebebasan individu untuk mendirikan lembaga pendidikan dan kebebasan
orang tua wali untuk memilih lembaga pendidikan apa yang dikehendakinya. Hal ini
menjadi bukti bahwa KI-HESB sebagaimana juga KI-HSP tidak dibangun atas dasar
dominasi idiologi tertentu.
Untuk memperjelas konsep ini, dapat dikerangkakan dengan melihat apa
kewajiban pemerintah dalam konteks hak atas pendidikan, yang dapat digolongkan
menjadi tiga (3) hal, yakni:
Pertama; Kewajiban untuk menghormati. Hal ini berkaitan dengan kewajiban
pemerintah untuk tidak berbuat atau tidak mencampuri kebebasan hak setiap
orang. Dalam hal ini pemerintah diwajibkan untuk menghormati kebebasan
setiap orang tua untuk memilih pendidikan yang dikehendaki bagi anaknya,
kewajiban untuk menghormati kebebasan setiap orang dan lembaga untuk
membangun lembaga-lembaga pendidikan.
Kedua; Kewajiban untuk melindungi berkaitan dengan kewajiban untuk mencegah
pihak ketiga mengganggu setiap orang dalam menikmati haknya. Dalam hal ini,
pemerintah berkewajiban untuk mencegah dan melindungi hak setiap orang
untuk menikmati kebebasannya dalam memilih lembaga pendidikan bagi
anaknya, dan dalam hal mendirikan lembaga pendidikan.
Ketiga; kewajiban untuk memenuhi berkaitan dengan kewajiban bertindak untuk
memenuhi hak-hak setiap orang. Dalam hal ini, pemerintah wajib menjamin
ketersediaan lembaga-lembaga pendidikan yang dapat dengan mudah diakses
secara cuma-cuma atau murah. Jika hal ini belum dapat dipenuhi secara seketika,
maka dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 2 tahun pemerintah harus mampu
membuat rencana aksi, yang dalam jangka waktu yang masuk akal harus sudah
dapat dipenuhi.
Adapun langkah-langkah penting yang harus dilakukan untuk mewujudkan
sistem pendidikan berbasis HAM antara lain:
10
Pertama, berupaya mengambil langkah-langkah secara sendiri maupun melalui bantuan
dan kerjasama Internasional, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknis.
Pedoman yang dirumuskan dalam prinsip-prinsip Limburg mengenai
pelaksanaan KI-HESB mengemukakan bahwa negara berkewajiban untuk
secepatnya mengambil langkah-langkah ke arah realisasi sepenuhnya dari hak-
hak yang tercantum dalam KI-HESB. Bantuan dan kerjasama internasional
harus ditujukan langsung pada pembentukan suatu tatanan sosial dan
internasional dimana hak-hak dan kebebasan sebagaimana ditetapkan dalam
Kovenan dapat diwujudkan. Kerjasama untuk mempromosikan kemajuan sosial,
ekonomi, dan budaya tersebut tidak memandang perbedaan dalam sistem politik,
ekonomi dan sosial, serta bebas dari diskriminasi.
Kedua, memaksimalkan sumberdaya yang tersedia. Negara berkewajiban, tanpa
memandang tingkat pembangunan ekonominya, untuk menghormati hak-hak
subsistensi minimum bagi semua orang. “Sumber-sumber daya yang tersedia”
mengacu pada sumber-sumber dalam suatu negara dan yang tersedia dari
masyarakat internasional melalui kerjasama dan bantuan internasional. Selain
itu, perhatian juga harus diberikan untuk penggunaan yang adil dan efektif serta
akses terhadap sumber-sumber daya yang tersedia. Sumber-sumber daya itu
diprioritaskan bagi pemenuhan HESB dan memastikan bahwa setiap orang
terpuaskan kebutuhan subsistensinya maupun layanan-layanan terpenting.
Ketiga, secara bertahap mencapai realisasi sepenuhnya atas HESB. Kewajiban ini
mengharuskan negara peserta berupaya secepatnya ke arah terwujudnya hak-hak
itu. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi negara untuk menunda-nunda secara
tidak terbatas atas realisasi hak-hak ini. Sebaliknya, negara memiliki kewajiban
untuk segera mengambil langkah-langkah untuk memenuhi kewajiban itu.
Kewajiban pencapaian bertahap itupun tidak tergantung pada peningkatan
sumber daya, melainkan pada penggunaan sumber-sumber yang tersedia secara
efektif. Beberapa kewajiban juga mengharuskan pelaksanaan sepenuhnya
dengan segera, misalnya larangan mengenai diskriminasi.
Keempat, melalui cara-cara yang sesuai, termasuk secara khusus penerimaan ukuran-
ukuran legislative. Pada tingkat nasional, negara harus menggunakan sarana
yang tepat, termasuk tindakan legislatif, administratif, upaya perbaikan yudisial,
ekonomi, sosial dan pendidikan untuk memenuhi hak itu. Tindakan-tindakan
11
legislatif biasanya dilakukan bila perundang-undangan yang ada melanggar
kewajiban-kewajiban sebagaimana diasumsikan dalam Konvenan.
Selain empat hal tersebut, KI-HESB juga secara khusus menegaskan prinsip non
diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana termuat dalam pasal 12
dan 13 KI-HESB. Adapun pengertian yang dikandung dalam prinsip non diskriminasi
tersebut, antara lain:
1. Hak atas pendidikan harus direalisasikan tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya,
kewarganegaraan atau asal-usul sosial, kepemilikan, status kelahiran atau status
lainnya.
2. Kewajiban untuk menjamin persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam
mengakses pendidikan, termasuk tindakan afirmatif guna menghapuskan kondisi-
kondisi ketertinggalan perempuan bukanlah tindakan diskriminasi. Tindakan yang
istimewa terhadap perempuan ini harus dihentikan manakala sudah tercipta
persamaan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Kewajiban untuk
persamaan hak perempuan dan laki-laki merupakan kewajiban yang bersifat ‘segera’
bukan ‘realisasi bertahap’.
3. Diskriminasi tidak terbatas pada hal-hal itu saja, akan tetapi juga diskriminasi yang
berdasarkan pada perbedaan usia, status kesehatan dan kecacatan.
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional
Dalam kovensi internasional tentang hak-hak ekonomi dan sosial budaya,
dikatakan bahwa para peserta kovenan KI-HESB ini menerima bahwa tujuan pendidikan
dikonsepsikan secara berbeda-beda akan, tetapi mereka juga menyetujui bahwa
pendidikan harus diarahklan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya, dan
kesadaran akan harga dirinya serta memperkuat penghormatan terhadap hak-hak asasi
manusia dan kebebasan manusia yang mendasar.
Para penandatangan konvensi internasional tentang HESB ini juga menyetujui
bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif
dalam suatu masyarakat yang bebas. Memajukan saling pengertian, toleransi serta
persahabatan antar bangsa serta semua kelompok, ras, etnis atau agama dan lebih
memajukan perserikatan bangsa-bangsa unuk mewujudkan perdamaian.
Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 sebagai undang-undang oganik dari pasal 31
UUD 1945, yang lahir sebagai sebuah ikhtiar untuk menjawab kegagalan sistim
12
pendidikan pada masa Orde Baru, merumuskan tujuan pendidikan dan fungsi
pendidikan dengan cara bahwa pendidikian nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta pradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Jadi jelas bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka pendidikan harus difungsikan sebagai
usaha untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam
konteks fungsi pendidikan inilah penting bagaimana usaha untuk diterjemahkan dan
merumuskan sistem penyelenggaraan pendidikan, sehingga pendidikan yang
diselenggarakan menjadi tepat sasaran.
D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dengan fungsi sebagai-mana yang
sudah dikemukakan di atas, menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 haruslah didasari oleh
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistematik dengan sistem
terbuka dan multi makna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung seumur hidup.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi ketauladanan, membangun kemauan
dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Prinsip ini menghendaki agar seluruh elemen masyarakat dan pemerintah
memberi teladan kepada peserta didik. Dengan demikian, dari awal peserta didik
setidak-tidaknya sudah mempunyai orientasi tertentu yang paling ideal menurut mereka
13
dan tidak lagi membanggakan perilaku-perilaku tertentu tanpa dasar dan spirit yang
jelas, maka prinsip dimaksud dapat dipertegas sebagai berikut:
1. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis
dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
2. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peranserta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
Prinsip ini menghendaki adanya pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Untuk menjamin terwujudnya
partisipasi masyarakat ini, maka diperlukan upaya pelembagaan partisipasi masyarakat
sehingga adapat mendorong akselerasi pembangunan pendidikan sebagai modal dalam
menyongsong bonus demografi.
E. Hak dan Kewajiban Para Pihak
1. Hak dan Tanggung Jawab Pemerintah
Dalam bidang pendidikan, selain menegaskan bahwa pendidikan adalah hak
warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah, UUD 1945 juga menegaskan
bahwa bahwa pemerintah berkewajiban untuk memprioritaskan dana yang memadai
untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu yakni sekurang-kurangnya 20
persen dari total APBN secara nasional maupun dalam APBD masing-masing
daerah (provinsi dan kota/kabupaten).
Sebagai undang-undang organik dari Pasal 31 UUD 1945, di dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 juga ditegaskan kembali bahwa pemerintah wajib
memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Hal ini berarti pemerintah
berkewajiban untuk mewujudkan suatu keadaan dimana setiap orang mendapat
kemudahan untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Adapun aspek-aspek
yang terkandung dalam pengertian “kemudahan” antara lain adalah kemudahan
untuk mengakses layanan pendidikan baik dari segi jarak lokasi pelayanan
pendidikan dengan komunitas maupun dari segi ekonomi.
Pemenuhan kewajiban untuk menjamin terselengaranya pendidikan yang
bermutu dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri maupun dengan cara mendorong
partisipasi masyarakat, namun demikian, ada atau tidaknya partisipasi masyarakat
tidak dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak memenuhi kewajibannya.
14
Secara lebih khusus, untuk pendidikan dasar (SD dan SLTP), pemerintah
diwajibkan untuk menyediakan dana yang cukup guna terselenggaranya pendidikan
dasar untuk anak usia 7 sampai 15 tahun (Pasal 11). Selanjutnya dalam pasal 34
ditegaskan kembali bahwa pemerintah dan pemerintah daerah akan menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.
Jadi jelas bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan
pendidikan dan menjamin kemudahan (kemudahan untuk mengakses pendidikan
baik secara ekonomi, sosial, fisik dan jarak) bagi setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan bermutu.
Untuk menjamin kemudahan ini maka pemerintah dapat mengambil
serangkaian kebijakan dan tindakan agar setiap warga negara mudah untuk
mendapatkan pendidikan, dalam hal ini termasuk kewajiban untuk mencegah dan
menghilangkan semua hambatan setiap warga negara untuk mendapatkan
pendidikan yang bermutu, termasuk halangan-halangan yang bersumber pada
kemampuan ekonomi setiap warga negara.
Jika kehendak untuk mewujudkan kemudahan dan layanan serta jaminan
bagi setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, sekalipun
pemerintah dan pemerintah daerah telah mengunakan segenap sumber daya yang
dimilikinya akan tetapi tidak juga dapat diwujudkan secara seketika, maka
pemerintah dan pemerintah daerah dapat memenuhinya secara bertahap dan wajib
membuat rencana dan strategi aksi yang jelas untuk mewujudkannya.
2. Hak dan Tanggungjawab Masyarakat
Untuk dapat terselenggaranya pendidikan, masyarakat juga diwajibkan untuk
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dukungan
sumber daya yang dimaksud adalah termasuk juga dukungan finansial. Akan tetapi
penegasan ini bukan berarti kemudian direduksi menjadi wali murid, sebagaimana
anggapan yang muncul selama ini, sehingga ada anggapan bahwa wali murid wajib
membiayai pendidikan anaknya termasuk dalam hal pendidikan dasar, karena
kewajiban wali murid dalam hal ini oleh undang-undang juga sudah ditegaskan dan
kewajibannya bukanlah membayar dana sumbangan sekolah karena anaknya sedang
mengikuti program belajar pada sekolah tertentu, akan tetapi justru kewajiban untuk
menyekolahkan anaknya.
15
Pengertian masyarakat dalam hal ini adalah seluruh rakyat, oleh karena itu
pemungutan dukungan sumber daya tidak harus dikaitkan dengan ada atau tidaknya
anak sesorang yang sedang sekolah di lembaga pendidikan tertentu. Atas dasar itu
maka pemerintah dalam hal ini dapat saja memakai mekanisme pajak, atau restribusi
khusus yang berlaku umum kepada seluruh masyarakat.
Pada sisi lain masyarakat juga memiliki sejumlah hak dalam konteks
penyelenggaraan pendidikan, adapun sejumlah hak yang dimaksud antara lain
adalah hak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
evaluasi program pendidikan. Dalam hal ini termasuk juga hak untuk mendirikan
lembaga pendidikan formal.
3. Hak dan Kewajiban Peserta didik
Dalam pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2003, masih mewajibkan peserta didik
untuk ikut menaggung biaya penyelenggaraan pendidikan, keculai yang dibebaskan
dari kewajiban itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika
melihat pasal 12 ayat 1 huruf c dan d, Pasal 12 ayat 2 b ini memang berkonotasi
bahwa yang dimaksud dengan peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban untuk
ikut menanggung biaya pendidikan adalah mereka yang miskin.
Namun demikian, untuk menghindari penafsiran yang parsial, dalam hal ini
harus juga dihubungkan dengan keseluruhan dari isi UU Nomor 20 Tahun 2003 atau
setidak-tidaknya dengan ketentuan kewajiban pemerintah dan ketentuan program
wajib belajar. Jika ditafsirkan secara komprehensif, maka yang perlu diingat adalah:
Pertama, Untuk peserta didik pada tingkat pendidikan dasar sudah jelas-jelas tidak
akan dipungut biaya (lihat Pasal 11, 17 dan Pasal 34 UU Nomor 20 Tahun
2003).
Kedua, Untuk tingkat menengah dan tinggi, sekalipun akan dipungut biaya akan
tetapi pemungutan biaya penyelenggaraan pendidikan dari peserta didik
tidak boleh juga mereduksi kewajiban pemerintah untuk menjamin
kemudahan serta jaminan untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
bagi setiap warga negara untuk mengakses pendidikan tertentu.
4. Hak dan Kewajiban Guru
a. Kewajiban
- Menciptakan suasana proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis dan dialogis.
16
- Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
- Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang diberikan.
b. Hak
- Mendapat jaminan kesejahteraan yang pantas dan memadai.
- Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
- Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.
- Kesempatan menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk
menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pendidikan.
17
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan geografis
Kabupaten Sarmi terletak diantara 138°05’ - 140°30 Bujur Timur (BT) dan
1°35’ - 3°35’ Lintang Selatan (LS) dengan luas wilayah mencapai 17.740 km².
Wilayah Kabupaten Sarmi sebagian besar berada di pesisir pantai. Kabupaten Sarmi
berbatasan dengan Kabupaten Jayapura di sebelah timur, Samudera Pasifik di sebelah
utara, Kabupaten Mamberamo Raya di sebelah barat serta Kabupaten Mamberamo
Raya dan Kabupaten Tolikara di sebelah Selatan.
Kabupaten Sarmi dibentuk berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2002 dari hasil
pemekaran kabupaten Jayapura. Secara administrasi pemerintahan, kabupaten Sarmi
terdiri dari 10 distrik, 2 kelurahan dan 84 kampung. Distrik Tor Atas merupakan
distrik terluas yaitu 4.499 km² yaitu 25,36 persen dari luas wilayah Kabupaten Sarmi,
sedangkan Distrik Sarmi merupakan distrik yang wilayahnya terkecil yaitu 471 km²
atau 2,26 persen dari luas wilayah Kabupaten Sarmi.
Sebagian besar penduduk kabupaten Sarmi menggantungkan kebutuhan
hidup pada kemurahan alam, karena hutan menyediakan kebutuhan bahan pangan
dalam jumlah yang melimpah. Sagu sebagai makanan pokok penduduk lokal, tumbuh
subur dihampir semua wilayah kabupaten ini. Potensi lahan yang tersedia untuk
tanaman bahan pangan dan hortikultura sedemikian luas. Pengembangan komoditas
pertanian seperti: padi, palawija, dan sayuran masih dalam skala kecil untuk
kebutuhan sendiri. Lahan yang sudah diolah dan menghasilkan tanaman bahan pangan
terdapat di Distrik Bonggo dan Bonggo Timur. Hanya di distrik ini padi sudah dapat
dipanen hasilnya. Demikian juga produksi palawija Kabupaten Sarmi sebagian besar
dihasilkan di distrik Bonggo dan Bonggo Timur.
Komoditas wilayah ini yang berhasil menembus ke pasar luar daerah adalah
kakao dan kelapa dalam yang sudah dikeringkan dalam bentuk kopra. Komoditas ini
di kirim ke Surabaya dan Makassar. Khusus kakao merupakan program prioritas
kabupaten Sarmi dengan slogan ”Tiada hari tanpa tanam Kakao”, sehingga kini
hampir semua KK memiliki minimal 1 hektar tanaman kakao. Kelapa tumbuh tidak
tidak hanya di daratan Sarmi, tetapi juga pada sejumlah pulau-pulau yang termasuk
wilayah kabupaten ini seperti: pulau Yamna, Wakde, Masi-Masi, Liki dan lainnya.
Sarmi memang menjadi satu satunya kabupaten di Papua yang memiliki potensi
kelapa rakyat sangat luas. Meskipun kelapa ini sebagian besar tumbuh secara alamiah
18
di pesisir pantai, dan sungai-sungai, tumbuhan ini terlihat sangat teratur dan terkesan
seperti perkebunan luas. Potensi hutan daerah ini juga sangat menjanjikan. Luas hutan
produksi diperkirakan 54.000 hektar.
Kabupaten ini juga sangat kaya akan sumber daya alam dengan potensi lahan
pertanian, perkebunan, pertambangan dan kelautan yang masih belum diolah.
Diketahui bahwa di perut bumi Sarmi terdapat bijih besi, nikel, minyak bumi dan
batubara yang belum dieksploitasi.
B. Keadaan kependudukan
Penduduk dalam suatu daerah merupakan potensi sumber daya manusia
(SDM) yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, disamping juga sebagai
konsumen dalam pembangunan. Dalam konteks penduduk sebagai potensi SDM,
mengandung arti bahwa penduduk atau manusia memiliki peranan dalam pengelolaan
sumber daya alam (SDA).
Peranan penduduk akan dapat berhasil, apabila memiliki kemampuan dalam
menjawab semua tantangan dalam pembangunan. Baik posisinya sebagai pengelola
sumber daya alam, maupun sebagai pengguna atau konsumen sumber daya alam.
Dampak keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan yang telah
dilaksanakan di Kabupaten Sarmi yang telah berlangsung dapat terlihat pada
perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dengan semakin
rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif.
Berdasarkan data Kabupaten Sarmi dalam angka Tahun 2012 pada tabel-1,
bahwa di kabupaten Sarmi jumlah rumah tangga 7.427 dengan jumlah penduduk
sebanyak 34.305 jiwa, sedangkan rata-rata
jumlah anggota keluarga 4,62. Berdasarkan
jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 18.721 jiwa (54,57%) dan penduduk
perempuan 15.584 jiwa (45,43%). Rasio
antara penduduk laki-laki dan perempuan
sebesar 120,13 artinya dari 120 jiwa
penduduk laki-laki terdapat 100 jiwa penduduk perempuan. Perbandingan antara
jumlah penduduk dan luas wilayah (kepadatan penduduk) secara keseluruhan di
Kabupaten Sarmi adalah sebesar 1,93 dibulatkan menjadi 2, artinya setiap luas
wilayah 1 km² dihuni oleh 2 orang.
19
Tabel-1
Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Distrik,
Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Tahun 2012
No Distrik Jumlah
Rumah Tangga
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Pantai Barat 512 1.243 1.097 2.340
2 Sarmi 2.514 6.737 5.362 12.099
3 Tor Atas 327 949 835 1.784
4 Pantai Timur 520 1.190 1.028 2.218
5 Bonggo 905 2.250 1.789 4.039
6 Apawer Hulu 367 781 740 1.521
7 Sarmi Timur 388 873 746 1.619
8 Sarmi Selatan 381 1.037 835 1.872
9 Pantai Timur Barat 840 2.069 1.783 3.852
10 Bonggo Timur 673 1.592 1.369 2.961
Jumlah 7.427 18.721 15.584 34.305
Sumber : Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2012
Penduduk berdasarkan kelompok umur (tabel-2), menunjukkan bahwa 62.76
persen (21.531 orang) penduduk kabupaten Sarmi merupakan kelompok usia produktif
(15-64 tahun), sedangkan sisanya 37,36 persen (12.774 orang) adalah kelompok usia
tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan rasio beban tanggungan
(depedency rasio) sebesar 59,33. Fakta ini menunjukkan bahwa kabupaten Sarmi
masih harus menurunkan 9,33 point lagi untuk mencapai bonus demografi.
Tabel-2
Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut
Kelompok Umur Tahun 2012
No Interval Umur
(Tahun)
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 0 - 4 2.271 2.179 4.450
2 5 - 9 2.202 2.136 4.338
3 10 - 14 1.832 1.650 3.482
4 15 - 19 1.568 1.283 2.851
5 20 - 24 1.678 1.380 3.058
6 25 - 29 1.953 1.519 3.444
7 30 - 34 1.695 1.364 3.059
8 35 - 39 1.345 1.103 2.448
9 40 - 44 1.256 943 2.199
10 45 - 49 1.071 806 1.877
11 50 - 54 792 531 1.323
12 55 - 59 493 288 781
13 60 - 64 295 196 491
14 65 - 69 154 103 257
15 70 - 74 90 60 150
16 75 + 54 43 97
Jumlah 18.721 15.584 34.305
Sumber : Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2013
20
Penduduk usia produktif merupakan suatu modal dalam pelaksanaan
pembangunan di segala sektor, dengan harapan produktifitas dan efektifitas yang
terjadi ditunjang pula dengan sarana dan prasarana pembangunan, dimana manusia
merupakan tujuan dan pelaksana pembangunan.
Struktur umur penduduk di Kabupaten Sarmi masih mengikuti pola struktur
umur muda, dimana kelompok umur pada usia muda lebih banyak daripada kelompok
usia lain. Hal ini dapat kita lihat bila mengembangkan piramida penduduk Kabupaten
Sarmi maka akan nampak bahwa piramida penduduk kabupaten Sarmi masih
berbentuk piramida setiga, dimana penduduk terbanyak adalah pada kelompok usia
muda antara 0-30 tahun dan kemudian meruncing pada kelompok usia di atasnya.
C. Keadaan pendidikan
1. Sarana prasarana
Pendidikan merupakan bagian penting dalam rangka pembangunan
manusia melalui meningkatnya kualitas
sumber daya manusia. Hal ini sejalan
dengan semangat Otonomi Khusus Papua
tahun 2001 di saat ini menjelang era
globalisasi bahwa SDM merupakan
sasaran yang ingin dicapai dalam
pembangunan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang termasuk di
kabupaten Sarmi.
Di Kabupaten Sarmi berbagai upaya pembangunan dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) telah dilakukan dengan
dilandasi semangat visi-misi pemerintah
“Membangun Masyarakat Kabupaten
Sarmi yang Mandiri, Sejahtera dan
Bermartabat”. Agar tujuan yang
terkandung dalam visi-misi tersebut
diterjemahkan dalam program
pembangunan pendidikan, maka berbagai
sarana dan prasarana pendidikan menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan
oleh pemerintah kabupaten Sarmi.
21
Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Sarmi tahun
2013, bahwa di kabupaten Sarmi jumlah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 55 unit
sekolah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 14 unit sekolah dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebanyak 4 unit sekolah.
Tabel-3
Banyaknya Sekolah Dirinci menurut Jenisnya
Tahun 2013
No. Distrik SD SLTP SLTA
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1 Pantai Barat 7 1 1 0 0 0
2 Sarmi 3 3 2 1 1 1
3 Tor Atas 5 0 1 0 0 0
4 Pantai Timur 1 4 1 0 1 0
5 Bonggo 6 2 2 1 0 0
6 Apawer Hulu 3 1 0 1 0 0
7 Sarmi Timur 2 1 0 0 0 0
8 Sarmi Selatan 3 2 0 0 0 0
9 Pantai Timur Barat 2 3 2 0 0 0
10 Bonggo Timur 4 2 2 0 1 0
Jumlah 36 19 11 3 3 1
Sumber: Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2013
2. Angka Partisipasi Murni (APM)
a. APM Sekolah Dasar (SD)
APM SD adalah persentase penduduk berumur 7-12 tahun yang
bersekolah di SD. Indikator ini digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat
partisipasi (murni) sekolah penduduk
usia 7-12 tahun.
Menurut data tabel 4 pada tahun 2012
penduduk di Kabupaten Sarmi yang
berusia 7-12 tahun sebanyak 7.167 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk pada
kelompok usia tersebut yang bersekolah SD sebanyak 6.383 jiwa. Dengan
demikian APM SD di Kabupaten Sarmi sebesar 89,06 persen.
Tabel-4
Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) Tahun 2012
∑ Penduduk
Usia 7-12 Tahun
∑ Murid
Usia 7-12 Tahun
APM SD (%)
7.167 6.383 89,06
Sumber: Data diolah, 2013
22
b. APM Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP)
APM SLTP adalah persentase penduduk berumur 13-15 tahun yang
bersekolah di SLTP. Indikator ini
digunakan untuk mengetahui besarnya
tingkat partisipasi (murni) sekolah
penduduk usia 13-15 tahun. Menurut
tabel-5 pada tahun 2012 penduduk
Kabupaten Sarmi yang berumur 13-15
tahun sebanyak 3.779 jiwa, sedangkan
penduduk kelompok usia tersebut yang bersekolah pada tingkat SLTP
sebanyak 1.762 jiwa. Dengan demikian APM SLTP di Kabupaten Sarmi
sebesar 46,63 persen.
Tabel-5
Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP)
Tahun 2012
∑ Penduduk
13-15 Tahun
∑ Murid
Usia 13-15 Tahun
APM SLTP (%)
3.779 1.762 46.63
Sumber: Data diolah, 2013
c. APM Sekolah Menengah (SM)
APM SM adalah persentase penduduk berumur 16-18 tahun yang
bersekolah di SM. Indikator ini digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat
partisipasi (murni) sekolah penduduk usia 16-18 tahun.
Tabel-6
Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah (SM)
Tahun 2012
∑ Penduduk
16-18 Tahun
∑ Murid
Usia 16-18 Tahun
APM SLTA (%)
2.838 1.081 38,09
Sumber: Data diolah, 2013
Menurut data tabel 6 pada tahun 2012 penduduk Kabupaten Sarmi yang
berumur 16-18 tahun sebanyak 2.838 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada
kelompok usia tersebut yang terserap di sekolah menengah sebanyak 1.081
jiwa, yang berarti baru 38,09 persen.
Secara umum tampak bahwa APM di Kabupaten Sarmi pada tahun
2012, cenderung mengecil terhadap jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
23
3. Pelayanan Pendidikan
Keterpenuhan pelayanan pendidikan dapat dilihat dari rasio murid
terhadap guru dan sekolah. Rasio biasa diperoleh dengan cara menghitung
perbandingan antara jumlah murid pada suatu jenjang pendidikan dengan jumlah
guru dan sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Indikator ini
dipergunakan untuk menggambarkan beban kerja guru dalam mengajar dan
kapasitas sekolah. Rasio murid-guru memperlihatkan beban guru, yaitu banyaknya
murid yang berada di bawah pengawasan seorang guru.
Semakin tinggi rasio jumlah murid per-guru terdapat kecenderungan
semakin rendah mutu pengajaran, karena semakin kurang tingkat pengawasan dan
perhatian.
a. Jenjang Sekolah Dasar
Menurut data yang tertera pada tabel-7, rasio murid terhadap sekolah
dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang SD sebagai berikut:
- Setiap sekolah memiliki rata-rata 116 murid
- Seorang guru mengajar rata-rata 21 murid
- Setiap sekolah memiliki 6 guru
Jika dianalisa lebih lanjut, untuk tingkat SD yang memiliki 55 sekolah,
307 guru (guru tetap dan guru tidak tetap) dan 6.383 murid, maka setiap
sekolah memiliki sekitar 6 guru dan 116 murid. Sedangkan satu guru akan
mengajar 21 murid.
Tabel-7
Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S), dan Guru (G) SD
Tahun 2012
Murid Sekolah Guru Rasio
M-S M-G G-S
6.383 55 307 116.05 20.79 5,58
Sumber: Data diolah, 2013
Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan cukup tersedianya guru
dan ruang untuk belajar menjadikan faktor fasilitas dan pelayanan pendidikan
pada jenjang pendidikan SD di Kabupaten Sarmi telah memadai.
b. Jenjang SLTP
Menurut data yang tertera pada tabel-8 rasio murid terhadap sekolah
dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang pendidikan SLTP adalah sebagai
berikut:
24
- Setiap sekolah memiliki rata-rata 126 murid
- Seorang guru mengajar rata-rata 11 murid
- Setiap sekolah memiliki 11 orang guru
Tabel-8
Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTP
Tahun 2012
Murid Sekolah Guru Rasio
M-S M-G G-S
1.762 14 148 125.86 11.91 10.57
Sumber: Data diolah, 2013
Jika dianalisa lebih lanjut, untuk tingkat SLTP yang memiliki 14
sekolah, jumlah guru (guru tetap dan guru tidak tetap) 148 orang dengan 1.762
murid, maka setiap sekolah rata-rata memiliki 126 murid dan 11 guru,
sedangkan setiap Guru akan mengajar 11 murid. Dengan kata lain sarana dan
prasana SLTP telah memadai.
c. Jenjang SLTA
Menurut data yang tertera pada tabel-9 rasio murid terhadap sekolah
dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang pendidikan SMU/K adalah sebagai
berikut:
- Setiap sekolah memiliki rata-rata 270 murid
- Seorang guru mengajar rata-rata 18 murid
- Setiap sekolah memiliki 15 orang guru
Tabel-9
Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTA
Tahun 2012
Murid Sekolah Guru Rasio
M-S M-G G-S
1.081 4 60 270.25 18.02 15
Sumber: Data diolah, 2013
Diketahui bahwa untuk tingkat SMU/K terdapat 4 sekolah, 1.081 siswa
dan 60 guru (tetap dan tidak tetap), maka setiap sekolah terdapat rata-rata 270
murid ini dan 15 guru, dimana setiap satu guru mengajar 18 murid.
D. Situasi Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan
Dalam menyongsong Bonus Demografi di kabupaten Sarmi, maka pemenuhan
kebutuhan pendidikan sebagai upaya mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas
harus terpenuhi secara kuantitas dan berkualitas yang mengandung unsur keteraksesan,
keberterimaan, keberlanjutan dan ketersesuaian.
25
Laporan terakhir BPS Papua tahun 2012 bahwa Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Kabupaten Sarmi bahwa angka melek huruf penduduk 15 tahun ke atas di
kabupaten Sarmi sebesar 87,1 persen dengan rata-rata lama sekolah sekitar 6,55 tahun.
Masih rendahnya angka rata-rata lama sekolah ditunjukkan dengan tingginya jumlah
penduduk yang tidak tamat dan hanya tamat SD yang mencapai 72,11 persen. Kondisi
ini memberikan gambaran bahwa walaupun sebagian besar pendudukan kabupaten
Sarmi telah mempunyai kemampuan membaca dan menulis sebagai kemampuan dasar
minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, namun partisipasi dalam pendidikan
formal masih rendah karena rata-rata hanya menamatkan pendidikan dasar (tamat SD).
Tabel-10
Banyaknya Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Jenis Kelamin dan
Tingkat pendidikan Tahun 2012
No Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Tidak punya ijazah SD 7.163 7.800 14.963
2 SD 3.553 3.158 6.711
3 SMP 2.111 1.060 3.171
4 SMA/SMK 2.767 1.139 3.906
5 D1/D2/D3 315 363 678
6 D-4/S1/S2/S3 348 279 627
Jumlah 16.257 13.799 30.056
Sumber: Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2012
Fakta tentang tingkat pendidikan penduduk kabupaten Sarmi menunjukan
bahwa 65,47 persen penduduk berpendidikan dasar (SD-SMP) dan hanya 34,53 persen
yang berpendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini tentunya menjadi
tantangan dalam pembangunan pendidikan, karena sumber daya manusia berkualitas
sangat ditentukan oleh pendidikan.
Kondisi ini tentunya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan
eksternal terkait dengan pemenuhan hak atas pendidikan yang dapat dikemukakan
sebagai situasi di kabupaten Sarmi pada tahun 2013. Fakta ini tentunya akan menjadi
panduan untuk menyusun strategi yang tepat dan operasional dalam menyongsong
bonus demografi di kabupaten ini, sebagai berikut:
1. Ketersediaan
Institusi pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai dan terdiri dari
unsur-unsur:
26
a. Kebebasan
1) Kenyataan riil
- Pada tingkat SD, SLTP dan SLTA di Sarmi sampai saat ini belum pernah
terjadi kasus pemaksaan oleh
pemerintah agar orang tua atau
wali murid memasukkan
anaknya ke sekolah tertentu saja
atau pelarangan untuk masuk
sekolah tertentu baik sekolah
swasta maupun negeri.
- Selama ini kebebasan masyarakat (murid dan orang tua) memilih jenis
sekolah dan pendidikan yang dikehendaki berdasarkan kebutuhan dan
kemudahan akses, bukan karena paksaan dari siapapun juga.
- Kenyataan sebagai contoh bahwa SD dan SLTP YPK Sarmi yang
merupakan SD tertua di kabupaten Sarmi yang berdiri tahun 1962,
mempunyai murid dari berbagai golongan, suku, ras dan agama.
- Jumlah siswa perempuan lebih dominan dibanding siswa laki-laki hampir
pada semua jenjang pendidikan (SD, SLTP dan SLTA).
- Sekolah Lanjutan Pertama di perkotaan menerima lulusan SD dari kota
Sarmi dan sekitarnya, maupun dari Pantai Timur dan daerah lainnya
begitu pula sekolah lanjutan atas.
- Hampir tiap tahun banyak lulusan SD yang mendaftar ke SLTP atau
lulusan SLTP ke SLTA, namun “dipaksakan” untuk diterima sebab nilai
tidak sesuai standar kelulusan terutama siswa penduduk local
- Kesadaran dan partisipi orang tua untuk menyekolahkan anak masuk
sekolah terutama pada jenjang pendidikan SD (negeri maupun swasta)
semakin tinggi, dimana saat pemberitahuan secara lisan yang diberikan
pihak sekolah pada saat akhir tahun ajaran banyak orang tua mengambil
formulir calon siswa baru yang kemudian datang sendiri untuk
mendaftar.
2) Masalah yang dihadapi
- Intervensi pemerintah terlalu besar dalam penempatan tenaga guru,
sehingga pada sekolah tertentu pada wilayah tertentu kurangnya tenaga
pengajar sehingga proses belajar-mengajar tidak optimal
27
- Konflik penguasaan lahan sekolah, dimana status kepemilikan tanah
sebagai lokasi sekolah yang belum terselesaikan dengan pihak adat,
contohnya tanah lokasi SD YPK Sarmi
- Karena banyak siswa mendaftar setiap tahun ajaran baru, menyebabkan
daya tampung kelas tidak mencukupi sehingga beberapa sekolah
(terutama SD) harus membuat kelas pararel yang secara langsung telah
menambah beban jam mengajar para guru.
- Persepsi orang tua terhadap pendidikan masih tergolong rendah, lebih
banyak membiarkan anaknya bebas, kurang memperhatikan belajar saat
di rumah bahkan anaknya harus mencari makannya sendiri setiap hari
pada jam sekolah .
3) Harapan perubahan
- Perlu adanya upaya Pemerintah Kabupaten Sarmi untuk menyelesaikan
status tanah dengan pihak adat untuk sarana umum dan fasilitas
pendidikan.
- Perlu pengangkatan guru yang dibutuhkan sesuai kebutuhan sekolah
dengan didukung ketersediaan fasilitas dan pemenuhan kesejahteraan.
b. Gedung sekolah dan ruang kelas
Standar ketersediaan yang ideal dalam pelayanan pendidikan dasar
mengisyaratkan bahwa dalam setiap
1.000 jiwa penduduk minimal tersedia 1
unit sekolah dasar (SD) dan dalam setiap
5 unit SD minimal terdapat 1 unit
sekolah lanjutan pertama (SLTP), maka
jika mengacu pada data penduduk
kabupaten Sarmi tahun 2013 sebanyak 34.305 jiwa, maka di kabupaten Sarmi
minimal harus terdapat sekitar 35 unit SD dan 7 unit SLTP (data tahun 2012
SD=55 dan SLTP 14).
1) Kenyataan riil
- Jika mengacu pada data di atas, maka rasio jumlah sekolah dasar
terhadap penduduk kabupaten Sarmi secara kumulatif adalah 1:980.
Angka ini menunjukkan bahwa ketersediaan jumlah SD dalam setiap
1.000 penduduk sudah sangat memadai, karena rasio jumlah sekolah
terhadap jumlah penduduk tidak melampaui standar 1:1.000 atau dengan
28
kata lain ketersediaan lembaga pendidikan tingkat SD di kabupaten
Sarmi sangat memadai.
- Rasio jumlah unit SLTP dengan SD adalah 1:3, dimana angka ini
menunjukkan komposisi yang ideal, artinya ketersediaan SLTP di
kabupaten Sarmi sudah memadai.
- Pada beberapa sekolah ruang kelas tidak mencukupi karena jumlah siswa
yang banyak mendaftar setiap permulaan tahun ajaran hampir pada
semua jenjang pendidikan di SD, SLTP maupun SLTA.
- Di kabupaten Sarmi hampir semua bangunan gedung sekolah sudah
memadai, karena bangunan lama direnovasi dan beberapa gedung
sekolah baru yang dibangun pemerintah kabupaten Sarmi sejak tahun
2002.
- Khusus untuk gedung sekolah di perkotaan cukup memadai karena terdiri
dari: ruang kantor, ruang guru, ruang belajar, dan pada beberapa sekolah
terdapat ruang laboratorium serta ruang perpustakaan, namun fasilitas
pendukung yang belum lengkap bahkan tidak ada.
- Khusus pada SMK Negeri di Betaf yang dibangun tahun 2007 selain
memiliki ruang belajar dan ruang kantor, juga beberapa ruangan sebagai
laboratorium fisika dan komputer, bengkel kerja ferniture, ruang genset
dan lainnya. Selain itu juga telah disediakan lahan untuk praktek bagi
jurusan budidaya pertanian, tanaman hortikultura dan tanaman
perkebunan.
2) Masalah yang dihadapi
- Jumlah murid sudah melebihi daya tampung ruangan terutama pada kelas
awal (kelas I-III SD, kelas VII SLTP dan kelas X SLTA), sangat
menganggu kenyamanan dalam proses belajar-mengajar bagi murid
maupun guru.
- Pembangunan beberapa gedung sekolah tidak melalui suatu perencanaan
baik, akibatnya banyak yang rusak (tidak nyaman) dalam mendukung
proses BM, walaupun umur penggunaan belum lama.
- Gedung sekolah tidak aman karena tidak memiliki pagar sekolah,
akibatnya tidak nyaman, fasilitas sekolah sering dirusak dan murid yang
berkeliaran tanpa kontrol pada saat pelajaran
29
- Gedung sudah tersedia namun sarana dan prasarana pendukung proses
belajar-mengajar belum dilengkapi, terutama isi dari laboratorium
komputer, laboratorium IPA dan perpustakaan.
- Ruangan di sekolah yang terbatas dan atau tidak tersedia ruangan, maka
ruang perpustakaan tidak digunakan sesuai peruntukkannya karena
digunakan sebagai ruang guru dan ruang kantor sekolah.
- Seringnya siswa terlambat masuk sekolah, karena belum didukung sarana
transportasi reguler yang terjangkau sesuai dengan kondisi obyektif
sosial-ekonomi siswa
3) Harapan perubahan
- Melakukan renovasi bangunan sekolah agar layak untuk digunakan
dalam proses belajar-mengajar, termasuk penambahan ruang belajar
sesuai dengan kebutuhan sekolah.
- Dimanfaatkannya fasilitas ruangan sesuai peruntukan karena telah
dipenuhinya kelengkapan buku-buku dalam perpustakaan, peralatan
laboratorium IPA dan komputer.
- Perlunya kerjasama pemerintah, dewan guru dan orang tua murid dan
masyarakat (tokoh agama, adat, pemuda dan perempuan) untuk mengatur
sistem pendidikan di sekolah
- Perlunya menyamakan persepsi berbagai pihak tentang masalah anak-
anak sekolah yang banyak membolos pada setiap jam belajar dan prestasi
belajar anak yang rendah sehingga murid memperoleh prestasi nilai yang
baik.
- Diperlukan pagar yang mengelilingi sekolah sehingga nyaman, termasuk
adanya penjaga atau satpam untuk menjaga keamanan sekolah.
- Perlunya dukungan pemerintah kabupaten Sarmi melalui Dinas
Pendidikan dan Pengajaran untuk membangun asrama siswa sekolah.
c. Tenaga pengajar
Ketersediaan tenaga guru dapat dianggap memenuhi standar pelayanan
apabila dalam setiap sekolah dasar terdapat minimal 9 orang guru (1 orang
kepala sekolah, 1 orang guru agama, 1 orang guru olahraga dan 6 orang guru
kelas).
30
Sedangkan untuk sekolah SLTP di kabupaten Sarmi sebanyak 14 unit,
dan ukuran standar minimal di setiap unit sekolah terdapat 25 orang guru sesuai
formula ∑ RB x W/∑ JWM.
1) Kenyataan riil
- Di kabupaten Sarmi, untuk 55 jumlah unit gedung SD membutuhkan
minimal 495 orang guru,
sedangkan jumlah guru yang
tersedia pada akhir tahun 2012
sebanyak 307, jadi masih
kurang 188 orang guru SD.
- Untuk tingkat SLTP, jumlah
guru yang dibutuhkan untuk 14 unit gedung SLTP sebanyak 350 orang,
sedangkan jumlah guru yang tersedia sebanyak 148 orang sehingga
menurut strandar ideal masih kekurangan 202 orang guru yang tentunya
sangat memprihatinkan, karena permasalahan kekurangan guru
diperparah oleh penempatan tugas guru tidak merata sebab banyak guru
yang memilih bermukim di kota sekalipun tempat tugasnya di daerah
pedalaman.
- Hampir semua sekolah SD memenuhi jumlah guru minimal 9 orang
bahkan lebih, dengan status guru pegawai negeri sipil (PNS), guru honor
daerah (Honda), guru kontrak, guru honor sekolah (Honse) dan relawan
dengan perbandingan 60 PNS dan 40 non PNS. Namun pada beberapa
sekolah terpaksa ada guru kelas yang merangkap pada dua (2) kelas
karena kekurangan guru.
- Kondisi ini berbeda dengan tingkat sekolah lanjutan (SLTP dan SLTA)
yang rata-rata jumlah guru tidak mencapai jumlah ideal 25 orang guru
dengan status guru pegawai negeri sipil (PNS), guru honor daerah, guru
kontrak, guru honor sekolah, guru bantu dan relawan dengan
perbandingan 70 PNS dan 30 non PNS.
- Sekolah-sekolah di daerah pinggiran dan pedalaman karena kekurangan
guru, sehingga dalam beberapa tahun terakhir terpaksa merekrut lulusan
SMP dan SMA sebagai guru bantu di sekolah, namun karena tidak
mempunyai latar belakang dan pengalaman sehingga penggunaan metode
mengajar sangat tidak efektif.
31
- Proses belajar-mengajar tidak optimal karena para guru ada yang tidak
pernah membuat RPP sebagai persiapan untuk mengajar, hanya
membawa buku tapi mengunakannya secara verbal sehingga berpengaruh
terhadap hasil belajar seperti ada siswa yang kemampuan berhitung dan
membaca sangat rendah.
- Guru-guru pada tingkat pendidikan SD dan SLTP lebih sering
meninggalkan tugas dengan berbagai alasan karena kurangnya fasilitas
(sarana transportasi, rumah guru), mengurus kepangkatan, masalah
kesejahteraan dan sebagainya, termasuk guru kontrak yang bekerja antara
3-7 tahun dengan status yang tidak jelas.
- Orientasi menjadi guru kontrak maupun guru bantu untuk merubah
penghidupannya yang lebih baik termasuk mendukung proses BM di
sekolah, namun tidak didukung dengan kualitas yang memadai tercermin
dari persiapan bahan ajar dan motivasi mengajar.
- Administrasi sekolah (kepegawaian) yang tidak berjalan optimal,
sehingga ada guru yang tidak aktif (pindah, tinggalkan tugas dalam
waktu lama) tidak terlaporkan, sehingga nampak jumlah guru banyak
namun proses belajar-mengajar tidak berjalan karena kekurangan guru
terutama tingkat SD dan SLTP.
2) Masalah yang dihadapi
- Kekurangan guru meliputi kuantitas dan kualitas (guru bidang studi)
mempengaruhi kesiapan guru dalam proses belajar mengajar yang tidak
optimal, apalagi penyesuaian kurikulum yang selalu berubah (dari KTSP
ke K-13) sehingga penerapannya tidak optimal (sebagian guru belum
paham walaupun ada sosialisasi K-13) sehingga sangat berpangaruh
terhadap kualitas proses BM.
- Kesejahteraan guru yang belum diperhatikan secara optimal seperti:
rumah guru, tidak tersedia transportasi reguler, kepangkatan yang harus
diurus sendiri, pengembangan diri sesuai perkembangan kurikulum dan
teknologi pendidikan.
- Perencanaan guru bidang studi yang kurang optimal, sehingga terjadi
kelebihan jumlah guru pada bidang studi tertentu, tetapi terbatas atau
kekurangan pada bidang studi lainnya terutama bidang studi eksata.
32
- Kekurangan guru bidang studi eksata (Matematika dan Fisika) dan
bahasa Inggris. Guru bidang studi eksata memang telah ada upaya
program guru kontrak, namun kontrak tidak diperpanjang. Pada beberapa
sekolah tidak memiliki guru bahasa Inggris, sehingga proses BM
dilakukan bukan guru latar belakang bahasa Inggris.
- Keterbatasan jumlah guru menyebabkan komunikasi yang terbangun
dengan masyarakat tidak optimal, padahal karena kondisi obyektif
masyarakat (orang tua murid) melimpahkan sepenuhnya proses
pendidikan anak jadi tanggungjawab guru di sekolah. Dampaknya
kualitas dan kuantitas hasil kelulusan murid di sekolah ini menjadi
rendah karena rasio guru-murid yang masih tinggi.
- Di daerah pedalaman banyak tenaga guru yang enggan bertugas,
walaupun ada sangat seringkali pulang dan tinggal di kota berminggu-
minggu bahkan berbulan-bulan dimana kebiasaan ini sudah berlangsung
lama.
- Kerjasama dan koordinasi antar para pimpinan (kepala sekolah) dengan
dewan guru terkait dengan managemen sekolah belum optimal, apalagi
terkait penggunaan dana, peluang pengembangan diri maupun
kesejahteraan.
- Masalah kesejahteraan (perumahan guru) yang belum merata, sehingga
guru memanfaatkan ruang ”kopel” yang disekat ataupun menggunakan
gedung sekolah lama menjadi perumahan
3) Harapan perubahan
- Penambahan jumlah guru terutama guru bidang studi eksata dengan
mengambil guru kontrak yang ditanggung pemerintah, ataupun membuka
formasi pengangkatan guru baru dengan benar-benar mau melakukan
tugas dengan baik.
- Perlunya dukungan sarana transportasi bagi guru secara merata, dan atau
sarana yang telah ada sebagai bantuan pemerintah (sepeda motor)
dimanfaatkan secara optimal.
- Guru-guru harus diberikan pelatihan implementasi proses BM sesuai
kurikulum tahun 2013 (K-13) termasuk cara penyajian materi melalui
didaktik dan metodik terutama bagi guru kontrak dan guru bantu.
33
- Perlu peningkatan kualitas guru dari berbagai bidang studi melalui
pelatihan dan studi lanjut ke jenjang pendidikan guru sekolah dasar
(PGSD) maupun program strata satu (S1) dengan dukungan biaya
pemerintah dan instansi terkait.
- Perlunya perhatian terhadap kesejahteraan guru terutama fasilitas rumah
dan sarana pendukung lainnya, tunjangan guru sesuai undang-undang
pendidikan yang ada dan juga peluang sertifikasi guru, serta jangan ada
pembedaan antara guru swasta dan negeri.
- Perlu ada monitoring dan evaluasi terhadap guru-guru yang sudah
disertifikasi, agar dapat menjalankan tugasnya dengan konsekuen
berdasarkan bidang kajian yang sudah diputuskan pihak panitia
sertifikasi.
d. Prasarana sekolah lainnya
1) Kenyataan riil
- Perpustakaan sudah dimiliki sekolah, namun ketersediaan buku masih
minim (judul dan jumlah buku)
bahkan beberapa buku paket
sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kurikulum. Pada
beberapa sekolah ruang
perputakaan beralih fungsi
sebagai ruang kelas karena fasilitas terbatas, bahkan tidak memiliki
perpustakaan. Disisi lain pemenuhan kebutuhan informasi sulit dipenuhi
karena di kabupaten ini belum terdapat pusat informasi buku, sehingga
semuanya harus melalui Jayapura.
- Laboratorium IPA, bahasa inggris dan komputer terdapat pada beberapa
sekolah terutama tingkat SLTP dan SLTA, namun peralatan masih sangat
kurang dan tidak sebanding dengan jumlah peserta belajar. Khusus di
SMK terdapat lahan untuk praktek bagi jurusan budidaya pertanian,
hortikultura dan tanaman perkebunan.
- Alat peraga terutama untuk matapelajaran matematika, IPA dan Bahasa
Indonesia sangat kurang, dan belum didukung dengan kreatifitas guru
untuk memanfaatkan bahan lokal.
34
- Peralatan olahraga cukup tersedia (atletik, bola kaki, bola volly, bola
basket dan lainnya) namun prasarana olahraga tidak memadai bahkan
beberapa sekolah tidak memiliki sarana olahraga sehingga melakukan di
halaman sekolah yang menganggu kenyamanan proses belajar.
- MCK terdapat hampir di semua sekolah bahkan tersedia 2 lokal untuk
guru (laki-laki dan wanita) dan 2 lokal untuk siswa (laki-laki dan
wanita), namun sebagian besar tidak dapat digunakan.
- Fasilitas perumahan bagi guru tersedia pada beberapa sekolah dan
letaknya sangat dekat dengan sekolah, sehingga sangat membantu guru
dalam melaksanakan tugasnya.
2) Masalah yang dihadapi
- Kelengkapan laboratorium dan alat peraga matapelajaran matematika,
IPA dan bahasa Indonesia masih sangat kurang, sehingga persiapan guru
seadanya (apalagi guru yang tidak kreatif) sangat mengurangi motivasi
murid untuk belajar.
- Materi pelajaran sesuai kurikulum tidak dilaksanakan secara maksimal,
karena buku pegangan guru terbatas sehingga kesulitan dalam
menyempurnakan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum.
- Buku perpustakaan sangat kurang dari sisi jumlah eksemplar maupun
judul, banyak buku perpustakaan yang hilang karena siswa yang
meminjamkan buku tidak mengembalikannya.
- Beberapa sekolah tidak memiliki ruangan untuk aula, ruang UKS, ruang
Osis dan lapangan olahraga (bola kaki, basket, voli dan futsal) bahkan
lapangan upacara yang tidak representatif.
- Sarana MCK cukup memadai dan tersedia, namun banyak yang tidak
berfungsi secara baik karena tidak ada air bersih.
- Salah satu permasalahan di sekolah adalah masalah pagar sekolah.
Karena tidak ada pagar sekolah maka para siswa tidak dapat diawasi
secara baik pada saat jam pelajaran.
- Prasana sekolah terbatas menyebabkan persiapan guru untuk proses BM
seadanya sangat mengurangi motivasi murid untuk belajar dengan giat,
sehingga banyak murid membolos setelah mereka tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah.
35
- Tidak tersedianya pusat informasi di kota Sarmi, sehingga bila
membutuhkan informasi harus ke Jayapura.
3) Harapan perubahan
- Pengunaan dana BOS agar lebih terencana dan optimal untuk melengkapi
kebutuhan sekolah (perlengkapan sekolah, buku paket pelajaran dan alat
peraga, kenyamanan lingkungan sekolah dengan membuat pagar keliling
sekolah, serta biaya kebutuhan murid dan biaya operasional sekolah.
- Pemerintah Kabupaten diharapkan pada pula memperhatikan dan
membantu kebutuhan sekolah-sekolah yang dikelola pihak yayasan
sebagimana sekolah-sekolah negeri di kabupaten Sarmi.
- Perlunya dukungan dan kerjasama berbagai pihak baik pemerintah
kabupaten Sarmi, instansi terkait, swasta dan LSM untuk bantuan-
bantuan berupa sarana dan prasarana di sekolah ini.
2. Keteraksesan
Aspek keterjangkauan penikmatan hak atas pendidikan meliputi
keterjangkauan secara social, ekonomis dan keterjangkauan secara fisik. Secara
social pendidikan (terutama pendidikan dasar) harus dapat diakses semua orang atau
kelompok masyarakat, sedangkan secara ekonomi bila negara tidak menjamin
pendidikan gratis maka biaya harus dapat dijangkau oleh masyarakat. Mengenai
keterjangkauan secara fisik adalah lokasi sekolah harus mudah dijangkau semua
orang, sehingga akan menjaga angka partisipasi warga belajar.
a. Tanpa diskriminasi
1) Kenyataan riil
- Di kabupaten Sarmi secara sosial penikmatan pendidikan tidaklah
diskriminatif, dimana setiap
orang atau individu tidak peduli
perempuan-laki-laki, kaya atau
miskin, latar belakang agama,
suku berhak atas pendidikan
- Sampai saat ini belum ada kasus
yang memperlakukan siswa atau
orang tua wali murid secara diskriminatif menurut latar belakang sosial,
ekonomi, budaya dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan.
36
- Walaupun pendidikan di kabupaten Sarmi sebagaimana daerah lain di
tanah Papua yang didominasi pendidikan berbasis agama (terutama
agama Kristen), namun tidak ada diskriminasi, semua bebas untuk
memperoleh pendidikan tanpa memandang agama.
2) Masalah yang dihadapi
- Daya serap murid putra daerah agak lambat bila dibandingkan dengan
murid dari luar daerah. Dampaknya bisa menjadi positif bagi murid yang
ingin meningkatkan prestasi belajar, namun bila murid tidak miliki
motivasi belajar bisa timbulkan kecemburuan atau terus menerus
membolos dari sekolah karena tidak percaya diri (PD).
3) Harapan perubahan
- Perlu pemerataan perlakuan yang obyektif pada setiap siswa yang ada di
sekolah.
- Setiap siswa agar diberikan kesempatan untuk berprestasi mencapai cita-
cita dan tujuan akhir studi tanpa memandang suku dan ras.
b. Secara fisik geografis
1) Kenyataan riil
- Letak bangunan sekolah (terutama SD) tidak menjadi masalah, karena
berada di dalam dan pinggiran kampung yang dapat dijangkau dengan
berjalan kaki.
- Akses ke bangunan sekolah SMP di perkotaan, dari sisi keamanan dan
jarak tidak menjadi masalah karena sebagian murid tinggal jauhnya
dari sekolah kurang lebih 5 km, dan dapat dijangkau siswa.
- Di perkotaan, siswa mempunyai
jarak tempuh ke sekolahnya
kurang lebih 5-6 km terdapat Bis
Sekolah yang disiapkan oleh
pemerintah Kabupaten Sarmi
dengan tarif Rp.4.000/hari dan
bila terpaksa harus menyewa jasa
angkutan motor ojek harus mengeluarkan biaya transport Rp.10.000 - Rp.
20.000.-/hari.
37
- Akses siswa di daerah pedalaman yang jarak kampung berjauhan,
sehingga siswa harus ke sekolah lebih pagi (jam 06.00) apalagi harus
berjalan kaki.
2) Masalah yang dihadapi
- Anak-anak sering terlambat ke sekolah, terutama tingkat SD dan SLTP.
- Akses terhadap bangunan sekolah, terutama SLTP di daerah pinggiran
dan pedalalaman sangat rendah (tinggal kampung lain) dan tidak
didukung transportasi reguler, sehingga banyak siswa masuk sekolah
tidak tepat waktu ataupun absend.
- Bila Bis sekolah penuh maka beberapa siswa yang tidak terangkut ke
sekolah terlambat dan atau absend pada hari itu.
3) Harapan perubahan
- Perlu adanya angkutan khusus bagi siswa sekolah terutama di daerah
pinggiran dan pedalaman, sebagaimana yang sudah dilakukan bagi siswa
di kota.
- Menghimbau kepada orang tua dan wali murid agar memperhatikan anak
masuk sekolah tepat waktu (pukul 07.15 WP) sebagaimana layaknya
murid lain yang masuk di sekolah.
c. Secara ekonomi (biaya)
1) Kenyataan riil
- Biaya pendidikan bagi murid Sekolah Dasar di kabupaten Sarmi sudah
dinyatakan secara gratis.
- Dana BOS sangat diandalkan oleh sekolah swasta untuk mendukung
biaya operasional sekolah
- Dana BOS memberikan dukungan bagi siswa tidak mampu terutama di
sekolah dasar berupa beasiswa dan bantuan sarana pendidikan (buku dan
alat tulis), bahkan pada beberapa sekolah siswa juga dibagikan pakaian
seragam
- Pada beberapa sekolah, setiap murid dibebankan biaya operasional
Rp.5.000 - 10.000./bulan (uang komite).
2) Masalah yang dihadapi
- Keterbatasan ekonomi masyarakat, walaupun bahan makan lokal tersedia
namun masih ada siswa yang tidak makan pagi saat ke sekolah, walaupun
sudah mendapatkan bantuan melalui beasiswa dan sarana pendidikan,
38
sehingga tidak konsentrasi dalam proses BM di sekolah terutama dalam
bidang studi eksata (matematika dan IPA).
- Karena ada dana BOS dan penerapan pendidikan gratis, maka orang tua
murid menganggap semua pembiayaan siswa yang berhubungan dengan
pendidikan dan sekolah menjadi gratis, sehingga dilematis bagi pihak
sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas proses BM terutama bagi
sekolah swasta.
3) Harapan perubahan
- Perlu dukungan pembiayaan pendidikan gratis bagi semua siswa di
sekolah, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
- Perlu dipertimbangkan pemberian makanan tambahan bagi murid SD
menyangkut empat sehat-lima sempurna di sekolah untuk menambah gizi
dan meningkatkan motivasi belajar.
3. Keberterimaan
a. Kenyataan riil
- Banyak siswa maupun lulusan SD dan SLTP, terutama di daerah pedalaman
yang belum bisa baca tulis dan
berhitung, bahkan pada salah SLTA
ada kelas khusus bagi siswa yang tidak
lancar membaca dan berhitung.
Kondisi ini sering dikaitkan dengan
mitos ”kutukan sepatu pendeta”,
sehingga walaupun berusaha untuk sekolah pada jenjang lebih tinggi pasti
gagal.
- SD di daerah pinggiran apalagi pedalaman yang makin jauh dari pusat
informasi pendidikan, para guru mengalami hambatan dalam penerapan
metode belajar-mengajar yang efektif bagi siswa sesuai tuntutan kurikulum
tahun 2013 (K-13).
- Interaksi siswa tidak optimal dalam proses belajar mengajar yang diterapkan
guru sesuai tuntutan metode K-13.
- Muatan lokal yang diajarkan di sekolah berupa ketrampilan anyaman lokal
(daerah), memanah tradisional, dan pertanian.
39
b. Masalah yang dihadapi
- Proses belajar-mengajar yang tidak optimal terutama di tingkat SD karena
guru tidak menjalankan tugas dan atau tidak berada di tempat tugas sehingga
siswa tidak belajar (sekolah tidak ada pelajaran)
- Persiapan dan pengalaman guru dengan bahan ajar terbatas menyulitkan guru
(apalagi guru bantu) menyusun materi yang baik sesuai kurikulum dan
kebutuhan siswa, sehingga kemampuan guru maupun siswa terutama di
daerah pedalaman sangat rendah.
- Pemberian materi kepada murid tidak lengkap terutama hanya materi yang
dikuasai guru. Selebihnya dilewati dan dapat dianggap materi sudah selesai,
sehingga kemampuan dan pengetahuan murid dalam menguasai mata
pelajaran tersebut kurang maksimal.
- Siswa sering tidak makan pagi waktu ke sekolah dan kurang gizi, sehingga
tidak optimal dalam proses BM bahkan sulit menangkap materi pelajaran
apalagi bidang studi eksata.
c. Harapan perubahan
- Perlu kepastian dan tanggungjawab guru PNS yang mengajar terutama di
tingkat SD, sehingga tidak lagi mengandalkan guru kontrak dan guru bantu.
- Penggadan informasi buku-buku mata pelajaran yang baru oleh guru
melalui sekolah dengan bantuan dana BOS.
- Perlu pengadaan pusat informasi pendidikan bagi siswa dan guru untuk
memudahkan layanan pendidikan sesuai kurikulum.
- Perlu pengadaan buku pelajaran dan bacaan siswa, serta pelatihan bagi guru
dan kegiatan studi banding.
-
4. Ketersesuaian
Pendidikan harus fleksibel sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat dan komunitas dan tanggap terhadap kebutuhan murid dalam lingkungan
social yang beragam.
a. Kenyataan riil
- Ketergantungan pengelola dan pelaku pendidikan sangat bergantung dari apa
yang disiapkan baik dari pusat maupun Provinsi, mulai dari kurikulum,
bahan ajar, perangkat lunak sampai evaluasi, sehingga keberterimaan atas
bahan ajar dan materi tidak sesuai dengan kondisi wilayah Sarmi
40
- Beberapa proses pembelajaran masih bersifat deduktif, menyebabkan
sebagian siswa yang lambat (terutama di pinggiran dan pedalaman) dalam
proses belajar merasa terasing dengan diri dan lingkungannya, seperti dalam
pelajaran bahasa Indonesia dan Matematika yang memperkenalkan nama-
nama yang kurang mereka kenal seperti “ini Budi” dan “ini Wati”
b. Masalah yang dihadapi
- Banyak lulusan SD yang masuk ke SLTP tidak dapat membaca dengan
lancar, sementara pelajaran di SLTP lebih ditekankan pada proses ilmu
pengetahuan dan bukan lagi proses belajar membaca.
- Pemberian materi kepada murid tidak lengkap terutama hanya materi yang
dikuasai guru. Selebihnya dilewati dan dapat dianggap materi sudah selesai,
sehingaa kemampuan dan pengetahuan murid dalam menguasai mata
pelajaran tersebut kurang maksimal.
- Kemampuan guru yang bukan lulusan kependidikan, terbeban dengan
menterjemahkan kurikulum menjadi rumit, sehingga tidak dapat mencerna
kurikulum dengan benar apalagi bertindak kreatif.
c. Harapan perubahan
- Perlu disediakan pusat informasi keliling yang mendukung proses belajar-
mengajar di Kabupaten Sarmi.
- Perlu penyesuaian materi pelajaran dengan muatan lokal yang akrab dengan
lingkungan.
41
BAB IV. P E N U T U P
A. Kesimpulan
1. Secara umum kondisi pemenuhan hak atas pendidikan di kabupaten Sarmi masih
belum optimal, walaupun ketersediaan gedung sekolah pada semua tingkat
pendidikan (SD, SLTP dan SLTA) jumlahnya cukup dan merata, namun tidak
dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang memadai seperti: perpustakaan,
laboratorium, alat peraga, buku paket dan sarana pendukung lainnya. Hal ini bila
tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat, maka akan menjadi penghambat dalam
menyongong bonus demografi.
2. Masih banyak ditemukan sekolah yang kekurangan guru dalam proses belajar-
mengajar, walaupun secara administrasi mencukupi namun terkonsentrasi pada
sekolah-sekolah di perkotaan dengan alasan fasilitas dan kesejahteraan yang tidak
tercukupi, apalagi terkait dengan kapasitas guru untuk bidang studi tertentu.
3. Walaupun sudah ada pemberlakukan pendidikan gratis, namun belum sepenuhnya
didukung dengan kebijakan yang berpihak pada proses pembangunan pendidikan
yang berkualitas, karena sekalipun telah membebaskan pembayaran SPP namun
pungutan biaya langsung dan tidak langsung masih terjadi sebagai konsekuensi
keterbatasan biaya operasional sekolah.
4. Aspek keberterimaan dan fleksibilitas pendidikan masih menjadi masalah, karena
kurikulum dan metode pembelajaran belum merespon kebutuhan masyarakat dan
menempatkan anak sebagai subyek pendidikan, bahkan kurikulum mengasingkan
anak dari lingkungan sosial kulturnya. Apalagi ketidaksiapan guru untuk
menterjemahkan dan menerapkan kurikulum yang mengalami perubahan dari KTSP
menjadi K-13 (Kurikulum tahun 2013).
B. Saran-saran
1. Pemerintah kabupaten Sarmi perlu menerapkan kebijakan pembangunan pendidikan
secara merata bagi semua sekolah (negeri dan swasta) di semua ditrik yang
didukung dengan pengolakasian dana operasional bagi setiap sekolah sesuai dengan
kebutuhan dan beban penyelanggaraan pendidikan.
2. Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap standar layanan pendidikan, dengan
harus mempertimbangkan unsur hak asasi manusia dan pemenuhan hak dari sisi
42
ketersediaan, keteraksesan, keberterimaan, ketersesuaian dengan kondisi obyektif
wilayah sehingga dapat mendorong peningkatan IPM yang menjadi modal dalam
bonus demografi.
3. Perlu perencanaan dan penempatan guru yang terdistribuasi secara merata dan
berkualitas dengan latar belakang yang beragaman (eksata dan non eksata).
4. Perlu dikembangkan kurikulum yang kontekstual dengan berbasis pada nilai dan
kearifan lokal yang mempertimbangkan kebutuhan masyarakat serta proses
pembelajaran yang kreatif dan sesuai dengan kondisi obyektif lingkungan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarmi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Sarmi Tahun 2012, Sarmi.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarmi, Kabupaten Sarmi dalam Angka Tahun
2013, Sarmi.
Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, Peraturan Daerah Provinsi Papua
Nomor 5 Tahun 2006, tentang Pembangunan Pendidikan di Provinsi Papua,
Jayapura
Pusat Studi Kependudukan Uncen, 2004, Studi data dasar bidang ekonomi, sosial,
budaya dan infrastruktur wilayah kabupaten Sarmi, Jayapura.
Rahail John, 2008, Studi kemampuan dan prestasi belajar siswa Papua dalam
matapelajaran Matematika dan IPA (MIPA) di Provinsi Papua, Dinas
Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, Jayapura.
Rahadi T. Wiratama (Ed.), 2009, Pengarusutamaan hak ekonomi, sosial dan budaya
dalam pembangunan (Modul), Cesda LP3ES Jakarta.
Sekretariat Daerah Provinsi Papua, Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2001, tentang
Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua, Jayapura

More Related Content

What's hot

Buku juknis sarana pkbm
Buku juknis sarana pkbmBuku juknis sarana pkbm
Buku juknis sarana pkbm
MULTI FOCUS VIDEO SHOOTING
 
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
PusdiklatKKB
 
Panduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdf
Panduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdfPanduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdf
Panduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdf
BKKSMKN1PLOSOKLATEN
 
Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014
daldukpapua
 
Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6
PusdiklatKKB
 
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
Muh Saleh
 
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014
Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014
Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014
Anggit T A W
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Muh Saleh
 
Profil pkbm tk al amin
Profil pkbm tk al aminProfil pkbm tk al amin
Profil pkbm tk al amin
Operator Warnet Vast Raha
 
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUMmakalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
Daoes Mbol
 
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
PusdiklatKKB
 
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
PusdiklatKKB
 
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
Muh Saleh
 
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol III
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol IIIPedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol III
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol III
id_tribudi
 
LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014
LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014
LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014
Muh Saleh
 
Pers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab Sumenep
Pers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab SumenepPers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab Sumenep
Pers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab Sumenep
maduraspose
 
Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013
Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013
Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013Muh Saleh
 
KB.pdf
KB.pdfKB.pdf
KB.pdf
YulitaDjail
 

What's hot (20)

Buku juknis sarana pkbm
Buku juknis sarana pkbmBuku juknis sarana pkbm
Buku juknis sarana pkbm
 
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
3. bahan tayang kebijakan dan strategi bkb hi
 
Panduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdf
Panduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdfPanduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdf
Panduan-Pelaksanaan-Pendampingan-Keluarga_BKKBN.pdf
 
Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014
 
Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6Bahan tayang modul 6
Bahan tayang modul 6
 
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2013
 
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
Modul kesehatan reproduksi anak usia dini bkkbn rev4
 
Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014
Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014
Buku Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014
 
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
Profil Kesehatan Kabupaten Mamuju Tengah tahun 2014
 
Profil pkbm tk al amin
Profil pkbm tk al aminProfil pkbm tk al amin
Profil pkbm tk al amin
 
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUMmakalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
makalah KONSEPSI NEGARA HUKUM
 
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
Modul perencanaan kehidupan berkeluarga bkkbn rev4
 
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
Modul bkb hi kebijakan dan strategi bkkbn_rev4
 
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
RAD Pangan dan Gizi Provinsi Sulawesi Barat 2015 - 2019
 
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol III
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol IIIPedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol III
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajab CPNS Gol III
 
LAPORAN PRAJAB
LAPORAN PRAJABLAPORAN PRAJAB
LAPORAN PRAJAB
 
LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014
LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014
LPPD Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014
 
Pers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab Sumenep
Pers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab SumenepPers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab Sumenep
Pers release HASIL SURVEY OPINI PUBLIK Kab Sumenep
 
Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013
Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013
Profil kesehatan sulawesi barat tahun 2013
 
KB.pdf
KB.pdfKB.pdf
KB.pdf
 

Similar to Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docxMOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
MohammadAhyanYusufSy
 
Ke60 d7~1
Ke60 d7~1Ke60 d7~1
Ke60 d7~1
DINASPENDIDIKAN3
 
Asement edu
Asement eduAsement edu
Asement edusihah
 
Contoh proposal pkbm masri winoto
Contoh proposal pkbm   masri winotoContoh proposal pkbm   masri winoto
Contoh proposal pkbm masri winoto
Min Salimin
 
Kondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di IndonesiaKondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di Indonesia
Glorya Sidabutar
 
Proposal smk 2013
Proposal smk 2013Proposal smk 2013
Proposal smk 2013Dede Asep
 
CONTOH PPT PEMUDA PELOPOR
CONTOH PPT PEMUDA PELOPORCONTOH PPT PEMUDA PELOPOR
CONTOH PPT PEMUDA PELOPOR
Marzemah
 
Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015
Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015
Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015
Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaikPendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Lilis Holisah
 
Pendemokrasian
PendemokrasianPendemokrasian
Pendemokrasian
anurekha9982
 
Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19
Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19
Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19
Vina Serevina
 
Bab i ok
Bab i okBab i ok
Bab i ok
Kun_Fauzy
 
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK)
 
Makalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdf
Makalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdfMakalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdf
Makalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdf
aldisyahputr501
 
Naskah akademik CC PENS
Naskah akademik CC PENSNaskah akademik CC PENS
Naskah akademik CC PENS
PVB Jatim
 
Deskripsi.docx
Deskripsi.docxDeskripsi.docx
Deskripsi.docx
Fajar Baskoro
 
Pengajuan dana unbk
Pengajuan dana unbkPengajuan dana unbk
Pengajuan dana unbk
gurum2mmadiunkota
 
Laporan akhir individu
Laporan akhir individuLaporan akhir individu
Laporan akhir individu
Kholilah Amriani
 
Komentar forum 1
Komentar forum 1Komentar forum 1
Komentar forum 1Jack Daniel
 
Program Kerja Disdik 2022 (2).pptx
Program Kerja Disdik 2022 (2).pptxProgram Kerja Disdik 2022 (2).pptx
Program Kerja Disdik 2022 (2).pptx
EkoPurnomo80
 

Similar to Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi (20)

MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docxMOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
MOHAMMAD AHYAN YUSUF SYA'BANI.docx
 
Ke60 d7~1
Ke60 d7~1Ke60 d7~1
Ke60 d7~1
 
Asement edu
Asement eduAsement edu
Asement edu
 
Contoh proposal pkbm masri winoto
Contoh proposal pkbm   masri winotoContoh proposal pkbm   masri winoto
Contoh proposal pkbm masri winoto
 
Kondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di IndonesiaKondisi pendidikan di Indonesia
Kondisi pendidikan di Indonesia
 
Proposal smk 2013
Proposal smk 2013Proposal smk 2013
Proposal smk 2013
 
CONTOH PPT PEMUDA PELOPOR
CONTOH PPT PEMUDA PELOPORCONTOH PPT PEMUDA PELOPOR
CONTOH PPT PEMUDA PELOPOR
 
Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015
Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015
Kajian manajemen perbatasan (fokus inovasi pendidikan) 2015
 
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaikPendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
 
Pendemokrasian
PendemokrasianPendemokrasian
Pendemokrasian
 
Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19
Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19
Brainstorming Kurikulum Darurat di Era COVID-19
 
Bab i ok
Bab i okBab i ok
Bab i ok
 
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi IV
 
Makalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdf
Makalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdfMakalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdf
Makalah KapitaSelektaPenmas Kelompok 8 (B).pdf
 
Naskah akademik CC PENS
Naskah akademik CC PENSNaskah akademik CC PENS
Naskah akademik CC PENS
 
Deskripsi.docx
Deskripsi.docxDeskripsi.docx
Deskripsi.docx
 
Pengajuan dana unbk
Pengajuan dana unbkPengajuan dana unbk
Pengajuan dana unbk
 
Laporan akhir individu
Laporan akhir individuLaporan akhir individu
Laporan akhir individu
 
Komentar forum 1
Komentar forum 1Komentar forum 1
Komentar forum 1
 
Program Kerja Disdik 2022 (2).pptx
Program Kerja Disdik 2022 (2).pptxProgram Kerja Disdik 2022 (2).pptx
Program Kerja Disdik 2022 (2).pptx
 

More from daldukpapua

Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
daldukpapua
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
daldukpapua
 
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan KependudukanPolicy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
daldukpapua
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
daldukpapua
 
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk MahasiswaModul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
daldukpapua
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
daldukpapua
 
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
daldukpapua
 
Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035
daldukpapua
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
daldukpapua
 
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi PapuaUpaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
daldukpapua
 
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah KampungProgram Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
daldukpapua
 
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi PapuaMigrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
daldukpapua
 
Bonus Demografi Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi  Peluang atau AncamanBonus Demografi  Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi Peluang atau Ancaman
daldukpapua
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
daldukpapua
 
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
daldukpapua
 
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
daldukpapua
 
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster DemografiAnalisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
daldukpapua
 

More from daldukpapua (17)

Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
 
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan KependudukanPolicy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
 
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk MahasiswaModul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
 
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupate...
 
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
 
Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
 
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi PapuaUpaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
 
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah KampungProgram Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
 
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi PapuaMigrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
 
Bonus Demografi Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi  Peluang atau AncamanBonus Demografi  Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi Peluang atau Ancaman
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
 
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
 
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
 
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster DemografiAnalisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
 

Recently uploaded

materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remajamateri penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
DewiInekePuteri
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Mutia Rini Siregar
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
NiaTazmia2
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
mukminbdk
 
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDFJUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
budimoko2
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
fildiausmayusuf1
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
JALANJALANKENYANG
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
YuristaAndriyani1
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
inganahsholihahpangs
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
junarpudin36
 
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawanpelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
EvaMirzaSyafitri
 
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi KomunikasiMateri Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
AdePutraTunggali
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
POWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptx
POWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptxPOWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptx
POWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptx
cikgumeran1
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
NURULNAHARIAHBINTIAH
 

Recently uploaded (20)

materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remajamateri penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
 
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDFJUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawanpelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
pelayanan prima pada pelanggan dan karyawan
 
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi KomunikasiMateri Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
POWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptx
POWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptxPOWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptx
POWERPOINT ASAS PERMAINAN CATUR MSSD.pptx
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
 

Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi

  • 1. KAJIAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI PAPUA (Studi kasus di Kabupaten Sarmi) Oleh: JOHN RAHAIL ALOYSIUS ORGANIS PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI PAPUA Jayapura, 2014
  • 2. ii KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya Kajian Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi Di Provinsi Papua (Studi kasus di Kabupaten Sarmi) dapat terselesaikan dengan baik mulai dari persiapan, kegiatan pengumpulan data lapangan (data primer dan sekunder) sampai penyelesaian laporan akhir. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan memetakan permasalahan serta kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat dalam menyongsong Bonus Demografi di kabupaten Sarmi. Hasilnya dideskripsikan untuk memperoleh gambaran dari kondisi obyektif tentang kondisi pemenuhan hak atas pendidikan dan peta permasalahan dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sarmi yang berkenaan memberikan dukungan terhadap proses kajian ini. Secara khusus kepada Perwakilan BKKBN Provinsi Papua melalui Bidang Pengendalian Penduduk (DALDUK) yang telah memberikan kepercayaan kepada kami Tim Penyusun untuk membuat kajian ini. Kiranya kerjasama yang baik ini dapat dipertahankan dan terus dikembangkan di waktu mendatang. Berbagai saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan, dan akhirnya semoga dokumen ini dapat bermanfaat. Jayapura, Desember 2014 Tim Penyusun
  • 3. iii DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ……………………………………………………………... i Kata Pengantar …………………………………………………………….. ii Daftar Isi …………………………………………………………….. iii Daftar Tabel …………………………………………………………….. iv BAB I. Pendahuluan …………………………………………......... 1 A. Latar Belakang ………………………………………… 1 B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………… 3 C. Metodologi …………………………………………….. 3 BAB II. Kajian Pustaka …………………………………………..... 5 A. Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya …………………………………………………. 5 B. Konsep dan Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan .. 8 C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional ………………. 11 D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan ………………….. 12 E. Hak dan Kewajiban para pihak ………………………… 13 BAB III. Hasil dan Pembahasan …………………………………..... 17 A. Keadaan geografis ……………………………………... 17 B. Keadaan kependudukan ……………………………….. 18 C. Keadaan pendidikan …………………………………… 20 D. Situasi dan kondisi pemenuhan hak atas pendidikan ….. 24 1. Ketersediaan ………………………………………… 25 2. Keteraksesan ………………………………………… 35 3. Keberterimaan ……………………………………..... 38 4. Ketersesuaian ……………………………………….. 39 BAB IV. Penutup ………………………………………………........ 41 A. Kesimpulan …………………………………………..... 41 B. Saran-saran …………………………………………….. 41 Daftar Pustaka …………………………………………….. 43
  • 4. iv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Distrik, Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Tahun 2012 ……………………… 19 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Kelompok Umur Tahun 2012 ……………………………………………. 19 3. Banyaknya Sekolah Dirinci menurut Jenisnya Tahun 2013 …. 21 4. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) Tahun 2012 .......................................................................................... 21 5. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) Tahun 2012 .................................................................. 22 6. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah (SM) Tahun 2012 ............................................................................... 22 7. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S), dan Guru (G) SD Tahun 2012 ............................................................................... 23 8. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTP Tahun 2012 .............................................................................. 24 9. Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTA Tahun 2012 ………………………………………………………. 24 10. Banyaknya Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Jenis Kelamin dan Tingkat pendidikan Tahun 2012 ………………. 25
  • 5. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan di Papua, dari dulu sampai sekarang masih tetap menjadi masalah, termasuk di kabupaten Sarmi yang berdasarkan laporan Sarmi dalam Angka tahun 2012 berpenduduk 34.305 jiwa (laki-laki 18.721 jiwa dan perempuan 15.584 jiwa). Belum tertanganinya masalah ini secara optimal, karena berbagai kondisi obyektif geografis dan masyarakat yang hidup miskin, apalagi 75 persen penduduknya bermukim di kampung dan pedalaman. Masalah ketidakterpenuhan tersebut karena sudah terlalu lama dan tidak ada penangganan optimal, sehingga bagi masyarakat bukan lagi dianggap sebagai masalah. Di Papua sejak diberlakukannya UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua yang menempatkan bidang pendidikan sebagai salah satu prioritas pembangunan, maka kebijakan ini menjadi peluang untuk mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia berkualitas di Papua saat ini dan ke depan. Peluang ini semakin dipertegas dengan adanya Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 26 tahun 2006 tentang Pembangunan Pendidikan di Provinsi Papua dan Peraturan Gubernur Provinsi Papua Nomor 6 tahun 2009 tentang Pembebasan biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan di Provinsi Papua. Kondisi ini sebenarnya telah memberikan jaminan bagi pemenuhan hak atas pendidikan yang berpihak pada masyarakat di Provinsi Papua, sebagaimana tercantum dalam General Comment Nomor 13 (Wiratama, 2009) yang meliputi: - Ketersediaan (availability), yakni institusi-institusi dan program-program pendidikan yang berfungsi harus tersedia dalam kuantitas/jumlah yang memadai. - Keteraksesan (accessibility), dimana institusi-institusi pendidikan dan program harus dapat diakses setiap orang, tanpa diskriminasi: dengan maksud pendidikan harus dapat diakses oleh setiap orang, terutama kelompok yang paling rentan dalam hukum maupun dalam kenyataan. - Keteraksesan Fisik (physical accessibility), dimana pendidikan harus berada dalam jangkauan fisik yang aman, baik secara kehadiran pada lokasi geografis yang cukup mudah (misalnya, sekolah di lingkungan kehidupan sosial kemasyarakatan) atau melalui teknologi modern (akses pada pembelajaran jarak jauh melalui internet). - Keteraksesan Ekonomi (economic accessibility), dimana pendidikan harus terjangkau secara ekonomi dan juga berdasar tingkatan, namun negara harus mengupayakan atau mempromosi pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya. - Keberterimaan (acceptability) yang menyatakan maksud bahwa, bentuk dan isi dari pendidikan, termasuk kurikulum dan metode pengajaran harus dapat diterima oleh murid, dan pada kasus tertentu oleh orang tua.
  • 6. 2 - Penyesuaian (adaptabibilty) di mana pendidikan harus fleksibel agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas yang berubah-rubah dan tanggap terhadap kebutuhan murid dalam lingkungan sosial dan budaya yang beragam. Di kabupaten Sarmi, walaupun hampir semua distrik dan kampung terdapat gedung sekolah dan aktivitas belajar (SD, SLTP dan SLTA), namun pemanfaatan belum optimal karena sangat dipengaruhi pandangan, konsep dan persepsi masyarakat yang masih tradisional, hidup miskin dan terbelakang. Keadaan ini sangat berdampak pada munculnya konsep dan pola pikir masyarakat yang menganggap pendidikan mahal secara sosial dan belum menjadikan pendidikan sebagai investasi masa depan. Masalah ini semakin kompleks ditunjukkan dengan rendahnya angka partisipasi kehadiran siswa (absent tinggi), proses belajar-mengajar tidak yang optimal karena rasio guru-murid cukup tinggi, tidak tersedia buku paket dan alat peraga yang memadai, gedung sekolah tidak memenuhi standart lingkungan sehat (MCK tidak berfungsi), wajib seragam sekolah yang tidak terpenuhi siswa, serta rendahnya motivasi orang tua. Laporan IPM Kabupaten Sarmi tahun 2012 yang mencapai 67,15 dengan angka rata-rata lama sekolah 6,55 tahun dengan angka buta huruf mencapai >10% dari total jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas. Angka partisipasi murni (APM) semakin menurun antar jenjang pendidikan, dimana APM SD 84.82%, kemudian SLTP 63.36% dan SLTA hanya 19.17% yang memberikan gambaran bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan partisipasi penduduk usia sekolah di kabupaten Sarmi semakin berkurang. Walaupun ada masalah pendidikan, namun upaya penanganan dan pemecahan masalah pada sektor tersebut belum aplikatif, terfokus dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di kabupaten Sarmi. Kondisi masyarakat di kabupaten Sarmi yang selama ini hanya sebagai obyek pembangunan tidak mempunyai akses terhadap bagaimana pemenuhan kebutuhan atas hak pendidikan dilakukan. Rahail (2008) melaporkan berbagai hambatan pembangunan pendidikan di Papua dan secara khusus di kabupaten Sarmi terjadi selain karena munculnya perbedaan persepsi antara masyarakat dan pemerintah, hal ini juga terjadi karena tidak ada panduan yang jelas bagaimana cara masyarakat melakukan kontrol terhadap upaya pemerintah memenuhi hak masyarakat atas pendidikan. Keadaan ini mendesakkan bagaimana masalah-masalah pendidikan di kabupaten Sarmi dipecahkan tanpa harus saling menyalahkan dengan langkah-langkah kongkrit yang terencana dan komprehensif. Hal ini menjadi penting dikaitkan dengan dinamika kependudukan yang kini dihadapkan pada peluang Bonus Demografi di Provinsi Papua
  • 7. 3 dan secara khusus di Kabupaten Sarmi. Atas dasar itulah kajian ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi dan situasi pembangunan pendidikan di kabupaten Sarmi, yang hasilnya diharapkan dapat memberikan dukungan bagi peningkatan kualitas perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi secara menyeluruh dalam pembangunan sektor ini di kabupaten Sarmi menyonsong Bonus Demografi. B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Tujuan kajian ini untuk mengetahui dan memetakan permasalahan serta kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat dalam menyongsong Bonus Demografi di kabupaten Sarmi. Hasilnya dideskripsikan untuk memperoleh: a. Gambaran dari kondisi obyektif tentang kondisi pemenuhan hak atas pendidikan b. Peta permasalahan dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat 2. Manfaat Manfaat penelitian ini diharapkan, dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Sarmi dan dimanfaatkan perencana dan pelaksana pembangunan khusus dalam bidang pendidikan dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan pembangunan pada sektor ini sebagai persiapan menyongsong dan memasuki Bonus Demografi. C. Metodologi 1. Lokasi penelitian Lokasi kegiatan penelitian pada 3 distrik sampel yang ditentukan secara purposive berdasarkan pendekatan keruangan, yaitu: a. Distrik Sarmi (perkotaan) b. Distrik Sarmi Timur (pinggiran) c. Distrik Pantai Timur (pedalaman) 2. Metode penelitian Ditinjau dari dimensi tujuan dan waktu, maka penelitian ini menggunakan metode observasi partisipatif bersifat deskriptif, sehingga dapat menggali lebih dalam kondisi dan permasalahan pemenuhan hak atas pendidikan pada berbagai pihak sebagai fakta yang perlu diperhatikan dalam menyongsong bonus demografi.
  • 8. 4 3. Populasi dan Sampel Sasaran penelitian ini adalah semua instansi pemerintah dan lembaga terkait (pembangunan pendidikan), para pelaku pendidikan dan masyarakat di Kabupaten Sarmi sebagai sasaran pembangunan, antara lain: a. Instansi pemerintah dan lembaga terkait - Bappeda - Dinas Pendidikan dan Pengajaran - Pengelola pendidikan dan persekolahan swasta - Petugas pemerintah (tingkat distrik dan kampung) b. Pelaku pendidikan dan masyarakat - Guru dan siswa SD, SLTP dan SLTA - Kelompok pengelola pendidikan nonformal - Tokoh masyarakat (tokoh adat, agama, perempuan dan pemuda) 4. Teknik dan alat Pengumpulan Data a. Pengamatan dan wawancara umum (PWU), kegiatan berupa pengamatan dan wawancara umum menggunakan panduan observasi untuk mengumpulkan data. b. Diskusi kelompok terfokus (DKT), kegiatan berupa diskusi dengan pelaku pendidikan dan masyarakat secara terpisah menggunakan panduan. c. Pengamatan dan wawancara mendalam (PWM), kegiatan berupa pengamatan dan wawancara mendalam menggunakan panduan untuk mengumpulkan data tentang situasi dan kebutuhan pemenuhan hak atas pendidikan bagi. 5. Analisa Data Data diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis data secara kuantitatif menggunakan tabulasi frekuensi. Analisis secara kualitatif untuk mendukung hasil analisis kuantitatif dan beberapa aspek yang hanya dapat dianalisis secara kualitatif. Tahapan analisis data yang dilakukan sebagai berikut: a. Mengidentifikasi data primer dari lapangan berupa catatan harian, transkip diskusi, wawancara dan catatan dokumen data sekunder. b. Kategorisasi data yang diperoleh sesuai peruntukkannya untuk kemudian dideskripsikan. c. Hasil kategorisasi data dan informasi kemudian diinterpretasikan dan dianalisis sesuai kaidahnya.
  • 9. 5 BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya Pendidikan adalah hak setiap orang sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (KI-HESB). Penggunaan KI-HESB sebagai sandaran penting karena KI-HESB mempunyai konsepsi dan strategi yang lebih lengkap dalam rangka pemenuhan hak atas pendidikan. Namun penggunaan KI-HESB sebagai landasan prespektif mungkin masih terkesan bermasalah untuk beberapa kalangan, karena KI-HESB sampai sekarang belum diratifikasi pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penting untuk terlebih dahulu mendudukkan permasalahan tersebut secara proporsional. Paling tidak ada dua (2) landasan pokok yang menjelaskan bahwa KI-HESB dapat dijadikan sebagai sandaran atau apa yang umum dikenal sebagai sumber hukum dalam perumusan sistem pengelolaan pendidikan di daerah. Adapun alasan tersebut menurut Wiratama (2009) antara lain: 1. Landasan Matriil Dari sudut pandang matriil, paling tidak ada tiga (3) alasan pokok yang mendasari pentingnya penegasan bahwa pendidikan adalah Hak yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi sebagaimana diamanatkan oleh KI-HESB. Pertama; pentingnya hak atas pendidikan bagi semua orang adalah sesuatu yang tak terbantahkan. Semua orang ingin mengenali dan mampu menalarkan lingkungan sosial dan alamnya untuk dapat bertahan hidup dan mengembangkan dirinya. Jika ditilik dari pandangan bahwa negara dibangun atas dasar kontrak sosial dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan warganya, maka dengan sendirinya pendidikan merupakan hal pokok yang tidak boleh dinegosiasikan oleh negara, negara justru berkewajiban menghormati, melindungi dan memenuhinya, karena pendidikan adalah sarana pokok bagi setiap orang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Karena itu pendidikan mesti diletakkan dalam pemahaman bahwa pendidikan adalah hak asasi setiap orang yang harus dilindungi, dihormati dan dipenuhi negara atau setiap pemerintah yang sedang berkuasa. Kedua; bahwa semua masyarakat sejak awal sudah memiliki naluri untuk memberikan pendidikan kepada generasinya sebagai jalan untuk dapat
  • 10. 6 mempertahankan kebudayaan yang sudah dapat dicapai dan mengembangkannya. Tanpa proses pendidikan yang baik suatu bangsa tidak akan pernah mampu mewujudkan kesejahteraannya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang belum dapat mengakses pendidikan, pada satu sisi usaha untuk memperbaiki keadaan ini seringkali dengan mudah dinegosiasikan oleh kebutuhan-kebutuhan lain, karena masalah pendidikan ini relatif tidak dirasakan oleh mereka yang kaya. Ketiga; berpendidikan atau tidaknya seseorang juga akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mengakses hak yang lain secara optimal, seperti; hak atas informasi, hak untuk bebas berekspresi berkumpul dan berorganisasi, hak untuk memilih dan dipilih sangat tergantung kepada sekurang-kurangnya satu tingkat pendidikan minimum. Sama dengan itu, berbagai komponen substansi HAM, baik hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak atas ekonomi sosial dan budaya, seperti: hak untuk memilih pekerjaan, hak untuk mendapatkan pembayaran yang setara untuk pekerjaan yang setara, atau hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan. Pengenyaman semua elemen hak asasi manusia tersebut akan sangat tergantung kepada pengenyaman pendidikan. Dengan alasan itu, oleh para ahli hukum Internasional dikatakan bahwa hak atas pendidikan merupakan komponen hak asasi manusia yang bersifat dasar bagi komponen Hak Asasi Manusia yang lain. 2. Landasan Formil Dalam UUD 1945 secara tegas dikemukakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan, yang mana salah satu ciri negara hukum adalah negara itu menghormati dan melindungi HAM. Sejalan dengan itu, sebagai sebuah negara hukum sejak awal dalam pemikiran para elit politik Indonesia pada dasarnya terdapat keinginan yang kuat untuk segera mendasarkan pengelolaan negara berdasarkan nilai-nilai HAM. Namun demikian karena berbagai masalah politik yang dihadapi Indonesia, keinginan untuk mengelola negara berdasarkan HAM baru mulai muncul kembali secara lebih luas dan terbuka sejak tahun 1998. Salah satu prestasi dari dinamika politik pada tahun 1998 adalah lahirnya TAP MPR NO. XVII/MPR/1998 tentang HAM, dimana salah satu mandatnya adalah menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyebarluaskan
  • 11. 7 nilai-nilai HAM dan meminta kepada Presiden dan DPR agar segera meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Setelah itu berbagai instrumen HAM mulai diratifikasi dan langkah-langkah legislasi lainnya mulai dilakukan, UU Nomor 5 tahun 1998 meratifikasi konvensi anti penyiksaan, tanggal 23 September lahir UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Lebih lanjut, politik hukum penegakan HAM ini dipertegas kembali dalam ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN. Dalam Bab IV tentang kebijakan Sub-A tentang Hukum. Dari sepuluh (10) butir arahan, terdapat sekurang-kurangnya empat (4) butir yang mengatur mengenai masalah HAM sebagai berikut: - Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum serta menghargai HAM. - Melanjutkan ratifikasi konvensi Internasional terutama yang berkaitan dengan HAM sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk UU. - Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatkan perlindungan, penghormatan dan penegakan HAM dalam seluruh aspek kehidupan. - Menyelesaikan berbagai proses pradilan terhadap pelanggar hukum dan HAM yang belum ditangani secara tuntas. Jika mengacu kepada garis politik pembangunan hukum di atas, maka sekalipun KI-HESB belum diratifikasi Indonesia, akan tetapi secara tidak langsung eksistensi KI-HESB sebenarnya sudah mendapat pengakuan, terutama jika dikaitkan dengan adanya seruan untuk menghormati dan menghargai HAM dan segera meratifikasi semua konvensi internasional yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Karena kandungan KI-HESB termasuk juga hak atas pendidikan Pasal 13-14 KI-HESB pada dasarnya memiliki semangat yang sama dengan UUD 1945 dan Pancasila. Kesamaan pandangan ini terlihat jelas dari penegasan Pasal 31 UUD 1945 yang juga menempatkan pendidikan sebagai hak setiap warga negara di satu sisi, dan membebankan kewajiban kepada pemerintah untuk menyelenggarakannya di sisi lain. Bahkan dalam amandemen terhadap pasal 31 yang dilakukan baru-baru ini, pemikiran yang muncul semakin menunjukkan semangat yang sama dengan apa yang dirumuskan dalam pasal 13-14 KI-HESB. Semangat yang sama dengan pasal 13-14 KI-HESB juga muncul dalam pasal 12 dan 60 UU Nomor 39 tahun 1999
  • 12. 8 tentang HAM dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Masih dari sudut pandang formil, Hak atas pendidikan adalah salah satu komponen hak asasi manusia yang terdapat dalam pasal 13 KI-HESB. Sampai dengan sekarang ini, KI-ESB sudah diratifikasi oleh 142 negara, hal ini menunjukkan bahwa konvensi ini memiliki karakter universalitas yang sangat kuat. Menanggapi fakta ini, sebagian ahli hukum berpendapat bahwa karena konvensi ini sudah di terima oleh lebih dari seratus negara maka dengan sendirinya konvensi ini menjadi kaedah kebiasaan internasional, dan oleh karena itu juga dengan sendirinya mengikat semua negara baik negara yang meratifikasi maupun negara yang tidak meratifikasi termasuk juga Indonesia. Secara khusus di Papua dalam UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua dalam Bab XVI telah menempatkan bidang pendidikan sebagai salah satu prioritas pembangunan, maka kebijakan ini menjadi peluang untuk mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia berkualitas di Papua saat ini dan ke depan. Peluang dan dukungan ini semakin dipertegas dengan adanya Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 26 tahun 2006 tentang Pembangunan Pendidikan di Provinsi Papua, dan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Papua Nomor 6 tahun 2009 tentang Pembebasan biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan di Provinsi Papua. B. Konsep dan Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dalam sistem hukum internasional, hak atas pendidikan dituangkan dalam pasal 26 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan dipertegas lagi dalam pasal 13 dan 14 Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya dan dalam berbagai instrumen turunannya. Sebagai bagian dari KI-HESB, hak atas pendidikan tergolong dalam hak asasi manusia generasi kedua, yang mana kelahirannya dibidani tuntutan negara-negara berkembang dimana peran pemerintah dalam bidang sosial ekonomi masih sangat dibutuhkan. Karena latar belakang ini, banyak pihak mengatakan bahwa hak asasi manusia generasi kedua ini lebih bersifat positif (kewajiban berbuat), dalam arti bahwa rumusan kaedahnya mewajibkan pemerintah berbuat sesuatu untuk memenuhi hak warga negaranya. Berbeda dengan Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (KI-
  • 13. 9 HSP) yang kelahirannya banyak dimotori pemikiran negara-negara maju yang cenderung liberal, dan oleh karena itu cenderung bersifat negatif (bebasan dari) dalam arti bahwa negara diwajibkan untuk tidak ikut campur. Sebagaimana juga dalam konteks hak atas pendidikan yang diatur dalam pasal 13 dan 14 KI-HESB. Negara disamping berkewajiban untuk memenuhi ketersediaan dan menjamin semua orang dapat mengakses pendidikan, juga berkewajiban untuk menghormati kebebasan individu untuk mendirikan lembaga pendidikan dan kebebasan orang tua wali untuk memilih lembaga pendidikan apa yang dikehendakinya. Hal ini menjadi bukti bahwa KI-HESB sebagaimana juga KI-HSP tidak dibangun atas dasar dominasi idiologi tertentu. Untuk memperjelas konsep ini, dapat dikerangkakan dengan melihat apa kewajiban pemerintah dalam konteks hak atas pendidikan, yang dapat digolongkan menjadi tiga (3) hal, yakni: Pertama; Kewajiban untuk menghormati. Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah untuk tidak berbuat atau tidak mencampuri kebebasan hak setiap orang. Dalam hal ini pemerintah diwajibkan untuk menghormati kebebasan setiap orang tua untuk memilih pendidikan yang dikehendaki bagi anaknya, kewajiban untuk menghormati kebebasan setiap orang dan lembaga untuk membangun lembaga-lembaga pendidikan. Kedua; Kewajiban untuk melindungi berkaitan dengan kewajiban untuk mencegah pihak ketiga mengganggu setiap orang dalam menikmati haknya. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban untuk mencegah dan melindungi hak setiap orang untuk menikmati kebebasannya dalam memilih lembaga pendidikan bagi anaknya, dan dalam hal mendirikan lembaga pendidikan. Ketiga; kewajiban untuk memenuhi berkaitan dengan kewajiban bertindak untuk memenuhi hak-hak setiap orang. Dalam hal ini, pemerintah wajib menjamin ketersediaan lembaga-lembaga pendidikan yang dapat dengan mudah diakses secara cuma-cuma atau murah. Jika hal ini belum dapat dipenuhi secara seketika, maka dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 2 tahun pemerintah harus mampu membuat rencana aksi, yang dalam jangka waktu yang masuk akal harus sudah dapat dipenuhi. Adapun langkah-langkah penting yang harus dilakukan untuk mewujudkan sistem pendidikan berbasis HAM antara lain:
  • 14. 10 Pertama, berupaya mengambil langkah-langkah secara sendiri maupun melalui bantuan dan kerjasama Internasional, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknis. Pedoman yang dirumuskan dalam prinsip-prinsip Limburg mengenai pelaksanaan KI-HESB mengemukakan bahwa negara berkewajiban untuk secepatnya mengambil langkah-langkah ke arah realisasi sepenuhnya dari hak- hak yang tercantum dalam KI-HESB. Bantuan dan kerjasama internasional harus ditujukan langsung pada pembentukan suatu tatanan sosial dan internasional dimana hak-hak dan kebebasan sebagaimana ditetapkan dalam Kovenan dapat diwujudkan. Kerjasama untuk mempromosikan kemajuan sosial, ekonomi, dan budaya tersebut tidak memandang perbedaan dalam sistem politik, ekonomi dan sosial, serta bebas dari diskriminasi. Kedua, memaksimalkan sumberdaya yang tersedia. Negara berkewajiban, tanpa memandang tingkat pembangunan ekonominya, untuk menghormati hak-hak subsistensi minimum bagi semua orang. “Sumber-sumber daya yang tersedia” mengacu pada sumber-sumber dalam suatu negara dan yang tersedia dari masyarakat internasional melalui kerjasama dan bantuan internasional. Selain itu, perhatian juga harus diberikan untuk penggunaan yang adil dan efektif serta akses terhadap sumber-sumber daya yang tersedia. Sumber-sumber daya itu diprioritaskan bagi pemenuhan HESB dan memastikan bahwa setiap orang terpuaskan kebutuhan subsistensinya maupun layanan-layanan terpenting. Ketiga, secara bertahap mencapai realisasi sepenuhnya atas HESB. Kewajiban ini mengharuskan negara peserta berupaya secepatnya ke arah terwujudnya hak-hak itu. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi negara untuk menunda-nunda secara tidak terbatas atas realisasi hak-hak ini. Sebaliknya, negara memiliki kewajiban untuk segera mengambil langkah-langkah untuk memenuhi kewajiban itu. Kewajiban pencapaian bertahap itupun tidak tergantung pada peningkatan sumber daya, melainkan pada penggunaan sumber-sumber yang tersedia secara efektif. Beberapa kewajiban juga mengharuskan pelaksanaan sepenuhnya dengan segera, misalnya larangan mengenai diskriminasi. Keempat, melalui cara-cara yang sesuai, termasuk secara khusus penerimaan ukuran- ukuran legislative. Pada tingkat nasional, negara harus menggunakan sarana yang tepat, termasuk tindakan legislatif, administratif, upaya perbaikan yudisial, ekonomi, sosial dan pendidikan untuk memenuhi hak itu. Tindakan-tindakan
  • 15. 11 legislatif biasanya dilakukan bila perundang-undangan yang ada melanggar kewajiban-kewajiban sebagaimana diasumsikan dalam Konvenan. Selain empat hal tersebut, KI-HESB juga secara khusus menegaskan prinsip non diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana termuat dalam pasal 12 dan 13 KI-HESB. Adapun pengertian yang dikandung dalam prinsip non diskriminasi tersebut, antara lain: 1. Hak atas pendidikan harus direalisasikan tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, kewarganegaraan atau asal-usul sosial, kepemilikan, status kelahiran atau status lainnya. 2. Kewajiban untuk menjamin persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses pendidikan, termasuk tindakan afirmatif guna menghapuskan kondisi- kondisi ketertinggalan perempuan bukanlah tindakan diskriminasi. Tindakan yang istimewa terhadap perempuan ini harus dihentikan manakala sudah tercipta persamaan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Kewajiban untuk persamaan hak perempuan dan laki-laki merupakan kewajiban yang bersifat ‘segera’ bukan ‘realisasi bertahap’. 3. Diskriminasi tidak terbatas pada hal-hal itu saja, akan tetapi juga diskriminasi yang berdasarkan pada perbedaan usia, status kesehatan dan kecacatan. C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional Dalam kovensi internasional tentang hak-hak ekonomi dan sosial budaya, dikatakan bahwa para peserta kovenan KI-HESB ini menerima bahwa tujuan pendidikan dikonsepsikan secara berbeda-beda akan, tetapi mereka juga menyetujui bahwa pendidikan harus diarahklan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya, dan kesadaran akan harga dirinya serta memperkuat penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan manusia yang mendasar. Para penandatangan konvensi internasional tentang HESB ini juga menyetujui bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas. Memajukan saling pengertian, toleransi serta persahabatan antar bangsa serta semua kelompok, ras, etnis atau agama dan lebih memajukan perserikatan bangsa-bangsa unuk mewujudkan perdamaian. Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 sebagai undang-undang oganik dari pasal 31 UUD 1945, yang lahir sebagai sebuah ikhtiar untuk menjawab kegagalan sistim
  • 16. 12 pendidikan pada masa Orde Baru, merumuskan tujuan pendidikan dan fungsi pendidikan dengan cara bahwa pendidikian nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi jelas bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pendidikan harus difungsikan sebagai usaha untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konteks fungsi pendidikan inilah penting bagaimana usaha untuk diterjemahkan dan merumuskan sistem penyelenggaraan pendidikan, sehingga pendidikan yang diselenggarakan menjadi tepat sasaran. D. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dengan fungsi sebagai-mana yang sudah dikemukakan di atas, menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 haruslah didasari oleh prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. 2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna. 3. Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung seumur hidup. 4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi ketauladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Prinsip ini menghendaki agar seluruh elemen masyarakat dan pemerintah memberi teladan kepada peserta didik. Dengan demikian, dari awal peserta didik setidak-tidaknya sudah mempunyai orientasi tertentu yang paling ideal menurut mereka
  • 17. 13 dan tidak lagi membanggakan perilaku-perilaku tertentu tanpa dasar dan spirit yang jelas, maka prinsip dimaksud dapat dipertegas sebagai berikut: 1. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. 2. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peranserta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Prinsip ini menghendaki adanya pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Untuk menjamin terwujudnya partisipasi masyarakat ini, maka diperlukan upaya pelembagaan partisipasi masyarakat sehingga adapat mendorong akselerasi pembangunan pendidikan sebagai modal dalam menyongsong bonus demografi. E. Hak dan Kewajiban Para Pihak 1. Hak dan Tanggung Jawab Pemerintah Dalam bidang pendidikan, selain menegaskan bahwa pendidikan adalah hak warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah, UUD 1945 juga menegaskan bahwa bahwa pemerintah berkewajiban untuk memprioritaskan dana yang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu yakni sekurang-kurangnya 20 persen dari total APBN secara nasional maupun dalam APBD masing-masing daerah (provinsi dan kota/kabupaten). Sebagai undang-undang organik dari Pasal 31 UUD 1945, di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 juga ditegaskan kembali bahwa pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Hal ini berarti pemerintah berkewajiban untuk mewujudkan suatu keadaan dimana setiap orang mendapat kemudahan untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Adapun aspek-aspek yang terkandung dalam pengertian “kemudahan” antara lain adalah kemudahan untuk mengakses layanan pendidikan baik dari segi jarak lokasi pelayanan pendidikan dengan komunitas maupun dari segi ekonomi. Pemenuhan kewajiban untuk menjamin terselengaranya pendidikan yang bermutu dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri maupun dengan cara mendorong partisipasi masyarakat, namun demikian, ada atau tidaknya partisipasi masyarakat tidak dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak memenuhi kewajibannya.
  • 18. 14 Secara lebih khusus, untuk pendidikan dasar (SD dan SLTP), pemerintah diwajibkan untuk menyediakan dana yang cukup guna terselenggaranya pendidikan dasar untuk anak usia 7 sampai 15 tahun (Pasal 11). Selanjutnya dalam pasal 34 ditegaskan kembali bahwa pemerintah dan pemerintah daerah akan menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi jelas bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan menjamin kemudahan (kemudahan untuk mengakses pendidikan baik secara ekonomi, sosial, fisik dan jarak) bagi setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Untuk menjamin kemudahan ini maka pemerintah dapat mengambil serangkaian kebijakan dan tindakan agar setiap warga negara mudah untuk mendapatkan pendidikan, dalam hal ini termasuk kewajiban untuk mencegah dan menghilangkan semua hambatan setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, termasuk halangan-halangan yang bersumber pada kemampuan ekonomi setiap warga negara. Jika kehendak untuk mewujudkan kemudahan dan layanan serta jaminan bagi setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, sekalipun pemerintah dan pemerintah daerah telah mengunakan segenap sumber daya yang dimilikinya akan tetapi tidak juga dapat diwujudkan secara seketika, maka pemerintah dan pemerintah daerah dapat memenuhinya secara bertahap dan wajib membuat rencana dan strategi aksi yang jelas untuk mewujudkannya. 2. Hak dan Tanggungjawab Masyarakat Untuk dapat terselenggaranya pendidikan, masyarakat juga diwajibkan untuk memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Dukungan sumber daya yang dimaksud adalah termasuk juga dukungan finansial. Akan tetapi penegasan ini bukan berarti kemudian direduksi menjadi wali murid, sebagaimana anggapan yang muncul selama ini, sehingga ada anggapan bahwa wali murid wajib membiayai pendidikan anaknya termasuk dalam hal pendidikan dasar, karena kewajiban wali murid dalam hal ini oleh undang-undang juga sudah ditegaskan dan kewajibannya bukanlah membayar dana sumbangan sekolah karena anaknya sedang mengikuti program belajar pada sekolah tertentu, akan tetapi justru kewajiban untuk menyekolahkan anaknya.
  • 19. 15 Pengertian masyarakat dalam hal ini adalah seluruh rakyat, oleh karena itu pemungutan dukungan sumber daya tidak harus dikaitkan dengan ada atau tidaknya anak sesorang yang sedang sekolah di lembaga pendidikan tertentu. Atas dasar itu maka pemerintah dalam hal ini dapat saja memakai mekanisme pajak, atau restribusi khusus yang berlaku umum kepada seluruh masyarakat. Pada sisi lain masyarakat juga memiliki sejumlah hak dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, adapun sejumlah hak yang dimaksud antara lain adalah hak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Dalam hal ini termasuk juga hak untuk mendirikan lembaga pendidikan formal. 3. Hak dan Kewajiban Peserta didik Dalam pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2003, masih mewajibkan peserta didik untuk ikut menaggung biaya penyelenggaraan pendidikan, keculai yang dibebaskan dari kewajiban itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika melihat pasal 12 ayat 1 huruf c dan d, Pasal 12 ayat 2 b ini memang berkonotasi bahwa yang dimaksud dengan peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban untuk ikut menanggung biaya pendidikan adalah mereka yang miskin. Namun demikian, untuk menghindari penafsiran yang parsial, dalam hal ini harus juga dihubungkan dengan keseluruhan dari isi UU Nomor 20 Tahun 2003 atau setidak-tidaknya dengan ketentuan kewajiban pemerintah dan ketentuan program wajib belajar. Jika ditafsirkan secara komprehensif, maka yang perlu diingat adalah: Pertama, Untuk peserta didik pada tingkat pendidikan dasar sudah jelas-jelas tidak akan dipungut biaya (lihat Pasal 11, 17 dan Pasal 34 UU Nomor 20 Tahun 2003). Kedua, Untuk tingkat menengah dan tinggi, sekalipun akan dipungut biaya akan tetapi pemungutan biaya penyelenggaraan pendidikan dari peserta didik tidak boleh juga mereduksi kewajiban pemerintah untuk menjamin kemudahan serta jaminan untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif bagi setiap warga negara untuk mengakses pendidikan tertentu. 4. Hak dan Kewajiban Guru a. Kewajiban - Menciptakan suasana proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.
  • 20. 16 - Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. - Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan. b. Hak - Mendapat jaminan kesejahteraan yang pantas dan memadai. - Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. - Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas. - Kesempatan menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pendidikan.
  • 21. 17 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan geografis Kabupaten Sarmi terletak diantara 138°05’ - 140°30 Bujur Timur (BT) dan 1°35’ - 3°35’ Lintang Selatan (LS) dengan luas wilayah mencapai 17.740 km². Wilayah Kabupaten Sarmi sebagian besar berada di pesisir pantai. Kabupaten Sarmi berbatasan dengan Kabupaten Jayapura di sebelah timur, Samudera Pasifik di sebelah utara, Kabupaten Mamberamo Raya di sebelah barat serta Kabupaten Mamberamo Raya dan Kabupaten Tolikara di sebelah Selatan. Kabupaten Sarmi dibentuk berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2002 dari hasil pemekaran kabupaten Jayapura. Secara administrasi pemerintahan, kabupaten Sarmi terdiri dari 10 distrik, 2 kelurahan dan 84 kampung. Distrik Tor Atas merupakan distrik terluas yaitu 4.499 km² yaitu 25,36 persen dari luas wilayah Kabupaten Sarmi, sedangkan Distrik Sarmi merupakan distrik yang wilayahnya terkecil yaitu 471 km² atau 2,26 persen dari luas wilayah Kabupaten Sarmi. Sebagian besar penduduk kabupaten Sarmi menggantungkan kebutuhan hidup pada kemurahan alam, karena hutan menyediakan kebutuhan bahan pangan dalam jumlah yang melimpah. Sagu sebagai makanan pokok penduduk lokal, tumbuh subur dihampir semua wilayah kabupaten ini. Potensi lahan yang tersedia untuk tanaman bahan pangan dan hortikultura sedemikian luas. Pengembangan komoditas pertanian seperti: padi, palawija, dan sayuran masih dalam skala kecil untuk kebutuhan sendiri. Lahan yang sudah diolah dan menghasilkan tanaman bahan pangan terdapat di Distrik Bonggo dan Bonggo Timur. Hanya di distrik ini padi sudah dapat dipanen hasilnya. Demikian juga produksi palawija Kabupaten Sarmi sebagian besar dihasilkan di distrik Bonggo dan Bonggo Timur. Komoditas wilayah ini yang berhasil menembus ke pasar luar daerah adalah kakao dan kelapa dalam yang sudah dikeringkan dalam bentuk kopra. Komoditas ini di kirim ke Surabaya dan Makassar. Khusus kakao merupakan program prioritas kabupaten Sarmi dengan slogan ”Tiada hari tanpa tanam Kakao”, sehingga kini hampir semua KK memiliki minimal 1 hektar tanaman kakao. Kelapa tumbuh tidak tidak hanya di daratan Sarmi, tetapi juga pada sejumlah pulau-pulau yang termasuk wilayah kabupaten ini seperti: pulau Yamna, Wakde, Masi-Masi, Liki dan lainnya. Sarmi memang menjadi satu satunya kabupaten di Papua yang memiliki potensi kelapa rakyat sangat luas. Meskipun kelapa ini sebagian besar tumbuh secara alamiah
  • 22. 18 di pesisir pantai, dan sungai-sungai, tumbuhan ini terlihat sangat teratur dan terkesan seperti perkebunan luas. Potensi hutan daerah ini juga sangat menjanjikan. Luas hutan produksi diperkirakan 54.000 hektar. Kabupaten ini juga sangat kaya akan sumber daya alam dengan potensi lahan pertanian, perkebunan, pertambangan dan kelautan yang masih belum diolah. Diketahui bahwa di perut bumi Sarmi terdapat bijih besi, nikel, minyak bumi dan batubara yang belum dieksploitasi. B. Keadaan kependudukan Penduduk dalam suatu daerah merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, disamping juga sebagai konsumen dalam pembangunan. Dalam konteks penduduk sebagai potensi SDM, mengandung arti bahwa penduduk atau manusia memiliki peranan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA). Peranan penduduk akan dapat berhasil, apabila memiliki kemampuan dalam menjawab semua tantangan dalam pembangunan. Baik posisinya sebagai pengelola sumber daya alam, maupun sebagai pengguna atau konsumen sumber daya alam. Dampak keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sarmi yang telah berlangsung dapat terlihat pada perubahan komposisi penduduk menurut umur yang tercermin dengan semakin rendahnya proporsi penduduk usia tidak produktif. Berdasarkan data Kabupaten Sarmi dalam angka Tahun 2012 pada tabel-1, bahwa di kabupaten Sarmi jumlah rumah tangga 7.427 dengan jumlah penduduk sebanyak 34.305 jiwa, sedangkan rata-rata jumlah anggota keluarga 4,62. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 18.721 jiwa (54,57%) dan penduduk perempuan 15.584 jiwa (45,43%). Rasio antara penduduk laki-laki dan perempuan sebesar 120,13 artinya dari 120 jiwa penduduk laki-laki terdapat 100 jiwa penduduk perempuan. Perbandingan antara jumlah penduduk dan luas wilayah (kepadatan penduduk) secara keseluruhan di Kabupaten Sarmi adalah sebesar 1,93 dibulatkan menjadi 2, artinya setiap luas wilayah 1 km² dihuni oleh 2 orang.
  • 23. 19 Tabel-1 Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Distrik, Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Tahun 2012 No Distrik Jumlah Rumah Tangga Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan 1 Pantai Barat 512 1.243 1.097 2.340 2 Sarmi 2.514 6.737 5.362 12.099 3 Tor Atas 327 949 835 1.784 4 Pantai Timur 520 1.190 1.028 2.218 5 Bonggo 905 2.250 1.789 4.039 6 Apawer Hulu 367 781 740 1.521 7 Sarmi Timur 388 873 746 1.619 8 Sarmi Selatan 381 1.037 835 1.872 9 Pantai Timur Barat 840 2.069 1.783 3.852 10 Bonggo Timur 673 1.592 1.369 2.961 Jumlah 7.427 18.721 15.584 34.305 Sumber : Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2012 Penduduk berdasarkan kelompok umur (tabel-2), menunjukkan bahwa 62.76 persen (21.531 orang) penduduk kabupaten Sarmi merupakan kelompok usia produktif (15-64 tahun), sedangkan sisanya 37,36 persen (12.774 orang) adalah kelompok usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan rasio beban tanggungan (depedency rasio) sebesar 59,33. Fakta ini menunjukkan bahwa kabupaten Sarmi masih harus menurunkan 9,33 point lagi untuk mencapai bonus demografi. Tabel-2 Jumlah Penduduk Kabupaten Sarmi Menurut Kelompok Umur Tahun 2012 No Interval Umur (Tahun) Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan 1 0 - 4 2.271 2.179 4.450 2 5 - 9 2.202 2.136 4.338 3 10 - 14 1.832 1.650 3.482 4 15 - 19 1.568 1.283 2.851 5 20 - 24 1.678 1.380 3.058 6 25 - 29 1.953 1.519 3.444 7 30 - 34 1.695 1.364 3.059 8 35 - 39 1.345 1.103 2.448 9 40 - 44 1.256 943 2.199 10 45 - 49 1.071 806 1.877 11 50 - 54 792 531 1.323 12 55 - 59 493 288 781 13 60 - 64 295 196 491 14 65 - 69 154 103 257 15 70 - 74 90 60 150 16 75 + 54 43 97 Jumlah 18.721 15.584 34.305 Sumber : Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2013
  • 24. 20 Penduduk usia produktif merupakan suatu modal dalam pelaksanaan pembangunan di segala sektor, dengan harapan produktifitas dan efektifitas yang terjadi ditunjang pula dengan sarana dan prasarana pembangunan, dimana manusia merupakan tujuan dan pelaksana pembangunan. Struktur umur penduduk di Kabupaten Sarmi masih mengikuti pola struktur umur muda, dimana kelompok umur pada usia muda lebih banyak daripada kelompok usia lain. Hal ini dapat kita lihat bila mengembangkan piramida penduduk Kabupaten Sarmi maka akan nampak bahwa piramida penduduk kabupaten Sarmi masih berbentuk piramida setiga, dimana penduduk terbanyak adalah pada kelompok usia muda antara 0-30 tahun dan kemudian meruncing pada kelompok usia di atasnya. C. Keadaan pendidikan 1. Sarana prasarana Pendidikan merupakan bagian penting dalam rangka pembangunan manusia melalui meningkatnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sejalan dengan semangat Otonomi Khusus Papua tahun 2001 di saat ini menjelang era globalisasi bahwa SDM merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang termasuk di kabupaten Sarmi. Di Kabupaten Sarmi berbagai upaya pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) telah dilakukan dengan dilandasi semangat visi-misi pemerintah “Membangun Masyarakat Kabupaten Sarmi yang Mandiri, Sejahtera dan Bermartabat”. Agar tujuan yang terkandung dalam visi-misi tersebut diterjemahkan dalam program pembangunan pendidikan, maka berbagai sarana dan prasarana pendidikan menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan oleh pemerintah kabupaten Sarmi.
  • 25. 21 Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Sarmi tahun 2013, bahwa di kabupaten Sarmi jumlah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 55 unit sekolah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 14 unit sekolah dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebanyak 4 unit sekolah. Tabel-3 Banyaknya Sekolah Dirinci menurut Jenisnya Tahun 2013 No. Distrik SD SLTP SLTA Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 1 Pantai Barat 7 1 1 0 0 0 2 Sarmi 3 3 2 1 1 1 3 Tor Atas 5 0 1 0 0 0 4 Pantai Timur 1 4 1 0 1 0 5 Bonggo 6 2 2 1 0 0 6 Apawer Hulu 3 1 0 1 0 0 7 Sarmi Timur 2 1 0 0 0 0 8 Sarmi Selatan 3 2 0 0 0 0 9 Pantai Timur Barat 2 3 2 0 0 0 10 Bonggo Timur 4 2 2 0 1 0 Jumlah 36 19 11 3 3 1 Sumber: Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2013 2. Angka Partisipasi Murni (APM) a. APM Sekolah Dasar (SD) APM SD adalah persentase penduduk berumur 7-12 tahun yang bersekolah di SD. Indikator ini digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat partisipasi (murni) sekolah penduduk usia 7-12 tahun. Menurut data tabel 4 pada tahun 2012 penduduk di Kabupaten Sarmi yang berusia 7-12 tahun sebanyak 7.167 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada kelompok usia tersebut yang bersekolah SD sebanyak 6.383 jiwa. Dengan demikian APM SD di Kabupaten Sarmi sebesar 89,06 persen. Tabel-4 Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) Tahun 2012 ∑ Penduduk Usia 7-12 Tahun ∑ Murid Usia 7-12 Tahun APM SD (%) 7.167 6.383 89,06 Sumber: Data diolah, 2013
  • 26. 22 b. APM Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) APM SLTP adalah persentase penduduk berumur 13-15 tahun yang bersekolah di SLTP. Indikator ini digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat partisipasi (murni) sekolah penduduk usia 13-15 tahun. Menurut tabel-5 pada tahun 2012 penduduk Kabupaten Sarmi yang berumur 13-15 tahun sebanyak 3.779 jiwa, sedangkan penduduk kelompok usia tersebut yang bersekolah pada tingkat SLTP sebanyak 1.762 jiwa. Dengan demikian APM SLTP di Kabupaten Sarmi sebesar 46,63 persen. Tabel-5 Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) Tahun 2012 ∑ Penduduk 13-15 Tahun ∑ Murid Usia 13-15 Tahun APM SLTP (%) 3.779 1.762 46.63 Sumber: Data diolah, 2013 c. APM Sekolah Menengah (SM) APM SM adalah persentase penduduk berumur 16-18 tahun yang bersekolah di SM. Indikator ini digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat partisipasi (murni) sekolah penduduk usia 16-18 tahun. Tabel-6 Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah (SM) Tahun 2012 ∑ Penduduk 16-18 Tahun ∑ Murid Usia 16-18 Tahun APM SLTA (%) 2.838 1.081 38,09 Sumber: Data diolah, 2013 Menurut data tabel 6 pada tahun 2012 penduduk Kabupaten Sarmi yang berumur 16-18 tahun sebanyak 2.838 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada kelompok usia tersebut yang terserap di sekolah menengah sebanyak 1.081 jiwa, yang berarti baru 38,09 persen. Secara umum tampak bahwa APM di Kabupaten Sarmi pada tahun 2012, cenderung mengecil terhadap jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
  • 27. 23 3. Pelayanan Pendidikan Keterpenuhan pelayanan pendidikan dapat dilihat dari rasio murid terhadap guru dan sekolah. Rasio biasa diperoleh dengan cara menghitung perbandingan antara jumlah murid pada suatu jenjang pendidikan dengan jumlah guru dan sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Indikator ini dipergunakan untuk menggambarkan beban kerja guru dalam mengajar dan kapasitas sekolah. Rasio murid-guru memperlihatkan beban guru, yaitu banyaknya murid yang berada di bawah pengawasan seorang guru. Semakin tinggi rasio jumlah murid per-guru terdapat kecenderungan semakin rendah mutu pengajaran, karena semakin kurang tingkat pengawasan dan perhatian. a. Jenjang Sekolah Dasar Menurut data yang tertera pada tabel-7, rasio murid terhadap sekolah dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang SD sebagai berikut: - Setiap sekolah memiliki rata-rata 116 murid - Seorang guru mengajar rata-rata 21 murid - Setiap sekolah memiliki 6 guru Jika dianalisa lebih lanjut, untuk tingkat SD yang memiliki 55 sekolah, 307 guru (guru tetap dan guru tidak tetap) dan 6.383 murid, maka setiap sekolah memiliki sekitar 6 guru dan 116 murid. Sedangkan satu guru akan mengajar 21 murid. Tabel-7 Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S), dan Guru (G) SD Tahun 2012 Murid Sekolah Guru Rasio M-S M-G G-S 6.383 55 307 116.05 20.79 5,58 Sumber: Data diolah, 2013 Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan cukup tersedianya guru dan ruang untuk belajar menjadikan faktor fasilitas dan pelayanan pendidikan pada jenjang pendidikan SD di Kabupaten Sarmi telah memadai. b. Jenjang SLTP Menurut data yang tertera pada tabel-8 rasio murid terhadap sekolah dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang pendidikan SLTP adalah sebagai berikut:
  • 28. 24 - Setiap sekolah memiliki rata-rata 126 murid - Seorang guru mengajar rata-rata 11 murid - Setiap sekolah memiliki 11 orang guru Tabel-8 Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTP Tahun 2012 Murid Sekolah Guru Rasio M-S M-G G-S 1.762 14 148 125.86 11.91 10.57 Sumber: Data diolah, 2013 Jika dianalisa lebih lanjut, untuk tingkat SLTP yang memiliki 14 sekolah, jumlah guru (guru tetap dan guru tidak tetap) 148 orang dengan 1.762 murid, maka setiap sekolah rata-rata memiliki 126 murid dan 11 guru, sedangkan setiap Guru akan mengajar 11 murid. Dengan kata lain sarana dan prasana SLTP telah memadai. c. Jenjang SLTA Menurut data yang tertera pada tabel-9 rasio murid terhadap sekolah dan guru di Kabupaten Sarmi untuk jenjang pendidikan SMU/K adalah sebagai berikut: - Setiap sekolah memiliki rata-rata 270 murid - Seorang guru mengajar rata-rata 18 murid - Setiap sekolah memiliki 15 orang guru Tabel-9 Rasio Murid (M) terhadap Sekolah (S) dan Guru (G) SLTA Tahun 2012 Murid Sekolah Guru Rasio M-S M-G G-S 1.081 4 60 270.25 18.02 15 Sumber: Data diolah, 2013 Diketahui bahwa untuk tingkat SMU/K terdapat 4 sekolah, 1.081 siswa dan 60 guru (tetap dan tidak tetap), maka setiap sekolah terdapat rata-rata 270 murid ini dan 15 guru, dimana setiap satu guru mengajar 18 murid. D. Situasi Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Dalam menyongsong Bonus Demografi di kabupaten Sarmi, maka pemenuhan kebutuhan pendidikan sebagai upaya mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas harus terpenuhi secara kuantitas dan berkualitas yang mengandung unsur keteraksesan, keberterimaan, keberlanjutan dan ketersesuaian.
  • 29. 25 Laporan terakhir BPS Papua tahun 2012 bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sarmi bahwa angka melek huruf penduduk 15 tahun ke atas di kabupaten Sarmi sebesar 87,1 persen dengan rata-rata lama sekolah sekitar 6,55 tahun. Masih rendahnya angka rata-rata lama sekolah ditunjukkan dengan tingginya jumlah penduduk yang tidak tamat dan hanya tamat SD yang mencapai 72,11 persen. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa walaupun sebagian besar pendudukan kabupaten Sarmi telah mempunyai kemampuan membaca dan menulis sebagai kemampuan dasar minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, namun partisipasi dalam pendidikan formal masih rendah karena rata-rata hanya menamatkan pendidikan dasar (tamat SD). Tabel-10 Banyaknya Penduduk Kabupaten Sarmi menurut Jenis Kelamin dan Tingkat pendidikan Tahun 2012 No Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan 1 Tidak punya ijazah SD 7.163 7.800 14.963 2 SD 3.553 3.158 6.711 3 SMP 2.111 1.060 3.171 4 SMA/SMK 2.767 1.139 3.906 5 D1/D2/D3 315 363 678 6 D-4/S1/S2/S3 348 279 627 Jumlah 16.257 13.799 30.056 Sumber: Kabupaten Sarmi dalam Angka, 2012 Fakta tentang tingkat pendidikan penduduk kabupaten Sarmi menunjukan bahwa 65,47 persen penduduk berpendidikan dasar (SD-SMP) dan hanya 34,53 persen yang berpendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini tentunya menjadi tantangan dalam pembangunan pendidikan, karena sumber daya manusia berkualitas sangat ditentukan oleh pendidikan. Kondisi ini tentunya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal terkait dengan pemenuhan hak atas pendidikan yang dapat dikemukakan sebagai situasi di kabupaten Sarmi pada tahun 2013. Fakta ini tentunya akan menjadi panduan untuk menyusun strategi yang tepat dan operasional dalam menyongsong bonus demografi di kabupaten ini, sebagai berikut: 1. Ketersediaan Institusi pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai dan terdiri dari unsur-unsur:
  • 30. 26 a. Kebebasan 1) Kenyataan riil - Pada tingkat SD, SLTP dan SLTA di Sarmi sampai saat ini belum pernah terjadi kasus pemaksaan oleh pemerintah agar orang tua atau wali murid memasukkan anaknya ke sekolah tertentu saja atau pelarangan untuk masuk sekolah tertentu baik sekolah swasta maupun negeri. - Selama ini kebebasan masyarakat (murid dan orang tua) memilih jenis sekolah dan pendidikan yang dikehendaki berdasarkan kebutuhan dan kemudahan akses, bukan karena paksaan dari siapapun juga. - Kenyataan sebagai contoh bahwa SD dan SLTP YPK Sarmi yang merupakan SD tertua di kabupaten Sarmi yang berdiri tahun 1962, mempunyai murid dari berbagai golongan, suku, ras dan agama. - Jumlah siswa perempuan lebih dominan dibanding siswa laki-laki hampir pada semua jenjang pendidikan (SD, SLTP dan SLTA). - Sekolah Lanjutan Pertama di perkotaan menerima lulusan SD dari kota Sarmi dan sekitarnya, maupun dari Pantai Timur dan daerah lainnya begitu pula sekolah lanjutan atas. - Hampir tiap tahun banyak lulusan SD yang mendaftar ke SLTP atau lulusan SLTP ke SLTA, namun “dipaksakan” untuk diterima sebab nilai tidak sesuai standar kelulusan terutama siswa penduduk local - Kesadaran dan partisipi orang tua untuk menyekolahkan anak masuk sekolah terutama pada jenjang pendidikan SD (negeri maupun swasta) semakin tinggi, dimana saat pemberitahuan secara lisan yang diberikan pihak sekolah pada saat akhir tahun ajaran banyak orang tua mengambil formulir calon siswa baru yang kemudian datang sendiri untuk mendaftar. 2) Masalah yang dihadapi - Intervensi pemerintah terlalu besar dalam penempatan tenaga guru, sehingga pada sekolah tertentu pada wilayah tertentu kurangnya tenaga pengajar sehingga proses belajar-mengajar tidak optimal
  • 31. 27 - Konflik penguasaan lahan sekolah, dimana status kepemilikan tanah sebagai lokasi sekolah yang belum terselesaikan dengan pihak adat, contohnya tanah lokasi SD YPK Sarmi - Karena banyak siswa mendaftar setiap tahun ajaran baru, menyebabkan daya tampung kelas tidak mencukupi sehingga beberapa sekolah (terutama SD) harus membuat kelas pararel yang secara langsung telah menambah beban jam mengajar para guru. - Persepsi orang tua terhadap pendidikan masih tergolong rendah, lebih banyak membiarkan anaknya bebas, kurang memperhatikan belajar saat di rumah bahkan anaknya harus mencari makannya sendiri setiap hari pada jam sekolah . 3) Harapan perubahan - Perlu adanya upaya Pemerintah Kabupaten Sarmi untuk menyelesaikan status tanah dengan pihak adat untuk sarana umum dan fasilitas pendidikan. - Perlu pengangkatan guru yang dibutuhkan sesuai kebutuhan sekolah dengan didukung ketersediaan fasilitas dan pemenuhan kesejahteraan. b. Gedung sekolah dan ruang kelas Standar ketersediaan yang ideal dalam pelayanan pendidikan dasar mengisyaratkan bahwa dalam setiap 1.000 jiwa penduduk minimal tersedia 1 unit sekolah dasar (SD) dan dalam setiap 5 unit SD minimal terdapat 1 unit sekolah lanjutan pertama (SLTP), maka jika mengacu pada data penduduk kabupaten Sarmi tahun 2013 sebanyak 34.305 jiwa, maka di kabupaten Sarmi minimal harus terdapat sekitar 35 unit SD dan 7 unit SLTP (data tahun 2012 SD=55 dan SLTP 14). 1) Kenyataan riil - Jika mengacu pada data di atas, maka rasio jumlah sekolah dasar terhadap penduduk kabupaten Sarmi secara kumulatif adalah 1:980. Angka ini menunjukkan bahwa ketersediaan jumlah SD dalam setiap 1.000 penduduk sudah sangat memadai, karena rasio jumlah sekolah terhadap jumlah penduduk tidak melampaui standar 1:1.000 atau dengan
  • 32. 28 kata lain ketersediaan lembaga pendidikan tingkat SD di kabupaten Sarmi sangat memadai. - Rasio jumlah unit SLTP dengan SD adalah 1:3, dimana angka ini menunjukkan komposisi yang ideal, artinya ketersediaan SLTP di kabupaten Sarmi sudah memadai. - Pada beberapa sekolah ruang kelas tidak mencukupi karena jumlah siswa yang banyak mendaftar setiap permulaan tahun ajaran hampir pada semua jenjang pendidikan di SD, SLTP maupun SLTA. - Di kabupaten Sarmi hampir semua bangunan gedung sekolah sudah memadai, karena bangunan lama direnovasi dan beberapa gedung sekolah baru yang dibangun pemerintah kabupaten Sarmi sejak tahun 2002. - Khusus untuk gedung sekolah di perkotaan cukup memadai karena terdiri dari: ruang kantor, ruang guru, ruang belajar, dan pada beberapa sekolah terdapat ruang laboratorium serta ruang perpustakaan, namun fasilitas pendukung yang belum lengkap bahkan tidak ada. - Khusus pada SMK Negeri di Betaf yang dibangun tahun 2007 selain memiliki ruang belajar dan ruang kantor, juga beberapa ruangan sebagai laboratorium fisika dan komputer, bengkel kerja ferniture, ruang genset dan lainnya. Selain itu juga telah disediakan lahan untuk praktek bagi jurusan budidaya pertanian, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan. 2) Masalah yang dihadapi - Jumlah murid sudah melebihi daya tampung ruangan terutama pada kelas awal (kelas I-III SD, kelas VII SLTP dan kelas X SLTA), sangat menganggu kenyamanan dalam proses belajar-mengajar bagi murid maupun guru. - Pembangunan beberapa gedung sekolah tidak melalui suatu perencanaan baik, akibatnya banyak yang rusak (tidak nyaman) dalam mendukung proses BM, walaupun umur penggunaan belum lama. - Gedung sekolah tidak aman karena tidak memiliki pagar sekolah, akibatnya tidak nyaman, fasilitas sekolah sering dirusak dan murid yang berkeliaran tanpa kontrol pada saat pelajaran
  • 33. 29 - Gedung sudah tersedia namun sarana dan prasarana pendukung proses belajar-mengajar belum dilengkapi, terutama isi dari laboratorium komputer, laboratorium IPA dan perpustakaan. - Ruangan di sekolah yang terbatas dan atau tidak tersedia ruangan, maka ruang perpustakaan tidak digunakan sesuai peruntukkannya karena digunakan sebagai ruang guru dan ruang kantor sekolah. - Seringnya siswa terlambat masuk sekolah, karena belum didukung sarana transportasi reguler yang terjangkau sesuai dengan kondisi obyektif sosial-ekonomi siswa 3) Harapan perubahan - Melakukan renovasi bangunan sekolah agar layak untuk digunakan dalam proses belajar-mengajar, termasuk penambahan ruang belajar sesuai dengan kebutuhan sekolah. - Dimanfaatkannya fasilitas ruangan sesuai peruntukan karena telah dipenuhinya kelengkapan buku-buku dalam perpustakaan, peralatan laboratorium IPA dan komputer. - Perlunya kerjasama pemerintah, dewan guru dan orang tua murid dan masyarakat (tokoh agama, adat, pemuda dan perempuan) untuk mengatur sistem pendidikan di sekolah - Perlunya menyamakan persepsi berbagai pihak tentang masalah anak- anak sekolah yang banyak membolos pada setiap jam belajar dan prestasi belajar anak yang rendah sehingga murid memperoleh prestasi nilai yang baik. - Diperlukan pagar yang mengelilingi sekolah sehingga nyaman, termasuk adanya penjaga atau satpam untuk menjaga keamanan sekolah. - Perlunya dukungan pemerintah kabupaten Sarmi melalui Dinas Pendidikan dan Pengajaran untuk membangun asrama siswa sekolah. c. Tenaga pengajar Ketersediaan tenaga guru dapat dianggap memenuhi standar pelayanan apabila dalam setiap sekolah dasar terdapat minimal 9 orang guru (1 orang kepala sekolah, 1 orang guru agama, 1 orang guru olahraga dan 6 orang guru kelas).
  • 34. 30 Sedangkan untuk sekolah SLTP di kabupaten Sarmi sebanyak 14 unit, dan ukuran standar minimal di setiap unit sekolah terdapat 25 orang guru sesuai formula ∑ RB x W/∑ JWM. 1) Kenyataan riil - Di kabupaten Sarmi, untuk 55 jumlah unit gedung SD membutuhkan minimal 495 orang guru, sedangkan jumlah guru yang tersedia pada akhir tahun 2012 sebanyak 307, jadi masih kurang 188 orang guru SD. - Untuk tingkat SLTP, jumlah guru yang dibutuhkan untuk 14 unit gedung SLTP sebanyak 350 orang, sedangkan jumlah guru yang tersedia sebanyak 148 orang sehingga menurut strandar ideal masih kekurangan 202 orang guru yang tentunya sangat memprihatinkan, karena permasalahan kekurangan guru diperparah oleh penempatan tugas guru tidak merata sebab banyak guru yang memilih bermukim di kota sekalipun tempat tugasnya di daerah pedalaman. - Hampir semua sekolah SD memenuhi jumlah guru minimal 9 orang bahkan lebih, dengan status guru pegawai negeri sipil (PNS), guru honor daerah (Honda), guru kontrak, guru honor sekolah (Honse) dan relawan dengan perbandingan 60 PNS dan 40 non PNS. Namun pada beberapa sekolah terpaksa ada guru kelas yang merangkap pada dua (2) kelas karena kekurangan guru. - Kondisi ini berbeda dengan tingkat sekolah lanjutan (SLTP dan SLTA) yang rata-rata jumlah guru tidak mencapai jumlah ideal 25 orang guru dengan status guru pegawai negeri sipil (PNS), guru honor daerah, guru kontrak, guru honor sekolah, guru bantu dan relawan dengan perbandingan 70 PNS dan 30 non PNS. - Sekolah-sekolah di daerah pinggiran dan pedalaman karena kekurangan guru, sehingga dalam beberapa tahun terakhir terpaksa merekrut lulusan SMP dan SMA sebagai guru bantu di sekolah, namun karena tidak mempunyai latar belakang dan pengalaman sehingga penggunaan metode mengajar sangat tidak efektif.
  • 35. 31 - Proses belajar-mengajar tidak optimal karena para guru ada yang tidak pernah membuat RPP sebagai persiapan untuk mengajar, hanya membawa buku tapi mengunakannya secara verbal sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar seperti ada siswa yang kemampuan berhitung dan membaca sangat rendah. - Guru-guru pada tingkat pendidikan SD dan SLTP lebih sering meninggalkan tugas dengan berbagai alasan karena kurangnya fasilitas (sarana transportasi, rumah guru), mengurus kepangkatan, masalah kesejahteraan dan sebagainya, termasuk guru kontrak yang bekerja antara 3-7 tahun dengan status yang tidak jelas. - Orientasi menjadi guru kontrak maupun guru bantu untuk merubah penghidupannya yang lebih baik termasuk mendukung proses BM di sekolah, namun tidak didukung dengan kualitas yang memadai tercermin dari persiapan bahan ajar dan motivasi mengajar. - Administrasi sekolah (kepegawaian) yang tidak berjalan optimal, sehingga ada guru yang tidak aktif (pindah, tinggalkan tugas dalam waktu lama) tidak terlaporkan, sehingga nampak jumlah guru banyak namun proses belajar-mengajar tidak berjalan karena kekurangan guru terutama tingkat SD dan SLTP. 2) Masalah yang dihadapi - Kekurangan guru meliputi kuantitas dan kualitas (guru bidang studi) mempengaruhi kesiapan guru dalam proses belajar mengajar yang tidak optimal, apalagi penyesuaian kurikulum yang selalu berubah (dari KTSP ke K-13) sehingga penerapannya tidak optimal (sebagian guru belum paham walaupun ada sosialisasi K-13) sehingga sangat berpangaruh terhadap kualitas proses BM. - Kesejahteraan guru yang belum diperhatikan secara optimal seperti: rumah guru, tidak tersedia transportasi reguler, kepangkatan yang harus diurus sendiri, pengembangan diri sesuai perkembangan kurikulum dan teknologi pendidikan. - Perencanaan guru bidang studi yang kurang optimal, sehingga terjadi kelebihan jumlah guru pada bidang studi tertentu, tetapi terbatas atau kekurangan pada bidang studi lainnya terutama bidang studi eksata.
  • 36. 32 - Kekurangan guru bidang studi eksata (Matematika dan Fisika) dan bahasa Inggris. Guru bidang studi eksata memang telah ada upaya program guru kontrak, namun kontrak tidak diperpanjang. Pada beberapa sekolah tidak memiliki guru bahasa Inggris, sehingga proses BM dilakukan bukan guru latar belakang bahasa Inggris. - Keterbatasan jumlah guru menyebabkan komunikasi yang terbangun dengan masyarakat tidak optimal, padahal karena kondisi obyektif masyarakat (orang tua murid) melimpahkan sepenuhnya proses pendidikan anak jadi tanggungjawab guru di sekolah. Dampaknya kualitas dan kuantitas hasil kelulusan murid di sekolah ini menjadi rendah karena rasio guru-murid yang masih tinggi. - Di daerah pedalaman banyak tenaga guru yang enggan bertugas, walaupun ada sangat seringkali pulang dan tinggal di kota berminggu- minggu bahkan berbulan-bulan dimana kebiasaan ini sudah berlangsung lama. - Kerjasama dan koordinasi antar para pimpinan (kepala sekolah) dengan dewan guru terkait dengan managemen sekolah belum optimal, apalagi terkait penggunaan dana, peluang pengembangan diri maupun kesejahteraan. - Masalah kesejahteraan (perumahan guru) yang belum merata, sehingga guru memanfaatkan ruang ”kopel” yang disekat ataupun menggunakan gedung sekolah lama menjadi perumahan 3) Harapan perubahan - Penambahan jumlah guru terutama guru bidang studi eksata dengan mengambil guru kontrak yang ditanggung pemerintah, ataupun membuka formasi pengangkatan guru baru dengan benar-benar mau melakukan tugas dengan baik. - Perlunya dukungan sarana transportasi bagi guru secara merata, dan atau sarana yang telah ada sebagai bantuan pemerintah (sepeda motor) dimanfaatkan secara optimal. - Guru-guru harus diberikan pelatihan implementasi proses BM sesuai kurikulum tahun 2013 (K-13) termasuk cara penyajian materi melalui didaktik dan metodik terutama bagi guru kontrak dan guru bantu.
  • 37. 33 - Perlu peningkatan kualitas guru dari berbagai bidang studi melalui pelatihan dan studi lanjut ke jenjang pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) maupun program strata satu (S1) dengan dukungan biaya pemerintah dan instansi terkait. - Perlunya perhatian terhadap kesejahteraan guru terutama fasilitas rumah dan sarana pendukung lainnya, tunjangan guru sesuai undang-undang pendidikan yang ada dan juga peluang sertifikasi guru, serta jangan ada pembedaan antara guru swasta dan negeri. - Perlu ada monitoring dan evaluasi terhadap guru-guru yang sudah disertifikasi, agar dapat menjalankan tugasnya dengan konsekuen berdasarkan bidang kajian yang sudah diputuskan pihak panitia sertifikasi. d. Prasarana sekolah lainnya 1) Kenyataan riil - Perpustakaan sudah dimiliki sekolah, namun ketersediaan buku masih minim (judul dan jumlah buku) bahkan beberapa buku paket sudah tidak sesuai dengan perkembangan kurikulum. Pada beberapa sekolah ruang perputakaan beralih fungsi sebagai ruang kelas karena fasilitas terbatas, bahkan tidak memiliki perpustakaan. Disisi lain pemenuhan kebutuhan informasi sulit dipenuhi karena di kabupaten ini belum terdapat pusat informasi buku, sehingga semuanya harus melalui Jayapura. - Laboratorium IPA, bahasa inggris dan komputer terdapat pada beberapa sekolah terutama tingkat SLTP dan SLTA, namun peralatan masih sangat kurang dan tidak sebanding dengan jumlah peserta belajar. Khusus di SMK terdapat lahan untuk praktek bagi jurusan budidaya pertanian, hortikultura dan tanaman perkebunan. - Alat peraga terutama untuk matapelajaran matematika, IPA dan Bahasa Indonesia sangat kurang, dan belum didukung dengan kreatifitas guru untuk memanfaatkan bahan lokal.
  • 38. 34 - Peralatan olahraga cukup tersedia (atletik, bola kaki, bola volly, bola basket dan lainnya) namun prasarana olahraga tidak memadai bahkan beberapa sekolah tidak memiliki sarana olahraga sehingga melakukan di halaman sekolah yang menganggu kenyamanan proses belajar. - MCK terdapat hampir di semua sekolah bahkan tersedia 2 lokal untuk guru (laki-laki dan wanita) dan 2 lokal untuk siswa (laki-laki dan wanita), namun sebagian besar tidak dapat digunakan. - Fasilitas perumahan bagi guru tersedia pada beberapa sekolah dan letaknya sangat dekat dengan sekolah, sehingga sangat membantu guru dalam melaksanakan tugasnya. 2) Masalah yang dihadapi - Kelengkapan laboratorium dan alat peraga matapelajaran matematika, IPA dan bahasa Indonesia masih sangat kurang, sehingga persiapan guru seadanya (apalagi guru yang tidak kreatif) sangat mengurangi motivasi murid untuk belajar. - Materi pelajaran sesuai kurikulum tidak dilaksanakan secara maksimal, karena buku pegangan guru terbatas sehingga kesulitan dalam menyempurnakan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum. - Buku perpustakaan sangat kurang dari sisi jumlah eksemplar maupun judul, banyak buku perpustakaan yang hilang karena siswa yang meminjamkan buku tidak mengembalikannya. - Beberapa sekolah tidak memiliki ruangan untuk aula, ruang UKS, ruang Osis dan lapangan olahraga (bola kaki, basket, voli dan futsal) bahkan lapangan upacara yang tidak representatif. - Sarana MCK cukup memadai dan tersedia, namun banyak yang tidak berfungsi secara baik karena tidak ada air bersih. - Salah satu permasalahan di sekolah adalah masalah pagar sekolah. Karena tidak ada pagar sekolah maka para siswa tidak dapat diawasi secara baik pada saat jam pelajaran. - Prasana sekolah terbatas menyebabkan persiapan guru untuk proses BM seadanya sangat mengurangi motivasi murid untuk belajar dengan giat, sehingga banyak murid membolos setelah mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah.
  • 39. 35 - Tidak tersedianya pusat informasi di kota Sarmi, sehingga bila membutuhkan informasi harus ke Jayapura. 3) Harapan perubahan - Pengunaan dana BOS agar lebih terencana dan optimal untuk melengkapi kebutuhan sekolah (perlengkapan sekolah, buku paket pelajaran dan alat peraga, kenyamanan lingkungan sekolah dengan membuat pagar keliling sekolah, serta biaya kebutuhan murid dan biaya operasional sekolah. - Pemerintah Kabupaten diharapkan pada pula memperhatikan dan membantu kebutuhan sekolah-sekolah yang dikelola pihak yayasan sebagimana sekolah-sekolah negeri di kabupaten Sarmi. - Perlunya dukungan dan kerjasama berbagai pihak baik pemerintah kabupaten Sarmi, instansi terkait, swasta dan LSM untuk bantuan- bantuan berupa sarana dan prasarana di sekolah ini. 2. Keteraksesan Aspek keterjangkauan penikmatan hak atas pendidikan meliputi keterjangkauan secara social, ekonomis dan keterjangkauan secara fisik. Secara social pendidikan (terutama pendidikan dasar) harus dapat diakses semua orang atau kelompok masyarakat, sedangkan secara ekonomi bila negara tidak menjamin pendidikan gratis maka biaya harus dapat dijangkau oleh masyarakat. Mengenai keterjangkauan secara fisik adalah lokasi sekolah harus mudah dijangkau semua orang, sehingga akan menjaga angka partisipasi warga belajar. a. Tanpa diskriminasi 1) Kenyataan riil - Di kabupaten Sarmi secara sosial penikmatan pendidikan tidaklah diskriminatif, dimana setiap orang atau individu tidak peduli perempuan-laki-laki, kaya atau miskin, latar belakang agama, suku berhak atas pendidikan - Sampai saat ini belum ada kasus yang memperlakukan siswa atau orang tua wali murid secara diskriminatif menurut latar belakang sosial, ekonomi, budaya dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan.
  • 40. 36 - Walaupun pendidikan di kabupaten Sarmi sebagaimana daerah lain di tanah Papua yang didominasi pendidikan berbasis agama (terutama agama Kristen), namun tidak ada diskriminasi, semua bebas untuk memperoleh pendidikan tanpa memandang agama. 2) Masalah yang dihadapi - Daya serap murid putra daerah agak lambat bila dibandingkan dengan murid dari luar daerah. Dampaknya bisa menjadi positif bagi murid yang ingin meningkatkan prestasi belajar, namun bila murid tidak miliki motivasi belajar bisa timbulkan kecemburuan atau terus menerus membolos dari sekolah karena tidak percaya diri (PD). 3) Harapan perubahan - Perlu pemerataan perlakuan yang obyektif pada setiap siswa yang ada di sekolah. - Setiap siswa agar diberikan kesempatan untuk berprestasi mencapai cita- cita dan tujuan akhir studi tanpa memandang suku dan ras. b. Secara fisik geografis 1) Kenyataan riil - Letak bangunan sekolah (terutama SD) tidak menjadi masalah, karena berada di dalam dan pinggiran kampung yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki. - Akses ke bangunan sekolah SMP di perkotaan, dari sisi keamanan dan jarak tidak menjadi masalah karena sebagian murid tinggal jauhnya dari sekolah kurang lebih 5 km, dan dapat dijangkau siswa. - Di perkotaan, siswa mempunyai jarak tempuh ke sekolahnya kurang lebih 5-6 km terdapat Bis Sekolah yang disiapkan oleh pemerintah Kabupaten Sarmi dengan tarif Rp.4.000/hari dan bila terpaksa harus menyewa jasa angkutan motor ojek harus mengeluarkan biaya transport Rp.10.000 - Rp. 20.000.-/hari.
  • 41. 37 - Akses siswa di daerah pedalaman yang jarak kampung berjauhan, sehingga siswa harus ke sekolah lebih pagi (jam 06.00) apalagi harus berjalan kaki. 2) Masalah yang dihadapi - Anak-anak sering terlambat ke sekolah, terutama tingkat SD dan SLTP. - Akses terhadap bangunan sekolah, terutama SLTP di daerah pinggiran dan pedalalaman sangat rendah (tinggal kampung lain) dan tidak didukung transportasi reguler, sehingga banyak siswa masuk sekolah tidak tepat waktu ataupun absend. - Bila Bis sekolah penuh maka beberapa siswa yang tidak terangkut ke sekolah terlambat dan atau absend pada hari itu. 3) Harapan perubahan - Perlu adanya angkutan khusus bagi siswa sekolah terutama di daerah pinggiran dan pedalaman, sebagaimana yang sudah dilakukan bagi siswa di kota. - Menghimbau kepada orang tua dan wali murid agar memperhatikan anak masuk sekolah tepat waktu (pukul 07.15 WP) sebagaimana layaknya murid lain yang masuk di sekolah. c. Secara ekonomi (biaya) 1) Kenyataan riil - Biaya pendidikan bagi murid Sekolah Dasar di kabupaten Sarmi sudah dinyatakan secara gratis. - Dana BOS sangat diandalkan oleh sekolah swasta untuk mendukung biaya operasional sekolah - Dana BOS memberikan dukungan bagi siswa tidak mampu terutama di sekolah dasar berupa beasiswa dan bantuan sarana pendidikan (buku dan alat tulis), bahkan pada beberapa sekolah siswa juga dibagikan pakaian seragam - Pada beberapa sekolah, setiap murid dibebankan biaya operasional Rp.5.000 - 10.000./bulan (uang komite). 2) Masalah yang dihadapi - Keterbatasan ekonomi masyarakat, walaupun bahan makan lokal tersedia namun masih ada siswa yang tidak makan pagi saat ke sekolah, walaupun sudah mendapatkan bantuan melalui beasiswa dan sarana pendidikan,
  • 42. 38 sehingga tidak konsentrasi dalam proses BM di sekolah terutama dalam bidang studi eksata (matematika dan IPA). - Karena ada dana BOS dan penerapan pendidikan gratis, maka orang tua murid menganggap semua pembiayaan siswa yang berhubungan dengan pendidikan dan sekolah menjadi gratis, sehingga dilematis bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas proses BM terutama bagi sekolah swasta. 3) Harapan perubahan - Perlu dukungan pembiayaan pendidikan gratis bagi semua siswa di sekolah, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial. - Perlu dipertimbangkan pemberian makanan tambahan bagi murid SD menyangkut empat sehat-lima sempurna di sekolah untuk menambah gizi dan meningkatkan motivasi belajar. 3. Keberterimaan a. Kenyataan riil - Banyak siswa maupun lulusan SD dan SLTP, terutama di daerah pedalaman yang belum bisa baca tulis dan berhitung, bahkan pada salah SLTA ada kelas khusus bagi siswa yang tidak lancar membaca dan berhitung. Kondisi ini sering dikaitkan dengan mitos ”kutukan sepatu pendeta”, sehingga walaupun berusaha untuk sekolah pada jenjang lebih tinggi pasti gagal. - SD di daerah pinggiran apalagi pedalaman yang makin jauh dari pusat informasi pendidikan, para guru mengalami hambatan dalam penerapan metode belajar-mengajar yang efektif bagi siswa sesuai tuntutan kurikulum tahun 2013 (K-13). - Interaksi siswa tidak optimal dalam proses belajar mengajar yang diterapkan guru sesuai tuntutan metode K-13. - Muatan lokal yang diajarkan di sekolah berupa ketrampilan anyaman lokal (daerah), memanah tradisional, dan pertanian.
  • 43. 39 b. Masalah yang dihadapi - Proses belajar-mengajar yang tidak optimal terutama di tingkat SD karena guru tidak menjalankan tugas dan atau tidak berada di tempat tugas sehingga siswa tidak belajar (sekolah tidak ada pelajaran) - Persiapan dan pengalaman guru dengan bahan ajar terbatas menyulitkan guru (apalagi guru bantu) menyusun materi yang baik sesuai kurikulum dan kebutuhan siswa, sehingga kemampuan guru maupun siswa terutama di daerah pedalaman sangat rendah. - Pemberian materi kepada murid tidak lengkap terutama hanya materi yang dikuasai guru. Selebihnya dilewati dan dapat dianggap materi sudah selesai, sehingga kemampuan dan pengetahuan murid dalam menguasai mata pelajaran tersebut kurang maksimal. - Siswa sering tidak makan pagi waktu ke sekolah dan kurang gizi, sehingga tidak optimal dalam proses BM bahkan sulit menangkap materi pelajaran apalagi bidang studi eksata. c. Harapan perubahan - Perlu kepastian dan tanggungjawab guru PNS yang mengajar terutama di tingkat SD, sehingga tidak lagi mengandalkan guru kontrak dan guru bantu. - Penggadan informasi buku-buku mata pelajaran yang baru oleh guru melalui sekolah dengan bantuan dana BOS. - Perlu pengadaan pusat informasi pendidikan bagi siswa dan guru untuk memudahkan layanan pendidikan sesuai kurikulum. - Perlu pengadaan buku pelajaran dan bacaan siswa, serta pelatihan bagi guru dan kegiatan studi banding. - 4. Ketersesuaian Pendidikan harus fleksibel sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas dan tanggap terhadap kebutuhan murid dalam lingkungan social yang beragam. a. Kenyataan riil - Ketergantungan pengelola dan pelaku pendidikan sangat bergantung dari apa yang disiapkan baik dari pusat maupun Provinsi, mulai dari kurikulum, bahan ajar, perangkat lunak sampai evaluasi, sehingga keberterimaan atas bahan ajar dan materi tidak sesuai dengan kondisi wilayah Sarmi
  • 44. 40 - Beberapa proses pembelajaran masih bersifat deduktif, menyebabkan sebagian siswa yang lambat (terutama di pinggiran dan pedalaman) dalam proses belajar merasa terasing dengan diri dan lingkungannya, seperti dalam pelajaran bahasa Indonesia dan Matematika yang memperkenalkan nama- nama yang kurang mereka kenal seperti “ini Budi” dan “ini Wati” b. Masalah yang dihadapi - Banyak lulusan SD yang masuk ke SLTP tidak dapat membaca dengan lancar, sementara pelajaran di SLTP lebih ditekankan pada proses ilmu pengetahuan dan bukan lagi proses belajar membaca. - Pemberian materi kepada murid tidak lengkap terutama hanya materi yang dikuasai guru. Selebihnya dilewati dan dapat dianggap materi sudah selesai, sehingaa kemampuan dan pengetahuan murid dalam menguasai mata pelajaran tersebut kurang maksimal. - Kemampuan guru yang bukan lulusan kependidikan, terbeban dengan menterjemahkan kurikulum menjadi rumit, sehingga tidak dapat mencerna kurikulum dengan benar apalagi bertindak kreatif. c. Harapan perubahan - Perlu disediakan pusat informasi keliling yang mendukung proses belajar- mengajar di Kabupaten Sarmi. - Perlu penyesuaian materi pelajaran dengan muatan lokal yang akrab dengan lingkungan.
  • 45. 41 BAB IV. P E N U T U P A. Kesimpulan 1. Secara umum kondisi pemenuhan hak atas pendidikan di kabupaten Sarmi masih belum optimal, walaupun ketersediaan gedung sekolah pada semua tingkat pendidikan (SD, SLTP dan SLTA) jumlahnya cukup dan merata, namun tidak dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang memadai seperti: perpustakaan, laboratorium, alat peraga, buku paket dan sarana pendukung lainnya. Hal ini bila tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat, maka akan menjadi penghambat dalam menyongong bonus demografi. 2. Masih banyak ditemukan sekolah yang kekurangan guru dalam proses belajar- mengajar, walaupun secara administrasi mencukupi namun terkonsentrasi pada sekolah-sekolah di perkotaan dengan alasan fasilitas dan kesejahteraan yang tidak tercukupi, apalagi terkait dengan kapasitas guru untuk bidang studi tertentu. 3. Walaupun sudah ada pemberlakukan pendidikan gratis, namun belum sepenuhnya didukung dengan kebijakan yang berpihak pada proses pembangunan pendidikan yang berkualitas, karena sekalipun telah membebaskan pembayaran SPP namun pungutan biaya langsung dan tidak langsung masih terjadi sebagai konsekuensi keterbatasan biaya operasional sekolah. 4. Aspek keberterimaan dan fleksibilitas pendidikan masih menjadi masalah, karena kurikulum dan metode pembelajaran belum merespon kebutuhan masyarakat dan menempatkan anak sebagai subyek pendidikan, bahkan kurikulum mengasingkan anak dari lingkungan sosial kulturnya. Apalagi ketidaksiapan guru untuk menterjemahkan dan menerapkan kurikulum yang mengalami perubahan dari KTSP menjadi K-13 (Kurikulum tahun 2013). B. Saran-saran 1. Pemerintah kabupaten Sarmi perlu menerapkan kebijakan pembangunan pendidikan secara merata bagi semua sekolah (negeri dan swasta) di semua ditrik yang didukung dengan pengolakasian dana operasional bagi setiap sekolah sesuai dengan kebutuhan dan beban penyelanggaraan pendidikan. 2. Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap standar layanan pendidikan, dengan harus mempertimbangkan unsur hak asasi manusia dan pemenuhan hak dari sisi
  • 46. 42 ketersediaan, keteraksesan, keberterimaan, ketersesuaian dengan kondisi obyektif wilayah sehingga dapat mendorong peningkatan IPM yang menjadi modal dalam bonus demografi. 3. Perlu perencanaan dan penempatan guru yang terdistribuasi secara merata dan berkualitas dengan latar belakang yang beragaman (eksata dan non eksata). 4. Perlu dikembangkan kurikulum yang kontekstual dengan berbasis pada nilai dan kearifan lokal yang mempertimbangkan kebutuhan masyarakat serta proses pembelajaran yang kreatif dan sesuai dengan kondisi obyektif lingkungan.
  • 47. 43 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarmi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sarmi Tahun 2012, Sarmi. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sarmi, Kabupaten Sarmi dalam Angka Tahun 2013, Sarmi. Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 5 Tahun 2006, tentang Pembangunan Pendidikan di Provinsi Papua, Jayapura Pusat Studi Kependudukan Uncen, 2004, Studi data dasar bidang ekonomi, sosial, budaya dan infrastruktur wilayah kabupaten Sarmi, Jayapura. Rahail John, 2008, Studi kemampuan dan prestasi belajar siswa Papua dalam matapelajaran Matematika dan IPA (MIPA) di Provinsi Papua, Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua, Jayapura. Rahadi T. Wiratama (Ed.), 2009, Pengarusutamaan hak ekonomi, sosial dan budaya dalam pembangunan (Modul), Cesda LP3ES Jakarta. Sekretariat Daerah Provinsi Papua, Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua, Jayapura