SlideShare a Scribd company logo
1 of 45
Download to read offline
KAJIAN
PARTISIPASI STAKEHOLDER LOKAL
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KB
DI KABUPATEN JAYAPURA
Oleh:
JOHN RAHAIL
EMANUEL SYUKUR
WELLEM MARASIAN
MAURITZ KOLOTJUTJU
JULIAN WERSAY
PERWAKILAN
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
PROVINSI PAPUA
Jayapura, 2015
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
akhirnya ”Kajian Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam Pelaksanaan Program
KB di Kabupaten Jayapura” dapat terselesaikan dengan baik mulai dari
persiapan, kegiatan pengumpulan data lapangan sampai penyelesaian laporan
akhir.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi para stakeholder lokal
(tokoh adat, agama dan perempuan) dalam implementasi program kependudukan dan
KB di Provinsi Papua, secara khusus di kabupaten Jayapura. Hasilnya akan
dideskripsikan untuk memperoleh gambaran obyektif tentang partisipasi stakeholder
local dalam program KKB terkait dengan pendekatan program KKB dan implementasi
program KKB (termasuk penggunaan alkon).
Pada kesempatan ini secara khusus kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada BKKBN Perwakilan Provinsi Papua melalui Bidang Pengendalian
Penduduk (DALDUK) yang telah memberikan kepercayaan kepada kami Tim
Penyusun untuk membuat kajian ini. Kiranya kerjasama yang baik ini dapat
dipertahankan dan terus dikembangkan di waktu mendatang.
Berbagai saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan,
dan akhirnya semoga dokumen ini dapat bermanfaat.
Jayapura, September 2015
Tim Penyusun
iii
SAMBUTAN
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya,
Penulisan Hasil kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam
Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura” dapat diselesaikan. Kajian ini
merupakan salah satu upaya untuk mengetahui lebih mendalam permasalahan dan
isu-isu strategis kependudukan sampai ditingkat bawah.
Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa BKKBN mengalami
pengayaan muatan program, selain menangani program Keluarga Berencana, juga
Program Pengendalian Penduduk, dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung
jawab dalam pengendalian Penduduk.
Terkait tugas fungsi tentang Pengendalian Penduduk tersebut, diharapkan
BKKBN menjadi rujukan data terutama yang berkaitan erat dengan isu kependudukan,
Kajian Kependudukan ini dilakukan dengan berorientasi isu-isu kependudukan pada
para pengambil kebijakan Lokal (Aktor Lokal) seperti para Tokoh Adat, Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama.
Akhirnya, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
ikut serta melaksanakan kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam
Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura”, khususnya kepada Ketua Koalisi
Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Papua beserta team, yang
sudah melakukan kajian ini dengan baik dan tepat waktu, walaupun dengan budget
yang sangat minim.
Semoga hasil kajian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan
sebagai bahan masukan serta rekomendasi bagi para stakeholder dan pemangku
kepentingan dalam menyusun rencana intervensi program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang akan datang. Kritik dan saran
yang konstruktif untuk penyempurnaan kajian ini sangat diharapkan.
Jayapura, September 2015
Drs. NERIUS AUPARAY, M.Si
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ……………………………………………………………............................ i
Kata Pengantar ……………………………………………………………........................... ii
Sambutan ……………………………………………………………………………….. iii
Daftar Isi ……………………………………………………………........................... iv
Daftar Tabel ……………………………………………………………........................... v
BAB I. Pendahuluan …………………………………………......................... 1
A. Latar Belakang ……………………………………….................... 1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 4
C. Metodologi ………………………….………………....................... 5
BAB II. Konsep dan Teori .………..…………………………….................... 7
A. Partisipasi Masyarakat ......................................................... 7
B. Program Keluarga Berencana (KB) ................................ 11
BAB III. Keadaan Umum Kabupaten Jayapura ..……………………... 14
A. Karakteristik Wilayah ........................................................... 14
B. Keadaan Demografi …………………………............................ 15
C. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera ............... 17
BAB IV. Hasil Penelitian .............................................................................. 19
A. Pendekatan Program KB ....................................................... 19
B. Implementasi Program KB ................................................... 21
BAB V. Penutup ………………………………………………........................... 36
A. Kesimpulan …………………………………………....................... 36
B. Saran-saran …………………………………………...................... 37
Daftar Pustaka …………………………………………...................... 38
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah penduduk menurut Suku di Kabupaten Di
Kabupaten Jayapura Tahun 2013 ……………………………........ 15
2. Jumlah KK Miskin di Kabupaten Jayapura Tahun 2012 .....
16
3. Perkembangan IPM dan Komponennya di Kabupaten
Jayapura Tahun 2010-2012 ............................................................. 17
4. Persentase Wanita berumur 15-49 tahun dan berstatus
Kawin yang memakai Alat KB di Kabupaten Jayapura
tahun 2012 ............................................................................................
18
ii
SAMBUTAN
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya,
Penulisan Hasil kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam
Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura” dapat diselesaikan. Kajian ini
merupakan salah satu upaya untuk mengetahui lebih mendalam permasalahan dan
isu-isu strategis kependudukan sampai ditingkat bawah.
Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa BKKBN mengalami
pengayaan muatan program, selain menangani program Keluarga Berencana, juga
Program Pengendalian Penduduk, dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung
jawab dalam pengendalian Penduduk.
Terkait tugas fungsi tentang Pengendalian Penduduk tersebut, diharapkan
BKKBN menjadi rujukan data terutama yang berkaitan erat dengan isu kependudukan,
Kajian Kependudukan ini dilakukan dengan berorientasi isu-isu kependudukan pada
para pengambil kebijakan Lokal (Aktor Lokal) seperti para Tokoh Adat, Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama.
Akhirnya, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
ikut serta melaksanakan kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam
Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura”, khususnya kepada Ketua Koalisi
Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Papua beserta team, yang
sudah melakukan kajian ini dengan baik dan tepat waktu, walaupun dengan budget
yang sangat minim.
Semoga hasil kajian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan
sebagai bahan masukan serta rekomendasi bagi para stakeholder dan pemangku
kepentingan dalam menyusun rencana intervensi program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang akan datang. Kritik dan saran
yang konstruktif untuk penyempurnaan kajian ini sangat diharapkan.
Jayapura, September 2015
Drs. NERIUS AUPARAY, M.Si
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
PETA SAMPEL LOKASI KAJIAN DI KABUPATEN JAYAPURA
: Kelurahan Sentani, Distrik Sentani
: Kampung Yepase Distrik Depapre
: Kampung Benyom Distrik Nimboran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Suksesnya program Keluarga Berencana (KB) tergantung dari partisipasi
masyarakat untuk mensukseskan program tersebut, sehingga dalam posisi ini peran
aktif masyarakat sangat penting artinya bagi kelancaran dan keberhasilan program
dan tercapainya tujuan secara mantap. Secara nasional program KB dicanangkan
dalam rangka usaha pemerintah untuk membangun manusia Indonesia yang
berkualitas, termasuk di tanah Papua. Pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk
membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu ke keadaan lain yang lebih bernilai.
Florus (1998) menyatakan bahwa agar proses perubahan itu dapat
menjangkau sasaran-sasaran perubahan keadaan yang lebih baik dan dapat
digunakan sebagai pengendali masa depan, di dalam melaksanakan pembangunan itu
perlu sekali memperhatikan segi manusianya. Karena dalam arti proses,
pembangunan itu menyangkut makna bahwa manusia itu obyek pembangunan dan
sekaligus subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan manusia harus
diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan potensi yang luar biasa. Oleh karena itu,
menurut Gavin dan Raharjo (1998) bahwa di dalam pembangunan perlu sekali
mengajak subyek tadi untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan
secara berkelanjutan.
Kaitannya dengan peran serta masyarakat dalam program tertentu, peranan
tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal sangat penting terutama dalam
mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakkan keterlibatan seluruh warga
masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program. Apalagi di
masyarakat pedesaan di Papua, peran tersebut menjadi faktor determinan karena
kedudukan para tokoh masyarakat masih sangat sentrak dan kuat pengaruhnya,
bahkan sering menjadi tokoh panutan dalam segala kegiatan hidup sehari-hari warga
masyarakat (Rumbiak, 1990 dan Rahail 2009). Persepsi warga masyarakat terhadap
program tertentu merupakan landasan atau dasar utama bagi timbulnya kesediaan
untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan program tersebut.
Makna positif atau negatif sebagai hasil persepsi seseorang terhadap program akan
menjadi pendorong atau penghambat baginya untuk berperan dalam kegiatannya.
2
Berbagai hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang kurang
menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat kurang mampu bersikap
terbuka untuk secara jujur menyatakan persepsi dan pandangannya tentang suatu
program yang diselenggarakan pemerintah, termasuk terhadap pogram KB. Rahail
(2013) melaporkan bahwa fakta bila ada masyarakat yang tidak mendukung
program KB lebih dikarenakan masyarakat sering dilandasi persepsi yang kurang
positif maka keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu.
Keadaan yang demikian itu bila sering terjadi maka akan berakibat kurang
lancarnya kegiatan sesuaii dengan rencana sehingga menyulitkan usaha pencapaian
tujuan program secara utuh dan mantap (Sutopo, 1996). Hambatan yang sering
muncul ketika partisipasi masyarakat terhadap suatu program pemerintah kurang
maksimal bisa secara internal, berupa hambatan sosio-kultural, dan eksternal,
hambatan dari birokrasi pemerintah (Rumbiak, 2000).
Hambatan internal, merupakan hambatan dari dalam masyarakat itu sendiri,
yang merupakan keengganan sebagian besar warga masyarakat untuk terlibat
langsung dalam suatu program kegiatan. Hal ini disebabkan karena keadaan
sosiokultural, sosial-ekonoomi, rendahnya pendidikan, dan kurangnya sarana dan
prasarana mereka yang belum memungkinkan untuk secara aktif menyuarakan
keinginan mereka. Sedangkan hambatan yang sifatnya eksternal adalah karena
selama ini setiap ada program pemerintah biasanya sistemnya sendiri yang lebih
menekankan perencanaan top-down atau strategi center-down, yang kurang
memperhatikan masyarakat arus bawah. Akibatnya, yang dilakukan itu kadang-
kadang menjadi tidak realistis dan mengalami stagnasi. Akibatnya juga banyak
program termasuk KB menghadapi kendala dalam pelaksanaannya, sehingga
partisipasi warga masyarakat sangat kurang. Situasi ini menurut laporan ICDp
(2013) dalam beberapa studi menyebutkan program yang bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat, namun karena tidak realistis dengan tidak
menggeunakan pendekatan yang kontekstual sangat mempengaruhi penerimaan dan
keberlanjutan program secara mandiri.
Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap hidup sejahtera di provinsi
Papua, dari dulu sampai sekarang masih tetap menjadi masalah. Belum
tertanganinya masalah ini secara optimal, karena berbagai kondisi obyektif geografis
dan masyarakat yang hidup miskin, apalagi 75% penduduknya bermukim di
3
kampung, pinggiran dan pedalaman. Masalah ketidakterpenuhan tersebut karena
sudah terlalu lama dan tidak ada penangganan optimal, sehingga bagi masyarakat
bukan lagi dianggap sebagai masalah. Padahal melalui Undang-Undang Nomor 21
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua, menjadi peluang
untuk mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia
(SDM) berkualitas di provinsi Papua saat ini dan ke depan, termasuk pembangunan
kependudukan dan KB.
Namun berbagai fakta bahwa peningkatan kualitas SDM di Provinsi Papua
berkembang lambat, sebagaimana ditunjukkan rangking IPM Papua yang berada
pada urutan 33 di Indonesia pada tahun 2013. Kenyataan ini menunjukkan
kelemahan struktur birokrasi menjadi kendala, dalam menjangkau setiap honai-
honai atau rumah-rumah penduduk Papua di kampung-kampung. Kebijakan
pemekaran Papua yang ditempuh, untuk memperpendek rentang kendali
Pemerintahan tetap bukan solusi efektif, selama tingkat persebaran penduduk tidak
merata di masing-masing wilayah. Ironisnya, berbagai kebijakan pembangunan yang
dilakukan pemerintah terutama di tingkat kabupaten di Provinsi Papua belum
berbasis pada aspek kependudukan dan KB.
Demikian sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, mendorong para pihak
untuk melakukan analisis, evaluasi, penelitian, pengembangan dan penyebarluasan
informasi mengenai kependudukan dan KB. Strategi ini tentu akan memberikan
potret yang tegas bagaimana situasi, potensi dan kebutuhan pembangunan
kependudukan sesuai kondisi obyektif wilayah termasuk di Provinsi Papua
khususnya Kabupaten Jayapura.
Untuk itu fakta yang obyektif bahwa peranan tokoh adat dalam kehidupan
masyarakat Papua mempunyai peran strategis terhadap berbagai aspek
pembangunan, termasuk juga dalam pembangunan KKB. Hal ini berangkat dari peran
adat yang lahir, tumbuh dan berkembang kehidupan social-budaya-ekonomi
masyarakat. Situasi ini menyebabkan berbagai pandangan yang mendudukan
program KKB dalam porsi tersendiri apakah sebagai kebutuhan dan atau hanya
sebuah program semata.
Dengan kondisi obyektif Papua saat ini, tentu prrooggrraamm KKKKBB ddaann bbeerrbbaaggaaii
pprrooggrraamm ppeemmbbaanngguunnaann llaaiinn bbeerruuppaayyaa mmeemmbbaanngguunn kkuuaalliittaass kkeelluuaarrggaa kkeecciill mmeellaalluuii
4
ppeennggeennddaalliiaann kkuuaannttiittaass ppeenndduudduukk ddaann ppeennggeennddaalliiaann kkuuaalliittaass ppeenndduudduukk..
PPeennggeennddaalliiaann kkuuaannttiittaass ddaann kkuuaalliittaass ppeenndduudduukk ddii kkeelluuaarrggaa bbeerraarrttii ppeennjjaarraannggaann
((ppeemmbbaattaassaann jjuummllaahh aannaakk)) kkeellaahhiirraann ddaann ppeenniinnggkkaattaann kkuuaalliittaass hhiidduupp aannaakk ddii
kkeelluuaarrggaa,, uunnttuukk mmeenniinnggkkaattkkaann mmuuttuu kkeelluuaarrggaa,, aaggaarr tteerrcciippttaa kkeelluuaarrggaa yyaanngg kkeecciill
sseejjaahhtteerraa ddaann bbeerrttaanngggguunngg jjaawwaabb..
Fakta ini tentu perlu dikaji sehingga menjadi dasar dalam melakukan
advokasi menuju perbaikan kualitas pelayanan pembangunan KKB yang
komprehensif dan disinergikan dengan kebijakan otonomi khusus di Provinsi Papua
yang mengedepankan pendekatan berbasis kontekstual dengan melibatkan para
stakeholder lokal (tokoh adat, agama dan perempuan). Keadaan ini mendesakkan
bagaimana masalah-masalah kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua
dipecahkan melalui program KKB tanpa harus saling menyalahkan dengan langkah-
langkah kongkrit yang terencana, terarah dan terukur sesuai berbagai kondisi
obyektif social ekonomi-budaya masyarakat yang dimulai dari nilai-nilai local secara
kontekstual dan sejalan dengan visi-misi pembangunan di Provinsi Papua tahun
2013-2018 untuk mewujudkan Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera melalui
strategi “Gerbangmas Hasrat Papua”.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Untuk mengetahui partisipasi para stakeholder lokal (tokoh adat, agama dan
perempuan) dalam implementasi program kependudukan dan KB di Provinsi
Papua, secara khusus di kabupaten Jayapura.
Hasilnya akan dideskripsikan untuk memperoleh gambaran obyektif tentang
partisipasi stakeholder local dalam program KKB terkait dengan pendekatan
program KKB dan implementasi program KKB (termasuk penggunaan alkon).
2. Manfaat
Sebagai masukan bagi Perwakilan BKKBN Provinsi Papua dan pihak terkait
dalam menentukan kebijakan dan prioritas pembangunan KKB yang kontekstual
berbasis local melalui penguatan dan pemberdayaan potensi sumber daya lokal
terutama stakeholder lokal (tokoh-tokoh adat, agama dan perempuan) di Provinsi
Papua.
5
C. Metodologi
1. Lokasi penelitian
Lokasi kegiatan penelitian di kabupaten Jayapura pada tiga (3) distrik yang
ditentukan secara purposive menurut pendekatan keruangan wilayah
pembangunan dan masing-masing distrik dipilih satu kampung, yaitu:
a. Distrik Sentani di Sentani (wilayah pembangunan 1)
b. Distrik Depapre di Yepase (wilayah pembangunan 2)
c. Distrik Nimboran di Benyom (wilayah pembangunan 3)
2. Metode penelitian
Ditinjau dari dimensi tujuan dan waktu, maka penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Diharapkan dengan menggunakan
metode ini, dapat menggali lebih dalam informasi tentang partisipasi para
stakeholder lokal (tokoh adat, agama dan perempuan) terhadap pembangunan
kependudukan dan KB secara kualitatif dari masyarakat (data primer) dan
kuantitatif (data sekunder) dari instansi pemerintah dan lembaga terkait.
3. Populasi dan Sampel
Sasaran penelitian ini adalah semua instansi pemerintah dan lembaga
terkait, dan masyarakat di kabupaten Jayapura yaitu:
a. Data sekunder, berasal instansi pemerintah dan lembaga terkait:
- Bappeda
- Dinas Kesehatan
- Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB
- Badan Pusat Statisik
b. Data primer
- Sampel sebagai peserta FGD yang dipilih dari
tokoh adat, agama dan perempuan serta
petugas pemerintah di tingkat kampung
- Sampel wawancara mendalam dipilih dari
keluarga pasangan usia subur (PUS) secara
acak sederhana untuk dilakukan wawancara
: Wawancara Tokoh Adat di Benyom
: Wawancara Tokoh Adat di Yepase
6
mendalam. Wawancara juga dilakukan terhadap beberapa petugas
pemerintah tingkat kampung dan kelompok PKK/posyandu
4. Teknik dan alat Pengumpulan Data
a. Pengamatan dan wawancara umum, kegiatan
berupa pengamatan dan wawancara umum
menggunakan panduan observasi .terhadap
aktivitas sosial-ekonomi-budaya masyarakat
b. Diskusi kelompok terfokus (FGD), kegiatan
berupa diskusi dengan pelaku pembangunan
dan masyarakat secara terpisah
menggunakan panduan untuk memperoleh
gambaran tentang partisipasi para
stakeholder lokal terhadap program KB dan
layanannya.
c. Wawancara mendalam untuk melengkapi
hasil FGD dilakukan juga wawancara
mendalam dengan perwakilan pemerintah
daerah di tingkat kampung, stakeholder lokal
(tokoh masyarakat, adat, agama dan
perempuan).
5. Analisa Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan tahapan yang dilakukan
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi data primer dari lapangan berupa catatan harian, transkip
diskusi, wawancara dan catatan dokumen data sekunder
b. Kategorisasi data yang diperoleh sesuai peruntukkannya untuk kemudian
dideskripsikan.
c. Hasil kategorisasi data dan informasi kemudian diinterpretasikan dan
dianalisis sesuai kaidahnya.
: FGD di kampung Benyom
: FGD di kampung Benyom
: FGD di kampung Yepase
7
BAB II
KONSEP DAN TEORI
A. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat memiliki konsep dan tujuannya yang oleh Florus
(1998) mengartikan sebagai keterlibatan aktif dari seseorang atau sekelompok
orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam proses
pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring
sampai pada tahap evaluasi.
Sastropoetro (1998) menyatakan bahwa ada lima unsur penting yang
menentukan gagalnya dan berhasilnya partisipasi, yaitu:
- Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil
- Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian
yang menumbuhkan kesadaran
- Kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan
- Enthousiasme yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukan
sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain
- Adanya rasa tanggungjawab terhadap kepentingan bersama.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ada lima hal yang dapat mempengaruhi
partisipasi masyarakat, yaitu:
- Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, pendidikan sosial
dan percaya pada diri sendiri
- Faktor lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama
- Kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan
organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang
salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya
terjadi di beberapa negara
- Kesediannya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan
- Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program
pembangunan.
Partisipasi masyarakat merupakan fakta penting dalam proses
pembangunan, karena sasaran terakhir adalah tercapainya tujuan pembangunan
yang diikuti dengan tumbuhnya peranserta dan partisipasi masyarakat terhadap
8
program pembangunan. Semua pembangunan ditujukan untuk masyarakat dengan
maksud untuk membangun masyarakat agar mempunyai kekuatan sendiri,
termasuk pembangunan pendidikan. Salah satu komponen pembangunan
kependudukan dan KB erat kaitannya dengan usaha membangkitkan partisipasi
masyarakat terutama pasangan usia subur sebagai akseptor KB aktif dengan
menggunakan kontrasepsi (Rumbiak, 1999).
Jadi, bisa dikatakan pembangunan kependudukan dan KB erat kaitannya
dengan usaha membangkitkan partisipasi masyarakat. Hal ini mengandung arti
bahwa masyarakat tidak akan pernah lepas dari pembangunan, sehingga
masyarakat mempunyai hak dan dapat berperan aktif dalam mensukseskan
kebijakan pemerintah baik pusat atau daerah sehingga tujuan pembangunan
kependudukan dan KB untuk mewujudkan masyarakat berkualitas dapat tercapai.
Rudito (1999) mengungkapkan hal yang sama yaitu partisipasi dari
masyarakat termasuk institusi lokal harus mutlak diperlukan. Oleh karena pada
akhirnya melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan, rakyat banyak memegang
peranan sekaligus sebagai objek dan subjek pembangunan. Pengertian ini
mengandung makna bahwa masyarakat sebagai objek dari pembangunan dan
sekaligus menjadi subjek pembangunan. Sehingga pembangunan memerlukan
partisipasi dari masyarakat. Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat maka tujuan
pembangunan yang dilakukan tidak akan tercapai bahkan akan mengalami
kegagalan.
Studi empiris banyak menunjukkan kegagalan pembangunan karena
kurangnya partisipasi masyarakat, sebagaimana dikemukakan Sambuaga (1992)
dimana keadaan ini terjadi antara lain karena:
- Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil dan tidak
menguntungkan rakyat banyak bahkan merugikan.
- Pembangunan meskipun dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat banyak
tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut.
- Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula rakyat
tidak diikutsertakan
Reformasi dan otonomi daerah telah menjadi harapan baru bagi pemerintah
dan masyarakat untuk membangun sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang dapat membuka ruang kreativitas, termasuk mengangkat dan
9
memberdayakan berbagai potensi lokal yang berbasis nilai dan kearifan lokal.
Rumbiak (1999) menyatakan hal itu jelas membuat berbagai proses pembangunan
yang akan dilaksanakan dapat disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan
masyarakat tanpa harus didikte kepentingan lainnya.
Partisipasi masyarakat akan optimal apabila didukung dengan pandangan
yang positif (persepsi) terhadap sebuah konsep pembangunan. Dalam kajian ini,
persepsi tokoh masyarakat terhadap program KB, tidak hanya dilihat sebagai
proses penerimaan stimulus dari luar dirinya, tetapi juga sikap batin yang
mengarahkan seseorang mampu melihat hakekat yang terdalam dari urgensi
pelaksanaan program KB yang diselenggarakan oleh pemerintah yang lebih
bermakna. Persepsi positif masyarakat terhadap program KB, akan sangat
menentukan kesanggupan mereka untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif
dalam pelaksanaan program KB secara berkesinambungan.
Partisipasi itu sendiri adalah suatu kegiatan atau turut berperan serta dalam
suatu program kegiatan (Nasdian, 2014). Partisipasi merupakan proses aktif yang
mengkondisikan seseorang turut serta dalam suatu kegiatan yang disebabkan oleh
persepsi yang positif. Meskipun demikian, partisipasi juga sangat dipengaruhi oleh
kondisi sosiologis-ekonomis politis seseorang yang merupakan latar belakang
budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat juga dapat
berbeda-beda bentuknya.
Sastroepoetro (1988) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari 3 hal antara lain keadaan sosial
masyarakat meliputi: pendidikan, tingkat pendapatan, kebiasaan, dan kedudukan
sosial dalam sistem sosial, kegiatan program pembangunan merupakan kegiatan
yang direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah yang dapat berupa organisasi
masyarakat dan tindakan kebijaksanaan, keadaan alam sekitar, dalam hal ini
mencakup faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan
tempat hidup masyarakat.
Konsep persepsi menurut Ritohardoyo (2001) secara garis besar terbagi
menjadi dua pengertian yaitu persepsi merupakan proses aktivitas seseorang
dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan, memahami,
menghayati, menginterpretasikan, dan mengevaluasi terhadap sesuatu berdasarkan
informasi yang ditampilkan dan persepsi merupakan reaksi timbal balik yang
10
dipengaruhi oleh diri akseptor, suatu hal yang dipersepsi dan situasi sosial yang
melingkupinya, sehingga dapat memberikan motivasi tatanan perilaku bagi para
akseptor termasuk dalam menentukan jumlah anak dalam kehidupan berkeluarga.
Nilai anak dalam suatu keluarga diibaratkan sebagai titipan Tuhan bagi
orang tua memiliki nilai tertentu serta menutut dipenuhinya beberapa konsekuensi
atas kehadirannya. Rumbiak (1999) menyatakan bahwa latar belakang sosial yang
berbeda tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suatu
kelompok sosial serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan,
menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak. Anak memiliki nilai
universal namun nilai anak tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural
dan lain-lain. Persepsi nilai anak oleh orang tua adalah merupakan tanggapan
dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki
diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya
terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Rahail (2013) melaporkan bahwa
pandangan orang tua mengenai nilai anak dan jumlah anak dalam keluarga, serta
pendapat para tokoh masyarakat sebagai panutan dalam kehidupan sosial dapat
merupakan hambatan bagi keberhasilan program KB.
Dalam rangka mengendalikan kelahiran pemerintah Indonesia
melaksanakan program KB. Pengertian KB merupakan suatu upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melaui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera
(BKKBN, 1999). Pelaksanaan program KB erat kaitannya dalam mewujudkan tujuan
MDGs, dari ke delapan tujuan MDGs, program KB menyumbang kesemua aspek dari
semua tujuan tersebut salah satunya yaitu pada tujuan MDGs yang kedua adalah
mencapai pendidikan dasar untuk semua dan peran program KB adalah dengan
menjarangkan jarak kelahiran. Dengan begitu suatu keluarga akan lebih dapat
berinvestasi untuk pendidikan anaknya (Rahail, 2013).
Setelah pertemuan evaluasi MDGs tahun 2005, KB sudah berhasil dimasukan
sebagai salah satu indikator kesehatan reproduksi (White, 2006). Program
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dalam program KB bertujuan meningkatkan
usia kawin perempuan pada umur 21 tahun yang dalam pelaksanaannya telah
diintegrasikan dengan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang
11
merupakan salah satu program pokok Pembangunan Nasional yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2014-2019).
B. Program Keluarga Berencana (KB)
Tujuan pembangunan nasional sebagaimana RPJMN 2014-2019 adalah
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Dalam mewujudkan tujuan tersebut dinamika pembangunan
tidak lepas dari berbagai masalah kependudukan.
Wikjosastro (2002) menyatakan bahwa masalah-masalah pokok di bidang
kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar
dengan laju pertumbuhan penduduk yang relative tinggi, penyebaran yang tidak
merata, struktur usia muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan.
Karena itu berbagai program kependudukan yang telah dilaksanakan bertujuan
mengurangi beban kemiskinan, dan keterbelakangan akibat tekanan kependudukan
dan meningkatnya upaya mensejahtrakan penduduk melalui dukungan program-
program pembangunan termasuk KB.
Sumber daya manusia (SDM) merupakan modal dasar pembangunan
nasional oleh karena itu SDM harus dikembangkan dan diarahkan agar bisa
mencapai tujuan yang diharapkan. Sumber daya manusia dapat dilihat dari dua
aspek yaitu aspek kualitas dan aspek kuantitas. Aspek kuantitas mencakup jumlah
SDM yang tersedia, sedangkan aspek kualitas mencakup kemampuan SDM baik fisik
maupun non fisik (kecerdasan) dan mental dalam melaksanakan pembangunan.
Demikian dalam pembangunan pengembangan sumber daya manusia sangat
diperlukan, sebab kuantitas SDM yang besar tanpa didukung kualitas yang baik
akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa.
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu usaha yang dikerjakan
dengan sengaja yang secara sadar dan bertanggungjawab dalam mengatur
kelahiran dan kehamilan serta tidak bertentangan dengan hukum dan norma
agama. Hartanto (2003) menyatakan bahwa Keluarga Berencana secara hakiki
merupakan upaya dalam peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, penundaan kehamilan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga
12
untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera menuju masyarakat
Indonesia yang berkualitas.
Paradigma Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya mewujudkan
NKKBS untuk meningkatkan keluarga berkualitas tahun 2015, maka pemerintah
merencanakan program KB untuk mendorong PUS (Pasangan Usia Subur) berusia
kurang dari 20 tahun untuk menunda kehamilan, usia 20-30 tahun merupakan
masa untuk mengatur kehamilan, sedangkan usia di atas 30 tahun masa mengakhiri
kehamilan (Hartanto, 2003).
Demikian melalui program KB mendorong terbentuknya keluarga kecil
sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan
kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lainnya meliputi pengaturan kelahiran,
pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa yang
mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa,
memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang berkualitas, termasuk
upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta
penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.
Secara khusus tujuan dari program layanan KB adalah meningkatkan akses
dan ketersediaan layanan KB berkualitas melalui penggunaan kontrasepsi. Haryono
(2003) menyatakan bahwa Kontrasepsi merupakan metode untuk menghindari
atau mencegah untuk terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sel sperma. Cara kerja kontrasepsi pada umumnya sama
yaitu, ovulasi, meningkatkan kekentalan lendir leher rahim, serta membuat dinding
rongga rahim tidak siap menerima hasil pembuahan dan menghalangi pertemuan
sel telur dengan sperma.
Dalam keterlibatan suami-istri pasangan usia subur (PUS) pada program KB
dapat dilakukan melalui penggunaan kontrasepsi dengan dua (2) pilihan cara KB,
yaitu menggunakan metode atau cara modern dan menggunakan cara tradisional.
Rahail (2013) melaporkan bahwa pilihan penggunaan kontrasepsi bagi
masyarakat di Papua sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap PUS sebagai
akseptor KB, melalui dukungan keluarga, lingkungannya, petugas pelayanan KB
serta pandangan tokoh kunci dalam kehidupan sosial masyarakat.
13
Hasil kajian UNFPA (2011) bahwa di Provinsi Papua dan Papua Barat
sebagian besar responden KB aktif memakai kontrasepsi (65,7%) berumur 20-35
tahun dan mempunyai anak lebih dari 2 (paritas tinggi) lebih banyak yang memakai
IUD (62,3%) karena tidak ingin menambah anak lagi, dianggap paling aman bagi
pengguna, karena alat kontrasepsi ditaruh dalam tubuh sehingga pengguna tidak
perlu lagi untuk melakukan hal apapun, tidak perlu selalu untuk tiap bulannya
kembali ke puskesmas seperti kontrasepsi lainnya.
14
BAB III
KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA
A. Karakteristik Wilayah
1. Luas dan Batas Wilayah
Kabupaten Jayapura memiliki luas wilayah sekitar 17.514 km
2
dengan batas:
Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi;
Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom;
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Bintang, Yahukimo
dan Yalimo; Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sarmi dan Kabupaten
Mamberamo Raya.
2. Letak dan Kondisi Geografis
Secara geografis Kabupaten Jayapura terletak pada dataran rendah dibagian
utara pulau Papua. Secara geostrategis posisi Kabupaten Jayapura sangat penting
karena merupakan pintu gerbang bagi Provinsi Papua melalui perhubungan
udara karena di dalamnya terdapat bandara Sentani. Kondisi ketertiban dan
keamanan, sosial budaya, perekonomian dan keadaan alam daerah ini memberi
citra awal kepada setiap orang yang datang ke Papua melalui Bandara Sentani.
3. Topografi
Keadaan topografi di kabupaten Jayapura umumnya lereng dan relatif terjal
dengan kemiringan 5-30% serta mempunyai ketinggian aktual 0,5 m dpl – 1.500 m dpl.
Daerah pesisir pantai utara umumnya berupa dataran rendah yang bergelombang
dengan kemiringan 0-10% yang ditutupi dengan endapan alluvial. Secara fisik, selain
daratan juga terdiri dari rawa (13,700 ha). Sebagian besar wilayah (72,09%) berada
pada kemiringan di atas 41%, kemiringan 0-15% berkisar 23,74%. Ketinggian tempat
sebagian besar di bawah 500 m dpl (61,01%), ketinggian 500–1000 m dpl dan
ketinggian1000–2000m dpl(15.08%).
Pegunungan antara lain pegunungan Cycloop yang terbentang antara Distrik
Sentani, Sentani Barat, Sentani Timur dan Depapre di sebelah Utara, selain itu di
sebelah Selatan terdapat pegunungan Kramor di Distrik Kaureh.
15
B. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Jayapura tahun 2013 sebanyak 118.182 jiwa
yang tersebar pada 19 distrik, distrik yang paling besar populasinya adalah Distrik
Sentani dan yang paling kecil adalah Distrik Gresi Selatan. Persebaran penduduk
pada 144 kampung, 348 RW dan 789 RT. Adapun jumlah penduduk menurut jenis
kelamin, laki-laki sebanyak 62.444 orang dan perempuan 55.738 orang.
Pertambahan penduduk ini lebih banyak disebabkan oleh proses masuk (in-
migration) karena imigran spontan baik dari luar Provinsi Papua maupun dari dalam
Papua (antar kabupaten). Pertambahan alamiah kurang berpengaruh, karena tingkat
kematian dan tingkat kelahiran masih sama-sama tinggi oleh karena kondisi
kesakitan (morbidity) masyarakat relatif masih tinggi.
Berdasarkan asal-usul suku, penduduk Kabupaten Jayapura dapat
diklasifikasikan atas penduduk Jayapura dan luar Jayapura tetapi sama-sama Papua,
juga dapat diklasifikasikan atas penduduk asli Papua dan Non Papua pada tahun
2013 pada tabel berikut.
Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Suku di Kabupaten Jayapura
No Distrik
Papua Non Papua
Jayapura Luar Jayapura
L P ∑ L P ∑ L P ∑
1 Sentani 12.810 11.902 14.712 5.289 3.884 9.173 13.902 12.744 60.531
2 Sentani Timur 2.192 2.065 4.257 641 542 1183 938 891 7.269
3 Depapre 2.103 1.843 3.946 65 115 180 134 125 4.385
4 Sentani Barat 1.428 1.264 2.692 314 274 588 485 408 4.173
5 Kemtuk 1.358 1.350 2.708 251 165 416 230 223 3.577
6 Kemtuk Gresi 1.742 1.732 3.474 248 239 477 80 75 4.116
7 Nimboran 1.508 1.494 1.992 772 656 1.428 537 480 5.447
8 Nimbokrang 1.202 1.041 2.243 451 245 696 2.639 2.527 8.105
9 Unurum Guay 1.086 935 2.021 161 134 295 238 176 2.730
10 Demta 1.368 1.201 2.569 130 99 229 313 212 3.323
11 Kaureh 2.120 1.032 3.152 3.140 2.480 5.620 2.659 1.911 13.342
12 Ebungfauw 1.348 1.218 2.566 25 24 49 5 5 2.625
13 Waibu 3.006 2.676 5.682 807 673 1.479 1.169 1.065 9.396
14 Namblong 606 554 1.160 489 445 934 901 862 3.857
15 Yapsi 1.203 927 2.130 172 77 549 2.404 2.232 7.015
16 Airu 269 217 486 60 47 107 10 6 609
17 Ravenirara 532 495 1.027 23 19 42 43 30 1.142
18 Gresi Selatan 443 415 858 200 150 350 86 81 1.375
19 Yokari 1.293 1.126 2.419 15 8 23 27 17 2.486
Jumlah 37.617 33.487 71.104 13.253 10.276 23.529 26.800 24.070 145.503
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jayapura, 2013
16
Jumlah KK miskin di kabupaten Jayapura tahun 2012 sebanyak 41,33% dari
total 29.458 KK. Jumlah KK miskin terbesar di Distrik Sentani (1.368 KK), Distrik
Nimbokrang (1.080 KK) dan Distrik Waibu (1.055 KK). Indeks keparahan kemiskinan
yang memberikan gambaran sampai batas tertentu penyebaran pengeluaran di
antara penduduk miskin sebesar 1,95, menduduki peringkat lima di Provinsi Papua.
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap batas/garis kemiskinan yang digambarkan melalui indeks kedalaman
kemiskinan, Kabupaten Jayapura sebesar 6,06. Semakin tinggi indeks kedalaman
kemiskinan menggambarkan semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Di antara kabupaten di Provinsi Papua,
Kabupaten Jayapura menduduki peringkat empat di bawah Kota Jayapura (5,27),
Kabupaten Keerom (5,80) dan Sarmi (5,95).
Tabel 2. Jumlah KK Miskin di Kabupaten Jayapura
No Distrik
Jumlah Penduduk Jumlah Kategori KK Jumlah
KKL P Miskin Tidak
Miskin1 Sentani Timur 5.694 5.407 11.101 782 1.400 2.182
2 Sentani 25.165 21.560 46.725 1.368 8.863 10.231
3 Ebung Fauw 1.631 1.477 3.108 622 115 737
4 Waibu 3.135 2.886 6.021 1.055 224 1.279
5 Sentani Barat 2.481 2.184 4.665 465 523 988
6 Ravenrara 1.024 958 1.982 315 15 330
7 Yokari 1.714 1.483 3.197 497 101 598
8 Depapre 2.001 1.788 3.789 518 151 669
9 Demta 1.932 1.625 3.557 579 159 738
10 Kemtuk 2.134 2.134 4.268 704 107 811
11 Kemtuk Gresi 2.558 2.287 4.845 591 386 977
12 Nimboran 2.462 2.247 4.709 560 410 970
13 Nimbokrang 3.397 3.175 6.572 1.080 609 1.689
14 Namblong 1.726 1.726 3.452 488 240 728
15 Gresi Selatan 714 677 1.391 283 22 305
16 Unurum Guay 1.186 970 2.156 452 56 508
17 Kaureh 3.831 9.178 13.009 756 3.075 3.831
18 Yapsi 3.424 2.810 6.234 818 630 1.448
19 Airu 1.073 905 1.978 243 196 439
Jumlah 67.282 65.477 132.759 12.176 17.282 29.458
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jayapura, 2012
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks komposit yang
mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu
usia hidup, pengetahuan dan standar hidup layak. Dalam prakteknya ada empat
komponen pokok yang digunakan untuk mengukur besarnya IPM, yaitu: angka
17
harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan angka pengeluaran riil
per kapita.
Tabel 3. Perkembangan IPM dan Komponennya di Kabupaten Jayapura
Tahun 2010 – 2012
Komponen IPM 2010 2011 2012
Angka Harapan Hidup (Tahun) 67.32 67.53 67.74
Angka Melek Huruf (%) 96.65 96.89 99.84
Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 9.54 9.56 9.56
Pengeluaran Riil Yang Disesuaikan
(000 Rp.)
622.12 626.25 629.04
IPM 72.25 72.75 73.09
Sumber: BPS Kabupaten Jayapura, 2013
Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Jayapura tercermin pada angka
Indeks Pembangunan Manusia tahun 2012 yang mencapai angka 73.09. Pencapaian
angka IPM tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2011 yaitu
sebesar 72.75. Dengan pencapaian IPM 73.09 maka Kabupaten Jayapura masuk dalam
kategori kinerja pembangunan manusia ”menengah atas” dengan angka pencapaian
IPM antara 66.0 sampai 79.9.
Bila dilihat perkembangan angka IPM selama kurun waktu enam tahun
terakhir, IPM Kabupaten Jayapura selalu mengalami peningkatan. Pergerakan IPM
Jayapura tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 berjalan melambat, secara absolut
mengalami kenaikan sebesar 3.12 yaitu dari 69.97 menjadi 73.09 pada tahun 2012.
Dibanding dengan IPM Provinsi Papua, pencapaian IPM Kabupaten Jayapura dari
tahun 2007 sampai 2012 selalu di atas angka IPM Provinsi.
C. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Pada tahun 2012, di kabupaten Jayapura 17.26 wanita usia subur (15-49
tahun) dan berstatus kawin pernah menggunakan alat KB. Sementara itu, 23.19
persen wanita usia subur dan berstatus kawin sedang menggunakan alat KB, 15.49
persen diantaranya menggunakan KB suntik.
Adapun persentase penggunaan alat KB dapat dilihat pada tabel berikut.
18
Tabel 4. Persentase Wanita Berumur 15-49 tahun dan Berstatus Kawin Yang
Memakai Alat KB di Kabupaten Jayapura Tahun 2012
Jenis Alat Kontrasepsi Jumlah (%)
Tidak pernah menggunakan 59.55
Pernah menggunakan 17.26
Sedang menggunakan 23.19
 Tubektomi/vasektomi/susuk KB 2.75
 AKDR/IUD/spiral 0.52
 Suntik KB 15.49
 Pil/kondom 3.87
 Tradisional 0.57
Sumber: IPM Kabupaten Jayapura Tahun, 2012
19
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pendekatan Program KKB
Dalam kajian ini, persepsi para stakeholder lokal terhadap program
Keluarga Berencana di kabupaten Jayapura, tidak hanya dilihat sebagai proses
penerimaan stimulus dari luar dirinya, tetapi juga sikap batin untuk mampu melihat
hakekat yang terdalam dari urgensi perjalanan pelaksanaan program Keluarga
Berencana yang lebih bermakna. Demikian persepsi positif masyarakat terutama
para stakeholder lokal terhadap program KB, akan sangat menentukan
partisipasinya baik secara langsung sebagai peserta KB maupun sebagai penggerak
yang mendorong masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam
pelaksanaan program KB secara berkesinambungan.
“Kami memandang program KB itu sebagai program pemerintah dan kami
harus dukung, tetapi karena kami juga sebagai panutan dalam masyarakat sebagai
tokoh maka dalam bertindak kami harus membuat semua pihak bisa menerima untuk
kebaikan bersama” (FGD di Sentani).
“Saya membuat pilihan (mendorong) untuk masyarakat tentukan mau ikut KB
moderen atau tidak dan hanya gunakan KB alam karena itu keputusan masing-masing,
tetapi harus memberi manfaat kesejahteraan dan tentu harus tetap punya keturunan
yang mewarisi hak ulayat suku kami” (FGD di Yepase).
Demikian berdasarkan hasil FGD ini, nampak bahwa partisipasi stakeholder
lokal sebagai proses aktif yang mengkondisikan seseorang turut serta dalam suatu
kegiatan yang disebabkan oleh persepsi yang positif, termasuk terhadap program KB
walaupun masih diikuti dengan harapan-harapan sebagai hal yang wajar. Hal ini
demikian, karena partisipasi dalam bentuk pernyataan mendukung juga sangat
dipengaruhi oleh kondisi sosiologis-ekonomis-politis yang merupakan latar belakang
budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat juga dapat
berbeda-beda.
“Untuk tetap jaga identitas suku yang berkualitas bukan lagi dihitung jumlah
orang yang banyak tetapi bagaimana pendidikannya, kesehatannya, pemenuhan
ekonominya sehingga anak-anak bisa sekolah, sehat dan berprestasi tinggi. Kalau
sebaliknya tentu akan membuat suku kita malu karena anak-anak muda tidak
berkualitas dan jadi beban pembangunan saja” (FGD di Sentani).
20
“Saya sebagai anak adat yang mewakili tokoh muda setuju kalau program KB
dilaksanakan, karena jamannya sekarang sudah berubah dan menuntut kita untuk
harus berkompetisi dalam memperoleh peluang karena waktu, kesempatan dan juga
harapan untuk hidup lebih baik” (FGD di Yepase).
“Kalau anak banyak tentu ini masalah, beban ekonomi seperti biaya sekolah
semakin tinggi, harga kebutuhan naik dan tidak bisa lagi hanya harap hasil kebun
sebab lahan banyak yang beralih fungsi” (FGD di Benyom).
“Ibu yang ikut KB akan dapat menolongnya memulihkan kondisi kesehatan
dalam jangka waktu yang cukup panjang setelah melahirkan dan baru kemudian
hamil lagi sehingga ibu akan tetap sehat” (FGD di Sentani).
Pernyataan para peserta diskusi ini menjadi penting karena dengan
dilaksanakannya program KB tentu kini tidak hanya sekedar melaksanakan program
formal dan rutinitas belaka, melainkan juga substansinya yang besar bagi
peningkatan kualitas kehidupan manusia, terutama yang menyangkut masalah
kesehatan, kependudukan dan masalah-masalah sosial lainnya termasuk dalam hal
berkeluarga secara substantif termasuk bagian dari keyakinan bahwa kesehatan ibu
juga menjadi perhatian utama sebagai “penjaga keturunan suku”. Dengan persepsi
yang positif dari para stakeholder ini, maka diharapkan partisipasinya dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut juga cukup tinggi.
Namun demikian, tampaknya yang masih perlu diluruskan adalah
pemahaman yang masih terlalu sederhana tentang program KB tersebut. Dalam
pandangan masyarakat yang dikemukakan dalam diskusi, program KB adalah
program rutin dan pribadi yang ditafsirkan tergantung keinginan masing-masing.
Pandangan ini masih terlalu sempit karena sebenarnya KB tidak hanya untuk
pelaksanaan program yang bersifat masalah pribadi atau keluarga, melainkan juga
sebagai upaya pemerintah dalam penanganan masalah sosial dan kependudukan.
“KB hanya untuk wilayah dengan penduduk padat, kita di Papua tanah masih
luas dan alam menyediakan” (FGD di Benyom).
“Jadi peserta KB membuat beban sosial, karena nanti dianggap tidak sanggup
kasih makan keluarga (istri anak) sehingga batasi jumlah anak” (FGD di Yepase)
Pernyataan ini walaupun sebagai ungkapan yang klasik namun bisa dianggap
sebagai penghambat pelaksanaan program KB, dan dari berbagai studi sebelumnya
fakta ini sangat dipengaruhi rendahnya tingkat pemahaman masyarakat, disamping
21
itu juga para tenaga layanan yang tidak memberikan pelayanan yang lebih responsif
terhadap masyarakat.
Dinamika diskusi yang membahas keterlibatan para stakeholder lokal dalam
pelaksanaan program KB di kabupaten Jayapura sebagai penggerak dengan menjadi
motivator merupakan hal yang menarik, namun pendekatan yang kontekstual perlu
diberikan ruang sesuai dengan situasi lokal dan isu-isu lokal bagi kelangsungan
kehidupan yang normal dan lebih baik secara kualitas dan bukan saja secara
kuantitas.
“KB penting namun jangan hanya untuk kejar target, tetapi masyarakat saya
tidak didampingi secara baik, karena ketika ikut KB dan pakai alat KB waktu ada
keluhan petugas tidak segera ditanggapi tetapi pakai alasan macam-macam” (FGD di
Benyom).
“Untuk program KB bisa berjalan lancar jangan bawa nilai-nilai baru tetapi
kalau bisa kaitkan dengan nilai lokal yang berlaku dalam kehidupan kami secara adat
karena yang punya masyarakat itu kami, dan kami tahu apa kebutuhan kami” (FGD di
Yepase).
“Masalah yang menyangkut berbagai macam jenis KB dan tingkat kecocokan
merupakan tanggungjawab pelaksana program KB di tingkat masyarakat, sementara
kami para tokoh masyarakat hanya menghimbau agar menggunakan jenis KB yang
cocok dengan masing-masing individu. Karena jika dipaksakan menggunakan suatu
jenis KB, padahal tidak cocok dengan kondisi tubuhnya, maka akan dihadapkan pada
masalah kesehatan” (FGD di Sentani).
Dengan demikian pendekatan lokal yang melibatkan tokoh masyarakat
meskipun tidak secara signifikan, namun mereka merupakan pendorong bagi proses
internalisasi pelaksanaan program KB secara sukarela dan mandiri. Hal lain yang
masih berhubungan dengan fakta ini, para tokoh lokal juga cenderung telah melihat
positif terhadap program itu. Dengan demikian, mereka juga secara tidak langsung
terlibat juga dalam implementasi program dan sangat ditentukan pula dengan
karaktersistik ekonomi, pendidikan, budaya, dan sosial masyarakat secara
keseluruhan (homogen atau heterogen).
B. Implementasi Program KB
1. Pengetahuan tentang KB
Partisipasi para stakeholder lokal dalam mendukung implementasi
program KB sangat dipengaruhi juga oleh pengetahuannya tentang KB.
22
Pengetahuan tentang KB terkait konsep, tujuan, manfaat, cara dan jenis-jenis
kontrasepsi modern di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI 2012 beberapa
kelompok masyarakat sudah cukup tinggi, disamping pengetahuan tentang alat
kontrasepsi modern, kelompok yang sama juga memiliki pengetahuan alat
kontrasepsi tradisional dengan persentase yang cukup tinggi.
Hasil diskusi di wilayah perkotaan (Sentani) hampir seluruh peserta
mengetahui dan dapat menyebut setidaknya tiga (3) jenis alat kontrasepsi
terutama pil, suntik dan implant. Kondisi berbeda saat FGD dilakukan di daerah
pinggiran (Yepase dan Benyom) terdapat peserta diskusi yang mengaku tidak
mengenal alat kontrasepsi modern dengan baik. Khusus pada kelompok bapak-
bapak, seluruh peserta di perkotaan mengenal fungsi ganda kondom bukan saja
sebagai alat kontrasepsi melainkan juga untuk mencegah penyakit (IMS dan
HIV), namun di daerah pinggiran lebih mengenal kondom sebagai alat
kontrasepsi yang diperuntukan bagi laki-laki untuk mencegah kehamilan, namun
sebagian tidak pernah menggunakannya.
Lebih lanjut, dalam FGD ketika ditanyakan pada perempuan menikah
tentang pemakaian kondom, umumnya tidak menyukai dan merasa tidak
nyaman baik untuk diri sendiri maupun untuk suami. Selain itu terjadi juga
pandangan negatif dalam masyarakat terkait dengan penggunaan kondom.
“Sudah bukan rahasia lagi bahwa ada pandangan dalam masyarakat
bahwa kondom hanya digunakan oleh laki-laki yang suka ‘membeli’ seks di luar
seperti ke Bar dan panti pijat, lokalisasi Tanjung Elmo atau suka berganti-ganti
pasangan” (FGD di Sentani).
Umumnya peserta berpendapat bahwa menggunakan kondom akan
menimbulkan hilangnya kepercayaan antara suami istri, apalagi bila di kampung
menimbulkan kecurigaan dan dapat berujung sanksi. Bagi ibu-ibu di perkotaan,
bila mereka bila mengijinkan atau meminta suami memakai kondom, dianggap
memberi kesempatan kepada suami untuk berhubungan dengan perempuan lain.
“Sekarang ini kondom dapat dengan mudah diperoleh karena dijual di
apotik dan sering dibagi secara cuma-cuma kalau ada penyuluhan pencegahan
HIV, hanya kalau kami ibu-ibu tidak bisa minta suami untuk pakai kondom nanti
dianggap mencurigainya berbuat macam-macam di luar rumah” (FGD di
Benyom).
23
“Kapan saja kami mau dapat kondom bisa dengan mudah, tetapi tidak mau
dibawa pulang ke rumah walaupun diberikan gratis karena nanti istri curiga dan
bisa terjadi pertengkaran, apalagi kalau pakai kondom tidak nyaman karena itu
lebih baik untuk KB istri saja yang gunakan kontrasepsi itu lebih baik” (FGD di
Sentani).
Secara umum, informasi mengenai KB yang dimiliki peserta berdasarkan
hasil diskusi menunjukkan bahwa ibu-ibu yang mengetahui paling tidak salah
satu jenis alat kontrasepsi lebih banyak dibandingkan dengan bapak-bapak. Hal
ini terjadi karena intervensi terhadap perempuan tentang KB lebih tinggi
intensitasnya, dibandingkan untuk kelompok laki-laki. Disamping itu, metode
yang disediakan untuk perempuan lebih banyak dari pada untuk laki-laki. Hal ini
menyebabkan tingkat pengetahuan ibu-ibu pada setiap kelompok diskusi relatif
lebih baik dibandingkan dengan bapak-bapak, karena ibu-ibu lebih mengetahui
tentang beberapa metode KB seperti kondom, susuk, suntik dan pil.
Minimnya informasi tentang KB yang diterima oleh masyarakat
menyebabkan pemahaman masyarakat tentang KB-pun menjadi tidak utuh.
Berdasarkan hasil FGD dengan kelompok laki-laki (menikah dan tidak menikah)
diperoleh informasi bahwa bagi mereka KB yang membatasi jumlah kelahiran
dengan menggunakan implan menyebabkan tubuh ibu menjadi kurus, tidak
mendapat menstruasi, mandul setelah implan dicabut dan menyebabkan
kematian.
“Saya cerita pengalaman yang terjadi beberapa tahun lalu, ada ibu yang
ikut KB pakai implan, kami orang-orang di sini tidak cocok apalagi kalau ibu yang
pakai dengan banyak keluhan sehingga ibu jadi kurus, kekurangan darah dan
bahaya bagi kesehatan bahkan keselamatan nyawa ibu” (FGD di Benyom).
“Dari cerita-cerita beberapa ibu yang jadi akseptor KB, proses untuk
menjadi akseptor dengan memilih dan menggunakan salah satu kontrasepsi tidak
didukung dengan informasi yang cukup dari petugas, bahkan sepertinya kami cari
sendiri informasinya. Namun kalau mau cari data kami ditanya macam-macam
dan ini menurut kami tidak sopan” (FGD di Yepase).
Membatasi jumlah anak, sebagai cara untuk menjaga jarak anak dan
meningkatkan derajat kesehatan ibu serta membantu tingkat ekonomi keluarga.
Kesan ini diperoleh dari hasil FGD, bahwa peserta juga memahami KB sebagai
program pemerintah yang membatasi jumlah anak sampai 2 orang saja, mengacu
pada slogan KB yang mereka ingat yaitu “2 anak cukup”, walaupun demikian
24
diperoleh pula kesan bahwa masih ada peserta yang tidak pernah mendapat
informasi tentang KB secara utuh sehingga dapat memberikan image negatif
terhadap pelaksanaannya.
Walaupun topik FGD terakit dengan KB, muncul juga informasi dan
pendapat mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Informasi-
informasi tentang sering terjadinya kasus KDRT juga disampaikan oleh peserta
FGD dari kelompok perempuan yang menyampaikan bahwa tetangga satu
kampungnya pernah dipukul suaminya karena ketahuan ikut KB diam-diam dan
menggunakan kontrasepsi tanpa sepengetahuan dan persetujuan suaminya.
“Kasihan ibu (“K”) karena setiap tahun selalu hamil dan sekarang anaknya
sudah enam orang sehingga ibu dia merasa berat, sehingga lewat beberapa ibu
mengajak untuk ikut KB. Karena diam-diam suaminya curiga sebab selang satu
tahun ibu tidak hamil seperti tahun sebelumnya sehingga muncul kecurigaan dan
akhirnya ibu mengaku pakai kontrasepsi, suami marah dan ibu dipukul serta
disuruh berhenti ikut KB” (FGD di Yepase).
Berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi, KDRT juga sering terjadi bila
istri menolak berhubungan seks meskipun dengan alasan bahwa mengurus anak
yang masih kecil. Disisi lain, ada pendapat peserta FGD bahwa dengan
peningkatan ekonomi dalam keluarga maka KB tidak diperlukan, karena dengan
ekonomi keluarga yang lebih baik memungkinkan anak untuk bersekolah.
Tentang perlunya sekolah bagi anak-anak di Jayapura seperti diungkapkan salah
seorang bapak bahwa tidak perlu mengikuti KB selama anak tetap bisa
bersekolah walaupun jumlahnya banyak. Lebih jauh dia menjelaskan bahwa laki-
laki lebih perlu untuk bersekolah karena sebagai penerus keturunan, sementara
perempuan bukan menjadi prioritas dan lebih baik membantu di rumah saja.
Dari hasil FGD ini diperoleh gambaran bahwa walaupun masih terdapat
perbedaan pandangan antara stakeholder lokal yang berusia tua dan muda,
namun ada harapan bahwa bila komunikasi dilakukan secara terus menerus
dengan pendekatan yang berbasis kontekstual, maka memberikan peluang dan
ruang bagi masyarakat untuk membuat pilihan terhadap penerimaan program
KB sebagai sesuatu yang harus dilakukan karena alasan ekonomi, kesehatan dan
kesejahteraan. Data dari hasil FGD nampak bahwa telah terjadi pergeseran
25
pandangan antara tokoh yang tua dengan muda yang semakin memperlihatkan
kesadaran akan tujuan dan manfaat program KB dilaksanakan.
2. Pengetahuan tentang metode KB tradisional
Metode KB tradisional adalah metode KB yang tidak menggunakan alat
dan obat kontrasepsi modern atau konsep modern. Termasuk dalam pengertian
alat kontrasepsi tradisional selain pantang berkala dan sanggama terputus juga
adalah alat kontrasepsi yang biasa dibuat atau dilakukan masyarakat yang dalam
laporan SDKI 2012 dikategorikan sebagai cara lain, sementara di masyarakat
dikenal sebagai KB alam.
Hasil dari FGD diperoleh beberapa informasi tentang KB alam yang
biasanya dilakukan dengan melibatkan suami dan istri terutama bagi masyarakat
kampung di kabupaten Jayapura. Selain mempraktekan cara tertentu (seperti
pantang berkala) dan memanfaatkan ramuan tradisional mereka juga
menggunakan doa-doa sebagai salah satu metode yang biasa digunakan.
Beberapa ramuan kontrasepsi tradisional yang diperoleh dari FGD diantaranya
dengan menggunakan batang kayu, akar kayu, daun tertentu yang direbus dan
diminum airnya.
“Bagi kami KB alam itu mempunyai kekuatan yang tidak memberikan efek
sampingan dan sudah digunakan sejak dulu, dan ini dilakukan atas kesepakatan
suami-istri” (FGD di Yepase).
“KB alam sangat sederhana, kalau saatnya mau tunda punya anak cukup
minum air dari ramuan-ramuan yang dimasak atau dengan doa maka ibu tidak
akan hamil sesuai dengan jangka waktu yang diinginkan” (FGD di Sentani).
Di wilayah Depapre ada sejenis ramuan dedaunan yang dimakan dengan
daun pinang dan ini harus dimakan oleh suami-istri, atau bagi perempuan yang
tidak ingin punya anak lagi ada ramuan dibuat dari kulit kayu yang dicampur
dengan daun kembang sepatu dan daun bayam untuk dijadikan ramuan yang
diminum sampai ke ampasnya. Diungkapkan juga metode tradisional lainnya
setelah ibu melahirkan, ari-arinya dibalik dan dikubur.
Penggunaan alat kontrasepsi tradisional dengan mengikat kuat-kuat tali
pusat diungkapkan dalam FGD di Nimboran, kalau ingin punya anak lagi tinggal
dilepas saja. Di Depapre alat kontrasepsi tradisional dilakukan dengan
26
memanjatkan doa untuk air minuman sambil berpegangan tangan antara suami
dan istri atau anak dengan ibunya, kemudian air tersebut minum dan kalau ingin
punya anak lagi bisa dengan berdoa saja.
Pemakaian metode KB tradisional selain ditujukan untuk perempuan
atau istri juga diperuntukan untuk laki-laki atau bapak. Dalam penggunaan
metode tradisional peran suami cukup penting, bahkan ada beberapa metode
yang secara langsung melibatkan laki-laki seperti meminum ramuan atau
menggunaakan doa. Pada metode pantang berkala dan sanggama terputus sangat
membutuhkan kerjasama dari pihak laki-laki, tanpa kerjasama dan niat tulus
dari pasangan laki-laki kedua metode tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Penerapan metode tradisional untuk tidak bercampur dengan istri
selama memiliki anak masih bayi atau anak kurang dari tiga tahun (batita)
seringkali juga mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu
kebiasaan tersebut juga menjadi pendorong untuk laki-laki melakukan hubungan
di luar nikah dengan perempuan lain atau poligami.
“Karena ikut KB tradisional dan takut untuk melanggar, maka sering
terjadi laki-laki atau suami yang melanggar dengan cari pasangan di luar rumah
dan bila ketahuan bisa jadi masalah dan harus diselesaikan secara adat” (FGD di
Yepase).
3. Sumber Informasi tentang KB
Berkaitan dengan sumber informasi mengenai KB ditemukan beragam.
dari hasil FGD dan wawancara individual menunjukkan bahwa sumber informasi
tentang KB berasal dari sumber formal dan informal. Sumber formal terutama
dari tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat serta mantri) dan juga petugas
lapangan KB (hanya jarang terjadi dan mungkin juga itu bukan petugas
lapangan). Sumber informal berasal dari tokoh agama (pendeta dan pastor),
kader posyandu, buku, media massa (televisi, radio dan koran), media luar ruang
seperti: poster dan stiker atau komunikasi melalui orang tua, keluarga dan
tetangga.
“Kami ibu-ibu punya pengetahuan tentang KB umumnya diperoleh dari
tenaga kesehatan dan kader posyandu karena kami hadir ke tempat pelayanan
tersebut, kalau didatangi petugas jarang terjadi bahkan tidak pernah” (FGD di
Yepase dan Sentani)
27
Dalam hal memutuskan jenis alat kontrasepsi, terungkap dalam FGD
bahwa seringkali seorang klien memutuskan jenis yang akan dipergunakan
mengikuti saran yang diberikan oleh petugas kesehatan atau orang lain yang
memberikan informasi seperti kader KB, layanan posyandu dan pengalaman
tetangga atau teman dan bukan atas pilihan sendiri, apalagi keputusan bersama
suami di rumah.
Hasil FGD dan wawancara individu dengan beberapa tokoh perempuan
diperoleh gambaran mengenai bagaimana memperoleh informasi layanan KB.
“Selain kami mengandalkan tenaga kesehatan dari Puskemas dalam
promosi dan peningkatan pengetahuan, beberapa waktu yang lalu kami juga
mendapatkan informasi dari Petugas Lapangan KB yang sekarang sudah sangat
jarang bertemu” (FGD di Yepase).
“Kami berharap untuk keberadaan para petugas lapangan KB perlu
dilakukan lagi, karena mereka yang biasa datang ke rumah-rumah, bila
dibandingkan dengan petugas kesehatan” (FGD di Sentani).
Baik masyarakat maupun para stakeholder lokal merasakan manfaat
dari keberadaan PLKB/PKB, karena selain memberikan informasi berupa
penyuluhan, juga mempermudah akses masyarakat terhadap alat kontrasepsi
sehingga diharapkan keberadaan dan peran PLKB/PKB dapat dilakukan lagi.
4. Persepsi terhadap Layanan KB dan Biaya
Terlepas dari beberapa sikap yang kurang mendukung terhadap KB yang
dilandasi karena kurangnya pengetahuan terhadap fungsi KB itu sendiri dan
pendampingan karena keterbatasan sumber daya (petugas), dari hasil
penggalian lebih jauh dari FGD diperoleh gambaran bahwa sebenarnya
kebutuhan akan KB masih cukup tinggi terutama pada PUS kelompok muda
dengan jumlah anak 1-2 orang. Namun kebutuhan ini belum optimal dipenuhi
bahkan terbatas dalam berbagai akses (informasi dan layanan) tentang KB
kepada masyarakat.
“Kami suami istri punya rencana untuk menjarangkan kelahiran anak,
dan sekarang sejak anak kedua lahir istri masuk kerja namun layanan KB belum
dapat memenuhi kebutuhan kami karena ketika ada keluhan dan kebutuhan
lainnya tidak segera ditanggapi” (FGD di Yepase).
28
Akses terhadap informasi yang tepat juga dapat mempengaruhi
keputusan seseorang untuk mengakses layanan KB dengan menggunakan alat
kontrasepsi atau tidak. Salah satu contoh dari hal tersebut dapat diperoleh dari
hasil FGD di Nimboran, hanya beberapa peserta yang dapat bercerita tentang KB.
Ini dimungkinkan setelah mendapat penerangan tentang KB dari fasilitator
diskusi bukan karena layanan yang diterima sebelumnya. Salah seorang peserta
diskusi mengatakan bahwa:
“Masyarakat kami di kampung in, khususnya bapak-bapak berpikir bahwa
kalau ikut KB dengan menggunakan kontrasepsi bisa mandul selamanya, padalah
kami ibu-ibu mau ikut KB” (FGD di Benyom).
“Layanan KB harus ke Puskemas yang ada di ibukota distrik sehingga
menjadi beban karena kami harus keluarkan biaya transport naik motor ojek,
padahal kalau ada gangguan tentu akan berulang-ulang. Untuk itu petugas yang
seharusnya rutin kunjungan ke lapangan, karena mereka punya biaya pelayanan”
(FGD di Benyom).
Peran perempuan di kampung-kampung umumnya bekerja sebagai
pekerja keluarga untuk mendukung ekonomi keluarga, kebanyakan sebagai
petani dan menjual hasil panennya di pasar distrik (kalau jualan banyak) atau
sebaliknya hanya pasar kampung. Salah seorang ibu peserta FGD bercerita
bahwa mama-mama di tempatnya pernah mendapat suntikan dari suster yang
disebut “suntik KB”. Tapi dia tidak tahu alat KB itu apa dan dapat suntik KB itu
bagaimana. Dari cerita ini terlihat bahwa karena akses terhadap informasi tidak
ada, masyarakat menjadi tidak tahu atau tidak memiliki persepsi tentang KB
secara tepat.
Sementara itu, pendapat beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama
juga mengatakan bahwa KB modern tidak terlalu diperlukan karena secara
budaya masyarakat memiliki cara untuk ber-KB, salah satunya adalah dengan
tidak melakukan hubungan seks ketika anak masih kecil-kecil.
Dari beberapa diskusi dengan masyarakat melalui FGD diperoleh
informasi bahwa beberapa peserta yang pernah menggunakan alat kontrasepsi
pernah mengalami efek samping. Mereka kemudian berhenti menggunakan alat
kontrasepsi tersebut atau beralih ke alat kontrasepsi tradisional. Efek samping
yang sering dikeluhkan ketika menggunakan alat kontrasepsi suntik adalah, sakit
29
kepala, tidak mengalami menstruasi, gatal-gatal, sakit pada lutut dan alergi.
Setelah berhenti menggunakan obat suntik tersebut dan beralih kepada
kontrasepsi tradisional mereka merasakan keluhannya hilang. Sebagian lainnya
mengatakan mereka berhenti menggunakan alat kontrasepsi karena
keterbatasan ketersediaan alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan tingginya biaya
layanan.
Hal-hal mengenai ini dikemukakan oleh beberapa peserta diskusi di
antaranya:
“Saya tidak percaya KB apalagi sekarang petugas sudah tidak aktif seperti
dulu, saya ikut KB suntik tapi kebobolan anak saya sekarang sudah 14 tahun,
pernah juga saya menggunakan spiral tetapi 6 tahun kemudian saya sakit perut
rasa ditusuk-tusuk dan saya punya badan ini kurus terus maka saya lepas” (FGD di
Benyom)
“Saya, juga pernah ikut KB suntik, itu tidak pernah haid, sampai 3-6 bulan
baru haid, itu setengah mati , akhirnya dari situ saya lepas KB” (FGD di Yepase)
“Saya tidak KB karena tidak dapat haid dan lutut sakit, dan saya lepas KB
dapat haid dan lutut sakit hilang”( FGD di Benyom)
“ Ada keinginan untuk pakai KB, saya pernah pakai suntik tapi gatal-gatal,
jadi saya tidak mau lagi, sekarang pake kalender. Tidak cocok pake KB, saya stop
sudah” (FGD di Sentani).
Beberapa ibu-ibu peserta FGD yang menggunakan kontrasepsi KB
mendapat alat kontrasepsi pil atau suntik dari petugas kesehatan, baik diperoleh
melalui layanan di puskesmas maupun di tempat praktek bidan. Namun bila
tidak tersedia di layanan kesehatan atau pada petugas kesehatan, maka akan
membeli di apotik atau pada petugas lapangan yang menyediakan obat tersebut.
Bila akseptor membeli sendiri alat kontrasepsi yang dibutuhkannya, khususnya
alat KB suntik, maka harus mendatangi bidan atau mantri untuk minta
disuntikan.
“Situasi untuk layanan ini kami harus keluarkan biaya tiga kali, pertama
datang ke pusat layanan, kedua kalau kontrasepsi yang dibutuhkan tidak ada
maka harus pergi beli alat kontrasepsi, baru kemudian kembali kepada petugas
lagi untuk minta bantu suntikan bila menggunakan alat suntik. Kalau begini lebih
baik tidak usah saja, karena uang pakai untuk beli beras atau kebutuhan lainnya”
(FGD di Yepase).
30
Berbeda dengan hasil wawancara dengan petugas layanan yang
menyatakan alat kontrasepsi yang didistribusikan tidak dikenakan biaya alias
gratis, pada kenyataannya biaya yang dikenakan untuk memperoleh alat
kontrasepsi bermacam-macam di setiap distrik. Biasanya berkisar antara Rp.
5.000 sampai Rp. 150.000, sangat tergantung dari jenis dan sumber pengadaan
alat kontrasepsi tersebut.
Diungkapkan bahwa bila alat kontrasepsi diperoleh dari BKKBN atau
Dinas Kesehatan, layanan KB di Puskesmas tidak dikenakan biaya, tetapi jika
sumber alat kontrasepsi tersebut dibeli dari apotik atau disediakan oleh bidan
akseptor akan dikenakan biaya untuk pemasangannya.
5. Sikap Masyarakat terhadap KB
Dari hasil FGD dan wawancara mendalam dengan para stakeholder lokal
di kampung, diperoleh jawaban bahwa masyarakat terbagi dalam kelompok:
- mendukung dan berpartisipasi dalam program KB karena dapat menjadikan
hidup keluarga berkualitas
- mendukung tetapi tidak berpartisipasi karena tidak mendapatkan manfaat
langsung
- kurang mendukung karena alasan geografis Papua yang masih luas dan masih
jumlah penduduk untuk mengisi, daripada orang lain yang bukan pemilik
ulayat mewarisinya
- kurang mendukung karena dianggap bertentangan dengan agama dianut
- kurang mendukung karena bertentangan dengan budaya/adat dan norma
yang berlaku pada penduduk asli Papua
Sikap mendukung dan berpartisipasi artinya memberi dukungan positif
terhadap program KB dan juga berpartisipasi baik sebagai akseptor atau
mendukung pasangannya untuk menggunakan alat kontrasepsi maupun
dukungan lain seperti memfasilitasi penyuluhan maupun turut mempromosikan
program KB dalam kelompoknya.
Sikap seperti ini memang hanya ditemui pada beberapa peserta di
berbagai tempat FGD, bahkan beberapa ibu peserta FGD di Sentani,
menyebutkan mendukung program KB karena mempermudah ibu mengurus
31
anak dengan baik sebagaimana kebutuhannya, karena apabila banyak anak akan
repot karena kebutuhannya bermacam-macam.
Kondisi ini ditunjukkan pula dengan hasil wawancara pada beberapa
petugas di tingkat di distrik yang menunjukan bahwa mereka memahami
program KB dan mendukungnya. Petugas di tingkat distrik juga cukup memiliki
pengetahuan tentang sikap masyarakatnya terhadap KB, seperti disampaikan di
distrik Sentani, Depapre dan Benyom.
“Saya pikir program KB ini sudah lama dilaksanakan dan hasil dari
program ini sangat positif, banyak masyarakat yang sudah berhasil. Memang pada
awalnya masyarakat belum mengetahui mereka tidak libatkan diri, tapi setelah
melihat hasilnya mereka melibatkan diri pada program inu walaupun pertama
mereka menolak karena kepercayaan bahwa manusia itu perlu berkembang biak”
(Wawancara di Sentani).
“KB untuk masyarakat kami bukan suatu hal yang baru, karena di sini
sebelum ada KB pemerintah KB alam sudah ada buat mereka. Setelah KB masuk di
Jayapura masyarakat menerima KB ini secara baik pada kenyataannya pada saat
kami di lapangan masyarakat ini datang setiap kita adakan pelayanan posyandu”
(Wawancara di Depapre).
Demikian hampir semua stakeholder berpendapat bahwa jika program
KB akan dikembangkan di Papua dan khususnya di kabupaten Jayapura, maka
keterlibatan tiga unsur dalam masyarakat yang disebut “Tiga Tungku” yang
terdiri dari tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat penting untuk
dilibatkan karena dapat menjadi jembatan antara pemerintah (melalui petugas
layanan) dengan masyarakat dalam mempromosikan dan melaksanakan
berbagai program pemerintah untuk masyarakat termasuk KB.
Namun bagi peserta FGD yang mendukung tetapi tidak berparti sipasi,
berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh kunci juga ditemui sikap
yang sama, bahwa mereka menyetujui KB sebagai metode untuk menjaga jarak
kelahiran, tetapi bukan untuk membatasi jumlah anak, juga dengan KB yang
dapat menjaga jarak kelahiran akan meningkatkan kualitas keluarga baik dari
segi ekonomi maupun pendidikan.
Fakta lapangan di kampung Benyom seorang ibu berusia muda sebagai
aktivis mendukung program KB di wilayahnya dengan menjadi kader posyandu,
walaupun ia sendiri baru mempunyai seorang anak. Situasi sama terjadi di
Yepase seorang tokoh agama dan seorang tokoh adat menunjukkan sikap yang
32
sama, mereka mendukung KB dan aktif mendukung istrinya untuk menggunakan
alat kontrasepsi. Sikap serupa juga ditunjukan seorang tokoh masyarakat di
Sentani yang mendukung anak perempuannya yang menjadi akseptor KB suntik
agar dapat menjaga jarak anak dan jumlah yang tidak terlalu banyak.
Bila ada yang kurang mendukung karena alasan geografis karena
mereka berpendapat bahwa tanah Papua saat ini dan ke depan belum
membutuhkan program KB dengan alasan kondisi geografis Papua yang luas dan
sumber daya yang besar. Tanah Papua masih membutuhkan banyak penduduk
untuk mengelola sumber daya yang ada dan tidak ingin menjadi minoritas di
tanahnya sendiri. Berdasarkan hasil FGD diperoleh gambaran bahwa peserta
diskusi yang menyatakan bahwa KB belum diperlukan di Papua karena alasan
geografis Papua yang luas umumnya dikemukakan oleh peserta diskusi laki-laki
dan ini sangat terkait dengan kepemilikan hak ulayatnya.
Beberapa pendapat dari hasil FGD dan wawancara individu yang
menunjukan pernyataan tersebut:
“KB ini memang bagus, tapi untuk kami di sini itu bisa-bisa kita habis
begitu, kalau sekarang hanya baru punya anak 1 orang dan tunggu 5 tahun lagi
baru kita punya anak lagi itu bisa ya atau tidak karena kalau ada efek samping
bagaimana ? Saya kuatir jumlah warga suku kami makin lama makin kurang
sehingga apapun harus dan harus punya keturunan” (FGD di Yepase).
“KB menurut saya tidak perlu, karena tanah Papua ini masih luas dan
masyarakat asli Papua masih sedikit sedangkan hasil sensus penduduk lalu
dilaporkan pendatang sudah lebih banyak dari kami penduduk lokal Papua, jadi
sepertinya masyarakat Papua menjadi minoritas di tanahnya sendiri, jadi sistem
KB tidak perlu karena akan menjadikan masyarakat Papua menjadi minoritas
bukan mayoritas”.
Bagi peserta FGD yang Kurang mendukung karena alasan bertentangan
dengan agama dianut, sebagian besar peserta yang beragama Kristen Protestan
menyakini bahwa KB dilarang oleh agama karena Tuhan memerintah manusia
untuk berbiak-biak, sehingga mengikuti KB dengan membatasi jumlah anak,
bertentangan dengan ajaran agama.
Pada sebagian kecil peserta juga diperoleh kesan bahwa KB belum perlu
untuk diterapkan di Papua dengan alasan akan memberikan berdampak negatif
pada kehidupan perempuan dan keluarga. Hal ini dianggap berkaitan dengan
budaya dan norma yang berkembang pada suku-suku di Papua.
33
Pendapat-pendapat yang mendukung pernyataan tersebut dapat dilihat
dari beberapa kutipan pendapat di bawah ini.
“Dulu KB itu memang banyak orang senang ikut, tapi bila kita baca dalam
Alkitab Tuhan mau supaya di dunia ini manusia harus menjadi banyak
berkembang, tapi karena lewat KB akhirnya janin dengan sendirinya akan mati ,
jadi termasuk membunuh” (FGD di Yepase).
“Kalau menurut saya, KB bisa dibilang penting karena bisa menjarangkan
anak supaya ibu sehat dan juga anak2 sehat. Terus saya juga mau bilang tidak
pentingnya begini, mungkin lewat agama Tuhan dia larang karena mencelakakan
bakal janin dalam kandungan, jadi KB penting atau tidak, dari kita saja, bisa
langsung minta Tuhan supaya jarangkan anak, bisa saja kalau mau percaya sama
Tuhan” (FGD di Sentani).
Menyikapi hal tersebut beberapa tokoh agama, terutama Kristen
Protestan mengatakan bahwa pemahaman masyarakat seperti itu kuranglah
tepat, karena di dalam gereja sendiri terdapat berbagai interpretasi tetapi secara
umum gereja memahami KB sebagai “Keluarga yang Bertanggungjawab” artinya
berapapun jumlah anak yang dimiliki oleh setiap keluarga harus dikelola dengan
penuh tanggungjawab. Pemahaman tentang berbiak-biak untuk penuhi bumi
harus diartikan dalam kerangka bertanggungjawab, dimana jika umat Kristen
memiliki sejumlah anak tetapi tidak dipelihara dan dipikirkan masa depannya
maka umat tersebut akan jatuh dalam dosa.
Untuk itu bagi gereja yang memaknai KB sebagai keluarga yang
bertanggungjawab tidak mendorong umatnya untuk membatasi jumlah anak,
tetapi lebih menekankan pada bagaimana tanggungjawab yang harus dibangun
para orang tua terhadap anak-anak yang dilahirkan. Pada gereja-gereja dari
berbagai denominasi banyak dilakukan himbauan tentang pengaturan jarak
kelahiran. Terlepas dari adanya berbagai interpretasi terhadap ayat tersebut,
gereja secara prinsip tidak mengeluarkan larangan bagi umatnya untuk
mengikuti program KB, tetapi sepenuhnya menyerahkan pada keputusan
individu umat.
Khusus bagi mereka yang kurang mendukung karena bertentangan
dengan budaya/adat dan norma karena program KB dapat berakibat buruk pada
perempuan dan atau mengganggu keutuhan rumah tangga. Beberapa peserta
diskusi berpendapat bahwa dengan ber-KB maka laki-laki maupun perempuan
dapat dengan bebas berganti-ganti pasangan, karena dianggap tidak dapat
34
menghamili dan dihamili, sehingga KB dapat berdampak buruk pada hubungan
suami-istri.
KB juga dianggap bisa menjadi salah satu sebab terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga. Salah seorang peserta FGD dari kelompok perempuan
menikah mengatakan ia tidak merasa perlu ikut KB karena kandungannya telah
rusak dipukul oleh suaminya ketika sedang hamil, saat ini ia sudah tidak dapat
memiliki anak lagi.
Dari informasi yang disampaikan oleh salah seorang tokoh agama yang
diwawancarai, diperoleh gambaran bahwa bila ada sikap kurang mendukung
dari masyarakat terhadap KB diantaranya karena ada masyarakat yang
berpendapat bahwa anak adalah tanggungjawab keluarga jadi pemerintah tidak
perlu mengatur dan membatasi jumlahnya, yang perlu diatur itu jarak
kelahirannya, untuk menjaga kesehatan ibu melalui pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
Sikap kurang mendukung terhadap KB juga dipengaruhi oleh budaya
Papua yang cenderung ingin memiliki anak banyak anak sebagai pewaris
keturunan dan hak ulayat. Kesan tersebut diperoleh dari hasil diskusi terutama
dengan kelompok laki-laki dan perempuan menikah juga pada beberapa peserta
dari kelompok laki-laki bahwa Papua membutuhkan penduduk untuk
mengisinya, tetapi mereka berharap jika saat ini baru memiliki anak 1-2 orang ke
depan hanya menginginkan anak dalam jumlah kecil tidak lebih dari 4 orang
seperti keluarga orangtuanya yang memiliki anak lebih dari 6 orang.
Dari hasil diskusi diperoleh gambaran bahwa keluarga-keluarga di
Papua senang memiliki anak lebih dari 4 atau 5 orang karena dengan jumlah
anak yang banyak maka keturunan dari satu keluarga atau suku akan terus
berkembang keberadaannya. Disisi lain peserta diskusi juga berpendapat dengan
memiliki banyak akan maka kehidupan kelak bila sudah tua akan lebih terjamin,
anak laki-laki diharapkan dapat melindungi orang tua jika dewasa dan anak
perempuan dapat membantu di kebun untuk peningkatan ekonomi keluarga.
Berkaitan dengan budaya tersebut beberapa peserta diskusi
menyampaikan pendapat berikut:
35
“Kalau beristri maka istri harus hamil dan melahirkan sebagai hal yang
wajib karena memang harus punya anak, tetapi kalau tidak dapat anak maka
harus kawin lagi dan atau kalau dapat anak perempuan saja maka harus kawin
lagi sampai dapat anak laki-laki. Kami dalam kehidupan demikian, walaupun tidak
tertulis tetapi itu sudah wajib untuk jadi perhatian” (FGD di Yepase).
“Kalau menurut saya memang anak itu penting sebagai anugerah dari
Tuhan untuk meneruskan keturunan, sebagaimana dalam alkitab yang sudah
dijanjikan dari Tuhan bahwa berbiak-biaklah kamu, jadi tidak mungkin juga kami
dapat dua anak saja dan pasti lebih, apalagi bila mas kawin untuk istri sudah
dibayar lunas sehingga tidak beban ... selain itu dengan anak banyak bisa bantu
kami untuk kerja dan waktu kami sudah tua” (FGD di Sentani).
“Kalau dalam adat, …. jumlah anak kalau boleh banyak supaya waktu dia
bertindak dia tidak susah, apalagi anak itu khususnya perempuan juga sebagai
mas kawin. Jadi anak itu perlu, mamanya dibeli karena bapak bayar mas kawin,
kalau tidak dapat anak itu rugi,” (FGD di Yepase).
36
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
1. Peran stakeholder lokal dalam pelaksanaan program KB di Kabupaten Jayapura
dianggap sudah cukup baik walaupun peran tersebut tidak secara langsung,
namun sebagai penggerak yang mendorong masyarakat (pasangan usia subur)
untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program KB
secara berkesinambungan dengan menggunakan kontrasepsi.
2. Keterlibatan para stakeholder lokal dalam pelaksanaan program KB di
kabupaten Jayapura sebagai penggerak dengan menjadi motivator merupakan
hal yang menarik, namun pendekatan yang kontekstual perlu diberikan ruang
sesuai dengan situasi dan isu-isu lokal bagi kelangsungan kehidupan yang
normal dan lebih baik secara kualitas dan bukan saja secara kuantitas.
3. Pengetahuan tentang KB belum didukung dengan ketersediaan KIE yang
memadai, walaupun pandangan tokoh perempuan tentang program KB
mendukung dan positif bahkan mereka tahu 3 alkon dan merupakan pilihan
yang digunakan saat ini, namun situasi itu tidak terjadi pada tokoh laki-laki
walaupun mendukung namun masih terdapat anggapan negatif dan tidak paham
tentang alkon (kecuali kondom).
4. Pandangan positif yang mendorong partisipasi dalam program KB karena dapat
menjadikan hidup keluarga berkualitas, namun dianggap merupakan
tanggungjawab dan urusan perempuan dengan tetap mempertimbangkan
jumlah anak yang akan dilahirkan sebagai keturunan suku.
5. Program KB yang merupakan program pemerintah sebenarnya mendapat
dukungan tetapi tidak berpartisipasi karena tidak mendapatkan manfaat
langsung. Kalaupun tidak mendukung terutama karena alasan geografis Papua
yang masih luas dengan jumlah penduduk sedikit, dianggap bertentangan
dengan agama dianut dan juga budaya/adat dan norma yang berlaku pada
penduduk asli Papua.
6. Penyebab belum optimalnya dukungan dan keterlibatan aktif masyarakat yang
digerakkan para tokoh lokal secara berkelanjutan sangat kompleks, mulai dari
kurangnya dukungan layanan petugas, keterbatasan dan ketersediaan alkon,
sedikitnya KIE KB serta pendekatan program yang lebih mengedepankan target
37
kuantitas daripada kualitas yang dapat mendukung keberlanjutan masyarakat
sebagai akseptor KB. Kondisi ini menyebabkan hampir semua kelompok diskusi
mengemukakan adanya rumors dalam masyarakat bahwa program KB membuat
populasi masyarakat lokal jadi sedikit
B. Saran-Saran
1. Perlu meningkatkan frekuensi advokasi yang mendorong peran stakeholder
lokal secara berkelanjutan dalam pelaksanaan program KB dengan pendekatan
yang berbasis kontekstual
2. Perlu peningkatan KIE KB dengan muatan lokal yang terdistribusi merata antara
wilayah perkotaan, pinggiran dan pedalaman sehingga tidak menimbulkan
persepsi yang berbeda antara para pihak dalam ruang dan waktu yang sama
3. Perlu mendorong layanan KB mobile secara komprehensif dan terpadu dengan
mengoptimalkan potensi dan sumber daya lokal secara berkelanjutan
38
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN, 2012., Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Provinsi Papua,
Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Jayapura.
Florus Paulus, 1998, Pemberdayaan masyarakat, Penerbit Institute of Dayakologi
Research and Development (IDRD), Pontianak.
Hamzah, Jabir, 1999., Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam
Rangka Kemandirian Wilayah, Pasca Sarjana Magister Manager,
UNHAS-UNCEN, Jayapura.
Jones Gavin dan Yulfita Raharjo, 1998., Penduduk, Lahan dan Laut (Tantangan
pembangunan di Indonesia Timur), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998.
Mc Chesney, 2003., Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Penerbit Insist Press,
Yogyakarta.
Megawangi, Ratna, 1999., Kemiskinan Ditinjau Dari Aspek Gizi, Warta Demografi, No. 4,
1999, Lembaga Demografi FE UI, Jakarta.
Nasdian FT, 2014, Pengembangan Masyarakat, Penerbit Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Jakarta.
Parenta, Tadjuddin, 1999., Kemandirian Lokal Sebagai Alternatif Paradigma
Pembangunan Nasional dan Daerah, FE-UNCEN.
Rahail John 2013, PenyusunN peta kerja pelayanan KKB wilayah GALCITAS berbasis
pendekatan kontekstual di Provinsi Papua, Perwakilan BKKBN Provinsi
Papua, Jayapura.
Rudito Bambang, 2003, Askes Peran Serta Masyarakat, Lebih jauh memahami Community
Development, Penerbit ICSD, Jakarta.
Rumbiak, M.C, 1999., Membangun Keluarga Irian Yang Maju, Produktif dan Mandiri
Menyonsong Era Millenium Ketiga, Pusat Studi Kependudukan, Universitas
Cenderawasih, Jayapura.
Stanley (Ed.), 2006, Memberdayakan Orang Papua, Penerbit Institut Studi Arus
Informasi, Jakarta

More Related Content

What's hot

Modul Pelatihan Kader Posyandu
Modul Pelatihan Kader PosyanduModul Pelatihan Kader Posyandu
Modul Pelatihan Kader PosyanduMuh Saleh
 
Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1
Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1
Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1Oswar Mungkasa
 
Bab iii konsep standardisasi (part 1)
Bab iii konsep standardisasi (part 1)Bab iii konsep standardisasi (part 1)
Bab iii konsep standardisasi (part 1)NajMah Usman
 
REMBUK STUNTING DESA (1).pptx
REMBUK STUNTING DESA (1).pptxREMBUK STUNTING DESA (1).pptx
REMBUK STUNTING DESA (1).pptxAladinBokingo
 
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta Kb
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta KbProgram Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta Kb
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta Kbkhoiril anwar
 
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN MASYARAKATPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN MASYARAKATKaisarDatin
 
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan MasyarakatPeran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakatnugisptrainig
 
Penillaian Kualitas Hasil Kerja Analis Kebijakan
Penillaian Kualitas Hasil Kerja Analis KebijakanPenillaian Kualitas Hasil Kerja Analis Kebijakan
Penillaian Kualitas Hasil Kerja Analis KebijakanRidho Fitrah Hyzkia
 
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdfTugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdfNisaQurrotulAini
 
4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptx
4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptx4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptx
4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptximelda238795
 
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi PapuaMigrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papuadaldukpapua
 
Pendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanPendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanQiu El Fahmi
 
Pengelolaan posyandu
Pengelolaan posyanduPengelolaan posyandu
Pengelolaan posyanduasih gahayu
 
Permasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,pptPermasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,pptmartaagustinasirait
 
Substansi studio perencanaan wilayah
Substansi studio perencanaan wilayahSubstansi studio perencanaan wilayah
Substansi studio perencanaan wilayahAgus Dwi Wicaksono
 
Bab iii konsep standardisasi (part 2)
Bab iii konsep standardisasi (part 2)Bab iii konsep standardisasi (part 2)
Bab iii konsep standardisasi (part 2)NajMah Usman
 
Materi Rembuk Stunting Desa.pptx
Materi Rembuk Stunting Desa.pptxMateri Rembuk Stunting Desa.pptx
Materi Rembuk Stunting Desa.pptxMIchsan10
 
Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...
Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...
Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...sekolahdesa
 

What's hot (20)

Modul Pelatihan Kader Posyandu
Modul Pelatihan Kader PosyanduModul Pelatihan Kader Posyandu
Modul Pelatihan Kader Posyandu
 
Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1
Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1
Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Buku 1
 
Bab iii konsep standardisasi (part 1)
Bab iii konsep standardisasi (part 1)Bab iii konsep standardisasi (part 1)
Bab iii konsep standardisasi (part 1)
 
REMBUK STUNTING DESA (1).pptx
REMBUK STUNTING DESA (1).pptxREMBUK STUNTING DESA (1).pptx
REMBUK STUNTING DESA (1).pptx
 
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta Kb
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta KbProgram Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta Kb
Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Peserta Kb
 
Kampung kb wonosobo
Kampung kb wonosoboKampung kb wonosobo
Kampung kb wonosobo
 
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN MASYARAKATPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
 
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan MasyarakatPeran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
 
Penillaian Kualitas Hasil Kerja Analis Kebijakan
Penillaian Kualitas Hasil Kerja Analis KebijakanPenillaian Kualitas Hasil Kerja Analis Kebijakan
Penillaian Kualitas Hasil Kerja Analis Kebijakan
 
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdfTugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
Tugas Individu Agenda 3_Nisa Qurrotul Aini.pdf
 
4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptx
4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptx4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptx
4. Kampung Keluarga Berkualitas.pptx
 
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi PapuaMigrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
Migrasi dan Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Papua
 
Pendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunanPendekatan perencanaan pembangunan
Pendekatan perencanaan pembangunan
 
Pengelolaan posyandu
Pengelolaan posyanduPengelolaan posyandu
Pengelolaan posyandu
 
pedoman-baru-posyandu
 pedoman-baru-posyandu pedoman-baru-posyandu
pedoman-baru-posyandu
 
Permasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,pptPermasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,ppt
 
Substansi studio perencanaan wilayah
Substansi studio perencanaan wilayahSubstansi studio perencanaan wilayah
Substansi studio perencanaan wilayah
 
Bab iii konsep standardisasi (part 2)
Bab iii konsep standardisasi (part 2)Bab iii konsep standardisasi (part 2)
Bab iii konsep standardisasi (part 2)
 
Materi Rembuk Stunting Desa.pptx
Materi Rembuk Stunting Desa.pptxMateri Rembuk Stunting Desa.pptx
Materi Rembuk Stunting Desa.pptx
 
Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...
Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...
Pembangunan Desa Berbasis Aset dan Potensi Desa untuk Mewujudkan Desa Maju, M...
 

Similar to Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupaten Jayapura

Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02Operator Warnet Vast Raha
 
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02Operator Warnet Vast Raha
 
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desaSeri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desaAgus hariyanto
 
Panduan Perencanaan Desa Lewu Mamangun
Panduan Perencanaan Desa Lewu MamangunPanduan Perencanaan Desa Lewu Mamangun
Panduan Perencanaan Desa Lewu MamangunFatur Fatkhurohman
 
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...Harly14
 
Presentasi bappeda mamuju yasmib sulawesi wilayah timur
Presentasi bappeda mamuju   yasmib sulawesi wilayah timurPresentasi bappeda mamuju   yasmib sulawesi wilayah timur
Presentasi bappeda mamuju yasmib sulawesi wilayah timurGedhe Foundation
 
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk MahasiswaModul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswadaldukpapua
 
Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014daldukpapua
 
Laporan full 1
Laporan full 1Laporan full 1
Laporan full 1iwan Alit
 
KAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdf
KAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdfKAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdf
KAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdfLanangTanu2
 
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan PorongLaporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan PorongAhmadRizal103
 
Koordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptx
Koordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptxKoordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptx
Koordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptxSyarifatul Marwiyah
 
Peran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
Peran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua BaratPeran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
Peran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua BaratYupi Fourbi
 
Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Laporan Kegiatan Praktik Kerja LapanganLaporan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapanganbarita
 
kebijakan-pemda-dalam-pkk.ppt
kebijakan-pemda-dalam-pkk.pptkebijakan-pemda-dalam-pkk.ppt
kebijakan-pemda-dalam-pkk.pptssuser305239
 
Laporan akhir kkn ani qotul azizah
Laporan akhir kkn ani qotul azizahLaporan akhir kkn ani qotul azizah
Laporan akhir kkn ani qotul azizahAniqotulazizah
 
Persiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpmPersiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpmDesa Melung
 

Similar to Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupaten Jayapura (20)

Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
 
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
Peningkatankapasitaspemerintahdaerahdalam 110408220457-phpapp02
 
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desaSeri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
 
Panduan Perencanaan Desa Lewu Mamangun
Panduan Perencanaan Desa Lewu MamangunPanduan Perencanaan Desa Lewu Mamangun
Panduan Perencanaan Desa Lewu Mamangun
 
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...
EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN ...
 
Presentasi bappeda mamuju yasmib sulawesi wilayah timur
Presentasi bappeda mamuju   yasmib sulawesi wilayah timurPresentasi bappeda mamuju   yasmib sulawesi wilayah timur
Presentasi bappeda mamuju yasmib sulawesi wilayah timur
 
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk MahasiswaModul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
Modul Pendidikan Kependudukan Untuk Mahasiswa
 
Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014Profil Keluarga Papua Tahun 2014
Profil Keluarga Papua Tahun 2014
 
Laporan full 1
Laporan full 1Laporan full 1
Laporan full 1
 
KAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdf
KAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdfKAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdf
KAMUS PUPM KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2025.pdf
 
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan PorongLaporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan Porong
 
Koordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptx
Koordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptxKoordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptx
Koordinasi KKN Kolaboratif Se-Kabupaten Jember.pptx
 
Peran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
Peran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua BaratPeran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
Peran UP4B Dalam Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
 
Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Laporan Kegiatan Praktik Kerja LapanganLaporan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
Laporan Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
 
kebijakan-pemda-dalam-pkk.ppt
kebijakan-pemda-dalam-pkk.pptkebijakan-pemda-dalam-pkk.ppt
kebijakan-pemda-dalam-pkk.ppt
 
Kabar jkpp 21
Kabar jkpp 21Kabar jkpp 21
Kabar jkpp 21
 
Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
Laporan akhir kkn ani qotul azizah
Laporan akhir kkn ani qotul azizahLaporan akhir kkn ani qotul azizah
Laporan akhir kkn ani qotul azizah
 
Persiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpmPersiapan lomba pnpm
Persiapan lomba pnpm
 

More from daldukpapua

Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035daldukpapua
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015daldukpapua
 
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan KependudukanPolicy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukandaldukpapua
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015daldukpapua
 
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015daldukpapua
 
Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035daldukpapua
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014daldukpapua
 
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi PapuaUpaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papuadaldukpapua
 
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah KampungProgram Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampungdaldukpapua
 
Bonus Demografi Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi  Peluang atau AncamanBonus Demografi  Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi Peluang atau Ancamandaldukpapua
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014daldukpapua
 
Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi
Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus DemografiKajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi
Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografidaldukpapua
 
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografiKajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografidaldukpapua
 
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"daldukpapua
 
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014daldukpapua
 
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster DemografiAnalisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografidaldukpapua
 

More from daldukpapua (16)

Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
Proyeksi Penduduk Tahun 2010 2035
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
Profil Kependudukan Papua Tahun 2015
 
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan KependudukanPolicy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
Policy Brief Pembangunan Wawasan Kependudukan
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2015
 
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
Analisis Parameter Kependuduk Prov. Papua Tahun 2015
 
Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035Proyeksi Papua 2010-2035
Proyeksi Papua 2010-2035
 
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
Profil Kependudukan Papua Tahun 2014
 
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi PapuaUpaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
Upaya Peningkatan Angka IPM Provinsi Papua
 
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah KampungProgram Bina Keluarga Balita  Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
Program Bina Keluarga Balita Melalui Pendekatan Sekolah Kampung
 
Bonus Demografi Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi  Peluang atau AncamanBonus Demografi  Peluang atau Ancaman
Bonus Demografi Peluang atau Ancaman
 
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
Parameter Kependudukan Papua Tahun 2014
 
Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi
Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus DemografiKajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi
Kajian Pendidikan Menyongsong Bonus Demografi
 
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografiKajian kesehatan menyongsong bonus demografi
Kajian kesehatan menyongsong bonus demografi
 
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
Bacaan Papua - "Keluarga Bahagia"
 
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
Analisis Parameter Kependudukan Tahun 2014
 
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster DemografiAnalisis Model Solusi  - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
Analisis Model Solusi - Penangan Dampak Ancaman Disaster Demografi
 

Recently uploaded

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAnthonyThony5
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (9)

mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah PemerintahAdministrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
Administrasi_pengelolaan_hibah Pemerintah
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptxMembangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
Membangun Tim Efektif. suatu pembelajaran ttg pentingnya kolaborasipptx
 

Kajian Partisipasi Stakeholder Lokal Dalam Pelaksanaan Program KB Di Kabupaten Jayapura

  • 1. KAJIAN PARTISIPASI STAKEHOLDER LOKAL DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KB DI KABUPATEN JAYAPURA Oleh: JOHN RAHAIL EMANUEL SYUKUR WELLEM MARASIAN MAURITZ KOLOTJUTJU JULIAN WERSAY PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI PAPUA Jayapura, 2015
  • 2. ii KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya ”Kajian Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura” dapat terselesaikan dengan baik mulai dari persiapan, kegiatan pengumpulan data lapangan sampai penyelesaian laporan akhir. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi para stakeholder lokal (tokoh adat, agama dan perempuan) dalam implementasi program kependudukan dan KB di Provinsi Papua, secara khusus di kabupaten Jayapura. Hasilnya akan dideskripsikan untuk memperoleh gambaran obyektif tentang partisipasi stakeholder local dalam program KKB terkait dengan pendekatan program KKB dan implementasi program KKB (termasuk penggunaan alkon). Pada kesempatan ini secara khusus kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada BKKBN Perwakilan Provinsi Papua melalui Bidang Pengendalian Penduduk (DALDUK) yang telah memberikan kepercayaan kepada kami Tim Penyusun untuk membuat kajian ini. Kiranya kerjasama yang baik ini dapat dipertahankan dan terus dikembangkan di waktu mendatang. Berbagai saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan, dan akhirnya semoga dokumen ini dapat bermanfaat. Jayapura, September 2015 Tim Penyusun
  • 3. iii SAMBUTAN Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya, Penulisan Hasil kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura” dapat diselesaikan. Kajian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui lebih mendalam permasalahan dan isu-isu strategis kependudukan sampai ditingkat bawah. Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan Undang- Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa BKKBN mengalami pengayaan muatan program, selain menangani program Keluarga Berencana, juga Program Pengendalian Penduduk, dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dalam pengendalian Penduduk. Terkait tugas fungsi tentang Pengendalian Penduduk tersebut, diharapkan BKKBN menjadi rujukan data terutama yang berkaitan erat dengan isu kependudukan, Kajian Kependudukan ini dilakukan dengan berorientasi isu-isu kependudukan pada para pengambil kebijakan Lokal (Aktor Lokal) seperti para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama. Akhirnya, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta melaksanakan kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura”, khususnya kepada Ketua Koalisi Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Papua beserta team, yang sudah melakukan kajian ini dengan baik dan tepat waktu, walaupun dengan budget yang sangat minim. Semoga hasil kajian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan sebagai bahan masukan serta rekomendasi bagi para stakeholder dan pemangku kepentingan dalam menyusun rencana intervensi program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang akan datang. Kritik dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan kajian ini sangat diharapkan. Jayapura, September 2015 Drs. NERIUS AUPARAY, M.Si Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
  • 4. iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ……………………………………………………………............................ i Kata Pengantar ……………………………………………………………........................... ii Sambutan ……………………………………………………………………………….. iii Daftar Isi ……………………………………………………………........................... iv Daftar Tabel ……………………………………………………………........................... v BAB I. Pendahuluan …………………………………………......................... 1 A. Latar Belakang ……………………………………….................... 1 B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 4 C. Metodologi ………………………….………………....................... 5 BAB II. Konsep dan Teori .………..…………………………….................... 7 A. Partisipasi Masyarakat ......................................................... 7 B. Program Keluarga Berencana (KB) ................................ 11 BAB III. Keadaan Umum Kabupaten Jayapura ..……………………... 14 A. Karakteristik Wilayah ........................................................... 14 B. Keadaan Demografi …………………………............................ 15 C. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera ............... 17 BAB IV. Hasil Penelitian .............................................................................. 19 A. Pendekatan Program KB ....................................................... 19 B. Implementasi Program KB ................................................... 21 BAB V. Penutup ………………………………………………........................... 36 A. Kesimpulan …………………………………………....................... 36 B. Saran-saran …………………………………………...................... 37 Daftar Pustaka …………………………………………...................... 38
  • 5. v DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah penduduk menurut Suku di Kabupaten Di Kabupaten Jayapura Tahun 2013 ……………………………........ 15 2. Jumlah KK Miskin di Kabupaten Jayapura Tahun 2012 ..... 16 3. Perkembangan IPM dan Komponennya di Kabupaten Jayapura Tahun 2010-2012 ............................................................. 17 4. Persentase Wanita berumur 15-49 tahun dan berstatus Kawin yang memakai Alat KB di Kabupaten Jayapura tahun 2012 ............................................................................................ 18
  • 6. ii SAMBUTAN Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya, Penulisan Hasil kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura” dapat diselesaikan. Kajian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui lebih mendalam permasalahan dan isu-isu strategis kependudukan sampai ditingkat bawah. Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan Undang- Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa BKKBN mengalami pengayaan muatan program, selain menangani program Keluarga Berencana, juga Program Pengendalian Penduduk, dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dalam pengendalian Penduduk. Terkait tugas fungsi tentang Pengendalian Penduduk tersebut, diharapkan BKKBN menjadi rujukan data terutama yang berkaitan erat dengan isu kependudukan, Kajian Kependudukan ini dilakukan dengan berorientasi isu-isu kependudukan pada para pengambil kebijakan Lokal (Aktor Lokal) seperti para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama. Akhirnya, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta melaksanakan kajian tentang “Partisipasi Para Stakeholder Lokal dalam Pelaksanaan Program KB di Kabupaten Jayapura”, khususnya kepada Ketua Koalisi Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Papua beserta team, yang sudah melakukan kajian ini dengan baik dan tepat waktu, walaupun dengan budget yang sangat minim. Semoga hasil kajian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan sebagai bahan masukan serta rekomendasi bagi para stakeholder dan pemangku kepentingan dalam menyusun rencana intervensi program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang akan datang. Kritik dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan kajian ini sangat diharapkan. Jayapura, September 2015 Drs. NERIUS AUPARAY, M.Si Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua
  • 7. PETA SAMPEL LOKASI KAJIAN DI KABUPATEN JAYAPURA : Kelurahan Sentani, Distrik Sentani : Kampung Yepase Distrik Depapre : Kampung Benyom Distrik Nimboran
  • 8. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suksesnya program Keluarga Berencana (KB) tergantung dari partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut, sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting artinya bagi kelancaran dan keberhasilan program dan tercapainya tujuan secara mantap. Secara nasional program KB dicanangkan dalam rangka usaha pemerintah untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas, termasuk di tanah Papua. Pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu ke keadaan lain yang lebih bernilai. Florus (1998) menyatakan bahwa agar proses perubahan itu dapat menjangkau sasaran-sasaran perubahan keadaan yang lebih baik dan dapat digunakan sebagai pengendali masa depan, di dalam melaksanakan pembangunan itu perlu sekali memperhatikan segi manusianya. Karena dalam arti proses, pembangunan itu menyangkut makna bahwa manusia itu obyek pembangunan dan sekaligus subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan manusia harus diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan potensi yang luar biasa. Oleh karena itu, menurut Gavin dan Raharjo (1998) bahwa di dalam pembangunan perlu sekali mengajak subyek tadi untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan secara berkelanjutan. Kaitannya dengan peran serta masyarakat dalam program tertentu, peranan tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal sangat penting terutama dalam mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakkan keterlibatan seluruh warga masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program. Apalagi di masyarakat pedesaan di Papua, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan para tokoh masyarakat masih sangat sentrak dan kuat pengaruhnya, bahkan sering menjadi tokoh panutan dalam segala kegiatan hidup sehari-hari warga masyarakat (Rumbiak, 1990 dan Rahail 2009). Persepsi warga masyarakat terhadap program tertentu merupakan landasan atau dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan program tersebut. Makna positif atau negatif sebagai hasil persepsi seseorang terhadap program akan menjadi pendorong atau penghambat baginya untuk berperan dalam kegiatannya.
  • 9. 2 Berbagai hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat kurang mampu bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan persepsi dan pandangannya tentang suatu program yang diselenggarakan pemerintah, termasuk terhadap pogram KB. Rahail (2013) melaporkan bahwa fakta bila ada masyarakat yang tidak mendukung program KB lebih dikarenakan masyarakat sering dilandasi persepsi yang kurang positif maka keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu. Keadaan yang demikian itu bila sering terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuaii dengan rencana sehingga menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh dan mantap (Sutopo, 1996). Hambatan yang sering muncul ketika partisipasi masyarakat terhadap suatu program pemerintah kurang maksimal bisa secara internal, berupa hambatan sosio-kultural, dan eksternal, hambatan dari birokrasi pemerintah (Rumbiak, 2000). Hambatan internal, merupakan hambatan dari dalam masyarakat itu sendiri, yang merupakan keengganan sebagian besar warga masyarakat untuk terlibat langsung dalam suatu program kegiatan. Hal ini disebabkan karena keadaan sosiokultural, sosial-ekonoomi, rendahnya pendidikan, dan kurangnya sarana dan prasarana mereka yang belum memungkinkan untuk secara aktif menyuarakan keinginan mereka. Sedangkan hambatan yang sifatnya eksternal adalah karena selama ini setiap ada program pemerintah biasanya sistemnya sendiri yang lebih menekankan perencanaan top-down atau strategi center-down, yang kurang memperhatikan masyarakat arus bawah. Akibatnya, yang dilakukan itu kadang- kadang menjadi tidak realistis dan mengalami stagnasi. Akibatnya juga banyak program termasuk KB menghadapi kendala dalam pelaksanaannya, sehingga partisipasi warga masyarakat sangat kurang. Situasi ini menurut laporan ICDp (2013) dalam beberapa studi menyebutkan program yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, namun karena tidak realistis dengan tidak menggeunakan pendekatan yang kontekstual sangat mempengaruhi penerimaan dan keberlanjutan program secara mandiri. Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap hidup sejahtera di provinsi Papua, dari dulu sampai sekarang masih tetap menjadi masalah. Belum tertanganinya masalah ini secara optimal, karena berbagai kondisi obyektif geografis dan masyarakat yang hidup miskin, apalagi 75% penduduknya bermukim di
  • 10. 3 kampung, pinggiran dan pedalaman. Masalah ketidakterpenuhan tersebut karena sudah terlalu lama dan tidak ada penangganan optimal, sehingga bagi masyarakat bukan lagi dianggap sebagai masalah. Padahal melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (OTSUS) bagi Provinsi Papua, menjadi peluang untuk mengangkat dan mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di provinsi Papua saat ini dan ke depan, termasuk pembangunan kependudukan dan KB. Namun berbagai fakta bahwa peningkatan kualitas SDM di Provinsi Papua berkembang lambat, sebagaimana ditunjukkan rangking IPM Papua yang berada pada urutan 33 di Indonesia pada tahun 2013. Kenyataan ini menunjukkan kelemahan struktur birokrasi menjadi kendala, dalam menjangkau setiap honai- honai atau rumah-rumah penduduk Papua di kampung-kampung. Kebijakan pemekaran Papua yang ditempuh, untuk memperpendek rentang kendali Pemerintahan tetap bukan solusi efektif, selama tingkat persebaran penduduk tidak merata di masing-masing wilayah. Ironisnya, berbagai kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah terutama di tingkat kabupaten di Provinsi Papua belum berbasis pada aspek kependudukan dan KB. Demikian sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, mendorong para pihak untuk melakukan analisis, evaluasi, penelitian, pengembangan dan penyebarluasan informasi mengenai kependudukan dan KB. Strategi ini tentu akan memberikan potret yang tegas bagaimana situasi, potensi dan kebutuhan pembangunan kependudukan sesuai kondisi obyektif wilayah termasuk di Provinsi Papua khususnya Kabupaten Jayapura. Untuk itu fakta yang obyektif bahwa peranan tokoh adat dalam kehidupan masyarakat Papua mempunyai peran strategis terhadap berbagai aspek pembangunan, termasuk juga dalam pembangunan KKB. Hal ini berangkat dari peran adat yang lahir, tumbuh dan berkembang kehidupan social-budaya-ekonomi masyarakat. Situasi ini menyebabkan berbagai pandangan yang mendudukan program KKB dalam porsi tersendiri apakah sebagai kebutuhan dan atau hanya sebuah program semata. Dengan kondisi obyektif Papua saat ini, tentu prrooggrraamm KKKKBB ddaann bbeerrbbaaggaaii pprrooggrraamm ppeemmbbaanngguunnaann llaaiinn bbeerruuppaayyaa mmeemmbbaanngguunn kkuuaalliittaass kkeelluuaarrggaa kkeecciill mmeellaalluuii
  • 11. 4 ppeennggeennddaalliiaann kkuuaannttiittaass ppeenndduudduukk ddaann ppeennggeennddaalliiaann kkuuaalliittaass ppeenndduudduukk.. PPeennggeennddaalliiaann kkuuaannttiittaass ddaann kkuuaalliittaass ppeenndduudduukk ddii kkeelluuaarrggaa bbeerraarrttii ppeennjjaarraannggaann ((ppeemmbbaattaassaann jjuummllaahh aannaakk)) kkeellaahhiirraann ddaann ppeenniinnggkkaattaann kkuuaalliittaass hhiidduupp aannaakk ddii kkeelluuaarrggaa,, uunnttuukk mmeenniinnggkkaattkkaann mmuuttuu kkeelluuaarrggaa,, aaggaarr tteerrcciippttaa kkeelluuaarrggaa yyaanngg kkeecciill sseejjaahhtteerraa ddaann bbeerrttaanngggguunngg jjaawwaabb.. Fakta ini tentu perlu dikaji sehingga menjadi dasar dalam melakukan advokasi menuju perbaikan kualitas pelayanan pembangunan KKB yang komprehensif dan disinergikan dengan kebijakan otonomi khusus di Provinsi Papua yang mengedepankan pendekatan berbasis kontekstual dengan melibatkan para stakeholder lokal (tokoh adat, agama dan perempuan). Keadaan ini mendesakkan bagaimana masalah-masalah kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dipecahkan melalui program KKB tanpa harus saling menyalahkan dengan langkah- langkah kongkrit yang terencana, terarah dan terukur sesuai berbagai kondisi obyektif social ekonomi-budaya masyarakat yang dimulai dari nilai-nilai local secara kontekstual dan sejalan dengan visi-misi pembangunan di Provinsi Papua tahun 2013-2018 untuk mewujudkan Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera melalui strategi “Gerbangmas Hasrat Papua”. B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Untuk mengetahui partisipasi para stakeholder lokal (tokoh adat, agama dan perempuan) dalam implementasi program kependudukan dan KB di Provinsi Papua, secara khusus di kabupaten Jayapura. Hasilnya akan dideskripsikan untuk memperoleh gambaran obyektif tentang partisipasi stakeholder local dalam program KKB terkait dengan pendekatan program KKB dan implementasi program KKB (termasuk penggunaan alkon). 2. Manfaat Sebagai masukan bagi Perwakilan BKKBN Provinsi Papua dan pihak terkait dalam menentukan kebijakan dan prioritas pembangunan KKB yang kontekstual berbasis local melalui penguatan dan pemberdayaan potensi sumber daya lokal terutama stakeholder lokal (tokoh-tokoh adat, agama dan perempuan) di Provinsi Papua.
  • 12. 5 C. Metodologi 1. Lokasi penelitian Lokasi kegiatan penelitian di kabupaten Jayapura pada tiga (3) distrik yang ditentukan secara purposive menurut pendekatan keruangan wilayah pembangunan dan masing-masing distrik dipilih satu kampung, yaitu: a. Distrik Sentani di Sentani (wilayah pembangunan 1) b. Distrik Depapre di Yepase (wilayah pembangunan 2) c. Distrik Nimboran di Benyom (wilayah pembangunan 3) 2. Metode penelitian Ditinjau dari dimensi tujuan dan waktu, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Diharapkan dengan menggunakan metode ini, dapat menggali lebih dalam informasi tentang partisipasi para stakeholder lokal (tokoh adat, agama dan perempuan) terhadap pembangunan kependudukan dan KB secara kualitatif dari masyarakat (data primer) dan kuantitatif (data sekunder) dari instansi pemerintah dan lembaga terkait. 3. Populasi dan Sampel Sasaran penelitian ini adalah semua instansi pemerintah dan lembaga terkait, dan masyarakat di kabupaten Jayapura yaitu: a. Data sekunder, berasal instansi pemerintah dan lembaga terkait: - Bappeda - Dinas Kesehatan - Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB - Badan Pusat Statisik b. Data primer - Sampel sebagai peserta FGD yang dipilih dari tokoh adat, agama dan perempuan serta petugas pemerintah di tingkat kampung - Sampel wawancara mendalam dipilih dari keluarga pasangan usia subur (PUS) secara acak sederhana untuk dilakukan wawancara : Wawancara Tokoh Adat di Benyom : Wawancara Tokoh Adat di Yepase
  • 13. 6 mendalam. Wawancara juga dilakukan terhadap beberapa petugas pemerintah tingkat kampung dan kelompok PKK/posyandu 4. Teknik dan alat Pengumpulan Data a. Pengamatan dan wawancara umum, kegiatan berupa pengamatan dan wawancara umum menggunakan panduan observasi .terhadap aktivitas sosial-ekonomi-budaya masyarakat b. Diskusi kelompok terfokus (FGD), kegiatan berupa diskusi dengan pelaku pembangunan dan masyarakat secara terpisah menggunakan panduan untuk memperoleh gambaran tentang partisipasi para stakeholder lokal terhadap program KB dan layanannya. c. Wawancara mendalam untuk melengkapi hasil FGD dilakukan juga wawancara mendalam dengan perwakilan pemerintah daerah di tingkat kampung, stakeholder lokal (tokoh masyarakat, adat, agama dan perempuan). 5. Analisa Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan tahapan yang dilakukan sebagai berikut: a. Mengidentifikasi data primer dari lapangan berupa catatan harian, transkip diskusi, wawancara dan catatan dokumen data sekunder b. Kategorisasi data yang diperoleh sesuai peruntukkannya untuk kemudian dideskripsikan. c. Hasil kategorisasi data dan informasi kemudian diinterpretasikan dan dianalisis sesuai kaidahnya. : FGD di kampung Benyom : FGD di kampung Benyom : FGD di kampung Yepase
  • 14. 7 BAB II KONSEP DAN TEORI A. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat memiliki konsep dan tujuannya yang oleh Florus (1998) mengartikan sebagai keterlibatan aktif dari seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam proses pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi. Sastropoetro (1998) menyatakan bahwa ada lima unsur penting yang menentukan gagalnya dan berhasilnya partisipasi, yaitu: - Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil - Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran - Kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan - Enthousiasme yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain - Adanya rasa tanggungjawab terhadap kepentingan bersama. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ada lima hal yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu: - Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, pendidikan sosial dan percaya pada diri sendiri - Faktor lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama - Kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara - Kesediannya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan - Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan. Partisipasi masyarakat merupakan fakta penting dalam proses pembangunan, karena sasaran terakhir adalah tercapainya tujuan pembangunan yang diikuti dengan tumbuhnya peranserta dan partisipasi masyarakat terhadap
  • 15. 8 program pembangunan. Semua pembangunan ditujukan untuk masyarakat dengan maksud untuk membangun masyarakat agar mempunyai kekuatan sendiri, termasuk pembangunan pendidikan. Salah satu komponen pembangunan kependudukan dan KB erat kaitannya dengan usaha membangkitkan partisipasi masyarakat terutama pasangan usia subur sebagai akseptor KB aktif dengan menggunakan kontrasepsi (Rumbiak, 1999). Jadi, bisa dikatakan pembangunan kependudukan dan KB erat kaitannya dengan usaha membangkitkan partisipasi masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa masyarakat tidak akan pernah lepas dari pembangunan, sehingga masyarakat mempunyai hak dan dapat berperan aktif dalam mensukseskan kebijakan pemerintah baik pusat atau daerah sehingga tujuan pembangunan kependudukan dan KB untuk mewujudkan masyarakat berkualitas dapat tercapai. Rudito (1999) mengungkapkan hal yang sama yaitu partisipasi dari masyarakat termasuk institusi lokal harus mutlak diperlukan. Oleh karena pada akhirnya melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan, rakyat banyak memegang peranan sekaligus sebagai objek dan subjek pembangunan. Pengertian ini mengandung makna bahwa masyarakat sebagai objek dari pembangunan dan sekaligus menjadi subjek pembangunan. Sehingga pembangunan memerlukan partisipasi dari masyarakat. Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat maka tujuan pembangunan yang dilakukan tidak akan tercapai bahkan akan mengalami kegagalan. Studi empiris banyak menunjukkan kegagalan pembangunan karena kurangnya partisipasi masyarakat, sebagaimana dikemukakan Sambuaga (1992) dimana keadaan ini terjadi antara lain karena: - Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil dan tidak menguntungkan rakyat banyak bahkan merugikan. - Pembangunan meskipun dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat banyak tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut. - Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan Reformasi dan otonomi daerah telah menjadi harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat untuk membangun sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dapat membuka ruang kreativitas, termasuk mengangkat dan
  • 16. 9 memberdayakan berbagai potensi lokal yang berbasis nilai dan kearifan lokal. Rumbiak (1999) menyatakan hal itu jelas membuat berbagai proses pembangunan yang akan dilaksanakan dapat disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan masyarakat tanpa harus didikte kepentingan lainnya. Partisipasi masyarakat akan optimal apabila didukung dengan pandangan yang positif (persepsi) terhadap sebuah konsep pembangunan. Dalam kajian ini, persepsi tokoh masyarakat terhadap program KB, tidak hanya dilihat sebagai proses penerimaan stimulus dari luar dirinya, tetapi juga sikap batin yang mengarahkan seseorang mampu melihat hakekat yang terdalam dari urgensi pelaksanaan program KB yang diselenggarakan oleh pemerintah yang lebih bermakna. Persepsi positif masyarakat terhadap program KB, akan sangat menentukan kesanggupan mereka untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program KB secara berkesinambungan. Partisipasi itu sendiri adalah suatu kegiatan atau turut berperan serta dalam suatu program kegiatan (Nasdian, 2014). Partisipasi merupakan proses aktif yang mengkondisikan seseorang turut serta dalam suatu kegiatan yang disebabkan oleh persepsi yang positif. Meskipun demikian, partisipasi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi sosiologis-ekonomis politis seseorang yang merupakan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat juga dapat berbeda-beda bentuknya. Sastroepoetro (1988) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari 3 hal antara lain keadaan sosial masyarakat meliputi: pendidikan, tingkat pendapatan, kebiasaan, dan kedudukan sosial dalam sistem sosial, kegiatan program pembangunan merupakan kegiatan yang direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah yang dapat berupa organisasi masyarakat dan tindakan kebijaksanaan, keadaan alam sekitar, dalam hal ini mencakup faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat. Konsep persepsi menurut Ritohardoyo (2001) secara garis besar terbagi menjadi dua pengertian yaitu persepsi merupakan proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan, memahami, menghayati, menginterpretasikan, dan mengevaluasi terhadap sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dan persepsi merupakan reaksi timbal balik yang
  • 17. 10 dipengaruhi oleh diri akseptor, suatu hal yang dipersepsi dan situasi sosial yang melingkupinya, sehingga dapat memberikan motivasi tatanan perilaku bagi para akseptor termasuk dalam menentukan jumlah anak dalam kehidupan berkeluarga. Nilai anak dalam suatu keluarga diibaratkan sebagai titipan Tuhan bagi orang tua memiliki nilai tertentu serta menutut dipenuhinya beberapa konsekuensi atas kehadirannya. Rumbiak (1999) menyatakan bahwa latar belakang sosial yang berbeda tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suatu kelompok sosial serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan, menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai anak. Anak memiliki nilai universal namun nilai anak tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural dan lain-lain. Persepsi nilai anak oleh orang tua adalah merupakan tanggapan dalam memahami adanya anak, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Rahail (2013) melaporkan bahwa pandangan orang tua mengenai nilai anak dan jumlah anak dalam keluarga, serta pendapat para tokoh masyarakat sebagai panutan dalam kehidupan sosial dapat merupakan hambatan bagi keberhasilan program KB. Dalam rangka mengendalikan kelahiran pemerintah Indonesia melaksanakan program KB. Pengertian KB merupakan suatu upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melaui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN, 1999). Pelaksanaan program KB erat kaitannya dalam mewujudkan tujuan MDGs, dari ke delapan tujuan MDGs, program KB menyumbang kesemua aspek dari semua tujuan tersebut salah satunya yaitu pada tujuan MDGs yang kedua adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua dan peran program KB adalah dengan menjarangkan jarak kelahiran. Dengan begitu suatu keluarga akan lebih dapat berinvestasi untuk pendidikan anaknya (Rahail, 2013). Setelah pertemuan evaluasi MDGs tahun 2005, KB sudah berhasil dimasukan sebagai salah satu indikator kesehatan reproduksi (White, 2006). Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dalam program KB bertujuan meningkatkan usia kawin perempuan pada umur 21 tahun yang dalam pelaksanaannya telah diintegrasikan dengan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang
  • 18. 11 merupakan salah satu program pokok Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2014-2019). B. Program Keluarga Berencana (KB) Tujuan pembangunan nasional sebagaimana RPJMN 2014-2019 adalah mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam mewujudkan tujuan tersebut dinamika pembangunan tidak lepas dari berbagai masalah kependudukan. Wikjosastro (2002) menyatakan bahwa masalah-masalah pokok di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relative tinggi, penyebaran yang tidak merata, struktur usia muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan. Karena itu berbagai program kependudukan yang telah dilaksanakan bertujuan mengurangi beban kemiskinan, dan keterbelakangan akibat tekanan kependudukan dan meningkatnya upaya mensejahtrakan penduduk melalui dukungan program- program pembangunan termasuk KB. Sumber daya manusia (SDM) merupakan modal dasar pembangunan nasional oleh karena itu SDM harus dikembangkan dan diarahkan agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Sumber daya manusia dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek kualitas dan aspek kuantitas. Aspek kuantitas mencakup jumlah SDM yang tersedia, sedangkan aspek kualitas mencakup kemampuan SDM baik fisik maupun non fisik (kecerdasan) dan mental dalam melaksanakan pembangunan. Demikian dalam pembangunan pengembangan sumber daya manusia sangat diperlukan, sebab kuantitas SDM yang besar tanpa didukung kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu usaha yang dikerjakan dengan sengaja yang secara sadar dan bertanggungjawab dalam mengatur kelahiran dan kehamilan serta tidak bertentangan dengan hukum dan norma agama. Hartanto (2003) menyatakan bahwa Keluarga Berencana secara hakiki merupakan upaya dalam peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, penundaan kehamilan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga
  • 19. 12 untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera menuju masyarakat Indonesia yang berkualitas. Paradigma Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya mewujudkan NKKBS untuk meningkatkan keluarga berkualitas tahun 2015, maka pemerintah merencanakan program KB untuk mendorong PUS (Pasangan Usia Subur) berusia kurang dari 20 tahun untuk menunda kehamilan, usia 20-30 tahun merupakan masa untuk mengatur kehamilan, sedangkan usia di atas 30 tahun masa mengakhiri kehamilan (Hartanto, 2003). Demikian melalui program KB mendorong terbentuknya keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lainnya meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa yang mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa, memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi. Secara khusus tujuan dari program layanan KB adalah meningkatkan akses dan ketersediaan layanan KB berkualitas melalui penggunaan kontrasepsi. Haryono (2003) menyatakan bahwa Kontrasepsi merupakan metode untuk menghindari atau mencegah untuk terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma. Cara kerja kontrasepsi pada umumnya sama yaitu, ovulasi, meningkatkan kekentalan lendir leher rahim, serta membuat dinding rongga rahim tidak siap menerima hasil pembuahan dan menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma. Dalam keterlibatan suami-istri pasangan usia subur (PUS) pada program KB dapat dilakukan melalui penggunaan kontrasepsi dengan dua (2) pilihan cara KB, yaitu menggunakan metode atau cara modern dan menggunakan cara tradisional. Rahail (2013) melaporkan bahwa pilihan penggunaan kontrasepsi bagi masyarakat di Papua sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap PUS sebagai akseptor KB, melalui dukungan keluarga, lingkungannya, petugas pelayanan KB serta pandangan tokoh kunci dalam kehidupan sosial masyarakat.
  • 20. 13 Hasil kajian UNFPA (2011) bahwa di Provinsi Papua dan Papua Barat sebagian besar responden KB aktif memakai kontrasepsi (65,7%) berumur 20-35 tahun dan mempunyai anak lebih dari 2 (paritas tinggi) lebih banyak yang memakai IUD (62,3%) karena tidak ingin menambah anak lagi, dianggap paling aman bagi pengguna, karena alat kontrasepsi ditaruh dalam tubuh sehingga pengguna tidak perlu lagi untuk melakukan hal apapun, tidak perlu selalu untuk tiap bulannya kembali ke puskesmas seperti kontrasepsi lainnya.
  • 21. 14 BAB III KEADAAN UMUM KABUPATEN JAYAPURA A. Karakteristik Wilayah 1. Luas dan Batas Wilayah Kabupaten Jayapura memiliki luas wilayah sekitar 17.514 km 2 dengan batas: Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi; Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Bintang, Yahukimo dan Yalimo; Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Mamberamo Raya. 2. Letak dan Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Jayapura terletak pada dataran rendah dibagian utara pulau Papua. Secara geostrategis posisi Kabupaten Jayapura sangat penting karena merupakan pintu gerbang bagi Provinsi Papua melalui perhubungan udara karena di dalamnya terdapat bandara Sentani. Kondisi ketertiban dan keamanan, sosial budaya, perekonomian dan keadaan alam daerah ini memberi citra awal kepada setiap orang yang datang ke Papua melalui Bandara Sentani. 3. Topografi Keadaan topografi di kabupaten Jayapura umumnya lereng dan relatif terjal dengan kemiringan 5-30% serta mempunyai ketinggian aktual 0,5 m dpl – 1.500 m dpl. Daerah pesisir pantai utara umumnya berupa dataran rendah yang bergelombang dengan kemiringan 0-10% yang ditutupi dengan endapan alluvial. Secara fisik, selain daratan juga terdiri dari rawa (13,700 ha). Sebagian besar wilayah (72,09%) berada pada kemiringan di atas 41%, kemiringan 0-15% berkisar 23,74%. Ketinggian tempat sebagian besar di bawah 500 m dpl (61,01%), ketinggian 500–1000 m dpl dan ketinggian1000–2000m dpl(15.08%). Pegunungan antara lain pegunungan Cycloop yang terbentang antara Distrik Sentani, Sentani Barat, Sentani Timur dan Depapre di sebelah Utara, selain itu di sebelah Selatan terdapat pegunungan Kramor di Distrik Kaureh.
  • 22. 15 B. Keadaan Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Jayapura tahun 2013 sebanyak 118.182 jiwa yang tersebar pada 19 distrik, distrik yang paling besar populasinya adalah Distrik Sentani dan yang paling kecil adalah Distrik Gresi Selatan. Persebaran penduduk pada 144 kampung, 348 RW dan 789 RT. Adapun jumlah penduduk menurut jenis kelamin, laki-laki sebanyak 62.444 orang dan perempuan 55.738 orang. Pertambahan penduduk ini lebih banyak disebabkan oleh proses masuk (in- migration) karena imigran spontan baik dari luar Provinsi Papua maupun dari dalam Papua (antar kabupaten). Pertambahan alamiah kurang berpengaruh, karena tingkat kematian dan tingkat kelahiran masih sama-sama tinggi oleh karena kondisi kesakitan (morbidity) masyarakat relatif masih tinggi. Berdasarkan asal-usul suku, penduduk Kabupaten Jayapura dapat diklasifikasikan atas penduduk Jayapura dan luar Jayapura tetapi sama-sama Papua, juga dapat diklasifikasikan atas penduduk asli Papua dan Non Papua pada tahun 2013 pada tabel berikut. Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Suku di Kabupaten Jayapura No Distrik Papua Non Papua Jayapura Luar Jayapura L P ∑ L P ∑ L P ∑ 1 Sentani 12.810 11.902 14.712 5.289 3.884 9.173 13.902 12.744 60.531 2 Sentani Timur 2.192 2.065 4.257 641 542 1183 938 891 7.269 3 Depapre 2.103 1.843 3.946 65 115 180 134 125 4.385 4 Sentani Barat 1.428 1.264 2.692 314 274 588 485 408 4.173 5 Kemtuk 1.358 1.350 2.708 251 165 416 230 223 3.577 6 Kemtuk Gresi 1.742 1.732 3.474 248 239 477 80 75 4.116 7 Nimboran 1.508 1.494 1.992 772 656 1.428 537 480 5.447 8 Nimbokrang 1.202 1.041 2.243 451 245 696 2.639 2.527 8.105 9 Unurum Guay 1.086 935 2.021 161 134 295 238 176 2.730 10 Demta 1.368 1.201 2.569 130 99 229 313 212 3.323 11 Kaureh 2.120 1.032 3.152 3.140 2.480 5.620 2.659 1.911 13.342 12 Ebungfauw 1.348 1.218 2.566 25 24 49 5 5 2.625 13 Waibu 3.006 2.676 5.682 807 673 1.479 1.169 1.065 9.396 14 Namblong 606 554 1.160 489 445 934 901 862 3.857 15 Yapsi 1.203 927 2.130 172 77 549 2.404 2.232 7.015 16 Airu 269 217 486 60 47 107 10 6 609 17 Ravenirara 532 495 1.027 23 19 42 43 30 1.142 18 Gresi Selatan 443 415 858 200 150 350 86 81 1.375 19 Yokari 1.293 1.126 2.419 15 8 23 27 17 2.486 Jumlah 37.617 33.487 71.104 13.253 10.276 23.529 26.800 24.070 145.503 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jayapura, 2013
  • 23. 16 Jumlah KK miskin di kabupaten Jayapura tahun 2012 sebanyak 41,33% dari total 29.458 KK. Jumlah KK miskin terbesar di Distrik Sentani (1.368 KK), Distrik Nimbokrang (1.080 KK) dan Distrik Waibu (1.055 KK). Indeks keparahan kemiskinan yang memberikan gambaran sampai batas tertentu penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin sebesar 1,95, menduduki peringkat lima di Provinsi Papua. Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas/garis kemiskinan yang digambarkan melalui indeks kedalaman kemiskinan, Kabupaten Jayapura sebesar 6,06. Semakin tinggi indeks kedalaman kemiskinan menggambarkan semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Di antara kabupaten di Provinsi Papua, Kabupaten Jayapura menduduki peringkat empat di bawah Kota Jayapura (5,27), Kabupaten Keerom (5,80) dan Sarmi (5,95). Tabel 2. Jumlah KK Miskin di Kabupaten Jayapura No Distrik Jumlah Penduduk Jumlah Kategori KK Jumlah KKL P Miskin Tidak Miskin1 Sentani Timur 5.694 5.407 11.101 782 1.400 2.182 2 Sentani 25.165 21.560 46.725 1.368 8.863 10.231 3 Ebung Fauw 1.631 1.477 3.108 622 115 737 4 Waibu 3.135 2.886 6.021 1.055 224 1.279 5 Sentani Barat 2.481 2.184 4.665 465 523 988 6 Ravenrara 1.024 958 1.982 315 15 330 7 Yokari 1.714 1.483 3.197 497 101 598 8 Depapre 2.001 1.788 3.789 518 151 669 9 Demta 1.932 1.625 3.557 579 159 738 10 Kemtuk 2.134 2.134 4.268 704 107 811 11 Kemtuk Gresi 2.558 2.287 4.845 591 386 977 12 Nimboran 2.462 2.247 4.709 560 410 970 13 Nimbokrang 3.397 3.175 6.572 1.080 609 1.689 14 Namblong 1.726 1.726 3.452 488 240 728 15 Gresi Selatan 714 677 1.391 283 22 305 16 Unurum Guay 1.186 970 2.156 452 56 508 17 Kaureh 3.831 9.178 13.009 756 3.075 3.831 18 Yapsi 3.424 2.810 6.234 818 630 1.448 19 Airu 1.073 905 1.978 243 196 439 Jumlah 67.282 65.477 132.759 12.176 17.282 29.458 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jayapura, 2012 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup, pengetahuan dan standar hidup layak. Dalam prakteknya ada empat komponen pokok yang digunakan untuk mengukur besarnya IPM, yaitu: angka
  • 24. 17 harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan angka pengeluaran riil per kapita. Tabel 3. Perkembangan IPM dan Komponennya di Kabupaten Jayapura Tahun 2010 – 2012 Komponen IPM 2010 2011 2012 Angka Harapan Hidup (Tahun) 67.32 67.53 67.74 Angka Melek Huruf (%) 96.65 96.89 99.84 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 9.54 9.56 9.56 Pengeluaran Riil Yang Disesuaikan (000 Rp.) 622.12 626.25 629.04 IPM 72.25 72.75 73.09 Sumber: BPS Kabupaten Jayapura, 2013 Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Jayapura tercermin pada angka Indeks Pembangunan Manusia tahun 2012 yang mencapai angka 73.09. Pencapaian angka IPM tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2011 yaitu sebesar 72.75. Dengan pencapaian IPM 73.09 maka Kabupaten Jayapura masuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia ”menengah atas” dengan angka pencapaian IPM antara 66.0 sampai 79.9. Bila dilihat perkembangan angka IPM selama kurun waktu enam tahun terakhir, IPM Kabupaten Jayapura selalu mengalami peningkatan. Pergerakan IPM Jayapura tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 berjalan melambat, secara absolut mengalami kenaikan sebesar 3.12 yaitu dari 69.97 menjadi 73.09 pada tahun 2012. Dibanding dengan IPM Provinsi Papua, pencapaian IPM Kabupaten Jayapura dari tahun 2007 sampai 2012 selalu di atas angka IPM Provinsi. C. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Pada tahun 2012, di kabupaten Jayapura 17.26 wanita usia subur (15-49 tahun) dan berstatus kawin pernah menggunakan alat KB. Sementara itu, 23.19 persen wanita usia subur dan berstatus kawin sedang menggunakan alat KB, 15.49 persen diantaranya menggunakan KB suntik. Adapun persentase penggunaan alat KB dapat dilihat pada tabel berikut.
  • 25. 18 Tabel 4. Persentase Wanita Berumur 15-49 tahun dan Berstatus Kawin Yang Memakai Alat KB di Kabupaten Jayapura Tahun 2012 Jenis Alat Kontrasepsi Jumlah (%) Tidak pernah menggunakan 59.55 Pernah menggunakan 17.26 Sedang menggunakan 23.19  Tubektomi/vasektomi/susuk KB 2.75  AKDR/IUD/spiral 0.52  Suntik KB 15.49  Pil/kondom 3.87  Tradisional 0.57 Sumber: IPM Kabupaten Jayapura Tahun, 2012
  • 26. 19 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pendekatan Program KKB Dalam kajian ini, persepsi para stakeholder lokal terhadap program Keluarga Berencana di kabupaten Jayapura, tidak hanya dilihat sebagai proses penerimaan stimulus dari luar dirinya, tetapi juga sikap batin untuk mampu melihat hakekat yang terdalam dari urgensi perjalanan pelaksanaan program Keluarga Berencana yang lebih bermakna. Demikian persepsi positif masyarakat terutama para stakeholder lokal terhadap program KB, akan sangat menentukan partisipasinya baik secara langsung sebagai peserta KB maupun sebagai penggerak yang mendorong masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program KB secara berkesinambungan. “Kami memandang program KB itu sebagai program pemerintah dan kami harus dukung, tetapi karena kami juga sebagai panutan dalam masyarakat sebagai tokoh maka dalam bertindak kami harus membuat semua pihak bisa menerima untuk kebaikan bersama” (FGD di Sentani). “Saya membuat pilihan (mendorong) untuk masyarakat tentukan mau ikut KB moderen atau tidak dan hanya gunakan KB alam karena itu keputusan masing-masing, tetapi harus memberi manfaat kesejahteraan dan tentu harus tetap punya keturunan yang mewarisi hak ulayat suku kami” (FGD di Yepase). Demikian berdasarkan hasil FGD ini, nampak bahwa partisipasi stakeholder lokal sebagai proses aktif yang mengkondisikan seseorang turut serta dalam suatu kegiatan yang disebabkan oleh persepsi yang positif, termasuk terhadap program KB walaupun masih diikuti dengan harapan-harapan sebagai hal yang wajar. Hal ini demikian, karena partisipasi dalam bentuk pernyataan mendukung juga sangat dipengaruhi oleh kondisi sosiologis-ekonomis-politis yang merupakan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat juga dapat berbeda-beda. “Untuk tetap jaga identitas suku yang berkualitas bukan lagi dihitung jumlah orang yang banyak tetapi bagaimana pendidikannya, kesehatannya, pemenuhan ekonominya sehingga anak-anak bisa sekolah, sehat dan berprestasi tinggi. Kalau sebaliknya tentu akan membuat suku kita malu karena anak-anak muda tidak berkualitas dan jadi beban pembangunan saja” (FGD di Sentani).
  • 27. 20 “Saya sebagai anak adat yang mewakili tokoh muda setuju kalau program KB dilaksanakan, karena jamannya sekarang sudah berubah dan menuntut kita untuk harus berkompetisi dalam memperoleh peluang karena waktu, kesempatan dan juga harapan untuk hidup lebih baik” (FGD di Yepase). “Kalau anak banyak tentu ini masalah, beban ekonomi seperti biaya sekolah semakin tinggi, harga kebutuhan naik dan tidak bisa lagi hanya harap hasil kebun sebab lahan banyak yang beralih fungsi” (FGD di Benyom). “Ibu yang ikut KB akan dapat menolongnya memulihkan kondisi kesehatan dalam jangka waktu yang cukup panjang setelah melahirkan dan baru kemudian hamil lagi sehingga ibu akan tetap sehat” (FGD di Sentani). Pernyataan para peserta diskusi ini menjadi penting karena dengan dilaksanakannya program KB tentu kini tidak hanya sekedar melaksanakan program formal dan rutinitas belaka, melainkan juga substansinya yang besar bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia, terutama yang menyangkut masalah kesehatan, kependudukan dan masalah-masalah sosial lainnya termasuk dalam hal berkeluarga secara substantif termasuk bagian dari keyakinan bahwa kesehatan ibu juga menjadi perhatian utama sebagai “penjaga keturunan suku”. Dengan persepsi yang positif dari para stakeholder ini, maka diharapkan partisipasinya dalam pelaksanaan kegiatan tersebut juga cukup tinggi. Namun demikian, tampaknya yang masih perlu diluruskan adalah pemahaman yang masih terlalu sederhana tentang program KB tersebut. Dalam pandangan masyarakat yang dikemukakan dalam diskusi, program KB adalah program rutin dan pribadi yang ditafsirkan tergantung keinginan masing-masing. Pandangan ini masih terlalu sempit karena sebenarnya KB tidak hanya untuk pelaksanaan program yang bersifat masalah pribadi atau keluarga, melainkan juga sebagai upaya pemerintah dalam penanganan masalah sosial dan kependudukan. “KB hanya untuk wilayah dengan penduduk padat, kita di Papua tanah masih luas dan alam menyediakan” (FGD di Benyom). “Jadi peserta KB membuat beban sosial, karena nanti dianggap tidak sanggup kasih makan keluarga (istri anak) sehingga batasi jumlah anak” (FGD di Yepase) Pernyataan ini walaupun sebagai ungkapan yang klasik namun bisa dianggap sebagai penghambat pelaksanaan program KB, dan dari berbagai studi sebelumnya fakta ini sangat dipengaruhi rendahnya tingkat pemahaman masyarakat, disamping
  • 28. 21 itu juga para tenaga layanan yang tidak memberikan pelayanan yang lebih responsif terhadap masyarakat. Dinamika diskusi yang membahas keterlibatan para stakeholder lokal dalam pelaksanaan program KB di kabupaten Jayapura sebagai penggerak dengan menjadi motivator merupakan hal yang menarik, namun pendekatan yang kontekstual perlu diberikan ruang sesuai dengan situasi lokal dan isu-isu lokal bagi kelangsungan kehidupan yang normal dan lebih baik secara kualitas dan bukan saja secara kuantitas. “KB penting namun jangan hanya untuk kejar target, tetapi masyarakat saya tidak didampingi secara baik, karena ketika ikut KB dan pakai alat KB waktu ada keluhan petugas tidak segera ditanggapi tetapi pakai alasan macam-macam” (FGD di Benyom). “Untuk program KB bisa berjalan lancar jangan bawa nilai-nilai baru tetapi kalau bisa kaitkan dengan nilai lokal yang berlaku dalam kehidupan kami secara adat karena yang punya masyarakat itu kami, dan kami tahu apa kebutuhan kami” (FGD di Yepase). “Masalah yang menyangkut berbagai macam jenis KB dan tingkat kecocokan merupakan tanggungjawab pelaksana program KB di tingkat masyarakat, sementara kami para tokoh masyarakat hanya menghimbau agar menggunakan jenis KB yang cocok dengan masing-masing individu. Karena jika dipaksakan menggunakan suatu jenis KB, padahal tidak cocok dengan kondisi tubuhnya, maka akan dihadapkan pada masalah kesehatan” (FGD di Sentani). Dengan demikian pendekatan lokal yang melibatkan tokoh masyarakat meskipun tidak secara signifikan, namun mereka merupakan pendorong bagi proses internalisasi pelaksanaan program KB secara sukarela dan mandiri. Hal lain yang masih berhubungan dengan fakta ini, para tokoh lokal juga cenderung telah melihat positif terhadap program itu. Dengan demikian, mereka juga secara tidak langsung terlibat juga dalam implementasi program dan sangat ditentukan pula dengan karaktersistik ekonomi, pendidikan, budaya, dan sosial masyarakat secara keseluruhan (homogen atau heterogen). B. Implementasi Program KB 1. Pengetahuan tentang KB Partisipasi para stakeholder lokal dalam mendukung implementasi program KB sangat dipengaruhi juga oleh pengetahuannya tentang KB.
  • 29. 22 Pengetahuan tentang KB terkait konsep, tujuan, manfaat, cara dan jenis-jenis kontrasepsi modern di Provinsi Papua berdasarkan hasil SDKI 2012 beberapa kelompok masyarakat sudah cukup tinggi, disamping pengetahuan tentang alat kontrasepsi modern, kelompok yang sama juga memiliki pengetahuan alat kontrasepsi tradisional dengan persentase yang cukup tinggi. Hasil diskusi di wilayah perkotaan (Sentani) hampir seluruh peserta mengetahui dan dapat menyebut setidaknya tiga (3) jenis alat kontrasepsi terutama pil, suntik dan implant. Kondisi berbeda saat FGD dilakukan di daerah pinggiran (Yepase dan Benyom) terdapat peserta diskusi yang mengaku tidak mengenal alat kontrasepsi modern dengan baik. Khusus pada kelompok bapak- bapak, seluruh peserta di perkotaan mengenal fungsi ganda kondom bukan saja sebagai alat kontrasepsi melainkan juga untuk mencegah penyakit (IMS dan HIV), namun di daerah pinggiran lebih mengenal kondom sebagai alat kontrasepsi yang diperuntukan bagi laki-laki untuk mencegah kehamilan, namun sebagian tidak pernah menggunakannya. Lebih lanjut, dalam FGD ketika ditanyakan pada perempuan menikah tentang pemakaian kondom, umumnya tidak menyukai dan merasa tidak nyaman baik untuk diri sendiri maupun untuk suami. Selain itu terjadi juga pandangan negatif dalam masyarakat terkait dengan penggunaan kondom. “Sudah bukan rahasia lagi bahwa ada pandangan dalam masyarakat bahwa kondom hanya digunakan oleh laki-laki yang suka ‘membeli’ seks di luar seperti ke Bar dan panti pijat, lokalisasi Tanjung Elmo atau suka berganti-ganti pasangan” (FGD di Sentani). Umumnya peserta berpendapat bahwa menggunakan kondom akan menimbulkan hilangnya kepercayaan antara suami istri, apalagi bila di kampung menimbulkan kecurigaan dan dapat berujung sanksi. Bagi ibu-ibu di perkotaan, bila mereka bila mengijinkan atau meminta suami memakai kondom, dianggap memberi kesempatan kepada suami untuk berhubungan dengan perempuan lain. “Sekarang ini kondom dapat dengan mudah diperoleh karena dijual di apotik dan sering dibagi secara cuma-cuma kalau ada penyuluhan pencegahan HIV, hanya kalau kami ibu-ibu tidak bisa minta suami untuk pakai kondom nanti dianggap mencurigainya berbuat macam-macam di luar rumah” (FGD di Benyom).
  • 30. 23 “Kapan saja kami mau dapat kondom bisa dengan mudah, tetapi tidak mau dibawa pulang ke rumah walaupun diberikan gratis karena nanti istri curiga dan bisa terjadi pertengkaran, apalagi kalau pakai kondom tidak nyaman karena itu lebih baik untuk KB istri saja yang gunakan kontrasepsi itu lebih baik” (FGD di Sentani). Secara umum, informasi mengenai KB yang dimiliki peserta berdasarkan hasil diskusi menunjukkan bahwa ibu-ibu yang mengetahui paling tidak salah satu jenis alat kontrasepsi lebih banyak dibandingkan dengan bapak-bapak. Hal ini terjadi karena intervensi terhadap perempuan tentang KB lebih tinggi intensitasnya, dibandingkan untuk kelompok laki-laki. Disamping itu, metode yang disediakan untuk perempuan lebih banyak dari pada untuk laki-laki. Hal ini menyebabkan tingkat pengetahuan ibu-ibu pada setiap kelompok diskusi relatif lebih baik dibandingkan dengan bapak-bapak, karena ibu-ibu lebih mengetahui tentang beberapa metode KB seperti kondom, susuk, suntik dan pil. Minimnya informasi tentang KB yang diterima oleh masyarakat menyebabkan pemahaman masyarakat tentang KB-pun menjadi tidak utuh. Berdasarkan hasil FGD dengan kelompok laki-laki (menikah dan tidak menikah) diperoleh informasi bahwa bagi mereka KB yang membatasi jumlah kelahiran dengan menggunakan implan menyebabkan tubuh ibu menjadi kurus, tidak mendapat menstruasi, mandul setelah implan dicabut dan menyebabkan kematian. “Saya cerita pengalaman yang terjadi beberapa tahun lalu, ada ibu yang ikut KB pakai implan, kami orang-orang di sini tidak cocok apalagi kalau ibu yang pakai dengan banyak keluhan sehingga ibu jadi kurus, kekurangan darah dan bahaya bagi kesehatan bahkan keselamatan nyawa ibu” (FGD di Benyom). “Dari cerita-cerita beberapa ibu yang jadi akseptor KB, proses untuk menjadi akseptor dengan memilih dan menggunakan salah satu kontrasepsi tidak didukung dengan informasi yang cukup dari petugas, bahkan sepertinya kami cari sendiri informasinya. Namun kalau mau cari data kami ditanya macam-macam dan ini menurut kami tidak sopan” (FGD di Yepase). Membatasi jumlah anak, sebagai cara untuk menjaga jarak anak dan meningkatkan derajat kesehatan ibu serta membantu tingkat ekonomi keluarga. Kesan ini diperoleh dari hasil FGD, bahwa peserta juga memahami KB sebagai program pemerintah yang membatasi jumlah anak sampai 2 orang saja, mengacu pada slogan KB yang mereka ingat yaitu “2 anak cukup”, walaupun demikian
  • 31. 24 diperoleh pula kesan bahwa masih ada peserta yang tidak pernah mendapat informasi tentang KB secara utuh sehingga dapat memberikan image negatif terhadap pelaksanaannya. Walaupun topik FGD terakit dengan KB, muncul juga informasi dan pendapat mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Informasi- informasi tentang sering terjadinya kasus KDRT juga disampaikan oleh peserta FGD dari kelompok perempuan yang menyampaikan bahwa tetangga satu kampungnya pernah dipukul suaminya karena ketahuan ikut KB diam-diam dan menggunakan kontrasepsi tanpa sepengetahuan dan persetujuan suaminya. “Kasihan ibu (“K”) karena setiap tahun selalu hamil dan sekarang anaknya sudah enam orang sehingga ibu dia merasa berat, sehingga lewat beberapa ibu mengajak untuk ikut KB. Karena diam-diam suaminya curiga sebab selang satu tahun ibu tidak hamil seperti tahun sebelumnya sehingga muncul kecurigaan dan akhirnya ibu mengaku pakai kontrasepsi, suami marah dan ibu dipukul serta disuruh berhenti ikut KB” (FGD di Yepase). Berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi, KDRT juga sering terjadi bila istri menolak berhubungan seks meskipun dengan alasan bahwa mengurus anak yang masih kecil. Disisi lain, ada pendapat peserta FGD bahwa dengan peningkatan ekonomi dalam keluarga maka KB tidak diperlukan, karena dengan ekonomi keluarga yang lebih baik memungkinkan anak untuk bersekolah. Tentang perlunya sekolah bagi anak-anak di Jayapura seperti diungkapkan salah seorang bapak bahwa tidak perlu mengikuti KB selama anak tetap bisa bersekolah walaupun jumlahnya banyak. Lebih jauh dia menjelaskan bahwa laki- laki lebih perlu untuk bersekolah karena sebagai penerus keturunan, sementara perempuan bukan menjadi prioritas dan lebih baik membantu di rumah saja. Dari hasil FGD ini diperoleh gambaran bahwa walaupun masih terdapat perbedaan pandangan antara stakeholder lokal yang berusia tua dan muda, namun ada harapan bahwa bila komunikasi dilakukan secara terus menerus dengan pendekatan yang berbasis kontekstual, maka memberikan peluang dan ruang bagi masyarakat untuk membuat pilihan terhadap penerimaan program KB sebagai sesuatu yang harus dilakukan karena alasan ekonomi, kesehatan dan kesejahteraan. Data dari hasil FGD nampak bahwa telah terjadi pergeseran
  • 32. 25 pandangan antara tokoh yang tua dengan muda yang semakin memperlihatkan kesadaran akan tujuan dan manfaat program KB dilaksanakan. 2. Pengetahuan tentang metode KB tradisional Metode KB tradisional adalah metode KB yang tidak menggunakan alat dan obat kontrasepsi modern atau konsep modern. Termasuk dalam pengertian alat kontrasepsi tradisional selain pantang berkala dan sanggama terputus juga adalah alat kontrasepsi yang biasa dibuat atau dilakukan masyarakat yang dalam laporan SDKI 2012 dikategorikan sebagai cara lain, sementara di masyarakat dikenal sebagai KB alam. Hasil dari FGD diperoleh beberapa informasi tentang KB alam yang biasanya dilakukan dengan melibatkan suami dan istri terutama bagi masyarakat kampung di kabupaten Jayapura. Selain mempraktekan cara tertentu (seperti pantang berkala) dan memanfaatkan ramuan tradisional mereka juga menggunakan doa-doa sebagai salah satu metode yang biasa digunakan. Beberapa ramuan kontrasepsi tradisional yang diperoleh dari FGD diantaranya dengan menggunakan batang kayu, akar kayu, daun tertentu yang direbus dan diminum airnya. “Bagi kami KB alam itu mempunyai kekuatan yang tidak memberikan efek sampingan dan sudah digunakan sejak dulu, dan ini dilakukan atas kesepakatan suami-istri” (FGD di Yepase). “KB alam sangat sederhana, kalau saatnya mau tunda punya anak cukup minum air dari ramuan-ramuan yang dimasak atau dengan doa maka ibu tidak akan hamil sesuai dengan jangka waktu yang diinginkan” (FGD di Sentani). Di wilayah Depapre ada sejenis ramuan dedaunan yang dimakan dengan daun pinang dan ini harus dimakan oleh suami-istri, atau bagi perempuan yang tidak ingin punya anak lagi ada ramuan dibuat dari kulit kayu yang dicampur dengan daun kembang sepatu dan daun bayam untuk dijadikan ramuan yang diminum sampai ke ampasnya. Diungkapkan juga metode tradisional lainnya setelah ibu melahirkan, ari-arinya dibalik dan dikubur. Penggunaan alat kontrasepsi tradisional dengan mengikat kuat-kuat tali pusat diungkapkan dalam FGD di Nimboran, kalau ingin punya anak lagi tinggal dilepas saja. Di Depapre alat kontrasepsi tradisional dilakukan dengan
  • 33. 26 memanjatkan doa untuk air minuman sambil berpegangan tangan antara suami dan istri atau anak dengan ibunya, kemudian air tersebut minum dan kalau ingin punya anak lagi bisa dengan berdoa saja. Pemakaian metode KB tradisional selain ditujukan untuk perempuan atau istri juga diperuntukan untuk laki-laki atau bapak. Dalam penggunaan metode tradisional peran suami cukup penting, bahkan ada beberapa metode yang secara langsung melibatkan laki-laki seperti meminum ramuan atau menggunaakan doa. Pada metode pantang berkala dan sanggama terputus sangat membutuhkan kerjasama dari pihak laki-laki, tanpa kerjasama dan niat tulus dari pasangan laki-laki kedua metode tersebut tidak dapat dilaksanakan. Penerapan metode tradisional untuk tidak bercampur dengan istri selama memiliki anak masih bayi atau anak kurang dari tiga tahun (batita) seringkali juga mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu kebiasaan tersebut juga menjadi pendorong untuk laki-laki melakukan hubungan di luar nikah dengan perempuan lain atau poligami. “Karena ikut KB tradisional dan takut untuk melanggar, maka sering terjadi laki-laki atau suami yang melanggar dengan cari pasangan di luar rumah dan bila ketahuan bisa jadi masalah dan harus diselesaikan secara adat” (FGD di Yepase). 3. Sumber Informasi tentang KB Berkaitan dengan sumber informasi mengenai KB ditemukan beragam. dari hasil FGD dan wawancara individual menunjukkan bahwa sumber informasi tentang KB berasal dari sumber formal dan informal. Sumber formal terutama dari tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat serta mantri) dan juga petugas lapangan KB (hanya jarang terjadi dan mungkin juga itu bukan petugas lapangan). Sumber informal berasal dari tokoh agama (pendeta dan pastor), kader posyandu, buku, media massa (televisi, radio dan koran), media luar ruang seperti: poster dan stiker atau komunikasi melalui orang tua, keluarga dan tetangga. “Kami ibu-ibu punya pengetahuan tentang KB umumnya diperoleh dari tenaga kesehatan dan kader posyandu karena kami hadir ke tempat pelayanan tersebut, kalau didatangi petugas jarang terjadi bahkan tidak pernah” (FGD di Yepase dan Sentani)
  • 34. 27 Dalam hal memutuskan jenis alat kontrasepsi, terungkap dalam FGD bahwa seringkali seorang klien memutuskan jenis yang akan dipergunakan mengikuti saran yang diberikan oleh petugas kesehatan atau orang lain yang memberikan informasi seperti kader KB, layanan posyandu dan pengalaman tetangga atau teman dan bukan atas pilihan sendiri, apalagi keputusan bersama suami di rumah. Hasil FGD dan wawancara individu dengan beberapa tokoh perempuan diperoleh gambaran mengenai bagaimana memperoleh informasi layanan KB. “Selain kami mengandalkan tenaga kesehatan dari Puskemas dalam promosi dan peningkatan pengetahuan, beberapa waktu yang lalu kami juga mendapatkan informasi dari Petugas Lapangan KB yang sekarang sudah sangat jarang bertemu” (FGD di Yepase). “Kami berharap untuk keberadaan para petugas lapangan KB perlu dilakukan lagi, karena mereka yang biasa datang ke rumah-rumah, bila dibandingkan dengan petugas kesehatan” (FGD di Sentani). Baik masyarakat maupun para stakeholder lokal merasakan manfaat dari keberadaan PLKB/PKB, karena selain memberikan informasi berupa penyuluhan, juga mempermudah akses masyarakat terhadap alat kontrasepsi sehingga diharapkan keberadaan dan peran PLKB/PKB dapat dilakukan lagi. 4. Persepsi terhadap Layanan KB dan Biaya Terlepas dari beberapa sikap yang kurang mendukung terhadap KB yang dilandasi karena kurangnya pengetahuan terhadap fungsi KB itu sendiri dan pendampingan karena keterbatasan sumber daya (petugas), dari hasil penggalian lebih jauh dari FGD diperoleh gambaran bahwa sebenarnya kebutuhan akan KB masih cukup tinggi terutama pada PUS kelompok muda dengan jumlah anak 1-2 orang. Namun kebutuhan ini belum optimal dipenuhi bahkan terbatas dalam berbagai akses (informasi dan layanan) tentang KB kepada masyarakat. “Kami suami istri punya rencana untuk menjarangkan kelahiran anak, dan sekarang sejak anak kedua lahir istri masuk kerja namun layanan KB belum dapat memenuhi kebutuhan kami karena ketika ada keluhan dan kebutuhan lainnya tidak segera ditanggapi” (FGD di Yepase).
  • 35. 28 Akses terhadap informasi yang tepat juga dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk mengakses layanan KB dengan menggunakan alat kontrasepsi atau tidak. Salah satu contoh dari hal tersebut dapat diperoleh dari hasil FGD di Nimboran, hanya beberapa peserta yang dapat bercerita tentang KB. Ini dimungkinkan setelah mendapat penerangan tentang KB dari fasilitator diskusi bukan karena layanan yang diterima sebelumnya. Salah seorang peserta diskusi mengatakan bahwa: “Masyarakat kami di kampung in, khususnya bapak-bapak berpikir bahwa kalau ikut KB dengan menggunakan kontrasepsi bisa mandul selamanya, padalah kami ibu-ibu mau ikut KB” (FGD di Benyom). “Layanan KB harus ke Puskemas yang ada di ibukota distrik sehingga menjadi beban karena kami harus keluarkan biaya transport naik motor ojek, padahal kalau ada gangguan tentu akan berulang-ulang. Untuk itu petugas yang seharusnya rutin kunjungan ke lapangan, karena mereka punya biaya pelayanan” (FGD di Benyom). Peran perempuan di kampung-kampung umumnya bekerja sebagai pekerja keluarga untuk mendukung ekonomi keluarga, kebanyakan sebagai petani dan menjual hasil panennya di pasar distrik (kalau jualan banyak) atau sebaliknya hanya pasar kampung. Salah seorang ibu peserta FGD bercerita bahwa mama-mama di tempatnya pernah mendapat suntikan dari suster yang disebut “suntik KB”. Tapi dia tidak tahu alat KB itu apa dan dapat suntik KB itu bagaimana. Dari cerita ini terlihat bahwa karena akses terhadap informasi tidak ada, masyarakat menjadi tidak tahu atau tidak memiliki persepsi tentang KB secara tepat. Sementara itu, pendapat beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama juga mengatakan bahwa KB modern tidak terlalu diperlukan karena secara budaya masyarakat memiliki cara untuk ber-KB, salah satunya adalah dengan tidak melakukan hubungan seks ketika anak masih kecil-kecil. Dari beberapa diskusi dengan masyarakat melalui FGD diperoleh informasi bahwa beberapa peserta yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pernah mengalami efek samping. Mereka kemudian berhenti menggunakan alat kontrasepsi tersebut atau beralih ke alat kontrasepsi tradisional. Efek samping yang sering dikeluhkan ketika menggunakan alat kontrasepsi suntik adalah, sakit
  • 36. 29 kepala, tidak mengalami menstruasi, gatal-gatal, sakit pada lutut dan alergi. Setelah berhenti menggunakan obat suntik tersebut dan beralih kepada kontrasepsi tradisional mereka merasakan keluhannya hilang. Sebagian lainnya mengatakan mereka berhenti menggunakan alat kontrasepsi karena keterbatasan ketersediaan alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan tingginya biaya layanan. Hal-hal mengenai ini dikemukakan oleh beberapa peserta diskusi di antaranya: “Saya tidak percaya KB apalagi sekarang petugas sudah tidak aktif seperti dulu, saya ikut KB suntik tapi kebobolan anak saya sekarang sudah 14 tahun, pernah juga saya menggunakan spiral tetapi 6 tahun kemudian saya sakit perut rasa ditusuk-tusuk dan saya punya badan ini kurus terus maka saya lepas” (FGD di Benyom) “Saya, juga pernah ikut KB suntik, itu tidak pernah haid, sampai 3-6 bulan baru haid, itu setengah mati , akhirnya dari situ saya lepas KB” (FGD di Yepase) “Saya tidak KB karena tidak dapat haid dan lutut sakit, dan saya lepas KB dapat haid dan lutut sakit hilang”( FGD di Benyom) “ Ada keinginan untuk pakai KB, saya pernah pakai suntik tapi gatal-gatal, jadi saya tidak mau lagi, sekarang pake kalender. Tidak cocok pake KB, saya stop sudah” (FGD di Sentani). Beberapa ibu-ibu peserta FGD yang menggunakan kontrasepsi KB mendapat alat kontrasepsi pil atau suntik dari petugas kesehatan, baik diperoleh melalui layanan di puskesmas maupun di tempat praktek bidan. Namun bila tidak tersedia di layanan kesehatan atau pada petugas kesehatan, maka akan membeli di apotik atau pada petugas lapangan yang menyediakan obat tersebut. Bila akseptor membeli sendiri alat kontrasepsi yang dibutuhkannya, khususnya alat KB suntik, maka harus mendatangi bidan atau mantri untuk minta disuntikan. “Situasi untuk layanan ini kami harus keluarkan biaya tiga kali, pertama datang ke pusat layanan, kedua kalau kontrasepsi yang dibutuhkan tidak ada maka harus pergi beli alat kontrasepsi, baru kemudian kembali kepada petugas lagi untuk minta bantu suntikan bila menggunakan alat suntik. Kalau begini lebih baik tidak usah saja, karena uang pakai untuk beli beras atau kebutuhan lainnya” (FGD di Yepase).
  • 37. 30 Berbeda dengan hasil wawancara dengan petugas layanan yang menyatakan alat kontrasepsi yang didistribusikan tidak dikenakan biaya alias gratis, pada kenyataannya biaya yang dikenakan untuk memperoleh alat kontrasepsi bermacam-macam di setiap distrik. Biasanya berkisar antara Rp. 5.000 sampai Rp. 150.000, sangat tergantung dari jenis dan sumber pengadaan alat kontrasepsi tersebut. Diungkapkan bahwa bila alat kontrasepsi diperoleh dari BKKBN atau Dinas Kesehatan, layanan KB di Puskesmas tidak dikenakan biaya, tetapi jika sumber alat kontrasepsi tersebut dibeli dari apotik atau disediakan oleh bidan akseptor akan dikenakan biaya untuk pemasangannya. 5. Sikap Masyarakat terhadap KB Dari hasil FGD dan wawancara mendalam dengan para stakeholder lokal di kampung, diperoleh jawaban bahwa masyarakat terbagi dalam kelompok: - mendukung dan berpartisipasi dalam program KB karena dapat menjadikan hidup keluarga berkualitas - mendukung tetapi tidak berpartisipasi karena tidak mendapatkan manfaat langsung - kurang mendukung karena alasan geografis Papua yang masih luas dan masih jumlah penduduk untuk mengisi, daripada orang lain yang bukan pemilik ulayat mewarisinya - kurang mendukung karena dianggap bertentangan dengan agama dianut - kurang mendukung karena bertentangan dengan budaya/adat dan norma yang berlaku pada penduduk asli Papua Sikap mendukung dan berpartisipasi artinya memberi dukungan positif terhadap program KB dan juga berpartisipasi baik sebagai akseptor atau mendukung pasangannya untuk menggunakan alat kontrasepsi maupun dukungan lain seperti memfasilitasi penyuluhan maupun turut mempromosikan program KB dalam kelompoknya. Sikap seperti ini memang hanya ditemui pada beberapa peserta di berbagai tempat FGD, bahkan beberapa ibu peserta FGD di Sentani, menyebutkan mendukung program KB karena mempermudah ibu mengurus
  • 38. 31 anak dengan baik sebagaimana kebutuhannya, karena apabila banyak anak akan repot karena kebutuhannya bermacam-macam. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan hasil wawancara pada beberapa petugas di tingkat di distrik yang menunjukan bahwa mereka memahami program KB dan mendukungnya. Petugas di tingkat distrik juga cukup memiliki pengetahuan tentang sikap masyarakatnya terhadap KB, seperti disampaikan di distrik Sentani, Depapre dan Benyom. “Saya pikir program KB ini sudah lama dilaksanakan dan hasil dari program ini sangat positif, banyak masyarakat yang sudah berhasil. Memang pada awalnya masyarakat belum mengetahui mereka tidak libatkan diri, tapi setelah melihat hasilnya mereka melibatkan diri pada program inu walaupun pertama mereka menolak karena kepercayaan bahwa manusia itu perlu berkembang biak” (Wawancara di Sentani). “KB untuk masyarakat kami bukan suatu hal yang baru, karena di sini sebelum ada KB pemerintah KB alam sudah ada buat mereka. Setelah KB masuk di Jayapura masyarakat menerima KB ini secara baik pada kenyataannya pada saat kami di lapangan masyarakat ini datang setiap kita adakan pelayanan posyandu” (Wawancara di Depapre). Demikian hampir semua stakeholder berpendapat bahwa jika program KB akan dikembangkan di Papua dan khususnya di kabupaten Jayapura, maka keterlibatan tiga unsur dalam masyarakat yang disebut “Tiga Tungku” yang terdiri dari tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat penting untuk dilibatkan karena dapat menjadi jembatan antara pemerintah (melalui petugas layanan) dengan masyarakat dalam mempromosikan dan melaksanakan berbagai program pemerintah untuk masyarakat termasuk KB. Namun bagi peserta FGD yang mendukung tetapi tidak berparti sipasi, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh kunci juga ditemui sikap yang sama, bahwa mereka menyetujui KB sebagai metode untuk menjaga jarak kelahiran, tetapi bukan untuk membatasi jumlah anak, juga dengan KB yang dapat menjaga jarak kelahiran akan meningkatkan kualitas keluarga baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Fakta lapangan di kampung Benyom seorang ibu berusia muda sebagai aktivis mendukung program KB di wilayahnya dengan menjadi kader posyandu, walaupun ia sendiri baru mempunyai seorang anak. Situasi sama terjadi di Yepase seorang tokoh agama dan seorang tokoh adat menunjukkan sikap yang
  • 39. 32 sama, mereka mendukung KB dan aktif mendukung istrinya untuk menggunakan alat kontrasepsi. Sikap serupa juga ditunjukan seorang tokoh masyarakat di Sentani yang mendukung anak perempuannya yang menjadi akseptor KB suntik agar dapat menjaga jarak anak dan jumlah yang tidak terlalu banyak. Bila ada yang kurang mendukung karena alasan geografis karena mereka berpendapat bahwa tanah Papua saat ini dan ke depan belum membutuhkan program KB dengan alasan kondisi geografis Papua yang luas dan sumber daya yang besar. Tanah Papua masih membutuhkan banyak penduduk untuk mengelola sumber daya yang ada dan tidak ingin menjadi minoritas di tanahnya sendiri. Berdasarkan hasil FGD diperoleh gambaran bahwa peserta diskusi yang menyatakan bahwa KB belum diperlukan di Papua karena alasan geografis Papua yang luas umumnya dikemukakan oleh peserta diskusi laki-laki dan ini sangat terkait dengan kepemilikan hak ulayatnya. Beberapa pendapat dari hasil FGD dan wawancara individu yang menunjukan pernyataan tersebut: “KB ini memang bagus, tapi untuk kami di sini itu bisa-bisa kita habis begitu, kalau sekarang hanya baru punya anak 1 orang dan tunggu 5 tahun lagi baru kita punya anak lagi itu bisa ya atau tidak karena kalau ada efek samping bagaimana ? Saya kuatir jumlah warga suku kami makin lama makin kurang sehingga apapun harus dan harus punya keturunan” (FGD di Yepase). “KB menurut saya tidak perlu, karena tanah Papua ini masih luas dan masyarakat asli Papua masih sedikit sedangkan hasil sensus penduduk lalu dilaporkan pendatang sudah lebih banyak dari kami penduduk lokal Papua, jadi sepertinya masyarakat Papua menjadi minoritas di tanahnya sendiri, jadi sistem KB tidak perlu karena akan menjadikan masyarakat Papua menjadi minoritas bukan mayoritas”. Bagi peserta FGD yang Kurang mendukung karena alasan bertentangan dengan agama dianut, sebagian besar peserta yang beragama Kristen Protestan menyakini bahwa KB dilarang oleh agama karena Tuhan memerintah manusia untuk berbiak-biak, sehingga mengikuti KB dengan membatasi jumlah anak, bertentangan dengan ajaran agama. Pada sebagian kecil peserta juga diperoleh kesan bahwa KB belum perlu untuk diterapkan di Papua dengan alasan akan memberikan berdampak negatif pada kehidupan perempuan dan keluarga. Hal ini dianggap berkaitan dengan budaya dan norma yang berkembang pada suku-suku di Papua.
  • 40. 33 Pendapat-pendapat yang mendukung pernyataan tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan pendapat di bawah ini. “Dulu KB itu memang banyak orang senang ikut, tapi bila kita baca dalam Alkitab Tuhan mau supaya di dunia ini manusia harus menjadi banyak berkembang, tapi karena lewat KB akhirnya janin dengan sendirinya akan mati , jadi termasuk membunuh” (FGD di Yepase). “Kalau menurut saya, KB bisa dibilang penting karena bisa menjarangkan anak supaya ibu sehat dan juga anak2 sehat. Terus saya juga mau bilang tidak pentingnya begini, mungkin lewat agama Tuhan dia larang karena mencelakakan bakal janin dalam kandungan, jadi KB penting atau tidak, dari kita saja, bisa langsung minta Tuhan supaya jarangkan anak, bisa saja kalau mau percaya sama Tuhan” (FGD di Sentani). Menyikapi hal tersebut beberapa tokoh agama, terutama Kristen Protestan mengatakan bahwa pemahaman masyarakat seperti itu kuranglah tepat, karena di dalam gereja sendiri terdapat berbagai interpretasi tetapi secara umum gereja memahami KB sebagai “Keluarga yang Bertanggungjawab” artinya berapapun jumlah anak yang dimiliki oleh setiap keluarga harus dikelola dengan penuh tanggungjawab. Pemahaman tentang berbiak-biak untuk penuhi bumi harus diartikan dalam kerangka bertanggungjawab, dimana jika umat Kristen memiliki sejumlah anak tetapi tidak dipelihara dan dipikirkan masa depannya maka umat tersebut akan jatuh dalam dosa. Untuk itu bagi gereja yang memaknai KB sebagai keluarga yang bertanggungjawab tidak mendorong umatnya untuk membatasi jumlah anak, tetapi lebih menekankan pada bagaimana tanggungjawab yang harus dibangun para orang tua terhadap anak-anak yang dilahirkan. Pada gereja-gereja dari berbagai denominasi banyak dilakukan himbauan tentang pengaturan jarak kelahiran. Terlepas dari adanya berbagai interpretasi terhadap ayat tersebut, gereja secara prinsip tidak mengeluarkan larangan bagi umatnya untuk mengikuti program KB, tetapi sepenuhnya menyerahkan pada keputusan individu umat. Khusus bagi mereka yang kurang mendukung karena bertentangan dengan budaya/adat dan norma karena program KB dapat berakibat buruk pada perempuan dan atau mengganggu keutuhan rumah tangga. Beberapa peserta diskusi berpendapat bahwa dengan ber-KB maka laki-laki maupun perempuan dapat dengan bebas berganti-ganti pasangan, karena dianggap tidak dapat
  • 41. 34 menghamili dan dihamili, sehingga KB dapat berdampak buruk pada hubungan suami-istri. KB juga dianggap bisa menjadi salah satu sebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Salah seorang peserta FGD dari kelompok perempuan menikah mengatakan ia tidak merasa perlu ikut KB karena kandungannya telah rusak dipukul oleh suaminya ketika sedang hamil, saat ini ia sudah tidak dapat memiliki anak lagi. Dari informasi yang disampaikan oleh salah seorang tokoh agama yang diwawancarai, diperoleh gambaran bahwa bila ada sikap kurang mendukung dari masyarakat terhadap KB diantaranya karena ada masyarakat yang berpendapat bahwa anak adalah tanggungjawab keluarga jadi pemerintah tidak perlu mengatur dan membatasi jumlahnya, yang perlu diatur itu jarak kelahirannya, untuk menjaga kesehatan ibu melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sikap kurang mendukung terhadap KB juga dipengaruhi oleh budaya Papua yang cenderung ingin memiliki anak banyak anak sebagai pewaris keturunan dan hak ulayat. Kesan tersebut diperoleh dari hasil diskusi terutama dengan kelompok laki-laki dan perempuan menikah juga pada beberapa peserta dari kelompok laki-laki bahwa Papua membutuhkan penduduk untuk mengisinya, tetapi mereka berharap jika saat ini baru memiliki anak 1-2 orang ke depan hanya menginginkan anak dalam jumlah kecil tidak lebih dari 4 orang seperti keluarga orangtuanya yang memiliki anak lebih dari 6 orang. Dari hasil diskusi diperoleh gambaran bahwa keluarga-keluarga di Papua senang memiliki anak lebih dari 4 atau 5 orang karena dengan jumlah anak yang banyak maka keturunan dari satu keluarga atau suku akan terus berkembang keberadaannya. Disisi lain peserta diskusi juga berpendapat dengan memiliki banyak akan maka kehidupan kelak bila sudah tua akan lebih terjamin, anak laki-laki diharapkan dapat melindungi orang tua jika dewasa dan anak perempuan dapat membantu di kebun untuk peningkatan ekonomi keluarga. Berkaitan dengan budaya tersebut beberapa peserta diskusi menyampaikan pendapat berikut:
  • 42. 35 “Kalau beristri maka istri harus hamil dan melahirkan sebagai hal yang wajib karena memang harus punya anak, tetapi kalau tidak dapat anak maka harus kawin lagi dan atau kalau dapat anak perempuan saja maka harus kawin lagi sampai dapat anak laki-laki. Kami dalam kehidupan demikian, walaupun tidak tertulis tetapi itu sudah wajib untuk jadi perhatian” (FGD di Yepase). “Kalau menurut saya memang anak itu penting sebagai anugerah dari Tuhan untuk meneruskan keturunan, sebagaimana dalam alkitab yang sudah dijanjikan dari Tuhan bahwa berbiak-biaklah kamu, jadi tidak mungkin juga kami dapat dua anak saja dan pasti lebih, apalagi bila mas kawin untuk istri sudah dibayar lunas sehingga tidak beban ... selain itu dengan anak banyak bisa bantu kami untuk kerja dan waktu kami sudah tua” (FGD di Sentani). “Kalau dalam adat, …. jumlah anak kalau boleh banyak supaya waktu dia bertindak dia tidak susah, apalagi anak itu khususnya perempuan juga sebagai mas kawin. Jadi anak itu perlu, mamanya dibeli karena bapak bayar mas kawin, kalau tidak dapat anak itu rugi,” (FGD di Yepase).
  • 43. 36 BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan 1. Peran stakeholder lokal dalam pelaksanaan program KB di Kabupaten Jayapura dianggap sudah cukup baik walaupun peran tersebut tidak secara langsung, namun sebagai penggerak yang mendorong masyarakat (pasangan usia subur) untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program KB secara berkesinambungan dengan menggunakan kontrasepsi. 2. Keterlibatan para stakeholder lokal dalam pelaksanaan program KB di kabupaten Jayapura sebagai penggerak dengan menjadi motivator merupakan hal yang menarik, namun pendekatan yang kontekstual perlu diberikan ruang sesuai dengan situasi dan isu-isu lokal bagi kelangsungan kehidupan yang normal dan lebih baik secara kualitas dan bukan saja secara kuantitas. 3. Pengetahuan tentang KB belum didukung dengan ketersediaan KIE yang memadai, walaupun pandangan tokoh perempuan tentang program KB mendukung dan positif bahkan mereka tahu 3 alkon dan merupakan pilihan yang digunakan saat ini, namun situasi itu tidak terjadi pada tokoh laki-laki walaupun mendukung namun masih terdapat anggapan negatif dan tidak paham tentang alkon (kecuali kondom). 4. Pandangan positif yang mendorong partisipasi dalam program KB karena dapat menjadikan hidup keluarga berkualitas, namun dianggap merupakan tanggungjawab dan urusan perempuan dengan tetap mempertimbangkan jumlah anak yang akan dilahirkan sebagai keturunan suku. 5. Program KB yang merupakan program pemerintah sebenarnya mendapat dukungan tetapi tidak berpartisipasi karena tidak mendapatkan manfaat langsung. Kalaupun tidak mendukung terutama karena alasan geografis Papua yang masih luas dengan jumlah penduduk sedikit, dianggap bertentangan dengan agama dianut dan juga budaya/adat dan norma yang berlaku pada penduduk asli Papua. 6. Penyebab belum optimalnya dukungan dan keterlibatan aktif masyarakat yang digerakkan para tokoh lokal secara berkelanjutan sangat kompleks, mulai dari kurangnya dukungan layanan petugas, keterbatasan dan ketersediaan alkon, sedikitnya KIE KB serta pendekatan program yang lebih mengedepankan target
  • 44. 37 kuantitas daripada kualitas yang dapat mendukung keberlanjutan masyarakat sebagai akseptor KB. Kondisi ini menyebabkan hampir semua kelompok diskusi mengemukakan adanya rumors dalam masyarakat bahwa program KB membuat populasi masyarakat lokal jadi sedikit B. Saran-Saran 1. Perlu meningkatkan frekuensi advokasi yang mendorong peran stakeholder lokal secara berkelanjutan dalam pelaksanaan program KB dengan pendekatan yang berbasis kontekstual 2. Perlu peningkatan KIE KB dengan muatan lokal yang terdistribusi merata antara wilayah perkotaan, pinggiran dan pedalaman sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda antara para pihak dalam ruang dan waktu yang sama 3. Perlu mendorong layanan KB mobile secara komprehensif dan terpadu dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya lokal secara berkelanjutan
  • 45. 38 DAFTAR PUSTAKA BKKBN, 2012., Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Provinsi Papua, Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Jayapura. Florus Paulus, 1998, Pemberdayaan masyarakat, Penerbit Institute of Dayakologi Research and Development (IDRD), Pontianak. Hamzah, Jabir, 1999., Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Rangka Kemandirian Wilayah, Pasca Sarjana Magister Manager, UNHAS-UNCEN, Jayapura. Jones Gavin dan Yulfita Raharjo, 1998., Penduduk, Lahan dan Laut (Tantangan pembangunan di Indonesia Timur), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998. Mc Chesney, 2003., Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Penerbit Insist Press, Yogyakarta. Megawangi, Ratna, 1999., Kemiskinan Ditinjau Dari Aspek Gizi, Warta Demografi, No. 4, 1999, Lembaga Demografi FE UI, Jakarta. Nasdian FT, 2014, Pengembangan Masyarakat, Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta. Parenta, Tadjuddin, 1999., Kemandirian Lokal Sebagai Alternatif Paradigma Pembangunan Nasional dan Daerah, FE-UNCEN. Rahail John 2013, PenyusunN peta kerja pelayanan KKB wilayah GALCITAS berbasis pendekatan kontekstual di Provinsi Papua, Perwakilan BKKBN Provinsi Papua, Jayapura. Rudito Bambang, 2003, Askes Peran Serta Masyarakat, Lebih jauh memahami Community Development, Penerbit ICSD, Jakarta. Rumbiak, M.C, 1999., Membangun Keluarga Irian Yang Maju, Produktif dan Mandiri Menyonsong Era Millenium Ketiga, Pusat Studi Kependudukan, Universitas Cenderawasih, Jayapura. Stanley (Ed.), 2006, Memberdayakan Orang Papua, Penerbit Institut Studi Arus Informasi, Jakarta