Modul dan kurikulum ini membahas tentang pentingnya dakwah transformatif untuk mengubah pemahaman keagamaan masyarakat menjadi lebih inklusif dan toleran serta mampu memberikan kontribusi terhadap perubahan sosial. Dakwah transformatif dilakukan tidak hanya secara verbal tetapi dengan mengorganisir dan mendampingi masyarakat dalam menyelesaikan masalah sosial. Tujuannya adalah mengubah pandangan keagamaan
pemuda adalah aset, dan perubahan besar acap kali di motori oleh pemuda.....apa urgensi peran pemuda...dan apa yang harus dilakukan agar mampu meraih ridho Allah...simak presentasi berikut ini...
pemuda adalah aset, dan perubahan besar acap kali di motori oleh pemuda.....apa urgensi peran pemuda...dan apa yang harus dilakukan agar mampu meraih ridho Allah...simak presentasi berikut ini...
Rekaman video dari presentasi ini (part 1) ada di slide terakhir (slide 36).
Silakan fiile ppt ini di download agar animasi tidak menumpuk, dan lebih nyaman di pelajari. File ini adalah materi lengkap seminar Public Speaking yang diadakan oleh Ganesha Public Speaking School Bandung, Indonesia. Silakan disebarkan, semoga bermanfaat bagi yang membaca dan mempraktekkan materinya. :)
Bagi Perusahaan yang membutuhkan Pelatihan ini dapat menghubungi Kami HARD-Hi SMART CONSULTING di Hotline : 0878-7063-5053 (Fast Response) dengan Bpk. M. Shobrie H.W., SE, CFA, CLA, CPHR, CPTr.
1. Modul dan Kurikulum
Pendidikan Dakwah Transformatif
PP LAKPESDAM NU
2006
Silahkan mengutip modul dan kurikulum ini dengan syarat
mencantumkan sumbernya. Terima kasih
1
3. PENDAHULUAN
Islam masuk ke Indonesia tidak dengan jalan peperangan (penaklukan).
Islam justru masuk ke Indonesia dengan jalan damai. Dakwah yang dilakukan para
penyebar agama Islam di abad ke-16-17 menunjukkkan hubungan yang dialogis,
negosiatif, dan adaptif terhadap masyarakat setempat. Inilah yang kemudian
menyebabkan Islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang sudah sejak
lama memeluk agama Hindu dan kepercayaan lokal.
Akulturasi dakwah yang dilakukan Walisongo dengan memasukkan unsurunsur Islam ke dalam budaya lokal menarik simpati yang besar dari masyarakat,
sehingga proses Islamisasi secara perlahan menyebar ke segala dimensi kehidupan
masyarakat. Dakwah yang mencerminkan apresiasi yang besar terhadap
kepercayaan masyarakat lokal tanpa menyingkirkan akidah Islam yang harus
menjadi keyakinan umat Islam, membuat proses Islamisasi berjalan lancar, dan
bahkan dalam periode selanjutnya Islam menjadi agama yang dianut oleh
masyarakat Indonesia.
Namun demikian, seiring dengan perubahan zaman, wajah Islam di
Indonesia berubah dari wajah yang damai menjadi wajah yang keras. Berbagai aksi
kekerasan atas nama agama, radikalisme, dan terorisme yang terjadi di Indonesia
menjadikan wajah Islam Indonesia berubah; keras, militan, dan radikal. Tentu saja,
dakwah memiliki pengaruh yang besar di tengah-tengah masyarakat. Karena
dakwah lah yang menjadikan kesadaran dan pemahaman keagamaan masyarakat.
Karena itulah, strategi dakwah dan penyadaran kepada para da’i memiliki
ketertakaitan yang erat dengan seberapa jauh wajah Islam di Indonesia. Keraslunaknya masyarakat dan moderat-radikalnya masyarakat sangat ditentukan oleh
strategi dakwah dan pemahaman keagamaan yang diyakini para da’i.
Itu sebabnya, dakwah transformatif, yang ditandai dengan pemahaman
keagamaan para da’i yang inklusif dan sadar terhadap permasalahan-permasalahan
sosial yang dihadapai masyarakat merupakan sesuatu yang mendesak untuk
direalisasikan. Pada gilirannya, dengan kemampuan strategi dakwah yang memadai
dan pemahaman keagamaan yang luas (komprehensif) masyarakat sebagai objek
dakwah akan berubah cara pandang keagamaannya. Pada titik selanjutnya, wajah
islam di Indonesia akan kembali seperti pada zaman awal Islam amsuk ke
Indonesia; berwajah damai dan akomodatif terhadap perubahan yang terjadi di
masyarakat.
REFLEKSI
Penyebaran Islam yang kontekstual dalam kehidupan masyarakat Indonesia
merupakan tantangan besar yang harus dilakukan untuk menciptakan suatu
tatanan kehidupan yang baik dan sejahtera. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi
dalam ranah keagamaan dan ranah sosial dalam beberapa tahun terakhir
menunjukkan betapa Islam sebagai agama mayoritas belum mampu menjadi spirit
bagi penciptaan kehidupan bermasyarakat secara lebih baik. Hal ini disebabkan
pemahaman keagamaan masyarakat masih menujukkan wataknya yang sempit,
formalistik, dan tidak membebaskan.
3
4. Dalam ranah keagamaan misalnya, peristiwa aksi kekerasan atas nama
agama, radikalisme, dan terorisme yang terjadi di Indonesia merupakan buah dari
pemahaman keagamaan keagamaan masyarakat yang belum tuntas tentang makna
agama sebagai spirit perdamaian. Norma ajaran Islam yang begitu agung
disalahpahami dan disalahtafsirkan sehingga banyak sekali ekspresi beragama yang
tidak sejalan dengan visi normatif Islam yang damai. Di Indonesia ini, sudah banyak
kita saksikan aksi-aksi kekerasan, seperti pengusiran terhadap kelompok
Ahmadiyah yang dianggap sesat, konflik antaragama di Ambon dan Poso, aksi
terorisme (bom Bali, J.W. Marriot, dan bom Kuningan), dan aksi kekerasan
lainnya yang tidak mendukungan upaya hidup bersama yang toleran dan damai
dalam bingkai pluralisme.
Ekspresi keagamaan yang ditampilkan oleh umat seringkali mencerminkan
wawasan keagamaan yang sempit, sehingga melupakan esensi keberagamaan. Islam
seringkali dipahami dalam pengertian legalistik-formalistik yang didasarkan pada
ideologi “penegakkan syariat Islam”. Padahal, Islam formalistik justru melupakan
esensi dari ajaran dasar Islam, yang menghendaki penciptaan masyarakat majemuk
yang egaliter dan sederajat dalam bingkai pluralisme keindonesiaan.
Pada gilirannya, pemahaman keagamaan seperti itu justru mengkerdilkan
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, yang menghendaki kesetaraan umat
beragama dan hidup bersama dalam perbedaan (suku, agama, dan golongan) dan
praktik beragama yang holistik, tidak sekedar legalistik-formalistik. Kemudian,
Islam sering dituduh sebagai agama teroris, tidak peduli terhadap kesadaran sosial,
dan agama ekslusif. Citra seperti ini telah membawa perubahan besar bagi umat
Islam Indonesia, yang dulunya dikenal santun, toleran, dan tidak keras/militan
menjadi radikal dan berlawanan dengan cita-cita sosial-perdamaian.
Tentu saja, dakwah memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan pola
pemahaman keagamaan di tengah-tengah masyarakat. Karena dakwah lah yang
menjadikan kesadaran dan pemahaman keagamaan masyarakat. Karena itulah,
strategi dakwah dan penyadaran kepada para da’i memiliki ketertakaitan yang erat
dengan seberapa jauh wajah Islam di Indonesia. Keras-lunaknya masyarakat dan
moderat-radikalnya masyarakat sangat ditentukan oleh strategi dakwah dan
pemahaman keagamaan yang diyakini para da’i.
Dalam ranah sosial, Islam seringkali dipahami hanya sebagai persoalan
ibadah saja, yang pemaknaannya masih terbatas pada pola hubungan hamba
dengan Tuhan (vertikal). Sehingga penyebaran dakwah yang terjadi di masyarakat
lebih banyak menyoroti persoalan ibadah kepada Allah SWT secara ekslusif, tanpa
memaknainya secara luas. Padahal Islam memiliki spirit pembebasan, yang
meniscayakan pola hubungan yang tidak saja vertikal kepada Tuhan, tetapi juga
pola hubungan yang horisontal terhadap sesama manusia. Sehingga Islam sebagai
agama memiliki tanggung jawab sosial agar masyarakat memiliki perilaku sosial
yang bertanggungjawab, transparan, dan berkeadilan.
Islam sebagai agama yang membebaskan semestinya mampu menjawab
problem-problem kemanusiaan, seperti ketidakadilan, penindasan, kewenangwenangan, dan kemiskinan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sehingga
Islam tidak kehilangan orientasi horisontalnya dalam menjaga hubungan dengan
sesama manusia. Belum lagi problem sosial tentang maraknya praktik korupsi yang
4
5. terjadi di masyarakat dan sistem penyelenggaraan negara (birokrasi). Islam yang
hanya memiliki orientasi vertikal merupakan karakter Islam yang ekslusif dan tidak
memiliki semangan perubahan. Padahal, sejak dari Islam didakwahkan memiliki
orientasi kemanusiaan yang sangat kuat agar terjadi keseimbangan sosial dalam
masyarakat.
Ini semua merupakan bagian dari dakwah agama untuk merubah perilaku
masyarakat agar memiliki pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif dan
toleran serta mampu melakukan perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat
sebagai bagian dari misi sosial Islam.
Kenapa Da’i?
Menghadapi tantangan tersebut di atas, maka para aktivis dakwah (daí)
memiliki peranan yang strategis dalam merubah pandangan keagamaan
masyarakat.
Sebab, pemahaman keagamaan masyarakat biasanya sangat
dipengaruhi oleh para juru dakwah (ustadz, daí, kyai). Para da’ilah yang ikut
mengkonstruk pemahaman keagamaan masyarakat melalui aktivitas dakwah yang
dilakukan secara terus-menerus di dalam berbagai kesempatan, baik dalam skala
Jum’atan, Bulanan, maupun peringatan-peringatan keagamaan, baik di mushalla,
masjid maupun di tempat-tempat terbuka dalam bentuk pengajian umum.
Apa yang perlu dilakukan?
Oleh karena peranan mereka yang begitu besar dalam memproduksi
pemahaman agama masyarakat, maka sangat diperlukan pelatihan yang diikuti oleh
para aktivis dakwah, terutama dalam mendorong wawasan keagamaan mereka
agar lebih inklusif dan toleran serta dapat memberikan kontribusi bagi perubahan
sosial di masyarakat.
Jika para aktivis dakwah mampu memahami doktrin agama secara kritis,
inklusif dan toleran, maka secara otomatis masyarakat akan mentrasnfer
pemahaman yang dimiliki para aktivis dakwah. Dengan demikian, akan tercipta
suasana dan ekpresi keberagamaan masyarakat yang sejalan dengan cita-cita Islam
sebagai agama rahmatan lil alamin. Selain itu juga, peran da’i di masyarakat tidak
lagi hanya berkutat pada dakwah verbal, tetapi lebih luas lagi yakni dakwah bil hal,
yakni terlibat langsung dalam menyelesaikan problem-problem yang dihadapi
masyarakat.
Pada gilirannya, dengan kemampuan strategi dakwah yang memadai dan
pemahaman keagamaan yang luas (komprehensif), masyarakat sebagai objek
dakwah akan berubah cara pandang keagamaannya.
Apa itu Dakwah Transformatif
Dakwah transformatif merupakan model dakwah, yang tidak hanya
mengandalkan dakwah verbal (konvensional) untuk memberikan materi-materi
agama kepada masyarakat, yang memposisikan da’i sebagai penyebar pesan-pesan
keagamaan, tetapi menginternalisasikan pesan-pesan keagamaan ke dalam
kehidupan riil masyarakat dengan cara melakukan pengorganisasian dan
pendampingan masyarakat secara langsung. Dengan demikian, dakwah tidak hanya
untuk memperkukuh aspek relijiusitas masyarakat melainkan juga memperkukuh
5
6. basis sosial untuk mewujudkan transformasi sosial. Dengan dakwah transformatif,
da’i diharapkan memiliki fungsi ganda, yakni melakukan aktivitas penyebaran
materi keagamaan dan melakukan pengorganisasian dan pendampingan
masyarakat untuk isu-isu korupsi, syariat Islam, konflik antaragama, lingkungan
hidup, penggusuran, dan problem kemanusiaan lainnya.
TUJUAN
1. Berkembangnya pemahaman keagamaan kritis, inklusif, dan toleran di kalangan
para aktivis dakwah secara intensif.
2. Berubahnya pandangan keagamaan para aktivis dakwah dari pemahaman
konservatif dan intoleran ke pemahaman agama kritis yang sejalan dengan
cita-cita Islam yang paling substansial.
3. Terbekalinya kemampuan para da’i dalam mengorganisir dan mendampingi
masyarakat untuk menyelesaikan problem-problem sosial yang dihadapi.
4. Terciptanya perubahan ekspresi dan praktik keagamaan masyarakat melalui
aktivitas-aktivitas dakwah yang berwawasan inklusif dan toleran.
METODE PELATIHAN
Dalam pelatihan ini, metode yang digunakan adalah metode pendidikan
orang dewasa, dengan memberi tekanan lebih pada partisipasi aktif dari peserta
pelatihan. Selain itu, metode ceramah juga bisa digunakan sebagai media
memberikan umpan (in put) kepada peserta untuk kemudian dilanjutkan dengan
dialog terbuka. Berbagai macam metode pelatihan bisa diterapkan di sini, asalkan
metode-metode tersebut sesuai dengan alur pelatihan yang ada, sesuai dan
mempermudah tercapainya tujuan dan out put, serta kondusif dalam menciptakan
suasana pelatihan yang tidak kaku. Sebaliknya dapat menjadi daya tarik pelatihan
itu sendiri.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pelatihan ini yaitu:
1. Ceramah
Metode ini dilakukan dengan mendatangkan pembicara/narasumber yang
dianggap kompeten terhadap suatu materi pelatihan. Penceramah diharapkan
memberikan uraian materi tertentu secara sistematis dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan peserta pelatihan. Penceramah juga diharapkan
berbagi informasi dan pengetahuan, tetutama temuan-temuan barunya. Untuk
menghindari kebosanan, waktu yang dialokasikan kepada penceramah tidak
terlalu lama. Alokasi waktu antara 25 menit sampai 30 menit bagi penceramah
untuk memberikan uraiannya. Selanjutnya, dengan alokasi waktu yang lebih
longgar, dilanjutkan dengan dialog bersama peserta untuk memberikan respon
balik. Sebaiknya penceramah tidak hanya duduk di depan, sesekali ia bisa
6
7. berdiri bahkan berjalan mendekati peserta pelatihan selayaknya “fasilitator”.
Itu dilakukan supaya suasana forum tidak kaku.
2. Bursa gagasan (brainstorming)
Peserta pendidikan diminta memunculkan gagasan terkait dengan kegiatan,
untuk kemudian diperdalam dalam diskusi. Semua peserta akan memunculkan
pengalaman, harapan, dan gagasannya terkait dengan pendidikan sehingga
setiap peserta dapat saling tukar pengalaman dan gagasan secara baik. Bursa
gagasan ini diharapkan dapat memunculkan memori peserta terhadap suatu
masalah, kasus dan alternatif pemecahannya.
3. Studi Kasus (Case Study)
Bahan utamanya adalah adanya deskripsi tentang suatu persoalan yang muncul
di tengah masyarakat baik dulu maupun sekarang, bagaimana masyarakat atau
elemen lain menghadapi dan menanggapi persoalan tersebut. Kasus-kasus yang
diajukan dikaji secara serius dengan melihat latar belakang, materi kasus,
aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, permasalahan, dan bagaimana
menyelesaikan secara tepat.
4. Diskusi Kelas
Melalui forum ini semua peserta pelatihan diharapkan berbicara memberikan
pendapatnya. Ini penting untuk menumbuhkan keberanian menyampaikan
pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain. Pada saat yang sama
fasilitator berkeliling untuk memastikan setiap peserta menyampaikan
pendapatnya. Diskusi di kelas merupakan cara untuk memperdalam
permasalahan yang tidak tuntas dalam seminar.
4. Memecah Kebekuan/Pencairan Suasana (Icebreaking)
Kegiatan ini cenderung kaya dengan permainan. Tujuannya menciptakan dan
memelihara suasana pelatihan menjadi longgar, tidak kaku, dan santai.
Kegiatannya bisa berupa bernyanyi, baca puisi, teka-teki. Ice breaking bisa
dilakukan pada waktu suasana forum terlihat tegang sehingga suasana kelas
menjadi cair dan menyenangkan.
5. Bermain Peran (roleplay)
Bermain Peran bertujuan memberi pengertian kepada peserta pelatihan
baagaimana memainkan peran dalam kehidupan sehari-hari dan mendapatkan
bahan dari pengalamannya sendiri yang kemudian dianalisis. Dari bermain
peran ini peserta bisa menarik manfaat mencoba sesuatu yang baru sebelum
menerapkannya dalam kenyataan. Dan peserta bisa bersikap obyektif terhadap
berbagai peran yang diambil. Sebagai pendekatannya, peserta pelatihan diminta
memainkan peran, misalnya, menjadi politisi, korban penggusuran atau peran
lainnya. Akan tetapi ini berbeda dengan drama, karena peran-peran tersebut
tidak berdasar skenario. Selama permainan ini berlangsung diharapkan ada
pengamat yang khsusus mengamatinya.
7
8. 6. Bercerita tentang pengalaman
Seorang peserta pelatihan berbicara menyampaikan pengalamannya terkait
persoalan yang dialami dalam komunitasnya, untuk kemudian didiskusikan
bersama. Tujuannya berbagi pengalaman kepada sesama peserta.
7. Diskusi kelompok
Pendekatan ini efektif untuk memberikan kesempatan kepada peserta
pelatihan dalam bertukar pikiran dan pengalaman terhadap suatu
permasalahan; mencakup di dalamnya bagaimana berpikir dan mencari jalan
keluar atas permasalahan yang didiskusikan. Tujuan dari metode ini yaitu
meningkatkan kemampuan berpartisipasi secara aktif, juga berbagi teori-teori
atau konsep-konsep yang diketahui terkait dengan pengalaman peserta untuk
kemudian merumuskan jalan atau solusinya. Untuk menerapkan metode ini,
peserta pelatihan sebelumnya dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Cara
membagi kelompok bisa dengan cara, misalnya, berdasar perimbangan
perwakilan daerah asal peserta. Juga bisa dengan cara meminta peserta
berhitung dari 1 s/d 4 (jika kelompok yang kehendaki adalah 4 orang tiap
kelompok). Kemudian kelompok satu terdiri dari para peserta yang menyebut
hitungan satu. Begitu seterusnya untuk kelompok 2 atau 3, sesuai dengan
banyaknya kelompok yang diinginkan.
ALUR PELATIHAN
Program pelatihan dakwah ini menggunakan alur program yang
mengandalkan refleksi dan aksi (lapangan) yang dilakukan secara simultan.
Sehingga setiap kali ada refleksi yang dilakukan dalam bentuk pelatihan, pada tahap
berikutnya akan dibarengi dengan aksi di lapangan secara langsung di masyarakat.
Gambaranya, jika peserta sudah mendapatkan pelatihan/pendidikan di kelas,
setelah itu peserta akan langsung diterjunkan di lapangan (dakwah di masyarakat)
dengan membawa bekal pelatihan/pendidikan yang sudah didapatkan di kelas.
Proses aktivitas di lapangan ini kembali akan direfleksikan dalam kelas (sesi
pelatihan/pendidikan berikutnya; daurah kedua dan seterusnya).
8
9. STRUKTUR DAN ALUR PELATIHAN DAKWAH TRANSFORMATIF
Input
Daurah I
Input
Input
Sharing Pengalaman
Materi Agama
(KWA=
al-Qur’an
dan Tafsir)
Materi Sosial
(Globalisasi dan
Ansos Struktural)
GOAL
-Da’i dapat memposisiskan Islam sebagai teks dan pemahaman
sebagai realitas
-Da’i dapat membaca problem yang dihadapinya dalam konteks lokal,
nasional, dan global
Input
Input
Refleksi
Daurah II (Hasil Aksi
Lapangan)
Input
Materi Agama/KWA
(Fiqih, Ushul Fiqh,
dan Kaedah Fiqih)
Materi Sosial
(Advokasi dan
Pengorganisasian)
GOAL
-Da’i dapat memposisiskan Islam sebagai teks dan pemahaman sebagai
realitas
-Da’i mengenal dan dapat melakukan advokasi dan pengorganisasian
masyarakat
Refleksi
Daurah III (Hasil Aksi Lapangan)
Materi Agama/KWA
(Pluralisme, HAM,
dan Gender)
Materi Sosial
Manajemen Konflik
dan Analisis Gender)
GOAL
-Da’i semakin memperkuat pemahaman keagamaan kritis dan pluralis
berperspektif jender
-Da’i mampu dan terlibat dalam menyelesaikan konflik di daerahnya
REKRUITMEN DAN KUALIFIKASI PESERTA
Sebelum dilaksanakan pelatihan dakwah di daerah, terlebih dahulu
dilakukan proses seleksi dan rekruitmen peserta yang terbagi dalam empat daerah
dengan komposisi: 8 peserta berasal dari Jawa Timur, 7 peserta dari Jawa Barat,
5 peserta dari Sulawesi Selatan, dan 5 peserta dari Sumatera Barat) yang akan
mengikuti seluruh proses pendidikan (3 kali putaran). Sehingga total peserta
9
10. berjumlah 25 orang. Seleksi administrasi akan dilakukan oleh Lakpesdam,
sedangkan seleksi kualitatif (kemampuan membaca kitab kuning) akan dilakukan
oleh kyai pesantren di daerahnya masing-masing.
Syarat-syarat peserta adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bisa membaca Kitab Kuning
Mempunyai jama’ah atau basis dampingan
Berprofesi sebagai muballigh
Usia 25-35 tahun
Bersedia mengikuti program hingga akhir
Lulus Pre-test
Membuat rencana kerja
MATERI PELATIHAN
Pelatihan dilakukan dalam tiga putaran (daurah) dengan komposisi peserta
sama dari putaran pertama hingga putaran ketiga. Di setiap akhir pelatihan akan
dibuatkan rencana aksi di daerah sesuai dengan isu yang sedang dihadapi
masyarakat daerah.
Materi Putaran Pertama
(Daurah Ula)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Perkenalan dan Kontrak Belajar
Refleksi dan Sharing Pengalaman
Analisis Sosial untuk Globalisasi
Teknik Analisa Sosial Struktural
Kritik Wacana Agama
Kesepakatan Aksi
Evaluasi
Materi Putaran Kedua
(Daurah Tsaniyah)
1. Refleksi
2. Kritik Wacana Agama
3. Advokasi
4. Pengorganisasian
5. Kesepakatan Aksi
6. Evaluasi
10
12. KURIKULUM
DAURAH PERTAMA
MATERI
PERKENALAN
I.
Tujuan
1. Peserta, fasilitator, dan panitia saling mengenal nama dan latar
belakangnya masing-masing (nama, usia, organisasi, alamat, asal
daerah, dan yang lainnya).
2. Menciptakan suasana interaktif dan terbuka yang jauh dari sikap
canggung dan beban psikologis antara peserta, fasilitator, dan
penyelenggara agar dapat terbina kerjasama yang solid selama
proses pendidikan dan pelatihan berlangsung.
3. Peserta, fasilitator, dan panitia mengetahui pengalaman masingmasing yang menangkan maupun yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kegiatan ataupun perjuangannya.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Perkenalan diri semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan dan pelatihan (fasilitator, peserta, panitia dan
seluruh pihak yang terlibat dalam proses pelatihan).
2. Menciptakan iklim kebersamaan antar peserta pelatihan.
3. Pengalaman-pengalaman peserta yang dimungkinkan akan
mendinamisir pelatihan.
III.
Metode
Permainan
IV.
Waktu
60 menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Bagikan setengah kertas plano kepada peserta dan minta
peserta untuk menuliskan:
a. Data pribadi (nama, alamat, status, dll)
b. Mengapa mereka mengikuti pelatihan
c. Pendapat-pendapat tentang realitas sosial yang ada
d. Beberapa pengetahuan tentang dakwah
2. Setelah selesai minta masing-masing peserta menempel di
dinding atau pun papan di sekitar ruangan.
3. Persilahkan peserta membaca satu persatu apa yang
dituliskannya dan minta penjelasan kalaupun itu berupa gambar.
12
13. 4. Sebagai upaya mempererat dan mengenal lebih jauh, ajak
peserta bermain dalam lingkaran. Minta seluruh peserta pindah
dari kursinya dan membentuk lingkaran.
5. Persilahkan peserta untuk menempati tempat duduknya seperti
semula.
VI.
Alat Bantu
1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol
2. Alat peraga permainan
3. Alat tulis untuk semua peserta
KONTRAK BELAJAR
I.
Tujuan
1. Menggali harapan, kekhawatiran dan kebutuhan terhadap
pelatihan yang sedang diikuti dan untuk selanjutnya menjadi
bahan acuan bagi proses penyelenggaraan pelatihan, baik dalam
pengertian teknis maupun substansial.
2. Menyepakati pokok-pokok bahasan utama pelatihan (jadual
acara, materi, metode, tata tertib, penataan ruangan,
pembagian tugas, dll.
3. Menumbuhkan kesiapan peserta untuk terlibat aktif dalam
proses pelatiahn yang bersifat partisipatoris.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Orientasi belajar (citra diri, membangun visi dan misi, identitas
forum, dan kebersamaan).
2. Mengenalkan metode pelatihan, kegunaan metode dalam
pelatihan dan cara menggunakan metode.
3. Kesepakatn belajar (membuat jadual pelatihan, tata tertib, dan
kesepakatan-kesepakatan lainnya.
III.
Metode
1. Diskusi
2. Brainstorming
IV.
Waktu
90 menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan target kegiatan
secara singkat.
13
14. 2. Fasilitator memaparkan alur kegiatan, jadwal serta tatib
tentatif, dilanjutkan dengan menjelaskan secara singkat dari
masing-masing tersebut.
3. Melalui meta plan, peserta diminta menuliskan harapan dan
kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Setelah meta plan terisi,
peserta menempelkannya di depan.
4. Fasilitator bersama peserta mengidentifikasi dan menklasifikasi
kartu-kartu yang tertempel di depan menjadi beberapa
kelompok.
5. Dipandu fasilitator, peserta membahas hasil identifikasi dan
klasifikasi di atas, sehingga menjadi harapan dan kebutuhan
bersama yang juga harus diwujudkan secara bersama-sama.
6. Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk membahas
jadwal tentatif dan bentuk metode kegiatan sebagai aturan
main kegiatan.
7. Fasilitator menutup sesi.
VI.
Alat Bantu
1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol
2. Alat peraga permainan
3. Alat tulis untuk semua peserta
REFLEKSI
I.
Tujuan
1. Peserta menyampaikan pengalamannya tentang realitas
masyarakat dan problem-problem yang dihadapinya.
2. Peserta dapat memahami adanya keterkaitan antara realitas
dan sistem dan cara dakwah yang terjadi selama ini.
3. Peserta dapat merumuskan upaya-upaya penyelesaian dari
dinamika problem lokal masing-masing.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Realitas masyarakat
- Faktor penyebab ketidakadilan di masyarakat
- Potensi-potensi konflik di masyarakat
- Faktor penyebab sikap intoleran di masyarakat
2. Sistem dakwah
- Makna dakwah
- Tujuan dakwah
- Metode dakwah
- Materi dakwah
- Kualitas da’i
III.
Metode
- Curah pendapat
14
15. -
Brainstorming
Kaji kasus
IV.
Waktu
240 menit (2 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang tujuan dari sesi
ini secara singkat.
2. Fasilitator mempersilahkan peserta melakukan brain storming
seputar issue yang berkaitan dengan materi pokok bahasan.
3. Fasilitator menuliskan pokok-pokok/garis besar hasil sharing
masing-masing peserta, mengidentifikasi dan mengeksplorasinya
lebih lanjut bersama peserta kegiatan.
4. Fasilitator menutup sesi.
VI.
Alat Bantu
1. Kertas Plano
2. Spidol
3. Double tip
KRITIK WACANA AGAMA
I.
Tujuan
1. Peserta memahami proses pembentukan pemahaman
keagamaan yang dianut masyarakat umumnya.
2. Peserta dapat merumuskan formula bagaimana menyampaikan
materi yang memiliki beragam penafsiran.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Posisi al-Qur’an dan Tafsir
2. Dekonstruksi terhadap pesan-pesan agama mainstream
-Jihad
-Non muslim
3. Relasi agama dan problem kemanusiaan
III.
Metode
1. Diskusi narasumber
2. Diskusi kelompok
4. Kaji kasus/kaji nash
IV.
Waktu
360 menit ( 3 sesi)
15
16. V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini.
2. Mulailah dengan pengantar diskusi dengan catatan batasanbatasan bahasan yang akan menjadi pokok bahasan
(Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk
memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja
dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta
melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa
pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau
menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk
melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman
terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok dan diminta
mendiskusikan pokok bahasan : 1) Posisi al-Qur’an dan Tafsir.
2) Pesan-pesan agama dominan (Jihad, syariat, perempuan, dan
non muslim). 3) Relasi agama dan problem kemanusiaan.
7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar
kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana
masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan
dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan
krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok
bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi
kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia
menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta
12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI.
Alat bantu
1. Makalah
2. Lembar kodifikasi teks
3. Spidol/ Lakban
16
17. ANALISA SOSIAL
I.
Tujuan
1. Peserta mampu melakukan analisis peta kepentingan beragam
pihak dalam suatu masyarakat.
2. Peserta mampu memahami adanya struktur yang menindas
dalam sebuah masyarakat.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Globalisasi dan Dampaknya terhadap kehiudupan masyarakat:
-Ideologi globalisasi
-Sejarah Globalisasi
-Aktor yang bermain dalam Arus Besar Globalisasi
-Perangkat aturan yang terkait dengan Globalisasi
2. Perspektif Islam atas Globalisasi
III.
Metode
1. Ceramah
2. Diskusi/tanya jawab
3. Kaji kasus
4. Pemutaran film
IV.
Waktu
240 menit (2 sesi)
V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini.
2. Mulailah dengan pengantar diskusi oleh narasumber
(Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk
memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja
dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta
melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa
pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau
menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk
melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman
terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi dua kelompok dan diminta
mendiskusikan pokok bahasan: 1) Globalisasi dan 2) Perspektif
Islam tentang globalisasi.
7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar
kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana
masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
17
18. kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan
dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan
krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok
bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi
kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia
menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta
12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI.
Alat Bantu
1. Makalah
2. Lembar kodifikasi teks
3. Spidol
4. Lakban
ANALISA SOSIAL STRUKTURAL
I.
Tujuan
1. Peserta memahami alat untuk melihat struktur yang menindas
dalam suatu struktur sosial.
2. Peserta mampu mengidentifikasi kepentingan atau ideologi yang
berkembang dalam masyarakat.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Pengantar Analisa Sosial Struktural (Pengertian, Asal-usul, dan
Kenapa perlu Ansos Struktural)
2. Tehnik Analisa sosial struktural
III.
Metode
1.Penugasan/praktek
2.Kerja kelompok
3.Diskusi kelompok
VI.
Waktu
240 menit (2 sesi)
VII.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini.
2. Awali dengan penjelasan tentang kerangka kerja yang akan
dilakukan.
3. Peserta dibagi menjadi dua kelompok dan diminta
mendiskusikan pokok bahasan inti.
18
19. 4. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar
kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
5. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana
masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan
dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
6. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan
krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok
bahasan di atas.
7. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi
kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia
menyampaikan respon atas hal tersebut.
8. Dialog bersama peserta
9. Fasilitator mengakhiri sesi
10. Berikan bacaan sebagai
VI.
Alat bantu
1. Makalah
2. Lembar kodifikasi teks
3. Spidol
4. Lakban
19
20. KESEPAKATAN AKSI
I.
Tujuan
1. Ada kesepakatan untuk melakukan aksi (pemetaan dan
pengorganisasian) sebagai bentuk tindak lanjut kegiatan yang
telah dilakukan.
2. Peserta paham dan menguasai teknik/manajemen aksi.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Apa yang perlu dilakukan?
2. Bagaimana caranya?
3. Dukungan Lakpesdam?
III.
Metode
1. Diskusi
2. Brainstorming
IV.
Waktu
120 menit (1 sesi)
V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi
ini.
2. Agar pembahasan kegiatan aksi tidak memakan waktu, maka
sebaiknya ada draft tentatifnya, yang memaparkan gambaran
kegiatan aksi yang meliputi bentuk aksi, cara melakukannya dan
siapa saja yang dilibatkan dalamnya.
3. Fasilitator memandu forum untuk membahas draft dimaksud,
draft berisi rumusan kegiatan penting yang akan dilaksanakan
pasca pendidikan.
4. Untuk membahas teknis secara lebih rinci, fasilitator bersama
(kordinator program) bisa mendiskusikannya bersama peserta.
5. Sedari awal pembahasan tersebut dituangkan dalam plano dan
disepakati sebagai guide kegiatan yang harus dilaksanakan.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil pembahasan
kegiatan aksi.
7. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
VI.
Alat bantu
1. Kertas Plano dan spidol
2. Draft tentatif kegiatan aksi
20
21. EVALUASI DAN PENUTUPAN
I.
Tujuan
1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan
kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan
terhadap proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran
mereka untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka
ambil sesudah mengikuti kegiatan.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan
2. Kesimpulan dan saran
III.
Metode
1. Angket, Diskusi
2. Brainstorming
3. Menulis ungkapan umpan balik
IV.
Waktu
60 Menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan
evaluasi
2. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya
peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang
berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur,
materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber,
metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar
penilaian peserta.
3. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara
bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta
plannya sesuai dengan klasifikasinya.
4. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan
hasil tempelan di depan.
5. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di
atas.
6. Fasilitator menutup sesi
VI.
Alat Bantu
1. Spidol
2. Meta plan
21
23. KURIKULUM
DAURAH KEDUA
KONTRAK BELAJAR
I. Tujuan
4. Menggali harapan, kekhawatiran dan kebutuhan terhadap
pelatihan yang sedang diikuti dan untuk selanjutnya menjadi
bahan acuan bagi proses penyelenggaraan pelatihan, baik dalam
pengertian teknis maupun substansial.
5. Menyepakati pokok-pokok bahasan utama pelatihan (jadual
acara, materi, metode, tata tertib, penataan ruangan,
pembagian tugas, dll.
6. Menumbuhkan kesiapan peserta untuk terlibat aktif dalam
proses pelatiahn yang bersifat partisipatoris.
II. Pokok-pokok bahasan
5. Orientasi belajar (citra diri, membangun visi dan misi, identitas
forum, dan kebersamaan).
6. Mengenalkan metode pelatihan, kegunaan metode dalam
pelatihan dan cara menggunakan metode.
7. Kesepakatn belajar (membuat jadual pelatihan, tata tertib, dan
kesepakatan-kesepakatan lainnya.
III.
Metode
1. Diskusi
2. Brainstorming
IV.
Waktu
90 menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan target kegiatan
secara singkat.
2. Fasilitator memaparkan alur kegiatan, jadwal serta tatib
tentatif, dilanjutkan dengan menjelaskan secara singkat dari
masing-masing tersebut.
3. Melalui meta plan, peserta diminta menuliskan harapan dan
kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Setelah meta plan terisi,
peserta menempelkannya di depan.
4. Fasilitator bersama peserta mengidentifikasi dan menklasifikasi
kartu-kartu yang tertempel di depan menjadi beberapa
kelompok.
5. Dipandu fasilitator, peserta membahas hasil identifikasi dan
klasifikasi di atas, sehingga menjadi harapan dan kebutuhan
bersama yang juga harus diwujudkan secara bersama-sama.
23
24. 6. Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk membahas
jadwal tentatif dan bentuk metode kegiatan sebagai aturan
main kegiatan.
7. Fasilitator menutup sesi.
VI.
Alat Bantu
1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol
2. Alat peraga permainan
3. Alat tulis untuk semua peserta
REFLEKSI
I. Tujuan
1. Peserta menyampaikan pengalamannya tentang apa yang
dilakukannya di lapangan.
2. Peserta dapat menganilisis problem yang dihadapi di lapangan.
3. Peserta dapat merumuskan upaya-upaya penyelesaian dari
dinamika problem lokal masing-masing.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Apa yang dilakukan di lapangan
2. Problem dan hambatan dalam aksi lapangan
3. Upaya penyelesaian dinmaika problem yang dihadapi
4. Pelajaran apa ayng dapat diambil dari realitas dakwah yang
terjadi
III.
Metode
1. Curah pendapat
2. Brainstorming
3. Kaji kasus
IV.
Waktu
240 menit (2 sesi)
VII.
Proses kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang tujuan dari sesi
ini secara singkat.
2. Fasilitator mempersilahkan peserta melakukan brain storming
seputar issue yang berkaitan dengan materi pokok bahasan.
3. Fasilitator menuliskan pokok-pokok/garis besar hasil sharing
masing-masing peserta, mengidentifikasi dan mengeksplorasinya
lebih lanjut bersama peserta kegiatan.
4. Fasilitator menutup sesi.
VIII.
Alat Bantu
1. Kertas Plano
24
25. 2. Spidol
3. Double tip
KRITIK WACANA AGAMA
I.
Tujuan
1. Peserta memahami proses pembentukan pemahaman
keagamaan yang dianut masyarakat umumnya.
2. Peserta dapat merumuskan formula bagaimana menyampaikan
materi yang memiliki beragam penafsiran.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Posisi Fikih, Ushul Fikih, dan Kaedah Fikih dalam Konstruk
Pemahaman Islam
2. Dekonstruksi terhadap pesan-pesan agama mainstream
- Pluralisme
- Aliran Sesat
III.
Metode
1. Diskusi narasumber
2. Diskusi kelompok
4. Kaji kasus/kaji nash
IV.
Waktu
480 menit ( 4 sesi)
V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini.
2. Mulailah dengan pengantar diskusi dengan catatan batasanbatasan bahasan yang akan menjadi pokok bahasan
(Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk
memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja
dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta
melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa
pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau
menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk
melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman
terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok dan diminta
mendiskusikan pokok bahasan : 1) Posisi al-Qur’an dan Tafsir.
2) Pesan-pesan agama dominan (Jihad, syariat, perempuan, dan
non muslim). 3) Relasi agama dan problem kemanusiaan.
25
26. 7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar
kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana
masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan
dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan
krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok
bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi
kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia
menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta
12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI.
Alat bantu
1. Makalah
2. Lembar kodifikasi teks
3. Spidol
4. Lakban
ADVOKASI
I.
Tujuan
1. Peserta memahami apa advokasi itu
2. Peserta memahami prinsip-prinsip advokasi
3. Peserta memahami bentuk dan strategi advokasi
II.
Pokok bahasan
1. Apa dan mengapa advokasi
2. Prinsip-prinsip advokasi
3. Strategi dan bentuk advokasi
III.
Metode
1. Ceramah
2. Diskusi kelompok
3. Tanya jawab
4. Bermain peran
IV.
Waktu
240 menit (2 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Fasilitator menyampaikan secara singkat tujuan sesi ini
2. Fasilitator
mempersilahkan
pemateri
untuk
menyampaikan uraiannya tentang pokok bahasan
26
27. tersebut di atas, utamanya soal pentingnya materi ini
terkait problem kehidupan masyarakat.
3. Dilanjutkan dengan tanya jawab antara pemateri dan
peserta.
4. Fasilitator merangkum intisari materi hasil dialog dan
kemudian menutup sesi
VI.
Alat bantu
1. Makalah
2. Spidol
3. Kertas plaano
PRINSIP-PRINSIP PENGORGANISASIAN
I.
Tujuan
1. Peserta mengetahui prinsip-prinsip pengorganisasian
2. Peserta akan terbuka komitmennya dan akan menggunakan
prinsip-prinsip dalam melakukan proses pengorganisasian
3. Peserta mengetahui karakter-karakter apa saja yang harus
dimiliki seorang organizer
4. Peserta akan memiliki karakter yang mampu memberikan
pembelajaran terhadap dirinya dan masyarakat
II.
Pokok bahasan
1. Prinsip-prinsip pengorganisasian
2. Bagaimana menggunakan prinsip pengorganisasian dalam
kehidupan sosial
3. Karakter yang melekat pada seorang organizer
4. Bagaimana karakter yang sesuai dengan kondisi masyarakat
III.
Metode
1. Diskusi kelompok
2. Curah pendapat
IV.
Waktu
240 menit ( 2 sesi)
V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan dan pokok
bahasan dalam sesi ini.
2. Bagi peserta menjadi dua kelompok. Kelompok 1 menjawab
pertanyaan: (5 menit). Panduan pertanyaan diskusi kelompok:
a. Kelompok 1 (satu)
a1. Apa prinsip-prinsip pengorganisasian?
a2. Kapan dan dalam kondisi apa prinsip-prinsip itu
diterapkan?
b. Kelompok II (dua)
27
28. b1. Karakter seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang
organizer?
b2. Bagaimana membangun karakter itu?
B3. Sikap utama yang harus dimiliki oleh seorang organizer?
3. Persilahkan masing-masing kelompok mendiskusikan sesuai
dengan panduan pertanyaan di atas. Minta rumusan hasil diskusi
kelompok ditulis di atas kertas plano atau kertas transparan
untuk kemudian dipresentasikan di depan.
4. Persilahkan pesertaa merepresentasikan hasil diskusinya,
setelah itu ajak seluruh peserta mendiskusikannya.
5. Lakukan pembahasan terhadap hasil diskusi bersama peserta.
Apa yang kurang atau lebih, yang sesuai dan yang tidak sesuai,
sehingga ditemukan idealitas tentang prinsip pengorganisasian
dan karakter yang harus dimiliki seorang organizer. Catat
semuan jawaban peserta di papaan tulis/kertas plano tanpa
dikomentari terlebih dahulu. Tarik kesimpulan dari jawabanjawaban peserta dan arahkan kepada bagaimana dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
6. Atas dasar hasil diskusi selama sesi ini, ajak peserta membuat
daftar rangkuman mengenai alasan-alasan:
a. Adanya prinsip dalam konteks/pengorganisasian dihubungkan
dengan
demokrasi
b. Adanya karakter dan sikap utama yang harus dimiliki untuk
menopang prinsip sehingga teraktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Fasilitator menutup sesi
VI.
Alat bantu
1. Alat tulis/spidol
2. Kertas plano
3. OHP (jika dipandang perlu)
4. Meta plane
KESEPAKATAN AKSI
I. Tujuan
1. Ada kesepakatan untuk melakukan aksi (pemetaan dan
pengorganisasian) sebagai bentuk tindak lanjut kegiatan yang
telah dilakukan.
2. Peserta paham dan menguasai teknik/manajemen aksi.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Apa yang perlu dilakukan?
2. Bagaimana caranya?
3. Dukungan Lakpesdam?
28
29. III. Metode
1. Diskusi
2. Brainstorming
IV. Waktu
120 menit (1 sesi)
V. Proses Kegiatan
1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi ini.
2. Agar pembahasan kegiatan aksi tidak memakan waktu, maka
sebaiknya ada draft tentatifnya, yang memaparkan gambaran
kegiatan aksi yang meliputi bentuk aksi, cara melakukannya dan
siapa saja yang dilibatkan dalamnya.
3. Fasilitator memandu forum untuk membahas draft dimaksud,
draft berisi rumusan kegiatan penting yang akan dilaksanakan
pasca pendidikan.
4. Untuk membahas teknis secara lebih rinci, fasilitator bersama
(kordinator program) bisa mendiskusikannya bersama peserta.
5. Sedari awal pembahasan tersebut dituangkan dalam plano dan
disepakati sebagai guide kegiatan yang harus dilaksanakan.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil pembahasan
kegiatan aksi.
7. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
II.
Alat bantu
1. Kertas Plano dan spidol
2. Draft tentatif kegiatan aksi
EVALUASI DAN PENUTUPAN
I. Tujuan
1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan
kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan terhadap
proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran mereka untuk
perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka ambil
sesudah mengikuti kegiatan.
II.
Pokok-pokok bahasan
a. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan
b. Kesimpulan dan saran
III.
Metode
a. Angket, Diskusi
b. Brainstorming
29
30. c. Menulis ungkapan umpan balik
IV.
Waktu
60 Menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
a. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan
evaluasi
b. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya
peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang
berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur,
materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber,
metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar
penilaian peserta.
c. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara
bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta
plannya sesuai dengan klasifikasinya.
d. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan
hasil tempelan di depan.
e. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di
atas.
f. Fasilitator menutup sesi
VI.
Alat Bantu
a. Spidol/ Double tip
b. Meta plan/ Formulir evaluasi akhir
30
31. KURIKULUM
DAURAH KETIGA
KONTRAK BELAJAR
I.
Tujuan
1. Menggali harapan, kekhawatiran dan kebutuhan terhadap
pelatihan yang sedang diikuti dan untuk selanjutnya menjadi
bahan acuan bagi proses penyelenggaraan pelatihan, baik dalam
pengertian teknis maupun substansial.
2. Menyepakati pokok-pokok bahasan utama pelatihan (jadual
acara, materi, metode, tata tertib, penataan ruangan,
pembagian tugas, dll.
3. Menumbuhkan kesiapan peserta untuk terlibat aktif dalam
proses pelatiahn yang bersifat partisipatoris.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Orientasi belajar (citra diri, membangun visi dan misi, identitas
forum, dan kebersamaan).
2. Mengenalkan metode pelatihan, kegunaan metode dalam
pelatihan dan cara menggunakan metode.
3. Kesepakatn belajar (membuat jadual pelatihan, tata tertib, dan
kesepakatan-kesepakatan lainnya.
III.
Metode
1. Diskusi
2. Brainstorming
IV.
Waktu
90 menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan target kegiatan
secara singkat.
2. Fasilitator memaparkan alur kegiatan, jadwal serta tatib
tentatif, dilanjutkan dengan menjelaskan secara singkat dari
masing-masing tersebut.
3. Melalui meta plan, peserta diminta menuliskan harapan dan
kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Setelah meta plan terisi,
peserta menempelkannya di depan.
4. Fasilitator bersama peserta mengidentifikasi dan menklasifikasi
kartu-kartu yang tertempel di depan menjadi beberapa
kelompok.
5. Dipandu fasilitator, peserta membahas hasil identifikasi dan
klasifikasi di atas, sehingga menjadi harapan dan kebutuhan
bersama yang juga harus diwujudkan secara bersama-sama.
31
32. 6. Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk membahas
jadwal tentatif dan bentuk metode kegiatan sebagai aturan
main kegiatan.
7. Fasilitator menutup sesi.
VI.
Alat Bantu
1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol
2. Alat peraga permainan
3. Alat tulis untuk semua peserta
REFLEKSI
I. Tujuan
1. Peserta menyampaikan hasil dan pengalamannya tentang
realisasi aksi yang sudah disepakati dalam daurah sebelumnya.
2. Peserta dapat memahami adanya keterkaitan antara dakwah
dengan problem sosial yang terjadi selama ini.
3. Peserta dapat merumuskan upaya-upaya penyelesaian dari
dinamika problem lokal masing-masing.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Dakwah dan Realitas masyarakat
2. Faktor penyebab ketidakadilan di masyarakat
3. Upaya penyelesaian atas dinamika masalah di daerah
III.
Metode
1. Curah pendapat
2. Brainstorming
3. Kaji kasus
IV.
Waktu
240 menit (2 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang tujuan dari sesi
ini secara singkat.
2. Fasilitator mempersilahkan peserta melakukan brain storming
seputar issue yang berkaitan dengan materi pokok bahasan.
3. Fasilitator menuliskan pokok-pokok/garis besar hasil sharing
masing-masing peserta, mengidentifikasi dan mengeksplorasinya
lebih lanjut bersama peserta kegiatan.
4. Fasilitator menutup sesi.
VI.
Alat Bantu
1. Kertas Plano
2. Spidol
32
33. 3. Double tip
KRITIK WACANA AGAMA
I.
Tujuan
1. Peserta memahami proses pembentukan pemahaman
keagamaan yang dianut masyarakat umumnya.
2. Peserta dapat merumuskan formula bagaimana menyampaikan
materi yang memiliki beragam penafsiran.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Dekonstruksi Fikih Ushul Fikih, dan Kaedah Fikih sebagai
konstruk Pemahaman Islam
2. Dekonstruksi terhadap pesan-pesan agama mainstream
-Syariat Islam
-Perempuan
3. Relasi agama dan problem kemanusiaan
III.
Metode
1. Diskusi narasumber
2. Diskusi kelompok
3. Kaji kasus/kaji nash
IV.
Waktu
240 menit ( 4 sesi)
V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini.
2. Mulailah dengan pengantar diskusi dengan catatan batasanbatasan bahasan yang akan menjadi pokok bahasan
(Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk
memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja
dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta
melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa
pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau
menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk
melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman
terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok dan diminta
mendiskusikan pokok bahasan : 1) Posisi al-Qur’an dan Tafsir.
2) Pesan-pesan agama dominan (Jihad, syariat, perempuan, dan
non muslim). 3) Relasi agama dan problem kemanusiaan.
33
34. 7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar
kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana
masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan
dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan
krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok
bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi
kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia
menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta
12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI.
Alat bantu
1. Makalah
2. Lembar kodifikasi teks
3. Spidol
4. Lakban
MANAJEMEN KONFLIK
I.
Tujuan
1. Peserta mampu mengidentifikasi akar-akar konflik yang terjadi
di masyarakat.
2. Peserta menguasai teknik-teknik dasar tentang manajemen
konflik.
3. Peserta mampu mengelola konflik yang terjadi di masyarakat.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Identifikasi konflik dan potensinya
2. Analisis konflik
3. Metode rekonsiliasi
4. Pencegahan terjadinya konflik kembali
III.
Metode
1. Diskusi kelompok
2. Bermain peran
IV.
Waktu
240 menit (2 sesi)
34
35. V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi
ini.
2. Fasilitator memberikan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat
kepada peserta dalam beberapa kasus yang berbeda.
3. Fasilitator membagi ke dalam tiga kelompok untuk membahas
setiap kasus secara berbeda dengan tetap mengingatkan kepada
peserta agar fokus pada identifikasi dan analisisnya.
5. Mulailah masing-masing kelompok melakukan analisis terhadap
kasus yang telah disediakan, terutama bagaimana mengelola
konflik dengan baik.
6. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil analisisnya
secara bergantian, sementara fasilitator mencatat poin-poin
yang menonjol dalam setiap presentasi.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil presentasi
dan mendiskusikan dengan peserta hingga muncul rumusanrumusan yang konkret.
7. Rumusan hasil analisis bersama disimpulkan.
8. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
VI.
Alat bantu
1. Kertas plano dan spidol
2. Draft kasus
ANALISIS GENDER
I.
Tujuan
1. Peserta memahami secara kritis tentang apa itu gender
2. Peserta memahami secara kritis tentang bentuk-bentuk
ketidakadilan gender di masyarakat
3. Peserta dapat memiliki sensitifitas gender
4. Peserta memahami strategi dan pendekatan yang efektif dalam
mewacanakan kesadaran dan kesetaraan gender
II.
Pokok bahasan
1. Pengertian gender
2. Problem-problem seputar ketidakadilan gender
3. Gender dalam perspektif agama
III.
Metode
1. Ceramah
2. Diskusi kelompok
3. Tanya jawab
4. Role playing
5. Studi kasus
35
36. IV.
Waktu
120 menit
V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan sesi ini
2. Inventarisasi kondisi alami (kodrati) dan persepsi tentang lelakiperempuan
a. Fasilitator meminta peserta menginventarisasi kondisi
nyata yang membedakan antara laki-laki dan perempuan
b. Fasilitator meminta peserta menginventarisasi penamaan,
sifat-sifat penilaian ungkapan-ungkapan dan sikap-sikap yang
mereka dengar/ketahui tentang laki-laki dan perempuan.
c.
Pertanyakan kembali apakah hal-hal yang telah
terinventarisasi itu nyata atau tidak.
d.
Lihat! apakah ada perbedaan antara persepsi umum
dan realitas atau tidak. Jika tidak ada coba pertanyakan kembali
kondisi riil dengan contoh-contoh jika ternyata ada perbedaan,
tanyakan mengapa itu terjadi.
e.
Inventarisir sebab-sebab yang terungkap, lalu coba
klasifikasikan.
f.
Akibat apa saja yang diterima perempuan?
VII.
Alat bantu
1. Spidol
2. Kertas plano
3. Makalah
EVALUASI DAN PENUTUPAN
I.
Tujuan
1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan
kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan
terhadap proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran
mereka untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka
ambil sesudah mengikuti kegiatan.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan
2. Kesimpulan dan saran
36
37. III.
Metode
1. Angket, Diskusi
2. Brainstorming
3. Menulis ungkapan umpan balik
IV.
Waktu
60 Menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan
evaluasi
2. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya
peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang
berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur,
materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber,
metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar
penilaian peserta.
3. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara
bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta
plannya sesuai dengan klasifikasinya.
4. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan
hasil tempelan di depan.
5. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di
atas.
6. Fasilitator menutup sesi
VI.
Alat Bantu
1. Spidol
2. Meta plan
3. Double tip
4. Formulir evaluasi akhir
KESEPAKATAN AKSI
I.
Tujuan
1. Ada kesepakatan untuk melakukan aksi (pemetaan dan
pengorganisasian) sebagai bentuk tindak lanjut kegiatan yang
telah dilakukan.
2. Peserta paham dan menguasai teknik/manajemen aksi.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Apa yang perlu dilakukan?
2. Bagaimana caranya?
3. Dukungan Lakpesdam?
37
38. III.
Metode
1. Diskusi
2. Brainstorming
IV.
Waktu
120 menit (1 sesi)
V.
Proses Kegiatan
1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi
ini.
2. Agar pembahasan kegiatan aksi tidak memakan waktu, maka
sebaiknya ada draft tentatifnya, yang memaparkan gambaran
kegiatan aksi yang meliputi bentuk aksi, cara melakukannya dan
siapa saja yang dilibatkan dalamnya.
3. Fasilitator memandu forum untuk membahas draft dimaksud,
draft berisi rumusan kegiatan penting yang akan dilaksanakan
pasca pendidikan.
4. Untuk membahas teknis secara lebih rinci, fasilitator bersama
(kordinator program) bisa mendiskusikannya bersama peserta.
5. Sedari awal pembahasan tersebut dituangkan dalam plano dan
disepakati sebagai guide kegiatan yang harus dilaksanakan.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil pembahasan
kegiatan aksi.
7. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
VII.
Alat bantu
1. Kertas Plano dan spidol
2. Draft tentatif kegiatan aksi
EVALUASI DAN PENUTUPAN
I.
Tujuan
1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan
kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan
terhadap proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran
mereka untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka
ambil sesudah mengikuti kegiatan.
II.
Pokok-pokok bahasan
1. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan
2. Kesimpulan dan saran
III.
Metode
1. Angket, Diskusi
38
39. 2. Brainstorming
3. Menulis ungkapan umpan balik
IV.
Waktu
60 Menit (1 sesi)
V.
Proses kegiatan
1. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan
evaluasi
2. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya
peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang
berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur,
materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber,
metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar
penilaian peserta.
3. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara
bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta
plannya sesuai dengan klasifikasinya.
4. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan
hasil tempelan di depan.
5. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di
atas.
6. Fasilitator menutup sesi
VI.
Alat BantuSpidol
1. Meta plan
2. Double tip/ Formulir evaluasi akhir
39
40. Lampiran 1.
Analisa Sosial Struktural
Tiga Susunan Bangunan Masyarakat
dan Pertanyaan Kunci
Ekonomi
Bahan-bahan
baku,
peralatan dan pekerjaan
untuk
memenuhi
kebutuhan masyarakat;
cara-cara produksi dan
bentuk-bentuk hubungan
sosial di dalamnya.
Politik
Aturan
untuk
menetapkan
dan
menegaskan
hukum
(melalui parlemen, partai
politik, polisi, penjara
dsb).
Kelompok
masyarakat
yang
berkuasa
mengendalikan keputusan
dan membuat hukumhukum tersebut melayani
Pertanyaan Kunci:
kepentigan
mereka
1. Siapa
yang sendiri.
menguasai
alat
produksi
atau Pertanyaan Kunci:
asset.
1. Peraturan2. Siapa
yang
peraturan
apa
menguasai jaluryang ada di daerah
jalur distribusi.
2. Siapa yang terlibat
3. Bagaimana nasib
dalam pembuatan
yang
tidak
peraturan.
menguasai no.1 +
3. Siapa
yang
2.
diuntungkan oleh
peraturan
tersebut.
40
Budaya
Nilai-nilai, kepercayaan
dan adat istiadat yang ada
di
masyarakat
yang
disebarluaskan
melalui
lembaga-lembaga sosial,
seperti sekolah, pers dan
sebagainya.
Pertanyaan Kunci:
1. Nilai-nilai Budaya
apa yang hidup
dalam masyrakat
2. Nilai
agama,
budaya apa yang
ada di daerah?
3. Siapa
yang
mempopulerkan
4. Media apa yang
dipakai?
41. Lampiran 2.
Manajemen Konflik
Beberapa pertanyaan kunci dalam pemetaan konflik
1. Siapakah pihak-pihak utama dalam konflik?
2. Siapakah pihak-pihak lain yang terlibat atau berkaitan dengan konflik ini,
termasuk kelompok-kelompok kecil dan pihak-pihak luar?
3. Apa hubungan di antara semua pihak itu dan bagaimana caranya pihakpihak itu terwakili? Berbagai aliansi? Orang-orang terdekat? Hubunganhubungan yang retak? Konfrontasi?
4. Apakah ada isu-isu pokok di antara pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik?
5. Ada hubungan apa antara Anda dengan pihak-pihak dalam konflik?
Dalam konteks ini juga akan dicari beberapa pemetaan:
Peta geografis yang menunjukkan tempat dan pihak-pihak yang
terlibat.
Pemetaan berbagai isu, terutama untuk menjelaskan di manakah
letak isu utama, isu lanjutan, dan faktor pemicunya.
Pemetaan penjajaran kekuasaan.
Pemetaan berbagai kebutuhan dan ketakutan.
Matrik Pemetaan Konflik
MacamPihak Utama
macam Konflik
Tanah
Pihak Lain
Hubungan
Antar Pihak
Isu Pokok
Buruh
Nelayan
Pluralisme
Pada titik selanjutnya juga, identifikasi isu dilakukan dalam tiga wilayah/aspek, yaitu
aspek ekonomi, sosial-budaya, dan politik. Bahakn, bisa jadi ketiga aspek ini saling
berkaitan menjadi problem laten yang lama tak terpecahkan sehingga ketika ada
pemicunya muncul konflik.
41
42. Aspek ekonomi:
-Sejauhmanakah konflik itu disebabkan oleh problem ekonomi yang terjadi di
mkasyarakat. Apakah terjadi ketimpangan atau ketidakadilan ekonomi yang
menjadi penyebab utama konflik.
Aspek Sosial:
-Apakah ada norma-norma sosial yang menyebabkan suatu kelompok masyarakat
memiliki pengetahuan, pandangan, dan sikap tertentu yang pada gilirannya bisa
meimbulkan konflik
Aspek Politik:
-Sejauhmanakah negara/pemerintah membuat suatu kebijakan yang tidak adil
kepada suatu kelompok masyarakat. Ketidakadilan politik yang terus-menerus
terjadi seringkali menjadi akar konflik masyarakat.
Dari ketiga aspek ini manakah yang menjadi isu pokok dalam suati konflik,
sehingga mudah diketahui mana yang termasuk isu pokok, pemicu, dan isu
lanjutan (perluasan isu konflik).
42
43. Lampiran 3.
Analisis Gender
Aspek-Aspek
Persepsi Umum
Laki-laki
perempuan
Kondisi Alami
(Kodrati)
Sifat-sifat yang dicitrakan
Penilaian yang diberikan
Sikap-sikap
yang ditujukan
Posisi-posisi yang diterima:
dalam keluarga
dalam masyarakat
dalam pekerjaan
dalam politik
dalam hukum
dalam agama
dalam moral
43
Realitas
44. Lampiran 4.
Panduan Mentoring dan Monitoring
Mentoring
Dalam pelatihan dakwah trasnformatif ini, pada prinsipnya, mentoring dilakukan
untuk mempertemukan konsep dakwah transformatif dengan implementasi di
lapangan dengan cara memberikan input kepada para da’i dalam melakukan
perubahan di komunitasnya. Proses yang dilakukan adalah memberikan masukan,
penelaahan masalah, dan capaian yang diperoleh dalam setiap aksi lapangan.
Metode yang digunakan adalah kunjungan lapangan oleh staf program di setiap
daerah untuk memastikan proses impelementasi nilai-nilai dakwah transformatif di
lapangan.
Matrik Mentoring
Bentuk
Kegiatan
Hasil
Hambatan
Pelajaran
yang
diambil
Rekomendasi
Pengajian
Umum
Pengajian
Terbatas
(circle group)
Pendampingan
Masyarakat
Monitoring
Monitoring dilakukan untuk memberikan pengawasan secara langsung
terhadap proses-proses yang terjadi di lapangan. Monitoring dilakukan oleh staf
program dalam bentuk kunjungan lapangan ke beberapa lokasi untuk memastikan
seberapa jauh inpu-input yang sudah didapatkan para da’i ketika dalam proses
pelatihan dakwah transformatif daurah pertama terimplementasi secara maksimal.
Secara khusus, monitoring ini menggunakan standar agenda yang disusun
secara bertahap (agenda setting). Agenda setting yang ingin ditawarkan
menggunakan prinsip button-up, yakni aspirasi dan keinginan berasal dari para
peserta dengan mengandalkan pengalaman, kemampuan, stretegi, dan daya
dukung. Sehingga corak setting yang berjalan bukan seperti tugas atau kewajiban,
melainkan bagian dari bentuk kepedulian dan kepentingan bersama untuk
melakukan perubahan di masyarakat.
44
45. Matrik Agenda Setting
Tahapan
Pelatihan
Daurah I
Daurah II
Daurah III
Agenda/Indikator
Hasil
Hambatan
Rekomendasi
-Pemetaan masalah di
daerah
-Mensosialisasikan
Islam transformatif dan
inklusif
-Mengembangkan
metode dakwah
-Perubahan
materi
dakwah
-Pembuatan
jaringan
antar komunitas/agama
Pendampingan
Masyarakat
Keterangan:
Daurah Pertama:
- Pemetaan masalah di daerah, yang terdiri dari problem yang dihadapi,
aktor-aktor yang berperan, dan kemampuan untuk melakukan perubahan.
- Mensosialisasikan Islam transformatif dalam kegiatan dakwah dengan cara
menyisipkan materi dakwah yang biasanya hanya mengandalkan aspek teologis
serta cenderung menanamkan fanatisme agama, menjadi materi sosialkeagamaan yang sensitif terhadap problem keadilan dan berwawasan inklusif.
- Mengembangkan metode dakwah dari yang monolog menjadi dialog.
Dalam dialog inilah komunitas yang didampingi da’i ikut serta dalam memetakan
masalah maupun mencari penyelesaian.
Daurah Kedua:
- Perubahan materi dakwah dari yang teosentris (ketuhanan an sich) ke
antroposentris (orientasi sosial-kemanusiaan)
- Pengenalan advokasi sosial di tengah-tengah masyarakat
Daurah Ketiga
Advokasi langsung ke masyarakat dalam menangani masalah-masalah sosial sesuai
dengan problem yang dihadapi daerahnya seperti kasus konflik tanah, perburuhan,
nelayan, pluralisme (konflik agama), dan politisasi agama.
45