Biofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui RektumSurya Amal
Rectal drug delivery is an efficient alternate to oral and parenteral route of administration in partial avoidance of first pass metabolism and protein peptide drug delivery. This route allows both local and systemic therapy of drugs.
slide presentasi yang berisi proses rantai penularan dari penyakit, disertai pathway, definis, dan contohnya. Silahkan dibaca :) please read this thanks
Biofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui RektumSurya Amal
Rectal drug delivery is an efficient alternate to oral and parenteral route of administration in partial avoidance of first pass metabolism and protein peptide drug delivery. This route allows both local and systemic therapy of drugs.
slide presentasi yang berisi proses rantai penularan dari penyakit, disertai pathway, definis, dan contohnya. Silahkan dibaca :) please read this thanks
dalam presentasi ini dijelaskan mengenai penyakit campak ; epidemiologi, etiologi, patofisiologi, management dan vaksinasi. semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
25 years of bandwidth boom made 4K/IP possibleNicolas Hans
Fact: in less than 25 years, network bandwidth has increased 10,000 fold! Yesterday's 10 Mbps Novell network adapters have been given way to 100 Gbps Ethernet switches. We've moved from editing a single compressed audio stream to distributing broadcast quality HD and 4K video over IP... Let's catch up on the #VIDELIO booth at #CABSAT if you're in #Dubai!
Overview of the knowledge extraction and information visualization capabilities of the webLyzard Web intelligence and big data platform; the presentation includes use cases and testimonials, screenshots of the interactive dashboard, the company profile and an overview of recent media coverage. The shown visual analytics applications were developed for the Climate Program Office of the National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) and the United Nations Environment Programme (UNEP).
Membahas mengenai pentingnya imunisasi, sejarah, serta isu tentang imunisasi.
Disusun oleh dr. Lina Nur Islamiyyah Yunus
di Ma'had al-Anshar Sleman
Sumber: Channel Telegram Qonitah Menyapa (https://telegram.me/majalahqonitah)
Converted by @happyislamcom
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Microsoft power point vaksinasi revisi [compatibility mode]
1.
2. Latar belakang
1956 pertama kegiatan vaksinasi di jawa cacar BCG
1972 study pencegahan tetanus neonatorum di Jawa
Tengah, Jatim TT
1973 vaksinasi secara nasional
1974 bulan april indonesia bebas cacar oleh WHO
1976 mulai Pulau Bangka dikembangkan vaksinasi DPT
1977 persiapan pengembangan program imbunisasi
(PPI)
1980 program immunisasi rutin 6 jenis antigen BCG,
DPT, Polio, Campak, DT & TT
1990 pencapaian UCI (Universal Child Immunization)
1995, 1996, 1997 & 2002 PIN dan Sub PIN Eradikasi
Polio
3. Jumlah Sasaran
WUS TT
Bias anak sekolah DT, TT Campak
Alat
Uniject = koemasan dosis tunggal (ADS – PID
Auto Disable Syringe – Prefilled Injection
Device) Safe injection
Kombinasi vaksin DDT & Hb tetravalen
(kombo) 2004 di 4 propinsi (NTB, DIY, Bangka
Belitung)
target cakupan 20% th 2005 , pemenuhan
sasaran secara nasional 50% 2006
4. Penanganan
Th. 2003
Rantai vaksin (vaccine chain) bukan lagi cold
chain
Sejak diproduksi, penyimpanan, hingga dipakai
mengingat vaksin adl unsur biologis yang
berkarakter tertentu
Kerusakan akan merusak potensi KIPI & KLB
Pemantauan suhu kelayakan dgn alat
sebagai penunjuk indikator spt VVM, Freeze
watch atau freeze tag, TTM
5. Pengertian Vaksin
Produk bilogik yg terbuat dari :
Kuman
Komponen kuman
Racun kuman
Penggolongan vaksin
I. Asal antigen (immunization Essential)
a. Bibit penyakit yang dilemahkan (live attenuated)
1. virus : polio (OPV), Campak, yellow fever
2. Bakteri : BCG
b. Bibit penyakit yang dimatikan (inactivated)
1. Sel partikel diambil
Virus : IPV (Injectable/inactivated Polio Vaccine) Rabies
Bakteri : Pertusis
2. Sebagian partikel diambil
Protein
• Sub unit : aseluler pertusis
• Toxoid : DT
Palisakarida
• Murni : meningococal
• Gabungan : Hib (haemofilus Influenzs Type B)
Rekombinon (rekayasa genetika) Hep B
6. Karakteristik Vaksin
1. Vaksin BCG
• Deskripsi : adalah vaksin “beku kering” mengandung
Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan
dari strain parts No. 1173-P2
• Cara pemakaian : tambahkan 4 ml pelarut yang
tersedia
• Dosis : 0,05 ml : diberikan segera setelah lahir
sebanyak 1 x, dosis ulangan pada usia 5 – 7 tahun
dan 12 – 15 tahun
• Penyimpanan : pada suhu 2 – 8oC : 1 tahun
• Kemasan : vaksin tersedia dalam ampul (20 dosis)
disertai 4 ml pelarut dalam ampul
• Perhatian : Vaksin BCG yang sudah dilarutkan harus
disimpan pada suhu 2 – 8oC, dan hanya dapat dipakai
untuk periode 3 jam
7. Karakteristik Vaksin
2. Vaksin DT
• Deskripsi : adalah vaksinjerap yang mengandung
toksoid difteri dan tetanus dimurnikan yang terabsorb
ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat
• Cara pemakaian : kocok dulu sebelum digunakan
• Dosis : 0,5 ml : diberikan jika pada vaksinasi DPT
pertama terjadi kontraindikasi terhadap komponen
pertusis, dianjurkan juga diberikan pada anak usia
dibawah 8 tahun (SD kelas 1)
• Penyimpanan : pada suhu 2 – 8oC; ED : 2 tahun
• Kemasan : vial 5 ml (10 dosis)
8. Karakteristik Vaksin
3. Vaksin DPT
• Deskripsi : adalah vaksin jerap yang mengandung
toksoid difteri dan tetanus dimurnikan serta bakteri
pertusis yang telah diinaktivasi yang terabsorb ke
dalam 3 mg/ml aluminium fosfat
• Cara pemakaian : kocok dulu sebelum digunakan
• Dosis : 0,5 ml : diberikan mulai usia 6 minggu
sebanyak 3 x dengan interval masing – masing 4
minggu
• Penyimpanan : pada suhu 2 – 8oC; ED : 2 tahun
• Kemasan : vial 5 ml (10 dosis)
• Perhatinan : jangan diberikan jika pada suntikan
pertama terdapat kontraindikasi terhadap komponen
pertusis
9. Karakteristik Vaksin
4. Vaksin TT
• Deskripsi : adalah vaksin jerap yang mengandung
toksoid tetanus yang dimurnikan yang terabsorb ke
dalam 3 mg/ml aluminium fosfat
• Cara pemakaian : kocok dulu sebelum digunakan
• Dosis : 0,5 ml : untuk pencegahan tetanus neonatal
diberikan kepada wanita usia subur sebanyak 5 dosis
dengan interval waktu TT1 – TT2 : 4 minggu ; TT 2 –
TT3 : 6 – 12 bulan ; TT3 - TT4 : 1 tahun; TT4 – TT5 : 1
tahun
• Penyimpanan : pada suhu 2 – 8oC; ED : 2 tahun
• Kemasan : vial 5 ml (10 dosis)
10. Karakteristik Vaksin
5. Vaksin Polio
• Deskripsi : adalah vaksin polio Trivalent yang terdiri
dari virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 yang sudah
dilemahkan yang dibiakkan dalam biakan jaringan
ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa
• Cara pemakaian : diteteskan langsung ke mulut
dengan menggunakan dropper
• Dosis : 2 tetes (0,1 ml) diberikan mulai usia 6 minggu,
minimal 3 x dengan interval 4 minggu
• Penyimpanan : pada suhu 20oC >> ED : 2 tahun
• Kemasan : vial 1 ml (10 dosis) + dropper
11. Karakteristik Vaksin
6. Vaksin Campak
• Deskripsi : adalah vaksin “beku kering” yang
mengandung virus campak hidup yang dilemahkan
dari strain CAM 70
• Cara pemakaian : tambahkan 5 ml pelarut yang
tersedia
• Dosis : 0,5 ml diberikan mulai usia 6 – 9 bulan
• Penyimpanan : pada suhu 2 – 8oC; ED : 2 tahun
• Kemasan : vaksin tersedia dalam kemasan vial 10
dosis + 5 ml pelarut
• Perhatian : vaksin yang sudah dilarutkan disimpan
pada suhu 2 – 8oC, dan bisa dipergunakan selama
periode 8 jam
12. Karakteristik Vaksin
7. Vaksin Hepatitis B
• Deskripsi : adalah vaksin virus rekombinan yang telah
diinaktifasi dan bersifat non-infectious, berasal dari
HBaAg yang dihasilkan dari sel ragi dengan
menggunakan teknologi DNA rekombinan
• Cara pemakaian : kocok dahulu sebelum digunakan
• Dosis : 0,5 ml diberikan segera setelah lahir,
sebanyak 3x dengan interval 0-1-2 bulan atau 0-1-6
bulan
• Penyimpanan : pada suhu 2 – 8oC; ED : 2 tahun
• Kemasan : vial 2,5 ml (5 dosis)
13. Karakteristik Vaksin
7. Vaksin DPT Hb
• Deskripsi : vaksin yang mengandung DPT berupa
toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan
pertusis yang diinaktifasi serta vaksin Hep.B
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung
HbsAg murni yang berisfat non infectious. Hep. B
merupakan vaksin DNA rekombinan berasal dari
HbsAg diproduksi melalui teknologi DNA rekombinon
pada sel ragi
• Indikasi : pemberi kekebalan aktif terhadap peny.
Difteri , perlusis dan Hep B
• Cara pemberian : IM 0,5 ml : 3 dosis (dosis 1 usia 2
bln, selanjutnya dengan interval minimal 4 mgg/1 bln
• Penyimpanan : pada suhu 2 – 8oC; ED : setelah 24
bulan
• Kemasan : ovial (1 box) @ 5 dosis
14. Karakteristik Vaksin
Stabilitas vaksin Sensitifitas terhadap panas
Seluruh produk vaksin
merupakan produk biologi
yang sensitif dan cenderung Paling sensitif
kehilangan potensinya secara
progresif. Kehilangan potensi • Oral polio
ini akan lebih cepat jika • Campak
terpapar oleh suhu diluar dari (beku kering)*
interval suhu penyimpanan
yang direkomendasikan • Hepatitis B
Walaupun seluruh produk • Jerap DPT
vaksin adalah sensitif • Jerap DT
terhadap panas, namun satu • BCG
sama lain tingkat sensitifnya • TT
Kurang sensitif
* Vaksin ini akan lebih sensitif bila dipanaskan
15. Vaksin lain
Meningokokus
Japanese enchephalitis (JE)
Haemofilus influenzae (Hib)
Antirabies (Var)
Serum anti rabies (SAR)
Hep A
Varicella
Typhoid
MMR dsb
16. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian vaksin
Safe Injection
Adalah suatu kondisi dimana
Sasaran imunisasi memperoleh kekebalan
Tidak ada dampak negatif pasca imunisasi
pada sasaran maupun petugas
Tidak menularkan penyakit pada
masyarakat atau lingkungan
17. Syarat safe injection
Bundling diterapkan
Vaksin bermutu
Waktu penyuntikan tepat
Cara penyuntikan benar
Tidak ada kontra indikasi
Petugas bekerja aseptis
Teknik penggunaan alat suntik benar
Penanganan limbah benar
18. Vaksin yang bermutu
Belum kadaluarsa
Kemasan utuh
Alat pemantau paparan panas/dingin baik
Penampakan fisik baik
Vaksin serbuk kering : pelarut dan cara
melarutkan benar
Bila ragu: vaksin jangan dipakai !!!!
19. Pengelompokan vaksin
Heat sensitif : yaitu vaksin yang akan
cepat rusak apabila terkena paparan suhu
panas : BCG, campak, polio
Freeze sensitif : yaitu vaksin yang akan
rusak apabila terkena paparan suhu beku :
DPT, DT, TT dan Hep. B, DPT / HB
20. Kerusakan Vaksin
Terhadap Suhu
paparan suhu dingin : pada suhu minus
Vaksin Pada suhu Daya tahan
Hep. B, DPT/HB -0,5OC ½ JAM
DPT, DT, TT -5OC 1,5 JAM
paparan suhu panas : pada suhu beberapa OC diatas
suhu kamar (ambient temperatur < 34OC)
Vaksin Daya Tahan
DPT, DPT/HB 14 hari
Hep.B, TT 30 hari
Polio 2 hari
Campak, BCG 7 hari
21. Kerusakan Vaksin…………….
Terhadap sinar matahari : semua vaksin
akan rusak apabila terkena paparan sinar
matahari langsung serta sinar ultra violet
(lampu neon, lampu halogen)
22. Penyimpanan vaksin
Heat sensitive vaccine : Pada suhu – 15
s.d 20oC (Freezer)
Freeze sensitive vaccine : pada suhu 2 s.d
8oC (lemari es)
Pada unit pelayanan : semua vaccine
aman disimpan pada suhu 2 s.d 8oC
(lemari es)
Pelarut : pada suhu ruangan (jangan
terkena sinar matahari langsung)
23. Open vial policy
Ialah ketentuan pemakaian vaksin yang sudah dibuka
Hanya berlaku pada unit pelayanan statis
Syarat :
Tidak melampaui masa kadaluarsa
Tetap disimpan pada suhu yang benar
Tidak pernah terendam air
Indikator pemantau suhu tetap baik
Ditulis tanggal pertama kali vaksin dipakai
Vaksin DPT, DT, TT, Hep.B, DPT/HB, Polio dapat
digunakan sampai 4 bulan
Vaksin campak : 6 jam (sejak dilarutkan)
Vaksin BCG : 3 jam (sejak dilarutkan)
24. Vaccine vial monitor (VVM)
Adalah alat pantau terhadap paparan suhu
panas
Melekat pada kemasan vaksin (kecuali
BCG)
Memantau paparan panas secara
kumulatif
Ada 4 kriteria : A,B,C,D
A dan B : vaksin bisa dipakai C dan D :
vaksin sudah rusak
25. Cara pembacaan VVM
Perhatikan warno kotak yang terletak pada
tengah lingkaran !!!
A B C D
29. Tujuan program-program dan skema
vaksinasi
Menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit – penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
31. Sasaran
Seluruh bayi mendapatkan imunisasi
dasar
Seluruh anak sekolah mendapatkan
imunisasi lanjutan (campak, DT dan TT)
Wanita usia subur (termsuk bumil dan
catin) mendapatkan imunisasi TT 5 dosis
Kelompok beresiko tinggi
32.
33.
34. Jadwal imunisasi lanjutan
bulan imunisasi anak sekolah (BIAS)
Anak sekolah tingkat Campak :
dasar / sederajat Meningkatkan
Angka bersekolah 97% sp efektivitas imunisasi
kl 3 campak
Sasaran vaksin Mencegah KLB campak
sp 2007 2008 dst di sekolah
Kl 1 DT Sbg booster (tingkatkan
kekebalan)
Campak Aug
Diphtheria (10 th)
DT
Tetanus (5 – 30 th)
Kl 2 TT TT
Nov
Kl 3 TT TT
Perlu buku register + kartu TT
35. Jadwal imunisasi TT
Skrining status TT Imunisasi TT diberikan
sebelumnya : (DPT, DT sesuai status dan interval
atau TT) Sasaran rutin :
TT1 Calon pengantin wanita
≥ 1 bln Ibu hamil
TT2 (3 th proteksi) Sasaran tambahan
≥ 6 bln Wanita usia subur 15 – 39
th
TT3 (5 th proteksi)
Perlu buku register
≥ 1 tahun
Perlu kartu TT (life long
TT4 (15 th proteksi)
TT card)
≥ 1 tahun
TT5 (>25 th proteksi)
36. Program Jenis Waktu Status TT
imunisasi imunisasi pemberian
Bayi DPT 1 * Umur 2 bln TT 0
DPT 2 * Umur 3 bln TT 1
DPT 3 * Umur 4 bln TT 2
Bias DT Kelas 1 SD TT 3
TT Kelas 2 SD TT 4
TT Kelas 3 SD TT 5
Catatan : * sekarang menjadi DPT/HB1, DPT/HB2, dan DPT/HB3
38. Definisi KIPI
Semua kejadian sakit dan kematian
yang terjadi dalam kurun satu
bulan setelah imunisasi
Diperkirakan sebagai akibat dari
imunisasi
39. Definisi KIPI
Definisi :
KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Immunisasi = Adverse
Events Following Immunizations = AEFI) WHO ;
Yakni suatu kejadian sakit yang terjadi setelah mene-
rima immunisasi Yang diduga disebabkan oleh
immunisasi tersebut.
41. KIPI Reaksi Suntikan
Reaksi suntikan langsung
Rasa sakit, bengkak & kemerahan
Reaksi suntikan tidak langsung
Rasa takut
Nafas tertahan
Pernafasan sangat cepat
Pusing, mual/muntah
Kejang
Sinkope
42. KIPI Kesalahan Program
Kesalahan Program Perkiraan KIPI
Penyuntikan salah tempat
BCG subkutan
DPT/DT/TT kurang Reaksi lokal / abses
dalam Reaksi lokal / abses
Suntikan di bokong Kerusakan N Sciaticus
Transportasi / Reaksi lokal akibat vaksin beku
penyimpanan vaksin
Vaksin tidak aktif (tidak potent)
tidak benar
Tidak terhindar dari reaksi yg
Mengabaikan indikasi
berat
kontra
43. KIPI Kesalahan Program
Kesalahan Program Perkiraan KIPI
Tidak steril Infeksi
Pemakaian ulang alat suntik / Abses lokal di daerah suntikan
jarum Sepsis, sindrom syok toksik,
Sterilisasi tidak sempurna Infeksi penyakit yg ditularkan
Vaksin / pelarut terkontaminasi lewat darah : hepatitis, HIV
Pemakaian sisa vaksin utk
beberapa sesi vaksinasi
Abses lokal karena kurang
Salah pakai pelarut vaksin kocok
Pemakaian pelarut vaksin yg Efek negatif obat mis. insulin
salah Kematian
Memakai obat sebagai vaksin Vaksin tidak efektif
atau pelarut vaksin
44. KIPI Kebetulan (koinsidens)
Kejadian yang timbul, terjadi secara
kebetulan setelah imunisasi
Ditemukan kejadian yang sama di saat
bersamaan pada kelompok populasi
setempat tetapi tidak diimunisasi
Vaksin disalahkan sebagai
penyebabnya
45. Tata laksana KIPI
Deteksi dan pelaporan
Investigasi KIPI
Analisis Data KIPI
Tindak lanjut
Evaluasi
46. Pencegahan Terjadinya KIPI
Mencegah KIPI akibat reaksi vaksin
Indikasi kontra diperhatikan
Vaksin hidup tidak diberikan pada anak dgn defisiensi
imun
Orang tua diajar menangani reaksi vaksin yang ringan &
dianjurkan segera kembali apabila ada reaksi yg
mencemaskan
Parasetamol dapat diberikan 4 x sehari untuk
mengurangi gejala demam & rasa sakit
Mengenal dan dapat mengatasi reaksi anafilaksis
Sesuaikan dengan reaksi ringan/berat yg terjadi atau
harus dirujuk ke RS dengan fasilitas lengkap
47. Kesimpulan
KIPI adalah risiko program imunisasi
Pelaksanaan imunisasi yang baik akan mengurangi
KIPI
Diperlukan pengetahuan imunisasi yang mendalam
Penanganan KIPI yang baik dan komprehensif akan
menunjang program imunisasi yang baik pula