1. MENGENAL ASSESMEN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
TUGAS ASSESMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
DOSEN PEMBIMBING
Dr. H. Baso Amri, M.Si
Dr. Sukayasa, M.Pd
Dr. Mustamin Idris, M.Si
OLEH
I Made Rai Adnyana ( A 231 12 039 )
Kelas A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
Februari, 2015
2. BAB I
PENDAHULUAN
Assesmen merupakan bagian yang sangat penting dan tidak bisa
dipisahkan dari kegiatan pembelajaran. Tujuan utama dari assesmen adalah untuk
meningkatkan kualitas belajar siswa, bukan sekedar untuk penentuan skor
(grading). Oleh karena itu assesmen dimaksudkan sebagai suatu strategi dalam
pemecahan masalah pembelajaran melalui berbagai cara pengumpulan dan
penganalisisan informasi untuk pengambilan keputusan (tindakan) berkaitan
dengan semua aspek pembelajaran (Cole & Chan, 1994). Proses dari assesmen
biasanya memerlukan tingkat pemikiran analitis lebih tinggi daripada pengukuran
kemampuan.
Assesmen pembelajaran biasanya memerlukan serangkaian upaya untuk
menjawab pertanyaan yang spesifik. Misalnya, seorang guru ingin mengungkap
permasalahan matematika apa yang dihadapi oleh seorang siswa, dan bagaimana
cara membantu siswa tersebut agar kemampuannya dapat berkembang secara
optimal. Tentu saja guru itu harus mengumpulkan banyak informasi mengenai
siswa tersebut seotentik mungkin melalui proses assesmen. Informasi seperti ini
sangat membantu guru mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi siswa
sebelum ia memutuskan tindakan yang akan dilakukan untuk membantu siswa
tersebut (Herman, 2010).
Di lain pihak, assesmen dipandang sebagai kegiatan yang biasa dilakukan
terpisah dari pembelajaran dan umumnya dilakukan melalui tes pencapaian
(achievement test). Tes seperti ini biasanya dilakukan di akhir kegiatan
pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa. Banyak argumen yang
menyatakan bahwa tes pencapaian sampai sekarang ini masih relevan untuk
mengukur hasil dari proses belajar dan menentukan siswa dalam kegiatan
remediasi sebagai upaya penuntasan belajar (Herman, 2010).
3. BAB II
PEMBAHASAN
Dalam proses pembelajaran, penilaian (Assesmen) merupakan bagian yang
sangat penting dan tidak bisa lepas dari kegiatan pembelajaran itu sendiri.
Sejatinya tujuan penilaian adalah untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas
belajar siswa. Jadi penilaian bukan sekedar untuk menentukan rangking atau skor
siswa yang pada akhirnya justru dapat menjadi penghalang bagi peningkatan
kualitas belajar. Tambahan lagi bahwa penilaian bukan akhir dari pembelajaran
tapi yang paling utama adalah balikan dari proses belajar yang telah berlangsung.
Menurut de Lange (dalam Herman) terdapat lima prinsip utama yang melandasi
assesmen dalam pembelajaran, kelima prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prinsip pertama: Assesmen harus ditujukan untuk meningkatkan
kualitas belajar dan pengajaran. Walaupun ide ini bukan hal yang
baru, akan tetapi maknanya sering disalahartikan dalam proses belajar
mengajar. Assesmen seringkali dipandang sebagai produk akhir dari
suatu proses pembelajaran yang tujuan utamanya untuk memberikan
penilaian bagi masing-masing siswa. Makna yang sebenarnya dari
Assesmen tidak hanya menyangkut penyedian informasi tentang hasil
belajar dalam bentuk nilai, akan tetapi yang terpenting adalah adanya
balikan tentang proses belajar yang telah terjadi.
2. Prinsip kedua: Metode assesmen harus dirancang sedemikian rupa
sehingga memungkinkan siswa mampu mendemonstrasikan apa yang
mereka ketahui bukan mengungkap apa yang tidak diketahui.
Berdasarkan pengalaman assesmen sering diartiakan sebagai upaya
untuk mengungkap aspek-aspek yang belum diketahui siswa.
Walaupun hal ini tidak sepenuhnya salah, tetapi pendekatan yang
digunakan lebih bersifat negatif, karena tidak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan yang sudah mereka
4. miliki. Jika pendekatan negatif yang cenderung digunakan, maka
siswa akan kehilangan rasa percaya diri.
3. Prinsip ketiga: Assesmen harus bersifat operasional untuk mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran. Dengan demikian alat assesmen yang
digunakan tentunya tidak hanya mencakup tingkatan tertentu saja,
melainkan harus mencakup ketiga tingkatan assesmen, yaitu: rendah,
menengah dan tinggi. Karena kemampuan berpikir tingkat tinggi lebih
sulit untuk diases, maka seperangkat alat assesmen harus mencakup
berbagai variasi yang bisa secara efektif mengungkap kemampuan
yang dimiliki siswa.
4. Prinsip keempat: Kualitas alat assesmen tidak ditentukan oleh
mudahnya pemberian skor secara objektif. Umumnya pemberian skor
secara objektif bagi setiap siswa menjadi faktor yang sangat dominan
manakala dilakukan assesmen terhadap kualitas suatu tes. Akibat dari
penerapan pandangan ini adalah bahwa suatu alat assesmen hanya
terdiri atas sejumlah soal dengan tingkatan rendah yang memudahkan
dalam melakukan penskoran. Walaupun untuk menyusun alat
assesmen dengan tingkatan tinggi lebih sulit, pengalaman
menunjukkan bahwa tugas-tugas yang ada didalamnya memiliki
banyak keunggulan. Salah satu keunggulannya siswa memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan ide-idenya sehingga jawaban yang
diberikan mereka biasanya sangat bervariasi. Selain itu guru
dimungkinkan untuk melihat secara mendalam proses berpikir yang
digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.
5. Prinsip kelima: Alat Assesmen hendaknya bersifat praktis. Dengan
demikian konstruksi tes dapat disusun dengan format yang berbeda-
beda sesuai dengan kebutuhan serta pencapaian tujuan yang ingin
diungkap.
5. Sementara itu dalam Permendikbud No.66 tahun 2013 tentang Standar
Penilaian Pendidikan disebutkan bahwa penilaian hasil peserta didik didasarkan
prinsip objektif, terpadu, ekonomis, transparan, akuntabel dan edukatif (Sigit,
2014).
Pengertian assesmen Menurut Poerwanti secara umum, assesmen dapat
diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang
dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang
menyangkut kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang siswa ini termasuk bagaimana
guru mengelola pembelajaran di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada
program-program pembelajaran yang berbeda, tingkatan tugas-tugas untuk siswa
yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan
penyuluhan, dan saran untuk studi lanjut.
Sementara menurut Robert M. Smith (2002) dalam Mawardi (2011) suatu
penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk
layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu
rancangan pembelajaran.
Sedangkan Akhmad (2008) menyebutkan bahwa assesmen atau penilaian
adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.
Berdasarkan pengertian assesmen dari 3 ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa assesmen merupakan kegiatan guru selama rentang pembelajaran untuk
mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar
pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi peserta didik. Dari
paparan pengertian assesmen itu dapat pula ditarik prinsip assesmen bahwa
assesmen hendaknya dilakukan secara komprehensif, terpadu, dan berkelanjutan
(Virnayani, 2014).
6. Assesmen juga memiliki tujuan yang mana tujuan dari assesmen secara
umum adalah melakukan assesmen dalam proses pembelajaran adalah untuk
memperoleh informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian proses
pembelajaran (Koyan, 2011:12). Berdasarkan tujuan tersebut dapat dilakukan
tindak lanjut yang merupakan fungsi assesmen, yang dapat berupa: (1)
penempatan yang tepat, (2) pemberian umpan balik, (3) diagnosis kesuitan
belajar, (4) penentuan kenaikan tingkat atau kelulusan pendidikan pada jenjang
pendidikan tertentu.
Setelah mengetahui tujuan dan fungsi dari assesmen, assesmen ternyata juga
memiliki manfaat bagi berbagai pihak diantaranya:
a. Bagi peserta didik, dapat mengetahui hasil dari kompetensi yang telah dicapai
maupun belum dicapai. Berdasarkan informasi itu dapat memberikan motivasi
bagi peserta didik yang belum mencapai kompetensi minimal serta bagi peserta
didik yang sudah dapat mencapai kompetensi minimal akan berupaya
mempertahankan prestasinya.
b. Bagi pendidik, hasil dari belajar peserta didik dapat memberikan gambaran
tentang keadaan peserta didik, materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan
sistem evaluasi yang digunakan.
c. Bagi sekolah, tergantung pada proses pembelajaran yang telah terjadi.
Sekolah dapat melakukan instrospeksi diri, apakah kondisi pembelajaran telah
sesuai dengan standar pelayanan minimal sekolah atau belum.
d. Bagi orang tua peserta didik, laporan hasil belajar yang tercermin dalam buku
rapor akan memberikan informasi yang cukup bagi orang tua tentang tingkat
keberhasilan anaknya disekolah.
Assesmen memiliki 2 kompenen yang saling berkaitan. Komponen
pertama adalah mengumpulkan dan mencatat/merekam informasi tenang
perkembangan belajar anak. Sebagai contoh misalnya dengan mengumpulkan dan
mencatat apa yang dilakukan anak. Informasi ini dapat diperoleh dari
7. pemangamatan, komunikasi, wawancara, portofolio, proyek, tes, checklis, hasil
gambar/tulisan anak, foto, maupun rekaman suara. Melalui penggalian informasi
yang dilakukan secara bertahap dengan pemangamatan, komunikasi, wawancara,
portofolio, proyek, tes, checklis, hasil gambar/tulisan anak, foto, maupun rekaman
suara yang tidak hanya menggunakan nilai akhir saja maka mengetahui hasil
belajar siswa dengan assesmen sudah dilakukan. Sebab penilaian dari hasil belajar
siswa tidak hanya dilakukakn dengan cara evaluasi atau ulangan semester saja
melainkan secara bertahap.
Komponen kedua adalah menginterpretasi dan mengevaluasi semua
informasi yang diperoleh. Hal ini bermenfaat dalam mebuat semacam keputusan
atau penilaian tentang perkembangan anak. Misalnya apakah anak berada dalam
tahap perkembangan atau telah mencapai perkembangan tertentu. Sehingga
melalui komponen kedua ini kita sudah bisa mengambil keputusan tentang
bagaimana hasil belajar siswa yang sebelumnya sudah kita nila secara bertahap
dan berkelanjutan melalui penggalian informasi pada komponen pertama.
Kedua komponen diatas satu sama lain saling berkaitan, sebab melalui
komponen pertama kita bisa melakukan komponen kedua yang nantinya akan
membantu kita menarik kesimpulan apakah siswa sudah mengerti dan memahami
pelajaran yang diajarkan atau tidak (Virnayani, 2014).
Assesmen dapat dilakukan dengan dua pendekatan cara, yaitu dengan
assesmen formal dan assesmen informal. Assesmen formal adalah assesmen
dengan menggunakan tes standar atau tes baku yang sudah disusun sedemikian
rupa oleh para ahli sehingga memiliki standar tertentu, sedangkan tes informal
adalah penilaian dengan menganalisis hasil pekerjaan siswa atau dengan tes
buatan guru .
Assesmen Formal
Assesmen formal adalah assesmen standar atau assesmen yang menggunakan
instrumen baku, misalnya WISC (tes kecerdasan), PMC, Basal Reading Tes
8. Minosetta, dll. Instrumen tersebut telah mengalami standarisasi melalui
eksperimen yang ketat dengan jumlah sampel yang sangat banyak.
Assesmen Informal
Assesmen informal adalah assesmen yang dibuat dan dikembangkan oleh guru
berdasarkan aspek-aspek perkembangan atau kurikulum yang berkaitan dengan
kemampuan belajar anak. Misalnya wawancara, observasi, skala atau ranting
skale, cheklist, dll (Kusumah, 2012).
Instrumen assesmen yang digunakan dalam penilaian meliputi tes dan
nontes. langkah-langkah penyusunan instrumen disesuaikan dengan karakteristik
teknik dan bentuk butir instrumennya (Ayuni, 2012).
a. Penyusunan tes tertulis
1. Memperhatikan persyaratan penyusunan tes tertulis.
2. Mengacu pada indikator pencapaian.
3. Memilih bentuk butir yang sesuai dengan indikator.
4. Membuat kunci jawaban.
b. Penyusunan pedoman observasi
1. Mengacu pada indikator pencapaian.
2. Mengidentifikasi perilaku atau langkah kegiatan yang diobservasi.
3. Menentukan model skala yang dipakai. yakni skala penilaian (rating
scale) atau daftar cek (check list).
4. Membuat rubrik/pedoman penskoran.
c. Penyusunan penugasan (tugas rumah/proyek)
1. Mengacu pada indikator pencapaian.
2. Mengacu pada jenis tugas yang dikerjakan.
3. Membentuk rubrik.
9. d. Penyusunan Instrumen Nontes
Instrumen nontes dapat berupa pedoman wawancara/invetor. langkah - langkah
penyusunan pedoman wawancara dan inventori adalah sebagai berikut :
1. Mengacu pada indikator pencapaian. misalnya, dalam menilai akhlak
peserta didik dilakukan melalui indikator antara lain : kedisiplinan
(seperti kepatuhan kepada tata tertib), kejujuran (seperti kejujuran dalam
perkataan dan perbuatan), tanggung jawab (seperti kesadaran untuk
melaksanakan tugas), sopan santun (seperti sikap hormat kepada orang
lain), hubungan sosial (seperti kemampuan dalam berinteraksi sosial
dengan orang lain), percaya diri (seperti perilaku berani menyatakan
pendapat), harga diri (seperti perilaku tidak mudah menyerah), motivasi
diri (seperti perilaku kemampuan untuk maju), saling menghargai (seperti
perilaku mau menerima pendapat), kompetisi (seperti perilaku ketegaran
menghadapi kesulitan).
2. Memilih pertanyaan/pernyataan yang tidak menuntut respons yang
mengandung keberpihakan sosial (social desirability) yang tinggi.
3. Menyediakan pernyataan yang tidak merujuk pada hal-hal yang benar
atau salah.
4. Menentukan jenis skala yang dipilih dan pedoman penskorsnya.
Tujuan utama dari assesmen menurut Clarke (1996) untuk memodelkan
pembelajaran yang efektif, memotitor perkembangan kemampuan siswa, dan
menginformasikan tindakan yang diperlukan dalam pembelajaran. Keberhasilan
proses pembelajaran tidak terlepas dari peran assesmen. Melalui assesmen guru
agar terpandu menentukan metode atau pendekatan yang harus dilakukan agar
pembelajaran efektif dan memiliki nilai tambah bagi siswa. Proses untuk
mendapatkan pembelajaran efektif akan ditemukan melalui pengamatan dan
refleksi dari kegiatan yang dilakukan. Semua informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber dan melalui berbagai teknik assesmen dijadikan acuan untuk
menentukan jenis dan bentuk tindakan pembelajaran.
10. Jika kita perhatikan tujuan diberikannya matematika di sekolah, maka akan
muncul berbagai tingkatan berbeda dari alat assesmen yang dikembangkan.
Berdasrkan kategorisasai dari de Lange (1994), terdapat tiga tingkatan berbeda
yakni: tingkat rendah, tingkat menengah dan tingkat tinggi didasarkan kepada
tujuan yang ingin dicapai. Karena assesmen bertujuan untuk merefleksikan hasil
belajar, maka kategori ini dapat digunakan baik untuk tujuan-tujuan yang
berkenaan dengan pendidikan matematika secara umum maupun untuk
kepentingan assesmen.
Alasan utama dan yang sangat penting mengapa guru melaksanakan
perubahan dalam assesmen adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai
tingkat ketercapaian tujuan kurikulum, keberhasilan metode pembelajaran, dan
ketepatan praktek assesmen sendiri. Melalui praktek assesmen ini guru dapat
menggambarkan kesimpulan mengenai hal-hal yang diperlukan dalam
pembelajaran, progres dalam mencapai tujuan kurikulum, dan efektivitas program
matematika yang dilaksanakan. Tingkat kebermaknaan dari assesmen akan
bergantung dari keselarasan antara metode assesmen dengan kurikulum. Apabila
assesmen yang dilakukan tidak merefleksikan tujuan, maksud, dan isi dari
kurikulum, maka informasi mengenai apa yang telah dimiliki siswa akan sangat
minim.
.
11. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asesmen merupakan kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan
pembelajaran. Informasi yang terkumpul melalui kegiatan asesmen sangat
diperlukan dalam mengambil keputusan pada saat pembelajaran dan memonitor
perkembangan siswa. Semua itu dilakukan tidak lain untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghimpun informasi dari
kegiatan pembelajaran, mulai dari pengamatan informal sampai ke pengukuran
formal melalui tes kemampuan. Menghimpun informasi mengenai kegiatan siswa
belajar hanyalah salah satu tujuan. Hal lain yang juga penting adalah untuk
memperoleh informasi mengenai disposisi siswa terhadap matematika. Semua
informasi ini perlu dicatat agar lebih mudah dianalisis dan selanjutnya untuk
ditindaklanjuti.
Asesmen dapat dimanfaatkan untuk beragam kepentingan terutama yang
berkaitan upaya meningkatkan kualitas kegiatan siswa belajar matematika. Guru
dapat menggunakannya untuk hal yang positif seperti mendorong siswa menjadi
pembelajar.
B. Saran
Agar pembaca dapat memperoleh informasi yang berdaya guna dan
berhasil guna maka dituntut untuk memahami berbagai aspek yang berkaitan
dengan assesmen pendidikan matematika.
12. DAFTAR PUSTAKA
Ayuni Nur. 2012. Makalah Asessmen Pembelajaran. (Online).
(http://ayyundud.blogspot.com/2012/04/makalah-asessmen-
pembelajaran.html). Diakses pada tanggal 10 Februari 2015.
Herman Tatang. 2014. Asesmen dalam Pembelajaran Matematika, Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia (Online).
(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1962
10111991011-TATANG_HERMAN/Artikel/Artikel6.pdf). Diakses pada
tanggal 10 Februari 2015.
Koyan, I Wayan. 2011. Asesmen Dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Kusumah Darma. 2012. Asesmen Pendidikan. (Online).
(http://dakubelajar.blogspot.com/2012/09/asesmen-abk.html) Diakses pada
tanggal 10 Februari 2015.
Sigit. 2014. Contoh Penerapan Penilaian Autentik Dalam Pembelajaran
Matematika. (Online).
(http://118.97.20.61/btkpdiy/img/download/Penilaian%20autentik%20-
%20Materi%20Bapak%20Sigit%20P4TK%20Matematika.pdf). Diakses
pada tanggal 10 Februari 2015.
Virnayani Agung. 2014. Asesmen Sebagai Media Untuk Mengetahui Hasil
Belajar Siswa. (Online). (http://virnayani.blogspot.com/2014/01/asesmen-
sebagai-media-untuk-mengetahui.html). Diakses pada tanggal 10 Februari
2015.