4. Pengamatan Indera (1)
Dengan kemampuan inderanya, manusia mampu
memahami fakta yang dihadapinya
Manusia bisa membedakan: apel itu enak dimakan,
dampaknya akan baik. Sedangkan batu itu tidak enak,
dampaknya akan buruk, dst.
Pengetahuan itulah yang menjadi landasan bagi
manusia untuk melakukan sesuatu atau tidak
5. Pengamatan Indera (1)
Kemampuan inderawi tersebut terus dibantu dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Memang menunjukkan dampak baik-buruk dari fakta-
fakta yang dihadapi manusia
Namun sebenarnya hanya dalam jangka pendek saja
Untuk jangka panjang, kemampuan iptek
sesungguhnya sangatlah terbatas
11. Bagaimana Dampak Jangka Panjang Sekali?
Indera dan iptek manusia tidak akan pernah
menjangkau dampak yang panjang sekali
Iptek manusia, bagaimanapun canggihnya, tidak akan
pernah mampu melihat bagaimana nasib manusia
yang sudah masuk di kuburan
Kecuali hanya melihatnya menjadi bangkai dan
melebur menjadi tanah
Pertanyaannya: apakah memang benar demikian?
Iptek menyatakan bahwa materi dan energi itu kekal,
berarti kiamat tidak akan pernah terjadi
Pertanyaannya: benarkah demikian?
12. Bagaimana Dampak Jangka Panjang Sekali?
Iptek manusia mampu mengamati apa manfaat daging
babi, bahkan iptek juga mampu menghilangkan
dampak buruk yang ditimbulkan daging babi bagi
kesehatan
Pertanyaan: jika manusia makan daging babi, apakah
akan berdampak baik untuk jangka panjang sekali di
akherat?
Mampukah iptek memastikannya?
Demikian juga untuk minuman keras, bangkai, darah,
dsb.
Apakah manusia mampu memastikan dampak baik
dan buruknya dalam jangka panjang sekali di akherat?
13. Pengamatan Indera : Kesimpulan
Kemampuan indera dan iptek yang dimiliki manusia
sangat terbatas dan sangat relatif
Tidak mampu memastikan dampak yang akan
diakibatkan dari perbuatan manusia, terutama untuk
jangka panjang (dalam ratusan tahun), terlebih lagi
untuk jangka panjang sekali di akherat
Tidak dapat dijadikan standar perbuatan yang dapat
memberi jaminan kepastian
14. Pengamatan Indera : Komentar Al-Qur’an
Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus
kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan,
mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada
mereka [1329] dan mereka dikepung oleh azab Allah yang
selalu mereka perolok-olokkan itu. (QS: Al Mu’min/Ghafir:
83)
ِتَانِيَبْالِب مُهُلُسُر ْمُهْتاءَج اَّمَلَفِعْال َنِم مُهَدنِع اَمِب واُح ِرَفِمْل
ِهِب واُناَك اَّم مِهِب َاقَح َوونُئ ِزْهَتْسَي
[1329] mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka
maksudnya ialah bahwa mereka sudah merasa cukup dengan ilmu
pengetahuan yang ada pada mereka dan tidak merasa perlu lagi dengan
ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh rasul-rasul mereka. Malah mereka
memandang enteng dan memperolok-olokkan keterangan yang dibawa
rasul-rasul itu.
15. Perasaan / Naluri (2)
Banyak perbuatan manusia yang faktanya tidak dapat
diindera manusia
Misalnya: jujur, santun, keras, lembut, pujian,
celaan, dsb
Untuk menilainya manusia memerlukan naluri atau
perasaan
Jujur itu baik, bohong itu jelek, santun itu baik, kurang
ajar itu jelek, menolong itu baik, tidak peduli itu jelek,
lembut itu baik, keras itu jelek, memuji itu baik,
mencela itu jelek dsb.
16. Perasaan / Naluri (2)
Naluri manusia memang mampu merasakan dan
membedakan, bahwa jujur itu baik, bohong itu jelek,
lembut itu baik, kasar itu jelek, dst
Pertanyaan : faktanya apakah setiap jujur itu baik dan
setiap bohong itu jelek?
Apakah setiap kekerasan itu jelek dan setiap yang
lembut itu baik?
Jawabnya : Sangat Relatif
Kesimpulan : perasaan tidak dapat dijadikan standar
(patokan) untuk menilai baik-buruknya perbuatan
17. Perasaan / Naluri : Komentar Al-Qur’an
”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
(QS. Al-Baqarah: 216)
َّل ٌه ْرُك َوُه َو ُلاَتِقْال ُمُكْيَلَع َبِتُكَش ْاوُهَرْكَت نَأ ىَسَع َو ْمُكًاْئي
ْاُّوب ِحُت نَأ ىَسَع َو ْمُكَّل ٌْريَخ َوُه َوْمُكَّل ٌَّرش َوُه َو ًاْئيَشُاّلل َو
َونُمَلْعَت َال ْمُتنَأ َو ُمَلْعَي
18. Predikat Perbuatan (3)
Manusia memang mampu memberi predikat
perbuatan, bahwa membunuh itu tercela, menolong
terpuji, mencuri tercela, memberi terpuji, sex bebas
tercela
Pertanyaan : faktanya apakah setiap membunuh itu
tercela, setiap menolong itu terpuji?
Fakta: membunuh itu perbuatan yang netral,
sebagaimana perbuatan memberi, sex, dll juga netral
19. Predikat Perbuatan (3)
Status terpuji dan tercela datangnya dari luar
perbuatan itu, yaitu pendapat manusia
Kenyataannya: pendapat manusia sangatlah relatif
Kesimpulan: pendapat manusia tidak dapat dijadikan
standar (patokan) untuk menilai terpuji dan tercelanya
perbuatan
20. Predikat Perbuatan : Komentar Al-Qur’an
”Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?“
”Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa
mereka berbuat sebaik-baiknya”.
”Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan
mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka
hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan
suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat”.
”Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam,
disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka
menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-
olok”. (QS. Al-Kahfi: 103-106)
ْعَأ َين ِرَسْخَ ْاْلِب ْمُكُئَِبنُن ْلَه ْلُق﴿ ًالاَم١٠٣ْمُهُيْعَس َّلَض َِينذَّال ﴾
َّنَأ َُونبَسْحَي ْمُه َو اَيْنُّدال ِةاَيَحْال يِف﴿ ًاعْنُن َونُنِسْحُي ْمُه١٠٤﴾
ْمِهِبَر ِتاَيآِب واُرَفَك َِينذَّال َكِئَلوُأُهُلاَمْعَأ ْتَطِبَحَف ِهِئاَقِل َوََلَف ْم
﴿ ًان ْز َو ِةَماَيِقْال َم ْوَي ْمُهَل ُميِقُن١٠٥ُمَّنَهَج ْمُهُؤاَزَج َكِلَذ ﴾اَمِب
﴿ ًاوُزُه يِلُسُر َو يِتاَيآ واُذَخَّتا َو واُرَفَك١٠٦﴾
21. Pendapat Banyak Orang (4)
Manusia memang suka mengikuti apa kata orang
banyak
Apakah pendapat banyak orang itu akan memberi
kepastian baik dan buruknya perbuatan?
Ingatlah kisah Lukman dengan anaknya:
Suatu ketika Lukman dengan anaknya pergi dengan
membawa bekal yang cukup banyak yang dibawa oleh
seekor keledai
22. Pendapat Banyak Orang (4)
Karena Lukman sayang dengan anaknya, anaknya
disuruh menaiki keledai dan dia rela berjalan kaki
Ketika melewati kampung 1, mereka dicela orang-
orang kampung: dasar anak tidak tahu diri, ayahnya
disuruh berjalan, sedangkan dia malah enak-enakan
naik keledai
23. Pendapat Banyak Orang (4)
Akhirnya anaknya disuruh turun dan Lukman menaiki
keledainya
Melewati kampung 2, mereka dicela orang-orang
kampung: dasar bapak tidak tahu diri, anaknya disuruh
berjalan, sedangkan dia malah enak-enakan naik
keledai
24. Pendapat Banyak Orang (4)
Akhirnya anaknya disuruh naik keledai, sehingga
keduanya berada di atas keledai
Melewati kampung 3, mereka dicela orang-orang
kampung: dasar manusia tidak berperikehewanan,
keledai kok disiksa, sudahlah disuruh mengangkut
bekal, masih harus ditunggangi dua orang, apa tidak
kasihan
25. Pendapat Banyak Orang (4)
Akhirnya keduanya turun dan keledainya hanya
dituntun oleh kedua orang tersebut
Melewati kampung 4, mereka dicela orang-orang
kampung: dasar manusia bodoh, bawa keledai kok
malah hanya dituntun, tidak dinaiki, apa tidak sia-sia?
Apa tidak lelah harus jalan kaki terus?
Manakah pendapat yang harus diikuti?
Kesimpulan: pendapat orang banyak juga relatif, tidak
dapat dijadikan standar yang bisa memastikan baik
buruknya perbuatan
26. Pendapat Banyak Orang : Komentar Al-Qur’an
”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di
muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah)”.
(QS. Al-An’am: 116)
ِضُي ِض ْرَْلا يِف نَم َرَثْكَأ ْعِطُت نِإ َوِإ ِاّلل ِليِبَس نَع َوكُّلن
َّالِإ ْمُه ْنِإ َو َّنَّالظ َّالِإ َونُعِبَّتَيَونُنُرْخَي
27. Adat Istiadat (5)
Terkadang manusia melihat orang yang celaka karena
melanggar adat dan mendapat keberuntungan karena
mengikuti adat
Pertanyaan: apakah ada jaminan bahwa mengikuti
adat pasti beruntung dan melanggar adat pasti celaka?
Jawabnya : semua itu tetap Relatif
Bahkan aqal manusia itu sendiri sangat sulit
menghubungkan antara adat dengan dampak yang
ditimbulkan, kecuali hanya serba kemungkinan
Kesimpulan: adat istiadat tidak dapat dijadikan
standar yang pasti untuk menentukan baik buruknya
suatu perbuatan
28. Pendapat Banyak Orang : Komentar Al-Qur’an
”Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang
telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi
kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?“(QS. Al-Baqarah: 170)
ُاّلل َلَنزَأ اَم واُعِبَّتا ُمُهَل َليِق اَذِإ َوَأ اَم ُعِبَّتَن ْلَب ْاوُلاَقَانْيَفْل
َي َال ْمُهُؤاَبآ َانَك ْوَل َوَأ َاناءَبآ ِهْيَلَعْهَي َال َو ًاْئيَش َونُلِقْعَُوندَت
29. Undang-Undang (5)
Orang yang melanggar undang-undang memang akan
langsung merasakan dampaknya (hukuman) di dunia
ini oleh negara
Yang harus diingat adalah, undang-undang itu dibuat
berdasarkan kesepakatan mayoritas manusia
Apakah kalau suara mayoritas sudah menetapkan
sesuatu, itu pasti akan berdampak baik pada
manusia?
Apakah kalau suara mayoritas melegalkan pajak,
bunga, aborsi, judi, prostitusi, hubungan sex yang suka
sama suka, itu pasti akan baik bagi manusia?
Jawabnya seperti pembahasan sebelumnya. Pendapat
manusia, walaupun mayoritas tetaplah relatif, tidak
dapat dijadikan standar untuk memastikan perbuatan
30. Undang-Undang : Komentar Al-Qur’an
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.
Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik”. (QS. Al-Baqarah: 213)
َال َو ُاّلل َل َنزَأ اَمِب مُهَنْيَب مُكْاح ِنَأ َوْرَذْاح َو ْمُهاء َوْهَأ ْعِبَّتَتنَأ ْمُه
َلِإ ُاّلل َل َنزَأ اَم ِضْعَب نَع َوكُنِتْفَيَلْعاَف ْا ْوَّل َوَت نِإَف َْكياَمَّنَأ ْم
ُنُذ ِضْعَبِب مُهَبي ِنُي نَأ ُاّلل ُدي ِرُيال َنِم ًايرِثَك َّنِإ َو ْمِهِبوِاسَّن
َونُقِساَفَل
31. Mana yang Memberi Kepastian?
Pasti Baik untuk: Jangka Pendek,
Panjang dan Panjang Sekali
Manusia Membutuhkan Standar yang Pasti
Kesimpulan : Seluruhnya Relatif
Tidak Mampu Menjangkau Dampak
Jangka Panjang maupun Jangka Panjang
Sekali (di Akherat)
Hanya Dampak Jangka Pendek Saja
Kemampuan Manusia:
33. Firman Allah SWT:
”Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul
perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai
pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah
menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan”.
(QS. Al-Baqarah: 213)
ُاّلل َثَعَبَف ًةَد ِاح َو ًةَّمُأ ُاسَّنال َانَكَين ِرِشَبُم َينِيِبَّنالَين ِرِذنُم َو
َيِل ِقَحْالِب َابَتِكْال ُمُهَعَم َلَنزَأ َواَميِف ِاسَّنال َْنيَب َمُكْحْاوُفَلَتْاخ
ِهيِف
34. Maka ……
”Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-
orang yang tidak mengetahui”.
(QS. Al-Jatsiyah: 18)
Firman Allah SWT
Dengan Mengambil Syari’atnya
Bagaimana Al Qur’an Dapat Menjadi
Standar Perbuatan?
َِرش ىَلَع ََاكنْلَعَج َّمُثِرْمَ ْاْل َنِم ٍةَعي
ْعِبَّتَت َال َو اَهْعِبَّتاَفَال َينِذَّال اء َوْهَأ
َونُمَلْعَي
35. Kesimpulan
Standar Perbuatan yang memberikan dampak yang
pasti adalah yang sesuai dengan Syari’at Islam
Pasti baik untuk jangka pendek, panjang dan panjang
sekali
Baik dalam arti yang haqiqi bukan i’tibary
Bagaimana cara menjadikan Syari’at Islam sebagai
standar perbuatan?
Ikuti segmen Syariat Islam berikutnya