Dokumen tersebut membahas tentang tujuan penggunaan gaya imperatif dalam bahasa Arab khususnya untuk uslub al-amr dan uslub al-nahy dalam konteks komunikasi. Terdapat berbagai tujuan penggunaan gaya imperatif selain untuk memerintah secara harfiah, seperti untuk memohon, mengancam, menasehati, dan lainnya yang tergantung pada konteks situasi. Dokumen ini menjelaskan contoh-conto
Dokumen tersebut membahas tentang pembelajaran kosakata bahasa Arab. Secara singkat, dokumen menjelaskan definisi kosakata menurut KBBI dan Horn, tujuan pembelajaran kosakata, kesulitan dan prinsip-prinsip pemilihan kosakata, tingkat pengajaran kosakata, teknik pengajaran dan menjelaskan makna kosakata.
Dokumen tersebut membahas tentang al-adab al-Arabi (sastra Arab) yang terbagi menjadi al-adab al-insya'i (karya sastra) dan al-adab al-washfi (studi sastra). Modul ini akan membahas al-amru dan al-nahyu dalam bahasa Arab, yang merupakan bagian dari ilmu ma'ani (makna). Pembahasan meliputi empat cara membentuk kalimat perintah (al-amr) dalam bahasa Arab, termasuk men
1. Dokumen tersebut membahas tentang taraduf (sinonim) dalam bahasa Arab. Taraduf didefinisikan sebagai beberapa lafazh yang mempunyai satu makna.
2. Ada beberapa pendapat ulama tentang taraduf, ada yang mendukung dan ada pula yang menolak adanya taraduf. Beberapa sebab terjadinya taraduf juga dibahas.
Dokumen tersebut membahas tentang bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah. Bahasa Arab fusha adalah bahasa Al-Quran dan hadits yang digunakan untuk tulisan formal, sedangkan bahasa Arab amiyah adalah bahasa sehari-hari yang digunakan di negara-negara Arab dengan dialek masing-masing. Dokumen ini juga memberikan contoh kosa kata dan kalimat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah.
Modul ini membahas konjugasi verba imperatif dalam bahasa Arab, terutama pada uslub al-amr (perintah) dan uslub al-nahy (larangan). Ada empat bentuk pembentukan uslub al-amr, yaitu fi'il amr, fi'il mudhari' majzum bi lam amr, isim fi'il amr, dan masdar. Konjugasi terjadi karena perubahan dhamir (kata ganti persona) pada akhr fi'il. Modul ini menjelaskan contoh
Teks tersebut membahas mengenai konsep alih wahana dan ekranisasi dalam transformasi karya sastra menjadi film. Istilah alih wahana diperkenalkan oleh Sapardi Djoko Damono untuk menggambarkan perpindahan karya seni dari satu medium ke medium lain, sementara ekranisasi lebih spesifik mengacu pada adaptasi karya sastra ke layar lebar. Kini karya sastra populer sering dijadikan inspirasi untuk pembuatan film.
Dokumen tersebut membahas tentang pembelajaran kosakata bahasa Arab. Secara singkat, dokumen menjelaskan definisi kosakata menurut KBBI dan Horn, tujuan pembelajaran kosakata, kesulitan dan prinsip-prinsip pemilihan kosakata, tingkat pengajaran kosakata, teknik pengajaran dan menjelaskan makna kosakata.
Dokumen tersebut membahas tentang al-adab al-Arabi (sastra Arab) yang terbagi menjadi al-adab al-insya'i (karya sastra) dan al-adab al-washfi (studi sastra). Modul ini akan membahas al-amru dan al-nahyu dalam bahasa Arab, yang merupakan bagian dari ilmu ma'ani (makna). Pembahasan meliputi empat cara membentuk kalimat perintah (al-amr) dalam bahasa Arab, termasuk men
1. Dokumen tersebut membahas tentang taraduf (sinonim) dalam bahasa Arab. Taraduf didefinisikan sebagai beberapa lafazh yang mempunyai satu makna.
2. Ada beberapa pendapat ulama tentang taraduf, ada yang mendukung dan ada pula yang menolak adanya taraduf. Beberapa sebab terjadinya taraduf juga dibahas.
Dokumen tersebut membahas tentang bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah. Bahasa Arab fusha adalah bahasa Al-Quran dan hadits yang digunakan untuk tulisan formal, sedangkan bahasa Arab amiyah adalah bahasa sehari-hari yang digunakan di negara-negara Arab dengan dialek masing-masing. Dokumen ini juga memberikan contoh kosa kata dan kalimat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah.
Modul ini membahas konjugasi verba imperatif dalam bahasa Arab, terutama pada uslub al-amr (perintah) dan uslub al-nahy (larangan). Ada empat bentuk pembentukan uslub al-amr, yaitu fi'il amr, fi'il mudhari' majzum bi lam amr, isim fi'il amr, dan masdar. Konjugasi terjadi karena perubahan dhamir (kata ganti persona) pada akhr fi'il. Modul ini menjelaskan contoh
Teks tersebut membahas mengenai konsep alih wahana dan ekranisasi dalam transformasi karya sastra menjadi film. Istilah alih wahana diperkenalkan oleh Sapardi Djoko Damono untuk menggambarkan perpindahan karya seni dari satu medium ke medium lain, sementara ekranisasi lebih spesifik mengacu pada adaptasi karya sastra ke layar lebar. Kini karya sastra populer sering dijadikan inspirasi untuk pembuatan film.
1. Dokumen tersebut merupakan ringkasan teori nahwu Alqur'an yang disusun berdasarkan data yang lengkap menggunakan program Excel oleh dua ahli. 2. Teori ini diselesaikan oleh penyusun setelah dua orang ahli sebelumnya tidak dapat menyelesaikannya. 3. Isi ringkasan mencakup pengertian, faedah, jenis kalimat, tanda i'rab, dan kata mu'rab dan mabni dalam bahasa Arab.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan tanda-tanda i'rab untuk berbagai jenis kata dalam bahasa Arab seperti kalam, kalimat, fi'il, isim, dan lainnya.
2. Jenis-jenis kata tersebut dibedakan berdasarkan cirinya masing-masing seperti apakah bersifat mu'rab atau mabni, jenis kelaminnya, dan huruf penunjuk i'rabnya.
3. Tanda-tanda
Teks membahas tentang pengertian kata, makna kata, bentuk kata, dan diksi. Kata adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki arti, sedangkan makna kata terdiri dari makna leksikal, gramatikal, denotasi dan konotasi. Bentuk kata dapat berupa kata berimbuhan akibat proses afiksasi atau kata ulang akibat reduplikasi. Pemilihan kata yang tepat disebut diksi."
Makalah ini membahas tentang antonim atau lawan kata (al-Tadhad) dalam bahasa Arab. Terdapat beberapa poin pembahasan utama yaitu: (1) pengertian al-Tadhad, (2) macam-macamnya yang terdiri dari perlawanan biner, bertingkat, timbal balik, dan berkaitan dengan arah, (3) pendapat ulama yang pro dan kontra, (4) sebab-sebab munculnya lafadz al-Tadhad, dan (
Teks tersebut membahas tentang bahasa Arab Fushha dan 'Amiyah. Bahasa Arab Fushha adalah bahasa standar yang digunakan dalam Al-Quran dan hadis, sedangkan Bahasa 'Amiyah adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat. Teks ini menjelaskan perbedaan bunyi antara kedua bahasa tersebut.
Makalah ini membahas pengertian dan pembagian isim ma'rifat dan isim nakirah dalam bahasa Arab. Isim ma'rifat adalah isim yang menunjukkan benda tertentu sedangkan isim nakirah tidak menunjukkan benda tertentu. Isim ma'rifat terbagi menjadi 7 macam yaitu isim alam, isim dhamir, isim mubham, dan lainnya.
Buku ini membahas metodologi pengajaran bahasa Arab dengan membahas beberapa bab seperti pengajaran fonetik, struktur kalimat, kosa kata, membaca, menulis, penilaian, dan media pengajaran. Buku ini juga menjelaskan definisi bahasa, karakteristik bahasa, dan ilmu linguistik yang relevan dengan pengajaran bahasa.
Modul ini membahas tentang kalimat verbal dan nominal Arab. Materi dibahas dalam empat bagian yaitu struktur dan pola kalimat verbal, kategori dan fungsi sintaksis kalimat verbal, struktur dan pola kalimat nominal, serta kategori dan fungsi kalimat nominal."
Kalimat khobari adalah kalam yang kebenarannya bergantung pada isi pesannya. Makalah ini membahas pengertian, tujuan, jenis, dan cara penyampaian kalam khobari serta mukhatabnya. Kaidah penyampaian kalam khobari harus disesuaikan dengan sifat mukhatab agar pesan tersampaikan dengan baik.
Buku ini membahas tentang alat tulis dalam bahasa Arab untuk siswa kelas 3 SD, meliputi pengenalan nama-nama alat tulis dasar dalam bahasa Arab beserta contoh kalimat dan latihan.
Makalah ini membahas tentang Amil Nawasikh dalam bahasa Arab, yang merupakan kata yang dapat mempengaruhi atau merusak i'rob (kedudukan) dari mubtada dan khobar dalam suatu kalimat. Terdapat tiga jenis Amil Nawasikh yaitu Inna, Kaana, dan Dzonna beserta contoh-contoh penggunaannya.
Tulisan ini membahas pengertian kalimat dalam bahasa Arab menurut kaidah nahwu. Kalimat didefinisikan sebagai lafadz yang tersusun dan memiliki makna sempurna secara disengaja menggunakan bahasa Arab. Tulisan ini juga membahas pembagian kata dalam bahasa Arab yaitu isim, fi'il, dan huruf. Isim terdiri dari kata benda dan kata kerja tanpa waktu.
Teks tersebut membahas tentang kategori dan fungsi kalimat nominal Arab, termasuk kategori nomina yang dapat menjadi mubtada' seperti mashdar, isim fa'il, dan isim maf'ul, serta fungsi jumlah ismiyah dan fungsi mubtada' dan khabar ketika kemasukan kana wa akhawatuha, inna wa akhawatuha, dan dzanna wa akhawatuha."
1. Dokumen tersebut merupakan ringkasan teori nahwu Alqur'an yang disusun berdasarkan data yang lengkap menggunakan program Excel oleh dua ahli. 2. Teori ini diselesaikan oleh penyusun setelah dua orang ahli sebelumnya tidak dapat menyelesaikannya. 3. Isi ringkasan mencakup pengertian, faedah, jenis kalimat, tanda i'rab, dan kata mu'rab dan mabni dalam bahasa Arab.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan tanda-tanda i'rab untuk berbagai jenis kata dalam bahasa Arab seperti kalam, kalimat, fi'il, isim, dan lainnya.
2. Jenis-jenis kata tersebut dibedakan berdasarkan cirinya masing-masing seperti apakah bersifat mu'rab atau mabni, jenis kelaminnya, dan huruf penunjuk i'rabnya.
3. Tanda-tanda
Teks membahas tentang pengertian kata, makna kata, bentuk kata, dan diksi. Kata adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki arti, sedangkan makna kata terdiri dari makna leksikal, gramatikal, denotasi dan konotasi. Bentuk kata dapat berupa kata berimbuhan akibat proses afiksasi atau kata ulang akibat reduplikasi. Pemilihan kata yang tepat disebut diksi."
Makalah ini membahas tentang antonim atau lawan kata (al-Tadhad) dalam bahasa Arab. Terdapat beberapa poin pembahasan utama yaitu: (1) pengertian al-Tadhad, (2) macam-macamnya yang terdiri dari perlawanan biner, bertingkat, timbal balik, dan berkaitan dengan arah, (3) pendapat ulama yang pro dan kontra, (4) sebab-sebab munculnya lafadz al-Tadhad, dan (
Teks tersebut membahas tentang bahasa Arab Fushha dan 'Amiyah. Bahasa Arab Fushha adalah bahasa standar yang digunakan dalam Al-Quran dan hadis, sedangkan Bahasa 'Amiyah adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat. Teks ini menjelaskan perbedaan bunyi antara kedua bahasa tersebut.
Makalah ini membahas pengertian dan pembagian isim ma'rifat dan isim nakirah dalam bahasa Arab. Isim ma'rifat adalah isim yang menunjukkan benda tertentu sedangkan isim nakirah tidak menunjukkan benda tertentu. Isim ma'rifat terbagi menjadi 7 macam yaitu isim alam, isim dhamir, isim mubham, dan lainnya.
Buku ini membahas metodologi pengajaran bahasa Arab dengan membahas beberapa bab seperti pengajaran fonetik, struktur kalimat, kosa kata, membaca, menulis, penilaian, dan media pengajaran. Buku ini juga menjelaskan definisi bahasa, karakteristik bahasa, dan ilmu linguistik yang relevan dengan pengajaran bahasa.
Modul ini membahas tentang kalimat verbal dan nominal Arab. Materi dibahas dalam empat bagian yaitu struktur dan pola kalimat verbal, kategori dan fungsi sintaksis kalimat verbal, struktur dan pola kalimat nominal, serta kategori dan fungsi kalimat nominal."
Kalimat khobari adalah kalam yang kebenarannya bergantung pada isi pesannya. Makalah ini membahas pengertian, tujuan, jenis, dan cara penyampaian kalam khobari serta mukhatabnya. Kaidah penyampaian kalam khobari harus disesuaikan dengan sifat mukhatab agar pesan tersampaikan dengan baik.
Buku ini membahas tentang alat tulis dalam bahasa Arab untuk siswa kelas 3 SD, meliputi pengenalan nama-nama alat tulis dasar dalam bahasa Arab beserta contoh kalimat dan latihan.
Makalah ini membahas tentang Amil Nawasikh dalam bahasa Arab, yang merupakan kata yang dapat mempengaruhi atau merusak i'rob (kedudukan) dari mubtada dan khobar dalam suatu kalimat. Terdapat tiga jenis Amil Nawasikh yaitu Inna, Kaana, dan Dzonna beserta contoh-contoh penggunaannya.
Tulisan ini membahas pengertian kalimat dalam bahasa Arab menurut kaidah nahwu. Kalimat didefinisikan sebagai lafadz yang tersusun dan memiliki makna sempurna secara disengaja menggunakan bahasa Arab. Tulisan ini juga membahas pembagian kata dalam bahasa Arab yaitu isim, fi'il, dan huruf. Isim terdiri dari kata benda dan kata kerja tanpa waktu.
Teks tersebut membahas tentang kategori dan fungsi kalimat nominal Arab, termasuk kategori nomina yang dapat menjadi mubtada' seperti mashdar, isim fa'il, dan isim maf'ul, serta fungsi jumlah ismiyah dan fungsi mubtada' dan khabar ketika kemasukan kana wa akhawatuha, inna wa akhawatuha, dan dzanna wa akhawatuha."
Dokumen menjelaskan tentang sistem bahasa Arab, meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pembagian kata dalam bahasa Arab seperti kata benda, kata kerja dan huruf. Dokumen juga membahas tentang jenis-jenis kalimat dan ungkapan dalam bahasa Arab.
1. Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah Bahasa Arab 1 membahas tujuan dan capaian pembelajaran, materi pelajaran, dan metode pembelajaran.
2. Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa dapat berkomunikasi lisan dan tulis serta memahami materi pendidikan agama Islam dalam bahasa Arab.
3. Materi pelajaran meliputi pelajaran gramatika dasar, dialog, dan bacaan teks sederhana tentang topik keseh
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di miAmsori Saari
Dokumen tersebut membahas tentang pendidikan bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah (MI), meliputi hakekat dan fungsi bahasa, karakteristik bahasa Arab, pembelajaran tarakib (struktur bahasa) dan mufradat (kosakata), strategi pembelajaran bahasa Arab, dan tantangan yang dihadapi.
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di miAmsori Saari
Dokumen tersebut membahas tentang pendidikan bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah (MI), meliputi hakekat dan fungsi bahasa, karakteristik bahasa Arab, pembelajaran tarakib (struktur bahasa) dan mufradat (kosakata), strategi pembelajaran bahasa Arab, dan permasalahan yang dihadapi.
Makalah ini membahas tentang Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah). Maf’ul Liajlih adalah isim yang dinashab yang dinyatakan sebagai penjelasan penyebab terjadinya fi'il, sedangkan Maf’ul ma’ah adalah isim yang dinashab untuk menjelaskan zat yang menyertai dilakukannya fi'il. Makalah ini juga menjelaskan syarat-syarat dan contoh Maf’ul L
Makalah ini membahas tentang asy-syamsiyah wal qamariah. Ringkasannya adalah makalah ini membedah perbedaan hukum bacaan antara huruf-huruf asy-syamsiyah dan huruf-huruf al-qomariah beserta contoh-contoh penerapannya dalam al-Qur'an.
Makalah ini membahas tentang asy-syamsiyah wal qamariah. Ringkasannya adalah:
1. Membedah perbedaan hukum bacaan antara huruf-huruf asy-syamsiyah dan al-qamariah dalam membaca alif lam.
2. Menjelaskan ciri-ciri dan contoh pembacaan kedua jenis huruf tersebut.
3. Tujuannya adalah untuk memahami aturan bacaan alif lam yang bertemu dengan kedua jen
1. Gurindam tersebut memberikan nasihat tentang nilai-nilai murni yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan.
2. Beberapa nilai yang ditekankan adalah berfikir secara rasional, memilih sahabat yang baik, serta menjaga tutur kata dan hubungan antara sesama."
Dokumen tersebut merupakan materi pelajaran bahasa Arab tentang topik warna-warna. Materi tersebut memuat kosa kata warna, contoh dialog tentang warna, tata bahasa untuk menyebutkan warna, latihan membaca dan menulis tentang warna, serta latihan mendengarkan. Tujuan pembelajaran adalah agar siswa dapat menyebutkan, menulis, dan memperagakan warna-warna dalam bahasa Arab dengan tepat.
Dokumen ini membahas tentang sel punca, yaitu sel yang dapat membelah dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. Terdapat beberapa jenis sel punca seperti sel punca embrionik, sel punca dewasa, dan sel punca induk pluripoten. Sel punca dapat digunakan untuk penelitian medis, kloning, dan transplantasi organ.
Modul ini membahas tentang (1) prinsip kloning DNA yang melibatkan isolasi plasmid dan penyisipan DNA target, (2) pemanfaatan enzim restriksi untuk memotong DNA pada lokasi tertentu, dan (3) amplifikasi DNA menggunakan Polymerase Chain Reaction.
Bioteknologi merupakan ilmu multidisiplin yang memanfaatkan mahluk hidup atau agen biologi untuk menghasilkan produk bermanfaat. Prinsipnya mencakup penggunaan agen biologi, teknologi untuk mengubahnya, dan produk akhir. Bioteknologi telah berkembang pesat berkat penemuan-penemuan penting dan memungkinkan pemanfaatannya di hampir semua bidang kehidupan.
Modul ini membahas prinsip dan sejarah bioteknologi. Materi utama meliputi pengertian bioteknologi, prinsip-prinsip dasarnya seperti bioteknologi merah, hijau, putih dan biru, serta sejarah perkembangannya sejak zaman Mesir Kuno hingga era bioteknologi modern dengan rekayasa genetika.
Dokumen tersebut membahas tentang perubahan lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan eksploitasi sumber daya alam yang meningkatkan polusi dan kerusakan lingkungan. Faktor alami dan campur tangan manusia seperti penebangan hutan menyebabkan deforestasi dan mengancam keanekaragaman hayati serta menurunkan daya dukung lingkungan. Dokumen ini juga menjelaskan berbagai jenis polutan dan limbah serta upaya untuk mengur
Modul ini membahas tentang ekosistem, termasuk komponen penyusun ekosistem (biotik dan abiotik), macam-macam ekosistem (terestrial, perairan, lahan basah), ekoenergetika dan siklus biogeokimia. Pokok bahasan lainnya adalah interaksi antara komponen ekosistem, contoh ekosistem, dan faktor yang mempengaruhi kestabilan ekosistem.
Dokumen tersebut membahas berbagai jenis interaksi antar organisme meliputi interaksi intraspesifik, interspesifik, berdasarkan dampaknya, jenis makanannya, serta contoh-contoh interaksinya. Interaksi organisme dapat berupa mutualisme, komensalisme, kompetisi, predatorisme, parasitisme, antara produsen dan konsumen, serta antar konsumen itu sendiri.
Dokumen ini membahas tentang lingkungan hidup, termasuk lingkungan biotik, abiotik, dan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan secara ruang dan waktu. Dokumen juga menjelaskan tentang habitat dan mikrohabitat bagi organisme hidup, serta berbagai bentuk adaptasi morfologi, fisiologi, dan tingkah laku yang dimiliki organisme untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Dokumen tersebut membahas tentang evolusi populasi, yang mencakup variasi genetik dan bahan dasar seleksi alam seperti variasi genetik, mutasi, rekombinasi, dan polimorfisme yang menyumbang pada terjadinya evolusi populasi."
Dokumen tersebut membahas tentang mekanisme evolusi, mulai dari teori-teori pra Darwin hingga bukti-bukti evolusi menurut para ilmuwan. Beberapa teori pra Darwin adalah teori Lamarck tentang penurunan karakteristik yang diakibatkan penggunaan dan ketidakterbiasaan, serta teori Erasmus Darwin tentang modifikasi karakteristik yang diwariskan. Darwin kemudian memperkenalkan teori seleksi alam sebagai penyebab evolusi. Bukti
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka.
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
Panduan untuk memilih mata pelajaran pilihan yang akan dilaksanakan di jenjang SMK, yang mana sebagian besar sudah melakasanakan kurikulum merdeka. mata pelajaran pilihan bisa dipilih dari konsentrasi yang ada di sekolah, atau bisa juga memilih matqa pelajaran diluar konsentrasi keahlian yang dimiliki, dengan catatan sarana dan prasarana tersedia untuk melaksanakan pembelajaran.
1. 83
A. PENDAHULUAN
Setelah membahas mengenai pembentukan gaya imperatif dalam bahasa
Arab yang berisi kajian tentang (1) al-amru wa-al-nahyu fi al-Adab al-Araby:
Gaya Imperatif dalam Sastra Arab, (2) ‘Alamatu al Amri wa al-Nahy fi al-Adab
al-Araby: Ciri Gramatika Verba Arab Imperatif dalam Sastra Arab, dan (3)
Tashrifu al Amri wa al-Nahyi fi al-Adab al-Araby: Konjugasi Verba Arab
Imperatif dalam Sastra Arab, kali ini kita akan melanjutkan pembahasan dengan
kajian mengenai penggunaan uslub amr dan nahy dalam komunikasi. Jika
sebelumnya kajian diarahkan pada pola kalimat secara integral, pada modul
terakhir ini akan dibahas mengenai penggunaannya dalam komunikasi.
Bagaimanakah cara memahami dan menggunakan model-model uslub al-amr dan
al-nahy dalam komunikasi (istikhdaam usluub al-amry dan al-nahy fi al-kalam).
Secara reseptif tujuan dari kajian ini adalah menghindarkan pebelajar dari
kesalahan dalam memahami uslub amr dan uslub al-nahy dalam teks verbal
maupun teks tulis. Sedangkan secara produktif, diharapkan peserta PPG bisa
menggunakan uslub amr dan uslub al-nahy sesuai konteks komunikasi dan mitra
tutur (muqtadha ahwaal al-mukhatabiin). Jika diekuivalensikan dengan ilmu
linguistik dan sastra umum (baca:Barat), secara teoritis kajian ini dekat dengan
kajian pragmatik (praktek penggunaan kalimat dalam komunikasi).
Judul dari kajian belajar ini adalah Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi
al-Adab al-Arabi; Tujuan Penggunaan Gramatika Imperatif dalam Sastra Arab.
Secara konten keilmuan, kajian ini mengacu pada anatomi ilmu ma’ani yang
berpijak pada kajian ilmu nahwu (sintaksis Arab) sebagaimana dijelaskan pada
kajian yang pertama, namun secara praktek diarahkan pada kajian an-nushus al-
adabi. Meskipun al-amru dan al nahyu secara teksual membentuk kalimat
perintah dan larangan, namun secara makna kontekstual tujuan bermacam-macam.
Sebaliknya, ada beberapa perintah yang secara tekstual tidak menggunakan fi’il
amr dan nahy. Bacalah modul ini dengan seksama untuk bisa memahami paparan
materi yang ada di dalamnya. Jika muncul masalah di sela-sela memahami materi,
anda bisa mendisukusikannya dalam kelompok diskusi di laman diskusi yang
telah disediakan. Selamat membaca, semoga diberi kemudahan dalam memahami
dan memahamkan materi bahasa Arab yang ada di dalamnya.
2. 84
PETA KONSEP
Gaya imperatif
dalam bahasa Arab
Tujuan Penggunaan
Gaya Imperatif
dalam Uslub al-Amr
Uslub Amr bertujuan untuk ad-du’a
(memohon)
Uslub Amr bertujuan untuk ta`jiz
(melemahkan)
Uslub Amr bertujuan untuk irsyad
(mengarahkan)
Uslub Amr bertujuan untuk tahdid
(mengancam)
Kalimat perintah/ Amr bermakna
ibahah (permisif)
Uslub Amr bertujuan untuk i'tibar
(mengambil pelajaran)
Uslub Amr bertujuan untuk dawam
(menunjuk pada kekekalan)
Uslub Amr bertujuan untuk takhyir
(memberi pilihan)
Uslub Amr bertujuan untuk tamanni
(harapan yang sulit dicapai)
Uslub Amr bertujuan untuk taswiyah
(mempersamakan)
Tujuan Penggunaan
Gaya Imperatif
dalam Uslub al-Nahy
Uslub Nahy bertujuan untuk ad-du’a
(berdoa/memohon)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-irsyad
(menasehati)
Uslub Nahy bertujuan untuk ad-dawam
(kesinambungan dan kekekalan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tahdiid
(ancaman)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tay’iis
(keputusasaan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-taubikh
(celaan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tasliyah wa
al-tashabbur (hiburan dan kesabaran)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-Tahqiir
(merendahkan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tamanniy
(pengharapan)
3. 85
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Membedakan ungkapan terkait perintah (al-amr) dan melarang (al-
nahyu) melakukan suatu tindakan/kegiatan, dengan memperhatikan unsur
kebahasaan dari teks lisan dan tulis, sesuai dengan konteks penggunaannya.
C. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah pembelajaran modul ini, peserta PPG diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu
Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
2. menyebutkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy
(Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
3. membuat pola-pola ungkapan yang semisal dengan contoh tujuan dan dan
fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy
fi al-Adab al-Arabi)
4. menginisiasi dan menerapkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub
al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
5. mengajarkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu
Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
6. memahami orientasi belajar dan mengajar ilmu bahasa dan sastra
D. MATERI
Suatu ketika saya pernah bertengkar di pesantren hanya karena masalah
antri mandi. Karena saya merasa antrian saya diserobot, saya menarik tangan
teman saya yang bongsor perawakannya agar tidak mendahului. Karena merasa
ditarik agak kasar, dia marah besar dan melotot serta berkacak pinggang di depan
saya. Dia berteriak sambil berkata, “Anak kecil macam-macam..! Tak tempeleng
bau tau rasa kamu..”. Merasa dilecehkan saya ganti melotot dan balik menantang,
“Ayo tempelenglah... ayo.. ayo...!”. Kejadian ini sering saya ingat ketika
membahas fungsi dari kata perintah, verba perintah tidak selalu mengharuskan
lawan tutur melakukan apa yang diminta mitra tutur. Seperti contoh komunikasi
di atas, tujuan dari ucapan tempelenglah..!, bukan untuk minta ditempeleng
sungguhan. Tapi sebuah ancaman, yang tersirat maknanya adalah; “ayo
4. 86
tempelenglah kalau berani..! kalau sampai menempelang pasti akan aku balas
dengan lebih keras”. Akibat ancaman itu, dia mengurungkan niatnya untuk
menyerobot antrian mandi. Mungkin dia mengurungkan niatnya menempeleng
karena banyak hal, bisa jadi takut di ta’dzir pengurus karena salah, atau mungkin
dia berfikir, meski kecil saya adalah pelatih pencak silat.
Selain perintah, larangan juga begitu. Dulu ketika saya remaja, saya suka
ngumpul-ngumpul dengan teman-teman, apalagi kalau pas liburan pondok.
Biasanya kita berkumpul di rumah salah satu di antara teman satu daerah, bila
sudah jam sembilan malam, saya telpon ke rumah dan memberi kapar kalau saya
akan pulang sekitar jam sepuluh malam. Ibu saya ketika mendengar permintaan
saya agak bingung, kemudian gagang telepon dikasihkan ayah saya. Ayah saya
hanya berkata satu kalimat, “Kamu tidak usah pulang..!”. Mendengar ini saya
langsung pamit ke teman-teman bahwa ayah saya marah dan harus pulang
sekarang juga. Secara verbal kalimatnya adalah kalimat larangan, namun isinya
adalah ancaman.
1. Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Amr
Tidak selalu setiap ucapan itu dimaksudkan sebagaimana bentukan
makna dasar secara tekstual. Ada banyak ungkapan yang sebenarnya
dimaksudkan untuk makna kontekstual sesuai situasi dalam komunikasi. Dalam
ilmu bahasa (Daud, 2003: 48,59), ada dua istilah makna denotatif (al-ma’na al-
maudhu’i) dan makna konotatif (al-ma’na as-siyaaqi/al-ma’na al-maqshud). Arti
pertama, al-maudhui’ yang sesuai dengan bentuk tekstual bahasanya sering juga
disebut meaning dan makna kontekstual, as-siyaaqi sering juga disebut meaning
of meaning. Ma’na al-Adaby (makna sastra) seringnya berada pada tataran yang
kedua ini. Untuk bisa menemukan ma’na kontekstual, pembaca bisa
mengetahuinya melalui susunan kalimat (siyaaqul kalam).
Begitu pula dalam uslub amr (kalimat perintah), secara al-maudhu’i,
uslub amr bertujuan untuk memerintah dengan tujuan mengaharuskan dan
mewajibkan (al-ijab wa al-ilzam). Namun ada beberapa makna yang dibentuk di
luar makna dasarnya. Diantara makna lain tersebut misalnya al-Hasyimi (1994:
65-66) menyebutkan ada tujuan lain dari uslub amr yaitu: (1) ad-du’a (do’a), (2)
5. 87
ta'jiz (melemahkan mitra tutur), (3) al-irsyad (pengarahan), (4) tahdid (ancaman),
(5) ibahah (membolehkan), (6) iltimas (tawaran), (7) tamanni (harapan yang sulit
dicapai), (8) takhyir (memberi pilihan), (9) taswiyah (mempersamakan), (10)
ikram (menghormati), (11) imtinan (memberikan karunia), (12) ihanah
(menghinakan), (13) dawam (menunjuk pada kekekalan), (14) i'tibar (mengambil
pelajaran), (15) izin (memberikan izin), (16) takwin (menciptakan), (17) ta'ajjub
(menunjukkan kekaguman), dan (18) ta'diib (mengajar kesopanan).
Jika diamati lebih lanjut, tujuan lain dalam uslub al-amr sangat terkait
dengan pengunaannya dalam komunikasi. Jika menganalisis uslub, maka
analisinya akan banyak difokuskan pada kalimat dan pemahaman pendengar.
Uslub (Jarim, 1977: 12) berarti makna yang dibentuk dalam susunan ujaran
dengan ilustrasi yang paling dekat dengan maksud dari kalimat dan paling
memahamkan kepada pendengar. Jadi pembahasan uslub selalu akan melihat teks
dan konteks yang berimplikasi pada kesan makna. Kalimat yang paling berkesan
adalah kalimat yang maknanya sesuai dengan konteks komunikasi (muqtadha
ahwal al-mukhathabiin). Untuk lebih memahami apa tujuan uslub amr dalam
komunikasi berbahasa perhatikanlah contoh-contoh yang ada di bawah ini:
(1) Uslub Amr bertujuan untuk ad-du’a (memohon)
Uslub Amr sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya
bertujuan mengharuskan mitra tutur mengerjakan perintah (al-ijab wa al-
ilzam). Namun dalam kondisi tertentu, penutur berkedudukan lebih rendah dari
mukhatabnya. Bukan lagi dilakukan oleh orang yang lebih tinggi ke orang
yang lebih rendah (‘ala wajhi al-isti’la’). Dalam kondisi seperti ini tujuan
amr-nya adalah berdo’a, memohon dikabulkannya perintah. Contohnya
terdapat pada ayat al-Qur’an di bahah ini:
ََلاَقََبَرََْحَرْشاَيلَيْردَصََْرسَي َوَيلَيرْمَأََْلُلْاح َوََةَدْقُعََْنمَيانَسلَواُهَقْفَيَ
يل ْوَقََ
(َطه25-َ28)َ
Berkata Musa:"Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadakuَdan
mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku,
supaya mereka mengerti perkataanku, (QS. 20:25-28)
6. 88
Ayat ini menceritakan bagaimana Nabi Musa ‘alaihis salam berdo’a
kepada Allah subhnanhu wa ta’ala agar supaya dilapangkan dadanya,
dimudahkan urusannya dan difasihkan lidahnya. Permohonan ini
menggunakan redaksi uslub amr, namun tujuannya tidak mengharuskan
terlaksananya isi perintah, namun tujuannya hanya bersifat memohon kepada
Allah subhnanhu wa ta’ala dari semua masalah ketika menghadapi kekejaman
Raja Fir’aun.
Permohonan itu dilanjutkan dengan uslub amr yang khitabnya tetap
kepada Allah subhnanhu wa ta’ala, Nabi Musa ‘alaihis salam meminta kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, agar saudaranya Nabi Harun ‘alaihis salam
diangkat menjadi sekretaris dan pendampinya dalam menghadapi Raja Fir’aun
dan kaumnya. Namun siapapun yang berdo’a kepada Allah subhanahu wa
ta’ala, sekalipun dia seorang Rasul dia tetap dalam posisi memohon dan
berdo’a. Dikabulkan atau tidaknya do’a itu, semua terserah Allah subhanahu
wa ta’ala. Dalam konteks ini, akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala
mengabulkan do’a tersebut. Nabi Harun ‘alaihis salam dijadikan sebagai juru
bicara Nabi Musa ‘alaihis salam karena bahasanya lebih fasih. Nabi Musa
‘alaihis salam tidak sefasih saudaranya ketika berbicara akibat memakan api
yang disuguhkan Fir’aun ketika Beliau masih balita.
(2) Uslub Amr bertujuan untuk ta`jiz (melemahkan)
Pernah suatu ketika ada mahasiswa yang datang berkunjung ke rumah
temannya. Sesampainya di kamar ada lukisan yang memang terlihat tidak
begitu istimewa. Si mahasiswa berkomentar, “Ini lukisanmu ya..? lukisan
seperti ini kok dipasang.., memalukan”. Karena merasa jengkel si pemilik
kamar berkata; “Lukiskan aku yang lebih baik dari ini, nanti akan kupasang di
dinding”. Padahal si pemilik kamar tau benar bahwa dia yang berkomentar
tidak bisa melukis. Perintah yang disampaikan dimaksudkan untuk
melemahkan orang yang diperintahnya.
Di dalam al-Qur’an juga terdapat contoh model uslub amr yang seperti
ini, sebagaimana disebutkan dalam surah al Baqarah ayat ke 23 berikut ini:
7. 89
َْنإ َوََْ ُمتتْنُكَتيتفََ تتْيَرَتاتَّممَتاتَنْل ََّزنَتتَلَعََانتدتْبَعَواُوْتتتَفََة َتورتُسبََْتنتمََتهتلْثمَتواتُعْدا َوَ
َْ ُكَءاَدَهُشََْنمََُوندَََّّللاََْنإََْ ُمْنُكَََينقادَصَ:(البقرة23)
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang memang benar. (QS. 2:23)
Banyak orang Yahudi yang berkata bahwa al-Qur’an itu secara konten
bahasa dan materinya tidak memenuhi standar kitab suci, mereka berkata itu
adalah karangan Nabi Muhammad (Ibnu al-Jauzi, 1422: 1: 33). Untuk itulah
Alllah subhanahu wa ta’ala melalui ayat ini menyuruh kepada orang-orang
Yahudi untuk mendatangkan yang semisal dengan al-Qur’an. Padahal Allah
subhananhu wa ta’ala Dzat Yang Maha Mengetahui dan dengan pasti
mengetahui bahwa orang-orang Yahudi tidak akan sanggup membuat yang
semisal dengan al-Qur’an. Tujuan dari ayat ini secara komunikatif adalah “at-
ta’jiz” melemahkan kepada orang-orang Yahudi.
Secara makna, redaksi ta’jiz ini sebenarnya mengandung makna yang
mendalam, menantang kepada siapapun yang memiliki sikap sombong dan
suka merendahkan kepada sesuatu. Ketika mengetahui kompetensi orang yang
merendahkannya, fihak yang direndahkan bisa menggunakan uslub amr li
ta’jiz ini. Tujuannya untuk “menyadarkan” kapasitas diri orang yang suka
menghina dan agar dia bisa menghargai sesuatu di luar dirinya. Uslub amr ini
secara makna sangat baligh (mengena/samapi). Ketika digunakan redaksi yang
biasa dengan kalimat larangan misalnya, maknanya tidak akan sedalam redaksi
dengan ta’jiz ini.
(3) Uslub Amr bertujuan untuk irsyad (mengarahkan)
Al-Irsyad dalam kamus al-Ma’ani (2019) memiliki arti nasehat dan
arahan untuk mengambil langkah yang tepat. Makna dari istilah ini tergantung
pada konteks penggunaannya, namun kesemuanya mengandung makna
mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah yang mungkin muncul.
Jika uslub amr pada bentukan dasarnya mengarah kepada keharusan untuk
melaksanakan sesuatu, namun tujuan irsyad tidak sampai mengharuskan. Al-
8. 90
irsyad bertujuan mengarahkan seseorang agar menjadi lebih baik dalam
menjalani sesuatu. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat al-
Rasyiid mengarahkan semua makhluk dalam kemaslahatan dengan memberi
petunjuk dan pengertian akan kebaikan.
Uslub Amr yang bertujuan untuk al-irsyad mengandung arti arahan
menuju kebaikan. Maknanya adalah nasehat yang membawa pada kebaikan
perilaku. Contohnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam al-
Qur’an surah al-Baqarah, ayat 282 berikut ini:
اَيَاَهُّيَأَََينذَّالَواُنَمَآَاَذإََْ ُمْنَياَدتَوََْنيَدتبَتَلإََتلَجَأَىمتَسُمََُ وُبُمْكتاَفََْ تُمْكَيْل َوََْ ُكَنْتيَبَ
َ اوَكََْلدتَعْالبَََل َوَََبْتتَيََ تاوَكََْنَأَََ تُمْكَيَتاَمَكََُهتَمَّلَعََُ َّّللاََْ تُمْكَيْلَفََتللْمُيْل َوَيتذَّالَ
َْهيَلَعََُّقَحْالََقَّمَيْل َوَََ َّّللاََُهَّبَرَََل َوَََْسخْبَيََُهْنمَاْئيَشَ:(البقرة282)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada
Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya
(QS. 2:282)
Pada ayat dia atas, Allah subhananhu wa ta’ala memberi arahan
kepada orang-orang yang beriman untuk menulis seluruh transaksi hutang
piutang. Nota transaksi itu hendaknya ditulis oleh orang-orang yang adil dan
bisa dipercaya. Dalam masyarakat modern, arahan dan petunjuk Allah
subhanahu wa ta’ala ini mirip dengan kegiatan yang dilakukan oleh para
Notaris. Kalimat ‘faktubuuhu”, adalah bentuk kalimat perintah dengan fi’il
amr yang bertujuan untuk menasehati. Karena bentuknya nasehat maka
perilaku ini akan lebih baik jika dilakukan, namun jika tidak dilakukan juga
tidak berdosa.
Selain dengan fi’il amr, dalam ayat di atas ada juga perintah yang
dibentuk dari fi’il mudhari’ yang majzum karena didahului oleh lam al-amr.
Kata walyaktub merupakan gabungan dari wa dan liyaktub. Frasa liyaktub
adalah uslub amr yang terdiri dari lam amr dan fi’il mudhari’ (li, dan yaktub).
9. 91
Karena sebelum lam amr ada huruf yang berharakat (wawu fathah/wa), maka
lam amr disukun, berubah dari harakat aslinya yaitu kasrah (waliyaktub
menjadi walyaktub). Dalam ayat ini ada satu fi’il amr yaitu uktubuu
(faktubuuhu) dan empat fi’il mudhari’ yang bersambung dengan lam amr (wal
yaktub, fal yaktub, wal yumlil, dan wal yattaqi).
(4) Uslub Amr bertujuan untuk tahdid (mengancam)
Sebagaimana dicontohkan di awal pembahasan, ada banyak ungkapan
perintah yang bertujuan untuk mengancam (at-tahdid). Tujuan mengancam
adalah untuk menjatuhkan mental mitra tutur dengan kemungkinan adanya
kejadian yang menyulitkan. Dalam komunikasi, biasanya mengancam
berbentuk kalimat pernyataan yang isinya menyulitkan dan mencelakakan
fihak lain (KBBI). Contoh kalimat ancaman, “Jika kau ganggu adikku, akan
kucekik lehermu”. Kata “akan kucekik lehermu” adalah ancaman yang
berusaha mendatangkan musibah jika mitra tutur berani mengganggu adiknya
penutur. Cara lain membuat kalimat ancaman adalah dengan kalimat perintah.
Penggunaan kalimat perintah sebagai ancaman biasanya bermakna
berkebalikan. Misalnya, jika perintahnya berbunyi: “pergilah..! maka makna
yang dikandung adalah jangan pergi, awas kalau sampai pergi aku akan tidak
mengizinkan kamu datang kembali. Dalam membuat ancaman yang
menggunakan uslub amr, bentuk verbal ancaman biasanya tidak disebutkan
secara gamblang. Namun secara kontekstual pendengar sudah bisa
menyimpulkan apa yang akan terjadi jika perintah itu benar-benar dilakukan.
Misalnya dalam ayat di bawah ini:
واُلَمْعاَاَمََْ ُمْئشََُهَّنإَاَمبَََونُلَمْعَوََيرصَبَ:(فصلت40)
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan. (QS. 41:40)
Ayat di atas menyampaikan pesan kepada orang-orang kafir, mereka
yang mengingkari nikmat Allah subhananhu wa ta’ala untuk berbuat
sekehendak hatinya. Perintah berbuatlah sekehendak hati kalian ini tidak
dimaksudkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala benar-benar memerintahkan
10. 92
manusia untuk berbuat sekehendak hatinya. Namun pesan yang dikandung
adalah sebuah ancaman. Tafsirannya misalnya seperti ini, “Jikalau kamu tidak
bisa dinasehati ya sudah, berbuatlah sekehendak hatimu. Tapi engkau harus
ingat bahwa Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui apa yang kalian
lakukan. Kelak di akherat apapun yang kalian lakukan akan kalian pertanggung
jawabkan”.
Selain ayat di atas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang secara makna isinya hampir mirip dengan ayat di atas:
َ تْئتاَشَمََْعنْصاَفَحَمْسَوَْ َلَاَذ:َإ َلوُ َْاْلة َّوُبُّنَالم ََلَكَ ْنَم ُاسَّنَال َكَْردَاَأَّمَمَّإن
َ.)َُّيَارخُبَْالُ ا َو َر(.
Sesungguhnya yang diperoleh manusia dari ucapan kenabian yang
pertama adalah “Jika kamu tidak mempunyai rasa malu, maka
berbuatlah sesukamu.” (H.R. Muslim)
Perintah untuk melakukan sekehendak hati (fashna’ ma syi’ta)
merupakan perintah yang disampaikan untuk tujuan ancaman. Rasa malu
merupakan pencegah manusia untuk berbuat sesuka hati. Jika seseorang sudah
tidak memiliki rasa malu (baik kepada Allah subhanahu wa ta’ala maupun
kepada sesama manusia) maka orang tersebut sejatinya telah hilang fitrah
kemanusiaannya. Ketika fitrah kemanusiaannya lenyap, maka dia akan berbuat
sekehendak hati. Perikaunya akan seperti binatang bahkan lebih rendah dari
binatang (bal hum adhallu). Ketika fitrah kemanusiannya telah hilang manusia
akan mendapatkan siksa karena telah keluar dari kodrat kemanusiannya.
Secara gamblang perintah yang berisi ancaman di atas maknanya
adalah: “Berbuatlah sekehendak hatimu jika kamu bukan manusia, karena
manusia itu pasti punya rasa malu”. Perintah berbuatlah sekehendak hati itu
merupakan perintah yang berujung kepada ancaman. Siapapun yang berbuat
sesukanya tanpa menghiraukan rasa malu maka dia diancam, yaitu dia akan
turun prediakatnya menjadi bukan lagi manusia, karena manusia pasti punya
rasa malu. Karena keluar dari kodrat kemanusiaan, hidupnya akan tersiksa baik
di dunia maupun di akherat.
11. 93
(5) Kalimat perintah/ Amr bermakna ibahah (permisif)
al-Ibahah secara bahasa berarti pembolehan (permission), artinya
ketika ada perintah yang berisi ibahah seseorang boleh mengerjakan atau
meninggalkannya. Jika ditinggalkan tidak berdosa demikian juga ketika
dikerjakan. Seperti ketika saya menyuruh anak-anak membuat kopi sambil
membaca buku, perintah ini mau dikerjakan ataupun tidak tergantung
keinginan mereka. Ketika saya sampaikan bikinlah kopi, itu artinya kalian
boleh bikin kopi (ibahah), perintah ini sekaligus menepis bahwa saya melarang
mereka minum kopi sambil membaca.
Selain pada komunikasi sehari-hari, ada redaksi al-Qur’an yang
menyampaikan perintah dengan tujuan membolehkan (ibahah) seperti yang
tersurat dalam al-Qur’an berikut ini:
ََنَ ْاْلَفَََُّنهوُراشَبَواُغَمْبا َوَاَمَََ َمَكََُ َّّللاََْ ُكَلَواُلُك َوَواُبَرْشا َوََّمَحََََّنيَبَمَيََُ ُكَلَ
َُطْيَخْالََُضَيْبَ ْاْلَََنمََْطيَخْالََد َْوسَ ْاْلَََنمََرْجَفْالََ:(البقرة187)
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Uslub amr yang ada pada ayat di atas keduanya berisi pembolehan.
Jika pada siang hari mencampuri istri, makan dan minum itu dilarang di saat
Bulan Ramadhan, maka pada malam hari kegiatan ini diperbolehkan. Ketika
ada perintah, “Campuri istrimu, makanlah, dan minumlah…!”, ini artinya
bukan sebuah keharusan ataupun kewajiban. Artinya, kalaupun mau
melakukannya diperbolehkan dan tidak dilarang.
(6) Uslub Amr bertujuan untuk i'tibar (mengambil pelajaran)
I’tibar berasal dari kata i’tabara-ya’tabiru-i’tibaar, berarti
mengambil ‘ibrah atau pelajaran. Uslub amr yang bertujuan i’tibar artinya
adalah memerintah yang tujuan akhirnya adalah mengambil pelajaran atas isi
pesan yang disampaikan, misalnya nampak dalam ayat berikut ini:
َْتلتُقَواُتيرتسَتيتفََض ْرَ ْاْلَواُرُرْنتاتَفَََ تتْيَكَََأَدتتَبَََتقتَْلخْالَََّ تتُثََُ َّّللاََُ تتشْنُيَََةَتتتْشَّنالَ
ََة َرخَ ْاْلَََّنإَََ َّّللاََلَعََلُكََءَْيشََيردَقَ(َ:العنكبوت20)
12. 94
Katakanlah:"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya,
kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 29:20)
Ayat ini berisi perintah yang tujuannya tidak harus dimaknai secara
tekstual (maudhu’i). Ketika ada perintah berjalanlah (siiruu), seseorang yang
membaca ayat tujuan akhirnya bukan hanya diminta berjalan dalam arti fisik.
Akan tetapi yang lebih diperintahkan adalah mengambil pelajaran dari
perjalanan itu. Tujuannya adalah agar siapapun selalu mengambil pelajaran
dari semua kejadian yang ada di alam semesta ini.
(7) Uslub Amr bertujuan untuk dawam (menunjuk pada kekekalan)
Uslub amr untuk arti ad-dawam dimaksudkan untuk memerintah
secara terus-menerus (continue), berlangsung selamanya. Jika suatu ketika Ibu
berpesan kepada anaknya yang berangkat ke Pondok dengan mengatakan:
“Nak… hormatilah gurumu”, berarti selamanya anak tersebut diperintah
ibunya untuk menghormati guru. Ini berbeda dengan karakter asli uslub amr
yang menyaran pada waktu yang akan datang (terbatas). Di dalam al-Qur’an
tujuan amr li al-dawam ini, contohnya tertuang dalam do’a dan permohonan
manusia yang ada dalam surat al-Fatihah berikut ini:
َاندْهاَََطا َرالصَََ يقَمْسُمْالَ(َ:الفاوحة6)
Ya Allah.. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus (al-Fatiahah, 6)
Ayat ini mengandung makna bahwa permohonan agar ditunjukkan
kepada jalan yang benar (jalan lurus) tidak terbatas waktu. Artinya kapanpun
dimanapun kita meminta kepada Allah subahanahu wa ta’ala untuk
ditunjukkan pada jalan yang lurus. Jalan mereka yang hidupnya diberi
kenikmatan di dunia dan akherat. Nikmat yang secara makna bisa berarti
tentram dan bisa mensyukuri apapun yang dijalani.
(8) Uslub Amr bertujuan untuk takhyir (memberi pilihan)
Takhyiir berasal dari kata khayyara-yukhayyiru-takhyiir, artinya
memilih yang baik (khair). Pada tujuan ini, mitra tutur yang menerima
13. 95
perintah diminta untuk memilih dari beberapa pilihan yang ditawarkan.
Misalnya ketika ke Warung Padang kita disuruh memilih menu oleh teman kita
yang sedang mentraktir makan, “Silahkan ambil..! mau rendang, telor, ikan,
atau udang, pilih saja.,!. Ketika kita bingung mau mengambil referensi
nahwu, guru kemudian memerintahkan muridnya untuk memilih dari berbagai
sumber rujukan. Misalnya kita terkadang mendengar ucapan guru, “Baca kitab
Ibnu Hisyam atau Ibnu Malik”. Sebagai contoh dalam bahasa Arab, misalnya
perintah yang berisi pilihan ada dala syair berikut ini:
َنـاَقَالعــنَطََبيــن ـريَكَ َنـتَأ َـتَوُمَوََأزيــزاَعَ ْشعَالبنـودقْفوخـ
Hiduplah mulia atau matilah dengan terhormat, diantara
menghujamkan tombak atau mengibarkan bendera
Model syair seperti ini banyak disampaikan dalam ungkapan di
berbagai bahasa, ada ungkapan lain yang juga terkenal dalam bahasa Arab, ‘isy
kariiman aw mut syahiidan (hiduplah dengan mulia atau matilah dengan
syahid). Dalam slogan kemerdekaan misalnya “merdeka atau mati” yang
artinya pilihlah dalam berjuang ada kemungkinan menang (merdeka) atau mati
(mulia sebagai pejuang). Dalam komunikasi sehari-hari misalnya ada
ungkapan yang tujuannya adalah memberi pilihan, “Nikahlah denganku atau
dengannya..!” .
(9) Uslub Amr bertujuan untuk tamanni (harapan yang sulit dicapai)
Tamanniy dan tarajjiy sama-sama berisi pengharapan, bedanya
tamanniy itu mustahil dicapai dan tarajjiy mungkin dicapai. Banyak orang
yang tahu bahwa adakalanya sesuatu yang sangat diinginkan itu tidak mungkin
iya dapatkan. Tetapi, kalimat itu diucapkan sebagai gambaran betapa inginnya
sesuatu itu bisa dia gapai. Bisa untuk membesarkan hatinya ataupun agar orang
lain tahu betapa berharganya sesuatu yang diinginkan itu. Misalnya adalah
syair berikut ini:
َفلسطين ونفسَأيهاَالصبح!ََوأشرقيَياَشمس،َلنسرَإل
Bernafaslah wahai subuh..! Bersinarlah wahai mentari, untuk
kebebasan Palestina
14. 96
Berharap kepada desahan nafas subuh dan sinar matahari untuk bisa
memberi kebebasan kepada Palestina merupakan hal yang mustahil terjadi.
Kemustahilannya bukan pada terbebaskannya Palestina, tapi kemustahilannya
terjadi karena harapan itu disampaikan kepada subuh dan matahari. Redaksi ini
akan bisa digapai dan menjadi kenyataan (tarajjiy) jika pesan itu disampaikan
kepada umat muslim di seluruh dunia misalnya, meminta kepada mereka untuk
bergerak dan berjuang bersama-sama.
(10)Uslub Amr bertujuan untuk taswiyah (mempersamakan)
At-taswiyah artinya mempersamakan atau mengkompromikan
sesuatu. Misalnya, ketika kita menjalani antrian panjang saat pergi ke dokter.
Apapun sikap yang diambil akan tetap mengantri, mau bersabar atau tidak,
semuanya sama saja dan tidak ada bedanya. Marah-marah tidak akan
mempercepat jalannya antrian. Di saat itu teman pasien yang mendampingi
akan bilang kepada si sakit yang marah-marah, “marahlah atau bersabarlah..!
jika giliranmu datang kamu akan maju ke depan”. Di dalam al-Qur’an ada
contoh dalam ayat berikut ini:
َاه ْوَلتتْصاَواُرتبتْصاَفََْوَأَََلَواُرتبتْصَوََاء َتوتَسََْ ُكْيتتَلَعَتاتَمَّنإَََن ْو َتزتْجُوَتاتَمََْ ُمتتْنُكَ
ََونُلَمْعَوَ(َ:الطور16)
Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka
baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi
balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 52:16)
Ayat ini menjelaskan bahwa nanti orang yang masuk ke dalam
neraka itu tidak punya pilihan, artinya sama saja. Baik sabar maupun tidak
semuanya akan merasakan panasnya api neraka sebagai balasan seluruh
amanalannya ketika hidup di dunia.
2. Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Nahy
Sebagaimana dijelaskan pada modul-modul sebelumnya, kalimat larangan
berisi permintaan untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang datang dari orang
yang memposisikan diri lebih tinggi derajatnya dari yang disuruh (minal a’la ila
15. 97
al-adna). Tidak seperti uslub amr yang bisa dibentuk dengan empat macam cara,
redaksi kalimat larangan hanya satu bentuk yaitu fi’il mudhari' yang didahului
oleh la nahiyah. Uslub al-nahy secara makna dasar berfungsi melarang, atau
dalam pengertian lain meminta untuk tidak dikerjakannya sesuatu. Dalam
lingusitik modern antara amr dan nahy tidak dibedakan keduanya disebut sebagai
gaya imperatif.
Secara makna literal (al-ma’na al-maudhu’) setiap uslub nahy memiliki
maksud untuk melarang. Sebagaimana halnya memerintah, dalam melarang orang
yang melarang memposisikan diri lebih tinggi (‘ala wajhi al-isti’la’).
Mengharuskan orang yang dilarang untuk mentaati isi larangan. Ketika polisi
memasang tanpa huruf “P” yang disilang itu artinya polisi sebagai pengatur lalu
lintas mengharuskan siapapun untuk tidak parkir di sekitar tanda tersebut. Dalam
kondisi seperti ini polisi menempatkan posisi dirinya lebih tinggi dari siapapun
agar mentaati larangan tersebut (Jangan parker disini..!). Contoh uslub nahy yang
maknanya sesuai tujuan aslinya (melarang), terlihat dalam ayat berikut ini:
ََل َوَُوادسْفُوَيفََض ْرَ ْاْلَََدْعَبَاَهح ََلْصإََْ ُكلَذََْريَخََْ ُكَلََْنإََْ ُمْنُكَََيننمْؤُمَ(85)
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan
memperbaikinya. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kaliam termasuk
orang-orang yang beriman (QS. Al-A'raf: 85).
Tidak setiap kalimat bisa diartikan secara tekstual, begitu juga dengan
uslub al-nahy. Jika suatu ketika ada seorang anak yang tidak belajar di waktu
ujian, kemudian orang tuanya mengatakan “Jangan belajar Nak..!. Apakah anak
tersebut benar-benar dilarang belajar ataukah sebalikanya dia disuruh belajar.
Secara komunikatif, penggunaan kalimat larangan dengan maksud untuk
memerintah (berkebalikan maknanya), memiliki kesan yang lebih mendalam
daripada menggunakan makna tekstualnya. Misalnya kalimat, “Nak belajarlah..!”
dengan “Nak jangan belajar..!” untuk maksud sama-sama meminta anak belajar.
Kalimat yang kedua biasanya lebih mengena daripada yang pertama, kalimat
pertama tidak mengandung ancaman sedangkan dalam kalimat kedua terdapat
ancaman. Biasanya kalimat kedua muncul dalam komunikasi setelah kalimat
pertama. Ketika anak diperintah belajar dengan kalimat perintah “belajarlah..!”
namun tidak mau belajar, orang tua terkadang akan melanjutkan perintah dengan
16. 98
memerintah menggunakan kata larangan “ya sudah jangan belajar..!”. Kalimat
“jangan belajar” sebenarnya berisi ancaman yang bisa difahami oleh sang anak
tanpa diucapkan. Misalnya, jangan belajar..! tapi kalau nilaimu jelek tanggung
sendiri. Jangan belajar..! kalau kamu tidak belajar ayah tidak mau menuruti
permintaannmu.
Ada banyak tujuan uslub nahy selain mengharuskan mitra tutur untuk
tidak melakukan sesuatu sesuai isi perintah. Abbas (2000: 158-159) menjelaskan
bahwa diantara tujuan lain dari uslub amr yang keluar dari tujuan aslinya adalah;
(1) al-irsyad, (2) al-tahdiid, (3) al-tay’iis, (4) al-taubikh, (5) al-tasliyah wa al-
tashabbur, (6) al-Tahqiir, (7) al-tamanniy. Jarim (2005: 266) menambahkan dua
tujuan pengunaan uslub nahy selain dari tujuh tujuan yang telah dipaparkan
Abbas, yaitu: (8) al-iltimas dan (9) ad-du’a. Sedangkan al-Hasyimi
menambahkan empat fungsi lagi selain dari yang telah disebut di atas yaitu: (10)
ad-dawam, (11) bayaanu al-‘aqibah, (12) al-karahah, dan (13) al-i’tinas. Berikut
ini akan kita jelaskan beberapa tujuan yang paling sering terjadi dalam
komunikasi:
1. Uslub Nahy bertujuan untuk ad-du’a (berdoa/memohon)
Uslub nahy sebagaimana uslub amr bertujuan mengharuskan mitra tutur
mengerjakan isi tuturan (al-ijab wa al-ilzam). Karakter dari uslub amr dan uslub
nahy dalam paraktik tuturan terjadi dari subyek yang lebih tinggi ke obyek yang
lebih rendah (‘ala wajhi al-isti’la’). Namun prasyarat al-isti’la’ dalam amr dan
nahy ini kadang tidak berlaku, misalanya ketika penutur berkedudukan lebih
rendah dari mukhatabnya, seperti uslub nahy untuk tujuan berdo’a seperti contoh
berikut ini:
تاتَنَّبَرَََلََانْذتتاخَؤُوََْنإََانتيتَسنََْوَأَتاتَنْتَطْخَأَتاتَنَّبَرَََل َوََْتلتمْحَوَتاتَنْيَلَعَاترتْصإَتاتَمَكَ
َُهَمْلَمَحََلَعَََينذَّالََْنمََانْلبَقََانَّبَرَََل َوََتانْلمَحُوَتاَمَََلَََةتَقاَطََتانَلََتهبََ:(البقترة
286)
"Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (QS. 2:286)
17. 99
Dalam ayat di atas terdapat uslub nahy yang tujuannya adalah do’a,
memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Frase “laa tu’akhidna”, “laa
tahmil ‘alaina” dan “la tuhammilna” adalah uslub nahy berupa fi’il mudhari’
yang bersambung dengan laa naahiyah. Tujuan dari uslub nahy ini bukan
mewajibkan ataupun mengharuskan mitra tutur karena itu tidak mungkin. Ketika
tuturan itu ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka tujuan dari uslub
amr ini bukan mengharuskan, namun tujuanya adalah untuk do’a. Uslub nahy
yang tujuannya do’a adalah uslub nahy yang ditujukan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala. Dalam ayat di atas Allah subhanahu wa ta’ala mengajari manusia
bagaimana do’a yang baik. Ajaran do’a ini sangat tepat dan sangat bermakna bagi
manusia. Kenapa begitu, karena Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang
menciptakan manusia dan Maha Tahu apa saja hal yang dibutuhkan oleh
manusisa.
2. Uslub Nahy bertujuan untuk al-irsyad (menasehati)
Sebagaimana yang terdapat dalam tujuan uslub al-amr, al-irsyad
mengandung makna mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah. Tujuan
al-irsyad dalam uslub nahy merubah dari tujaun dasarnya yaitu mengharuskan
untuk tidak melakukan sesuatu. Contoh yang terdapat dalam al-Qur’an adalah:
اَيَاَهُّيَأَََينذَّالَواُنَمَآَََلَواُلَْتسَوََْتنَعَََءاَيتْشَأََْنإَََدْتبُوََْ تُكَلََْ ُكْتؤُسَوََْنإ َوَواُلَْتتسَوَ
اَهْنَعَََينحََُل ََّزنُيََُنَآ ْرُقْالَََدْبُوََْ ُكَلَاَفَعََُ َّّللاَاَهْنَعََُ َّّللا َوََورُفَغََتيلَحَ(َ:المائتدة
101)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya
menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qur'an itu
sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah
mema'afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyantun. (QS. 5:101)
Dalam ayat di atas Allah subhanahu wa ta’ala memberi nasehat kepada
orang-orang beriman untuk tidak banyak bertanya terhadap sesuatu yang akhirnya
akan semakin menyusahkan mereka. Hal ini seperti pertanyaan seorang Sahabat
Rasulullah tentang ibadah haji, apakah haji itu harus dilakuakan setiap tahun?.
Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan untuk tidak
18. 100
menanyakan hal-hal yang akhirnya akan menyulitkan orang yang bertanya.
Jikalaupun ibadah haji diharuskan setiap tahun, maka itu akan menyulitkan. Lebih
sulitnya lagi ketika tidak melakukan maka seorang muslim akan dianggap kufur
terhadap perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk itu tidak usah banyak
bertanya. Kalau jelas-jelas ada perintah ya lakukanlah, dan jika sesuatu itu
dilarang maka tinggalkanlah.
3. Uslub Nahy bertujuan untuk ad-dawam (kesinambungan dan kekekalan)
Ad-dawam dalam bahasa Arab berarti hal tetap dan terus berlangsung, bisa
juga berarti bersifat terus berkesinambungan. Karekter dasar uslub nahy,
sebagaimana karakter dasar fi’il mudhari’, menyaran untuk zaman yang terbatas,
yaitu untuk masa yang akan datang. Ketiaka seseorang melakukan perintah, maka
kalimat perintah itu tidak berlaku lagi setelah perintah itu dikerjakan. Namun,
kondisi ini tidak berlaku pada beberapa kontek komunikasi (ketika kalimat itu
digunakan). Misalnya apada ayat ke 42 dari surah Ibrahim ini:
ََل َوَََّنَبَسْحَوَََ َّّللاَََلَافغَاَّمَعََُلَمْعَيَََونُمالَّالرَتاَمَّنإََْ ُهُرخَتؤُيََم ْتوَيلََُ َختْشَوَ
َيهفََُارَصْبَ ْاْلَ(َ:َ إبراهي42َ)
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah
lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari
yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS. 14:42)
Ayat di atas memberi peringatan kepada Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam dan kepada seluruh umat manusia agar tidak punya prasangka
bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan lupa kepada perilaku orang-orang dhalim.
Larangan ini bersifat dawam, artinya selamanya dan sampai kapanpun juga
jangan sampai umat Islam memiliki prasangka bahwa kezaliman itu akan
terlupakan. Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan manusia, perbuatan baik
ataupun buruk semuanya akan mendapatkan balasan di hari kiamat.
4. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tahdiid (ancaman)
Sebagaimana dijelaskan dalam al-amr, tujuan tahdiid adalah untuk
menjatuhkan mental mitra tutur dengan kemungkinan adanya kejadian yang
menyulitkan. Mengancam biasanya menggunakan kalimat pernyataan yang berisi
19. 101
tujuan akan mencelakakan mitra tutur. Bunyi ancaman bisa dilafalkan atau tidak
dilafalkan, namun meski tidak dilafalkan secara tekstual mitra tutur yang
mendapat ancaman sudah tau dan sadar akan mendapat kesulitan jika tidak patuh
pada penutur. Misalnya pada kalimat di bawah ini:
ََلََُوَطَْعَََأَْمَرََيَأَُّيََهَْاَالََخَادَمَ
Jangan engkau ta’ati perintahku wahai pembantuku..!
Kalimat di atas secara makna tidak bermaksud melarang seperti bunyi
tekstualnya. Ada beberapa alasan ketidak mungkinan untuk dimaknai dengan
makna sebenarnya, pertama: tidak mungkin seorang majikan menyuruh
pembantunya untuk membangkang. Kedua: karakter dasar seorang pembantu itu
harus nurut perintah majikannya. Jika muncul kalimat tersebut, maka
kemungkinan pernyataan itu muncul karena perilaku tidak menta’ati perintah itu
sudah terjadi atau potensial terjadi. Untuk itulah Sang Majikan mengancam
pembantunya dengan kalimat “Jangan taati perintahku”. Artinya, jika kamu sudah
tidak mentaati perintahku, maka aku akan menyulitkan urusanmu (dipecat, tidak
digaji dan sejenisnya).
5. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tay’iis (keputusasaan)
Al-tay’iis secara bahasa memiliki arti keputusasaan, artinya sudah tidak
ada harapan lagi. Dalam komunikasi terkadang terjadi keputusasaan penutur
kepada mitra tutur. Artinya, mitra tutur sudah tidak bisa diharapkan lagi
melakukan hal yang baik sesuai keinginan penutur. Misalnya ada seorang suami
yang berkali-kali ditegur istrinya karena keterlambatan menjemput anaknya di
sekolah. Hampir setiap hari selalu terlambat menjemput anak di sekolah, kondisi
ini berbeda dengan kondisi ketika istrinya yang menjemput. Karena istrinya baru
melahirkan, maka suamilah yang menggantikan istri menjemput anaknya. Setiap
kali terlambat suami selalu minta maaf, tapi besoknya suami juga tetap terlambat
lagi. Hingga suatu ketika anaknya lupa dijemput sampai satu jam menunggu.
Ketika suaminya minta maaf, istrinya menjawab, “Sudahlah mas, tidak usah
minta maaf! Besok saya saja yang menjemput dia sambil menggendong adiknya”.
Larangan istri agar suaminya tidak usah minta maaf, bukanlah larangan
20. 102
sebagaimana arti sebenarnya. Tetapi larangan istri tersebut merupakan ungkapan
kekecewaan atas perilaku suami yang selalu begitu. Istri merasa putus asa untuk
bisa mengubah kebiasaan suami yang selalu terambat menjemput anak.
Untuk lebih mamahami uslub nahy dengan maksud menyampaikan sikap
al-tay’iis (putus harapan). Lihatlah dan amatilah makna dari ayat al-Qur’an di
bawah ini:
ََلَواُرذَمْعَوََْدَقََْ ُو ْرَفَكَََدْعَبََْ ُكانَميإََْنإََُ ْعَنََْنَعََةَفائَطََْ ُكْنمََْبتذَعُنََتةَفائَطَ
َْ ُهَّنَتبَواُناَكَََينمرْجُمَ(ََ:الموبة66)
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.
Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka
taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di
sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS.
9:66)
Tujuan tuturan (khithab) dari ayat ini adalah orang-orang munafiq, mereka
yang antara lisan dan hatinya tidak sama. Mereka yang bersendagurau dengan
agama dan mengolok-olok Rasulullah beserta firman-firman Allah subhanahu wa
ta’ala. Karena kondisi mereka yang begitu sulit dipegang amanahnya, maka al-
Qur’an merasa tidak ada gunanya mengharap keimanan mereka. Jikalaupun
mereka minta maaf, permintaan maafnya hanya sesaat dan mereka akan
mengulangi perilaku tidak terpujinya itu kembali. Untuk itulah diawal ayat, al-
Qur’an melarang mereka meminta maaf, laa ta’tadziruu artinya janganlah kalian
meminta maaf, tidak ada gunanya kalian minta maaf kalau setelah itu kamu kufur
lagi setelah keimananmu.
6. Uslub Nahy bertujuan untuk al-taubikh (celaan)
Al-taubikh berasal dari kata wabbakha-yuwabbikhu-taubikhan, artinya
mencela. At-taubikh (al-Ma’ani, 2019) secara bahasa memiliki kesamaan arti
dengan al-tahdid, al-ta’niib, dan allaum kesemuanya berarti mencela. Diantara
tujuan dari melarang adalah taubikh, seperti dalam syair Abu al-Aswad ad Duali
berikut ini:
21. 103
ََلَََوَْنََهَََعَْنََُخَُلَقَََوََوَْتَوََيََبَمَْثَلَهَََعَ...َارَََعََلَْيََكََإََذََفَاََعَْلََتَََعَرَْيََ
Janganlah engkau melarang perilaku (yang buruk) sedangkan kamu
(juga) melakukan hal yang sama. Sungguh aib itu teramat besar
bagimu ketika engkau melakukan itu.
Dalam syair di atas terdapat uslub nahy yang berisi celaan (taubikh).
Mencela orang-orang yang suka melarang orang lain, melarang untuk tidak
melakukan sesuatu dia sendiri juga melakukannya. Jika ini dilakukan maka
sungguh orang yang melarang itu aibnya lebih besar daripada orang yang
dilarangnya. Hal ini senada dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang
menyatakan bahwa sangatlah dibenci Allah jika seseorang mengatakan sesuatu
yang dia sendiri tidak mengerjakannya (QS. Ash-Shaf ayat 3).
7. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tasliyah wa al-tashabbur (hiburan dan kesabaran)
Salah satu tujuan uslub nahy adalah menenangkan seseorang agar bersabar
dan menghibur seseorang yang bersedih. Misalnya dalam syair Ibnu Burhan
berikut ini:
ََلَََوَْجََزَعَيَإَْنََُمَْنَفَسَُماَأهلكَُهََ…ََفَإََذََهَاََلَْكَُتَََفَعََفَندَذلكَْاجََزَعي
Janganlah engkau bersedih jika sesuatu yang berharga itu aku
habiskan, namun ketika aku yang mati di saat itulah kamu harus
bersedih
Syair di atas menjelaskan sebuah ungkapan seorang suami kepada istrinya,
Wahai istriku janganlah engkau bersedih ketika aku menafkahkan harta yang
mungkin engkau anggap sia-sia. Tetapi engkau harus bersedih ketika aku
meninggalkanmu karena kematianku, karena di saat itu tidak akan ada lagi yang
memberimu nafkah. Secara makna, syair ini bermaksud menghibur seorang istri
agar bersabar dan tidak begitu peduli dengan harta yang hilang karena
dibelanjakan. Meskipun semua merupakan takdir Allah subhaanahu wa ta’ala,
namun bisa jadi karena terlalu dikekang istrinya, suami akan lebih cepat
meninggalkannya.
8. Uslub Nahy bertujuan untuk al-Tahqiir (merendahkan)
At-tahqiir dan at-taubikh sebenarnya sama, tujuannya adalah untuk
menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu. At-tahqiir disebut juga dengan at-
22. 104
taqlil wal iftiqar (Ibnu Najjar, 1993: 79). Tujuan at-tahqiir dalam uslub nahy
dimaksudkan untuk menganggap hina sesuatu yang hakekatnya hina, namun
sering dianggap luar biasa. Misalnya ketika ada seseorang yang sangat kaya
dengan tumpukan harta yang melimpah dianggap luar biasa. Ketika sedang
menasehati istri yang hasut dengan kemewahan dan lupa tujuan hidup
sesungguhnya maka bisa disampaikan kepadanya: “Janganlah fokus pada
banyaknya harta, tapi lihatlah keberkahannya”. Larangan ini dalam ilmu sastra
disebut dengan at-tahqiir, merendahkan sesuatu agar bijak menyikapi hidup.
Contoh di dalam al-Qur’an nampak dalam surat al-Hijr ayat 88 berikut ini:
ََلََََّّندُمَوَََْكيَنْيَعََلإَاَمََانْعَّمَمََهبَااج َو ْزَأََْ ُهْنمَََل َوََْنَزْحَوََْ ْهيَلَعََْضفْاخ َوَ
ََكَحَانَجَََيننمْؤُمْللَ(الحجرََ:88)
Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada
kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan
di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih
hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang
yang beriman. (QS. 15:88)
Sebagaimana yang dijelaskan dalam pengertian tahqir di atas, ayat ini
mengajak kepada umat Islam tidak terfokus pada harta yang dimiliki oleh orang
kafir yang diantara mereka bergelimang harta. Harta yang tidak dibarengi dengan
keberkahan dunia akherat harus ditempatkan pada posisi yang hina. Karena jika
salah memahami posisi harta dalam kehidupan akan mengganggu rasa syukur
umat Islam dan berakibat pada rusaknya akidah. Jika ingin dijelaskan lebih lanjut,
harta dunia sangat terkait dengan sifat Rahman Allah subhanahu wa ta’ala,
siapapun akan diberi sesuai dengan usahanya tanpa melihat baik buruknya usaha.
Sedangkan tujuan kehidupan muslim selain menggapai rahman-Nya Allah
subhanahu wa ta’ala juga terkait dengan sifat-Nya yang Maha Rahim. Rahimnya
Allah subhanahu wa ta’ala hanya untuk orang yang beriman. Jika bisa memahami
dan mencerap kedua sifat yang ada pada lafadz basmallah ini, orang Islam akan
selamat akidahnya dan bisa menempatkan sesuatu sesuai proporsinya.
9. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tamanniy (pengharapan)
Tamanniy secara bahasa bermakna pengaharapan yang sulit tergapai.
Secara istilah tamanniy memiliki arti menginginkan terjadinya sesuatu (Abbas,
23. 105
200: 160), namun orang yang menginginkan tau betul bahwa sesuatu itu sulit
untuk tergapai. Jika kemungkinkan bisa digapai disebut dengan tarajji (raja’).
Misalnya ketika hujan turun dan kita sedang di kantor berucap, “Hujan jangan
basahi bajuku, besok itu adalah seragam yang akan kupakai”. Karena jemurannya
tak beratap, pastinya orang yang berbicarapun tahu itu sesuatu yang tak mungkin.
Namun diucapkan dalam rangka berharap, meskipun harapan itu sulit tercapai.
Terkait dengan uslub nahy yang bertujuan tamanny, dalam syair Arab terdapat
syair yang sangat terkenal berikut ini:
ياَليلَطلَياَنومَزلََ#َلَوطلع ياَصبحَق
ألَأيهاَالليلَالطويلَألَانجليَ #ََمنك َاْلصباح َوما بصبح
بتمثل
Wahai malam, teruslah memanjang tak berkesudahan., wahai tidur, enyahlah
engkau dariku
Wahai pagi, berhentilah dan jangan engkau tampakkan dirimu
Wahai malam yang panjang, jangan engkau serahkan dirimu pada pagi
Pagi tidak menjanjikan kebaikan seperti yang engkau berikan
Semua orang tau bahwa peredaran bumi ini sudah sunnatullah terjadi
sebagaimana mestinya. Namun dalam kondisi tertentu ada yang mengharapkan
rotasi perputaran alam semesta sesuai dengan kehendaknya. Misalnya ketika
seorang pengantin baru yang melewati malam pertamanya, dia meiliki
pengharapan seperti isi syair di atas, menyuruh malam tak berkesudahan dan
melarang pagi untuk datang. Kalimat-kalimat seperti ini dalam ilmu sastra disebut
sebagai uslub tamanny.
Selain itu ada tujuan lain dari uslub nahy misalnya, al-iltimas
(ajakan/tawaran) dalam kalimat أيهاَاْلخَلَوموان (hai teman jangan berlambat-
lambat), ada juga untuk tujuan al-karahah (kebencian) seperti contoh kalimat ََل
َالصَلة َفي َوأنت ولمفت (jangan menoleh ketika shalat), al-i’tinas (bersikap
ramah) contohnya adalah lafadz ََلََْنَزْحَوَََّنإَََ َّّللاََانَعَمَ(َ :الموبة40) (jangan
24. 106
bersedih karena Allah bersama kita), dan juga bisa bertujuan untuk bayaanu al-
‘aqibah (menjelaskan akibat) sebagaimana ayat berikut ini:
ََل َوَََّنَبَسْحَوَََينذَّالَواُلمُقَيفََيلبَسَََّّللاَااو َوْمَأََْلَبََاءَيْحَأَََدْنعََْ هبَرَََونُقَز ْرُيَ
(َ:الَعمران169)
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki. (QS.
3:169)
Jika diperhatikan dengan seksama, setiap makna yang keluar dari tujuan
dasarnya diakibatkan oleh berbedanya konteks. Perangkat untuk memaknai teks
ini dalam studi sastra Arab disebut dengan ta’wil. Ta'wil (Majdi Wahbah,
1984:114) memiliki beberapa definisi, di antaranya:
1. Interpretrasi terhadap teks yang samar hingga menjadi jelas, gamblang dan
mudah dimengerti oleh manusia.
2. Memberikan makna tertentu pada sebuah teks, seperti memberikan signifikansi
(magza) pada cerita atau sajak-sajak alegoris.
3. Memberikan kejelasan makna dari sebuah fenomena ataupun sebuah ungkapan
tertentu yang maksudnya belum jelas.
E. RANGKUMAN
1. Tidak selalu setiap ucapan itu dimaksudkan sebagaimana bentukan makna
dasar secara tekstual. Ada banyak ungkapan yang sebenarnya dimaksudkan
untuk makna kontekstual sesuai situasi dalam komunikasi.
2. Uslub amr (kalimat perintah) memiliki tujuan lain selain mewajibkan dan
mengharuskan. Diantara tujuan itu adalah: (1) ad-du’a (do’a), (2) ta'jiz
(melemahkan mitra tutur), (3) al-irsyad (pengarahan), (4) tahdid (ancaman),
(5) ibahah (membolehkan), (6) iltimas (tawaran), (7) tamanni (harapan yang
sulit dicapai), (8) takhyir (memberi pilihan), (9) taswiyah (mempersamakan),
(10) ikram (menghormati), (11) imtinan (memberikan karunia), (12) ihanah
(menghinakan), (13) dawam (menunjuk pada kekekalan), (14) i'tibar
(mengambil pelajaran), (15) izin (memberikan izin), (16) takwin
25. 107
(menciptakan), (17) ta'ajjub (menunjukkan kekaguman), dan (18) ta'diib
(mengajar kesopanan).
3. Dalam ilmu bahasa (Daud, 2003: 48,59), ada dua istilah makna denotatif (al-
ma’na al-maudhu’i) dan makna konotatif (al-ma’na as-siyaaqi/al-ma’na al-
maqshud). Arti pertama, al-maudhui’ yang sesuai dengan bentuk tekstual
bahasanya sering juga disebut meaning dan makna kontekstual, as-siyaaqi
sering juga disebut meaning of meaning.
4. Ada banyak tujuan uslub nahy selain mengharuskan mitra tutur untuk tidak
melakukan sesuatu sesuai isi perintah. Abbas menjelaskan bahwa diantara
tujuan lain dari uslub amr yang keluar dari tujuan aslinya adalah; (1) al-
irsyad, (2) al-tahdiid, (3) al-tay’iis, (4) al-taubikh, (5) al-tasliyah wa al-
tashabbur, (6) al-Tahqiir, (7) al-tamanniy. Jarim menambahkan tujuan (8) al-
iltimas dan (9) ad-du’a, selain ketujuh tujuan di atas. Sedangkan al-Hasyimi
menambahkan empat fungsi lagi selain dari yang disebut di atas yaitu: (10)
ad-dawam, (11) bayaanu al-‘aqibah, (12) al-karahah, dan (13) al-i’tinas.
5. Jika diperhatikan dengan seksama, setiap makna yang keluar dari tujuan
dasarnya diakibatkan oleh berbedanya konteks. Perangkat untuk memaknai
teks ini dalam studi sastra Arab disebut dengan ta’wil.
26. 108
F. TES FORMATIF 4
Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling
benar!
1. Tujuan asli dari uslub al-amr adalah:
a. Al-ijab wa al-ilzam
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
d. Al-tahdid
e. Al-ta’jiz
2. Tujuan dari al-amr dalam ayat ini adalah:
ََلاَقََبَرََْحَرْشاَيلَيْردَصََْرسَي َوَيلَيرْمَأََْلُلْاح َوََةَدْقُعََْنمَيانَسلَ
واُهَقْفَيَيل ْوَقَ(َطه25-َ28)َ
a. Al-Du’a
b. Al-ijab wa al-ilzam
c. Al-taswiyah
d. Al-iltimas
e. Al-tahdid
3. Tujuan amr yang bermaksud menantang kepada siapapun yang memiliki
sikap sombong dan suka merendahkan kepada sesuatu serta “menyadarkan”
kapasitas seseorang untuk bisa menghargai sesuatu di luar dirinya disebut
dengan:
a. Al-ta’jiz
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
d. Al-tahdid
e. Al-Du’a
4. Makna dari istilah ini tergantung pada konteks penggunaannya, namun
kesemuanya mengandung makna mengarahkan seseorang agar terhindar dari
masalah.
a. Al-irsyad
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
27. 109
d. Al-tahdid
e. Al-Du’a
5. Tujuan dari al-amr dalam ayat ini adalah:
واُلَمْعاَاَمََْ ُمْئشََُهَّنإَاَمبَََونُلَمْعَوََيرصَبَ:(فصلت40)
a. Al-tahdid
b. Al-irsyad
c. Al-taswiyah
d. Al-iltimas
e. Al-Du’a
6. Uslub ayat ini adalah:
َانَّبَرَََلََانْذاخَؤُوََْنإََانيَسنََْوَأََانْتَطْخَأََانَّبَرَََل َوََْلمْحَوََانْيَلَعَارْصإَاَمَكََُهتَمْلَمَحَ
َلَعَََينذَّالََْنمََانْلبَقََانَّبَرَََل َوََانْلمَحُوَاَمَََلَََةَقاَطََانَلََهبََ:(البقرة286)
a. Al-nahyu li ad-du’a
b. Al-nahyu li at-tahdid
c. Al-nahyu li al-irsyad
d. Al-Amru li al-taswiyah
e. Al-Amru li al-iltimas
f. Al-Amru li al-Du’a
7. Uslub nahy yang bertujuan untuk menegaskan arti tetap terus berlangsung,
kekal dan abadi dan maknanya terus menerus disebut.
a. Al-dawam
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
d. Al-tahdid
e. Al-Du’a
8. Tujuan dari uslub nahy dalam ayat ini adalah:
ََلَواُرذَمْعَوََْدَقََْ ُو ْترَفَكَََبََدتْعََْ ُكتانَميإََْنإََُ تْعَنََْتنَعََتةَفائَطََْ ُكْنتمََْبتذَعُنََتةَفائَطَ
َْ ُهَّنَتبَواُناَكَََينمرْجُمَ(ََ:الموبة66)
a. Al-tay’iis
b. Al-dawam
c. Al-taswiyah
d. Al-iltimas
28. 110
e. Al-tahdid
9. Tujuan nahy salah satunya mencela, istilah yang secara bahasa memiliki
kesamaan arti dengan al-tahdid, al-ta’niib, dan allaum adalah
a. Al-taubikh
b. Al-tay’iis
c. Al-dawam
d. Al-taswiyah
e. Al-iltimas
10. Tujuan dari uslub nahy dalam ayat ini adalah:
ََل َوَََّنَبَسْحَوَََينذَّالَواُلمُقَيفََيلبَسَََّّللاَااو َوْمَأََْلَبََاءَيْحَأَََدْنعََْ هبَرَََونُقَز ْرُيَ
(َ:الَعمران169)
a. Bayaanu al-‘aqibah
b. Al-taubikh
c. Al-tay’iis
d. Al-taswiyah
e. Al-iltimas
G. RUJUKAN
Abbas, Fadl Hasan, al-Balagah Funūnuhā wa Afnānuhā: Ilmu al-Ma’ani.
Yordania: Dar al-Furqan. 2000.
Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad, Jawahiru al-Balagah fi al-Ma’ani wa Albayan wa
al-Badi’. Beirut: 1994.
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Depag. 2019
Daud, Nuraihan Mat, dkk. Linguistic Dictionary, English-Arabic, Arabic-English.
Kuala Lumpur: A.S.NOORDEEN. 2003
Ibnu al-Jauzi, Abul Faraj. Zadu al Masir fi Ilmi at-Tafsiir. Beirut: Darul Kitab al-
Araby. 1422 H.
Ibnu Najjar, Muhammad ibn Ahamad ibn Abdul Azizi. Syarh al-Kaukab al-
Munir: Mukhtashar Tahrir. Saudi: Wizaratu al-Auqaf al Su’udiyyah.
1993.
Jarim, Ali dan Musthafa Usman. Al-Balaghatu al-Wadhihah. Mesir: Daar al-
Ma’arif. 1977
29. 111
Jarim, Ali dan Musthafa Usman. Al-Balaghatul Wadhihah. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. 2005
Majdi Wahbah, Kamil Muhandis, Mu’jam al-Musthalahat al-‘Arabiyyah; fi al-
Lughah wa al-Adab, Lebanon: Maktabah Lubnan. 1984
H. TES SUMATIF
Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling
benar!
1. Ketika seseorang ingin menyatakan sebuah larangan (nahy) maka yang
digunakan adalah bentuk :
a. Fi’il Mudhari’ bersambung dengan kata laa.
b. Masdar yang mengganti fi’il amar
c. Fi’il Mudhari’ diikuti dengan huruf-huruf jawazim
d. Fi’il Mudhari’ yang didahului lam nahiyah
e. Isim fi’il Amr
2. Apa fungsi laa naahiyah pada i’rab fi’il mudhari’ pada kalimat larangan?
a. Menjazemkan fi’il mudhori’ setelahnya
b. Merofa’kan fi’il mudhori’ setelahnya
c. I’robnya mabni sesuai harakat aslinya
d. Menashabkan fi’il mudhori’ setelahnya
e. Menashabkan fa’ilnya
3. Bagaimana pengamalan dari lam amr yang masuk pada fi’il?
a. Menjazemkan fi’il mudhori’
b. Menjadikan fi’il mudhari’ tetap berharakat dhammah (mabny)
c. Menjazemkan fi’il madhi
d. Menjadikan fi’il madhi tetap berharakat fathah (mabny)
e. Membuang fa’il sebagaimana fi’il mabni majhul
4. Apa perbedaan dari Fi’il Amr dan Lam Amr ?
a. Fi’il Amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab) sedangkan
lam amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib)
b. Fi’il Amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib) sedangkan lam
amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab)
30. 112
c. Fi’il amr menyatakan perintah yang tidak lugas, sedangkan lam
amr menyatakan perintah yang lugas
d. Fi’il Amr berasal dari fi’il mudhori’ sedangkan lam amr tidak ada
hubungannya dengan fi’il mudhori’.
e. Fi’il Amr menyaran pada peristiwa yang akan datang sedangkan
lam amr menyaran pada peristiwa lampau.
5. Bagaimana penulisan harakat pada Lam Amr yang benar ?
a. Lam Amr berharakat kasroh jika diawal kalimat, jika sebelumnya
didahului oleh huruf berharakat akan berubah menjadi sukun
b. Lam Amr berharakat fathah jika diawal kalimat, jika didahului oleh
hutuf berharakat akan berubah menjadi sukun
c. Lam Amr berharakat fathah dimanapun dan dalam kondisi apapun
d. Lam Amr berharakat kasrah dimanapun dan dalam kondisi apapun
Lam Amr berharakat dlommah.
e. Lam Amr berharakat fathah jika diawal kalimat, jika didahului oleh
hutuf berharakat akan berubah menjadi
6. Berikut karakter dari masdhar yang mengganti fi’il amr kecuali …
a. Selamanya dibaca nashab karena aslinya adalah haal
b. Posisinya ditempatkan pada posisi mengganti fi’il amr yang
dilesapkan
c. Hukum i’rabnya mengikuti maf’ul muthlaq
d. selamanya dibaca nashab
e. Jika ditampakkan maka sebenarnya sebelum isim mashdar yang
dibaca nashab terdapat fi’il amr yang disamarkan
7. Di antara karakter di bawah ini yang bukan karakter dari fi’il nahy adalah…
a. Laa Nahii yang bersambung dengan fi’il mudhari’ hanya tertuju
pada orang kedua (tidak bisa digunakan untuk orang ketiga)
b. Secara makna la nahiyahah berfungsi sebagai larangan yang
berarti “jangan”
c. Fi’il nahy terbentuk dari fi’il mudhari’ yang bersambung dengan
laa nahiyah
31. 113
d. Secara lafdzi, la nahiyah adalah huruf yang menjazemkan fi’il
mudhari’
e. Laa nahiyah boleh disandingkan dengan fi’il mudhori’ yang
pelakunya orang ketiga (goib)
8. Apa yang dimaksud dengan isim fi’il amr adalah :
a. Isim (kata benda) yang bermakna fi’il amar (kata perintah)
b. Isim yang bermakna dirubah menjadi fi’il amar
c. Isim yang bisa menerima amil jazm hingga memiliki arti amr
d. Fi’il (kata kerja) yang secara makna dimaknai ism (kata benda)
e. Fi’il amar (kata perintah) yang dibentuk dari fi’il muhari’
9. Mana yang termasuk contoh benar dari mashdar yang mengganti fi’il amr:
أ.َاْلقدامَبنفسك مشياَعل
ب.اشربواَالمشروباتَالطيبة
ج.َلَوشربواَالسجائر
د.َجيداَفيَأيَمكانادرسن
.فليعملَعمَلَصالحا
10. Mana yang termasuk contoh benar dari fi’il nahi :
أ.َلوقرأَالكمابَياَمحمد
ب.محمدَلَيقرأَالكماب
ج.جاءَمحمدَلَخالد
د.َاجمهدَبَلَسؤال
.َالمدرسة َخديجةَإل لَوذه
11. Isim fi’il amr bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni:
a. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan Isim Fi’il Ma’duul
b. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manqush, dan Isim Fi’il Manquul
c. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan Isim Fi’il Maqshur
d. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manqush, dan Isim Fi’il Ma’duul
e. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Maqshur, dan Isim Fi’il Ma’duul
12. Secara fungsional mashdar yang diposisikan sebagai maf’ul muthlaq
dibagi menjadi empat, diantara fungsi di bawah yang bukan termasukfungsi
masdar dalam maf’ul muthlaq:
a. Menghilangkan ambiguistas ‘amilnya
32. 114
b. Menguatkan ‘amilnya
c. Menjelaskan ragam atau bentukَ ‘amilnya
d. Menjelaskan jumlah ‘amilnya
e. Menggantikan posisi fiil’nya
13. Ilmu tentang tata cara bagaimana membentuk kalimat, membahas kondisi
kalimat apakah asli atau tambahan, shahih atau tidak, i’lal dan ibdal.
f. Tashrif
g. Nahwu
h. Ma’ani
i. Bayan
j. Badi’
14. Uslub Nahi hanya terjadi pada satu waktu, yaitu waktu yang akan datang.
Untuk itu uslub nahy dibentuk dari:
a. Fi’il Mudhori’
b. Fi’il Madhi
c. Masdhar
d. Isim Fail
e. Naibul Fail
15. Kalimat yang tidak benar karena menyalahi kaidah pembentukan kalimat
adalah:
a. ََيَ َل ََْودَهْجََيَْلَسْكَةَسا َريَالدف
b.َةَساَريَالدَفْلَسْكَوَ َل ََْودَهْجا
c. دَهْجاَْيََلَسْكَوَ َل َوَْيََةَساَريَالدف
d. َْدَهْجاََنََْلَسْكَوَ َل َوََنََةَساَريَالدف
e. َُدَهْجاَْواََُلَسْكَوَ َل َوَْواََةَساَريَالدف
16. Berikut contoh kalimat uslub nahi yang bertujuan Taubikh adalah :
a. ََلَََوَْنََهَََعَْنََُخَُلَقَََوََوَْتَوََيََبَمَْثَلَهَََعَ...َارَََعََلَْيََكََإََذََفَاََعَْلََتَََعَرَْيَ
b. ََلَواُرذَمْعَوََْدَقََْ ُو ْرَفَكَََدْعَبََْ ُكانَميإََْنإََُ ْعَنََْنَعََةَفائَطََْ ُكْنمََْبذَعُنَ
َةَفائَطََْ ُهَّنَتبَواُناَكَََينمرْجُمَ
c. َْعطُوََلَمَادخْاَالَهُّيَيَأرْمَأ
d. ََل َوَََّنَبَسْحَوَََ َّّللاَََلَافغَاَّمَعََُلتَمْعَيَََونُمتالَّالرَتاَمَّنإََْ ُهُرخَتؤُيََم ْتوَيلَ
َُ َخْشَوََيهفََُارَصْبَ ْاْلَ
33. 115
e. َانَّبَرَََلََانْذاخَؤُوََْنإََانيَسنََْوَأََانْتَطْخَأََانَّبَرَََل َوََْلمْحَوََانْيَلَعَارْصإَ
اَمَكََُهَمْلَمَحََلَعَََينذَّالََْتنمََتانْلبَقََتانَّبَرَََل َوََتانْلمَحُوَتاَمَََلَََةتَقاَطََتانَلَ
َهب َ
17. Berikut contoh kalimat uslub Amr yang bertujuan ikram )menghormati)
adalah :
a. َََيننامَءَ ََٰلَسَاَبهوُلُخۡٱد
b. واُلَمْعاَاَمََْ ُمْئشََُهَّنإَاَمبَََونُلَمْعَوََيرصَب َ
c. ََلاَقََبَرََْحَرْشاَيلَيْردَصََْرسَي َوَيلَيرْمَأََْلُلْاح َوََةَدْقُعََْنمَ
يانَسلَواُهَقْفَيَيل ْوَقَ
d. َْنإ َوََْ ُمْنُكَيفََ ْيَرَاَّممََانْل ََّزنََلَعََانْدبَعَواُوْتَفََةَورُسبََْنمََهلْثمَ
واُعْدا َوََْ ُكَءاَدَهُشََْنمََُوندَََّّللاََْنإََْ ُمْنُكَََينقادَص
e. َاَمََْعنْصاَفَحَمْسَوَْ َلَاَذ:َإ َلوُ َْاْلة َّوُبُّنَالم ََلَكَ ْنَم ُاسَّنَالَكَْردَاَأَّمَمَّإن
تْئش
18. Dari contoh kalimat berikut yakni merupakan jenis uslub apa ?
ََلَولمفتَوأنتَفيَالصَلة
a. Uslub Nahi bertujuan al-karahah (kebencian)
b. Uslub Nahi bertujuan al-iltimas (ajakan/tawaran)
c. Uslub Amr bertujuan ad-du’a (berdoa)
d. Uslub Nahi bertujuan al-I’tinas (bersikap ramah)
e. Uslub Nahi bertujuan bayaanu al-‘aqibah (menjelaskan akibat)
19. Apa yang dimaksud dengan uslub amr dengan tujuan li ad-dawam ?
a. untuk memerintah secara terus-menerus (continue)
b. untuk mengambil pelajaran
c. memberikan pilihan boleh mengerjakan atau meninggalkannya
d. mengancam
e. berisi nasehat untuk mengarahkan
20. Tujuan uslub nahi dari li-tahqir adalah
a. Untuk menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu yang
sebenarnya tidak berharga
34. 116
b. Menenangkan seseorang agar bersabar dan menghibur orang yang
bersedih
c. mencela
d. untuk menjatuhkan mental mitra tutur dengan adanya kejadian yang
menyulitkan
e. mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah
I. TUGAS AKHIR
A. TUGAS
Analisislah syair al-i’tiraf di bawah ini dari aspek maknanya, kaitkanlah dengan
konteks ditulisnya syair dan kajian balaghah (ilmu sastra Arab). Terutama fungsi
verba interaktif yang ada dalam syair tersebut!
B. KONTEKS SYAIR AL-I’TIRAF
Syair al-I’tiraf dikarang oleh seorang penyair pada masa pemerintahan
Abbasiyah bernama Abu Nawas (Abu Nuwaas). Nama asli Abu Nawas adalah
Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di
kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu
Persia mengalir di tubuhnya. Abu Nawas merupakan seorang pujangga Arab dan
dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga
muncul beberapa kali dalam kisah Seribu Satu Malam. Ayahnya, Hani al-Hakam,
merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban,
wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim.
Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas
belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas
tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu,
sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan
dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan
Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami. Sementara
dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin
Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman.
Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah
memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab.
Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya
kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng.
Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang
Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.Kemudian ia
pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul
35. 117
dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat
berkenalan dengan para bangsawan.
Diceritakan oleh Ibnu Khalikan dalam Wafyatul-A’yan (2:102) dari
Muhammad bin Nafi berkata, “Abu Nuwas adalah temanku, namun terjadi sesuatu
yang menyebabkan antara aku dengan dia tidak saling berhubungan sampai aku
mendengar berita kematiannya. Pada suatu malam aku bermimpi bertemu
dengannya, kukatakan, ‘Wahai Abu Nuwas, apa balasan Allah terhadapmu?’ Dia
menjawab, ‘Allah mengampuni dosaku karena beberapa bait syair yang kutulis
saat aku sakit sebelum wafat, syair itu berada di bawah bantalku.’ Maka saya pun
mendatangi keluarganya dan menanyakan bantal tidurnya dan akhirnya
kutemukan secarik kertas yang bertuliskan: … (lalu beliau menyebutkan bait syair
berikut ini).”
C. SYAIR AL-I’TIRAF
ُرْعِشاِ ْلِافرِتْع
َاس َوُنَوُبَأَ
َاََٰلَهَْيَْيحَجَالارَّنَالَ لَعَى َوْقََأَل ََ#َوَلْهََأس ْوَد ْرفْلَلُتْسَل
َْغا ََوةَب َْووََلي ْ َهَفََافغََكَّنإَفَ#َبي ْوُنُذَ ْرفَْيرَعَال ْنَّذَالُر
اَيَةَب َْووََلي ْ َهَفَ#َالَمَالرادَدْعََُألْثَمبي ْوُنُذََاذَلََلَجال
َلُكََفي َاقنَيرْمُع َوَََزبيْنَذ ََ#َوم ْوَيَاَالَممَْاح َ ْيَكَدئ
َاََٰلَهَْيََاكَعَدَْدَق ََوب ْوُنُّذالاَب ىرقُمَ#َََاكوَيَأاصَعَالَُكدْبَع
اَذَلَتْنَتَفَ ْرفْغَوَْنإَفََكََُلْهَأََََاك َووَسُج َْرنَ ْنَمَفَْدُرَْطوَ ْنإَفَ#
36. 118
J. KUNCI JAWABAN
1. TES FORMATIF 1
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa
2. A Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah)
3. A fi’il ruba’i
4. A Lam amr
5. A Lam ta’lil
6. A Lam taukid
7. A Al-Nahyu
8. A La nafi bersambung dengan fi’il mudhari’
9. A Masdar yang mengganti fi’il amar.
10. A Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah
2. TES FORMATIF 2
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A mabni ‘ala dhammah
2. A Fi’il mu’tal akhir
3. A kondisi ini terjadi apabila fi’il amr disambungkan
dengan nun taukid khafifah maupun tsaqilah
4. A huruf ya’ dibuang dan huruf terakhir diberi harakat
kasrah
5. A huruf alif tatsniyyah tetap ada (tidak dibuang) dan
nun nya diberi harakat kasrah
6. A Fi’il amr
7. A Karena fi’il nahy hanya ditujukan kepada mitra tutur
rang kedua(mukhatab)
8. A menghindari bertemunya dua harakat sukun
9. A Mukhatabun
10. A ََّنُبُمْكُاَ
37. 119
3. TES FORMATIF 3
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Penurunan Verba Berdasar Pada Pelaku Dan Kala
Terjadinya Komunikasi.
2. A Tashrif
3. A َةَسا َريَالدَفْلَسْكَيَ َل ََْودَهْجَي
4. A ََلْبَقََةَّلَضمَْالُةَبَلََّالطدعَمْسَيلَرَطَملْاَل ْوُزُن
5. A Kaf Al-Khithob
6. A Menghilangkan Ambiguistas ‘Amilnya
7. A Mufrad Manshub
8. A Antum (Kamu Sekalian)
9. A syibhu kamalul ittishal
10. A نتَأ
4. TES FORMATIF 4
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Al-ijab wa al-ilzam
2. A Al-Du’a
3. A Al-ta’jiz
4. A Al-irsyad
5. A Al-tahdid
6. A Al-nahyu li ad-du’a
7. A Al-dawam
8. A Al-tay’iis
9. A Al-taubikh
10. A Bayaanu al-‘aqibah
5. TES SUMATIF
38. 120
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Fi’il Mudhari’ bersambung dengan kata laa.
2. A Menjazemkan fi’il mudhori’ setelahnya
3. A Menjazemkan fi’il mudhori’
4. A Fi’il Amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab)
sedangkan lam amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib)
5. A Lam Amr berharakat kasroh jika diawal kalimat, jika
sebelumnya didahului oleh huruf berharakat akan berubah
menjadi sukun
6. A Selamanya dibaca nashab karena aslinya adalah haal
7. A Laa Nahii yang bersambung dengan fi’il mudhari’ hanya
tertuju pada orang kedua (tidak bisa digunakan untuk
orang ketiga)
8. A Isim (kata benda) yang bermakna fi’il amar (kata perintah)
9. A َاْلقدامَبنفسك مشياَعل
10. A لَوقرأَالكمابَياَمحمد
11. A Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan
Isim Fi’il Ma’duul
12. A Menghilangkan ambiguistas ‘amilnya
13. A Tashrif
14. A Fi’il Mudhori’
15. A ََيَ َل ََْودَهْجََيَةَسا َريَالدَفْلَسْك
16. A ََلَََوَْنََهَََعَْنََُخَُلَقَََوََوَْتَوََيََبَمَْثَلَهَََعَ...َارَََعََلَْيََكََإََذََفَاََعَْلََتَََعَرَْيَ
17. A َََيننامَءَ ََٰلَسَاَبهوُلُخۡٱد
18. A Uslub Nahi bertujuan al-karahah (kebencian)
19. A untuk memerintah secara terus-menerus (continue),
berlangsung selamanya
20. A Untuk menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu yang
sebenarnya tidak berharga