SlideShare a Scribd company logo
83
A. PENDAHULUAN
Setelah membahas mengenai pembentukan gaya imperatif dalam bahasa
Arab yang berisi kajian tentang (1) al-amru wa-al-nahyu fi al-Adab al-Araby:
Gaya Imperatif dalam Sastra Arab, (2) ‘Alamatu al Amri wa al-Nahy fi al-Adab
al-Araby: Ciri Gramatika Verba Arab Imperatif dalam Sastra Arab, dan (3)
Tashrifu al Amri wa al-Nahyi fi al-Adab al-Araby: Konjugasi Verba Arab
Imperatif dalam Sastra Arab, kali ini kita akan melanjutkan pembahasan dengan
kajian mengenai penggunaan uslub amr dan nahy dalam komunikasi. Jika
sebelumnya kajian diarahkan pada pola kalimat secara integral, pada modul
terakhir ini akan dibahas mengenai penggunaannya dalam komunikasi.
Bagaimanakah cara memahami dan menggunakan model-model uslub al-amr dan
al-nahy dalam komunikasi (istikhdaam usluub al-amry dan al-nahy fi al-kalam).
Secara reseptif tujuan dari kajian ini adalah menghindarkan pebelajar dari
kesalahan dalam memahami uslub amr dan uslub al-nahy dalam teks verbal
maupun teks tulis. Sedangkan secara produktif, diharapkan peserta PPG bisa
menggunakan uslub amr dan uslub al-nahy sesuai konteks komunikasi dan mitra
tutur (muqtadha ahwaal al-mukhatabiin). Jika diekuivalensikan dengan ilmu
linguistik dan sastra umum (baca:Barat), secara teoritis kajian ini dekat dengan
kajian pragmatik (praktek penggunaan kalimat dalam komunikasi).
Judul dari kajian belajar ini adalah Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi
al-Adab al-Arabi; Tujuan Penggunaan Gramatika Imperatif dalam Sastra Arab.
Secara konten keilmuan, kajian ini mengacu pada anatomi ilmu ma’ani yang
berpijak pada kajian ilmu nahwu (sintaksis Arab) sebagaimana dijelaskan pada
kajian yang pertama, namun secara praktek diarahkan pada kajian an-nushus al-
adabi. Meskipun al-amru dan al nahyu secara teksual membentuk kalimat
perintah dan larangan, namun secara makna kontekstual tujuan bermacam-macam.
Sebaliknya, ada beberapa perintah yang secara tekstual tidak menggunakan fi’il
amr dan nahy. Bacalah modul ini dengan seksama untuk bisa memahami paparan
materi yang ada di dalamnya. Jika muncul masalah di sela-sela memahami materi,
anda bisa mendisukusikannya dalam kelompok diskusi di laman diskusi yang
telah disediakan. Selamat membaca, semoga diberi kemudahan dalam memahami
dan memahamkan materi bahasa Arab yang ada di dalamnya.
84
PETA KONSEP
Gaya imperatif
dalam bahasa Arab
Tujuan Penggunaan
Gaya Imperatif
dalam Uslub al-Amr
Uslub Amr bertujuan untuk ad-du’a
(memohon)
Uslub Amr bertujuan untuk ta`jiz
(melemahkan)
Uslub Amr bertujuan untuk irsyad
(mengarahkan)
Uslub Amr bertujuan untuk tahdid
(mengancam)
Kalimat perintah/ Amr bermakna
ibahah (permisif)
Uslub Amr bertujuan untuk i'tibar
(mengambil pelajaran)
Uslub Amr bertujuan untuk dawam
(menunjuk pada kekekalan)
Uslub Amr bertujuan untuk takhyir
(memberi pilihan)
Uslub Amr bertujuan untuk tamanni
(harapan yang sulit dicapai)
Uslub Amr bertujuan untuk taswiyah
(mempersamakan)
Tujuan Penggunaan
Gaya Imperatif
dalam Uslub al-Nahy
Uslub Nahy bertujuan untuk ad-du’a
(berdoa/memohon)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-irsyad
(menasehati)
Uslub Nahy bertujuan untuk ad-dawam
(kesinambungan dan kekekalan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tahdiid
(ancaman)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tay’iis
(keputusasaan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-taubikh
(celaan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tasliyah wa
al-tashabbur (hiburan dan kesabaran)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-Tahqiir
(merendahkan)
Uslub Nahy bertujuan untuk al-tamanniy
(pengharapan)
85
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Membedakan ungkapan terkait perintah (al-amr) dan melarang (al-
nahyu) melakukan suatu tindakan/kegiatan, dengan memperhatikan unsur
kebahasaan dari teks lisan dan tulis, sesuai dengan konteks penggunaannya.
C. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah pembelajaran modul ini, peserta PPG diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu
Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
2. menyebutkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy
(Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
3. membuat pola-pola ungkapan yang semisal dengan contoh tujuan dan dan
fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy
fi al-Adab al-Arabi)
4. menginisiasi dan menerapkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub
al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
5. mengajarkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu
Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi)
6. memahami orientasi belajar dan mengajar ilmu bahasa dan sastra
D. MATERI
Suatu ketika saya pernah bertengkar di pesantren hanya karena masalah
antri mandi. Karena saya merasa antrian saya diserobot, saya menarik tangan
teman saya yang bongsor perawakannya agar tidak mendahului. Karena merasa
ditarik agak kasar, dia marah besar dan melotot serta berkacak pinggang di depan
saya. Dia berteriak sambil berkata, “Anak kecil macam-macam..! Tak tempeleng
bau tau rasa kamu..”. Merasa dilecehkan saya ganti melotot dan balik menantang,
“Ayo tempelenglah... ayo.. ayo...!”. Kejadian ini sering saya ingat ketika
membahas fungsi dari kata perintah, verba perintah tidak selalu mengharuskan
lawan tutur melakukan apa yang diminta mitra tutur. Seperti contoh komunikasi
di atas, tujuan dari ucapan tempelenglah..!, bukan untuk minta ditempeleng
sungguhan. Tapi sebuah ancaman, yang tersirat maknanya adalah; “ayo
86
tempelenglah kalau berani..! kalau sampai menempelang pasti akan aku balas
dengan lebih keras”. Akibat ancaman itu, dia mengurungkan niatnya untuk
menyerobot antrian mandi. Mungkin dia mengurungkan niatnya menempeleng
karena banyak hal, bisa jadi takut di ta’dzir pengurus karena salah, atau mungkin
dia berfikir, meski kecil saya adalah pelatih pencak silat.
Selain perintah, larangan juga begitu. Dulu ketika saya remaja, saya suka
ngumpul-ngumpul dengan teman-teman, apalagi kalau pas liburan pondok.
Biasanya kita berkumpul di rumah salah satu di antara teman satu daerah, bila
sudah jam sembilan malam, saya telpon ke rumah dan memberi kapar kalau saya
akan pulang sekitar jam sepuluh malam. Ibu saya ketika mendengar permintaan
saya agak bingung, kemudian gagang telepon dikasihkan ayah saya. Ayah saya
hanya berkata satu kalimat, “Kamu tidak usah pulang..!”. Mendengar ini saya
langsung pamit ke teman-teman bahwa ayah saya marah dan harus pulang
sekarang juga. Secara verbal kalimatnya adalah kalimat larangan, namun isinya
adalah ancaman.
1. Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Amr
Tidak selalu setiap ucapan itu dimaksudkan sebagaimana bentukan
makna dasar secara tekstual. Ada banyak ungkapan yang sebenarnya
dimaksudkan untuk makna kontekstual sesuai situasi dalam komunikasi. Dalam
ilmu bahasa (Daud, 2003: 48,59), ada dua istilah makna denotatif (al-ma’na al-
maudhu’i) dan makna konotatif (al-ma’na as-siyaaqi/al-ma’na al-maqshud). Arti
pertama, al-maudhui’ yang sesuai dengan bentuk tekstual bahasanya sering juga
disebut meaning dan makna kontekstual, as-siyaaqi sering juga disebut meaning
of meaning. Ma’na al-Adaby (makna sastra) seringnya berada pada tataran yang
kedua ini. Untuk bisa menemukan ma’na kontekstual, pembaca bisa
mengetahuinya melalui susunan kalimat (siyaaqul kalam).
Begitu pula dalam uslub amr (kalimat perintah), secara al-maudhu’i,
uslub amr bertujuan untuk memerintah dengan tujuan mengaharuskan dan
mewajibkan (al-ijab wa al-ilzam). Namun ada beberapa makna yang dibentuk di
luar makna dasarnya. Diantara makna lain tersebut misalnya al-Hasyimi (1994:
65-66) menyebutkan ada tujuan lain dari uslub amr yaitu: (1) ad-du’a (do’a), (2)
87
ta'jiz (melemahkan mitra tutur), (3) al-irsyad (pengarahan), (4) tahdid (ancaman),
(5) ibahah (membolehkan), (6) iltimas (tawaran), (7) tamanni (harapan yang sulit
dicapai), (8) takhyir (memberi pilihan), (9) taswiyah (mempersamakan), (10)
ikram (menghormati), (11) imtinan (memberikan karunia), (12) ihanah
(menghinakan), (13) dawam (menunjuk pada kekekalan), (14) i'tibar (mengambil
pelajaran), (15) izin (memberikan izin), (16) takwin (menciptakan), (17) ta'ajjub
(menunjukkan kekaguman), dan (18) ta'diib (mengajar kesopanan).
Jika diamati lebih lanjut, tujuan lain dalam uslub al-amr sangat terkait
dengan pengunaannya dalam komunikasi. Jika menganalisis uslub, maka
analisinya akan banyak difokuskan pada kalimat dan pemahaman pendengar.
Uslub (Jarim, 1977: 12) berarti makna yang dibentuk dalam susunan ujaran
dengan ilustrasi yang paling dekat dengan maksud dari kalimat dan paling
memahamkan kepada pendengar. Jadi pembahasan uslub selalu akan melihat teks
dan konteks yang berimplikasi pada kesan makna. Kalimat yang paling berkesan
adalah kalimat yang maknanya sesuai dengan konteks komunikasi (muqtadha
ahwal al-mukhathabiin). Untuk lebih memahami apa tujuan uslub amr dalam
komunikasi berbahasa perhatikanlah contoh-contoh yang ada di bawah ini:
(1) Uslub Amr bertujuan untuk ad-du’a (memohon)
Uslub Amr sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya
bertujuan mengharuskan mitra tutur mengerjakan perintah (al-ijab wa al-
ilzam). Namun dalam kondisi tertentu, penutur berkedudukan lebih rendah dari
mukhatabnya. Bukan lagi dilakukan oleh orang yang lebih tinggi ke orang
yang lebih rendah (‘ala wajhi al-isti’la’). Dalam kondisi seperti ini tujuan
amr-nya adalah berdo’a, memohon dikabulkannya perintah. Contohnya
terdapat pada ayat al-Qur’an di bahah ini:
ََ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ََ‫ب‬َ‫ر‬ََْ‫ح‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ْر‬‫د‬َ‫ص‬ََْ‫ر‬‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬ُ‫ل‬ْ‫اح‬ َ‫و‬ََ‫ة‬َ‫د‬ْ‫ق‬ُ‫ع‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬‫ان‬َ‫س‬‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ه‬َ‫ق‬ْ‫ف‬َ‫ي‬َ
‫ي‬‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ق‬ََ
(َ‫طه‬25-َ28)َ
Berkata Musa:"Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadakuَdan
mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku,
supaya mereka mengerti perkataanku, (QS. 20:25-28)
88
Ayat ini menceritakan bagaimana Nabi Musa ‘alaihis salam berdo’a
kepada Allah subhnanhu wa ta’ala agar supaya dilapangkan dadanya,
dimudahkan urusannya dan difasihkan lidahnya. Permohonan ini
menggunakan redaksi uslub amr, namun tujuannya tidak mengharuskan
terlaksananya isi perintah, namun tujuannya hanya bersifat memohon kepada
Allah subhnanhu wa ta’ala dari semua masalah ketika menghadapi kekejaman
Raja Fir’aun.
Permohonan itu dilanjutkan dengan uslub amr yang khitabnya tetap
kepada Allah subhnanhu wa ta’ala, Nabi Musa ‘alaihis salam meminta kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, agar saudaranya Nabi Harun ‘alaihis salam
diangkat menjadi sekretaris dan pendampinya dalam menghadapi Raja Fir’aun
dan kaumnya. Namun siapapun yang berdo’a kepada Allah subhanahu wa
ta’ala, sekalipun dia seorang Rasul dia tetap dalam posisi memohon dan
berdo’a. Dikabulkan atau tidaknya do’a itu, semua terserah Allah subhanahu
wa ta’ala. Dalam konteks ini, akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala
mengabulkan do’a tersebut. Nabi Harun ‘alaihis salam dijadikan sebagai juru
bicara Nabi Musa ‘alaihis salam karena bahasanya lebih fasih. Nabi Musa
‘alaihis salam tidak sefasih saudaranya ketika berbicara akibat memakan api
yang disuguhkan Fir’aun ketika Beliau masih balita.
(2) Uslub Amr bertujuan untuk ta`jiz (melemahkan)
Pernah suatu ketika ada mahasiswa yang datang berkunjung ke rumah
temannya. Sesampainya di kamar ada lukisan yang memang terlihat tidak
begitu istimewa. Si mahasiswa berkomentar, “Ini lukisanmu ya..? lukisan
seperti ini kok dipasang.., memalukan”. Karena merasa jengkel si pemilik
kamar berkata; “Lukiskan aku yang lebih baik dari ini, nanti akan kupasang di
dinding”. Padahal si pemilik kamar tau benar bahwa dia yang berkomentar
tidak bisa melukis. Perintah yang disampaikan dimaksudkan untuk
melemahkan orang yang diperintahnya.
Di dalam al-Qur’an juga terdapat contoh model uslub amr yang seperti
ini, sebagaimana disebutkan dalam surah al Baqarah ayat ke 23 berikut ini:
89
َْ‫ن‬‫إ‬ َ‫و‬ََْ ُ‫م‬‫ت‬‫ت‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫تي‬‫ت‬‫ف‬ََ ‫ت‬‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ر‬َ‫تا‬‫ت‬َّ‫م‬‫م‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬ْ‫ل‬ َّ‫َز‬‫ن‬َ‫ت‬‫ت‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫َا‬‫ن‬‫تد‬‫ت‬ْ‫ب‬َ‫ع‬َ‫وا‬ُ‫و‬ْ‫تت‬‫ت‬َ‫ف‬ََ‫ة‬ َ‫تور‬‫ت‬ُ‫س‬‫ب‬ََْ‫تن‬‫ت‬‫م‬ََ‫ته‬‫ت‬‫ل‬ْ‫ث‬‫م‬َ‫توا‬‫ت‬ُ‫ع‬ْ‫د‬‫ا‬ َ‫و‬َ
َْ ُ‫ك‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ََْ‫ن‬‫م‬ََ‫ُون‬‫د‬َََّ‫ّللا‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َََ‫ين‬‫ق‬‫اد‬َ‫ص‬َ:‫(البقرة‬23)
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang memang benar. (QS. 2:23)
Banyak orang Yahudi yang berkata bahwa al-Qur’an itu secara konten
bahasa dan materinya tidak memenuhi standar kitab suci, mereka berkata itu
adalah karangan Nabi Muhammad (Ibnu al-Jauzi, 1422: 1: 33). Untuk itulah
Alllah subhanahu wa ta’ala melalui ayat ini menyuruh kepada orang-orang
Yahudi untuk mendatangkan yang semisal dengan al-Qur’an. Padahal Allah
subhananhu wa ta’ala Dzat Yang Maha Mengetahui dan dengan pasti
mengetahui bahwa orang-orang Yahudi tidak akan sanggup membuat yang
semisal dengan al-Qur’an. Tujuan dari ayat ini secara komunikatif adalah “at-
ta’jiz” melemahkan kepada orang-orang Yahudi.
Secara makna, redaksi ta’jiz ini sebenarnya mengandung makna yang
mendalam, menantang kepada siapapun yang memiliki sikap sombong dan
suka merendahkan kepada sesuatu. Ketika mengetahui kompetensi orang yang
merendahkannya, fihak yang direndahkan bisa menggunakan uslub amr li
ta’jiz ini. Tujuannya untuk “menyadarkan” kapasitas diri orang yang suka
menghina dan agar dia bisa menghargai sesuatu di luar dirinya. Uslub amr ini
secara makna sangat baligh (mengena/samapi). Ketika digunakan redaksi yang
biasa dengan kalimat larangan misalnya, maknanya tidak akan sedalam redaksi
dengan ta’jiz ini.
(3) Uslub Amr bertujuan untuk irsyad (mengarahkan)
Al-Irsyad dalam kamus al-Ma’ani (2019) memiliki arti nasehat dan
arahan untuk mengambil langkah yang tepat. Makna dari istilah ini tergantung
pada konteks penggunaannya, namun kesemuanya mengandung makna
mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah yang mungkin muncul.
Jika uslub amr pada bentukan dasarnya mengarah kepada keharusan untuk
melaksanakan sesuatu, namun tujuan irsyad tidak sampai mengharuskan. Al-
90
irsyad bertujuan mengarahkan seseorang agar menjadi lebih baik dalam
menjalani sesuatu. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat al-
Rasyiid mengarahkan semua makhluk dalam kemaslahatan dengan memberi
petunjuk dan pengertian akan kebaikan.
Uslub Amr yang bertujuan untuk al-irsyad mengandung arti arahan
menuju kebaikan. Maknanya adalah nasehat yang membawa pada kebaikan
perilaku. Contohnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam al-
Qur’an surah al-Baqarah, ayat 282 berikut ini:
‫ا‬َ‫ي‬َ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬َ‫آ‬َ‫ا‬َ‫ذ‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫د‬‫ت‬َ‫و‬ََ‫ْن‬‫ي‬َ‫د‬‫ت‬‫ب‬َ‫ت‬َ‫ل‬‫إ‬ََ‫تل‬َ‫ج‬َ‫أ‬َ‫ى‬‫م‬‫ت‬َ‫س‬ُ‫م‬ََُ ‫و‬ُ‫ب‬ُ‫م‬ْ‫ك‬‫تا‬َ‫ف‬ََْ ‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ك‬َ‫ي‬ْ‫ل‬ َ‫و‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ن‬‫ْت‬‫ي‬َ‫ب‬َ
َ ‫او‬َ‫ك‬ََ‫ْل‬‫د‬‫ت‬َ‫ع‬ْ‫ال‬‫ب‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َََ‫ب‬ْ‫تت‬َ‫ي‬ََ ‫ت‬‫او‬َ‫ك‬ََْ‫ن‬َ‫أ‬َََ ‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ك‬َ‫ي‬َ‫تا‬َ‫م‬َ‫ك‬ََُ‫ه‬‫ت‬َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫ع‬ََُ َّ‫ّللا‬ََْ ‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ك‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬ََ‫تل‬‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ي‬ْ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫تذ‬َّ‫ال‬َ
َ‫ْه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ََُّ‫ق‬َ‫ح‬ْ‫ال‬ََ‫ق‬َّ‫م‬َ‫ي‬ْ‫ل‬ َ‫و‬َََ َّ‫ّللا‬ََُ‫ه‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫َس‬‫خ‬ْ‫ب‬َ‫ي‬ََُ‫ه‬ْ‫ن‬‫م‬َ‫ا‬‫ْئ‬‫ي‬َ‫ش‬َ:‫(البقرة‬282)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada
Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya
(QS. 2:282)
Pada ayat dia atas, Allah subhananhu wa ta’ala memberi arahan
kepada orang-orang yang beriman untuk menulis seluruh transaksi hutang
piutang. Nota transaksi itu hendaknya ditulis oleh orang-orang yang adil dan
bisa dipercaya. Dalam masyarakat modern, arahan dan petunjuk Allah
subhanahu wa ta’ala ini mirip dengan kegiatan yang dilakukan oleh para
Notaris. Kalimat ‘faktubuuhu”, adalah bentuk kalimat perintah dengan fi’il
amr yang bertujuan untuk menasehati. Karena bentuknya nasehat maka
perilaku ini akan lebih baik jika dilakukan, namun jika tidak dilakukan juga
tidak berdosa.
Selain dengan fi’il amr, dalam ayat di atas ada juga perintah yang
dibentuk dari fi’il mudhari’ yang majzum karena didahului oleh lam al-amr.
Kata walyaktub merupakan gabungan dari wa dan liyaktub. Frasa liyaktub
adalah uslub amr yang terdiri dari lam amr dan fi’il mudhari’ (li, dan yaktub).
91
Karena sebelum lam amr ada huruf yang berharakat (wawu fathah/wa), maka
lam amr disukun, berubah dari harakat aslinya yaitu kasrah (waliyaktub
menjadi walyaktub). Dalam ayat ini ada satu fi’il amr yaitu uktubuu
(faktubuuhu) dan empat fi’il mudhari’ yang bersambung dengan lam amr (wal
yaktub, fal yaktub, wal yumlil, dan wal yattaqi).
(4) Uslub Amr bertujuan untuk tahdid (mengancam)
Sebagaimana dicontohkan di awal pembahasan, ada banyak ungkapan
perintah yang bertujuan untuk mengancam (at-tahdid). Tujuan mengancam
adalah untuk menjatuhkan mental mitra tutur dengan kemungkinan adanya
kejadian yang menyulitkan. Dalam komunikasi, biasanya mengancam
berbentuk kalimat pernyataan yang isinya menyulitkan dan mencelakakan
fihak lain (KBBI). Contoh kalimat ancaman, “Jika kau ganggu adikku, akan
kucekik lehermu”. Kata “akan kucekik lehermu” adalah ancaman yang
berusaha mendatangkan musibah jika mitra tutur berani mengganggu adiknya
penutur. Cara lain membuat kalimat ancaman adalah dengan kalimat perintah.
Penggunaan kalimat perintah sebagai ancaman biasanya bermakna
berkebalikan. Misalnya, jika perintahnya berbunyi: “pergilah..! maka makna
yang dikandung adalah jangan pergi, awas kalau sampai pergi aku akan tidak
mengizinkan kamu datang kembali. Dalam membuat ancaman yang
menggunakan uslub amr, bentuk verbal ancaman biasanya tidak disebutkan
secara gamblang. Namun secara kontekstual pendengar sudah bisa
menyimpulkan apa yang akan terjadi jika perintah itu benar-benar dilakukan.
Misalnya dalam ayat di bawah ini:
‫وا‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ئ‬‫ش‬ََُ‫ه‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬‫ب‬َََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََ‫ير‬‫ص‬َ‫ب‬َ:‫(فصلت‬40)
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan. (QS. 41:40)
Ayat di atas menyampaikan pesan kepada orang-orang kafir, mereka
yang mengingkari nikmat Allah subhananhu wa ta’ala untuk berbuat
sekehendak hatinya. Perintah berbuatlah sekehendak hati kalian ini tidak
dimaksudkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala benar-benar memerintahkan
92
manusia untuk berbuat sekehendak hatinya. Namun pesan yang dikandung
adalah sebuah ancaman. Tafsirannya misalnya seperti ini, “Jikalau kamu tidak
bisa dinasehati ya sudah, berbuatlah sekehendak hatimu. Tapi engkau harus
ingat bahwa Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui apa yang kalian
lakukan. Kelak di akherat apapun yang kalian lakukan akan kalian pertanggung
jawabkan”.
Selain ayat di atas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang secara makna isinya hampir mirip dengan ayat di atas:
َ ‫ت‬ْ‫ئ‬‫ت‬‫اَش‬َ‫م‬َْ‫َع‬‫ن‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫ح‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫و‬َْ َ‫ل‬َ‫ا‬َ‫ذ‬‫:َإ‬ َ‫ل‬‫و‬ُ ْ‫َاْل‬‫ة‬ َّ‫و‬ُ‫ب‬ُّ‫ن‬‫َال‬‫م‬ َ‫َل‬َ‫ك‬َ ْ‫ن‬‫َم‬ ُ‫اس‬َّ‫ن‬‫َال‬ َ‫ك‬َ‫ْر‬‫د‬َ‫اَأ‬َّ‫م‬‫َم‬َّ‫إن‬
َ.)َُّ‫ي‬‫َار‬‫خ‬ُ‫ب‬ْ‫َال‬ُ ‫ا‬ َ‫و‬ َ‫ر‬(.
Sesungguhnya yang diperoleh manusia dari ucapan kenabian yang
pertama adalah “Jika kamu tidak mempunyai rasa malu, maka
berbuatlah sesukamu.” (H.R. Muslim)
Perintah untuk melakukan sekehendak hati (fashna’ ma syi’ta)
merupakan perintah yang disampaikan untuk tujuan ancaman. Rasa malu
merupakan pencegah manusia untuk berbuat sesuka hati. Jika seseorang sudah
tidak memiliki rasa malu (baik kepada Allah subhanahu wa ta’ala maupun
kepada sesama manusia) maka orang tersebut sejatinya telah hilang fitrah
kemanusiaannya. Ketika fitrah kemanusiaannya lenyap, maka dia akan berbuat
sekehendak hati. Perikaunya akan seperti binatang bahkan lebih rendah dari
binatang (bal hum adhallu). Ketika fitrah kemanusiannya telah hilang manusia
akan mendapatkan siksa karena telah keluar dari kodrat kemanusiannya.
Secara gamblang perintah yang berisi ancaman di atas maknanya
adalah: “Berbuatlah sekehendak hatimu jika kamu bukan manusia, karena
manusia itu pasti punya rasa malu”. Perintah berbuatlah sekehendak hati itu
merupakan perintah yang berujung kepada ancaman. Siapapun yang berbuat
sesukanya tanpa menghiraukan rasa malu maka dia diancam, yaitu dia akan
turun prediakatnya menjadi bukan lagi manusia, karena manusia pasti punya
rasa malu. Karena keluar dari kodrat kemanusiaan, hidupnya akan tersiksa baik
di dunia maupun di akherat.
93
(5) Kalimat perintah/ Amr bermakna ibahah (permisif)
al-Ibahah secara bahasa berarti pembolehan (permission), artinya
ketika ada perintah yang berisi ibahah seseorang boleh mengerjakan atau
meninggalkannya. Jika ditinggalkan tidak berdosa demikian juga ketika
dikerjakan. Seperti ketika saya menyuruh anak-anak membuat kopi sambil
membaca buku, perintah ini mau dikerjakan ataupun tidak tergantung
keinginan mereka. Ketika saya sampaikan bikinlah kopi, itu artinya kalian
boleh bikin kopi (ibahah), perintah ini sekaligus menepis bahwa saya melarang
mereka minum kopi sambil membaca.
Selain pada komunikasi sehari-hari, ada redaksi al-Qur’an yang
menyampaikan perintah dengan tujuan membolehkan (ibahah) seperti yang
tersurat dalam al-Qur’an berikut ini:
ََ‫ن‬َ ْ‫اْل‬َ‫ف‬َََّ‫ُن‬‫ه‬‫و‬ُ‫ر‬‫اش‬َ‫ب‬َ‫وا‬ُ‫غ‬َ‫م‬ْ‫ب‬‫ا‬ َ‫و‬َ‫ا‬َ‫م‬َََ َ‫م‬َ‫ك‬ََُ َّ‫ّللا‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ َ‫و‬َ‫وا‬ُ‫ب‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬ َ‫و‬ََّ‫م‬َ‫ح‬َََ‫َّن‬‫ي‬َ‫ب‬َ‫م‬َ‫ي‬ََُ ُ‫ك‬َ‫ل‬َ
َُ‫ط‬ْ‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ال‬ََُ‫ض‬َ‫ي‬ْ‫ب‬َ ْ‫اْل‬َََ‫ن‬‫م‬ََ‫ْط‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ال‬ََ‫د‬ َ‫ْو‬‫س‬َ ْ‫اْل‬َََ‫ن‬‫م‬ََ‫ر‬ْ‫ج‬َ‫ف‬ْ‫ال‬ََ:‫(البقرة‬187)
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Uslub amr yang ada pada ayat di atas keduanya berisi pembolehan.
Jika pada siang hari mencampuri istri, makan dan minum itu dilarang di saat
Bulan Ramadhan, maka pada malam hari kegiatan ini diperbolehkan. Ketika
ada perintah, “Campuri istrimu, makanlah, dan minumlah…!”, ini artinya
bukan sebuah keharusan ataupun kewajiban. Artinya, kalaupun mau
melakukannya diperbolehkan dan tidak dilarang.
(6) Uslub Amr bertujuan untuk i'tibar (mengambil pelajaran)
I’tibar berasal dari kata i’tabara-ya’tabiru-i’tibaar, berarti
mengambil ‘ibrah atau pelajaran. Uslub amr yang bertujuan i’tibar artinya
adalah memerintah yang tujuan akhirnya adalah mengambil pelajaran atas isi
pesan yang disampaikan, misalnya nampak dalam ayat berikut ini:
َْ‫تل‬‫ت‬ُ‫ق‬َ‫وا‬ُ‫تير‬‫ت‬‫س‬َ‫تي‬‫ت‬‫ف‬ََ‫ض‬ ْ‫ر‬َ ْ‫اْل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬ُ‫ر‬ْ‫ن‬‫تا‬‫ت‬َ‫ف‬َََ ‫ت‬‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ك‬َََ‫أ‬َ‫د‬‫ت‬‫ت‬َ‫ب‬َََ‫تق‬‫ت‬ْ‫َل‬‫خ‬ْ‫ال‬َََّ ‫ت‬‫ت‬ُ‫ث‬ََُ َّ‫ّللا‬ََُ ‫ت‬‫ت‬‫ش‬ْ‫ن‬ُ‫ي‬َََ‫ة‬َ‫تت‬‫ت‬ْ‫ش‬َّ‫ن‬‫ال‬َ
ََ‫ة‬ َ‫ر‬‫خ‬َ ْ‫اْل‬َََّ‫ن‬‫إ‬َََ َّ‫ّللا‬ََ‫ل‬َ‫ع‬ََ‫ل‬ُ‫ك‬ََ‫ء‬ْ‫َي‬‫ش‬ََ‫ير‬‫د‬َ‫ق‬َ(َ:‫العنكبوت‬20)
94
Katakanlah:"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya,
kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 29:20)
Ayat ini berisi perintah yang tujuannya tidak harus dimaknai secara
tekstual (maudhu’i). Ketika ada perintah berjalanlah (siiruu), seseorang yang
membaca ayat tujuan akhirnya bukan hanya diminta berjalan dalam arti fisik.
Akan tetapi yang lebih diperintahkan adalah mengambil pelajaran dari
perjalanan itu. Tujuannya adalah agar siapapun selalu mengambil pelajaran
dari semua kejadian yang ada di alam semesta ini.
(7) Uslub Amr bertujuan untuk dawam (menunjuk pada kekekalan)
Uslub amr untuk arti ad-dawam dimaksudkan untuk memerintah
secara terus-menerus (continue), berlangsung selamanya. Jika suatu ketika Ibu
berpesan kepada anaknya yang berangkat ke Pondok dengan mengatakan:
“Nak… hormatilah gurumu”, berarti selamanya anak tersebut diperintah
ibunya untuk menghormati guru. Ini berbeda dengan karakter asli uslub amr
yang menyaran pada waktu yang akan datang (terbatas). Di dalam al-Qur’an
tujuan amr li al-dawam ini, contohnya tertuang dalam do’a dan permohonan
manusia yang ada dalam surat al-Fatihah berikut ini:
‫َا‬‫ن‬‫د‬ْ‫ه‬‫ا‬َََ‫ط‬‫ا‬ َ‫ر‬‫الص‬َََ ‫ي‬‫ق‬َ‫م‬ْ‫س‬ُ‫م‬ْ‫ال‬َ(َ:‫الفاوحة‬6)
Ya Allah.. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus (al-Fatiahah, 6)
Ayat ini mengandung makna bahwa permohonan agar ditunjukkan
kepada jalan yang benar (jalan lurus) tidak terbatas waktu. Artinya kapanpun
dimanapun kita meminta kepada Allah subahanahu wa ta’ala untuk
ditunjukkan pada jalan yang lurus. Jalan mereka yang hidupnya diberi
kenikmatan di dunia dan akherat. Nikmat yang secara makna bisa berarti
tentram dan bisa mensyukuri apapun yang dijalani.
(8) Uslub Amr bertujuan untuk takhyir (memberi pilihan)
Takhyiir berasal dari kata khayyara-yukhayyiru-takhyiir, artinya
memilih yang baik (khair). Pada tujuan ini, mitra tutur yang menerima
95
perintah diminta untuk memilih dari beberapa pilihan yang ditawarkan.
Misalnya ketika ke Warung Padang kita disuruh memilih menu oleh teman kita
yang sedang mentraktir makan, “Silahkan ambil..! mau rendang, telor, ikan,
atau udang, pilih saja.,!. Ketika kita bingung mau mengambil referensi
nahwu, guru kemudian memerintahkan muridnya untuk memilih dari berbagai
sumber rujukan. Misalnya kita terkadang mendengar ucapan guru, “Baca kitab
Ibnu Hisyam atau Ibnu Malik”. Sebagai contoh dalam bahasa Arab, misalnya
perintah yang berisi pilihan ada dala syair berikut ini:
َ‫نـا‬َ‫ق‬‫َال‬‫عــن‬َ‫ط‬َ‫َبيــن‬ ‫ـري‬َ‫ك‬َ َ‫نـت‬َ‫أ‬ َ‫ـتَو‬ُ‫م‬َ‫و‬َ‫َأ‬‫زيــزا‬َ‫ع‬َ ْ‫ش‬‫ع‬‫َالبنـود‬‫ق‬ْ‫ف‬‫وخـ‬
Hiduplah mulia atau matilah dengan terhormat, diantara
menghujamkan tombak atau mengibarkan bendera
Model syair seperti ini banyak disampaikan dalam ungkapan di
berbagai bahasa, ada ungkapan lain yang juga terkenal dalam bahasa Arab, ‘isy
kariiman aw mut syahiidan (hiduplah dengan mulia atau matilah dengan
syahid). Dalam slogan kemerdekaan misalnya “merdeka atau mati” yang
artinya pilihlah dalam berjuang ada kemungkinan menang (merdeka) atau mati
(mulia sebagai pejuang). Dalam komunikasi sehari-hari misalnya ada
ungkapan yang tujuannya adalah memberi pilihan, “Nikahlah denganku atau
dengannya..!” .
(9) Uslub Amr bertujuan untuk tamanni (harapan yang sulit dicapai)
Tamanniy dan tarajjiy sama-sama berisi pengharapan, bedanya
tamanniy itu mustahil dicapai dan tarajjiy mungkin dicapai. Banyak orang
yang tahu bahwa adakalanya sesuatu yang sangat diinginkan itu tidak mungkin
iya dapatkan. Tetapi, kalimat itu diucapkan sebagai gambaran betapa inginnya
sesuatu itu bisa dia gapai. Bisa untuk membesarkan hatinya ataupun agar orang
lain tahu betapa berharganya sesuatu yang diinginkan itu. Misalnya adalah
syair berikut ini:
‫َفلسطين‬ ‫ونفسَأيهاَالصبح!ََوأشرقيَياَشمس،َلنسرَإل‬
Bernafaslah wahai subuh..! Bersinarlah wahai mentari, untuk
kebebasan Palestina
96
Berharap kepada desahan nafas subuh dan sinar matahari untuk bisa
memberi kebebasan kepada Palestina merupakan hal yang mustahil terjadi.
Kemustahilannya bukan pada terbebaskannya Palestina, tapi kemustahilannya
terjadi karena harapan itu disampaikan kepada subuh dan matahari. Redaksi ini
akan bisa digapai dan menjadi kenyataan (tarajjiy) jika pesan itu disampaikan
kepada umat muslim di seluruh dunia misalnya, meminta kepada mereka untuk
bergerak dan berjuang bersama-sama.
(10)Uslub Amr bertujuan untuk taswiyah (mempersamakan)
At-taswiyah artinya mempersamakan atau mengkompromikan
sesuatu. Misalnya, ketika kita menjalani antrian panjang saat pergi ke dokter.
Apapun sikap yang diambil akan tetap mengantri, mau bersabar atau tidak,
semuanya sama saja dan tidak ada bedanya. Marah-marah tidak akan
mempercepat jalannya antrian. Di saat itu teman pasien yang mendampingi
akan bilang kepada si sakit yang marah-marah, “marahlah atau bersabarlah..!
jika giliranmu datang kamu akan maju ke depan”. Di dalam al-Qur’an ada
contoh dalam ayat berikut ini:
‫َا‬‫ه‬ ْ‫و‬َ‫ل‬‫ت‬‫ت‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫تب‬‫ت‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫ف‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫تب‬‫ت‬ْ‫ص‬َ‫و‬ََ‫اء‬ َ‫تو‬‫ت‬َ‫س‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ي‬‫ت‬‫ت‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬َََ‫ن‬ ْ‫و‬ َ‫تز‬‫ت‬ْ‫ج‬ُ‫و‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬‫ت‬‫ت‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ
ََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬َ(َ:‫الطور‬16)
Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka
baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi
balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 52:16)
Ayat ini menjelaskan bahwa nanti orang yang masuk ke dalam
neraka itu tidak punya pilihan, artinya sama saja. Baik sabar maupun tidak
semuanya akan merasakan panasnya api neraka sebagai balasan seluruh
amanalannya ketika hidup di dunia.
2. Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Nahy
Sebagaimana dijelaskan pada modul-modul sebelumnya, kalimat larangan
berisi permintaan untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang datang dari orang
yang memposisikan diri lebih tinggi derajatnya dari yang disuruh (minal a’la ila
97
al-adna). Tidak seperti uslub amr yang bisa dibentuk dengan empat macam cara,
redaksi kalimat larangan hanya satu bentuk yaitu fi’il mudhari' yang didahului
oleh la nahiyah. Uslub al-nahy secara makna dasar berfungsi melarang, atau
dalam pengertian lain meminta untuk tidak dikerjakannya sesuatu. Dalam
lingusitik modern antara amr dan nahy tidak dibedakan keduanya disebut sebagai
gaya imperatif.
Secara makna literal (al-ma’na al-maudhu’) setiap uslub nahy memiliki
maksud untuk melarang. Sebagaimana halnya memerintah, dalam melarang orang
yang melarang memposisikan diri lebih tinggi (‘ala wajhi al-isti’la’).
Mengharuskan orang yang dilarang untuk mentaati isi larangan. Ketika polisi
memasang tanpa huruf “P” yang disilang itu artinya polisi sebagai pengatur lalu
lintas mengharuskan siapapun untuk tidak parkir di sekitar tanda tersebut. Dalam
kondisi seperti ini polisi menempatkan posisi dirinya lebih tinggi dari siapapun
agar mentaati larangan tersebut (Jangan parker disini..!). Contoh uslub nahy yang
maknanya sesuai tujuan aslinya (melarang), terlihat dalam ayat berikut ini:
ََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ُوا‬‫د‬‫س‬ْ‫ف‬ُ‫و‬َ‫ي‬‫ف‬ََ‫ض‬ ْ‫ر‬َ ْ‫اْل‬َََ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬َ‫ا‬َ‫ه‬‫ح‬ َ‫َل‬ْ‫ص‬‫إ‬ََْ ُ‫ك‬‫ل‬َ‫ذ‬ََ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ل‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َََ‫ين‬‫ن‬‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬َ(85)
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan
memperbaikinya. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kaliam termasuk
orang-orang yang beriman (QS. Al-A'raf: 85).
Tidak setiap kalimat bisa diartikan secara tekstual, begitu juga dengan
uslub al-nahy. Jika suatu ketika ada seorang anak yang tidak belajar di waktu
ujian, kemudian orang tuanya mengatakan “Jangan belajar Nak..!. Apakah anak
tersebut benar-benar dilarang belajar ataukah sebalikanya dia disuruh belajar.
Secara komunikatif, penggunaan kalimat larangan dengan maksud untuk
memerintah (berkebalikan maknanya), memiliki kesan yang lebih mendalam
daripada menggunakan makna tekstualnya. Misalnya kalimat, “Nak belajarlah..!”
dengan “Nak jangan belajar..!” untuk maksud sama-sama meminta anak belajar.
Kalimat yang kedua biasanya lebih mengena daripada yang pertama, kalimat
pertama tidak mengandung ancaman sedangkan dalam kalimat kedua terdapat
ancaman. Biasanya kalimat kedua muncul dalam komunikasi setelah kalimat
pertama. Ketika anak diperintah belajar dengan kalimat perintah “belajarlah..!”
namun tidak mau belajar, orang tua terkadang akan melanjutkan perintah dengan
98
memerintah menggunakan kata larangan “ya sudah jangan belajar..!”. Kalimat
“jangan belajar” sebenarnya berisi ancaman yang bisa difahami oleh sang anak
tanpa diucapkan. Misalnya, jangan belajar..! tapi kalau nilaimu jelek tanggung
sendiri. Jangan belajar..! kalau kamu tidak belajar ayah tidak mau menuruti
permintaannmu.
Ada banyak tujuan uslub nahy selain mengharuskan mitra tutur untuk
tidak melakukan sesuatu sesuai isi perintah. Abbas (2000: 158-159) menjelaskan
bahwa diantara tujuan lain dari uslub amr yang keluar dari tujuan aslinya adalah;
(1) al-irsyad, (2) al-tahdiid, (3) al-tay’iis, (4) al-taubikh, (5) al-tasliyah wa al-
tashabbur, (6) al-Tahqiir, (7) al-tamanniy. Jarim (2005: 266) menambahkan dua
tujuan pengunaan uslub nahy selain dari tujuh tujuan yang telah dipaparkan
Abbas, yaitu: (8) al-iltimas dan (9) ad-du’a. Sedangkan al-Hasyimi
menambahkan empat fungsi lagi selain dari yang telah disebut di atas yaitu: (10)
ad-dawam, (11) bayaanu al-‘aqibah, (12) al-karahah, dan (13) al-i’tinas. Berikut
ini akan kita jelaskan beberapa tujuan yang paling sering terjadi dalam
komunikasi:
1. Uslub Nahy bertujuan untuk ad-du’a (berdoa/memohon)
Uslub nahy sebagaimana uslub amr bertujuan mengharuskan mitra tutur
mengerjakan isi tuturan (al-ijab wa al-ilzam). Karakter dari uslub amr dan uslub
nahy dalam paraktik tuturan terjadi dari subyek yang lebih tinggi ke obyek yang
lebih rendah (‘ala wajhi al-isti’la’). Namun prasyarat al-isti’la’ dalam amr dan
nahy ini kadang tidak berlaku, misalanya ketika penutur berkedudukan lebih
rendah dari mukhatabnya, seperti uslub nahy untuk tujuan berdo’a seperti contoh
berikut ini:
‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬‫ت‬‫ت‬‫اخ‬َ‫ؤ‬ُ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬َ‫َا‬‫ن‬‫تي‬‫ت‬‫َس‬‫ن‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫تل‬‫ت‬‫م‬ْ‫ح‬َ‫و‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ا‬‫تر‬‫ت‬ْ‫ص‬‫إ‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫م‬َ‫ك‬َ
َُ‫ه‬َ‫م‬ْ‫ل‬َ‫م‬َ‫ح‬ََ‫ل‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫َا‬‫ن‬‫ْل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫َتا‬‫ن‬ْ‫ل‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫و‬َ‫تا‬َ‫م‬َََ‫ل‬َََ‫ة‬‫ت‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫َتا‬‫ن‬َ‫ل‬ََ‫ته‬‫ب‬ََ:‫(البقترة‬
286)
"Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-
orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (QS. 2:286)
99
Dalam ayat di atas terdapat uslub nahy yang tujuannya adalah do’a,
memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Frase “laa tu’akhidna”, “laa
tahmil ‘alaina” dan “la tuhammilna” adalah uslub nahy berupa fi’il mudhari’
yang bersambung dengan laa naahiyah. Tujuan dari uslub nahy ini bukan
mewajibkan ataupun mengharuskan mitra tutur karena itu tidak mungkin. Ketika
tuturan itu ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka tujuan dari uslub
amr ini bukan mengharuskan, namun tujuanya adalah untuk do’a. Uslub nahy
yang tujuannya do’a adalah uslub nahy yang ditujukan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala. Dalam ayat di atas Allah subhanahu wa ta’ala mengajari manusia
bagaimana do’a yang baik. Ajaran do’a ini sangat tepat dan sangat bermakna bagi
manusia. Kenapa begitu, karena Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang
menciptakan manusia dan Maha Tahu apa saja hal yang dibutuhkan oleh
manusisa.
2. Uslub Nahy bertujuan untuk al-irsyad (menasehati)
Sebagaimana yang terdapat dalam tujuan uslub al-amr, al-irsyad
mengandung makna mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah. Tujuan
al-irsyad dalam uslub nahy merubah dari tujaun dasarnya yaitu mengharuskan
untuk tidak melakukan sesuatu. Contoh yang terdapat dalam al-Qur’an adalah:
‫ا‬َ‫ي‬َ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬َ‫آ‬َََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫ْت‬‫س‬َ‫و‬ََْ‫تن‬َ‫ع‬َََ‫ء‬‫ا‬َ‫ي‬‫ت‬ْ‫ش‬َ‫أ‬ََْ‫ن‬‫إ‬َََ‫د‬‫ْت‬‫ب‬ُ‫و‬ََْ ‫ت‬ُ‫ك‬َ‫ل‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫تؤ‬ُ‫س‬َ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬ َ‫و‬َ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫ْتت‬‫س‬َ‫و‬َ
‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ح‬ََُ‫ل‬ َّ‫َز‬‫ن‬ُ‫ي‬ََُ‫ن‬َ‫آ‬ ْ‫ر‬ُ‫ق‬ْ‫ال‬َََ‫د‬ْ‫ب‬ُ‫و‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ل‬َ‫ا‬َ‫ف‬َ‫ع‬ََُ َّ‫ّللا‬َ‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ََُ َّ‫ّللا‬ َ‫و‬ََ‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ََ‫تي‬‫ل‬َ‫ح‬َ(َ:‫المائتدة‬
101)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya
menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qur'an itu
sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah
mema'afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyantun. (QS. 5:101)
Dalam ayat di atas Allah subhanahu wa ta’ala memberi nasehat kepada
orang-orang beriman untuk tidak banyak bertanya terhadap sesuatu yang akhirnya
akan semakin menyusahkan mereka. Hal ini seperti pertanyaan seorang Sahabat
Rasulullah tentang ibadah haji, apakah haji itu harus dilakuakan setiap tahun?.
Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan untuk tidak
100
menanyakan hal-hal yang akhirnya akan menyulitkan orang yang bertanya.
Jikalaupun ibadah haji diharuskan setiap tahun, maka itu akan menyulitkan. Lebih
sulitnya lagi ketika tidak melakukan maka seorang muslim akan dianggap kufur
terhadap perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk itu tidak usah banyak
bertanya. Kalau jelas-jelas ada perintah ya lakukanlah, dan jika sesuatu itu
dilarang maka tinggalkanlah.
3. Uslub Nahy bertujuan untuk ad-dawam (kesinambungan dan kekekalan)
Ad-dawam dalam bahasa Arab berarti hal tetap dan terus berlangsung, bisa
juga berarti bersifat terus berkesinambungan. Karekter dasar uslub nahy,
sebagaimana karakter dasar fi’il mudhari’, menyaran untuk zaman yang terbatas,
yaitu untuk masa yang akan datang. Ketiaka seseorang melakukan perintah, maka
kalimat perintah itu tidak berlaku lagi setelah perintah itu dikerjakan. Namun,
kondisi ini tidak berlaku pada beberapa kontek komunikasi (ketika kalimat itu
digunakan). Misalnya apada ayat ke 42 dari surah Ibrahim ini:
ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ َّ‫ّللا‬ََ‫َل‬‫َاف‬‫غ‬َ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ع‬ََُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬َََ‫ون‬ُ‫م‬‫ال‬َّ‫الر‬َ‫تا‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫ه‬ُ‫ر‬‫خ‬َ‫تؤ‬ُ‫ي‬ََ‫م‬ ْ‫تو‬َ‫ي‬‫ل‬ََُ َ‫خ‬‫ت‬ْ‫ش‬َ‫و‬َ
َ‫يه‬‫ف‬ََُ‫ار‬َ‫ص‬ْ‫ب‬َ ْ‫اْل‬َ(َ:َ ‫إبراهي‬42َ)
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah
lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim.
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari
yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS. 14:42)
Ayat di atas memberi peringatan kepada Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam dan kepada seluruh umat manusia agar tidak punya prasangka
bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan lupa kepada perilaku orang-orang dhalim.
Larangan ini bersifat dawam, artinya selamanya dan sampai kapanpun juga
jangan sampai umat Islam memiliki prasangka bahwa kezaliman itu akan
terlupakan. Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan manusia, perbuatan baik
ataupun buruk semuanya akan mendapatkan balasan di hari kiamat.
4. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tahdiid (ancaman)
Sebagaimana dijelaskan dalam al-amr, tujuan tahdiid adalah untuk
menjatuhkan mental mitra tutur dengan kemungkinan adanya kejadian yang
menyulitkan. Mengancam biasanya menggunakan kalimat pernyataan yang berisi
101
tujuan akan mencelakakan mitra tutur. Bunyi ancaman bisa dilafalkan atau tidak
dilafalkan, namun meski tidak dilafalkan secara tekstual mitra tutur yang
mendapat ancaman sudah tau dan sadar akan mendapat kesulitan jika tidak patuh
pada penutur. Misalnya pada kalimat di bawah ini:
ََ‫ل‬ََُ‫و‬َ‫ط‬َْ‫ع‬َََ‫أ‬َْ‫م‬َ‫ر‬ََ‫يَأ‬َُّ‫ي‬ََ‫ه‬َْ‫اَال‬ََ‫خ‬َ‫اد‬َ‫م‬َ
Jangan engkau ta’ati perintahku wahai pembantuku..!
Kalimat di atas secara makna tidak bermaksud melarang seperti bunyi
tekstualnya. Ada beberapa alasan ketidak mungkinan untuk dimaknai dengan
makna sebenarnya, pertama: tidak mungkin seorang majikan menyuruh
pembantunya untuk membangkang. Kedua: karakter dasar seorang pembantu itu
harus nurut perintah majikannya. Jika muncul kalimat tersebut, maka
kemungkinan pernyataan itu muncul karena perilaku tidak menta’ati perintah itu
sudah terjadi atau potensial terjadi. Untuk itulah Sang Majikan mengancam
pembantunya dengan kalimat “Jangan taati perintahku”. Artinya, jika kamu sudah
tidak mentaati perintahku, maka aku akan menyulitkan urusanmu (dipecat, tidak
digaji dan sejenisnya).
5. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tay’iis (keputusasaan)
Al-tay’iis secara bahasa memiliki arti keputusasaan, artinya sudah tidak
ada harapan lagi. Dalam komunikasi terkadang terjadi keputusasaan penutur
kepada mitra tutur. Artinya, mitra tutur sudah tidak bisa diharapkan lagi
melakukan hal yang baik sesuai keinginan penutur. Misalnya ada seorang suami
yang berkali-kali ditegur istrinya karena keterlambatan menjemput anaknya di
sekolah. Hampir setiap hari selalu terlambat menjemput anak di sekolah, kondisi
ini berbeda dengan kondisi ketika istrinya yang menjemput. Karena istrinya baru
melahirkan, maka suamilah yang menggantikan istri menjemput anaknya. Setiap
kali terlambat suami selalu minta maaf, tapi besoknya suami juga tetap terlambat
lagi. Hingga suatu ketika anaknya lupa dijemput sampai satu jam menunggu.
Ketika suaminya minta maaf, istrinya menjawab, “Sudahlah mas, tidak usah
minta maaf! Besok saya saja yang menjemput dia sambil menggendong adiknya”.
Larangan istri agar suaminya tidak usah minta maaf, bukanlah larangan
102
sebagaimana arti sebenarnya. Tetapi larangan istri tersebut merupakan ungkapan
kekecewaan atas perilaku suami yang selalu begitu. Istri merasa putus asa untuk
bisa mengubah kebiasaan suami yang selalu terambat menjemput anak.
Untuk lebih mamahami uslub nahy dengan maksud menyampaikan sikap
al-tay’iis (putus harapan). Lihatlah dan amatilah makna dari ayat al-Qur’an di
bawah ini:
ََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫ذ‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََْ‫د‬َ‫ق‬ََْ ُ‫و‬ ْ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬َََ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ََْ ُ‫ك‬‫ان‬َ‫م‬‫ي‬‫إ‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََُ ْ‫ع‬َ‫ن‬ََْ‫ن‬َ‫ع‬ََ‫ة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ن‬‫م‬ََْ‫ب‬‫تذ‬َ‫ع‬ُ‫ن‬ََ‫تة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬َ
َْ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫ت‬‫ب‬َ‫وا‬ُ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬َََ‫ين‬‫م‬‫ر‬ْ‫ج‬ُ‫م‬َ(ََ:‫الموبة‬66)
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.
Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka
taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di
sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS.
9:66)
Tujuan tuturan (khithab) dari ayat ini adalah orang-orang munafiq, mereka
yang antara lisan dan hatinya tidak sama. Mereka yang bersendagurau dengan
agama dan mengolok-olok Rasulullah beserta firman-firman Allah subhanahu wa
ta’ala. Karena kondisi mereka yang begitu sulit dipegang amanahnya, maka al-
Qur’an merasa tidak ada gunanya mengharap keimanan mereka. Jikalaupun
mereka minta maaf, permintaan maafnya hanya sesaat dan mereka akan
mengulangi perilaku tidak terpujinya itu kembali. Untuk itulah diawal ayat, al-
Qur’an melarang mereka meminta maaf, laa ta’tadziruu artinya janganlah kalian
meminta maaf, tidak ada gunanya kalian minta maaf kalau setelah itu kamu kufur
lagi setelah keimananmu.
6. Uslub Nahy bertujuan untuk al-taubikh (celaan)
Al-taubikh berasal dari kata wabbakha-yuwabbikhu-taubikhan, artinya
mencela. At-taubikh (al-Ma’ani, 2019) secara bahasa memiliki kesamaan arti
dengan al-tahdid, al-ta’niib, dan allaum kesemuanya berarti mencela. Diantara
tujuan dari melarang adalah taubikh, seperti dalam syair Abu al-Aswad ad Duali
berikut ini:
103
ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ن‬ََ‫ه‬َََ‫ع‬َْ‫ن‬ََُ‫خ‬َُ‫ل‬َ‫ق‬َََ‫و‬ََ‫و‬َْ‫ت‬َ‫و‬ََ‫ي‬ََ‫ب‬َ‫م‬َْ‫ث‬َ‫ل‬َ‫ه‬َََ‫ع‬َ...َ‫ار‬َََ‫ع‬ََ‫ل‬َْ‫ي‬ََ‫ك‬ََ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ف‬َ‫ا‬ََ‫ع‬َْ‫ل‬ََ‫ت‬َََ‫ع‬َ‫ر‬َْ‫ي‬ََ
Janganlah engkau melarang perilaku (yang buruk) sedangkan kamu
(juga) melakukan hal yang sama. Sungguh aib itu teramat besar
bagimu ketika engkau melakukan itu.
Dalam syair di atas terdapat uslub nahy yang berisi celaan (taubikh).
Mencela orang-orang yang suka melarang orang lain, melarang untuk tidak
melakukan sesuatu dia sendiri juga melakukannya. Jika ini dilakukan maka
sungguh orang yang melarang itu aibnya lebih besar daripada orang yang
dilarangnya. Hal ini senada dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang
menyatakan bahwa sangatlah dibenci Allah jika seseorang mengatakan sesuatu
yang dia sendiri tidak mengerjakannya (QS. Ash-Shaf ayat 3).
7. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tasliyah wa al-tashabbur (hiburan dan kesabaran)
Salah satu tujuan uslub nahy adalah menenangkan seseorang agar bersabar
dan menghibur seseorang yang bersedih. Misalnya dalam syair Ibnu Burhan
berikut ini:
ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ج‬ََ‫ز‬َ‫ع‬َ‫يَإ‬َْ‫ن‬ََُ‫م‬َْ‫ن‬َ‫ف‬َ‫س‬َُ‫م‬‫اَأهلك‬َُ‫ه‬ََ…ََ‫ف‬َ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ه‬َ‫ا‬ََ‫ل‬َْ‫ك‬َُ‫ت‬َََ‫ف‬َ‫ع‬ََ‫ف‬َ‫ندَذلك‬َْ‫اج‬ََ‫ز‬َ‫ع‬‫ي‬
Janganlah engkau bersedih jika sesuatu yang berharga itu aku
habiskan, namun ketika aku yang mati di saat itulah kamu harus
bersedih
Syair di atas menjelaskan sebuah ungkapan seorang suami kepada istrinya,
Wahai istriku janganlah engkau bersedih ketika aku menafkahkan harta yang
mungkin engkau anggap sia-sia. Tetapi engkau harus bersedih ketika aku
meninggalkanmu karena kematianku, karena di saat itu tidak akan ada lagi yang
memberimu nafkah. Secara makna, syair ini bermaksud menghibur seorang istri
agar bersabar dan tidak begitu peduli dengan harta yang hilang karena
dibelanjakan. Meskipun semua merupakan takdir Allah subhaanahu wa ta’ala,
namun bisa jadi karena terlalu dikekang istrinya, suami akan lebih cepat
meninggalkannya.
8. Uslub Nahy bertujuan untuk al-Tahqiir (merendahkan)
At-tahqiir dan at-taubikh sebenarnya sama, tujuannya adalah untuk
menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu. At-tahqiir disebut juga dengan at-
104
taqlil wal iftiqar (Ibnu Najjar, 1993: 79). Tujuan at-tahqiir dalam uslub nahy
dimaksudkan untuk menganggap hina sesuatu yang hakekatnya hina, namun
sering dianggap luar biasa. Misalnya ketika ada seseorang yang sangat kaya
dengan tumpukan harta yang melimpah dianggap luar biasa. Ketika sedang
menasehati istri yang hasut dengan kemewahan dan lupa tujuan hidup
sesungguhnya maka bisa disampaikan kepadanya: “Janganlah fokus pada
banyaknya harta, tapi lihatlah keberkahannya”. Larangan ini dalam ilmu sastra
disebut dengan at-tahqiir, merendahkan sesuatu agar bijak menyikapi hidup.
Contoh di dalam al-Qur’an nampak dalam surat al-Hijr ayat 88 berikut ini:
ََ‫ل‬َََّ‫َّن‬‫د‬ُ‫م‬َ‫و‬َََ‫ْك‬‫ي‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ع‬ََ‫ل‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ع‬َّ‫م‬َ‫م‬ََ‫ه‬‫ب‬َ‫ا‬‫اج‬ َ‫و‬ ْ‫ز‬َ‫أ‬ََْ ُ‫ه‬ْ‫ن‬‫م‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫ن‬َ‫ز‬ْ‫ح‬َ‫و‬ََْ ‫ْه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ََْ‫ض‬‫ف‬ْ‫اخ‬ َ‫و‬َ
ََ‫ك‬َ‫ح‬‫َا‬‫ن‬َ‫ج‬َََ‫ين‬‫ن‬‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ل‬َ(‫الحجر‬ََ:88)
Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada
kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan
di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih
hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang
yang beriman. (QS. 15:88)
Sebagaimana yang dijelaskan dalam pengertian tahqir di atas, ayat ini
mengajak kepada umat Islam tidak terfokus pada harta yang dimiliki oleh orang
kafir yang diantara mereka bergelimang harta. Harta yang tidak dibarengi dengan
keberkahan dunia akherat harus ditempatkan pada posisi yang hina. Karena jika
salah memahami posisi harta dalam kehidupan akan mengganggu rasa syukur
umat Islam dan berakibat pada rusaknya akidah. Jika ingin dijelaskan lebih lanjut,
harta dunia sangat terkait dengan sifat Rahman Allah subhanahu wa ta’ala,
siapapun akan diberi sesuai dengan usahanya tanpa melihat baik buruknya usaha.
Sedangkan tujuan kehidupan muslim selain menggapai rahman-Nya Allah
subhanahu wa ta’ala juga terkait dengan sifat-Nya yang Maha Rahim. Rahimnya
Allah subhanahu wa ta’ala hanya untuk orang yang beriman. Jika bisa memahami
dan mencerap kedua sifat yang ada pada lafadz basmallah ini, orang Islam akan
selamat akidahnya dan bisa menempatkan sesuatu sesuai proporsinya.
9. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tamanniy (pengharapan)
Tamanniy secara bahasa bermakna pengaharapan yang sulit tergapai.
Secara istilah tamanniy memiliki arti menginginkan terjadinya sesuatu (Abbas,
105
200: 160), namun orang yang menginginkan tau betul bahwa sesuatu itu sulit
untuk tergapai. Jika kemungkinkan bisa digapai disebut dengan tarajji (raja’).
Misalnya ketika hujan turun dan kita sedang di kantor berucap, “Hujan jangan
basahi bajuku, besok itu adalah seragam yang akan kupakai”. Karena jemurannya
tak beratap, pastinya orang yang berbicarapun tahu itu sesuatu yang tak mungkin.
Namun diucapkan dalam rangka berharap, meskipun harapan itu sulit tercapai.
Terkait dengan uslub nahy yang bertujuan tamanny, dalam syair Arab terdapat
syair yang sangat terkenal berikut ini:
‫ياَليلَطلَياَنومَزل‬ََ#‫َلَوطلع‬ ‫ياَصبحَق‬
‫ألَأيهاَالليلَالطويلَألَانجلي‬َ #َ‫َمنك‬ ‫َاْلصباح‬ ‫َوما‬ ‫بصبح‬
‫بتمثل‬
Wahai malam, teruslah memanjang tak berkesudahan., wahai tidur, enyahlah
engkau dariku
Wahai pagi, berhentilah dan jangan engkau tampakkan dirimu
Wahai malam yang panjang, jangan engkau serahkan dirimu pada pagi
Pagi tidak menjanjikan kebaikan seperti yang engkau berikan
Semua orang tau bahwa peredaran bumi ini sudah sunnatullah terjadi
sebagaimana mestinya. Namun dalam kondisi tertentu ada yang mengharapkan
rotasi perputaran alam semesta sesuai dengan kehendaknya. Misalnya ketika
seorang pengantin baru yang melewati malam pertamanya, dia meiliki
pengharapan seperti isi syair di atas, menyuruh malam tak berkesudahan dan
melarang pagi untuk datang. Kalimat-kalimat seperti ini dalam ilmu sastra disebut
sebagai uslub tamanny.
Selain itu ada tujuan lain dari uslub nahy misalnya, al-iltimas
(ajakan/tawaran) dalam kalimat ‫أيهاَاْلخَلَوموان‬ (hai teman jangan berlambat-
lambat), ada juga untuk tujuan al-karahah (kebencian) seperti contoh kalimat ََ‫ل‬
‫َالصَلة‬ ‫َفي‬ ‫َوأنت‬ ‫ولمفت‬ (jangan menoleh ketika shalat), al-i’tinas (bersikap
ramah) contohnya adalah lafadz ََ‫ل‬ََْ‫ن‬َ‫ز‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََّ‫ن‬‫إ‬َََ َّ‫ّللا‬َ‫َا‬‫ن‬َ‫ع‬َ‫م‬َ(َ :‫الموبة‬40) (jangan
106
bersedih karena Allah bersama kita), dan juga bisa bertujuan untuk bayaanu al-
‘aqibah (menjelaskan akibat) sebagaimana ayat berikut ini:
ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ل‬‫م‬ُ‫ق‬َ‫ي‬‫ف‬ََ‫يل‬‫ب‬َ‫س‬َََّ‫ّللا‬َ‫ا‬‫او‬ َ‫و‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫اء‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫أ‬َََ‫د‬ْ‫ن‬‫ع‬ََْ ‫ه‬‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ون‬ُ‫ق‬َ‫ز‬ ْ‫ر‬ُ‫ي‬َ
(َ:‫الَعمران‬169)
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki. (QS.
3:169)
Jika diperhatikan dengan seksama, setiap makna yang keluar dari tujuan
dasarnya diakibatkan oleh berbedanya konteks. Perangkat untuk memaknai teks
ini dalam studi sastra Arab disebut dengan ta’wil. Ta'wil (Majdi Wahbah,
1984:114) memiliki beberapa definisi, di antaranya:
1. Interpretrasi terhadap teks yang samar hingga menjadi jelas, gamblang dan
mudah dimengerti oleh manusia.
2. Memberikan makna tertentu pada sebuah teks, seperti memberikan signifikansi
(magza) pada cerita atau sajak-sajak alegoris.
3. Memberikan kejelasan makna dari sebuah fenomena ataupun sebuah ungkapan
tertentu yang maksudnya belum jelas.
E. RANGKUMAN
1. Tidak selalu setiap ucapan itu dimaksudkan sebagaimana bentukan makna
dasar secara tekstual. Ada banyak ungkapan yang sebenarnya dimaksudkan
untuk makna kontekstual sesuai situasi dalam komunikasi.
2. Uslub amr (kalimat perintah) memiliki tujuan lain selain mewajibkan dan
mengharuskan. Diantara tujuan itu adalah: (1) ad-du’a (do’a), (2) ta'jiz
(melemahkan mitra tutur), (3) al-irsyad (pengarahan), (4) tahdid (ancaman),
(5) ibahah (membolehkan), (6) iltimas (tawaran), (7) tamanni (harapan yang
sulit dicapai), (8) takhyir (memberi pilihan), (9) taswiyah (mempersamakan),
(10) ikram (menghormati), (11) imtinan (memberikan karunia), (12) ihanah
(menghinakan), (13) dawam (menunjuk pada kekekalan), (14) i'tibar
(mengambil pelajaran), (15) izin (memberikan izin), (16) takwin
107
(menciptakan), (17) ta'ajjub (menunjukkan kekaguman), dan (18) ta'diib
(mengajar kesopanan).
3. Dalam ilmu bahasa (Daud, 2003: 48,59), ada dua istilah makna denotatif (al-
ma’na al-maudhu’i) dan makna konotatif (al-ma’na as-siyaaqi/al-ma’na al-
maqshud). Arti pertama, al-maudhui’ yang sesuai dengan bentuk tekstual
bahasanya sering juga disebut meaning dan makna kontekstual, as-siyaaqi
sering juga disebut meaning of meaning.
4. Ada banyak tujuan uslub nahy selain mengharuskan mitra tutur untuk tidak
melakukan sesuatu sesuai isi perintah. Abbas menjelaskan bahwa diantara
tujuan lain dari uslub amr yang keluar dari tujuan aslinya adalah; (1) al-
irsyad, (2) al-tahdiid, (3) al-tay’iis, (4) al-taubikh, (5) al-tasliyah wa al-
tashabbur, (6) al-Tahqiir, (7) al-tamanniy. Jarim menambahkan tujuan (8) al-
iltimas dan (9) ad-du’a, selain ketujuh tujuan di atas. Sedangkan al-Hasyimi
menambahkan empat fungsi lagi selain dari yang disebut di atas yaitu: (10)
ad-dawam, (11) bayaanu al-‘aqibah, (12) al-karahah, dan (13) al-i’tinas.
5. Jika diperhatikan dengan seksama, setiap makna yang keluar dari tujuan
dasarnya diakibatkan oleh berbedanya konteks. Perangkat untuk memaknai
teks ini dalam studi sastra Arab disebut dengan ta’wil.
108
F. TES FORMATIF 4
Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling
benar!
1. Tujuan asli dari uslub al-amr adalah:
a. Al-ijab wa al-ilzam
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
d. Al-tahdid
e. Al-ta’jiz
2. Tujuan dari al-amr dalam ayat ini adalah:
ََ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ََ‫ب‬َ‫ر‬ََْ‫ح‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ْر‬‫د‬َ‫ص‬ََْ‫ر‬‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬ُ‫ل‬ْ‫اح‬ َ‫و‬ََ‫ة‬َ‫د‬ْ‫ق‬ُ‫ع‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬‫ان‬َ‫س‬‫ل‬َ
‫وا‬ُ‫ه‬َ‫ق‬ْ‫ف‬َ‫ي‬َ‫ي‬‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ق‬َ(َ‫طه‬25-َ28)َ
a. Al-Du’a
b. Al-ijab wa al-ilzam
c. Al-taswiyah
d. Al-iltimas
e. Al-tahdid
3. Tujuan amr yang bermaksud menantang kepada siapapun yang memiliki
sikap sombong dan suka merendahkan kepada sesuatu serta “menyadarkan”
kapasitas seseorang untuk bisa menghargai sesuatu di luar dirinya disebut
dengan:
a. Al-ta’jiz
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
d. Al-tahdid
e. Al-Du’a
4. Makna dari istilah ini tergantung pada konteks penggunaannya, namun
kesemuanya mengandung makna mengarahkan seseorang agar terhindar dari
masalah.
a. Al-irsyad
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
109
d. Al-tahdid
e. Al-Du’a
5. Tujuan dari al-amr dalam ayat ini adalah:
‫وا‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ئ‬‫ش‬ََُ‫ه‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬‫ب‬َََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََ‫ير‬‫ص‬َ‫ب‬َ:‫(فصلت‬40)
a. Al-tahdid
b. Al-irsyad
c. Al-taswiyah
d. Al-iltimas
e. Al-Du’a
6. Uslub ayat ini adalah:
‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬‫اخ‬َ‫ؤ‬ُ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬َ‫َا‬‫ن‬‫ي‬‫َس‬‫ن‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫ل‬‫م‬ْ‫ح‬َ‫و‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ا‬‫ر‬ْ‫ص‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ََُ‫ه‬‫ت‬َ‫م‬ْ‫ل‬َ‫م‬َ‫ح‬َ
َ‫ل‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫َا‬‫ن‬‫ْل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ل‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫و‬َ‫ا‬َ‫م‬َََ‫ل‬َََ‫ة‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫َا‬‫ن‬َ‫ل‬ََ‫ه‬‫ب‬ََ:‫(البقرة‬286)
a. Al-nahyu li ad-du’a
b. Al-nahyu li at-tahdid
c. Al-nahyu li al-irsyad
d. Al-Amru li al-taswiyah
e. Al-Amru li al-iltimas
f. Al-Amru li al-Du’a
7. Uslub nahy yang bertujuan untuk menegaskan arti tetap terus berlangsung,
kekal dan abadi dan maknanya terus menerus disebut.
a. Al-dawam
b. Al-taswiyah
c. Al-iltimas
d. Al-tahdid
e. Al-Du’a
8. Tujuan dari uslub nahy dalam ayat ini adalah:
ََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫ذ‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََْ‫د‬َ‫ق‬ََْ ُ‫و‬ ْ‫تر‬َ‫ف‬َ‫ك‬َََ‫ب‬ََ‫د‬‫ت‬ْ‫ع‬ََْ ُ‫ك‬‫تان‬َ‫م‬‫ي‬‫إ‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََُ ‫ت‬ْ‫ع‬َ‫ن‬ََْ‫تن‬َ‫ع‬ََ‫تة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ن‬‫ت‬‫م‬ََْ‫ب‬‫تذ‬َ‫ع‬ُ‫ن‬ََ‫تة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬َ
َْ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫ت‬‫ب‬َ‫وا‬ُ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬َََ‫ين‬‫م‬‫ر‬ْ‫ج‬ُ‫م‬َ(ََ:‫الموبة‬66)
a. Al-tay’iis
b. Al-dawam
c. Al-taswiyah
d. Al-iltimas
110
e. Al-tahdid
9. Tujuan nahy salah satunya mencela, istilah yang secara bahasa memiliki
kesamaan arti dengan al-tahdid, al-ta’niib, dan allaum adalah
a. Al-taubikh
b. Al-tay’iis
c. Al-dawam
d. Al-taswiyah
e. Al-iltimas
10. Tujuan dari uslub nahy dalam ayat ini adalah:
ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ل‬‫م‬ُ‫ق‬َ‫ي‬‫ف‬ََ‫يل‬‫ب‬َ‫س‬َََّ‫ّللا‬َ‫ا‬‫او‬ َ‫و‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫اء‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫أ‬َََ‫د‬ْ‫ن‬‫ع‬ََْ ‫ه‬‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ون‬ُ‫ق‬َ‫ز‬ ْ‫ر‬ُ‫ي‬َ
(َ:‫الَعمران‬169)
a. Bayaanu al-‘aqibah
b. Al-taubikh
c. Al-tay’iis
d. Al-taswiyah
e. Al-iltimas
G. RUJUKAN
Abbas, Fadl Hasan, al-Balagah Funūnuhā wa Afnānuhā: Ilmu al-Ma’ani.
Yordania: Dar al-Furqan. 2000.
Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad, Jawahiru al-Balagah fi al-Ma’ani wa Albayan wa
al-Badi’. Beirut: 1994.
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Depag. 2019
Daud, Nuraihan Mat, dkk. Linguistic Dictionary, English-Arabic, Arabic-English.
Kuala Lumpur: A.S.NOORDEEN. 2003
Ibnu al-Jauzi, Abul Faraj. Zadu al Masir fi Ilmi at-Tafsiir. Beirut: Darul Kitab al-
Araby. 1422 H.
Ibnu Najjar, Muhammad ibn Ahamad ibn Abdul Azizi. Syarh al-Kaukab al-
Munir: Mukhtashar Tahrir. Saudi: Wizaratu al-Auqaf al Su’udiyyah.
1993.
Jarim, Ali dan Musthafa Usman. Al-Balaghatu al-Wadhihah. Mesir: Daar al-
Ma’arif. 1977
111
Jarim, Ali dan Musthafa Usman. Al-Balaghatul Wadhihah. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. 2005
Majdi Wahbah, Kamil Muhandis, Mu’jam al-Musthalahat al-‘Arabiyyah; fi al-
Lughah wa al-Adab, Lebanon: Maktabah Lubnan. 1984
H. TES SUMATIF
Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling
benar!
1. Ketika seseorang ingin menyatakan sebuah larangan (nahy) maka yang
digunakan adalah bentuk :
a. Fi’il Mudhari’ bersambung dengan kata laa.
b. Masdar yang mengganti fi’il amar
c. Fi’il Mudhari’ diikuti dengan huruf-huruf jawazim
d. Fi’il Mudhari’ yang didahului lam nahiyah
e. Isim fi’il Amr
2. Apa fungsi laa naahiyah pada i’rab fi’il mudhari’ pada kalimat larangan?
a. Menjazemkan fi’il mudhori’ setelahnya
b. Merofa’kan fi’il mudhori’ setelahnya
c. I’robnya mabni sesuai harakat aslinya
d. Menashabkan fi’il mudhori’ setelahnya
e. Menashabkan fa’ilnya
3. Bagaimana pengamalan dari lam amr yang masuk pada fi’il?
a. Menjazemkan fi’il mudhori’
b. Menjadikan fi’il mudhari’ tetap berharakat dhammah (mabny)
c. Menjazemkan fi’il madhi
d. Menjadikan fi’il madhi tetap berharakat fathah (mabny)
e. Membuang fa’il sebagaimana fi’il mabni majhul
4. Apa perbedaan dari Fi’il Amr dan Lam Amr ?
a. Fi’il Amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab) sedangkan
lam amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib)
b. Fi’il Amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib) sedangkan lam
amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab)
112
c. Fi’il amr menyatakan perintah yang tidak lugas, sedangkan lam
amr menyatakan perintah yang lugas
d. Fi’il Amr berasal dari fi’il mudhori’ sedangkan lam amr tidak ada
hubungannya dengan fi’il mudhori’.
e. Fi’il Amr menyaran pada peristiwa yang akan datang sedangkan
lam amr menyaran pada peristiwa lampau.
5. Bagaimana penulisan harakat pada Lam Amr yang benar ?
a. Lam Amr berharakat kasroh jika diawal kalimat, jika sebelumnya
didahului oleh huruf berharakat akan berubah menjadi sukun
b. Lam Amr berharakat fathah jika diawal kalimat, jika didahului oleh
hutuf berharakat akan berubah menjadi sukun
c. Lam Amr berharakat fathah dimanapun dan dalam kondisi apapun
d. Lam Amr berharakat kasrah dimanapun dan dalam kondisi apapun
Lam Amr berharakat dlommah.
e. Lam Amr berharakat fathah jika diawal kalimat, jika didahului oleh
hutuf berharakat akan berubah menjadi
6. Berikut karakter dari masdhar yang mengganti fi’il amr kecuali …
a. Selamanya dibaca nashab karena aslinya adalah haal
b. Posisinya ditempatkan pada posisi mengganti fi’il amr yang
dilesapkan
c. Hukum i’rabnya mengikuti maf’ul muthlaq
d. selamanya dibaca nashab
e. Jika ditampakkan maka sebenarnya sebelum isim mashdar yang
dibaca nashab terdapat fi’il amr yang disamarkan
7. Di antara karakter di bawah ini yang bukan karakter dari fi’il nahy adalah…
a. Laa Nahii yang bersambung dengan fi’il mudhari’ hanya tertuju
pada orang kedua (tidak bisa digunakan untuk orang ketiga)
b. Secara makna la nahiyahah berfungsi sebagai larangan yang
berarti “jangan”
c. Fi’il nahy terbentuk dari fi’il mudhari’ yang bersambung dengan
laa nahiyah
113
d. Secara lafdzi, la nahiyah adalah huruf yang menjazemkan fi’il
mudhari’
e. Laa nahiyah boleh disandingkan dengan fi’il mudhori’ yang
pelakunya orang ketiga (goib)
8. Apa yang dimaksud dengan isim fi’il amr adalah :
a. Isim (kata benda) yang bermakna fi’il amar (kata perintah)
b. Isim yang bermakna dirubah menjadi fi’il amar
c. Isim yang bisa menerima amil jazm hingga memiliki arti amr
d. Fi’il (kata kerja) yang secara makna dimaknai ism (kata benda)
e. Fi’il amar (kata perintah) yang dibentuk dari fi’il muhari’
9. Mana yang termasuk contoh benar dari mashdar yang mengganti fi’il amr:
‫أ‬.‫َاْلقدامَبنفسك‬ ‫مشياَعل‬
‫ب‬.‫اشربواَالمشروباتَالطيبة‬
‫ج‬.َ‫لَوشربواَالسجائر‬
‫د‬.‫َجيداَفيَأيَمكان‬‫ادرسن‬
.‫فليعملَعمَلَصالحا‬
10. Mana yang termasuk contoh benar dari fi’il nahi :
‫أ‬.َ‫ل‬‫وقرأَالكمابَياَمحمد‬
‫ب‬.‫محمد‬َ‫لَيقرأَالكماب‬
‫ج‬.‫جاءَمحمدَلَخالد‬
‫د‬.َ‫اجمهدَبَلَسؤال‬
.‫َالمدرسة‬ ‫َخديجةَإل‬ ‫لَوذه‬
11. Isim fi’il amr bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni:
a. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan Isim Fi’il Ma’duul
b. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manqush, dan Isim Fi’il Manquul
c. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan Isim Fi’il Maqshur
d. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manqush, dan Isim Fi’il Ma’duul
e. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Maqshur, dan Isim Fi’il Ma’duul
12. Secara fungsional mashdar yang diposisikan sebagai maf’ul muthlaq
dibagi menjadi empat, diantara fungsi di bawah yang bukan termasukfungsi
masdar dalam maf’ul muthlaq:
a. Menghilangkan ambiguistas ‘amilnya
114
b. Menguatkan ‘amilnya
c. Menjelaskan ragam atau bentukَ ‘amilnya
d. Menjelaskan jumlah ‘amilnya
e. Menggantikan posisi fiil’nya
13. Ilmu tentang tata cara bagaimana membentuk kalimat, membahas kondisi
kalimat apakah asli atau tambahan, shahih atau tidak, i’lal dan ibdal.
f. Tashrif
g. Nahwu
h. Ma’ani
i. Bayan
j. Badi’
14. Uslub Nahi hanya terjadi pada satu waktu, yaitu waktu yang akan datang.
Untuk itu uslub nahy dibentuk dari:
a. Fi’il Mudhori’
b. Fi’il Madhi
c. Masdhar
d. Isim Fail
e. Naibul Fail
15. Kalimat yang tidak benar karena menyalahi kaidah pembentukan kalimat
adalah:
a. ََ‫ي‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬ََ‫ي‬َْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬ َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬
b.َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫َف‬ْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬
c. ‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬َْ‫ي‬ََ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫و‬َْ‫ي‬ََ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬
d. َْ‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬ََ‫ن‬ََْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫و‬ََ‫ن‬ََ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬
e. َُ‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬َْ‫و‬‫ا‬ََُ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫و‬َْ‫و‬‫ا‬ََ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬
16. Berikut contoh kalimat uslub nahi yang bertujuan Taubikh adalah :
a. ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ن‬ََ‫ه‬َََ‫ع‬َْ‫ن‬ََُ‫خ‬َُ‫ل‬َ‫ق‬َََ‫و‬ََ‫و‬َْ‫ت‬َ‫و‬ََ‫ي‬ََ‫ب‬َ‫م‬َْ‫ث‬َ‫ل‬َ‫ه‬َََ‫ع‬َ...َ‫ار‬َََ‫ع‬ََ‫ل‬َْ‫ي‬ََ‫ك‬ََ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ف‬َ‫ا‬ََ‫ع‬َْ‫ل‬ََ‫ت‬َََ‫ع‬َ‫ر‬َْ‫ي‬َ
b. ََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫ذ‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََْ‫د‬َ‫ق‬ََْ ُ‫و‬ ْ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬َََ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ََْ ُ‫ك‬‫ان‬َ‫م‬‫ي‬‫إ‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََُ ْ‫ع‬َ‫ن‬ََْ‫ن‬َ‫ع‬ََ‫ة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ن‬‫م‬ََْ‫ب‬‫ذ‬َ‫ع‬ُ‫ن‬َ
َ‫ة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫ت‬‫ب‬َ‫وا‬ُ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬َََ‫ين‬‫م‬‫ر‬ْ‫ج‬ُ‫م‬َ
c. َْ‫ع‬‫ط‬ُ‫و‬ََ‫ل‬َ‫م‬‫َاد‬‫خ‬ْ‫اَال‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫يَأ‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬
d. ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ َّ‫ّللا‬ََ‫َل‬‫َاف‬‫غ‬َ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ع‬ََُ‫ل‬‫ت‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬َََ‫ون‬ُ‫م‬‫تال‬َّ‫الر‬َ‫تا‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫ه‬ُ‫ر‬‫خ‬َ‫تؤ‬ُ‫ي‬ََ‫م‬ ْ‫تو‬َ‫ي‬‫ل‬َ
َُ َ‫خ‬ْ‫ش‬َ‫و‬ََ‫يه‬‫ف‬ََُ‫ار‬َ‫ص‬ْ‫ب‬َ ْ‫اْل‬َ
115
e. ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬‫اخ‬َ‫ؤ‬ُ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬َ‫َا‬‫ن‬‫ي‬‫َس‬‫ن‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫ل‬‫م‬ْ‫ح‬َ‫و‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ا‬‫ر‬ْ‫ص‬‫إ‬َ
‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ََُ‫ه‬َ‫م‬ْ‫ل‬َ‫م‬َ‫ح‬ََ‫ل‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ََْ‫تن‬‫م‬َ‫َتا‬‫ن‬‫ْل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫َتا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫َتا‬‫ن‬ْ‫ل‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫و‬َ‫تا‬َ‫م‬َََ‫ل‬َََ‫ة‬‫ت‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫َتا‬‫ن‬َ‫ل‬َ
َ‫ه‬‫ب‬ َ
17. Berikut contoh kalimat uslub Amr yang bertujuan ikram )menghormati)
adalah :
a. َََ‫ين‬‫ن‬‫ام‬َ‫ء‬َ ََٰ‫ل‬َ‫س‬‫َاَب‬‫ه‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫خ‬ۡ‫ٱد‬
b. ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ئ‬‫ش‬ََُ‫ه‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬‫ب‬َََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََ‫ير‬‫ص‬َ‫ب‬ َ
c. ََ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ََ‫ب‬َ‫ر‬ََْ‫ح‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ْر‬‫د‬َ‫ص‬ََْ‫ر‬‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬ُ‫ل‬ْ‫اح‬ َ‫و‬ََ‫ة‬َ‫د‬ْ‫ق‬ُ‫ع‬ََْ‫ن‬‫م‬َ
‫ي‬‫ان‬َ‫س‬‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ه‬َ‫ق‬ْ‫ف‬َ‫ي‬َ‫ي‬‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ق‬َ
d. َْ‫ن‬‫إ‬ َ‫و‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ي‬‫ف‬ََ ْ‫ي‬َ‫ر‬َ‫ا‬َّ‫م‬‫م‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ل‬ َّ‫َز‬‫ن‬ََ‫ل‬َ‫ع‬َ‫َا‬‫ن‬‫ْد‬‫ب‬َ‫ع‬َ‫وا‬ُ‫و‬ْ‫ت‬َ‫ف‬ََ‫ة‬َ‫ور‬ُ‫س‬‫ب‬ََْ‫ن‬‫م‬ََ‫ه‬‫ل‬ْ‫ث‬‫م‬َ
‫وا‬ُ‫ع‬ْ‫د‬‫ا‬ َ‫و‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ََْ‫ن‬‫م‬ََ‫ُون‬‫د‬َََّ‫ّللا‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َََ‫ين‬‫ق‬‫اد‬َ‫ص‬
e. َ‫ا‬َ‫م‬َْ‫َع‬‫ن‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫ح‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫و‬َْ َ‫ل‬َ‫ا‬َ‫ذ‬‫:َإ‬ َ‫ل‬‫و‬ُ ْ‫َاْل‬‫ة‬ َّ‫و‬ُ‫ب‬ُّ‫ن‬‫َال‬‫م‬ َ‫َل‬َ‫ك‬َ ْ‫ن‬‫َم‬ ُ‫اس‬َّ‫ن‬‫َال‬َ‫ك‬َ‫ْر‬‫د‬َ‫اَأ‬َّ‫م‬‫َم‬َّ‫إن‬
‫ت‬ْ‫ئ‬‫ش‬
18. Dari contoh kalimat berikut yakni merupakan jenis uslub apa ?
َ‫َلَولمفتَوأنتَفيَالصَلة‬
a. Uslub Nahi bertujuan al-karahah (kebencian)
b. Uslub Nahi bertujuan al-iltimas (ajakan/tawaran)
c. Uslub Amr bertujuan ad-du’a (berdoa)
d. Uslub Nahi bertujuan al-I’tinas (bersikap ramah)
e. Uslub Nahi bertujuan bayaanu al-‘aqibah (menjelaskan akibat)
19. Apa yang dimaksud dengan uslub amr dengan tujuan li ad-dawam ?
a. untuk memerintah secara terus-menerus (continue)
b. untuk mengambil pelajaran
c. memberikan pilihan boleh mengerjakan atau meninggalkannya
d. mengancam
e. berisi nasehat untuk mengarahkan
20. Tujuan uslub nahi dari li-tahqir adalah
a. Untuk menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu yang
sebenarnya tidak berharga
116
b. Menenangkan seseorang agar bersabar dan menghibur orang yang
bersedih
c. mencela
d. untuk menjatuhkan mental mitra tutur dengan adanya kejadian yang
menyulitkan
e. mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah
I. TUGAS AKHIR
A. TUGAS
Analisislah syair al-i’tiraf di bawah ini dari aspek maknanya, kaitkanlah dengan
konteks ditulisnya syair dan kajian balaghah (ilmu sastra Arab). Terutama fungsi
verba interaktif yang ada dalam syair tersebut!
B. KONTEKS SYAIR AL-I’TIRAF
Syair al-I’tiraf dikarang oleh seorang penyair pada masa pemerintahan
Abbasiyah bernama Abu Nawas (Abu Nuwaas). Nama asli Abu Nawas adalah
Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di
kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu
Persia mengalir di tubuhnya. Abu Nawas merupakan seorang pujangga Arab dan
dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga
muncul beberapa kali dalam kisah Seribu Satu Malam. Ayahnya, Hani al-Hakam,
merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban,
wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim.
Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas
belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas
tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu,
sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan
dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan
Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami. Sementara
dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin
Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman.
Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah
memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab.
Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya
kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng.
Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang
Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.Kemudian ia
pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul
117
dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat
berkenalan dengan para bangsawan.
Diceritakan oleh Ibnu Khalikan dalam Wafyatul-A’yan (2:102) dari
Muhammad bin Nafi berkata, “Abu Nuwas adalah temanku, namun terjadi sesuatu
yang menyebabkan antara aku dengan dia tidak saling berhubungan sampai aku
mendengar berita kematiannya. Pada suatu malam aku bermimpi bertemu
dengannya, kukatakan, ‘Wahai Abu Nuwas, apa balasan Allah terhadapmu?’ Dia
menjawab, ‘Allah mengampuni dosaku karena beberapa bait syair yang kutulis
saat aku sakit sebelum wafat, syair itu berada di bawah bantalku.’ Maka saya pun
mendatangi keluarganya dan menanyakan bantal tidurnya dan akhirnya
kutemukan secarik kertas yang bertuliskan: … (lalu beliau menyebutkan bait syair
berikut ini).”
C. SYAIR AL-I’TIRAF
ُ‫ر‬ْ‫ع‬ِ‫ش‬‫ا‬ِ ْ‫ل‬ِ‫اف‬‫ر‬ِ‫ت‬ْ‫ع‬
َ‫اس‬ َ‫و‬ُ‫ن‬َ‫و‬ُ‫ب‬َ‫أ‬َ
َ‫ا‬ََٰ‫ل‬َ‫ه‬َْ‫ي‬َْ‫ي‬‫ح‬َ‫ج‬‫َال‬‫ار‬َّ‫ن‬‫َال‬َ ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ى‬ َ‫و‬ْ‫ق‬َ‫َأ‬َ‫ل‬ َ‫َ#َو‬‫َل‬ْ‫ه‬َ‫َأ‬‫س‬ ْ‫و‬َ‫د‬ ْ‫ر‬‫ف‬ْ‫ل‬‫َل‬ُ‫ت‬ْ‫س‬َ‫ل‬
َْ‫غ‬‫ا‬ َ‫َو‬‫ة‬َ‫ب‬ ْ‫َو‬‫و‬َ‫َلي‬ ْ َ‫ه‬َ‫ف‬َ‫َاف‬‫غ‬ََ‫ك‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ف‬َ#َ‫بي‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬ُ‫ذ‬َ ْ‫ر‬‫ف‬َْ‫ي‬‫ر‬َ‫ع‬‫َال‬ ْ‫ن‬َّ‫ذ‬‫َال‬ُ‫ر‬
‫ا‬َ‫ي‬َ‫ة‬َ‫ب‬ ْ‫َو‬‫و‬َ‫َلي‬ ْ َ‫ه‬َ‫ف‬َ#َ‫ال‬َ‫م‬‫َالر‬‫اد‬َ‫د‬ْ‫ع‬َ‫َُأ‬‫ل‬ْ‫ث‬‫َم‬‫بي‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬ُ‫ذ‬ََ‫ا‬‫ذ‬َ‫ل‬َ‫َل‬َ‫ج‬‫ال‬
َ‫ل‬ُ‫ك‬َ‫َفي‬ ‫َاق‬‫ن‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬ُ‫ع‬ َ‫و‬ََ‫َز‬‫بي‬ْ‫ن‬َ‫ذ‬ َ‫َ#َو‬‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬َ‫ا‬َ‫ال‬َ‫م‬‫م‬ْ‫َاح‬ َ ْ‫ي‬َ‫ك‬َ‫د‬‫ئ‬
َ‫ا‬ََٰ‫ل‬َ‫ه‬َْ‫ي‬ََ‫اك‬َ‫ع‬َ‫د‬َْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫َو‬‫ب‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬ُّ‫ذ‬‫ال‬‫اَب‬ ‫ى‬‫ر‬‫ق‬ُ‫م‬َ#ََ‫َاك‬‫و‬َ‫يَأ‬‫اص‬َ‫ع‬‫َال‬َ‫ُك‬‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬
‫ا‬َ‫ذ‬‫َل‬َ‫ت‬ْ‫ن‬َ‫ت‬َ‫ف‬َ ْ‫ر‬‫ف‬ْ‫غ‬َ‫و‬َْ‫ن‬‫إ‬َ‫ف‬ََ‫ك‬ََُ‫ل‬ْ‫ه‬َ‫أ‬ََََ‫اك‬ َ‫و‬‫وَس‬ُ‫ج‬ ْ‫َر‬‫ن‬َ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬َْ‫د‬ُ‫ر‬ْ‫َط‬‫و‬َ ْ‫ن‬‫إ‬َ‫ف‬َ#
118
J. KUNCI JAWABAN
1. TES FORMATIF 1
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa
2. A Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah)
3. A fi’il ruba’i
4. A Lam amr
5. A Lam ta’lil
6. A Lam taukid
7. A Al-Nahyu
8. A La nafi bersambung dengan fi’il mudhari’
9. A Masdar yang mengganti fi’il amar.
10. A Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah
2. TES FORMATIF 2
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A mabni ‘ala dhammah
2. A Fi’il mu’tal akhir
3. A kondisi ini terjadi apabila fi’il amr disambungkan
dengan nun taukid khafifah maupun tsaqilah
4. A huruf ya’ dibuang dan huruf terakhir diberi harakat
kasrah
5. A huruf alif tatsniyyah tetap ada (tidak dibuang) dan
nun nya diberi harakat kasrah
6. A Fi’il amr
7. A Karena fi’il nahy hanya ditujukan kepada mitra tutur
rang kedua(mukhatab)
8. A menghindari bertemunya dua harakat sukun
9. A Mukhatabun
10. A ََّ‫ن‬ُ‫ب‬ُ‫م‬ْ‫ك‬ُ‫ا‬َ
119
3. TES FORMATIF 3
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Penurunan Verba Berdasar Pada Pelaku Dan Kala
Terjadinya Komunikasi.
2. A Tashrif
3. A َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬ َ‫ر‬‫يَالد‬‫َف‬ْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫ي‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬َ‫ي‬
4. A ََ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ق‬ََ‫ة‬َّ‫ل‬َ‫ض‬‫م‬ْ‫َال‬ُ‫ة‬َ‫ب‬َ‫ل‬َّ‫َالط‬‫د‬‫ع‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ر‬َ‫ط‬َ‫م‬‫ل‬ْ‫ا‬َ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫ز‬ُ‫ن‬
5. A Kaf Al-Khithob
6. A Menghilangkan Ambiguistas ‘Amilnya
7. A Mufrad Manshub
8. A Antum (Kamu Sekalian)
9. A syibhu kamalul ittishal
10. A ‫نت‬َ‫أ‬
4. TES FORMATIF 4
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Al-ijab wa al-ilzam
2. A Al-Du’a
3. A Al-ta’jiz
4. A Al-irsyad
5. A Al-tahdid
6. A Al-nahyu li ad-du’a
7. A Al-dawam
8. A Al-tay’iis
9. A Al-taubikh
10. A Bayaanu al-‘aqibah
5. TES SUMATIF
120
NO JAWABAN KETERANGAN
1. A Fi’il Mudhari’ bersambung dengan kata laa.
2. A Menjazemkan fi’il mudhori’ setelahnya
3. A Menjazemkan fi’il mudhori’
4. A Fi’il Amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab)
sedangkan lam amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib)
5. A Lam Amr berharakat kasroh jika diawal kalimat, jika
sebelumnya didahului oleh huruf berharakat akan berubah
menjadi sukun
6. A Selamanya dibaca nashab karena aslinya adalah haal
7. A Laa Nahii yang bersambung dengan fi’il mudhari’ hanya
tertuju pada orang kedua (tidak bisa digunakan untuk
orang ketiga)
8. A Isim (kata benda) yang bermakna fi’il amar (kata perintah)
9. A ‫َاْلقدامَبنفسك‬ ‫مشياَعل‬
10. A ‫لَوقرأَالكمابَياَمحمد‬
11. A Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan
Isim Fi’il Ma’duul
12. A Menghilangkan ambiguistas ‘amilnya
13. A Tashrif
14. A Fi’il Mudhori’
15. A ََ‫ي‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬ََ‫ي‬َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬ َ‫ر‬‫يَالد‬‫َف‬ْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬
16. A ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ن‬ََ‫ه‬َََ‫ع‬َْ‫ن‬ََُ‫خ‬َُ‫ل‬َ‫ق‬َََ‫و‬ََ‫و‬َْ‫ت‬َ‫و‬ََ‫ي‬ََ‫ب‬َ‫م‬َْ‫ث‬َ‫ل‬َ‫ه‬َََ‫ع‬َ...َ‫ار‬َََ‫ع‬ََ‫ل‬َْ‫ي‬ََ‫ك‬ََ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ف‬َ‫ا‬ََ‫ع‬َْ‫ل‬ََ‫ت‬َََ‫ع‬َ‫ر‬َْ‫ي‬َ
17. A َََ‫ين‬‫ن‬‫ام‬َ‫ء‬َ ََٰ‫ل‬َ‫س‬‫َاَب‬‫ه‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫خ‬ۡ‫ٱد‬
18. A Uslub Nahi bertujuan al-karahah (kebencian)
19. A untuk memerintah secara terus-menerus (continue),
berlangsung selamanya
20. A Untuk menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu yang
sebenarnya tidak berharga

More Related Content

What's hot

Nawhuqurani
NawhuquraniNawhuqurani
Nawhuqurani
Santri Kemplu
 
Tugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VITugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VI
Dedi Kusdinar
 
Terjemah alfiyah ibnu malik
Terjemah alfiyah ibnu malikTerjemah alfiyah ibnu malik
Terjemah alfiyah ibnu malik
Pungki Ariefin
 
Makalah Bahasa Indonesia
Makalah Bahasa IndonesiaMakalah Bahasa Indonesia
Makalah Bahasa Indonesia
IAIN Sunan Ampel Surabaya
 
Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)
Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)
Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)
Fakhri Cool
 
Bahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘AmiyahBahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘Amiyah
Fakhri Cool
 
Assignment en azmi..gaya bahasa
Assignment en azmi..gaya bahasaAssignment en azmi..gaya bahasa
Assignment en azmi..gaya bahasaZuzanariah Osman
 
Perubahan makna kata
Perubahan makna kataPerubahan makna kata
Perubahan makna kata
Abu Ja'far
 
Modul 1 B. Arab KB 1
Modul 1 B. Arab KB 1Modul 1 B. Arab KB 1
Modul 1 B. Arab KB 1
SPADAIndonesia
 
Makalah isim..
Makalah isim..Makalah isim..
Makalah isim..
Septian Muna Barakati
 
Metodologi pemb. b_arab_--_tes1
Metodologi pemb. b_arab_--_tes1Metodologi pemb. b_arab_--_tes1
Metodologi pemb. b_arab_--_tes1
Muhammad Idris
 
Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1
PPGhybrid3
 
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
ppghybrid4
 
makalah balagoh
makalah balagohmakalah balagoh
makalah balagoh
Muhammad Idris
 
Buku cinta berbahasa arab
Buku cinta berbahasa arabBuku cinta berbahasa arab
Buku cinta berbahasa arab
Bunda Uffy
 

What's hot (18)

Nawhuqurani
NawhuquraniNawhuqurani
Nawhuqurani
 
Tugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VITugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VI
 
Terjemah alfiyah ibnu malik
Terjemah alfiyah ibnu malikTerjemah alfiyah ibnu malik
Terjemah alfiyah ibnu malik
 
Makalah Bahasa Indonesia
Makalah Bahasa IndonesiaMakalah Bahasa Indonesia
Makalah Bahasa Indonesia
 
Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)
Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)
Al-Tadhad (Antonim / Antitesis Polisemi)
 
Bahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘AmiyahBahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘Amiyah
 
Assignment en azmi..gaya bahasa
Assignment en azmi..gaya bahasaAssignment en azmi..gaya bahasa
Assignment en azmi..gaya bahasa
 
Makalah isim
Makalah isimMakalah isim
Makalah isim
 
Perubahan makna kata
Perubahan makna kataPerubahan makna kata
Perubahan makna kata
 
RPP Kls 7 Semster Ganjil
RPP  Kls 7  Semster GanjilRPP  Kls 7  Semster Ganjil
RPP Kls 7 Semster Ganjil
 
Modul 1 B. Arab KB 1
Modul 1 B. Arab KB 1Modul 1 B. Arab KB 1
Modul 1 B. Arab KB 1
 
Makalah isim..
Makalah isim..Makalah isim..
Makalah isim..
 
Metodologi pemb. b_arab_--_tes1
Metodologi pemb. b_arab_--_tes1Metodologi pemb. b_arab_--_tes1
Metodologi pemb. b_arab_--_tes1
 
Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1
 
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
 
I’rab
I’rabI’rab
I’rab
 
makalah balagoh
makalah balagohmakalah balagoh
makalah balagoh
 
Buku cinta berbahasa arab
Buku cinta berbahasa arabBuku cinta berbahasa arab
Buku cinta berbahasa arab
 

Similar to Materi 1 M5 KB4 Judul 4

Amil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdfAmil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdf
Zukét Printing
 
Amil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docxAmil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docx
Zukét Printing
 
Belajar bahasa arab
Belajar bahasa arabBelajar bahasa arab
Belajar bahasa arab
najimi tan
 
Modul 6 kb 4
Modul 6 kb 4Modul 6 kb 4
Modul 6 kb 4
PPGhybrid3
 
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptxBahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
ZaysGabriel
 
RPS-Bhs-Arab-1.pdf
RPS-Bhs-Arab-1.pdfRPS-Bhs-Arab-1.pdf
RPS-Bhs-Arab-1.pdf
MuslimJafar
 
MODUL 1.docx
MODUL 1.docxMODUL 1.docx
MODUL 1.docx
ishak180967
 
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di miBahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Amsori Saari
 
Akrab nahwu-gabungan (1)
Akrab nahwu-gabungan (1)Akrab nahwu-gabungan (1)
Akrab nahwu-gabungan (1)
Alfirqotun Najiyyah
 
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di miBahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Amsori Saari
 
الاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعدالاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعد
dirisaya
 
Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3
Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3
Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3
Bidak 99
 
Pantun Powerpoint
Pantun PowerpointPantun Powerpoint
Pantun Powerpoint
Ramipratama
 
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docxManshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Zukét Printing
 
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdf
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdfManshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdf
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdf
Zukét Printing
 
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdf
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdfAsy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdf
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdf
Zukét Printing
 
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.docx
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.docxAsy-Syamsiyah Wal Qamariah.docx
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.docx
Zukét Printing
 
Final ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdf
Final ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdfFinal ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdf
Final ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdf
iifbusthomy95
 
Gurindam beberapa petua hidup
Gurindam   beberapa petua hidupGurindam   beberapa petua hidup
Gurindam beberapa petua hidup
Izzat Hakim
 
Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7
Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7
Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7
zulfamaliyah25
 

Similar to Materi 1 M5 KB4 Judul 4 (20)

Amil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdfAmil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdf
 
Amil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docxAmil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docx
 
Belajar bahasa arab
Belajar bahasa arabBelajar bahasa arab
Belajar bahasa arab
 
Modul 6 kb 4
Modul 6 kb 4Modul 6 kb 4
Modul 6 kb 4
 
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptxBahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
 
RPS-Bhs-Arab-1.pdf
RPS-Bhs-Arab-1.pdfRPS-Bhs-Arab-1.pdf
RPS-Bhs-Arab-1.pdf
 
MODUL 1.docx
MODUL 1.docxMODUL 1.docx
MODUL 1.docx
 
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di miBahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
 
Akrab nahwu-gabungan (1)
Akrab nahwu-gabungan (1)Akrab nahwu-gabungan (1)
Akrab nahwu-gabungan (1)
 
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di miBahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
Bahan ajar pendidikan bahasa arab di mi
 
الاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعدالاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعد
 
Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3
Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3
Panduan Durusul Lughah Al-Arabiyah 3
 
Pantun Powerpoint
Pantun PowerpointPantun Powerpoint
Pantun Powerpoint
 
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docxManshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
 
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdf
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdfManshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdf
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).pdf
 
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdf
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdfAsy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdf
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.pdf
 
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.docx
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.docxAsy-Syamsiyah Wal Qamariah.docx
Asy-Syamsiyah Wal Qamariah.docx
 
Final ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdf
Final ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdfFinal ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdf
Final ATP_Bahasa Arab_Fase F (12345).pdf
 
Gurindam beberapa petua hidup
Gurindam   beberapa petua hidupGurindam   beberapa petua hidup
Gurindam beberapa petua hidup
 
Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7
Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7
Uas ict zulfa amalia~ b.arab kls 7
 

More from ppghybrid4

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDFBIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
ppghybrid4
 

More from ppghybrid4 (20)

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPT
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDF
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPT
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDF
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPT
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDF
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPT
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDF
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPT
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPT
 
BIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDFBIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDF
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPT
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...
PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...
PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...
Kanaidi ken
 
635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf
635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf
635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf
syamsulbahri09
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
d2spdpnd9185
 
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Herry Prasetyo
 
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdfTugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
nurfaridah271
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
pristayulianabila
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
anikdwihariyanti
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
PutraDwitara
 
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase eAlur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
MsElisazmar
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
RizkiArdhan
 
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Kanaidi ken
 
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdfTugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Thahir9
 
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdfPERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
MunirLuvNaAin
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
TriSutrisno48
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
johan199969
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptxPanduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
tab2008
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...
PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...
PELAKSANAAN (13-14 Juni'24) + Link2 Materi BimTek _"PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (P...
 
635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf
635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf
635237001-MATERI-rev1-Pantarlih-Bimtek-Penyusunan-Daftar-Pemilih.pdf
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
 
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
 
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdfTugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan   i...
Modul Ajar Projek Kreatif dan Kewirausahaan - Peluang Usaha di Lingkungan i...
 
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase eAlur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
Alur tujuan pembelajaran bahasa inggris kelas x fase e
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
 
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
Selamat "Hari Raya_Idul Adha 1445H / 2024H".
 
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdfTugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
 
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdfPERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
PERSENTASI PENINGKATAN KUALITAS PRAKTIK PEMBELAJARAN.pdf
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
 
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptxPanduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
Panduan Pemilihan Mapel Pilihan SMK.pptx
 

Materi 1 M5 KB4 Judul 4

  • 1. 83 A. PENDAHULUAN Setelah membahas mengenai pembentukan gaya imperatif dalam bahasa Arab yang berisi kajian tentang (1) al-amru wa-al-nahyu fi al-Adab al-Araby: Gaya Imperatif dalam Sastra Arab, (2) ‘Alamatu al Amri wa al-Nahy fi al-Adab al-Araby: Ciri Gramatika Verba Arab Imperatif dalam Sastra Arab, dan (3) Tashrifu al Amri wa al-Nahyi fi al-Adab al-Araby: Konjugasi Verba Arab Imperatif dalam Sastra Arab, kali ini kita akan melanjutkan pembahasan dengan kajian mengenai penggunaan uslub amr dan nahy dalam komunikasi. Jika sebelumnya kajian diarahkan pada pola kalimat secara integral, pada modul terakhir ini akan dibahas mengenai penggunaannya dalam komunikasi. Bagaimanakah cara memahami dan menggunakan model-model uslub al-amr dan al-nahy dalam komunikasi (istikhdaam usluub al-amry dan al-nahy fi al-kalam). Secara reseptif tujuan dari kajian ini adalah menghindarkan pebelajar dari kesalahan dalam memahami uslub amr dan uslub al-nahy dalam teks verbal maupun teks tulis. Sedangkan secara produktif, diharapkan peserta PPG bisa menggunakan uslub amr dan uslub al-nahy sesuai konteks komunikasi dan mitra tutur (muqtadha ahwaal al-mukhatabiin). Jika diekuivalensikan dengan ilmu linguistik dan sastra umum (baca:Barat), secara teoritis kajian ini dekat dengan kajian pragmatik (praktek penggunaan kalimat dalam komunikasi). Judul dari kajian belajar ini adalah Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi; Tujuan Penggunaan Gramatika Imperatif dalam Sastra Arab. Secara konten keilmuan, kajian ini mengacu pada anatomi ilmu ma’ani yang berpijak pada kajian ilmu nahwu (sintaksis Arab) sebagaimana dijelaskan pada kajian yang pertama, namun secara praktek diarahkan pada kajian an-nushus al- adabi. Meskipun al-amru dan al nahyu secara teksual membentuk kalimat perintah dan larangan, namun secara makna kontekstual tujuan bermacam-macam. Sebaliknya, ada beberapa perintah yang secara tekstual tidak menggunakan fi’il amr dan nahy. Bacalah modul ini dengan seksama untuk bisa memahami paparan materi yang ada di dalamnya. Jika muncul masalah di sela-sela memahami materi, anda bisa mendisukusikannya dalam kelompok diskusi di laman diskusi yang telah disediakan. Selamat membaca, semoga diberi kemudahan dalam memahami dan memahamkan materi bahasa Arab yang ada di dalamnya.
  • 2. 84 PETA KONSEP Gaya imperatif dalam bahasa Arab Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Amr Uslub Amr bertujuan untuk ad-du’a (memohon) Uslub Amr bertujuan untuk ta`jiz (melemahkan) Uslub Amr bertujuan untuk irsyad (mengarahkan) Uslub Amr bertujuan untuk tahdid (mengancam) Kalimat perintah/ Amr bermakna ibahah (permisif) Uslub Amr bertujuan untuk i'tibar (mengambil pelajaran) Uslub Amr bertujuan untuk dawam (menunjuk pada kekekalan) Uslub Amr bertujuan untuk takhyir (memberi pilihan) Uslub Amr bertujuan untuk tamanni (harapan yang sulit dicapai) Uslub Amr bertujuan untuk taswiyah (mempersamakan) Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Nahy Uslub Nahy bertujuan untuk ad-du’a (berdoa/memohon) Uslub Nahy bertujuan untuk al-irsyad (menasehati) Uslub Nahy bertujuan untuk ad-dawam (kesinambungan dan kekekalan) Uslub Nahy bertujuan untuk al-tahdiid (ancaman) Uslub Nahy bertujuan untuk al-tay’iis (keputusasaan) Uslub Nahy bertujuan untuk al-taubikh (celaan) Uslub Nahy bertujuan untuk al-tasliyah wa al-tashabbur (hiburan dan kesabaran) Uslub Nahy bertujuan untuk al-Tahqiir (merendahkan) Uslub Nahy bertujuan untuk al-tamanniy (pengharapan)
  • 3. 85 B. CAPAIAN PEMBELAJARAN Membedakan ungkapan terkait perintah (al-amr) dan melarang (al- nahyu) melakukan suatu tindakan/kegiatan, dengan memperhatikan unsur kebahasaan dari teks lisan dan tulis, sesuai dengan konteks penggunaannya. C. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN Setelah pembelajaran modul ini, peserta PPG diharapkan dapat: 1. Memahami tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi) 2. menyebutkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi) 3. membuat pola-pola ungkapan yang semisal dengan contoh tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi) 4. menginisiasi dan menerapkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi) 5. mengajarkan tujuan dan dan fungsi uslub al-amr dan uslub al-nahy (Aghraadu Usluub al-Amr wa al-Nahy fi al-Adab al-Arabi) 6. memahami orientasi belajar dan mengajar ilmu bahasa dan sastra D. MATERI Suatu ketika saya pernah bertengkar di pesantren hanya karena masalah antri mandi. Karena saya merasa antrian saya diserobot, saya menarik tangan teman saya yang bongsor perawakannya agar tidak mendahului. Karena merasa ditarik agak kasar, dia marah besar dan melotot serta berkacak pinggang di depan saya. Dia berteriak sambil berkata, “Anak kecil macam-macam..! Tak tempeleng bau tau rasa kamu..”. Merasa dilecehkan saya ganti melotot dan balik menantang, “Ayo tempelenglah... ayo.. ayo...!”. Kejadian ini sering saya ingat ketika membahas fungsi dari kata perintah, verba perintah tidak selalu mengharuskan lawan tutur melakukan apa yang diminta mitra tutur. Seperti contoh komunikasi di atas, tujuan dari ucapan tempelenglah..!, bukan untuk minta ditempeleng sungguhan. Tapi sebuah ancaman, yang tersirat maknanya adalah; “ayo
  • 4. 86 tempelenglah kalau berani..! kalau sampai menempelang pasti akan aku balas dengan lebih keras”. Akibat ancaman itu, dia mengurungkan niatnya untuk menyerobot antrian mandi. Mungkin dia mengurungkan niatnya menempeleng karena banyak hal, bisa jadi takut di ta’dzir pengurus karena salah, atau mungkin dia berfikir, meski kecil saya adalah pelatih pencak silat. Selain perintah, larangan juga begitu. Dulu ketika saya remaja, saya suka ngumpul-ngumpul dengan teman-teman, apalagi kalau pas liburan pondok. Biasanya kita berkumpul di rumah salah satu di antara teman satu daerah, bila sudah jam sembilan malam, saya telpon ke rumah dan memberi kapar kalau saya akan pulang sekitar jam sepuluh malam. Ibu saya ketika mendengar permintaan saya agak bingung, kemudian gagang telepon dikasihkan ayah saya. Ayah saya hanya berkata satu kalimat, “Kamu tidak usah pulang..!”. Mendengar ini saya langsung pamit ke teman-teman bahwa ayah saya marah dan harus pulang sekarang juga. Secara verbal kalimatnya adalah kalimat larangan, namun isinya adalah ancaman. 1. Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Amr Tidak selalu setiap ucapan itu dimaksudkan sebagaimana bentukan makna dasar secara tekstual. Ada banyak ungkapan yang sebenarnya dimaksudkan untuk makna kontekstual sesuai situasi dalam komunikasi. Dalam ilmu bahasa (Daud, 2003: 48,59), ada dua istilah makna denotatif (al-ma’na al- maudhu’i) dan makna konotatif (al-ma’na as-siyaaqi/al-ma’na al-maqshud). Arti pertama, al-maudhui’ yang sesuai dengan bentuk tekstual bahasanya sering juga disebut meaning dan makna kontekstual, as-siyaaqi sering juga disebut meaning of meaning. Ma’na al-Adaby (makna sastra) seringnya berada pada tataran yang kedua ini. Untuk bisa menemukan ma’na kontekstual, pembaca bisa mengetahuinya melalui susunan kalimat (siyaaqul kalam). Begitu pula dalam uslub amr (kalimat perintah), secara al-maudhu’i, uslub amr bertujuan untuk memerintah dengan tujuan mengaharuskan dan mewajibkan (al-ijab wa al-ilzam). Namun ada beberapa makna yang dibentuk di luar makna dasarnya. Diantara makna lain tersebut misalnya al-Hasyimi (1994: 65-66) menyebutkan ada tujuan lain dari uslub amr yaitu: (1) ad-du’a (do’a), (2)
  • 5. 87 ta'jiz (melemahkan mitra tutur), (3) al-irsyad (pengarahan), (4) tahdid (ancaman), (5) ibahah (membolehkan), (6) iltimas (tawaran), (7) tamanni (harapan yang sulit dicapai), (8) takhyir (memberi pilihan), (9) taswiyah (mempersamakan), (10) ikram (menghormati), (11) imtinan (memberikan karunia), (12) ihanah (menghinakan), (13) dawam (menunjuk pada kekekalan), (14) i'tibar (mengambil pelajaran), (15) izin (memberikan izin), (16) takwin (menciptakan), (17) ta'ajjub (menunjukkan kekaguman), dan (18) ta'diib (mengajar kesopanan). Jika diamati lebih lanjut, tujuan lain dalam uslub al-amr sangat terkait dengan pengunaannya dalam komunikasi. Jika menganalisis uslub, maka analisinya akan banyak difokuskan pada kalimat dan pemahaman pendengar. Uslub (Jarim, 1977: 12) berarti makna yang dibentuk dalam susunan ujaran dengan ilustrasi yang paling dekat dengan maksud dari kalimat dan paling memahamkan kepada pendengar. Jadi pembahasan uslub selalu akan melihat teks dan konteks yang berimplikasi pada kesan makna. Kalimat yang paling berkesan adalah kalimat yang maknanya sesuai dengan konteks komunikasi (muqtadha ahwal al-mukhathabiin). Untuk lebih memahami apa tujuan uslub amr dalam komunikasi berbahasa perhatikanlah contoh-contoh yang ada di bawah ini: (1) Uslub Amr bertujuan untuk ad-du’a (memohon) Uslub Amr sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bertujuan mengharuskan mitra tutur mengerjakan perintah (al-ijab wa al- ilzam). Namun dalam kondisi tertentu, penutur berkedudukan lebih rendah dari mukhatabnya. Bukan lagi dilakukan oleh orang yang lebih tinggi ke orang yang lebih rendah (‘ala wajhi al-isti’la’). Dalam kondisi seperti ini tujuan amr-nya adalah berdo’a, memohon dikabulkannya perintah. Contohnya terdapat pada ayat al-Qur’an di bahah ini: ََ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ََ‫ب‬َ‫ر‬ََْ‫ح‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ْر‬‫د‬َ‫ص‬ََْ‫ر‬‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬ُ‫ل‬ْ‫اح‬ َ‫و‬ََ‫ة‬َ‫د‬ْ‫ق‬ُ‫ع‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬‫ان‬َ‫س‬‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ه‬َ‫ق‬ْ‫ف‬َ‫ي‬َ ‫ي‬‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ق‬ََ (َ‫طه‬25-َ28)َ Berkata Musa:"Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadakuَdan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, (QS. 20:25-28)
  • 6. 88 Ayat ini menceritakan bagaimana Nabi Musa ‘alaihis salam berdo’a kepada Allah subhnanhu wa ta’ala agar supaya dilapangkan dadanya, dimudahkan urusannya dan difasihkan lidahnya. Permohonan ini menggunakan redaksi uslub amr, namun tujuannya tidak mengharuskan terlaksananya isi perintah, namun tujuannya hanya bersifat memohon kepada Allah subhnanhu wa ta’ala dari semua masalah ketika menghadapi kekejaman Raja Fir’aun. Permohonan itu dilanjutkan dengan uslub amr yang khitabnya tetap kepada Allah subhnanhu wa ta’ala, Nabi Musa ‘alaihis salam meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala, agar saudaranya Nabi Harun ‘alaihis salam diangkat menjadi sekretaris dan pendampinya dalam menghadapi Raja Fir’aun dan kaumnya. Namun siapapun yang berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sekalipun dia seorang Rasul dia tetap dalam posisi memohon dan berdo’a. Dikabulkan atau tidaknya do’a itu, semua terserah Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam konteks ini, akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala mengabulkan do’a tersebut. Nabi Harun ‘alaihis salam dijadikan sebagai juru bicara Nabi Musa ‘alaihis salam karena bahasanya lebih fasih. Nabi Musa ‘alaihis salam tidak sefasih saudaranya ketika berbicara akibat memakan api yang disuguhkan Fir’aun ketika Beliau masih balita. (2) Uslub Amr bertujuan untuk ta`jiz (melemahkan) Pernah suatu ketika ada mahasiswa yang datang berkunjung ke rumah temannya. Sesampainya di kamar ada lukisan yang memang terlihat tidak begitu istimewa. Si mahasiswa berkomentar, “Ini lukisanmu ya..? lukisan seperti ini kok dipasang.., memalukan”. Karena merasa jengkel si pemilik kamar berkata; “Lukiskan aku yang lebih baik dari ini, nanti akan kupasang di dinding”. Padahal si pemilik kamar tau benar bahwa dia yang berkomentar tidak bisa melukis. Perintah yang disampaikan dimaksudkan untuk melemahkan orang yang diperintahnya. Di dalam al-Qur’an juga terdapat contoh model uslub amr yang seperti ini, sebagaimana disebutkan dalam surah al Baqarah ayat ke 23 berikut ini:
  • 7. 89 َْ‫ن‬‫إ‬ َ‫و‬ََْ ُ‫م‬‫ت‬‫ت‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫تي‬‫ت‬‫ف‬ََ ‫ت‬‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ر‬َ‫تا‬‫ت‬َّ‫م‬‫م‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬ْ‫ل‬ َّ‫َز‬‫ن‬َ‫ت‬‫ت‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫َا‬‫ن‬‫تد‬‫ت‬ْ‫ب‬َ‫ع‬َ‫وا‬ُ‫و‬ْ‫تت‬‫ت‬َ‫ف‬ََ‫ة‬ َ‫تور‬‫ت‬ُ‫س‬‫ب‬ََْ‫تن‬‫ت‬‫م‬ََ‫ته‬‫ت‬‫ل‬ْ‫ث‬‫م‬َ‫توا‬‫ت‬ُ‫ع‬ْ‫د‬‫ا‬ َ‫و‬َ َْ ُ‫ك‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ََْ‫ن‬‫م‬ََ‫ُون‬‫د‬َََّ‫ّللا‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َََ‫ين‬‫ق‬‫اد‬َ‫ص‬َ:‫(البقرة‬23) Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. (QS. 2:23) Banyak orang Yahudi yang berkata bahwa al-Qur’an itu secara konten bahasa dan materinya tidak memenuhi standar kitab suci, mereka berkata itu adalah karangan Nabi Muhammad (Ibnu al-Jauzi, 1422: 1: 33). Untuk itulah Alllah subhanahu wa ta’ala melalui ayat ini menyuruh kepada orang-orang Yahudi untuk mendatangkan yang semisal dengan al-Qur’an. Padahal Allah subhananhu wa ta’ala Dzat Yang Maha Mengetahui dan dengan pasti mengetahui bahwa orang-orang Yahudi tidak akan sanggup membuat yang semisal dengan al-Qur’an. Tujuan dari ayat ini secara komunikatif adalah “at- ta’jiz” melemahkan kepada orang-orang Yahudi. Secara makna, redaksi ta’jiz ini sebenarnya mengandung makna yang mendalam, menantang kepada siapapun yang memiliki sikap sombong dan suka merendahkan kepada sesuatu. Ketika mengetahui kompetensi orang yang merendahkannya, fihak yang direndahkan bisa menggunakan uslub amr li ta’jiz ini. Tujuannya untuk “menyadarkan” kapasitas diri orang yang suka menghina dan agar dia bisa menghargai sesuatu di luar dirinya. Uslub amr ini secara makna sangat baligh (mengena/samapi). Ketika digunakan redaksi yang biasa dengan kalimat larangan misalnya, maknanya tidak akan sedalam redaksi dengan ta’jiz ini. (3) Uslub Amr bertujuan untuk irsyad (mengarahkan) Al-Irsyad dalam kamus al-Ma’ani (2019) memiliki arti nasehat dan arahan untuk mengambil langkah yang tepat. Makna dari istilah ini tergantung pada konteks penggunaannya, namun kesemuanya mengandung makna mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah yang mungkin muncul. Jika uslub amr pada bentukan dasarnya mengarah kepada keharusan untuk melaksanakan sesuatu, namun tujuan irsyad tidak sampai mengharuskan. Al-
  • 8. 90 irsyad bertujuan mengarahkan seseorang agar menjadi lebih baik dalam menjalani sesuatu. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat al- Rasyiid mengarahkan semua makhluk dalam kemaslahatan dengan memberi petunjuk dan pengertian akan kebaikan. Uslub Amr yang bertujuan untuk al-irsyad mengandung arti arahan menuju kebaikan. Maknanya adalah nasehat yang membawa pada kebaikan perilaku. Contohnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam al- Qur’an surah al-Baqarah, ayat 282 berikut ini: ‫ا‬َ‫ي‬َ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬َ‫آ‬َ‫ا‬َ‫ذ‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫د‬‫ت‬َ‫و‬ََ‫ْن‬‫ي‬َ‫د‬‫ت‬‫ب‬َ‫ت‬َ‫ل‬‫إ‬ََ‫تل‬َ‫ج‬َ‫أ‬َ‫ى‬‫م‬‫ت‬َ‫س‬ُ‫م‬ََُ ‫و‬ُ‫ب‬ُ‫م‬ْ‫ك‬‫تا‬َ‫ف‬ََْ ‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ك‬َ‫ي‬ْ‫ل‬ َ‫و‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ن‬‫ْت‬‫ي‬َ‫ب‬َ َ ‫او‬َ‫ك‬ََ‫ْل‬‫د‬‫ت‬َ‫ع‬ْ‫ال‬‫ب‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َََ‫ب‬ْ‫تت‬َ‫ي‬ََ ‫ت‬‫او‬َ‫ك‬ََْ‫ن‬َ‫أ‬َََ ‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ك‬َ‫ي‬َ‫تا‬َ‫م‬َ‫ك‬ََُ‫ه‬‫ت‬َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫ع‬ََُ َّ‫ّللا‬ََْ ‫ت‬ُ‫م‬ْ‫ك‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬ََ‫تل‬‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ي‬ْ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫تذ‬َّ‫ال‬َ َ‫ْه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ََُّ‫ق‬َ‫ح‬ْ‫ال‬ََ‫ق‬َّ‫م‬َ‫ي‬ْ‫ل‬ َ‫و‬َََ َّ‫ّللا‬ََُ‫ه‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫َس‬‫خ‬ْ‫ب‬َ‫ي‬ََُ‫ه‬ْ‫ن‬‫م‬َ‫ا‬‫ْئ‬‫ي‬َ‫ش‬َ:‫(البقرة‬282) Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya (QS. 2:282) Pada ayat dia atas, Allah subhananhu wa ta’ala memberi arahan kepada orang-orang yang beriman untuk menulis seluruh transaksi hutang piutang. Nota transaksi itu hendaknya ditulis oleh orang-orang yang adil dan bisa dipercaya. Dalam masyarakat modern, arahan dan petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala ini mirip dengan kegiatan yang dilakukan oleh para Notaris. Kalimat ‘faktubuuhu”, adalah bentuk kalimat perintah dengan fi’il amr yang bertujuan untuk menasehati. Karena bentuknya nasehat maka perilaku ini akan lebih baik jika dilakukan, namun jika tidak dilakukan juga tidak berdosa. Selain dengan fi’il amr, dalam ayat di atas ada juga perintah yang dibentuk dari fi’il mudhari’ yang majzum karena didahului oleh lam al-amr. Kata walyaktub merupakan gabungan dari wa dan liyaktub. Frasa liyaktub adalah uslub amr yang terdiri dari lam amr dan fi’il mudhari’ (li, dan yaktub).
  • 9. 91 Karena sebelum lam amr ada huruf yang berharakat (wawu fathah/wa), maka lam amr disukun, berubah dari harakat aslinya yaitu kasrah (waliyaktub menjadi walyaktub). Dalam ayat ini ada satu fi’il amr yaitu uktubuu (faktubuuhu) dan empat fi’il mudhari’ yang bersambung dengan lam amr (wal yaktub, fal yaktub, wal yumlil, dan wal yattaqi). (4) Uslub Amr bertujuan untuk tahdid (mengancam) Sebagaimana dicontohkan di awal pembahasan, ada banyak ungkapan perintah yang bertujuan untuk mengancam (at-tahdid). Tujuan mengancam adalah untuk menjatuhkan mental mitra tutur dengan kemungkinan adanya kejadian yang menyulitkan. Dalam komunikasi, biasanya mengancam berbentuk kalimat pernyataan yang isinya menyulitkan dan mencelakakan fihak lain (KBBI). Contoh kalimat ancaman, “Jika kau ganggu adikku, akan kucekik lehermu”. Kata “akan kucekik lehermu” adalah ancaman yang berusaha mendatangkan musibah jika mitra tutur berani mengganggu adiknya penutur. Cara lain membuat kalimat ancaman adalah dengan kalimat perintah. Penggunaan kalimat perintah sebagai ancaman biasanya bermakna berkebalikan. Misalnya, jika perintahnya berbunyi: “pergilah..! maka makna yang dikandung adalah jangan pergi, awas kalau sampai pergi aku akan tidak mengizinkan kamu datang kembali. Dalam membuat ancaman yang menggunakan uslub amr, bentuk verbal ancaman biasanya tidak disebutkan secara gamblang. Namun secara kontekstual pendengar sudah bisa menyimpulkan apa yang akan terjadi jika perintah itu benar-benar dilakukan. Misalnya dalam ayat di bawah ini: ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ئ‬‫ش‬ََُ‫ه‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬‫ب‬َََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََ‫ير‬‫ص‬َ‫ب‬َ:‫(فصلت‬40) Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 41:40) Ayat di atas menyampaikan pesan kepada orang-orang kafir, mereka yang mengingkari nikmat Allah subhananhu wa ta’ala untuk berbuat sekehendak hatinya. Perintah berbuatlah sekehendak hati kalian ini tidak dimaksudkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala benar-benar memerintahkan
  • 10. 92 manusia untuk berbuat sekehendak hatinya. Namun pesan yang dikandung adalah sebuah ancaman. Tafsirannya misalnya seperti ini, “Jikalau kamu tidak bisa dinasehati ya sudah, berbuatlah sekehendak hatimu. Tapi engkau harus ingat bahwa Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan. Kelak di akherat apapun yang kalian lakukan akan kalian pertanggung jawabkan”. Selain ayat di atas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang secara makna isinya hampir mirip dengan ayat di atas: َ ‫ت‬ْ‫ئ‬‫ت‬‫اَش‬َ‫م‬َْ‫َع‬‫ن‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫ح‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫و‬َْ َ‫ل‬َ‫ا‬َ‫ذ‬‫:َإ‬ َ‫ل‬‫و‬ُ ْ‫َاْل‬‫ة‬ َّ‫و‬ُ‫ب‬ُّ‫ن‬‫َال‬‫م‬ َ‫َل‬َ‫ك‬َ ْ‫ن‬‫َم‬ ُ‫اس‬َّ‫ن‬‫َال‬ َ‫ك‬َ‫ْر‬‫د‬َ‫اَأ‬َّ‫م‬‫َم‬َّ‫إن‬ َ.)َُّ‫ي‬‫َار‬‫خ‬ُ‫ب‬ْ‫َال‬ُ ‫ا‬ َ‫و‬ َ‫ر‬(. Sesungguhnya yang diperoleh manusia dari ucapan kenabian yang pertama adalah “Jika kamu tidak mempunyai rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.” (H.R. Muslim) Perintah untuk melakukan sekehendak hati (fashna’ ma syi’ta) merupakan perintah yang disampaikan untuk tujuan ancaman. Rasa malu merupakan pencegah manusia untuk berbuat sesuka hati. Jika seseorang sudah tidak memiliki rasa malu (baik kepada Allah subhanahu wa ta’ala maupun kepada sesama manusia) maka orang tersebut sejatinya telah hilang fitrah kemanusiaannya. Ketika fitrah kemanusiaannya lenyap, maka dia akan berbuat sekehendak hati. Perikaunya akan seperti binatang bahkan lebih rendah dari binatang (bal hum adhallu). Ketika fitrah kemanusiannya telah hilang manusia akan mendapatkan siksa karena telah keluar dari kodrat kemanusiannya. Secara gamblang perintah yang berisi ancaman di atas maknanya adalah: “Berbuatlah sekehendak hatimu jika kamu bukan manusia, karena manusia itu pasti punya rasa malu”. Perintah berbuatlah sekehendak hati itu merupakan perintah yang berujung kepada ancaman. Siapapun yang berbuat sesukanya tanpa menghiraukan rasa malu maka dia diancam, yaitu dia akan turun prediakatnya menjadi bukan lagi manusia, karena manusia pasti punya rasa malu. Karena keluar dari kodrat kemanusiaan, hidupnya akan tersiksa baik di dunia maupun di akherat.
  • 11. 93 (5) Kalimat perintah/ Amr bermakna ibahah (permisif) al-Ibahah secara bahasa berarti pembolehan (permission), artinya ketika ada perintah yang berisi ibahah seseorang boleh mengerjakan atau meninggalkannya. Jika ditinggalkan tidak berdosa demikian juga ketika dikerjakan. Seperti ketika saya menyuruh anak-anak membuat kopi sambil membaca buku, perintah ini mau dikerjakan ataupun tidak tergantung keinginan mereka. Ketika saya sampaikan bikinlah kopi, itu artinya kalian boleh bikin kopi (ibahah), perintah ini sekaligus menepis bahwa saya melarang mereka minum kopi sambil membaca. Selain pada komunikasi sehari-hari, ada redaksi al-Qur’an yang menyampaikan perintah dengan tujuan membolehkan (ibahah) seperti yang tersurat dalam al-Qur’an berikut ini: ََ‫ن‬َ ْ‫اْل‬َ‫ف‬َََّ‫ُن‬‫ه‬‫و‬ُ‫ر‬‫اش‬َ‫ب‬َ‫وا‬ُ‫غ‬َ‫م‬ْ‫ب‬‫ا‬ َ‫و‬َ‫ا‬َ‫م‬َََ َ‫م‬َ‫ك‬ََُ َّ‫ّللا‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ل‬ُ‫ك‬ َ‫و‬َ‫وا‬ُ‫ب‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬ َ‫و‬ََّ‫م‬َ‫ح‬َََ‫َّن‬‫ي‬َ‫ب‬َ‫م‬َ‫ي‬ََُ ُ‫ك‬َ‫ل‬َ َُ‫ط‬ْ‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ال‬ََُ‫ض‬َ‫ي‬ْ‫ب‬َ ْ‫اْل‬َََ‫ن‬‫م‬ََ‫ْط‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ال‬ََ‫د‬ َ‫ْو‬‫س‬َ ْ‫اْل‬َََ‫ن‬‫م‬ََ‫ر‬ْ‫ج‬َ‫ف‬ْ‫ال‬ََ:‫(البقرة‬187) Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Uslub amr yang ada pada ayat di atas keduanya berisi pembolehan. Jika pada siang hari mencampuri istri, makan dan minum itu dilarang di saat Bulan Ramadhan, maka pada malam hari kegiatan ini diperbolehkan. Ketika ada perintah, “Campuri istrimu, makanlah, dan minumlah…!”, ini artinya bukan sebuah keharusan ataupun kewajiban. Artinya, kalaupun mau melakukannya diperbolehkan dan tidak dilarang. (6) Uslub Amr bertujuan untuk i'tibar (mengambil pelajaran) I’tibar berasal dari kata i’tabara-ya’tabiru-i’tibaar, berarti mengambil ‘ibrah atau pelajaran. Uslub amr yang bertujuan i’tibar artinya adalah memerintah yang tujuan akhirnya adalah mengambil pelajaran atas isi pesan yang disampaikan, misalnya nampak dalam ayat berikut ini: َْ‫تل‬‫ت‬ُ‫ق‬َ‫وا‬ُ‫تير‬‫ت‬‫س‬َ‫تي‬‫ت‬‫ف‬ََ‫ض‬ ْ‫ر‬َ ْ‫اْل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬ُ‫ر‬ْ‫ن‬‫تا‬‫ت‬َ‫ف‬َََ ‫ت‬‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ك‬َََ‫أ‬َ‫د‬‫ت‬‫ت‬َ‫ب‬َََ‫تق‬‫ت‬ْ‫َل‬‫خ‬ْ‫ال‬َََّ ‫ت‬‫ت‬ُ‫ث‬ََُ َّ‫ّللا‬ََُ ‫ت‬‫ت‬‫ش‬ْ‫ن‬ُ‫ي‬َََ‫ة‬َ‫تت‬‫ت‬ْ‫ش‬َّ‫ن‬‫ال‬َ ََ‫ة‬ َ‫ر‬‫خ‬َ ْ‫اْل‬َََّ‫ن‬‫إ‬َََ َّ‫ّللا‬ََ‫ل‬َ‫ع‬ََ‫ل‬ُ‫ك‬ََ‫ء‬ْ‫َي‬‫ش‬ََ‫ير‬‫د‬َ‫ق‬َ(َ:‫العنكبوت‬20)
  • 12. 94 Katakanlah:"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 29:20) Ayat ini berisi perintah yang tujuannya tidak harus dimaknai secara tekstual (maudhu’i). Ketika ada perintah berjalanlah (siiruu), seseorang yang membaca ayat tujuan akhirnya bukan hanya diminta berjalan dalam arti fisik. Akan tetapi yang lebih diperintahkan adalah mengambil pelajaran dari perjalanan itu. Tujuannya adalah agar siapapun selalu mengambil pelajaran dari semua kejadian yang ada di alam semesta ini. (7) Uslub Amr bertujuan untuk dawam (menunjuk pada kekekalan) Uslub amr untuk arti ad-dawam dimaksudkan untuk memerintah secara terus-menerus (continue), berlangsung selamanya. Jika suatu ketika Ibu berpesan kepada anaknya yang berangkat ke Pondok dengan mengatakan: “Nak… hormatilah gurumu”, berarti selamanya anak tersebut diperintah ibunya untuk menghormati guru. Ini berbeda dengan karakter asli uslub amr yang menyaran pada waktu yang akan datang (terbatas). Di dalam al-Qur’an tujuan amr li al-dawam ini, contohnya tertuang dalam do’a dan permohonan manusia yang ada dalam surat al-Fatihah berikut ini: ‫َا‬‫ن‬‫د‬ْ‫ه‬‫ا‬َََ‫ط‬‫ا‬ َ‫ر‬‫الص‬َََ ‫ي‬‫ق‬َ‫م‬ْ‫س‬ُ‫م‬ْ‫ال‬َ(َ:‫الفاوحة‬6) Ya Allah.. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus (al-Fatiahah, 6) Ayat ini mengandung makna bahwa permohonan agar ditunjukkan kepada jalan yang benar (jalan lurus) tidak terbatas waktu. Artinya kapanpun dimanapun kita meminta kepada Allah subahanahu wa ta’ala untuk ditunjukkan pada jalan yang lurus. Jalan mereka yang hidupnya diberi kenikmatan di dunia dan akherat. Nikmat yang secara makna bisa berarti tentram dan bisa mensyukuri apapun yang dijalani. (8) Uslub Amr bertujuan untuk takhyir (memberi pilihan) Takhyiir berasal dari kata khayyara-yukhayyiru-takhyiir, artinya memilih yang baik (khair). Pada tujuan ini, mitra tutur yang menerima
  • 13. 95 perintah diminta untuk memilih dari beberapa pilihan yang ditawarkan. Misalnya ketika ke Warung Padang kita disuruh memilih menu oleh teman kita yang sedang mentraktir makan, “Silahkan ambil..! mau rendang, telor, ikan, atau udang, pilih saja.,!. Ketika kita bingung mau mengambil referensi nahwu, guru kemudian memerintahkan muridnya untuk memilih dari berbagai sumber rujukan. Misalnya kita terkadang mendengar ucapan guru, “Baca kitab Ibnu Hisyam atau Ibnu Malik”. Sebagai contoh dalam bahasa Arab, misalnya perintah yang berisi pilihan ada dala syair berikut ini: َ‫نـا‬َ‫ق‬‫َال‬‫عــن‬َ‫ط‬َ‫َبيــن‬ ‫ـري‬َ‫ك‬َ َ‫نـت‬َ‫أ‬ َ‫ـتَو‬ُ‫م‬َ‫و‬َ‫َأ‬‫زيــزا‬َ‫ع‬َ ْ‫ش‬‫ع‬‫َالبنـود‬‫ق‬ْ‫ف‬‫وخـ‬ Hiduplah mulia atau matilah dengan terhormat, diantara menghujamkan tombak atau mengibarkan bendera Model syair seperti ini banyak disampaikan dalam ungkapan di berbagai bahasa, ada ungkapan lain yang juga terkenal dalam bahasa Arab, ‘isy kariiman aw mut syahiidan (hiduplah dengan mulia atau matilah dengan syahid). Dalam slogan kemerdekaan misalnya “merdeka atau mati” yang artinya pilihlah dalam berjuang ada kemungkinan menang (merdeka) atau mati (mulia sebagai pejuang). Dalam komunikasi sehari-hari misalnya ada ungkapan yang tujuannya adalah memberi pilihan, “Nikahlah denganku atau dengannya..!” . (9) Uslub Amr bertujuan untuk tamanni (harapan yang sulit dicapai) Tamanniy dan tarajjiy sama-sama berisi pengharapan, bedanya tamanniy itu mustahil dicapai dan tarajjiy mungkin dicapai. Banyak orang yang tahu bahwa adakalanya sesuatu yang sangat diinginkan itu tidak mungkin iya dapatkan. Tetapi, kalimat itu diucapkan sebagai gambaran betapa inginnya sesuatu itu bisa dia gapai. Bisa untuk membesarkan hatinya ataupun agar orang lain tahu betapa berharganya sesuatu yang diinginkan itu. Misalnya adalah syair berikut ini: ‫َفلسطين‬ ‫ونفسَأيهاَالصبح!ََوأشرقيَياَشمس،َلنسرَإل‬ Bernafaslah wahai subuh..! Bersinarlah wahai mentari, untuk kebebasan Palestina
  • 14. 96 Berharap kepada desahan nafas subuh dan sinar matahari untuk bisa memberi kebebasan kepada Palestina merupakan hal yang mustahil terjadi. Kemustahilannya bukan pada terbebaskannya Palestina, tapi kemustahilannya terjadi karena harapan itu disampaikan kepada subuh dan matahari. Redaksi ini akan bisa digapai dan menjadi kenyataan (tarajjiy) jika pesan itu disampaikan kepada umat muslim di seluruh dunia misalnya, meminta kepada mereka untuk bergerak dan berjuang bersama-sama. (10)Uslub Amr bertujuan untuk taswiyah (mempersamakan) At-taswiyah artinya mempersamakan atau mengkompromikan sesuatu. Misalnya, ketika kita menjalani antrian panjang saat pergi ke dokter. Apapun sikap yang diambil akan tetap mengantri, mau bersabar atau tidak, semuanya sama saja dan tidak ada bedanya. Marah-marah tidak akan mempercepat jalannya antrian. Di saat itu teman pasien yang mendampingi akan bilang kepada si sakit yang marah-marah, “marahlah atau bersabarlah..! jika giliranmu datang kamu akan maju ke depan”. Di dalam al-Qur’an ada contoh dalam ayat berikut ini: ‫َا‬‫ه‬ ْ‫و‬َ‫ل‬‫ت‬‫ت‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫تب‬‫ت‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫ف‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫تب‬‫ت‬ْ‫ص‬َ‫و‬ََ‫اء‬ َ‫تو‬‫ت‬َ‫س‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ي‬‫ت‬‫ت‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬َََ‫ن‬ ْ‫و‬ َ‫تز‬‫ت‬ْ‫ج‬ُ‫و‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬‫ت‬‫ت‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ ََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬َ(َ:‫الطور‬16) Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 52:16) Ayat ini menjelaskan bahwa nanti orang yang masuk ke dalam neraka itu tidak punya pilihan, artinya sama saja. Baik sabar maupun tidak semuanya akan merasakan panasnya api neraka sebagai balasan seluruh amanalannya ketika hidup di dunia. 2. Tujuan Penggunaan Gaya Imperatif dalam Uslub al-Nahy Sebagaimana dijelaskan pada modul-modul sebelumnya, kalimat larangan berisi permintaan untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang datang dari orang yang memposisikan diri lebih tinggi derajatnya dari yang disuruh (minal a’la ila
  • 15. 97 al-adna). Tidak seperti uslub amr yang bisa dibentuk dengan empat macam cara, redaksi kalimat larangan hanya satu bentuk yaitu fi’il mudhari' yang didahului oleh la nahiyah. Uslub al-nahy secara makna dasar berfungsi melarang, atau dalam pengertian lain meminta untuk tidak dikerjakannya sesuatu. Dalam lingusitik modern antara amr dan nahy tidak dibedakan keduanya disebut sebagai gaya imperatif. Secara makna literal (al-ma’na al-maudhu’) setiap uslub nahy memiliki maksud untuk melarang. Sebagaimana halnya memerintah, dalam melarang orang yang melarang memposisikan diri lebih tinggi (‘ala wajhi al-isti’la’). Mengharuskan orang yang dilarang untuk mentaati isi larangan. Ketika polisi memasang tanpa huruf “P” yang disilang itu artinya polisi sebagai pengatur lalu lintas mengharuskan siapapun untuk tidak parkir di sekitar tanda tersebut. Dalam kondisi seperti ini polisi menempatkan posisi dirinya lebih tinggi dari siapapun agar mentaati larangan tersebut (Jangan parker disini..!). Contoh uslub nahy yang maknanya sesuai tujuan aslinya (melarang), terlihat dalam ayat berikut ini: ََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ُوا‬‫د‬‫س‬ْ‫ف‬ُ‫و‬َ‫ي‬‫ف‬ََ‫ض‬ ْ‫ر‬َ ْ‫اْل‬َََ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬َ‫ا‬َ‫ه‬‫ح‬ َ‫َل‬ْ‫ص‬‫إ‬ََْ ُ‫ك‬‫ل‬َ‫ذ‬ََ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ل‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َََ‫ين‬‫ن‬‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬َ(85) Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan memperbaikinya. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kaliam termasuk orang-orang yang beriman (QS. Al-A'raf: 85). Tidak setiap kalimat bisa diartikan secara tekstual, begitu juga dengan uslub al-nahy. Jika suatu ketika ada seorang anak yang tidak belajar di waktu ujian, kemudian orang tuanya mengatakan “Jangan belajar Nak..!. Apakah anak tersebut benar-benar dilarang belajar ataukah sebalikanya dia disuruh belajar. Secara komunikatif, penggunaan kalimat larangan dengan maksud untuk memerintah (berkebalikan maknanya), memiliki kesan yang lebih mendalam daripada menggunakan makna tekstualnya. Misalnya kalimat, “Nak belajarlah..!” dengan “Nak jangan belajar..!” untuk maksud sama-sama meminta anak belajar. Kalimat yang kedua biasanya lebih mengena daripada yang pertama, kalimat pertama tidak mengandung ancaman sedangkan dalam kalimat kedua terdapat ancaman. Biasanya kalimat kedua muncul dalam komunikasi setelah kalimat pertama. Ketika anak diperintah belajar dengan kalimat perintah “belajarlah..!” namun tidak mau belajar, orang tua terkadang akan melanjutkan perintah dengan
  • 16. 98 memerintah menggunakan kata larangan “ya sudah jangan belajar..!”. Kalimat “jangan belajar” sebenarnya berisi ancaman yang bisa difahami oleh sang anak tanpa diucapkan. Misalnya, jangan belajar..! tapi kalau nilaimu jelek tanggung sendiri. Jangan belajar..! kalau kamu tidak belajar ayah tidak mau menuruti permintaannmu. Ada banyak tujuan uslub nahy selain mengharuskan mitra tutur untuk tidak melakukan sesuatu sesuai isi perintah. Abbas (2000: 158-159) menjelaskan bahwa diantara tujuan lain dari uslub amr yang keluar dari tujuan aslinya adalah; (1) al-irsyad, (2) al-tahdiid, (3) al-tay’iis, (4) al-taubikh, (5) al-tasliyah wa al- tashabbur, (6) al-Tahqiir, (7) al-tamanniy. Jarim (2005: 266) menambahkan dua tujuan pengunaan uslub nahy selain dari tujuh tujuan yang telah dipaparkan Abbas, yaitu: (8) al-iltimas dan (9) ad-du’a. Sedangkan al-Hasyimi menambahkan empat fungsi lagi selain dari yang telah disebut di atas yaitu: (10) ad-dawam, (11) bayaanu al-‘aqibah, (12) al-karahah, dan (13) al-i’tinas. Berikut ini akan kita jelaskan beberapa tujuan yang paling sering terjadi dalam komunikasi: 1. Uslub Nahy bertujuan untuk ad-du’a (berdoa/memohon) Uslub nahy sebagaimana uslub amr bertujuan mengharuskan mitra tutur mengerjakan isi tuturan (al-ijab wa al-ilzam). Karakter dari uslub amr dan uslub nahy dalam paraktik tuturan terjadi dari subyek yang lebih tinggi ke obyek yang lebih rendah (‘ala wajhi al-isti’la’). Namun prasyarat al-isti’la’ dalam amr dan nahy ini kadang tidak berlaku, misalanya ketika penutur berkedudukan lebih rendah dari mukhatabnya, seperti uslub nahy untuk tujuan berdo’a seperti contoh berikut ini: ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬‫ت‬‫ت‬‫اخ‬َ‫ؤ‬ُ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬َ‫َا‬‫ن‬‫تي‬‫ت‬‫َس‬‫ن‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫تل‬‫ت‬‫م‬ْ‫ح‬َ‫و‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ا‬‫تر‬‫ت‬ْ‫ص‬‫إ‬َ‫تا‬‫ت‬َ‫م‬َ‫ك‬َ َُ‫ه‬َ‫م‬ْ‫ل‬َ‫م‬َ‫ح‬ََ‫ل‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫َا‬‫ن‬‫ْل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫َتا‬‫ن‬ْ‫ل‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫و‬َ‫تا‬َ‫م‬َََ‫ل‬َََ‫ة‬‫ت‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫َتا‬‫ن‬َ‫ل‬ََ‫ته‬‫ب‬ََ:‫(البقترة‬ 286) "Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang- orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (QS. 2:286)
  • 17. 99 Dalam ayat di atas terdapat uslub nahy yang tujuannya adalah do’a, memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Frase “laa tu’akhidna”, “laa tahmil ‘alaina” dan “la tuhammilna” adalah uslub nahy berupa fi’il mudhari’ yang bersambung dengan laa naahiyah. Tujuan dari uslub nahy ini bukan mewajibkan ataupun mengharuskan mitra tutur karena itu tidak mungkin. Ketika tuturan itu ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka tujuan dari uslub amr ini bukan mengharuskan, namun tujuanya adalah untuk do’a. Uslub nahy yang tujuannya do’a adalah uslub nahy yang ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam ayat di atas Allah subhanahu wa ta’ala mengajari manusia bagaimana do’a yang baik. Ajaran do’a ini sangat tepat dan sangat bermakna bagi manusia. Kenapa begitu, karena Allah subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang menciptakan manusia dan Maha Tahu apa saja hal yang dibutuhkan oleh manusisa. 2. Uslub Nahy bertujuan untuk al-irsyad (menasehati) Sebagaimana yang terdapat dalam tujuan uslub al-amr, al-irsyad mengandung makna mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah. Tujuan al-irsyad dalam uslub nahy merubah dari tujaun dasarnya yaitu mengharuskan untuk tidak melakukan sesuatu. Contoh yang terdapat dalam al-Qur’an adalah: ‫ا‬َ‫ي‬َ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬َ‫آ‬َََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫ْت‬‫س‬َ‫و‬ََْ‫تن‬َ‫ع‬َََ‫ء‬‫ا‬َ‫ي‬‫ت‬ْ‫ش‬َ‫أ‬ََْ‫ن‬‫إ‬َََ‫د‬‫ْت‬‫ب‬ُ‫و‬ََْ ‫ت‬ُ‫ك‬َ‫ل‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫تؤ‬ُ‫س‬َ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬ َ‫و‬َ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫ْتت‬‫س‬َ‫و‬َ ‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ح‬ََُ‫ل‬ َّ‫َز‬‫ن‬ُ‫ي‬ََُ‫ن‬َ‫آ‬ ْ‫ر‬ُ‫ق‬ْ‫ال‬َََ‫د‬ْ‫ب‬ُ‫و‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ل‬َ‫ا‬َ‫ف‬َ‫ع‬ََُ َّ‫ّللا‬َ‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ََُ َّ‫ّللا‬ َ‫و‬ََ‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ََ‫تي‬‫ل‬َ‫ح‬َ(َ:‫المائتدة‬ 101) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu al-Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah mema'afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. 5:101) Dalam ayat di atas Allah subhanahu wa ta’ala memberi nasehat kepada orang-orang beriman untuk tidak banyak bertanya terhadap sesuatu yang akhirnya akan semakin menyusahkan mereka. Hal ini seperti pertanyaan seorang Sahabat Rasulullah tentang ibadah haji, apakah haji itu harus dilakuakan setiap tahun?. Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan untuk tidak
  • 18. 100 menanyakan hal-hal yang akhirnya akan menyulitkan orang yang bertanya. Jikalaupun ibadah haji diharuskan setiap tahun, maka itu akan menyulitkan. Lebih sulitnya lagi ketika tidak melakukan maka seorang muslim akan dianggap kufur terhadap perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk itu tidak usah banyak bertanya. Kalau jelas-jelas ada perintah ya lakukanlah, dan jika sesuatu itu dilarang maka tinggalkanlah. 3. Uslub Nahy bertujuan untuk ad-dawam (kesinambungan dan kekekalan) Ad-dawam dalam bahasa Arab berarti hal tetap dan terus berlangsung, bisa juga berarti bersifat terus berkesinambungan. Karekter dasar uslub nahy, sebagaimana karakter dasar fi’il mudhari’, menyaran untuk zaman yang terbatas, yaitu untuk masa yang akan datang. Ketiaka seseorang melakukan perintah, maka kalimat perintah itu tidak berlaku lagi setelah perintah itu dikerjakan. Namun, kondisi ini tidak berlaku pada beberapa kontek komunikasi (ketika kalimat itu digunakan). Misalnya apada ayat ke 42 dari surah Ibrahim ini: ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ َّ‫ّللا‬ََ‫َل‬‫َاف‬‫غ‬َ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ع‬ََُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬َََ‫ون‬ُ‫م‬‫ال‬َّ‫الر‬َ‫تا‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫ه‬ُ‫ر‬‫خ‬َ‫تؤ‬ُ‫ي‬ََ‫م‬ ْ‫تو‬َ‫ي‬‫ل‬ََُ َ‫خ‬‫ت‬ْ‫ش‬َ‫و‬َ َ‫يه‬‫ف‬ََُ‫ار‬َ‫ص‬ْ‫ب‬َ ْ‫اْل‬َ(َ:َ ‫إبراهي‬42َ) Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS. 14:42) Ayat di atas memberi peringatan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada seluruh umat manusia agar tidak punya prasangka bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan lupa kepada perilaku orang-orang dhalim. Larangan ini bersifat dawam, artinya selamanya dan sampai kapanpun juga jangan sampai umat Islam memiliki prasangka bahwa kezaliman itu akan terlupakan. Sekecil apapun perbuatan yang dilakukan manusia, perbuatan baik ataupun buruk semuanya akan mendapatkan balasan di hari kiamat. 4. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tahdiid (ancaman) Sebagaimana dijelaskan dalam al-amr, tujuan tahdiid adalah untuk menjatuhkan mental mitra tutur dengan kemungkinan adanya kejadian yang menyulitkan. Mengancam biasanya menggunakan kalimat pernyataan yang berisi
  • 19. 101 tujuan akan mencelakakan mitra tutur. Bunyi ancaman bisa dilafalkan atau tidak dilafalkan, namun meski tidak dilafalkan secara tekstual mitra tutur yang mendapat ancaman sudah tau dan sadar akan mendapat kesulitan jika tidak patuh pada penutur. Misalnya pada kalimat di bawah ini: ََ‫ل‬ََُ‫و‬َ‫ط‬َْ‫ع‬َََ‫أ‬َْ‫م‬َ‫ر‬ََ‫يَأ‬َُّ‫ي‬ََ‫ه‬َْ‫اَال‬ََ‫خ‬َ‫اد‬َ‫م‬َ Jangan engkau ta’ati perintahku wahai pembantuku..! Kalimat di atas secara makna tidak bermaksud melarang seperti bunyi tekstualnya. Ada beberapa alasan ketidak mungkinan untuk dimaknai dengan makna sebenarnya, pertama: tidak mungkin seorang majikan menyuruh pembantunya untuk membangkang. Kedua: karakter dasar seorang pembantu itu harus nurut perintah majikannya. Jika muncul kalimat tersebut, maka kemungkinan pernyataan itu muncul karena perilaku tidak menta’ati perintah itu sudah terjadi atau potensial terjadi. Untuk itulah Sang Majikan mengancam pembantunya dengan kalimat “Jangan taati perintahku”. Artinya, jika kamu sudah tidak mentaati perintahku, maka aku akan menyulitkan urusanmu (dipecat, tidak digaji dan sejenisnya). 5. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tay’iis (keputusasaan) Al-tay’iis secara bahasa memiliki arti keputusasaan, artinya sudah tidak ada harapan lagi. Dalam komunikasi terkadang terjadi keputusasaan penutur kepada mitra tutur. Artinya, mitra tutur sudah tidak bisa diharapkan lagi melakukan hal yang baik sesuai keinginan penutur. Misalnya ada seorang suami yang berkali-kali ditegur istrinya karena keterlambatan menjemput anaknya di sekolah. Hampir setiap hari selalu terlambat menjemput anak di sekolah, kondisi ini berbeda dengan kondisi ketika istrinya yang menjemput. Karena istrinya baru melahirkan, maka suamilah yang menggantikan istri menjemput anaknya. Setiap kali terlambat suami selalu minta maaf, tapi besoknya suami juga tetap terlambat lagi. Hingga suatu ketika anaknya lupa dijemput sampai satu jam menunggu. Ketika suaminya minta maaf, istrinya menjawab, “Sudahlah mas, tidak usah minta maaf! Besok saya saja yang menjemput dia sambil menggendong adiknya”. Larangan istri agar suaminya tidak usah minta maaf, bukanlah larangan
  • 20. 102 sebagaimana arti sebenarnya. Tetapi larangan istri tersebut merupakan ungkapan kekecewaan atas perilaku suami yang selalu begitu. Istri merasa putus asa untuk bisa mengubah kebiasaan suami yang selalu terambat menjemput anak. Untuk lebih mamahami uslub nahy dengan maksud menyampaikan sikap al-tay’iis (putus harapan). Lihatlah dan amatilah makna dari ayat al-Qur’an di bawah ini: ََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫ذ‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََْ‫د‬َ‫ق‬ََْ ُ‫و‬ ْ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬َََ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ََْ ُ‫ك‬‫ان‬َ‫م‬‫ي‬‫إ‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََُ ْ‫ع‬َ‫ن‬ََْ‫ن‬َ‫ع‬ََ‫ة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ن‬‫م‬ََْ‫ب‬‫تذ‬َ‫ع‬ُ‫ن‬ََ‫تة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬َ َْ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫ت‬‫ب‬َ‫وا‬ُ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬َََ‫ين‬‫م‬‫ر‬ْ‫ج‬ُ‫م‬َ(ََ:‫الموبة‬66) Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. 9:66) Tujuan tuturan (khithab) dari ayat ini adalah orang-orang munafiq, mereka yang antara lisan dan hatinya tidak sama. Mereka yang bersendagurau dengan agama dan mengolok-olok Rasulullah beserta firman-firman Allah subhanahu wa ta’ala. Karena kondisi mereka yang begitu sulit dipegang amanahnya, maka al- Qur’an merasa tidak ada gunanya mengharap keimanan mereka. Jikalaupun mereka minta maaf, permintaan maafnya hanya sesaat dan mereka akan mengulangi perilaku tidak terpujinya itu kembali. Untuk itulah diawal ayat, al- Qur’an melarang mereka meminta maaf, laa ta’tadziruu artinya janganlah kalian meminta maaf, tidak ada gunanya kalian minta maaf kalau setelah itu kamu kufur lagi setelah keimananmu. 6. Uslub Nahy bertujuan untuk al-taubikh (celaan) Al-taubikh berasal dari kata wabbakha-yuwabbikhu-taubikhan, artinya mencela. At-taubikh (al-Ma’ani, 2019) secara bahasa memiliki kesamaan arti dengan al-tahdid, al-ta’niib, dan allaum kesemuanya berarti mencela. Diantara tujuan dari melarang adalah taubikh, seperti dalam syair Abu al-Aswad ad Duali berikut ini:
  • 21. 103 ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ن‬ََ‫ه‬َََ‫ع‬َْ‫ن‬ََُ‫خ‬َُ‫ل‬َ‫ق‬َََ‫و‬ََ‫و‬َْ‫ت‬َ‫و‬ََ‫ي‬ََ‫ب‬َ‫م‬َْ‫ث‬َ‫ل‬َ‫ه‬َََ‫ع‬َ...َ‫ار‬َََ‫ع‬ََ‫ل‬َْ‫ي‬ََ‫ك‬ََ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ف‬َ‫ا‬ََ‫ع‬َْ‫ل‬ََ‫ت‬َََ‫ع‬َ‫ر‬َْ‫ي‬ََ Janganlah engkau melarang perilaku (yang buruk) sedangkan kamu (juga) melakukan hal yang sama. Sungguh aib itu teramat besar bagimu ketika engkau melakukan itu. Dalam syair di atas terdapat uslub nahy yang berisi celaan (taubikh). Mencela orang-orang yang suka melarang orang lain, melarang untuk tidak melakukan sesuatu dia sendiri juga melakukannya. Jika ini dilakukan maka sungguh orang yang melarang itu aibnya lebih besar daripada orang yang dilarangnya. Hal ini senada dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menyatakan bahwa sangatlah dibenci Allah jika seseorang mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak mengerjakannya (QS. Ash-Shaf ayat 3). 7. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tasliyah wa al-tashabbur (hiburan dan kesabaran) Salah satu tujuan uslub nahy adalah menenangkan seseorang agar bersabar dan menghibur seseorang yang bersedih. Misalnya dalam syair Ibnu Burhan berikut ini: ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ج‬ََ‫ز‬َ‫ع‬َ‫يَإ‬َْ‫ن‬ََُ‫م‬َْ‫ن‬َ‫ف‬َ‫س‬َُ‫م‬‫اَأهلك‬َُ‫ه‬ََ…ََ‫ف‬َ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ه‬َ‫ا‬ََ‫ل‬َْ‫ك‬َُ‫ت‬َََ‫ف‬َ‫ع‬ََ‫ف‬َ‫ندَذلك‬َْ‫اج‬ََ‫ز‬َ‫ع‬‫ي‬ Janganlah engkau bersedih jika sesuatu yang berharga itu aku habiskan, namun ketika aku yang mati di saat itulah kamu harus bersedih Syair di atas menjelaskan sebuah ungkapan seorang suami kepada istrinya, Wahai istriku janganlah engkau bersedih ketika aku menafkahkan harta yang mungkin engkau anggap sia-sia. Tetapi engkau harus bersedih ketika aku meninggalkanmu karena kematianku, karena di saat itu tidak akan ada lagi yang memberimu nafkah. Secara makna, syair ini bermaksud menghibur seorang istri agar bersabar dan tidak begitu peduli dengan harta yang hilang karena dibelanjakan. Meskipun semua merupakan takdir Allah subhaanahu wa ta’ala, namun bisa jadi karena terlalu dikekang istrinya, suami akan lebih cepat meninggalkannya. 8. Uslub Nahy bertujuan untuk al-Tahqiir (merendahkan) At-tahqiir dan at-taubikh sebenarnya sama, tujuannya adalah untuk menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu. At-tahqiir disebut juga dengan at-
  • 22. 104 taqlil wal iftiqar (Ibnu Najjar, 1993: 79). Tujuan at-tahqiir dalam uslub nahy dimaksudkan untuk menganggap hina sesuatu yang hakekatnya hina, namun sering dianggap luar biasa. Misalnya ketika ada seseorang yang sangat kaya dengan tumpukan harta yang melimpah dianggap luar biasa. Ketika sedang menasehati istri yang hasut dengan kemewahan dan lupa tujuan hidup sesungguhnya maka bisa disampaikan kepadanya: “Janganlah fokus pada banyaknya harta, tapi lihatlah keberkahannya”. Larangan ini dalam ilmu sastra disebut dengan at-tahqiir, merendahkan sesuatu agar bijak menyikapi hidup. Contoh di dalam al-Qur’an nampak dalam surat al-Hijr ayat 88 berikut ini: ََ‫ل‬َََّ‫َّن‬‫د‬ُ‫م‬َ‫و‬َََ‫ْك‬‫ي‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ع‬ََ‫ل‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ع‬َّ‫م‬َ‫م‬ََ‫ه‬‫ب‬َ‫ا‬‫اج‬ َ‫و‬ ْ‫ز‬َ‫أ‬ََْ ُ‫ه‬ْ‫ن‬‫م‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫ن‬َ‫ز‬ْ‫ح‬َ‫و‬ََْ ‫ْه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ََْ‫ض‬‫ف‬ْ‫اخ‬ َ‫و‬َ ََ‫ك‬َ‫ح‬‫َا‬‫ن‬َ‫ج‬َََ‫ين‬‫ن‬‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ل‬‫ل‬َ(‫الحجر‬ََ:88) Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. 15:88) Sebagaimana yang dijelaskan dalam pengertian tahqir di atas, ayat ini mengajak kepada umat Islam tidak terfokus pada harta yang dimiliki oleh orang kafir yang diantara mereka bergelimang harta. Harta yang tidak dibarengi dengan keberkahan dunia akherat harus ditempatkan pada posisi yang hina. Karena jika salah memahami posisi harta dalam kehidupan akan mengganggu rasa syukur umat Islam dan berakibat pada rusaknya akidah. Jika ingin dijelaskan lebih lanjut, harta dunia sangat terkait dengan sifat Rahman Allah subhanahu wa ta’ala, siapapun akan diberi sesuai dengan usahanya tanpa melihat baik buruknya usaha. Sedangkan tujuan kehidupan muslim selain menggapai rahman-Nya Allah subhanahu wa ta’ala juga terkait dengan sifat-Nya yang Maha Rahim. Rahimnya Allah subhanahu wa ta’ala hanya untuk orang yang beriman. Jika bisa memahami dan mencerap kedua sifat yang ada pada lafadz basmallah ini, orang Islam akan selamat akidahnya dan bisa menempatkan sesuatu sesuai proporsinya. 9. Uslub Nahy bertujuan untuk al-tamanniy (pengharapan) Tamanniy secara bahasa bermakna pengaharapan yang sulit tergapai. Secara istilah tamanniy memiliki arti menginginkan terjadinya sesuatu (Abbas,
  • 23. 105 200: 160), namun orang yang menginginkan tau betul bahwa sesuatu itu sulit untuk tergapai. Jika kemungkinkan bisa digapai disebut dengan tarajji (raja’). Misalnya ketika hujan turun dan kita sedang di kantor berucap, “Hujan jangan basahi bajuku, besok itu adalah seragam yang akan kupakai”. Karena jemurannya tak beratap, pastinya orang yang berbicarapun tahu itu sesuatu yang tak mungkin. Namun diucapkan dalam rangka berharap, meskipun harapan itu sulit tercapai. Terkait dengan uslub nahy yang bertujuan tamanny, dalam syair Arab terdapat syair yang sangat terkenal berikut ini: ‫ياَليلَطلَياَنومَزل‬ََ#‫َلَوطلع‬ ‫ياَصبحَق‬ ‫ألَأيهاَالليلَالطويلَألَانجلي‬َ #َ‫َمنك‬ ‫َاْلصباح‬ ‫َوما‬ ‫بصبح‬ ‫بتمثل‬ Wahai malam, teruslah memanjang tak berkesudahan., wahai tidur, enyahlah engkau dariku Wahai pagi, berhentilah dan jangan engkau tampakkan dirimu Wahai malam yang panjang, jangan engkau serahkan dirimu pada pagi Pagi tidak menjanjikan kebaikan seperti yang engkau berikan Semua orang tau bahwa peredaran bumi ini sudah sunnatullah terjadi sebagaimana mestinya. Namun dalam kondisi tertentu ada yang mengharapkan rotasi perputaran alam semesta sesuai dengan kehendaknya. Misalnya ketika seorang pengantin baru yang melewati malam pertamanya, dia meiliki pengharapan seperti isi syair di atas, menyuruh malam tak berkesudahan dan melarang pagi untuk datang. Kalimat-kalimat seperti ini dalam ilmu sastra disebut sebagai uslub tamanny. Selain itu ada tujuan lain dari uslub nahy misalnya, al-iltimas (ajakan/tawaran) dalam kalimat ‫أيهاَاْلخَلَوموان‬ (hai teman jangan berlambat- lambat), ada juga untuk tujuan al-karahah (kebencian) seperti contoh kalimat ََ‫ل‬ ‫َالصَلة‬ ‫َفي‬ ‫َوأنت‬ ‫ولمفت‬ (jangan menoleh ketika shalat), al-i’tinas (bersikap ramah) contohnya adalah lafadz ََ‫ل‬ََْ‫ن‬َ‫ز‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََّ‫ن‬‫إ‬َََ َّ‫ّللا‬َ‫َا‬‫ن‬َ‫ع‬َ‫م‬َ(َ :‫الموبة‬40) (jangan
  • 24. 106 bersedih karena Allah bersama kita), dan juga bisa bertujuan untuk bayaanu al- ‘aqibah (menjelaskan akibat) sebagaimana ayat berikut ini: ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ل‬‫م‬ُ‫ق‬َ‫ي‬‫ف‬ََ‫يل‬‫ب‬َ‫س‬َََّ‫ّللا‬َ‫ا‬‫او‬ َ‫و‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫اء‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫أ‬َََ‫د‬ْ‫ن‬‫ع‬ََْ ‫ه‬‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ون‬ُ‫ق‬َ‫ز‬ ْ‫ر‬ُ‫ي‬َ (َ:‫الَعمران‬169) Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki. (QS. 3:169) Jika diperhatikan dengan seksama, setiap makna yang keluar dari tujuan dasarnya diakibatkan oleh berbedanya konteks. Perangkat untuk memaknai teks ini dalam studi sastra Arab disebut dengan ta’wil. Ta'wil (Majdi Wahbah, 1984:114) memiliki beberapa definisi, di antaranya: 1. Interpretrasi terhadap teks yang samar hingga menjadi jelas, gamblang dan mudah dimengerti oleh manusia. 2. Memberikan makna tertentu pada sebuah teks, seperti memberikan signifikansi (magza) pada cerita atau sajak-sajak alegoris. 3. Memberikan kejelasan makna dari sebuah fenomena ataupun sebuah ungkapan tertentu yang maksudnya belum jelas. E. RANGKUMAN 1. Tidak selalu setiap ucapan itu dimaksudkan sebagaimana bentukan makna dasar secara tekstual. Ada banyak ungkapan yang sebenarnya dimaksudkan untuk makna kontekstual sesuai situasi dalam komunikasi. 2. Uslub amr (kalimat perintah) memiliki tujuan lain selain mewajibkan dan mengharuskan. Diantara tujuan itu adalah: (1) ad-du’a (do’a), (2) ta'jiz (melemahkan mitra tutur), (3) al-irsyad (pengarahan), (4) tahdid (ancaman), (5) ibahah (membolehkan), (6) iltimas (tawaran), (7) tamanni (harapan yang sulit dicapai), (8) takhyir (memberi pilihan), (9) taswiyah (mempersamakan), (10) ikram (menghormati), (11) imtinan (memberikan karunia), (12) ihanah (menghinakan), (13) dawam (menunjuk pada kekekalan), (14) i'tibar (mengambil pelajaran), (15) izin (memberikan izin), (16) takwin
  • 25. 107 (menciptakan), (17) ta'ajjub (menunjukkan kekaguman), dan (18) ta'diib (mengajar kesopanan). 3. Dalam ilmu bahasa (Daud, 2003: 48,59), ada dua istilah makna denotatif (al- ma’na al-maudhu’i) dan makna konotatif (al-ma’na as-siyaaqi/al-ma’na al- maqshud). Arti pertama, al-maudhui’ yang sesuai dengan bentuk tekstual bahasanya sering juga disebut meaning dan makna kontekstual, as-siyaaqi sering juga disebut meaning of meaning. 4. Ada banyak tujuan uslub nahy selain mengharuskan mitra tutur untuk tidak melakukan sesuatu sesuai isi perintah. Abbas menjelaskan bahwa diantara tujuan lain dari uslub amr yang keluar dari tujuan aslinya adalah; (1) al- irsyad, (2) al-tahdiid, (3) al-tay’iis, (4) al-taubikh, (5) al-tasliyah wa al- tashabbur, (6) al-Tahqiir, (7) al-tamanniy. Jarim menambahkan tujuan (8) al- iltimas dan (9) ad-du’a, selain ketujuh tujuan di atas. Sedangkan al-Hasyimi menambahkan empat fungsi lagi selain dari yang disebut di atas yaitu: (10) ad-dawam, (11) bayaanu al-‘aqibah, (12) al-karahah, dan (13) al-i’tinas. 5. Jika diperhatikan dengan seksama, setiap makna yang keluar dari tujuan dasarnya diakibatkan oleh berbedanya konteks. Perangkat untuk memaknai teks ini dalam studi sastra Arab disebut dengan ta’wil.
  • 26. 108 F. TES FORMATIF 4 Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling benar! 1. Tujuan asli dari uslub al-amr adalah: a. Al-ijab wa al-ilzam b. Al-taswiyah c. Al-iltimas d. Al-tahdid e. Al-ta’jiz 2. Tujuan dari al-amr dalam ayat ini adalah: ََ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ََ‫ب‬َ‫ر‬ََْ‫ح‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ْر‬‫د‬َ‫ص‬ََْ‫ر‬‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬ُ‫ل‬ْ‫اح‬ َ‫و‬ََ‫ة‬َ‫د‬ْ‫ق‬ُ‫ع‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫ي‬‫ان‬َ‫س‬‫ل‬َ ‫وا‬ُ‫ه‬َ‫ق‬ْ‫ف‬َ‫ي‬َ‫ي‬‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ق‬َ(َ‫طه‬25-َ28)َ a. Al-Du’a b. Al-ijab wa al-ilzam c. Al-taswiyah d. Al-iltimas e. Al-tahdid 3. Tujuan amr yang bermaksud menantang kepada siapapun yang memiliki sikap sombong dan suka merendahkan kepada sesuatu serta “menyadarkan” kapasitas seseorang untuk bisa menghargai sesuatu di luar dirinya disebut dengan: a. Al-ta’jiz b. Al-taswiyah c. Al-iltimas d. Al-tahdid e. Al-Du’a 4. Makna dari istilah ini tergantung pada konteks penggunaannya, namun kesemuanya mengandung makna mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah. a. Al-irsyad b. Al-taswiyah c. Al-iltimas
  • 27. 109 d. Al-tahdid e. Al-Du’a 5. Tujuan dari al-amr dalam ayat ini adalah: ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ئ‬‫ش‬ََُ‫ه‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬‫ب‬َََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََ‫ير‬‫ص‬َ‫ب‬َ:‫(فصلت‬40) a. Al-tahdid b. Al-irsyad c. Al-taswiyah d. Al-iltimas e. Al-Du’a 6. Uslub ayat ini adalah: ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬‫اخ‬َ‫ؤ‬ُ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬َ‫َا‬‫ن‬‫ي‬‫َس‬‫ن‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫ل‬‫م‬ْ‫ح‬َ‫و‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ا‬‫ر‬ْ‫ص‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ََُ‫ه‬‫ت‬َ‫م‬ْ‫ل‬َ‫م‬َ‫ح‬َ َ‫ل‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ََْ‫ن‬‫م‬َ‫َا‬‫ن‬‫ْل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ل‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫و‬َ‫ا‬َ‫م‬َََ‫ل‬َََ‫ة‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫َا‬‫ن‬َ‫ل‬ََ‫ه‬‫ب‬ََ:‫(البقرة‬286) a. Al-nahyu li ad-du’a b. Al-nahyu li at-tahdid c. Al-nahyu li al-irsyad d. Al-Amru li al-taswiyah e. Al-Amru li al-iltimas f. Al-Amru li al-Du’a 7. Uslub nahy yang bertujuan untuk menegaskan arti tetap terus berlangsung, kekal dan abadi dan maknanya terus menerus disebut. a. Al-dawam b. Al-taswiyah c. Al-iltimas d. Al-tahdid e. Al-Du’a 8. Tujuan dari uslub nahy dalam ayat ini adalah: ََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫ذ‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََْ‫د‬َ‫ق‬ََْ ُ‫و‬ ْ‫تر‬َ‫ف‬َ‫ك‬َََ‫ب‬ََ‫د‬‫ت‬ْ‫ع‬ََْ ُ‫ك‬‫تان‬َ‫م‬‫ي‬‫إ‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََُ ‫ت‬ْ‫ع‬َ‫ن‬ََْ‫تن‬َ‫ع‬ََ‫تة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ن‬‫ت‬‫م‬ََْ‫ب‬‫تذ‬َ‫ع‬ُ‫ن‬ََ‫تة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬َ َْ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫ت‬‫ب‬َ‫وا‬ُ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬َََ‫ين‬‫م‬‫ر‬ْ‫ج‬ُ‫م‬َ(ََ:‫الموبة‬66) a. Al-tay’iis b. Al-dawam c. Al-taswiyah d. Al-iltimas
  • 28. 110 e. Al-tahdid 9. Tujuan nahy salah satunya mencela, istilah yang secara bahasa memiliki kesamaan arti dengan al-tahdid, al-ta’niib, dan allaum adalah a. Al-taubikh b. Al-tay’iis c. Al-dawam d. Al-taswiyah e. Al-iltimas 10. Tujuan dari uslub nahy dalam ayat ini adalah: ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬َ‫وا‬ُ‫ل‬‫م‬ُ‫ق‬َ‫ي‬‫ف‬ََ‫يل‬‫ب‬َ‫س‬َََّ‫ّللا‬َ‫ا‬‫او‬ َ‫و‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫اء‬َ‫ي‬ْ‫ح‬َ‫أ‬َََ‫د‬ْ‫ن‬‫ع‬ََْ ‫ه‬‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ون‬ُ‫ق‬َ‫ز‬ ْ‫ر‬ُ‫ي‬َ (َ:‫الَعمران‬169) a. Bayaanu al-‘aqibah b. Al-taubikh c. Al-tay’iis d. Al-taswiyah e. Al-iltimas G. RUJUKAN Abbas, Fadl Hasan, al-Balagah Funūnuhā wa Afnānuhā: Ilmu al-Ma’ani. Yordania: Dar al-Furqan. 2000. Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad, Jawahiru al-Balagah fi al-Ma’ani wa Albayan wa al-Badi’. Beirut: 1994. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Depag. 2019 Daud, Nuraihan Mat, dkk. Linguistic Dictionary, English-Arabic, Arabic-English. Kuala Lumpur: A.S.NOORDEEN. 2003 Ibnu al-Jauzi, Abul Faraj. Zadu al Masir fi Ilmi at-Tafsiir. Beirut: Darul Kitab al- Araby. 1422 H. Ibnu Najjar, Muhammad ibn Ahamad ibn Abdul Azizi. Syarh al-Kaukab al- Munir: Mukhtashar Tahrir. Saudi: Wizaratu al-Auqaf al Su’udiyyah. 1993. Jarim, Ali dan Musthafa Usman. Al-Balaghatu al-Wadhihah. Mesir: Daar al- Ma’arif. 1977
  • 29. 111 Jarim, Ali dan Musthafa Usman. Al-Balaghatul Wadhihah. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2005 Majdi Wahbah, Kamil Muhandis, Mu’jam al-Musthalahat al-‘Arabiyyah; fi al- Lughah wa al-Adab, Lebanon: Maktabah Lubnan. 1984 H. TES SUMATIF Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling benar! 1. Ketika seseorang ingin menyatakan sebuah larangan (nahy) maka yang digunakan adalah bentuk : a. Fi’il Mudhari’ bersambung dengan kata laa. b. Masdar yang mengganti fi’il amar c. Fi’il Mudhari’ diikuti dengan huruf-huruf jawazim d. Fi’il Mudhari’ yang didahului lam nahiyah e. Isim fi’il Amr 2. Apa fungsi laa naahiyah pada i’rab fi’il mudhari’ pada kalimat larangan? a. Menjazemkan fi’il mudhori’ setelahnya b. Merofa’kan fi’il mudhori’ setelahnya c. I’robnya mabni sesuai harakat aslinya d. Menashabkan fi’il mudhori’ setelahnya e. Menashabkan fa’ilnya 3. Bagaimana pengamalan dari lam amr yang masuk pada fi’il? a. Menjazemkan fi’il mudhori’ b. Menjadikan fi’il mudhari’ tetap berharakat dhammah (mabny) c. Menjazemkan fi’il madhi d. Menjadikan fi’il madhi tetap berharakat fathah (mabny) e. Membuang fa’il sebagaimana fi’il mabni majhul 4. Apa perbedaan dari Fi’il Amr dan Lam Amr ? a. Fi’il Amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab) sedangkan lam amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib) b. Fi’il Amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib) sedangkan lam amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab)
  • 30. 112 c. Fi’il amr menyatakan perintah yang tidak lugas, sedangkan lam amr menyatakan perintah yang lugas d. Fi’il Amr berasal dari fi’il mudhori’ sedangkan lam amr tidak ada hubungannya dengan fi’il mudhori’. e. Fi’il Amr menyaran pada peristiwa yang akan datang sedangkan lam amr menyaran pada peristiwa lampau. 5. Bagaimana penulisan harakat pada Lam Amr yang benar ? a. Lam Amr berharakat kasroh jika diawal kalimat, jika sebelumnya didahului oleh huruf berharakat akan berubah menjadi sukun b. Lam Amr berharakat fathah jika diawal kalimat, jika didahului oleh hutuf berharakat akan berubah menjadi sukun c. Lam Amr berharakat fathah dimanapun dan dalam kondisi apapun d. Lam Amr berharakat kasrah dimanapun dan dalam kondisi apapun Lam Amr berharakat dlommah. e. Lam Amr berharakat fathah jika diawal kalimat, jika didahului oleh hutuf berharakat akan berubah menjadi 6. Berikut karakter dari masdhar yang mengganti fi’il amr kecuali … a. Selamanya dibaca nashab karena aslinya adalah haal b. Posisinya ditempatkan pada posisi mengganti fi’il amr yang dilesapkan c. Hukum i’rabnya mengikuti maf’ul muthlaq d. selamanya dibaca nashab e. Jika ditampakkan maka sebenarnya sebelum isim mashdar yang dibaca nashab terdapat fi’il amr yang disamarkan 7. Di antara karakter di bawah ini yang bukan karakter dari fi’il nahy adalah… a. Laa Nahii yang bersambung dengan fi’il mudhari’ hanya tertuju pada orang kedua (tidak bisa digunakan untuk orang ketiga) b. Secara makna la nahiyahah berfungsi sebagai larangan yang berarti “jangan” c. Fi’il nahy terbentuk dari fi’il mudhari’ yang bersambung dengan laa nahiyah
  • 31. 113 d. Secara lafdzi, la nahiyah adalah huruf yang menjazemkan fi’il mudhari’ e. Laa nahiyah boleh disandingkan dengan fi’il mudhori’ yang pelakunya orang ketiga (goib) 8. Apa yang dimaksud dengan isim fi’il amr adalah : a. Isim (kata benda) yang bermakna fi’il amar (kata perintah) b. Isim yang bermakna dirubah menjadi fi’il amar c. Isim yang bisa menerima amil jazm hingga memiliki arti amr d. Fi’il (kata kerja) yang secara makna dimaknai ism (kata benda) e. Fi’il amar (kata perintah) yang dibentuk dari fi’il muhari’ 9. Mana yang termasuk contoh benar dari mashdar yang mengganti fi’il amr: ‫أ‬.‫َاْلقدامَبنفسك‬ ‫مشياَعل‬ ‫ب‬.‫اشربواَالمشروباتَالطيبة‬ ‫ج‬.َ‫لَوشربواَالسجائر‬ ‫د‬.‫َجيداَفيَأيَمكان‬‫ادرسن‬ .‫فليعملَعمَلَصالحا‬ 10. Mana yang termasuk contoh benar dari fi’il nahi : ‫أ‬.َ‫ل‬‫وقرأَالكمابَياَمحمد‬ ‫ب‬.‫محمد‬َ‫لَيقرأَالكماب‬ ‫ج‬.‫جاءَمحمدَلَخالد‬ ‫د‬.َ‫اجمهدَبَلَسؤال‬ .‫َالمدرسة‬ ‫َخديجةَإل‬ ‫لَوذه‬ 11. Isim fi’il amr bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni: a. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan Isim Fi’il Ma’duul b. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manqush, dan Isim Fi’il Manquul c. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan Isim Fi’il Maqshur d. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manqush, dan Isim Fi’il Ma’duul e. Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Maqshur, dan Isim Fi’il Ma’duul 12. Secara fungsional mashdar yang diposisikan sebagai maf’ul muthlaq dibagi menjadi empat, diantara fungsi di bawah yang bukan termasukfungsi masdar dalam maf’ul muthlaq: a. Menghilangkan ambiguistas ‘amilnya
  • 32. 114 b. Menguatkan ‘amilnya c. Menjelaskan ragam atau bentukَ ‘amilnya d. Menjelaskan jumlah ‘amilnya e. Menggantikan posisi fiil’nya 13. Ilmu tentang tata cara bagaimana membentuk kalimat, membahas kondisi kalimat apakah asli atau tambahan, shahih atau tidak, i’lal dan ibdal. f. Tashrif g. Nahwu h. Ma’ani i. Bayan j. Badi’ 14. Uslub Nahi hanya terjadi pada satu waktu, yaitu waktu yang akan datang. Untuk itu uslub nahy dibentuk dari: a. Fi’il Mudhori’ b. Fi’il Madhi c. Masdhar d. Isim Fail e. Naibul Fail 15. Kalimat yang tidak benar karena menyalahi kaidah pembentukan kalimat adalah: a. ََ‫ي‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬ََ‫ي‬َْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬ َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬ b.َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫َف‬ْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬ c. ‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬َْ‫ي‬ََ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫و‬َْ‫ي‬ََ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬ d. َْ‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬ََ‫ن‬ََْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫و‬ََ‫ن‬ََ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬ e. َُ‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬‫ا‬َْ‫و‬‫ا‬ََُ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫و‬َ َ‫ل‬ َ‫و‬َْ‫و‬‫ا‬ََ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬َ‫ر‬‫يَالد‬‫ف‬ 16. Berikut contoh kalimat uslub nahi yang bertujuan Taubikh adalah : a. ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ن‬ََ‫ه‬َََ‫ع‬َْ‫ن‬ََُ‫خ‬َُ‫ل‬َ‫ق‬َََ‫و‬ََ‫و‬َْ‫ت‬َ‫و‬ََ‫ي‬ََ‫ب‬َ‫م‬َْ‫ث‬َ‫ل‬َ‫ه‬َََ‫ع‬َ...َ‫ار‬َََ‫ع‬ََ‫ل‬َْ‫ي‬ََ‫ك‬ََ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ف‬َ‫ا‬ََ‫ع‬َْ‫ل‬ََ‫ت‬َََ‫ع‬َ‫ر‬َْ‫ي‬َ b. ََ‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ر‬‫ذ‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََْ‫د‬َ‫ق‬ََْ ُ‫و‬ ْ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬َََ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ََْ ُ‫ك‬‫ان‬َ‫م‬‫ي‬‫إ‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََُ ْ‫ع‬َ‫ن‬ََْ‫ن‬َ‫ع‬ََ‫ة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ك‬ْ‫ن‬‫م‬ََْ‫ب‬‫ذ‬َ‫ع‬ُ‫ن‬َ َ‫ة‬َ‫ف‬‫ائ‬َ‫ط‬ََْ ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫ت‬‫ب‬َ‫وا‬ُ‫ن‬‫ا‬َ‫ك‬َََ‫ين‬‫م‬‫ر‬ْ‫ج‬ُ‫م‬َ c. َْ‫ع‬‫ط‬ُ‫و‬ََ‫ل‬َ‫م‬‫َاد‬‫خ‬ْ‫اَال‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫يَأ‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ d. ََ‫ل‬ َ‫و‬َََّ‫ن‬َ‫ب‬َ‫س‬ْ‫ح‬َ‫و‬َََ َّ‫ّللا‬ََ‫َل‬‫َاف‬‫غ‬َ‫ا‬َّ‫م‬َ‫ع‬ََُ‫ل‬‫ت‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ي‬َََ‫ون‬ُ‫م‬‫تال‬َّ‫الر‬َ‫تا‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫ه‬ُ‫ر‬‫خ‬َ‫تؤ‬ُ‫ي‬ََ‫م‬ ْ‫تو‬َ‫ي‬‫ل‬َ َُ َ‫خ‬ْ‫ش‬َ‫و‬ََ‫يه‬‫ف‬ََُ‫ار‬َ‫ص‬ْ‫ب‬َ ْ‫اْل‬َ
  • 33. 115 e. ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ذ‬‫اخ‬َ‫ؤ‬ُ‫و‬ََْ‫ن‬‫إ‬َ‫َا‬‫ن‬‫ي‬‫َس‬‫ن‬ََْ‫و‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ْ‫خ‬َ‫أ‬َ‫َا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬ََْ‫ل‬‫م‬ْ‫ح‬َ‫و‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ا‬‫ر‬ْ‫ص‬‫إ‬َ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ك‬ََُ‫ه‬َ‫م‬ْ‫ل‬َ‫م‬َ‫ح‬ََ‫ل‬َ‫ع‬َََ‫ين‬‫ذ‬َّ‫ال‬ََْ‫تن‬‫م‬َ‫َتا‬‫ن‬‫ْل‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫َتا‬‫ن‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َََ‫ل‬ َ‫و‬َ‫َتا‬‫ن‬ْ‫ل‬‫م‬َ‫ح‬ُ‫و‬َ‫تا‬َ‫م‬َََ‫ل‬َََ‫ة‬‫ت‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫ط‬َ‫َتا‬‫ن‬َ‫ل‬َ َ‫ه‬‫ب‬ َ 17. Berikut contoh kalimat uslub Amr yang bertujuan ikram )menghormati) adalah : a. َََ‫ين‬‫ن‬‫ام‬َ‫ء‬َ ََٰ‫ل‬َ‫س‬‫َاَب‬‫ه‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫خ‬ۡ‫ٱد‬ b. ‫وا‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫م‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ئ‬‫ش‬ََُ‫ه‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ا‬َ‫م‬‫ب‬َََ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫و‬ََ‫ير‬‫ص‬َ‫ب‬ َ c. ََ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ََ‫ب‬َ‫ر‬ََْ‫ح‬َ‫ر‬ْ‫ش‬‫ا‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ْر‬‫د‬َ‫ص‬ََْ‫ر‬‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ََْ‫ل‬ُ‫ل‬ْ‫اح‬ َ‫و‬ََ‫ة‬َ‫د‬ْ‫ق‬ُ‫ع‬ََْ‫ن‬‫م‬َ ‫ي‬‫ان‬َ‫س‬‫ل‬َ‫وا‬ُ‫ه‬َ‫ق‬ْ‫ف‬َ‫ي‬َ‫ي‬‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ق‬َ d. َْ‫ن‬‫إ‬ َ‫و‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ي‬‫ف‬ََ ْ‫ي‬َ‫ر‬َ‫ا‬َّ‫م‬‫م‬َ‫َا‬‫ن‬ْ‫ل‬ َّ‫َز‬‫ن‬ََ‫ل‬َ‫ع‬َ‫َا‬‫ن‬‫ْد‬‫ب‬َ‫ع‬َ‫وا‬ُ‫و‬ْ‫ت‬َ‫ف‬ََ‫ة‬َ‫ور‬ُ‫س‬‫ب‬ََْ‫ن‬‫م‬ََ‫ه‬‫ل‬ْ‫ث‬‫م‬َ ‫وا‬ُ‫ع‬ْ‫د‬‫ا‬ َ‫و‬ََْ ُ‫ك‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ََْ‫ن‬‫م‬ََ‫ُون‬‫د‬َََّ‫ّللا‬ََْ‫ن‬‫إ‬ََْ ُ‫م‬ْ‫ن‬ُ‫ك‬َََ‫ين‬‫ق‬‫اد‬َ‫ص‬ e. َ‫ا‬َ‫م‬َْ‫َع‬‫ن‬ْ‫ص‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫ح‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫و‬َْ َ‫ل‬َ‫ا‬َ‫ذ‬‫:َإ‬ َ‫ل‬‫و‬ُ ْ‫َاْل‬‫ة‬ َّ‫و‬ُ‫ب‬ُّ‫ن‬‫َال‬‫م‬ َ‫َل‬َ‫ك‬َ ْ‫ن‬‫َم‬ ُ‫اس‬َّ‫ن‬‫َال‬َ‫ك‬َ‫ْر‬‫د‬َ‫اَأ‬َّ‫م‬‫َم‬َّ‫إن‬ ‫ت‬ْ‫ئ‬‫ش‬ 18. Dari contoh kalimat berikut yakni merupakan jenis uslub apa ? َ‫َلَولمفتَوأنتَفيَالصَلة‬ a. Uslub Nahi bertujuan al-karahah (kebencian) b. Uslub Nahi bertujuan al-iltimas (ajakan/tawaran) c. Uslub Amr bertujuan ad-du’a (berdoa) d. Uslub Nahi bertujuan al-I’tinas (bersikap ramah) e. Uslub Nahi bertujuan bayaanu al-‘aqibah (menjelaskan akibat) 19. Apa yang dimaksud dengan uslub amr dengan tujuan li ad-dawam ? a. untuk memerintah secara terus-menerus (continue) b. untuk mengambil pelajaran c. memberikan pilihan boleh mengerjakan atau meninggalkannya d. mengancam e. berisi nasehat untuk mengarahkan 20. Tujuan uslub nahi dari li-tahqir adalah a. Untuk menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu yang sebenarnya tidak berharga
  • 34. 116 b. Menenangkan seseorang agar bersabar dan menghibur orang yang bersedih c. mencela d. untuk menjatuhkan mental mitra tutur dengan adanya kejadian yang menyulitkan e. mengarahkan seseorang agar terhindar dari masalah I. TUGAS AKHIR A. TUGAS Analisislah syair al-i’tiraf di bawah ini dari aspek maknanya, kaitkanlah dengan konteks ditulisnya syair dan kajian balaghah (ilmu sastra Arab). Terutama fungsi verba interaktif yang ada dalam syair tersebut! B. KONTEKS SYAIR AL-I’TIRAF Syair al-I’tiraf dikarang oleh seorang penyair pada masa pemerintahan Abbasiyah bernama Abu Nawas (Abu Nuwaas). Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Abu Nawas merupakan seorang pujangga Arab dan dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam kisah Seribu Satu Malam. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan. Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul
  • 35. 117 dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Diceritakan oleh Ibnu Khalikan dalam Wafyatul-A’yan (2:102) dari Muhammad bin Nafi berkata, “Abu Nuwas adalah temanku, namun terjadi sesuatu yang menyebabkan antara aku dengan dia tidak saling berhubungan sampai aku mendengar berita kematiannya. Pada suatu malam aku bermimpi bertemu dengannya, kukatakan, ‘Wahai Abu Nuwas, apa balasan Allah terhadapmu?’ Dia menjawab, ‘Allah mengampuni dosaku karena beberapa bait syair yang kutulis saat aku sakit sebelum wafat, syair itu berada di bawah bantalku.’ Maka saya pun mendatangi keluarganya dan menanyakan bantal tidurnya dan akhirnya kutemukan secarik kertas yang bertuliskan: … (lalu beliau menyebutkan bait syair berikut ini).” C. SYAIR AL-I’TIRAF ُ‫ر‬ْ‫ع‬ِ‫ش‬‫ا‬ِ ْ‫ل‬ِ‫اف‬‫ر‬ِ‫ت‬ْ‫ع‬ َ‫اس‬ َ‫و‬ُ‫ن‬َ‫و‬ُ‫ب‬َ‫أ‬َ َ‫ا‬ََٰ‫ل‬َ‫ه‬َْ‫ي‬َْ‫ي‬‫ح‬َ‫ج‬‫َال‬‫ار‬َّ‫ن‬‫َال‬َ ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ى‬ َ‫و‬ْ‫ق‬َ‫َأ‬َ‫ل‬ َ‫َ#َو‬‫َل‬ْ‫ه‬َ‫َأ‬‫س‬ ْ‫و‬َ‫د‬ ْ‫ر‬‫ف‬ْ‫ل‬‫َل‬ُ‫ت‬ْ‫س‬َ‫ل‬ َْ‫غ‬‫ا‬ َ‫َو‬‫ة‬َ‫ب‬ ْ‫َو‬‫و‬َ‫َلي‬ ْ َ‫ه‬َ‫ف‬َ‫َاف‬‫غ‬ََ‫ك‬َّ‫ن‬‫إ‬َ‫ف‬َ#َ‫بي‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬ُ‫ذ‬َ ْ‫ر‬‫ف‬َْ‫ي‬‫ر‬َ‫ع‬‫َال‬ ْ‫ن‬َّ‫ذ‬‫َال‬ُ‫ر‬ ‫ا‬َ‫ي‬َ‫ة‬َ‫ب‬ ْ‫َو‬‫و‬َ‫َلي‬ ْ َ‫ه‬َ‫ف‬َ#َ‫ال‬َ‫م‬‫َالر‬‫اد‬َ‫د‬ْ‫ع‬َ‫َُأ‬‫ل‬ْ‫ث‬‫َم‬‫بي‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬ُ‫ذ‬ََ‫ا‬‫ذ‬َ‫ل‬َ‫َل‬َ‫ج‬‫ال‬ َ‫ل‬ُ‫ك‬َ‫َفي‬ ‫َاق‬‫ن‬َ‫ي‬‫ر‬ْ‫م‬ُ‫ع‬ َ‫و‬ََ‫َز‬‫بي‬ْ‫ن‬َ‫ذ‬ َ‫َ#َو‬‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬َ‫ا‬َ‫ال‬َ‫م‬‫م‬ْ‫َاح‬ َ ْ‫ي‬َ‫ك‬َ‫د‬‫ئ‬ َ‫ا‬ََٰ‫ل‬َ‫ه‬َْ‫ي‬ََ‫اك‬َ‫ع‬َ‫د‬َْ‫د‬َ‫ق‬ َ‫َو‬‫ب‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬ُّ‫ذ‬‫ال‬‫اَب‬ ‫ى‬‫ر‬‫ق‬ُ‫م‬َ#ََ‫َاك‬‫و‬َ‫يَأ‬‫اص‬َ‫ع‬‫َال‬َ‫ُك‬‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬ ‫ا‬َ‫ذ‬‫َل‬َ‫ت‬ْ‫ن‬َ‫ت‬َ‫ف‬َ ْ‫ر‬‫ف‬ْ‫غ‬َ‫و‬َْ‫ن‬‫إ‬َ‫ف‬ََ‫ك‬ََُ‫ل‬ْ‫ه‬َ‫أ‬ََََ‫اك‬ َ‫و‬‫وَس‬ُ‫ج‬ ْ‫َر‬‫ن‬َ ْ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬َْ‫د‬ُ‫ر‬ْ‫َط‬‫و‬َ ْ‫ن‬‫إ‬َ‫ف‬َ#
  • 36. 118 J. KUNCI JAWABAN 1. TES FORMATIF 1 NO JAWABAN KETERANGAN 1. A Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa 2. A Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah) 3. A fi’il ruba’i 4. A Lam amr 5. A Lam ta’lil 6. A Lam taukid 7. A Al-Nahyu 8. A La nafi bersambung dengan fi’il mudhari’ 9. A Masdar yang mengganti fi’il amar. 10. A Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah 2. TES FORMATIF 2 NO JAWABAN KETERANGAN 1. A mabni ‘ala dhammah 2. A Fi’il mu’tal akhir 3. A kondisi ini terjadi apabila fi’il amr disambungkan dengan nun taukid khafifah maupun tsaqilah 4. A huruf ya’ dibuang dan huruf terakhir diberi harakat kasrah 5. A huruf alif tatsniyyah tetap ada (tidak dibuang) dan nun nya diberi harakat kasrah 6. A Fi’il amr 7. A Karena fi’il nahy hanya ditujukan kepada mitra tutur rang kedua(mukhatab) 8. A menghindari bertemunya dua harakat sukun 9. A Mukhatabun 10. A ََّ‫ن‬ُ‫ب‬ُ‫م‬ْ‫ك‬ُ‫ا‬َ
  • 37. 119 3. TES FORMATIF 3 NO JAWABAN KETERANGAN 1. A Penurunan Verba Berdasar Pada Pelaku Dan Kala Terjadinya Komunikasi. 2. A Tashrif 3. A َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬ َ‫ر‬‫يَالد‬‫َف‬ْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬َ‫ي‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬َ‫ي‬ 4. A ََ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ق‬ََ‫ة‬َّ‫ل‬َ‫ض‬‫م‬ْ‫َال‬ُ‫ة‬َ‫ب‬َ‫ل‬َّ‫َالط‬‫د‬‫ع‬َ‫م‬ْ‫س‬َ‫ي‬‫ل‬َ‫ر‬َ‫ط‬َ‫م‬‫ل‬ْ‫ا‬َ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫ز‬ُ‫ن‬ 5. A Kaf Al-Khithob 6. A Menghilangkan Ambiguistas ‘Amilnya 7. A Mufrad Manshub 8. A Antum (Kamu Sekalian) 9. A syibhu kamalul ittishal 10. A ‫نت‬َ‫أ‬ 4. TES FORMATIF 4 NO JAWABAN KETERANGAN 1. A Al-ijab wa al-ilzam 2. A Al-Du’a 3. A Al-ta’jiz 4. A Al-irsyad 5. A Al-tahdid 6. A Al-nahyu li ad-du’a 7. A Al-dawam 8. A Al-tay’iis 9. A Al-taubikh 10. A Bayaanu al-‘aqibah 5. TES SUMATIF
  • 38. 120 NO JAWABAN KETERANGAN 1. A Fi’il Mudhari’ bersambung dengan kata laa. 2. A Menjazemkan fi’il mudhori’ setelahnya 3. A Menjazemkan fi’il mudhori’ 4. A Fi’il Amr ditujukan kepada orang kedua (mukhatab) sedangkan lam amr ditujukan kepada orang ketiga (ghaib) 5. A Lam Amr berharakat kasroh jika diawal kalimat, jika sebelumnya didahului oleh huruf berharakat akan berubah menjadi sukun 6. A Selamanya dibaca nashab karena aslinya adalah haal 7. A Laa Nahii yang bersambung dengan fi’il mudhari’ hanya tertuju pada orang kedua (tidak bisa digunakan untuk orang ketiga) 8. A Isim (kata benda) yang bermakna fi’il amar (kata perintah) 9. A ‫َاْلقدامَبنفسك‬ ‫مشياَعل‬ 10. A ‫لَوقرأَالكمابَياَمحمد‬ 11. A Isim Fi’il Murtajal, Isim Fi’il Manquul, dan Isim Fi’il Ma’duul 12. A Menghilangkan ambiguistas ‘amilnya 13. A Tashrif 14. A Fi’il Mudhori’ 15. A ََ‫ي‬َ َ‫ل‬ َ‫َْو‬‫د‬َ‫ه‬ْ‫ج‬ََ‫ي‬َ‫ة‬َ‫س‬‫ا‬ َ‫ر‬‫يَالد‬‫َف‬ْ‫ل‬َ‫س‬ْ‫ك‬ 16. A ََ‫ل‬َََ‫و‬َْ‫ن‬ََ‫ه‬َََ‫ع‬َْ‫ن‬ََُ‫خ‬َُ‫ل‬َ‫ق‬َََ‫و‬ََ‫و‬َْ‫ت‬َ‫و‬ََ‫ي‬ََ‫ب‬َ‫م‬َْ‫ث‬َ‫ل‬َ‫ه‬َََ‫ع‬َ...َ‫ار‬َََ‫ع‬ََ‫ل‬َْ‫ي‬ََ‫ك‬ََ‫إ‬ََ‫ذ‬ََ‫ف‬َ‫ا‬ََ‫ع‬َْ‫ل‬ََ‫ت‬َََ‫ع‬َ‫ر‬َْ‫ي‬َ 17. A َََ‫ين‬‫ن‬‫ام‬َ‫ء‬َ ََٰ‫ل‬َ‫س‬‫َاَب‬‫ه‬‫و‬ُ‫ل‬ُ‫خ‬ۡ‫ٱد‬ 18. A Uslub Nahi bertujuan al-karahah (kebencian) 19. A untuk memerintah secara terus-menerus (continue), berlangsung selamanya 20. A Untuk menyadarkan seseorang akan kualitas sesuatu yang sebenarnya tidak berharga