SlideShare a Scribd company logo
1
A. PENDAHULUAN
Sebelum mulai pembahasan, mari kita bahas pengertian mengenai al-adab
al-arabi agar maksud dari judul pada modul ini bisa difahami. Secara leksikal al-
adab al-Arabi bisa diterjemahkan dengan Sastra Arab. Dalam khazanah keilmuan
Sastra Arab, al-adab secara umum dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu al-adab
al-insya’i dan al-adab al-washfi. Al-adab al-insya’i, terkait dengan karya gubahan
para sastrawan. Sedangkan al-adab al-washfi adalah studi sastra yang fokusnya
mendeskripsikan karya sastra. Dengan kata lain, al-adab al-insya’i adalah obyek
dari al-adab al-washfi. Dalam literatur modern, hasil dari proses al-adab al-
insya’i mengejawantah dalam an-nushush al-adabiah sedangkan aktifitas studi
sastra (al-adab al-washfi) banyak terkait dengan kajian dalam ilmu balaghah.
Dalam modul ini, kita akan membahas sastra Arab pada dua tataran al-
adab al-insya’i dan al-adab al-washfi. Kajian al-adab al-insya’i dalam bentuk an-
nushush al-adabiah tampak pada contoh-contoh yang ditampilkan dalam setiap
pembahasan. Sedangkan al-adab al-washfi terdapat pada kajian teoritis yang
menjadi fokus pembahasan. Karena begitu luasnya kajian sastra Arab, modul ini
hanya akan fokus pada satu tema besar ilmu ma’ani yaitu al-amru dan an-nahyu
yang dalam bahasa indonesia bisa diekuivalensikan—meskipun tidak sama
persis—dengan gaya bahasa imperatif. Ilmu ma’ani, adalah salah satu cabang dari
tiga ilmu balagah (ilmu ma’ani, ilmu bayan, dan ilmu badi’).
2
PETA KONSEP
Untuk memudahkan konsep nalar berfikir, modul ini akan mengacu pada
konsep anatomi ilmu balagah. Pijakan teoritisnya mengacu kepada skema
keilmuan sastra Arab (baca: ilmu ma’ani), istilah-istilah linguistik umum (baca:
Linguistik Barat) hanya menjadi penjelas jika konsep lingusitik yang dibahas
berekuivalensi dengan konsep linguistik Arab. Setiap bahasa memiliki
karakteristik yang tidak sama dengan bahasa lain. Ilmu bahasa yang paling tepat
untuk menganalisis bahasa tertentu adalah ilmu bahasa yang lahir dari bahasa itu
sendiri. Balagah adalah ilmu bahasa dan sastra Arab yang lahir dari tradisi
linguistik Arab. Penyusunan modul berdasarkan anatomi ilmu balagah ini
diharapkan memudahkan peserta PPG dalam memahami materi yang disajikan.
Silahkan anda baca modul ini dengan seksama, jika ada hal yang perlu
Al-adab Al-Arabii
Sastra Arab
Al-adab Al-
insya’i
Al-adab Al-
washfi
Ilmu Ma’ani
Al-amru
Fi’il Amr
Fi’il Mudhari' Majzum
Bi Lam Amr
Isim Fi’il Amr
Masdar Yang
Mengganti Fi’il Amar
An-nahyu
Ilmu Bayan Ilmu Badi’
3
didiskusikan silahkan membahasnya dalam forum diskusi yang telah tersedia.
Selamat membaca, semoga kita semua menjadi guru profesional karena Allah
subhanahu wa ta’ala menyukai seseorang yang profesional dalam menjalankan
sesuatu.
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Membedakan ungkapan terkait perintah (al-amr) dan melarang (al-
nahyu) melakukan suatu tindakan/kegiatan, dengan memperhatikan unsur
kebahasaan dari teks lisan dan tulis, sesuai dengan konteks penggunaannya.
C. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah pembelajaran modul ini, peserta PPG diharapkan dapat:
1. Memahami konsep al-amru wa al- nahyu
2. menyebutkan contoh-contoh al-amru wa al- nahyu
3. membuat pola-pola ungkapan yang semisal dengan contoh al-amru wa al-
nahyu
4. menerapkan pola-pola al-amru wa al- nahyu yang telah disusun dalam
praktek menulis dan berbicara bahasa Arab
5. mengajarkan al-amru wa al- nahyu dengan baik sesuai dengan teori aplikasi
pedagogik
D. URAIAN MATERI
Ilmu Bahasa dan Ilmu sastra hakikatnya adalah pengetahuan tentang tata
cara penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Seseorang dikatakan sukses
berkomunikasi jika gagasan yang disampaikan bisa difahami oleh lawan
bicaranya. Bahasa memiliki dua aspek penting yang menjadi pijakan dalam
berkomunikasi, yaitu simbol bahasa dan makna. Simbol bahasa bisa berupa ujaran
maupun tulisan. Agar bisa memaknai simbol bahasa dengan benar, diperlukan
ilmu bahasa dan ilmu sastra.
Pada modul ini, kita akan membahas salah satu ragam pembahasan Sastra
Arab yaitu al-amru dan al-nahyu. Dari perspektif bentuk kalimatnya al-amru dan
al-nahyu merupakan bagian dari ilmu nahwu (sintaksis bahasa Arab), namun jika
4
dilihat dari bagaimana uslub al-amru dan al-nahyu digunakan ini merupakan
kajian ilmu balagah, lebih spesifiknya merupakan bagian dari pembahasan ilmu
ma’ani. Secara bertahap, modul ini akan membahas al-amru dan al-nahyu dari
bagaimana membentuk kalimatnya, bagaimana penggunaannya dalam berbagai
konteks, dan menganalisis makna kalimat berdasarkan konteks yang
melingkupinya. Secara garis besar sub kajian pertama pada modul sastra ini akan
dibagi menjadi dua pembahasan besar, yaitu; (1) al-Amru (kalimat perintah dalam
bahasa Arab dan (2) al-Nahyu (kalimat larangan dalam bahasa Arab).
Dalam linguistik modern al-amru dan al nahyu masuk dalam kategori
imperatif sentence. Secara harfiyyah imperatif sentence bermakna kalimat
perintah. Kalimat perintah atau imperatif menurut Kridalaksana (2008: 9) adalah
bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau
larangan melaksanaan perbuatan. Jika dilihat dari definisi ini maka antara amr dan
nahy dalam bahasa Indonesia tidak dibedakan, keduanya sama-sama disebut
perintah. Perbedaannya hanya pada lanjutan istilah perintah, amr definisinya
perintah untuk melaksanakan aktifitas dan nahy adalah perintah untuk menjahui
sebuah aktifitas.
1. Al-Amru (Kata Perintah dalam Bahasa Arab)
Kata al-amru merupakan bentuk mashdar dari derivasi kata amara,
ya’muru, amran. Secara bahasa bisa berarti menyuruh atau memerintahkan.
Sedangkan secara istilah, dalam bahasa arab pengertian al-amru adalah:
َ‫ط‬َ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫ال‬َ‫ف‬َ‫ع‬َ‫ل‬ََ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ى‬َ‫و‬َ‫ه‬‫ج‬ََ‫ال‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ء‬ََ(‫عباس‬َ،2000َ:153َ)َ
Kalimat perintah adalah kalimat yang meminta dikerjakannya sebuah perintah
dengan superioritas orang yang meminta (dari pihak yang lebih tinggi kepada
pihak yang lebih rendah).
Dengan kalimat perintah seorang penutur meminta lawan tutur
melakuakan sesuatu sesuai dengan isi perintah yang disampaikan. Dengan kata
lain al-amru adalah meminta direalisasikannya sesuatu, baik permintaan itu
berupa perbuatan fisik maupun psikis. Misalnya, ketika seseorang menyuruh
duduk temannya dengan kata “ijlis”, permintaannya ini berupa aktifitas fisik,
sedangkan ketika meyuruh temannya berfikir dengan kata “tafakkar” ini adalah
5
permintaan psikis. Secara praktis, praktek penggunaan gaya bahasa al-amru
pastinya sudah sering dipraktikkan oleh siapapun, namun setiap bahasa memiliki
aturan yag berbeda dalam membuat kalimat perintah (al-amru).
Dalam bahasa Arab ada empat cara dalam membentuk kalimat perintah,
yaitu:
a. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah).
Fi’il amr adalah salah satu bagian dari tiga macam kata kerja (fi’il) dalam
bahasa Arab, setelah fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau) dan fi’il mudhari’
(kata kerja untuk waku sekarang dan yang akan datang). Fi’il Amr adalah kata
kerja yang menunjukkan perintah. Ketika proses komunikasi menggunakan
fi’il amr ini diucapkan, permintaan aktifitas yang diminta oleh penutur
(mutakaliim) belum dilakukan oleh mitra tutur (mukhatab).
Kata kerja perintah adalah karakter asli yang dimiliki oleh bahasa Arab dan
tidak semua bahasa memiliki model perubahan kata ini seperti ini. Meskipun
hanya satu kata, ketika fi’il amr diucapkan sudah menyaran pada kalimat
perintah. Misalnya seorang ayah yang berkata kepada anaknya dengan satu
kata: Ta’allam, dalam bahasa Arab satu kata ini diungkapkan dengan intonasi
seperti apapun tetap bermakna perintah yang jika diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia berarti, “belajarlah kamu”. Jika dibandingkan dengan bahasa
Indonesia, pembentukan kalimat perintah dalam bahasa Indonesia bisa
dengan menggunakan imbuhan lah dan kan, bisa juga dengan membalik
susunannya dengan bentuk predikat di awal dan subyeknya diakhirkan. Selain
itu, dalam bahasa Indonesia kalimat perintah juga bisa dibentuk dengan
menggunakan tanda seru yang merupakan petanda adanya perubahan intonasi
dalam bahasa lisan.
Pembentukan kalimat perintah dengan fi’il amr merupakan bentuk dasar dan
paling banyak digunakan dalam bahasa Arab. Secara tekstual, setiap kalimat
yang ada fi’il amr-nya pasti merupakan kalimat perintah, meskipun secara
kontekstual kalimat perintah tidak selalu fungsinya memerintah. Ada
beberapa kalimat perintah yang keluar dari makna dasarnya dan digunakan
6
untuk tujuan-tertentu misalnya mengancam, menasehati, atau bahkan
menyadarkan seseorang akan kelemahannnya.
Cara membentuk fi’il amr adalah dengan mengubah fi’il mudhari’
dengan membuang huruf mudhara’ah berupa alif, nun, ya’, ta’ (anaitu) yang
berada di awal fi’il mudhari’ dan men-jazm-kan huruf akhirnya (al-Ghalayaini
I: 157). Untuk lebih jelasnya lihatlah contoh di bawah ini.
)ٌ‫م‬ ْ‫و‬ُ‫ز‬ْ‫ج‬َ‫م‬( ٍ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ ُ‫ل‬ْ‫ع‬ِ‫ف‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫م‬‫ال‬ ُ‫ف‬ُ‫ر‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ُ‫ف‬َ‫ذ‬ْ‫ح‬ُ‫ت‬ ُ‫ل‬‫للللللللللللللللللللللل‬‫ل‬ْ‫ع‬ِ‫ف‬
ِ‫ع‬ ِ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫م‬‫ال‬
‫النمر‬
‫ة‬
َ‫ر‬‫ص‬‫ن‬‫ا‬ ََ)‫ززززر‬‫ز‬‫ص‬‫َن‬ ‫ززززل‬‫ز‬ْ‫ززززوصَالن‬‫ز‬‫(هم‬
َ‫ر‬‫ص‬‫ن‬‫ا‬
َ‫ر‬‫ص‬‫ن‬‫ي‬ 1َ
َ‫م‬‫ر‬‫ك‬‫أ‬ ََ‫م‬‫ر‬‫ك‬‫)َأ‬‫م‬‫ر‬‫َك‬ َ‫(هموصَالقطع‬ َ‫م‬‫ر‬‫ك‬‫ي‬ 2َ
َ‫م‬‫ج‬‫ر‬‫ت‬ ََ‫م‬‫ج‬‫ر‬‫ت‬ َ‫م‬‫ج‬‫ر‬‫ت‬‫ي‬ 3َ
َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫م‬ َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫م‬ َ‫ي‬َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫م‬ 4َ
َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ا‬َ َ)‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ززززت‬‫َس‬ ‫(همززززوصَالنْززززل‬
َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ا‬َ
َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ي‬َ 5َ
Pada contoh di atas, perhatikan kolom kedua setelah dibuang huruf
mudhara’ahnya. Ada yang ditambah hamzah diwalnya, ada juga yang tidak
ditambah. Kata yang ditambah hamzah adalah kata yang setelah dibuang huruf
mudhara’ahnya harakatnya sukun. Karena huruf yang berharakat sukun di awal
kata tidak bisa dibaca, maka ditambahkanlah huruf hamzah supaya bisa dibaca.
Kata “…nshur” misalnya, dia tidak bisa dibaca karena diawali dengan huruf nun
berharakat sukun, untuk bisa dibaca maka ditambahkan huruf hamzah di depannya
dengan harakat yang menyesuaikan harakat dari huruf ketiganya berdasarkan
wazan fi’ilnya, jadilah unshur.
Semua hamzah di awal fi’il amr adalah hamzatu washl kecuali hamzah
amr dari fi’il ruba’i (bentuk fi’il madhinya terdiri dari empat huruf). Hamzah amr
dari fi’il ruba’i hamzahnya hamzatu qath’i seperti kata “akrama”َ di atas yang
fi’il amr-nya “akrim”. Hamzah washl adalah hamzah yang ketika berada di awal
kalimat dibaca namun ketika berada di tengah kalimat harakatnya dilesapkan.
Contohnya adalah fi’il amr unshur di atas, ketika di awal kalimat hamzahnya
dibaca unshur, namum ketika di tengah kalimat hamzahnya dilesapkan seperti
7
kata wanshur yang asalnya wa dan unshur. Akan tetapi, jika hamzahnya adalah
hamzah qath’i, maka dimanapun tempatnya akan tetap dibaca, contohnya kata
akrim, jika didahului oleh wawu misalnya, tetap di baca wa akrim.
Hamzah washal terletak di fi’il begitu juda di isim. Contoh praktik
bacaannya sebagai berikut:
(1)َ‫ب‬‫ت‬‫ك‬‫ا‬َ----ََ ‫(و‬َ‫ب‬‫ت‬‫ك‬‫ا‬َ‫)َ=َو‬َ‫ب‬‫ت‬‫اك‬
(2)َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ا‬----ََ‫ه‬‫ب‬‫ن‬‫ن‬‫ذ‬‫َل‬‫م‬‫ل‬‫س‬‫َالم‬‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫اس‬‫)َ=َو‬‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫َا‬ ‫(و‬
(3)ٌَ‫م‬‫س‬‫ا‬-----ََ َ‫ا‬‫(م‬‫؟‬‫ك‬‫م‬‫ااس‬‫)=َم‬‫ك‬‫م‬‫س‬‫ا‬َ
َ
Contoh pertama adalahَ hamzah washl pada fi’il amr, contoh kedua adalah
hamzah washl pada fi’il madhi, dan contoh ketika adalah hamzah washl pada isim.
Ketika di awal kalimat (menjadi kata pertama), huruf hamzah dibaca dengan
harakat sesuai harakat yang dimilikinya. Sedangkan ketika didahului oleh kata
lain, maka harakat huruf hamzah washl dilesapkan, kata uktub ketika didahului
oleh wa, maka dibaca waktub bukan wa uktub. Begitu juga dengan contoh contoh
yang ada di bawahnya.
Untuk mendalami bentukan kalimat perintah dengan fi’il amr,
perhatikanlah beberapa contoh sebagai ilustrasi penggunaan fi’il amr dalam
kalimat. Pertama marilah kita amati ayat al-qur’an yang turun pertama kali,
diwahyukan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau
bertahannuts di gua hira’. Ketika itu Malaikat Jibril menyampaikan wahyu
pertama yang berbentuk kalimat perintah:
ْ‫أ‬َ‫ر‬ْ‫ق‬‫ا‬ََ‫م‬‫اس‬‫ب‬ََ‫ك‬‫ب‬‫ر‬َ‫ي‬‫ذ‬‫ال‬ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬،ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬ََ‫ان‬‫س‬‫ن‬‫اْل‬ََ‫ن‬‫م‬ََ‫ق‬‫ل‬‫ع‬َ(‫العلق‬َ1-2)َ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan,
menciptakan manusia dari segumpal darah (‘alaq) (QS. al-‘Alaq (96):
ayat 1-2)
Kata iqra’ dalam ayat di atas merupakan kalimat perintah yang berasal dari
bentukan fi’il madhi qara’a (telah membaca), yaqra’u (sedang membaca),
dan iqra’ (bacalah). Ketika Rasulullah sedang bertahannuts di gua Hira’,
malaikat Jibril datang membaca wahyu yang pertama dan memerintahkan
Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk membaca dengan
8
kalimat iqra’, bacalah..!, lafadz itu diulang-ulang sempai beberapa kali.
Kemudian Nabi Muhammad menjawab, “saya tidak bisa membaca”. Perintah
itu diulang-ulang sampai Rasulullah mengikuti Jibril membaca wahyu yang
pertama diturunkan. Cerita turunnya ayat yang pertama ini sekaligus menjadi
penjelas bagi kita bahwa wahyu yang pertama turun adalah perintah, perintah
yang menggunakan fi’il amr iqra’, bacalah!.
Setelah mengetahui konteks yang melingkupi turunnya ayat ini, kita bisa
melihat bahwa tujuan dari amr ini adalah al-ijab wa al-ilzam. Malaikat Jibril
diperintah Allah subhanahu wa ta’ala untuk menyampaikan wahyu kepada
Nabi Muhammad shalalallahu ‘alaihi wa sallam dengan perintah iqra’,
bacalah. Al-ijab wa al-ilzam artinya memerintah dengan tujuan mengharuskan
seseorang yang diperintah untuk melakukan isi perintah yang disampaikan.
Di dalam al-qur’an terdapat banyak sekali ayat yang menggunakan fi’il amr.
Selain itu ada beberapa syair yang di dalamnya terdapat fi’il amr sebagaimana
syair berikut ini:
‫قال‬َ‫اْلمامَالشافعي‬:َ
ََ‫س‬َ‫اف‬َ‫ر‬ََ‫ت‬َ‫ج‬َ‫د‬ََ‫ع‬َ‫ن‬َ‫نَت‬‫َعم‬ً‫ا‬‫ض‬َ‫ف‬َ‫ار‬َ‫ق‬َ‫ه‬#َ‫ص‬‫ان‬‫و‬َ‫ب‬‫ص‬‫يَالن‬‫َف‬‫ش‬‫ي‬‫ع‬‫َال‬‫يذ‬‫ذ‬‫َل‬‫إن‬‫َف‬‫ب‬
Pergilah (berkelanalah mencari ilmu) maka engkau akan mendapati
ganti dari apa yang engkau tinggalkan
Dan sibukkanlah dirimu, sesungguhnya nikmatnya hidup di kala kita
memiliki kesibukan
Syair Imam Syafi’i di atas berisi perintah kepada manusia untuk pergi
berkelana mencari ilmu. Tidak usah risau akan apa-apa yang kita tinggalkan,
karena di tempat yang baru akan didapati apa-apa yang telah ditinggalkan.
Perintah kedua adalah perintah untuk menyibukkan diri dengan segala sesuatu
yang bermanfaat, karena nikmatnya hidup ada ketika kita memiliki
kesibukan. Ada dua fi’il amr dalam syair di atas, yaitu kata saafir dan kata
inshab.
Ada struktur yang menarik dari kalimat di atas, karena di setiap selesai
memerintah ada alasan yang disampaikan oleh Imam Syafi’i. Seolah-olah jika
digambarkan dalam komunikasi antara penutur dan mitra tutur, struktur
kalimat di atas bisa dijabarkan sebagai berikut, “Pergilah berkelana..!”.
9
Kalimat perintah ini menyisakan pertanyaan bagi orang yang diperintah,
“kenapa aku harus pergi berkelana?”, “Bagaimana dengan mereka yang aku
tinggalkan?”, “Bagaimana nanti di perantauan?”. Kemudian yang memerintah
seolah sudah tau dengan apa yang difikirkan oleh orang yang disuruh dan
melanjutkan kalimat dengan jawaban dari pertanyaan tersebut, “Engkau akan
mendapat ganti dari semua yang engkau tinggalkan”. Dalam ilmu balaghah
kondisi tidak memberi wawu washl diantara kata “safir” dan “tajid…”
disebut dengan fashl, yaitu tidak menghubungkan dua kalimat dengan huruf
wawu. Model hubungan penyampaian gagasan ini secara makna disebut
dengan syibhu kamalil ittishal, yaitu jika ada dua kalimat yang digabung dan
diantara keduanya tidak diberi wawu washl, secara makna kalimat kedua
merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul setelah memahami kalimat
pertama. Model bersandingnya dua kalimat tanpa ditengahi oleh wawu, juga
tampak dalam syair berikut ini:
َ‫أ‬َ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ب‬ََ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ك‬ََ‫ه‬َ‫ن‬ًَ‫ن‬َ‫اَم‬َ‫اَع‬َ‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬َ‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬ََ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬َ‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬ًَ‫م‬َ‫اَم‬،‫ا‬
ََ‫و‬َ‫اب‬َ‫غ‬َ‫ض‬ََ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬َ‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ه‬َ‫ن‬ًَ‫ن‬َ‫اَم‬َ‫اَع‬َ‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬َ‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬ََ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬ًَ‫م‬َ‫اَم‬‫ا‬َ
Cintailah kekasihmu sedang-sedang saja, siapa tahu pada suatu saat
nanti akan berubah menjadi orang yang engkau benci; dan bencilah
orang yang kau benci itu sedang-sedang saja, siapa tahu pada suatu saat
nanti akan berubah menjadi kekasihmu.
Dalam contoh di atas terdapat dua kalimat yang bersanding tanpa huruf
wawu. Pada bait pertama, kalimat pertama adalah kalimat ََ‫زك‬‫َب‬‫َي‬‫َب‬‫ََح‬‫زب‬‫َب‬‫َح‬‫أ‬
َ‫ه‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫ن‬‫ز‬‫اَم‬‫ا‬ sedangkan kalimat kedua adalah َ‫ع‬‫ز‬‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬‫ز‬‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬ََ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬‫ز‬‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫م‬َ‫ا‬
،‫زا‬‫ز‬‫.م‬ Sedangkan pada bait kedua kalimat pertama adalah ََ‫زض‬‫ز‬‫َغ‬‫َاب‬‫و‬
َ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬‫ز‬‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ه‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫ن‬‫ز‬‫ز‬‫اَم‬َ‫ا‬ , sedangkan kalimat kedua adalah َ‫ع‬‫ز‬‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬‫ز‬‫ز‬‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬َ
َ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ي‬‫ز‬‫ب‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫م‬‫ز‬‫اَم‬‫ا‬ . Secara analisis makna, kalimat pertama pada dua bait
syair diatas jika dipahami dengan seksama akan menimbulkan
pertanyaan. Dan pertanyaan itu dijawab oleh kalimat yang kedua.
Perhatikanlah contoh syair Abu Nawas di bawah ini, dan amatilah kata apa
saja yang merupakan kata kerja perintah (fi’il amr).
10
‫ل‬‫إ‬َ‫ه‬َ‫م‬‫ي‬‫ح‬‫َالج‬‫ار‬‫َالن‬‫لى‬‫ىَع‬‫ن‬‫ق‬‫َأ‬‫ل‬‫َ#َو‬ً‫ل‬‫ه‬‫َأ‬‫س‬‫و‬‫د‬‫ر‬‫ف‬‫ل‬‫َل‬‫ت‬‫س‬‫يَل‬َ
ْ‫ب‬َ‫ه‬َ‫ف‬ًََ‫ة‬‫ب‬‫ن‬‫َت‬‫لي‬ْ‫ر‬ِ‫ف‬ْ‫غ‬‫ا‬ َ‫و‬ََ‫اف‬‫َغ‬‫ك‬‫ن‬‫إ‬‫َ#َف‬‫بي‬‫ن‬‫ن‬‫ذ‬َ‫م‬‫ي‬‫ظ‬‫َالع‬‫ب‬‫ن‬‫َالذ‬‫ر‬
Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga (firdaus), tapi aku tidak kuat
masuk dalam neraka jahannam
Maka berilah aku kekuatan untuk bertaubat dan ampunilah dosaku,
sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar.
Pada bait syair di atas, terdapat kata hab pada frase fa hab dan ighfir pada
frasa waghfir. Kata hab merupakan fi’il amr dari fi’il madhi wahaba yahibu –
hibatan, artinya menganugerahkan atau melimpahkan. Ketika bentukan fi’il
madhi tersebut berubah menjadi fi’il amr maka secara otomatis maknanya
langsung berubah menjadi bentuk perintah, anugerahkan atau limpahkan.
Sedangkan kata ighfir merupakan fi’il amr dari fi’il ghafara-yaghfiru, artinya
adalah mengampuni, ketika bentuk madhi ini berubah menjadi fi’il amr maka
artinya berubah menjadi ampunilah.
Syair Abu Nawas di atas merupakan syair yang berisi pengakuan (al-
i’tiraf) atas banyaknya dosa yang dimiliki Abu Nawas. Secara kajian ilmu
ma’ani sya’ir di atas dimulai dengan kalam khabar (kalimat berita) pada bait
pertama. Paparan Abu Nawas akan kondisi dirinya yang berlumuran dosa
maka denngan penuh kesadaran dia tahu bahwa dia bukanlah ahli surga.
Selain dia sadar bahwa dia banyak dosa, Abu Nawas juga sadar betul bahwa
dirinya tidak sanggup untuk hidup di neraka. Dilihat dari aspek tujuan kalimat
berita, kalimat ini dimaksudkan untuk meminta belas kasihan (istirham).
Setelah mengakui dan mengabarkan kekurangan dan kelemahannya, Abu
Nawas kemudia memohon untuk diberi anugerah berupa kekuatan menuju
pertaubatan dan setelah itu dosa-dosanya diampuni.
Kata perintah jika khithab atau mitra tuturnya adalah Tuhan, maka artinya
bukan memerintah Tuhan. Namun dalam analisis ilmu balagah, tujuannya
adalah berdo’a, artinya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Meskipun bentuk kalimatnya adalah kalimat perintah, namun tidak bisa
diartikan mengharuskan (al-ijab dan al-ilzam) kepada mitra tutur.
b. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr
11
Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr artinya adalah fi’il mudhari’ yang
berharakat jazm karena didahului oleh lam amr (huruf lam yang berfungsi
membentuk perintah). Fi’il mudhari’ adalah kata kerja yang menunjukkan
peristiwa sekarang dan yang akan datang. Fi’il mudhari’ dapat dilihat dari
karakteristiknya, yaitu diawali oleh salah satu dari empat huruf yaitu hamzah,
nun, ya`, dan ta` (disingkat anaita). Keempat huruf di awal fi’il mudhari’
menunjuk kepada pelaku dari aktifitas yang ditunjuk oleh fi’il tersebut. Huruf
hamzah menunjuk pada penutur tunggal seperti ata’allamu (saya belajar).
Huruf nun menunjuk pada penutur jamak atau penutur tunggal dengan
menunjuk kebesaran dirinya, seperti nata’allam dan inna nahnu nazzalna ad
dzikra wa inna lahu lahafidzun. Huruf ya’ menunjuk pada orang ketiga laki-
laki (tunggal, mutsanna, dan jama’) dan untuk orang ketiga perempuan jama’.
Sedangkan huruf ta’ digunakan untuk semua mitra tutur laki-laki maupun
perempuan dan juga untuk orang ketiga perempuan mufrad dan jama’. Untuk
lebih jelasnya lihatlah table berikut ini:
No
Fi’il
mudhari’
Huruf
Mudhara’ah
Arti
1 َ‫أ‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬َ ‫أ‬ (saya) belajar
2 َ‫ن‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬ ‫ن‬ (kita) belajar
3 َ‫ي‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬ ‫ي‬ (dia laki-laki) belajar
4 َ‫ت‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬َ ‫ت‬ (kamu laki-laki/ dia perempuan)
belajar
Selain dengan melihat inisial empat huruf di awal setiap fi’il mudhari’,
tanda dari fi’il mudhari’ juga bisa dilihat dengan masuknya huruf berikut ini:
(1) Huruf ‫قد‬ََ qad yang berarti taqlil (sedikit, kadang-kadang).
(2) Huruf ‫س‬ sin yang berfungsi sebagai tanfis (akan dengan waktu yang
sebentar)
(3) Huruf ََ‫سزن‬ saufa yang berfungsi sebagai taswif (akan dengan waktu yang
lama)
(4) Hurufَ‫لم‬ َlam yang berfungsi jazm (belum)
12
(5) Huruf ‫ل‬َ َlam amar yang berfungsi perintah/amar (seyogyanya)
(6) Huruf ََ‫لن‬ lan yang berfungsi nashab, (tidak akan)
(7) Nun taukid tsaqilah dan khafifahََ ‫ن‬ (sungguh)
(8) Ya` mu`annatsah mukhathabah yang digunakan untuk mu`annats dengan
dhamir anti (“kamu” untuk perempuan)
(Al-Ghalayaini, 2007, juz I: 33).
Pembentukan kalimat perintah dengan menggunakan “lam amr”
adalah dengan cara menambahkan lam yang berharakat kasrah sebelum fi’il
mudhari’. Misalnya kata yadzhabu (pergi) ditambah dengan kata huruf li
menjadi liyadzhab (pergilah). Tidak semua huruf lam yang ditambahkan pada
kata berfungsi untuk membentuk perintah. Ada banyak ragam fungsi lam
selain pembentuk kalimat perintah seperti lam jar, lam ibtida’, lam jawab,
lam ta’lil, lam setelah qasam, lam taukid, dan lam juhud.
Lam amr sering agak sulit dibedakan dengan lam ta’lil, lam juhud,
dan lam taukid, karena ketiganya sama-sama bersambung dengan fi’il
mudhari’. Untuk membedakan lam amr dan ketiga lam ini marilah kita
perhatikan karakter masing-masing dan contohnya sebagaiaman dibedakan
oleh Ni’mah ( tt:156):
1) Lam amr berharakat kasrah jika berada di awal kalimat, namun jika tidak
berada di awal kalimat dan didahului oleh huruf seperti wawuَ atau fa’,
maka harakatnya sukun. Fi’il mudhari’ yang didahului oleh lam amr
harakat akhirnya jazm. Contoh:
َ‫ه‬‫ت‬‫ع‬‫َس‬‫ن‬‫َم‬‫ة‬‫ع‬‫وَس‬‫َذ‬‫ق‬‫ف‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬ََ‫(الطلق‬7)َ
َ‫ر‬‫ظ‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬‫ف‬ََ‫ان‬‫س‬‫ن‬‫اْل‬ََ‫م‬‫م‬ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬َ،ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬ََ‫ن‬‫م‬ََ‫اء‬‫م‬ََ‫ق‬‫اف‬‫د‬َ(َ:‫الطارق‬5-6)
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?
Dia diciptakan dari air yang terpancar, (QS. 86:5-6)
2) Lam ta’lil berharakat kasroh. Perbedaan lam ta’lil dan lam amr yang
paling jelas terlihat dari maknanya. Jika lam amr membentuk arti
perintah, lam ta’lil membentuk arti kay (supaya). Ketika lam ta’lil masuk
13
ke dalam fi’il mudhari’ maka harakat terakhirnya berubah nashab.
Contoh:
ََ‫ار‬‫ب‬‫ت‬‫خ‬‫يَال‬‫َف‬‫ح‬‫ج‬‫ن‬‫َِل‬‫د‬‫ه‬‫ت‬‫ج‬ً‫أ‬َ
3) Lam juhud berharakat kasroh. Perbedaan lam juhud, dan lam ta’lil adalah
lam juhud selalu diawali jumlah manfiah. Kedua lam ini hanya dibedakan
dari kalimat yang mendahuluinya. Contoh:
َ‫م‬َ‫اَك‬َ‫ان‬ََ‫ال‬َ‫ع‬َ‫اق‬َ‫ل‬ََ‫ل‬َ‫ي‬َ‫ص‬َ‫د‬َ‫ق‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ر‬َ‫اف‬َ‫ات‬َ
Pada contoh di atas frase “ma kaana” merupakan indikasi bagi huruf lam
disebut sebagai lam juhud. Ketika lam juhud masuk ke dalam fi’il
mudhari’ maka harakat terakhirnya berubah nashab.
4) Lam taukid berbeda dari ketiga lam diatas yang berharakat kasrah, lam
taukid berharakat fathah. Lam tukid tidak merubah harakat akhir lafadz
ketika masuk ke dalam fi’il mudhari’ (fi’il mudhari’ tetap marfu’).
Contoh:
َ‫ن‬‫إ‬‫و‬ََ‫ك‬‫ب‬‫ر‬ََ‫م‬‫ك‬‫ح‬‫ي‬‫ل‬ََ‫م‬‫ه‬‫ن‬‫ي‬‫ب‬ََ‫م‬‫ن‬‫ي‬ََ‫ة‬‫ام‬‫ي‬‫ق‬‫ال‬َ‫ا‬‫يم‬‫ف‬َ‫نا‬‫ان‬‫ك‬ََ‫يه‬‫ف‬ََ‫نن‬‫ف‬‫ل‬‫ت‬‫خ‬‫ي‬َ(َ:‫النحل‬124)
Setiap uslub dalam bahasa tertentu merupakan pilihan ungkapan
yang disertai dengan kesan makna. Ketika ada kalimat perintah yang berisi
permintaan masuk ruang acara, akan berbeda redaksinya jika yang diminta
masuk itu kepala sekolah atau seorang siswa. Misalnya, redaksi perintah
untuk seorang siswa lebih lugas, “Amir.. masuklah ke aula, acaranya sudah
dimulai”. Namun ketika yang diminta masuk adalah guru, bahasa yang
digunakan kemungkinan tidak akan sama, misalnya “Dimohon bapak untuk
masuk ke aula, acaranya sudah mulai” atau bahkan bisa saja kata perintahnya
dilesapakan hingga yang disampaikan hanya kalimat beritanya,misalnya
“Maaf Pak., acaranya sudah dimulai”. Begitu juga penggunaan fi’il amr dan
fi’il mudhari’ dalam membentuk kata perintah. Secara kesan bentukan makna
perintah dengan menggunakan fi’il amr dan lamul amr bisa dibedakan
sebagai berikut:
1. Kesan yang ditimbulkan dari penggunaan fi’il amr lebih tegas, sedangkan
penggunaan lam amr lebih santun. Kesan ini bisa dilihat dari contoh yang
14
ada dalam ilustrasi kalimat berbahasa Indonesia di atas. Dalam bahasa
arab, misalnya bisa kita lihat contoh berikut ini:
َ‫ا‬َ‫س‬‫ر‬‫د‬‫َالم‬‫ر‬‫ض‬‫َح‬‫د‬‫ق‬‫،َل‬‫ل‬‫ص‬‫اَالف‬‫ن‬‫ل‬‫خ‬‫د‬َ
ََ‫ليدخلَمشاركنَالمؤتمرَفيَالقاعةَبعدَالستراحة‬َ
2. Fi’il amr selalu menyaran kepada mitra tutur orang kedua (mukhatab),
sedangkan lam amr digunakan untuk orang ketiga dengan semua bentukan
mufrad, mutsanna, dan jama’ misalnya:
‫ا‬‫ي‬َ‫ا‬‫ُّه‬‫ي‬‫أ‬ََ‫ين‬‫ذ‬‫ال‬َ‫نا‬‫ن‬‫م‬‫آ‬َ‫ا‬‫ذ‬‫إ‬ََ‫م‬‫ت‬‫ن‬‫اي‬‫زد‬‫ت‬ََ‫ن‬‫ي‬‫زد‬‫ب‬َ‫زى‬‫ل‬‫إ‬ََ‫زل‬‫ج‬‫أ‬َ‫ى‬‫ى‬‫م‬‫ز‬‫س‬‫م‬ََ‫ن‬‫ب‬‫ت‬‫زاك‬‫ف‬ََ‫زب‬‫ت‬‫ك‬‫ي‬‫ل‬‫و‬ََ‫م‬‫ك‬‫زن‬‫ي‬‫ب‬َ
ٌَ‫ب‬‫ات‬‫ك‬ََ‫ل‬‫د‬‫ع‬‫ال‬‫ب‬َ:‫(البقرص‬282)َ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dalam ayat ini sudah ada dua contoh kalimat perintah dengan fi’il amr
pada lafadz faktubuuhu (maka tulislah / menulislah kamu) dan fi’il
mudhari majzum bi lam amr pada lafadz walyaktub (dan hendaklah
seorang penulis menulis/menulislah dia).
c. Isim Fi’il Amr
Isim fi’il amar adalah isim (kata benda) yang bermakna fi’il amr (kata
perintah). Namun secara karakter, isim fi’il amar tidak menerima tanda-
tanda fi’il (Al-Ghalayaini, 2007, juz I: 155). Contohnya seperti kata
hadzari pada syair berikut ini:
َ‫ه‬َ‫ي‬ََُّ‫د‬‫ال‬َ‫ن‬َ‫ي‬َ‫اَت‬َ‫ق‬َ‫ن‬َ‫ل‬ََ‫ب‬َ‫م‬َ‫ل‬َ‫ء‬ََ‫ف‬َ‫ي‬َ‫ه‬َ‫اََ*َََح‬َ‫ذ‬َ‫ار‬ََ‫ح‬َ‫ذ‬َ‫ار‬ََ‫م‬َ‫ن‬ََ‫ب‬َ‫ط‬َ‫ش‬َ‫يَو‬َ‫ف‬َ‫ت‬َ‫ك‬‫ي‬َ
Dialah dunia yang berkata kepada segala sesuatu yang tinggal di
dalamnya, berhati-hatilah.. berhati-hatilah dengan sergapan dan
seranganku..
Dilihat dari waktunya, isim fi’il dibagi menjadi tiga sebagaimana
pembagian fi’il, ada isim fi’il madhi, isim fi’il mudhari’, dan isim fi’il amr.
Sebagaimana namanya, isim fi’il madhi menunjuk pada kejadian yang
telah lampau seperti kata haihaata (ba’uda: jauh sekali). Isim fi’il
15
muddhari’ menunjuk pada kejadian di waktu sekarang, seperti kata aah
(atawajja’u: saya merasa sakit). Isim fi’il amr menunjuk pada sebuah
perintah yang aktifitasnya belum terjadi ketika perintah itu dilafalkan,
misalnya kata shah (uskut: diamlah).
Pada modul ini kita akan fokus membahas isim fi’il amr, sesuai dengan
sub judulya yaitu bagaimana cara membuat kalimat perintah dalam bahasa
Arab yang salah satu caranya adalah dengan isim fi’il amr. Beberapa kata
yang merupakan isim fi’il amr adalah:
No Isim fi’il Amar Makna Arti
1. ‫آمين‬ َ‫ا‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ج‬َ‫ب‬ Kabulkanlah
2. ََْ‫ه‬ٌَ‫ه‬َْ/ََ َ‫ا‬َ‫س‬َ‫ك‬َ‫ت‬ Diamlah
3. َ‫م‬َ‫ه‬َ َ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ك‬َ‫ف‬َ‫ف‬ Berhentilah
4. َ‫ب‬َ‫ل‬َ‫ه‬َ َ‫د‬َ‫ع‬َََ‫و‬َ‫ات‬َ‫ر‬َ‫ك‬َ Tinggalkanlah
5. َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ي‬َ‫ك‬َ َ‫ا‬َ‫ل‬َ‫و‬َ‫م‬َ Peliharalah
6. َ‫إ‬َ‫ل‬َ‫ي‬َ‫ك‬َ َ‫خ‬َ‫ذ‬َ Ambillah
7. َ‫ه‬‫ي‬‫َ/َإ‬‫ه‬‫ي‬‫إ‬َ َ‫د‬‫ز‬‫َو‬‫ث‬‫د‬‫ح‬َ Bicaralah lagi
8. َ‫ه‬َ‫ي‬‫ا‬َ َ‫أ‬َ‫س‬َ‫ر‬َ‫ع‬َ Cepatlah
9. َ‫ح‬َ‫ي‬َ َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ال‬ََ‫م‬َ‫س‬َ‫ر‬ًَ‫ع‬‫ا‬َ Kesinilah cepat
10. َ‫ح‬َ‫ذ‬َ‫ار‬َ َ‫ا‬َ‫ح‬َ‫ذ‬َ‫ر‬َ Hati-hatilah
Selain sepuluh kata di atas, masih ada beberapa kata isim fi’il amr yang
lain, baik itu murtajal, manqul, dan ma’dul (qiyasi).
d. Masdar yang mengganti fi’il amar
Mashdar adalah ujaran yang menyaran kepada sebuah kejadian yang tidak
dibarengi dengan keterangan waktu (al-Ghalayaini,2007: Juz 1, 123). Pada
dasarnya mashdar adalah kata benda yang tidak menyaran kepada
perintah. Mashdar bisa bermakna perintah ketika posisinya ditempatkan
pada posisi mengganti fi’il amr yang dilesapkan. Jika ditampakkan maka
sebenarnya sebelum isim mashdar yang dibaca rafa’ terdapat fi’il amr
yang disamarkan, contoh:
16
َ‫س‬َ‫ع‬ًَ‫ي‬َ‫اَف‬َ‫ىَس‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ي‬َ‫ر‬َ‫س‬‫ََ(ا‬َ‫ع‬َ‫س‬َ‫ع‬ًَ‫ي‬َ‫اَف‬َ‫ىَس‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ي‬َ‫ر‬)َ
Berusahalah dengan sungguh-sungguh (berjuanglah) di jalan kebaikan.
Pada contoh di atas terlihat bahwa isim mashdar berupa kata sa’yan
menggantikan posisi fi’il amr yang dilesapkan berupa kata perintah is’a
(berusahalah) atau jika disebut keduanya akan muncul kata is’a sa’yan.
Dalam memaknai perintah yang menggunakan mashdar pengganti fi’il
amr, ada kesan makna penguat (ta’kid) karena sebelum dibuang isim
masdar menjadi penguat dalam posisi maf’ul muthlaq. Contoh yang
lainnya adalah syair berikut ini:
َ‫ف‬َ‫ص‬َ‫ب‬ًَ‫ر‬َ‫اَف‬َ‫يَم‬َ‫ج‬َ‫ال‬ََ‫ال‬َ‫م‬َ‫ن‬َ‫ت‬َََْ‫ب‬ًَ‫ر‬َ‫اََ*ََف‬َ‫م‬َ‫اَن‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ل‬َ‫ن‬َ‫د‬ََ‫ب‬َ‫م‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ط‬َ‫اع‬
Maka bersabarlah sesabar sabarnya dalam urusan kematian, karena
untuk meraih keabadian merupakan hal yang tidak mungkin
Dari keempat cara membuat kalimat perintah di atas, nampak jelas
bahwa bahasa Arab memiliki struktur yang berbeda dalam membentuk
kalimat perintah dibandingkan bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia.
2. al-Nahyu (Kalimat Larangan dalam Bahasa Arab)
Al-Nahyu secara bahasa bermakna larangan, berasal dari bahasa Arab
naha, yanha, nahyan artinya melarang. Setiap bahasa pasti punya kalimat yang
bermakna larangan, siapapun itu pasti membutuhkan kata larangan dalam
berkomunikasi. Namun dalam menyusun kalimat larangan, setiap bahasa
memiliki aturan tersendiri. Ahmad al-Hasyimi menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan uslub al nahyu adalah:
‫ال‬َ‫ن‬َ‫ي‬‫ه‬َ‫:َط‬َ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫ء‬‫ي‬‫َالش‬‫ن‬‫َع‬‫ف‬‫ك‬‫ال‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ىَو‬َ‫ج‬َ‫ه‬ََ‫ال‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ء‬ََ‫م‬َ‫ع‬ََ‫ا‬َ‫ْل‬َ‫ل‬َ‫و‬َ‫ام‬َ
ََ،‫(الهاشمي‬2000َ:69)
Kalimat larangan adalah permintaan untuk menghentikan sebuah aktifitas
dengan superioritas orang yang meminta. Artinya, secara makna dasar kalimat
tersebut berisi pengharusan kepada mitra tutur untuk menghentikan aktifitas
tertentu. Redaksi kalimat larangan dalam bahasa Arab adalah dengan
17
menyambungkan fi’il mudhari' dan la nahiyah. Bentuk ini merupakan bentukan
dasar dari kalimat larangan (al nahyu), namun dimungkinkan juga secara makna
al nahyu dibentuk dengan bentuk lain, misalnya isim fi’il amr yang artinya
larangan seperti shah/shahun (diam/jangan ngomong), atau bisa juga dengan
menggunakan fi’il amr yang tujuannya melarang, misalnya da’ (biarkanlah/jangan
melakukan apapun) ijtanib (jahuilah/jangan mendekat), utruk (tinggalkanlah/
jangan disini).
Diantara beberapa cara membentuk uslub nahy yang paling banyak
digunakan adalah dengan menjazemkan fi’il mudhari’ dengan la an-nahiyah.
Huruf la diletakkan di depan fi’il mudhari’, setelah ada la an nahiyah maka
kalimat setelahnya akan dibaca jazm. Ada dua laa yang secara tulisan sama persis
dan sama-sama masuk dalam fi’il mudhari’ namun secara fungsi berbeda, yaitu la
an nahiyah dan la annafiyah. Perbedaan antara la an nahiyah dan la annafiyah
selain ditinjau dari maknanya, secara kasat juga bisa dilihat pada harakat akhir
pada fi’il mudhari’ setelah kemasukan huruf la. Fi’il mudhari’ setelah kemasukan
huruf la an nahiyah dibaca jazm, namun la annafiyah tidak menyebabkan
perubahan harakat pada fi’il mudhari’. Contohnya nampak dalam paparan kalimat
berikut ini:
َ‫و‬َ‫ل‬َ‫َت‬َ‫ف‬َ‫س‬َ‫د‬َ‫و‬‫ا‬ََ‫ف‬َ‫ىَا‬َ‫ِل‬َ‫ر‬َ‫ض‬ََ‫ب‬َ‫ع‬َ‫د‬ََ‫ا‬ََْ‫ل‬َ‫ح‬َ‫ه‬‫ا‬
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan
memperbaikinya (QS. Al-A'raf: 85).
َ‫ن‬‫إ‬ََ‫ين‬‫ذ‬‫ال‬َ‫وا‬‫ر‬‫ف‬‫ك‬ٌََ‫ء‬‫ا‬‫ن‬‫س‬ََ‫م‬‫ه‬‫ي‬‫ل‬‫ع‬ََ‫م‬‫ه‬‫ت‬‫ر‬‫ذ‬‫ن‬‫أ‬‫أ‬ََ‫م‬‫أ‬ََ‫م‬‫ل‬ََ‫م‬‫ه‬‫ر‬‫ذ‬‫ن‬‫ت‬ََ‫ل‬ََ‫نن‬‫ن‬‫م‬‫ؤ‬‫ي‬َ(َ:‫البقرص‬6)َ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. (QS. 2:6)
Kata la pada surat al-A’raf ayat 25 adalah la yang fungsinya untuk
melarang (la annahiyah), setelah di dahului oleh la annahiyah, fi’il mudhari’
yang ada setelahnya dibaca jazm. Kata ”tufsiduuna”, ketika didahului oleh la
menjadi “la tufsiduu” huruf nun di akhir kalimat dihilangkan sebagai tanda dia
jazm. Sedangan pada contoh yang kedua, huruf la adalah huruf la an-nafiyah yang
berarti “tidak”, mereka tidak beriman. Fi’il mudhari’ “yu’minuuna” tetap seperti
18
semula ketika didahului la an-anfiyah, menjadi “la yu’minuuna” tanpa
perubahan di akhir kata “yu’minuuna”.
Contoh pada paragraf di atas adalah fi’il mudhari’ yang jama’. Sedangkan
fi’il mudhari’ yang fa’ilnya mufrad dan berakhir dengan huruf shahih, ketika
kemasukan la annahiyah maka huruf akhirnya dijazmkan dengan sukun. Namun
ketika yang mendahuluinya adalah la an-nafiyah maka harakatnya tetap dhammah
sebagaimana harakat asli fi’il mudhari’. Sebagaimana yang terjadi pada dua
contoh berikut ini:
َ‫ل‬ََ‫ت‬َ‫ط‬َ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫م‬َ‫ن‬ََ‫ال‬َ‫ج‬َ‫و‬َ‫اء‬ََ‫إ‬َ‫ل‬َ‫َب‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ر‬ََ‫م‬ََْ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ع‬َ‫ت‬َ
Janganlah kamu menuntut balasan kecuali senilai dengan apa yang kamu
kerjakan
‫ي‬‫ف‬ََ‫ة‬‫ن‬‫ج‬ََ‫ة‬‫ي‬‫ال‬‫ع‬َََ‫ل‬ََ‫ع‬‫م‬‫س‬‫ت‬َ‫ا‬‫يه‬‫ف‬ًََ‫ة‬‫ي‬‫غ‬‫ل‬َ(َ:‫الغاشية‬10-11)َ
dalam surga yang tinggi, tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang
tidak berguna (QS. Al –Ghasyiyah :10-11(
Uslub nahyi kebanyakan menyaran kepada orang kedua (mukhatab),
namun sebenarnya dia juga bisa menyaran kepada orang ketiga (ghaib).
Pengguanan la annahiyah mayoritas juga begitu, digunakan untuk orang
kedua(mukhatab), namun bisa juga diperuntukkan untuk orang ketiga (ghaib).
Contoh di dalam al-Qur’an uslub nahyi yang menyaran kepada orang ketiga
(ghaib) adalah:
‫ا‬‫ي‬َ‫ا‬‫ُّه‬‫ي‬‫أ‬ََ‫ين‬‫ذ‬‫ال‬َ‫نا‬‫ن‬‫م‬‫آ‬ََ‫ل‬ََ‫ر‬‫خ‬‫س‬‫ي‬ٌََ‫م‬‫ن‬‫ق‬ََ‫ن‬‫م‬ََ‫م‬‫ن‬‫ق‬َ‫ى‬‫س‬‫ع‬ََ‫ن‬‫أ‬َ‫نا‬‫نن‬‫ك‬‫ي‬َ‫ا‬ ً‫ر‬‫ي‬‫خ‬ََ‫م‬‫ه‬‫ن‬‫م‬ََ‫ل‬‫و‬ٌََ‫ء‬‫زا‬‫س‬‫ن‬ََ‫زن‬‫م‬َ
َ‫اء‬‫س‬‫ن‬َ‫ى‬‫س‬‫ع‬ََ‫ن‬‫أ‬ََ‫ن‬‫ك‬‫ي‬َ‫ا‬ ً‫ر‬‫ي‬‫خ‬ََ‫ن‬‫ه‬‫ن‬‫م‬ََ‫ل‬‫و‬َ‫وا‬‫و‬‫م‬‫ل‬‫ت‬ََ‫م‬‫ك‬‫س‬‫ف‬‫ن‬‫أ‬ََ‫ل‬‫و‬َ‫وا‬‫و‬‫اب‬‫ن‬‫ت‬ََ‫اب‬‫ق‬‫ل‬‫اِل‬‫ب‬ََ‫س‬‫ئ‬‫ب‬ََ‫م‬‫س‬‫ال‬َ
َ‫نق‬‫س‬‫ف‬‫ال‬ََ‫د‬‫ع‬‫ب‬ََ‫ان‬‫يم‬‫اْل‬ََ‫ن‬‫م‬‫و‬ََ‫م‬‫ل‬ََ‫ب‬‫ت‬‫ي‬ََ‫ك‬‫ئ‬‫ول‬‫أ‬‫ف‬ََ‫م‬‫ه‬ََ‫نن‬‫م‬‫ال‬‫الظ‬َ(َ‫الحجرات‬11)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)dan jangan pula wanita-wanita
(mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.Seburuk-buruk panggilan ialah
19
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. 49:11)
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa sekelompok kaum dilarang mengolok-
olok kaum yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik dari mereka
yang mengolok-olok. Obyek yang dituju oleh kalimat larangan ini adalah orang
ketiga, yaitu dia (kaum). Dhamir orang ketiga (huwa) pada kata yaskhar nampak
pada huruf mudhara’ah ya’ yang berada di awal kata. Huruf ya’ tersebut merujuk
pada kata qaum, sebuah kaum. Keterangan ini menunjukkan bahwa yang dituju
oleh kata larangan la yaskhar adalah orang ketiga (ghaib). Selain ayat ini masih
banyak lagi ayat lain yang berisi larangan kepada orang ketiga (ghaib).
Selain menggunakan uslub nahyi, secara makna terkadang larangan juga
menggunakan uslub nafyi yang tujuannya adalah nahyi (melarang). Dalam kajian
ilmu ma’ani ada kajian tentang makna dasar (al-ma’na al-wadh’iy/ al-ashliy) dan
makna kontekstual (al-ma’na as-siyaqi / muqtadha ahwal). Seperti contoh huruf
la yang masuk kepada fi’il mudhari’. Kajiannya bisa dilihat dari beberapa aspek,
misalnya secara ma’na wadh’iy artinya ada dua, yaitu “jangan” dan “tidak”
tergantung dimana dia ditempatkan. Kata “la” dalam uslub nahyi bermakna
“jangan”, sedangkan pada uslub nafyi bermakna tidak. Namun secara ma’na as-
siyaqi (berdasarkan konteks tuturan) dengan melihat kondisi mitra tutur
(muqtadha ahwal al-mukhathabiin) bisa saja tujuan kalimat berbeda dengan kata
dasarnya.
Uslub nahyi merupakan bagian dari kalam insya’ (kalimat non berita)
yang secara wadh’iy bertujuan untuk memerintah, namun uslub nafyi masuk
kategori kalam khabar (kalimat berita) yang secara wadh’iy bertujuan memberi
tahu (kalimat berita). Apabila kalimat itu sudah digunakan, maka akan terdapat
perbedaan tujuan yang keluar dari makna dasarnya. Yang awalnya kalimat berita
bisa saja bermakna non berita begitu juga sebaliknya.
E. RANGKUMAN
Selamat, saudara telah menyelesaikan modul tentang al-amru dan al-nayu
(Gaya Imperatif dalam Sastra Arab). Dengan demikian saudara telah
menguasai kompetensi profesional tentang uslub amr dan nahyi (gaya
20
imperatif dalam Sastra Arab) mulai dari pemahaman konsep, menyebutkan
contoh-contoh, membuat uslub amr dan nahyi dan secara pedagogis mampu
mengajarkan materi tersebut dalam pembelajaran di kelas. Hal-hal penting
yang telah saudara pelajari adalah sebagai berikut.
1. Kata al-amru merupakan bentuk mashdar dari derivasi kata amara, ya’muru,
amran. Secara bahasa bisa berarti menyuruh atau memerintahkan.secara
istilah al-amru adalah meminta direalisasikannya sesuatu, baik permintaan itu
berupa perbuatan fisik maupun psikis.
2. Kalimat perintah atau imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk
mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan melaksanaan
perbuatan. Jika dilihat dari definisi ini maka antara amr dan nahy dalam
bahasa Indonesia tidak dibedakan, keduanya sama-sama disebut perintah.
Perbedaannya hanya pada lanjutan istilah perintah, amr definisinya adalah
perintah untuk melaksanakan aktifitas dan nahy adalah perintah untuk
menjahui sebuah aktifitas.
3. Dalam bahasa Arab ada empat cara dalam membentuk kalimat perintah, yaitu
dengan (1) Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah), (2) Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam
Amr, (3) Isim Fi’il Amr, (4) Masdar yang mengganti fi’il amar.
4. Pembentukan kalimat perintah dengan fi’il amr merupakan bentuk dasar dan
paling banyak digunakan dalam bahasa Arab. Secara tekstual, setiap kalimat
yang ada fi’il amr-nya pasti merupakan kalimat perintah, meskipun secara
kontekstual kalimat perintah tidak selalu fungsinya memerintah.
5. Semua hamzah di awal fi’il amr adalah hamzatu washl kecuali hamzah amr
dari fi’il ruba’i (bentuk fi’il madhinya terdiri dari empat huruf).
6. Pembentukan kalimat perintah dengan menggunakan “lam amr” adalah
dengan cara menambahkan lam yang berharakat kasrah sebelum fi’il
mudhari’.
7. Lam amr berharakat kasrah jika berada di awal kalimat, namun jika tidak
berada di awal kalimat dan didahului oleh huruf seperti wawuَ atau fa’, maka
harakatnya sukun. Fi’il mudhari’ yang didahului oleh lam amr harakat
akhirnya jazm.
21
8. Lam ta’lil berharakat kasroh. Perbedaan lam ta’lil dan lam amr yang paling
jelas terlihat dari maknanya. Jika lam amr membentuk arti perintah, lam ta’lil
membentuk arti kay (supaya). Ketika lam ta’lil masuk ke dalam fi’il mudhari’
maka harakat terakhirnya berubah nashab.
9. Lam juhud berharakat kasroh. Perbedaan lam juhud, dan lam ta’lil adalah lam
juhud selalu diawali jumlah manfiah. Kedua lam ini hanya dibedakan dari
kalimat yang mendahuluinya.
10. Lam taukid berbeda dari ketiga lam diatas yang berharakat kasrah, lam taukid
berharakat fathah. Lam tukid tidak merubah harakat akhir lafadz ketika masuk
ke dalam fi’il mudhari’ (fi’il mudhari’ tetap marfu’).
11. Isim fi’il amar adalah isim (kata benda) yang bermakna fi’il amr (kata
perintah). Namun secara karakter, isim fi’il amar tidak menerima tanda-tanda
fi’il
12. Mashdar adalah ujaran yang menyaran kepada sebuah kejadian yang tidak
dibarengi dengan keterangan waktu. Mashdar bisa bermakna perintah ketika
posisinya ditempatkan pada posisi mengganti fi’il amr yang dilesapkan.
13. Kalimat larangan adalah permintaan untuk menghentikan sebuah aktifitas
dengan superioritas orang yang meminta. Artinya, secara makna dasar kalimat
tersebut berisi pengharusan kepada mitra tutur untuk menghentikan aktifitas
tertentu
F. TES FORMATIF 1
Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling
benar!
1. Dalam bahasa Arab ada empat cara dalam membentuk kalimat perintah,
diantara beberapa hal berikut ini ada yang bukan merupakan cara
pembentukan amr, yaitu:
a. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa
b. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah
22
c. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr
d. Isim Fi’il Amr
e. Masdar yang mengganti fi’il amar.
2. Bentukan dasar dan yang paling banyak digunakan dalam bahasa Arab
adalah: Tindak tutur direktif
a. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah)
b. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa
c. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr
d. Isim Fi’il Amr
e. Masdar yang mengganti fi’il amar.
3. Hamzah di awal fi’il amr merupakan hamzatu washl kecuali hamzah amr
pada :
a. fi’il ruba’i
b. fi’il tsulasti
c. fi’iil khumasi
d. fi’il sudasi
e. fi’il mu’tal akhir
4. Huruf laam yang berharakat kasrah jika berada di awal kalimat, namun
jika tidak berada di awal kalimat dan didahului oleh huruf seperti wawuَ
atau fa’, maka harakatnya berubah menjadi sukun dan menyebabakan fi’il
mudhari’menjadi jazm adalah:.
a. Lam amr
b. Kam ta’lil
c. Lam juhud
d. Lam taukid
e. Lam idhafah
5. Huruf laam yang berharakat kasrah dan membentuk arti kay (supaya).
Ketika masuk masuk ke dalam fi’il mudhari’ maka harakat terakhirnya
berubah nashab adalah:
a. Lam ta’lil
b. Lam amr
c. Lam juhud
23
d. Lam taukid
e. Lam idhafah
6. Huruf laam yang berharakat fathah dan tidak merubah harakat akhir
lafadz ketika masuk ke dalam fi’il mudhari’ (fi’il mudhari’ tetap marfu’):
a. Lam taukid
b. Lam ta’lil
c. Lam amr
d. Lam juhud
e. Lam idhafah
7. Permintaan untuk menghentikan sebuah aktifitas dengan superioritas
orang yang meminta, yaitu pengharusan kepada mitra tutur untuk
menghentikan aktifitas tertentu disebuat:
a. Al-Nahyu
b. Al-amru
c. Al-Khabar
d. Al-Insya’
e. Al-istifham
8. Dalam ayat berikut ini kata yang bergaris bawah adalah:
)11-10َ:‫َ(الغاشية‬ًَ‫ة‬‫ي‬‫غ‬‫ل‬َ‫ا‬‫يه‬‫ََف‬‫ع‬‫م‬‫س‬‫ََت‬‫َََل‬‫ة‬‫ي‬‫ال‬‫ََع‬‫ة‬‫ن‬‫يَج‬‫ف‬
a. La nafi bersambung dengan fi’il mudhari’
b. La nahi bersambung dengan fi’il mudhari’
c. Lam Amr bersambung dengan fi’il mudhari’
d. Lam juhud bersambung dengan fi’il mudhari’
e. Lam ta’lil bersambung dengan fi’il mudhari’
9. Dalam syair berikut ini kata yang bergaris bawah adalah:
َ‫ف‬َ‫ص‬َ‫ب‬ًَ‫ر‬‫ا‬ََ‫ف‬َ‫يَم‬َ‫ج‬َ‫ال‬ََ‫ال‬َ‫م‬َ‫ن‬َ‫ت‬َََْ‫ب‬ًَ‫ر‬َ‫اََ*ََف‬َ‫م‬َ‫اَن‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ل‬َ‫ن‬َ‫د‬ََ‫ب‬َ‫م‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ط‬َ‫اع‬
a. Masdar yang mengganti fi’il amar.
b. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa
c. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah
d. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr
e. Isim Fi’il Amr
24
10. Ketika seseorang ingin menegaskan sebuah isi perintah dengan gamblang
dan jelas, maka yang dipilih adalah:
a. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah
b. Masdar yang mengganti fi’il amar.
c. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa
d. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr
e. Isim Fi’il Amr
G. DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Fadl Hasan. 2000. Al-Balagah Fununuha wa Afnanuha. Yordania:
Darul Furqan
Al-Ghalayaini, Musthafa. 2007. Jami’u ad-Durusi al-Lughah Al-‘Arabiyyah.
Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah. Cet. 8.
Al-Hasyimi, Assayyid Ahmad.2000. Jawahirul Balâghah. Libanon: Daru al-
Fikr.
Al-Quran danTerjemahnya. 2008. Departemen Agama RI. Bandung:
Diponegoro.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Umum. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Ni’mah, Fuad. tt. Mulakhkhash Qawa’id al-Lughah al-Arabiyyah. Damaskus:
Darul Hilmah. cet.7

More Related Content

What's hot

Kulliyat Khamsah
Kulliyat KhamsahKulliyat Khamsah
Kulliyat Khamsah
Islamic Studies
 
Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)
Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)
Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)
BangFaeshal
 
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)juniska efendi
 
Bahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘AmiyahBahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘AmiyahFakhri Cool
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyadMarhamah Saleh
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabih
qoida malik
 
Mubtada’ dan khobar
Mubtada’ dan khobar Mubtada’ dan khobar
Mubtada’ dan khobar
Hela Dev
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabih
azzaazza50746
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
Mutiara permatasari
 
PERKEMBANGAN HADITS
PERKEMBANGAN HADITSPERKEMBANGAN HADITS
PERKEMBANGAN HADITS
Azzahra Azzahra
 
Makalah fiqh kelompok 5 materi 7
Makalah fiqh kelompok 5 materi 7Makalah fiqh kelompok 5 materi 7
Makalah fiqh kelompok 5 materi 7
NavenAbsurd
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwalMarhamah Saleh
 
RPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptx
RPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptxRPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptx
RPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptx
Syarifatul Marwiyah
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
arfian kurniawan
 
Akhlak kepada sesama manusia
Akhlak kepada sesama manusiaAkhlak kepada sesama manusia
Akhlak kepada sesama manusia
Pandi Yusup
 
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYADHUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
Novianti Rossalina
 
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis NabawiPerbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis NabawiFaatihah Abwabarrizqi
 

What's hot (20)

Kulliyat Khamsah
Kulliyat KhamsahKulliyat Khamsah
Kulliyat Khamsah
 
Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)
Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)
Ppt bab 9 (hukum nun sukun & tanwin)
 
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
 
Bahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘AmiyahBahasa Fushha dan ‘Amiyah
Bahasa Fushha dan ‘Amiyah
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabih
 
Mubtada’ dan khobar
Mubtada’ dan khobar Mubtada’ dan khobar
Mubtada’ dan khobar
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabih
 
Metodologi tafsir
Metodologi tafsirMetodologi tafsir
Metodologi tafsir
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
 
PERKEMBANGAN HADITS
PERKEMBANGAN HADITSPERKEMBANGAN HADITS
PERKEMBANGAN HADITS
 
Makalah fiqh kelompok 5 materi 7
Makalah fiqh kelompok 5 materi 7Makalah fiqh kelompok 5 materi 7
Makalah fiqh kelompok 5 materi 7
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
IJTIHAD
 
Isytiqaq
IsytiqaqIsytiqaq
Isytiqaq
 
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
5. muradif, musytarak, mantuq, mafhum, zahir, muawwal
 
RPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptx
RPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptxRPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptx
RPS Bahasa Arab 1 (2022-2023).pptx
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
 
Akhlak kepada sesama manusia
Akhlak kepada sesama manusiaAkhlak kepada sesama manusia
Akhlak kepada sesama manusia
 
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYADHUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
HUKUM LAFADZ MUTLAQ DAN MUQAYYAD
 
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis NabawiPerbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
 

Similar to Materi 1 M5 KB4 Judul 1

Ilmu Al lughoh morfology.pptx
Ilmu Al lughoh morfology.pptxIlmu Al lughoh morfology.pptx
Ilmu Al lughoh morfology.pptx
supardi64
 
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
ppghybrid4
 
Tugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VITugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VI
Dedi Kusdinar
 
Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1
PPGhybrid3
 
Materi 1 M5 KB4 Judul 4
Materi 1 M5 KB4 Judul 4Materi 1 M5 KB4 Judul 4
Materi 1 M5 KB4 Judul 4
ppghybrid4
 
Modul 6 kb 2
Modul 6 kb 2Modul 6 kb 2
Modul 6 kb 2
PPGhybrid3
 
An-Naht (Akronim)
An-Naht (Akronim)An-Naht (Akronim)
An-Naht (Akronim)Fakhri Cool
 
Al haqiqotu Wal Majazi.pptx
Al haqiqotu Wal Majazi.pptxAl haqiqotu Wal Majazi.pptx
Al haqiqotu Wal Majazi.pptx
ikbal78
 
Amil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdfAmil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdf
Zukét Printing
 
Amil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docxAmil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docx
Zukét Printing
 
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arabIlmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Muhammad Idris
 
Bahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'anBahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'anMohamad Athar
 
Makalah verba dalam bahasa arab
Makalah verba dalam bahasa arabMakalah verba dalam bahasa arab
Makalah verba dalam bahasa arabMuna Amatullah
 
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptxBahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
ZaysGabriel
 
Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)
Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)
Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)
EmmaRakasiwi
 
Makalah isim..
Makalah isim..Makalah isim..
Makalah isim..
Septian Muna Barakati
 
الاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعدالاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعد
dirisaya
 
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docxManshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Zukét Printing
 

Similar to Materi 1 M5 KB4 Judul 1 (20)

Ilmu Al lughoh morfology.pptx
Ilmu Al lughoh morfology.pptxIlmu Al lughoh morfology.pptx
Ilmu Al lughoh morfology.pptx
 
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2Materi 1 M5 KB4 Judul 2
Materi 1 M5 KB4 Judul 2
 
Tugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VITugas Nahwu VI
Tugas Nahwu VI
 
Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1
 
Materi 1 M5 KB4 Judul 4
Materi 1 M5 KB4 Judul 4Materi 1 M5 KB4 Judul 4
Materi 1 M5 KB4 Judul 4
 
I’rab
I’rabI’rab
I’rab
 
Modul 6 kb 2
Modul 6 kb 2Modul 6 kb 2
Modul 6 kb 2
 
An-Naht (Akronim)
An-Naht (Akronim)An-Naht (Akronim)
An-Naht (Akronim)
 
Al-Mutaradif
Al-Mutaradif Al-Mutaradif
Al-Mutaradif
 
Al haqiqotu Wal Majazi.pptx
Al haqiqotu Wal Majazi.pptxAl haqiqotu Wal Majazi.pptx
Al haqiqotu Wal Majazi.pptx
 
Amil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdfAmil Nawasikh.pdf
Amil Nawasikh.pdf
 
Amil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docxAmil Nawasikh.docx
Amil Nawasikh.docx
 
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arabIlmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
Ilmu balagoh sebagai cabang ilmu bhs arab
 
Bahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'anBahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'an
 
Makalah verba dalam bahasa arab
Makalah verba dalam bahasa arabMakalah verba dalam bahasa arab
Makalah verba dalam bahasa arab
 
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptxBahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
Bahasa%20Arab%20Sebagai%20sebuah%20Sistem.pptx
 
Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)
Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)
Modul Pembelajaran Bahasa Arab kelas 9 MTs (semester genap)
 
Makalah isim..
Makalah isim..Makalah isim..
Makalah isim..
 
الاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعدالاختبارات للقواعد
الاختبارات للقواعد
 
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docxManshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
Manshubatul Asma’ (Maf’ul Liajlih & Maf’ul ma’ah).docx
 

More from ppghybrid4

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDFBIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDF
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPT
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
ppghybrid4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
ppghybrid4
 

More from ppghybrid4 (20)

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPT
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDF
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPT
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDF
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPT
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDF
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPT
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDF
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPT
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPT
 
BIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDFBIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDF
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPT
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 

Recently uploaded

Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
yuniarmadyawati361
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
asyi1
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
suprihatin1885
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
SABDA
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
safitriana935
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
heridawesty4
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
haryonospdsd011
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
AgusRahmat39
 

Recently uploaded (20)

Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdfRHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
RHK Jabatan Kep Sekolah dan Bukti Dukung.pdf
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdfPPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
PPT Observasi Praktik Kinerja PMM SD pdf
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 

Materi 1 M5 KB4 Judul 1

  • 1. 1 A. PENDAHULUAN Sebelum mulai pembahasan, mari kita bahas pengertian mengenai al-adab al-arabi agar maksud dari judul pada modul ini bisa difahami. Secara leksikal al- adab al-Arabi bisa diterjemahkan dengan Sastra Arab. Dalam khazanah keilmuan Sastra Arab, al-adab secara umum dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu al-adab al-insya’i dan al-adab al-washfi. Al-adab al-insya’i, terkait dengan karya gubahan para sastrawan. Sedangkan al-adab al-washfi adalah studi sastra yang fokusnya mendeskripsikan karya sastra. Dengan kata lain, al-adab al-insya’i adalah obyek dari al-adab al-washfi. Dalam literatur modern, hasil dari proses al-adab al- insya’i mengejawantah dalam an-nushush al-adabiah sedangkan aktifitas studi sastra (al-adab al-washfi) banyak terkait dengan kajian dalam ilmu balaghah. Dalam modul ini, kita akan membahas sastra Arab pada dua tataran al- adab al-insya’i dan al-adab al-washfi. Kajian al-adab al-insya’i dalam bentuk an- nushush al-adabiah tampak pada contoh-contoh yang ditampilkan dalam setiap pembahasan. Sedangkan al-adab al-washfi terdapat pada kajian teoritis yang menjadi fokus pembahasan. Karena begitu luasnya kajian sastra Arab, modul ini hanya akan fokus pada satu tema besar ilmu ma’ani yaitu al-amru dan an-nahyu yang dalam bahasa indonesia bisa diekuivalensikan—meskipun tidak sama persis—dengan gaya bahasa imperatif. Ilmu ma’ani, adalah salah satu cabang dari tiga ilmu balagah (ilmu ma’ani, ilmu bayan, dan ilmu badi’).
  • 2. 2 PETA KONSEP Untuk memudahkan konsep nalar berfikir, modul ini akan mengacu pada konsep anatomi ilmu balagah. Pijakan teoritisnya mengacu kepada skema keilmuan sastra Arab (baca: ilmu ma’ani), istilah-istilah linguistik umum (baca: Linguistik Barat) hanya menjadi penjelas jika konsep lingusitik yang dibahas berekuivalensi dengan konsep linguistik Arab. Setiap bahasa memiliki karakteristik yang tidak sama dengan bahasa lain. Ilmu bahasa yang paling tepat untuk menganalisis bahasa tertentu adalah ilmu bahasa yang lahir dari bahasa itu sendiri. Balagah adalah ilmu bahasa dan sastra Arab yang lahir dari tradisi linguistik Arab. Penyusunan modul berdasarkan anatomi ilmu balagah ini diharapkan memudahkan peserta PPG dalam memahami materi yang disajikan. Silahkan anda baca modul ini dengan seksama, jika ada hal yang perlu Al-adab Al-Arabii Sastra Arab Al-adab Al- insya’i Al-adab Al- washfi Ilmu Ma’ani Al-amru Fi’il Amr Fi’il Mudhari' Majzum Bi Lam Amr Isim Fi’il Amr Masdar Yang Mengganti Fi’il Amar An-nahyu Ilmu Bayan Ilmu Badi’
  • 3. 3 didiskusikan silahkan membahasnya dalam forum diskusi yang telah tersedia. Selamat membaca, semoga kita semua menjadi guru profesional karena Allah subhanahu wa ta’ala menyukai seseorang yang profesional dalam menjalankan sesuatu. B. CAPAIAN PEMBELAJARAN Membedakan ungkapan terkait perintah (al-amr) dan melarang (al- nahyu) melakukan suatu tindakan/kegiatan, dengan memperhatikan unsur kebahasaan dari teks lisan dan tulis, sesuai dengan konteks penggunaannya. C. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN Setelah pembelajaran modul ini, peserta PPG diharapkan dapat: 1. Memahami konsep al-amru wa al- nahyu 2. menyebutkan contoh-contoh al-amru wa al- nahyu 3. membuat pola-pola ungkapan yang semisal dengan contoh al-amru wa al- nahyu 4. menerapkan pola-pola al-amru wa al- nahyu yang telah disusun dalam praktek menulis dan berbicara bahasa Arab 5. mengajarkan al-amru wa al- nahyu dengan baik sesuai dengan teori aplikasi pedagogik D. URAIAN MATERI Ilmu Bahasa dan Ilmu sastra hakikatnya adalah pengetahuan tentang tata cara penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Seseorang dikatakan sukses berkomunikasi jika gagasan yang disampaikan bisa difahami oleh lawan bicaranya. Bahasa memiliki dua aspek penting yang menjadi pijakan dalam berkomunikasi, yaitu simbol bahasa dan makna. Simbol bahasa bisa berupa ujaran maupun tulisan. Agar bisa memaknai simbol bahasa dengan benar, diperlukan ilmu bahasa dan ilmu sastra. Pada modul ini, kita akan membahas salah satu ragam pembahasan Sastra Arab yaitu al-amru dan al-nahyu. Dari perspektif bentuk kalimatnya al-amru dan al-nahyu merupakan bagian dari ilmu nahwu (sintaksis bahasa Arab), namun jika
  • 4. 4 dilihat dari bagaimana uslub al-amru dan al-nahyu digunakan ini merupakan kajian ilmu balagah, lebih spesifiknya merupakan bagian dari pembahasan ilmu ma’ani. Secara bertahap, modul ini akan membahas al-amru dan al-nahyu dari bagaimana membentuk kalimatnya, bagaimana penggunaannya dalam berbagai konteks, dan menganalisis makna kalimat berdasarkan konteks yang melingkupinya. Secara garis besar sub kajian pertama pada modul sastra ini akan dibagi menjadi dua pembahasan besar, yaitu; (1) al-Amru (kalimat perintah dalam bahasa Arab dan (2) al-Nahyu (kalimat larangan dalam bahasa Arab). Dalam linguistik modern al-amru dan al nahyu masuk dalam kategori imperatif sentence. Secara harfiyyah imperatif sentence bermakna kalimat perintah. Kalimat perintah atau imperatif menurut Kridalaksana (2008: 9) adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan melaksanaan perbuatan. Jika dilihat dari definisi ini maka antara amr dan nahy dalam bahasa Indonesia tidak dibedakan, keduanya sama-sama disebut perintah. Perbedaannya hanya pada lanjutan istilah perintah, amr definisinya perintah untuk melaksanakan aktifitas dan nahy adalah perintah untuk menjahui sebuah aktifitas. 1. Al-Amru (Kata Perintah dalam Bahasa Arab) Kata al-amru merupakan bentuk mashdar dari derivasi kata amara, ya’muru, amran. Secara bahasa bisa berarti menyuruh atau memerintahkan. Sedangkan secara istilah, dalam bahasa arab pengertian al-amru adalah: َ‫ط‬َ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫ال‬َ‫ف‬َ‫ع‬َ‫ل‬ََ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ى‬َ‫و‬َ‫ه‬‫ج‬ََ‫ال‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ء‬ََ(‫عباس‬َ،2000َ:153َ)َ Kalimat perintah adalah kalimat yang meminta dikerjakannya sebuah perintah dengan superioritas orang yang meminta (dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah). Dengan kalimat perintah seorang penutur meminta lawan tutur melakuakan sesuatu sesuai dengan isi perintah yang disampaikan. Dengan kata lain al-amru adalah meminta direalisasikannya sesuatu, baik permintaan itu berupa perbuatan fisik maupun psikis. Misalnya, ketika seseorang menyuruh duduk temannya dengan kata “ijlis”, permintaannya ini berupa aktifitas fisik, sedangkan ketika meyuruh temannya berfikir dengan kata “tafakkar” ini adalah
  • 5. 5 permintaan psikis. Secara praktis, praktek penggunaan gaya bahasa al-amru pastinya sudah sering dipraktikkan oleh siapapun, namun setiap bahasa memiliki aturan yag berbeda dalam membuat kalimat perintah (al-amru). Dalam bahasa Arab ada empat cara dalam membentuk kalimat perintah, yaitu: a. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah). Fi’il amr adalah salah satu bagian dari tiga macam kata kerja (fi’il) dalam bahasa Arab, setelah fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau) dan fi’il mudhari’ (kata kerja untuk waku sekarang dan yang akan datang). Fi’il Amr adalah kata kerja yang menunjukkan perintah. Ketika proses komunikasi menggunakan fi’il amr ini diucapkan, permintaan aktifitas yang diminta oleh penutur (mutakaliim) belum dilakukan oleh mitra tutur (mukhatab). Kata kerja perintah adalah karakter asli yang dimiliki oleh bahasa Arab dan tidak semua bahasa memiliki model perubahan kata ini seperti ini. Meskipun hanya satu kata, ketika fi’il amr diucapkan sudah menyaran pada kalimat perintah. Misalnya seorang ayah yang berkata kepada anaknya dengan satu kata: Ta’allam, dalam bahasa Arab satu kata ini diungkapkan dengan intonasi seperti apapun tetap bermakna perintah yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti, “belajarlah kamu”. Jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia, pembentukan kalimat perintah dalam bahasa Indonesia bisa dengan menggunakan imbuhan lah dan kan, bisa juga dengan membalik susunannya dengan bentuk predikat di awal dan subyeknya diakhirkan. Selain itu, dalam bahasa Indonesia kalimat perintah juga bisa dibentuk dengan menggunakan tanda seru yang merupakan petanda adanya perubahan intonasi dalam bahasa lisan. Pembentukan kalimat perintah dengan fi’il amr merupakan bentuk dasar dan paling banyak digunakan dalam bahasa Arab. Secara tekstual, setiap kalimat yang ada fi’il amr-nya pasti merupakan kalimat perintah, meskipun secara kontekstual kalimat perintah tidak selalu fungsinya memerintah. Ada beberapa kalimat perintah yang keluar dari makna dasarnya dan digunakan
  • 6. 6 untuk tujuan-tertentu misalnya mengancam, menasehati, atau bahkan menyadarkan seseorang akan kelemahannnya. Cara membentuk fi’il amr adalah dengan mengubah fi’il mudhari’ dengan membuang huruf mudhara’ah berupa alif, nun, ya’, ta’ (anaitu) yang berada di awal fi’il mudhari’ dan men-jazm-kan huruf akhirnya (al-Ghalayaini I: 157). Untuk lebih jelasnya lihatlah contoh di bawah ini. )ٌ‫م‬ ْ‫و‬ُ‫ز‬ْ‫ج‬َ‫م‬( ٍ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ ُ‫ل‬ْ‫ع‬ِ‫ف‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫م‬‫ال‬ ُ‫ف‬ُ‫ر‬ْ‫ح‬َ‫أ‬ ُ‫ف‬َ‫ذ‬ْ‫ح‬ُ‫ت‬ ُ‫ل‬‫للللللللللللللللللللللل‬‫ل‬ْ‫ع‬ِ‫ف‬ ِ‫ع‬ ِ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫م‬‫ال‬ ‫النمر‬ ‫ة‬ َ‫ر‬‫ص‬‫ن‬‫ا‬ ََ)‫ززززر‬‫ز‬‫ص‬‫َن‬ ‫ززززل‬‫ز‬ْ‫ززززوصَالن‬‫ز‬‫(هم‬ َ‫ر‬‫ص‬‫ن‬‫ا‬ َ‫ر‬‫ص‬‫ن‬‫ي‬ 1َ َ‫م‬‫ر‬‫ك‬‫أ‬ ََ‫م‬‫ر‬‫ك‬‫)َأ‬‫م‬‫ر‬‫َك‬ َ‫(هموصَالقطع‬ َ‫م‬‫ر‬‫ك‬‫ي‬ 2َ َ‫م‬‫ج‬‫ر‬‫ت‬ ََ‫م‬‫ج‬‫ر‬‫ت‬ َ‫م‬‫ج‬‫ر‬‫ت‬‫ي‬ 3َ َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫م‬ َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫م‬ َ‫ي‬َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫م‬ 4َ َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ا‬َ َ)‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ززززت‬‫َس‬ ‫(همززززوصَالنْززززل‬ َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ا‬َ َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ي‬َ 5َ Pada contoh di atas, perhatikan kolom kedua setelah dibuang huruf mudhara’ahnya. Ada yang ditambah hamzah diwalnya, ada juga yang tidak ditambah. Kata yang ditambah hamzah adalah kata yang setelah dibuang huruf mudhara’ahnya harakatnya sukun. Karena huruf yang berharakat sukun di awal kata tidak bisa dibaca, maka ditambahkanlah huruf hamzah supaya bisa dibaca. Kata “…nshur” misalnya, dia tidak bisa dibaca karena diawali dengan huruf nun berharakat sukun, untuk bisa dibaca maka ditambahkan huruf hamzah di depannya dengan harakat yang menyesuaikan harakat dari huruf ketiganya berdasarkan wazan fi’ilnya, jadilah unshur. Semua hamzah di awal fi’il amr adalah hamzatu washl kecuali hamzah amr dari fi’il ruba’i (bentuk fi’il madhinya terdiri dari empat huruf). Hamzah amr dari fi’il ruba’i hamzahnya hamzatu qath’i seperti kata “akrama”َ di atas yang fi’il amr-nya “akrim”. Hamzah washl adalah hamzah yang ketika berada di awal kalimat dibaca namun ketika berada di tengah kalimat harakatnya dilesapkan. Contohnya adalah fi’il amr unshur di atas, ketika di awal kalimat hamzahnya dibaca unshur, namum ketika di tengah kalimat hamzahnya dilesapkan seperti
  • 7. 7 kata wanshur yang asalnya wa dan unshur. Akan tetapi, jika hamzahnya adalah hamzah qath’i, maka dimanapun tempatnya akan tetap dibaca, contohnya kata akrim, jika didahului oleh wawu misalnya, tetap di baca wa akrim. Hamzah washal terletak di fi’il begitu juda di isim. Contoh praktik bacaannya sebagai berikut: (1)َ‫ب‬‫ت‬‫ك‬‫ا‬َ----ََ ‫(و‬َ‫ب‬‫ت‬‫ك‬‫ا‬َ‫)َ=َو‬َ‫ب‬‫ت‬‫اك‬ (2)َ‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫ا‬----ََ‫ه‬‫ب‬‫ن‬‫ن‬‫ذ‬‫َل‬‫م‬‫ل‬‫س‬‫َالم‬‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫اس‬‫)َ=َو‬‫ر‬‫ف‬‫غ‬‫ت‬‫س‬‫َا‬ ‫(و‬ (3)ٌَ‫م‬‫س‬‫ا‬-----ََ َ‫ا‬‫(م‬‫؟‬‫ك‬‫م‬‫ااس‬‫)=َم‬‫ك‬‫م‬‫س‬‫ا‬َ َ Contoh pertama adalahَ hamzah washl pada fi’il amr, contoh kedua adalah hamzah washl pada fi’il madhi, dan contoh ketika adalah hamzah washl pada isim. Ketika di awal kalimat (menjadi kata pertama), huruf hamzah dibaca dengan harakat sesuai harakat yang dimilikinya. Sedangkan ketika didahului oleh kata lain, maka harakat huruf hamzah washl dilesapkan, kata uktub ketika didahului oleh wa, maka dibaca waktub bukan wa uktub. Begitu juga dengan contoh contoh yang ada di bawahnya. Untuk mendalami bentukan kalimat perintah dengan fi’il amr, perhatikanlah beberapa contoh sebagai ilustrasi penggunaan fi’il amr dalam kalimat. Pertama marilah kita amati ayat al-qur’an yang turun pertama kali, diwahyukan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika Beliau bertahannuts di gua hira’. Ketika itu Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama yang berbentuk kalimat perintah: ْ‫أ‬َ‫ر‬ْ‫ق‬‫ا‬ََ‫م‬‫اس‬‫ب‬ََ‫ك‬‫ب‬‫ر‬َ‫ي‬‫ذ‬‫ال‬ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬،ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬ََ‫ان‬‫س‬‫ن‬‫اْل‬ََ‫ن‬‫م‬ََ‫ق‬‫ل‬‫ع‬َ(‫العلق‬َ1-2)َ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah (‘alaq) (QS. al-‘Alaq (96): ayat 1-2) Kata iqra’ dalam ayat di atas merupakan kalimat perintah yang berasal dari bentukan fi’il madhi qara’a (telah membaca), yaqra’u (sedang membaca), dan iqra’ (bacalah). Ketika Rasulullah sedang bertahannuts di gua Hira’, malaikat Jibril datang membaca wahyu yang pertama dan memerintahkan Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk membaca dengan
  • 8. 8 kalimat iqra’, bacalah..!, lafadz itu diulang-ulang sempai beberapa kali. Kemudian Nabi Muhammad menjawab, “saya tidak bisa membaca”. Perintah itu diulang-ulang sampai Rasulullah mengikuti Jibril membaca wahyu yang pertama diturunkan. Cerita turunnya ayat yang pertama ini sekaligus menjadi penjelas bagi kita bahwa wahyu yang pertama turun adalah perintah, perintah yang menggunakan fi’il amr iqra’, bacalah!. Setelah mengetahui konteks yang melingkupi turunnya ayat ini, kita bisa melihat bahwa tujuan dari amr ini adalah al-ijab wa al-ilzam. Malaikat Jibril diperintah Allah subhanahu wa ta’ala untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad shalalallahu ‘alaihi wa sallam dengan perintah iqra’, bacalah. Al-ijab wa al-ilzam artinya memerintah dengan tujuan mengharuskan seseorang yang diperintah untuk melakukan isi perintah yang disampaikan. Di dalam al-qur’an terdapat banyak sekali ayat yang menggunakan fi’il amr. Selain itu ada beberapa syair yang di dalamnya terdapat fi’il amr sebagaimana syair berikut ini: ‫قال‬َ‫اْلمامَالشافعي‬:َ ََ‫س‬َ‫اف‬َ‫ر‬ََ‫ت‬َ‫ج‬َ‫د‬ََ‫ع‬َ‫ن‬َ‫نَت‬‫َعم‬ً‫ا‬‫ض‬َ‫ف‬َ‫ار‬َ‫ق‬َ‫ه‬#َ‫ص‬‫ان‬‫و‬َ‫ب‬‫ص‬‫يَالن‬‫َف‬‫ش‬‫ي‬‫ع‬‫َال‬‫يذ‬‫ذ‬‫َل‬‫إن‬‫َف‬‫ب‬ Pergilah (berkelanalah mencari ilmu) maka engkau akan mendapati ganti dari apa yang engkau tinggalkan Dan sibukkanlah dirimu, sesungguhnya nikmatnya hidup di kala kita memiliki kesibukan Syair Imam Syafi’i di atas berisi perintah kepada manusia untuk pergi berkelana mencari ilmu. Tidak usah risau akan apa-apa yang kita tinggalkan, karena di tempat yang baru akan didapati apa-apa yang telah ditinggalkan. Perintah kedua adalah perintah untuk menyibukkan diri dengan segala sesuatu yang bermanfaat, karena nikmatnya hidup ada ketika kita memiliki kesibukan. Ada dua fi’il amr dalam syair di atas, yaitu kata saafir dan kata inshab. Ada struktur yang menarik dari kalimat di atas, karena di setiap selesai memerintah ada alasan yang disampaikan oleh Imam Syafi’i. Seolah-olah jika digambarkan dalam komunikasi antara penutur dan mitra tutur, struktur kalimat di atas bisa dijabarkan sebagai berikut, “Pergilah berkelana..!”.
  • 9. 9 Kalimat perintah ini menyisakan pertanyaan bagi orang yang diperintah, “kenapa aku harus pergi berkelana?”, “Bagaimana dengan mereka yang aku tinggalkan?”, “Bagaimana nanti di perantauan?”. Kemudian yang memerintah seolah sudah tau dengan apa yang difikirkan oleh orang yang disuruh dan melanjutkan kalimat dengan jawaban dari pertanyaan tersebut, “Engkau akan mendapat ganti dari semua yang engkau tinggalkan”. Dalam ilmu balaghah kondisi tidak memberi wawu washl diantara kata “safir” dan “tajid…” disebut dengan fashl, yaitu tidak menghubungkan dua kalimat dengan huruf wawu. Model hubungan penyampaian gagasan ini secara makna disebut dengan syibhu kamalil ittishal, yaitu jika ada dua kalimat yang digabung dan diantara keduanya tidak diberi wawu washl, secara makna kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul setelah memahami kalimat pertama. Model bersandingnya dua kalimat tanpa ditengahi oleh wawu, juga tampak dalam syair berikut ini: َ‫أ‬َ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ب‬ََ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ك‬ََ‫ه‬َ‫ن‬ًَ‫ن‬َ‫اَم‬َ‫اَع‬َ‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬َ‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬ََ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬َ‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬ًَ‫م‬َ‫اَم‬،‫ا‬ ََ‫و‬َ‫اب‬َ‫غ‬َ‫ض‬ََ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬َ‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ه‬َ‫ن‬ًَ‫ن‬َ‫اَم‬َ‫اَع‬َ‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬َ‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬ََ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬ًَ‫م‬َ‫اَم‬‫ا‬َ Cintailah kekasihmu sedang-sedang saja, siapa tahu pada suatu saat nanti akan berubah menjadi orang yang engkau benci; dan bencilah orang yang kau benci itu sedang-sedang saja, siapa tahu pada suatu saat nanti akan berubah menjadi kekasihmu. Dalam contoh di atas terdapat dua kalimat yang bersanding tanpa huruf wawu. Pada bait pertama, kalimat pertama adalah kalimat ََ‫زك‬‫َب‬‫َي‬‫َب‬‫ََح‬‫زب‬‫َب‬‫َح‬‫أ‬ َ‫ه‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫ن‬‫ز‬‫اَم‬‫ا‬ sedangkan kalimat kedua adalah َ‫ع‬‫ز‬‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬‫ز‬‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬ََ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬‫ز‬‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫م‬َ‫ا‬ ،‫زا‬‫ز‬‫.م‬ Sedangkan pada bait kedua kalimat pertama adalah ََ‫زض‬‫ز‬‫َغ‬‫َاب‬‫و‬ َ‫ب‬َ‫غ‬َ‫ي‬‫ز‬‫ض‬َ‫ك‬ََ‫ه‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫ن‬‫ز‬‫ز‬‫اَم‬َ‫ا‬ , sedangkan kalimat kedua adalah َ‫ع‬‫ز‬‫س‬َ‫ىَأ‬َ‫ن‬ََ‫ي‬‫ز‬‫ز‬‫ك‬َ‫ن‬َ‫ن‬َ َ‫ح‬َ‫ب‬َ‫ي‬‫ز‬‫ب‬َ‫ك‬ََ‫ي‬َ‫ن‬‫ز‬ً‫م‬‫ز‬‫اَم‬‫ا‬ . Secara analisis makna, kalimat pertama pada dua bait syair diatas jika dipahami dengan seksama akan menimbulkan pertanyaan. Dan pertanyaan itu dijawab oleh kalimat yang kedua. Perhatikanlah contoh syair Abu Nawas di bawah ini, dan amatilah kata apa saja yang merupakan kata kerja perintah (fi’il amr).
  • 10. 10 ‫ل‬‫إ‬َ‫ه‬َ‫م‬‫ي‬‫ح‬‫َالج‬‫ار‬‫َالن‬‫لى‬‫ىَع‬‫ن‬‫ق‬‫َأ‬‫ل‬‫َ#َو‬ً‫ل‬‫ه‬‫َأ‬‫س‬‫و‬‫د‬‫ر‬‫ف‬‫ل‬‫َل‬‫ت‬‫س‬‫يَل‬َ ْ‫ب‬َ‫ه‬َ‫ف‬ًََ‫ة‬‫ب‬‫ن‬‫َت‬‫لي‬ْ‫ر‬ِ‫ف‬ْ‫غ‬‫ا‬ َ‫و‬ََ‫اف‬‫َغ‬‫ك‬‫ن‬‫إ‬‫َ#َف‬‫بي‬‫ن‬‫ن‬‫ذ‬َ‫م‬‫ي‬‫ظ‬‫َالع‬‫ب‬‫ن‬‫َالذ‬‫ر‬ Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga (firdaus), tapi aku tidak kuat masuk dalam neraka jahannam Maka berilah aku kekuatan untuk bertaubat dan ampunilah dosaku, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar. Pada bait syair di atas, terdapat kata hab pada frase fa hab dan ighfir pada frasa waghfir. Kata hab merupakan fi’il amr dari fi’il madhi wahaba yahibu – hibatan, artinya menganugerahkan atau melimpahkan. Ketika bentukan fi’il madhi tersebut berubah menjadi fi’il amr maka secara otomatis maknanya langsung berubah menjadi bentuk perintah, anugerahkan atau limpahkan. Sedangkan kata ighfir merupakan fi’il amr dari fi’il ghafara-yaghfiru, artinya adalah mengampuni, ketika bentuk madhi ini berubah menjadi fi’il amr maka artinya berubah menjadi ampunilah. Syair Abu Nawas di atas merupakan syair yang berisi pengakuan (al- i’tiraf) atas banyaknya dosa yang dimiliki Abu Nawas. Secara kajian ilmu ma’ani sya’ir di atas dimulai dengan kalam khabar (kalimat berita) pada bait pertama. Paparan Abu Nawas akan kondisi dirinya yang berlumuran dosa maka denngan penuh kesadaran dia tahu bahwa dia bukanlah ahli surga. Selain dia sadar bahwa dia banyak dosa, Abu Nawas juga sadar betul bahwa dirinya tidak sanggup untuk hidup di neraka. Dilihat dari aspek tujuan kalimat berita, kalimat ini dimaksudkan untuk meminta belas kasihan (istirham). Setelah mengakui dan mengabarkan kekurangan dan kelemahannya, Abu Nawas kemudia memohon untuk diberi anugerah berupa kekuatan menuju pertaubatan dan setelah itu dosa-dosanya diampuni. Kata perintah jika khithab atau mitra tuturnya adalah Tuhan, maka artinya bukan memerintah Tuhan. Namun dalam analisis ilmu balagah, tujuannya adalah berdo’a, artinya memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Meskipun bentuk kalimatnya adalah kalimat perintah, namun tidak bisa diartikan mengharuskan (al-ijab dan al-ilzam) kepada mitra tutur. b. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr
  • 11. 11 Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr artinya adalah fi’il mudhari’ yang berharakat jazm karena didahului oleh lam amr (huruf lam yang berfungsi membentuk perintah). Fi’il mudhari’ adalah kata kerja yang menunjukkan peristiwa sekarang dan yang akan datang. Fi’il mudhari’ dapat dilihat dari karakteristiknya, yaitu diawali oleh salah satu dari empat huruf yaitu hamzah, nun, ya`, dan ta` (disingkat anaita). Keempat huruf di awal fi’il mudhari’ menunjuk kepada pelaku dari aktifitas yang ditunjuk oleh fi’il tersebut. Huruf hamzah menunjuk pada penutur tunggal seperti ata’allamu (saya belajar). Huruf nun menunjuk pada penutur jamak atau penutur tunggal dengan menunjuk kebesaran dirinya, seperti nata’allam dan inna nahnu nazzalna ad dzikra wa inna lahu lahafidzun. Huruf ya’ menunjuk pada orang ketiga laki- laki (tunggal, mutsanna, dan jama’) dan untuk orang ketiga perempuan jama’. Sedangkan huruf ta’ digunakan untuk semua mitra tutur laki-laki maupun perempuan dan juga untuk orang ketiga perempuan mufrad dan jama’. Untuk lebih jelasnya lihatlah table berikut ini: No Fi’il mudhari’ Huruf Mudhara’ah Arti 1 َ‫أ‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬َ ‫أ‬ (saya) belajar 2 َ‫ن‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬ ‫ن‬ (kita) belajar 3 َ‫ي‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬ ‫ي‬ (dia laki-laki) belajar 4 َ‫ت‬َ‫م‬‫ل‬‫ع‬‫ت‬َ ‫ت‬ (kamu laki-laki/ dia perempuan) belajar Selain dengan melihat inisial empat huruf di awal setiap fi’il mudhari’, tanda dari fi’il mudhari’ juga bisa dilihat dengan masuknya huruf berikut ini: (1) Huruf ‫قد‬ََ qad yang berarti taqlil (sedikit, kadang-kadang). (2) Huruf ‫س‬ sin yang berfungsi sebagai tanfis (akan dengan waktu yang sebentar) (3) Huruf ََ‫سزن‬ saufa yang berfungsi sebagai taswif (akan dengan waktu yang lama) (4) Hurufَ‫لم‬ َlam yang berfungsi jazm (belum)
  • 12. 12 (5) Huruf ‫ل‬َ َlam amar yang berfungsi perintah/amar (seyogyanya) (6) Huruf ََ‫لن‬ lan yang berfungsi nashab, (tidak akan) (7) Nun taukid tsaqilah dan khafifahََ ‫ن‬ (sungguh) (8) Ya` mu`annatsah mukhathabah yang digunakan untuk mu`annats dengan dhamir anti (“kamu” untuk perempuan) (Al-Ghalayaini, 2007, juz I: 33). Pembentukan kalimat perintah dengan menggunakan “lam amr” adalah dengan cara menambahkan lam yang berharakat kasrah sebelum fi’il mudhari’. Misalnya kata yadzhabu (pergi) ditambah dengan kata huruf li menjadi liyadzhab (pergilah). Tidak semua huruf lam yang ditambahkan pada kata berfungsi untuk membentuk perintah. Ada banyak ragam fungsi lam selain pembentuk kalimat perintah seperti lam jar, lam ibtida’, lam jawab, lam ta’lil, lam setelah qasam, lam taukid, dan lam juhud. Lam amr sering agak sulit dibedakan dengan lam ta’lil, lam juhud, dan lam taukid, karena ketiganya sama-sama bersambung dengan fi’il mudhari’. Untuk membedakan lam amr dan ketiga lam ini marilah kita perhatikan karakter masing-masing dan contohnya sebagaiaman dibedakan oleh Ni’mah ( tt:156): 1) Lam amr berharakat kasrah jika berada di awal kalimat, namun jika tidak berada di awal kalimat dan didahului oleh huruf seperti wawuَ atau fa’, maka harakatnya sukun. Fi’il mudhari’ yang didahului oleh lam amr harakat akhirnya jazm. Contoh: َ‫ه‬‫ت‬‫ع‬‫َس‬‫ن‬‫َم‬‫ة‬‫ع‬‫وَس‬‫َذ‬‫ق‬‫ف‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬ََ‫(الطلق‬7)َ َ‫ر‬‫ظ‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬‫ف‬ََ‫ان‬‫س‬‫ن‬‫اْل‬ََ‫م‬‫م‬ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬َ،ََ‫ق‬‫ل‬‫خ‬ََ‫ن‬‫م‬ََ‫اء‬‫م‬ََ‫ق‬‫اف‬‫د‬َ(َ:‫الطارق‬5-6) Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, (QS. 86:5-6) 2) Lam ta’lil berharakat kasroh. Perbedaan lam ta’lil dan lam amr yang paling jelas terlihat dari maknanya. Jika lam amr membentuk arti perintah, lam ta’lil membentuk arti kay (supaya). Ketika lam ta’lil masuk
  • 13. 13 ke dalam fi’il mudhari’ maka harakat terakhirnya berubah nashab. Contoh: ََ‫ار‬‫ب‬‫ت‬‫خ‬‫يَال‬‫َف‬‫ح‬‫ج‬‫ن‬‫َِل‬‫د‬‫ه‬‫ت‬‫ج‬ً‫أ‬َ 3) Lam juhud berharakat kasroh. Perbedaan lam juhud, dan lam ta’lil adalah lam juhud selalu diawali jumlah manfiah. Kedua lam ini hanya dibedakan dari kalimat yang mendahuluinya. Contoh: َ‫م‬َ‫اَك‬َ‫ان‬ََ‫ال‬َ‫ع‬َ‫اق‬َ‫ل‬ََ‫ل‬َ‫ي‬َ‫ص‬َ‫د‬َ‫ق‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ر‬َ‫اف‬َ‫ات‬َ Pada contoh di atas frase “ma kaana” merupakan indikasi bagi huruf lam disebut sebagai lam juhud. Ketika lam juhud masuk ke dalam fi’il mudhari’ maka harakat terakhirnya berubah nashab. 4) Lam taukid berbeda dari ketiga lam diatas yang berharakat kasrah, lam taukid berharakat fathah. Lam tukid tidak merubah harakat akhir lafadz ketika masuk ke dalam fi’il mudhari’ (fi’il mudhari’ tetap marfu’). Contoh: َ‫ن‬‫إ‬‫و‬ََ‫ك‬‫ب‬‫ر‬ََ‫م‬‫ك‬‫ح‬‫ي‬‫ل‬ََ‫م‬‫ه‬‫ن‬‫ي‬‫ب‬ََ‫م‬‫ن‬‫ي‬ََ‫ة‬‫ام‬‫ي‬‫ق‬‫ال‬َ‫ا‬‫يم‬‫ف‬َ‫نا‬‫ان‬‫ك‬ََ‫يه‬‫ف‬ََ‫نن‬‫ف‬‫ل‬‫ت‬‫خ‬‫ي‬َ(َ:‫النحل‬124) Setiap uslub dalam bahasa tertentu merupakan pilihan ungkapan yang disertai dengan kesan makna. Ketika ada kalimat perintah yang berisi permintaan masuk ruang acara, akan berbeda redaksinya jika yang diminta masuk itu kepala sekolah atau seorang siswa. Misalnya, redaksi perintah untuk seorang siswa lebih lugas, “Amir.. masuklah ke aula, acaranya sudah dimulai”. Namun ketika yang diminta masuk adalah guru, bahasa yang digunakan kemungkinan tidak akan sama, misalnya “Dimohon bapak untuk masuk ke aula, acaranya sudah mulai” atau bahkan bisa saja kata perintahnya dilesapakan hingga yang disampaikan hanya kalimat beritanya,misalnya “Maaf Pak., acaranya sudah dimulai”. Begitu juga penggunaan fi’il amr dan fi’il mudhari’ dalam membentuk kata perintah. Secara kesan bentukan makna perintah dengan menggunakan fi’il amr dan lamul amr bisa dibedakan sebagai berikut: 1. Kesan yang ditimbulkan dari penggunaan fi’il amr lebih tegas, sedangkan penggunaan lam amr lebih santun. Kesan ini bisa dilihat dari contoh yang
  • 14. 14 ada dalam ilustrasi kalimat berbahasa Indonesia di atas. Dalam bahasa arab, misalnya bisa kita lihat contoh berikut ini: َ‫ا‬َ‫س‬‫ر‬‫د‬‫َالم‬‫ر‬‫ض‬‫َح‬‫د‬‫ق‬‫،َل‬‫ل‬‫ص‬‫اَالف‬‫ن‬‫ل‬‫خ‬‫د‬َ ََ‫ليدخلَمشاركنَالمؤتمرَفيَالقاعةَبعدَالستراحة‬َ 2. Fi’il amr selalu menyaran kepada mitra tutur orang kedua (mukhatab), sedangkan lam amr digunakan untuk orang ketiga dengan semua bentukan mufrad, mutsanna, dan jama’ misalnya: ‫ا‬‫ي‬َ‫ا‬‫ُّه‬‫ي‬‫أ‬ََ‫ين‬‫ذ‬‫ال‬َ‫نا‬‫ن‬‫م‬‫آ‬َ‫ا‬‫ذ‬‫إ‬ََ‫م‬‫ت‬‫ن‬‫اي‬‫زد‬‫ت‬ََ‫ن‬‫ي‬‫زد‬‫ب‬َ‫زى‬‫ل‬‫إ‬ََ‫زل‬‫ج‬‫أ‬َ‫ى‬‫ى‬‫م‬‫ز‬‫س‬‫م‬ََ‫ن‬‫ب‬‫ت‬‫زاك‬‫ف‬ََ‫زب‬‫ت‬‫ك‬‫ي‬‫ل‬‫و‬ََ‫م‬‫ك‬‫زن‬‫ي‬‫ب‬َ ٌَ‫ب‬‫ات‬‫ك‬ََ‫ل‬‫د‬‫ع‬‫ال‬‫ب‬َ:‫(البقرص‬282)َ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dalam ayat ini sudah ada dua contoh kalimat perintah dengan fi’il amr pada lafadz faktubuuhu (maka tulislah / menulislah kamu) dan fi’il mudhari majzum bi lam amr pada lafadz walyaktub (dan hendaklah seorang penulis menulis/menulislah dia). c. Isim Fi’il Amr Isim fi’il amar adalah isim (kata benda) yang bermakna fi’il amr (kata perintah). Namun secara karakter, isim fi’il amar tidak menerima tanda- tanda fi’il (Al-Ghalayaini, 2007, juz I: 155). Contohnya seperti kata hadzari pada syair berikut ini: َ‫ه‬َ‫ي‬ََُّ‫د‬‫ال‬َ‫ن‬َ‫ي‬َ‫اَت‬َ‫ق‬َ‫ن‬َ‫ل‬ََ‫ب‬َ‫م‬َ‫ل‬َ‫ء‬ََ‫ف‬َ‫ي‬َ‫ه‬َ‫اََ*َََح‬َ‫ذ‬َ‫ار‬ََ‫ح‬َ‫ذ‬َ‫ار‬ََ‫م‬َ‫ن‬ََ‫ب‬َ‫ط‬َ‫ش‬َ‫يَو‬َ‫ف‬َ‫ت‬َ‫ك‬‫ي‬َ Dialah dunia yang berkata kepada segala sesuatu yang tinggal di dalamnya, berhati-hatilah.. berhati-hatilah dengan sergapan dan seranganku.. Dilihat dari waktunya, isim fi’il dibagi menjadi tiga sebagaimana pembagian fi’il, ada isim fi’il madhi, isim fi’il mudhari’, dan isim fi’il amr. Sebagaimana namanya, isim fi’il madhi menunjuk pada kejadian yang telah lampau seperti kata haihaata (ba’uda: jauh sekali). Isim fi’il
  • 15. 15 muddhari’ menunjuk pada kejadian di waktu sekarang, seperti kata aah (atawajja’u: saya merasa sakit). Isim fi’il amr menunjuk pada sebuah perintah yang aktifitasnya belum terjadi ketika perintah itu dilafalkan, misalnya kata shah (uskut: diamlah). Pada modul ini kita akan fokus membahas isim fi’il amr, sesuai dengan sub judulya yaitu bagaimana cara membuat kalimat perintah dalam bahasa Arab yang salah satu caranya adalah dengan isim fi’il amr. Beberapa kata yang merupakan isim fi’il amr adalah: No Isim fi’il Amar Makna Arti 1. ‫آمين‬ َ‫ا‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ج‬َ‫ب‬ Kabulkanlah 2. ََْ‫ه‬ٌَ‫ه‬َْ/ََ َ‫ا‬َ‫س‬َ‫ك‬َ‫ت‬ Diamlah 3. َ‫م‬َ‫ه‬َ َ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ك‬َ‫ف‬َ‫ف‬ Berhentilah 4. َ‫ب‬َ‫ل‬َ‫ه‬َ َ‫د‬َ‫ع‬َََ‫و‬َ‫ات‬َ‫ر‬َ‫ك‬َ Tinggalkanlah 5. َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ي‬َ‫ك‬َ َ‫ا‬َ‫ل‬َ‫و‬َ‫م‬َ Peliharalah 6. َ‫إ‬َ‫ل‬َ‫ي‬َ‫ك‬َ َ‫خ‬َ‫ذ‬َ Ambillah 7. َ‫ه‬‫ي‬‫َ/َإ‬‫ه‬‫ي‬‫إ‬َ َ‫د‬‫ز‬‫َو‬‫ث‬‫د‬‫ح‬َ Bicaralah lagi 8. َ‫ه‬َ‫ي‬‫ا‬َ َ‫أ‬َ‫س‬َ‫ر‬َ‫ع‬َ Cepatlah 9. َ‫ح‬َ‫ي‬َ َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ال‬ََ‫م‬َ‫س‬َ‫ر‬ًَ‫ع‬‫ا‬َ Kesinilah cepat 10. َ‫ح‬َ‫ذ‬َ‫ار‬َ َ‫ا‬َ‫ح‬َ‫ذ‬َ‫ر‬َ Hati-hatilah Selain sepuluh kata di atas, masih ada beberapa kata isim fi’il amr yang lain, baik itu murtajal, manqul, dan ma’dul (qiyasi). d. Masdar yang mengganti fi’il amar Mashdar adalah ujaran yang menyaran kepada sebuah kejadian yang tidak dibarengi dengan keterangan waktu (al-Ghalayaini,2007: Juz 1, 123). Pada dasarnya mashdar adalah kata benda yang tidak menyaran kepada perintah. Mashdar bisa bermakna perintah ketika posisinya ditempatkan pada posisi mengganti fi’il amr yang dilesapkan. Jika ditampakkan maka sebenarnya sebelum isim mashdar yang dibaca rafa’ terdapat fi’il amr yang disamarkan, contoh:
  • 16. 16 َ‫س‬َ‫ع‬ًَ‫ي‬َ‫اَف‬َ‫ىَس‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ي‬َ‫ر‬َ‫س‬‫ََ(ا‬َ‫ع‬َ‫س‬َ‫ع‬ًَ‫ي‬َ‫اَف‬َ‫ىَس‬َ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ي‬َ‫ر‬)َ Berusahalah dengan sungguh-sungguh (berjuanglah) di jalan kebaikan. Pada contoh di atas terlihat bahwa isim mashdar berupa kata sa’yan menggantikan posisi fi’il amr yang dilesapkan berupa kata perintah is’a (berusahalah) atau jika disebut keduanya akan muncul kata is’a sa’yan. Dalam memaknai perintah yang menggunakan mashdar pengganti fi’il amr, ada kesan makna penguat (ta’kid) karena sebelum dibuang isim masdar menjadi penguat dalam posisi maf’ul muthlaq. Contoh yang lainnya adalah syair berikut ini: َ‫ف‬َ‫ص‬َ‫ب‬ًَ‫ر‬َ‫اَف‬َ‫يَم‬َ‫ج‬َ‫ال‬ََ‫ال‬َ‫م‬َ‫ن‬َ‫ت‬َََْ‫ب‬ًَ‫ر‬َ‫اََ*ََف‬َ‫م‬َ‫اَن‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ل‬َ‫ن‬َ‫د‬ََ‫ب‬َ‫م‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ط‬َ‫اع‬ Maka bersabarlah sesabar sabarnya dalam urusan kematian, karena untuk meraih keabadian merupakan hal yang tidak mungkin Dari keempat cara membuat kalimat perintah di atas, nampak jelas bahwa bahasa Arab memiliki struktur yang berbeda dalam membentuk kalimat perintah dibandingkan bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia. 2. al-Nahyu (Kalimat Larangan dalam Bahasa Arab) Al-Nahyu secara bahasa bermakna larangan, berasal dari bahasa Arab naha, yanha, nahyan artinya melarang. Setiap bahasa pasti punya kalimat yang bermakna larangan, siapapun itu pasti membutuhkan kata larangan dalam berkomunikasi. Namun dalam menyusun kalimat larangan, setiap bahasa memiliki aturan tersendiri. Ahmad al-Hasyimi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan uslub al nahyu adalah: ‫ال‬َ‫ن‬َ‫ي‬‫ه‬َ‫:َط‬َ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫ء‬‫ي‬‫َالش‬‫ن‬‫َع‬‫ف‬‫ك‬‫ال‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ىَو‬َ‫ج‬َ‫ه‬ََ‫ال‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ع‬َ‫ل‬َ‫ء‬ََ‫م‬َ‫ع‬ََ‫ا‬َ‫ْل‬َ‫ل‬َ‫و‬َ‫ام‬َ ََ،‫(الهاشمي‬2000َ:69) Kalimat larangan adalah permintaan untuk menghentikan sebuah aktifitas dengan superioritas orang yang meminta. Artinya, secara makna dasar kalimat tersebut berisi pengharusan kepada mitra tutur untuk menghentikan aktifitas tertentu. Redaksi kalimat larangan dalam bahasa Arab adalah dengan
  • 17. 17 menyambungkan fi’il mudhari' dan la nahiyah. Bentuk ini merupakan bentukan dasar dari kalimat larangan (al nahyu), namun dimungkinkan juga secara makna al nahyu dibentuk dengan bentuk lain, misalnya isim fi’il amr yang artinya larangan seperti shah/shahun (diam/jangan ngomong), atau bisa juga dengan menggunakan fi’il amr yang tujuannya melarang, misalnya da’ (biarkanlah/jangan melakukan apapun) ijtanib (jahuilah/jangan mendekat), utruk (tinggalkanlah/ jangan disini). Diantara beberapa cara membentuk uslub nahy yang paling banyak digunakan adalah dengan menjazemkan fi’il mudhari’ dengan la an-nahiyah. Huruf la diletakkan di depan fi’il mudhari’, setelah ada la an nahiyah maka kalimat setelahnya akan dibaca jazm. Ada dua laa yang secara tulisan sama persis dan sama-sama masuk dalam fi’il mudhari’ namun secara fungsi berbeda, yaitu la an nahiyah dan la annafiyah. Perbedaan antara la an nahiyah dan la annafiyah selain ditinjau dari maknanya, secara kasat juga bisa dilihat pada harakat akhir pada fi’il mudhari’ setelah kemasukan huruf la. Fi’il mudhari’ setelah kemasukan huruf la an nahiyah dibaca jazm, namun la annafiyah tidak menyebabkan perubahan harakat pada fi’il mudhari’. Contohnya nampak dalam paparan kalimat berikut ini: َ‫و‬َ‫ل‬َ‫َت‬َ‫ف‬َ‫س‬َ‫د‬َ‫و‬‫ا‬ََ‫ف‬َ‫ىَا‬َ‫ِل‬َ‫ر‬َ‫ض‬ََ‫ب‬َ‫ع‬َ‫د‬ََ‫ا‬ََْ‫ل‬َ‫ح‬َ‫ه‬‫ا‬ Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan memperbaikinya (QS. Al-A'raf: 85). َ‫ن‬‫إ‬ََ‫ين‬‫ذ‬‫ال‬َ‫وا‬‫ر‬‫ف‬‫ك‬ٌََ‫ء‬‫ا‬‫ن‬‫س‬ََ‫م‬‫ه‬‫ي‬‫ل‬‫ع‬ََ‫م‬‫ه‬‫ت‬‫ر‬‫ذ‬‫ن‬‫أ‬‫أ‬ََ‫م‬‫أ‬ََ‫م‬‫ل‬ََ‫م‬‫ه‬‫ر‬‫ذ‬‫ن‬‫ت‬ََ‫ل‬ََ‫نن‬‫ن‬‫م‬‫ؤ‬‫ي‬َ(َ:‫البقرص‬6)َ Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. 2:6) Kata la pada surat al-A’raf ayat 25 adalah la yang fungsinya untuk melarang (la annahiyah), setelah di dahului oleh la annahiyah, fi’il mudhari’ yang ada setelahnya dibaca jazm. Kata ”tufsiduuna”, ketika didahului oleh la menjadi “la tufsiduu” huruf nun di akhir kalimat dihilangkan sebagai tanda dia jazm. Sedangan pada contoh yang kedua, huruf la adalah huruf la an-nafiyah yang berarti “tidak”, mereka tidak beriman. Fi’il mudhari’ “yu’minuuna” tetap seperti
  • 18. 18 semula ketika didahului la an-anfiyah, menjadi “la yu’minuuna” tanpa perubahan di akhir kata “yu’minuuna”. Contoh pada paragraf di atas adalah fi’il mudhari’ yang jama’. Sedangkan fi’il mudhari’ yang fa’ilnya mufrad dan berakhir dengan huruf shahih, ketika kemasukan la annahiyah maka huruf akhirnya dijazmkan dengan sukun. Namun ketika yang mendahuluinya adalah la an-nafiyah maka harakatnya tetap dhammah sebagaimana harakat asli fi’il mudhari’. Sebagaimana yang terjadi pada dua contoh berikut ini: َ‫ل‬ََ‫ت‬َ‫ط‬َ‫ل‬َ‫ب‬ََ‫م‬َ‫ن‬ََ‫ال‬َ‫ج‬َ‫و‬َ‫اء‬ََ‫إ‬َ‫ل‬َ‫َب‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ر‬ََ‫م‬ََْ‫ا‬َ‫ن‬َ‫ع‬َ‫ت‬َ Janganlah kamu menuntut balasan kecuali senilai dengan apa yang kamu kerjakan ‫ي‬‫ف‬ََ‫ة‬‫ن‬‫ج‬ََ‫ة‬‫ي‬‫ال‬‫ع‬َََ‫ل‬ََ‫ع‬‫م‬‫س‬‫ت‬َ‫ا‬‫يه‬‫ف‬ًََ‫ة‬‫ي‬‫غ‬‫ل‬َ(َ:‫الغاشية‬10-11)َ dalam surga yang tinggi, tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna (QS. Al –Ghasyiyah :10-11( Uslub nahyi kebanyakan menyaran kepada orang kedua (mukhatab), namun sebenarnya dia juga bisa menyaran kepada orang ketiga (ghaib). Pengguanan la annahiyah mayoritas juga begitu, digunakan untuk orang kedua(mukhatab), namun bisa juga diperuntukkan untuk orang ketiga (ghaib). Contoh di dalam al-Qur’an uslub nahyi yang menyaran kepada orang ketiga (ghaib) adalah: ‫ا‬‫ي‬َ‫ا‬‫ُّه‬‫ي‬‫أ‬ََ‫ين‬‫ذ‬‫ال‬َ‫نا‬‫ن‬‫م‬‫آ‬ََ‫ل‬ََ‫ر‬‫خ‬‫س‬‫ي‬ٌََ‫م‬‫ن‬‫ق‬ََ‫ن‬‫م‬ََ‫م‬‫ن‬‫ق‬َ‫ى‬‫س‬‫ع‬ََ‫ن‬‫أ‬َ‫نا‬‫نن‬‫ك‬‫ي‬َ‫ا‬ ً‫ر‬‫ي‬‫خ‬ََ‫م‬‫ه‬‫ن‬‫م‬ََ‫ل‬‫و‬ٌََ‫ء‬‫زا‬‫س‬‫ن‬ََ‫زن‬‫م‬َ َ‫اء‬‫س‬‫ن‬َ‫ى‬‫س‬‫ع‬ََ‫ن‬‫أ‬ََ‫ن‬‫ك‬‫ي‬َ‫ا‬ ً‫ر‬‫ي‬‫خ‬ََ‫ن‬‫ه‬‫ن‬‫م‬ََ‫ل‬‫و‬َ‫وا‬‫و‬‫م‬‫ل‬‫ت‬ََ‫م‬‫ك‬‫س‬‫ف‬‫ن‬‫أ‬ََ‫ل‬‫و‬َ‫وا‬‫و‬‫اب‬‫ن‬‫ت‬ََ‫اب‬‫ق‬‫ل‬‫اِل‬‫ب‬ََ‫س‬‫ئ‬‫ب‬ََ‫م‬‫س‬‫ال‬َ َ‫نق‬‫س‬‫ف‬‫ال‬ََ‫د‬‫ع‬‫ب‬ََ‫ان‬‫يم‬‫اْل‬ََ‫ن‬‫م‬‫و‬ََ‫م‬‫ل‬ََ‫ب‬‫ت‬‫ي‬ََ‫ك‬‫ئ‬‫ول‬‫أ‬‫ف‬ََ‫م‬‫ه‬ََ‫نن‬‫م‬‫ال‬‫الظ‬َ(َ‫الحجرات‬11) Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.Seburuk-buruk panggilan ialah
  • 19. 19 (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. 49:11) Pada ayat di atas dijelaskan bahwa sekelompok kaum dilarang mengolok- olok kaum yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok. Obyek yang dituju oleh kalimat larangan ini adalah orang ketiga, yaitu dia (kaum). Dhamir orang ketiga (huwa) pada kata yaskhar nampak pada huruf mudhara’ah ya’ yang berada di awal kata. Huruf ya’ tersebut merujuk pada kata qaum, sebuah kaum. Keterangan ini menunjukkan bahwa yang dituju oleh kata larangan la yaskhar adalah orang ketiga (ghaib). Selain ayat ini masih banyak lagi ayat lain yang berisi larangan kepada orang ketiga (ghaib). Selain menggunakan uslub nahyi, secara makna terkadang larangan juga menggunakan uslub nafyi yang tujuannya adalah nahyi (melarang). Dalam kajian ilmu ma’ani ada kajian tentang makna dasar (al-ma’na al-wadh’iy/ al-ashliy) dan makna kontekstual (al-ma’na as-siyaqi / muqtadha ahwal). Seperti contoh huruf la yang masuk kepada fi’il mudhari’. Kajiannya bisa dilihat dari beberapa aspek, misalnya secara ma’na wadh’iy artinya ada dua, yaitu “jangan” dan “tidak” tergantung dimana dia ditempatkan. Kata “la” dalam uslub nahyi bermakna “jangan”, sedangkan pada uslub nafyi bermakna tidak. Namun secara ma’na as- siyaqi (berdasarkan konteks tuturan) dengan melihat kondisi mitra tutur (muqtadha ahwal al-mukhathabiin) bisa saja tujuan kalimat berbeda dengan kata dasarnya. Uslub nahyi merupakan bagian dari kalam insya’ (kalimat non berita) yang secara wadh’iy bertujuan untuk memerintah, namun uslub nafyi masuk kategori kalam khabar (kalimat berita) yang secara wadh’iy bertujuan memberi tahu (kalimat berita). Apabila kalimat itu sudah digunakan, maka akan terdapat perbedaan tujuan yang keluar dari makna dasarnya. Yang awalnya kalimat berita bisa saja bermakna non berita begitu juga sebaliknya. E. RANGKUMAN Selamat, saudara telah menyelesaikan modul tentang al-amru dan al-nayu (Gaya Imperatif dalam Sastra Arab). Dengan demikian saudara telah menguasai kompetensi profesional tentang uslub amr dan nahyi (gaya
  • 20. 20 imperatif dalam Sastra Arab) mulai dari pemahaman konsep, menyebutkan contoh-contoh, membuat uslub amr dan nahyi dan secara pedagogis mampu mengajarkan materi tersebut dalam pembelajaran di kelas. Hal-hal penting yang telah saudara pelajari adalah sebagai berikut. 1. Kata al-amru merupakan bentuk mashdar dari derivasi kata amara, ya’muru, amran. Secara bahasa bisa berarti menyuruh atau memerintahkan.secara istilah al-amru adalah meminta direalisasikannya sesuatu, baik permintaan itu berupa perbuatan fisik maupun psikis. 2. Kalimat perintah atau imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan melaksanaan perbuatan. Jika dilihat dari definisi ini maka antara amr dan nahy dalam bahasa Indonesia tidak dibedakan, keduanya sama-sama disebut perintah. Perbedaannya hanya pada lanjutan istilah perintah, amr definisinya adalah perintah untuk melaksanakan aktifitas dan nahy adalah perintah untuk menjahui sebuah aktifitas. 3. Dalam bahasa Arab ada empat cara dalam membentuk kalimat perintah, yaitu dengan (1) Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah), (2) Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr, (3) Isim Fi’il Amr, (4) Masdar yang mengganti fi’il amar. 4. Pembentukan kalimat perintah dengan fi’il amr merupakan bentuk dasar dan paling banyak digunakan dalam bahasa Arab. Secara tekstual, setiap kalimat yang ada fi’il amr-nya pasti merupakan kalimat perintah, meskipun secara kontekstual kalimat perintah tidak selalu fungsinya memerintah. 5. Semua hamzah di awal fi’il amr adalah hamzatu washl kecuali hamzah amr dari fi’il ruba’i (bentuk fi’il madhinya terdiri dari empat huruf). 6. Pembentukan kalimat perintah dengan menggunakan “lam amr” adalah dengan cara menambahkan lam yang berharakat kasrah sebelum fi’il mudhari’. 7. Lam amr berharakat kasrah jika berada di awal kalimat, namun jika tidak berada di awal kalimat dan didahului oleh huruf seperti wawuَ atau fa’, maka harakatnya sukun. Fi’il mudhari’ yang didahului oleh lam amr harakat akhirnya jazm.
  • 21. 21 8. Lam ta’lil berharakat kasroh. Perbedaan lam ta’lil dan lam amr yang paling jelas terlihat dari maknanya. Jika lam amr membentuk arti perintah, lam ta’lil membentuk arti kay (supaya). Ketika lam ta’lil masuk ke dalam fi’il mudhari’ maka harakat terakhirnya berubah nashab. 9. Lam juhud berharakat kasroh. Perbedaan lam juhud, dan lam ta’lil adalah lam juhud selalu diawali jumlah manfiah. Kedua lam ini hanya dibedakan dari kalimat yang mendahuluinya. 10. Lam taukid berbeda dari ketiga lam diatas yang berharakat kasrah, lam taukid berharakat fathah. Lam tukid tidak merubah harakat akhir lafadz ketika masuk ke dalam fi’il mudhari’ (fi’il mudhari’ tetap marfu’). 11. Isim fi’il amar adalah isim (kata benda) yang bermakna fi’il amr (kata perintah). Namun secara karakter, isim fi’il amar tidak menerima tanda-tanda fi’il 12. Mashdar adalah ujaran yang menyaran kepada sebuah kejadian yang tidak dibarengi dengan keterangan waktu. Mashdar bisa bermakna perintah ketika posisinya ditempatkan pada posisi mengganti fi’il amr yang dilesapkan. 13. Kalimat larangan adalah permintaan untuk menghentikan sebuah aktifitas dengan superioritas orang yang meminta. Artinya, secara makna dasar kalimat tersebut berisi pengharusan kepada mitra tutur untuk menghentikan aktifitas tertentu F. TES FORMATIF 1 Pilihlah salah satu jawaban a,b,c,d,atau e yang saudara anggap paling benar! 1. Dalam bahasa Arab ada empat cara dalam membentuk kalimat perintah, diantara beberapa hal berikut ini ada yang bukan merupakan cara pembentukan amr, yaitu: a. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa b. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah
  • 22. 22 c. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr d. Isim Fi’il Amr e. Masdar yang mengganti fi’il amar. 2. Bentukan dasar dan yang paling banyak digunakan dalam bahasa Arab adalah: Tindak tutur direktif a. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah) b. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa c. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr d. Isim Fi’il Amr e. Masdar yang mengganti fi’il amar. 3. Hamzah di awal fi’il amr merupakan hamzatu washl kecuali hamzah amr pada : a. fi’il ruba’i b. fi’il tsulasti c. fi’iil khumasi d. fi’il sudasi e. fi’il mu’tal akhir 4. Huruf laam yang berharakat kasrah jika berada di awal kalimat, namun jika tidak berada di awal kalimat dan didahului oleh huruf seperti wawuَ atau fa’, maka harakatnya berubah menjadi sukun dan menyebabakan fi’il mudhari’menjadi jazm adalah:. a. Lam amr b. Kam ta’lil c. Lam juhud d. Lam taukid e. Lam idhafah 5. Huruf laam yang berharakat kasrah dan membentuk arti kay (supaya). Ketika masuk masuk ke dalam fi’il mudhari’ maka harakat terakhirnya berubah nashab adalah: a. Lam ta’lil b. Lam amr c. Lam juhud
  • 23. 23 d. Lam taukid e. Lam idhafah 6. Huruf laam yang berharakat fathah dan tidak merubah harakat akhir lafadz ketika masuk ke dalam fi’il mudhari’ (fi’il mudhari’ tetap marfu’): a. Lam taukid b. Lam ta’lil c. Lam amr d. Lam juhud e. Lam idhafah 7. Permintaan untuk menghentikan sebuah aktifitas dengan superioritas orang yang meminta, yaitu pengharusan kepada mitra tutur untuk menghentikan aktifitas tertentu disebuat: a. Al-Nahyu b. Al-amru c. Al-Khabar d. Al-Insya’ e. Al-istifham 8. Dalam ayat berikut ini kata yang bergaris bawah adalah: )11-10َ:‫َ(الغاشية‬ًَ‫ة‬‫ي‬‫غ‬‫ل‬َ‫ا‬‫يه‬‫ََف‬‫ع‬‫م‬‫س‬‫ََت‬‫َََل‬‫ة‬‫ي‬‫ال‬‫ََع‬‫ة‬‫ن‬‫يَج‬‫ف‬ a. La nafi bersambung dengan fi’il mudhari’ b. La nahi bersambung dengan fi’il mudhari’ c. Lam Amr bersambung dengan fi’il mudhari’ d. Lam juhud bersambung dengan fi’il mudhari’ e. Lam ta’lil bersambung dengan fi’il mudhari’ 9. Dalam syair berikut ini kata yang bergaris bawah adalah: َ‫ف‬َ‫ص‬َ‫ب‬ًَ‫ر‬‫ا‬ََ‫ف‬َ‫يَم‬َ‫ج‬َ‫ال‬ََ‫ال‬َ‫م‬َ‫ن‬َ‫ت‬َََْ‫ب‬ًَ‫ر‬َ‫اََ*ََف‬َ‫م‬َ‫اَن‬َ‫ي‬َ‫ل‬ََ‫ال‬َ‫خ‬َ‫ل‬َ‫ن‬َ‫د‬ََ‫ب‬َ‫م‬َ‫س‬َ‫ت‬َ‫ط‬َ‫اع‬ a. Masdar yang mengganti fi’il amar. b. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa c. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah d. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr e. Isim Fi’il Amr
  • 24. 24 10. Ketika seseorang ingin menegaskan sebuah isi perintah dengan gamblang dan jelas, maka yang dipilih adalah: a. Fi’il Amr (Kata Kerja Perintah b. Masdar yang mengganti fi’il amar. c. Fi’il Mudhari' bersambung dengan kata laa d. Fi’il Mudhari' Majzum bi Lam Amr e. Isim Fi’il Amr G. DAFTAR PUSTAKA Abbas, Fadl Hasan. 2000. Al-Balagah Fununuha wa Afnanuha. Yordania: Darul Furqan Al-Ghalayaini, Musthafa. 2007. Jami’u ad-Durusi al-Lughah Al-‘Arabiyyah. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah. Cet. 8. Al-Hasyimi, Assayyid Ahmad.2000. Jawahirul Balâghah. Libanon: Daru al- Fikr. Al-Quran danTerjemahnya. 2008. Departemen Agama RI. Bandung: Diponegoro. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ni’mah, Fuad. tt. Mulakhkhash Qawa’id al-Lughah al-Arabiyyah. Damaskus: Darul Hilmah. cet.7