Makalah ini membahas pengkajian stok ikan dan model produksi surplus. Metode yang digunakan dalam menghitung stok ikan adalah model produksi surplus logistik dan model Schaefer yang memprediksi stok berdasarkan peningkatan dan penurunan populasi ikan akibat reproduksi, pertumbuhan, dan kematian alami atau penangkapan.
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Makalah tentang Stok Ikan
1. TUGAS MAKALAH
Stok Ikan
OLEH:
NAMA : YAN WILIAM KYEUW KYEUW
NPM : 121165427140018
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PESISIR
FAKULTAS PERTANIAN KEHUTANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS OTTOW GEISSLER PAPUA
JAYAPURA
2017
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model adalah contoh sederhana dari sistem dan menyerupai sifat-sifat sistem
yang dipertimbangkan, tetapi tidak sama persis dengan sistem. Penyederhanaan dari
sistem sangat penting agar dapat dipelajari secara seksama. Model dikembangkan
dengan tujuan untuk studi tingkah laku sistem melalui analisis rinci akan komponen
atau unsur dan proses utama yang menyusun sistem serta interaksinya antara satu
dengan yang lain. Dengan demikian pengembangan model adalah suatu pendekatan
yang tersedia untuk mendapatkan pengetahuan yang layak akan suatu sistem. Model
beperanan penting dalam pengembangan teori karena berfungsi sebagai konsep dasar
yang menata rangkaian aturan yang digunakan untuk menggambarkan sistem
(Sitompul 2004).
Model produksi surplus dapat digunakan untuk mendukung pengelolaan
rajungan di perairan Teluk Banten. Model produksi surplus merupakan salah satu
model yang umum digunakan dalam penilaian-penilaian stok ikan, karena kelompok
model ini dapat diaplikasikan dengan tersedianya data hasil tangkapan dan upaya
tangkapan secara runut waktu (time series) yang umumnya tersedia di setiap tempat
pendaratan ikan. Model yang diterapkan dalam perikanan mungkin berbeda untuk
ikan yang berbeda. Artinya ikan yang sama dan hidup di wilayah perairan yang
berbeda belum tentu memiliki kecocokan model yang sama. Sama halnya dengan
jenis ikan yang berbeda dan hidup di perairan yang sama, model yang cocok
diterapkan mungkin saja berbeda.
B. Tujuan
adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
a. Mengetahui pengkajian stok ikan
b. Mengetahui metode yang digunakan dalam menghitung stok ikan.
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengkajian Stok Ikan
Sparre dan Venema (1999) mengemukakan bahwa maksud dari pengkajian
stok ikan adalah memberikan saran tentang pemanfaatan optimum sumberdaya hayati
perairan seperti ikan dan udang. Sumberdaya hayati bersifat terbatas tetapi dapat
memperbaharui dirinya. Pengkajian stok ikan dapat diartikan sebagai upaya pencarian
tingkat pemanfaatan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan
maksimum perikanan dalam bentuk bobot. Tujuan dasar dari pengkajian stok ikan
dilukiskan pada Gambar. Sumbu mendatar adalah upaya penangkapan yang diukur,
misalnya jumlah hari kapal penangkap. Sumbu yang lain adalah hasil tangkapan,
yakni ikan yang didaratkan dalam satuan bobot. Sampai pada tingkat tertentu akan
diperoleh hasil tangkapan yang sejalan dengan peningkatan upaya penangkapan.
Akan tetapi setelah tingkat tersebut, pembaharuan sumberdaya (reproduksi dan
pertumbuhan tubuh) tidak dapat mengimbangi penangkapan, sehingga peningkatan
tingkat ekspoitasi yang lebih jauh akan mengarah kepada pengurangan hasil
tangkapan. Tingkat upaya penangkapan yang dalam jangka panjang memberikan
hasil tertinggi dicirikan oleh FMSY dan hasil tangkapannya dicirikan oleh MSY
(Maximum Sustainable Yield). Ungkapan dalam jangka panjang digunakan karena
seseorang dapat memperoleh hasil yang tinggi dalam tahun tertentu. Namun, jika
upaya penangkapan terus ditingkatkan, hasil tangkapan akan makin berkurang pada
tahun-tahun berikutnya. Hal ini karena sumber dayanya telah tertangkap (Sparre dan
Venema 1999).
Konsep dasar dalam mendeskripsikan dinamika suatu sumber daya perairan
yang dieksploitasi adalah stok. Suatu stok adalah sub gugus suatu spesies yang
umumnya dianggap sebagai unit taksonomi dasar. Prasarat untuk identifikasi stok
adalah kemampuan untuk memisahkan spesies yang berbeda. Banyaknya spesies ikan
yang ditemukan di perairan tropis dan seiring mirip satu sama lain, menimbulkan
masalah dalam identifikasinya. Karena itu, ilmuwan perikanan harus menguasai
teknik-teknik identifikasi spesies jika harus menghasilkan pengkajian stok yang
bermanfaat dari data yang dikumpulkan. Dalam konteks pengkajian stok ikan,
sekelompok hewan dimana batas-batas sebaran geografisnya dapat ditentukan bisa
dianggap sebagai suatu stok. Kelompok hewan tersebut terdiri dari ras yang sama dari
satu spesies, yakni memiliki kumpulan gen yang sama. Lebih mudah untuk
menentukan spesies yang kebiasaan ruayanya dekat sebagai satu stok daripada
spesies yang beruaya jauh seperti tuna. Bagaimanapun, tidak ada bukti untuk
menerima atau menolak hipotesis ini. Klarifikasi yang dapat dilakukan adalah dengan
4. melakukan studi identifikasi menggunakan teknik molekular, misalnya analisis DNA
(Wu et al. 2010).
Gambar. Tujuan dasar pengkajian stok (Sparre dan Venema 1999)
Pengkajian stok ikan harus dilakukan secara terpisah bagi setiap unit stok.
Oleh karena itu, data masukan untuk tiap stok dari spesies yang dikaji harus tersedia.
Konsep stok berkaitan erat dengan konsep parameter pertumbuhan dan mortalitas.
Parameter pertumbuhan merupakan nilai numerik dalam persamaan. Parameter ini
dapat diprediksi melalui ukuran badan ikan setelah mencapai umur tertentu.
Parameter mortalitas mencerminkan suatu laju kematian hewan, yakni jumlah
kematian per satuan waktu. Mortalitas penangkapan mencerminkan kematian yang
dikarenakan oleh penangkapan. Adapun mortalitas alami merupakan kematian karena
pemangsaan, penyakit, predator dan faktor alam lain (Sparre dan Venema 1999).
Pengkajian stok ikan bertujuan untuk mendeskripsikan proses-proses,
hubungan antara masukan dan luaran serta alat yang digunakan. Hubungan tersebut
disebut model-model. Suatu model adalah deskripsi yang disederhanakan dari
hubungan antara data masukan dan data luaran. Model terdiri atas sederetan instruksi
tentang bagaimana melakukan perhitungan dan bagaimana model-model tersebut
dirancang berdasarkan hasil amatan atau hasil pengukuran (Sparre dan Venema
1999).
Memproses data masukan dengan bantuan model-model dapat meramalkan luarannya
secara sederhana adalah:
Suatu model dikatakan baik jika model tersebut dapat meramalkan luaran
dengan ketepatan yang masuk akal. Tetapi, karena model tersebut merupakan
penyederhanaan dari keadaan sebenarnya, maka akan jarang memperoleh luaran yang
tepat. Instruksi untuk perhitungan-perhitungan yang membentuk model diberikan
5. dalam bentuk persamaan matematik, yaitu peubah, parameter dan operator (Sparre
dan Venema 1999). Suadi dan Widodo (2008) menyatakan bahwa pengakajian stok
mencakup suatu estimasi tentang jumlah atau kelimpahan dari sumber daya. Selain
itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang diakibatkan
oleh penangkapan serta tingkat kelimpahan dimana stok dapat menjaga dirinya dalam
jangka panjang.
B. Model Produksi Surplus
Model sangat penting untuk menduga konsekuensi dari bentuk pengelolaan
dan dapat digunakan untuk membentuk dan memantau kebijakan (Beattie et al.
2002). Produksi surplus sebagai perbedaan antara produksi (rekruitmen dan
pertumbuhan) dengan kematian alami. Produksi surplus dapat dituliskan sebagai
berikut:
artinya biomassa pada tahun tertentu , adalah biomassa tahun sebelumnya
ditambahkan dengan produksi surplus tahun sebelumnya dikurangi dengan tangkapan
tahun sebelumnya (Masters 2007).
Widodo dan Suadi (2008) mengemukakan bahwa pertambahan netto dalam
ukuran populasi akan kecil, baik pada tingkat populasi tinggi maupun rendah. Karena
itu sebagai konsekuensinya pertambahan tersebut akan mencapai maksimum pada
tingkat populasi intermediate. Hukum umum dari pertumbuhan populasi dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan deferensial sebagai berikut :
dimana B merupakan biomassa populasi. Hukum pertumbuhan populasi ini
dipergunakan untuk menggambarkan banyak organisme. Suatu fungsi yang telah
terbukti sangat cocok untuk berbagai data eksperimen yaitu:
dimana r dan K adalah konstanta. Ini dikenal dengan persamaan pertumbuhan logistik
Verhultst-Pearl. Paramter r adalah laju pertumbuhan intrinsik, karena untuk B kecil,
maka laju pertumbuhan kira-kira sama dengan r. Adapun K adalah daya dukung
lingkungan dan mewakili populasi maksimum yang dapat ditopang oleh lingkungan.
Fungsi ini bersifat parabolik yang simetrik dengan laju pertumbuhan maksimum pada
tingkat K. Kurva selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3. Beberapa asumsi yang
6. mendasari hukum umum pertumbuhan populasi pada Gambar 3 dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a) Setiap populasi dan ekosistem tertentu akan tumbuh dalam berat sampai mendekati
daya dukung maskimum dari ekosistem (terutama dalam kaitannya dengan
ketersediaan makanan). Kenaikan dalam berat total perlahan-lahan berhenti manakala
ukuran stok semakin mendekati, secara asimtotik, daya dukung dari lingkungan K
secara asimtotik.
b) Nilai K kira-kira berkaitan erat dengan nilai biomassa dari stok perawan atau yang
belum dimanfaatkan (virgin stock).
c) Pertumbuhan menurut waktu dari biomassa populasi dapat dilukiskan dengan suatu
kurva logistik, turunan pertama dari kurva ini () mencapai maksimum pada dan
bernilai 0 pada B=0 dan B=K.
d) Upaya penangkapan yang menurunkan K sampai dengan setengah dari nilai
originalnya akan menghasilkan pertumbuhan netto yang tertinggi dari stok, yakni
produksi surplus maksimum (Maximum Surplus Yield) yang tersedia dalam suatu
populasi
e) Produksi surplus maksimum pada butir (d) akan dipertahankan secara lestari (di
sinilah berawal yang disebut Maximum Sustainable Yield, MSY) manakala biomassa
dari stok yang dieksploitasi dipertahankan pada tingkat K/2
Hubungan antara biomassa tangkapan (B) dengan turunan pertama biomassa
(Sparre dan Venema 1999)
Terdapat beberapa alasan biologi yang membuat beberapa asumsi tersebut masuk
akal. Beberapa alasan tentang rendahnya produksi surplus pada tingkat ukuran stok
lebih besar dari antara lain dikemukakan oleh Ricker (1975) in Widodo dan Suadi
(2008) sebagai berikut:
7. a) Dekat densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi dan kadang-kadang jumlah
aktual dari rekrut, lebih rendah dari pada densitas stok ikan yang lebih kecil.
Meningkatkan rekruitmen dapat dicapai melalui pengurangan penangkapan stok ikan.
b) Bila suplai makanan terbatas, makanan kurang dikonversikan ke dalam bentuk
daging ikan oleh stok yang besar dibandingkan dengan stok yang kecil. Masing-
masing individu pada stok ikan besar akan mengkonversi makanan untuk biomassa
dalam jumlah sedikit karena makanan akan digunakan untuk bertahan hidup,
sedangkan stok ikan kecil memanfaatkan makanan untuk pertumbuhan.
c) Suatu stok yang belum dieksploitasi secara relatif akan terdiri dari individu-
individu berumur tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi. Hal ini akan
menyebabkan produksi menurun, paling tidak melalui dua cara. Pertama, ikan yang
lebih besar cenderung makan banyak, konsekuensinya adalah menurunnya efisiensi
pemanfaatan dari produsen dasar makanan dalam piramida makanan. Kedua, ikan
yang lebih tua akan mengkonversikan makanan yang mereka makan ke dalam bentuk
daging baru (berat badan yang lebih tinggi) dalam jumlah yang lebih kecil, sebab ikan
yang matang gonad akan memanfaatkan makanan untuk pertumbuhan telur dan
sperma.
Konsep produksi surplus merupakan konsep dasar dalam ilmu perikanan.
Konsep ini berawal dari beberapa karya, antara lain dalam karya-karya Russell dan
Schaefer. Schaefer (1954) in Tserpes (2008) menyebutkan bahwa salah satu cara
untuk menduga stok didasarkan pada model produksi surplus logistik. Dasar
pemikirannya adalah bahwa peningkatan (increment) populasi ikan akan diperoleh
dari sejumlah ikan-ikan muda yang dihasilkan setiap tahun, sedang penurunan dari
populasi tersebut (decrement) merupakan akibat dari mortalitas baik karena faktor
alam (predasi, penyakit dan lain lain) maupun mortalitas yang disebabkan eksploitasi
oleh manusia. Oleh karena itu, populasi akan berada dalam keadaan ekuilibrium bila
increment sama dengan decrement.
Sparre dan Venema (1999) mengemukakan bahwa model produksi surplus
berkaitan dengan suatu stok secara keseluruhan, upaya total dan hasil tangkapan total
yang diperoleh dari stok tanpa memasukkan secara rinci beberapa hal seperti
parameter pertumbuhan dan mortalitas atau pengaruh ukuran mata jaring terhadap
umur ikan yang tertangkap. Model-model holistik lebih sederhana bila dibandingkan
dengan model analitik, karena data yang diperlukan juga menjadi lebih sedikit.
Sebagai contoh, model-model ini tidak perlu menentukan kelas umur, sehingga
dengan demikian tidak perlu melakukan perhitungan penentuan umur. Hal ini
merupakan salah satu alasan model produksi surplus banyak digunakan di dalam
mengkaji stok ikan di perairan tropis. Model produksi surplus dapat diterapkan bila
8. dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total dan hasil tangkapan per
unit upaya (CPUE) berdasarkan spesies serta upaya penangkapannya dalam beberapa
tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu
yang dicakup.
C. Model Schaefer (1954)
Model Schaefer menyatakan bahwa pertumbuhan dari suatu stok merupakan
suatu fungsi dari besarnya stok tersebut. Jelas bahwa asumsi suatu stok bereaksi
seketika terhadap perubahan besarnya stok tidaklah realistik. Oleh karena itu
dipergunakan konsep ekuilibrium, dan ini mengacu pada keadaan yang timbul bila
suatu mortalitas penangkapan tertentu telah ditanamkan cukup lama ke dalam suatu
stok, sehingga memungkinkan stok tersebut menyesuaikan ukuran serta laju
pertumbuhannya sedemikian rupa sehingga persamaan yang dikemukakan oleh
Schaefer terpenuhi (Suadi dan Widodo 2008). Tinungki (2005) menyatakan pula
bahwa perluasan pertama penggunaan model yang dikembangkan oleh Schaefer
(1954) didasarkan pada pekerjaan terdahulu Graham (1935). Model Schaefer dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Dimisalkan B menyatakan biomassa stok (ukuran berat
dari populasi ikan dalam ton), r dapat dinyatakan sebagai laju pertumbuhan alami dari
populasi (intrinsic growth rate) dan K adalah daya dukung lingkungan
(environmental carrying capacity) atau keseimbangan alamiah dari ukuran stok. Ini
didefenisikan sebagai tingkat stok maksimum dari perairan dan lingkungan yang
dapat didukung” Schaefer (1954) in Tinungki (2005) menyatakan bahwa
pertumbuhan (dalam berat biomassa) dari suatu populasi (Bt) dari waktu ke waktu
merupakan fungsi dari populasi awal. Schaefer dalam mengembangkan konsepnya
mengasumsikan bahwa stok perikanan bersifat homogeni, fungsi pertumbuhannya
adalah fungsi logistik dengan area terbatas. Asumsi-asumsi model Schaefer adalah:
a) Terdapat batas tertinggi dari biomassa (K)
b) Laju pertumbuhan adalah relatif dan merupakan fungsi linear dari biomassa
c) Stok dalam keadaan seimbang (equilibrium condition)
d) Kematian akibat penangkapan (Ct) sebanding dengan upaya (ft) dan koefisien
penangkapan (q)
e) Meramalkan MSY adalah 50% dari tingkat populasi maksimum.
D. Model Gulland (1961)
Model Gulland digunakan untuk meneliti hubungan antara kondisi-kondisi
stok pada saat ini dan peristiwa-peristiwa masa lalu. Metode ini bukan hanya lebih
layak namun juga pada prinsipnya mengatasi kehadiran upaya penangkapan sebagai
9. peubah bebas pada kedua sumbu analisis regresi yang membuat penyimpangan pada
plot ke arah suatu korelasi terbalik, dengan mengganti upaya dengan rata-rata 18
bergerak dari nilai yang diamati sebelumnya dan nilai saat ini. Metode ini
mengasumsikan bahwa terdapat suatu hubungan antara kelimpahan stok dan upaya
masa lalu. Bila rekruitmen tetap stabil dengan berkembangnya penangkapan besar-
besaran, ukuran rata-rata individu yang ditangkap akan menurun. Sebaliknya bila
ukuran rata-rata ikan ditangkap tetap tidak berubah sedangkan kelimpahan atau
CPUEt menurun, terdapat beberapa indikasi bahwa rekruitmen berpengaruh (Gulland
1961 in Tinungki 2005). Hubungan yang diperoleh antara CPUEt dan upaya rata-rata
bergerak kadang-kadang lurus, kadang-kadang melengkung. Apapun hubungannya,
Gulland (1961) in Tinungki (2005) menyebutkan bahwa perikanan dalam keadaan
tetap. Garisnya akan sangat dekat dengan hubungan antara CPUEt sebagai indeks dari
kelimpahan relatif dan upaya penangkapan.
E. Model Pella dan Tomlimson (1969)
Model Pella dan Tomlimson (1969) digunakan secara luas dan praktis.
Program-program komputer dapat ditambahkan untuk menduga parameter-19
parameternya. Empat parameter yang harus diduga dalam model ini adalah
pertumbuhan intrinsik r,daya dukung lingkungan K, koefisien penangkapan q, dan
parameter m. Keistimewaan dari model iniadalah serupa dengan model Schaefer
namun sedikit modifikasi.
F. Model Fox (1970)
Model Fox (1970) memiliki karakter bahwa pertumbuhan biomassa mengikuti
model pertumbuhan Gompertz, dan penurunan tangkapan per satuan upaya (CPUEt)
terhadap upaya penangkapan (Ft) mengikuti pola eksponensial negatif, yang lebih
masuk akal dibandingkan dengan pola regresi linier. Asumsi yang digunakan dalam
model Fox (1970) adalah:
a) Populasi dianggap tidak akan punah
b) Populasi sebagai jumlah dari individu ikan
G. Model Walter dan Hilborn (1976)
Model ini dikenal sebagai suatu model yang berbeda dari model Schaefer.
Perbedaannya adalah, model ini dapat memberikan dugaan masing-masing untuk
parameter fungsi produksi surplus r, q dan K dari tiga koefisien regresi.
H. Model Schnute (1977)
10. Schnute mengetengahkan versi lain dari model surplus produksi yang bersifat
dinamik, discrete in time, serta deterministik dari cara Graham-Schaefer. Di sisi lain,
memberikan model waktu dinamis, stokastik, dan khusus untuk model produksi
surplus yang bertentangan dengan model statis, deterministik, dan kontinyu dari
model Graham-Schaefer yang lain.
I. Model Clarke Yoshimoto Pooley (1992)
Mengestimasi parameter biologi dari model produksi surplus adalah melalui
pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley.
Parameter-parameter r (laju pertumbuhan alami), q (koefisien kemampuan
penangkapan), dan K (daya dukung lingkungan) yang dapat menggunakan model
Clarke Yoshimoto Pooley (CYP).
11. BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a. Pengertian pengkajian adalah “proses”
b. Metode/model yang digunakan dalam menghitun stok ikan adalah ; Model
Clarke Yoshimoto Pooley, Model Schnute, Model Walter dan Hilborn, Model
Fox, Model Pella dan Tomlimson, Model Gulland Model Schaefer, Model
Produksi Surplus
B. Saran
a. Mungkin hanya itu yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan makalah
tentang “pengkajian stok ikan” dan penulis menyadari masih banyak
kekurangan baik dari segi paparan materi ataupun penulisan. Penulis berharap
kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya tugas berikutnya yang lebih sempurna.
12. DAFTAR PUSTAKA
Aminah S. 2010. Model pengelolaan dan investasi optimal sumberdaya rajungan
dengan
jaring rajungan di Teluk Banten [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Beattie A, Sumaila UR, Christensen V, Pauly D. 2002. A model for the bioeconomic
evaluation of marine protected area size and placement in the North Sea.
Natural Resource Modeling 15: 4.
Chavez EN, Gorostieta M. 2010. Bioeconomic assessment of the red spiny lobster
fishery
of baja California, Mexico CalCOFI.51.
Clarke RP, Yoshimoto SS, Pooley SG. 1992. A Bioeconomic Analysis of the
Northwestern Hawaiian Islands Lobster Fishery. Marine Resource
Economics
7: 115-140.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Perikanan Pelabuhan
Perikanan Pantai Karangantu 2000-2009. Banten: Direktorat Jendral
Perikanan Tangkap Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu.
Fauzi A.2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia
Pustaka
Utama.
Nuraini S. 2004. Potret Perikanan di Teluk Banten Tahun 1997-1999 Disertai
Paparan
Peranan Ikan Kerapu Lumpur Sebagai Bio-Indikator Kestabilan Perairan
Teluk Banten. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Tinungki GM. 2005. Evaluasi model produksi dalam menduga hasil tangkapan
maksimum lestari untuk menunjang kebijakan pengelolaan perikanan
lemuru