SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
Download to read offline
1
ANALISIS BIO-EKONOMI DAN STRATEGI PENGELOLAAN
SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI PERAIRAN LAUT JAWA
I. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau,
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta
km2
dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat
pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang
perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan
kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan
lingkungannya.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2004) mencantumkan
sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir
2009 sebagai berikut : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472
juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5
juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar;
(4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5)
penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta
orang. Usaha pengembangan penangkapan ikan menghadapi beberapa kendala
yang unik dan tidak ditemui pada produksi sektor pertanian lainnya, seperti : (1)
sumberdaya berada dalam air dan bergerak; (2) produknya mudah sekali rusak; (3)
mempunyai zona kritis; (4) milik umum dan (5) adanya pengaruh-pengaruh
kondisi alami dalam eksploitasinya seperti adanya musim, arus, dan gelombang.
Dengan demikian dalam pengembangan usaha penangkapan ikan sangat
diperlukan adanya pertimbangan-pertimbangan biologi, teknik, ekonomi dan
sosial.
Ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya ikan laut, yang mempunyai
nilai ekonomis penting dan memunyai prospek yang baik. Sumberdaya daya ikan
pelagis di Laut Jawa terdiri atas komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,
Rastrelliger brachysoma, Dussumieria acuta, dan Selar spp.), ikan pelagis neritik,
2
dan oseanik (Decapterus ruselli, Decapteruss macrosoma, Selar
crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis
cordyla, Scombermorus spp., dan Auxis thazard) (Atmaja & Sadhotomo, 2000
dalam PRPT, 2006).
Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan
membutuhkan adanya tindakan pengelolaan sehingga upaya penangkapan
dilakukan berdasarkan kemampuan produksi atau keadaan stok dari sumberdaya
ikan yang menjadi tujuan penangkapan, dengan demikian usaha penangkapan ikan
dapat berkelanjutan. Tindakan pengelolaan membutuhkan adanya informasi
tentang potensi lestari sumberdaya ikan secara ekonomi yang menjadi tujuan
penangkapan serta jumlah alat penangkapan ikan yang optimal. Keseimbangan
antara kegiatan penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan adalah
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu komoditi ekonomis penting karena
permintaan terhadap jenis ikan ini cukup tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan utama
dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di
perairan Laut Jawa adalah, (1) belum diketahuinya tingkat maximum economic
yield (MEY), sehingga sulit untuk menata dan mengestimasi alokasi alat tangkap
yang seharusnya digunakan agar dapat memberikan hasil yang optimal dengan
tetap mempertimbangkan kaidah kelestarian sumberdaya. (2) belum diketahui
teknologi penangkapan ikan pelagis yang efisien, efektif dan ramah lingkungan.
Tujuan dalah penulisan paper ini adalah untuk meganalisis produksi
biologis Shaefer, bio-ekonomi Gordon-Schaefer, Menentukan jenis alat tangkap
yang efisien dan ramah lingkungan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis di perairan Laut Jawa dan menentukan strategi pengelolaan sumberdaya
perikanan.
3
II. METODOLOGI
2.1. Produksi Biologis Schaefer
Model fungsi produksi biologis dari Schaefer (1957 dalam Purwanto,
1988) menghubungkan antara tingkat upaya penangkapan (E) dengan tingkat
produksi ikan (Q) sebagai berikut :
2
bEaEQ 
Dengan produksi maksimum lestari (MSY) = a2 / 4b yang dihasilkan
dengan upaya penangkapan Emsy = a / 2b.
2.2. Analisi Bio-Ekonomi Gordon-Schaefer
Model Gordon-Schaefer merupakan model yang pertama dikembangkan
untuk menjelaskan perilaku ekonomi usaha penangkapan ikan (Munro & Scoot,
1984 dalam Purwanto, 1988). Model Gordon-Schaefer disusun dari (1) model
fungsi produksi biologis dari Schaefer, (2) biaya penangkapan, dan (3) harga ikan.
Model ini dinyatakan sebagai fungsi dari upaya penangkapan.
Asumsi yang mendasari model ini adalah : (1) perubahan pada tingkat
keluaran (produksi) tidak akan mempengaruhi harganya, karena perikanan yang
dianalisis merupakan salah satu dari sejumlah perikanan kecil, (2) terdapat
kebebasan untuk ikut serta maupun berhenti berusaha menangkap ikan, (3)
seluruh kondisi alam dan hubungan biologis adalah konstan, (4) selektifitas alat
tangkap tidak berubah, (5) terdapat hubungan linear antara biaya dengan tingkat
upaya penangkapan (Anderson, 1973 dalam Purwanto, et. al., 1988).
Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan
oleh Schaefer, hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara
lestari berdasarkan aspek biologi, sehingga belum mampu menetapkan tingkat
pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi. Untuk menjawab
permasalahan ini, Gordon mengembangkan Model Schaefer dengan cara
memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya
pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai “Model Statik
Gordon-Schaefer”.
4
  cE

2
bE-aEp
TC-TR
Dimana :
µ = Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdaya
TR = Penerimaan total
TC = Biaya total
E = Upaya penangkapan
P = Harga rata-rata ikan cakalang
c = Biaya penangkapan ikan per satuan upaya
Tingkat upaya peningkatan dan produksi saat dicapai keuntungan
maksimum ( E* , Q* ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
pb
c
b
a
E
..2.2
*
 dan 2
22
*
..4.4 pb
c
b
a
Q 
Q* juga disebut sebagai tingkat hasil ekonomi maksimum (Maximum
Economic Yield = MEY). Berdasarkan persamaan Q* tersebut dapat dijelaskan,
bahwa bila c = 0 maka keuntungan maksimum dicapai pada saat dicapai MSY ;
sedangkan bila c > 0 maka Q* < MSY. Semakin besar nilai c akan semakin kecil
nilai Q* dan E* ; sedangkan semakin besar nilai p akan semakin besar nilai Q*
dan E*.
Gambar 1. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer
5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi perikanan pelagis di perairan laut Jawa dalam 8 (delapan) tahun ,
yaitu periode tahun 1976-1983 menunjukkan fluktuasi sebagaimana terlihat pada
tabel 1 dan gambar 2. Berfluktuasinya produksi sumbedaya ikan pelagis ini dapat
diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan
perikanan tangkap. Faktor yang saling berinteraksi tersebut adalah upaya
penangkapan dan ketersediaan stok sumberdaya ikan di perairan laut Jawa.
Tabel 1. Total Catch, Total Standarized Effort dan CPUE perikanan pelagis tahun
1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse seine.
Tahun Produksi (ton) Effort (unit) CPUE (ton/kapal)
1976 48.800 1.370 35,620
1977 55.500 1.051 52,807
1978 65.400 1.905 34,331
1979 80.000 3.046 26,264
1980 90.000 4.041 22,272
1981 85.000 2.633 32,283
1982 94.200 5.452 17,278
1983 115.600 5,332 21,680
Dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1980 produksi ikan mengalami
kenaikan (48.800 sampai 90.000 ton/kapal), akan tetapi di tahun 1981 mengalami
penurunan (85.000 ton/kapal) dan produksi kembali meningkat di tahun 1983
(115.600 ton/kapal). Seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini :
10
30
50
70
90
110
130
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Tahun
TotalCatch(1000ton/tahun)
10
20
30
40
50
60
CPUE(ton/kapal/tahun)
Catch
CPUE
Gambar 2. Fluktuasi produksi perikanan pelagis di perairan Laut Jawa periode
1976-1983.
6
Total upaya penangkapan (total effort) dari tahun 1976-1983 cenderung
meningkat dan nilai CPUE dari tahun 1976 -1983 berfluktuasi, nilai CPUE
tertinggi terjadi pada tahun 1977 dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun
1982. Nilai CPUE ini mencerminkan produktivitas (hasil tangkapan per satuan
upaya/trip) pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, maka dari itu nilai
CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga
dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan
perikanan pelagis di perairan Laut Jawa. Dimana dengan berambahnya tahun,
uaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mengalami
peningkatan (Gambar 3).
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Tahun
FishingEffort(unit)
Gambar 2. Perkembangan upaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di
perairan Laut Jawa periode 1976-1983
3.1. Produksi Biologis Schaefer
3.1.1. Hubungan antara CPUE dan Effort
Korelasi antara CPUE dengan effort menunjukkan hubungan yang negatif,
yaitu semakin tinggi effort maka semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif
antara CPUE dengan effort mengindikasikan bahwa produktivitas perikanan
pelagis akan menurun apabila usaha penangkapan (effort) mengalami
peningkatan. Dengan demikian nilai produktivitas (CPUE) perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa sebesar 48,443-0,0058E, hal ini menunjukkan bahwa setiap
penambahan effort sebesar satuan E maka akan menurunkan CPUE sebesar
0,0058 ton kali satuan E dapat dilihat pada gambar 4.
7
y = -0.0058x + 48.443
R2
= 0.785
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Fisihing effort (unit)
CPUE(ton/kapal/tahun)
Gambar 4. Hubungan CPUE dengan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan
Laut Jawa periode 1976-1983
Dari hasil analisis hubungan antara CPUE dengan Effort menunjukkan
bahwa dengan adanya penambahan pada usaha penangkapan (effort) maka akan
menurunkan hasil tangkapan per satuan upaya/trip, dengan persamaan regresi
linear sebagai berikut:
Y = -0,0058 x + 48,443
3.1.2. Hubungan antara Effort dengan Catch.
Usaha penangkapan terhadap sumberdaya perikanan pelagis mempunyai
pola perkembangan yaitu dengan adanya catch meningkat seiring dengan
meningkatnya effort sehingga mencapai MSY. Setelah usaha yang dilakukan
mencapai MSY, maka catch mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya
effort (Gambar 5). Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY
diperoleh sebesar 101.151 ton/tahun dan nilai EMSY sebesar 4.176 kapal.
Hasil analisis terjadinya MSY pada upaya pemanfatan suumberdaya ikan
pelagis yang terjadi dikarenakan semakin bertambahnya jumlah alat tangkap,
seperti pada gambar 2, bahwa pada tahun 1982 dan 1983 jumlah alat-alat yang
dioperasikan melebihi jumlah fishing effort yang seharusnya dioperasikan (EMSY =
4176 unit). Menurut Smith dan Marahuddin (1986) menyatakan hasil tangkapan
yang dapat dilestarikan bergantung pada tingkat populasi dan karena itu pula
bergantung pada banyaknya upaya penangkapan yang diterapkan. Dengan tingkat
upaya yang rendah, hasil tangkapan hanya sedikit sedangkan populasi
penambahan ikan dan kematian alami masing-masing akan meningkat. Untuk
8
menggunakan tingkat upaya yang lebih besar akan terdapat tangkapan lestari yang
tinggi, populasi yang lebih rendah hingga populasi tercapai dimana tangkapan
lestari adalah maksimum.
Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh
pendapatan total sebesar Rp. 126.438.699.000,-. Sedangkan hubungan kuadratik
antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 5.
Hubungan antara upaya penangkapan dan hasil tangkapan sumberdaya perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa berbentuk parabola (gambar 5, artinya setiap
penambahan tingkat upaya penangakapan (E) maka akan meningkat pula hasil
tangkapan (h) sampai mencapai titik maksimum, kemudian akan terjadi
penurunan hasil tangkapan untuk setiap peningkatan intensitas pengusahaan
sumberdaya.
Gambar 5. Hubungan Catch dan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut
Jawa pada tahun 1976-1983
3.1.3. Hubungan antara biomass dengan effort, laju pertumbuhan
Fungsi produksi perikanan menggambarkan suatu hubungan antara hasil
penangkapan dengan sejumlah faktor produksi yang secara kolektif disebut
sebagai upaya penangkapan. Fungsi produksi seuai dengan perkembangan
sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa disajikan pada gambar 6. Adapun
persamaan hubungan antara biomass dengan effort pada perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa adalah sebagai berikut :
4176, 101151
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Effort (unit)
Catch(ton/tahun)
9
X = 66.617 – 7,97 E
Persamaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hubugan antara x
dengan E adalah linear yaitu dengan meningkatnya E menyebabkan turunnya nilai
x, adapun persamaan tersebut dirumuskan dengan menggunakan nilai q, K dan r
yang telah diestimasi (Tabel 2).
Hubungan antara h dengan E adalah kuadratik,dimana sebelum tingkat h
masimum (MSY) dicapai, peningkatan E akan diikuti oleh peningkatan h MSY
dicapai pada saat E = r/2q = 6,225525/(2*0,51 10-4
) = EMSY, dengan MSY =
6,225525 x 64542,35.
Tabel 2. Nilai parameter biologi dan ekologi penangkapan sumberdaya ikan
pelagis pada tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse
seine.
Tahun Produksi (ton)
K 64542.35
q 0.000751
r 6.225525
Peningkatan biomass sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa
mencapai tingkat maksimum sebesar 64542.35, dimana pertambahan nilai effort
menunjukkan bertambahnya nilai biomass (Gambar 6).
0
10
20
30
40
50
60
0 2000 4000 6000 8000 10000
Fishing Effort (unit)
Catchperuniteffort(1000
ton/kapal/tahun)
Estimate
Observed
-10000
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 2000 4000 6000 8000 10000
Fishing effort (unit)
Biomass(ton)
Gambar 6. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort, dan biomass ikan
pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa
pada tahun 1976-1983
10
Stok sumberdaya ikan pelagis mampu berkembang hingga suatu tingkat
maksimumnya, dengan laju pertumbuhan tergantung pada ukuran kelimpahan stok
(x). Bila x lebih kecil dari ukuran kelimpahan stok maksimum yang sesuai dengan
daya dukung (K), maka stok ikan akan cenderung meningkat hingga dicapai K
(tabel 2). Pada nilai x = 66.617 – 7,97 E angka pertumbuhan stok mengalami
peningkatan sesuai dengan meningkatnya nilai x (gambar 7). Laju pertumbuhan
stok ikan yang dieksploitasi disajikan pada gambar 7.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Biomass (ton)
biomaslajupertumbuhan
(ton/tahun)
0
20
40
60
80
100
120
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Fishing Effort (unit)
Catch(1000ton/tahun)
Gambar 7. Hubungan antara biomass Laju pertumbuhan dengan biomass, dan cath
ikan pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut
Jawa pada tahun 1976-1983
Berdasarkan nilai parameter biologi fungsi tingkat pertumbuhan stok
sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa, didapatkan persamaan sebagai berikut :
F (X) = r X ( 1 – X / K)
G (X) = 6.225525 X (1 – X / 64542.35)
3.2. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis
Tingkat produksi optimal pada usaha penangkapan ikan dicapai pada saat
terjadi keseimbangan antara permintaan akan ikan dan biaya marinal untuk
menghasilkannya (Coples, 190 dalam Purwanto, 1988) atau harga produksi setara
dengan biaya marjinal untuk menghasilkannya. Produksi optimal ini disebut
ekonomi maksimum ((Maimum Economic Yield = MEY) sebab pada tingkat
keluaran ini harga yang ingin dibayarkan oleh pembeli untuk unit terakhir hasil
11
perikanan setara dengan baya marjinal untuk menghasilkannya (Anderson, 1986
dalam Purwanto, 1988).
Hasil perhitungan matematis usaha pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis
di perairan laut Jawa periode tahun 1976-1983, diperoleh bahwa tingkat MSY
sebesar 101.151 ton/tahun pada tingkat EMSY sebesar 4176 unit (Gambar 8).
Gambar 8. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Tingkat peningkatan upaya dan produksi pada saat dicapai keuntungan
maksimum yaitu E* sebesar 2915 unit sedangkan nilai Q* sebesar 91.923
ton/kapal. Keuntungan pada saat kondisi MSY yang dicapai adalah sebesar Rp.
50.059.659.000,- yang diperoleh dari perhitungan dari nilai TR = 126 438
699.000,- dan nilai TC = Rp. 76.379.040.000,-. Akan tetapi hal tersebut dengan
bertambahnya jumlah alat tangkap keuntungan (profit) yang didapatkan terus
mengalami penurunan. Dengan adanya tingkat pengusahaan sumberdaya
perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa pada tahun 1983 secara ekonomis dan
biologis telah berlebih.
-200000000
-150000000
-100000000
-50000000
0
50000000
100000000
150000000
200000000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Fishing effort (unit)
Tr,TC&Profit(rupiah/ton/tahun)
TR TC Profit
TC = c.E
TR = p.Y (E)
MSY
MEY
p =TR-TC
EMSY EMSY EOA
12
3.3. Peningkatan teknologi penangkapan 20 %
Perbedaan yang terjadi karena kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20
% sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa disajikan pada gambar 9.
Teradinya upaya peningkatan teknologi penangkapan merupakan salah satu upaya
untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Alasan yang paling mendasar
terjadinya hal tersebut pada umumnya dikarenakan bahwa dengan meningkatnya
jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik
akan terus meningkat. Menurut FAO (2001 dalam Widodo, 2006), produksi ikan
dunia tahun 1999 mencapai 125,2 juta ton. Ikan yang digunakan untuk konsumsi
meningkat 2,1 juta ton dari 90,7 juta ton yang diproduksi pada tahun 1996,
sedangkan yang diproduksi untuk keperluan pengelolaan lebih lanjut menjadi
tepung dan minyak ikan meningkat 0,8 juta ton dari sekita 29,6 juta ton pada
tahun 1996.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Tahun
Fishingeffirt(unit)
Effort awal
Effort pasca ke naikan te knologi 20%
Gambar 9. Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % dalam upaya
pemanfatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada
tahun 1976-1983
13
10
30
50
70
90
110
130
150
170
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983
Tahun
TotalCatch(1000ton/tahun)
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
CPUe(ton/kapal/tahun)
C atch awal
C atch pasca ke naikan te knologi 20%
C PUE
C PUE pasca ke naikan te knologi 20%
Gambar 10. Fluktuasi produksi perikanan pelagis pasca peningkatan teknologi
penangkapan sebesar 20 % dalam upaya pemanfatan sumberdaya
ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Fluktuasi antara CPUE dan total produksi tidak mengalami perubahan
akan tetapi mengalami peningkatan pada jumlah hasil tangkapan dengan adanya
kenaikan teknologi 20 %. Nilai dapat CPUE sebagai cerminan hasil tangkapan per
satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, antara CPUE
dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat
diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa (Gambar 10).
0
10
20
30
40
50
60
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000
Fishing Effort (unit)
Catchperuniteffort(ton/kapal/tahun)
Estimate awal
Estimate pasca kenaikan teknologi 20%
Gambar 11. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatan
teknologi penangkapan sebesar 20 %.
14
Dampak dari kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % tidak begitu
berpengaruh pada hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di
Perairan Laut Jawa, akan tetapi rata unit pangkapan meningkat dari 3.100 unit
menjadi 3.720 unit (Gambar11).
0
20
40
60
80
100
120
140
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000
Fishing Effort (unit)
Catch(1000ton/tahun)
Catch awal
Catch pasca kenaikan teknologi 20%
Gambar 12. Hubungan antara Catch dengan fishing effort perikanan pelagis di
perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatan
teknologi penangkapan sebesar 20 %.
Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % berdampak pada
meningkatnya MSY dari 4.176 unit ; 101.151 ton/tahun menjadi 4.197 unit ;
120.543 ton/tahun (Gambar 12). Dampak tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya overfishing yang merupakan suatu kondisi bahwa tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan yang melebihi sumberdaya yang ada, dari
perhitungan matematis awal pada jumlah unit 4.176 unit merupakan kondisi
eksploitasi sumberdaya ikan pelagis sudah dalam kondisi over fishing, dengan
jumlah batas unit sebesar 2.915 unit, dengan tingkat maksimum keuntungan
91.923 ton/tahun.
Gambar 13 dan 14 menunukkan perubahan pada MSY, MEY antara pada
awal kondisi unit penangkapan dengan kondisi pasca peningkatan teknologi
penangkapan sebesar 20%.. Profit (keuntungan) yang dihasilkan sebelum
kenaikan teknologi sebesar Rp. 50.059.659.000,- dan setelah kenaikan teknologi
menjadi Rp. 59.649.365.309,- jika dilihat dari sudut pandang keuntungan,
peningkatan teknologi penangkapan memang sangat menjanjikan bagi
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, nilai MSY menunjukkan bahwa dengan
15
kondisi seperti ini, kelangsungan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut awa
tidak akan dapat bertahan lama, apabila konsep strategi pengelolaanya tidak tetap.
Purwanto, et. al., (1988) menjelaskan bahwa secara umum usaha
penangkapan ikan berbeda dari usaha dari manufaktur. Kapal dengan sejumlah
masukan hanya dapat secara langsung mengendalikan upayanya, sedangkan
besarnya hasil tangkapan sulit untuk dikendalikan secara langsung. Hal ini
disebabkan karena jumlah hasil tangkapan tergantung pada tingkat upaya
penangkapan dan besarnya populasi ikan itu sendiri dipengaruhi oleh intensitas
penangkapan. Pada usaha manufaktur, pengusaha mampu secara langsung
mengendalikan tingkat keluarannya melalui pengaturan masukan,karena tingkat
keluaran pada usaha tersebut berhubungan langsung dengan tingkat masukan.
Agar sumberdaya ikan pelagis dapat dimanfaatkan secara menguntungkan dalam
kurun waktu relatif tak terbatas, maka intensitas penangkapan perlu dikendalikan
hingga suatu tingkat populasi yang secara ekonomis menguntungkan.
16
Gambar 13. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
Gambar 14. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer perikanan
pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca
kenaikan teknologi 20 %
-250000000000
-200000000000
-150000000000
-100000000000
-50000000000
0
50000000000
100000000000
150000000000
200000000000
250000000000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000
Fishing effort (unit)
TR,TC&Profit(rupiah/ton/tahun)
TR TC Profit
TC = c.E
TR = p.Y (E)
MSY
MEY
p =TR-TC
EMSY EMSY EOA
-200000000
-150000000
-100000000
-50000000
0
50000000
100000000
150000000
200000000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Fishing effort (unit)
Tr,TC&Profit(rupiah/ton/tahun)
TR TC Profit
TC = c.E
TR = p.Y (E)
MSY
MEY
p =TR-TC
EMSY EMSY EOA
17
3.4. Teknologi Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis
Pada umumnya jenis teknologi penangkapan ikan-ikan pelagis yang biasa
digunakan adalah, pancing tonda, jaring insang hanyut dan Purse seine.
3.4.1. Pancing tonda
Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh
perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena
pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas
menyambarnya.
a. Alat Tangkap
Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata
pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan
tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain
berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya
(misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain).
Konstruksi pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel,
pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing (Gambar 15). Pancing tonda
terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu:
Tali utama ( monofilament nomor 1000) dengan panjang tali utama sekitar
150 m.
Tali cabang (monofilament nomor 800) dengan panjang tali berkisar mulai
dari 15 cm – 225 cm
Mata pancing No 6 terdiri dari 15 mata pancing
Umpan palsu dari bahan kain sutera
Pelampung yang terbuat dari bahan gabus
Kili-kili dari bahan timah
Konstruksi alat sebagai berikut:
18
Gambar 15. Konstruksi alat tangkap pancing tonda (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
b. Kapal
Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering
digunakan adalah jenis jukung (gambar 16), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3
m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 – 5 GT. Bahan
untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah
motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya
1 – 2 orang saja.
Gambar 16. Contoh perahu pancing tonda (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
c. Metode Penangkapan Ikan
Sebelum melakukan operasi penangkapan, diperlukan beberapa persiapan
yang matang, mengingat operasi penangkapan dengan tonda yang cukup singkat
(lama trip satu hari) dan juga keadaan daerah penangkapan yang penuh resiko,
seperti arus dan ombak. Oleh karena itu persiapan yang dilakukan sebelum
19
melakukan operasi penangkapan antara lain ; perawatan dan pengecekan mesin
motor tempel, pengisian bahan bakar minyak, perbekalan dan konsumsi.
Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan tonda ini adalah memasang
pancing pada bagian buritan kapal, yang kemudian ditarik oleh kapal selama
operasi penangkapan dengan harapan umpan pada pancing tersebut disambar oleh
ikan yang menjadi tujuan penangkapan, seperti terlihat pada gambar 17.
Gambar 17. Ilustrasi pengoperasian pancing tonda
(sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang
mencari makan di permukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan
dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan pada outrigger
dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu
meterdari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati
gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal
diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan
dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing
yang disediakan.
Berdasarkan kebiasaan dan pengalaman nelayan, metode penangkapan
dengan pancing tonda umumnya dilakukan pada waktu pagi hari sebelum ada
sinar matahari (jam 05.00 – 07.00), kecepatan perahu rata-rata 4-5 knot. Pada jam
07.00 – 09.00 kecepatan rata-rata 7-8 knot dan pada siang hari dengan kecepatan
rata-rata 7-8 knot dengan lokasi menonda semakin jauh.
20
3.4.2. Jaring insang hanyut (drift gill net)
Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk
persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh
jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata
lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size
pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jarring
dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1) Surface gill net (2) Bottom
gill net (3) Drift gill net dan (4) Encricling gill net atau surrounding gill net.
Drift gill net atau jaring insang hanyut ini tidak ditentukan oleh adanya
jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu
pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal,
gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat mempengaruhi posisi jaring.
Selain gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi
keadaan hanyut dari jaring. Dengan perkataan lain gaya angin akan bekerja pada
bagian dari float yang tersembul pada permukaan air.
Drift giil net ini dapat pula digunakan untuk mengejar gerombolan ikan,
dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas.
Posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus
terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan . Dengan kata lain gerakan jarring
bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap
arus dapat diabaikan.
a. Alat tangkap
Alat penangkapan terdiri dari :
Panjang jaring sekitar 400 m (bahan nylon)
Ukuran mata jaring 3 inci
Pelampung utama (bahan sendal karet)
Pelampung tanda (bahan bola plastik)
Pemberat utama (bahan timah, berat 1,5 kg)
Tali ris atas dan bawah (bahan nylon)
b. Kapal
Kapal yang digunakan termasuk perahu tanpa motor jenis jukung dengan
menggunakan seperti terlihat pada gambar 18, dengan ukuran sebagai berikut :
21
Panjang (L) = 9 m
Lebar (B) = 0,8 m
Tinggi (D) = 1 m
Tenaga Kerja berjumlah adalah 1 - 2 orang.
Gambar 18. Contoh Perahu jaring insang hanyut (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
c. Metode penangkapan ikan
Setelah tiba pada suatu fishing ground yang telah ditentukan (sebaiknya
bukan daerah pelayaran) maka yang pertama diturunkan adalah pelampung tanda
dan jangkar, selanjutnya dilakukan penurunan jaring (setting). Setelah semua
jaring telah diturunkan dan telah terentang dengan sempurna, maka dalam jangka
waktu tertentu, biasanya 2-5 jam dilakukan penarikan jaring (hauling). Pada saat
melakukan hauling, jaring diatur dengan baik seperti semula sehingga
memudahkan untuk operasi berikutnya. Pengoperasin jaring insang hanyut
umumnya dilakukan pada malam hari, tetapi pada pagi hari juga dilakukan
pengoperasian. Faktor utama pada pengoperasian jaring insang hanyut adalah
penggunaan warna jaring yang pada saat di dalam perairan tidak tampak oleh
ikan, dengan demikian nelayan menggunakan warna jaring yang relatif sama
dengan warna perairan.
22
3.4.3. Pukat cincin (purse seine)
a. Alat tangkap
Satu unit purse seine terdiri dari jaring, kapal, dan alat Bantu (roller, lampu,
echosounder, dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring purse seine terdiri dari
kantong, badan jaring, tepi jaring, pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat,
tali penarik, tali cincin dan lower salvage. Alat penangkapan terdiri dari :
Panjang jaring sekitar 600 m (bahan nylon)
Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inci, pada badan jaring 1 inci
dan pada bagian sayap 1,25 inci.
Pelampung bahan plastik
Pelampung tanda (bahan bola plastik)
Pemberat utama (bahan timah, berat total 100 kg)
b. Kapal
Kapal yang digunakan termasuk perahu motor (outboard) dengan
menggunakan mesin Yanmar 24 PK dengan kapal bertonage 5 – 10 GT, seperti
terlihat pada Gambar 19 dengan ukuran-ukuran sebagai berikut:
Panjang (L) = 15 m
Lebar (B) = 2,5 m
Tinggi (D) = 2 m
Dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 10-13 orang.
Gambar 19. Contoh Kapal purse seine (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
23
c. Metode penangkapan ikan
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) dan
ada juga yang dipasang di samping kapal (Gambar 20).
Gambar 20. Ilustrasi pengoperasian purse seine (sumber:
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
Penangkapan cakalang dengan purse seine dioperasikan pada malam hari.
Pengumpulan ikan di permukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu
yaitu rumpon. Teknik penangkapannya adalah :
Melepaskan tali rumpon. Pada tali rumpon ini diberikan pelampung.
Dengan demikian, rumpon akan hanyut searah dengan arus permukaan air.
Melihat arah dan kecepatan arus untuk memprediksi kecepatan dan
arahnya rumpon yang telah dilepaskan.
Melingkari gerombolan ikan yang ada di bawah rumpon.
Menarik tali kolor dari jaring. Setelah jaring bagian bawah telah tertutup
maka rumpon tadi dikeluarkan dari jaring dan dikembalikan ke tali
pelampung seperti semula. Dengan demikian, ada awak yang bertugas
khusus untuk menyelesaikan rumpon tersebut sehingga kembali ke posisi
semula.
Penarikan tubuh jaring, float line. Ini ditarik jika bagian bawah jaring telah
tertutup, dengan demikian semua pemberat telah berada di atas kapal.
Tubuh jaring dan float line diatur kembali di atas kapal seperti semula.
24
Pengambilan hasil tangkapan. Ikan-ikan yang terkumpul pada bagian
kantong atau yang berfungsi sebagai kantong segera diserok ke atas kapal.
3.5. Konsekuensi Teknologi Alat Tangkap Pilihan
Monintja (2000) menjelaskan bahwa kriteria alat tangkap yang ramah
lingkungan yaitu:
1. Mempunyai selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu
meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan/menggunakan teknologi
tersebut.
4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.
6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan
konflik.
Teknik dalam pengoperasian purse seine yaitu dengan cara melingkarkan
pada teknik pengoperasian penangkapannya, sehingga sumberdaya ikan yang
berada pada catchable area akan terjerat pada badan jaring alat tangkap ini,.
Dengan demikian komposisi jenis ikan yang tertangkap purse seine relatif lebih
banyak dibandingkan pancing tonda dan jarring insang hanyut, ini dikarenakan
purse seine efektif menangkap ikan yang dalam pergerakannya bergerombol.
Purse seine dan jaring insang hanyut jika dibandingkan dengan pancing
tonda lebih unggul atau lebih ramah lingkungan. Menurut Sultan (2004) jenis alat
tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah jaring insang hanyut,
pancing tonda, pancing tangan, pancing cumi, rawai dasar, bubu labu, rawai cucut
dan purse seine. Berdasarkan prinsip pengoperasian yang melingkari tujuan
penangkapan, mengkerucutkan bagian bawah jaring hingga membentuk kantong,
maka cakalang yang telah berada pada catchable area akan sulit untuk lolos. Jika
25
dibandingkan dengan pancing tonda dan jaring insang hanyut yang menghadang
renang ikan, maka peluang untuk mendapatkan jumlah hasil tangkapan
dibandingkan purse seine relatif lebih sedikit. Perbedaan prinsip penangkapan
diantara ketiga jenis alat tangkap tersebut menyebabkan produktivitas atau
kemampuan menangkap cakalang juga berbeda.
Sesuai dengan tren pengembangan teknologi penangkapan ikan saat ini
yang menekankan pada teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan
(environmentally friendly fishing technology) dengan harapan dapat
memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.
IV. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
Strategi pengelolaan yang dapa diterapkan dalam pengelolaan perikanan,
tentunya kegiatan usaha dengan upaya penangkapan (effort) dengan hasil kurang
dari MSY. Usaha dalam mempertahankan kondisi underfishig salah satunya data
dilakukan dengan memperhatikan teknologi penangkapan yang digunanakan.
Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu
teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan.
Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis,
mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang
berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan
hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi
tersebut.
4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.
26
6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.
7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan
konflik.
V. KESIMPULAN
Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut
jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun.
Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan
Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil
tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23
ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun
dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang
sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap
pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa.
Adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk
diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbangan-
pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah
lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu
dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang
berkelanjutan.
VI. SARAN
Untuk mengusahakan agar sumberdaya perikanan pelagis dapat
dimanfaatkan terus-menerus secara maksimal dalam jangka yang tak terbatas
maka tingkat pemanfaatan perlu dibatasi sampai pada tingkat tertentu. Induk-
induk ikan dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk
berkembang biak, sehingga mamu menghasilakn anakan dalam jumlah yang
cukup untuk kelestarian.
Adanya peraturan yang jelas terhadap usaha pemanfaatan sumberdaya ikan
yang ada, peningkatan teknologi penangkapan yang efisisien serta penyediaan
27
industri pengolahan hasil tangkapan, sehingga sumberdaya perikanan di perairan
Indonesia dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
[PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP, 2006. Pengkajian Stok Ikan
Indonesia 2005. PRPT, BRKP, DKP. Hal. 29.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP, 2004. Kebijakan
Pembangunan Perikanan Tangkap. Disampaikan Pada Rapat Koordinasi
elokasi Nelayan Tingkat Nasional di Jakarta. Dirjen Perikanan Tangkap
DKP Jakarta.
Garcia S, P.Sparre and J.Csirke, 1989. Estimating Surplus Production and
Maximum Sustainable Yield from Biomass Data when Catch and Effort
Time Series are not Available. Fisheries Research, 8 (1989) 13-23.
Elselvier Science Publishers B.V, Amsterdam Printed in The Netherlands.
http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif (28 Desember 2006).
Kesteven. G.L 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to
Fisheries Sciences. FAO Fisheries Technical Paper No.118. Food and
Agricultural Organization of The United Nations. Rome.43 p
Monintja, DR, 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan Perikanan
Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.
Nikijuluw. V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama
P3R dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 54 Hal.
Purwanto, 1988. Bio-ekonomi Penangkapan Ikan : model Statik. Oseana. Vol.
XIII, No. 2 : 63-72.
Purwanto, Kamiso, H. N., Tumari Jatileksono. 1988. Optimasi Ekonomi
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Udang Di Pantai Selatan Jawa
Tengah. BPPS-UGM 4 (1) : 557-567.
Sultan. M, 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman
Nasional Laut Taka Bonerate. Bogor. IPB. (Disertasi). Hal 174.
Widodo, J. Dan Suadi, 2006. Pengelolaan Suberdaya Perikanan Laut. Gadjah
Mada University Pres. 252 hal.
28
Lampiran 1. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)
Correlations
1.000 -.886
-.886 1.000
. .002
.002 .
8 8
8 8
CPUE
Effort
CPUE
Effort
CPUE
Effort
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
CPUE Effort
Model Summary
b
.886
a
.785 .749 5.60669 .785 21.907 1 6 .003
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
Change Statistics
Predictors: (Constant), Efforta.
Dependent Variable: CPUEb.
Coefficientsa
48.443 4.347 11.144 .000 37.806 59.079
-.006 .001 -.886 -4.681 .003 -.009 -.003 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000
(Constant)
Effort
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for B
Zero-order Partial Part
Correlations
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: CPUEa.
29
Lampiran 2. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)
E maks = a/b 8352
E msy = a/ 2b 4176
MSY = a2
/4b 101151
E* = a/2b – c/2bp 2915
Q* = a2/
4b – c2
/4bp2
91923
Effort Estimate catch TR TC Profit
0 0 0 0 0.00
500 22771 28464233 9145000 19319233.07
1000 42643 53303466 18290000 35013466.14
1500 59614 74517699 27435000 47082699.21
2000 73686 92106932 36580000 55526932.28
2500 84857 106071165 45725000 60346165.35
3000 93128 116410398 54870000 61540398.42
3500 98500 123124631 64015000 59109631.49
4000 100971 126213865 73160000 53053864.55
4176 101151 126438699 76379040 50059658.59
4500 100542 125678098 82305000 43373097.62
5000 97214 121517331 91450000 30067330.69
5500 90985 113731564 100595000 13136563.76
6000 81857 102320797 109740000 -7419203.17
6500 69828 87285030 118885000 -31599970.10
7000 54899 68624263 128030000 -59405737.03
7500 37071 46338496 137175000 -90836503.96
8000 16342 20427729 146320000 -125892270.89
8350 0 0 152721500 -152721500.00
30
Lampiran 3. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data Pasca kenaikan teknologi 20 %)
Correlations
1.000 -.886
-.886 1.000
. .002
.002 .
8 8
8 8
CPUE
Effort
CPUE
Effort
CPUE
Effort
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
CPUE Effort
Model Summary b
.886
a
.785 .749 5.60652 .785 21.909 1 6 .003
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
Change Statistics
Predictors: (Constant), Efforta.
Dependent Variable: CPUEb.
Coefficientsa
48.443 4.347 11.144 .000 37.807 59.080
-.005 .001 -.886 -4.681 .003 -.007 -.002 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000
(Constant)
Effort
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for B
Zero-order Partial Part
Correlations
Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: CPUEa.
31
Lampiran 4. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data pasca kenaikan teknologi 20 %)
E maks = a/b 9953
E msy = a/ 2b 4977
MSY = a2
/4b 120543
E* = a/2b – c/2bp 3473
Q* = a2/
4b – c2
/4bp2
109546
E Estimate catch TR TC Profit
0 0 0 0 0
200 9,494 11,867,491,174 3,658,000,000 8,209,491,174
400 18,599 23,248,276,017 7,316,000,000 15,932,276,017
600 27,314 34,142,354,529 10,974,000,000 23,168,354,529
800 35,640 44,549,726,711 14,632,000,000 29,917,726,711
1,000 43,576 54,470,392,561 18,290,000,000 36,180,392,561
1,200 51,123 63,904,352,080 21,948,000,000 41,956,352,080
1,400 58,281 72,851,605,268 25,606,000,000 47,245,605,268
1,600 65,050 81,312,152,125 29,264,000,000 52,048,152,125
1,800 71,429 89,285,992,651 32,922,000,000 56,363,992,651
2,000 77,419 96,773,126,846 36,580,000,000 60,193,126,846
2,200 83,019 103,773,554,711 40,238,000,000 63,535,554,711
2,400 88,230 110,287,276,244 43,896,000,000 66,391,276,244
2,600 93,051 116,314,291,446 47,554,000,000 68,760,291,446
2,800 97,484 121,854,600,317 51,212,000,000 70,642,600,317
3,000 101,527 126,908,202,857 54,870,000,000 72,038,202,857
3,200 105,180 131,475,099,066 58,528,000,000 72,947,099,066
32
Lanjutan Lampiran 4.
E Estimate catch TR TC Profit
3,400 108,444 135,555,288,944 62,186,000,000 73,369,288,944
3,600 111,319 139,148,772,491 65,844,000,000 73,304,772,491
3,800 113,804 142,255,549,707 69,502,000,000 72,753,549,707
4,000 115,900 144,875,620,593 73,160,000,000 71,715,620,593
4,200 117,607 147,008,985,147 76,818,000,000 70,190,985,147
4,400 118,925 148,655,643,370 80,476,000,000 68,179,643,370
4,600 119,852 149,815,595,262 84,134,000,000 65,681,595,262
4,800 120,391 150,488,840,823 87,792,000,000 62,696,840,823
4,977 120,543 150,678,695,310 91,029,330,000 59,649,365,310
5,000 120,540 150,675,380,053 91,450,000,000 59,225,380,053
5,200 120,300 150,375,212,952 95,108,000,000 55,267,212,952
5,400 119,671 149,588,339,520 98,766,000,000 50,822,339,520
5,600 118,652 148,314,759,757 102,424,000,000 45,890,759,757
5,800 117,244 146,554,473,663 106,082,000,000 40,472,473,663
6,000 115,446 144,307,481,238 109,740,000,000 34,567,481,238
6,200 113,259 141,573,782,482 113,398,000,000 28,175,782,482
6,400 110,683 138,353,377,395 117,056,000,000 21,297,377,395
6,600 107,717 134,646,265,977 120,714,000,000 13,932,265,977
6,800 104,362 130,452,448,228 124,372,000,000 6,080,448,228
7,000 100,618 125,771,924,148 128,030,000,000 -2,258,075,852
7,200 96,484 120,604,693,737 131,688,000,000 -11,083,306,263
7,400 91,961 114,950,756,996 135,346,000,000 -20,395,243,004
7,600 87,048 108,810,113,923 139,004,000,000 -30,193,886,077
33
Lanjutan lampiran 4.
E Estimate catch TR TC Profit
7,800 81,746 102,182,764,519 142,662,000,000 -40,479,235,481
8,000 76,055 95,068,708,784 146,320,000,000 -51,251,291,216
8,200 69,974 87,467,946,718 149,978,000,000 -62,510,053,282
8,400 63,504 79,380,478,321 153,636,000,000 -74,255,521,679
8,600 56,645 70,806,303,593 157,294,000,000 -86,487,696,407
8,800 49,396 61,745,422,534 160,952,000,000 -99,206,577,466
9,000 41,758 52,197,835,144 164,610,000,000 -112,412,164,856
9,200 33,731 42,163,541,423 168,268,000,000 -126,104,458,577
9,400 25,314 31,642,541,371 171,926,000,000 -140,283,458,629
9,600 16,508 20,634,834,988 175,584,000,000 -154,949,165,012
9,953 15 18,615,020 182,040,370,000 -182,021,754,980
10,000 0 0 182,900,000,000 -182,900,000,000

More Related Content

What's hot

Ekonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikananEkonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikananPT. SASA
 
sifat sumberdaya ikan
sifat sumberdaya ikansifat sumberdaya ikan
sifat sumberdaya ikanPT. SASA
 
BLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENT
BLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENTBLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENT
BLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENTSunoto Mes
 
Power point ppg Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MM
Power point  ppg  Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MMPower point  ppg  Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MM
Power point ppg Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MMLiz Rößler
 
3. prinsip ekonomi dalam usaha perikanan
3. prinsip ekonomi dalam usaha perikanan3. prinsip ekonomi dalam usaha perikanan
3. prinsip ekonomi dalam usaha perikananRohmad Arifin
 
Fisiologi hewan air
Fisiologi hewan air Fisiologi hewan air
Fisiologi hewan air Aguss Aja
 
Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1
Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1
Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1PT. SASA
 
Terumbu karang
Terumbu karangTerumbu karang
Terumbu karangDeena dep
 
ekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alamekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alamFirman Ferdian
 
DINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok Ikan
DINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok IkanDINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok Ikan
DINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok IkanAmos Pangkatana
 
Power point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahPower point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahZulfikarRaihanMalah
 

What's hot (20)

BDPP_Pertemuan 3_prinsip prinsip akuakultur
BDPP_Pertemuan 3_prinsip prinsip akuakulturBDPP_Pertemuan 3_prinsip prinsip akuakultur
BDPP_Pertemuan 3_prinsip prinsip akuakultur
 
BDPP_Pertemuan 4_komoditas dalam budidaya
BDPP_Pertemuan 4_komoditas  dalam budidayaBDPP_Pertemuan 4_komoditas  dalam budidaya
BDPP_Pertemuan 4_komoditas dalam budidaya
 
Ekonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikananEkonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikanan
 
Lokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambakLokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambak
 
sifat sumberdaya ikan
sifat sumberdaya ikansifat sumberdaya ikan
sifat sumberdaya ikan
 
BLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENT
BLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENTBLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENT
BLUE ECONOMY: SUSTAINABLE MARINE AND FISHERIES DEVELOPMENT
 
Power point ppg Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MM
Power point  ppg  Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MMPower point  ppg  Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MM
Power point ppg Manejemen Bisnis Industri Perikanan.ppt LIS M.YAPANTO. S.Pi.MM
 
3. prinsip ekonomi dalam usaha perikanan
3. prinsip ekonomi dalam usaha perikanan3. prinsip ekonomi dalam usaha perikanan
3. prinsip ekonomi dalam usaha perikanan
 
Perikanan
PerikananPerikanan
Perikanan
 
1 a. agribisnis perikanan
1 a. agribisnis perikanan1 a. agribisnis perikanan
1 a. agribisnis perikanan
 
Konservasi laut
Konservasi lautKonservasi laut
Konservasi laut
 
Fisiologi hewan air
Fisiologi hewan air Fisiologi hewan air
Fisiologi hewan air
 
Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1
Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1
Pengantar ilmu perikanan dan kelautan 1
 
Potensi perikanan budidaya
Potensi perikanan budidayaPotensi perikanan budidaya
Potensi perikanan budidaya
 
Padang lamun
Padang lamunPadang lamun
Padang lamun
 
Terumbu karang
Terumbu karangTerumbu karang
Terumbu karang
 
ekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alamekonomi sumberdaya alam
ekonomi sumberdaya alam
 
Dinamika Stok Ikan
Dinamika Stok IkanDinamika Stok Ikan
Dinamika Stok Ikan
 
DINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok Ikan
DINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok IkanDINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok Ikan
DINAMIKA POPULASI IKAN Tentang Pengkajian Stok Ikan
 
Power point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahPower point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galah
 

Similar to Analisis bio ekonomi dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa

Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Mujiyanto -
 
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
 
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisirAchmad Ridha
 
PPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptx
PPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptxPPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptx
PPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptxssuser8a3331
 
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyapotensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyaPT. SASA
 
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...nafiqulihsan
 
Proposal www.i-kedai.com budidaya ikan mas
Proposal www.i-kedai.com budidaya ikan masProposal www.i-kedai.com budidaya ikan mas
Proposal www.i-kedai.com budidaya ikan masFurqan Lubis
 
Teknologi penangkapan ikan
Teknologi penangkapan ikanTeknologi penangkapan ikan
Teknologi penangkapan ikanshihatin
 
Profile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central Java
Profile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central JavaProfile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central Java
Profile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central Javalala firdaus
 
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...Repository Ipb
 
Makalah tentang Stok Ikan
Makalah tentang Stok IkanMakalah tentang Stok Ikan
Makalah tentang Stok IkanAmos Pangkatana
 
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...Operator Warnet Vast Raha
 
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013KPDT
 
Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...
Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...
Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...Mustasim Mustasim
 
profil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptx
profil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptxprofil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptx
profil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptxmochammadRidwan11
 
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Mujiyanto -
 
MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...
MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...
MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...Repository Ipb
 

Similar to Analisis bio ekonomi dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa (20)

Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...
 
Pikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkapPikp modul06-ss perik tangkap
Pikp modul06-ss perik tangkap
 
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...
 
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisir
 
PPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptx
PPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptxPPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptx
PPT-UNRI-Pengantar-Ekonomi Sumberdaya perikanan-Pertemuan-6-7.pptx
 
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannyapotensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
potensi produksi sumberdaya ikan di perairan laut indonesia dan permasalahannya
 
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
5ae09 potensi,-produksi-sumberdaya-ikan-di-perairan-laut-indonesia-dan-permas...
 
Akua
AkuaAkua
Akua
 
Proposal www.i-kedai.com budidaya ikan mas
Proposal www.i-kedai.com budidaya ikan masProposal www.i-kedai.com budidaya ikan mas
Proposal www.i-kedai.com budidaya ikan mas
 
Teknologi penangkapan ikan
Teknologi penangkapan ikanTeknologi penangkapan ikan
Teknologi penangkapan ikan
 
payang
payangpayang
payang
 
Profile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central Java
Profile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central JavaProfile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central Java
Profile Identification of Scallop Producers in Batang Regency, Central Java
 
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
EVALUASI PENEBARAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DI WADUK DARMA, JA...
 
Makalah tentang Stok Ikan
Makalah tentang Stok IkanMakalah tentang Stok Ikan
Makalah tentang Stok Ikan
 
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
Pengelolaan sumber-daya-alam-dan-lingkungan-hidup-menuju-industri-perikanan-r...
 
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
Materi kadis rapat kementerian daerah tertinggal jakarta-27-29_mei_2013
 
Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...
Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...
Preferensi Parameter Oseanografi (SPL dan Klorofil-a) Terhadap Ikan Cakalang ...
 
profil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptx
profil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptxprofil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptx
profil-perikanan-kabupaten-buleleng-90.pptx
 
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...
 
MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...
MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...
MODEL SURSHING: MODEL HYBRID ANTARA MODEL PRODUKSI SURPLUS DAN MODEL CUSHING ...
 

More from Mujiyanto -

Sebuah pegangan seorang penyelam
Sebuah pegangan seorang penyelamSebuah pegangan seorang penyelam
Sebuah pegangan seorang penyelamMujiyanto -
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
 
Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan ...
Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan  ...Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan  ...
Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan ...Mujiyanto -
 
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Mujiyanto -
 
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaVersi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
 
Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...
Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...
Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...Mujiyanto -
 
Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...
Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...
Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...Mujiyanto -
 
Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17
Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17
Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17Mujiyanto -
 
Manual analisis regresi spss 15
Manual analisis regresi spss 15Manual analisis regresi spss 15
Manual analisis regresi spss 15Mujiyanto -
 
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...Mujiyanto -
 
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Mujiyanto -
 
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
 
Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...
Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...
Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...Mujiyanto -
 
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...Mujiyanto -
 
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
 
Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...
Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...
Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...Mujiyanto -
 
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Mujiyanto -
 
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...Mujiyanto -
 
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
 
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawa
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaAspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawa
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaMujiyanto -
 

More from Mujiyanto - (20)

Sebuah pegangan seorang penyelam
Sebuah pegangan seorang penyelamSebuah pegangan seorang penyelam
Sebuah pegangan seorang penyelam
 
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...
 
Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan ...
Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan  ...Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan  ...
Pentingnya Amdal Pesisir Dalam Perspektif Pembangunan Berwawasan Lingkungan ...
 
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...
 
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaVersi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya
 
Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...
Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...
Panduan praktis penerapan analisis komponen utama atau principal componen ana...
 
Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...
Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...
Panduan praktif belajar statistik korelasi regresi linear_microsoft excel dan...
 
Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17
Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17
Panduan praktis analisis korrelasi dan regresi linear dengan spss 17
 
Manual analisis regresi spss 15
Manual analisis regresi spss 15Manual analisis regresi spss 15
Manual analisis regresi spss 15
 
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
Struktur komunitas polychaeta pada ekosistem padang lamun pulau parang karimu...
 
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...
 
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...
 
Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...
Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...
Populasi ikan karang dan biota penempel di sekitar tkb perairan p. kotok keci...
 
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...
 
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...
 
Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...
Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...
Keberadaan ikan napoleon (cheilinus undulatus) di perairan kepulauan sembilan...
 
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...
 
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...
 
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...
 
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawa
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaAspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawa
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawa
 

Recently uploaded

Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfjeffrisovana999
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANDevonneDillaElFachri
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 

Recently uploaded (8)

Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 

Analisis bio ekonomi dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa

  • 1. 1 ANALISIS BIO-EKONOMI DAN STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI PERAIRAN LAUT JAWA I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau, panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km2 dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002). Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2004) mencantumkan sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir 2009 sebagai berikut : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472 juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5 juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar; (4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5) penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta orang. Usaha pengembangan penangkapan ikan menghadapi beberapa kendala yang unik dan tidak ditemui pada produksi sektor pertanian lainnya, seperti : (1) sumberdaya berada dalam air dan bergerak; (2) produknya mudah sekali rusak; (3) mempunyai zona kritis; (4) milik umum dan (5) adanya pengaruh-pengaruh kondisi alami dalam eksploitasinya seperti adanya musim, arus, dan gelombang. Dengan demikian dalam pengembangan usaha penangkapan ikan sangat diperlukan adanya pertimbangan-pertimbangan biologi, teknik, ekonomi dan sosial. Ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya ikan laut, yang mempunyai nilai ekonomis penting dan memunyai prospek yang baik. Sumberdaya daya ikan pelagis di Laut Jawa terdiri atas komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp., Rastrelliger brachysoma, Dussumieria acuta, dan Selar spp.), ikan pelagis neritik,
  • 2. 2 dan oseanik (Decapterus ruselli, Decapteruss macrosoma, Selar crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis cordyla, Scombermorus spp., dan Auxis thazard) (Atmaja & Sadhotomo, 2000 dalam PRPT, 2006). Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan membutuhkan adanya tindakan pengelolaan sehingga upaya penangkapan dilakukan berdasarkan kemampuan produksi atau keadaan stok dari sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan, dengan demikian usaha penangkapan ikan dapat berkelanjutan. Tindakan pengelolaan membutuhkan adanya informasi tentang potensi lestari sumberdaya ikan secara ekonomi yang menjadi tujuan penangkapan serta jumlah alat penangkapan ikan yang optimal. Keseimbangan antara kegiatan penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan adalah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu komoditi ekonomis penting karena permintaan terhadap jenis ikan ini cukup tinggi. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan utama dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di perairan Laut Jawa adalah, (1) belum diketahuinya tingkat maximum economic yield (MEY), sehingga sulit untuk menata dan mengestimasi alokasi alat tangkap yang seharusnya digunakan agar dapat memberikan hasil yang optimal dengan tetap mempertimbangkan kaidah kelestarian sumberdaya. (2) belum diketahui teknologi penangkapan ikan pelagis yang efisien, efektif dan ramah lingkungan. Tujuan dalah penulisan paper ini adalah untuk meganalisis produksi biologis Shaefer, bio-ekonomi Gordon-Schaefer, Menentukan jenis alat tangkap yang efisien dan ramah lingkungan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa dan menentukan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan.
  • 3. 3 II. METODOLOGI 2.1. Produksi Biologis Schaefer Model fungsi produksi biologis dari Schaefer (1957 dalam Purwanto, 1988) menghubungkan antara tingkat upaya penangkapan (E) dengan tingkat produksi ikan (Q) sebagai berikut : 2 bEaEQ  Dengan produksi maksimum lestari (MSY) = a2 / 4b yang dihasilkan dengan upaya penangkapan Emsy = a / 2b. 2.2. Analisi Bio-Ekonomi Gordon-Schaefer Model Gordon-Schaefer merupakan model yang pertama dikembangkan untuk menjelaskan perilaku ekonomi usaha penangkapan ikan (Munro & Scoot, 1984 dalam Purwanto, 1988). Model Gordon-Schaefer disusun dari (1) model fungsi produksi biologis dari Schaefer, (2) biaya penangkapan, dan (3) harga ikan. Model ini dinyatakan sebagai fungsi dari upaya penangkapan. Asumsi yang mendasari model ini adalah : (1) perubahan pada tingkat keluaran (produksi) tidak akan mempengaruhi harganya, karena perikanan yang dianalisis merupakan salah satu dari sejumlah perikanan kecil, (2) terdapat kebebasan untuk ikut serta maupun berhenti berusaha menangkap ikan, (3) seluruh kondisi alam dan hubungan biologis adalah konstan, (4) selektifitas alat tangkap tidak berubah, (5) terdapat hubungan linear antara biaya dengan tingkat upaya penangkapan (Anderson, 1973 dalam Purwanto, et. al., 1988). Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan oleh Schaefer, hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara lestari berdasarkan aspek biologi, sehingga belum mampu menetapkan tingkat pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi. Untuk menjawab permasalahan ini, Gordon mengembangkan Model Schaefer dengan cara memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai “Model Statik Gordon-Schaefer”.
  • 4. 4   cE  2 bE-aEp TC-TR Dimana : µ = Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdaya TR = Penerimaan total TC = Biaya total E = Upaya penangkapan P = Harga rata-rata ikan cakalang c = Biaya penangkapan ikan per satuan upaya Tingkat upaya peningkatan dan produksi saat dicapai keuntungan maksimum ( E* , Q* ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : pb c b a E ..2.2 *  dan 2 22 * ..4.4 pb c b a Q  Q* juga disebut sebagai tingkat hasil ekonomi maksimum (Maximum Economic Yield = MEY). Berdasarkan persamaan Q* tersebut dapat dijelaskan, bahwa bila c = 0 maka keuntungan maksimum dicapai pada saat dicapai MSY ; sedangkan bila c > 0 maka Q* < MSY. Semakin besar nilai c akan semakin kecil nilai Q* dan E* ; sedangkan semakin besar nilai p akan semakin besar nilai Q* dan E*. Gambar 1. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer
  • 5. 5 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi perikanan pelagis di perairan laut Jawa dalam 8 (delapan) tahun , yaitu periode tahun 1976-1983 menunjukkan fluktuasi sebagaimana terlihat pada tabel 1 dan gambar 2. Berfluktuasinya produksi sumbedaya ikan pelagis ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan perikanan tangkap. Faktor yang saling berinteraksi tersebut adalah upaya penangkapan dan ketersediaan stok sumberdaya ikan di perairan laut Jawa. Tabel 1. Total Catch, Total Standarized Effort dan CPUE perikanan pelagis tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse seine. Tahun Produksi (ton) Effort (unit) CPUE (ton/kapal) 1976 48.800 1.370 35,620 1977 55.500 1.051 52,807 1978 65.400 1.905 34,331 1979 80.000 3.046 26,264 1980 90.000 4.041 22,272 1981 85.000 2.633 32,283 1982 94.200 5.452 17,278 1983 115.600 5,332 21,680 Dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1980 produksi ikan mengalami kenaikan (48.800 sampai 90.000 ton/kapal), akan tetapi di tahun 1981 mengalami penurunan (85.000 ton/kapal) dan produksi kembali meningkat di tahun 1983 (115.600 ton/kapal). Seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini : 10 30 50 70 90 110 130 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 Tahun TotalCatch(1000ton/tahun) 10 20 30 40 50 60 CPUE(ton/kapal/tahun) Catch CPUE Gambar 2. Fluktuasi produksi perikanan pelagis di perairan Laut Jawa periode 1976-1983.
  • 6. 6 Total upaya penangkapan (total effort) dari tahun 1976-1983 cenderung meningkat dan nilai CPUE dari tahun 1976 -1983 berfluktuasi, nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 1977 dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun 1982. Nilai CPUE ini mencerminkan produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya/trip) pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, maka dari itu nilai CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan pelagis di perairan Laut Jawa. Dimana dengan berambahnya tahun, uaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mengalami peningkatan (Gambar 3). 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 Tahun FishingEffort(unit) Gambar 2. Perkembangan upaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa periode 1976-1983 3.1. Produksi Biologis Schaefer 3.1.1. Hubungan antara CPUE dan Effort Korelasi antara CPUE dengan effort menunjukkan hubungan yang negatif, yaitu semakin tinggi effort maka semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif antara CPUE dengan effort mengindikasikan bahwa produktivitas perikanan pelagis akan menurun apabila usaha penangkapan (effort) mengalami peningkatan. Dengan demikian nilai produktivitas (CPUE) perikanan pelagis di perairan Laut Jawa sebesar 48,443-0,0058E, hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan effort sebesar satuan E maka akan menurunkan CPUE sebesar 0,0058 ton kali satuan E dapat dilihat pada gambar 4.
  • 7. 7 y = -0.0058x + 48.443 R2 = 0.785 - 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 Fisihing effort (unit) CPUE(ton/kapal/tahun) Gambar 4. Hubungan CPUE dengan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa periode 1976-1983 Dari hasil analisis hubungan antara CPUE dengan Effort menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pada usaha penangkapan (effort) maka akan menurunkan hasil tangkapan per satuan upaya/trip, dengan persamaan regresi linear sebagai berikut: Y = -0,0058 x + 48,443 3.1.2. Hubungan antara Effort dengan Catch. Usaha penangkapan terhadap sumberdaya perikanan pelagis mempunyai pola perkembangan yaitu dengan adanya catch meningkat seiring dengan meningkatnya effort sehingga mencapai MSY. Setelah usaha yang dilakukan mencapai MSY, maka catch mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya effort (Gambar 5). Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh sebesar 101.151 ton/tahun dan nilai EMSY sebesar 4.176 kapal. Hasil analisis terjadinya MSY pada upaya pemanfatan suumberdaya ikan pelagis yang terjadi dikarenakan semakin bertambahnya jumlah alat tangkap, seperti pada gambar 2, bahwa pada tahun 1982 dan 1983 jumlah alat-alat yang dioperasikan melebihi jumlah fishing effort yang seharusnya dioperasikan (EMSY = 4176 unit). Menurut Smith dan Marahuddin (1986) menyatakan hasil tangkapan yang dapat dilestarikan bergantung pada tingkat populasi dan karena itu pula bergantung pada banyaknya upaya penangkapan yang diterapkan. Dengan tingkat upaya yang rendah, hasil tangkapan hanya sedikit sedangkan populasi penambahan ikan dan kematian alami masing-masing akan meningkat. Untuk
  • 8. 8 menggunakan tingkat upaya yang lebih besar akan terdapat tangkapan lestari yang tinggi, populasi yang lebih rendah hingga populasi tercapai dimana tangkapan lestari adalah maksimum. Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh pendapatan total sebesar Rp. 126.438.699.000,-. Sedangkan hubungan kuadratik antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 5. Hubungan antara upaya penangkapan dan hasil tangkapan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Laut Jawa berbentuk parabola (gambar 5, artinya setiap penambahan tingkat upaya penangakapan (E) maka akan meningkat pula hasil tangkapan (h) sampai mencapai titik maksimum, kemudian akan terjadi penurunan hasil tangkapan untuk setiap peningkatan intensitas pengusahaan sumberdaya. Gambar 5. Hubungan Catch dan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 3.1.3. Hubungan antara biomass dengan effort, laju pertumbuhan Fungsi produksi perikanan menggambarkan suatu hubungan antara hasil penangkapan dengan sejumlah faktor produksi yang secara kolektif disebut sebagai upaya penangkapan. Fungsi produksi seuai dengan perkembangan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa disajikan pada gambar 6. Adapun persamaan hubungan antara biomass dengan effort pada perikanan pelagis di perairan Laut Jawa adalah sebagai berikut : 4176, 101151 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Effort (unit) Catch(ton/tahun)
  • 9. 9 X = 66.617 – 7,97 E Persamaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hubugan antara x dengan E adalah linear yaitu dengan meningkatnya E menyebabkan turunnya nilai x, adapun persamaan tersebut dirumuskan dengan menggunakan nilai q, K dan r yang telah diestimasi (Tabel 2). Hubungan antara h dengan E adalah kuadratik,dimana sebelum tingkat h masimum (MSY) dicapai, peningkatan E akan diikuti oleh peningkatan h MSY dicapai pada saat E = r/2q = 6,225525/(2*0,51 10-4 ) = EMSY, dengan MSY = 6,225525 x 64542,35. Tabel 2. Nilai parameter biologi dan ekologi penangkapan sumberdaya ikan pelagis pada tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse seine. Tahun Produksi (ton) K 64542.35 q 0.000751 r 6.225525 Peningkatan biomass sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mencapai tingkat maksimum sebesar 64542.35, dimana pertambahan nilai effort menunjukkan bertambahnya nilai biomass (Gambar 6). 0 10 20 30 40 50 60 0 2000 4000 6000 8000 10000 Fishing Effort (unit) Catchperuniteffort(1000 ton/kapal/tahun) Estimate Observed -10000 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 0 2000 4000 6000 8000 10000 Fishing effort (unit) Biomass(ton) Gambar 6. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort, dan biomass ikan pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
  • 10. 10 Stok sumberdaya ikan pelagis mampu berkembang hingga suatu tingkat maksimumnya, dengan laju pertumbuhan tergantung pada ukuran kelimpahan stok (x). Bila x lebih kecil dari ukuran kelimpahan stok maksimum yang sesuai dengan daya dukung (K), maka stok ikan akan cenderung meningkat hingga dicapai K (tabel 2). Pada nilai x = 66.617 – 7,97 E angka pertumbuhan stok mengalami peningkatan sesuai dengan meningkatnya nilai x (gambar 7). Laju pertumbuhan stok ikan yang dieksploitasi disajikan pada gambar 7. 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 Biomass (ton) biomaslajupertumbuhan (ton/tahun) 0 20 40 60 80 100 120 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 Fishing Effort (unit) Catch(1000ton/tahun) Gambar 7. Hubungan antara biomass Laju pertumbuhan dengan biomass, dan cath ikan pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 Berdasarkan nilai parameter biologi fungsi tingkat pertumbuhan stok sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa, didapatkan persamaan sebagai berikut : F (X) = r X ( 1 – X / K) G (X) = 6.225525 X (1 – X / 64542.35) 3.2. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis Tingkat produksi optimal pada usaha penangkapan ikan dicapai pada saat terjadi keseimbangan antara permintaan akan ikan dan biaya marinal untuk menghasilkannya (Coples, 190 dalam Purwanto, 1988) atau harga produksi setara dengan biaya marjinal untuk menghasilkannya. Produksi optimal ini disebut ekonomi maksimum ((Maimum Economic Yield = MEY) sebab pada tingkat keluaran ini harga yang ingin dibayarkan oleh pembeli untuk unit terakhir hasil
  • 11. 11 perikanan setara dengan baya marjinal untuk menghasilkannya (Anderson, 1986 dalam Purwanto, 1988). Hasil perhitungan matematis usaha pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa periode tahun 1976-1983, diperoleh bahwa tingkat MSY sebesar 101.151 ton/tahun pada tingkat EMSY sebesar 4176 unit (Gambar 8). Gambar 8. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 Tingkat peningkatan upaya dan produksi pada saat dicapai keuntungan maksimum yaitu E* sebesar 2915 unit sedangkan nilai Q* sebesar 91.923 ton/kapal. Keuntungan pada saat kondisi MSY yang dicapai adalah sebesar Rp. 50.059.659.000,- yang diperoleh dari perhitungan dari nilai TR = 126 438 699.000,- dan nilai TC = Rp. 76.379.040.000,-. Akan tetapi hal tersebut dengan bertambahnya jumlah alat tangkap keuntungan (profit) yang didapatkan terus mengalami penurunan. Dengan adanya tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa pada tahun 1983 secara ekonomis dan biologis telah berlebih. -200000000 -150000000 -100000000 -50000000 0 50000000 100000000 150000000 200000000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Fishing effort (unit) Tr,TC&Profit(rupiah/ton/tahun) TR TC Profit TC = c.E TR = p.Y (E) MSY MEY p =TR-TC EMSY EMSY EOA
  • 12. 12 3.3. Peningkatan teknologi penangkapan 20 % Perbedaan yang terjadi karena kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa disajikan pada gambar 9. Teradinya upaya peningkatan teknologi penangkapan merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Alasan yang paling mendasar terjadinya hal tersebut pada umumnya dikarenakan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik akan terus meningkat. Menurut FAO (2001 dalam Widodo, 2006), produksi ikan dunia tahun 1999 mencapai 125,2 juta ton. Ikan yang digunakan untuk konsumsi meningkat 2,1 juta ton dari 90,7 juta ton yang diproduksi pada tahun 1996, sedangkan yang diproduksi untuk keperluan pengelolaan lebih lanjut menjadi tepung dan minyak ikan meningkat 0,8 juta ton dari sekita 29,6 juta ton pada tahun 1996. 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 Tahun Fishingeffirt(unit) Effort awal Effort pasca ke naikan te knologi 20% Gambar 9. Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % dalam upaya pemanfatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983
  • 13. 13 10 30 50 70 90 110 130 150 170 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 Tahun TotalCatch(1000ton/tahun) 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 CPUe(ton/kapal/tahun) C atch awal C atch pasca ke naikan te knologi 20% C PUE C PUE pasca ke naikan te knologi 20% Gambar 10. Fluktuasi produksi perikanan pelagis pasca peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % dalam upaya pemanfatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 Fluktuasi antara CPUE dan total produksi tidak mengalami perubahan akan tetapi mengalami peningkatan pada jumlah hasil tangkapan dengan adanya kenaikan teknologi 20 %. Nilai dapat CPUE sebagai cerminan hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, antara CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan pelagis di perairan Laut Jawa (Gambar 10). 0 10 20 30 40 50 60 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Fishing Effort (unit) Catchperuniteffort(ton/kapal/tahun) Estimate awal Estimate pasca kenaikan teknologi 20% Gambar 11. Hubungan antara CPUE dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 %.
  • 14. 14 Dampak dari kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % tidak begitu berpengaruh pada hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, akan tetapi rata unit pangkapan meningkat dari 3.100 unit menjadi 3.720 unit (Gambar11). 0 20 40 60 80 100 120 140 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Fishing Effort (unit) Catch(1000ton/tahun) Catch awal Catch pasca kenaikan teknologi 20% Gambar 12. Hubungan antara Catch dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 %. Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % berdampak pada meningkatnya MSY dari 4.176 unit ; 101.151 ton/tahun menjadi 4.197 unit ; 120.543 ton/tahun (Gambar 12). Dampak tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya overfishing yang merupakan suatu kondisi bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang melebihi sumberdaya yang ada, dari perhitungan matematis awal pada jumlah unit 4.176 unit merupakan kondisi eksploitasi sumberdaya ikan pelagis sudah dalam kondisi over fishing, dengan jumlah batas unit sebesar 2.915 unit, dengan tingkat maksimum keuntungan 91.923 ton/tahun. Gambar 13 dan 14 menunukkan perubahan pada MSY, MEY antara pada awal kondisi unit penangkapan dengan kondisi pasca peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20%.. Profit (keuntungan) yang dihasilkan sebelum kenaikan teknologi sebesar Rp. 50.059.659.000,- dan setelah kenaikan teknologi menjadi Rp. 59.649.365.309,- jika dilihat dari sudut pandang keuntungan, peningkatan teknologi penangkapan memang sangat menjanjikan bagi kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, nilai MSY menunjukkan bahwa dengan
  • 15. 15 kondisi seperti ini, kelangsungan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut awa tidak akan dapat bertahan lama, apabila konsep strategi pengelolaanya tidak tetap. Purwanto, et. al., (1988) menjelaskan bahwa secara umum usaha penangkapan ikan berbeda dari usaha dari manufaktur. Kapal dengan sejumlah masukan hanya dapat secara langsung mengendalikan upayanya, sedangkan besarnya hasil tangkapan sulit untuk dikendalikan secara langsung. Hal ini disebabkan karena jumlah hasil tangkapan tergantung pada tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi ikan itu sendiri dipengaruhi oleh intensitas penangkapan. Pada usaha manufaktur, pengusaha mampu secara langsung mengendalikan tingkat keluarannya melalui pengaturan masukan,karena tingkat keluaran pada usaha tersebut berhubungan langsung dengan tingkat masukan. Agar sumberdaya ikan pelagis dapat dimanfaatkan secara menguntungkan dalam kurun waktu relatif tak terbatas, maka intensitas penangkapan perlu dikendalikan hingga suatu tingkat populasi yang secara ekonomis menguntungkan.
  • 16. 16 Gambar 13. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 Gambar 14. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca kenaikan teknologi 20 % -250000000000 -200000000000 -150000000000 -100000000000 -50000000000 0 50000000000 100000000000 150000000000 200000000000 250000000000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 Fishing effort (unit) TR,TC&Profit(rupiah/ton/tahun) TR TC Profit TC = c.E TR = p.Y (E) MSY MEY p =TR-TC EMSY EMSY EOA -200000000 -150000000 -100000000 -50000000 0 50000000 100000000 150000000 200000000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Fishing effort (unit) Tr,TC&Profit(rupiah/ton/tahun) TR TC Profit TC = c.E TR = p.Y (E) MSY MEY p =TR-TC EMSY EMSY EOA
  • 17. 17 3.4. Teknologi Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis Pada umumnya jenis teknologi penangkapan ikan-ikan pelagis yang biasa digunakan adalah, pancing tonda, jaring insang hanyut dan Purse seine. 3.4.1. Pancing tonda Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas menyambarnya. a. Alat Tangkap Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain). Konstruksi pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel, pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing (Gambar 15). Pancing tonda terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu: Tali utama ( monofilament nomor 1000) dengan panjang tali utama sekitar 150 m. Tali cabang (monofilament nomor 800) dengan panjang tali berkisar mulai dari 15 cm – 225 cm Mata pancing No 6 terdiri dari 15 mata pancing Umpan palsu dari bahan kain sutera Pelampung yang terbuat dari bahan gabus Kili-kili dari bahan timah Konstruksi alat sebagai berikut:
  • 18. 18 Gambar 15. Konstruksi alat tangkap pancing tonda (sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) b. Kapal Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering digunakan adalah jenis jukung (gambar 16), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3 m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 – 5 GT. Bahan untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya 1 – 2 orang saja. Gambar 16. Contoh perahu pancing tonda (sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) c. Metode Penangkapan Ikan Sebelum melakukan operasi penangkapan, diperlukan beberapa persiapan yang matang, mengingat operasi penangkapan dengan tonda yang cukup singkat (lama trip satu hari) dan juga keadaan daerah penangkapan yang penuh resiko, seperti arus dan ombak. Oleh karena itu persiapan yang dilakukan sebelum
  • 19. 19 melakukan operasi penangkapan antara lain ; perawatan dan pengecekan mesin motor tempel, pengisian bahan bakar minyak, perbekalan dan konsumsi. Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan tonda ini adalah memasang pancing pada bagian buritan kapal, yang kemudian ditarik oleh kapal selama operasi penangkapan dengan harapan umpan pada pancing tersebut disambar oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan, seperti terlihat pada gambar 17. Gambar 17. Ilustrasi pengoperasian pancing tonda (sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang mencari makan di permukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan pada outrigger dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu meterdari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan. Berdasarkan kebiasaan dan pengalaman nelayan, metode penangkapan dengan pancing tonda umumnya dilakukan pada waktu pagi hari sebelum ada sinar matahari (jam 05.00 – 07.00), kecepatan perahu rata-rata 4-5 knot. Pada jam 07.00 – 09.00 kecepatan rata-rata 7-8 knot dan pada siang hari dengan kecepatan rata-rata 7-8 knot dengan lokasi menonda semakin jauh.
  • 20. 20 3.4.2. Jaring insang hanyut (drift gill net) Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jarring dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1) Surface gill net (2) Bottom gill net (3) Drift gill net dan (4) Encricling gill net atau surrounding gill net. Drift gill net atau jaring insang hanyut ini tidak ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal, gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat mempengaruhi posisi jaring. Selain gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi keadaan hanyut dari jaring. Dengan perkataan lain gaya angin akan bekerja pada bagian dari float yang tersembul pada permukaan air. Drift giil net ini dapat pula digunakan untuk mengejar gerombolan ikan, dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan . Dengan kata lain gerakan jarring bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat diabaikan. a. Alat tangkap Alat penangkapan terdiri dari : Panjang jaring sekitar 400 m (bahan nylon) Ukuran mata jaring 3 inci Pelampung utama (bahan sendal karet) Pelampung tanda (bahan bola plastik) Pemberat utama (bahan timah, berat 1,5 kg) Tali ris atas dan bawah (bahan nylon) b. Kapal Kapal yang digunakan termasuk perahu tanpa motor jenis jukung dengan menggunakan seperti terlihat pada gambar 18, dengan ukuran sebagai berikut :
  • 21. 21 Panjang (L) = 9 m Lebar (B) = 0,8 m Tinggi (D) = 1 m Tenaga Kerja berjumlah adalah 1 - 2 orang. Gambar 18. Contoh Perahu jaring insang hanyut (sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) c. Metode penangkapan ikan Setelah tiba pada suatu fishing ground yang telah ditentukan (sebaiknya bukan daerah pelayaran) maka yang pertama diturunkan adalah pelampung tanda dan jangkar, selanjutnya dilakukan penurunan jaring (setting). Setelah semua jaring telah diturunkan dan telah terentang dengan sempurna, maka dalam jangka waktu tertentu, biasanya 2-5 jam dilakukan penarikan jaring (hauling). Pada saat melakukan hauling, jaring diatur dengan baik seperti semula sehingga memudahkan untuk operasi berikutnya. Pengoperasin jaring insang hanyut umumnya dilakukan pada malam hari, tetapi pada pagi hari juga dilakukan pengoperasian. Faktor utama pada pengoperasian jaring insang hanyut adalah penggunaan warna jaring yang pada saat di dalam perairan tidak tampak oleh ikan, dengan demikian nelayan menggunakan warna jaring yang relatif sama dengan warna perairan.
  • 22. 22 3.4.3. Pukat cincin (purse seine) a. Alat tangkap Satu unit purse seine terdiri dari jaring, kapal, dan alat Bantu (roller, lampu, echosounder, dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring purse seine terdiri dari kantong, badan jaring, tepi jaring, pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat, tali penarik, tali cincin dan lower salvage. Alat penangkapan terdiri dari : Panjang jaring sekitar 600 m (bahan nylon) Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inci, pada badan jaring 1 inci dan pada bagian sayap 1,25 inci. Pelampung bahan plastik Pelampung tanda (bahan bola plastik) Pemberat utama (bahan timah, berat total 100 kg) b. Kapal Kapal yang digunakan termasuk perahu motor (outboard) dengan menggunakan mesin Yanmar 24 PK dengan kapal bertonage 5 – 10 GT, seperti terlihat pada Gambar 19 dengan ukuran-ukuran sebagai berikut: Panjang (L) = 15 m Lebar (B) = 2,5 m Tinggi (D) = 2 m Dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 10-13 orang. Gambar 19. Contoh Kapal purse seine (sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)
  • 23. 23 c. Metode penangkapan ikan Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) dan ada juga yang dipasang di samping kapal (Gambar 20). Gambar 20. Ilustrasi pengoperasian purse seine (sumber: http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) Penangkapan cakalang dengan purse seine dioperasikan pada malam hari. Pengumpulan ikan di permukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu rumpon. Teknik penangkapannya adalah : Melepaskan tali rumpon. Pada tali rumpon ini diberikan pelampung. Dengan demikian, rumpon akan hanyut searah dengan arus permukaan air. Melihat arah dan kecepatan arus untuk memprediksi kecepatan dan arahnya rumpon yang telah dilepaskan. Melingkari gerombolan ikan yang ada di bawah rumpon. Menarik tali kolor dari jaring. Setelah jaring bagian bawah telah tertutup maka rumpon tadi dikeluarkan dari jaring dan dikembalikan ke tali pelampung seperti semula. Dengan demikian, ada awak yang bertugas khusus untuk menyelesaikan rumpon tersebut sehingga kembali ke posisi semula. Penarikan tubuh jaring, float line. Ini ditarik jika bagian bawah jaring telah tertutup, dengan demikian semua pemberat telah berada di atas kapal. Tubuh jaring dan float line diatur kembali di atas kapal seperti semula.
  • 24. 24 Pengambilan hasil tangkapan. Ikan-ikan yang terkumpul pada bagian kantong atau yang berfungsi sebagai kantong segera diserok ke atas kapal. 3.5. Konsekuensi Teknologi Alat Tangkap Pilihan Monintja (2000) menjelaskan bahwa kriteria alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu: 1. Mempunyai selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target. 2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan. 3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan/menggunakan teknologi tersebut. 4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. 5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim. 6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap species yang dilindungi atau terancam punah. 7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik. Teknik dalam pengoperasian purse seine yaitu dengan cara melingkarkan pada teknik pengoperasian penangkapannya, sehingga sumberdaya ikan yang berada pada catchable area akan terjerat pada badan jaring alat tangkap ini,. Dengan demikian komposisi jenis ikan yang tertangkap purse seine relatif lebih banyak dibandingkan pancing tonda dan jarring insang hanyut, ini dikarenakan purse seine efektif menangkap ikan yang dalam pergerakannya bergerombol. Purse seine dan jaring insang hanyut jika dibandingkan dengan pancing tonda lebih unggul atau lebih ramah lingkungan. Menurut Sultan (2004) jenis alat tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah jaring insang hanyut, pancing tonda, pancing tangan, pancing cumi, rawai dasar, bubu labu, rawai cucut dan purse seine. Berdasarkan prinsip pengoperasian yang melingkari tujuan penangkapan, mengkerucutkan bagian bawah jaring hingga membentuk kantong, maka cakalang yang telah berada pada catchable area akan sulit untuk lolos. Jika
  • 25. 25 dibandingkan dengan pancing tonda dan jaring insang hanyut yang menghadang renang ikan, maka peluang untuk mendapatkan jumlah hasil tangkapan dibandingkan purse seine relatif lebih sedikit. Perbedaan prinsip penangkapan diantara ketiga jenis alat tangkap tersebut menyebabkan produktivitas atau kemampuan menangkap cakalang juga berbeda. Sesuai dengan tren pengembangan teknologi penangkapan ikan saat ini yang menekankan pada teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (environmentally friendly fishing technology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. IV. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Strategi pengelolaan yang dapa diterapkan dalam pengelolaan perikanan, tentunya kegiatan usaha dengan upaya penangkapan (effort) dengan hasil kurang dari MSY. Usaha dalam mempertahankan kondisi underfishig salah satunya data dilakukan dengan memperhatikan teknologi penangkapan yang digunanakan. Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target. 2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan. 3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi tersebut. 4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. 5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.
  • 26. 26 6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap species yang dilindungi atau terancam punah. 7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik. V. KESIMPULAN Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun. Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23 ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa. Adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbangan- pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan. VI. SARAN Untuk mengusahakan agar sumberdaya perikanan pelagis dapat dimanfaatkan terus-menerus secara maksimal dalam jangka yang tak terbatas maka tingkat pemanfaatan perlu dibatasi sampai pada tingkat tertentu. Induk- induk ikan dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk berkembang biak, sehingga mamu menghasilakn anakan dalam jumlah yang cukup untuk kelestarian. Adanya peraturan yang jelas terhadap usaha pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada, peningkatan teknologi penangkapan yang efisisien serta penyediaan
  • 27. 27 industri pengolahan hasil tangkapan, sehingga sumberdaya perikanan di perairan Indonesia dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA [PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP, 2006. Pengkajian Stok Ikan Indonesia 2005. PRPT, BRKP, DKP. Hal. 29. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP, 2004. Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap. Disampaikan Pada Rapat Koordinasi elokasi Nelayan Tingkat Nasional di Jakarta. Dirjen Perikanan Tangkap DKP Jakarta. Garcia S, P.Sparre and J.Csirke, 1989. Estimating Surplus Production and Maximum Sustainable Yield from Biomass Data when Catch and Effort Time Series are not Available. Fisheries Research, 8 (1989) 13-23. Elselvier Science Publishers B.V, Amsterdam Printed in The Netherlands. http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif (28 Desember 2006). Kesteven. G.L 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to Fisheries Sciences. FAO Fisheries Technical Paper No.118. Food and Agricultural Organization of The United Nations. Rome.43 p Monintja, DR, 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor. Nikijuluw. V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama P3R dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 54 Hal. Purwanto, 1988. Bio-ekonomi Penangkapan Ikan : model Statik. Oseana. Vol. XIII, No. 2 : 63-72. Purwanto, Kamiso, H. N., Tumari Jatileksono. 1988. Optimasi Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Udang Di Pantai Selatan Jawa Tengah. BPPS-UGM 4 (1) : 557-567. Sultan. M, 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Bogor. IPB. (Disertasi). Hal 174. Widodo, J. Dan Suadi, 2006. Pengelolaan Suberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada University Pres. 252 hal.
  • 28. 28 Lampiran 1. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %) Correlations 1.000 -.886 -.886 1.000 . .002 .002 . 8 8 8 8 CPUE Effort CPUE Effort CPUE Effort Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N CPUE Effort Model Summary b .886 a .785 .749 5.60669 .785 21.907 1 6 .003 Model 1 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics Predictors: (Constant), Efforta. Dependent Variable: CPUEb. Coefficientsa 48.443 4.347 11.144 .000 37.806 59.079 -.006 .001 -.886 -4.681 .003 -.009 -.003 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000 (Constant) Effort Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B Zero-order Partial Part Correlations Tolerance VIF Collinearity Statistics Dependent Variable: CPUEa.
  • 29. 29 Lampiran 2. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %) E maks = a/b 8352 E msy = a/ 2b 4176 MSY = a2 /4b 101151 E* = a/2b – c/2bp 2915 Q* = a2/ 4b – c2 /4bp2 91923 Effort Estimate catch TR TC Profit 0 0 0 0 0.00 500 22771 28464233 9145000 19319233.07 1000 42643 53303466 18290000 35013466.14 1500 59614 74517699 27435000 47082699.21 2000 73686 92106932 36580000 55526932.28 2500 84857 106071165 45725000 60346165.35 3000 93128 116410398 54870000 61540398.42 3500 98500 123124631 64015000 59109631.49 4000 100971 126213865 73160000 53053864.55 4176 101151 126438699 76379040 50059658.59 4500 100542 125678098 82305000 43373097.62 5000 97214 121517331 91450000 30067330.69 5500 90985 113731564 100595000 13136563.76 6000 81857 102320797 109740000 -7419203.17 6500 69828 87285030 118885000 -31599970.10 7000 54899 68624263 128030000 -59405737.03 7500 37071 46338496 137175000 -90836503.96 8000 16342 20427729 146320000 -125892270.89 8350 0 0 152721500 -152721500.00
  • 30. 30 Lampiran 3. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for window (Data Pasca kenaikan teknologi 20 %) Correlations 1.000 -.886 -.886 1.000 . .002 .002 . 8 8 8 8 CPUE Effort CPUE Effort CPUE Effort Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N CPUE Effort Model Summary b .886 a .785 .749 5.60652 .785 21.909 1 6 .003 Model 1 R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics Predictors: (Constant), Efforta. Dependent Variable: CPUEb. Coefficientsa 48.443 4.347 11.144 .000 37.807 59.080 -.005 .001 -.886 -4.681 .003 -.007 -.002 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000 (Constant) Effort Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B Zero-order Partial Part Correlations Tolerance VIF Collinearity Statistics Dependent Variable: CPUEa.
  • 31. 31 Lampiran 4. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data pasca kenaikan teknologi 20 %) E maks = a/b 9953 E msy = a/ 2b 4977 MSY = a2 /4b 120543 E* = a/2b – c/2bp 3473 Q* = a2/ 4b – c2 /4bp2 109546 E Estimate catch TR TC Profit 0 0 0 0 0 200 9,494 11,867,491,174 3,658,000,000 8,209,491,174 400 18,599 23,248,276,017 7,316,000,000 15,932,276,017 600 27,314 34,142,354,529 10,974,000,000 23,168,354,529 800 35,640 44,549,726,711 14,632,000,000 29,917,726,711 1,000 43,576 54,470,392,561 18,290,000,000 36,180,392,561 1,200 51,123 63,904,352,080 21,948,000,000 41,956,352,080 1,400 58,281 72,851,605,268 25,606,000,000 47,245,605,268 1,600 65,050 81,312,152,125 29,264,000,000 52,048,152,125 1,800 71,429 89,285,992,651 32,922,000,000 56,363,992,651 2,000 77,419 96,773,126,846 36,580,000,000 60,193,126,846 2,200 83,019 103,773,554,711 40,238,000,000 63,535,554,711 2,400 88,230 110,287,276,244 43,896,000,000 66,391,276,244 2,600 93,051 116,314,291,446 47,554,000,000 68,760,291,446 2,800 97,484 121,854,600,317 51,212,000,000 70,642,600,317 3,000 101,527 126,908,202,857 54,870,000,000 72,038,202,857 3,200 105,180 131,475,099,066 58,528,000,000 72,947,099,066
  • 32. 32 Lanjutan Lampiran 4. E Estimate catch TR TC Profit 3,400 108,444 135,555,288,944 62,186,000,000 73,369,288,944 3,600 111,319 139,148,772,491 65,844,000,000 73,304,772,491 3,800 113,804 142,255,549,707 69,502,000,000 72,753,549,707 4,000 115,900 144,875,620,593 73,160,000,000 71,715,620,593 4,200 117,607 147,008,985,147 76,818,000,000 70,190,985,147 4,400 118,925 148,655,643,370 80,476,000,000 68,179,643,370 4,600 119,852 149,815,595,262 84,134,000,000 65,681,595,262 4,800 120,391 150,488,840,823 87,792,000,000 62,696,840,823 4,977 120,543 150,678,695,310 91,029,330,000 59,649,365,310 5,000 120,540 150,675,380,053 91,450,000,000 59,225,380,053 5,200 120,300 150,375,212,952 95,108,000,000 55,267,212,952 5,400 119,671 149,588,339,520 98,766,000,000 50,822,339,520 5,600 118,652 148,314,759,757 102,424,000,000 45,890,759,757 5,800 117,244 146,554,473,663 106,082,000,000 40,472,473,663 6,000 115,446 144,307,481,238 109,740,000,000 34,567,481,238 6,200 113,259 141,573,782,482 113,398,000,000 28,175,782,482 6,400 110,683 138,353,377,395 117,056,000,000 21,297,377,395 6,600 107,717 134,646,265,977 120,714,000,000 13,932,265,977 6,800 104,362 130,452,448,228 124,372,000,000 6,080,448,228 7,000 100,618 125,771,924,148 128,030,000,000 -2,258,075,852 7,200 96,484 120,604,693,737 131,688,000,000 -11,083,306,263 7,400 91,961 114,950,756,996 135,346,000,000 -20,395,243,004 7,600 87,048 108,810,113,923 139,004,000,000 -30,193,886,077
  • 33. 33 Lanjutan lampiran 4. E Estimate catch TR TC Profit 7,800 81,746 102,182,764,519 142,662,000,000 -40,479,235,481 8,000 76,055 95,068,708,784 146,320,000,000 -51,251,291,216 8,200 69,974 87,467,946,718 149,978,000,000 -62,510,053,282 8,400 63,504 79,380,478,321 153,636,000,000 -74,255,521,679 8,600 56,645 70,806,303,593 157,294,000,000 -86,487,696,407 8,800 49,396 61,745,422,534 160,952,000,000 -99,206,577,466 9,000 41,758 52,197,835,144 164,610,000,000 -112,412,164,856 9,200 33,731 42,163,541,423 168,268,000,000 -126,104,458,577 9,400 25,314 31,642,541,371 171,926,000,000 -140,283,458,629 9,600 16,508 20,634,834,988 175,584,000,000 -154,949,165,012 9,953 15 18,615,020 182,040,370,000 -182,021,754,980 10,000 0 0 182,900,000,000 -182,900,000,000