Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Makalah agama
1. MAKALAH
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Oleh Kelompok 5 :
Ahmad Ihsan ( )
Aulia Sriwahyuni Umat ( )
Nismawati ( )
Rusman (D0217030)
FAKULTAS TEKNIK
PRODI/JURUSAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
TAHUN 2017
2. KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas Makalah Kerukunan Antar Umat Beragama ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam. Agama sebagai sistem kepercayaan
dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang.
Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih
menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan
pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
kerukunan antar umat beragama, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Universitas Negeri Sulawesi Barat. Kami sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen
pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya
di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Lemosusu, 21 Oktober 2017
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Daftar Isi......................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan......................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusana Masalah............................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................................. 2
D. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama........................................ 2
BAB II Pembahasan........................................................................................ 5
A. Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia ................................. 5
B. Kendala - kendala ............................................................................... 6
1. Rendahnya Sikap Toleransi........................................................... 6
2. Kepentingan Politik....................................................................... 6
3. Sikap Fantisme .............................................................................. 7
C. Solusi................................................................................................... 8
1. Dialog Antar Pemeluk Agama...................................................... 8
2. Bersikap Optimis........................................................................... 9
D. Kebersamaan Antar Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial......... 11
1. Pandangan Agama Islam terhadap Ummat non Islam.................. 11
2. Tanggung Jawab Sosial Ummat Islam.......................................... 11
3. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.................................................... 12
BAB III Penutup ............................................................................................ 13
A. Kesimpulan.......................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 14
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah
bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk
mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu
tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila
seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan
kerukunan antar umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri.
Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan
banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk
menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat untuk
mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat
dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak
berperan aktif dalam masyarakat.
Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah
tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari
ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
B. Rumusan Masalah
1. Kendala apa yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan umat
beragama di Indonesia?
2. Bagaimana masyarakat menghadapi permasalahan/kendala dalam mencapai
kerukunan antar umat beragama di Indonesia?
3. Apakah Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam?
4. Bagaimana Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial?
5. C. Tujuan
Penulisan makalah ini bermaksud untuk memenuhi tugas mata kuliah
Agama kami dan untuk menambah wawasan para pembaca tentang kerukunan
antar umat beragama serta permasalahan yang di hadapi. Semoga Bermanfaat.
D. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat
dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan
kemajuan Negara.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat
beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai
faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia
akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara,"
katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar
NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat
beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam
beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal
maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul.
Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat
beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial
yang terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus
dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti," katanya.
6. Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat
memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan
bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah
sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan. Ia juga mengutip perspektif
pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau
dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan
sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian
perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya.
Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH
Ma'ruf Amin mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan
kemajemukan itu bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak
dikelola secara baik dan benar.
"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan
untuk dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola
dengan baik dan benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola
kemajemukan secara baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna
mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di masing-masing kelompok
masyarakat.
"Karena mungkin masalah yang selama ini terjadi di antara pemeluk
agama terjadi karena tidak sampainya informasi yang benar dari satu pihak ke
pihak lain. Terputusnya jalinan informasi antar pemeluk agama dapat
menimbulkan prasangka- prasangka yang mengarah pada terbentuknya penilaian
negatif," katanya.
Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D
Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama
merupakan salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat beragama.
7. Menurut dia, tema dialog antar-umat beragama sebaiknya bukan mengarah
pada masalah theologis, ritus dan cara peribadatan setiap agama melainkan lebih
ke masalah- masalah kemanusiaan. "Dalam hal kebangsaan, sebaiknya dialog
difokuskan ke moralitas, etika dan nilai spiritual," katanya. Ia juga menambahkan,
supaya efektif dialog antar-umat beragama mesti "sepi" dari latar belakang agama
yang eksklusif dan kehendak untuk mendominasi pihak lain. "Sebab untuk itu
butuh relasi harmonis tanpa apriori, ketakutan dan penilaian yang dimutlakkan.
Yang harus dibangun adalah persaudaraan yang saling menghargai tanpa
kehendak untuk mendominasi dan eksklusif," katanya.
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S
Tanuwibowo, agenda agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk
menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal
dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama
dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan militansi agama
seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi S
Tanuwibowo.
8. BAB II
PEMBAHASAN
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
A. Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di
Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk
hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis,
Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat
dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat
dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena, Agama
tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua
masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.
Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan
sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk
mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu
pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah mendapatkan
pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama
terhadap agama lain sangat penting.
Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya
agama kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang
paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun
ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka
muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran keagamaan. Orang tidak lagi
bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai muncul
pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong
terjadinya saling pengertian.
9. Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan
menganggap agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh
kecurigaan terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih
mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
B. Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar
agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi
malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini
muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter)
antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga
kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah
keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak
yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian
membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-
masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan
sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa
pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala
dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di
Indonesia, jika bukan yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa
saja sebuah kerukunan antar agama telah dibangun dengan bersusah payah selama
bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita
pun hampir memetik buahnya.
10. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi
hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir
menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang
kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya
menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang
mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang
mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara
tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan
alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan
fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik
keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat
menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk
Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini,
tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-
masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki
agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu
komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama
dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda
tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen
juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya,
berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya
untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk
11. dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja
yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling
mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka
timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar
dari permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.
C. Solusi
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik
secara tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan
pertarungan. Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa
dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang kemudian disebut
sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang
kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang disebut
sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut
sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik”
(political history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam
di Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi
lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat
boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada
gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence)
di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-
agama lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan
peningkatan globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan
menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang
tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu
komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan
12. komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti
dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh
sebagian orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah
menjadi negara yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia,
dalam batas tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam
pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu,
khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu
tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang
memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat
intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita,
bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam
perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges) dalam
lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut
sebagai “non-agama.”
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-
gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada
tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas
memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran
semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan
berdampingan secara damai.
2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap
terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak
perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan
optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak
ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk
juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai
13. universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan
tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti
Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan
Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan
sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan
pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian
agama, seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan
dalam menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan
antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya
perspektif baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali
mengadakan pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin
hubungan yang lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang
tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam ini seharusnya tidak
hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut agama
sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin
agama dan umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan
fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan
kedalaman (intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan
mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-
isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba
serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan
politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi
semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa membedakan mana wilayah
agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi agama autentik
(authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni
pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para
14. aktor politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik
dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada
generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih
mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya
bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
D. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
1. Pandangan agama islam terhadap ummat non Islam
Dari segi kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai
agamanya di sebut kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang menolak,
yang tidak mau menerima atau menolak menaati aturan allah yang diwujudkan
kepada manusia melalui ajaran islam.
Ketika rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab,
sebagian dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan sebagianya lagi
menolak orang yang menolak ajakan rasulullah saw tersebut di sebut juga kafir.
Mereka terdiri dari orang orang musrik yang menyembah berhala di sebut orang
watsani, dan orang orang ahli kitab baik orang yahudi maupun orang nasrani.
2. Tanggung jawab sosial ummat Islam
Ummat islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam
kehidupan ini. Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai
aspek kehidupan , di antaranya adalah:
a. Menjalin silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah
menjadikan sebuah kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah
satu indicator keimanan
b. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalm
bentuk zakat maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah.
15. c. Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziyah bila ada
anggota masyarakat yang meninggal dengan mengantar jenazahnya
sampai di kuburnya.
d. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan
e. Penyusunan system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun
masyarakat, baik mental spiritual maupun fisik materialnya.
3. amar ma’ruf dan nahi munkar
a. Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk
berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat. Disamping system dan saran
pendukung, amar ma’ruf dan nahi munkar memerlukan juga kebijakan
dalam bertindak. Karna itu rasulullah memberikan tiga tingkatan yaitu:
b. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu menggunakan
lisan, dan
c. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.
Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi social
16. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat kami simpulkan berbagai
macam bahasan mengenai kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-
kendala yang dihadapi dalam mencapai kerukunan umat antar beragama ada
beberapa sebab, antara lain;
1. Rendahnya Sikap Toleransi
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme.
B. Saran
Adapun solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan Dialog
Antar Pemeluk Agama dan menanamkan Sikap Optimis terhadap tujuan untuk
mencapai kerukunan antar umat beragama.
17. DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim, Muhammad, imanuddin, kuliah tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari
Insan)
http://cippad.usc.edu/ai/themes/cfm/culture_b
http://www.tugasku4u.com/2013/02/makalah-kerukunan-antar-umat-
beragama.html
Dr. Ali Masrur, M.Ag.,2004,Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.
cfm
Koran bali post cetak 29/12/2003.
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West:
Encounter and Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research
Institute, International Islamic University & Center for Muslim-Christian
Understanding, Georgetown University
Koran bali post cetak 29/12/2003/. Hlm 3
Dr. Ali Masrur, M.Ag.Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West:
Encounter and Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research
Institute, International Islamic University & Center for Muslim-Christian
Understanding, Georgetown University. Hlm 57-58
Dr. Ali Masrur, M.Ag. Op. Cit.
Ash-Shiddiqieqy, Hasbi TM, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum
Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
18. Al-Faruqi, Ismail. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban
Gemilan, Cet. III, Mizan : Bandung, 2001.
Cuolson, N.J. A. History Of Islamic Law. Edinburg : Edinburg University, Press.
1964.
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Dan syirkah
(Bandung : al-Ma’arif, 1987.