Makalah ini membahas tentang model penelitian keagamaan. Pembahasan dimulai dengan latar belakang masalah penelitian agama, rumusan masalah, kemudian membahas tentang pengertian penelitian agama dan keagamaan serta perbedaannya. Juga dibahas tentang konstruksi teori dan model-model penelitian keagamaan.
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
MAKALAH PENELITIAN KEAGAMAAN
1. MAKALAH MODEL PENELITIAN KEAGAMAAN
Disusun Guna Melengkapi Tugas
Mata Kuliah Metodologi Studi Islam
Dosen Pembimbing Yayan Andrian, S.Ag., M.ED.MGMT.
Disusun oleh:
1. Jamaludin Said Al Fauzan (183151084)
2. Silvi Mardiana (183151094)
3. Shalia Hadjar Usadi (183151104)
4. Taufiqur Rohman (183151115)
TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2018
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian agama sudah dilakukan sejak beberapa abad yang lalu, namun
hasil penelitian yang telah diperoleh masih dalam bentuk perbuatan belum
dijadikan sebagai ilmu. Semakin bertambahnya gejala-gejala agama yang berbau
dengan masalah sosial dan budaya, ternyata penelitian dapat dijadikan sebagai ilmu
yang khusus dipergunakan untuk menyelidiki gejala-gejala agama tersebut.
Perkembangan-perkembangan penelitian agama pada saat ini sangat
pesat disebabkan oleh tuntutan-tuntutan kehidupan sosial yang selalu mengalami
perubahan. Kajian dalam lingkup agama memerlukan relevansi dari kehidupan
sosial yang tengah berlangsung, permasalahan-permasalahan seperti ini yang
mendasari perkembangan penelitian-penelitian agama guna mencari relevansi
kehidupan sosial dan agama.
Sejak dahulu, agama sebagai objek penelitian sudah lama di perdebatkan.
Harun Nasution menunjukkan pendapat yang menyatakan bahwa agama, kerena
merupakan wahyu tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu soial dan kalaupun
dapat di lakukan harus menggunakan metode khusus yang berbeda,dengan metode
ilmu sosial. Disinilah kita perlu memahami tentang penelitian agama dan
keagamaan, kedudukan penelitian agama diantara penelitian lain, konstruksi teori
penelitian agama dan model penelitian agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa arti penelitian agama?
2. Apakah itu penelitian agama dan penelitian keagamaan?
3. Bagaimana konstruksi teori penelitian keagamaan?
4. Bagaimana model-model penelitian keagamaan?
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Penelitian dan Penelitian Agama
Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan objektif untuk
mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu,
penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk
menambah pengetahuan. Pengetahuan manusia tumbuh dan berkembang
bedasarkan kajian-kajian sehingga terdapat penemuan-penemuan, sehingga ia siap
merevisi pengetahuan-pengetahuan masa lalu melalui penemuan-penemuan baru.1
Penelitian dipandang sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan metode
keilmuan, yakni gabungan antara pendekatan rasional dan pendekatan empiris.
Pendekatan rasional merupakan kerangka pemikiran yang koheren dan logis.
Sedangkan pendekatan empiris merupakan kerangka pengujian dalam memastikan
kebenaran.2
Metode ilmiah adalah usaha untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta
dengan menggunakan kesangsian sistematis. Metode ilmiah dalam penelitian
dijelaskan oleh Moh. Mazir, seperti yang diktutip oleh Attang Abd Hakim dan Jaih
Mubarok dalam Metodologi Studi Islam, kriteria metode ilmiah menurutnya adalah:
a. Berdasarkan fakta
b. Bebas dari prasangka
c. Menggunakan analisis
d. Menggunakan hipotesis
e. Menggunakan ukuran objektif
f. Menggunakan teknik kuantitatif
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ilmiah adalah
sebagai berikut:
a. Memilih dan mendefinisikan masalah
1 Affandi Mochtar (ed.), Menuju Penelitian Keagamaan dalam Perspektif Penelitian Sosial,
(Cirebon: Fak. Taebiyah IAIN SGD, 1996) hlm.32.
2 Ibid. hlm.33.
4. b. Survei terhadap data yang tersedia
c. Memformulasikan hipotesis
d. Membangun kerangka analisis serta alat-alat dalam menguji hipotesis
e. Mengumpulkan data primer
f. Mengolah, menganalisis, dan membuat interpretasi
g. Membuat generalisasi atau kesimpulan
h. Membuat laporan
Agama sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun Nasution
menunjukkan pendapat yang mengatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu,
tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu social, dan kalaupun dapat dilakukan,
harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu social.
Dalam menjawab pertanyaan itu, Harun Nausution membangun sebuah pertanyaan
sebagai berikut: betulkah ajaran agama hanya merupakan wahyu Tuhan?
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ahmad Syafi’i Mufid3 menjelaskan
bahwa agama sebagai objek penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena
agama merupakan sesuatu yang transenden. Agamawan cenderung berkeyakinan
bahwa agama memiliki kebenaran mutlak sehingga tidak perlu diteliti.
Agama mengandung dua kelompok ajaran. Pertama, ajaran dasar yang
diwahyukan Tuhan melalui para rasul-Nya kepada manusia. Ajaran dasar yang
demikian terdapat dalam kitab-kitab suci. Ajaran-ajaran yang terdapat kitab suci itu
memerlukan penjelasan tentang arti dan cara pelaksaannya. Penjelasan-penjelasan
para pakar agama membentuk ajaran kelompok kedua.4
Ajaran dasar agama, karena merupakan wahyu dari Tuhan, bersifat absolut,
mutlak benar, kekal, tidak berubah, dan tidak bisa diubah. Sedangkan penjelasan
ahli agama terhadap ajaran dasar agama, karena hanya merupakan penjelasan dan
hasil pemikiran, tidak absolut, tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Bentuk ajaran
3 Affandi Mochtar, Menuju Penelitian Keagamaan dalamPerspektifPenelitian Sosial, Ibid. hlm.
34.
4 Parsudi Suparlan (ed.), Pengetahuan Budaya,Ilmu-ilmu Sosial dan Pengkajian Masalah-
masalah Agama, (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama Badan Litbang
DEPAG, 1982)hlm.18.
5. agama yang kedua ini ersifat relative, nisbi, berubah, dan dapat diubah sesuai
dengan perkembangan zaman.5
Para ilmuwan beranggapan bahwa agama juga merupakan objek kajian atau
penelitian, karena agama merupakan bagian dari kehidupan social kultural. Jadi,
penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam artian waahyu, melainkan
meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan memperoleh pengaruh dari
agama. Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi atau
filosofi tetapi bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan sistem social
berdasarkan fakta atau realitas sosio-kultural. Jadi, menurut Ahmad Syafi’i Mufid,
kitta tidak mempertentangkan antar penelitian agama dan penelitian sosial terhadap
agama.6 Dengan demikian, kedudukan penelitian agama adalah sejajar dengan
penelitian-penelitian lain, yang membedakannya hanyalah objek kajian yang
ditelitinya.
Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk pengetahuan dan
pikiran manusia merupakan bagian dari budaya. Oleh karena itu, ia termasuk objek
penelitian filsafat atau kebudayaan. Dalam agama Islam terdapat gagasan para ahli
filsafat, ahli kalam, ahli hokum (fikih), dan para sufi. Itu semua termasuk wilayah
budaya atau filsafat.
Agama yang diturunkan terwujud dalam bentuk tindakan dan sikap manusia
merupakan produk interaksi social. Oleh karena itu, ia merupakan bagian dari ilmu
social dan ilmu sejarah. Hubungan kiai-santri dalam lingkungan lembaga pesantren,
interaksi antara ulama dan umara dalam kehidupan politik, interaksi antara kiai dan
masyarakat sekitarnya merupakan wilayah kajian dari ilmu-ilmu ini.
Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk benda-benda suci atau
keramat, seperti bangunan masjid yang bernilai historis tinggi, bangunan Candi
Borobudur, dan Bedug Sunan yang dipamerkan dalam Festival Istiqlal misalnya,
merupakan wilayah kajiah antropologi dan arkeologi. Dengan demikian agama
5 Atang Abd.Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam,Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008, cet. Kesepuluh, hal. 57
6 Affandi Mochtar(ed.), Menuju Penelitian Keagamaan dalamPerspektifPenelitian Sosial,hlm.
34.
6. dapat dijadikan sebagai objek kajian tanpa harus menggunakan metode khusus yang
berbeda dengan metode penelitian lain.
B. Penelitian Agama dan Penelitian Keagamaan
Istilah penelitian agama dan penelitian keagamaan dalam diberi batas yang
tegas. Penggunaan istilah yang pertama (penelitian agama) sering juga
dimaksudkan mencakup pengertian istilah yang kedua (penelitian keagamaan), dan
begitu sebaliknya. Seperti yang ditulis Atho Mudzar mengenai pertanyaan A. Mukti
Ali yang ketika membuka Program Latihan Penelitian Agama (PLPA),
menggunakan istilah tersebut dengan arti yang sama.
Selanjutnya Atho Mudzar mengutip pendapat Middleton, seorang Guru
Besar antropologi di New York University. Middleton berpendapat bahwa
penelitian agama (research on religion) berbeda dengan penelitian keagamaan
(religious research). Penelitian agama lebih mengutamakan pada materi agama,
sehingga sasarannya terletak pada tiga elemen pokok, yaitu ritus, mitos, dan magik.
Sedangkan penelitian keagamaan lebih mengutamakan pada agama sebagai sistem
atau sistem keagamaan (religious system).7
Perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian keagamaan perlu
disadasri karena perbedaan itu membedakan jenis metode penelitian yang
diperlukan. Untuk penelitian agama yang sasarannya adalah agama sebagai doktrin,
pintu bagu pengembangan suatu metodologi penelitian tersendiri sudah terbuka,
bahkan metode untuk istinbath hukum dalam agama Islam dan ilmu mushthalah al-
hadis sebagai metode untuk menilai akurasi sabda Nabi Muhammad Saw.
merupakan bukti bahwa keinginan untuk mengembangkan metodologi penelitian
tersendiri bagi bidang pengetahuan agama ini pernah muncul. Persoalan berikutnya
adalah apakah hendak menyempurnakannya atau meniadakannya sama sekaali dan
menggantinya dengan yang baru, atau tidak menggantinya sama sekali dan
membiarkannya tidak ada.8
7 M. Atho Mudzar, Pendekatan Studi IslamdalamTeori dan Praktik…, hlm. 35.
8 Ibid, hlm. 36.
7. Untuk penelitian keagamaan yang sasarannya adalah agama sebagai gejala
social, tidak perlu membuat metodologi penelitian tersendiri. Ia cukup meminjam
metodologi social yang telah ada. Memang, kemungkinan lahirnya suatu ilmu tidak
perlu dibuat artifisial karena semangat yang berlebihan. Mungkin akan lebih
bijaksana, kata Artho Mudzhar, apabila metodologi penelitian yang diharapkan itu
tumbuh dari proses seleksi dan kristalisasi dari berbagai pengalaman dalam
menggunakan berbagai metode penelitian social.9
Dengan demikian, apabila mengikuti pembedaan antara penelitian agama
dengan penelitian keagamaan yang dikemukakan oleh Middleton, penelitian agama
Islam adalah penelitian yang objeknya subtansi agama Islam: kalam, fikih, akhlak,
tasawuf. Sedangkan penelitian keagamaan Islam dalam pandangan Middleton
adalah penelitian yang objeknya adalah agama sebagai produk interaksi social.
Tepatnya, baik penelitian agama maupun keagamaan merupakan kajian yang
menjadikan agama sebagai objek penelitian.
Gagasan Ahmad Syafi’i Mufid, yang telah disebutkan sebelumnya di atas,
merupakan salah satu alternatif yang tidak lepas dari kekurangan. Salah satu
kekurangannya adlaah bahwa Ahmad Syafi’i Mahfud cenderung meniadakan ilmu
ushul fiqh dan filsafat hokum Islam sebagai metode mempelajari dan
mengembangkan fikih, sedangkan ilmu mushthalah al-hadis untuk meneliti akurasi
periwayatan hadis.
Salah satu jalan keluar dari persoalan tersebut adalah dengan mempelajari
gagasan yang ditawarkan oleh Juhaya S. Praja, Guru Besar Filsafat Hukum IAIN
Sunan Gunung Djati. Ia mengajukan gagasan yang sejalan dengan gagasan
Middleton, yaitu penelitian agama dan penelitian keagamaan. Dalam pandangan
Juhaya, penelitian agama adalah penelitian tentang asal usul agama, dan pemikiran
serta pemahaman penganut ajaran agama tersebut terhadap ajaran yang terkadung
di dalamnya.10 Dengan demikian, jelas Juhaya, terdapat dua bidang penelitian
agama yaitu:
9 Ibid. hlm.4.
10 Juhaya S. Praja, PengantarFilsafat Ilmu: Filsafat Ilmu-ilmu Islam (Bandung: Program
Pascasarjana IAIN Sunan Gunung Djati, 1997) hlm. 31-32.
8. a. Penelitian tentang sumber ajaran agama yang telah melahirkan disiplin ilmu
tafsir dan ilmu hadis
b. Pemikiran dan pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam sumber
ajaran agama itu, yakni ushul fiqh, yang meupakan metodologi ilmu agama.
Penelitian bidang ini telah melahirkan filsafat Islam, ilmu kalam, tasawuf,
dan fikih.
Penelitian tentang hidup keagamaan adalah penelitian tentang praktik-praktik
ajaran agama yang dilakukan oleh manusia secara individual dan kolektif.
Berdasarkan batasan tersebut, penelitian hidup keagamaan meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Perilaku individu dan hubungannya dengan masyarakatnya yang didasarkan
atas agama yang dianutnya
b. Perilaku masyarakat atay suatu komunitas, baik perilaku politik, budaya
maupun lainnya yang mendefinisikan dirinya sebagai penganut suatu
agama.
c. Ajaran agama yang membentuk pranata social, corak perilaku, dan budaya
masyarakat beragama.11
Berkenaan dengan metode penelitian yang diperlukan, Ahmad Syafi’i
Mufid menjelaskan sebagai berikut: apabila penelitian agama berkenaan dengan
pemikiran atau gagasan, maka metode-metode, seperti filsafat, fisiologi adalah
pilihan yang tepat. Apabila penelitian agama berkaitan dengan sikap perilaku
agama, maka metode ilmu-ilmu social, seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi
merupakan metode yang paling tepat digunakan. Sedangkan untuk penelitian yang
berkenaan dengan benda-benda keagamaan, metode arkeologi atau metode-metode
ilmu natural yang relevan, tepat digunakan.12
Berdasarkan saran tersebut, maka meted penelitian yang digunakan dalam
suatu kegiatan penelitian tidak mesti membangun metode baru, tetapi cukup
11 Ibid.
12 Affandi Mochtar(ed.), Menuju Penelitian Keagamaan dalamPerspektifPenelitian Sosial,hlm.
35.
9. meminjam, melanjutkan, atau mengembangkan metodologi yang sudah dibangun
oleh para ahli sebelumnya. Hal ini telah di singgung pada pembahasan di atas.
Menurut Juhaya S. Praja, karena sosiologi dijadikan pendekatan dalam
memahami agama, maka metode yang digunakan pun metode sosiologi, seperti
observasi, interview, dan angket. Dalam dataran sosiologis, agama dipahami
sebagai perilaku yang konkret. Setelah mengutip dari Wallace yang mengemukakan
tiga puluh kategori tipe-tipe perilaku keagamaan, Juhaya memodifikasi tipe-tipe
tersebut seperlunya, yaitu sebagai berikut:
a. Pernyataan tentang supernatural, seperti sembahyang dan pengusiran roh
jahat (exorcism)
b. Music, tarian, dan lagu-lagu
c. Latihan psikologis, seperti riyadhah
d. Exhortation (pernyataan kepada orang lain sebagai wakil Tuhan)
e. Membaca kitab suci: qira’ah dan tilawah
f. Simulasi
g. Mana (menyentuh benda-benda yang mempunyai daya sacral)
h. Taboo (menghindari diri dari segala sesuatu untuk menjaga terjadinya suatu
kegiatan yang tidak diinginkan atau peristiwa yang tidak diinginkan atau
peristiwa yang tidak dikehendaki)
i. Mengadakan pesta dengan menghidangkan makanan-makanan yang sacral
j. Pengorbanan, seperti berkurban, persembahan, dan sumbangan dalam
bentuk uang
k. Jamaah atau jemaat, seperti prosesi, rapat-rapat, dan majelis taklim
l. Inspirasi seperti wahyu dan ekstase mistik (ittihad)
m. Simbolisme, yakni penggunaan objek-objek simbolik
n. Memperluas dan memodifikasi kode hokum agama dalam kaitannya dengan
kategori kelima
o. Penerapan nilai-nilai keagamaan dalam konteks non religious.13
13 Juhaya S. Praja, PengantarFilsafat ilmu…, hlm. 55-57.
10. C. Konstruksi Penelitian Keagamaan
Penelitian keagamaan yang objek kajiannya berada pada wilayah interaksi
social merupakan sebuah kegiatan ilmiah untuk mendapatkan pemahaman tentang
agama dengan kacamata ilmu-ilmu social. Berbagai teori dapat digunakan untuk
melakukan penelitian keagamaan tersebut. Pemahaman tentang konstruksi teori
tersebut akan membantu kita untuk dapat melihat agama jauh lebih fungsional
dalam masyarakat.
1. Pengertian Teori Penelitian
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminata, mengartikan
“konstruksi” adalah cara membuat (menyusun) bangunan-bangunan (jembatan, dan
sebagainya); dapat pula berartu susunan dan hubungan kata di kalimat atau
kelompok kata.14 Sedangkan kata “teori” berarti pendapat yang dikemukakan
sebagai suatu peristiwa (kejadian); dan berarti pula asas-asas dan hokum-hukum
umum yang menjadi dasar suatu kesenian, atau ilmu pengetahuan. Selain itu “teori”
dapat pula berarti pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan untuk melakukan
sesuatu.15
Selanjutnya dalam ilmu penelitian teori-teori itu pada hakikatnya
merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu
hubungan positif antara gejala yang diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu
dalam masyarakat. Misalnya dalam meneliti gejala bunuh diri, telah diketahui
tentang teori interogasi atau kohesi social dari Emile Durkheim (seorang ahli
sosiologi Perancis) yang mengatakan adanya hubungan positif antara lemah dan
kuatnya integrasi social dan gejala bunuh diri. Durkheim memulai dengan
pengamatan statistik bahwa angka bunuh diri antara orang Katolik lebih rendah
daripada Protestan. Dalam penelitian selanjutnya ia menarik kesimpulan bahwa
faktor utama yang menentukan dalam gejala ini adalah integrasi sosial. Perumusan
analisis teoritisnya dapat diuraikan sebagai berikut: Integrasi atau kohesi sosial
dapat memberi dukungan batin kepada para anggota kelompok yang mengalami
14 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991)
Cetakan XII, hlm.520.
15 Ibid, hlm.1055.
11. berbagai kegelisahan dan tekanan jiwa yang hebat. Angka bunuh diri adalah fungsi
dari kegelisahan dan tekanan jiwa yang terus-menerus dialami orang-orang tertentu.
Selanjutnya dikatakan bahwa orang Katolik mempunyai kohesi sosial yang lebih
kuat daripada Protestan. Karena itu dapat diharapkan bahwa angka bunuh diri pada
orang Katolik lebih rendah daripada orang-orang Protestan.16
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat diperoleh kesimpulan
bahwa yang dimaksud konstruksi teori adalah susunan atau bangunan dari suatu
pendapat, asas-asas hukum-hukum mengenai sesuatu yang antara satu dan lainnya
saling berkaitan sehingga membentuk sutau bangunan.
Adapun penelitian berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama,
pemeriksaaan yang dilakukan secara seksama dan teliti, dan dapat pula berarti
penyelidikan. Selanjutnya penelitian (research) yang dilahirkan oleh dunia ilmu
pengetahuan mengandung implikasi-implikasi yang bersifat ilmiah, oleh karena hal
tersebut merupakan proses penyelidikan yang berjalan sesuai dengan ketetapan-
ketetapan dalam ilmu pengetahuan tentang penelitian atau yang selanjutnya disebut
dengan methodology of research. Tujuan pokok dari kegiatan penelitian ini adalah
mencari kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-data yang
terkumpul. Kebenaran-kebenaran objektif yang diperoleh tersebut kemudian
digunakan sebagai dasar atau landasan pembaruan, perkembangan atau perbaikan
dalam masalah-masalah teoritis dan praktis bidang-bidang pengetahuan yang
bersangkutan.17
Dengan demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan jawaban
atas sejumlah masalah berdasarkan data-data yang terkumpul. Penelitian menuntut
kepada pelaku-pelakunya agar proses penelitian yang dilakukan itu bersifat ilmiah,
yaitu harus sistematis, terkontrol, bersifat empiris (bukan spekulatif) dan harus
kritis dalam penganalisaan data-datanya sehubungan dengan dalil-dalil hipotesis
yang menjadi pendorongnya mengapa penelitian itu dilakukan.
16 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1983) Cetakan V,
hlm.20.
17 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) Cetakan II,
hlm.142.
12. Dengan demikian, pada hakikatnya penelitian dapat dirumuskan sebagai
penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masala. Ini adalah cara untuk
memperoleh informasi yang berguna dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya
adalah untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang berarti melalui
penerapan prosedur-prosedur ilmiah. Suatu penyelidikan harus melibatkan
pendekatan ilmiah, agar dapat digolongkan sebagai penelitian.18
Selanjutnya apakah yang dimaksud dengan Konstruksi Teori Penelitian
Keagamaan: adalah penelitian upaya memeriksa mempelajari, meramalkan, dan
memahami agama secara seksama, susunan atau bangunan dasar-dasar atau hukum-
hukum dan ketentuan lainnya yang diperlukan untuk melakukan penelitian terhadap
bentuk pelaksanaan ajaran agama sebagai dasar pertimbangan untuk
mengembangkan pemahaman ajaran agama sesuai tuntutan zaman.
Sebagaimana telah disinggung di atas, penelitian keagamaan merupakan
penelitian yang objek kajiannya adalah sebagai produk interaksi sosial. Metode
yang digunakan adalah metode-metode penelitian sosial pada umumnya.
2. Teori-teori Penelitian Keagamaan
Berkenaan dengan hal itu, tidak perlu disusun teori penelitian tersendiri, tetapi
cukup meminjak teori ilmu-ilmu sosial yang sudah ada. Salah satu contoh teori yang
digunakan dalam menyelesaikan penelitian keagamaan adalah penelitian Hj. Ummu
Salamah dalam menyelesaikan program doktornya di Program Pascasarjana
Universitas Padjajaran Bandung (1998).
Judul disertasi Hj. Ummu Salamah adalah “Tradisi Tarekat dan Dampak
Konsistensi Aktualisasinya terhadap Perilaku Sosial Penganut Tarekat (Studi Kasus
Tarekat Tijaniyah di Kabupaten Garut, Jawa Barat: Dalam Perspektif Perubahan
Sosial)”, teori-teori yang digunakan:
a. Teori perubahan sosial
b. Teori struktural-fungsional
c. Teori antropoligi dan sosiologi agama
d. Teori budaya dan tafsir budaya simbolik
18 Donald Ary, dkk. PengantarPenelitian dalamPendidikan (terjemah) Arief Furchan dari judul
asli Introduction ro Research in Education (Surabaya: Usaha Nasional) hlm.44
13. e. Teori pertukaran sosial
f. Teori sikap
Dengan demikian, penelitian di atas meminjam teori-teori yang dibangun oleh ilmu-
ilmu sosial. Ia disebut penelitian keagamaan (religious research) dalam pandangan
Middleton atau penelitian hidup agama dalam pandangan Juhaya S. Praja, karena
objeknya adalah perilaku tarekat tijaniyah.
D. Model-model Penelitian Keagamaan
Penelitian keagamaan merupakan sebuah kegiatan ilmiah terhadap agama
yang dapat menggunakan berbagai pendekatan. Keragaman model penelitian
keagamaan akan mempermudah dalam memehami agama dalam masyarakat
dengan berbagai perspektif. Pemahaman akan ragam model ini menjadi masukan
kepada para pemerhati studi keagamaan khususnya apa dan bagaimana
problematika keagamaan yang terjadi di masyarakat.
Adapun model penelitian yang ditampilkan di sini disesuaikan dengan
perbedaan antara penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan. Akan tetapi
sebelumnya, mengutip karya Djamhari mengenai metodologi sosiologi dalam
kajian agama, yang secara tidak langsung memperlihatkan model-model penelitian
agama melalui pendekatan sosiologis.
Djamhari, Dosen Pascasarjana IKIP Bandung, menjelaskan bahwa kajian
sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang
digunakan, antara lain dengan data sejarah, analisis komparatif lintas budaya,
eksperimen yang terkontrol, observasi, survai sampel dan analisis isi.
1. Analisis Sejarah
Sosiologi tidak memusatkan perhatiannya pada bentuk peradaban pada
tahap permulaan pada waktu tertentu (etnografi) tetapi menerangkan realitas masa
kini, realitas yang berhubungan erat dengan masyarakat, yang mempengaruhi
gagasan dan perilaku kita. Agar mengerti persoalan manusia sekarang, maka
haruslah mempelajari sejarah masa silam. Dalam hal ini, sejarah hanya dapat
menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu
lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama
14. dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan
data historis, sejarawan cenderung menyajikan detail dari situasi sejarah dan
eksplanasi tentang sebab akibat dari suatu kejadian. Sedangkan sosiolog lebih
tertarik pada persoalan apakah situsi sosial tertentu diikui oleh situasi sosial yang
lain. Sosiolog mencari pola hubungan antara kejadian soisal dan karakteristik
agama.
Berikut beberapa pakar yang telah menggunakan analisis historis:
a. Talott Parson ketika menjelaskan evolusi agama
b. Berger dalam uraiannya tentang memudarnya agama dalam masyarakat
modern
c. Max Weber ketika ia menjelaskan summbangan teologi Protestan terhadap
lahirnya kapitalisme.
2. Analisis Lintas Budaya
Dengan membandingkan pola-pola sosial keagamaan di beberapa daerah
kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran tentang korelasi unsur budaya
tertentu atau kondisi sosio-kultural secara umum. Weber mencoba membuktika
teorinya tentang relasi antara etika protestan dengan kebangkitan kapitalisme
melalui kajian agama dan ekonomi di India dan Cina.
3. Eksperimen
Penelitian yang menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam penelitian
agama. Namun dalam beberapa hal dapat dilakukan dalam penelitan agama,
misalnya untuk mengevaluasi perbedaan hasil belajar dari beberapa model
pendidikan agama. Darley dan Batson melakukan ekperimen di sekolah seminari,
dengan mengukur pengaruh cerita-cerita dalam injil terhadap perilaku siswa.
4. Observasi Partisipatif
Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasu perilaku orang-
orang dalam konteks religious. Orang yang diobservasu boleh mengetahui bahwa
dirinya sedang diobservasi atau secara diam-diam. Di antara kelebihan penelitian
itu adalah memungkinkannya pengamatan simbolik antar anggota kelompok secara
mendalam. Adapun salah satu kelemahannya adalah terbatasnya data pada
kemampuan oberserver.
15. 5. Riset Survei dan Analisis Statistik
Penelitian survei dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview, dengan
sampel dari satu populasi. Sampel dapat berupa organisasi keagamaan atau
penduduk suatu kota atau desa. Prosedur penelitian ini dinilai sangat berguna untuk
memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu dengan sikap sosial
atau atribut keagamaan tertentu.
6. Analisis Isi
Dengan metode analisis isi ini, peneliti mencoba mencari kekurangan dari tema-
tema agama, baik berupa tulisan, buku-buku khutbah, doktrin maupun deklarasi
teks, dan yang lainnya. Umpamanya sikap kelompok keagamaan dianalisis dari
substansi ajaran kelompok tertentu.19
19 Djamari, Agama dalam PerspektifSosiologi (Bandung: Alfabeta, 1993) hlm.53-59.
16. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian agama berarti menempatkan agama sebagai objek
penelitian. Perbedaan antara penelitian agama dan keagamaan terletak pada objek
penelitiannya. Dimana yan dimaksud disini adalah bahwa penelitian agama
mengkaji agama sebagai doktrin sedangkan penelitian keagamaan objek penelitian
yang dikaji adalah agama sebagai gejala sosial.
Konstruksi teori penelitian agama adalah suatu upaya memeriksa
mempelajari meramalkan dan memahami secara seksama atau bangunan dasar-
dasar atau hukum-hukum dan ketentuan lainnya yang di perlukan untuk melakukan
penelitian terhadap bentuk pelaksanaan ajaran agama sebagai dasar pertimbangan
untuk mengembangkan pemahaman ajaran agama sesuai tuntuna zaman.
Model-model pada penelitian keagamaan diantaranya adalah: analisis
sejarah, analisis lintas budaya, eksperimen, observasi partisipatif, riset survei dan
statistik, dan analisis isi.
17. DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Affandi (ed.). 1996. Menuju Penelitian Keagamaan dalam Perspektif
Penelitian Sosial. Cirebon: Fak. Taebiyah IAIN SGD.
Suparlan, Parsudi (ed.).1982. Pengetahuan Budaya, Ilmu-ilmu Sosial dan
Pengkajian Masalah-masalah Agama. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Lektur Agama Badan Litbang DEPAG.
Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubarok. 2012. Metodologi Studi Islam, Edisi Revisi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mudzhar, M. Atho. 2007. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Edisi
Revisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Praja, Juhaya S., 1997. Pengantar Filsafat Ilmu: Filsafat Ilmu-ilmu Islam.
Bandung: Program Pascasarjana IAIN Sunan Gunung Djati.
Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Revisi.
Jakarta: Balai Pustaka.
Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Revisi.
Jakarta: Gramedia.
Arifin. 1993. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara.
Furchan, Arief (dkk.). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (Terjemah:
Introduction to Research in Education). Surabaya: Usaha Nasional.
Djamari. 1993. Agama dalam Perspektif Sosiologi. Bandung: Alfabeta.