Makalah ini membahas kualitas lahan tambak pasca bencana banjir di Sinjai Timur. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kondisi tanah secara umum masih layak untuk budidaya udang meskipun beberapa parameter seperti pH tanah, kandungan bahan organik dan fosfat masih perlu ditingkatkan. Kondisi air tambak juga perlu diperbaiki terutama suhu, oksigen terlarut dan bahan organik. Langkah perbaikan seperti pengapuran tanah,
Efektivitas UV Sederhana dalam mereduksi Populasi Bakteri
TAMBAK
1. MAKALAH
KUALITAS LAHAN TAMBAK PASCA BENCANA
BANJIR DI SINJAI TIMUR
Oleh :
Nana S.S. Udi Putra, S.Hut.,M.Si.
Disampaikan pada Ekspose Hasil Kajian Teknologi BBAP Takalar
Makassar, 18 Desember 2006
BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2006
1
2. KUALITAS LAHAN TAMBAK PASCA BENCANA BANJIR DI SINJAI
TIMUR 1
Nana S.S. Udi Putra2
Balai Budidaya Air Payau Takalar
ABSTRAK
Sinjai mengalami bencana banjir luar biasa sehingga memporak porandakan kegiatan
budidaya tambak. Secara keseluruhan kegiatan tambak udang belum berjalan dengan baik
pasca bencana banjir. Tambak mengalami pendangkalan, masih dilakukan upaya perbaikan
tambak dan saat ini para petani belum berani penuh dalam kegiatan budidaya udang. Tujuan
dilakukannya identifikasi ini adalah untuk mengetahui daya dukung fisik dan kimia lingkungan
tempat budidaya ikan dan udang pasca bencana banjir.
Melihat hasil identifikasi kualitas air di perairan tambak udang di Kecamatan Sinjai
Timur ini secara umum relatif cukup baik. Akan tetapi beberapa parameter kualitas air seperti
suhu air tambak yang tinggi, kandungan oksigen terlarut yang sangat minim, kandungan
bahan organik dalam air yang relatif tinggi, serta kondisi kesuburan tanah yang kurang yang
ditandai dengan pH tanah yang asam, dan kandungan pospor yang rendah dan bahan
organik tanah yang rendah. Sehingga perlu langkah-langkah perbaikan dalam pengelolaan
tanah, seperti perlu pengeringan dan pengapuran tanah, perbaikan kedalaman tambak,
pergantian air tambak secara reguler, pemisahan saluran inlet dan outlet, serta sumber air
tawar.
Kata kunci : kualitas lahan, tambak, banjir, Sinjai
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sub sektor perikanan dan kelautan merupakan andalan bagi daerah-
daerah yang secara potensi alaminya secara khusus memanfaatkan dan
mengandalkan kegiatan perikanan dan kelautan. Kabupaen sinjai merupakan
salah satu kabupaten pesisir yang secara geografis memiliki potensi dan
kegiatan-kegitan di sub sektor perikanan dan kelautan.
Secara potensial Kabupaten Sinjai dengan pasilitas TPI yang cukup
besar menunjukkan adanya aktivitas perikanan tangkap yang besar, namun
dari sisi lain dengan memanfaatkan potensi lahan yang ada juga dilakukan
kegiatan budidaya tambak dan rumput laut. Produksi tambak pernah
mencapai puncaknya tahun 1999 dengan produksi mencapai 2566.6 ton,
namun tahun-tahun berikutnya terus menurun. Sedangkan perkembangan
budidaya rumput laut belum optimal baik sisi pemanfaatan potensi maupun
produksi yang dihasilkan.
Salah satu komoditas budaya tambak andalan adalah jenis komoditas
udang. Penurunan produksi memperlihatkan produktivitas lahan mulai
menurun, akibat kualitas lingkungan yang menurun sehingga kemampuan
1
Makalah disampaikan pada Ekspos Hasil Kajian Teknologi BBAP Takalar, Makassar 18 Desember
2006
2
Calon Perekayasa BBAP Takalar
2
3. daya dukung menurun, di samping permasalahan pada benih benur yang
digunakan. Di tambah lagi pasca bencana banjir di Sinjai, secara keseluruhan
kegiatan tambak terhenti.
Oleh karena itu, kegitan identifikasi daerah-daerah budidaya perikanan
tambak khususnya udang di Kabupaten Sinjai telah diprakarsai oleh BBAP
Takalar yang dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan budidaya dan
permasalahan secara teknis di lapangan dalam kegiatan budidaya, sehingga
permasalahan teknis dapat diselesaikan dan dapat dilakukan perbaikan-
perbaikan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Rasa trauma akan
kegagalan dan bencana banjir dari masyarakat pembudidaya masih ada.
Ketidak jelasan kondisi tambak apakah masih layak atau tidak menjadi salah
satu kendala masyarakat dalam kegiatan budaidaya. Langkah coba-caba
tetap dilakukan namun langkah dan cara-cara penanganannya tidak
didasarkan pada data-data yang akurat, sehingga hasil penanganannya
kurang memuaskan para petani sendiri. Sehingga prakarsa ini menjadi
pendorong BBAP Takalar untuk memberikan layanan dengan melakukan
identifikasi dan hasil serta rekomendasinya dapat diketahui dan dilakukan
oleh pembudidaya.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya identifikasi ini adalah untuk mengetahui daya
dukung fisik dan kimia lingkungan tempat budidaya ikan dan udang pasca
bencana banjir.
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin di capai adalah untuk memberikan gambaran situasi
dan kondisi tambak pasca banjir kepada masyarakat dan sekaligus
memberikan rekomendasi kepada pembudidaya atas masalah-masalah yang
ada.
II. METODE
2.1. Tempat dan Waktu
Kegiatan identifikasi dilakukan di Areal tambak Kecamatan Sinjai Timur
Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan pada tangggal 7 – 10 September
2006.
2.2. Pengambilan sampel
Sampel yang diambil adalah sampel tanah dan sampel air dari 5 bagian
dari hamparan tambak yakni sisi arah mendekati pemukiman (ke daratan),
arah garis pantai, sisi sungai (kiri kanan sebagai inlet dan out let, dan bagian
3
4. tengah). Data informasi tanah yang di ambil meliputi data pH, TOM tanah,
dan PO4. Sedangkan data informasi air yang diambil adalah suhu, pH,
oksigen terlarut (DO), salinitas, Bahan organik total (TOM).
2.3. Analisis data
Analisis data bersifat deskriftif dan komparatif data terhadap data-data
pedoman kesuaian lahan tambak untuk budidaya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Tanah
Jenis tanah yang dijumpai di areal tambak Kecamatan Sinjai Timur
adalah jenis tanah dengan tekstur liat (clay), serta jenis liat berpasir (sandy
clay) dan liat berlumpur (silty loam). Jenis liat ditemukan di bagian arah ke
pantai dan semakin berpasir semakin jauh dari pantai (ke arah darat),
sedangkan warna tanah hitam hingga kecoklatan. Karakterisik fisik dan kimia
tanah di areal tambak udang Kecamatan Sinjai Timur dapat di lihat pada
Tabel 1. Dari sisi kondisi tanah menunjukkan bahwa areal tambak sudah
sesuai untuk budidaya udang yang menghendaki kondisi tanah yang liat
berpasir dan liat berlumpur (Soetomo, 2002). Dengan demikian kondisi tanah
lahan tambak sudah sesesuai untuk keperluan budidaya udang.
Tabel. 1. Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah Kawasan Budidaya Tambak
Udang di Kecamatan Sinjai Timur.-Kabupaten Sinjai.
TOM PO4
No. Lokasi pH Keterangan
(%) (mg/l)
Pantai (mangrove) - <3.5 - Tekstur halus jenis clay
dan berlumpur
Sungai Timur (nipah) 0.036 <3.5 0.147 Tekstur halus jenis clay
Tengah 0.027 5.4 0.166 Tektur halus jenis clay
Barat (pinggir sungai) 0.009 5.8 0.103 Pasir & clay
Timur (pinggir sungai) 0.033 6.8 0.141 Pasir & clay
Utara (pemukiman) 0.023 6.4 0.100 Berpasir
Kisaran optimal* < 9.0 6-8 0.3-0.5
Sumber : data primer ;
Ket : * Direktorat Pembudidyaan, (2003)
Kandungan bahan organik di kawasan budidaya tambak udang
menujukkan kisaran antara 0.009 – 0.036 mg/l, kondisi pH tanah anatara <3.5
– 6.8, dan kandungan Pospor antara 0.1 – 0.166 mg/l (ppm).
4
5. 3.1.1 Kandungan bahan organik (TOM) tanah
Kandungan bahan organik menjadi parameter penting karena sangat
menentukan, karena akan menentukan besarnya kandungan nitrogen yang
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan kelekap dan ikan, akan tetapi bila
berlebihan akan membahayakan populasi ikan atau udang yang dipelihara
(Mintarjo at al, 1984). Banyaknya bahan organik yang dapat mengundang
berbagai macam mikroorganisma yang dapat mengganggu keseimbangan
kandungan oksigen di dalam air, apalagi operasional tambak dilakukan
secara tradisional. Data hasil analisis menunjukkan bahwa areal kawasan
budidaya tambak memiliki kandungan bahan organik tanah yang sangat
rendah ada pada kisaran 0.009-0.036 mg/l (ppm). Kondisi tersebut bisa
memperlihatkan bahan organik dalam tanah sebagian besar bahan organik
tanah telah terdekomposisi. Kondisi tersebut, tidak memungkinkan tumbuh
mikroorganisme seperti kelekap, yang merupakan pakan alami. Kandungan
bahan organik tanah yang baik untuk berkembangnya kelekap ada pada
kisaran 2.5-4.5 mg/l (Soetomo,2002). Akan tetapi kecilnya kandungan bahan
organik tanah tidak terlepas dari kondisi kesuburan tanah. Proses
dekomposisi bahan organik berjalan dengan baik, artinya dekomposer dalam
hal ini mikroorganisma tanah di lingkungan tambak dapat hidup dengan baik,
seperti tercukupinya suplai oksigen. Tanah akan sedikit sekali terdapat
bakteri-bakteri yang dapat merugikan bagi keberadaan udang akibat
kandungan bahan organik yang rendah dan dapat mendukung bagi ekosistem
tambak.
3.1.2. Tingkat keasaman tanah (pH tanah)
Kondisi pH tanah di kawasan tambak menunjukkan kondisi tanah yang
asam ada pada kisaran <3.5 – 6.8. Menunjukkan pH tanah bervariasi mulai
dari sangat asam sampai netral. Tambak asam ini terjadi karena banyakanya
bahan organik yang membusuk (Mintarjo at al, 1984) akibat proses
dekomposisi. Dari hasil identifikasi menunjukkan semakin asam ke arah
pantai dan sungai, dimana banyak pohon mangrove dan nipah ke arah aliran
sungai. Kondisi pH yang rendah ini diduga selain disebabkan oleh a) adanya
penambahan material tanah dari luapan sungai akibat banjir yang membawa
material dari daerah tinggi berhutan akibat bencana lonsor dan banjir yang
menimpa Sinjai, dimana pada umumnya di areal hutan kondisi pH tanah
rendah; b) disebabkan pada bagian ke arah pantai dan sungai lapisan pyrite
(Fe S2) sudah terbuka sehingga kondisi tanah asam; c) karena adanya hutan
mangrove yang menambah bahan organik ke tanah (Mintarjo at al, 1984).
Tanah yang baik untuk budidaya tambak udang berada pada kisaran pH
7.5-8.5 (Soetomo, 2002; Tancung, 2002). Sehingga dengan demikian perlu
dilakukan perelakuan untuk meningkatkan pH tanah. Cara yang bisa
dilakukan adalah dengan melakukan pengolahan dan pengeringan tanah dan
pemberian kapur yang merata. Pada saat kering tanah asam akan bereaksi
dengan oksigen dari udara membentuk asam sulfat yang tidak berbahaya
(Mintardjo et al., 1984). Pedoman pengapuran tanah tambak tertera pada
Tabel 2.
5
6. Tabel 2. Jumlah Kapur yang dibutuhkan berdasarkan pada pH dan tektrur
tanah.
pH Tanah Jumlah kapur yang dibutuhkan (Kg/Ha)
Tanah liat Tanah liat berpasir
Tanah berpasir
<4 4000 2000 1250
4.0 – 4.5 3000 1500 1250
4.5 – 5.0 2500 1250 1000
5.0 – 5.5 1500 1000 500
5.5 – 6.0 1000 500 250
6.0 – 6.5 500 500 0
Sumber : Mintardjo, 1984.
Dari hasil identifikasi terebut menunjukkan bahwa areal tambak ber pH
rendah atau asam sehingga tidak baik untuk dijadikan tempat budidaya
udang. Tambak yang produktif untuk tambak mempunyai kisaran pH netral
hingga basa dan netral akan memberikan suasan bilogik yang terbaik
3.1.3. Kandungan posfat
Kandungan posfat menunjukkan kandungan posfor dalam tanah. Sumber
posfor di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral tanah dan bahan
organik (Mintarjo at al, 1984). Kondisi kandungan posfor dari tanah
menunjukkan kisaran atara 0.100-0.166 mg/l, ini menunjukkan tanah dalam
kondisi kurang subur yang tidak memungkinkan untuk tumbuh plankton-
plankton atau alga yang menjadi bahan makanan alami udang. Makin besar
kandungan posfor makin baik untuk pertumbuhan alga. Kesuburan tanah
yang kurang ditandai dengan kandungan posfor yang < 35 mg/l, sedang
antara 36 – 45 mg/l, dan tinggi lebih dari 45 mg/l (Mintarjo at al, 1984).
Dari ketiga parameter yang diambil tersebut memperlihatkan bahwa
kesuburan tanah areal tambak masih tergolong rendah yang ditandai dengan
kandungan TOM yang rendah, pH yang relatif asam < dari 7.5, dan
kandungan posfat yang rendah. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kondisi
lingkungan tambak dimana akan keberadaan mikroorganisme yang
mendukung seperti kelekap dan mikroorganisme makanan ikan dan udang
jumlahnya sedikit. Sehingga perlu ada tindakan untuk memulihkan kualitas
tanah menjadi lebih baik dan sesuai dengan kesesuaian tanah untuk
budidaya ikan dan udang.
3.2. Air
Kawasan tambak yang diidentifikasi adalah kawasan tambak udang di
Kecamatan Sinjai Timur, yang secara keseluruhan terkena banjir.
Pengambilan sampel dilakukan antara pukul 13.30 – 15.30 WITA. Kualitas air
kawasan tambak udang yang diidentifikasi tertera pada Tabel 3.
6
7. Tabel 3. Kualitas Air Kawasan Budidaya Udang di Kecamatan Sinjai Timur
-Kabupaten Sinjai.
Parameter
No. Lokasi Suhu DO Sal (mg/ Alk TOM
pH NH3 N02 NO3
(oC) (mg/l) l) (mg/l) (mg/l)
Inlet Barat 0 0 0
1. 32.0 7-8 3.10 35 115 93.59
(sungai)
2. Tengah 36.0 7-8 3.04 35 105 88.50 0 0 0
3. Utara 33.7 7-8 5.45 35 101 94.42 0 0 0
4. Inlet Utara 32.2 7-8 3.90 35 105 72.40 0 0 0
5. Sungai Timur 31.4 7-8 3.77 35 109 85.11 0 0 0
6. Barat 32.0 7-8 3.23 35 98 75.38 0 0 0
7. Timur 30.2 7-8 3.02 35 100 87.22 0 0 0
8. Outlet- Selatan 30.06 7-8 3.45 35 100 90.20 0 0 0
28.5- 7.5- 120- 0.05- 0.01-
Kisaran normal* 3.0-7.5 15-25 < 55 < 0.016
31.5 8.5 160 0.10 0.05
Sumber : data primer ;
Ket : *Direktorat Pembudidyaan, (2003)
3.2.1. Suhu air
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting aktifitas biota
perairan baik ikan, udang maupun plankton. Kisaran suhu air di kawasan
tambak udang antara 30.06 – 36.0 oC pada waktu pengukuran anatara jam
13.30 – 15.30 WITA. Suhu yang baik untuk kehidupan udang di tambak ada
pada kisaran 26 – 30 oC (Suyatno, 2001), akan tetapi menurut Mintardjo et al.
(1984) ada pada kisaran 25 – 32 oC. Dengan demikian kondisi suhu air
tersebut sudah berada tidak baik lagi bagi kehidupan udang di tambak.
Cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tingginya suhu
air adalah dengan meningkatkan tinggi muka air tambak atau meningkatkan
volume air tambak. Kedalam air tambak bisa ditingkatkan hingga mencapai
100 – 150 cm (Manik dan Mintardjo, 1980). Alternatif lain bisa dilakukan
dengan menanam pohon mangrove di depanjang tanggul walaupun tidak
berdampak menyeluruh untuk menurunkan suhu air.
3.2.2. Tingkat keasaman air (pH Air)
Derajat keasaman merupakan suatu indeks konsentrasi ion hidrogen
dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme
perairan, sehingga dapat dipergunakan sebagai petunjuk dari baik atau
buruknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup (Odum, 1971). Tingkat
keasaman air sangat berkaitan dengan tingkat keasaman tanahnya. Kisaran
pH air yang diperoleh selama identifikasi di kawasan tambak udang adalah 7
– 8. Tingkat pH yang optimal bagi petumbuhan udang windu ada oada
kisaran 7.5 – 8.5 (Soetomo, 2001; Manik dan Mintardjo, 1980). Tingkat
keasaman yang tinggi atau pH tinggi (> 9) akan menyebabkan nafsu makan
udang menurun. Dari hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa pH air
kawasan tambak udang masih tergolong cukup baik untuk mendukung
kehidupan udang, maupun organisme akuatik lainnya.
7
8. 3.2.3. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan salah satu unsur utama sebagai regulator
pada proses metabolisme tanaman dan hewan air, terutama untuk proses
respirasi (Odum, 1971). Kisaran kadar oksigen terlarut yang diperoleh saat
identifikasi adalah antara 3.02 – 3.77 mg/l. Kandungan oksigen dalam air
yang baik bagi kehidupan dan pertumbuhan udang tidak boleh kurang dari 3
mg/l (Mintardjo et. al, 1984, Suetomo, 2001). Bila kandungan oksigen rendah
akan mengganggu kebutuhan oksigen udang, hal ini disebabkan karena
udang selalu berada di dalam lumpur dan tidak suka mengambil oksigen
bebas di permukaan air. Untuk tahap benur kebutuhan akan oksigen lebih
banyak lagi, karena fungsi insang belum sempurna untuk mengambil oksigen
terlarut. Dengan demikian kondisi oksigen terlarut di kawasan tambak udang
masih dalam kondisi cukup baik. Akan tetapi kondisi oksigen terlarut akan
cepat berubah, seiring dengan bertambah banyaknya akumulasi bahan
organik yang harus diurai karena meningkatnya mikroorganisme dekomposer.
Untuk menghindari kekurangan oksigen terlarut untuk operasional tambak
tradisional adalah dengan sesering mungkin melakukan sirkulasi air, atau
penggantian air dengan air baru yang lebih segar dan bermutu dengan
kondisi oksigen terlarut yang lebih tinggi. Kunci penting dalam budidaya ikan
dan udang di tambak adalah keberadaan oksigen. Oksigen yang tinggi akan
mempertahankan performa mahluk hidup di dalam tambak baik hewan
budidaya maupun hewan pendukung. Udang dan ikan akan tetap sehat dan
proses dekomposisi bahan organik akan berjalan baik.
3.2.4. Salinitas air
Salinitas menggambarkan kandungan garam yang terlarut di dalam air.
Salinitas air tambak yang diperoleh saat identifikasi ada pada angka 35 ppt.
Angka ini juga sama diperoleh dengan salinitas di air laut. Ini menunjukkan
bahwa air tambak kurang disuplai oleh air tawar dan sekaligus sistem
pergantian air yang tidak dilakukan secara reguler. Nilai kisaran salinitas air
tambak udang yang cocok untuk pertumbuhan optimal udang adalah antara
28 – 32 ppt. Dari hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa kondisi
salinitas air tambak udang kurang cocok untuk budidaya udang. Penanganan
yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan penambahan air tawar dan
sesering mungkin melakukan pergantian air, sehingga diperoleh air segar
yang mempunyai salinitas yang rendah. Cara lain adalah dengan
memasukkan sumber air tawar sehingga dapat mengurangi nilai salinitas.
3.2.5. Alkalinitas air
Alkalinitas menunjukkan kapasitas air untuk menetralkan tambahan
asam tanpa penurunan pH (Alaerets dan Santika, 1987). Alkalinitas
merupakan bufer alami di mana air mempertahankan diri dari proses
pengasaman. Alkalinitas air dipicu oleh keberadaan ion karbonat, hidroksida,
borat fosfat dan silikat. Dimana ion-ion tersebut memberikan kemampuan air
untuk meningkatkan nilai pH. Kisaran alkalinitas saat identifikasi di kawasan
budidaya tambak udang adalah antara 98 - 115 mg/l. Dari nilai tersebut
menunjukkan bahwa kondisi alkalinitas masih ada dalam kisaran kondisi
8
9. perairan yang cukup baik untuk budidaya udang yakni antara 90 mg/l – 180
mg/l. Nilai tersebut cocok dengan kondisi pH air tambak yang relatif asam
(lihat bagian pH air), yang menunjukkan ion-ion penyebab alkalinitas
keberadaannya sangat minim. Nilai alkalinitas yang optimal ada pada kisaran
110 – 160 mg/l. Cara penanggulangan yang bisa dilakukan adalah dengan
melakukan pengolahan tanah tambak dengan memberikan tambahan kapur
dan pemberian pukuk secukupnya sehingga air tambak baik untuk
pertumbuhan udang.
3.2.6. Total bahan organik (TOM) air
Total bahan organik memberikan gambaran tentang kandungan bahan
organik yang terdapat di dalam air tambak. Kisaran bahan organik yang
ditemukan pada saat identifikasi adalah 72.40 - 94.42 mg/l. Kisaran tersebut
menunjukkan bahwa kandungan total bahan organik di dalam tambak
termasuk cukup tinggi, karena kandungan bahan organik ideal untuk
pertumbuhan udang di dalam tambak adalah kurang dari 50 mg/l. Sehingga
menjadi wajar ketika jumlah oksigen terlarut menjadi rendah. Cara yang bisa
dilakukan untuk mengurangi kandungan bahan organik adalah dengan
melakukan pergantian air tambak secara regular.
3.2.7. Kandungan Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), dan Nitrat (NO3)
Amoniak, nitrit dan nitrat adalah senyawa yang akan bersifat toksik
apabila kadarnya berlebihan di dalam air. Dari hasil identifikasi menunjukkan
bahwa kandungan amoniak, nitrit, dan nitrat di air kawasan tambak udang
adalah o mg/l. Amoniak adalah senyawa sebagai hasil dari proses reaksi
bahan organik yang ada di dalam air. Senyawa ini sangat mematikan
organisma air yang hidup di dalamnya bila melebihi dari 0.1 mg/l, sehingga di
perairan kawasan tambak udang kandungan amoniak harus kurang dari 0.1
mg/l. Sepertihalnya amoniak, nitrit akan mengganggu kehidupan udang bila
kondisinya berlebihan. Nitrit adalah hasil proses reaksi amoniak dengan
oksigen yang dibantu bakteri nitrosomonas. Parameter kandungan nitrit di
dalam air tambak udang tidak boleh lebih dari 0.5 mg/l. Nitrit yang terbentuk
dengan bantuan nitrobacter akan diubah menjadi senyawa nitrat. Nitrat relatif
lebih aman namun tidak boleh melebihi dari 200 mg/l. Rendahnya kandungan
senyawa amoniak, nitrit, dan nitrat diduga akibat dari kandungan bahan
organik tanah dan air yang relatif rendah. Apabila kandungan amoniak, nitrit,
dan nitrat tinggi maka perlu dilakukan pergantian air yang relatif lebih banyak
dan memberikan perlakuan aerasi dengan menggunakan kincir air.
9
10. IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil identifikasi dapat disimpulkan bahwa kondisi kesuburan tanah
areal tambak masih tergolong rendah yang ditandai dengan kandungan TOM
yang rendah, pH yang relatif asam < 7, dan kandungan posfat yang rendah.
Dari sisi kualitas air menunjukkan bahwa kondisinya cukup secara
keseluruhan parameter, kecuali total bahan organik yang relatif tinggi,
salinitas tinggi dan suhu air yang masih tinggi.
Tindakan perbaikan yang direkomendasikan adalah
1. Dengan melakukan pengolahan dan pengeringan lahan tambak serta
penambahan kapur secara merata untuk memperbaiki kualitas tanah.
Tindakan perbaik.
2. Memperdalam tambak sehingga tidak terjadi fluktuasi suhu air yang
besar.
3. Melakukan pergantian air tabak secara leguler untuk mengurangi
kandungan bahan organik dalam air dan sekaligus meningkatkan
kandungan oksigen air dan memperbaiki salinitas air tambak.
4. Perlu redesain tambak dengan memperhatikan saluran inlet dan outlet
yang terpisah, juga memperhatikan keberadaan sumber air tawar
untuk mempertahankan salinitas air.
V. PUSTAKA
Alaerts, G. dan Santika, S.S. Metoda Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional.
Surabaya -Indonesia.
Dinas Perikanan dan Kelautan. 2003. etunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Takalar.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2004. Profil dan Peluang Investasi Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Sinjai. Pemerintah Daerah Kabupaten
Sinjai.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006. Potensi dan Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Sinjai. Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai.
Manik R. dan Mintardjo. 1980. Makanan Buatan untuk Larva Udang Panaed
dalam Pedoman Pembenihan Udang Panaed. Balai Budidaya Air
Payau. Jepara.
Mintardjo, K, Sunaryanto,A, Utaminingsih, dan Hermiyaningsih. 1984.
Persyaratan Tanah dan Air dalam Pedoman Budidaya Tambak.
Direktorat Jenderal Perikan Budidaya. Departemen Perikanan. Balai
Budidaya Ai Payau Jepara.
Odum. 1971. Ekologi Umum.
Soetomo M.HA. 2002. Teknik Budidaya Udang Windu. Edisi Cetak III Penerbit
Sinar Baru Algensindo Bandung.
10
11. Suyatno S.R. dan A. Mujiman 2001. Budidaya Udang Windu. Edisi Cetak XIV.
Penebar Swadaya Jakarta.
Tanjung, A. Baso. 2002. Pengembangan Budidaya Udang Windu Berbasis
Teknologi. Penerbit Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi
Selatan dan Hasanudin University Press Makassar.
11