SlideShare a Scribd company logo
Pendahuluan
•   Berdasarkan data Departemen Kehutanan dari 2004-2008 ada 2000 kasus
    kehutanan dimana s/d 2007 kasus yang belum terselesaikan berjumlah 600
    kasus
•   Selama 2007 dilaporkan 1.749 kasus dengan TSK 1.717 orang dan kasus yang
    selesai 1.260 kasus dengan BB yang disita 503.471m3 dan 405.828 kayu bulat
•   Data Bareskrim sepanjang 2006 jumlah TP pembalakan liar yang ditanggani
    mencapai 3.711 kasus dengan TSK 5.217 serta jumlah kasus selesai 2.407 kasus
    dengan BB 494.810 m3 kayu olahan
•   Data Bareskrim Mabes Polri dari 116 perkara hasil OHL di Papua 29 perkara
    telah di vonis PN namun 17 diantaranya di vonis bebas dan sisanya divonis
    ringan
•   Selama 2006-2008 Departemen Keuangan melaporkan uang negara yang
    berhasil diselamatkan sebesar Rp 209,7M (2006) dan Rp 83,3 M (2007) dan
    hasil 2 tahun ini sebanding dengan 3,6% dari jumlah total uang negara yang
    telah diselamatkan periode 2004-2008 oleh Kejaksaan (sumber:
    www.kejaksaan.org)
•   Kerugian materil akibat maraknya aksi pembalakan liar (illegal logging)
    mencapai Rp 562 Triliun dimana sebanyak Rp 532 Triliun merupakan akumulasi
    kerugian ekonomi akibat dampak tidak langsung illegal logging terhadap
    kerusakan lingkungan dan sebanyak Rp 30 Triliun merupakan kerugian negara
    akibat hilangnya potensi pendapatan dari sector kehutanan
Problem?
• Definisi                  tidak secara tegas
  dijelaskan dalam UU peraturan yang       ada
  padahal pengertian menjadi sangat penting
  untuk memberikan batasan terhadap
  tindakan-tindakan apa yang termasuk
  kedalam lingkup Illegal logging.

  (dalam aturan yang ada, mengenal istilah penebangan
  kayu ilegal)
Total Kasus yang masuk di Pengadilan
                    (2006)


    Status                  65%                       35%




Total Kasus



              0   500   1000   1500   2000   2500   3000    3500   4000

 Unsur pasal-pasal krusial yang mengatur tentang PKI seperti apa yang
 ditentukan dalam Pasal 50 UUK cendrung hanya dapat menjerat pelaku
 lapangan
• Secara umum illegal logging mengandung
  makna serangkaian pelanggaran yang terjadi
  di bidang kehutanan meliputi penebangan,
  pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan
  jual beli (termasuk ekspor-impor) kayu yang
  tidak sah atau bertentangan dengan aturan
  hukum yang berlaku, atau perbuatan yang
  dapat menimbulkan kerusakan hutan.

• Essensi yang penting dalam praktek
  penebangan liar (illegal logging) ini adalah
  perusakan hutan yang akan berdampak pada
  kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi,
  maupun sosial budaya dan lingkungan.
Unsur pasal-pasal krusial yang mengatur tentang
Penebangan Kayu Illegal seperti apa yang
ditentukan dalam Pasal 50 UUK cendrung hanya
dapat      menjerat        pelaku     lapangan

Contoh: Dari 155 kasus ilegal
logging di tahun 2006, hanya 10
yang diajukan ke pengadilan dan
dari jumlah tersebut 9 diantaranya
di vonis bebas (sumber: ICEL)
Trend 2000-an, kasus TP Kehutanan
yang dilimpahkan ke pengadilan
sebagian     besar  memiliki  izin
pengelolaan hutan.

Unsur penting dalam pidana kehutanan
adalah “unsur melawan hukum” artinya
tindakan baru dapat dikenai sanksi
pidana jika jika “setiap orang”
melakukan      kegiatan   menebang,
mengangkut,        mengolah      dan
memeanfaatkan hutan dilakukan secara
melawan hukum..
Terhadap Kasus Riau
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang laju degradasi hutan akibat
pembalakan liar/illegal loging tergolong tinggi
(Disertasi Marissa Haque)

Selama kurun waktu 26 tahun (1982-2008) Propinsi
Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 4,1
Juta hectare. Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di
Provinsi Riau masih meliputi 78% (6.415.655 hektar)
dan hingga 2008 hutan alam yang tersisa 2,3 juta
hectare (28% dari luasan daratan Riau).

Dalam Kurun waktu tersebut provinsi Riau rata-rata
setiap tahun kehilangan hutan alam-nya seluas
160.000 Hectare/tahun
900.000,00
             827,817.11                                                       843,070.05
800.000,00


700.000,00

                                                                                 52%
600.000,00
                 60%
500.000,00


400.000,00


300.000,00                246,984.31
                                          218,708.86
200.000,00     40%            59%                                 177,525.65      48%
                                              68%                  61%
100.000,00

                             41%             32%                   39%
      0,00
              1999-2000     2000-2002       2002-2004             2004-2005     2005-2007

                             Masyarakat   Konsesi HTI-HPH-Kebun
KenaPa Bisa TerJadi?
1. Sistem pengelolaan hutan yang masih membuka
   ruang terjadinya praktek -praktek pengrusakan
   hutan, disamping ekspansi perkebunan yang juga
   marak terjadi di hutan alam, misalnya : dalam
   pasal 28:2 UU 41/1999  Usaha pemanfaatan
   Hutan Tanaman diutamakan dilaksanakan pada
   hutan yang tidak produktif dalam rangka
   “mempertahankan hutan alam”.  Penjelasan ini
   menunjukan juga bahwa dengan alasan tertentu
   menebang     HA  untuk   pembangunan     HTI
   diperbolehkan..
2. Perbedaan supply dan demand dimana terjadi
   kesenjangan akan kebutuhan bahan baku dan ini
   menjadi pemicu dari maraknya ilegal logging
Terhadap Kasus-kasus Lain
• Penggunaan peraturan perundangan sebagai acuan: Dalam
  hal penetapan kawasan lindung gambut/KLG dalam
  RTRWP, DepHut menganggap bahwa RTRWP tidak dapat
  sebagai acuan, karena padu-serasi antara TGHK dan
  RTRWP belum dilakukan. Oleh karena itu seluruh ijin HTI di
  Riau, menurut DepHut, menggunakan acuan TGHK dan
  bukan RTRWP. Hal ini membawa konsekuensi tuduhan
  pelanggaran peraturan-perundangan menjadi rancu –
  akibat ketidak-pastian acuan hukum.
• Perbedaan interpretasi mengenai kriteria hutan tidak
  produktif yang dapat dilakukan pembangunan HTI bahwa
  beberapa konsesi HTI dibangun di dalam kawasan hutan
  produksi yang masih produktif.
APP: 679,424 ha
APRIL: 697,400 ha
Not Known 545,323 ha
                                                                    Industrial Timber Plantation Concession, 2005
      Industrial Timber Plantation Concession Riau, 2005
                                                                                  Total: 1,949,147 ha
                      Total: 1,949,147 ha

                                                                   572,232
                984,395

                                                                                      338,773

                      441,912                                                            235,757
                                                                                                                                  192,946
                                      329,894                                                                           156,864
                                                                                                122,870       122,123
                                                        192,946    57,032
                                                                            50,160                        73,390




        MoF      MoF principal   District heads   No information   APP                APRIL                     Not Know n
SKEMA PROSES PERIZINAN TERHADAP KAITAN DENGAN ILEGAL LOGGING

                           TEBANG HUTAN
                           SESUAI
                           KETENTUAN
               PEMEGANG    TEBANG
 PROSES
               IJIN DGN    HUTAN DI
 SURAT IJIN                                              UU RI NO 23 / 1997
               PROSES YG   KAWASAN
 YG BENAR                                                PSL 41 (1)
               BENAR       LINDUNG
                                                         PASAL 46 (1)
                           TEBANG
                           KAYU
                           LARANGAN
 MENEBANG                                     TINDAK
 HUTAN DGN                                    PIDANA
 IJIN                      TEBANG HUTAN
                           SESUAI
                           KETENTUAN                     UU RI NO 41 / 1999
                                                         PASAL 50
               PEMEGANG    TEBANG
 PROSES                                                  AYAT (2)
               IJIN DGN    HUTAN DI
 SURAT IJIIN                                             AYAT (3) huruf a
               PROSES YG   KAWASAN
 YG SALAH                                                JO 78 ayat (1), (14)
               SALAH       LINDUNG
                           TEBANG
                           KAYU
                           LARANGAN
PP 7 / 1990
16 Maret 1990    1. Kriteria Areal Hutan untuk HTI : Hutan Produksi yang tidak produktif
                 2. Areal tidak produktif adalah areal dengan potensi maksimal 20 M3 /
SK 200 / 1994        HA
                 1.   Memberi kewenangan Kepala Daerah menerbitkan IUPHHK-HT
                 2.   Kriteria areal hutan untuk IUPHHK-HT : Hutan Produksi tetap berupa tanah
                      kosong, padang alang-alang, semak belukar, tidak terdapat pohon
Sk 10.1/2000          berdiameter lebih dari 10 cm untuk semua jenis kayu dengan volume < 5 M3
6 Nop 2000            / ha
                 3.   Bagian-bagian yang masih bervegetasi hutan alam di dalam areal usaha
Sk 21/2001            hutan tanaman, dienclave sebagai        blok konservasi untuk diadakan
31 Jan 2001           pengamanan oleh pemegang izin usaha hutan tanaman yang bersangkutan
                      dari berbagai gangguan sehingga dapat berkembang menjadi hutan alam
                      yang baik (pasal 3 ayat 7 SK 10.1)
                 1.   Kewenangan Kepala Daerah menerbitkan IUPHHK-HT dicabut.
PP 34/2002       2.   Kriteria areal IUPHHK-HT: Pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau
8 Juni 2002           semak belukar pada Hutan Produksi
                 3.   Skep IUPHHK-HT yang terbit setelah Tahun 2002 oleh Kepala Daerah berarti
                      menyalahi PP ini

PP 6/2007        1.   Mencabut PP 34/2002
8 januari 2007   2.   Kriteria areal hutan untuk IUPHHK –HTI adalah pada areal hutan produksi
                      yang tidak produktif. (tidak berubah dari ketentuan sebelumnya)
Setelah Keluarnya PP                   Sebelum Keluarnya PP
           34/2002                                34/2002

                            Pemberian IUPHHK-HT

                                                                        BKUPHHK-HT
Diajukan   kepada
Menhut selambat 1
tahun      setelah             Pengajuan Permohonan
IUPHHK-HT                          RKUPHHK-HT
                                                                           Hanya          dapat
                                                                           diberikan 1 kali dan
                                                                           berlaku      selama-
                                    Pengajuan Permohonan                   lamanya 12 bulan
                                        RKLUPHHK-HT                        sejak diterbitkannya
                                                                           IUPHHKHT



                                     RKTUPHHK-HT (Kadishut Prov)
   •Cacat Hukum
   •Meninjau                                      Modus pelanggaran :
   kembali/Membatalkan                            Melakukan penebangan dengan menggunakan
   perizinan HTI                                  perizinan RKT‐BK IUPHHKHT yang tidak sesuai
   •Verifikasi terhadap izin                      dengan ketentuan peraturan dan perundangan yang
                                                  berlaku.
                                                  Membangun Hutan Tanaman Industri pada areal
                                                  konsesi yang diperoleh dari perizinan yang sarat
                                                  dengan unsur suap / Korupsi
Kawasan Lindung Gambut
864,325 ha / 45% areal HTI
berada pada kawasan gambut
kedalaman lebih 3 m


230,624 ha atau 70% areal
HTI perijinan dari Bupati
berada pada kawasan gambut
kedalaman lebih 3 m



Keputusan Presiden
Nomor 32 Tahun 1990
Kawasan Lindung RTRWP 1994
    458,569 ha atau 23,9%
    areal HTI tumpang tindih
    dengan Kawasan Lindung
    RTRWP 1994


    53,869 ha atau 16,3% areal
    HTI perijinan dari Bupati
    tumpang tindih
    dengan Kawasan Lindung
    RTRWP 1994
Kesimpulan dan Rekomendasi
• Banyak kasus pembalakan liar yang dituntut, pada akhirnya
  divonis bebas murni di pengadilan sehingga dampak jera
  tidak terjadi terlebih jika dilihat dari unsur melawan
  hukum pada UU 41/1999 maka kecendrungan hanya
  pelaku lapangan saja yang akan terjerat.
• Meskipun dalam UU 23/1997, merusak hutan yang
  berdampak pada kerusakan lingkungan adalah kejahatan
  (sebagaimana dijelaskan dalam pasal 48) namun jika
  disandingkan dengan UU 41/1999 dalam kaitan pemberian
  izin HTI, maka pembangunan HTI diperbolehkan menebang
  hutan alam dengan alasan tertentu.
• Pendekatan UU Tipikor dan Anti Money Laundry –
  dimungkinkan efektif untuk menjerat pelaku utama serta
  dugaan terhadap pemberi izin dan atau pejabat yang
  terkait dalam proses izin maupun pemberi rekomendasi.
Dalam UU 41/1999 Pasal 50, Setiap orang dilarang;
•   Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan, melakukan kegiatan yang
    menimbulkan kerusakan hutan, menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
    merambah kawasan hutan; membakar hutan; menebang pohon atau memanen atau
    memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang
    berwenang; menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
    menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari
    kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; mengangkut, menguasai,
    atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat
    keterangan sahnya hasil hutan; menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang
    tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
    membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
    digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat
    yang berwenang; membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,
    memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang
    berwenang; membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan
    kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam
    kawasan hutan; dan mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan
    dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan
    tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa,
    dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan
    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

More Related Content

What's hot

Evaluasi dampak amdal
Evaluasi dampak amdalEvaluasi dampak amdal
Evaluasi dampak amdalEka Iriadenta
 
Ekologi manusia
Ekologi manusiaEkologi manusia
Ekologi manusia
ardinmarL
 
Jenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemJenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistem
Nur Baqin
 
Analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanAnalisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahan
ibram77
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
Laode Syawal Fapet
 
Illegal logging
Illegal loggingIllegal logging
Illegal logging
transparansiacehtamiang
 
Hutan Kota
Hutan KotaHutan Kota
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basahPresentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Bondan the Planter of Palm Oil
 
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-kRencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
denny KARWUR
 
Kebutuhan air baku
Kebutuhan air bakuKebutuhan air baku
Kebutuhan air baku
udhiye
 
Materi 7 peduli lingkungan hidup
Materi 7 peduli lingkungan hidupMateri 7 peduli lingkungan hidup
Materi 7 peduli lingkungan hidupIin Ernawati
 
Masalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di IndonesiaMasalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di IndonesiaHeri Saputra
 
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLHUU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH
Wahyu Ojan
 
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimRehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
CIFOR-ICRAF
 
Amdal
AmdalAmdal
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)Dewi Hadiwinoto
 
Aturan, Regulasi: Perlindungan dan Pemanfaatan Hiu di Indonesia
Aturan, Regulasi: Perlindungan  dan Pemanfaatan Hiu di IndonesiaAturan, Regulasi: Perlindungan  dan Pemanfaatan Hiu di Indonesia
Aturan, Regulasi: Perlindungan dan Pemanfaatan Hiu di Indonesia
Didi Sadili
 
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan LautDasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Siti Sahati
 
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTANEKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EDIS BLOG
 
Pembangunan berkelanjutan-fd
Pembangunan berkelanjutan-fdPembangunan berkelanjutan-fd
Pembangunan berkelanjutan-fd
Frans Dione
 

What's hot (20)

Evaluasi dampak amdal
Evaluasi dampak amdalEvaluasi dampak amdal
Evaluasi dampak amdal
 
Ekologi manusia
Ekologi manusiaEkologi manusia
Ekologi manusia
 
Jenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemJenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistem
 
Analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanAnalisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahan
 
Laporan kompos
Laporan komposLaporan kompos
Laporan kompos
 
Illegal logging
Illegal loggingIllegal logging
Illegal logging
 
Hutan Kota
Hutan KotaHutan Kota
Hutan Kota
 
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basahPresentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
 
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-kRencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
Rencana zonasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-rzwp-3-k
 
Kebutuhan air baku
Kebutuhan air bakuKebutuhan air baku
Kebutuhan air baku
 
Materi 7 peduli lingkungan hidup
Materi 7 peduli lingkungan hidupMateri 7 peduli lingkungan hidup
Materi 7 peduli lingkungan hidup
 
Masalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di IndonesiaMasalah Perkebunan di Indonesia
Masalah Perkebunan di Indonesia
 
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLHUU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH
 
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan IklimRehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Rehabilitasi Mangrove Untuk Mitigasi Perubahan Iklim
 
Amdal
AmdalAmdal
Amdal
 
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Permen lh 09 2011 Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
 
Aturan, Regulasi: Perlindungan dan Pemanfaatan Hiu di Indonesia
Aturan, Regulasi: Perlindungan  dan Pemanfaatan Hiu di IndonesiaAturan, Regulasi: Perlindungan  dan Pemanfaatan Hiu di Indonesia
Aturan, Regulasi: Perlindungan dan Pemanfaatan Hiu di Indonesia
 
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan LautDasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
Dasar-Dasar Pengelolaan Pesisir Dan Laut
 
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTANEKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
 
Pembangunan berkelanjutan-fd
Pembangunan berkelanjutan-fdPembangunan berkelanjutan-fd
Pembangunan berkelanjutan-fd
 

Viewers also liked

Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang Kehutanan
Fachrul Kardiman
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananSudirman Sultan
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananSudirman Sultan
 
Analisis proyek pembangunan kehutanan
Analisis proyek pembangunan kehutananAnalisis proyek pembangunan kehutanan
Analisis proyek pembangunan kehutanan
EDIS BLOG
 
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGTINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Paul SinlaEloE
 
Kejahatan lingkungan
Kejahatan lingkunganKejahatan lingkungan
Kejahatan lingkunganlil_vandit
 
Analisis permintaan dan penawaran
Analisis permintaan dan penawaranAnalisis permintaan dan penawaran
Analisis permintaan dan penawaran
Haniatur Rohmah
 

Viewers also liked (8)

Tindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang KehutananTindak pidana dibidang Kehutanan
Tindak pidana dibidang Kehutanan
 
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutananppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
ppt penanganan pertama tindak pidana kehutanan
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
 
Analisis proyek pembangunan kehutanan
Analisis proyek pembangunan kehutananAnalisis proyek pembangunan kehutanan
Analisis proyek pembangunan kehutanan
 
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGTINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
Contoh paparan
Contoh paparanContoh paparan
Contoh paparan
 
Kejahatan lingkungan
Kejahatan lingkunganKejahatan lingkungan
Kejahatan lingkungan
 
Analisis permintaan dan penawaran
Analisis permintaan dan penawaranAnalisis permintaan dan penawaran
Analisis permintaan dan penawaran
 

Similar to Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau

Upaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutanan
Upaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutananUpaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutanan
Upaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutanan
CIFOR-ICRAF
 
Kejahatanan Kehutanan
Kejahatanan KehutananKejahatanan Kehutanan
Kejahatanan Kehutananguestc9bf97
 
Kejahatanan Kehutanan
Kejahatanan KehutananKejahatanan Kehutanan
Kejahatanan KehutananPeople Power
 
Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...
Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...
Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...
Yandi Novia (Debu Yandi)
 
Trend perubahan rencana tata ruang riau
Trend perubahan rencana tata ruang riauTrend perubahan rencana tata ruang riau
Trend perubahan rencana tata ruang riauRaflis Ssi
 
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
 
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editProblematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editYayasan CAPPA
 
Paparan ft kamh - 17 februari 2015
Paparan ft kamh - 17 februari 2015Paparan ft kamh - 17 februari 2015
Paparan ft kamh - 17 februari 2015
Antonius Marhenanto
 
Presentasi inisiatif lokal redd
Presentasi inisiatif lokal reddPresentasi inisiatif lokal redd
Presentasi inisiatif lokal reddYayasan CAPPA
 
Wajah korupsi hutan riau
Wajah korupsi hutan riauWajah korupsi hutan riau
Wajah korupsi hutan riauRaflis Ssi
 
Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)
Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)
Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)Raflis Ssi
 
Kebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi RiauKebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi RiauPeople Power
 
Pelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padang
Pelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padangPelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padang
Pelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padangRaflis Ssi
 
Kontroversi Perizinan Hti Di Provinsi Riau
Kontroversi  Perizinan Hti Di Provinsi RiauKontroversi  Perizinan Hti Di Provinsi Riau
Kontroversi Perizinan Hti Di Provinsi Riau
Raflis Ssi
 

Similar to Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau (14)

Upaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutanan
Upaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutananUpaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutanan
Upaya pemerintah RI untuk mempersempit ruang gerak kejahatan kehutanan
 
Kejahatanan Kehutanan
Kejahatanan KehutananKejahatanan Kehutanan
Kejahatanan Kehutanan
 
Kejahatanan Kehutanan
Kejahatanan KehutananKejahatanan Kehutanan
Kejahatanan Kehutanan
 
Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...
Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...
Membongkar Praktek SDA Asing di Indonesia dan Transaksi Politik; Oleh WALHI K...
 
Trend perubahan rencana tata ruang riau
Trend perubahan rencana tata ruang riauTrend perubahan rencana tata ruang riau
Trend perubahan rencana tata ruang riau
 
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
 
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau editProblematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
Problematik sektor kehutanan perkebunan di provinsi riau edit
 
Paparan ft kamh - 17 februari 2015
Paparan ft kamh - 17 februari 2015Paparan ft kamh - 17 februari 2015
Paparan ft kamh - 17 februari 2015
 
Presentasi inisiatif lokal redd
Presentasi inisiatif lokal reddPresentasi inisiatif lokal redd
Presentasi inisiatif lokal redd
 
Wajah korupsi hutan riau
Wajah korupsi hutan riauWajah korupsi hutan riau
Wajah korupsi hutan riau
 
Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)
Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)
Studi kasus penataan ruang (perizinan hti di pulau padang)
 
Kebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi RiauKebakaran Hutan Dari Walhi Riau
Kebakaran Hutan Dari Walhi Riau
 
Pelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padang
Pelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padangPelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padang
Pelanggaran regulasi teory vs fakta studi kasus pulau padang
 
Kontroversi Perizinan Hti Di Provinsi Riau
Kontroversi  Perizinan Hti Di Provinsi RiauKontroversi  Perizinan Hti Di Provinsi Riau
Kontroversi Perizinan Hti Di Provinsi Riau
 

More from CIFOR-ICRAF

Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...
CIFOR-ICRAF
 
Lecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruana
Lecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruanaLecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruana
Lecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruana
CIFOR-ICRAF
 
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...
CIFOR-ICRAF
 
Contexto de TransMoni
Contexto de TransMoniContexto de TransMoni
Contexto de TransMoni
CIFOR-ICRAF
 
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de París
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de ParísAvances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de París
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de París
CIFOR-ICRAF
 
Alert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian Amazon
Alert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian AmazonAlert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian Amazon
Alert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian Amazon
CIFOR-ICRAF
 
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and Madagascar
Land tenure and forest landscape  restoration in Cameroon and  MadagascarLand tenure and forest landscape  restoration in Cameroon and  Madagascar
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and Madagascar
CIFOR-ICRAF
 
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdf
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdfReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdf
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdf
CIFOR-ICRAF
 
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projet
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projetReSI-NoC: Introduction au contexte du projet
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projet
CIFOR-ICRAF
 
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...
CIFOR-ICRAF
 
Introductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche Innovations
Introductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche InnovationsIntroductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche Innovations
Introductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche Innovations
CIFOR-ICRAF
 
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnerships
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnershipsIntroducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnerships
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnerships
CIFOR-ICRAF
 
A Wide Range of Eco System Services with Mangroves
A Wide Range of Eco System Services with MangrovesA Wide Range of Eco System Services with Mangroves
A Wide Range of Eco System Services with Mangroves
CIFOR-ICRAF
 
Data analysis and findings
Data analysis and findingsData analysis and findings
Data analysis and findings
CIFOR-ICRAF
 
Peat land Restoration Project in HLG Londerang
Peat land Restoration Project in HLG LonderangPeat land Restoration Project in HLG Londerang
Peat land Restoration Project in HLG Londerang
CIFOR-ICRAF
 
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...
CIFOR-ICRAF
 
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...
CIFOR-ICRAF
 
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, Indonesia
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, IndonesiaCarbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, Indonesia
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, Indonesia
CIFOR-ICRAF
 
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and Perspectives
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and PerspectivesCooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and Perspectives
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and Perspectives
CIFOR-ICRAF
 
Delivering nature-based solution outcomes by addressing policy, institutiona...
Delivering nature-based solution outcomes by addressing  policy, institutiona...Delivering nature-based solution outcomes by addressing  policy, institutiona...
Delivering nature-based solution outcomes by addressing policy, institutiona...
CIFOR-ICRAF
 

More from CIFOR-ICRAF (20)

Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...
Mejorando la estimación de emisiones GEI conversión bosque degradado a planta...
 
Lecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruana
Lecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruanaLecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruana
Lecciones para el monitoreo transparente Experiencias de la Amazonía peruana
 
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...
Inclusión y transparencia como clave del éxito para el mecanismo de transfere...
 
Contexto de TransMoni
Contexto de TransMoniContexto de TransMoni
Contexto de TransMoni
 
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de París
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de ParísAvances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de París
Avances de Perú con relación al marco de transparencia del Acuerdo de París
 
Alert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian Amazon
Alert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian AmazonAlert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian Amazon
Alert-driven Community-based Forest monitoring: A case of the Peruvian Amazon
 
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and Madagascar
Land tenure and forest landscape  restoration in Cameroon and  MadagascarLand tenure and forest landscape  restoration in Cameroon and  Madagascar
Land tenure and forest landscape restoration in Cameroon and Madagascar
 
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdf
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdfReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdf
ReSI-NoC - Strategie de mise en oeuvre.pdf
 
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projet
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projetReSI-NoC: Introduction au contexte du projet
ReSI-NoC: Introduction au contexte du projet
 
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...
Renforcer les Systèmes d’Innovations agrosylvopastorales économiquement renta...
 
Introductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche Innovations
Introductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche InnovationsIntroductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche Innovations
Introductions aux termes clés du projet ReSi-NoC - Approche Innovations
 
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnerships
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnershipsIntroducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnerships
Introducing Blue Carbon Deck seeking for actionable partnerships
 
A Wide Range of Eco System Services with Mangroves
A Wide Range of Eco System Services with MangrovesA Wide Range of Eco System Services with Mangroves
A Wide Range of Eco System Services with Mangroves
 
Data analysis and findings
Data analysis and findingsData analysis and findings
Data analysis and findings
 
Peat land Restoration Project in HLG Londerang
Peat land Restoration Project in HLG LonderangPeat land Restoration Project in HLG Londerang
Peat land Restoration Project in HLG Londerang
 
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...
Sungsang Mangrove Restoration and Ecotourism (SMART): A participatory action ...
 
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...
Coastal and mangrove vulnerability assessment In the Northern Coast of Java, ...
 
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, Indonesia
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, IndonesiaCarbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, Indonesia
Carbon Stock Assessment in Banten Province and Demak, Central Java, Indonesia
 
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and Perspectives
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and PerspectivesCooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and Perspectives
Cooperative Mangrove Project: Introduction, Scope, and Perspectives
 
Delivering nature-based solution outcomes by addressing policy, institutiona...
Delivering nature-based solution outcomes by addressing  policy, institutiona...Delivering nature-based solution outcomes by addressing  policy, institutiona...
Delivering nature-based solution outcomes by addressing policy, institutiona...
 

Recently uploaded

Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratPendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Eldi Mardiansyah
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
SholahuddinAslam
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
VenyHandayani2
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
Indah106914
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 visi dan prakarsa perubahan
AKSI NYATA MODUL 1.3 visi  dan prakarsa perubahanAKSI NYATA MODUL 1.3 visi  dan prakarsa perubahan
AKSI NYATA MODUL 1.3 visi dan prakarsa perubahan
PutuRatihSiswinarti1
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
akram124738
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
asepridwan50
 
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
arianferdana
 
1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf
1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf
1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf
zakkimushoffi41
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 

Recently uploaded (20)

Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratPendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
 
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptxRefleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
Refleksi pembelajaran guru bahasa inggris.pptx
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
CGP.10.Pendampingan Individual 2 - VISI DAN PRAKARSA PERUBAHAN.pdf_20240528_1...
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 visi dan prakarsa perubahan
AKSI NYATA MODUL 1.3 visi  dan prakarsa perubahanAKSI NYATA MODUL 1.3 visi  dan prakarsa perubahan
AKSI NYATA MODUL 1.3 visi dan prakarsa perubahan
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptxObservasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
Observasi-Kelas-oleh-Kepala-Sekolah.pptx
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
1 Kisi-kisi PAT Sosiologi Kelas X -www.kherysuryawan.id.docx
 
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar IPS Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
 
1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf
1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf
1.4.a.4.5. Restitusi - Lima Posisi Kontrol.pdf
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 

Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau

  • 1.
  • 2. Pendahuluan • Berdasarkan data Departemen Kehutanan dari 2004-2008 ada 2000 kasus kehutanan dimana s/d 2007 kasus yang belum terselesaikan berjumlah 600 kasus • Selama 2007 dilaporkan 1.749 kasus dengan TSK 1.717 orang dan kasus yang selesai 1.260 kasus dengan BB yang disita 503.471m3 dan 405.828 kayu bulat • Data Bareskrim sepanjang 2006 jumlah TP pembalakan liar yang ditanggani mencapai 3.711 kasus dengan TSK 5.217 serta jumlah kasus selesai 2.407 kasus dengan BB 494.810 m3 kayu olahan • Data Bareskrim Mabes Polri dari 116 perkara hasil OHL di Papua 29 perkara telah di vonis PN namun 17 diantaranya di vonis bebas dan sisanya divonis ringan • Selama 2006-2008 Departemen Keuangan melaporkan uang negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp 209,7M (2006) dan Rp 83,3 M (2007) dan hasil 2 tahun ini sebanding dengan 3,6% dari jumlah total uang negara yang telah diselamatkan periode 2004-2008 oleh Kejaksaan (sumber: www.kejaksaan.org) • Kerugian materil akibat maraknya aksi pembalakan liar (illegal logging) mencapai Rp 562 Triliun dimana sebanyak Rp 532 Triliun merupakan akumulasi kerugian ekonomi akibat dampak tidak langsung illegal logging terhadap kerusakan lingkungan dan sebanyak Rp 30 Triliun merupakan kerugian negara akibat hilangnya potensi pendapatan dari sector kehutanan
  • 3. Problem? • Definisi tidak secara tegas dijelaskan dalam UU peraturan yang ada padahal pengertian menjadi sangat penting untuk memberikan batasan terhadap tindakan-tindakan apa yang termasuk kedalam lingkup Illegal logging. (dalam aturan yang ada, mengenal istilah penebangan kayu ilegal)
  • 4. Total Kasus yang masuk di Pengadilan (2006) Status 65% 35% Total Kasus 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Unsur pasal-pasal krusial yang mengatur tentang PKI seperti apa yang ditentukan dalam Pasal 50 UUK cendrung hanya dapat menjerat pelaku lapangan
  • 5. • Secara umum illegal logging mengandung makna serangkaian pelanggaran yang terjadi di bidang kehutanan meliputi penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan jual beli (termasuk ekspor-impor) kayu yang tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, atau perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan. • Essensi yang penting dalam praktek penebangan liar (illegal logging) ini adalah perusakan hutan yang akan berdampak pada kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya dan lingkungan.
  • 6. Unsur pasal-pasal krusial yang mengatur tentang Penebangan Kayu Illegal seperti apa yang ditentukan dalam Pasal 50 UUK cendrung hanya dapat menjerat pelaku lapangan Contoh: Dari 155 kasus ilegal logging di tahun 2006, hanya 10 yang diajukan ke pengadilan dan dari jumlah tersebut 9 diantaranya di vonis bebas (sumber: ICEL)
  • 7. Trend 2000-an, kasus TP Kehutanan yang dilimpahkan ke pengadilan sebagian besar memiliki izin pengelolaan hutan. Unsur penting dalam pidana kehutanan adalah “unsur melawan hukum” artinya tindakan baru dapat dikenai sanksi pidana jika jika “setiap orang” melakukan kegiatan menebang, mengangkut, mengolah dan memeanfaatkan hutan dilakukan secara melawan hukum..
  • 8. Terhadap Kasus Riau Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang laju degradasi hutan akibat pembalakan liar/illegal loging tergolong tinggi (Disertasi Marissa Haque) Selama kurun waktu 26 tahun (1982-2008) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 4,1 Juta hectare. Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 78% (6.415.655 hektar) dan hingga 2008 hutan alam yang tersisa 2,3 juta hectare (28% dari luasan daratan Riau). Dalam Kurun waktu tersebut provinsi Riau rata-rata setiap tahun kehilangan hutan alam-nya seluas 160.000 Hectare/tahun
  • 9. 900.000,00 827,817.11 843,070.05 800.000,00 700.000,00 52% 600.000,00 60% 500.000,00 400.000,00 300.000,00 246,984.31 218,708.86 200.000,00 40% 59% 177,525.65 48% 68% 61% 100.000,00 41% 32% 39% 0,00 1999-2000 2000-2002 2002-2004 2004-2005 2005-2007 Masyarakat Konsesi HTI-HPH-Kebun
  • 10. KenaPa Bisa TerJadi? 1. Sistem pengelolaan hutan yang masih membuka ruang terjadinya praktek -praktek pengrusakan hutan, disamping ekspansi perkebunan yang juga marak terjadi di hutan alam, misalnya : dalam pasal 28:2 UU 41/1999  Usaha pemanfaatan Hutan Tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan yang tidak produktif dalam rangka “mempertahankan hutan alam”.  Penjelasan ini menunjukan juga bahwa dengan alasan tertentu menebang HA untuk pembangunan HTI diperbolehkan.. 2. Perbedaan supply dan demand dimana terjadi kesenjangan akan kebutuhan bahan baku dan ini menjadi pemicu dari maraknya ilegal logging
  • 11. Terhadap Kasus-kasus Lain • Penggunaan peraturan perundangan sebagai acuan: Dalam hal penetapan kawasan lindung gambut/KLG dalam RTRWP, DepHut menganggap bahwa RTRWP tidak dapat sebagai acuan, karena padu-serasi antara TGHK dan RTRWP belum dilakukan. Oleh karena itu seluruh ijin HTI di Riau, menurut DepHut, menggunakan acuan TGHK dan bukan RTRWP. Hal ini membawa konsekuensi tuduhan pelanggaran peraturan-perundangan menjadi rancu – akibat ketidak-pastian acuan hukum. • Perbedaan interpretasi mengenai kriteria hutan tidak produktif yang dapat dilakukan pembangunan HTI bahwa beberapa konsesi HTI dibangun di dalam kawasan hutan produksi yang masih produktif.
  • 12. APP: 679,424 ha APRIL: 697,400 ha Not Known 545,323 ha Industrial Timber Plantation Concession, 2005 Industrial Timber Plantation Concession Riau, 2005 Total: 1,949,147 ha Total: 1,949,147 ha 572,232 984,395 338,773 441,912 235,757 192,946 329,894 156,864 122,870 122,123 192,946 57,032 50,160 73,390 MoF MoF principal District heads No information APP APRIL Not Know n
  • 13. SKEMA PROSES PERIZINAN TERHADAP KAITAN DENGAN ILEGAL LOGGING TEBANG HUTAN SESUAI KETENTUAN PEMEGANG TEBANG PROSES IJIN DGN HUTAN DI SURAT IJIN UU RI NO 23 / 1997 PROSES YG KAWASAN YG BENAR PSL 41 (1) BENAR LINDUNG PASAL 46 (1) TEBANG KAYU LARANGAN MENEBANG TINDAK HUTAN DGN PIDANA IJIN TEBANG HUTAN SESUAI KETENTUAN UU RI NO 41 / 1999 PASAL 50 PEMEGANG TEBANG PROSES AYAT (2) IJIN DGN HUTAN DI SURAT IJIIN AYAT (3) huruf a PROSES YG KAWASAN YG SALAH JO 78 ayat (1), (14) SALAH LINDUNG TEBANG KAYU LARANGAN
  • 14. PP 7 / 1990 16 Maret 1990 1. Kriteria Areal Hutan untuk HTI : Hutan Produksi yang tidak produktif 2. Areal tidak produktif adalah areal dengan potensi maksimal 20 M3 / SK 200 / 1994 HA 1. Memberi kewenangan Kepala Daerah menerbitkan IUPHHK-HT 2. Kriteria areal hutan untuk IUPHHK-HT : Hutan Produksi tetap berupa tanah kosong, padang alang-alang, semak belukar, tidak terdapat pohon Sk 10.1/2000 berdiameter lebih dari 10 cm untuk semua jenis kayu dengan volume < 5 M3 6 Nop 2000 / ha 3. Bagian-bagian yang masih bervegetasi hutan alam di dalam areal usaha Sk 21/2001 hutan tanaman, dienclave sebagai blok konservasi untuk diadakan 31 Jan 2001 pengamanan oleh pemegang izin usaha hutan tanaman yang bersangkutan dari berbagai gangguan sehingga dapat berkembang menjadi hutan alam yang baik (pasal 3 ayat 7 SK 10.1) 1. Kewenangan Kepala Daerah menerbitkan IUPHHK-HT dicabut. PP 34/2002 2. Kriteria areal IUPHHK-HT: Pada lahan kosong, padang alang-alang dan atau 8 Juni 2002 semak belukar pada Hutan Produksi 3. Skep IUPHHK-HT yang terbit setelah Tahun 2002 oleh Kepala Daerah berarti menyalahi PP ini PP 6/2007 1. Mencabut PP 34/2002 8 januari 2007 2. Kriteria areal hutan untuk IUPHHK –HTI adalah pada areal hutan produksi yang tidak produktif. (tidak berubah dari ketentuan sebelumnya)
  • 15. Setelah Keluarnya PP Sebelum Keluarnya PP 34/2002 34/2002 Pemberian IUPHHK-HT BKUPHHK-HT Diajukan kepada Menhut selambat 1 tahun setelah Pengajuan Permohonan IUPHHK-HT RKUPHHK-HT Hanya dapat diberikan 1 kali dan berlaku selama- Pengajuan Permohonan lamanya 12 bulan RKLUPHHK-HT sejak diterbitkannya IUPHHKHT RKTUPHHK-HT (Kadishut Prov) •Cacat Hukum •Meninjau Modus pelanggaran : kembali/Membatalkan Melakukan penebangan dengan menggunakan perizinan HTI perizinan RKT‐BK IUPHHKHT yang tidak sesuai •Verifikasi terhadap izin dengan ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku. Membangun Hutan Tanaman Industri pada areal konsesi yang diperoleh dari perizinan yang sarat dengan unsur suap / Korupsi
  • 16. Kawasan Lindung Gambut 864,325 ha / 45% areal HTI berada pada kawasan gambut kedalaman lebih 3 m 230,624 ha atau 70% areal HTI perijinan dari Bupati berada pada kawasan gambut kedalaman lebih 3 m Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990
  • 17. Kawasan Lindung RTRWP 1994 458,569 ha atau 23,9% areal HTI tumpang tindih dengan Kawasan Lindung RTRWP 1994 53,869 ha atau 16,3% areal HTI perijinan dari Bupati tumpang tindih dengan Kawasan Lindung RTRWP 1994
  • 18.
  • 19. Kesimpulan dan Rekomendasi • Banyak kasus pembalakan liar yang dituntut, pada akhirnya divonis bebas murni di pengadilan sehingga dampak jera tidak terjadi terlebih jika dilihat dari unsur melawan hukum pada UU 41/1999 maka kecendrungan hanya pelaku lapangan saja yang akan terjerat. • Meskipun dalam UU 23/1997, merusak hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan adalah kejahatan (sebagaimana dijelaskan dalam pasal 48) namun jika disandingkan dengan UU 41/1999 dalam kaitan pemberian izin HTI, maka pembangunan HTI diperbolehkan menebang hutan alam dengan alasan tertentu. • Pendekatan UU Tipikor dan Anti Money Laundry – dimungkinkan efektif untuk menjerat pelaku utama serta dugaan terhadap pemberi izin dan atau pejabat yang terkait dalam proses izin maupun pemberi rekomendasi.
  • 20.
  • 21. Dalam UU 41/1999 Pasal 50, Setiap orang dilarang; • Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan, melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, menduduki kawasan hutan secara tidak sah; merambah kawasan hutan; membakar hutan; menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.