SlideShare a Scribd company logo
I. PENDAHULUAN 
A. Pengertian Ekologi Hutan 
Istilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel 
(1869), yang mana ekologi ini berasal dari bahasa Yunani, 
yaitu : 
Oikos = Tempat tinggal (rumah) 
Logos = ilmu, telaah. 
Oleh karena itu, Ekologi adalah ilrnu yang mempelajari 
hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan sesamanya 
dan dengan lingkungannya. 
Hubungan tersebut demikian komplek dan eratnya se-hingga 
Odum (1959) menyatakan bahwa ekologi adalah Envi-romental 
Ecology. 
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai 
pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda 
dengan keadaan di luar hutan. Didalam suatu hutan, 
hubungan antara tumbuh-tumbuhan, margasatwa, dan alam 
lingkungannya demikian eratnya, sehingga hutan dipandang 
sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem. 
Ekologi Hutan adalah cabang ekologi yang khusus 
mempelajari masyarakat atau ekosistim hutan. 
B. Bidang Kajian Ekologi Kutan 
Didalam Ekologi ada dua bidang kajian, yaitu 
1. Autekologi : Ekologi yang mempelajari suatu jenis 
organisma yang berinteraksi dengan 
1ingkungannya atau ekologi sesuatu
jenis atau bagian ekologi yang 
mempelajari pengaruh sesuatu 
faktor lingkungan terhadap satu 
atau lebih jenis-jenis organisme. 
2. Sinekologi : Bagian ekologi yang mempelajari 
berbagai kelompok organisme 
sebagai satu kesatuan yang saling 
berinteraksi antar sesamanya 
dan dengan lingkungannya dalam 
suatu daerah. 
Dalam ekologi hutan, autekologi mempelajari 
pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan 
tumbuhnya satu atau lebih jenis-jenis pohon. Jadi, 
penyelidikannya mirip fisiologi tumbuh-tumbuhan, 
sehingga aspek-aspek tertentu dari autekologi, seperti 
penelitian tentang pertumbuhan pohon serir.g disebut 
fisioekologi (phisiological ecology). Contoh penelitian 
autekologi adalah : 
1) Pengaruh intensitas cahaya terhadap 
pertumbuhan jenis Shorea leprosula 
2) Pengaruh dosis pupuk N terhadap 
pertumbuhan jenis sengon. 
Sedangkan Sinekologi mempelajari hutan sebagai suatu 
ekosistem. Contoh kajian sinekologi adalah pengaruh
keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi, struktur dan 
produktivitas hutan. 
Dalam ekologi hutan baik penge tahuan autekologi 
maupun sinekologi bersama-sama diperlukan, karena kita 
memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat berbagai jenis 
pohon yang membentuk hutan dan pengetahuan tentang hutan 
sebagai suatu ekosistem. 
C. Sangkut Paut Ekologi Hutan dengan Bidang Ilmu Lain 
Berhubung di dalam ekologi hutan yang dipelajari 
adalah tumbuh-tumbuhan hutan dan keadaan tempat tumbuhnya, 
maka semua bidang ilmu yang mempelajari kedua komponen 
ekosistem hutan tersebut sangat diperlukan, yakni: 
(1). Taksonomi tumbuh-tumbuhan (terutama Dendrologi). 
Bidang ilmu ini sangat diperlukan untuk pengenalan 
jenis-jenis tumbuhan di hutan. Untuk pengenalan jenis ini 
diperlukan buku-buku pengenalan jenis yang praktis, selain 
buku-buku flora yang sudah ada yang bersifat komprehensif. 
Cara pengenalan jenis pohon dalam buku-buku itu 
dititikberatkan pada sifat-sifat generatif (reproduktif), 
yaitu berdasarkan sifat-sifat bunga dan buah. Padahal 
menurut pengalaman di lapangan seringkali dijumpai pohon-pohon 
yang sedang tidak berbunga atau berbuah, atau sukar 
sekali untuk mendapatkan contoh-contoh bunga dan buah. 
Karena itu, untuk keperluan di lapangan dibutuhkan 
cara pengenalan jenis pohon yang terutama didasarkan pada 
sifat-sifat vegetatif, yaitu sifat-sifat batang pohon
(kulit, getah dan kayu) , daun dan kuncup, kemudian baru 
sifat-sifat generative. Cara pengenalan ini tidak terikat 
pada sistem taksonomi tumbuh-tumbuhan. Di Filipina cara 
pengenalan demikian telah dirintis oleh Tamolang (1959), 
di Malaysia oleh Kochummen (1963), di Indonesia oleh 
Endert (1928, 1956) dan Verteegh (1971) dan di Pantai 
Gading, Afrika, oleh den Outer (1972) . 
Kepulauan Indonesia, sebagai bagian dari daerah flora 
Malesia, terkenal sebagai daerah flora hutan yang kaya. 
tetapi pengetahuan kita tentang jenis tumbuh-tumbuhan di 
daerah ini masih amat kurang. Banyaknya jenis tumbuh-tumbuhan 
di daerah inipun belum diketahui dengan pasti 
(Van Steenis, 1948). Menurut taksiran Van Steenis (op.cit) 
di daerah Malesia terdapat kira-kira 3000 jenis pohon. 
Menurut Lembaga Penelitian Hutan di Indonesia terdapat 
lebih kurang 4000 jenis pohon. Dari sekian banyak jenis 
itu baru sebagian kecil tercakup dalam buku-buku flora 
yang tersedia. Akibatnya, pengenalan masih tergantung pada 
jasa para pengenal pohon setempat. Dengan bantuan koleksi 
contoh tumbuh-tumbuhan yang kemudian dideterminasi, 
dapatlah disusun daftar nama pohon-pohon untuk daerah 
tertentu, yang dapat mempermudah inventarisasi hutan. 
(2). Geologi dan Geomorfologi 
Ilmu-ilmu ini diperlukan dalam ekologi hutan, karena 
keadaan geologi dan geomorfologi mempengaruhi pembentukan 
dan sifat-sifat tanah serta penyebaran dan hidup tumbuh-
tumbuhan. 
Pada keadaan iklim yang sama, jenis-jenis batuan yang 
berbeda akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang 
berlainan. Pada jenis dan keadaan tanah yang khusus, 
seperti tanah pasir kuarsa dan tanah serpentin, akan 
terbentuk tipe hutan yang khusus pula. 
Keadaan topografi juga mempengaruhi komposisi dan 
kesuburan tegakan hutan, melalui perbedaan pada kesuburan 
dan keadaan air tanah. 
Disamping itu, perbedaan letak tinggi mempengaruhi 
penyebaran tumbuh-tumbuhan, melalui perbedaan iklim yang 
ditimbulkannya. 
(3). Ilmu Tanah 
Ilmu tanah yang murni seringkali disebut pedologi 
tetapi sebagai faktor tempat tumbuh disebut edafologi. 
Perbedaan jenis tanah, sifat-sifat serta keadaan tanah 
seringkali mempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan, 
menyebabkan terbentuknya tipe-tipe vegetasi berlainan, 
serta mempengaruhi kesuburan dan produktivitas hutan. 
(4). Klimatologi 
Iklim adalah faktor terpenting yang mempengaruhi 
penyebaran tumbuh-tumbuhan. Faktor-faktor iklim seperti 
suhu (temperatur), curah hujan, kelembaban, dan defisit 
tekanan uap air besar pengaruhnya pada pertumbuhan pohon. 
Iklim mikro dari sesuatu ternpat yang dipengaruhi keadaan
topografi dapat mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan 
pohon. 
(5). Geografi tumbuh-tumbuhan 
Pada permulaan perkembangannya ekologi tumbuh-tumbuhan 
merupakan cabang dari geografi tumbuh-tumbuan 
(phytogeografi) yang membahas pengaruh faktor-faktor 
lingkungan terhadap penyebaran tumbuh-tumbuhan. Dari 
cabang inilah berkembang sosiologi tumbuh-tumbuhan 
(phytososiologi) dan ekologi tumbuh-tumbuhan. 
Pada taraf kemajuan sekarang ekologi hutan masih 
memerlukan informasi dari geografi tumbuh-tumbuhan untuk 
mengerti pola penyebaran berbagai jenis pohon dalam 
hubungannya dengan keadaan fisik bumi, terutama iklim dan 
geomorfologi atau fisiografi, dan akan sangat membantu 
dalam mempelajari susunan serta penyebaran £ormasi-formasi 
hutan. 
(6). Fisiologi Tumbuh-tumbuhan dan Biokimia 
Telah dikemukakan bahwa autekolcgi mempunyai kegiatan 
yang mendekati fisiologi tumbuh-tumbuhan. Jadi pada 
umumnya informasi dari fisiologi tumbuh-tumbuhan akan 
sangat berguna untuk mempelajari proses-proses hidup 
tumbuh-tumbuhan, yang mana memerlukan pengetahuan tentang 
proses-proses kimia yang berhubungan dengan aktivitas 
biologis yang terjadi. Informasi tersebut bisa diperoleh 
dari ilmu biokimia. Misalnya, untuk dapat mempelajari
pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap produksi getah 
karet atau getah pinus perlu pula pengetahuan tentang 
proses pembentukan getah dan proses-proses biokimia 
lainnya yang mempengaruhi atau berkaitan dengannya. 
(7). Genetika Tumbuh-tumbuhan 
Suatu jenis tumbuh-tumbuhan yang penyebarannya luas 
seringkali memperlihatkan perbedaan menurut letak geografi 
dan keadaan lingkungan-nya. Perbedaan ini bukan hanya 
dalam bentuk pertumbuhannya tetapi seringkali pula dalam 
hal adaptasi dan persyaratan terhadap keadaan tempat 
tumbuhnya, yang berakar pada sifat-sifat genetis, sebagai 
akibat dari mutasi dan polyploidy. 
Adakalanya apabila daerah penyebaran dari dua jenis 
pohon berimpitan pada suatu tempat, maka pada tempat itu 
terjadi hybridisasi antara kedua jenis itu, sehingga 
timbul jenis pohon baru yang sifat-sifatnya berada 
diantara sifat-sifat kedua jenis induknya. Demikianlah, 
pada keadaan-keadaan tertentu, untuk mengerti sifat-sifat 
ekologis sesuatu jenis atau beberapa jenis pohon 
diperlukan pula pengatahuan tentang genetika. 
(8). Matematika dan Statistika 
Kedua ilmu ini sangatlah penting untuk 
memformulasikan dugaan kuantitatif terhadap berbagai 
proses ekologis yang terjadi pada ekosistem hutan. Oleh 
karena itu, melalui penggunaan kedua bidang ilmu ini
faktor lingkungan yang berperan dan seberapa jauh 
peranannya terhadap penelitian kelestarian suatu hutan 
dapat diperkirakan. 
D. Status Ekologi Hutan dalam Ilmu Pengetahuan Kehutanan 
Ekologi Hutan merupakan ilmu dasar yang bersifat 
integratif (mengintegrasikan ilmu-ilmu dasar lain) yang 
merupakan ilmu dasar penting bagi silvikultur. dalam 
terminologi kehutanan, ekologi hutan hampir sama dengan 
silvika. Perbedaan ekologi hutan dengan silvika hanyalah 
pada lawasan kajiannya, yakni ekologi hutan mempelajari 
hutan sebagai ekosistem (jadi lawasannya lebih luas), 
sedangkan silvika lebih terarah pada silvikultur dan lebih 
mendekati autekologi. Dengan pengetahuan ekologi hutan dan 
fisiologi pohon yang tepat bisa ditentukan tindakan 
silvikultur yang tepat, sehingga produksi hutan dapat 
ditingkatkan baik kualita rnaupun kuantitanya. 
E. Aspek-aspek Ekologi Hutan yang renting 
Dalam ilmu kehutanan, aspek-aspuk ekologi hutan yang 
penting dipelajari adalah : 
(1). mempelajari komposisi dan struktur hutan alam 
(2). mempelajari hubungan tempat tumbuh denyan: 
a. komposisi dan struktur hutan 
b. penyebaran jenis-jenis pohon 
c. permudaan pohon atau permudaan hutan 
d. riap (pertumbuhan) pohon/hutan
e. fenologi pohon (musim berbunga, berbuah, pergantian 
daun). 
(3). mempelajari syarat-syarat keadaan tempat tumbuh 
penanaman atau permudaan alam 
(4). mempelajari siklus hara mineral, siklus air, dan 
metabolisme. 
(5). mempelajari hubungan antara kesuburan tanah, iklim 
dan faktor-faktor lain dengan produktivitas hutan 
(6). mempelajari suksesi vegetasi hutan secara alam dan 
setelah terjadi kerusakan.
II. EKOSISTEM 
A. Pengertian 
Ekosistem adalah suatu sistem di alam yang 
mengandung komponen hayati (organisme} dan komponen non-hayati 
(abiotik), dimana antara kedua komponen tersebut 
terjadi hubungan timbal balik untuk mempertukarkan zat-zat 
yang perlu untuk mempertahankan kehidupan. 
Dalam beberapa kepustakaan, istilah biocoenosis, 
geocoenosis, dan biogeocoenosis (geobiocoenosis) secara 
berurutan digunakan untuk komponen biotik, abiotik dan 
ekosistem. 
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar ekologi, 
karena ekosistem mencakup organisme dan lingkungan abiotik 
yang saling berinteraksi. 
Pencetus istilah ekosistem adalah A.G. Tarisley pada 
tahun 1935, seorang ekolog Inggeris. 
B. Komponen Ekosistem 
1. Dari Segi "trophic level", ekosistem terdiri atas: 
1) Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu 
mensitesis makanannya sendiri yang berupa bahan 
organik dari bahan-bahan anorganik sederhana 
dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun. 
2) Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang sumber 
makanannya diperoleh dari bahan-bahan organik yang 
dibentuk oleh komponen aututrofik, penyusun 
kembali dan menguraikan bahan-bahan organik
kompleks yang telah mati kedalam senyawa 
anorganik sederhana. 
Dari segi penyusunnya (struktur), komponen 
ekosistem terdiri atas : 
1) Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kirnia 
seperti tanah, air, udara, sinar matahari, dll.' 
yang merupakan medium untuk berlangsungnya 
kehidupan. 
2) Produsen yaitu organisme autotrofik, umumnya 
tumbuhan berklorofil, yang mampu mensintesis 
makanannya sendiri dari bahan anorganik 
3) Konsumen yaitu organisme heterotrofik 
4) Pengurai, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan 
bahan organik yang berasal dari organisme mati, 
menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan 
melepas bahan-bahan yang sederhana yang dapat 
dipakai oleh produsen. 
Untuk tujuan deskripsif, komponen-komponen 
ekosistem seyogyanya diperinci sebagai berikut : 
1) Bahan-bahan anorganik (C, N, Co2, H20, dll) 
2) Senyawa organik (protein, lemak, karbohidrat, dll) 
3) Iklim fsuhu, dan faktor fisik lainnya) 
4) Produser 
5) Konsumer makro ("phagotroph" yaitu organisme 
heterotrofik, umumnya hewan) yang memakan 
organisme lain atau bahan organik. 
6) Konsumer mikro (saprotroph, osmotroph), yaitu
organisme heterotrofik, umumnya jamur dan bakteri, 
yang menghancurkan bahan organik mati, menyerap 
sebagian hasil perombakannya, dan membebaskan 
bahan-bahan anorganik sederhana yang berguna bagi 
produser. 
Point (1) s/d (3) adalah Komponen abiotik. 
Point (4) s/d (6) adalah komponen biotik. 
Organisme heterotrofik dapat juga dibedakan kedalam : 
1) Biophage, yaitu organisme yang mengkonsumsi organisme 
lainnya. 
2) Saprophage, yaitu organisme pengurai bahan-bahan 
organik yang telah mati. Dari segi fungsional, 
suatu ekoisistem sebaiknya dianalisis menurut : 
(1). Aliran energi 
(2). Rantai pangan 
(3). Pola keanekaragaman dalam ruang dan wakcu 
(4}. Siklus nutrien 
(5). Pengembangan dan evolusi 
(6). Kontrol (sibernetik) 
Dalam hal konsumer, selain pembagian di atas, 
konsumer dapat juga dibedakan kedalam: 
1) Konsumer I (konsumer primer) adalah hewan-hewan 
herbivora yang makanannya bergantung pada produser 
(tumbuhan hLjau), contoh : insekta, rodentia, 
kelinci, dll. (ekosistem daratan), moluska, 
krustacea, dll (ekosistem akuatik) 
2) Konsumer II (konsumer sekunder)adalah karnivora
dan omnivora yang memakan herbivora, contoh: 
burung gagak, rubah, kucing, ular, dll. 
3) Konsumer III (konsumer tertier) adalah karnivora 
dan omnivora, misal singa, hari-mau, dll., disebut 
juga Top-Konsumer 
4) Parasit, Scavenger dan saprobe 
C. Faktor Penyebab Perbedaan Ekosistem 
Ekosistem yang satu berbeda dengan ekosistem yang 
lain, karena: 
1) Perbedaan kondisi iklim (hutan hujan, hutan musim, 
hutan savana) 
2) Perbedaan letak dari permukaan laut, topografi dan 
formasi geologik (zonasi pada pegunungan, lereng 
pegunungan yang curam, lembah sungai) 
3) Perbedaan kondisi tanah dan air tanah (pasir, 
lempung, basah, kering) 
D. Macam dan Ukuran Ekosistem 
Berdasarkan proses terjadinya ada dua macam 
ekosistem, yaitu: 
1) Ekosistem alam: laut, sungai, hutan alam, danau 
alam, dll. 
2) Ekosistem buatan: sawah, kebun, hutan tanaman, 
tambak, all. 
Ukuran ekosistem bervariasi dari sebetsar kultur 
dalam botol di laboratorium, seluas danau, sungai, 
lautan sampai biosfir ini.
Secara umum, ada dua tipe ekosistem, yaitu: 
1) Ekosistem terestris 
− Ekosistem hutan 
− Ekosistem padang rumuput 
− Ekosistem gurun 
− Ekosistem anthropogen (sawah, kebun, dll.} 
2) Ekosistem akuatik 
(a). Ekosistem air tawar 
- Kolam 
- Danau 
- Sungai 
- dll. 
(b). Ekosistem lautan 
E. Tahap-tahap Dasar Operasi pada Ekosistem 
1) Penerimaan energi radiasi 
2) Pembuatan bahsn-bahan organik dari bahan 
anorganik oleh produser 
3) Pemanfaatan produser oleh konsumer dan lebih jauh 
lagi pada bahan-bahan terkonsumsi 
4) Perombakan bahan-bahan organik dari organisme 
yang mati oleh dekomposer kedalam bentuk 
anorganik sederhana untuk penggunaan ulang oleh 
produser. 
F. Ekologi Niche 
Niche adalah peranan suatu mahkluk hidup dalam 
suatu habitat. Sedangkan habitat adalah tempat hidup 
organisme. Dengan demikian ekologi niche adalah peran
total dari suatu species dalam komunitas. Ekologi 
niche mencakup species organisme, faktor lingkungan, 
areal tempat hidup, spesialisasi dari populasi species 
dalam suatu komunicas. 
G. Energi dalam Ekosistem 
- Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. 
- Bentuk energi yang berperan penting pada mahkluk 
hidup adalah energi mekanik, kimia, radiasi dan 
panas. 
- Perilaku energi di alam mengikuti Hukum 
Thermodinamika, yaitu: 
Hukum Thermodinamika I: 
Energi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk 
lainnya, tetapi energy tak pernah dapat diciptakan 
atau dimusnahkan. 
Hukum Thermodinamika II: 
Setiap terjadi perobahan bentuk energi pasti terjadi 
degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat 
menjadi bentuk energi yang terpencar atau karena 
berbagai energi selalu memencar menjadi panas, tidak 
ada transformasi secara spontan dari suatu bentuk 
energi menjadi energi potensial berlangsung dengan 
efisien 100%. Misal, 57% energi surya diserap atmosfir, 
dan 35 % disebarkan untuk memanaskan air dan daratan. 
Dari sekitar ±3% energi surya yang mengenai permukaan 
tumbuhan, 10 - 15% dipantulkan, 5% ditransmit, 80 - 85%
diserap dan ±2% (0.5 -3,5%) dari total energi cahaya 
digunakan fotosintesis serta sisanya dirubah menjadi 
bentuk panas. 
H. Rantai Pangan 
Rantai pangan ada1ah pengalihan energi dari 
sumberdaya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme 
yang makan dan yang dimakan. Semakin pendek rantai 
pangan semakin besar energi yang dapat disimpan dalam 
bentuk tubuh organisme di ujung rantai pangan. 
Rantai pangan terdiri atas tiga tipe: 
1) Rantai pemangsa, dimulai dari hewan kecil sebagi 
mata rantai pertama ke hewan yang lebih besar dan 
berakhir pada hewan terbesar dimana landasan 
permulaan adalah tumbuhan sebagai produsen. 
2) Rantai parasit, berawal dari organisme besar ke 
organisme kecil. 
3)Rantai saprofit, berawal dari organisme mati ke 
mikroorganisme, dikenal juga sebagai rantai pangan 
detritus. Dalam suatu ekosistem, rantai-rantai 
pangan berkaitan satu sama lain membentuk suatu 
jaring-jaring pangan (food web). 
- Dalam suatu ekosistem dikenal adanya tingkat 
tropik dari suatu kelompok organisme. 
- Berbagai organisme yang memperoleh sumber 
makanan melalui langkah yang sama dianggap 
termasuk pada tingkat tropik yang sama.
- Berdasarkan tingkat tropik : 
Tumbuhan hijau : tingkat tropik I 
Herbivora : tingkat tropik II 
Karnivora : tingkat tropik III 
Karnivora sekunder : tingkat tropik IV 
I. Struktur Tropik dan Piramida Ekologi 
- Ukuran individu menentukan besarnya metabolisms 
suatu organisme. Semakin kecil ukuran organisme, 
semakin besar rnetabolisrne per gram biomassa. Oleh 
karena itu, semakin kecil organisme semakin kecil 
biomassa yang dapat ditunjang pada suatu tingkat 
tropik dalam ekosistemnya. 
- Fenomena interaksi antara rantai-rantai makanan dan 
hubungan metabolisme dengan ukuran organisme 
menyebabkan berbagai komunitas mempunyai struktur 
tropik tertentu. 
- Struktur tropik dapat diukur dan dipertelakan, 
baik dengan biomassa per satuan luas maupun dengan 
banyaknya energi yang ditambat per satuan luas per 
satuan waktu pada tingkat tropik yang berurutan. 
- Piramida ekologi dapat menggambarkan struktur dan 
fungsi tropic: Ada tiga tipe paramida ekologi yaitu : 
a) Piramida jumlah individu, yang menggambarkan 
jumlah individu dalam produser dan konsumer 
suatu ekosistem 
b) Piramida biomassa, yang menggambarkan biomassa 
dalam setiap tingkat tropik. 
c) Piramida energi, yang menggambarkan besarnya
energi pada setiap tingkat tropik. Semakin tinggi 
tingkat tropik, semakin efisien dalam 
penggunaan energi. 
J. Produktivitas 
- Produktivitas primer adalah kecepatan 
penyimpanan energi potensial oleh organisme 
produsen melalui proses fotosintesis dalam bentuk 
bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai 
bahan pangan. Unit satuannya: 
1) Ash Free Dry Weight Kal./ha/th. 
2) Dry Weight Ton/ha/th. 
Produktivitas primer dibagi dua macam: 
(1). Produktivitas primer kotor: 
Kecepatan total fotosintesis, mencakup pula 
bahan organic yang dipakai untuk respliasi 
selama pengukuran. Istilah ini sama dengan 
asimilasi total. 
(2). Produktivitas primer bersih: 
Kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam 
jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan yang 
dipakai untuk respirasi oleh tumbuh-tumbuhan 
selama pengukuran. Istilah ini sama dengan 
asimilasi bersih. 
- Produktivitas sekunder adalah kecepatan 
penyimpanan energi potensial pada tingkat tropik 
konsumen dan pengurai.
Produktivitas Primer kotor pada Ekosistem Akuatik 
Ho. Ekosistem 
Prod . Primer Kotor 
Kcal/m2/th 
1. Laut terbuka 
1.000 
2. Pesisir 2.000 
3. Upwelling Zone 
4. Estuari dan reefs 
6.000 
20.000 
Produktlvitas Primer Kotor pada Ekosistem Terestris 
No. Ekosistem 
Kcal/m2/th 
1. Gurun dan tundra 200 
2. Padang rumput 
3. Hut an lahan kering 
4. Hutan konifer 
2.500 
2.500 
3.000 
5. Hutan temperate basah 
6. Pertanian 
8.000 
12.000 
7. Hutan tropik dan subtropik 20 .000 
K. Siklus Biogeokimia 
- Di alam telah diketahui ada ±100 unsur kimia, 
tetapi hanya 30 - 40 unsur yang sangat diperlukan 
oleh mahkluk hidup. 
- Unsur-unsur kimia, termasuk unsur utama dari 
protoplasma, cenderung untuk bersirkulasi dalam 
biosfir dengan pola tertentu dari 1ingkungannya ke 
organisme dan kembali lagi ke lingkungan, siklus 
ini disebut siklus biogeokimia. Sedangkan,
pergerakan unsur-unsur dan senyawa-senyawa 
anorganik yang penting untuk menunjang kehidupan 
disebut siklus hara. Kedua siklus tersebut 
masing-masing terdiri atas dua kompartemen atau 
dua pool, yaitu : 
1) Reservoir poo_l : besar, lambat bergerak, 
umumnya bukan komponen ekologi. 
2) Exchange atau Cycling pool : kecil, tapi lebih 
aktif bertukar dengan cepat antara organisme 
dengan lingkungannya. 
Dilihat dari sudut biosfir secara keseluruhan, 
siklus biogeokimia terdiri atas : 
a) Tipe gas, dimana reservoir adalah di atmosfir 
atau hidrosfir {lautan), misal siklus Karbon 
(CO2) dan siklus Nitrogen (N) 
b) Tipe sedimen, dimana reservoir adalah di kerak 
bumi, misal siklus Posfor
III.HUTAN SEBAGAI KOMUNITAS TUMBUHAN 
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang 
dikuasai pohon-pohon yang menempati suatu tempat 
dan mempunyai sadaan lingkungan yang berbeda 
dengan di luar hutan. Sedangkan satuan masyarakat 
hutan adalah tegakan. Karakteristik Komunitas 
Tumbuhan 
1. Perkembangan Komunitas adalah sejarah 
pembentukan dan evolusi komunitas atau tahap-tahap 
suksesi. 
2. Organisasi Komunitas adalah struktur, komposisi 
jenis dan organisasi tropic suatu komunitas. 
Struktur Komunitas terdiri atas: 
- Struktur vertikal (stratifikasi) 
- Struktur horizontal (distribusi spatial jenis) 
- Kelimpahan atau "abundance" (kerapatan, 
biomasa). 
3. Fungsi Komunitas adalah pola metabolisme, 
produktivitas serasah dan laju pembusukannya, 
siklus hara, aliran energi.
B. Jenis Data Vegetasi 
DATA KUALIFIKATIF 
• Komposisi flora 
• Stratifikasi dan aspection 
• Fenology 
• Vitalitas 
• Sosiabilitas 
• Life-form & fisiognomy 
• Organisasi tropic, rantai 
makanan 
ORGANISASI KOMUNITAS 
• Struktur 
• Komposisi 
• Organisasi tropik 
DATA SINTETIK 
• Kehadiran dan konstansi 
• Kesetiaan 
• Dominansi 
• Indeks dominansi 
• Indeks asosiasi 
1.Data Kualitatif 
a.Komposisi Flora 
DATA KUANTITATIF 
• Pola disttribusi 
• Frekuensi 
• Kerapatan 
• Penutupan tajuk; dominansi 
DATA ANALITIK 
Komposisi flora adalah daftar jenis tumbuhan 
dalam komunitas, yang berguna untuk mengetahui : 
- keaneragaman jenis 
- tahap suksesi 
- kondisi lingkungan/habitat 
- struktur tiap unit vegetasi 
- pengelompokkan secara kuantitatiif: species
dominan, frequent (daya adaptasi luas), jenis 
yang jarang (indikator habitat). 
b. Stratifikasi dan "aspection" 
Stratifikasi adalah lapisan vertikal komunitas 
tumbuhan. 
Stratifikasi terdiri : 
- pucuk 
- akar Manfaat Stratifikasi : 
- optimalisasi ruang tumbuh 
- peningkatan pemanfaatan energi solar 
- optimalisasi pemanfaaCan unsur hara tanah. Aspect 
ion adalah perubahan per:ampakan vegetasi dalam 
kaitannya dengan musim. 
c. Fenologi 
Fenologi adalah kalender fase-fase pertumbuhan 
yang dilalui oleh suatu tumbuhan selama sejarah 
hidupnya, atau studi tentang fase-frase pertumbuhan 
penting dalam sejarah hidup suatu tumbuhan, seperti: 
saat biji berkecambah, gugur daun, berbunga, berbuah 
dan tersebarnya biji. 
Tanda proses fenologi 
Masa kecambah :/ 
Masa berbunga :/ 
Masa berbuah : / / 
Masa penyebaran biji : / /
Vitalitas dan Vigor 
Vitalitas adalah kondisi dan kapasitas tumbuhan 
untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Sedangkan vigor 
adalah keadaan kesehatan tumbuhan. 
Klasifikasi vitalitas : 
Klas 1 : Tumbuhan yang berkembang baik dan 
dapat menyelesaikan siklus hidupnya. 
Klas 2 : Tumbuhan yang tumbuh sehat yang 
tersebar secara vegetatif. 
Klas 3 : Tumbuhan yang lemah yang tersebar secara 
vegetatif dan tak pernah menyelesaikan siklus 
hidupnya. 
Klas 4 : Tumbuhan yang jarang tumbuh dari biji, tetapi 
jumlahnya tak bertambah. 
Sosiabilitas 
Sosiabiiitas adalah hubungan antara masing-masing 
jenis dan menunjukkan cara tumbuhan tersebar. 
Sosiabilitas bergantung pada : 
- life-form 
- vigor 
- kondisi habitat 
- kemampuan bersaing. 
Klas Sosiabilitas (Brown-Blanquet, 1932): 
Klas 1 : Hidup menyendiri. 
Klas 2 : Agak mengelompok.
Klas 3 : Mengelompok dalam kelompok-kelompok yang 
tersebar. 
Klas 4 : Mengelompok dalam kelompok yang besar dan 
kelompok terputus-putus. 
Klas 5 : Membentuk hamparan yang luas dan rapat. 
Life-form (bentuk hidup) tumbuhan 
- bisa menggunakan klas-klas life-form dari Raunkaier 
(1934), Brawn-Blanquet (1951), Backer (1968) : 
pohon, semak, liana, epifit, pakuan , herba, lumut, 
dll. 
- Persentase Life-form adalah 
Σ species dalam suatu life-form 
—————————————————————————————— X 100% 
Σ species dalam semua life-form 
- Species dari life-form yang berbeda dapat hidup 
berasosiasi, karena mereka memanfaatkan sumberdaya 
alam pada waktu/ruang yang berbeda. 
Organisasi tropik dan rantai pangan 
Rantai pangan ada1ah pengalihan energi dari sumbernya 
berupa tumbuhan melalui sederetan organisma yang 
memakan dan yang dimakan. 
Ada dua tipe rantai makanan : 
a) "Grazing food chain" : 
Rantai pangan yang dimulai dari tumbuhan, terus 
ke herbivora dan karnivora. 
b) "Detritus food chain" :
Rantai pangan yang dimulai dari organisme mati ke 
mikroorgnisme, detrivor dan predatornya. 
Jaring-jaring pangan ("food web") adalah 
keterkaitan antara berbagai rantai makanan dalam suatu 
komunitas. Species diversity meningkat maka "food 
chain" makin panjang. Studi food chain dalam komunitas 
sangat berguna untuk mengetahui sistem transfer energi 
dalam komunitas. 
2. Data Kuantitatif 
a. Distribusi Spasial Individu tumbuhan Tiga tipe Pola 
Distribusi 
1) Random (acak) 
Pola ini mencerminkan homogenitas habitat dan/atau 
pola behavior yang tidak selektif. 
2) Mengelompok ('clumped') 
Mencerminkan habitat yang heterogen, mode 
reproduktif, behavior berkelompok, dll. 
3) Beraturan (reguler, uniform) 
Mencerminkan adanya interaksi negatif antara 
individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur 
hara atau cahaya. Faktor yang mempengaruhi pola 
sebaran spatial individu: 
a) Faktor vektorial dari aksi berbagai tekanan 
lingkungan luar (angin, aliran air, intensitas 
cahaya).
b) Faktor reproduksi sebagai akibat dari mode 
reproduktif organisme (cloning dan regenerasi 
progeni). 
c) Faktor sosial akibat pembawaan behavior (misal, 
behavior teritorial) 
4) Faktor koaktif akibat dari interaksi intraspecific 
(misal kompetisi). 
5) Faktor stokastik akibat dari variasi acak dari 
berbagai faktor tersebut di atas, yaitu : 
a) faktor intrinsik species (mis., reproduktif, 
sosial, koaktif) 
b) Faktor extrinsic (vector). 
Beberapa indeks penentuan poia Distribusi Spasial 
individu 
(1). Variance Mean Ratio 
V/M = 1 (random) 
V/M > 1 (clumped) 
V/M < 1 (regular) 
Untuk menguj i apakah V/M < 1 atau > 
1,digunakan uji X2 dengan derajat bebas (q - 2) , 
dimana q = Σ frekuensi klas, pada tingkat peluang 
1%, 5%. Contoh :
Ada 100 petak 
Σ Ind. Sp-X dalam masing-masing 
kuadrat 
0 1 2 3 
Frekuensi kehadiran dalam 
100 petak 
46 34 14 6 
0(46)+1(34)+2(14)+3(6) 
Mean (M)= 
100 
= 0.8 
ΣX2 – (ΣX)2/n 
Variance = 
n-1 
[12(34)+22(14)+32(6)+02(46)] – (80)2/100 
= 
100 - 1 
= 0.808 
V/M = 0.808/0.800 = 1.01 
Pengujian V/M = 1? 
1). Menghitung banyaknya petak yang mengandung 0,1,2,3 
individu 
Є(0) = (n)p(0) 
= (100)p(0) 
= (100)e-0.8 = 44.9 
Є(1) = (n)p(1) 
= (100)(0.8/1)(p(0)) 
= 100 x 0.8/1 x 0.4493 = 0.3594 
Є(1) = m e-m x n 
= 0.8 x e-0.8 x 100 
= 0.8 x 0.4493 x 100 = 0.3594 
Є(2) = 0.82/2! x e-m x 100 
= 0.64/2 x 0.4493 x 100 
0.1438 x 100 = 14.4
Є(3) = 0.83/3! x e-m x 100 
= 0.512/6 x e-0.8 x 100 
= 0.512/6 x 0.4493 x 100 
= 3.8 
1 Σ individu/petak 0 1 2 3 
2 Σ petak terobservasi 46 34 14 6 
3 Σ petak harapan 44.9 35.9 14.4 3.8 
4 Perbedaan Σ petaj antara 
terobservasi dan harapan 
1.1 1.9 0.4 2.2 
X2 hitung = (Obs – є)2/є 
(1.1)2 + (1.9)2 + (2.2)2 
= 
44.9 35.9 3.8 
= 1.4123 
X2 tabel(q-2), dimana q = Σ klas frekuensi 
= 4 
X2 (α=0.5,2) = 1.386 = 1.4 
Sehingga 
X2 hitung = X2 tabel random 
2). Indeks Morisita (IS) 
( ) 
( ) 1 
2 
1 
1 1 
− 
= 
Σ − 
T T 
IS 
Xi Xi 
Dimana : Xi = jumlah individu species X dalam petak 
ke-I (i=1,2,3,………,q) 
q = jumlah seluruh petak 
T = jumlah total individu dalam semua 
petak 
Kriteria : IS = 1 (random) 
IS > 1 (clumped) 
IS < 1 (regular)
Pengujian IS = 1? 
IS (T-1)+ q – T 
Fo = 
Q – 1 
Bila Fo ≥ Fα 
q-1 Clumped 
(α = 0.05 atau 0.01) 
3). Green’s Index 
Variance 
Means 
1 
1 
− 
⎞ 
− ⎟⎠ 
⎛ 
= 
⎜⎝ 
n 
GI 
GI bervariasi dari: 0 sampai maximum. 
0 = random, 1 = clumping. 
b. Kerapatan 
Adalah jumlah suatu spesies dalam suatu unit 
area. Kerapatan menunjukkan kelimpahan suatu spesies 
dalam suatu komunitas. 
Satuan : ind/m2 (tumbuhan bawah) 
Ind/ha (pohon) 
Kerapatan relative: persentase kerapatan suatu spesies 
terhapdap jumlah kerapatan semua spesies. 
c.Frekuensi 
Frekuensi adalah derajat penyebaran suatu jenis 
di dalam komunitas yang diekspresikan sebagai 
perbandingan antara banyaknya petak yang diisi oleh 
suatu jenis terhadap jumlah petak contoh seluruhnya. 
Frekuensi Relatif : persentase frekuensi suatu 
species terhadap jumlah frekuensi semua species.
Frekuensi Klas (Raun kaier, 1934} : 
Klas A: species dengan frekuensi 1 - 20% 
Klas B: species dengan frekuensi 21 - 40% 
Klas C: species dengan frekuensi 41 - 60% 
Klas D: species dengan frekuensi 61 - 80% 
Klas E: species dengan frekuensi 81 - 100% 
"Law of Frequency" 
> 
A>B>C=D<E 
< 
(Persentase Frekuensi berdistribusi normal) Jika : 
(1) E > D : Komunitas Homogen 
(2) E < D : Komunitas terganggu 
(3) A, E tinggi : Komunitas buatan 
(4) B,C,D tinggi: komunitas heterogen 
4.Cover (Penuntupan Tajuk) 
Cover adalah proyeksi vertikal tajuk terhadap 
permukaan tanah. Tajuk adalah semua bagian tanaman yang 
terdapat di atas permukaan tanah. Di dalam hutan, cover 
harus ditentukan untuk setiap strata vegetasi, sehingga 
cover bisa > 100 %. 
Di dalam komunitas rumput, cover digambarkan 
dalam "graph paper" dengan bantuan kuadrat (misal, 25 X 
25 cm)atau menggunakan plantigraph. 
Klas Penutupan Tajuk
Klas A : Species dengan cover 5% 
Klas B : Species dengan cover 6 - 25% 
Klas C : Species dengan cover 26 - 50% 
Klas D : Species dengan cover 51 - 75% 
Klas E : Species dengan cover 76 - 100% 
Foliage cover meningkat ————-> Intercepting solar 
energi meningkat . Naungan meningkat 
Pengukuran foliage cover bisa diganti dengan 
"basal area" (luas bidang dasar, Ibds). 
3. Data Sintetik 
Presence 
Presence adalah suatu kehadiran species dalam 
komunitas. 
Klas Kehadiran 
- Jarang : 1 - 20 % petak contoh terisi species. 
- Kadang terdapat : 21 - 40 petak 
contoh terisi species. 
- Sering terdapat: 41 – 60% terisi spesies 
- Banyak terdapat : 61 - 80 terisi species. 
- Selalu ada : 81 - 100 % petak contoh 
terisi species. 
Constance (Kontansi) 
Constance adalah derajat/tingkat kehadiran suatu 
species dalam komunitas. Klas Konstansi 
Klas 1 : 1 - 20 % Frekuensi
Klas 2 : 21 - 40 % Frekuensi 
Klas 3 : 41 - 60 % Frekuensi 
Klas 4 : 61 - 80 % Frekuensi 
Klas 5 : 81 - 100 % Frekuensi 
c. Dominansi Jenis 
Jenis dominan adalah jenis yang bei k..i :sa dan mencirikan 
suatu komunitas. Konsep dominansi jenis sebagai petunjuk : 
- species tersebut menang dalam persaingan 
- species tersebut mempunyai toleransi tinggi 
- species tersebut berhasil beradaptasi 
- terhadap habitat . Parameter Penentu Dominansi Jenis 
- Foliage Cover (penutupan tajuk) 
- Kerapatan 
- Luas Bidang Dasar 
- Biomasa 
- Volume 
- Indeks Nilai Penting (INP) 
INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi 
Relatif INP maksimal 300%. 
Dominansi adalah luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar 
suatu species dalam satuan unit area tertentu. Satuannya: 
M/ha. 
Dominansi Relatif adalah persentase dominansi suatu species 
terhadap jumlah dominansi seluruh jenis.
d. Fidelity {Kesetiaan) 
Fidelity adalah tingkat kesetiaan suatu species 
dalam suatu komunitas. Klas Kesetiaan Jenis: 
Klas 1: Ekslusif terhadap suatu jenis komunitas. 
Klas 2: Selektif (sering berada pada satu macam 
komunitas,tetapi tidak pada komunitas lain). 
Klas 3 : Preferensial {berada pada beberapa habitat, tetapi 
tumbuh banyak pada beberapa habitat saja). 
Klas 4 : Indifferent/masa bodoh (berada secara teratur pada 
semua habitat). 
Kals 5 : Strange/aneh (jarang dan secara kebetulan berada 
dalam komunitas). 
e. Indeks of Dominance (ID) 
Indeks of dominance adalah indeks untuk memeriksa tingkat 
dominansi suatu species dalam komunitas. 
Nilai ID tinggi dominansi jenis dipusatkan pada satu 
atau beberapa jenis. Nilai ID rendah dominansi jenis 
dipusatkan pada banyak jenis. 
Simpson (1949) 
ID = C = E (ni/N)2 
C = indeks of dominance 
ni = INP atau kerapatan atau biomasa suatu species. 
N = Total INP atau total kerapatan ,atau biomasa dari 
semua species. 
Hilai C ini bersifat relatif. Nilai C bisa digunakan 
apakah suatu komunitas itu asosiasi atau konsosiasi.
f. Interspecific Assosiation 
Interspecific assosiation ada1ah suatu 
asosiasi/kekariban antara dua species dalam komuninas. 
Interspecific Assosiation terjadi bila : 
- kedua species tumbuhan pada lingkungan yang 
serupa. 
- distribusi geografi kedua species ;>erupa dan 
keduanya hidup di daerah yang sama. 
- kedua jenis berbeda life-form. 
- bila salah satu species hidupnya bergan-tung pada 
yang lain. 
- bila salah satu species menyediakan per lindungan 
terhadap yang lain. 
Metode mendeteksi interspesif ic asosiasi. ion 
(1). Data Kualitatif 
(a). 2x2 contingency table, bila datanya kualitatif 
(hadir atau tidak). 
Spesies A 
Hadir 
+ 
Tidak 
0 
+ a b m=a+b 
0 c d n=c+d 
E a+b=r b+d=r N=a+b+c+d 
(ad-bc)2 X N 
S 
P 
E 
S 
I 
E 
S 
B 
X2 hit = 
m X n X r X s 
nilai X2 ini bandingkan dengan 
X2tab (α = 0.05, db = 1) 
Bila X2hit ≥ X2tab ada asosiasi
a = Σ petak dimana 2 spesies ada 
b = Σ petak, sp. A ada, sp. B tak ada 
c = Σ petak, sp. A tak ada, sp. B ada 
d = Σ petak, sp. A dan B tak ada 
N = Σ total petak contoh 
(b). JACCARD INDEX (JI) 
JI a 
a + b + 
c 
= 
(2). Data Kuantitatif 
Koefisien Korelasi 
Σ[(X1-X1)(X2-X2)] 
R hit = 
√[Σ(X1-X1)2 x (Σ(X2-X2)2] 
R hit. ≥ R tab. Untuk p = 0.05 atau p = 0.01 
g. Index of Diversity 
• keanekaragaman jenis adalah suatu parameter 
penting dalam membandingkan dua komunitas, 
terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan 
biotic atau mengetahui tahap suksesi dan 
stabilitas komunitas 
• pada komunitas klimak, spesies diversity meningkat 
food chain meningkat komunitas stabil 
Respirasi komunitas 
• Ecological turnover = 
Biomassa komunitas 
R/B rendah komunitas diversity meningkat
• Metode/cara penentuan spesies diversity 
1) Shanon-Weiner Diversity Index 
H = -Σ[(ni/N) log (ni/N)] 
ni = Nilai kuantitatif suatu spesies 
N = jumlah nilai kuantitatif semua spesies 
dalam komunitas 
Variasi nilai H 
0 = satu spesies tak terhingga nilai yang tinggi 
(banyak spesies) 
2) Simpson’s Diversity Index 
Σ= 
1 ( / )2 
D = − 
ni N 
s 
i 
1 
S = Σ jenis 
Variasi nilai D: 
0 = satu spesies tak terhingga 
1 – 1/s = diversity spesies max. 
h. Koefisien Kesamaan Komunitas (Index of Similarity) 
• Index ini sangat berguna untuk membandingkan 
kesamaan jenis dua komunitas 
• Caranya: 
1). Jaccard’s presence-community coefficient 
ISJ = [C/(A+B+C)] x 100% 
A = Σ jenis di komunitas 1 
B = Σ jenis di komunitas 2 
C = Σ jenis di dua komunitas 
2). Motyka’s Index of Similarity 
IS = [2 Mw/(Ma + Mb)] x 100% 
Mw = Σ nilai kuantitatif ≤ dari spesies yang 
ada di dua komunitas
Ma = Σ nilai kuantitatif semua spesies di 
komunitas 1 
Mb = Σ nilai kuantitatif semua spesies di 
komunitas 2 
Nilai IS : 0 – 100 
C. Fungsi Komunitas 
1. Biomassa 
Biomassa adalah jumlah bahan organic yang 
diproduksi oleh organism per satuan unit area 
pada suatu saat. Satuannya g/m2 atau Kg/ha. 
• Biomassa menunjukkan net production 
• Biomassa production rate adalah laju akumulasi 
biomassa dalam kurun waktu tertentu (Kg/ha/yr) 
• Biomassa dinyatakan dalam “dry weight” (berat 
kering) oven pada suhu 105o selama 12 jam atau 
800C selama 48 jam. Satuan lain adalah berat 
kering bebas abu (“ash free dry weight”) 
• Biomassa profil menunjukkan jumlah bahan 
organic kering pada tingkat yang berbeda dari 
komunitas 
• Akumulasi biomassa di tropic lebih rendah 
daripada di temperate karena laju respirasi di 
tropic lebih tinggi 
2. Aliran Energi 
• Dari sudut energy, komunitas adalah unit 
thermodinamika
Matahari 
Tumbuhan 
ditangkap 
Energi makanan 
refleksi 
absorpsi 
biomas Proses metabolisme 
pertumbuhan 
panas 
Dimakan 
konsumer 
• Dalam setiap transfer energy dari tanaman ke 
tingkat tropic yang berbdea, efisiensi konversi 
energy hingga 10%, 90% hilang sebagai panas 
• Persediaan energy dalam komunitas meningkat 
dengan meningkatnya perkembangan vegetasi 
(suksesi). Akumulasi energy dalam biomassa 
maksimal pada komunitas klimaks, karena adanya 
stratifikasi dan spesies diversitas yang tinggi 
• Estimasi energy dalam bahan organic tumbuhan 
bisa diduga dengan alat Bomb calori meter. 
• Efisiensi energy 
Energy yang ditangkap tumbuhan 
(Kcal/m2/t) 
= x 100% 
Energy solar yang datang sampai di 
komunitas (Kcal/m2/t) 
adalah suatu rasio antara output (kalori yang
dimanfaatkan tumbuhan) terhadap input (energy 
solar sampai di komunitas) dalam suatu unit 
area dalam periode waktu tertentu. 
• Efisiensi energy adalah rasio antara aliran 
energy di setiap titik/tahap yang berbeda 
sepanjang rantai makanan, satuannya %. 
3. Gross Ecological Effisiency (GEE) 
Kalori mangsa yang dikonsumsi pemangsa 
= x 100% 
Kalori makanan yang dikonsumsi mangsa 
• Siklus hara, Produktivitas dan Dekomposisi 
Serasah 
• Siklus Biogeokimia, termasuk unsure-unsur utama 
dari protoplasma, dari lingkungan ke organism 
dan kembali lagi ke lingkungan dalam biosfir 
• Siklus hara adalah pergerakan unsur-unsur dan 
senyawa-senyawa yang penting bagi kehidupan 
Tipe Gas 
- Siklus N 
- Siklus CO2 
Tipe batuan 
- Siklus fosfor 
Siklus Biogeokimia
Tipe-tipe interaksi antara dua spesies dalam komunitas 
No. Tipe Interaksi 
Spesies 
Sifat Umum Interaksi 
1 2 
1 Netralisme 0 0 Tak satupun individu 
populasi yang satu 
mempengaruhi yang 
lainnya 
2 Kompetisi - - Penghambatan terhadap 
semua jenis 
3 Amensalisme - 0 Individu (1) menghambat 
individu (2), sedang 
individu (2) tak 
terpengaruh 
4 Parasitisme + - Individu spesies yang 
satu dirugikan oleh 
individu spesies yang 
lain 
5 Predasi + - Individu spesies yang 
satu dimangsa oleh 
individu spesies yang 
lain 
6 Komensalisme + 0 Individu spesies yang 
satu mendapat 
keuntungan tapi 
individu spesies dua 
tak terpengaruh 
7 Protokooperasi + + Interaksi yang 
menguntungkan kedua 
spesies dan tak 
merupakan kewajiban 
berinteraksi 
8 Mutualisme + + Interaksi yang 
menguntungkan kedua 
spesies, interaksinya 
mutlak harus terjadi 
1) Netralisme : sebenarnya hanya asosiasi saja, bukan 
interaksi 
2) Persaingan 
(1) Persaingan antar jenis berbeda 
(interspesifik) 
(2) Persaingan antar jenis yang sama 
(intraspesifik) 
(3) Persaingan relung ekologis (tempat)
(4) Persaingan sumberdaya (makanan) 
Akibat persaingan: 
- Pertumbuhan tewrganggu 
- Produksi berkurang, jumlah biji sedikit 
- Menstimulasi serangan hama-penyakit dan 
kekurangan unsure hara 
- Terjadi stratifikasi dimana jenis tertentu 
lebih berkuasa 
- Komposisi jenis berubah (Σ jenis, Σ individu, 
life-form). 
Competitif Ability 
Ditentukan secara sederhana dengan rumus: 
GA/B = MA/MB atau 
GB/A = MB/MA 
G = kemampuan pertumbuhan 
M = bobot kering tanaman 
A,B = spesies A dan B 
3) Amensalisme, merupakan persaingan dalam bentuk yang 
lemah, adalah hubungan antara individu yang mana 
individu yang satu dirugikan (tetapi sesaat) tetapi 
individu lain tidak dirugikan (netral). Amensalisme 
merupakan persaingan dalam bentuk yang lemah. Contoh 
: allelopathy yaitu pengaruh merugikan baik langsung 
maupun tak langsung dari suatu tumbuhan terhadap 
tumbuhan lain melalui produksi senyawa kimia. Dalam 
hal ini, bahan kimia dapat dikategorikan sebagai : 
(a). Autotoxic (bahan penghambat) terhadap : 
- anakan sendiri 
- individu lain sejenis 
(b). Antitoxic (bahan penghambat) terhadap individu 
lain jenis berbeda.
Cara tanaman melepaskan bahan kimia (bahan 
allelopati)adalah melalui : 
- pencucian daun/batang oleh air hujan 
- bahan tanaman yang jatuh sebagai aerasah yang 
menjadi humus dalarn tanah. 
- gas yang menguap dari permukaan tanaman 
- eksudat akar 
Media pengeluaran 
zat alelopatik 
jenis tanaman 
1. 
Daun 
Camelina 
2. Akar Eucalyptus globulus 
3. Setelah mati Apel, sereh 
4. 
Gas 
Reliant bus, Aster 
Bahan kimia allelopathic diantaranya adalah 
- phenolic, terpeties, alkaloids, nitrit difenol, 
- asam benzoat, fenin, sulfida. Pengaruh allelopathy 
terhadap pertumbuhan tumbuhan : 
- perpanjangan/perbanyakan sel terhambat 
- penyerapan hara mineral berkurang 
- laju fotosintesa dan respirasi terganggu 
- perlambatan perkecambahan biji 
- laju pertumbuhan terhambat 
- gangguan sistem perakaran 
- klorosis 
- layu, mati
Parasitisme (+,-) 
Suatu organisme untuk hidupnya mengambil makanan 
dari organisme lainnya. Interaksi parasitisme 
memungkinkan adanya tumbuhan inang (host) dan tumbuhan 
parasit. 
Host seringkali mengeluarkan antibodi Parasit 
yang heterofog lebih bertahan daripada monoloq. 
Parasit meliputi parasit akar -» Rafflesia, semipara-sit 
{yang tumbuh di cabang-cabang di pohon -> benalu (famili 
horuntuceae). 
Rafflesia -» bunga liar (famili Rafflesiaceae) 
Genus lain : - Rhizanthes 
- Mitrastemon Di Sumatera 4 jenis : 
- Rafflesia atjehensis 
- Rafflesia hasseltii 
- Rafflesia arnoldi 
- Rafflesia patma. Rafflesia 
-» paling khas diantara parasit lain 
- besar ukuran bunga 
- tidak punya batang, daun dan akar 
- hanya punya benang-benang yang tumbuh 
di bagian dalam batang dan akar pohon. 
Inang (Tetrastigma, famili vitaceae) 
- waktu bunga lama, tergantung ukuran R. 
arnoldi 
- kuncup terbuka mekar (19-21 bulan)0 10 cm
H. 5 bulan 0 15 cm -» 2 bulan 0 25 cm -* 
20-30 hari. 
(5). Commensalisme ( + , 0) 
Interaksi antara individu yang memberikan keuntungan 
kepada salah satu individu jenis populasi sementara 
yang lain tak memperoleh keuntungan apa-apa (netral). 
Merupakan hubungan (+) yang mendasari protokoperasi. 
Contoh Epifit: paling banyak terdapat di hutan 
hujan tropika (10% pohon hutan hujan tropika ditumbuhi 
epifit). 
- Anggrek, paku-pakuan, dll. 
- Menempel pada batang atau daun (epifit) 
Setelah dapat sinar matahari akan menutupi 
tajuk. 
- liana (tumbuhan merambat suka cahaya = 
heliophyta) 
- pengaruh negatif liana 
1. Menutupi daerah tajuk sehingga 
mengurangi proses fotosintesis. 
2. Menurunkan kualitas kayu 
3. Mengganggu tumbuhan pohon yang dipanjati 
4. Berpengaruh negatif terhadap anakan yang suka 
cahaya (heliophyta) 
- pengaruh positif, diantaranya adalah berpengaruh 
baik pada pertumbuhan anakan yang suka naungan 
(schyophyta, misalnya jenis-jenis anggota
Dipterocarpaceae) 
- sistem silvikultur (tropical shelter-wood system) 
penangkaran liana (pembebasan)/tebang penerang 
(6). Protocoperasi (+,-) 
Kedua jenis individu yang berinteraksi mendapat 
keuntungan tetapi bukan merupakan keharusan untuk 
saling berhubungan. contoh : Asosiasi lumut dengan 
keong air tawar 
- Lumut menggunakan zat hara dari keong 
- Keong ditumbuhi lumut sebagai perlindungan 
Protocoperasi merupakan awal evolusi sebelum 
mutualisme. 
(7). Mutualisme (+,+) 
Memberikan keuntungan kepada masing-masing jenis 
yang berinteraksi dan merupakan suatu keharusan untuk 
hidupnya, jika dipisahkan akan rugi. Contoh : 
- Mikoriza : asosiasi antara jamur dengan akar 
tumbuhan. Jamur merubah unsur-unsur sehingga 
tersedia dan dapat dihisap oleh akar tumbuhan, 
jamur mendapatkan makanan dari hasil fotosintesa 
inang. 
- Jenis mikoriza adalah: 
a) Ektotropik: di luar akar mis: Basidiomycetes 
b) Endotropik: di dalam akar mis: Phycomycetes 
c) Peritropik: sebagai mantel, contoh: Mikoriza
ekstra material 
Ektotropik : Micorhyza di bagian luar sel akar micelia 
fungi, misal pada Pinus strobus, Dipterocarpaceae, 
Eucalyptus. 
Endotropik: Micorhyza di bagian dalam sel akar micelia 
fungi, yakni hampir semua tanaman kecuali tanaman air. 
Peritropik: Micorhyza membentuk selubung mantel rongga 
yang mengelilingi akar, misal pada anakan spruce (Picea 
pungens). 
- Karena tanah Imtan Indonesia relatif miskin hara, 
maka banyak pohon-pohon hutan alam yang mengandung 
mikoriza. 
- Di hutan Cibodas 32% pohon-pohon yang ada mengandung 
mikoriza. 
- Mikoriza mengeluarkan enzim phosphatase 
- Manfaat mikoriza 
a) penyerapan unsur hara meningkat terutama Phospor 
b) mencegah infeksi perakaran mempertinggi daya 
tahan kekeringan akar lebih lama hidup 
(memproduksi hormon penumbuh). 
- Nodul Akar : gejala pembengkakan akar berupa bintil 
akar sebagai akibat sirnbiosis mutualisme antara 
bakteri (rhizobium/aktinomisetes) dengan suatu akar 
tumbuhan tertentu.
Bakteri rhizobium adalah pengikat N tumbuhan 
mendapatkan Nitrogen, rhizobium mendapatkan karbohidrat 
berdasarkan jenis tanaman dengan mikroba pembentuk 
nodul, maka ada tiga bentuk simbiosa: 
1. Legume, (rhizobium) 
(Albizia, Akasia, Leucoem -» Leguminosae) tidak 
semua legum berasosiasi dengan rhizobium 
Leguminosae 
Mimosaceae 
Caesalpiniaceae 
Papilionaceae 
2. Non Legume, (rhizobium) 
(Trema, pnrasponia} 
3. Non Legume, (Aktinomisetes) (Frankia) 
(Casuarina, Podocarpus) 
- Keuntungan adanya nodul akar: 
Jarang 
1. Tanaman inang bisa hidup pada tanah miskin N 
2. Dapat meningkatkan kesuburan tanah 
3. Memungkinkan tanaman tumbuh setelah tanaman 
legume 
Hewan Hutan, berperan besar dalam pembiakan tanaman, 
misal beberapa jenis pohon dalam pembuahan dan 
penyerbukan biji/benih tergantung pada hewan tertentu : 
serangga, burung, kelelawar, babi hutan, musang, dll. 
Tetapi hewan juga bisa merusak tanaman (hama) dan 
penular penyakit pada tanaman.
IV. DINAMIKA MASYARAKAT TUMBUH-TUMBUHAN (SUKSESI) 
A. Pengertian Suksesi (Sere) 
Spurr (1964), mengatakan bahwa suksesi merupakan 
proses yang terjadi secara terus-menerus yang ditandai 
oleh perubahan vegetasi, tanah dan iklim dimana proses 
ini terjadi. Sedangkan Costing (1956), menyatakan bahwa 
perubahan-perubahan bertahap atau proses suksesi ini 
berlangsung karena habitat tempat tumbuh masyarakat 
tumbuhan mengalami modifikasi oleh beberapa daya 
kekuatan alam dan aktivitas organisme berupa perubahan-perubahan 
terhadap tanah, air, kimia dan lain-lain. 
Perubahan masyarakat tumbuhan dimulai dari 
tingkat pionir sederhana sampai pada tingkat klimaks, 
dalam hal ini tumbuhan pioner merubah habitatnya 
sendiri sehingga cocok untuk species baru, keadaaan ini 
berlangsung terus hingga tingkat klimak tercapai 
(Clements, 1923; halle, 1.97G; Clark, 1954, Ewuse, 
1980). 
Tentang adanya perubahan habitat, dinyatakan 
bahwa komunitas pertama akan merubah keadaan tanah dan 
iklim mikro. Dengan demikian memungkinkan masuknya 
species kedua yang menjadi dominan dan mengubah keadaan 
lingkungan dengan cara mengalahkan species yang pertama 
dan hal ini memungkinkan masuknya species yang ketiga, 
demikian seterusnya sampai tingkat klimaks tercapai 
(Whittaker, 1970; Odurn, 1970; Whitmore,1975)
Secara singkat suksesi adalah suatu proses 
perubahan komunitas tumbuh-tumbuhan secara teratur 
mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks 
di suatu tempat tertentu 
Komunitas klimaks adalah komunitas yang berada 
dalam keadaan keseimbangan dinamis dengan 
lingkungannya. Sedangkan tingkat sere adalah setiap 
tingkat/tahap dari sere, dan komunitas sere adalah 
setiap komunitas tumbuhan yang mewakili setiap tingkat 
sere. 
Species klimak adalah suatu species yang berhasil 
beradaptasi terhadap suatu habitat sehingga species 
tersebut menjadi dominan di habitat yang bersangkutan. 
S. Faktor Penyebab Suksesi 
1. Faktor Iklim 
- fluktuasi kondisi iklim yang tidak konsisten 
- kekeringan 
- radiasi yang kuat 
- dan lain-lain yang merusak vegetasi sehingga 
terjadi suksesi. 
2. Faktor Topografi/Edafis 
Faktor ini berkaitan dengan perobahan dalam 
tanah. Ada 2 faktor penting yang berkaitan dengan tanah 
yang membawa perobahan habitat, yaitu: 
a. Erosi tanah, yaitu suatu proses hilangnya lapisan
permukaan tanah oleh angin, aliran air dan hujan. 
b. Deposisi tanah, yaitu proses pengendapan/ 
penimbunan tanah oleh angin, longsor, glacier atau 
turunya salju di suatu tempat. 
3. Faktor biotik penyebab rusaknya vegetasi yang 
mengakibatkan suksesi adalah : 
- penggembalaan 
- penebangan 
- deforestasi 
- hama dan penyakit 
- perladangan 
- dan lain-lain 
C. Tipe-tipe Suksesi 
1. Hidrosere 
Hidrosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di 
habitat air atau basah". 
2. Halosere 
Halosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di 
tanah/air masin. 
3. Xerosere 
Xerosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di 
habitat kering. Tumbuhan pionirnya berupa lumut 
kerak,bakteria,dan ganggang. 
4. Psammosere 
Psammosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi
di habitat berpasir. 
5. Lithosere 
Lithosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di 
permukaan batuan. 
6. Serule 
Serule adalah miniatur suksesi mikroorganisme 
bakteri, jamur, dll) pada pohon yang mati, kulit 
pohon, dll. 
D. Tahab-tahab Suksesi 
Shukla dan Chandel (1932) mengemukakan 
sembilan macam tahapan dalam proses suksesi, 
yaitu: 
1. Nudation : terbukanya vegetasi penutup tanah 
(terbentuknya tanah kosong). 
2. Migrasi : cara-cara dimana tumbuhan sampai 
pada daerah tersebut di atas. 
Biji-biji tumbuhan sampai pada 
daerah tersebut di atas mungkin 
terbawa angin, aliran air, 
mungkin pula melalui tubuh hewan 
tertentu. 
3. Ecesis : proses perkecambahan, 
pertumbuhan, berkembang biak dan 
menetapnya tumbuhan baru 
tersebut. Sebagai hasil ecesis 
individu-individu species tumbuh
mapan di suatu tempat 
(established). 
4. Agregation : sebagai hasil dari ecesis, 
individu-individu dari suatu 
jenis berkembang dan menghasilkan 
biji, maka biji-biji tersebut 
akan tersebar pada areal yang te 
rbuka di sekelilingnya sehingga 
tuinbuh berkelompok 
(beragregasi).Ecesis dan agregasi 
merupakan invasi species 
tersebut. 
5. Evolution of community relationship : merupakan 
suatu proses apabila daerah yang 
kosong ditempati species-species 
yang berkoloni. Species tersebut 
akan berhubungan satu sama lain-nya. 
Bentuk hubungan ini kemung-kinan 
akan mengikuti salah satu 
dari tipe eksploitasi, mutualisme 
dan co-existance. 
6. Invation : dalam proses koloni, biji 
tumbuhan telah beradaptasi dalam 
waktu yang relatif panjang pada 
tempat tersebut. Biji tumbuh dan 
menetap (penguasaan lahan oleh 
tumbuh-tumbuhan yang bersifat
agresif dan adaptif). 
7. Reaction : terjadinya perubahan habitat 
yang disebabkan oleh tumbuhan 
tersebut dengan merubah 
lingkungannya terutama dengan 
cara: 
a. Merubah sifat dan reaksi tanah 
b. Merubah iklim mikro 
Reaksi merupakan proses yang 
terus menerus dan menyebabkan 
kondisi yang cocok bagi species 
yang telah ada dan lebih cocok 
pada individu yang baru. Dengan 
demikian reaksi memegang peranan 
penting dalam pergantian species. 
8.Stabilization: kompetisi dan reaksi berlangsung 
terus menerus ditandai dengan 
perubahan lingkungan yang 
mengakibatkan struktur vegetasi 
berubah. Dalam jangka waktu lama 
akan terbentuk individu yang 
dominan dan perubahan yang 
terjadipun relatif kecil 
disamping iklim mempunyai peranan 
penting dalam membatasi proses 
ini menjadi stabil. Dengan 
perkataan lain, stabilisasi
merupakan suatu proses dimana 
individu-individu tumbuhan mantap 
tumbuh di suatu habitat tanpa 
banyak dipengaruhi oleh 
perobahan-perobahan dalam habitat 
tersebat. 
9. Klimaks :setelah stabilisasi, pada tahap 
ini species yang dominan 
mempunyai keseimbangan dengan 
1ingkungannya, keadaan habitat 
dan struktur vegetasi relatif 
koristan karena pertumbuhan jenis 
dominan telah mencapai batas. 
E. Macam Suksesi 
Berdasarkan proses terjadinya terdapat dua macam 
suksesi; 
1. Sukesesi primer (prisere) 
Suksesi primer adalah perkembangan vegetasi mulai 
dari habitat tak bervegetasi 
hingga mencapai masyarakat yang 
stabil dan klimaks. 
2. Suksesi sekunder (subsere) 
Suksesi sekunder terjadi apabila klimaks atau 
suksesi yang normal terganggu 
atau dirusak, misalnya oleh 
kebakaran, perladangan,
penebangan, penggembalaan, dan 
kerusakan-kerusakan lainnya. 
F. Faham-fahara tentang Klimaks 
1. Faham Monoklimaks (Costing, 1956) 
Beranggapan bahwa pada suatu daerah iklim hanya 
ada satu macam klimaks yaitu suatu formasi yang 
paling metaphysic. Jadi klimaks boleh dikatakan 
suatu pencerminan keadaan iklim. Disamping itu 
iklim sebagai faktor yang paling stabil dan 
berpengaruh, terdapat pula faktor-faktor lain 
atau profaktor-profaktor, seperti faktor tanah, 
biotis dan fisiografi. Profaktor-profaktor ini 
menyebab-kan terbentuknya proklimaks-proklimaks 
sebagai berikut : 
a. Subklimaks terjadi apabila perkembangan 
vegetasi terhenti di bawah tingkat terakhir, 
dibawah klimaks, sebagai akibat faktor-faktor 
bukan iklim, misalnya karena keadaan geografi 
seperti keadaan di Pulau Krakatau. 
b. Proklimaks Posklimaks, apabila pembentukan 
klimaks menyimpang dari tipe yang sewajarnya, 
misalnya sebagai akibat dari keadaan 
fisiografi. Keadaan yang lebih lembab dan 
lebih baik menghasilkan posklimaks, sedangkan 
keadaan yang lebih kering dan kurang baik 
menghasilkan proklimaks.
c. Disklimaks, terjadi sebagai akibat beberapa 
gangguan sekunder yang menyebabkan tak dapat 
berkembang lagi ke arah klimaks karena keadaan 
tempat tumbuh amat berubah menjadi buruk, 
misalnya terhenti pada tingkat semak belukar 
2. Faham Polyklimaks(Braun-Blanquet, 1932) 
Beranggapan bahwa tidak hanya iklim yang dapat 
menumbuhkan klimaks. Bagi penganut faham kedua ini 
ada beberapa macam kilmaks: klimaks iklim, klimaks 
edafis, klimaks fisiografis, klimaks kebakaran dan 
sebagainya. 
3. Teori Informasi 
Merupakan faham terbaru yang dikembangkan oleh 
margalef (1968) dan Odum (1969). Pada tahap 
klimaks komunitas tersebut mempunyai informasi 
maksimum dan entrophy maksimum. Enthrophy adalah 
jumlah energy yang tidak terpakai dalam suatu 
sistem ekologi 
Menurut faham monoklimaks misalnya dapat dibuat bagan 
suksesi primer sebagai berukut:
KLIMAKS 
HUTAN HUJAN 
TANAH RENDAH 
Hutan payau 
Bruguiera-Xylocarpus 
Hutan 
Neonauclea-Ficus 
Hutan payau 
Rhizopora-Bruguiera 
Hutan 
Ficus - Macaranga 
Hutan payau 
Avicennia 
Vegetasi rumput 
Neyraudia-Saccaharum 
Vegetasi cryptogamae 
HYDROSERE PADA 
LUMPUR PAYAU 
XEROSERE PADA 
TUF BATU KEMBANG 
Kalau kita bandingkan keadaan umum jalannya suksesi 
primer (prisere) dengan suksesi sekunder (subsere), 
dapat dibuat bagan sebagai berikut: 
Gangguan 
Vegetasi 
terganggu 
Vegetasi klimaks hutan 
Vegetasi perdu pohon 
Vegetasi semak belukar 
Vegetasi rumput-herba 
semak kecil 
Vegetasi cryptogamae 
Permukaan 
“tanah telanjang” 
P 
RI 
SERE 
S 
UB 
SERE
V. KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN 
A. Beberapa Pengertian yang Harus Dipahami dalam 
Klasifikasi 
1. Vegetasi adalah Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam 
arti luas. 
2. Formasi hutan adalah satuan vegetasi hutan yang 
terbesar. 
Perbedaan formasi hutan di trcpika disebabkan 
oleh: 
- Perbedaan iklim. 
- Fisiognom.i (struktur) hutan 
- Perbedaan habitat 
- Suksesinya. 
3. Asosiasi adalah satuan-satuan di dalam formasi 
hutan yang diberi nama menurut pohon jenis 
dominan. Oleh karena itu, Asosiasi adalah satuan 
dasar dalam klasifikasi. Asosies adalah istilah 
lain untuk asosiasi, dimana satuan ini berada 
dalam hutan yang mengalami suksesi sekunder. 
4. Asosiasi konkrit adalah bagian dari asosiasi hutan 
yang betul-betul diselidiki dan diketahui 
komposisi jenis pohonnya. 
Asosiasi hutan yang berlainan komposisinya tetapi 
memiliki fisiognomi yang sama, digolongkan menjadi 
formasi hutan. 
5. Subspecies, varietas, ekotype merupakan variasi-variasi 
dalam species dalam taksonomi tumbuhan.
6. Varian adalah variasi-variasi di dalam asosiasi 
hutan. 
7. Asosiasi segregat adalah varian-varian di dalam 
hutan campuran yang disebabkan oleh adanya jenis-jenis 
pohon yang lebih berkuasa (dominan) daripada 
yang lain. 
8. Konsosiasi adalah varian yang dikuasai oleh satu 
jenis pohon saja. Sedangkan konsosies adalah 
varian di dalam suatu hutan yang mengalami sub-sere/ 
suksesi sekunder. 
9. Fasiasi adalah varian yang disebabkan oleh 
perbedaan topografi. 
10.Losiasi adalah varian yang disebabkan oleh 
perbedaan edafis. 
11.Ekoton adalah daerah peralihan yang sering 
dijumpai apabila ada dua atau lebih type atau 
asosiasi vegetasi yang letaknya berbatasan. 
3. SISTEM-SISTEM KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN TROPIKA 
Ada dua cara pendekatan di dalam klasifikasi 
vegetasi: 
1. Menetapkan dahulu satuan yang besar, kemudian 
mengadakan pemisahan berdasarkan sifat-sifat yang 
berbeda. Contoh : klasifikasi Schimper(1898) dan 
Burtt Davy (1938). 
2. Dimulai dengan memisahkan satuan yang kecil, 
kemudian menggolongkan ke dalam satuan yang lebih
besar. Contoh : klasifikasi oleh Beard (1944), 
dan Richard et. al. (1933) . 
Adanya bermacam-macam sistem klasifikasi 
disebabkan : 
karena perbedaan kriteria yang digunakan, antara lain: 
"Sistem Klasifikasi Fisiognomis, Ekologis, Fisiognomis- 
Ekologis, Floristis, Fisiognomis-Floristis, Geografis- 
Ekologis. 
Menurut Aichinger, pada klasifikasi vegetasi, 
kriteria pertama yang digunakan adalah fisiognomi, 
selanjutnya floristik, geografi tumbuhan, ekologi, 
syngenesisi, dan pengaruh manusia. 
Menurut Fosberg (1958), klasifikasi vegetasi yang 
rasional harus didasarkan kepada kriteria : 
(1) Fisiognomi (rupa vegetasi, bentuk umum vegetasi) . 
(2) Struktur vegetasi (susunan komponen di dalam 
ruang, stratifikasi, jarak, dimcnsi). 
(3) Fungsi (sifat-sifat phenothypik yang menyatakan 
adaptasi terhadap keadaan lingkungan). 
(4) Komposisi susunan floristik 
(5) Dinamika suksesi atau perubahan dengan perbedaan 
lingkungan. 
(6) Riwayat vegetasi.
C. Berbagai Macam Sistem Klasifikasi Vegetasi Hutan 
C.I. Klasifikasi Ekosistem Menurut Van Steenis 
Van Steenis (1957) dalam Soerianegara dan 
Indrawan (1934), telah mengemukakan dan membahas tipe-tipe 
vegetasi yang dijumpai di Kepulauan Indonesia 
dan wilayah sekitarnya. 
Cara penetapan dan pembagian formasi-formasi 
hutan di dalam sistem ini, yang disebut sistem 
alami, didasarkan atas perbedaan iklim basah dan 
bermusim, perbedaan edafis, dan perbedaan altitudinal. 
Forrnasi-formasi hutan yang ditentukan dalam 
sistem ini adalah : 
I. IKLIM BASAH 
Kadang-kadang selalu tergenang 
Air asin (laut), dipengaruhi pasang surut : 
........................ 1. Mangrove 
Air tawar (hujan, sungai) , diam : 
Eutrofik ............... 2. Hutan rawa 
oligotropik ............ 3. Hutan gambut 
Air tawar (tepi sungai), deras: 
........................ 4.Vegetasi Rheofit 
Tanah Kering 
Pantai 
........................ 5. Vegetasi pantai
Pedalarnan hingga batas pohon (timber line) 
Tanah podsol kuarsa, dataran rendah : 
.................. 6 . Vegetasi tanah 
kuarsa 
Tanah kapur, dataran rendah : 
.................. 7 . Vegetasi tanah 
kapur 
Jenis- jenis tanah lain 
Elevasi 2 - 1000 m .... 8. Hutan Hujan Tropika 
Elevasi 1000-2400 m ... 9. Hutan Hujan Pegunungan 
Elevasi 2400-4150 m .. 10. Hutan Hujan Sub-alpin 
II. IKLIM BERMUSIM 
Elevasi di bawah 1000 m 
................. 11 . Hutan Musim 
(monsoon) Dataran 
Rendah 
Elevasi di atas 1000 m 
................. 12 . Hutan Musim 
Pegunungan . 
C.2. Klasifikasi Vegetasi Dunia Menurut Unesco 
Unesco (1973), telah melakukan klasifikasi dan 
pembuatan peta vegetasi secara menyeluruh. Kategori 
klasifikasi adalah unit-unit vegetasi, termasuk formasi zonal 
dan azonal serta formasi-formasi yang telah berubah lainnya. 
Dasar umum klasifikasi vegetasi dunia ini memakai sistem
floristik, klasifikasi selanjutnya didasarkan terutama pada 
sifat-sifat fisiognomi struktural dan sifat-sifat ekologi yang 
digabungkan dengan vegetasi natural dan semi natural sebagai 
tambahan. 
Menurut klasifikasi ini, vegetasi dunia dibedakan 
menjadi enam tingkatan, dari tingkatan tertinggi sampai kelas 
terendah, yaitu : Kelas Formasi (Formation Class), Sub-kelas 
Formasi (Formation Subclass), Kelompok Formasi (Group 
Formation), Formasi (Formation), dan Subdivisi (Subdivisions). 
Kelas Formasi sebagai tingkatan tertinggi, membagi 
vegetasi menjadi lima bagian. Pembagian ini berdasarkan kepada 
struktur tegakan, dalam hal ini penutupan kanopi tegakan 
(tajuk-tajuk pohon), tingkatan vegetasi (pohon atau semak 
belukar); dan habitus veqetasi (berkayu atau herba). 
Kelas formasi pertama adalah Closed forest (hutan 
tertutup) adalah hutan-hutan yang mempunyai kanopi 
tertutup, dimana tajuk-tajuk pohon saling mengisi. Tinggi 
pohon paling rendah 5 m, kecuali untuk pohon, yang belum 
dewasa atau masa reproduksi kurang dari 5 m. 
Kelas Formasi Woodland (tegakan terbuka) terdiri dari 
pohon-pohon dengan ketinggian paling rendah 5 m, penutupan 
tajuk paling rendah 40%. Penutupan tajuk dikatakan 40% jika 
jarak antara dua tajuk pohon sama dengan jari-jari sebuah 
tajuk pohon. 
Kelas Formasi Scrub (semak belukar) kebanyakan dari 
jenis-jenis phanerophytes berkayu, tinggi antara 0.5 m sampai 
5 m. Dibedakan atas semak individu-individunya tidak saling
bertautan, misalnya rumput-rumputan, sedangkan belukar saling 
bertautan. 
Kelas Formasi dwart-scrub dan Related Communities 
(semak-semak kecil dan komunitas kerabat lainnya), sering 
disebut formasi rumput-rumputan, tinggi jarang yang melebihi 
50 cm. Berdasarkan kepadatannya dibedakan atas Dwart Shrub 
thicket (cabang-cabangnya saling bertautan), Dwart Shrubland 
(individu-individu saling terpisah atau dalam rumpun-rumpun), 
dan Formasi Cryptogamic dengan semak-semak kecil. 
Kelas Formasi terakhir adalah Herbaceous vegetation 
(vegetasi herba). Ada dua tipe besar dari vegetasi ini, yaitu 
graminoid dan forbs. Termasuk graininoid adalah semua rumput 
herba dan tanaman rumput-rumputan seperti Carex sejenis alang-alang), 
Juncus (sejenis tebu) dan sebagainya. Forbs adalah 
tanaman herba daun lebar seperti Helianthus (bunga matahari), 
Trifolium dan sebagainya. 
Dasar pembagian kelas formasi menjadi subkelas formasi 
adalah keadaan daun (evergreen, decidous, dan xeromorphic), 
ukuran vegetasi, dan tempat hidup (habitat). Pengertian 
evergreen adalah kanopi hutan tidak pernah tanpa daun hijau 
(selalu hijau), walaupun ada pohon-pohon secara individu 
mungkin menggugurkan daun. Kebalikan dari evergreen, pohon-pohon 
decidous menggugurkan daun secara simultan apabila 
berhubungan dengan musim yang tidak menguntungkan. sedangkan 
xeromorphic adalah vegetasi yang khas daerah kering, seperti 
phanerophyties, hemicytophties, geophyties. dengan daun atau 
batang kadang-kadang sukulen.
Selanjutnya, Subkelas Formasi dibagi menjadi kelompok-kelompok 
formasi (Group Formation) berdasarkan antara lain : 
tempat atau garis 1intang (tropik, sub-tropik, temperate, 
subpolar, dan lain-lain), keadaan daun (evergreen, decidous, 
semi decidous), bentuk daun (daun jarum atau lebar), dan 
kombinasi sifat-sifat di atas. Sedangkan formasi-formasi hutan 
dibentuk berdasarkan antara lain : ketinggian tempat (lowland 
dan montane), jenis tanah (alluvia), keadaan habitat (swamp, 
bog, desert), bentuk tajuk, bentuk daun, dan sebagainya. 
Di bawah ini diberikan bagan klasifikasi vegetasi 
menurut Unesco (1973) secara global. 
I. CLOSED FOREST 
A. EVERGREEN 
1. Tropical Ombrophilous Forest (Tropical Rain 
Forest) 
2. Tropical and Subtropical Evergreen Seasonal 
Forest 
3. Tropical and Subtropical Semi Decidous Purest 
4. Subtropical Ombrophilous Forest 
5. Mangrove Forest 
6. Temperate and Subpolar Evergreen Ombropuilous 
Forest 
7. Temperate Evergreen Seasonal Broad heaved 
Forest 
8. Winter-Rain Evergreen Sclerophykous Forest 
9. Tropical and Subtropical Evergreen Needle-Leaved 
Forest
10.Temperate and Subpolar Evergreen Needle-Leaved 
Forest 
B. DECIDUOUS 
1. Tropical and Subtropical Drought-Deciduous 
Forest 
2. Cold-Deciduous Forest with Evergreen Trees (or 
Shrubs) Admixed 
3. Cold-Deciduous Forest without Evergreen Trees 
C. XEROMORPHIC 
1. Sclerophyllous-Dominated Extremely Xero-morphic 
Forest 
2. Thorn-Forest 
3 . Mainly Succulent Forest 
II. WOODLAND 
A. EVERGREEN 
1. Evergreen Broad-Leaved Woodland 
2. Evergreen Needle-Leaved Woodland 
3. Cold-Deciduous Woodland without Evergreen 
Trees 
B. XEROMORPHIC 
1. Sclerophyllous-Dominated Extremely Xeromorphic 
Woodland 
2. Thorn-Woodland
3. Mainly Succulent Woodland 
III. SCRUB 
A. EVERGREEN 
1. Evergreen Broad-Leaved Shrubland 
2. Evergreen Needle-Leaved and Microphylous 
Shrubland 
B. DECIDUOUS 
1. Drought-Deciduous Scrub with Evergreen Woody 
Plants Admixed 
2. Drought-Deciduous Scrub eithout Evergreen 
Woody Plant Admixed 
3. Cold-Deciduous Scrub 
C. XEROMORPHIC 
1. Mainly Evergreen Subdesert Shrubland 
2. Deciduous Subdesert Shrubland 
IV. DWARF-SCRUB AND RELATED COMMUNITIES 
A. EVERGREEN 
1. Evergreen Dwarf-Shurb Thicket 
2. Evergreen Dwarf-Shrubland 
3. Mixed Evergreen Dwarf-Shrub and Herbaceous 
Formation.
B. DECIDUOUS 
1. Facultatively Drought-Deciduous Dwarf-Thicket 
2. Obligatory, Drought-Deciduous Dwarf-Thicket 
3. Cold-Deciduous Dwarf-Thicket 
C. XEROMORPHIC 
1. Mainly Evergreen Subdesert Dwart-scrub 
2. Deciduous Subdesert Dwarf-Scrub 
D. TUNDRA 
1. Mainly Bryophyte Tundra 
2. Mainly Lichen Tundra 
E. MOSSY BOG FORMATIONS WITH DWARF-SHRUB 
1. Raised Bog 
2. Non-Raised Bog 
V. HERBACEOUS VEGETATION 
A. TAIL GRAMINOID VEGETATION 
B. MEDIUM TALL GRASSLAND 
C. SHORT GRASSLAND 
D. FORB VEGETATION 
E. HYDROMORPHIC FRESH-WATER GRASSLAND 
C.3. Klasifikasi Ekosistem Menurut Kartawinata 
Kartawinata telah membuat bagan unit-unit 
ekosistem atau tipe-tipe ekosistem darat dan rawa yang
ada di Indonesia. Tipe ekosistem dianggap unit-unit 
yang paling kecil dan dibentuk berdasarkan fisiognomi 
(kenampakan) struktur dan takson (unit taksonomi) yang 
khas atau dominan dari vegetasi yang dikombinasikan 
dengan faktor-faktor iklim dan ketinggian dari 
permukaan laut serta tanah. Faktor-faktor tidak 
dimasukkan karena datanya kurang, lagipula perincian 
ekositem dengan ciri-ciri vegetasi dan lingkungan dapat 
dianggap cukup. Berdasarkan komposisi jenis masing-masing 
tipe ekosistem dapat saja terdiri dari unit-unit 
yang lebih kecil. Ekosistem hutan kerangas, misalnya, 
mungkin tersusun dari unit komunitas Combretocarpus- 
Dactylocladus dan Tristania-Cratoxylum. 
Menurut Klasifikasi Kartawinata (1976) ini, ada 
tiga tingkatan klasifikasi, yaitu : Bioma, Subbioma, 
dan Tipe Ekosistem. Bioma dapat pula disebut sebuah 
ekosistem yang merupakan unit komunitas terbesar yang 
mudah dikenal dan terdiri atas forrnasi vegetasi dan 
hewan serta mahluk hidup lainnya, baik yang sudah 
mencapai fase klimaks maupun yang masin dalam fase 
perkembangan. Di Indonesia dapat dikenal beberapa 
bioma, yaitu : (a) Hutan Hujan, (b) Hutan Musim, (c) 
Savana, (d) Padang Rumput. Unit-unit ekosistem ini 
masih terlalu besar untuk digunakan dengan maksud-maksud 
khusus, sehingga memerlukan pembagian yang lebih 
kecil lagi. 
Pembagian Bioma menjadi Subbioma didasarkan kepada
keadaan iklim, misalnya, untuk Hutan Hujan dibedakan 
antara Hutan Hujan Tanah Kering dan Hutan Hujan Tanah 
Rawa (permanen atau musiman). Sedangkan pembagian 
Tipe-tipe Ekosistem sebagai unit yang paling kecil 
dibentuk berdasarkan struktur fisiognomi, faktor-faktor 
iklim, ketinggian dari permukaan laut, dan jenis tanah. 
Klasifikasi Ekosistem menurut Kartawinata tertera dalam 
Tabel 1, berikut.
Tabel 1. Satuan - satuan Ekosistem di Indonesia 
Bioma Subbioma Tipe Ekosistem 
Nama Iklim Nama Nama 
Ketinggian 
dpl (m) 
Suhu 
rata-rata 
(0) 
Q Tanah Takson/khas/umum/dominan 
1. Hutan Hujan Selalu basah 
sampai kering 
tengah-tahun Q 
< 60.0 
1. Hutan 
hujan tanah 
kering 
1. hutan 
non- 
Dipterocarp 
aceae 
< 1000 26-21 <33.3 Podsolik merah 
kuning,Latosol 
Anacardiaceae, Annonaceae, 
Burseraceae, 
Ebenaceae,Euphorbiaceae, 
Gutiferae, Lauraceae, 
Leguminosae, Moraceae, 
Muristicaceae, palmae, 
Sapindaceae, 
Sterculiaceae, dsb 
2. Hutan 
Dipterocarp 
aceae 
campuran 
< 1000 26-21 <33.3 Podsolik merah 
kuning,latosol 
Dipeterocarpaceae 
(Dipterocarpus, 
Dryobalanops, Hopea, 
Shorea, Vatica) 
3. Hutan 
Agathis 
campuran 
< 2500 26-13 <60.0 Podsolik merah 
kuning,latosol,p 
odsol 
Agathis sp 
4. Hutan 
Pantai 
< 5 ± 6 <60.0 Regosol Barringtonia asiatica, 
Calophylum inophylum, 
Casuarina equisetifolia, 
Hernandia peltata, 
Terminalia catappa, 
Guettarda speciosa, 
Pandanus tectorius, dsb 
5. Belukar < 1000 26-21 <60.0 Podsolik merah 
kuning,latosol,p 
odsol 
Macaranga, Mallotus, 
Vitex, Trema, Melastoma, 
enduspermum, dsb 
6. Hutan 
Fagaceae 
1000-2000 21-26 <14.3 Andosol, regosol 
pada abu gunung 
Castanopsis, Lithocarpus, 
Quercus, Engel hardia, 
Podocarpus, 
Altingia,Magnoliaceae, 
Phyllociadus,Dacrydium 
7. Hutan 
Casuarina 
1000-2000 21-11 <60.0 Andosol,Regosol, 
Litosol 
Casuarina junghuhniana
Tabel 1. Lanjutan 
Bioma Subbioma Tipe Ekosistem 
Nama Iklim Nama Nama 
Ketinggian 
dpl (m) 
Suhu 
rata-rata 
(0) 
Q Tanah Takson/khas/umum/dominan 
2. Hutan 
Hujan tanah 
rawa 
(permanen 
atau musiman) 
8. Hutan 
pinus 
700-1000 23-18 <60.0 Andosol, Regosol, 
Litosol 
Pinus merkusii 
9.Hutan 
Nothofagus 
1000-3000 21-11 <14.3 Regosol, Litosol Nothofagus spp. 
10. Hutan 
Ericaceae 
1500-2400 18-23 <14.3 Andosol, regosol 
Rhodendron, Vaccinium, 
Styphella coprosma, Anaphalia, 
dsb 
11.Hutan 
Araucaria 
1500-3000 18-11 <14.3 Regosol, Litosol Araucaria cuninghamii 
12. Hutan 
konifer 
2400-4000 13-6 - Litosol, regosol Podocarpus papuanus, 
Libocedrus, Dacrydium, 
Phyllocladus 
13. semak 4000 < 6 - Litosol Rhodendron, Vaccinium, 
Styphella coprosma, Anaphalia, 
dsb 
14. Hutan 
rawa 
< 100 ± 26 <33.3 Organosol,aluvial Barringtonia 
asiatica,Camnosperma,Cocceras, 
Alstonia,Gluta 
rengas,Lophopetalum, Mangifera 
gedebe,Pentaspadon 
metleui,Metroxylon, Pandanus 
15.Hutan rawa 
gambut 
< 100 ± 26 <60.0 Organosol Calophylum,Combretocarpus 
rotundatus,Cratoxylon 
glaucum,Durio 
carinatus,tetramerista 
glabra,Tristania,Pholidocarpus 
,Melanorrhoea,Pandanus,Paraste 
mon,Agathis,Shorea 
belangeran,dsb 
16.Hutan rawa 
gambut 
< 1000 26-23 <60.0 Podsol Dactyloccladus,Tristania 
obovata,Shorea 
belangeran,Dacridium 
clatum,Cratoxylum 
glucum,Combretocarpu 
rotundus,Calophylum,dsb 
17.Hutan 
Melaleuca 
< 100 ± 26 < 60.3 Organosol,Aluvial Melaleuca leucadendron
Tabel 1. Lanjutan 
Bioma Subioma Tipe Ekosistem 
Nama Iklim Nama Nama 
Ketinggian 
dpl (m) 
Suhu 
rata-rata 
(0) 
Q Tanah Takson/Khas/Umum/Dominan 
18. Hutan 
Payau 
(Mangrove) 
< 5 ± 26 <60.0 Aluvial Rhizophora, Bruguiera, 
Avicennia,Sonneratia,dsb 
II. Hutan Musim Sangat kering 
tengah tahun: 
Q>60.0 (tipe D-F); 
curah hujan 
per tahun;700- 
2900 mm 
3. Hutan 
Musim 
19. Hutan 
musim gugur 
< 800 >22 >60.0 Mediteran merah 
kuning,Renzina 
Regosol,Litosol 
Protium javanicum,Tectona 
grandis,Swietenia 
macrophylla,Pterocarpus Garuga 
floribunda, Eucalyptus, Acacia 
cophioea, dsb 
20. Hutan 
Musim selalu 
hijau 
(Dryever-green) 
< 1200 >20 >60.0 Mediteran merah 
kuning,Renzina 
Regosol,Litosol 
Schleicera oleaosa, Schoutenia 
ovate,Tamarindus 
indica,Albizia chinensis, dsb 
III. Savana Selalu basah 
sampaisangat 
kering tengah 
tahun; Q=0-300 
(tipe A-F);curah 
hujan per tahun 
700-7100 mm 
4. Sabana 21.Sabana 
pohon-pohon 
dan palma 
< 900 >22 >60.0 Mediteran merah 
kuning,Renzina 
Regosol,Litosol 
Borassus,Corypha,Acacia, 
Eucalyptus,Casuarina, 
Heterophagon 
22.Sabana 
Casuarina 
1500-2400 18-13 <60.0 Andosol,Regosol, 
Litosol 
Casuarina, Pennistum,dsb 
IV. Padang rumput Selalu basah 
samapai sangat 
kering tengah 
tahun;Q=0-300 
(tipe A-F);curah 
hujan per tahun 
700-7100 mm 
5. Padang 
rumput Iklim 
basah 
23. Padang 
rumput tanah 
rendah 
< 1000 26-21 <60.0 Podsolik merah 
kuning,Latosol, 
Litosol 
Imperata cylindrical, 
Saccharum spontaneum, Themeda 
vilosa, dsb 
24. Rawa 
rumput dan 
terna tanah 
rendah 
< 100 ± 26 <60.0 Organosol, Aluvial Panicumstangineum,Phragintes 
karka,Scirpus,Cyperus,Cladium, 
Fimbristylis,Eguisetum,Monocho 
ria ischaemum, Eichornia 
crassipes, dsb 
25.Padang 
rumput 
pegunungan 
1500-2400 18-23 <60.0 Andosol,Regosol, 
Litosol 
Festuca,Agrostis,Themeda, 
Cymbopogon,Ischeum, Imperata 
cylindrica, dsb
Tabel 1. Lanjutan 
Bioma Subioma Tipe Ekosistem 
Nama Iklim Nama Nama 
Ketinggian 
dpl (m) 
Suhu 
rata-rata 
(0) 
Q Tanah Takson/Khas/Umum/Dominan 
26.Padang 
rumput berawa 
gunung 
1500-2400 18-23 <60.0 Regosol, Litosol Pragmites 
karka,Panicum,Machelina 
schipus, Cares, dsb 
27. Padang 
rumput alpin 
4000-4500 
(batas 
salju) 
< 6 - Litosol Deschamsia, Pesluca, 
Manostachya,Aulacolepis,Oreobo 
lus,Scirpus,Potentilia,Ranyneo 
lus,Epilobium,Spagnum, dsb 
28.Komunitas 
dan lumut 
kerak 
>4500 6 - Litosol Lumut-lumut kerak,Agrastis,dsb 
6. Padang 
rumput iklim 
kering 
29.Padang 
rumput iklim 
kering 
< 900 < 22 < 60.0 Mediteran merah 
kuning,Regosol, 
Litosol,Rensina 
Themedia,Heteropogon,dsb
C.4.Klasifikasi Tipe-tipe Hutan di Indonesia oleh 
Departemen Kehutanan 
Departemen Kehutanan dalam Vademecum (1976) telah 
mengklasifikasikan hutan di Indonesia berdasarkan 
keadaan iklim, edafis, dan komposisi tegakan. Faktor 
iklim menurut pembagian F.H. Schimidt dan J.H. Ferguson 
yang didasarkan pada nilai Q, yaitu persentase perban-dingan 
antara jumlah bulan kering dan jumlah bulan 
basah, sehingga diperoleh tipe-tipe iklim A, B, C, D 
dan seterusnya berturut-turut dari nilai Q yang 
terkecil sampai terbesar. Faktor iklim yang 
mempengaruhi pernbentukan vegetasi adalah temperatur, 
kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin. 
Tipe hutan yang pembentukannya sangat dipengaruhi 
oleh faktor iklim disebut Formasi Klimatis (Klimatic 
Formation). Termasuk kedalamnya, yaitu : Hutan Hujan 
(Tropical Rain Forest), Hutan Musim (Monsoon Forest), 
dan Hutan Gambut (Peat Forest). 
Hutan Nipa [Nipa Formation) dianggap sebagai 
suatu konsosiasi dari Hutan Payau atau Hutan Rawa 
tergantung kepada faktor edafis yang ada. 
Hutan Palma tanah rawa (Palm swamp forest.) 
dimana banyak terdapat jenis-jenis Phoenix atau 
Oncosperma dianggap sebagai suatu konsosiasi. 
Berikut diberikan bagan klasifikasi tipe-tipe 
hutan di Indonesia menurut Departemen Kehutanan : 
I. FORMASI KLIMATIS 
1. Hutan Hujan (Tropical Rain Forest) 
Ciri-ciri : iklim A atau B; jenis tanah latosol, 
aluvial, dan regosol; drainase baik,jauh dari 
pantai; dan tegakan selalu hijau. 
a. Hutan Hujan Bawah (0-1000 m dpl) 
Jenis pohon yanq dominan : famini
Dipterocarpaceae (Kalimantan dan Sumatera); 
Agathis, Ficus, Castanopsis (Jawa dan Husa 
Tenggara);Palaquium spp., Pometia pinnata, 
Diospyros spp. (Indonesia Timur) 
b. Hutan Hujan Tengah (1000-3300 m dpl) 
Quercus, Castanopsis, Nothofagus, dan jenis-jenis 
dari famili Magnoliaceae; Pinus merkusii 
(Aceh); Albizia montana, Casuarina (Jawa); 
Trema, Podocarpus imbricatus (Indonesia Timur) 
c. Hutan Hujan Atas (3300-4100 m dpl) 
Merupakan kelompok-kelompok yang terpisah-pisah 
oleh padang rumput atau belukar. Jenis-jenis 
pohon: Dacrydium, Podocarpus, 
Phyllocladus (Irian Jaya),Eugenia, dan 
Calophyl1um. 
2. Hutan Musim (Monsoon Forest) 
Ciri-ciri : iklim C atau D; gugur daun musim 
kemarau; terdapat 2 lapisan tajuk yang berbeda; 
dan banyak herba dan tumbuhan bawah. 
a. Hutan Musim Bawah (0-1000 m dpl) 
Jenis-jenis pohon : Tectona grandis, Acacia 
leucophloea, Albizia chinensis (Jawa); Euca-lyptus, 
Santalum album (Nusa Tenggara). 
b. Hutan Musim Tengah-Atas (1000-4100 m dpl) 
Casuarina junghuhniana (Jawa Tengah dan 
Timur); Eucalyptus (Indonesia Timur), Pinus 
merkusii (Sumatera). 
3. Hutan Gambut (Peat Forest) 
Ciri-ciri: iklim A atau B; tanah organosol; 
terletak anatar hutan hujan dan hutan rawa; 
selalu hijau dan banyak lapisan tajuk. 
Jenis-jenis : Alstonia spp., Palaquium spp., 
Dactylocladus; Eugenia spp., Gonystylus spp.
(khusus di Kalimantan dan beberapa daerah di 
Sumatera). 
II. FORMASI EDAFIS 
1. Hutan Rawa (Swamp Forest) 
Ciri-ciri: tidak terpengaruh iklim; selalu 
tergenang air tawar; terletak di belakang hutan 
payau; jenis tanah aluvial, selalu hijau; dan 
banyak lapisan tajuk. 
Jenis-jenis pohon: Xylopia spp., Palaquium 
leiocarpu/n, Campnoserma macrophylla, Garcinia 
spp., Canarium spp., Koompassia spp., dan 
Calophyllum spp.. 
2. Hutan Payau (Mangrove Forest) 
Ciri-ciri : daerah pantai dan selalu tergenang 
air laut; terpengaruh pasang surut; tidak 
terpengaruh iklim; tanah pasir, lumpur, dan 
lumpur berpasir; hanya satu stratum tajuk. Jenis-jenis 
Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora 
spp., Bruguiera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera 
3. Hutan Pantai (Littoral Forest) 
Ciri-ciri : di daerah kering pantai; tidak ter-pengaruh 
iklim; tanah pasir dan berbatu; terletak 
pada garis pasang tertinggi; dan banyak epifit. 
Jenis-jenis : Baringtonia speciosa, Terminalia 
catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tilia-ceua, 
Casuarina equisetifolia, Pisonia grandis. 
Disamping ini banyak terdapat Pandanus tectorius. 
Banyak terdapat epifit terutama paku-pakuan dan 
anggrek. Jenis-jenis pioner pada pantai berpasir 
diantaranya adalah Ipomea pescaprae dan 
Coccoloba.
C.5. Klasifikasi Ekosistem Makro di Sumatera Menurut 
Djamhuri 
Djamhuri et al. (1988) mengklasifikasikan 
ekosistem makro di Sumatera bersumber pada empat jenis 
data hasdl penelitian oleh pihak lain, yaitu : 
1. Peta Vegetasi di Sumatera berskala 1 : 1.000.000 
oleh Laumunier, Purnadjaja, dan Setiabudi (198S). 
2. Peta Tanah Eksploitasi Pulau Sumatera skala 1: 
2.500.000 oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1979) 
3. Peta Geologi Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000 oleh 
Direktorat Geologi Bandung (1965). 
4. Peta Agroklimat Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000 
oleh Oldeman (1973). 
Dengan demikian Djamhuri et al (1988) 
mengklasifikasikan ekosistem makro ini berdasarkan 
beberapa parameter, yaitu : keadaan habitat, arah 
fisiografi, ketinggian tanah, geologi (batu-batuan), 
iklim dan keadaan vegetasi. Hasil klasifikasi ekosistem 
makro ini disajikan dalam tiga buah peta tipe ekosistem 
makro di Sumatera berskala 1 : 1.000.000, yaitu Peta Tipe 
Ekosistem Makro Sumatera Bagian Utara, Peta Tipe 
Ekosistem Makro Sumatera Tengah, dan Peta Tipe Ekosistem 
Makro Sumatera Bagian Selatan.
Tabel Hasil Klasifikasi Ekosistem Makro di Indonesia 
IKLIM KEADAAN TANAH KETINGGIAN TIPE EKOSISTEM MAKRO 
I. BASAH 
(A,B) 
II.BERMUSIM 
III.KERING 
(E,F) 
Air asin, dipengaruhi 
pasang-surut 
Air tawar (hujan, sungai), 
diam 
Air tawar 
(sungai, danau) 
Pantai 
Pedalaman 
Air asin dipengaruhi 
pasang-surut 
Air tawar (hujan, 
sungai), diam 
Air tawar (sungai, 
Danau 
Pantai 
Pedalaman 
Air asin, dipengaruhi 
pasang-surut 
Air tawar (hujan, 
sungai), diam 
Air tawar 
(sungai, danau) 
Tanah Kering Pantai 
Pantai 
Eutropik 
Oligotropik 
< 1000 m 
1000–3000 m 
> 3000 m 
Tanah kadang-kadang/ 
selalu 
tergenang 
Tanah Kering 
< 1000 m 
> 1000 m 
Eutropik 
Tanah kadang-kadang/ 
selalu 
tergenang 
Tanah Kering 
Pedalaman 
Tanah kadang-kadang/ 
selalu 
tergenang 
Keterangan: 1) termasuk hutan Nipa (Nypa fruticans) dan Nibung (Oncosperma filamentosa) 
HUTAN MANGROVE1) 
HUTAN RAWA2) 
HUTAN GAMBUT 
AKUATIK 
HUTAN PANTAI 
HUTAN HUJAN BAWAH3) 
HUTAN HUJAN TENGAH4) 
HUTAN HUJAN BAWAH5) 
HUTAN MANGROVE1) 
HUTAN RAWA2) 
AKUATIK 
HUTAN PANTAI 
HUTAN MUSIM BAWAH 
HUTAN MUSIM TENGAH ATAS 
HUTAN MANGROVE 
HUTAN RAWA AKUATIK 
AKUATIK 
HUTAN PANTAI 
SABANA 
2) termasuk hutan sagu (Metroxylon sago) 
3) termasuk hutan kerangas (Heath Forest), vegetasi tanah kapur (Limestone) dan hutan Riparian (Riparian forest) 
4) termasuk hutan tegakan murni Pinus merkusii di Aceh 
5) termasuk hutan sub-alpin dan Alpin
VI. TEKNIK ANALISIS VEGETASI RUANG LINGKUP 
Dalam analisis vegetasi ada beberapa hal yang 
harus diperhatikan oleh seorang surveyor agar survey 
vegetasi yang dilakukan dapat memberikan data/informasi 
yang teliti dan dapat: dipertanggung jawabkan. Hal-hal 
tersebut adalah ukuran, jumlah dan bentuk petak contoh 
yang akan dipilih, cara meletakkan petak contoh, obyek 
yang akan diamati, parameter vegetasi yang akan diukur, 
dan akhirnya teknik analisis vegetasi yang akan 
digunakan. 
PETAK CONTOH VEGETASI 
Untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur 
komunitas tumbuhan umumnya dilakukan dengan sampling. 
Dalam hal ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, 
yaitu ukuran bentuk dan jumlah petak contoh, cara 
meletakkan petak, dan teknik analisa vegetasi yang 
harus digunakan. 
A. Ukuran, Jumlah dan Bentuk Petak 
Ukuran petak bergantung pada ukuran tumbuhan 
(semai, pancang, tiang, pohon), kerapatan tumbuhan dan 
keragaman jenis serta keheterogenan life-formnya. Dalam 
penentuan ukuran petak prinsipnya adalah bahwa petak 
harus cukup besar agar individu species yang ada dalam 
contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup 
kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung 
dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. 
Salah satu cara/metoda untuk menentukan 
ukuran/jumlah petak contoh adalah menggunakan kurva 
species area. Cara membuat kurva ini adalah sebagai 
berikut:
(1) Buat sebuah petak contoh (pc) berukuran 1 X 1 m 
atau sebuah lingkaran beradius 0.56 m. 
(2) Catat jumlah jenis dalam pc tersebut. 
(3) Buat pc kedua yang besarnya dua kali lipat pc 
pertama. Catat jumlah jenis pada pc kedua. 
(4) Buat pc ketiga dan seterusnya yang ukurannya 
masing-masing dua kali lipat pc sebelumnya. 
Catat jumlah jenis masing-masing pc tersebut. 
(5) Pembuatan pc dihentikan kalau penambahan jumlah 
jenis sekitar 10%. 
(6) Buat sumbu-X (luas petak contoh) dan sumbu-Y 
(jumlah jenis). 
(7) Buat suatu garis (misal garis m) yang melewati 
titik 0 (0,0) dan titik A dengan koordinat (10% 
luas petak contoh, 10% jumlah jenis). 
(8) Buat suatu garis (misal garis n) yang sejajar m 
yang menyinggung kurva species-area. Titik 
persinggungan tersebut diproyeksikan pada 
surnbu-X, sehingga didapat luas minimum petak 
contoh. 
Untuk menentukan jumlah petak contoh minimal, 
prose durnya sama dengan di atas, tetapi sebagai sumbu- 
X (absis) adalah jumlah petak contoh. 
Bentuk petak contoh sangat penting dalam 
memudahkan letak petak dan efisiensi sampling. Ada tiga 
bentuk petak contoh yaitu lingkaran, bujur sangkar, dan 
empat persegi panjang. Diantara bentuk-bentuk petak 
tersebut, bentuk lingkaran mempunyai ketelitian yang 
cukup tinggi dalam proses pernbuatannya. Petak bentuk 
lingkaran akan praktis kalau digunakan untuk komunitas 
rumput, herba dan semak-belukar. Sedangkan petak 
berbentuk persegi panjang akan lebih efisien daripada
petak berbentuk bujur sangkar dalam jumlah dan luasan 
yang sama, bila sumbu panjang petak sejajar perubahan 
gradient lingkungan. 
B. Cara Meletakkan Petak Contoh 
Pada dasarnya ada dua cara peletakan petak 
contoh, yaitu cara acak (random sampling) dan cara 
sistematik (systematic sampling). Dari segi floristis-ekologis, 
random sampling hanya mungkin digunakan 
apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya 
hutan tanaman dan padang rumput. Sedangkan untuk 
keperluan survey vegetasi yang lebih teliti sistematik 
sampling dianjurkan, karena mudah dalam pelaksanaannya 
dan data yang dihasilkan akan dapat lebih bersifat 
representative. Bahkan dalam keadaan tertentu yang 
terkait dengan keterbatasan biaya, tenaga dan waktu, 
purposive sampling pun dapat digunakan dalam analisis 
vegetasi. 
C. Kriteria Stadium Pertumbuhan 
Secara ekologis cukup penting untuk membeda-bedakan 
tumbuhan ke dalam stadium pertumbuhan semai, 
pancang, tiang dan pohon, bahkan tumbuhan bawah. Untuk 
keperluan ini kriteria yang dapat digunakan adalah 
sebagai berikut : 
a) Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai 
anakan setinggi kurang dari 1,5 m. 
b) Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai 
anakan berdiameter kurang dari 10 cm. 
c) Tiang : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai 
kurang dari 20 cm. 
d) Pohon : Pohon dewasa berdiameter 20 cm dan 
lebih.
e) Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, 
misal rumput, herba, dan sernak belukar. 
Khusus untuk mangrove stadium tiang biasanya 
ditiadakan, sehingga stadium pohon meliputi pohon 
berdiameter 10 cm ke atas. Selain itu, diameter pohon 
diukur pada ketinggian 20 cm di atas akar tunjang 
(Rhizophora. spp.) dan keting¬gian 20 cm di atas banir 
untuk jenis non-Rhizophora spp. Bagi pohon-pohon tidak 
berakar tunjang dan berbanir, pengukuran diameter pohon 
dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah 
(DBH, diameter at breast-height). 
D. Parameter Vegetasi yang Diukur di Lapangan 
Dalam analisis vegetasi ada beberapa parameter 
vegetasi yang diukur secara langsung di lapangan, yaitu 
: 
a) Nama species (lokal dan ilmiah). 
b) Jumlah individu untuk menghitung kerapatan. 
c) Penutupan tajuk (covering) untuk mengetahui 
prosentase penutupan vegetasi terhadap lahan. 
d) Diameter batarig untuk mengetahui luas bidang dasar 
yang diantaranya sangat berguna untuk memprediksi 
volume pohon dan tegakan. 
e) Tinggi pohon baik tinggi pohon bebas cabang maupun 
tinggi pohon total. Tinggi pohon ini cukup penting 
untuk mengetahui stratifikasi dan menduga volume 
pohon serta volume tegakan. 
f) Pemetaaan lokasi individu pohon untuk mendeteksi 
spatial distribution pattern pada berbagai luasan 
areal yang berbeda. 
Dalam prakteknya, hampir semua kegiatan survey 
vegetasi mengadakan pengukuran terhadap jumlah individu
per jenis, diameter batang, dan tinggi pohon serta 
tentu saja identifikasi jenis. Walaupun demikian 
parameter vegetasi yang akan diobservasi tergantung 
pada informasi yang diinginkan oleh surveyor/peneliti. 
E. Ukuran Sub-plot untuk Berbagai Stadium Pertumbuhan 
Untuk keperluan risalah tumbuhan bawah, permudaan 
dan pohon di dalam petak contoh seyogyanya dilakukan di 
dalam subplot-subplot contoh agar memudahkan dalam 
risalahnya dan tidak terjadi duplikasi penghitungannya. 
Teknik pembuatan sub-plot-sub-plot tersebut biasanya 
dilakukan secara nested sampling, yaitu sub-plot yang 
berukuran lebih besar mengandung sub-plot yang berukuran 
lebih kecil. Dalam hal ini ukuran sub-plot untuk berbagai 
stadium pertumbuhan adalah : 
a. Semai dan tumbuhan bawah : 2 X 2 m atau 1 X 1 m atau 2 X 5 m. 
b. Pancang : 5 X 5 m 
c. Tiang : 10 X 10 m 
d. Pohon : 20 x 20 m atau 20 X 50 m. 
F. Metoda Analisis Vegetasi 
F.I. Metoda dengan petak 
F.I.I. Metode kuadrat 
(1) . Petak tunggal 
Di dalam metoda ini dibuat satu petak sampling 
dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan 
hutan, Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva 
species-area. Untuk lebih jelasnya suatu contoh petak 
tunggal dapat dilihat gambar 1.
Adapun parameter vegetasi yang dihitung adalah : 
a. Kerapatan suatu species (K) 
Σ ind. suatu species 
Luas petak contoh 
b. Kerapatan relatif suatu species (KR) 
Kerapatan suatu species 
X 100% 
Kerapatan seluruh species 
40 
cm 
20 m 
2 m 
5 m 
10 m 
40 m 
Gambar 1. Suatu Petak tunggal dalam analisis vegetasi
c. Frekuensi suatu species (F) 
Σ Sub-petak ditemukan suatu sp. 
Σ Seluruh sub-petak contoh 
d. Dominansi suatu species (D) 
d.l. Pohon, Tiang, Pancang 
Luas bidang dasar suatu species 
Luas petak contoh 
d.2. Semai, Tumbuhan bawah 
Luas penutupan tajuk 
Luas petak contoh 
Kadang-kadang untuk semai dominansi tidak 
dihitung. 
e. Dominansi relatif suatu species (DR) 
Dominansi suatu species 
X 100 
Dominansi seluruh species 
f. Frekuensi relatif suatu species (FR) 
Frekuensi suatu species 
X 100 
Frekuensi seluruh species 
g. Indeks Nilai Penting (INP) 
INP = KR + FR + DR 
Kadang-kadang untuk semai 
INP = KR + FR
(2) . Petak ganda 
Di dalam metoda ini pengambilan contoh vegetasi 
dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh 
letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh 
sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan banyaknya 
petak contoh dapat digunakan kurva species-area. 
Sebagai ilustrasi pada gambar 2 disajikan cara 
peletakan petak contoh pada metoda petak ganda. 
Random Sistematik 
Gambar 2. Desain Petak Ganda di Lapangan 
Cara menghitung besarnya nilai 
kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metoda 
petak tunggal.
F.I.2. Metoda jalur 
Metoda ini paling efektif untuk mempelajari 
perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi 
tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh 
ini harus dibuat memotong garis-garis 
topografi, misal tegak lurus garis pantai, 
memotong sungai, dan menaik atau menurun 
lereng gunung. 
Untuk lebih jelasnya, contoh petak sampling 
berbentuk jalur ini dapat dilihat Gambar 3. 
Arah 
rintis 
A 
D 
C 
B 
Gambar 3. Desain jalur contoh di lapangan 
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter 
vegetasi sama dengan metoda petak tunggal. 
F.I.3. Metoda garis berpetak 
Metoda ini dapat dianggap sebagai modifikasi
metoda petak ganda atau metoda jalur, yakni dengan cara 
melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur 
sehingga sepanjang rintis terdapat petak-petak pada 
jarak tertentu yang sama. Gambar 4 memperlihatkan 
pelaksanaan metoda garis berpetak di lapangan. 
Jarak tertentu 
sama 
Arah rintis 
Gambar 4. Desain metoda garis berpetak 
Perhitungan bersama nilai kuntitatif parameter 
A 
D 
C 
B 
vegetatif sama dengan metoda petak tunggal. 
F.I.4. Metoda Kombinasi antara metoda jalur dan metoda 
garis berpetak 
Di dalam metoda ini risalah pohon dilakukan 
dengan metoda jalur dan permudaan dengan metoda garis 
berpetak. Untuk lebih jelasnya desain metoda ini dapat 
dilihat Gambar 5.
10 m 
20 m 
5 m 
2 m 
Arah rintis 
A 
D 
C 
B 
Gambar 5. Desain Kombinasi Metoda Jalur dan Metoda garis 
Berpetak 
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter 
vegetasi sama dengan metode petak tunggal. 
F.2. Metoda tanpa petak 
Di dalam metoda ini terlebih dahulu dibuat garis-garis 
rintis dengan arah azimuth tertentu. Dengan jarak 
tertentu (secara sistematis atau acak) di sepanjang 
gatis tersebut dibuat titik pengukuran di mana 
dilakukan pendaftaran dan pengukuran pohon. 
F.2.1. Metoda Bitterlich 
Di dalam metoda ini pengukuran dilakukan dengan 
Tongkat Bitterlich (tongkat sepanjang 66 cm yang 
ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar 
berukuran 2 X 2 cm). Dengan mengangkat tongkat setinggi 
mata, plot seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada di 
sekelilingnya.
Pohon yang tampak berdiameter lebih besar dan 
sama dengan plot seng didaftar namanya dan diukur. 
Sedangkan pohon yang tampak berdiameter lebih kecil 
dari sisi plot seng tidak masuk hitungan. 
Untuk setiap jenis ditentukan luas bidang 
dasarnya dengan rumus: 
N 
B = X 2,3 m2/ha 
n 
dimana : N = banyaknya pohon dari jenis yang 
bersangkutan. 
n = banyaknya titik-titik pengamatan 
dimana jenis itu ditemukan. 
2.3 = faktor bidang dasar untuk alat. 
F.2.2. Metoda titik guadran (point quarter method) 
Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran 
dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga di 
setiap titik pengukuran terdapat 4 buah quadran. 
Pilih satu pohon di setiap kuadran yang letaknya 
paling dekat dengan titik pengukuran dan ukur jarak 
dari masing-masing pohon tersebut ke titik 
pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan 
terhadap keempat pohon yang terpilih. 
Gambar 6 memperlihatkan pelaksanaan metoda ini 
di lapangan. 
Gambar 6. Desain Point quarter method di lapangan
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif 
parameter vegetasi adalah sebagai berikut : 
a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran 
dl + d2 + .......... + dn 
d = 
n 
dimana: d = jarak ind. pohon ke titik pengukuran di 
setiap kuadran 
n = banyaknya pohon 
b. Kerapatan total semua jenis 
Unit area 
(d)2 
(d)2 adalah rata-rata unit area/ind., yaitu rata-rata 
luasan permukaan tanah yang diokupasi oleh satu 
ind. tumbuhan. 
c. Kerapatan relatif suatu jenis 
Jumlah individu suatu jenis 
—————————————————————————- X 100% 
Jumlah individu semua jenis 
d. Kerapatan suatu jenis 
Kerapatan relatif suatu jenis 
——————————————————————————— X 
100 
e. Dominansi suatu jenis 
Kerapatan total semua 
jenis 
Kerapatan suatu jenis X dominansi rata-rata per 
jenis
f. Dominansi relatif suatu jenis 
Dominansi suatu jenis 
X 100% 
Dominansi seluruh jenis 
g. Frekuensi Jumlah titik ditemukannya suatu jenis 
Suatu jenis = 
Jumlah semua titik pengukuran 
h. Frekuensi relative 
Frekuensi suatu jenis 
X 100% 
Frekuensi semua jenis 
i . INP = KR + FR + DR 
F.2.3. Metoda berpasangan acak (random pair method) 
Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran 
pilih-lah salah satu pohon yang terdekat dengan titik 
pengamatan tersebut. Kemudian hubungkan pohon tersebut 
dengan sebuah garis ke titik pengukuran. Buat sebuah 
garis yang tegak lurus garis pertma dan pilihlah sebuah 
pohon yang terdekat dengan pohon pertama tapi letaknya 
di dalam sektor lain yang dibatasi oleh garis yang 
ditarik tadi. Setelah jarak antara pohon pertama dan 
kedua dicatat. Untuk lebih jelasnya pelaksanaan metoda 
ini di lapangan dapat dilihat Gambar 7. 
900 900 
Gambar 7. Ilustrasi metoda berpasangan acak dalam analisis 
vegetasi
Besarnya nilai parameter vegetasi dihitung dengan 
rumus-rumus sebagai berikut: 
a. Kerapatan seluruh jenis 
Unit area (Luas) 
0.8 X jarak pohon rata-rata 
b. Rumus lainnya sama dengan cara kuadran. 
F.2.4. Metoda titik intersept (point intercept method) 
Metoda ini cocok untuk komunitas tumbuhan bawah 
seperti rumput, herba dan semak. 
Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat 
pembantu seperti terlihat pada Gambar 8.
Dengan mengangkat dan menyentuhkan pin 
yang terbuat dari kawat yang maka kita catat jenis 
apa yang tersentuh sehingga dominansi dari jenis 
tersebut dapat dihitung dengan rumus : 
a. Dominansi suatu jenis 
Σ sentuhan suatu jenis 
Σ seluruh sentuhan 
b. Dominansi relatif suatu jenis 
Dominansi suatu jenis 
X100% 
Dominansi seluruh jenis 
c. Rumus-rumus lainnya sama dengan metoda dengan petak. 
Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan 
cara memindahkan alat tersebut pada plot contoh tiap 
10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis 
yang tersentuh. 
F.2.5. Metoda garis intersep (line intercept method) 
Cara ini digunakan untuk komunitas padang rumput, 
semak/belukar. 
Prosedure pelaksanaan di lapangan: 
- salah satu sisi areal dibuat garis dasar 
- garis dasar tersebut menjadi tempat titik tolak 
garis intersep. 
- letakan garis-garis intersep secara random atau 
sitema-tik pada areal yang akan diteliti. 
Garis intersep sebaiknya berupa : 
- pita ukur dengan panjang 50 - 100 kaki (1 kaki = 
30.48 cm) . 
- tambang, tali
Alat tersebut dibagi ke dalam interval-interval 
jarak tertentu. 
Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di 
bawah garis intersep yang diinventarisir. Jenis data yang 
diinventarisir adalah : 
(1) panjang garis yang tersentuh oleh setiap individu 
tumbuhan. 
(2) panjang segmen garis yang berupa tanah kosong. 
(3) jumlah interval yang diisi oleh setiap species. 
(4) lebar maksimum turnbuhan yang disentuh garis intersep. 
Sebaiknya, kalau komunitas tumbuhan terdiri atas 
beberapa strata, penarikan contoh dilaksanakan secara 
terpisah-pisah untuk setiap strata. 
Besaran/parameter vegetasi yang dihitung adalah : 
(1) jumlah individu setiap jenis (N). 
(2) Total panjang intersep setiap jenis (I). 
(3) Jumlah interval transek/garis ditemukannya suatu 
jenis (G). 
(4) Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (X 
1/m). 
(5) Kerapatan suatu jenis 
unit area 
(E 1/m) = (——————————————————————————) 
total panjang garis intersep 
(6) Kerapatan Relatif suatu jenis 
kerapatan suatu jenis 
X 100% 
kerapatan seluruh jenis
(7). Dominansi suatu jenis 
Total panjang garis intersep suatu jenis 
X100% 
Total panjang garis intersep 
(8). Dominansi Relatif suatu jenis 
Total panjang garis intersep suatu jenis 
X100% 
Total panjang garis intersep semua jenis 
(9). Frekuensi suatu jenis 
Σ interval ditemukannya suatu jenis 
Σ semua interval transek 
(10).Frekuensi Relatif suatu jenis 
Frekuensi yang dipertimbangkan untuk 
suatu jenis 
X 100% 
Total frekuensi yang dipertimbangkan 
untuk semua jenis 
Frekuensi yang dipertimbangkan = 
Σ 1/m 
F = 
N 
(ll). INP = KR + FR + DR.
VII. HUBUNGAN MASYARAKAT TUMBUHAN DENGAN LINGKUNGAN 
A. Pengertian Lingkungan 
Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks di 
mana berbagai factor berpengaruh timbale balik satu 
sama lain dan dengan komunitas organism hidup. 
Satu/beberapa factor lingkungan dikatakan penting bila 
berada pada taraf minimal, maksimal dan optimal menurut 
batas toleransi dari tumbuh-tumbuhan sehingga factor-faktor 
tersebut sangat mempengaruhi tumbih dan hidupnya 
tumbuh-tumbuhan. Satu atau beberapa organism/tumbuhan. 
Factor penghambat adalah setiap keadaan jumlah 
sesuatu zat atau derajat sesuatu factor fisik yang 
berada dekat atau melampaui batas-batas toleransi. 
Kisaran toleransi organism terhadap lingkungan ada dua 
macam, yaitu: 
1). Steno (sempit) 
2). Eury (lebar) 
Setiap organism kemungkinan hidupnya dibatasi oleh: 
1. jumlah dan variabilitas zat-zat tertentu yang ada, 
kebutuhan minimum, dan factor-faktor fisik yang 
kritis 
2. batas-batas toleransi dari masing-masing organism 
terhadap factor-faktor itu dan factor-faktor lainnya 
B. Tujuan Pengamatan Faktor Lingkungan 
Tujuan pengamatan/analisa factor lingkungan di 
dalam kajian ekologis adalah: 
1. merumuskan factor-faktor mana yang operasionil 
penting 
2. menentukan bagaimana pengaruh factor-faktor itu 
terhadap individu, populasi dan komunitas tumbuhan
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN
EKOLOGI HUTAN

More Related Content

What's hot

Pengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohonPengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohon
ida lestari
 
Penyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umumPenyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umumJun Mahardika
 
Sejarah ekologi
Sejarah ekologiSejarah ekologi
Sejarah ekologi
chandsu
 
EKOLOGI LAUT
EKOLOGI LAUTEKOLOGI LAUT
EKOLOGI LAUT
Febrina Tentaka
 
Pemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian Tapak
Pemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian TapakPemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian Tapak
Pemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian Tapak
Rumbi Oztecilopasunexiss
 
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANHUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
EDIS BLOG
 
Pengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestriPengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestriabdul samad
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
Moh Masnur
 
PPT sejarah Konservasi.pptx
PPT sejarah Konservasi.pptxPPT sejarah Konservasi.pptx
PPT sejarah Konservasi.pptx
PSC21070NurSholikhah
 
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan KlimatologiLaporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
asriantiputrilestari5
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUR
EDIS BLOG
 
Benih dan persemaian acara 1 9
Benih dan persemaian acara 1 9Benih dan persemaian acara 1 9
Benih dan persemaian acara 1 9bayu meido
 
MANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTANMANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTAN
EDIS BLOG
 
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basahPresentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Bondan the Planter of Palm Oil
 
Makalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnya
Makalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnyaMakalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnya
Makalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnya
noussevarenna
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
Repository Ipb
 
Unsur C ( karbon )
Unsur C ( karbon )Unsur C ( karbon )
Unsur C ( karbon )
Qiqi Gobel
 

What's hot (20)

Pengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohonPengukuran diameter pohon
Pengukuran diameter pohon
 
Penyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umumPenyebaran populasi ekologi umum
Penyebaran populasi ekologi umum
 
Sejarah ekologi
Sejarah ekologiSejarah ekologi
Sejarah ekologi
 
EKOLOGI LAUT
EKOLOGI LAUTEKOLOGI LAUT
EKOLOGI LAUT
 
Pemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian Tapak
Pemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian TapakPemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian Tapak
Pemilihan Jenis Pohon dan Kesesuaian Tapak
 
Laporan perlintan
Laporan perlintanLaporan perlintan
Laporan perlintan
 
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANHUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
 
Pengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestriPengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestri
 
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...
 
faktor pembatas ekosistem
faktor pembatas ekosistemfaktor pembatas ekosistem
faktor pembatas ekosistem
 
PPT sejarah Konservasi.pptx
PPT sejarah Konservasi.pptxPPT sejarah Konservasi.pptx
PPT sejarah Konservasi.pptx
 
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan KlimatologiLaporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
Laporan Kuliah Lapang Alat Meteorologi dan Klimatologi
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUR
 
Benih dan persemaian acara 1 9
Benih dan persemaian acara 1 9Benih dan persemaian acara 1 9
Benih dan persemaian acara 1 9
 
MANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTANMANAJEMEN HUTAN
MANAJEMEN HUTAN
 
Ekologi
EkologiEkologi
Ekologi
 
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basahPresentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
Presentasi no 5 8_sistem konservasi lahan basah
 
Makalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnya
Makalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnyaMakalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnya
Makalah sifat fisik & mekanik kayu beserta cacat cacatnya
 
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATANTEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
TEKNIK PERSILANGA,N BUATAN
 
Unsur C ( karbon )
Unsur C ( karbon )Unsur C ( karbon )
Unsur C ( karbon )
 

Viewers also liked

Ekologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipb
Ekologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipbEkologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipb
Ekologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipb08819641377
 
4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan das4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan dasZaidil Firza
 
Pemanfaatan sumber daya alam bidang peternakan
Pemanfaatan sumber daya alam bidang peternakanPemanfaatan sumber daya alam bidang peternakan
Pemanfaatan sumber daya alam bidang peternakan
sylvianidya
 
Ekologi hewan
Ekologi hewan Ekologi hewan
Ekologi hewan
musa alfatah
 
Sistem Konstitusi Negara - Matkul PKN
Sistem Konstitusi Negara - Matkul PKNSistem Konstitusi Negara - Matkul PKN
Sistem Konstitusi Negara - Matkul PKN
Sucidewisartika
 
Ekologi perairan
Ekologi perairan Ekologi perairan
Ekologi perairan
yuliaresh
 
Ruang Lingkup Ekologi
Ruang Lingkup EkologiRuang Lingkup Ekologi
Ruang Lingkup Ekologi
Nurul Afdal Haris
 
Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata RuangPerencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata RuangSri Wahyuni
 
L3 &4 how does land use vary in an urban area
L3 &4  how does land use vary in an urban areaL3 &4  how does land use vary in an urban area
L3 &4 how does land use vary in an urban areatudorgeog
 
L3 land use in urban areas website
L3 land use in urban areas websiteL3 land use in urban areas website
L3 land use in urban areas website
mrabski
 
Praktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan Alat
Praktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan AlatPraktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan Alat
Praktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan Alat
widya veronica
 
Leicester urban zones
Leicester urban zonesLeicester urban zones
Leicester urban zones
Noel Jenkins
 
Laporan mikrobiologi pengenalan alat lab
Laporan mikrobiologi   pengenalan alat labLaporan mikrobiologi   pengenalan alat lab
Laporan mikrobiologi pengenalan alat labMifta Rahmat
 
Materi sosialisasi penataan ruang
Materi sosialisasi penataan ruangMateri sosialisasi penataan ruang
Materi sosialisasi penataan ruangArikha Nida
 
Curitiba
CuritibaCuritiba
Curitiba
Noel Jenkins
 
119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya
119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya
119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya
sayedchairudin
 
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
CIFOR-ICRAF
 
Urban Land use
Urban Land useUrban Land use
Urban Land use
Steven Heath
 
Settlement: Function and Layout
Settlement: Function and LayoutSettlement: Function and Layout
Settlement: Function and Layout
Steven Heath
 

Viewers also liked (20)

Ekologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipb
Ekologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipbEkologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipb
Ekologi manusia-ekologi-keluarga-euis-sunarti-fakultas-ekologi-manusia-ipb
 
4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan das4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan das
 
Pemanfaatan sumber daya alam bidang peternakan
Pemanfaatan sumber daya alam bidang peternakanPemanfaatan sumber daya alam bidang peternakan
Pemanfaatan sumber daya alam bidang peternakan
 
Ekologi hewan
Ekologi hewan Ekologi hewan
Ekologi hewan
 
Sistem Konstitusi Negara - Matkul PKN
Sistem Konstitusi Negara - Matkul PKNSistem Konstitusi Negara - Matkul PKN
Sistem Konstitusi Negara - Matkul PKN
 
Ekologi perairan
Ekologi perairan Ekologi perairan
Ekologi perairan
 
Ruang Lingkup Ekologi
Ruang Lingkup EkologiRuang Lingkup Ekologi
Ruang Lingkup Ekologi
 
Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata RuangPerencanaan Tata Ruang
Perencanaan Tata Ruang
 
L3 &4 how does land use vary in an urban area
L3 &4  how does land use vary in an urban areaL3 &4  how does land use vary in an urban area
L3 &4 how does land use vary in an urban area
 
L3 land use in urban areas website
L3 land use in urban areas websiteL3 land use in urban areas website
L3 land use in urban areas website
 
Praktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan Alat
Praktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan AlatPraktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan Alat
Praktikum Mikrobiologi Dasar - Pengenalan Alat
 
Leicester urban zones
Leicester urban zonesLeicester urban zones
Leicester urban zones
 
Laporan mikrobiologi pengenalan alat lab
Laporan mikrobiologi   pengenalan alat labLaporan mikrobiologi   pengenalan alat lab
Laporan mikrobiologi pengenalan alat lab
 
Materi sosialisasi penataan ruang
Materi sosialisasi penataan ruangMateri sosialisasi penataan ruang
Materi sosialisasi penataan ruang
 
Curitiba
CuritibaCuritiba
Curitiba
 
DDG shopping malls
DDG shopping mallsDDG shopping malls
DDG shopping malls
 
119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya
119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya
119891062 pengenalan-alat-alat-laboratorium-kimia-beserta-fungsinya
 
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
PENATAAN RUANG SEBAGAI ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKE...
 
Urban Land use
Urban Land useUrban Land use
Urban Land use
 
Settlement: Function and Layout
Settlement: Function and LayoutSettlement: Function and Layout
Settlement: Function and Layout
 

Similar to EKOLOGI HUTAN

Ekologi Tumbuhan
Ekologi Tumbuhan Ekologi Tumbuhan
Ekologi Tumbuhan
yuliartiramli
 
7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama
7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama
7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama
Sofyan Dwi Nugroho
 
4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf
MapriRudiansyah
 
4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf
MapriRudiansyah
 
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Pujiati Puu
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
Udhi jafar
 
Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai Pangandaran
Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai PangandaranLaporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai Pangandaran
Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai PangandaranNurma Fauzaniar
 
Batasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdf
Batasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdfBatasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdf
Batasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdf
AgathaHaselvin
 
Tugas praktikum pak wihartio 1 fiks
Tugas praktikum pak wihartio 1 fiksTugas praktikum pak wihartio 1 fiks
Tugas praktikum pak wihartio 1 fiks
Phuz-Pha Exanfa
 
PPT EKTUM TITA UTAMI
PPT EKTUM TITA UTAMIPPT EKTUM TITA UTAMI
PPT EKTUM TITA UTAMISatria Efendi
 
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman HayatiKeanekaragaman Hayati
Keanekaragaman Hayati
mayavivianti
 
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6 Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Pujiati Puu
 
FIKIH EKOLOGI KEL 1.pptx
FIKIH EKOLOGI KEL 1.pptxFIKIH EKOLOGI KEL 1.pptx
FIKIH EKOLOGI KEL 1.pptx
gilangdownload
 
2 masyarakat dan tumbuhan
2 masyarakat dan tumbuhan2 masyarakat dan tumbuhan
2 masyarakat dan tumbuhan
junjun62
 
Bahan ajar plh kls 7
Bahan ajar plh kls 7Bahan ajar plh kls 7
Bahan ajar plh kls 7
Smpn Lima Muara Enim
 
4.pptx
4.pptx4.pptx
Kelompok Ekosistem
Kelompok EkosistemKelompok Ekosistem
Kelompok Ekosistem
Mitha Ye Es
 
Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5
necromotion
 
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman Biologi
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman BiologiKriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman Biologi
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman Biologi
Nurul Mukhlisa
 

Similar to EKOLOGI HUTAN (20)

Ekologi Tumbuhan
Ekologi Tumbuhan Ekologi Tumbuhan
Ekologi Tumbuhan
 
7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama
7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama
7. laporan praktikum biologi analisis vegetasi di hutan wanagama
 
4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf
 
4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf4._Ekologi_hewan.pdf
4._Ekologi_hewan.pdf
 
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai Pangandaran
Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai PangandaranLaporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai Pangandaran
Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Sekitar Pantai Pangandaran
 
Ekologi tanaman final bab 1
Ekologi tanaman final bab 1Ekologi tanaman final bab 1
Ekologi tanaman final bab 1
 
Batasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdf
Batasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdfBatasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdf
Batasan_dan_Ruang_Lingkup_EKOLOGI_HEWAN.pdf
 
Tugas praktikum pak wihartio 1 fiks
Tugas praktikum pak wihartio 1 fiksTugas praktikum pak wihartio 1 fiks
Tugas praktikum pak wihartio 1 fiks
 
PPT EKTUM TITA UTAMI
PPT EKTUM TITA UTAMIPPT EKTUM TITA UTAMI
PPT EKTUM TITA UTAMI
 
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman HayatiKeanekaragaman Hayati
Keanekaragaman Hayati
 
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6 Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
Keanekaragaman makhluk hidup kelompok6
 
FIKIH EKOLOGI KEL 1.pptx
FIKIH EKOLOGI KEL 1.pptxFIKIH EKOLOGI KEL 1.pptx
FIKIH EKOLOGI KEL 1.pptx
 
2 masyarakat dan tumbuhan
2 masyarakat dan tumbuhan2 masyarakat dan tumbuhan
2 masyarakat dan tumbuhan
 
Bahan ajar plh kls 7
Bahan ajar plh kls 7Bahan ajar plh kls 7
Bahan ajar plh kls 7
 
4.pptx
4.pptx4.pptx
4.pptx
 
Kelompok Ekosistem
Kelompok EkosistemKelompok Ekosistem
Kelompok Ekosistem
 
Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5
 
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman Biologi
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman BiologiKriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman Biologi
Kriteria Pengelolaan Hutan Lestari;Konservasi Keanekaragaman Biologi
 

More from EDIS BLOG

DESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUM
DESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUMDESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUM
DESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUM
EDIS BLOG
 
Efective Communication (Communication Skill)
Efective Communication (Communication Skill)Efective Communication (Communication Skill)
Efective Communication (Communication Skill)
EDIS BLOG
 
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik HutanTerjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
EDIS BLOG
 
FAMILY THEACEA
FAMILY THEACEAFAMILY THEACEA
FAMILY THEACEA
EDIS BLOG
 
Makalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkunganMakalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkungan
EDIS BLOG
 
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGILAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
EDIS BLOG
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGILAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
EDIS BLOG
 
Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...
Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...
Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...
EDIS BLOG
 
Klimatologi hutan
Klimatologi hutanKlimatologi hutan
Klimatologi hutanEDIS BLOG
 
KELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARAKELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARA
EDIS BLOG
 
RADIASI MATAHARI
RADIASI MATAHARIRADIASI MATAHARI
RADIASI MATAHARI
EDIS BLOG
 
KELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARAKELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARA
EDIS BLOG
 
HIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTANHIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTAN
EDIS BLOG
 
PENGERTIAN LIMBAH
PENGERTIAN LIMBAHPENGERTIAN LIMBAH
PENGERTIAN LIMBAH
EDIS BLOG
 
DIABETES MALITUS
DIABETES MALITUSDIABETES MALITUS
DIABETES MALITUS
EDIS BLOG
 
EPIDEMILOGI
EPIDEMILOGIEPIDEMILOGI
EPIDEMILOGI
EDIS BLOG
 
PENGANTAR EPIDEMILOGI
PENGANTAR EPIDEMILOGIPENGANTAR EPIDEMILOGI
PENGANTAR EPIDEMILOGI
EDIS BLOG
 
BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009
BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009
BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009
EDIS BLOG
 
PENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKAT
PENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKATPENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKAT
PENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKAT
EDIS BLOG
 
Tipe buah
Tipe buahTipe buah
Tipe buah
EDIS BLOG
 

More from EDIS BLOG (20)

DESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUM
DESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUMDESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUM
DESKRIPSI PALAQUIUM ABOVATUM
 
Efective Communication (Communication Skill)
Efective Communication (Communication Skill)Efective Communication (Communication Skill)
Efective Communication (Communication Skill)
 
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik HutanTerjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
 
FAMILY THEACEA
FAMILY THEACEAFAMILY THEACEA
FAMILY THEACEA
 
Makalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkunganMakalah sosiologi hutan dan lingkungan
Makalah sosiologi hutan dan lingkungan
 
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGILAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI KEHUTANAN PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGILAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
 
Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...
Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...
Ekonomi sumber daya hutan FHIL UHO 2014 Produksi, Proses Produksi, Dan Sumber...
 
Klimatologi hutan
Klimatologi hutanKlimatologi hutan
Klimatologi hutan
 
KELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARAKELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARA
 
RADIASI MATAHARI
RADIASI MATAHARIRADIASI MATAHARI
RADIASI MATAHARI
 
KELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARAKELEMBAPAN UDARA
KELEMBAPAN UDARA
 
HIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTANHIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTAN
 
PENGERTIAN LIMBAH
PENGERTIAN LIMBAHPENGERTIAN LIMBAH
PENGERTIAN LIMBAH
 
DIABETES MALITUS
DIABETES MALITUSDIABETES MALITUS
DIABETES MALITUS
 
EPIDEMILOGI
EPIDEMILOGIEPIDEMILOGI
EPIDEMILOGI
 
PENGANTAR EPIDEMILOGI
PENGANTAR EPIDEMILOGIPENGANTAR EPIDEMILOGI
PENGANTAR EPIDEMILOGI
 
BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009
BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009
BUKU AJAR MANAJEMEN HUTAN 2009
 
PENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKAT
PENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKATPENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKAT
PENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKAT
 
Tipe buah
Tipe buahTipe buah
Tipe buah
 

Recently uploaded

NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
yuniarmadyawati361
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
suprihatin1885
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
johan199969
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptxPRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
muhammadyudiyanto55
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 

Recently uploaded (20)

NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawasPrensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
Prensentasi Visi Misi Sekolah dalam rangka observasi pengawas
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptxPRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
PRESENTASI OBSERVASI PENGELOLAAN KINERJA KEPALA SEKOLAH.pptx
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 

EKOLOGI HUTAN

  • 1. I. PENDAHULUAN A. Pengertian Ekologi Hutan Istilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel (1869), yang mana ekologi ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu : Oikos = Tempat tinggal (rumah) Logos = ilmu, telaah. Oleh karena itu, Ekologi adalah ilrnu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan lingkungannya. Hubungan tersebut demikian komplek dan eratnya se-hingga Odum (1959) menyatakan bahwa ekologi adalah Envi-romental Ecology. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Didalam suatu hutan, hubungan antara tumbuh-tumbuhan, margasatwa, dan alam lingkungannya demikian eratnya, sehingga hutan dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem. Ekologi Hutan adalah cabang ekologi yang khusus mempelajari masyarakat atau ekosistim hutan. B. Bidang Kajian Ekologi Kutan Didalam Ekologi ada dua bidang kajian, yaitu 1. Autekologi : Ekologi yang mempelajari suatu jenis organisma yang berinteraksi dengan 1ingkungannya atau ekologi sesuatu
  • 2. jenis atau bagian ekologi yang mempelajari pengaruh sesuatu faktor lingkungan terhadap satu atau lebih jenis-jenis organisme. 2. Sinekologi : Bagian ekologi yang mempelajari berbagai kelompok organisme sebagai satu kesatuan yang saling berinteraksi antar sesamanya dan dengan lingkungannya dalam suatu daerah. Dalam ekologi hutan, autekologi mempelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya satu atau lebih jenis-jenis pohon. Jadi, penyelidikannya mirip fisiologi tumbuh-tumbuhan, sehingga aspek-aspek tertentu dari autekologi, seperti penelitian tentang pertumbuhan pohon serir.g disebut fisioekologi (phisiological ecology). Contoh penelitian autekologi adalah : 1) Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan jenis Shorea leprosula 2) Pengaruh dosis pupuk N terhadap pertumbuhan jenis sengon. Sedangkan Sinekologi mempelajari hutan sebagai suatu ekosistem. Contoh kajian sinekologi adalah pengaruh
  • 3. keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi, struktur dan produktivitas hutan. Dalam ekologi hutan baik penge tahuan autekologi maupun sinekologi bersama-sama diperlukan, karena kita memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat berbagai jenis pohon yang membentuk hutan dan pengetahuan tentang hutan sebagai suatu ekosistem. C. Sangkut Paut Ekologi Hutan dengan Bidang Ilmu Lain Berhubung di dalam ekologi hutan yang dipelajari adalah tumbuh-tumbuhan hutan dan keadaan tempat tumbuhnya, maka semua bidang ilmu yang mempelajari kedua komponen ekosistem hutan tersebut sangat diperlukan, yakni: (1). Taksonomi tumbuh-tumbuhan (terutama Dendrologi). Bidang ilmu ini sangat diperlukan untuk pengenalan jenis-jenis tumbuhan di hutan. Untuk pengenalan jenis ini diperlukan buku-buku pengenalan jenis yang praktis, selain buku-buku flora yang sudah ada yang bersifat komprehensif. Cara pengenalan jenis pohon dalam buku-buku itu dititikberatkan pada sifat-sifat generatif (reproduktif), yaitu berdasarkan sifat-sifat bunga dan buah. Padahal menurut pengalaman di lapangan seringkali dijumpai pohon-pohon yang sedang tidak berbunga atau berbuah, atau sukar sekali untuk mendapatkan contoh-contoh bunga dan buah. Karena itu, untuk keperluan di lapangan dibutuhkan cara pengenalan jenis pohon yang terutama didasarkan pada sifat-sifat vegetatif, yaitu sifat-sifat batang pohon
  • 4. (kulit, getah dan kayu) , daun dan kuncup, kemudian baru sifat-sifat generative. Cara pengenalan ini tidak terikat pada sistem taksonomi tumbuh-tumbuhan. Di Filipina cara pengenalan demikian telah dirintis oleh Tamolang (1959), di Malaysia oleh Kochummen (1963), di Indonesia oleh Endert (1928, 1956) dan Verteegh (1971) dan di Pantai Gading, Afrika, oleh den Outer (1972) . Kepulauan Indonesia, sebagai bagian dari daerah flora Malesia, terkenal sebagai daerah flora hutan yang kaya. tetapi pengetahuan kita tentang jenis tumbuh-tumbuhan di daerah ini masih amat kurang. Banyaknya jenis tumbuh-tumbuhan di daerah inipun belum diketahui dengan pasti (Van Steenis, 1948). Menurut taksiran Van Steenis (op.cit) di daerah Malesia terdapat kira-kira 3000 jenis pohon. Menurut Lembaga Penelitian Hutan di Indonesia terdapat lebih kurang 4000 jenis pohon. Dari sekian banyak jenis itu baru sebagian kecil tercakup dalam buku-buku flora yang tersedia. Akibatnya, pengenalan masih tergantung pada jasa para pengenal pohon setempat. Dengan bantuan koleksi contoh tumbuh-tumbuhan yang kemudian dideterminasi, dapatlah disusun daftar nama pohon-pohon untuk daerah tertentu, yang dapat mempermudah inventarisasi hutan. (2). Geologi dan Geomorfologi Ilmu-ilmu ini diperlukan dalam ekologi hutan, karena keadaan geologi dan geomorfologi mempengaruhi pembentukan dan sifat-sifat tanah serta penyebaran dan hidup tumbuh-
  • 5. tumbuhan. Pada keadaan iklim yang sama, jenis-jenis batuan yang berbeda akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang berlainan. Pada jenis dan keadaan tanah yang khusus, seperti tanah pasir kuarsa dan tanah serpentin, akan terbentuk tipe hutan yang khusus pula. Keadaan topografi juga mempengaruhi komposisi dan kesuburan tegakan hutan, melalui perbedaan pada kesuburan dan keadaan air tanah. Disamping itu, perbedaan letak tinggi mempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan, melalui perbedaan iklim yang ditimbulkannya. (3). Ilmu Tanah Ilmu tanah yang murni seringkali disebut pedologi tetapi sebagai faktor tempat tumbuh disebut edafologi. Perbedaan jenis tanah, sifat-sifat serta keadaan tanah seringkali mempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan, menyebabkan terbentuknya tipe-tipe vegetasi berlainan, serta mempengaruhi kesuburan dan produktivitas hutan. (4). Klimatologi Iklim adalah faktor terpenting yang mempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan. Faktor-faktor iklim seperti suhu (temperatur), curah hujan, kelembaban, dan defisit tekanan uap air besar pengaruhnya pada pertumbuhan pohon. Iklim mikro dari sesuatu ternpat yang dipengaruhi keadaan
  • 6. topografi dapat mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan pohon. (5). Geografi tumbuh-tumbuhan Pada permulaan perkembangannya ekologi tumbuh-tumbuhan merupakan cabang dari geografi tumbuh-tumbuan (phytogeografi) yang membahas pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap penyebaran tumbuh-tumbuhan. Dari cabang inilah berkembang sosiologi tumbuh-tumbuhan (phytososiologi) dan ekologi tumbuh-tumbuhan. Pada taraf kemajuan sekarang ekologi hutan masih memerlukan informasi dari geografi tumbuh-tumbuhan untuk mengerti pola penyebaran berbagai jenis pohon dalam hubungannya dengan keadaan fisik bumi, terutama iklim dan geomorfologi atau fisiografi, dan akan sangat membantu dalam mempelajari susunan serta penyebaran £ormasi-formasi hutan. (6). Fisiologi Tumbuh-tumbuhan dan Biokimia Telah dikemukakan bahwa autekolcgi mempunyai kegiatan yang mendekati fisiologi tumbuh-tumbuhan. Jadi pada umumnya informasi dari fisiologi tumbuh-tumbuhan akan sangat berguna untuk mempelajari proses-proses hidup tumbuh-tumbuhan, yang mana memerlukan pengetahuan tentang proses-proses kimia yang berhubungan dengan aktivitas biologis yang terjadi. Informasi tersebut bisa diperoleh dari ilmu biokimia. Misalnya, untuk dapat mempelajari
  • 7. pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap produksi getah karet atau getah pinus perlu pula pengetahuan tentang proses pembentukan getah dan proses-proses biokimia lainnya yang mempengaruhi atau berkaitan dengannya. (7). Genetika Tumbuh-tumbuhan Suatu jenis tumbuh-tumbuhan yang penyebarannya luas seringkali memperlihatkan perbedaan menurut letak geografi dan keadaan lingkungan-nya. Perbedaan ini bukan hanya dalam bentuk pertumbuhannya tetapi seringkali pula dalam hal adaptasi dan persyaratan terhadap keadaan tempat tumbuhnya, yang berakar pada sifat-sifat genetis, sebagai akibat dari mutasi dan polyploidy. Adakalanya apabila daerah penyebaran dari dua jenis pohon berimpitan pada suatu tempat, maka pada tempat itu terjadi hybridisasi antara kedua jenis itu, sehingga timbul jenis pohon baru yang sifat-sifatnya berada diantara sifat-sifat kedua jenis induknya. Demikianlah, pada keadaan-keadaan tertentu, untuk mengerti sifat-sifat ekologis sesuatu jenis atau beberapa jenis pohon diperlukan pula pengatahuan tentang genetika. (8). Matematika dan Statistika Kedua ilmu ini sangatlah penting untuk memformulasikan dugaan kuantitatif terhadap berbagai proses ekologis yang terjadi pada ekosistem hutan. Oleh karena itu, melalui penggunaan kedua bidang ilmu ini
  • 8. faktor lingkungan yang berperan dan seberapa jauh peranannya terhadap penelitian kelestarian suatu hutan dapat diperkirakan. D. Status Ekologi Hutan dalam Ilmu Pengetahuan Kehutanan Ekologi Hutan merupakan ilmu dasar yang bersifat integratif (mengintegrasikan ilmu-ilmu dasar lain) yang merupakan ilmu dasar penting bagi silvikultur. dalam terminologi kehutanan, ekologi hutan hampir sama dengan silvika. Perbedaan ekologi hutan dengan silvika hanyalah pada lawasan kajiannya, yakni ekologi hutan mempelajari hutan sebagai ekosistem (jadi lawasannya lebih luas), sedangkan silvika lebih terarah pada silvikultur dan lebih mendekati autekologi. Dengan pengetahuan ekologi hutan dan fisiologi pohon yang tepat bisa ditentukan tindakan silvikultur yang tepat, sehingga produksi hutan dapat ditingkatkan baik kualita rnaupun kuantitanya. E. Aspek-aspek Ekologi Hutan yang renting Dalam ilmu kehutanan, aspek-aspuk ekologi hutan yang penting dipelajari adalah : (1). mempelajari komposisi dan struktur hutan alam (2). mempelajari hubungan tempat tumbuh denyan: a. komposisi dan struktur hutan b. penyebaran jenis-jenis pohon c. permudaan pohon atau permudaan hutan d. riap (pertumbuhan) pohon/hutan
  • 9. e. fenologi pohon (musim berbunga, berbuah, pergantian daun). (3). mempelajari syarat-syarat keadaan tempat tumbuh penanaman atau permudaan alam (4). mempelajari siklus hara mineral, siklus air, dan metabolisme. (5). mempelajari hubungan antara kesuburan tanah, iklim dan faktor-faktor lain dengan produktivitas hutan (6). mempelajari suksesi vegetasi hutan secara alam dan setelah terjadi kerusakan.
  • 10. II. EKOSISTEM A. Pengertian Ekosistem adalah suatu sistem di alam yang mengandung komponen hayati (organisme} dan komponen non-hayati (abiotik), dimana antara kedua komponen tersebut terjadi hubungan timbal balik untuk mempertukarkan zat-zat yang perlu untuk mempertahankan kehidupan. Dalam beberapa kepustakaan, istilah biocoenosis, geocoenosis, dan biogeocoenosis (geobiocoenosis) secara berurutan digunakan untuk komponen biotik, abiotik dan ekosistem. Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar ekologi, karena ekosistem mencakup organisme dan lingkungan abiotik yang saling berinteraksi. Pencetus istilah ekosistem adalah A.G. Tarisley pada tahun 1935, seorang ekolog Inggeris. B. Komponen Ekosistem 1. Dari Segi "trophic level", ekosistem terdiri atas: 1) Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu mensitesis makanannya sendiri yang berupa bahan organik dari bahan-bahan anorganik sederhana dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun. 2) Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang sumber makanannya diperoleh dari bahan-bahan organik yang dibentuk oleh komponen aututrofik, penyusun kembali dan menguraikan bahan-bahan organik
  • 11. kompleks yang telah mati kedalam senyawa anorganik sederhana. Dari segi penyusunnya (struktur), komponen ekosistem terdiri atas : 1) Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kirnia seperti tanah, air, udara, sinar matahari, dll.' yang merupakan medium untuk berlangsungnya kehidupan. 2) Produsen yaitu organisme autotrofik, umumnya tumbuhan berklorofil, yang mampu mensintesis makanannya sendiri dari bahan anorganik 3) Konsumen yaitu organisme heterotrofik 4) Pengurai, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati, menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepas bahan-bahan yang sederhana yang dapat dipakai oleh produsen. Untuk tujuan deskripsif, komponen-komponen ekosistem seyogyanya diperinci sebagai berikut : 1) Bahan-bahan anorganik (C, N, Co2, H20, dll) 2) Senyawa organik (protein, lemak, karbohidrat, dll) 3) Iklim fsuhu, dan faktor fisik lainnya) 4) Produser 5) Konsumer makro ("phagotroph" yaitu organisme heterotrofik, umumnya hewan) yang memakan organisme lain atau bahan organik. 6) Konsumer mikro (saprotroph, osmotroph), yaitu
  • 12. organisme heterotrofik, umumnya jamur dan bakteri, yang menghancurkan bahan organik mati, menyerap sebagian hasil perombakannya, dan membebaskan bahan-bahan anorganik sederhana yang berguna bagi produser. Point (1) s/d (3) adalah Komponen abiotik. Point (4) s/d (6) adalah komponen biotik. Organisme heterotrofik dapat juga dibedakan kedalam : 1) Biophage, yaitu organisme yang mengkonsumsi organisme lainnya. 2) Saprophage, yaitu organisme pengurai bahan-bahan organik yang telah mati. Dari segi fungsional, suatu ekoisistem sebaiknya dianalisis menurut : (1). Aliran energi (2). Rantai pangan (3). Pola keanekaragaman dalam ruang dan wakcu (4}. Siklus nutrien (5). Pengembangan dan evolusi (6). Kontrol (sibernetik) Dalam hal konsumer, selain pembagian di atas, konsumer dapat juga dibedakan kedalam: 1) Konsumer I (konsumer primer) adalah hewan-hewan herbivora yang makanannya bergantung pada produser (tumbuhan hLjau), contoh : insekta, rodentia, kelinci, dll. (ekosistem daratan), moluska, krustacea, dll (ekosistem akuatik) 2) Konsumer II (konsumer sekunder)adalah karnivora
  • 13. dan omnivora yang memakan herbivora, contoh: burung gagak, rubah, kucing, ular, dll. 3) Konsumer III (konsumer tertier) adalah karnivora dan omnivora, misal singa, hari-mau, dll., disebut juga Top-Konsumer 4) Parasit, Scavenger dan saprobe C. Faktor Penyebab Perbedaan Ekosistem Ekosistem yang satu berbeda dengan ekosistem yang lain, karena: 1) Perbedaan kondisi iklim (hutan hujan, hutan musim, hutan savana) 2) Perbedaan letak dari permukaan laut, topografi dan formasi geologik (zonasi pada pegunungan, lereng pegunungan yang curam, lembah sungai) 3) Perbedaan kondisi tanah dan air tanah (pasir, lempung, basah, kering) D. Macam dan Ukuran Ekosistem Berdasarkan proses terjadinya ada dua macam ekosistem, yaitu: 1) Ekosistem alam: laut, sungai, hutan alam, danau alam, dll. 2) Ekosistem buatan: sawah, kebun, hutan tanaman, tambak, all. Ukuran ekosistem bervariasi dari sebetsar kultur dalam botol di laboratorium, seluas danau, sungai, lautan sampai biosfir ini.
  • 14. Secara umum, ada dua tipe ekosistem, yaitu: 1) Ekosistem terestris − Ekosistem hutan − Ekosistem padang rumuput − Ekosistem gurun − Ekosistem anthropogen (sawah, kebun, dll.} 2) Ekosistem akuatik (a). Ekosistem air tawar - Kolam - Danau - Sungai - dll. (b). Ekosistem lautan E. Tahap-tahap Dasar Operasi pada Ekosistem 1) Penerimaan energi radiasi 2) Pembuatan bahsn-bahan organik dari bahan anorganik oleh produser 3) Pemanfaatan produser oleh konsumer dan lebih jauh lagi pada bahan-bahan terkonsumsi 4) Perombakan bahan-bahan organik dari organisme yang mati oleh dekomposer kedalam bentuk anorganik sederhana untuk penggunaan ulang oleh produser. F. Ekologi Niche Niche adalah peranan suatu mahkluk hidup dalam suatu habitat. Sedangkan habitat adalah tempat hidup organisme. Dengan demikian ekologi niche adalah peran
  • 15. total dari suatu species dalam komunitas. Ekologi niche mencakup species organisme, faktor lingkungan, areal tempat hidup, spesialisasi dari populasi species dalam suatu komunicas. G. Energi dalam Ekosistem - Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. - Bentuk energi yang berperan penting pada mahkluk hidup adalah energi mekanik, kimia, radiasi dan panas. - Perilaku energi di alam mengikuti Hukum Thermodinamika, yaitu: Hukum Thermodinamika I: Energi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya, tetapi energy tak pernah dapat diciptakan atau dimusnahkan. Hukum Thermodinamika II: Setiap terjadi perobahan bentuk energi pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat menjadi bentuk energi yang terpencar atau karena berbagai energi selalu memencar menjadi panas, tidak ada transformasi secara spontan dari suatu bentuk energi menjadi energi potensial berlangsung dengan efisien 100%. Misal, 57% energi surya diserap atmosfir, dan 35 % disebarkan untuk memanaskan air dan daratan. Dari sekitar ±3% energi surya yang mengenai permukaan tumbuhan, 10 - 15% dipantulkan, 5% ditransmit, 80 - 85%
  • 16. diserap dan ±2% (0.5 -3,5%) dari total energi cahaya digunakan fotosintesis serta sisanya dirubah menjadi bentuk panas. H. Rantai Pangan Rantai pangan ada1ah pengalihan energi dari sumberdaya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan. Semakin pendek rantai pangan semakin besar energi yang dapat disimpan dalam bentuk tubuh organisme di ujung rantai pangan. Rantai pangan terdiri atas tiga tipe: 1) Rantai pemangsa, dimulai dari hewan kecil sebagi mata rantai pertama ke hewan yang lebih besar dan berakhir pada hewan terbesar dimana landasan permulaan adalah tumbuhan sebagai produsen. 2) Rantai parasit, berawal dari organisme besar ke organisme kecil. 3)Rantai saprofit, berawal dari organisme mati ke mikroorganisme, dikenal juga sebagai rantai pangan detritus. Dalam suatu ekosistem, rantai-rantai pangan berkaitan satu sama lain membentuk suatu jaring-jaring pangan (food web). - Dalam suatu ekosistem dikenal adanya tingkat tropik dari suatu kelompok organisme. - Berbagai organisme yang memperoleh sumber makanan melalui langkah yang sama dianggap termasuk pada tingkat tropik yang sama.
  • 17. - Berdasarkan tingkat tropik : Tumbuhan hijau : tingkat tropik I Herbivora : tingkat tropik II Karnivora : tingkat tropik III Karnivora sekunder : tingkat tropik IV I. Struktur Tropik dan Piramida Ekologi - Ukuran individu menentukan besarnya metabolisms suatu organisme. Semakin kecil ukuran organisme, semakin besar rnetabolisrne per gram biomassa. Oleh karena itu, semakin kecil organisme semakin kecil biomassa yang dapat ditunjang pada suatu tingkat tropik dalam ekosistemnya. - Fenomena interaksi antara rantai-rantai makanan dan hubungan metabolisme dengan ukuran organisme menyebabkan berbagai komunitas mempunyai struktur tropik tertentu. - Struktur tropik dapat diukur dan dipertelakan, baik dengan biomassa per satuan luas maupun dengan banyaknya energi yang ditambat per satuan luas per satuan waktu pada tingkat tropik yang berurutan. - Piramida ekologi dapat menggambarkan struktur dan fungsi tropic: Ada tiga tipe paramida ekologi yaitu : a) Piramida jumlah individu, yang menggambarkan jumlah individu dalam produser dan konsumer suatu ekosistem b) Piramida biomassa, yang menggambarkan biomassa dalam setiap tingkat tropik. c) Piramida energi, yang menggambarkan besarnya
  • 18. energi pada setiap tingkat tropik. Semakin tinggi tingkat tropik, semakin efisien dalam penggunaan energi. J. Produktivitas - Produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Unit satuannya: 1) Ash Free Dry Weight Kal./ha/th. 2) Dry Weight Ton/ha/th. Produktivitas primer dibagi dua macam: (1). Produktivitas primer kotor: Kecepatan total fotosintesis, mencakup pula bahan organic yang dipakai untuk respliasi selama pengukuran. Istilah ini sama dengan asimilasi total. (2). Produktivitas primer bersih: Kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan yang dipakai untuk respirasi oleh tumbuh-tumbuhan selama pengukuran. Istilah ini sama dengan asimilasi bersih. - Produktivitas sekunder adalah kecepatan penyimpanan energi potensial pada tingkat tropik konsumen dan pengurai.
  • 19. Produktivitas Primer kotor pada Ekosistem Akuatik Ho. Ekosistem Prod . Primer Kotor Kcal/m2/th 1. Laut terbuka 1.000 2. Pesisir 2.000 3. Upwelling Zone 4. Estuari dan reefs 6.000 20.000 Produktlvitas Primer Kotor pada Ekosistem Terestris No. Ekosistem Kcal/m2/th 1. Gurun dan tundra 200 2. Padang rumput 3. Hut an lahan kering 4. Hutan konifer 2.500 2.500 3.000 5. Hutan temperate basah 6. Pertanian 8.000 12.000 7. Hutan tropik dan subtropik 20 .000 K. Siklus Biogeokimia - Di alam telah diketahui ada ±100 unsur kimia, tetapi hanya 30 - 40 unsur yang sangat diperlukan oleh mahkluk hidup. - Unsur-unsur kimia, termasuk unsur utama dari protoplasma, cenderung untuk bersirkulasi dalam biosfir dengan pola tertentu dari 1ingkungannya ke organisme dan kembali lagi ke lingkungan, siklus ini disebut siklus biogeokimia. Sedangkan,
  • 20. pergerakan unsur-unsur dan senyawa-senyawa anorganik yang penting untuk menunjang kehidupan disebut siklus hara. Kedua siklus tersebut masing-masing terdiri atas dua kompartemen atau dua pool, yaitu : 1) Reservoir poo_l : besar, lambat bergerak, umumnya bukan komponen ekologi. 2) Exchange atau Cycling pool : kecil, tapi lebih aktif bertukar dengan cepat antara organisme dengan lingkungannya. Dilihat dari sudut biosfir secara keseluruhan, siklus biogeokimia terdiri atas : a) Tipe gas, dimana reservoir adalah di atmosfir atau hidrosfir {lautan), misal siklus Karbon (CO2) dan siklus Nitrogen (N) b) Tipe sedimen, dimana reservoir adalah di kerak bumi, misal siklus Posfor
  • 21. III.HUTAN SEBAGAI KOMUNITAS TUMBUHAN Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang menempati suatu tempat dan mempunyai sadaan lingkungan yang berbeda dengan di luar hutan. Sedangkan satuan masyarakat hutan adalah tegakan. Karakteristik Komunitas Tumbuhan 1. Perkembangan Komunitas adalah sejarah pembentukan dan evolusi komunitas atau tahap-tahap suksesi. 2. Organisasi Komunitas adalah struktur, komposisi jenis dan organisasi tropic suatu komunitas. Struktur Komunitas terdiri atas: - Struktur vertikal (stratifikasi) - Struktur horizontal (distribusi spatial jenis) - Kelimpahan atau "abundance" (kerapatan, biomasa). 3. Fungsi Komunitas adalah pola metabolisme, produktivitas serasah dan laju pembusukannya, siklus hara, aliran energi.
  • 22. B. Jenis Data Vegetasi DATA KUALIFIKATIF • Komposisi flora • Stratifikasi dan aspection • Fenology • Vitalitas • Sosiabilitas • Life-form & fisiognomy • Organisasi tropic, rantai makanan ORGANISASI KOMUNITAS • Struktur • Komposisi • Organisasi tropik DATA SINTETIK • Kehadiran dan konstansi • Kesetiaan • Dominansi • Indeks dominansi • Indeks asosiasi 1.Data Kualitatif a.Komposisi Flora DATA KUANTITATIF • Pola disttribusi • Frekuensi • Kerapatan • Penutupan tajuk; dominansi DATA ANALITIK Komposisi flora adalah daftar jenis tumbuhan dalam komunitas, yang berguna untuk mengetahui : - keaneragaman jenis - tahap suksesi - kondisi lingkungan/habitat - struktur tiap unit vegetasi - pengelompokkan secara kuantitatiif: species
  • 23. dominan, frequent (daya adaptasi luas), jenis yang jarang (indikator habitat). b. Stratifikasi dan "aspection" Stratifikasi adalah lapisan vertikal komunitas tumbuhan. Stratifikasi terdiri : - pucuk - akar Manfaat Stratifikasi : - optimalisasi ruang tumbuh - peningkatan pemanfaatan energi solar - optimalisasi pemanfaaCan unsur hara tanah. Aspect ion adalah perubahan per:ampakan vegetasi dalam kaitannya dengan musim. c. Fenologi Fenologi adalah kalender fase-fase pertumbuhan yang dilalui oleh suatu tumbuhan selama sejarah hidupnya, atau studi tentang fase-frase pertumbuhan penting dalam sejarah hidup suatu tumbuhan, seperti: saat biji berkecambah, gugur daun, berbunga, berbuah dan tersebarnya biji. Tanda proses fenologi Masa kecambah :/ Masa berbunga :/ Masa berbuah : / / Masa penyebaran biji : / /
  • 24. Vitalitas dan Vigor Vitalitas adalah kondisi dan kapasitas tumbuhan untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Sedangkan vigor adalah keadaan kesehatan tumbuhan. Klasifikasi vitalitas : Klas 1 : Tumbuhan yang berkembang baik dan dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Klas 2 : Tumbuhan yang tumbuh sehat yang tersebar secara vegetatif. Klas 3 : Tumbuhan yang lemah yang tersebar secara vegetatif dan tak pernah menyelesaikan siklus hidupnya. Klas 4 : Tumbuhan yang jarang tumbuh dari biji, tetapi jumlahnya tak bertambah. Sosiabilitas Sosiabiiitas adalah hubungan antara masing-masing jenis dan menunjukkan cara tumbuhan tersebar. Sosiabilitas bergantung pada : - life-form - vigor - kondisi habitat - kemampuan bersaing. Klas Sosiabilitas (Brown-Blanquet, 1932): Klas 1 : Hidup menyendiri. Klas 2 : Agak mengelompok.
  • 25. Klas 3 : Mengelompok dalam kelompok-kelompok yang tersebar. Klas 4 : Mengelompok dalam kelompok yang besar dan kelompok terputus-putus. Klas 5 : Membentuk hamparan yang luas dan rapat. Life-form (bentuk hidup) tumbuhan - bisa menggunakan klas-klas life-form dari Raunkaier (1934), Brawn-Blanquet (1951), Backer (1968) : pohon, semak, liana, epifit, pakuan , herba, lumut, dll. - Persentase Life-form adalah Σ species dalam suatu life-form —————————————————————————————— X 100% Σ species dalam semua life-form - Species dari life-form yang berbeda dapat hidup berasosiasi, karena mereka memanfaatkan sumberdaya alam pada waktu/ruang yang berbeda. Organisasi tropik dan rantai pangan Rantai pangan ada1ah pengalihan energi dari sumbernya berupa tumbuhan melalui sederetan organisma yang memakan dan yang dimakan. Ada dua tipe rantai makanan : a) "Grazing food chain" : Rantai pangan yang dimulai dari tumbuhan, terus ke herbivora dan karnivora. b) "Detritus food chain" :
  • 26. Rantai pangan yang dimulai dari organisme mati ke mikroorgnisme, detrivor dan predatornya. Jaring-jaring pangan ("food web") adalah keterkaitan antara berbagai rantai makanan dalam suatu komunitas. Species diversity meningkat maka "food chain" makin panjang. Studi food chain dalam komunitas sangat berguna untuk mengetahui sistem transfer energi dalam komunitas. 2. Data Kuantitatif a. Distribusi Spasial Individu tumbuhan Tiga tipe Pola Distribusi 1) Random (acak) Pola ini mencerminkan homogenitas habitat dan/atau pola behavior yang tidak selektif. 2) Mengelompok ('clumped') Mencerminkan habitat yang heterogen, mode reproduktif, behavior berkelompok, dll. 3) Beraturan (reguler, uniform) Mencerminkan adanya interaksi negatif antara individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur hara atau cahaya. Faktor yang mempengaruhi pola sebaran spatial individu: a) Faktor vektorial dari aksi berbagai tekanan lingkungan luar (angin, aliran air, intensitas cahaya).
  • 27. b) Faktor reproduksi sebagai akibat dari mode reproduktif organisme (cloning dan regenerasi progeni). c) Faktor sosial akibat pembawaan behavior (misal, behavior teritorial) 4) Faktor koaktif akibat dari interaksi intraspecific (misal kompetisi). 5) Faktor stokastik akibat dari variasi acak dari berbagai faktor tersebut di atas, yaitu : a) faktor intrinsik species (mis., reproduktif, sosial, koaktif) b) Faktor extrinsic (vector). Beberapa indeks penentuan poia Distribusi Spasial individu (1). Variance Mean Ratio V/M = 1 (random) V/M > 1 (clumped) V/M < 1 (regular) Untuk menguj i apakah V/M < 1 atau > 1,digunakan uji X2 dengan derajat bebas (q - 2) , dimana q = Σ frekuensi klas, pada tingkat peluang 1%, 5%. Contoh :
  • 28. Ada 100 petak Σ Ind. Sp-X dalam masing-masing kuadrat 0 1 2 3 Frekuensi kehadiran dalam 100 petak 46 34 14 6 0(46)+1(34)+2(14)+3(6) Mean (M)= 100 = 0.8 ΣX2 – (ΣX)2/n Variance = n-1 [12(34)+22(14)+32(6)+02(46)] – (80)2/100 = 100 - 1 = 0.808 V/M = 0.808/0.800 = 1.01 Pengujian V/M = 1? 1). Menghitung banyaknya petak yang mengandung 0,1,2,3 individu Є(0) = (n)p(0) = (100)p(0) = (100)e-0.8 = 44.9 Є(1) = (n)p(1) = (100)(0.8/1)(p(0)) = 100 x 0.8/1 x 0.4493 = 0.3594 Є(1) = m e-m x n = 0.8 x e-0.8 x 100 = 0.8 x 0.4493 x 100 = 0.3594 Є(2) = 0.82/2! x e-m x 100 = 0.64/2 x 0.4493 x 100 0.1438 x 100 = 14.4
  • 29. Є(3) = 0.83/3! x e-m x 100 = 0.512/6 x e-0.8 x 100 = 0.512/6 x 0.4493 x 100 = 3.8 1 Σ individu/petak 0 1 2 3 2 Σ petak terobservasi 46 34 14 6 3 Σ petak harapan 44.9 35.9 14.4 3.8 4 Perbedaan Σ petaj antara terobservasi dan harapan 1.1 1.9 0.4 2.2 X2 hitung = (Obs – є)2/є (1.1)2 + (1.9)2 + (2.2)2 = 44.9 35.9 3.8 = 1.4123 X2 tabel(q-2), dimana q = Σ klas frekuensi = 4 X2 (α=0.5,2) = 1.386 = 1.4 Sehingga X2 hitung = X2 tabel random 2). Indeks Morisita (IS) ( ) ( ) 1 2 1 1 1 − = Σ − T T IS Xi Xi Dimana : Xi = jumlah individu species X dalam petak ke-I (i=1,2,3,………,q) q = jumlah seluruh petak T = jumlah total individu dalam semua petak Kriteria : IS = 1 (random) IS > 1 (clumped) IS < 1 (regular)
  • 30. Pengujian IS = 1? IS (T-1)+ q – T Fo = Q – 1 Bila Fo ≥ Fα q-1 Clumped (α = 0.05 atau 0.01) 3). Green’s Index Variance Means 1 1 − ⎞ − ⎟⎠ ⎛ = ⎜⎝ n GI GI bervariasi dari: 0 sampai maximum. 0 = random, 1 = clumping. b. Kerapatan Adalah jumlah suatu spesies dalam suatu unit area. Kerapatan menunjukkan kelimpahan suatu spesies dalam suatu komunitas. Satuan : ind/m2 (tumbuhan bawah) Ind/ha (pohon) Kerapatan relative: persentase kerapatan suatu spesies terhapdap jumlah kerapatan semua spesies. c.Frekuensi Frekuensi adalah derajat penyebaran suatu jenis di dalam komunitas yang diekspresikan sebagai perbandingan antara banyaknya petak yang diisi oleh suatu jenis terhadap jumlah petak contoh seluruhnya. Frekuensi Relatif : persentase frekuensi suatu species terhadap jumlah frekuensi semua species.
  • 31. Frekuensi Klas (Raun kaier, 1934} : Klas A: species dengan frekuensi 1 - 20% Klas B: species dengan frekuensi 21 - 40% Klas C: species dengan frekuensi 41 - 60% Klas D: species dengan frekuensi 61 - 80% Klas E: species dengan frekuensi 81 - 100% "Law of Frequency" > A>B>C=D<E < (Persentase Frekuensi berdistribusi normal) Jika : (1) E > D : Komunitas Homogen (2) E < D : Komunitas terganggu (3) A, E tinggi : Komunitas buatan (4) B,C,D tinggi: komunitas heterogen 4.Cover (Penuntupan Tajuk) Cover adalah proyeksi vertikal tajuk terhadap permukaan tanah. Tajuk adalah semua bagian tanaman yang terdapat di atas permukaan tanah. Di dalam hutan, cover harus ditentukan untuk setiap strata vegetasi, sehingga cover bisa > 100 %. Di dalam komunitas rumput, cover digambarkan dalam "graph paper" dengan bantuan kuadrat (misal, 25 X 25 cm)atau menggunakan plantigraph. Klas Penutupan Tajuk
  • 32. Klas A : Species dengan cover 5% Klas B : Species dengan cover 6 - 25% Klas C : Species dengan cover 26 - 50% Klas D : Species dengan cover 51 - 75% Klas E : Species dengan cover 76 - 100% Foliage cover meningkat ————-> Intercepting solar energi meningkat . Naungan meningkat Pengukuran foliage cover bisa diganti dengan "basal area" (luas bidang dasar, Ibds). 3. Data Sintetik Presence Presence adalah suatu kehadiran species dalam komunitas. Klas Kehadiran - Jarang : 1 - 20 % petak contoh terisi species. - Kadang terdapat : 21 - 40 petak contoh terisi species. - Sering terdapat: 41 – 60% terisi spesies - Banyak terdapat : 61 - 80 terisi species. - Selalu ada : 81 - 100 % petak contoh terisi species. Constance (Kontansi) Constance adalah derajat/tingkat kehadiran suatu species dalam komunitas. Klas Konstansi Klas 1 : 1 - 20 % Frekuensi
  • 33. Klas 2 : 21 - 40 % Frekuensi Klas 3 : 41 - 60 % Frekuensi Klas 4 : 61 - 80 % Frekuensi Klas 5 : 81 - 100 % Frekuensi c. Dominansi Jenis Jenis dominan adalah jenis yang bei k..i :sa dan mencirikan suatu komunitas. Konsep dominansi jenis sebagai petunjuk : - species tersebut menang dalam persaingan - species tersebut mempunyai toleransi tinggi - species tersebut berhasil beradaptasi - terhadap habitat . Parameter Penentu Dominansi Jenis - Foliage Cover (penutupan tajuk) - Kerapatan - Luas Bidang Dasar - Biomasa - Volume - Indeks Nilai Penting (INP) INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif INP maksimal 300%. Dominansi adalah luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar suatu species dalam satuan unit area tertentu. Satuannya: M/ha. Dominansi Relatif adalah persentase dominansi suatu species terhadap jumlah dominansi seluruh jenis.
  • 34. d. Fidelity {Kesetiaan) Fidelity adalah tingkat kesetiaan suatu species dalam suatu komunitas. Klas Kesetiaan Jenis: Klas 1: Ekslusif terhadap suatu jenis komunitas. Klas 2: Selektif (sering berada pada satu macam komunitas,tetapi tidak pada komunitas lain). Klas 3 : Preferensial {berada pada beberapa habitat, tetapi tumbuh banyak pada beberapa habitat saja). Klas 4 : Indifferent/masa bodoh (berada secara teratur pada semua habitat). Kals 5 : Strange/aneh (jarang dan secara kebetulan berada dalam komunitas). e. Indeks of Dominance (ID) Indeks of dominance adalah indeks untuk memeriksa tingkat dominansi suatu species dalam komunitas. Nilai ID tinggi dominansi jenis dipusatkan pada satu atau beberapa jenis. Nilai ID rendah dominansi jenis dipusatkan pada banyak jenis. Simpson (1949) ID = C = E (ni/N)2 C = indeks of dominance ni = INP atau kerapatan atau biomasa suatu species. N = Total INP atau total kerapatan ,atau biomasa dari semua species. Hilai C ini bersifat relatif. Nilai C bisa digunakan apakah suatu komunitas itu asosiasi atau konsosiasi.
  • 35. f. Interspecific Assosiation Interspecific assosiation ada1ah suatu asosiasi/kekariban antara dua species dalam komuninas. Interspecific Assosiation terjadi bila : - kedua species tumbuhan pada lingkungan yang serupa. - distribusi geografi kedua species ;>erupa dan keduanya hidup di daerah yang sama. - kedua jenis berbeda life-form. - bila salah satu species hidupnya bergan-tung pada yang lain. - bila salah satu species menyediakan per lindungan terhadap yang lain. Metode mendeteksi interspesif ic asosiasi. ion (1). Data Kualitatif (a). 2x2 contingency table, bila datanya kualitatif (hadir atau tidak). Spesies A Hadir + Tidak 0 + a b m=a+b 0 c d n=c+d E a+b=r b+d=r N=a+b+c+d (ad-bc)2 X N S P E S I E S B X2 hit = m X n X r X s nilai X2 ini bandingkan dengan X2tab (α = 0.05, db = 1) Bila X2hit ≥ X2tab ada asosiasi
  • 36. a = Σ petak dimana 2 spesies ada b = Σ petak, sp. A ada, sp. B tak ada c = Σ petak, sp. A tak ada, sp. B ada d = Σ petak, sp. A dan B tak ada N = Σ total petak contoh (b). JACCARD INDEX (JI) JI a a + b + c = (2). Data Kuantitatif Koefisien Korelasi Σ[(X1-X1)(X2-X2)] R hit = √[Σ(X1-X1)2 x (Σ(X2-X2)2] R hit. ≥ R tab. Untuk p = 0.05 atau p = 0.01 g. Index of Diversity • keanekaragaman jenis adalah suatu parameter penting dalam membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotic atau mengetahui tahap suksesi dan stabilitas komunitas • pada komunitas klimak, spesies diversity meningkat food chain meningkat komunitas stabil Respirasi komunitas • Ecological turnover = Biomassa komunitas R/B rendah komunitas diversity meningkat
  • 37. • Metode/cara penentuan spesies diversity 1) Shanon-Weiner Diversity Index H = -Σ[(ni/N) log (ni/N)] ni = Nilai kuantitatif suatu spesies N = jumlah nilai kuantitatif semua spesies dalam komunitas Variasi nilai H 0 = satu spesies tak terhingga nilai yang tinggi (banyak spesies) 2) Simpson’s Diversity Index Σ= 1 ( / )2 D = − ni N s i 1 S = Σ jenis Variasi nilai D: 0 = satu spesies tak terhingga 1 – 1/s = diversity spesies max. h. Koefisien Kesamaan Komunitas (Index of Similarity) • Index ini sangat berguna untuk membandingkan kesamaan jenis dua komunitas • Caranya: 1). Jaccard’s presence-community coefficient ISJ = [C/(A+B+C)] x 100% A = Σ jenis di komunitas 1 B = Σ jenis di komunitas 2 C = Σ jenis di dua komunitas 2). Motyka’s Index of Similarity IS = [2 Mw/(Ma + Mb)] x 100% Mw = Σ nilai kuantitatif ≤ dari spesies yang ada di dua komunitas
  • 38. Ma = Σ nilai kuantitatif semua spesies di komunitas 1 Mb = Σ nilai kuantitatif semua spesies di komunitas 2 Nilai IS : 0 – 100 C. Fungsi Komunitas 1. Biomassa Biomassa adalah jumlah bahan organic yang diproduksi oleh organism per satuan unit area pada suatu saat. Satuannya g/m2 atau Kg/ha. • Biomassa menunjukkan net production • Biomassa production rate adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu (Kg/ha/yr) • Biomassa dinyatakan dalam “dry weight” (berat kering) oven pada suhu 105o selama 12 jam atau 800C selama 48 jam. Satuan lain adalah berat kering bebas abu (“ash free dry weight”) • Biomassa profil menunjukkan jumlah bahan organic kering pada tingkat yang berbeda dari komunitas • Akumulasi biomassa di tropic lebih rendah daripada di temperate karena laju respirasi di tropic lebih tinggi 2. Aliran Energi • Dari sudut energy, komunitas adalah unit thermodinamika
  • 39. Matahari Tumbuhan ditangkap Energi makanan refleksi absorpsi biomas Proses metabolisme pertumbuhan panas Dimakan konsumer • Dalam setiap transfer energy dari tanaman ke tingkat tropic yang berbdea, efisiensi konversi energy hingga 10%, 90% hilang sebagai panas • Persediaan energy dalam komunitas meningkat dengan meningkatnya perkembangan vegetasi (suksesi). Akumulasi energy dalam biomassa maksimal pada komunitas klimaks, karena adanya stratifikasi dan spesies diversitas yang tinggi • Estimasi energy dalam bahan organic tumbuhan bisa diduga dengan alat Bomb calori meter. • Efisiensi energy Energy yang ditangkap tumbuhan (Kcal/m2/t) = x 100% Energy solar yang datang sampai di komunitas (Kcal/m2/t) adalah suatu rasio antara output (kalori yang
  • 40. dimanfaatkan tumbuhan) terhadap input (energy solar sampai di komunitas) dalam suatu unit area dalam periode waktu tertentu. • Efisiensi energy adalah rasio antara aliran energy di setiap titik/tahap yang berbeda sepanjang rantai makanan, satuannya %. 3. Gross Ecological Effisiency (GEE) Kalori mangsa yang dikonsumsi pemangsa = x 100% Kalori makanan yang dikonsumsi mangsa • Siklus hara, Produktivitas dan Dekomposisi Serasah • Siklus Biogeokimia, termasuk unsure-unsur utama dari protoplasma, dari lingkungan ke organism dan kembali lagi ke lingkungan dalam biosfir • Siklus hara adalah pergerakan unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang penting bagi kehidupan Tipe Gas - Siklus N - Siklus CO2 Tipe batuan - Siklus fosfor Siklus Biogeokimia
  • 41. Tipe-tipe interaksi antara dua spesies dalam komunitas No. Tipe Interaksi Spesies Sifat Umum Interaksi 1 2 1 Netralisme 0 0 Tak satupun individu populasi yang satu mempengaruhi yang lainnya 2 Kompetisi - - Penghambatan terhadap semua jenis 3 Amensalisme - 0 Individu (1) menghambat individu (2), sedang individu (2) tak terpengaruh 4 Parasitisme + - Individu spesies yang satu dirugikan oleh individu spesies yang lain 5 Predasi + - Individu spesies yang satu dimangsa oleh individu spesies yang lain 6 Komensalisme + 0 Individu spesies yang satu mendapat keuntungan tapi individu spesies dua tak terpengaruh 7 Protokooperasi + + Interaksi yang menguntungkan kedua spesies dan tak merupakan kewajiban berinteraksi 8 Mutualisme + + Interaksi yang menguntungkan kedua spesies, interaksinya mutlak harus terjadi 1) Netralisme : sebenarnya hanya asosiasi saja, bukan interaksi 2) Persaingan (1) Persaingan antar jenis berbeda (interspesifik) (2) Persaingan antar jenis yang sama (intraspesifik) (3) Persaingan relung ekologis (tempat)
  • 42. (4) Persaingan sumberdaya (makanan) Akibat persaingan: - Pertumbuhan tewrganggu - Produksi berkurang, jumlah biji sedikit - Menstimulasi serangan hama-penyakit dan kekurangan unsure hara - Terjadi stratifikasi dimana jenis tertentu lebih berkuasa - Komposisi jenis berubah (Σ jenis, Σ individu, life-form). Competitif Ability Ditentukan secara sederhana dengan rumus: GA/B = MA/MB atau GB/A = MB/MA G = kemampuan pertumbuhan M = bobot kering tanaman A,B = spesies A dan B 3) Amensalisme, merupakan persaingan dalam bentuk yang lemah, adalah hubungan antara individu yang mana individu yang satu dirugikan (tetapi sesaat) tetapi individu lain tidak dirugikan (netral). Amensalisme merupakan persaingan dalam bentuk yang lemah. Contoh : allelopathy yaitu pengaruh merugikan baik langsung maupun tak langsung dari suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain melalui produksi senyawa kimia. Dalam hal ini, bahan kimia dapat dikategorikan sebagai : (a). Autotoxic (bahan penghambat) terhadap : - anakan sendiri - individu lain sejenis (b). Antitoxic (bahan penghambat) terhadap individu lain jenis berbeda.
  • 43. Cara tanaman melepaskan bahan kimia (bahan allelopati)adalah melalui : - pencucian daun/batang oleh air hujan - bahan tanaman yang jatuh sebagai aerasah yang menjadi humus dalarn tanah. - gas yang menguap dari permukaan tanaman - eksudat akar Media pengeluaran zat alelopatik jenis tanaman 1. Daun Camelina 2. Akar Eucalyptus globulus 3. Setelah mati Apel, sereh 4. Gas Reliant bus, Aster Bahan kimia allelopathic diantaranya adalah - phenolic, terpeties, alkaloids, nitrit difenol, - asam benzoat, fenin, sulfida. Pengaruh allelopathy terhadap pertumbuhan tumbuhan : - perpanjangan/perbanyakan sel terhambat - penyerapan hara mineral berkurang - laju fotosintesa dan respirasi terganggu - perlambatan perkecambahan biji - laju pertumbuhan terhambat - gangguan sistem perakaran - klorosis - layu, mati
  • 44. Parasitisme (+,-) Suatu organisme untuk hidupnya mengambil makanan dari organisme lainnya. Interaksi parasitisme memungkinkan adanya tumbuhan inang (host) dan tumbuhan parasit. Host seringkali mengeluarkan antibodi Parasit yang heterofog lebih bertahan daripada monoloq. Parasit meliputi parasit akar -» Rafflesia, semipara-sit {yang tumbuh di cabang-cabang di pohon -> benalu (famili horuntuceae). Rafflesia -» bunga liar (famili Rafflesiaceae) Genus lain : - Rhizanthes - Mitrastemon Di Sumatera 4 jenis : - Rafflesia atjehensis - Rafflesia hasseltii - Rafflesia arnoldi - Rafflesia patma. Rafflesia -» paling khas diantara parasit lain - besar ukuran bunga - tidak punya batang, daun dan akar - hanya punya benang-benang yang tumbuh di bagian dalam batang dan akar pohon. Inang (Tetrastigma, famili vitaceae) - waktu bunga lama, tergantung ukuran R. arnoldi - kuncup terbuka mekar (19-21 bulan)0 10 cm
  • 45. H. 5 bulan 0 15 cm -» 2 bulan 0 25 cm -* 20-30 hari. (5). Commensalisme ( + , 0) Interaksi antara individu yang memberikan keuntungan kepada salah satu individu jenis populasi sementara yang lain tak memperoleh keuntungan apa-apa (netral). Merupakan hubungan (+) yang mendasari protokoperasi. Contoh Epifit: paling banyak terdapat di hutan hujan tropika (10% pohon hutan hujan tropika ditumbuhi epifit). - Anggrek, paku-pakuan, dll. - Menempel pada batang atau daun (epifit) Setelah dapat sinar matahari akan menutupi tajuk. - liana (tumbuhan merambat suka cahaya = heliophyta) - pengaruh negatif liana 1. Menutupi daerah tajuk sehingga mengurangi proses fotosintesis. 2. Menurunkan kualitas kayu 3. Mengganggu tumbuhan pohon yang dipanjati 4. Berpengaruh negatif terhadap anakan yang suka cahaya (heliophyta) - pengaruh positif, diantaranya adalah berpengaruh baik pada pertumbuhan anakan yang suka naungan (schyophyta, misalnya jenis-jenis anggota
  • 46. Dipterocarpaceae) - sistem silvikultur (tropical shelter-wood system) penangkaran liana (pembebasan)/tebang penerang (6). Protocoperasi (+,-) Kedua jenis individu yang berinteraksi mendapat keuntungan tetapi bukan merupakan keharusan untuk saling berhubungan. contoh : Asosiasi lumut dengan keong air tawar - Lumut menggunakan zat hara dari keong - Keong ditumbuhi lumut sebagai perlindungan Protocoperasi merupakan awal evolusi sebelum mutualisme. (7). Mutualisme (+,+) Memberikan keuntungan kepada masing-masing jenis yang berinteraksi dan merupakan suatu keharusan untuk hidupnya, jika dipisahkan akan rugi. Contoh : - Mikoriza : asosiasi antara jamur dengan akar tumbuhan. Jamur merubah unsur-unsur sehingga tersedia dan dapat dihisap oleh akar tumbuhan, jamur mendapatkan makanan dari hasil fotosintesa inang. - Jenis mikoriza adalah: a) Ektotropik: di luar akar mis: Basidiomycetes b) Endotropik: di dalam akar mis: Phycomycetes c) Peritropik: sebagai mantel, contoh: Mikoriza
  • 47. ekstra material Ektotropik : Micorhyza di bagian luar sel akar micelia fungi, misal pada Pinus strobus, Dipterocarpaceae, Eucalyptus. Endotropik: Micorhyza di bagian dalam sel akar micelia fungi, yakni hampir semua tanaman kecuali tanaman air. Peritropik: Micorhyza membentuk selubung mantel rongga yang mengelilingi akar, misal pada anakan spruce (Picea pungens). - Karena tanah Imtan Indonesia relatif miskin hara, maka banyak pohon-pohon hutan alam yang mengandung mikoriza. - Di hutan Cibodas 32% pohon-pohon yang ada mengandung mikoriza. - Mikoriza mengeluarkan enzim phosphatase - Manfaat mikoriza a) penyerapan unsur hara meningkat terutama Phospor b) mencegah infeksi perakaran mempertinggi daya tahan kekeringan akar lebih lama hidup (memproduksi hormon penumbuh). - Nodul Akar : gejala pembengkakan akar berupa bintil akar sebagai akibat sirnbiosis mutualisme antara bakteri (rhizobium/aktinomisetes) dengan suatu akar tumbuhan tertentu.
  • 48. Bakteri rhizobium adalah pengikat N tumbuhan mendapatkan Nitrogen, rhizobium mendapatkan karbohidrat berdasarkan jenis tanaman dengan mikroba pembentuk nodul, maka ada tiga bentuk simbiosa: 1. Legume, (rhizobium) (Albizia, Akasia, Leucoem -» Leguminosae) tidak semua legum berasosiasi dengan rhizobium Leguminosae Mimosaceae Caesalpiniaceae Papilionaceae 2. Non Legume, (rhizobium) (Trema, pnrasponia} 3. Non Legume, (Aktinomisetes) (Frankia) (Casuarina, Podocarpus) - Keuntungan adanya nodul akar: Jarang 1. Tanaman inang bisa hidup pada tanah miskin N 2. Dapat meningkatkan kesuburan tanah 3. Memungkinkan tanaman tumbuh setelah tanaman legume Hewan Hutan, berperan besar dalam pembiakan tanaman, misal beberapa jenis pohon dalam pembuahan dan penyerbukan biji/benih tergantung pada hewan tertentu : serangga, burung, kelelawar, babi hutan, musang, dll. Tetapi hewan juga bisa merusak tanaman (hama) dan penular penyakit pada tanaman.
  • 49. IV. DINAMIKA MASYARAKAT TUMBUH-TUMBUHAN (SUKSESI) A. Pengertian Suksesi (Sere) Spurr (1964), mengatakan bahwa suksesi merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi, tanah dan iklim dimana proses ini terjadi. Sedangkan Costing (1956), menyatakan bahwa perubahan-perubahan bertahap atau proses suksesi ini berlangsung karena habitat tempat tumbuh masyarakat tumbuhan mengalami modifikasi oleh beberapa daya kekuatan alam dan aktivitas organisme berupa perubahan-perubahan terhadap tanah, air, kimia dan lain-lain. Perubahan masyarakat tumbuhan dimulai dari tingkat pionir sederhana sampai pada tingkat klimaks, dalam hal ini tumbuhan pioner merubah habitatnya sendiri sehingga cocok untuk species baru, keadaaan ini berlangsung terus hingga tingkat klimak tercapai (Clements, 1923; halle, 1.97G; Clark, 1954, Ewuse, 1980). Tentang adanya perubahan habitat, dinyatakan bahwa komunitas pertama akan merubah keadaan tanah dan iklim mikro. Dengan demikian memungkinkan masuknya species kedua yang menjadi dominan dan mengubah keadaan lingkungan dengan cara mengalahkan species yang pertama dan hal ini memungkinkan masuknya species yang ketiga, demikian seterusnya sampai tingkat klimaks tercapai (Whittaker, 1970; Odurn, 1970; Whitmore,1975)
  • 50. Secara singkat suksesi adalah suatu proses perubahan komunitas tumbuh-tumbuhan secara teratur mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks di suatu tempat tertentu Komunitas klimaks adalah komunitas yang berada dalam keadaan keseimbangan dinamis dengan lingkungannya. Sedangkan tingkat sere adalah setiap tingkat/tahap dari sere, dan komunitas sere adalah setiap komunitas tumbuhan yang mewakili setiap tingkat sere. Species klimak adalah suatu species yang berhasil beradaptasi terhadap suatu habitat sehingga species tersebut menjadi dominan di habitat yang bersangkutan. S. Faktor Penyebab Suksesi 1. Faktor Iklim - fluktuasi kondisi iklim yang tidak konsisten - kekeringan - radiasi yang kuat - dan lain-lain yang merusak vegetasi sehingga terjadi suksesi. 2. Faktor Topografi/Edafis Faktor ini berkaitan dengan perobahan dalam tanah. Ada 2 faktor penting yang berkaitan dengan tanah yang membawa perobahan habitat, yaitu: a. Erosi tanah, yaitu suatu proses hilangnya lapisan
  • 51. permukaan tanah oleh angin, aliran air dan hujan. b. Deposisi tanah, yaitu proses pengendapan/ penimbunan tanah oleh angin, longsor, glacier atau turunya salju di suatu tempat. 3. Faktor biotik penyebab rusaknya vegetasi yang mengakibatkan suksesi adalah : - penggembalaan - penebangan - deforestasi - hama dan penyakit - perladangan - dan lain-lain C. Tipe-tipe Suksesi 1. Hidrosere Hidrosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di habitat air atau basah". 2. Halosere Halosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di tanah/air masin. 3. Xerosere Xerosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di habitat kering. Tumbuhan pionirnya berupa lumut kerak,bakteria,dan ganggang. 4. Psammosere Psammosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi
  • 52. di habitat berpasir. 5. Lithosere Lithosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di permukaan batuan. 6. Serule Serule adalah miniatur suksesi mikroorganisme bakteri, jamur, dll) pada pohon yang mati, kulit pohon, dll. D. Tahab-tahab Suksesi Shukla dan Chandel (1932) mengemukakan sembilan macam tahapan dalam proses suksesi, yaitu: 1. Nudation : terbukanya vegetasi penutup tanah (terbentuknya tanah kosong). 2. Migrasi : cara-cara dimana tumbuhan sampai pada daerah tersebut di atas. Biji-biji tumbuhan sampai pada daerah tersebut di atas mungkin terbawa angin, aliran air, mungkin pula melalui tubuh hewan tertentu. 3. Ecesis : proses perkecambahan, pertumbuhan, berkembang biak dan menetapnya tumbuhan baru tersebut. Sebagai hasil ecesis individu-individu species tumbuh
  • 53. mapan di suatu tempat (established). 4. Agregation : sebagai hasil dari ecesis, individu-individu dari suatu jenis berkembang dan menghasilkan biji, maka biji-biji tersebut akan tersebar pada areal yang te rbuka di sekelilingnya sehingga tuinbuh berkelompok (beragregasi).Ecesis dan agregasi merupakan invasi species tersebut. 5. Evolution of community relationship : merupakan suatu proses apabila daerah yang kosong ditempati species-species yang berkoloni. Species tersebut akan berhubungan satu sama lain-nya. Bentuk hubungan ini kemung-kinan akan mengikuti salah satu dari tipe eksploitasi, mutualisme dan co-existance. 6. Invation : dalam proses koloni, biji tumbuhan telah beradaptasi dalam waktu yang relatif panjang pada tempat tersebut. Biji tumbuh dan menetap (penguasaan lahan oleh tumbuh-tumbuhan yang bersifat
  • 54. agresif dan adaptif). 7. Reaction : terjadinya perubahan habitat yang disebabkan oleh tumbuhan tersebut dengan merubah lingkungannya terutama dengan cara: a. Merubah sifat dan reaksi tanah b. Merubah iklim mikro Reaksi merupakan proses yang terus menerus dan menyebabkan kondisi yang cocok bagi species yang telah ada dan lebih cocok pada individu yang baru. Dengan demikian reaksi memegang peranan penting dalam pergantian species. 8.Stabilization: kompetisi dan reaksi berlangsung terus menerus ditandai dengan perubahan lingkungan yang mengakibatkan struktur vegetasi berubah. Dalam jangka waktu lama akan terbentuk individu yang dominan dan perubahan yang terjadipun relatif kecil disamping iklim mempunyai peranan penting dalam membatasi proses ini menjadi stabil. Dengan perkataan lain, stabilisasi
  • 55. merupakan suatu proses dimana individu-individu tumbuhan mantap tumbuh di suatu habitat tanpa banyak dipengaruhi oleh perobahan-perobahan dalam habitat tersebat. 9. Klimaks :setelah stabilisasi, pada tahap ini species yang dominan mempunyai keseimbangan dengan 1ingkungannya, keadaan habitat dan struktur vegetasi relatif koristan karena pertumbuhan jenis dominan telah mencapai batas. E. Macam Suksesi Berdasarkan proses terjadinya terdapat dua macam suksesi; 1. Sukesesi primer (prisere) Suksesi primer adalah perkembangan vegetasi mulai dari habitat tak bervegetasi hingga mencapai masyarakat yang stabil dan klimaks. 2. Suksesi sekunder (subsere) Suksesi sekunder terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak, misalnya oleh kebakaran, perladangan,
  • 56. penebangan, penggembalaan, dan kerusakan-kerusakan lainnya. F. Faham-fahara tentang Klimaks 1. Faham Monoklimaks (Costing, 1956) Beranggapan bahwa pada suatu daerah iklim hanya ada satu macam klimaks yaitu suatu formasi yang paling metaphysic. Jadi klimaks boleh dikatakan suatu pencerminan keadaan iklim. Disamping itu iklim sebagai faktor yang paling stabil dan berpengaruh, terdapat pula faktor-faktor lain atau profaktor-profaktor, seperti faktor tanah, biotis dan fisiografi. Profaktor-profaktor ini menyebab-kan terbentuknya proklimaks-proklimaks sebagai berikut : a. Subklimaks terjadi apabila perkembangan vegetasi terhenti di bawah tingkat terakhir, dibawah klimaks, sebagai akibat faktor-faktor bukan iklim, misalnya karena keadaan geografi seperti keadaan di Pulau Krakatau. b. Proklimaks Posklimaks, apabila pembentukan klimaks menyimpang dari tipe yang sewajarnya, misalnya sebagai akibat dari keadaan fisiografi. Keadaan yang lebih lembab dan lebih baik menghasilkan posklimaks, sedangkan keadaan yang lebih kering dan kurang baik menghasilkan proklimaks.
  • 57. c. Disklimaks, terjadi sebagai akibat beberapa gangguan sekunder yang menyebabkan tak dapat berkembang lagi ke arah klimaks karena keadaan tempat tumbuh amat berubah menjadi buruk, misalnya terhenti pada tingkat semak belukar 2. Faham Polyklimaks(Braun-Blanquet, 1932) Beranggapan bahwa tidak hanya iklim yang dapat menumbuhkan klimaks. Bagi penganut faham kedua ini ada beberapa macam kilmaks: klimaks iklim, klimaks edafis, klimaks fisiografis, klimaks kebakaran dan sebagainya. 3. Teori Informasi Merupakan faham terbaru yang dikembangkan oleh margalef (1968) dan Odum (1969). Pada tahap klimaks komunitas tersebut mempunyai informasi maksimum dan entrophy maksimum. Enthrophy adalah jumlah energy yang tidak terpakai dalam suatu sistem ekologi Menurut faham monoklimaks misalnya dapat dibuat bagan suksesi primer sebagai berukut:
  • 58. KLIMAKS HUTAN HUJAN TANAH RENDAH Hutan payau Bruguiera-Xylocarpus Hutan Neonauclea-Ficus Hutan payau Rhizopora-Bruguiera Hutan Ficus - Macaranga Hutan payau Avicennia Vegetasi rumput Neyraudia-Saccaharum Vegetasi cryptogamae HYDROSERE PADA LUMPUR PAYAU XEROSERE PADA TUF BATU KEMBANG Kalau kita bandingkan keadaan umum jalannya suksesi primer (prisere) dengan suksesi sekunder (subsere), dapat dibuat bagan sebagai berikut: Gangguan Vegetasi terganggu Vegetasi klimaks hutan Vegetasi perdu pohon Vegetasi semak belukar Vegetasi rumput-herba semak kecil Vegetasi cryptogamae Permukaan “tanah telanjang” P RI SERE S UB SERE
  • 59. V. KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN A. Beberapa Pengertian yang Harus Dipahami dalam Klasifikasi 1. Vegetasi adalah Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luas. 2. Formasi hutan adalah satuan vegetasi hutan yang terbesar. Perbedaan formasi hutan di trcpika disebabkan oleh: - Perbedaan iklim. - Fisiognom.i (struktur) hutan - Perbedaan habitat - Suksesinya. 3. Asosiasi adalah satuan-satuan di dalam formasi hutan yang diberi nama menurut pohon jenis dominan. Oleh karena itu, Asosiasi adalah satuan dasar dalam klasifikasi. Asosies adalah istilah lain untuk asosiasi, dimana satuan ini berada dalam hutan yang mengalami suksesi sekunder. 4. Asosiasi konkrit adalah bagian dari asosiasi hutan yang betul-betul diselidiki dan diketahui komposisi jenis pohonnya. Asosiasi hutan yang berlainan komposisinya tetapi memiliki fisiognomi yang sama, digolongkan menjadi formasi hutan. 5. Subspecies, varietas, ekotype merupakan variasi-variasi dalam species dalam taksonomi tumbuhan.
  • 60. 6. Varian adalah variasi-variasi di dalam asosiasi hutan. 7. Asosiasi segregat adalah varian-varian di dalam hutan campuran yang disebabkan oleh adanya jenis-jenis pohon yang lebih berkuasa (dominan) daripada yang lain. 8. Konsosiasi adalah varian yang dikuasai oleh satu jenis pohon saja. Sedangkan konsosies adalah varian di dalam suatu hutan yang mengalami sub-sere/ suksesi sekunder. 9. Fasiasi adalah varian yang disebabkan oleh perbedaan topografi. 10.Losiasi adalah varian yang disebabkan oleh perbedaan edafis. 11.Ekoton adalah daerah peralihan yang sering dijumpai apabila ada dua atau lebih type atau asosiasi vegetasi yang letaknya berbatasan. 3. SISTEM-SISTEM KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN TROPIKA Ada dua cara pendekatan di dalam klasifikasi vegetasi: 1. Menetapkan dahulu satuan yang besar, kemudian mengadakan pemisahan berdasarkan sifat-sifat yang berbeda. Contoh : klasifikasi Schimper(1898) dan Burtt Davy (1938). 2. Dimulai dengan memisahkan satuan yang kecil, kemudian menggolongkan ke dalam satuan yang lebih
  • 61. besar. Contoh : klasifikasi oleh Beard (1944), dan Richard et. al. (1933) . Adanya bermacam-macam sistem klasifikasi disebabkan : karena perbedaan kriteria yang digunakan, antara lain: "Sistem Klasifikasi Fisiognomis, Ekologis, Fisiognomis- Ekologis, Floristis, Fisiognomis-Floristis, Geografis- Ekologis. Menurut Aichinger, pada klasifikasi vegetasi, kriteria pertama yang digunakan adalah fisiognomi, selanjutnya floristik, geografi tumbuhan, ekologi, syngenesisi, dan pengaruh manusia. Menurut Fosberg (1958), klasifikasi vegetasi yang rasional harus didasarkan kepada kriteria : (1) Fisiognomi (rupa vegetasi, bentuk umum vegetasi) . (2) Struktur vegetasi (susunan komponen di dalam ruang, stratifikasi, jarak, dimcnsi). (3) Fungsi (sifat-sifat phenothypik yang menyatakan adaptasi terhadap keadaan lingkungan). (4) Komposisi susunan floristik (5) Dinamika suksesi atau perubahan dengan perbedaan lingkungan. (6) Riwayat vegetasi.
  • 62. C. Berbagai Macam Sistem Klasifikasi Vegetasi Hutan C.I. Klasifikasi Ekosistem Menurut Van Steenis Van Steenis (1957) dalam Soerianegara dan Indrawan (1934), telah mengemukakan dan membahas tipe-tipe vegetasi yang dijumpai di Kepulauan Indonesia dan wilayah sekitarnya. Cara penetapan dan pembagian formasi-formasi hutan di dalam sistem ini, yang disebut sistem alami, didasarkan atas perbedaan iklim basah dan bermusim, perbedaan edafis, dan perbedaan altitudinal. Forrnasi-formasi hutan yang ditentukan dalam sistem ini adalah : I. IKLIM BASAH Kadang-kadang selalu tergenang Air asin (laut), dipengaruhi pasang surut : ........................ 1. Mangrove Air tawar (hujan, sungai) , diam : Eutrofik ............... 2. Hutan rawa oligotropik ............ 3. Hutan gambut Air tawar (tepi sungai), deras: ........................ 4.Vegetasi Rheofit Tanah Kering Pantai ........................ 5. Vegetasi pantai
  • 63. Pedalarnan hingga batas pohon (timber line) Tanah podsol kuarsa, dataran rendah : .................. 6 . Vegetasi tanah kuarsa Tanah kapur, dataran rendah : .................. 7 . Vegetasi tanah kapur Jenis- jenis tanah lain Elevasi 2 - 1000 m .... 8. Hutan Hujan Tropika Elevasi 1000-2400 m ... 9. Hutan Hujan Pegunungan Elevasi 2400-4150 m .. 10. Hutan Hujan Sub-alpin II. IKLIM BERMUSIM Elevasi di bawah 1000 m ................. 11 . Hutan Musim (monsoon) Dataran Rendah Elevasi di atas 1000 m ................. 12 . Hutan Musim Pegunungan . C.2. Klasifikasi Vegetasi Dunia Menurut Unesco Unesco (1973), telah melakukan klasifikasi dan pembuatan peta vegetasi secara menyeluruh. Kategori klasifikasi adalah unit-unit vegetasi, termasuk formasi zonal dan azonal serta formasi-formasi yang telah berubah lainnya. Dasar umum klasifikasi vegetasi dunia ini memakai sistem
  • 64. floristik, klasifikasi selanjutnya didasarkan terutama pada sifat-sifat fisiognomi struktural dan sifat-sifat ekologi yang digabungkan dengan vegetasi natural dan semi natural sebagai tambahan. Menurut klasifikasi ini, vegetasi dunia dibedakan menjadi enam tingkatan, dari tingkatan tertinggi sampai kelas terendah, yaitu : Kelas Formasi (Formation Class), Sub-kelas Formasi (Formation Subclass), Kelompok Formasi (Group Formation), Formasi (Formation), dan Subdivisi (Subdivisions). Kelas Formasi sebagai tingkatan tertinggi, membagi vegetasi menjadi lima bagian. Pembagian ini berdasarkan kepada struktur tegakan, dalam hal ini penutupan kanopi tegakan (tajuk-tajuk pohon), tingkatan vegetasi (pohon atau semak belukar); dan habitus veqetasi (berkayu atau herba). Kelas formasi pertama adalah Closed forest (hutan tertutup) adalah hutan-hutan yang mempunyai kanopi tertutup, dimana tajuk-tajuk pohon saling mengisi. Tinggi pohon paling rendah 5 m, kecuali untuk pohon, yang belum dewasa atau masa reproduksi kurang dari 5 m. Kelas Formasi Woodland (tegakan terbuka) terdiri dari pohon-pohon dengan ketinggian paling rendah 5 m, penutupan tajuk paling rendah 40%. Penutupan tajuk dikatakan 40% jika jarak antara dua tajuk pohon sama dengan jari-jari sebuah tajuk pohon. Kelas Formasi Scrub (semak belukar) kebanyakan dari jenis-jenis phanerophytes berkayu, tinggi antara 0.5 m sampai 5 m. Dibedakan atas semak individu-individunya tidak saling
  • 65. bertautan, misalnya rumput-rumputan, sedangkan belukar saling bertautan. Kelas Formasi dwart-scrub dan Related Communities (semak-semak kecil dan komunitas kerabat lainnya), sering disebut formasi rumput-rumputan, tinggi jarang yang melebihi 50 cm. Berdasarkan kepadatannya dibedakan atas Dwart Shrub thicket (cabang-cabangnya saling bertautan), Dwart Shrubland (individu-individu saling terpisah atau dalam rumpun-rumpun), dan Formasi Cryptogamic dengan semak-semak kecil. Kelas Formasi terakhir adalah Herbaceous vegetation (vegetasi herba). Ada dua tipe besar dari vegetasi ini, yaitu graminoid dan forbs. Termasuk graininoid adalah semua rumput herba dan tanaman rumput-rumputan seperti Carex sejenis alang-alang), Juncus (sejenis tebu) dan sebagainya. Forbs adalah tanaman herba daun lebar seperti Helianthus (bunga matahari), Trifolium dan sebagainya. Dasar pembagian kelas formasi menjadi subkelas formasi adalah keadaan daun (evergreen, decidous, dan xeromorphic), ukuran vegetasi, dan tempat hidup (habitat). Pengertian evergreen adalah kanopi hutan tidak pernah tanpa daun hijau (selalu hijau), walaupun ada pohon-pohon secara individu mungkin menggugurkan daun. Kebalikan dari evergreen, pohon-pohon decidous menggugurkan daun secara simultan apabila berhubungan dengan musim yang tidak menguntungkan. sedangkan xeromorphic adalah vegetasi yang khas daerah kering, seperti phanerophyties, hemicytophties, geophyties. dengan daun atau batang kadang-kadang sukulen.
  • 66. Selanjutnya, Subkelas Formasi dibagi menjadi kelompok-kelompok formasi (Group Formation) berdasarkan antara lain : tempat atau garis 1intang (tropik, sub-tropik, temperate, subpolar, dan lain-lain), keadaan daun (evergreen, decidous, semi decidous), bentuk daun (daun jarum atau lebar), dan kombinasi sifat-sifat di atas. Sedangkan formasi-formasi hutan dibentuk berdasarkan antara lain : ketinggian tempat (lowland dan montane), jenis tanah (alluvia), keadaan habitat (swamp, bog, desert), bentuk tajuk, bentuk daun, dan sebagainya. Di bawah ini diberikan bagan klasifikasi vegetasi menurut Unesco (1973) secara global. I. CLOSED FOREST A. EVERGREEN 1. Tropical Ombrophilous Forest (Tropical Rain Forest) 2. Tropical and Subtropical Evergreen Seasonal Forest 3. Tropical and Subtropical Semi Decidous Purest 4. Subtropical Ombrophilous Forest 5. Mangrove Forest 6. Temperate and Subpolar Evergreen Ombropuilous Forest 7. Temperate Evergreen Seasonal Broad heaved Forest 8. Winter-Rain Evergreen Sclerophykous Forest 9. Tropical and Subtropical Evergreen Needle-Leaved Forest
  • 67. 10.Temperate and Subpolar Evergreen Needle-Leaved Forest B. DECIDUOUS 1. Tropical and Subtropical Drought-Deciduous Forest 2. Cold-Deciduous Forest with Evergreen Trees (or Shrubs) Admixed 3. Cold-Deciduous Forest without Evergreen Trees C. XEROMORPHIC 1. Sclerophyllous-Dominated Extremely Xero-morphic Forest 2. Thorn-Forest 3 . Mainly Succulent Forest II. WOODLAND A. EVERGREEN 1. Evergreen Broad-Leaved Woodland 2. Evergreen Needle-Leaved Woodland 3. Cold-Deciduous Woodland without Evergreen Trees B. XEROMORPHIC 1. Sclerophyllous-Dominated Extremely Xeromorphic Woodland 2. Thorn-Woodland
  • 68. 3. Mainly Succulent Woodland III. SCRUB A. EVERGREEN 1. Evergreen Broad-Leaved Shrubland 2. Evergreen Needle-Leaved and Microphylous Shrubland B. DECIDUOUS 1. Drought-Deciduous Scrub with Evergreen Woody Plants Admixed 2. Drought-Deciduous Scrub eithout Evergreen Woody Plant Admixed 3. Cold-Deciduous Scrub C. XEROMORPHIC 1. Mainly Evergreen Subdesert Shrubland 2. Deciduous Subdesert Shrubland IV. DWARF-SCRUB AND RELATED COMMUNITIES A. EVERGREEN 1. Evergreen Dwarf-Shurb Thicket 2. Evergreen Dwarf-Shrubland 3. Mixed Evergreen Dwarf-Shrub and Herbaceous Formation.
  • 69. B. DECIDUOUS 1. Facultatively Drought-Deciduous Dwarf-Thicket 2. Obligatory, Drought-Deciduous Dwarf-Thicket 3. Cold-Deciduous Dwarf-Thicket C. XEROMORPHIC 1. Mainly Evergreen Subdesert Dwart-scrub 2. Deciduous Subdesert Dwarf-Scrub D. TUNDRA 1. Mainly Bryophyte Tundra 2. Mainly Lichen Tundra E. MOSSY BOG FORMATIONS WITH DWARF-SHRUB 1. Raised Bog 2. Non-Raised Bog V. HERBACEOUS VEGETATION A. TAIL GRAMINOID VEGETATION B. MEDIUM TALL GRASSLAND C. SHORT GRASSLAND D. FORB VEGETATION E. HYDROMORPHIC FRESH-WATER GRASSLAND C.3. Klasifikasi Ekosistem Menurut Kartawinata Kartawinata telah membuat bagan unit-unit ekosistem atau tipe-tipe ekosistem darat dan rawa yang
  • 70. ada di Indonesia. Tipe ekosistem dianggap unit-unit yang paling kecil dan dibentuk berdasarkan fisiognomi (kenampakan) struktur dan takson (unit taksonomi) yang khas atau dominan dari vegetasi yang dikombinasikan dengan faktor-faktor iklim dan ketinggian dari permukaan laut serta tanah. Faktor-faktor tidak dimasukkan karena datanya kurang, lagipula perincian ekositem dengan ciri-ciri vegetasi dan lingkungan dapat dianggap cukup. Berdasarkan komposisi jenis masing-masing tipe ekosistem dapat saja terdiri dari unit-unit yang lebih kecil. Ekosistem hutan kerangas, misalnya, mungkin tersusun dari unit komunitas Combretocarpus- Dactylocladus dan Tristania-Cratoxylum. Menurut Klasifikasi Kartawinata (1976) ini, ada tiga tingkatan klasifikasi, yaitu : Bioma, Subbioma, dan Tipe Ekosistem. Bioma dapat pula disebut sebuah ekosistem yang merupakan unit komunitas terbesar yang mudah dikenal dan terdiri atas forrnasi vegetasi dan hewan serta mahluk hidup lainnya, baik yang sudah mencapai fase klimaks maupun yang masin dalam fase perkembangan. Di Indonesia dapat dikenal beberapa bioma, yaitu : (a) Hutan Hujan, (b) Hutan Musim, (c) Savana, (d) Padang Rumput. Unit-unit ekosistem ini masih terlalu besar untuk digunakan dengan maksud-maksud khusus, sehingga memerlukan pembagian yang lebih kecil lagi. Pembagian Bioma menjadi Subbioma didasarkan kepada
  • 71. keadaan iklim, misalnya, untuk Hutan Hujan dibedakan antara Hutan Hujan Tanah Kering dan Hutan Hujan Tanah Rawa (permanen atau musiman). Sedangkan pembagian Tipe-tipe Ekosistem sebagai unit yang paling kecil dibentuk berdasarkan struktur fisiognomi, faktor-faktor iklim, ketinggian dari permukaan laut, dan jenis tanah. Klasifikasi Ekosistem menurut Kartawinata tertera dalam Tabel 1, berikut.
  • 72. Tabel 1. Satuan - satuan Ekosistem di Indonesia Bioma Subbioma Tipe Ekosistem Nama Iklim Nama Nama Ketinggian dpl (m) Suhu rata-rata (0) Q Tanah Takson/khas/umum/dominan 1. Hutan Hujan Selalu basah sampai kering tengah-tahun Q < 60.0 1. Hutan hujan tanah kering 1. hutan non- Dipterocarp aceae < 1000 26-21 <33.3 Podsolik merah kuning,Latosol Anacardiaceae, Annonaceae, Burseraceae, Ebenaceae,Euphorbiaceae, Gutiferae, Lauraceae, Leguminosae, Moraceae, Muristicaceae, palmae, Sapindaceae, Sterculiaceae, dsb 2. Hutan Dipterocarp aceae campuran < 1000 26-21 <33.3 Podsolik merah kuning,latosol Dipeterocarpaceae (Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Shorea, Vatica) 3. Hutan Agathis campuran < 2500 26-13 <60.0 Podsolik merah kuning,latosol,p odsol Agathis sp 4. Hutan Pantai < 5 ± 6 <60.0 Regosol Barringtonia asiatica, Calophylum inophylum, Casuarina equisetifolia, Hernandia peltata, Terminalia catappa, Guettarda speciosa, Pandanus tectorius, dsb 5. Belukar < 1000 26-21 <60.0 Podsolik merah kuning,latosol,p odsol Macaranga, Mallotus, Vitex, Trema, Melastoma, enduspermum, dsb 6. Hutan Fagaceae 1000-2000 21-26 <14.3 Andosol, regosol pada abu gunung Castanopsis, Lithocarpus, Quercus, Engel hardia, Podocarpus, Altingia,Magnoliaceae, Phyllociadus,Dacrydium 7. Hutan Casuarina 1000-2000 21-11 <60.0 Andosol,Regosol, Litosol Casuarina junghuhniana
  • 73. Tabel 1. Lanjutan Bioma Subbioma Tipe Ekosistem Nama Iklim Nama Nama Ketinggian dpl (m) Suhu rata-rata (0) Q Tanah Takson/khas/umum/dominan 2. Hutan Hujan tanah rawa (permanen atau musiman) 8. Hutan pinus 700-1000 23-18 <60.0 Andosol, Regosol, Litosol Pinus merkusii 9.Hutan Nothofagus 1000-3000 21-11 <14.3 Regosol, Litosol Nothofagus spp. 10. Hutan Ericaceae 1500-2400 18-23 <14.3 Andosol, regosol Rhodendron, Vaccinium, Styphella coprosma, Anaphalia, dsb 11.Hutan Araucaria 1500-3000 18-11 <14.3 Regosol, Litosol Araucaria cuninghamii 12. Hutan konifer 2400-4000 13-6 - Litosol, regosol Podocarpus papuanus, Libocedrus, Dacrydium, Phyllocladus 13. semak 4000 < 6 - Litosol Rhodendron, Vaccinium, Styphella coprosma, Anaphalia, dsb 14. Hutan rawa < 100 ± 26 <33.3 Organosol,aluvial Barringtonia asiatica,Camnosperma,Cocceras, Alstonia,Gluta rengas,Lophopetalum, Mangifera gedebe,Pentaspadon metleui,Metroxylon, Pandanus 15.Hutan rawa gambut < 100 ± 26 <60.0 Organosol Calophylum,Combretocarpus rotundatus,Cratoxylon glaucum,Durio carinatus,tetramerista glabra,Tristania,Pholidocarpus ,Melanorrhoea,Pandanus,Paraste mon,Agathis,Shorea belangeran,dsb 16.Hutan rawa gambut < 1000 26-23 <60.0 Podsol Dactyloccladus,Tristania obovata,Shorea belangeran,Dacridium clatum,Cratoxylum glucum,Combretocarpu rotundus,Calophylum,dsb 17.Hutan Melaleuca < 100 ± 26 < 60.3 Organosol,Aluvial Melaleuca leucadendron
  • 74. Tabel 1. Lanjutan Bioma Subioma Tipe Ekosistem Nama Iklim Nama Nama Ketinggian dpl (m) Suhu rata-rata (0) Q Tanah Takson/Khas/Umum/Dominan 18. Hutan Payau (Mangrove) < 5 ± 26 <60.0 Aluvial Rhizophora, Bruguiera, Avicennia,Sonneratia,dsb II. Hutan Musim Sangat kering tengah tahun: Q>60.0 (tipe D-F); curah hujan per tahun;700- 2900 mm 3. Hutan Musim 19. Hutan musim gugur < 800 >22 >60.0 Mediteran merah kuning,Renzina Regosol,Litosol Protium javanicum,Tectona grandis,Swietenia macrophylla,Pterocarpus Garuga floribunda, Eucalyptus, Acacia cophioea, dsb 20. Hutan Musim selalu hijau (Dryever-green) < 1200 >20 >60.0 Mediteran merah kuning,Renzina Regosol,Litosol Schleicera oleaosa, Schoutenia ovate,Tamarindus indica,Albizia chinensis, dsb III. Savana Selalu basah sampaisangat kering tengah tahun; Q=0-300 (tipe A-F);curah hujan per tahun 700-7100 mm 4. Sabana 21.Sabana pohon-pohon dan palma < 900 >22 >60.0 Mediteran merah kuning,Renzina Regosol,Litosol Borassus,Corypha,Acacia, Eucalyptus,Casuarina, Heterophagon 22.Sabana Casuarina 1500-2400 18-13 <60.0 Andosol,Regosol, Litosol Casuarina, Pennistum,dsb IV. Padang rumput Selalu basah samapai sangat kering tengah tahun;Q=0-300 (tipe A-F);curah hujan per tahun 700-7100 mm 5. Padang rumput Iklim basah 23. Padang rumput tanah rendah < 1000 26-21 <60.0 Podsolik merah kuning,Latosol, Litosol Imperata cylindrical, Saccharum spontaneum, Themeda vilosa, dsb 24. Rawa rumput dan terna tanah rendah < 100 ± 26 <60.0 Organosol, Aluvial Panicumstangineum,Phragintes karka,Scirpus,Cyperus,Cladium, Fimbristylis,Eguisetum,Monocho ria ischaemum, Eichornia crassipes, dsb 25.Padang rumput pegunungan 1500-2400 18-23 <60.0 Andosol,Regosol, Litosol Festuca,Agrostis,Themeda, Cymbopogon,Ischeum, Imperata cylindrica, dsb
  • 75. Tabel 1. Lanjutan Bioma Subioma Tipe Ekosistem Nama Iklim Nama Nama Ketinggian dpl (m) Suhu rata-rata (0) Q Tanah Takson/Khas/Umum/Dominan 26.Padang rumput berawa gunung 1500-2400 18-23 <60.0 Regosol, Litosol Pragmites karka,Panicum,Machelina schipus, Cares, dsb 27. Padang rumput alpin 4000-4500 (batas salju) < 6 - Litosol Deschamsia, Pesluca, Manostachya,Aulacolepis,Oreobo lus,Scirpus,Potentilia,Ranyneo lus,Epilobium,Spagnum, dsb 28.Komunitas dan lumut kerak >4500 6 - Litosol Lumut-lumut kerak,Agrastis,dsb 6. Padang rumput iklim kering 29.Padang rumput iklim kering < 900 < 22 < 60.0 Mediteran merah kuning,Regosol, Litosol,Rensina Themedia,Heteropogon,dsb
  • 76. C.4.Klasifikasi Tipe-tipe Hutan di Indonesia oleh Departemen Kehutanan Departemen Kehutanan dalam Vademecum (1976) telah mengklasifikasikan hutan di Indonesia berdasarkan keadaan iklim, edafis, dan komposisi tegakan. Faktor iklim menurut pembagian F.H. Schimidt dan J.H. Ferguson yang didasarkan pada nilai Q, yaitu persentase perban-dingan antara jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah, sehingga diperoleh tipe-tipe iklim A, B, C, D dan seterusnya berturut-turut dari nilai Q yang terkecil sampai terbesar. Faktor iklim yang mempengaruhi pernbentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin. Tipe hutan yang pembentukannya sangat dipengaruhi oleh faktor iklim disebut Formasi Klimatis (Klimatic Formation). Termasuk kedalamnya, yaitu : Hutan Hujan (Tropical Rain Forest), Hutan Musim (Monsoon Forest), dan Hutan Gambut (Peat Forest). Hutan Nipa [Nipa Formation) dianggap sebagai suatu konsosiasi dari Hutan Payau atau Hutan Rawa tergantung kepada faktor edafis yang ada. Hutan Palma tanah rawa (Palm swamp forest.) dimana banyak terdapat jenis-jenis Phoenix atau Oncosperma dianggap sebagai suatu konsosiasi. Berikut diberikan bagan klasifikasi tipe-tipe hutan di Indonesia menurut Departemen Kehutanan : I. FORMASI KLIMATIS 1. Hutan Hujan (Tropical Rain Forest) Ciri-ciri : iklim A atau B; jenis tanah latosol, aluvial, dan regosol; drainase baik,jauh dari pantai; dan tegakan selalu hijau. a. Hutan Hujan Bawah (0-1000 m dpl) Jenis pohon yanq dominan : famini
  • 77. Dipterocarpaceae (Kalimantan dan Sumatera); Agathis, Ficus, Castanopsis (Jawa dan Husa Tenggara);Palaquium spp., Pometia pinnata, Diospyros spp. (Indonesia Timur) b. Hutan Hujan Tengah (1000-3300 m dpl) Quercus, Castanopsis, Nothofagus, dan jenis-jenis dari famili Magnoliaceae; Pinus merkusii (Aceh); Albizia montana, Casuarina (Jawa); Trema, Podocarpus imbricatus (Indonesia Timur) c. Hutan Hujan Atas (3300-4100 m dpl) Merupakan kelompok-kelompok yang terpisah-pisah oleh padang rumput atau belukar. Jenis-jenis pohon: Dacrydium, Podocarpus, Phyllocladus (Irian Jaya),Eugenia, dan Calophyl1um. 2. Hutan Musim (Monsoon Forest) Ciri-ciri : iklim C atau D; gugur daun musim kemarau; terdapat 2 lapisan tajuk yang berbeda; dan banyak herba dan tumbuhan bawah. a. Hutan Musim Bawah (0-1000 m dpl) Jenis-jenis pohon : Tectona grandis, Acacia leucophloea, Albizia chinensis (Jawa); Euca-lyptus, Santalum album (Nusa Tenggara). b. Hutan Musim Tengah-Atas (1000-4100 m dpl) Casuarina junghuhniana (Jawa Tengah dan Timur); Eucalyptus (Indonesia Timur), Pinus merkusii (Sumatera). 3. Hutan Gambut (Peat Forest) Ciri-ciri: iklim A atau B; tanah organosol; terletak anatar hutan hujan dan hutan rawa; selalu hijau dan banyak lapisan tajuk. Jenis-jenis : Alstonia spp., Palaquium spp., Dactylocladus; Eugenia spp., Gonystylus spp.
  • 78. (khusus di Kalimantan dan beberapa daerah di Sumatera). II. FORMASI EDAFIS 1. Hutan Rawa (Swamp Forest) Ciri-ciri: tidak terpengaruh iklim; selalu tergenang air tawar; terletak di belakang hutan payau; jenis tanah aluvial, selalu hijau; dan banyak lapisan tajuk. Jenis-jenis pohon: Xylopia spp., Palaquium leiocarpu/n, Campnoserma macrophylla, Garcinia spp., Canarium spp., Koompassia spp., dan Calophyllum spp.. 2. Hutan Payau (Mangrove Forest) Ciri-ciri : daerah pantai dan selalu tergenang air laut; terpengaruh pasang surut; tidak terpengaruh iklim; tanah pasir, lumpur, dan lumpur berpasir; hanya satu stratum tajuk. Jenis-jenis Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., Bruguiera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera 3. Hutan Pantai (Littoral Forest) Ciri-ciri : di daerah kering pantai; tidak ter-pengaruh iklim; tanah pasir dan berbatu; terletak pada garis pasang tertinggi; dan banyak epifit. Jenis-jenis : Baringtonia speciosa, Terminalia catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tilia-ceua, Casuarina equisetifolia, Pisonia grandis. Disamping ini banyak terdapat Pandanus tectorius. Banyak terdapat epifit terutama paku-pakuan dan anggrek. Jenis-jenis pioner pada pantai berpasir diantaranya adalah Ipomea pescaprae dan Coccoloba.
  • 79. C.5. Klasifikasi Ekosistem Makro di Sumatera Menurut Djamhuri Djamhuri et al. (1988) mengklasifikasikan ekosistem makro di Sumatera bersumber pada empat jenis data hasdl penelitian oleh pihak lain, yaitu : 1. Peta Vegetasi di Sumatera berskala 1 : 1.000.000 oleh Laumunier, Purnadjaja, dan Setiabudi (198S). 2. Peta Tanah Eksploitasi Pulau Sumatera skala 1: 2.500.000 oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1979) 3. Peta Geologi Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000 oleh Direktorat Geologi Bandung (1965). 4. Peta Agroklimat Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000 oleh Oldeman (1973). Dengan demikian Djamhuri et al (1988) mengklasifikasikan ekosistem makro ini berdasarkan beberapa parameter, yaitu : keadaan habitat, arah fisiografi, ketinggian tanah, geologi (batu-batuan), iklim dan keadaan vegetasi. Hasil klasifikasi ekosistem makro ini disajikan dalam tiga buah peta tipe ekosistem makro di Sumatera berskala 1 : 1.000.000, yaitu Peta Tipe Ekosistem Makro Sumatera Bagian Utara, Peta Tipe Ekosistem Makro Sumatera Tengah, dan Peta Tipe Ekosistem Makro Sumatera Bagian Selatan.
  • 80. Tabel Hasil Klasifikasi Ekosistem Makro di Indonesia IKLIM KEADAAN TANAH KETINGGIAN TIPE EKOSISTEM MAKRO I. BASAH (A,B) II.BERMUSIM III.KERING (E,F) Air asin, dipengaruhi pasang-surut Air tawar (hujan, sungai), diam Air tawar (sungai, danau) Pantai Pedalaman Air asin dipengaruhi pasang-surut Air tawar (hujan, sungai), diam Air tawar (sungai, Danau Pantai Pedalaman Air asin, dipengaruhi pasang-surut Air tawar (hujan, sungai), diam Air tawar (sungai, danau) Tanah Kering Pantai Pantai Eutropik Oligotropik < 1000 m 1000–3000 m > 3000 m Tanah kadang-kadang/ selalu tergenang Tanah Kering < 1000 m > 1000 m Eutropik Tanah kadang-kadang/ selalu tergenang Tanah Kering Pedalaman Tanah kadang-kadang/ selalu tergenang Keterangan: 1) termasuk hutan Nipa (Nypa fruticans) dan Nibung (Oncosperma filamentosa) HUTAN MANGROVE1) HUTAN RAWA2) HUTAN GAMBUT AKUATIK HUTAN PANTAI HUTAN HUJAN BAWAH3) HUTAN HUJAN TENGAH4) HUTAN HUJAN BAWAH5) HUTAN MANGROVE1) HUTAN RAWA2) AKUATIK HUTAN PANTAI HUTAN MUSIM BAWAH HUTAN MUSIM TENGAH ATAS HUTAN MANGROVE HUTAN RAWA AKUATIK AKUATIK HUTAN PANTAI SABANA 2) termasuk hutan sagu (Metroxylon sago) 3) termasuk hutan kerangas (Heath Forest), vegetasi tanah kapur (Limestone) dan hutan Riparian (Riparian forest) 4) termasuk hutan tegakan murni Pinus merkusii di Aceh 5) termasuk hutan sub-alpin dan Alpin
  • 81. VI. TEKNIK ANALISIS VEGETASI RUANG LINGKUP Dalam analisis vegetasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang surveyor agar survey vegetasi yang dilakukan dapat memberikan data/informasi yang teliti dan dapat: dipertanggung jawabkan. Hal-hal tersebut adalah ukuran, jumlah dan bentuk petak contoh yang akan dipilih, cara meletakkan petak contoh, obyek yang akan diamati, parameter vegetasi yang akan diukur, dan akhirnya teknik analisis vegetasi yang akan digunakan. PETAK CONTOH VEGETASI Untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur komunitas tumbuhan umumnya dilakukan dengan sampling. Dalam hal ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu ukuran bentuk dan jumlah petak contoh, cara meletakkan petak, dan teknik analisa vegetasi yang harus digunakan. A. Ukuran, Jumlah dan Bentuk Petak Ukuran petak bergantung pada ukuran tumbuhan (semai, pancang, tiang, pohon), kerapatan tumbuhan dan keragaman jenis serta keheterogenan life-formnya. Dalam penentuan ukuran petak prinsipnya adalah bahwa petak harus cukup besar agar individu species yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Salah satu cara/metoda untuk menentukan ukuran/jumlah petak contoh adalah menggunakan kurva species area. Cara membuat kurva ini adalah sebagai berikut:
  • 82. (1) Buat sebuah petak contoh (pc) berukuran 1 X 1 m atau sebuah lingkaran beradius 0.56 m. (2) Catat jumlah jenis dalam pc tersebut. (3) Buat pc kedua yang besarnya dua kali lipat pc pertama. Catat jumlah jenis pada pc kedua. (4) Buat pc ketiga dan seterusnya yang ukurannya masing-masing dua kali lipat pc sebelumnya. Catat jumlah jenis masing-masing pc tersebut. (5) Pembuatan pc dihentikan kalau penambahan jumlah jenis sekitar 10%. (6) Buat sumbu-X (luas petak contoh) dan sumbu-Y (jumlah jenis). (7) Buat suatu garis (misal garis m) yang melewati titik 0 (0,0) dan titik A dengan koordinat (10% luas petak contoh, 10% jumlah jenis). (8) Buat suatu garis (misal garis n) yang sejajar m yang menyinggung kurva species-area. Titik persinggungan tersebut diproyeksikan pada surnbu-X, sehingga didapat luas minimum petak contoh. Untuk menentukan jumlah petak contoh minimal, prose durnya sama dengan di atas, tetapi sebagai sumbu- X (absis) adalah jumlah petak contoh. Bentuk petak contoh sangat penting dalam memudahkan letak petak dan efisiensi sampling. Ada tiga bentuk petak contoh yaitu lingkaran, bujur sangkar, dan empat persegi panjang. Diantara bentuk-bentuk petak tersebut, bentuk lingkaran mempunyai ketelitian yang cukup tinggi dalam proses pernbuatannya. Petak bentuk lingkaran akan praktis kalau digunakan untuk komunitas rumput, herba dan semak-belukar. Sedangkan petak berbentuk persegi panjang akan lebih efisien daripada
  • 83. petak berbentuk bujur sangkar dalam jumlah dan luasan yang sama, bila sumbu panjang petak sejajar perubahan gradient lingkungan. B. Cara Meletakkan Petak Contoh Pada dasarnya ada dua cara peletakan petak contoh, yaitu cara acak (random sampling) dan cara sistematik (systematic sampling). Dari segi floristis-ekologis, random sampling hanya mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya hutan tanaman dan padang rumput. Sedangkan untuk keperluan survey vegetasi yang lebih teliti sistematik sampling dianjurkan, karena mudah dalam pelaksanaannya dan data yang dihasilkan akan dapat lebih bersifat representative. Bahkan dalam keadaan tertentu yang terkait dengan keterbatasan biaya, tenaga dan waktu, purposive sampling pun dapat digunakan dalam analisis vegetasi. C. Kriteria Stadium Pertumbuhan Secara ekologis cukup penting untuk membeda-bedakan tumbuhan ke dalam stadium pertumbuhan semai, pancang, tiang dan pohon, bahkan tumbuhan bawah. Untuk keperluan ini kriteria yang dapat digunakan adalah sebagai berikut : a) Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m. b) Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm. c) Tiang : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm. d) Pohon : Pohon dewasa berdiameter 20 cm dan lebih.
  • 84. e) Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput, herba, dan sernak belukar. Khusus untuk mangrove stadium tiang biasanya ditiadakan, sehingga stadium pohon meliputi pohon berdiameter 10 cm ke atas. Selain itu, diameter pohon diukur pada ketinggian 20 cm di atas akar tunjang (Rhizophora. spp.) dan keting¬gian 20 cm di atas banir untuk jenis non-Rhizophora spp. Bagi pohon-pohon tidak berakar tunjang dan berbanir, pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah (DBH, diameter at breast-height). D. Parameter Vegetasi yang Diukur di Lapangan Dalam analisis vegetasi ada beberapa parameter vegetasi yang diukur secara langsung di lapangan, yaitu : a) Nama species (lokal dan ilmiah). b) Jumlah individu untuk menghitung kerapatan. c) Penutupan tajuk (covering) untuk mengetahui prosentase penutupan vegetasi terhadap lahan. d) Diameter batarig untuk mengetahui luas bidang dasar yang diantaranya sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan. e) Tinggi pohon baik tinggi pohon bebas cabang maupun tinggi pohon total. Tinggi pohon ini cukup penting untuk mengetahui stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan. f) Pemetaaan lokasi individu pohon untuk mendeteksi spatial distribution pattern pada berbagai luasan areal yang berbeda. Dalam prakteknya, hampir semua kegiatan survey vegetasi mengadakan pengukuran terhadap jumlah individu
  • 85. per jenis, diameter batang, dan tinggi pohon serta tentu saja identifikasi jenis. Walaupun demikian parameter vegetasi yang akan diobservasi tergantung pada informasi yang diinginkan oleh surveyor/peneliti. E. Ukuran Sub-plot untuk Berbagai Stadium Pertumbuhan Untuk keperluan risalah tumbuhan bawah, permudaan dan pohon di dalam petak contoh seyogyanya dilakukan di dalam subplot-subplot contoh agar memudahkan dalam risalahnya dan tidak terjadi duplikasi penghitungannya. Teknik pembuatan sub-plot-sub-plot tersebut biasanya dilakukan secara nested sampling, yaitu sub-plot yang berukuran lebih besar mengandung sub-plot yang berukuran lebih kecil. Dalam hal ini ukuran sub-plot untuk berbagai stadium pertumbuhan adalah : a. Semai dan tumbuhan bawah : 2 X 2 m atau 1 X 1 m atau 2 X 5 m. b. Pancang : 5 X 5 m c. Tiang : 10 X 10 m d. Pohon : 20 x 20 m atau 20 X 50 m. F. Metoda Analisis Vegetasi F.I. Metoda dengan petak F.I.I. Metode kuadrat (1) . Petak tunggal Di dalam metoda ini dibuat satu petak sampling dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan hutan, Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva species-area. Untuk lebih jelasnya suatu contoh petak tunggal dapat dilihat gambar 1.
  • 86. Adapun parameter vegetasi yang dihitung adalah : a. Kerapatan suatu species (K) Σ ind. suatu species Luas petak contoh b. Kerapatan relatif suatu species (KR) Kerapatan suatu species X 100% Kerapatan seluruh species 40 cm 20 m 2 m 5 m 10 m 40 m Gambar 1. Suatu Petak tunggal dalam analisis vegetasi
  • 87. c. Frekuensi suatu species (F) Σ Sub-petak ditemukan suatu sp. Σ Seluruh sub-petak contoh d. Dominansi suatu species (D) d.l. Pohon, Tiang, Pancang Luas bidang dasar suatu species Luas petak contoh d.2. Semai, Tumbuhan bawah Luas penutupan tajuk Luas petak contoh Kadang-kadang untuk semai dominansi tidak dihitung. e. Dominansi relatif suatu species (DR) Dominansi suatu species X 100 Dominansi seluruh species f. Frekuensi relatif suatu species (FR) Frekuensi suatu species X 100 Frekuensi seluruh species g. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR + DR Kadang-kadang untuk semai INP = KR + FR
  • 88. (2) . Petak ganda Di dalam metoda ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan banyaknya petak contoh dapat digunakan kurva species-area. Sebagai ilustrasi pada gambar 2 disajikan cara peletakan petak contoh pada metoda petak ganda. Random Sistematik Gambar 2. Desain Petak Ganda di Lapangan Cara menghitung besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metoda petak tunggal.
  • 89. F.I.2. Metoda jalur Metoda ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh ini harus dibuat memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong sungai, dan menaik atau menurun lereng gunung. Untuk lebih jelasnya, contoh petak sampling berbentuk jalur ini dapat dilihat Gambar 3. Arah rintis A D C B Gambar 3. Desain jalur contoh di lapangan Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metoda petak tunggal. F.I.3. Metoda garis berpetak Metoda ini dapat dianggap sebagai modifikasi
  • 90. metoda petak ganda atau metoda jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga sepanjang rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Gambar 4 memperlihatkan pelaksanaan metoda garis berpetak di lapangan. Jarak tertentu sama Arah rintis Gambar 4. Desain metoda garis berpetak Perhitungan bersama nilai kuntitatif parameter A D C B vegetatif sama dengan metoda petak tunggal. F.I.4. Metoda Kombinasi antara metoda jalur dan metoda garis berpetak Di dalam metoda ini risalah pohon dilakukan dengan metoda jalur dan permudaan dengan metoda garis berpetak. Untuk lebih jelasnya desain metoda ini dapat dilihat Gambar 5.
  • 91. 10 m 20 m 5 m 2 m Arah rintis A D C B Gambar 5. Desain Kombinasi Metoda Jalur dan Metoda garis Berpetak Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal. F.2. Metoda tanpa petak Di dalam metoda ini terlebih dahulu dibuat garis-garis rintis dengan arah azimuth tertentu. Dengan jarak tertentu (secara sistematis atau acak) di sepanjang gatis tersebut dibuat titik pengukuran di mana dilakukan pendaftaran dan pengukuran pohon. F.2.1. Metoda Bitterlich Di dalam metoda ini pengukuran dilakukan dengan Tongkat Bitterlich (tongkat sepanjang 66 cm yang ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar berukuran 2 X 2 cm). Dengan mengangkat tongkat setinggi mata, plot seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada di sekelilingnya.
  • 92. Pohon yang tampak berdiameter lebih besar dan sama dengan plot seng didaftar namanya dan diukur. Sedangkan pohon yang tampak berdiameter lebih kecil dari sisi plot seng tidak masuk hitungan. Untuk setiap jenis ditentukan luas bidang dasarnya dengan rumus: N B = X 2,3 m2/ha n dimana : N = banyaknya pohon dari jenis yang bersangkutan. n = banyaknya titik-titik pengamatan dimana jenis itu ditemukan. 2.3 = faktor bidang dasar untuk alat. F.2.2. Metoda titik guadran (point quarter method) Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga di setiap titik pengukuran terdapat 4 buah quadran. Pilih satu pohon di setiap kuadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukur jarak dari masing-masing pohon tersebut ke titik pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih. Gambar 6 memperlihatkan pelaksanaan metoda ini di lapangan. Gambar 6. Desain Point quarter method di lapangan
  • 93. Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi adalah sebagai berikut : a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran dl + d2 + .......... + dn d = n dimana: d = jarak ind. pohon ke titik pengukuran di setiap kuadran n = banyaknya pohon b. Kerapatan total semua jenis Unit area (d)2 (d)2 adalah rata-rata unit area/ind., yaitu rata-rata luasan permukaan tanah yang diokupasi oleh satu ind. tumbuhan. c. Kerapatan relatif suatu jenis Jumlah individu suatu jenis —————————————————————————- X 100% Jumlah individu semua jenis d. Kerapatan suatu jenis Kerapatan relatif suatu jenis ——————————————————————————— X 100 e. Dominansi suatu jenis Kerapatan total semua jenis Kerapatan suatu jenis X dominansi rata-rata per jenis
  • 94. f. Dominansi relatif suatu jenis Dominansi suatu jenis X 100% Dominansi seluruh jenis g. Frekuensi Jumlah titik ditemukannya suatu jenis Suatu jenis = Jumlah semua titik pengukuran h. Frekuensi relative Frekuensi suatu jenis X 100% Frekuensi semua jenis i . INP = KR + FR + DR F.2.3. Metoda berpasangan acak (random pair method) Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran pilih-lah salah satu pohon yang terdekat dengan titik pengamatan tersebut. Kemudian hubungkan pohon tersebut dengan sebuah garis ke titik pengukuran. Buat sebuah garis yang tegak lurus garis pertma dan pilihlah sebuah pohon yang terdekat dengan pohon pertama tapi letaknya di dalam sektor lain yang dibatasi oleh garis yang ditarik tadi. Setelah jarak antara pohon pertama dan kedua dicatat. Untuk lebih jelasnya pelaksanaan metoda ini di lapangan dapat dilihat Gambar 7. 900 900 Gambar 7. Ilustrasi metoda berpasangan acak dalam analisis vegetasi
  • 95. Besarnya nilai parameter vegetasi dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut: a. Kerapatan seluruh jenis Unit area (Luas) 0.8 X jarak pohon rata-rata b. Rumus lainnya sama dengan cara kuadran. F.2.4. Metoda titik intersept (point intercept method) Metoda ini cocok untuk komunitas tumbuhan bawah seperti rumput, herba dan semak. Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat pembantu seperti terlihat pada Gambar 8.
  • 96. Dengan mengangkat dan menyentuhkan pin yang terbuat dari kawat yang maka kita catat jenis apa yang tersentuh sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan rumus : a. Dominansi suatu jenis Σ sentuhan suatu jenis Σ seluruh sentuhan b. Dominansi relatif suatu jenis Dominansi suatu jenis X100% Dominansi seluruh jenis c. Rumus-rumus lainnya sama dengan metoda dengan petak. Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan cara memindahkan alat tersebut pada plot contoh tiap 10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis yang tersentuh. F.2.5. Metoda garis intersep (line intercept method) Cara ini digunakan untuk komunitas padang rumput, semak/belukar. Prosedure pelaksanaan di lapangan: - salah satu sisi areal dibuat garis dasar - garis dasar tersebut menjadi tempat titik tolak garis intersep. - letakan garis-garis intersep secara random atau sitema-tik pada areal yang akan diteliti. Garis intersep sebaiknya berupa : - pita ukur dengan panjang 50 - 100 kaki (1 kaki = 30.48 cm) . - tambang, tali
  • 97. Alat tersebut dibagi ke dalam interval-interval jarak tertentu. Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di bawah garis intersep yang diinventarisir. Jenis data yang diinventarisir adalah : (1) panjang garis yang tersentuh oleh setiap individu tumbuhan. (2) panjang segmen garis yang berupa tanah kosong. (3) jumlah interval yang diisi oleh setiap species. (4) lebar maksimum turnbuhan yang disentuh garis intersep. Sebaiknya, kalau komunitas tumbuhan terdiri atas beberapa strata, penarikan contoh dilaksanakan secara terpisah-pisah untuk setiap strata. Besaran/parameter vegetasi yang dihitung adalah : (1) jumlah individu setiap jenis (N). (2) Total panjang intersep setiap jenis (I). (3) Jumlah interval transek/garis ditemukannya suatu jenis (G). (4) Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (X 1/m). (5) Kerapatan suatu jenis unit area (E 1/m) = (——————————————————————————) total panjang garis intersep (6) Kerapatan Relatif suatu jenis kerapatan suatu jenis X 100% kerapatan seluruh jenis
  • 98. (7). Dominansi suatu jenis Total panjang garis intersep suatu jenis X100% Total panjang garis intersep (8). Dominansi Relatif suatu jenis Total panjang garis intersep suatu jenis X100% Total panjang garis intersep semua jenis (9). Frekuensi suatu jenis Σ interval ditemukannya suatu jenis Σ semua interval transek (10).Frekuensi Relatif suatu jenis Frekuensi yang dipertimbangkan untuk suatu jenis X 100% Total frekuensi yang dipertimbangkan untuk semua jenis Frekuensi yang dipertimbangkan = Σ 1/m F = N (ll). INP = KR + FR + DR.
  • 99. VII. HUBUNGAN MASYARAKAT TUMBUHAN DENGAN LINGKUNGAN A. Pengertian Lingkungan Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks di mana berbagai factor berpengaruh timbale balik satu sama lain dan dengan komunitas organism hidup. Satu/beberapa factor lingkungan dikatakan penting bila berada pada taraf minimal, maksimal dan optimal menurut batas toleransi dari tumbuh-tumbuhan sehingga factor-faktor tersebut sangat mempengaruhi tumbih dan hidupnya tumbuh-tumbuhan. Satu atau beberapa organism/tumbuhan. Factor penghambat adalah setiap keadaan jumlah sesuatu zat atau derajat sesuatu factor fisik yang berada dekat atau melampaui batas-batas toleransi. Kisaran toleransi organism terhadap lingkungan ada dua macam, yaitu: 1). Steno (sempit) 2). Eury (lebar) Setiap organism kemungkinan hidupnya dibatasi oleh: 1. jumlah dan variabilitas zat-zat tertentu yang ada, kebutuhan minimum, dan factor-faktor fisik yang kritis 2. batas-batas toleransi dari masing-masing organism terhadap factor-faktor itu dan factor-faktor lainnya B. Tujuan Pengamatan Faktor Lingkungan Tujuan pengamatan/analisa factor lingkungan di dalam kajian ekologis adalah: 1. merumuskan factor-faktor mana yang operasionil penting 2. menentukan bagaimana pengaruh factor-faktor itu terhadap individu, populasi dan komunitas tumbuhan