LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. I. PENDAHULUAN
A. Pengertian Ekologi Hutan
Istilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel
(1869), yang mana ekologi ini berasal dari bahasa Yunani,
yaitu :
Oikos = Tempat tinggal (rumah)
Logos = ilmu, telaah.
Oleh karena itu, Ekologi adalah ilrnu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan sesamanya
dan dengan lingkungannya.
Hubungan tersebut demikian komplek dan eratnya se-hingga
Odum (1959) menyatakan bahwa ekologi adalah Envi-romental
Ecology.
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai
pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda
dengan keadaan di luar hutan. Didalam suatu hutan,
hubungan antara tumbuh-tumbuhan, margasatwa, dan alam
lingkungannya demikian eratnya, sehingga hutan dipandang
sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem.
Ekologi Hutan adalah cabang ekologi yang khusus
mempelajari masyarakat atau ekosistim hutan.
B. Bidang Kajian Ekologi Kutan
Didalam Ekologi ada dua bidang kajian, yaitu
1. Autekologi : Ekologi yang mempelajari suatu jenis
organisma yang berinteraksi dengan
1ingkungannya atau ekologi sesuatu
2. jenis atau bagian ekologi yang
mempelajari pengaruh sesuatu
faktor lingkungan terhadap satu
atau lebih jenis-jenis organisme.
2. Sinekologi : Bagian ekologi yang mempelajari
berbagai kelompok organisme
sebagai satu kesatuan yang saling
berinteraksi antar sesamanya
dan dengan lingkungannya dalam
suatu daerah.
Dalam ekologi hutan, autekologi mempelajari
pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan
tumbuhnya satu atau lebih jenis-jenis pohon. Jadi,
penyelidikannya mirip fisiologi tumbuh-tumbuhan,
sehingga aspek-aspek tertentu dari autekologi, seperti
penelitian tentang pertumbuhan pohon serir.g disebut
fisioekologi (phisiological ecology). Contoh penelitian
autekologi adalah :
1) Pengaruh intensitas cahaya terhadap
pertumbuhan jenis Shorea leprosula
2) Pengaruh dosis pupuk N terhadap
pertumbuhan jenis sengon.
Sedangkan Sinekologi mempelajari hutan sebagai suatu
ekosistem. Contoh kajian sinekologi adalah pengaruh
3. keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi, struktur dan
produktivitas hutan.
Dalam ekologi hutan baik penge tahuan autekologi
maupun sinekologi bersama-sama diperlukan, karena kita
memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat berbagai jenis
pohon yang membentuk hutan dan pengetahuan tentang hutan
sebagai suatu ekosistem.
C. Sangkut Paut Ekologi Hutan dengan Bidang Ilmu Lain
Berhubung di dalam ekologi hutan yang dipelajari
adalah tumbuh-tumbuhan hutan dan keadaan tempat tumbuhnya,
maka semua bidang ilmu yang mempelajari kedua komponen
ekosistem hutan tersebut sangat diperlukan, yakni:
(1). Taksonomi tumbuh-tumbuhan (terutama Dendrologi).
Bidang ilmu ini sangat diperlukan untuk pengenalan
jenis-jenis tumbuhan di hutan. Untuk pengenalan jenis ini
diperlukan buku-buku pengenalan jenis yang praktis, selain
buku-buku flora yang sudah ada yang bersifat komprehensif.
Cara pengenalan jenis pohon dalam buku-buku itu
dititikberatkan pada sifat-sifat generatif (reproduktif),
yaitu berdasarkan sifat-sifat bunga dan buah. Padahal
menurut pengalaman di lapangan seringkali dijumpai pohon-pohon
yang sedang tidak berbunga atau berbuah, atau sukar
sekali untuk mendapatkan contoh-contoh bunga dan buah.
Karena itu, untuk keperluan di lapangan dibutuhkan
cara pengenalan jenis pohon yang terutama didasarkan pada
sifat-sifat vegetatif, yaitu sifat-sifat batang pohon
4. (kulit, getah dan kayu) , daun dan kuncup, kemudian baru
sifat-sifat generative. Cara pengenalan ini tidak terikat
pada sistem taksonomi tumbuh-tumbuhan. Di Filipina cara
pengenalan demikian telah dirintis oleh Tamolang (1959),
di Malaysia oleh Kochummen (1963), di Indonesia oleh
Endert (1928, 1956) dan Verteegh (1971) dan di Pantai
Gading, Afrika, oleh den Outer (1972) .
Kepulauan Indonesia, sebagai bagian dari daerah flora
Malesia, terkenal sebagai daerah flora hutan yang kaya.
tetapi pengetahuan kita tentang jenis tumbuh-tumbuhan di
daerah ini masih amat kurang. Banyaknya jenis tumbuh-tumbuhan
di daerah inipun belum diketahui dengan pasti
(Van Steenis, 1948). Menurut taksiran Van Steenis (op.cit)
di daerah Malesia terdapat kira-kira 3000 jenis pohon.
Menurut Lembaga Penelitian Hutan di Indonesia terdapat
lebih kurang 4000 jenis pohon. Dari sekian banyak jenis
itu baru sebagian kecil tercakup dalam buku-buku flora
yang tersedia. Akibatnya, pengenalan masih tergantung pada
jasa para pengenal pohon setempat. Dengan bantuan koleksi
contoh tumbuh-tumbuhan yang kemudian dideterminasi,
dapatlah disusun daftar nama pohon-pohon untuk daerah
tertentu, yang dapat mempermudah inventarisasi hutan.
(2). Geologi dan Geomorfologi
Ilmu-ilmu ini diperlukan dalam ekologi hutan, karena
keadaan geologi dan geomorfologi mempengaruhi pembentukan
dan sifat-sifat tanah serta penyebaran dan hidup tumbuh-
5. tumbuhan.
Pada keadaan iklim yang sama, jenis-jenis batuan yang
berbeda akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang
berlainan. Pada jenis dan keadaan tanah yang khusus,
seperti tanah pasir kuarsa dan tanah serpentin, akan
terbentuk tipe hutan yang khusus pula.
Keadaan topografi juga mempengaruhi komposisi dan
kesuburan tegakan hutan, melalui perbedaan pada kesuburan
dan keadaan air tanah.
Disamping itu, perbedaan letak tinggi mempengaruhi
penyebaran tumbuh-tumbuhan, melalui perbedaan iklim yang
ditimbulkannya.
(3). Ilmu Tanah
Ilmu tanah yang murni seringkali disebut pedologi
tetapi sebagai faktor tempat tumbuh disebut edafologi.
Perbedaan jenis tanah, sifat-sifat serta keadaan tanah
seringkali mempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan,
menyebabkan terbentuknya tipe-tipe vegetasi berlainan,
serta mempengaruhi kesuburan dan produktivitas hutan.
(4). Klimatologi
Iklim adalah faktor terpenting yang mempengaruhi
penyebaran tumbuh-tumbuhan. Faktor-faktor iklim seperti
suhu (temperatur), curah hujan, kelembaban, dan defisit
tekanan uap air besar pengaruhnya pada pertumbuhan pohon.
Iklim mikro dari sesuatu ternpat yang dipengaruhi keadaan
6. topografi dapat mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan
pohon.
(5). Geografi tumbuh-tumbuhan
Pada permulaan perkembangannya ekologi tumbuh-tumbuhan
merupakan cabang dari geografi tumbuh-tumbuan
(phytogeografi) yang membahas pengaruh faktor-faktor
lingkungan terhadap penyebaran tumbuh-tumbuhan. Dari
cabang inilah berkembang sosiologi tumbuh-tumbuhan
(phytososiologi) dan ekologi tumbuh-tumbuhan.
Pada taraf kemajuan sekarang ekologi hutan masih
memerlukan informasi dari geografi tumbuh-tumbuhan untuk
mengerti pola penyebaran berbagai jenis pohon dalam
hubungannya dengan keadaan fisik bumi, terutama iklim dan
geomorfologi atau fisiografi, dan akan sangat membantu
dalam mempelajari susunan serta penyebaran £ormasi-formasi
hutan.
(6). Fisiologi Tumbuh-tumbuhan dan Biokimia
Telah dikemukakan bahwa autekolcgi mempunyai kegiatan
yang mendekati fisiologi tumbuh-tumbuhan. Jadi pada
umumnya informasi dari fisiologi tumbuh-tumbuhan akan
sangat berguna untuk mempelajari proses-proses hidup
tumbuh-tumbuhan, yang mana memerlukan pengetahuan tentang
proses-proses kimia yang berhubungan dengan aktivitas
biologis yang terjadi. Informasi tersebut bisa diperoleh
dari ilmu biokimia. Misalnya, untuk dapat mempelajari
7. pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap produksi getah
karet atau getah pinus perlu pula pengetahuan tentang
proses pembentukan getah dan proses-proses biokimia
lainnya yang mempengaruhi atau berkaitan dengannya.
(7). Genetika Tumbuh-tumbuhan
Suatu jenis tumbuh-tumbuhan yang penyebarannya luas
seringkali memperlihatkan perbedaan menurut letak geografi
dan keadaan lingkungan-nya. Perbedaan ini bukan hanya
dalam bentuk pertumbuhannya tetapi seringkali pula dalam
hal adaptasi dan persyaratan terhadap keadaan tempat
tumbuhnya, yang berakar pada sifat-sifat genetis, sebagai
akibat dari mutasi dan polyploidy.
Adakalanya apabila daerah penyebaran dari dua jenis
pohon berimpitan pada suatu tempat, maka pada tempat itu
terjadi hybridisasi antara kedua jenis itu, sehingga
timbul jenis pohon baru yang sifat-sifatnya berada
diantara sifat-sifat kedua jenis induknya. Demikianlah,
pada keadaan-keadaan tertentu, untuk mengerti sifat-sifat
ekologis sesuatu jenis atau beberapa jenis pohon
diperlukan pula pengatahuan tentang genetika.
(8). Matematika dan Statistika
Kedua ilmu ini sangatlah penting untuk
memformulasikan dugaan kuantitatif terhadap berbagai
proses ekologis yang terjadi pada ekosistem hutan. Oleh
karena itu, melalui penggunaan kedua bidang ilmu ini
8. faktor lingkungan yang berperan dan seberapa jauh
peranannya terhadap penelitian kelestarian suatu hutan
dapat diperkirakan.
D. Status Ekologi Hutan dalam Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Ekologi Hutan merupakan ilmu dasar yang bersifat
integratif (mengintegrasikan ilmu-ilmu dasar lain) yang
merupakan ilmu dasar penting bagi silvikultur. dalam
terminologi kehutanan, ekologi hutan hampir sama dengan
silvika. Perbedaan ekologi hutan dengan silvika hanyalah
pada lawasan kajiannya, yakni ekologi hutan mempelajari
hutan sebagai ekosistem (jadi lawasannya lebih luas),
sedangkan silvika lebih terarah pada silvikultur dan lebih
mendekati autekologi. Dengan pengetahuan ekologi hutan dan
fisiologi pohon yang tepat bisa ditentukan tindakan
silvikultur yang tepat, sehingga produksi hutan dapat
ditingkatkan baik kualita rnaupun kuantitanya.
E. Aspek-aspek Ekologi Hutan yang renting
Dalam ilmu kehutanan, aspek-aspuk ekologi hutan yang
penting dipelajari adalah :
(1). mempelajari komposisi dan struktur hutan alam
(2). mempelajari hubungan tempat tumbuh denyan:
a. komposisi dan struktur hutan
b. penyebaran jenis-jenis pohon
c. permudaan pohon atau permudaan hutan
d. riap (pertumbuhan) pohon/hutan
9. e. fenologi pohon (musim berbunga, berbuah, pergantian
daun).
(3). mempelajari syarat-syarat keadaan tempat tumbuh
penanaman atau permudaan alam
(4). mempelajari siklus hara mineral, siklus air, dan
metabolisme.
(5). mempelajari hubungan antara kesuburan tanah, iklim
dan faktor-faktor lain dengan produktivitas hutan
(6). mempelajari suksesi vegetasi hutan secara alam dan
setelah terjadi kerusakan.
10. II. EKOSISTEM
A. Pengertian
Ekosistem adalah suatu sistem di alam yang
mengandung komponen hayati (organisme} dan komponen non-hayati
(abiotik), dimana antara kedua komponen tersebut
terjadi hubungan timbal balik untuk mempertukarkan zat-zat
yang perlu untuk mempertahankan kehidupan.
Dalam beberapa kepustakaan, istilah biocoenosis,
geocoenosis, dan biogeocoenosis (geobiocoenosis) secara
berurutan digunakan untuk komponen biotik, abiotik dan
ekosistem.
Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar ekologi,
karena ekosistem mencakup organisme dan lingkungan abiotik
yang saling berinteraksi.
Pencetus istilah ekosistem adalah A.G. Tarisley pada
tahun 1935, seorang ekolog Inggeris.
B. Komponen Ekosistem
1. Dari Segi "trophic level", ekosistem terdiri atas:
1) Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu
mensitesis makanannya sendiri yang berupa bahan
organik dari bahan-bahan anorganik sederhana
dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun.
2) Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang sumber
makanannya diperoleh dari bahan-bahan organik yang
dibentuk oleh komponen aututrofik, penyusun
kembali dan menguraikan bahan-bahan organik
11. kompleks yang telah mati kedalam senyawa
anorganik sederhana.
Dari segi penyusunnya (struktur), komponen
ekosistem terdiri atas :
1) Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kirnia
seperti tanah, air, udara, sinar matahari, dll.'
yang merupakan medium untuk berlangsungnya
kehidupan.
2) Produsen yaitu organisme autotrofik, umumnya
tumbuhan berklorofil, yang mampu mensintesis
makanannya sendiri dari bahan anorganik
3) Konsumen yaitu organisme heterotrofik
4) Pengurai, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan
bahan organik yang berasal dari organisme mati,
menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan
melepas bahan-bahan yang sederhana yang dapat
dipakai oleh produsen.
Untuk tujuan deskripsif, komponen-komponen
ekosistem seyogyanya diperinci sebagai berikut :
1) Bahan-bahan anorganik (C, N, Co2, H20, dll)
2) Senyawa organik (protein, lemak, karbohidrat, dll)
3) Iklim fsuhu, dan faktor fisik lainnya)
4) Produser
5) Konsumer makro ("phagotroph" yaitu organisme
heterotrofik, umumnya hewan) yang memakan
organisme lain atau bahan organik.
6) Konsumer mikro (saprotroph, osmotroph), yaitu
12. organisme heterotrofik, umumnya jamur dan bakteri,
yang menghancurkan bahan organik mati, menyerap
sebagian hasil perombakannya, dan membebaskan
bahan-bahan anorganik sederhana yang berguna bagi
produser.
Point (1) s/d (3) adalah Komponen abiotik.
Point (4) s/d (6) adalah komponen biotik.
Organisme heterotrofik dapat juga dibedakan kedalam :
1) Biophage, yaitu organisme yang mengkonsumsi organisme
lainnya.
2) Saprophage, yaitu organisme pengurai bahan-bahan
organik yang telah mati. Dari segi fungsional,
suatu ekoisistem sebaiknya dianalisis menurut :
(1). Aliran energi
(2). Rantai pangan
(3). Pola keanekaragaman dalam ruang dan wakcu
(4}. Siklus nutrien
(5). Pengembangan dan evolusi
(6). Kontrol (sibernetik)
Dalam hal konsumer, selain pembagian di atas,
konsumer dapat juga dibedakan kedalam:
1) Konsumer I (konsumer primer) adalah hewan-hewan
herbivora yang makanannya bergantung pada produser
(tumbuhan hLjau), contoh : insekta, rodentia,
kelinci, dll. (ekosistem daratan), moluska,
krustacea, dll (ekosistem akuatik)
2) Konsumer II (konsumer sekunder)adalah karnivora
13. dan omnivora yang memakan herbivora, contoh:
burung gagak, rubah, kucing, ular, dll.
3) Konsumer III (konsumer tertier) adalah karnivora
dan omnivora, misal singa, hari-mau, dll., disebut
juga Top-Konsumer
4) Parasit, Scavenger dan saprobe
C. Faktor Penyebab Perbedaan Ekosistem
Ekosistem yang satu berbeda dengan ekosistem yang
lain, karena:
1) Perbedaan kondisi iklim (hutan hujan, hutan musim,
hutan savana)
2) Perbedaan letak dari permukaan laut, topografi dan
formasi geologik (zonasi pada pegunungan, lereng
pegunungan yang curam, lembah sungai)
3) Perbedaan kondisi tanah dan air tanah (pasir,
lempung, basah, kering)
D. Macam dan Ukuran Ekosistem
Berdasarkan proses terjadinya ada dua macam
ekosistem, yaitu:
1) Ekosistem alam: laut, sungai, hutan alam, danau
alam, dll.
2) Ekosistem buatan: sawah, kebun, hutan tanaman,
tambak, all.
Ukuran ekosistem bervariasi dari sebetsar kultur
dalam botol di laboratorium, seluas danau, sungai,
lautan sampai biosfir ini.
14. Secara umum, ada dua tipe ekosistem, yaitu:
1) Ekosistem terestris
− Ekosistem hutan
− Ekosistem padang rumuput
− Ekosistem gurun
− Ekosistem anthropogen (sawah, kebun, dll.}
2) Ekosistem akuatik
(a). Ekosistem air tawar
- Kolam
- Danau
- Sungai
- dll.
(b). Ekosistem lautan
E. Tahap-tahap Dasar Operasi pada Ekosistem
1) Penerimaan energi radiasi
2) Pembuatan bahsn-bahan organik dari bahan
anorganik oleh produser
3) Pemanfaatan produser oleh konsumer dan lebih jauh
lagi pada bahan-bahan terkonsumsi
4) Perombakan bahan-bahan organik dari organisme
yang mati oleh dekomposer kedalam bentuk
anorganik sederhana untuk penggunaan ulang oleh
produser.
F. Ekologi Niche
Niche adalah peranan suatu mahkluk hidup dalam
suatu habitat. Sedangkan habitat adalah tempat hidup
organisme. Dengan demikian ekologi niche adalah peran
15. total dari suatu species dalam komunitas. Ekologi
niche mencakup species organisme, faktor lingkungan,
areal tempat hidup, spesialisasi dari populasi species
dalam suatu komunicas.
G. Energi dalam Ekosistem
- Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja.
- Bentuk energi yang berperan penting pada mahkluk
hidup adalah energi mekanik, kimia, radiasi dan
panas.
- Perilaku energi di alam mengikuti Hukum
Thermodinamika, yaitu:
Hukum Thermodinamika I:
Energi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk
lainnya, tetapi energy tak pernah dapat diciptakan
atau dimusnahkan.
Hukum Thermodinamika II:
Setiap terjadi perobahan bentuk energi pasti terjadi
degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat
menjadi bentuk energi yang terpencar atau karena
berbagai energi selalu memencar menjadi panas, tidak
ada transformasi secara spontan dari suatu bentuk
energi menjadi energi potensial berlangsung dengan
efisien 100%. Misal, 57% energi surya diserap atmosfir,
dan 35 % disebarkan untuk memanaskan air dan daratan.
Dari sekitar ±3% energi surya yang mengenai permukaan
tumbuhan, 10 - 15% dipantulkan, 5% ditransmit, 80 - 85%
16. diserap dan ±2% (0.5 -3,5%) dari total energi cahaya
digunakan fotosintesis serta sisanya dirubah menjadi
bentuk panas.
H. Rantai Pangan
Rantai pangan ada1ah pengalihan energi dari
sumberdaya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme
yang makan dan yang dimakan. Semakin pendek rantai
pangan semakin besar energi yang dapat disimpan dalam
bentuk tubuh organisme di ujung rantai pangan.
Rantai pangan terdiri atas tiga tipe:
1) Rantai pemangsa, dimulai dari hewan kecil sebagi
mata rantai pertama ke hewan yang lebih besar dan
berakhir pada hewan terbesar dimana landasan
permulaan adalah tumbuhan sebagai produsen.
2) Rantai parasit, berawal dari organisme besar ke
organisme kecil.
3)Rantai saprofit, berawal dari organisme mati ke
mikroorganisme, dikenal juga sebagai rantai pangan
detritus. Dalam suatu ekosistem, rantai-rantai
pangan berkaitan satu sama lain membentuk suatu
jaring-jaring pangan (food web).
- Dalam suatu ekosistem dikenal adanya tingkat
tropik dari suatu kelompok organisme.
- Berbagai organisme yang memperoleh sumber
makanan melalui langkah yang sama dianggap
termasuk pada tingkat tropik yang sama.
17. - Berdasarkan tingkat tropik :
Tumbuhan hijau : tingkat tropik I
Herbivora : tingkat tropik II
Karnivora : tingkat tropik III
Karnivora sekunder : tingkat tropik IV
I. Struktur Tropik dan Piramida Ekologi
- Ukuran individu menentukan besarnya metabolisms
suatu organisme. Semakin kecil ukuran organisme,
semakin besar rnetabolisrne per gram biomassa. Oleh
karena itu, semakin kecil organisme semakin kecil
biomassa yang dapat ditunjang pada suatu tingkat
tropik dalam ekosistemnya.
- Fenomena interaksi antara rantai-rantai makanan dan
hubungan metabolisme dengan ukuran organisme
menyebabkan berbagai komunitas mempunyai struktur
tropik tertentu.
- Struktur tropik dapat diukur dan dipertelakan,
baik dengan biomassa per satuan luas maupun dengan
banyaknya energi yang ditambat per satuan luas per
satuan waktu pada tingkat tropik yang berurutan.
- Piramida ekologi dapat menggambarkan struktur dan
fungsi tropic: Ada tiga tipe paramida ekologi yaitu :
a) Piramida jumlah individu, yang menggambarkan
jumlah individu dalam produser dan konsumer
suatu ekosistem
b) Piramida biomassa, yang menggambarkan biomassa
dalam setiap tingkat tropik.
c) Piramida energi, yang menggambarkan besarnya
18. energi pada setiap tingkat tropik. Semakin tinggi
tingkat tropik, semakin efisien dalam
penggunaan energi.
J. Produktivitas
- Produktivitas primer adalah kecepatan
penyimpanan energi potensial oleh organisme
produsen melalui proses fotosintesis dalam bentuk
bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai
bahan pangan. Unit satuannya:
1) Ash Free Dry Weight Kal./ha/th.
2) Dry Weight Ton/ha/th.
Produktivitas primer dibagi dua macam:
(1). Produktivitas primer kotor:
Kecepatan total fotosintesis, mencakup pula
bahan organic yang dipakai untuk respliasi
selama pengukuran. Istilah ini sama dengan
asimilasi total.
(2). Produktivitas primer bersih:
Kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam
jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan yang
dipakai untuk respirasi oleh tumbuh-tumbuhan
selama pengukuran. Istilah ini sama dengan
asimilasi bersih.
- Produktivitas sekunder adalah kecepatan
penyimpanan energi potensial pada tingkat tropik
konsumen dan pengurai.
19. Produktivitas Primer kotor pada Ekosistem Akuatik
Ho. Ekosistem
Prod . Primer Kotor
Kcal/m2/th
1. Laut terbuka
1.000
2. Pesisir 2.000
3. Upwelling Zone
4. Estuari dan reefs
6.000
20.000
Produktlvitas Primer Kotor pada Ekosistem Terestris
No. Ekosistem
Kcal/m2/th
1. Gurun dan tundra 200
2. Padang rumput
3. Hut an lahan kering
4. Hutan konifer
2.500
2.500
3.000
5. Hutan temperate basah
6. Pertanian
8.000
12.000
7. Hutan tropik dan subtropik 20 .000
K. Siklus Biogeokimia
- Di alam telah diketahui ada ±100 unsur kimia,
tetapi hanya 30 - 40 unsur yang sangat diperlukan
oleh mahkluk hidup.
- Unsur-unsur kimia, termasuk unsur utama dari
protoplasma, cenderung untuk bersirkulasi dalam
biosfir dengan pola tertentu dari 1ingkungannya ke
organisme dan kembali lagi ke lingkungan, siklus
ini disebut siklus biogeokimia. Sedangkan,
20. pergerakan unsur-unsur dan senyawa-senyawa
anorganik yang penting untuk menunjang kehidupan
disebut siklus hara. Kedua siklus tersebut
masing-masing terdiri atas dua kompartemen atau
dua pool, yaitu :
1) Reservoir poo_l : besar, lambat bergerak,
umumnya bukan komponen ekologi.
2) Exchange atau Cycling pool : kecil, tapi lebih
aktif bertukar dengan cepat antara organisme
dengan lingkungannya.
Dilihat dari sudut biosfir secara keseluruhan,
siklus biogeokimia terdiri atas :
a) Tipe gas, dimana reservoir adalah di atmosfir
atau hidrosfir {lautan), misal siklus Karbon
(CO2) dan siklus Nitrogen (N)
b) Tipe sedimen, dimana reservoir adalah di kerak
bumi, misal siklus Posfor
21. III.HUTAN SEBAGAI KOMUNITAS TUMBUHAN
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang
dikuasai pohon-pohon yang menempati suatu tempat
dan mempunyai sadaan lingkungan yang berbeda
dengan di luar hutan. Sedangkan satuan masyarakat
hutan adalah tegakan. Karakteristik Komunitas
Tumbuhan
1. Perkembangan Komunitas adalah sejarah
pembentukan dan evolusi komunitas atau tahap-tahap
suksesi.
2. Organisasi Komunitas adalah struktur, komposisi
jenis dan organisasi tropic suatu komunitas.
Struktur Komunitas terdiri atas:
- Struktur vertikal (stratifikasi)
- Struktur horizontal (distribusi spatial jenis)
- Kelimpahan atau "abundance" (kerapatan,
biomasa).
3. Fungsi Komunitas adalah pola metabolisme,
produktivitas serasah dan laju pembusukannya,
siklus hara, aliran energi.
22. B. Jenis Data Vegetasi
DATA KUALIFIKATIF
• Komposisi flora
• Stratifikasi dan aspection
• Fenology
• Vitalitas
• Sosiabilitas
• Life-form & fisiognomy
• Organisasi tropic, rantai
makanan
ORGANISASI KOMUNITAS
• Struktur
• Komposisi
• Organisasi tropik
DATA SINTETIK
• Kehadiran dan konstansi
• Kesetiaan
• Dominansi
• Indeks dominansi
• Indeks asosiasi
1.Data Kualitatif
a.Komposisi Flora
DATA KUANTITATIF
• Pola disttribusi
• Frekuensi
• Kerapatan
• Penutupan tajuk; dominansi
DATA ANALITIK
Komposisi flora adalah daftar jenis tumbuhan
dalam komunitas, yang berguna untuk mengetahui :
- keaneragaman jenis
- tahap suksesi
- kondisi lingkungan/habitat
- struktur tiap unit vegetasi
- pengelompokkan secara kuantitatiif: species
23. dominan, frequent (daya adaptasi luas), jenis
yang jarang (indikator habitat).
b. Stratifikasi dan "aspection"
Stratifikasi adalah lapisan vertikal komunitas
tumbuhan.
Stratifikasi terdiri :
- pucuk
- akar Manfaat Stratifikasi :
- optimalisasi ruang tumbuh
- peningkatan pemanfaatan energi solar
- optimalisasi pemanfaaCan unsur hara tanah. Aspect
ion adalah perubahan per:ampakan vegetasi dalam
kaitannya dengan musim.
c. Fenologi
Fenologi adalah kalender fase-fase pertumbuhan
yang dilalui oleh suatu tumbuhan selama sejarah
hidupnya, atau studi tentang fase-frase pertumbuhan
penting dalam sejarah hidup suatu tumbuhan, seperti:
saat biji berkecambah, gugur daun, berbunga, berbuah
dan tersebarnya biji.
Tanda proses fenologi
Masa kecambah :/
Masa berbunga :/
Masa berbuah : / /
Masa penyebaran biji : / /
24. Vitalitas dan Vigor
Vitalitas adalah kondisi dan kapasitas tumbuhan
untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Sedangkan vigor
adalah keadaan kesehatan tumbuhan.
Klasifikasi vitalitas :
Klas 1 : Tumbuhan yang berkembang baik dan
dapat menyelesaikan siklus hidupnya.
Klas 2 : Tumbuhan yang tumbuh sehat yang
tersebar secara vegetatif.
Klas 3 : Tumbuhan yang lemah yang tersebar secara
vegetatif dan tak pernah menyelesaikan siklus
hidupnya.
Klas 4 : Tumbuhan yang jarang tumbuh dari biji, tetapi
jumlahnya tak bertambah.
Sosiabilitas
Sosiabiiitas adalah hubungan antara masing-masing
jenis dan menunjukkan cara tumbuhan tersebar.
Sosiabilitas bergantung pada :
- life-form
- vigor
- kondisi habitat
- kemampuan bersaing.
Klas Sosiabilitas (Brown-Blanquet, 1932):
Klas 1 : Hidup menyendiri.
Klas 2 : Agak mengelompok.
25. Klas 3 : Mengelompok dalam kelompok-kelompok yang
tersebar.
Klas 4 : Mengelompok dalam kelompok yang besar dan
kelompok terputus-putus.
Klas 5 : Membentuk hamparan yang luas dan rapat.
Life-form (bentuk hidup) tumbuhan
- bisa menggunakan klas-klas life-form dari Raunkaier
(1934), Brawn-Blanquet (1951), Backer (1968) :
pohon, semak, liana, epifit, pakuan , herba, lumut,
dll.
- Persentase Life-form adalah
Σ species dalam suatu life-form
—————————————————————————————— X 100%
Σ species dalam semua life-form
- Species dari life-form yang berbeda dapat hidup
berasosiasi, karena mereka memanfaatkan sumberdaya
alam pada waktu/ruang yang berbeda.
Organisasi tropik dan rantai pangan
Rantai pangan ada1ah pengalihan energi dari sumbernya
berupa tumbuhan melalui sederetan organisma yang
memakan dan yang dimakan.
Ada dua tipe rantai makanan :
a) "Grazing food chain" :
Rantai pangan yang dimulai dari tumbuhan, terus
ke herbivora dan karnivora.
b) "Detritus food chain" :
26. Rantai pangan yang dimulai dari organisme mati ke
mikroorgnisme, detrivor dan predatornya.
Jaring-jaring pangan ("food web") adalah
keterkaitan antara berbagai rantai makanan dalam suatu
komunitas. Species diversity meningkat maka "food
chain" makin panjang. Studi food chain dalam komunitas
sangat berguna untuk mengetahui sistem transfer energi
dalam komunitas.
2. Data Kuantitatif
a. Distribusi Spasial Individu tumbuhan Tiga tipe Pola
Distribusi
1) Random (acak)
Pola ini mencerminkan homogenitas habitat dan/atau
pola behavior yang tidak selektif.
2) Mengelompok ('clumped')
Mencerminkan habitat yang heterogen, mode
reproduktif, behavior berkelompok, dll.
3) Beraturan (reguler, uniform)
Mencerminkan adanya interaksi negatif antara
individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur
hara atau cahaya. Faktor yang mempengaruhi pola
sebaran spatial individu:
a) Faktor vektorial dari aksi berbagai tekanan
lingkungan luar (angin, aliran air, intensitas
cahaya).
27. b) Faktor reproduksi sebagai akibat dari mode
reproduktif organisme (cloning dan regenerasi
progeni).
c) Faktor sosial akibat pembawaan behavior (misal,
behavior teritorial)
4) Faktor koaktif akibat dari interaksi intraspecific
(misal kompetisi).
5) Faktor stokastik akibat dari variasi acak dari
berbagai faktor tersebut di atas, yaitu :
a) faktor intrinsik species (mis., reproduktif,
sosial, koaktif)
b) Faktor extrinsic (vector).
Beberapa indeks penentuan poia Distribusi Spasial
individu
(1). Variance Mean Ratio
V/M = 1 (random)
V/M > 1 (clumped)
V/M < 1 (regular)
Untuk menguj i apakah V/M < 1 atau >
1,digunakan uji X2 dengan derajat bebas (q - 2) ,
dimana q = Σ frekuensi klas, pada tingkat peluang
1%, 5%. Contoh :
28. Ada 100 petak
Σ Ind. Sp-X dalam masing-masing
kuadrat
0 1 2 3
Frekuensi kehadiran dalam
100 petak
46 34 14 6
0(46)+1(34)+2(14)+3(6)
Mean (M)=
100
= 0.8
ΣX2 – (ΣX)2/n
Variance =
n-1
[12(34)+22(14)+32(6)+02(46)] – (80)2/100
=
100 - 1
= 0.808
V/M = 0.808/0.800 = 1.01
Pengujian V/M = 1?
1). Menghitung banyaknya petak yang mengandung 0,1,2,3
individu
Є(0) = (n)p(0)
= (100)p(0)
= (100)e-0.8 = 44.9
Є(1) = (n)p(1)
= (100)(0.8/1)(p(0))
= 100 x 0.8/1 x 0.4493 = 0.3594
Є(1) = m e-m x n
= 0.8 x e-0.8 x 100
= 0.8 x 0.4493 x 100 = 0.3594
Є(2) = 0.82/2! x e-m x 100
= 0.64/2 x 0.4493 x 100
0.1438 x 100 = 14.4
29. Є(3) = 0.83/3! x e-m x 100
= 0.512/6 x e-0.8 x 100
= 0.512/6 x 0.4493 x 100
= 3.8
1 Σ individu/petak 0 1 2 3
2 Σ petak terobservasi 46 34 14 6
3 Σ petak harapan 44.9 35.9 14.4 3.8
4 Perbedaan Σ petaj antara
terobservasi dan harapan
1.1 1.9 0.4 2.2
X2 hitung = (Obs – є)2/є
(1.1)2 + (1.9)2 + (2.2)2
=
44.9 35.9 3.8
= 1.4123
X2 tabel(q-2), dimana q = Σ klas frekuensi
= 4
X2 (α=0.5,2) = 1.386 = 1.4
Sehingga
X2 hitung = X2 tabel random
2). Indeks Morisita (IS)
( )
( ) 1
2
1
1 1
−
=
Σ −
T T
IS
Xi Xi
Dimana : Xi = jumlah individu species X dalam petak
ke-I (i=1,2,3,………,q)
q = jumlah seluruh petak
T = jumlah total individu dalam semua
petak
Kriteria : IS = 1 (random)
IS > 1 (clumped)
IS < 1 (regular)
30. Pengujian IS = 1?
IS (T-1)+ q – T
Fo =
Q – 1
Bila Fo ≥ Fα
q-1 Clumped
(α = 0.05 atau 0.01)
3). Green’s Index
Variance
Means
1
1
−
⎞
− ⎟⎠
⎛
=
⎜⎝
n
GI
GI bervariasi dari: 0 sampai maximum.
0 = random, 1 = clumping.
b. Kerapatan
Adalah jumlah suatu spesies dalam suatu unit
area. Kerapatan menunjukkan kelimpahan suatu spesies
dalam suatu komunitas.
Satuan : ind/m2 (tumbuhan bawah)
Ind/ha (pohon)
Kerapatan relative: persentase kerapatan suatu spesies
terhapdap jumlah kerapatan semua spesies.
c.Frekuensi
Frekuensi adalah derajat penyebaran suatu jenis
di dalam komunitas yang diekspresikan sebagai
perbandingan antara banyaknya petak yang diisi oleh
suatu jenis terhadap jumlah petak contoh seluruhnya.
Frekuensi Relatif : persentase frekuensi suatu
species terhadap jumlah frekuensi semua species.
31. Frekuensi Klas (Raun kaier, 1934} :
Klas A: species dengan frekuensi 1 - 20%
Klas B: species dengan frekuensi 21 - 40%
Klas C: species dengan frekuensi 41 - 60%
Klas D: species dengan frekuensi 61 - 80%
Klas E: species dengan frekuensi 81 - 100%
"Law of Frequency"
>
A>B>C=D<E
<
(Persentase Frekuensi berdistribusi normal) Jika :
(1) E > D : Komunitas Homogen
(2) E < D : Komunitas terganggu
(3) A, E tinggi : Komunitas buatan
(4) B,C,D tinggi: komunitas heterogen
4.Cover (Penuntupan Tajuk)
Cover adalah proyeksi vertikal tajuk terhadap
permukaan tanah. Tajuk adalah semua bagian tanaman yang
terdapat di atas permukaan tanah. Di dalam hutan, cover
harus ditentukan untuk setiap strata vegetasi, sehingga
cover bisa > 100 %.
Di dalam komunitas rumput, cover digambarkan
dalam "graph paper" dengan bantuan kuadrat (misal, 25 X
25 cm)atau menggunakan plantigraph.
Klas Penutupan Tajuk
32. Klas A : Species dengan cover 5%
Klas B : Species dengan cover 6 - 25%
Klas C : Species dengan cover 26 - 50%
Klas D : Species dengan cover 51 - 75%
Klas E : Species dengan cover 76 - 100%
Foliage cover meningkat ————-> Intercepting solar
energi meningkat . Naungan meningkat
Pengukuran foliage cover bisa diganti dengan
"basal area" (luas bidang dasar, Ibds).
3. Data Sintetik
Presence
Presence adalah suatu kehadiran species dalam
komunitas.
Klas Kehadiran
- Jarang : 1 - 20 % petak contoh terisi species.
- Kadang terdapat : 21 - 40 petak
contoh terisi species.
- Sering terdapat: 41 – 60% terisi spesies
- Banyak terdapat : 61 - 80 terisi species.
- Selalu ada : 81 - 100 % petak contoh
terisi species.
Constance (Kontansi)
Constance adalah derajat/tingkat kehadiran suatu
species dalam komunitas. Klas Konstansi
Klas 1 : 1 - 20 % Frekuensi
33. Klas 2 : 21 - 40 % Frekuensi
Klas 3 : 41 - 60 % Frekuensi
Klas 4 : 61 - 80 % Frekuensi
Klas 5 : 81 - 100 % Frekuensi
c. Dominansi Jenis
Jenis dominan adalah jenis yang bei k..i :sa dan mencirikan
suatu komunitas. Konsep dominansi jenis sebagai petunjuk :
- species tersebut menang dalam persaingan
- species tersebut mempunyai toleransi tinggi
- species tersebut berhasil beradaptasi
- terhadap habitat . Parameter Penentu Dominansi Jenis
- Foliage Cover (penutupan tajuk)
- Kerapatan
- Luas Bidang Dasar
- Biomasa
- Volume
- Indeks Nilai Penting (INP)
INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi
Relatif INP maksimal 300%.
Dominansi adalah luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar
suatu species dalam satuan unit area tertentu. Satuannya:
M/ha.
Dominansi Relatif adalah persentase dominansi suatu species
terhadap jumlah dominansi seluruh jenis.
34. d. Fidelity {Kesetiaan)
Fidelity adalah tingkat kesetiaan suatu species
dalam suatu komunitas. Klas Kesetiaan Jenis:
Klas 1: Ekslusif terhadap suatu jenis komunitas.
Klas 2: Selektif (sering berada pada satu macam
komunitas,tetapi tidak pada komunitas lain).
Klas 3 : Preferensial {berada pada beberapa habitat, tetapi
tumbuh banyak pada beberapa habitat saja).
Klas 4 : Indifferent/masa bodoh (berada secara teratur pada
semua habitat).
Kals 5 : Strange/aneh (jarang dan secara kebetulan berada
dalam komunitas).
e. Indeks of Dominance (ID)
Indeks of dominance adalah indeks untuk memeriksa tingkat
dominansi suatu species dalam komunitas.
Nilai ID tinggi dominansi jenis dipusatkan pada satu
atau beberapa jenis. Nilai ID rendah dominansi jenis
dipusatkan pada banyak jenis.
Simpson (1949)
ID = C = E (ni/N)2
C = indeks of dominance
ni = INP atau kerapatan atau biomasa suatu species.
N = Total INP atau total kerapatan ,atau biomasa dari
semua species.
Hilai C ini bersifat relatif. Nilai C bisa digunakan
apakah suatu komunitas itu asosiasi atau konsosiasi.
35. f. Interspecific Assosiation
Interspecific assosiation ada1ah suatu
asosiasi/kekariban antara dua species dalam komuninas.
Interspecific Assosiation terjadi bila :
- kedua species tumbuhan pada lingkungan yang
serupa.
- distribusi geografi kedua species ;>erupa dan
keduanya hidup di daerah yang sama.
- kedua jenis berbeda life-form.
- bila salah satu species hidupnya bergan-tung pada
yang lain.
- bila salah satu species menyediakan per lindungan
terhadap yang lain.
Metode mendeteksi interspesif ic asosiasi. ion
(1). Data Kualitatif
(a). 2x2 contingency table, bila datanya kualitatif
(hadir atau tidak).
Spesies A
Hadir
+
Tidak
0
+ a b m=a+b
0 c d n=c+d
E a+b=r b+d=r N=a+b+c+d
(ad-bc)2 X N
S
P
E
S
I
E
S
B
X2 hit =
m X n X r X s
nilai X2 ini bandingkan dengan
X2tab (α = 0.05, db = 1)
Bila X2hit ≥ X2tab ada asosiasi
36. a = Σ petak dimana 2 spesies ada
b = Σ petak, sp. A ada, sp. B tak ada
c = Σ petak, sp. A tak ada, sp. B ada
d = Σ petak, sp. A dan B tak ada
N = Σ total petak contoh
(b). JACCARD INDEX (JI)
JI a
a + b +
c
=
(2). Data Kuantitatif
Koefisien Korelasi
Σ[(X1-X1)(X2-X2)]
R hit =
√[Σ(X1-X1)2 x (Σ(X2-X2)2]
R hit. ≥ R tab. Untuk p = 0.05 atau p = 0.01
g. Index of Diversity
• keanekaragaman jenis adalah suatu parameter
penting dalam membandingkan dua komunitas,
terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan
biotic atau mengetahui tahap suksesi dan
stabilitas komunitas
• pada komunitas klimak, spesies diversity meningkat
food chain meningkat komunitas stabil
Respirasi komunitas
• Ecological turnover =
Biomassa komunitas
R/B rendah komunitas diversity meningkat
37. • Metode/cara penentuan spesies diversity
1) Shanon-Weiner Diversity Index
H = -Σ[(ni/N) log (ni/N)]
ni = Nilai kuantitatif suatu spesies
N = jumlah nilai kuantitatif semua spesies
dalam komunitas
Variasi nilai H
0 = satu spesies tak terhingga nilai yang tinggi
(banyak spesies)
2) Simpson’s Diversity Index
Σ=
1 ( / )2
D = −
ni N
s
i
1
S = Σ jenis
Variasi nilai D:
0 = satu spesies tak terhingga
1 – 1/s = diversity spesies max.
h. Koefisien Kesamaan Komunitas (Index of Similarity)
• Index ini sangat berguna untuk membandingkan
kesamaan jenis dua komunitas
• Caranya:
1). Jaccard’s presence-community coefficient
ISJ = [C/(A+B+C)] x 100%
A = Σ jenis di komunitas 1
B = Σ jenis di komunitas 2
C = Σ jenis di dua komunitas
2). Motyka’s Index of Similarity
IS = [2 Mw/(Ma + Mb)] x 100%
Mw = Σ nilai kuantitatif ≤ dari spesies yang
ada di dua komunitas
38. Ma = Σ nilai kuantitatif semua spesies di
komunitas 1
Mb = Σ nilai kuantitatif semua spesies di
komunitas 2
Nilai IS : 0 – 100
C. Fungsi Komunitas
1. Biomassa
Biomassa adalah jumlah bahan organic yang
diproduksi oleh organism per satuan unit area
pada suatu saat. Satuannya g/m2 atau Kg/ha.
• Biomassa menunjukkan net production
• Biomassa production rate adalah laju akumulasi
biomassa dalam kurun waktu tertentu (Kg/ha/yr)
• Biomassa dinyatakan dalam “dry weight” (berat
kering) oven pada suhu 105o selama 12 jam atau
800C selama 48 jam. Satuan lain adalah berat
kering bebas abu (“ash free dry weight”)
• Biomassa profil menunjukkan jumlah bahan
organic kering pada tingkat yang berbeda dari
komunitas
• Akumulasi biomassa di tropic lebih rendah
daripada di temperate karena laju respirasi di
tropic lebih tinggi
2. Aliran Energi
• Dari sudut energy, komunitas adalah unit
thermodinamika
39. Matahari
Tumbuhan
ditangkap
Energi makanan
refleksi
absorpsi
biomas Proses metabolisme
pertumbuhan
panas
Dimakan
konsumer
• Dalam setiap transfer energy dari tanaman ke
tingkat tropic yang berbdea, efisiensi konversi
energy hingga 10%, 90% hilang sebagai panas
• Persediaan energy dalam komunitas meningkat
dengan meningkatnya perkembangan vegetasi
(suksesi). Akumulasi energy dalam biomassa
maksimal pada komunitas klimaks, karena adanya
stratifikasi dan spesies diversitas yang tinggi
• Estimasi energy dalam bahan organic tumbuhan
bisa diduga dengan alat Bomb calori meter.
• Efisiensi energy
Energy yang ditangkap tumbuhan
(Kcal/m2/t)
= x 100%
Energy solar yang datang sampai di
komunitas (Kcal/m2/t)
adalah suatu rasio antara output (kalori yang
40. dimanfaatkan tumbuhan) terhadap input (energy
solar sampai di komunitas) dalam suatu unit
area dalam periode waktu tertentu.
• Efisiensi energy adalah rasio antara aliran
energy di setiap titik/tahap yang berbeda
sepanjang rantai makanan, satuannya %.
3. Gross Ecological Effisiency (GEE)
Kalori mangsa yang dikonsumsi pemangsa
= x 100%
Kalori makanan yang dikonsumsi mangsa
• Siklus hara, Produktivitas dan Dekomposisi
Serasah
• Siklus Biogeokimia, termasuk unsure-unsur utama
dari protoplasma, dari lingkungan ke organism
dan kembali lagi ke lingkungan dalam biosfir
• Siklus hara adalah pergerakan unsur-unsur dan
senyawa-senyawa yang penting bagi kehidupan
Tipe Gas
- Siklus N
- Siklus CO2
Tipe batuan
- Siklus fosfor
Siklus Biogeokimia
41. Tipe-tipe interaksi antara dua spesies dalam komunitas
No. Tipe Interaksi
Spesies
Sifat Umum Interaksi
1 2
1 Netralisme 0 0 Tak satupun individu
populasi yang satu
mempengaruhi yang
lainnya
2 Kompetisi - - Penghambatan terhadap
semua jenis
3 Amensalisme - 0 Individu (1) menghambat
individu (2), sedang
individu (2) tak
terpengaruh
4 Parasitisme + - Individu spesies yang
satu dirugikan oleh
individu spesies yang
lain
5 Predasi + - Individu spesies yang
satu dimangsa oleh
individu spesies yang
lain
6 Komensalisme + 0 Individu spesies yang
satu mendapat
keuntungan tapi
individu spesies dua
tak terpengaruh
7 Protokooperasi + + Interaksi yang
menguntungkan kedua
spesies dan tak
merupakan kewajiban
berinteraksi
8 Mutualisme + + Interaksi yang
menguntungkan kedua
spesies, interaksinya
mutlak harus terjadi
1) Netralisme : sebenarnya hanya asosiasi saja, bukan
interaksi
2) Persaingan
(1) Persaingan antar jenis berbeda
(interspesifik)
(2) Persaingan antar jenis yang sama
(intraspesifik)
(3) Persaingan relung ekologis (tempat)
42. (4) Persaingan sumberdaya (makanan)
Akibat persaingan:
- Pertumbuhan tewrganggu
- Produksi berkurang, jumlah biji sedikit
- Menstimulasi serangan hama-penyakit dan
kekurangan unsure hara
- Terjadi stratifikasi dimana jenis tertentu
lebih berkuasa
- Komposisi jenis berubah (Σ jenis, Σ individu,
life-form).
Competitif Ability
Ditentukan secara sederhana dengan rumus:
GA/B = MA/MB atau
GB/A = MB/MA
G = kemampuan pertumbuhan
M = bobot kering tanaman
A,B = spesies A dan B
3) Amensalisme, merupakan persaingan dalam bentuk yang
lemah, adalah hubungan antara individu yang mana
individu yang satu dirugikan (tetapi sesaat) tetapi
individu lain tidak dirugikan (netral). Amensalisme
merupakan persaingan dalam bentuk yang lemah. Contoh
: allelopathy yaitu pengaruh merugikan baik langsung
maupun tak langsung dari suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan lain melalui produksi senyawa kimia. Dalam
hal ini, bahan kimia dapat dikategorikan sebagai :
(a). Autotoxic (bahan penghambat) terhadap :
- anakan sendiri
- individu lain sejenis
(b). Antitoxic (bahan penghambat) terhadap individu
lain jenis berbeda.
43. Cara tanaman melepaskan bahan kimia (bahan
allelopati)adalah melalui :
- pencucian daun/batang oleh air hujan
- bahan tanaman yang jatuh sebagai aerasah yang
menjadi humus dalarn tanah.
- gas yang menguap dari permukaan tanaman
- eksudat akar
Media pengeluaran
zat alelopatik
jenis tanaman
1.
Daun
Camelina
2. Akar Eucalyptus globulus
3. Setelah mati Apel, sereh
4.
Gas
Reliant bus, Aster
Bahan kimia allelopathic diantaranya adalah
- phenolic, terpeties, alkaloids, nitrit difenol,
- asam benzoat, fenin, sulfida. Pengaruh allelopathy
terhadap pertumbuhan tumbuhan :
- perpanjangan/perbanyakan sel terhambat
- penyerapan hara mineral berkurang
- laju fotosintesa dan respirasi terganggu
- perlambatan perkecambahan biji
- laju pertumbuhan terhambat
- gangguan sistem perakaran
- klorosis
- layu, mati
44. Parasitisme (+,-)
Suatu organisme untuk hidupnya mengambil makanan
dari organisme lainnya. Interaksi parasitisme
memungkinkan adanya tumbuhan inang (host) dan tumbuhan
parasit.
Host seringkali mengeluarkan antibodi Parasit
yang heterofog lebih bertahan daripada monoloq.
Parasit meliputi parasit akar -» Rafflesia, semipara-sit
{yang tumbuh di cabang-cabang di pohon -> benalu (famili
horuntuceae).
Rafflesia -» bunga liar (famili Rafflesiaceae)
Genus lain : - Rhizanthes
- Mitrastemon Di Sumatera 4 jenis :
- Rafflesia atjehensis
- Rafflesia hasseltii
- Rafflesia arnoldi
- Rafflesia patma. Rafflesia
-» paling khas diantara parasit lain
- besar ukuran bunga
- tidak punya batang, daun dan akar
- hanya punya benang-benang yang tumbuh
di bagian dalam batang dan akar pohon.
Inang (Tetrastigma, famili vitaceae)
- waktu bunga lama, tergantung ukuran R.
arnoldi
- kuncup terbuka mekar (19-21 bulan)0 10 cm
45. H. 5 bulan 0 15 cm -» 2 bulan 0 25 cm -*
20-30 hari.
(5). Commensalisme ( + , 0)
Interaksi antara individu yang memberikan keuntungan
kepada salah satu individu jenis populasi sementara
yang lain tak memperoleh keuntungan apa-apa (netral).
Merupakan hubungan (+) yang mendasari protokoperasi.
Contoh Epifit: paling banyak terdapat di hutan
hujan tropika (10% pohon hutan hujan tropika ditumbuhi
epifit).
- Anggrek, paku-pakuan, dll.
- Menempel pada batang atau daun (epifit)
Setelah dapat sinar matahari akan menutupi
tajuk.
- liana (tumbuhan merambat suka cahaya =
heliophyta)
- pengaruh negatif liana
1. Menutupi daerah tajuk sehingga
mengurangi proses fotosintesis.
2. Menurunkan kualitas kayu
3. Mengganggu tumbuhan pohon yang dipanjati
4. Berpengaruh negatif terhadap anakan yang suka
cahaya (heliophyta)
- pengaruh positif, diantaranya adalah berpengaruh
baik pada pertumbuhan anakan yang suka naungan
(schyophyta, misalnya jenis-jenis anggota
46. Dipterocarpaceae)
- sistem silvikultur (tropical shelter-wood system)
penangkaran liana (pembebasan)/tebang penerang
(6). Protocoperasi (+,-)
Kedua jenis individu yang berinteraksi mendapat
keuntungan tetapi bukan merupakan keharusan untuk
saling berhubungan. contoh : Asosiasi lumut dengan
keong air tawar
- Lumut menggunakan zat hara dari keong
- Keong ditumbuhi lumut sebagai perlindungan
Protocoperasi merupakan awal evolusi sebelum
mutualisme.
(7). Mutualisme (+,+)
Memberikan keuntungan kepada masing-masing jenis
yang berinteraksi dan merupakan suatu keharusan untuk
hidupnya, jika dipisahkan akan rugi. Contoh :
- Mikoriza : asosiasi antara jamur dengan akar
tumbuhan. Jamur merubah unsur-unsur sehingga
tersedia dan dapat dihisap oleh akar tumbuhan,
jamur mendapatkan makanan dari hasil fotosintesa
inang.
- Jenis mikoriza adalah:
a) Ektotropik: di luar akar mis: Basidiomycetes
b) Endotropik: di dalam akar mis: Phycomycetes
c) Peritropik: sebagai mantel, contoh: Mikoriza
47. ekstra material
Ektotropik : Micorhyza di bagian luar sel akar micelia
fungi, misal pada Pinus strobus, Dipterocarpaceae,
Eucalyptus.
Endotropik: Micorhyza di bagian dalam sel akar micelia
fungi, yakni hampir semua tanaman kecuali tanaman air.
Peritropik: Micorhyza membentuk selubung mantel rongga
yang mengelilingi akar, misal pada anakan spruce (Picea
pungens).
- Karena tanah Imtan Indonesia relatif miskin hara,
maka banyak pohon-pohon hutan alam yang mengandung
mikoriza.
- Di hutan Cibodas 32% pohon-pohon yang ada mengandung
mikoriza.
- Mikoriza mengeluarkan enzim phosphatase
- Manfaat mikoriza
a) penyerapan unsur hara meningkat terutama Phospor
b) mencegah infeksi perakaran mempertinggi daya
tahan kekeringan akar lebih lama hidup
(memproduksi hormon penumbuh).
- Nodul Akar : gejala pembengkakan akar berupa bintil
akar sebagai akibat sirnbiosis mutualisme antara
bakteri (rhizobium/aktinomisetes) dengan suatu akar
tumbuhan tertentu.
48. Bakteri rhizobium adalah pengikat N tumbuhan
mendapatkan Nitrogen, rhizobium mendapatkan karbohidrat
berdasarkan jenis tanaman dengan mikroba pembentuk
nodul, maka ada tiga bentuk simbiosa:
1. Legume, (rhizobium)
(Albizia, Akasia, Leucoem -» Leguminosae) tidak
semua legum berasosiasi dengan rhizobium
Leguminosae
Mimosaceae
Caesalpiniaceae
Papilionaceae
2. Non Legume, (rhizobium)
(Trema, pnrasponia}
3. Non Legume, (Aktinomisetes) (Frankia)
(Casuarina, Podocarpus)
- Keuntungan adanya nodul akar:
Jarang
1. Tanaman inang bisa hidup pada tanah miskin N
2. Dapat meningkatkan kesuburan tanah
3. Memungkinkan tanaman tumbuh setelah tanaman
legume
Hewan Hutan, berperan besar dalam pembiakan tanaman,
misal beberapa jenis pohon dalam pembuahan dan
penyerbukan biji/benih tergantung pada hewan tertentu :
serangga, burung, kelelawar, babi hutan, musang, dll.
Tetapi hewan juga bisa merusak tanaman (hama) dan
penular penyakit pada tanaman.
49. IV. DINAMIKA MASYARAKAT TUMBUH-TUMBUHAN (SUKSESI)
A. Pengertian Suksesi (Sere)
Spurr (1964), mengatakan bahwa suksesi merupakan
proses yang terjadi secara terus-menerus yang ditandai
oleh perubahan vegetasi, tanah dan iklim dimana proses
ini terjadi. Sedangkan Costing (1956), menyatakan bahwa
perubahan-perubahan bertahap atau proses suksesi ini
berlangsung karena habitat tempat tumbuh masyarakat
tumbuhan mengalami modifikasi oleh beberapa daya
kekuatan alam dan aktivitas organisme berupa perubahan-perubahan
terhadap tanah, air, kimia dan lain-lain.
Perubahan masyarakat tumbuhan dimulai dari
tingkat pionir sederhana sampai pada tingkat klimaks,
dalam hal ini tumbuhan pioner merubah habitatnya
sendiri sehingga cocok untuk species baru, keadaaan ini
berlangsung terus hingga tingkat klimak tercapai
(Clements, 1923; halle, 1.97G; Clark, 1954, Ewuse,
1980).
Tentang adanya perubahan habitat, dinyatakan
bahwa komunitas pertama akan merubah keadaan tanah dan
iklim mikro. Dengan demikian memungkinkan masuknya
species kedua yang menjadi dominan dan mengubah keadaan
lingkungan dengan cara mengalahkan species yang pertama
dan hal ini memungkinkan masuknya species yang ketiga,
demikian seterusnya sampai tingkat klimaks tercapai
(Whittaker, 1970; Odurn, 1970; Whitmore,1975)
50. Secara singkat suksesi adalah suatu proses
perubahan komunitas tumbuh-tumbuhan secara teratur
mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks
di suatu tempat tertentu
Komunitas klimaks adalah komunitas yang berada
dalam keadaan keseimbangan dinamis dengan
lingkungannya. Sedangkan tingkat sere adalah setiap
tingkat/tahap dari sere, dan komunitas sere adalah
setiap komunitas tumbuhan yang mewakili setiap tingkat
sere.
Species klimak adalah suatu species yang berhasil
beradaptasi terhadap suatu habitat sehingga species
tersebut menjadi dominan di habitat yang bersangkutan.
S. Faktor Penyebab Suksesi
1. Faktor Iklim
- fluktuasi kondisi iklim yang tidak konsisten
- kekeringan
- radiasi yang kuat
- dan lain-lain yang merusak vegetasi sehingga
terjadi suksesi.
2. Faktor Topografi/Edafis
Faktor ini berkaitan dengan perobahan dalam
tanah. Ada 2 faktor penting yang berkaitan dengan tanah
yang membawa perobahan habitat, yaitu:
a. Erosi tanah, yaitu suatu proses hilangnya lapisan
51. permukaan tanah oleh angin, aliran air dan hujan.
b. Deposisi tanah, yaitu proses pengendapan/
penimbunan tanah oleh angin, longsor, glacier atau
turunya salju di suatu tempat.
3. Faktor biotik penyebab rusaknya vegetasi yang
mengakibatkan suksesi adalah :
- penggembalaan
- penebangan
- deforestasi
- hama dan penyakit
- perladangan
- dan lain-lain
C. Tipe-tipe Suksesi
1. Hidrosere
Hidrosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di
habitat air atau basah".
2. Halosere
Halosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di
tanah/air masin.
3. Xerosere
Xerosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di
habitat kering. Tumbuhan pionirnya berupa lumut
kerak,bakteria,dan ganggang.
4. Psammosere
Psammosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi
52. di habitat berpasir.
5. Lithosere
Lithosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di
permukaan batuan.
6. Serule
Serule adalah miniatur suksesi mikroorganisme
bakteri, jamur, dll) pada pohon yang mati, kulit
pohon, dll.
D. Tahab-tahab Suksesi
Shukla dan Chandel (1932) mengemukakan
sembilan macam tahapan dalam proses suksesi,
yaitu:
1. Nudation : terbukanya vegetasi penutup tanah
(terbentuknya tanah kosong).
2. Migrasi : cara-cara dimana tumbuhan sampai
pada daerah tersebut di atas.
Biji-biji tumbuhan sampai pada
daerah tersebut di atas mungkin
terbawa angin, aliran air,
mungkin pula melalui tubuh hewan
tertentu.
3. Ecesis : proses perkecambahan,
pertumbuhan, berkembang biak dan
menetapnya tumbuhan baru
tersebut. Sebagai hasil ecesis
individu-individu species tumbuh
53. mapan di suatu tempat
(established).
4. Agregation : sebagai hasil dari ecesis,
individu-individu dari suatu
jenis berkembang dan menghasilkan
biji, maka biji-biji tersebut
akan tersebar pada areal yang te
rbuka di sekelilingnya sehingga
tuinbuh berkelompok
(beragregasi).Ecesis dan agregasi
merupakan invasi species
tersebut.
5. Evolution of community relationship : merupakan
suatu proses apabila daerah yang
kosong ditempati species-species
yang berkoloni. Species tersebut
akan berhubungan satu sama lain-nya.
Bentuk hubungan ini kemung-kinan
akan mengikuti salah satu
dari tipe eksploitasi, mutualisme
dan co-existance.
6. Invation : dalam proses koloni, biji
tumbuhan telah beradaptasi dalam
waktu yang relatif panjang pada
tempat tersebut. Biji tumbuh dan
menetap (penguasaan lahan oleh
tumbuh-tumbuhan yang bersifat
54. agresif dan adaptif).
7. Reaction : terjadinya perubahan habitat
yang disebabkan oleh tumbuhan
tersebut dengan merubah
lingkungannya terutama dengan
cara:
a. Merubah sifat dan reaksi tanah
b. Merubah iklim mikro
Reaksi merupakan proses yang
terus menerus dan menyebabkan
kondisi yang cocok bagi species
yang telah ada dan lebih cocok
pada individu yang baru. Dengan
demikian reaksi memegang peranan
penting dalam pergantian species.
8.Stabilization: kompetisi dan reaksi berlangsung
terus menerus ditandai dengan
perubahan lingkungan yang
mengakibatkan struktur vegetasi
berubah. Dalam jangka waktu lama
akan terbentuk individu yang
dominan dan perubahan yang
terjadipun relatif kecil
disamping iklim mempunyai peranan
penting dalam membatasi proses
ini menjadi stabil. Dengan
perkataan lain, stabilisasi
55. merupakan suatu proses dimana
individu-individu tumbuhan mantap
tumbuh di suatu habitat tanpa
banyak dipengaruhi oleh
perobahan-perobahan dalam habitat
tersebat.
9. Klimaks :setelah stabilisasi, pada tahap
ini species yang dominan
mempunyai keseimbangan dengan
1ingkungannya, keadaan habitat
dan struktur vegetasi relatif
koristan karena pertumbuhan jenis
dominan telah mencapai batas.
E. Macam Suksesi
Berdasarkan proses terjadinya terdapat dua macam
suksesi;
1. Sukesesi primer (prisere)
Suksesi primer adalah perkembangan vegetasi mulai
dari habitat tak bervegetasi
hingga mencapai masyarakat yang
stabil dan klimaks.
2. Suksesi sekunder (subsere)
Suksesi sekunder terjadi apabila klimaks atau
suksesi yang normal terganggu
atau dirusak, misalnya oleh
kebakaran, perladangan,
56. penebangan, penggembalaan, dan
kerusakan-kerusakan lainnya.
F. Faham-fahara tentang Klimaks
1. Faham Monoklimaks (Costing, 1956)
Beranggapan bahwa pada suatu daerah iklim hanya
ada satu macam klimaks yaitu suatu formasi yang
paling metaphysic. Jadi klimaks boleh dikatakan
suatu pencerminan keadaan iklim. Disamping itu
iklim sebagai faktor yang paling stabil dan
berpengaruh, terdapat pula faktor-faktor lain
atau profaktor-profaktor, seperti faktor tanah,
biotis dan fisiografi. Profaktor-profaktor ini
menyebab-kan terbentuknya proklimaks-proklimaks
sebagai berikut :
a. Subklimaks terjadi apabila perkembangan
vegetasi terhenti di bawah tingkat terakhir,
dibawah klimaks, sebagai akibat faktor-faktor
bukan iklim, misalnya karena keadaan geografi
seperti keadaan di Pulau Krakatau.
b. Proklimaks Posklimaks, apabila pembentukan
klimaks menyimpang dari tipe yang sewajarnya,
misalnya sebagai akibat dari keadaan
fisiografi. Keadaan yang lebih lembab dan
lebih baik menghasilkan posklimaks, sedangkan
keadaan yang lebih kering dan kurang baik
menghasilkan proklimaks.
57. c. Disklimaks, terjadi sebagai akibat beberapa
gangguan sekunder yang menyebabkan tak dapat
berkembang lagi ke arah klimaks karena keadaan
tempat tumbuh amat berubah menjadi buruk,
misalnya terhenti pada tingkat semak belukar
2. Faham Polyklimaks(Braun-Blanquet, 1932)
Beranggapan bahwa tidak hanya iklim yang dapat
menumbuhkan klimaks. Bagi penganut faham kedua ini
ada beberapa macam kilmaks: klimaks iklim, klimaks
edafis, klimaks fisiografis, klimaks kebakaran dan
sebagainya.
3. Teori Informasi
Merupakan faham terbaru yang dikembangkan oleh
margalef (1968) dan Odum (1969). Pada tahap
klimaks komunitas tersebut mempunyai informasi
maksimum dan entrophy maksimum. Enthrophy adalah
jumlah energy yang tidak terpakai dalam suatu
sistem ekologi
Menurut faham monoklimaks misalnya dapat dibuat bagan
suksesi primer sebagai berukut:
58. KLIMAKS
HUTAN HUJAN
TANAH RENDAH
Hutan payau
Bruguiera-Xylocarpus
Hutan
Neonauclea-Ficus
Hutan payau
Rhizopora-Bruguiera
Hutan
Ficus - Macaranga
Hutan payau
Avicennia
Vegetasi rumput
Neyraudia-Saccaharum
Vegetasi cryptogamae
HYDROSERE PADA
LUMPUR PAYAU
XEROSERE PADA
TUF BATU KEMBANG
Kalau kita bandingkan keadaan umum jalannya suksesi
primer (prisere) dengan suksesi sekunder (subsere),
dapat dibuat bagan sebagai berikut:
Gangguan
Vegetasi
terganggu
Vegetasi klimaks hutan
Vegetasi perdu pohon
Vegetasi semak belukar
Vegetasi rumput-herba
semak kecil
Vegetasi cryptogamae
Permukaan
“tanah telanjang”
P
RI
SERE
S
UB
SERE
59. V. KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN
A. Beberapa Pengertian yang Harus Dipahami dalam
Klasifikasi
1. Vegetasi adalah Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam
arti luas.
2. Formasi hutan adalah satuan vegetasi hutan yang
terbesar.
Perbedaan formasi hutan di trcpika disebabkan
oleh:
- Perbedaan iklim.
- Fisiognom.i (struktur) hutan
- Perbedaan habitat
- Suksesinya.
3. Asosiasi adalah satuan-satuan di dalam formasi
hutan yang diberi nama menurut pohon jenis
dominan. Oleh karena itu, Asosiasi adalah satuan
dasar dalam klasifikasi. Asosies adalah istilah
lain untuk asosiasi, dimana satuan ini berada
dalam hutan yang mengalami suksesi sekunder.
4. Asosiasi konkrit adalah bagian dari asosiasi hutan
yang betul-betul diselidiki dan diketahui
komposisi jenis pohonnya.
Asosiasi hutan yang berlainan komposisinya tetapi
memiliki fisiognomi yang sama, digolongkan menjadi
formasi hutan.
5. Subspecies, varietas, ekotype merupakan variasi-variasi
dalam species dalam taksonomi tumbuhan.
60. 6. Varian adalah variasi-variasi di dalam asosiasi
hutan.
7. Asosiasi segregat adalah varian-varian di dalam
hutan campuran yang disebabkan oleh adanya jenis-jenis
pohon yang lebih berkuasa (dominan) daripada
yang lain.
8. Konsosiasi adalah varian yang dikuasai oleh satu
jenis pohon saja. Sedangkan konsosies adalah
varian di dalam suatu hutan yang mengalami sub-sere/
suksesi sekunder.
9. Fasiasi adalah varian yang disebabkan oleh
perbedaan topografi.
10.Losiasi adalah varian yang disebabkan oleh
perbedaan edafis.
11.Ekoton adalah daerah peralihan yang sering
dijumpai apabila ada dua atau lebih type atau
asosiasi vegetasi yang letaknya berbatasan.
3. SISTEM-SISTEM KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN TROPIKA
Ada dua cara pendekatan di dalam klasifikasi
vegetasi:
1. Menetapkan dahulu satuan yang besar, kemudian
mengadakan pemisahan berdasarkan sifat-sifat yang
berbeda. Contoh : klasifikasi Schimper(1898) dan
Burtt Davy (1938).
2. Dimulai dengan memisahkan satuan yang kecil,
kemudian menggolongkan ke dalam satuan yang lebih
61. besar. Contoh : klasifikasi oleh Beard (1944),
dan Richard et. al. (1933) .
Adanya bermacam-macam sistem klasifikasi
disebabkan :
karena perbedaan kriteria yang digunakan, antara lain:
"Sistem Klasifikasi Fisiognomis, Ekologis, Fisiognomis-
Ekologis, Floristis, Fisiognomis-Floristis, Geografis-
Ekologis.
Menurut Aichinger, pada klasifikasi vegetasi,
kriteria pertama yang digunakan adalah fisiognomi,
selanjutnya floristik, geografi tumbuhan, ekologi,
syngenesisi, dan pengaruh manusia.
Menurut Fosberg (1958), klasifikasi vegetasi yang
rasional harus didasarkan kepada kriteria :
(1) Fisiognomi (rupa vegetasi, bentuk umum vegetasi) .
(2) Struktur vegetasi (susunan komponen di dalam
ruang, stratifikasi, jarak, dimcnsi).
(3) Fungsi (sifat-sifat phenothypik yang menyatakan
adaptasi terhadap keadaan lingkungan).
(4) Komposisi susunan floristik
(5) Dinamika suksesi atau perubahan dengan perbedaan
lingkungan.
(6) Riwayat vegetasi.
62. C. Berbagai Macam Sistem Klasifikasi Vegetasi Hutan
C.I. Klasifikasi Ekosistem Menurut Van Steenis
Van Steenis (1957) dalam Soerianegara dan
Indrawan (1934), telah mengemukakan dan membahas tipe-tipe
vegetasi yang dijumpai di Kepulauan Indonesia
dan wilayah sekitarnya.
Cara penetapan dan pembagian formasi-formasi
hutan di dalam sistem ini, yang disebut sistem
alami, didasarkan atas perbedaan iklim basah dan
bermusim, perbedaan edafis, dan perbedaan altitudinal.
Forrnasi-formasi hutan yang ditentukan dalam
sistem ini adalah :
I. IKLIM BASAH
Kadang-kadang selalu tergenang
Air asin (laut), dipengaruhi pasang surut :
........................ 1. Mangrove
Air tawar (hujan, sungai) , diam :
Eutrofik ............... 2. Hutan rawa
oligotropik ............ 3. Hutan gambut
Air tawar (tepi sungai), deras:
........................ 4.Vegetasi Rheofit
Tanah Kering
Pantai
........................ 5. Vegetasi pantai
63. Pedalarnan hingga batas pohon (timber line)
Tanah podsol kuarsa, dataran rendah :
.................. 6 . Vegetasi tanah
kuarsa
Tanah kapur, dataran rendah :
.................. 7 . Vegetasi tanah
kapur
Jenis- jenis tanah lain
Elevasi 2 - 1000 m .... 8. Hutan Hujan Tropika
Elevasi 1000-2400 m ... 9. Hutan Hujan Pegunungan
Elevasi 2400-4150 m .. 10. Hutan Hujan Sub-alpin
II. IKLIM BERMUSIM
Elevasi di bawah 1000 m
................. 11 . Hutan Musim
(monsoon) Dataran
Rendah
Elevasi di atas 1000 m
................. 12 . Hutan Musim
Pegunungan .
C.2. Klasifikasi Vegetasi Dunia Menurut Unesco
Unesco (1973), telah melakukan klasifikasi dan
pembuatan peta vegetasi secara menyeluruh. Kategori
klasifikasi adalah unit-unit vegetasi, termasuk formasi zonal
dan azonal serta formasi-formasi yang telah berubah lainnya.
Dasar umum klasifikasi vegetasi dunia ini memakai sistem
64. floristik, klasifikasi selanjutnya didasarkan terutama pada
sifat-sifat fisiognomi struktural dan sifat-sifat ekologi yang
digabungkan dengan vegetasi natural dan semi natural sebagai
tambahan.
Menurut klasifikasi ini, vegetasi dunia dibedakan
menjadi enam tingkatan, dari tingkatan tertinggi sampai kelas
terendah, yaitu : Kelas Formasi (Formation Class), Sub-kelas
Formasi (Formation Subclass), Kelompok Formasi (Group
Formation), Formasi (Formation), dan Subdivisi (Subdivisions).
Kelas Formasi sebagai tingkatan tertinggi, membagi
vegetasi menjadi lima bagian. Pembagian ini berdasarkan kepada
struktur tegakan, dalam hal ini penutupan kanopi tegakan
(tajuk-tajuk pohon), tingkatan vegetasi (pohon atau semak
belukar); dan habitus veqetasi (berkayu atau herba).
Kelas formasi pertama adalah Closed forest (hutan
tertutup) adalah hutan-hutan yang mempunyai kanopi
tertutup, dimana tajuk-tajuk pohon saling mengisi. Tinggi
pohon paling rendah 5 m, kecuali untuk pohon, yang belum
dewasa atau masa reproduksi kurang dari 5 m.
Kelas Formasi Woodland (tegakan terbuka) terdiri dari
pohon-pohon dengan ketinggian paling rendah 5 m, penutupan
tajuk paling rendah 40%. Penutupan tajuk dikatakan 40% jika
jarak antara dua tajuk pohon sama dengan jari-jari sebuah
tajuk pohon.
Kelas Formasi Scrub (semak belukar) kebanyakan dari
jenis-jenis phanerophytes berkayu, tinggi antara 0.5 m sampai
5 m. Dibedakan atas semak individu-individunya tidak saling
65. bertautan, misalnya rumput-rumputan, sedangkan belukar saling
bertautan.
Kelas Formasi dwart-scrub dan Related Communities
(semak-semak kecil dan komunitas kerabat lainnya), sering
disebut formasi rumput-rumputan, tinggi jarang yang melebihi
50 cm. Berdasarkan kepadatannya dibedakan atas Dwart Shrub
thicket (cabang-cabangnya saling bertautan), Dwart Shrubland
(individu-individu saling terpisah atau dalam rumpun-rumpun),
dan Formasi Cryptogamic dengan semak-semak kecil.
Kelas Formasi terakhir adalah Herbaceous vegetation
(vegetasi herba). Ada dua tipe besar dari vegetasi ini, yaitu
graminoid dan forbs. Termasuk graininoid adalah semua rumput
herba dan tanaman rumput-rumputan seperti Carex sejenis alang-alang),
Juncus (sejenis tebu) dan sebagainya. Forbs adalah
tanaman herba daun lebar seperti Helianthus (bunga matahari),
Trifolium dan sebagainya.
Dasar pembagian kelas formasi menjadi subkelas formasi
adalah keadaan daun (evergreen, decidous, dan xeromorphic),
ukuran vegetasi, dan tempat hidup (habitat). Pengertian
evergreen adalah kanopi hutan tidak pernah tanpa daun hijau
(selalu hijau), walaupun ada pohon-pohon secara individu
mungkin menggugurkan daun. Kebalikan dari evergreen, pohon-pohon
decidous menggugurkan daun secara simultan apabila
berhubungan dengan musim yang tidak menguntungkan. sedangkan
xeromorphic adalah vegetasi yang khas daerah kering, seperti
phanerophyties, hemicytophties, geophyties. dengan daun atau
batang kadang-kadang sukulen.
66. Selanjutnya, Subkelas Formasi dibagi menjadi kelompok-kelompok
formasi (Group Formation) berdasarkan antara lain :
tempat atau garis 1intang (tropik, sub-tropik, temperate,
subpolar, dan lain-lain), keadaan daun (evergreen, decidous,
semi decidous), bentuk daun (daun jarum atau lebar), dan
kombinasi sifat-sifat di atas. Sedangkan formasi-formasi hutan
dibentuk berdasarkan antara lain : ketinggian tempat (lowland
dan montane), jenis tanah (alluvia), keadaan habitat (swamp,
bog, desert), bentuk tajuk, bentuk daun, dan sebagainya.
Di bawah ini diberikan bagan klasifikasi vegetasi
menurut Unesco (1973) secara global.
I. CLOSED FOREST
A. EVERGREEN
1. Tropical Ombrophilous Forest (Tropical Rain
Forest)
2. Tropical and Subtropical Evergreen Seasonal
Forest
3. Tropical and Subtropical Semi Decidous Purest
4. Subtropical Ombrophilous Forest
5. Mangrove Forest
6. Temperate and Subpolar Evergreen Ombropuilous
Forest
7. Temperate Evergreen Seasonal Broad heaved
Forest
8. Winter-Rain Evergreen Sclerophykous Forest
9. Tropical and Subtropical Evergreen Needle-Leaved
Forest
67. 10.Temperate and Subpolar Evergreen Needle-Leaved
Forest
B. DECIDUOUS
1. Tropical and Subtropical Drought-Deciduous
Forest
2. Cold-Deciduous Forest with Evergreen Trees (or
Shrubs) Admixed
3. Cold-Deciduous Forest without Evergreen Trees
C. XEROMORPHIC
1. Sclerophyllous-Dominated Extremely Xero-morphic
Forest
2. Thorn-Forest
3 . Mainly Succulent Forest
II. WOODLAND
A. EVERGREEN
1. Evergreen Broad-Leaved Woodland
2. Evergreen Needle-Leaved Woodland
3. Cold-Deciduous Woodland without Evergreen
Trees
B. XEROMORPHIC
1. Sclerophyllous-Dominated Extremely Xeromorphic
Woodland
2. Thorn-Woodland
68. 3. Mainly Succulent Woodland
III. SCRUB
A. EVERGREEN
1. Evergreen Broad-Leaved Shrubland
2. Evergreen Needle-Leaved and Microphylous
Shrubland
B. DECIDUOUS
1. Drought-Deciduous Scrub with Evergreen Woody
Plants Admixed
2. Drought-Deciduous Scrub eithout Evergreen
Woody Plant Admixed
3. Cold-Deciduous Scrub
C. XEROMORPHIC
1. Mainly Evergreen Subdesert Shrubland
2. Deciduous Subdesert Shrubland
IV. DWARF-SCRUB AND RELATED COMMUNITIES
A. EVERGREEN
1. Evergreen Dwarf-Shurb Thicket
2. Evergreen Dwarf-Shrubland
3. Mixed Evergreen Dwarf-Shrub and Herbaceous
Formation.
69. B. DECIDUOUS
1. Facultatively Drought-Deciduous Dwarf-Thicket
2. Obligatory, Drought-Deciduous Dwarf-Thicket
3. Cold-Deciduous Dwarf-Thicket
C. XEROMORPHIC
1. Mainly Evergreen Subdesert Dwart-scrub
2. Deciduous Subdesert Dwarf-Scrub
D. TUNDRA
1. Mainly Bryophyte Tundra
2. Mainly Lichen Tundra
E. MOSSY BOG FORMATIONS WITH DWARF-SHRUB
1. Raised Bog
2. Non-Raised Bog
V. HERBACEOUS VEGETATION
A. TAIL GRAMINOID VEGETATION
B. MEDIUM TALL GRASSLAND
C. SHORT GRASSLAND
D. FORB VEGETATION
E. HYDROMORPHIC FRESH-WATER GRASSLAND
C.3. Klasifikasi Ekosistem Menurut Kartawinata
Kartawinata telah membuat bagan unit-unit
ekosistem atau tipe-tipe ekosistem darat dan rawa yang
70. ada di Indonesia. Tipe ekosistem dianggap unit-unit
yang paling kecil dan dibentuk berdasarkan fisiognomi
(kenampakan) struktur dan takson (unit taksonomi) yang
khas atau dominan dari vegetasi yang dikombinasikan
dengan faktor-faktor iklim dan ketinggian dari
permukaan laut serta tanah. Faktor-faktor tidak
dimasukkan karena datanya kurang, lagipula perincian
ekositem dengan ciri-ciri vegetasi dan lingkungan dapat
dianggap cukup. Berdasarkan komposisi jenis masing-masing
tipe ekosistem dapat saja terdiri dari unit-unit
yang lebih kecil. Ekosistem hutan kerangas, misalnya,
mungkin tersusun dari unit komunitas Combretocarpus-
Dactylocladus dan Tristania-Cratoxylum.
Menurut Klasifikasi Kartawinata (1976) ini, ada
tiga tingkatan klasifikasi, yaitu : Bioma, Subbioma,
dan Tipe Ekosistem. Bioma dapat pula disebut sebuah
ekosistem yang merupakan unit komunitas terbesar yang
mudah dikenal dan terdiri atas forrnasi vegetasi dan
hewan serta mahluk hidup lainnya, baik yang sudah
mencapai fase klimaks maupun yang masin dalam fase
perkembangan. Di Indonesia dapat dikenal beberapa
bioma, yaitu : (a) Hutan Hujan, (b) Hutan Musim, (c)
Savana, (d) Padang Rumput. Unit-unit ekosistem ini
masih terlalu besar untuk digunakan dengan maksud-maksud
khusus, sehingga memerlukan pembagian yang lebih
kecil lagi.
Pembagian Bioma menjadi Subbioma didasarkan kepada
71. keadaan iklim, misalnya, untuk Hutan Hujan dibedakan
antara Hutan Hujan Tanah Kering dan Hutan Hujan Tanah
Rawa (permanen atau musiman). Sedangkan pembagian
Tipe-tipe Ekosistem sebagai unit yang paling kecil
dibentuk berdasarkan struktur fisiognomi, faktor-faktor
iklim, ketinggian dari permukaan laut, dan jenis tanah.
Klasifikasi Ekosistem menurut Kartawinata tertera dalam
Tabel 1, berikut.
72. Tabel 1. Satuan - satuan Ekosistem di Indonesia
Bioma Subbioma Tipe Ekosistem
Nama Iklim Nama Nama
Ketinggian
dpl (m)
Suhu
rata-rata
(0)
Q Tanah Takson/khas/umum/dominan
1. Hutan Hujan Selalu basah
sampai kering
tengah-tahun Q
< 60.0
1. Hutan
hujan tanah
kering
1. hutan
non-
Dipterocarp
aceae
< 1000 26-21 <33.3 Podsolik merah
kuning,Latosol
Anacardiaceae, Annonaceae,
Burseraceae,
Ebenaceae,Euphorbiaceae,
Gutiferae, Lauraceae,
Leguminosae, Moraceae,
Muristicaceae, palmae,
Sapindaceae,
Sterculiaceae, dsb
2. Hutan
Dipterocarp
aceae
campuran
< 1000 26-21 <33.3 Podsolik merah
kuning,latosol
Dipeterocarpaceae
(Dipterocarpus,
Dryobalanops, Hopea,
Shorea, Vatica)
3. Hutan
Agathis
campuran
< 2500 26-13 <60.0 Podsolik merah
kuning,latosol,p
odsol
Agathis sp
4. Hutan
Pantai
< 5 ± 6 <60.0 Regosol Barringtonia asiatica,
Calophylum inophylum,
Casuarina equisetifolia,
Hernandia peltata,
Terminalia catappa,
Guettarda speciosa,
Pandanus tectorius, dsb
5. Belukar < 1000 26-21 <60.0 Podsolik merah
kuning,latosol,p
odsol
Macaranga, Mallotus,
Vitex, Trema, Melastoma,
enduspermum, dsb
6. Hutan
Fagaceae
1000-2000 21-26 <14.3 Andosol, regosol
pada abu gunung
Castanopsis, Lithocarpus,
Quercus, Engel hardia,
Podocarpus,
Altingia,Magnoliaceae,
Phyllociadus,Dacrydium
7. Hutan
Casuarina
1000-2000 21-11 <60.0 Andosol,Regosol,
Litosol
Casuarina junghuhniana
74. Tabel 1. Lanjutan
Bioma Subioma Tipe Ekosistem
Nama Iklim Nama Nama
Ketinggian
dpl (m)
Suhu
rata-rata
(0)
Q Tanah Takson/Khas/Umum/Dominan
18. Hutan
Payau
(Mangrove)
< 5 ± 26 <60.0 Aluvial Rhizophora, Bruguiera,
Avicennia,Sonneratia,dsb
II. Hutan Musim Sangat kering
tengah tahun:
Q>60.0 (tipe D-F);
curah hujan
per tahun;700-
2900 mm
3. Hutan
Musim
19. Hutan
musim gugur
< 800 >22 >60.0 Mediteran merah
kuning,Renzina
Regosol,Litosol
Protium javanicum,Tectona
grandis,Swietenia
macrophylla,Pterocarpus Garuga
floribunda, Eucalyptus, Acacia
cophioea, dsb
20. Hutan
Musim selalu
hijau
(Dryever-green)
< 1200 >20 >60.0 Mediteran merah
kuning,Renzina
Regosol,Litosol
Schleicera oleaosa, Schoutenia
ovate,Tamarindus
indica,Albizia chinensis, dsb
III. Savana Selalu basah
sampaisangat
kering tengah
tahun; Q=0-300
(tipe A-F);curah
hujan per tahun
700-7100 mm
4. Sabana 21.Sabana
pohon-pohon
dan palma
< 900 >22 >60.0 Mediteran merah
kuning,Renzina
Regosol,Litosol
Borassus,Corypha,Acacia,
Eucalyptus,Casuarina,
Heterophagon
22.Sabana
Casuarina
1500-2400 18-13 <60.0 Andosol,Regosol,
Litosol
Casuarina, Pennistum,dsb
IV. Padang rumput Selalu basah
samapai sangat
kering tengah
tahun;Q=0-300
(tipe A-F);curah
hujan per tahun
700-7100 mm
5. Padang
rumput Iklim
basah
23. Padang
rumput tanah
rendah
< 1000 26-21 <60.0 Podsolik merah
kuning,Latosol,
Litosol
Imperata cylindrical,
Saccharum spontaneum, Themeda
vilosa, dsb
24. Rawa
rumput dan
terna tanah
rendah
< 100 ± 26 <60.0 Organosol, Aluvial Panicumstangineum,Phragintes
karka,Scirpus,Cyperus,Cladium,
Fimbristylis,Eguisetum,Monocho
ria ischaemum, Eichornia
crassipes, dsb
25.Padang
rumput
pegunungan
1500-2400 18-23 <60.0 Andosol,Regosol,
Litosol
Festuca,Agrostis,Themeda,
Cymbopogon,Ischeum, Imperata
cylindrica, dsb
75. Tabel 1. Lanjutan
Bioma Subioma Tipe Ekosistem
Nama Iklim Nama Nama
Ketinggian
dpl (m)
Suhu
rata-rata
(0)
Q Tanah Takson/Khas/Umum/Dominan
26.Padang
rumput berawa
gunung
1500-2400 18-23 <60.0 Regosol, Litosol Pragmites
karka,Panicum,Machelina
schipus, Cares, dsb
27. Padang
rumput alpin
4000-4500
(batas
salju)
< 6 - Litosol Deschamsia, Pesluca,
Manostachya,Aulacolepis,Oreobo
lus,Scirpus,Potentilia,Ranyneo
lus,Epilobium,Spagnum, dsb
28.Komunitas
dan lumut
kerak
>4500 6 - Litosol Lumut-lumut kerak,Agrastis,dsb
6. Padang
rumput iklim
kering
29.Padang
rumput iklim
kering
< 900 < 22 < 60.0 Mediteran merah
kuning,Regosol,
Litosol,Rensina
Themedia,Heteropogon,dsb
76. C.4.Klasifikasi Tipe-tipe Hutan di Indonesia oleh
Departemen Kehutanan
Departemen Kehutanan dalam Vademecum (1976) telah
mengklasifikasikan hutan di Indonesia berdasarkan
keadaan iklim, edafis, dan komposisi tegakan. Faktor
iklim menurut pembagian F.H. Schimidt dan J.H. Ferguson
yang didasarkan pada nilai Q, yaitu persentase perban-dingan
antara jumlah bulan kering dan jumlah bulan
basah, sehingga diperoleh tipe-tipe iklim A, B, C, D
dan seterusnya berturut-turut dari nilai Q yang
terkecil sampai terbesar. Faktor iklim yang
mempengaruhi pernbentukan vegetasi adalah temperatur,
kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin.
Tipe hutan yang pembentukannya sangat dipengaruhi
oleh faktor iklim disebut Formasi Klimatis (Klimatic
Formation). Termasuk kedalamnya, yaitu : Hutan Hujan
(Tropical Rain Forest), Hutan Musim (Monsoon Forest),
dan Hutan Gambut (Peat Forest).
Hutan Nipa [Nipa Formation) dianggap sebagai
suatu konsosiasi dari Hutan Payau atau Hutan Rawa
tergantung kepada faktor edafis yang ada.
Hutan Palma tanah rawa (Palm swamp forest.)
dimana banyak terdapat jenis-jenis Phoenix atau
Oncosperma dianggap sebagai suatu konsosiasi.
Berikut diberikan bagan klasifikasi tipe-tipe
hutan di Indonesia menurut Departemen Kehutanan :
I. FORMASI KLIMATIS
1. Hutan Hujan (Tropical Rain Forest)
Ciri-ciri : iklim A atau B; jenis tanah latosol,
aluvial, dan regosol; drainase baik,jauh dari
pantai; dan tegakan selalu hijau.
a. Hutan Hujan Bawah (0-1000 m dpl)
Jenis pohon yanq dominan : famini
77. Dipterocarpaceae (Kalimantan dan Sumatera);
Agathis, Ficus, Castanopsis (Jawa dan Husa
Tenggara);Palaquium spp., Pometia pinnata,
Diospyros spp. (Indonesia Timur)
b. Hutan Hujan Tengah (1000-3300 m dpl)
Quercus, Castanopsis, Nothofagus, dan jenis-jenis
dari famili Magnoliaceae; Pinus merkusii
(Aceh); Albizia montana, Casuarina (Jawa);
Trema, Podocarpus imbricatus (Indonesia Timur)
c. Hutan Hujan Atas (3300-4100 m dpl)
Merupakan kelompok-kelompok yang terpisah-pisah
oleh padang rumput atau belukar. Jenis-jenis
pohon: Dacrydium, Podocarpus,
Phyllocladus (Irian Jaya),Eugenia, dan
Calophyl1um.
2. Hutan Musim (Monsoon Forest)
Ciri-ciri : iklim C atau D; gugur daun musim
kemarau; terdapat 2 lapisan tajuk yang berbeda;
dan banyak herba dan tumbuhan bawah.
a. Hutan Musim Bawah (0-1000 m dpl)
Jenis-jenis pohon : Tectona grandis, Acacia
leucophloea, Albizia chinensis (Jawa); Euca-lyptus,
Santalum album (Nusa Tenggara).
b. Hutan Musim Tengah-Atas (1000-4100 m dpl)
Casuarina junghuhniana (Jawa Tengah dan
Timur); Eucalyptus (Indonesia Timur), Pinus
merkusii (Sumatera).
3. Hutan Gambut (Peat Forest)
Ciri-ciri: iklim A atau B; tanah organosol;
terletak anatar hutan hujan dan hutan rawa;
selalu hijau dan banyak lapisan tajuk.
Jenis-jenis : Alstonia spp., Palaquium spp.,
Dactylocladus; Eugenia spp., Gonystylus spp.
78. (khusus di Kalimantan dan beberapa daerah di
Sumatera).
II. FORMASI EDAFIS
1. Hutan Rawa (Swamp Forest)
Ciri-ciri: tidak terpengaruh iklim; selalu
tergenang air tawar; terletak di belakang hutan
payau; jenis tanah aluvial, selalu hijau; dan
banyak lapisan tajuk.
Jenis-jenis pohon: Xylopia spp., Palaquium
leiocarpu/n, Campnoserma macrophylla, Garcinia
spp., Canarium spp., Koompassia spp., dan
Calophyllum spp..
2. Hutan Payau (Mangrove Forest)
Ciri-ciri : daerah pantai dan selalu tergenang
air laut; terpengaruh pasang surut; tidak
terpengaruh iklim; tanah pasir, lumpur, dan
lumpur berpasir; hanya satu stratum tajuk. Jenis-jenis
Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora
spp., Bruguiera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera
3. Hutan Pantai (Littoral Forest)
Ciri-ciri : di daerah kering pantai; tidak ter-pengaruh
iklim; tanah pasir dan berbatu; terletak
pada garis pasang tertinggi; dan banyak epifit.
Jenis-jenis : Baringtonia speciosa, Terminalia
catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tilia-ceua,
Casuarina equisetifolia, Pisonia grandis.
Disamping ini banyak terdapat Pandanus tectorius.
Banyak terdapat epifit terutama paku-pakuan dan
anggrek. Jenis-jenis pioner pada pantai berpasir
diantaranya adalah Ipomea pescaprae dan
Coccoloba.
79. C.5. Klasifikasi Ekosistem Makro di Sumatera Menurut
Djamhuri
Djamhuri et al. (1988) mengklasifikasikan
ekosistem makro di Sumatera bersumber pada empat jenis
data hasdl penelitian oleh pihak lain, yaitu :
1. Peta Vegetasi di Sumatera berskala 1 : 1.000.000
oleh Laumunier, Purnadjaja, dan Setiabudi (198S).
2. Peta Tanah Eksploitasi Pulau Sumatera skala 1:
2.500.000 oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1979)
3. Peta Geologi Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000 oleh
Direktorat Geologi Bandung (1965).
4. Peta Agroklimat Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000
oleh Oldeman (1973).
Dengan demikian Djamhuri et al (1988)
mengklasifikasikan ekosistem makro ini berdasarkan
beberapa parameter, yaitu : keadaan habitat, arah
fisiografi, ketinggian tanah, geologi (batu-batuan),
iklim dan keadaan vegetasi. Hasil klasifikasi ekosistem
makro ini disajikan dalam tiga buah peta tipe ekosistem
makro di Sumatera berskala 1 : 1.000.000, yaitu Peta Tipe
Ekosistem Makro Sumatera Bagian Utara, Peta Tipe
Ekosistem Makro Sumatera Tengah, dan Peta Tipe Ekosistem
Makro Sumatera Bagian Selatan.
80. Tabel Hasil Klasifikasi Ekosistem Makro di Indonesia
IKLIM KEADAAN TANAH KETINGGIAN TIPE EKOSISTEM MAKRO
I. BASAH
(A,B)
II.BERMUSIM
III.KERING
(E,F)
Air asin, dipengaruhi
pasang-surut
Air tawar (hujan, sungai),
diam
Air tawar
(sungai, danau)
Pantai
Pedalaman
Air asin dipengaruhi
pasang-surut
Air tawar (hujan,
sungai), diam
Air tawar (sungai,
Danau
Pantai
Pedalaman
Air asin, dipengaruhi
pasang-surut
Air tawar (hujan,
sungai), diam
Air tawar
(sungai, danau)
Tanah Kering Pantai
Pantai
Eutropik
Oligotropik
< 1000 m
1000–3000 m
> 3000 m
Tanah kadang-kadang/
selalu
tergenang
Tanah Kering
< 1000 m
> 1000 m
Eutropik
Tanah kadang-kadang/
selalu
tergenang
Tanah Kering
Pedalaman
Tanah kadang-kadang/
selalu
tergenang
Keterangan: 1) termasuk hutan Nipa (Nypa fruticans) dan Nibung (Oncosperma filamentosa)
HUTAN MANGROVE1)
HUTAN RAWA2)
HUTAN GAMBUT
AKUATIK
HUTAN PANTAI
HUTAN HUJAN BAWAH3)
HUTAN HUJAN TENGAH4)
HUTAN HUJAN BAWAH5)
HUTAN MANGROVE1)
HUTAN RAWA2)
AKUATIK
HUTAN PANTAI
HUTAN MUSIM BAWAH
HUTAN MUSIM TENGAH ATAS
HUTAN MANGROVE
HUTAN RAWA AKUATIK
AKUATIK
HUTAN PANTAI
SABANA
2) termasuk hutan sagu (Metroxylon sago)
3) termasuk hutan kerangas (Heath Forest), vegetasi tanah kapur (Limestone) dan hutan Riparian (Riparian forest)
4) termasuk hutan tegakan murni Pinus merkusii di Aceh
5) termasuk hutan sub-alpin dan Alpin
81. VI. TEKNIK ANALISIS VEGETASI RUANG LINGKUP
Dalam analisis vegetasi ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh seorang surveyor agar survey
vegetasi yang dilakukan dapat memberikan data/informasi
yang teliti dan dapat: dipertanggung jawabkan. Hal-hal
tersebut adalah ukuran, jumlah dan bentuk petak contoh
yang akan dipilih, cara meletakkan petak contoh, obyek
yang akan diamati, parameter vegetasi yang akan diukur,
dan akhirnya teknik analisis vegetasi yang akan
digunakan.
PETAK CONTOH VEGETASI
Untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur
komunitas tumbuhan umumnya dilakukan dengan sampling.
Dalam hal ini ada tiga hal yang harus diperhatikan,
yaitu ukuran bentuk dan jumlah petak contoh, cara
meletakkan petak, dan teknik analisa vegetasi yang
harus digunakan.
A. Ukuran, Jumlah dan Bentuk Petak
Ukuran petak bergantung pada ukuran tumbuhan
(semai, pancang, tiang, pohon), kerapatan tumbuhan dan
keragaman jenis serta keheterogenan life-formnya. Dalam
penentuan ukuran petak prinsipnya adalah bahwa petak
harus cukup besar agar individu species yang ada dalam
contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup
kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung
dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian.
Salah satu cara/metoda untuk menentukan
ukuran/jumlah petak contoh adalah menggunakan kurva
species area. Cara membuat kurva ini adalah sebagai
berikut:
82. (1) Buat sebuah petak contoh (pc) berukuran 1 X 1 m
atau sebuah lingkaran beradius 0.56 m.
(2) Catat jumlah jenis dalam pc tersebut.
(3) Buat pc kedua yang besarnya dua kali lipat pc
pertama. Catat jumlah jenis pada pc kedua.
(4) Buat pc ketiga dan seterusnya yang ukurannya
masing-masing dua kali lipat pc sebelumnya.
Catat jumlah jenis masing-masing pc tersebut.
(5) Pembuatan pc dihentikan kalau penambahan jumlah
jenis sekitar 10%.
(6) Buat sumbu-X (luas petak contoh) dan sumbu-Y
(jumlah jenis).
(7) Buat suatu garis (misal garis m) yang melewati
titik 0 (0,0) dan titik A dengan koordinat (10%
luas petak contoh, 10% jumlah jenis).
(8) Buat suatu garis (misal garis n) yang sejajar m
yang menyinggung kurva species-area. Titik
persinggungan tersebut diproyeksikan pada
surnbu-X, sehingga didapat luas minimum petak
contoh.
Untuk menentukan jumlah petak contoh minimal,
prose durnya sama dengan di atas, tetapi sebagai sumbu-
X (absis) adalah jumlah petak contoh.
Bentuk petak contoh sangat penting dalam
memudahkan letak petak dan efisiensi sampling. Ada tiga
bentuk petak contoh yaitu lingkaran, bujur sangkar, dan
empat persegi panjang. Diantara bentuk-bentuk petak
tersebut, bentuk lingkaran mempunyai ketelitian yang
cukup tinggi dalam proses pernbuatannya. Petak bentuk
lingkaran akan praktis kalau digunakan untuk komunitas
rumput, herba dan semak-belukar. Sedangkan petak
berbentuk persegi panjang akan lebih efisien daripada
83. petak berbentuk bujur sangkar dalam jumlah dan luasan
yang sama, bila sumbu panjang petak sejajar perubahan
gradient lingkungan.
B. Cara Meletakkan Petak Contoh
Pada dasarnya ada dua cara peletakan petak
contoh, yaitu cara acak (random sampling) dan cara
sistematik (systematic sampling). Dari segi floristis-ekologis,
random sampling hanya mungkin digunakan
apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya
hutan tanaman dan padang rumput. Sedangkan untuk
keperluan survey vegetasi yang lebih teliti sistematik
sampling dianjurkan, karena mudah dalam pelaksanaannya
dan data yang dihasilkan akan dapat lebih bersifat
representative. Bahkan dalam keadaan tertentu yang
terkait dengan keterbatasan biaya, tenaga dan waktu,
purposive sampling pun dapat digunakan dalam analisis
vegetasi.
C. Kriteria Stadium Pertumbuhan
Secara ekologis cukup penting untuk membeda-bedakan
tumbuhan ke dalam stadium pertumbuhan semai,
pancang, tiang dan pohon, bahkan tumbuhan bawah. Untuk
keperluan ini kriteria yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut :
a) Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai
anakan setinggi kurang dari 1,5 m.
b) Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai
anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
c) Tiang : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai
kurang dari 20 cm.
d) Pohon : Pohon dewasa berdiameter 20 cm dan
lebih.
84. e) Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon,
misal rumput, herba, dan sernak belukar.
Khusus untuk mangrove stadium tiang biasanya
ditiadakan, sehingga stadium pohon meliputi pohon
berdiameter 10 cm ke atas. Selain itu, diameter pohon
diukur pada ketinggian 20 cm di atas akar tunjang
(Rhizophora. spp.) dan keting¬gian 20 cm di atas banir
untuk jenis non-Rhizophora spp. Bagi pohon-pohon tidak
berakar tunjang dan berbanir, pengukuran diameter pohon
dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah
(DBH, diameter at breast-height).
D. Parameter Vegetasi yang Diukur di Lapangan
Dalam analisis vegetasi ada beberapa parameter
vegetasi yang diukur secara langsung di lapangan, yaitu
:
a) Nama species (lokal dan ilmiah).
b) Jumlah individu untuk menghitung kerapatan.
c) Penutupan tajuk (covering) untuk mengetahui
prosentase penutupan vegetasi terhadap lahan.
d) Diameter batarig untuk mengetahui luas bidang dasar
yang diantaranya sangat berguna untuk memprediksi
volume pohon dan tegakan.
e) Tinggi pohon baik tinggi pohon bebas cabang maupun
tinggi pohon total. Tinggi pohon ini cukup penting
untuk mengetahui stratifikasi dan menduga volume
pohon serta volume tegakan.
f) Pemetaaan lokasi individu pohon untuk mendeteksi
spatial distribution pattern pada berbagai luasan
areal yang berbeda.
Dalam prakteknya, hampir semua kegiatan survey
vegetasi mengadakan pengukuran terhadap jumlah individu
85. per jenis, diameter batang, dan tinggi pohon serta
tentu saja identifikasi jenis. Walaupun demikian
parameter vegetasi yang akan diobservasi tergantung
pada informasi yang diinginkan oleh surveyor/peneliti.
E. Ukuran Sub-plot untuk Berbagai Stadium Pertumbuhan
Untuk keperluan risalah tumbuhan bawah, permudaan
dan pohon di dalam petak contoh seyogyanya dilakukan di
dalam subplot-subplot contoh agar memudahkan dalam
risalahnya dan tidak terjadi duplikasi penghitungannya.
Teknik pembuatan sub-plot-sub-plot tersebut biasanya
dilakukan secara nested sampling, yaitu sub-plot yang
berukuran lebih besar mengandung sub-plot yang berukuran
lebih kecil. Dalam hal ini ukuran sub-plot untuk berbagai
stadium pertumbuhan adalah :
a. Semai dan tumbuhan bawah : 2 X 2 m atau 1 X 1 m atau 2 X 5 m.
b. Pancang : 5 X 5 m
c. Tiang : 10 X 10 m
d. Pohon : 20 x 20 m atau 20 X 50 m.
F. Metoda Analisis Vegetasi
F.I. Metoda dengan petak
F.I.I. Metode kuadrat
(1) . Petak tunggal
Di dalam metoda ini dibuat satu petak sampling
dengan ukuran tertentu yang mewakili suatu tegakan
hutan, Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva
species-area. Untuk lebih jelasnya suatu contoh petak
tunggal dapat dilihat gambar 1.
86. Adapun parameter vegetasi yang dihitung adalah :
a. Kerapatan suatu species (K)
Σ ind. suatu species
Luas petak contoh
b. Kerapatan relatif suatu species (KR)
Kerapatan suatu species
X 100%
Kerapatan seluruh species
40
cm
20 m
2 m
5 m
10 m
40 m
Gambar 1. Suatu Petak tunggal dalam analisis vegetasi
87. c. Frekuensi suatu species (F)
Σ Sub-petak ditemukan suatu sp.
Σ Seluruh sub-petak contoh
d. Dominansi suatu species (D)
d.l. Pohon, Tiang, Pancang
Luas bidang dasar suatu species
Luas petak contoh
d.2. Semai, Tumbuhan bawah
Luas penutupan tajuk
Luas petak contoh
Kadang-kadang untuk semai dominansi tidak
dihitung.
e. Dominansi relatif suatu species (DR)
Dominansi suatu species
X 100
Dominansi seluruh species
f. Frekuensi relatif suatu species (FR)
Frekuensi suatu species
X 100
Frekuensi seluruh species
g. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR + DR
Kadang-kadang untuk semai
INP = KR + FR
88. (2) . Petak ganda
Di dalam metoda ini pengambilan contoh vegetasi
dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh
letaknya tersebar merata. Peletakan petak contoh
sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan banyaknya
petak contoh dapat digunakan kurva species-area.
Sebagai ilustrasi pada gambar 2 disajikan cara
peletakan petak contoh pada metoda petak ganda.
Random Sistematik
Gambar 2. Desain Petak Ganda di Lapangan
Cara menghitung besarnya nilai
kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metoda
petak tunggal.
89. F.I.2. Metoda jalur
Metoda ini paling efektif untuk mempelajari
perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi
tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh
ini harus dibuat memotong garis-garis
topografi, misal tegak lurus garis pantai,
memotong sungai, dan menaik atau menurun
lereng gunung.
Untuk lebih jelasnya, contoh petak sampling
berbentuk jalur ini dapat dilihat Gambar 3.
Arah
rintis
A
D
C
B
Gambar 3. Desain jalur contoh di lapangan
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter
vegetasi sama dengan metoda petak tunggal.
F.I.3. Metoda garis berpetak
Metoda ini dapat dianggap sebagai modifikasi
90. metoda petak ganda atau metoda jalur, yakni dengan cara
melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur
sehingga sepanjang rintis terdapat petak-petak pada
jarak tertentu yang sama. Gambar 4 memperlihatkan
pelaksanaan metoda garis berpetak di lapangan.
Jarak tertentu
sama
Arah rintis
Gambar 4. Desain metoda garis berpetak
Perhitungan bersama nilai kuntitatif parameter
A
D
C
B
vegetatif sama dengan metoda petak tunggal.
F.I.4. Metoda Kombinasi antara metoda jalur dan metoda
garis berpetak
Di dalam metoda ini risalah pohon dilakukan
dengan metoda jalur dan permudaan dengan metoda garis
berpetak. Untuk lebih jelasnya desain metoda ini dapat
dilihat Gambar 5.
91. 10 m
20 m
5 m
2 m
Arah rintis
A
D
C
B
Gambar 5. Desain Kombinasi Metoda Jalur dan Metoda garis
Berpetak
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter
vegetasi sama dengan metode petak tunggal.
F.2. Metoda tanpa petak
Di dalam metoda ini terlebih dahulu dibuat garis-garis
rintis dengan arah azimuth tertentu. Dengan jarak
tertentu (secara sistematis atau acak) di sepanjang
gatis tersebut dibuat titik pengukuran di mana
dilakukan pendaftaran dan pengukuran pohon.
F.2.1. Metoda Bitterlich
Di dalam metoda ini pengukuran dilakukan dengan
Tongkat Bitterlich (tongkat sepanjang 66 cm yang
ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar
berukuran 2 X 2 cm). Dengan mengangkat tongkat setinggi
mata, plot seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada di
sekelilingnya.
92. Pohon yang tampak berdiameter lebih besar dan
sama dengan plot seng didaftar namanya dan diukur.
Sedangkan pohon yang tampak berdiameter lebih kecil
dari sisi plot seng tidak masuk hitungan.
Untuk setiap jenis ditentukan luas bidang
dasarnya dengan rumus:
N
B = X 2,3 m2/ha
n
dimana : N = banyaknya pohon dari jenis yang
bersangkutan.
n = banyaknya titik-titik pengamatan
dimana jenis itu ditemukan.
2.3 = faktor bidang dasar untuk alat.
F.2.2. Metoda titik guadran (point quarter method)
Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran
dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga di
setiap titik pengukuran terdapat 4 buah quadran.
Pilih satu pohon di setiap kuadran yang letaknya
paling dekat dengan titik pengukuran dan ukur jarak
dari masing-masing pohon tersebut ke titik
pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan
terhadap keempat pohon yang terpilih.
Gambar 6 memperlihatkan pelaksanaan metoda ini
di lapangan.
Gambar 6. Desain Point quarter method di lapangan
93. Perhitungan besarnya nilai kuantitatif
parameter vegetasi adalah sebagai berikut :
a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran
dl + d2 + .......... + dn
d =
n
dimana: d = jarak ind. pohon ke titik pengukuran di
setiap kuadran
n = banyaknya pohon
b. Kerapatan total semua jenis
Unit area
(d)2
(d)2 adalah rata-rata unit area/ind., yaitu rata-rata
luasan permukaan tanah yang diokupasi oleh satu
ind. tumbuhan.
c. Kerapatan relatif suatu jenis
Jumlah individu suatu jenis
—————————————————————————- X 100%
Jumlah individu semua jenis
d. Kerapatan suatu jenis
Kerapatan relatif suatu jenis
——————————————————————————— X
100
e. Dominansi suatu jenis
Kerapatan total semua
jenis
Kerapatan suatu jenis X dominansi rata-rata per
jenis
94. f. Dominansi relatif suatu jenis
Dominansi suatu jenis
X 100%
Dominansi seluruh jenis
g. Frekuensi Jumlah titik ditemukannya suatu jenis
Suatu jenis =
Jumlah semua titik pengukuran
h. Frekuensi relative
Frekuensi suatu jenis
X 100%
Frekuensi semua jenis
i . INP = KR + FR + DR
F.2.3. Metoda berpasangan acak (random pair method)
Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran
pilih-lah salah satu pohon yang terdekat dengan titik
pengamatan tersebut. Kemudian hubungkan pohon tersebut
dengan sebuah garis ke titik pengukuran. Buat sebuah
garis yang tegak lurus garis pertma dan pilihlah sebuah
pohon yang terdekat dengan pohon pertama tapi letaknya
di dalam sektor lain yang dibatasi oleh garis yang
ditarik tadi. Setelah jarak antara pohon pertama dan
kedua dicatat. Untuk lebih jelasnya pelaksanaan metoda
ini di lapangan dapat dilihat Gambar 7.
900 900
Gambar 7. Ilustrasi metoda berpasangan acak dalam analisis
vegetasi
95. Besarnya nilai parameter vegetasi dihitung dengan
rumus-rumus sebagai berikut:
a. Kerapatan seluruh jenis
Unit area (Luas)
0.8 X jarak pohon rata-rata
b. Rumus lainnya sama dengan cara kuadran.
F.2.4. Metoda titik intersept (point intercept method)
Metoda ini cocok untuk komunitas tumbuhan bawah
seperti rumput, herba dan semak.
Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat
pembantu seperti terlihat pada Gambar 8.
96. Dengan mengangkat dan menyentuhkan pin
yang terbuat dari kawat yang maka kita catat jenis
apa yang tersentuh sehingga dominansi dari jenis
tersebut dapat dihitung dengan rumus :
a. Dominansi suatu jenis
Σ sentuhan suatu jenis
Σ seluruh sentuhan
b. Dominansi relatif suatu jenis
Dominansi suatu jenis
X100%
Dominansi seluruh jenis
c. Rumus-rumus lainnya sama dengan metoda dengan petak.
Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan
cara memindahkan alat tersebut pada plot contoh tiap
10 cm, sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis
yang tersentuh.
F.2.5. Metoda garis intersep (line intercept method)
Cara ini digunakan untuk komunitas padang rumput,
semak/belukar.
Prosedure pelaksanaan di lapangan:
- salah satu sisi areal dibuat garis dasar
- garis dasar tersebut menjadi tempat titik tolak
garis intersep.
- letakan garis-garis intersep secara random atau
sitema-tik pada areal yang akan diteliti.
Garis intersep sebaiknya berupa :
- pita ukur dengan panjang 50 - 100 kaki (1 kaki =
30.48 cm) .
- tambang, tali
97. Alat tersebut dibagi ke dalam interval-interval
jarak tertentu.
Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di
bawah garis intersep yang diinventarisir. Jenis data yang
diinventarisir adalah :
(1) panjang garis yang tersentuh oleh setiap individu
tumbuhan.
(2) panjang segmen garis yang berupa tanah kosong.
(3) jumlah interval yang diisi oleh setiap species.
(4) lebar maksimum turnbuhan yang disentuh garis intersep.
Sebaiknya, kalau komunitas tumbuhan terdiri atas
beberapa strata, penarikan contoh dilaksanakan secara
terpisah-pisah untuk setiap strata.
Besaran/parameter vegetasi yang dihitung adalah :
(1) jumlah individu setiap jenis (N).
(2) Total panjang intersep setiap jenis (I).
(3) Jumlah interval transek/garis ditemukannya suatu
jenis (G).
(4) Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (X
1/m).
(5) Kerapatan suatu jenis
unit area
(E 1/m) = (——————————————————————————)
total panjang garis intersep
(6) Kerapatan Relatif suatu jenis
kerapatan suatu jenis
X 100%
kerapatan seluruh jenis
98. (7). Dominansi suatu jenis
Total panjang garis intersep suatu jenis
X100%
Total panjang garis intersep
(8). Dominansi Relatif suatu jenis
Total panjang garis intersep suatu jenis
X100%
Total panjang garis intersep semua jenis
(9). Frekuensi suatu jenis
Σ interval ditemukannya suatu jenis
Σ semua interval transek
(10).Frekuensi Relatif suatu jenis
Frekuensi yang dipertimbangkan untuk
suatu jenis
X 100%
Total frekuensi yang dipertimbangkan
untuk semua jenis
Frekuensi yang dipertimbangkan =
Σ 1/m
F =
N
(ll). INP = KR + FR + DR.
99. VII. HUBUNGAN MASYARAKAT TUMBUHAN DENGAN LINGKUNGAN
A. Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks di
mana berbagai factor berpengaruh timbale balik satu
sama lain dan dengan komunitas organism hidup.
Satu/beberapa factor lingkungan dikatakan penting bila
berada pada taraf minimal, maksimal dan optimal menurut
batas toleransi dari tumbuh-tumbuhan sehingga factor-faktor
tersebut sangat mempengaruhi tumbih dan hidupnya
tumbuh-tumbuhan. Satu atau beberapa organism/tumbuhan.
Factor penghambat adalah setiap keadaan jumlah
sesuatu zat atau derajat sesuatu factor fisik yang
berada dekat atau melampaui batas-batas toleransi.
Kisaran toleransi organism terhadap lingkungan ada dua
macam, yaitu:
1). Steno (sempit)
2). Eury (lebar)
Setiap organism kemungkinan hidupnya dibatasi oleh:
1. jumlah dan variabilitas zat-zat tertentu yang ada,
kebutuhan minimum, dan factor-faktor fisik yang
kritis
2. batas-batas toleransi dari masing-masing organism
terhadap factor-faktor itu dan factor-faktor lainnya
B. Tujuan Pengamatan Faktor Lingkungan
Tujuan pengamatan/analisa factor lingkungan di
dalam kajian ekologis adalah:
1. merumuskan factor-faktor mana yang operasionil
penting
2. menentukan bagaimana pengaruh factor-faktor itu
terhadap individu, populasi dan komunitas tumbuhan