Dokumen tersebut membahas berbagai kebutuhan air baku, termasuk kebutuhan air domestik, non-domestik, industri, peternakan, perikanan, pemeliharaan sungai, dan irigasi."
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Perencanaan Teknis IPLT - Teknologi Pengolahan Air Limbah dan LumpurJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Persyaratan Teknis Penyediaan TPA Sampah Joy Irman
Persyaratan Teknis Pengoperasian, Penutupan dan Rehabilitasi TPA Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Perencanaan Teknis IPLT - Teknologi Pengolahan Air Limbah dan LumpurJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Persyaratan Teknis Penyediaan TPA Sampah Joy Irman
Persyaratan Teknis Pengoperasian, Penutupan dan Rehabilitasi TPA Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahJoy Irman
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara GabunganJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengolahan Air Limbah secara BiologisJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3RJoy Irman
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3R dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Ban...Dian Werokila
Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik sipil yang berkaitan dengan pengaturan dan pemanfaatan air, dibutuhkan suatu analisis hidrologi, sehingga dalam mendesain serta menganalisis faktor-faktor utama dalam pelaksanaan suatu proyek seperti keamanan dan nilai ekonomis, aspek hidrologi tidak dapat diabaikan.
Seorang perencana harus dapat merencanakan bangunan air yang secara optimal mampu untuk mempertahankan kekuatan dan umur bangunan itu sendiri, sehingga dalam periode penggunaannya, bangunan tersebut diharapkan dapat dilalui dengan aman oleh banjir yang terjadi sampai ketinggian debit maksimum tanpa adanya kerusakan pada bangunan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah berapa besar debit yang harus disalurkan melalui bangunan yang besarnya tidak tentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu perhitungan hidrologi khususnya analisis banjir rancangan.
Analisis hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana, ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana mulai dari metode Rasional yang cukup sederhana sampai dengan metode yang sangat kompleks yang kemudian telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan kondisi setempat, dikarenakan dari beberapa metode yang ada belum tentu sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) yang ditinjau. Sehingga dalam memilih metode yang tepat untuk suatu DAS diperlukan kajian yang mendalam agar suatu proyek tersebut aman namun tetap bernilai ekonomis.
Persamaan Rasional merupakan salah satu cara untuk menganalisis debit banjir rencana, namun hasilnya seringkali menghasilkan penyimpangan yang cukup besar sehingga persamaan Rasional dibatasi untuk daerah dengan luas daerah aliran sungai yang kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986).
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi dalam penerapannya bahwa koefisien limpasan (C) dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan dan hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.
Salah satu variabel dalam persamaan Rasional adalah koefisien limpasan (C) , faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara debit puncak aktual dengan debit puncak yang mungkin terjadi. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam sungai, terutama kelembaban tanah, sehingga pemilihan harga koefisien limpasan (C) yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas.
Dengan didasari latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian pada suatu daerah aliran sungai agar pemilihan harga koefisien limpasan (C) pada persamaan Rasional terhadap hidrograf satuan terukur suatu daerah aliran sungai tepat sesuai dengan kondisi DAS, penelitian ini dalam bentuk tugas ak
Pemilihan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Perencanaan Teknis Bangunan Pelengkap Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat ...Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Kepdirjen Cipta Karya No. 61/KPTS/CK/1998 Petunjuk Teknis Perencanaan, Pelaks...infosanitasi
Kepdirjen Cipta karya No. 61/KPTS/CK/1998 Petunjuk Teknis Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan Pembangunan Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahJoy Irman
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Perencanaan Teknis Bangunan Pengolahan Air Limbah secara GabunganJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengolahan Air Limbah secara BiologisJoy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3RJoy Irman
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3R dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Ban...Dian Werokila
Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik sipil yang berkaitan dengan pengaturan dan pemanfaatan air, dibutuhkan suatu analisis hidrologi, sehingga dalam mendesain serta menganalisis faktor-faktor utama dalam pelaksanaan suatu proyek seperti keamanan dan nilai ekonomis, aspek hidrologi tidak dapat diabaikan.
Seorang perencana harus dapat merencanakan bangunan air yang secara optimal mampu untuk mempertahankan kekuatan dan umur bangunan itu sendiri, sehingga dalam periode penggunaannya, bangunan tersebut diharapkan dapat dilalui dengan aman oleh banjir yang terjadi sampai ketinggian debit maksimum tanpa adanya kerusakan pada bangunan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah berapa besar debit yang harus disalurkan melalui bangunan yang besarnya tidak tentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu perhitungan hidrologi khususnya analisis banjir rancangan.
Analisis hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana, ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana mulai dari metode Rasional yang cukup sederhana sampai dengan metode yang sangat kompleks yang kemudian telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan kondisi setempat, dikarenakan dari beberapa metode yang ada belum tentu sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) yang ditinjau. Sehingga dalam memilih metode yang tepat untuk suatu DAS diperlukan kajian yang mendalam agar suatu proyek tersebut aman namun tetap bernilai ekonomis.
Persamaan Rasional merupakan salah satu cara untuk menganalisis debit banjir rencana, namun hasilnya seringkali menghasilkan penyimpangan yang cukup besar sehingga persamaan Rasional dibatasi untuk daerah dengan luas daerah aliran sungai yang kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986).
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi dalam penerapannya bahwa koefisien limpasan (C) dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan dan hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.
Salah satu variabel dalam persamaan Rasional adalah koefisien limpasan (C) , faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara debit puncak aktual dengan debit puncak yang mungkin terjadi. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam sungai, terutama kelembaban tanah, sehingga pemilihan harga koefisien limpasan (C) yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas.
Dengan didasari latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian pada suatu daerah aliran sungai agar pemilihan harga koefisien limpasan (C) pada persamaan Rasional terhadap hidrograf satuan terukur suatu daerah aliran sungai tepat sesuai dengan kondisi DAS, penelitian ini dalam bentuk tugas ak
Pemilihan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Perencanaan Teknis Bangunan Pelengkap Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat ...Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Kepdirjen Cipta Karya No. 61/KPTS/CK/1998 Petunjuk Teknis Perencanaan, Pelaks...infosanitasi
Kepdirjen Cipta karya No. 61/KPTS/CK/1998 Petunjuk Teknis Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengawasan Pembangunan Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan
Pengkajian Kelas Air Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01Tahun 2007 tentang Pedoman Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan Kelas Air
Informasi lainnya bisa kunjungi www.mutiarafarhan.com
Air selintas info dan data di Nusantara, ringkasan dari presentasi Yayasan Komunitas Air Indonesia dalam Lokakarya nasional; Air dan Pembangunan 21 desember 2016
1. KEBUTUHAN AIR BAKU
1) Kebutuhan air Rumah Tangga (domestik)
2) Kebutuhan air non domestik (perkotaan)
3) Kebutuhan air industri
4) Kebutuhan air peternakan
5) Kebutuhan air perikanan
6) Kebutuhan air penggelontoran /pemeliharaan sungai
7). KEBUTUHAN AIR BAKU IRIGASI
2. KEBUTUHAN AIR BAKU NON IRIGASI
1) Kebutuhan air Rumah Tangga (domestik)
Meliputi kebutuhan untuk ;
- minum, memasak, mandi, cuci, kakus (MCK), dan lain-lain seperti
cuci mobil, menyiram tanaman dan sebagainya.
Kebutuhan air perkapita dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan kebiasaan
atau tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu dalam memperkirakan
besarnya kebutuhan air domestik perlu dibedakan antara kebutuhan air
untuk penduduk daerah urban (perkotaan) dan daerah rural
(perdesaan).
Adanya pembedaan kebutuhan air dilakukan dengan pertimbangan bahwa
penduduk di daerah urban cenderung memanfaatkan air secara berlebih
dibandingkan penduduk di daerah rural.
Sedangkan besarnya kebutuhan air untuk tiap orang per hari berdasarkan
standar dari Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a) Kebutuhan untuk penduduk kota besar sebesar 120 liter/kapita/hari.
b) Kebutuhan untuk penduduk kota kecil sebesar 80 liter/kapita/hari.
c) Kebutuhan untuk penduduk pedesaan sebesar 60 liter/kapita/hari.
3. Gambaran Pemakaian Air Rumah Tangga di Beberapa Negara
Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk.
4. Contoh 1 :
• Kota Malang memiliki jumlah penduduk pada Tahun 2011 sebesar 693.220 jiwa (asumsi).
Berapa kebutuhan air baku domestik pada tahun tersebut ?
2. Data perkembangan penduduk suatu kota diuraikan pada tabel berikut ini.
Hitung proyeksi kebutuhan air baku domestik Tahun 2015, 2020 dan 2030, bila
laju perkembangan penduduk dianggap tetap !
Tahun Jumlah penduduk (jiwa)
2008 570,314
2009 594,829
2010 618,771
2011 670,209
2012 693,220
5. 2) Kebutuhan air non domestik (perkotaan)
Kebutuhan air non domestik atau sering juga disebut kebutuhan air
perkotaan (municipal) adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti
fasilitas komersial, fasilitas pariwisata, fasilitas ibadah, fasilitas kesehatan
dan fasilitas pendukung kota lainnya misalnya pembersihan jalan, pemadam
kebakaran, sanitasi dan penyiraman tanaman perkotaan.
Besarnya kebutuhan air perkotaan ditentukan oleh banyaknya fasilitas
perkotaan. Kebutuhan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat dinamika kota dan
jenjang suatu kota. Untuk memperkirakan kebutuhan air perkotaan suatu
kota maka diperlukan data lengkap tentang fasilitas pendukung kota
tersebut.
Cara lain untuk menghitung besarnya kebutuhan perkotaan adalah dengan
menggunakan standar kebutuhan air perkotaan yang didasarkan pada
kebutuhan air rumah tangga.
Besarnya kebutuhan air perkotaan dapat diperoleh dengan prosentase dari
jumlah kebutuhan rumah tangga, berkisar antara 25 - 40% dari
kebutuhan air rumah tangga. Angka 40% berlaku khusus untuk kota
metropolitan yang memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi seperti
Jakarta.
7. Besarnya Kebutuhan Air Non Domestik Menurut Jumlah Penduduk
Besar Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk
8. Contoh 2 :
Dengan menggunakan data pada Contoh 1,
hitung kebutuhan air non domestik !
9. 3) Kebutuhan air industri
Kebutuhan air industri kebutuhan air untuk proses industri, termasuk
bahan baku, kebutuhan air pekerja industri dan pendukung kegiatan
industri.
Besarnya standar kebutuhan industri adalah sebagai berikut :
Untuk pekerja industri kebutuhan air merupakan kebutuhan air domestik
yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja pabrik, yaitu 60 liter/
pekerja/hari.
Untuk proses industri, kebutuhan air diklasifikasi sesuai dengan tabel
berikut ini.
10. Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri
Apabila data industri yang diperoleh adalah data luas lahan areal industri maka
kita dapat menggunakan Kriteria Perencanaan Air Baku yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya (1994) sebagai berikut:
- Industri berat membutuhkan air sebesar 0,50-1,00 liter/detik/ha.
- Industri sedang membutuhkan air sebesar 0,25-0,50 liter/detik/ha.
- Industri kecil membutuhkan air sebesar 0,15-0,25 liter/detik/ha.
11. Banyak cara untuk memprediksikan kebutuhan air industri
tergantung pada ketersediaan data yang ada. Jabotabek Water
Resources Management Study - JWRMS (1994) telah melakukan
studi terhadap lebih dari 6.000 industri dari skala kecil sampai
besar untuk mendapatkan korelasi antara jumlah karyawan
dengan kebutuhan air untuk industri. Meskipun demikian ditemukan
bahwa keanekaragaman parameter produksi sangat besar sehingga
hubungan tersebut tidak dapat ditemukan. Akhirnya dipakai angka
kebutuhan sebesar 500 liter/karyawan/hari untuk
memperhitungkan kebutuhan air untuk sektor industri.
12. 4) Kebutuhan air peternakan
Kebutuhan air rata-rata untuk ternak ditentukan dengan mengacu pada hasil
penelitian dari FIDP yang dimuat dalam Technical Report National Water
Resources Policy tahun 1992. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Kebutuhan Air untuk Ternak
Secara umum kebutuhan air untuk ternak dapat diestimasikan dengan cara
mengkalikan jumlah ternak dengan tingkat kebutuhan air.
13. 5) Kebutuhan air perikanan
Kebutuhan ini meliputi untuk mengisi kolam pada saat awal tanam dan untuk
penggantian air.
Penggantian air bertujuan untuk memperbaiki kondisi kualitas air dalam kolam.
Intensitas penggantiannya tergantung pada jenis ikan yang dipelihara. Jenis
ikan gurami (Osphronemus gouramy) dan karper (Cyprinus) membutuhkan
penggantian air minimal ± 1 kali dalam seminggu, sedangkan ikan lele dumbo
(Clarias glariepinus) hanya membutuhkan minimal ± 1 bulan sekali.
Estimasi besarnya kebutuhan air untuk perikanan ditentukan sesuai dengan
studi yang dilakukan oleh FIDP. Ditetapkan bahwa untuk kedalaman kolam
ikan kurang lebih 70 cm, banyaknya air yang diperlukan per hektar adalah
35-40 mm/hari, air tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk
pengaliran/pembilasan.
Namun karena air tersebut tidak langsung dibuang, tetapi kembali lagi, maka
besar kebutuhan air untuk perikanan yang diperlukan hanya sekitar 1/5
hingga 1/6 dari kebutuhan yang seharusnya, dan ditetapkan angka sebesar 7
mm/hari/ha sebagai kebutuhan air untuk perikanan.
14. 6) Kebutuhan air penggelontoran /pemeliharaan sungai
Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai bisa diestimasi berdasarkan studi
yang dilakukan oleh IWRD (The Study for Formulation of Irrigation
Development Program in The Republic of Indonesia (FIDP), Nippon Koei Co.,
Ltd., 1993), yaitu perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan
kebutuhan air untuk pemeliharaan per kapita.
Menurut IWRD, kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai diperkirakan sebesar
360 liter/kapita/hari, sedangkan untuk tahun 2015–2020 diperkirakan
kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai akan berkurang menjadi 300
liter/kapita/hari dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2015 akan semakin
banyak penduduk yang mempunyai/memanfaatkan sistem pengolahan limbah.
15. KEBUTUHAN AIR BAKU IRIGASI
Kebutuhan air di pintu pengambilan atau bangunan utama tidak
terlepas dari kebutuhan air di sawah/lahan.
Untuk memenuhi jumlah air yang harus tersedia di pintu pengambilan
guna mengairi lahan pertanian dinyatakan sebagai berikut :
DR = ( q . A ) / Ef
dengan,
DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (1/dt)
q = unit kebutuhan air irigasi (l / det / ha)
A = luas areal irigasi (ha)
EF = Efisiensi irigasi (%)
16. Unit kebutuhan air irigasi (q) dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Kebutuhan untuk penyiapan lahan.
b. Kebutuhan air konsumtif untuk tanaman.
c. Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air.
d. Perkolasi.
e. Efisiensi air irigasi.
f. Luas areal irigasi.
g. Curah hujan efektif.
Kebutuhan total air di sawah mencakup faktor a sampai dengan f,
sedangkan untuk kebutuhan bersih air irigasi di sawah mencakup
faktor a sampai g.
17. Persamaan untuk menghitung unit kebutuhan bersih air irigasi di sawah:
IG = IR + Etc + RW + P - ER
q = (konversi satuan) * IG
dengan:
IG = tinggi kebutuhan air (mm/periode)
IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/periode),
Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/periode),
RW = kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/periode),
P = perkolasi (mm/periode),
ER = hujan efektif (mm/periode),
EI = efisiensi irigasi (%),
q = unit kebutuhan air (l/detik/ha)
18. Contoh 3 :
Pada masa pengolahan lahan, diketahui :
- Kebutuhan air untuk pengolahan lahan = 12.50 mm/hari
- Kebutuhan konsumtif = 0
- Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air = 0
- Perkolasi = 2.00 mm/hari
- Hujan efektif = 8.00 mm/hari
Pertanyaan :
a). Hitung IG (mm/hari) dan q (l/det/ha) !
b). Bila luas baku lahan 700 Ha dan efisiensi total irigasi 60%, berapa
kebutuhan debit di pintu pengambilan (intake) dalam l/detk atau m3/detik ?
19. a. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan (IR)
- Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya sangat menentukan
kebutuhan maksimum air irigasi.
- Pemberian air bertujuan untuk mempermudah pembajakan dan menyiapkan
kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman.
- Metode ini didasarkan pada kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air
akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan selama
periode penyiapan lahan.
- Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk
penyiapan lahan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk
penyiapan lahan.
Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi untuki penyiapan lahan dapat
digunakan metode yang dikembangkan van de Goor dan Zijlstra (1968).
20. Persamaannya ditulis sebagai berikut.
dengan:
IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari),
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan,
= Eo + P,
Eo = 1,1 x Eto,
P = perkolasi (mm/hari),
k = M x (T/S),
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari),
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.
Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan
S = 250 mm untuk penyiapan lahan padi pertama dan S = 200 mm untuk
penyiapan lahan padi kedua. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk
penggenangan setelah transplantasi, yaitu sebesar sebesar 50 mm serta
kebutuhan untuk persemaian.
21. Contoh :
Hitung kebutuhan air untuk pengolahan lahan padi bila diketahui data ;
kebutuhan air untuk menjenuhkan tanah (S) adalah 250 mm, perkolasi (P)
sebesar 2 mm per hari, waktu pengolahan Wm (T) adalah 30 hari dan
evaporasi potensial (Eo) sebesar 4 mm per hari.
maka kebutuhan air untuk pengolahan lahan adalah :
- menghitung air untuk mengganti evaporasi dan perkolasi ;
M = Eo + P
M = 4 + 2 = 6 mm/hari
- menghitung konstanta ;
- menghitung kebutuhan air untuk pengolahan lahan ;
Jadi kebutuhan air selama pengolahan lahan adalah sebesar 11,69 mm/hari
22. b. Kebutuhan Air Konsumtif (Etc)
Kebutuhan air konsumtif diartikan sebagai kebutuhan air untuk tanaman di
lahan dengan memasukkan faktor koefisien tanaman (kc). Persamaan umum
yang digunakan sebagai berikut :
Etc = Eto x kc
dengan:
Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/periode),
Eto = evapotranspirasi (mm/periode),
kc = koefisien tanaman.
Kebutuhan air konsumtif dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat
penguapan. Air dapat menguap melalui permukaan air atau tanah maupun
melalui tanaman. Bila kedua proses tersebut terjadi bersama-sama,
terjadilah proses evapotranspirasi, yaitu gabungan antara penguapan air
bebas (evaporasi) dan penguapan melalui tanaman (transpirasi).
Dengan demikian besarnya kebutuhan air konsumtif ini adalah sebesar air
yang hilang akibat proses evapotranspirasi dikalikan dengan koefisien
tanaman.
23. Evapotranspirasi dapat dihitung dengan metoda Penman berdasarkan
data klimatologi setempat. Sebagai alternatif nilai evapotranspirasi
(Eto) juga dapat diambil dari Tabel Reference Crop Evapotranspiration
sesuai dengan rekomendasi Standar Perencanaan Irigasi (1986).
Nilai koefisien tanaman (kc) mengikuti cara FAO seperti tercantum
dalam Standar Perencanaan Irigasi (1986), yaitu varietas unggul
dengan masa pertumbuhan tanaman padi selama 3 bulan dan dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Koefisien Tanaman, kc
24. Contoh 4 :
Data evapotranspirasi diuraikan sebagai berikut :
Bulan AGS SEP OKT NOP
Eo (mm/hari) 3.8 3.5 3.7 3.6
Bandingkan besar kebutuhan konsumtif selama MT padi !
(gunakan standar FAO untuk padi biasa dan varietas unggul)
25. C. Kebutuhan Air untuk Penggantian Lapisan Air (RW)
Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air ditetapkan berdasarkan
Standar Perencanaan Irigasi (1986).
Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan,
masing-masing dengan ketebalan 50 mm (50 mm/bulan atau 3,3
mm/hari) dan dua bulan setelah transplantasi.
26. d. Perkolasi (P)
Perkolasi adalah masuknya air dari daerah tak jenuh ke dalam daerah
jenuh air, pada proses ini air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Laju
perkolasi sangat tergantung pada pada sifat tanah daerah tinjauan yang
dipengaruhi oleh karakteristik geomorfologis dan pola pemanfaatan
lahannya.
Menurut Standar Perencanaan Irigasi (1986), laju perkolasi berkisar
antara 1-3 mm/hari. Angka ini sesuai untuk tanah lempung berat dengan
karakteristik pengolahan yang baik.
Pada jenis-jenis tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
27. e. Hujan Efektif (ER)
Menurut KP Irigasi, curah hujan efektif ditetapkan :
-Tanaman padi = 0.7 x R80%
- Palawija = R50%
28. f. Efisiensi Irigasi (EI)
Efisiensi irigasi merupakan indikator utama dari unjuk kerja suatu
sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi didasarkan pada asumsi bahwa
sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang, baik di saluran maupun
di petak sawah, maka efisiensi irigasi dibagi menjadi dua bagian:
- Efisiensi saluran pembawa (conveyance efficiency), yang dihitung
sebesar kehilangan air dari saluran primer sampai ke saluran
sekunder.
- Efisiensi sawah (in farm efficiency), yang dihitung sebesar
kehilangan air dari saluran tersier sampai ke petak sawah.
Dari berbagai macam studi dan penelitian didapatkan data bahwa
efisiensi rata-rata pengaliran di jaringan utama berkisar antara
70-80%. Selanjutnya dari beberapa data yang ada dapat diperoleh
bahwa efisiensi di jaringan sekunder berkisar kurang lebih 70%.
Mengacu pada data-data tersebut maka untuk studi ini diambil
efisiensi irigasi sebesar 0,6.
29. KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN SELAIN PADI
Tanaman selain padi yang dibudidayakan oleh petani pada umumnya berupa
palawija. Palawija adalah berbagai jenis tanaman yang dapat ditanam di
sawah pada musim kemarau ataupun pada saat kekurangan air.
Lazimya tanaman palawija ditanam di lahan tegalan.
Ditinjau dari jumlah air yang dibutuhkan, palawija dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
jenis, yaitu ;
a) palawija yang butuh banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela.
b) palawija yang butuh sedikit air, misalnya cabai, jagung, tembakau dan kedelai.
c) palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, misalnya ketimun dan lembayung.
Pemberian air untuk palawija akan ekonomis jika sampai kapasitas lapang, lalu
berhenti dan diberikan lagi sampai sebelum mencapai titik layu.
Analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung seperti pada tanaman
padi, namun ada dua hal yang membedakan ; yaitu pada tanaman palawija
tidak memerlukan genangan serta koefisien tanaman yang digunakan sesuai
dengan jenis palawija yang ditanam.
30. K E B U T U H A N A IR U N T U K P E N G O L A H A N L A H A N
P A L A W IJ A
Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan
untuk
menciptakan kondisi kelembaban yang memadai untuk persemaian
tanaman.
Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada kodisi tanah dan pola tanam
yang diterapkan.
Kriteria Perencanaan Irigasi mengusulkan air untuk pengolahan lahan
sejumlah 50 – 120 mm untuk tanaman ladang dan 100 - 120 mm untuk
tanaman tebu, kecuali jika terdapat kondisi-kondisi khusus misalnya ada
tanaman lain yang segera ditanam setelah tanaman padi.
31. PENGGUNAAN KONSUMTIF TANAMAN PALAWIJA
Untuk menentukan penggunaan konsumtif cara yang digunakan seperti
pada tanaman padi hanya koefisien tanaman yang berbeda.
Tabel 6 : Koefisien tanaman