Dokumen ini membahas tentang perkembangan keterbukaan informasi di Indonesia. Meskipun UU KIP telah memberikan hak akses informasi publik kepada masyarakat, namun UU ITE justru menjadi ancaman karena memungkinkan kriminalisasi informasi melalui pasal pencemaran nama baik. Beberapa kasus menunjukkan bahwa pasal tersebut sering digunakan untuk membungkam suara-suara kritis masyarakat.
2. Informasi dan Komunikasi adalah Hak
Di dalam Undang Undang Dasar (UUD)
1945 Pasal 28F disebutkan bahwa “Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya”. Apa itu artinya? Artinya
negara memiliki kewajiban untuk
melindungi, memenuhi dan menghormati hak atas informasi itu.
Sudah benar bila dalam UUD 1945 negara menempatkan informasi dan
berkomunikasi sebagai hak warga negara. Betapa tidak, dengan informasi dan
berkomunikasi, kita bisa lebih memahami sebuah persoalan yang menyangkut
kepentingan publik dengan jernih dan jelas. Dengan pemahaman yang jernih dan
jelas itu, kita sebagai warga negara dapat ikut berpartisipasi dalam berbagai
pengambilan kebijakan politik. Meningkatnya partisipasi politik ini diyakini dapat
mendorong munculnya kebijakan negara yang lebih berpihak pada kepentingan
publik.
Berbeda dengan era Orde Baru yang mengendalikan arus informasi demi
kelanggengan sebuah rejim pemerintahan. Di era reformasi ini, tuntutan akan
perubahan atas keterbukaan informasi semakin menguat. Dan akhirnya tuntutan
itu terpenuhi dengan munculnya Undang Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008
3. tentang Keterbukaan Informasi publik. Pemberlakuan UU KIP ini seharusnya
menjadi tonggak awal bagi pemenuhan hak warga negara atas informasi.
Pertanyaan berikutnya tentu saja adalah benarkah dengan diberlakukan UU KIP
tersebut menjadi pertanda bahwa negeri ini telah memasuki era keterbukaan
informasi?
Keterbukaan atau Kriminalisasi Informasi
Berita mengejutkan itu datang pada Desember 2010
silam. Yudi Latif, Direktur Eksekutif Reform Institute
pada Senin (13/12/2010) lalu dilaporkan ke Polisi oleh
para kader Partai Golkar dengan tuduhan mencemarkan
nama baik pimpinan partainya, Aburizal Bakrie. Yudi
dilaporkan karena dalam wawancaranya dengan sebuah
stasiun TV Swasta (10/12) dinilai mengaitkan Gorup Usaha milik keluarga Bakrie
dengan praktik mafia pajak yang dilakukan Gayus Tambunan.
Dalam laporan polisi bernomor TBL/498/XII/2010/Bareskrim itu, Yudi dilaporkan
atas dugaan pelanggaran Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 45
ayat (2) jo Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE).
Berbeda dengan UU KIP menjadi pertanda pemerintah telah membuka kran
keterbukaan informasi, UU ITE justru menjadi pertanda bagi kembali maraknya
kriminalisasi informasi. Bukan hanya Yudi Latif, sejak disahkan, UU ITE ini telah
4. memakan sejumlah korban.
Adalah Prita Mulyasari, seorang
perempuan yang pernah menjadi
korban pasal karet pencemaran nama
baik UU ITE. Ia dituduh mencemarakan
nama baik Rumah Sakit Omni
Internasional karena menuliskan sikap
kritisnya melalui email. Selain Prita, ada pula Bambang Kisminarso yang nyaris
menjadi korban pasal karet UU ITE. Polisi sempat menahannya berserta anaknya
M. Naziri atas tuduhan telah menghina anak presiden dalam pelanggaran
ketentuan pencemaran nama baik melalui UU ITE.
Sebabnya, Bambang Kisminarso mengajukan pengaduan kepada komisi
pengawasan pemilu daerah bahwa para pendukung putra Presiden Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membagi- bagikan uang kepada para
calon pemilih.
Perlawanan yang cukup keras dari pengguna internet pada kasus Prita Mulyasari
melawan RS OMNI Internasional membuat pemerintah berencana untuk merevisi
UU ITE. Salah satu yang hendak direvisi adalah pasal karet dalam UU tersebut.
Namun, nampaknya pemerintah masih setengah hati untuk merevisinya.
Pasalnya, hingga report ini ditulis, belum ada draft naskah akademis mengenai
5. revisi UU ITE tersebut yang dipublikasikan.
Di tengah meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),
keberadaan pasal karet pencemaran nama baik menjadi sebuah ancaman bagi
kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi.
Sebelumnya, pasal karet pencemaran nama baik di KUHAP juga telah memiliki
sejarah kelam untuk membungkam suara-suara kritis.
Beberapa korban dari masyarakat pun berjatuhan oleh pasal karet pencemaran
nama baik di KUHAP. Adalah Fifi Tanang, seorang penulis surat pembaca di
sebuah surat kabar. Dituduh mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi melalui
tulisannya di kolom surat pembaca. Kemudian Alex Jhoni Polii, warga Minahasa,
yang memperjuangkan kepemilikan tanahnya melawan PT. Newmont Minahasa
Raya (NMR). Dituduh melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan
perbuatan tidak menyenangkan.
Dr. Rignolda Djamaluddin, ia dinilai telah mencemarkan nama baik perusahaan
tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) karena pernyataannya
tentang gejala penyakit Minamata yang ditemukan pada beberapa warga Buyat
Pante.
Yani Sagaroa dan Salamuddin, kedua orang itu dituding telah mencemarkan
nama baik perusahaan karena pernyataanya bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara
6. (NNT) harus bertanggung jawab atas penurunan kualitas kesehatan yang dialami
masyarakat Tongo Sejorong sejak perusahaan tersebut membuang limbah
tailingnya ke Teluk Senunu.
Beberapa aktivis seperti Usman Hamid, Koordiantor Kontras, Emerson Yuntho
(Koordinator ICW), dan Illian Deta Arta Sari (aktivis ICW) pernah nyaris menjadi
korban pencemaran nama baik. Sikap kritis mereka yang membuat beberapa
aktivis itu dikenai pasal karet pencemaran nama baik.
Bahan Bacaan:
1. Brief Paper-RUU Konvergensi Telematika,
http://www.satudunia.net/content/brief-paper-ruu-konvergensi-telematika
2. Notulensi FGD Satudunia, “Adopsi ICT di NGOs dan Dampaknya Bagi
Masyarakat Rentan”, 20 Juli 2010
3. Notulensi diskusi Satudunia, “Tragedi Lumpur Lapindo, Menggagas
Perlawanan di Dunia Maya” , 28 Oktober 2010.
4. Kertas Posisi Satudunia tentang ICT,
http://www.satudunia.net/content/kertas-posisi-satudunia-tentang-ict