Indah Kayani_43215010146_Implikasi Etis TI_SIM_Hapzi Ali
FullPaper_BATASAN ANTARA KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN PENCEMARAN NAMA BAIK PADA MEDIA SOSIAL Yongki dan Rena
1. BATASAN ANTARA KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN
PENCEMARAN NAMA BAIK PADA MEDIA SOSIAL
DIPANDANG DARI SEGI HUKUM
Yongki Sidharta Gunawan
Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Pelita Harapan Surabaya, Jl. Ahmad Yani,
Surabaya, Jawa Timur, 60234, Indonesia
E-mail: Yongki22@live.com
Rena Zefania Ritonga
Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Pelita Harapan Surabaya, Jl. Ahmad Yani,
Surabaya, Jawa Timur, 60234, Indonesia
E-mail: Renazefania@Gmail.com
Abstrak
Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan yang tidak terlepas dari peran
teknologi1
. Dewasa ini teknologi yang paling pesat perkembangannya adalah teknologi informasi.
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi seakan membuat dunia tanpa batas karena
jarak sudah bukan menjadi masalah lagi. Manusia dapat saling berkomunikasi dari jarak jauh,
mendapatkan informasi dengan mudah, dan berbagi informasi melalui media sosial. Namun tentu
saja hal tersebut dapat menjadi konflik terhadap hak untuk berpendapat sesuai Pasal 23 Undang-
undang HAM dengan tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial yang sering menjadi
laporan di kepolisian. Dengan demikian perlu adanya ketegasan atau batasan antara kebebasan
berpendapat dengan perbuatan pencemaran nama baik pada media social dipandang dari segi
hukum.
Kata Kunci: Teknologi, Internet, Media Sosial, Pencemaran nama baik
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi adalah merupakan sesuatu yang sifatnya dinamis, selalu
mengalami perkembangan seiring dengan tuntutan zaman. Teknologi diciptakan
untuk mempermudah kehidupan manusia. Salah satu jenis teknologi yang paling
menonjol dewasa ini adalah teknologi informasi (selanjutnya disebut TI). TI
memiliki peran yang sangat besar sekali dalam banyak sektor kehidupan, mulai
dari perdagangan/bisnis (electronic commerce atau e-commerce), pendidikan
(electronic Education), kesehatan (tele-medicine), transportasi, industri ,
1
“Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan, dan kenyamanan hidup manusia”. Lihat di: Team Pustaka Phoenix, 2007,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Phoenix. h.873.
1
2. pariwisata, lingkungan sampai ke sektor hiburan.2
Tampaknya hal tersebut juga
sesuai dengan yang tertera dalam konsiderans Undang-undang No 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UUITE butir e
yang menyebutkan “bahwa perkembangan dan kemajuan TI yang demikian pesat
telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai
bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk
perbuatan hukum baru”.
Di Indonesia jumlah pengguna internet semakin bertambah dari tahun ke
tahun, menurut riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) hingga akhir 2014 pengguna internet di Indonesia sudah
mencapai 88,1 juta jiwa.3
Naik sekitar enam persen dari 2013 dengan 71,9 juta
pengguna, dan tentu saja sudah bertambah di tahun 2015. Sedangkan Sebanyak
87,4 persen dari total pengguna internet adalah pengguna media sosial. Data
tersebut menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi gaya hidup bagi orang
Indonesia, di media sosial mereka bisa memperoleh dan membagi informasi
dengan dengan komunitas mereka.
Media sosial menurut definisi yang ditulis dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah alat berbasis komputer yang memungkinkan orang untuk
membuat, berbagi, atau bertukar informasi, ide, dan gambar/video dalam
komunitas dan jaringan virtual.4
Varian media sosial demikian beragam, sehingga
masyarakat dapat mengakses dengan mudah dan memanfaatkannya untuk
interaksi sosial. Demikian mudah interaksi sosial dijalin melalui media sosial,
maka komunikasi dua arah ini bisa menjadi bersifat privat maupun terbuka.
Media sosial termasuk dalam kategori informasi elektronik yang menjadi obyek
pengaturan di UUITE. Pasal 1 angka 1 UUITE mendefinisikan informasi
elektronik:
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk,
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
2
Danrivanto Budhijanto, 2013, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi
Regulasi & Konvergensi, Bandung: Refika Aditama. h.1.
3
Susetyo Dwi Prihadi, 2015, Berapa Jumlah Pengguna Facebook dan Twitter di
Indonesia?, http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327061134-185-42245/berapa-jumlah-
pengguna-facebook-dan-twitter-di-indonesia/, diakses pada hari kamis tanggal 15 Oktober 2015.
4
Team Pustaka Phoenix, Op Cit. h.427.
2
3. electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram,
teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.
Media sosial dapat menjadi pedang bermata dua, di sisi lain dapat menjadi
instrumen untuk menyuarakan pendapat, namun di lain sisi dapat menjadi
bumerang bagi penggunanya dengan tuduhan pencemaran nama baik. Sampai
dengan saat ini sudah banyak laporan yang masuk di kepolisian terkait dengan
tindak pidana pencemaran nama baik di media sosial. Sampai dengan akhir tahun
2014, di Indonesia sudah ada kurang lebih 40 kasus pencemaran nama baik di
media sosial. Kasus yang masih hangat diberita baru-baru ini adalah Florence
Sihombing seorang mahasiswi pascasarjana UGM, Hakim menyatakan Florence
terbukti bersalah melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 1 UUITE. Akun
Florence di Path jelas mengandung penghinaan dan membuat keresahan umum.
Terutama warga Yogyakarta.5
Kasus tersebut menunjukkan bahwa peran media
sosial yang seharusnya menjadi sarana untuk mengemukakan pendapat sebagai
implementasi dari kebebasan berpendapat, namun malah berubah menjadi sarana
untuk melakukan tindak pidana dan menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Adapula dalam kasus serupa, Ervani seorang ibu rumah tangga di Yogyakarta
yang terjerat Pasal 27 ayat 3 UUITE dan diadili di PN Bantul.6
Ervani akhirnya
diputus bebas, namun tetap saja terjadi kriminalisasi atas postingannya di media
sosial.
Tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial diancam dengan
pidana pada Pasal 27 ayat 3 UUITE jo. Pasal 310 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut
tidak memiliki batasan yang jelas akan muatan yang mengandung pencemaran
nama baik, sehingga sering informasi atau tulisan yang seharusnya tidak bertujuan
mencemarkan nama baik seseorang atau lembaga malah jadi terkriminalisasi. Jika
hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan ketakutan di benak
masyarakat dan masyarakat tidak lagi berani menyuarakan pendapatnya. Oleh
5
Muh. Syaifullah, 2015, Dihukum Percobaan, Florence 'Penghina Yogya' Ngamuk
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/31/058654340/dihukum-percobaan-florence-
penghina-yogya-ngamuk. Diakses pada hari kamis tanggal 15 Oktober 2015.
6
Addi Mawahudin Idhom, 2014, LBH Yakin Ervani Tak Cermarkan Nama via Facebook,
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/11/15/063622165/lbh-yakin-ervani-tak-cermarkan-nama-
via-facebook, diakses pada hari kamis tanggal 15 Oktober 2015.
3
4. permasalahan yang terurai diatas maka peneliti tertarik untuk membuat penelitian
dengan judul Batasan Antara Kebebasan Berpendapat Dan Pencemaran Nama
Baik Pada Media Sosial Dipandang Dari Segi Hukum.
Rumusan Masalah
Kebebasan mengemukakan pendapat merupakan hak dasar yang diatur Pasal
3 undang-undang HAM sebagai impelmentasi dari hak asasi manusia, namun
apabila kebebasan berpendapat itu kemudian dikriminalisasikan menjadi tindak
pidana pencemaran nama baik melalui sosial media maka perlu sekiranya
ditentukan batasan-batasan berpendapat di sosial media. Apa batasan antara
kebebasan berpendapat dan pencemaran nama baik pada media sosial ?
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum sehingga menggunakan metode
penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian
kepustakaan dalam rangka memperoleh bahan hukum untuk dianalisa. Penelitian
yuridis normatif memiliki karakteristik yang berbeda dengan dengan tipe
penelitian empiris maupun penelitian dalam bidang ilmu lainnya.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan peraturan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah
pendekatan yang dilakukan dengan menelaah peraturan-peraturan hukum positif
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.7
Sedangkan pendekatan
konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan yang didasarkan pada
konsep, doktrin-doktrin, dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam praktek.8
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga yaitu bahan
hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer adalah peraturan-
7
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
h.93.
8
Ibid. h.96.
4
5. peraturan hukum positif antara lain UUITE, KUHP, Undang-undang HAM,
Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum, Surat Edaran POLRI No SE/6/X/2015 tentang
Penanganan Ujaran Kebencian (HATE SPEECH) (selanjutnya disebut SE
POLRI). Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menunjang bahan
hukum primer seperti literatur, makalah, kuliah, dan artikel. Bahan hukum tersier
yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum
primer dan sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa.9
Langkah penelitian terdiri dari dua langkah, yaitu Langkah Pengumpulan
Bahan Hukum dan Langkah Analisa Bahan Hukum. Langkah Pengumpulan
Bahan Hukum diawali dengan inventarisasi bahan-bahan hukum melalui studi
keputakaan, kemudian bahan-bahan hukum diklasifikasi sesuai dengan kebutuhan,
dan terakhir adalah sistematisasi yang artinya bahan-bahan hukum disusun secara
runtun dan runtut. Langkah Analisa Bahan Hukum menggunakan metode deduksi
yang bersifat umum ke khusus, yaitu aturan-aturan yang bersifat umum kemudian
diterapkan pada kasus yang sifatnya khusus sehingga menghasilkan jawaban yang
khusus. Selain itu digunakan pula interpretasi.
Tinjauan Teoritis
Hakekat Kebebasan Berpendat
Kebebasan berpendapat merupakan implementasi dari hak asasi manusia yang
secara internasional telah diakui dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Mansuia dan kemudian diamanatkan oleh undang-undang dasar (UUD45) di
dalam Pasal 28 yang mengatur “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagaimana ditetapkan
dengan undang-undang”. Selain itu Kemerdekaan mengeluarkan pendapat juga
dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UU HAM, bahwa kemerdekaan menyampaikan
pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan
9
Rosalinda Elsina Latumahina, 2015, Aspek-aspek Hukum dalam Transaksi Perdagangan
Secara Elektronik, Jurnal Ilmiah Gema Aktualita Volume 4 Juni 2015, Surabaya: Universitas
Pelita Harapan. h.53
5
6. lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara khusus kebebasan
berpendapat juga diatur dalam Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Hukum hak asasi
manusia internasional mendasarkan pada prinsip bahwa kebebasan berpendapat
sangat diperlukan untuk perkembangan seseorang10
selain itu menurut konsiderans
Undang-undang No 9 Tahun 1998 butir B menyatakan bahwa kemerdekaan
menyampaikan pendapat di depan umum merupakan perwujudan demokrasi
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Walaupun kebebasan berpendapat memiliki provisi yang luas, namun bukan
berarti hak ini tidak dapat dibatasi. Konstitusi (UUD 45) telah mengadopsi model-
model pembatasan yang bertujuan untuk melindungi dan memenuhi hak-hak lain
seperti yang disebutkan dalam Pasal 28J ayat (2).11
Pasal 6 Undang-undang No 9
Tahun 1998 mengatur kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dari orang-
orang yang menyampaikan perndapat di muka umum antara lain: Warga negara
yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk : a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; b. menghonnati
aturan-aturan moral yang diakui umum; c. menaati hukum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. menjaga dan menghonnati
keamanan dan ketertiban umum; dan e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan
bangsa.
Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik menurut KUHP dan UUITE
Tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP dan
Pasal 27 ayat (3) UUITE. Pasal 310 ayat (1) KUHP mengatur:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui
10
Melisa Maurice, 2012, DEFAMATION IN THE INTERNET AGE: PROTECTING
REPUTATION WITHOUT INFRINGING FREE EXPRESSION, Whasington, DC: Center
for Democracy & Technology (CDT). h.1.
11
R.Herlambang Perdana, 2012, IN SEARCH OF CONSTITUTIONALITY: FREEDOM
OF EXPRESSION AND INDONESIA’S ANTI-PORNOGRAPHY LAW,Yuridika, Surabaya:
Fakultas Hukum Universitas Airlangga . h.2.
6
7. umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 310 ayat (2) KUHP mengatur:
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena
pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Pasal 27 ayat (3) UUITE
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Menurut R.Soesilo “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama
baik seseorang”. Orang yang diserang ini biasanya merasa “malu” “Kehormatan”
yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan
“kehormatan” dalam lapangan seksuil.12
SE POLRI pada butir “f” menegaskan
bahwa ujaran kebencian (hate speech) juga dapat berupa penghinaan dan/atau
pencemarana nama baik, serta tindak pidana lain seperti penistaan, perbuatan
tidak menyenangkan, provokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Dari
SE POLRI tersebut pada butir “g” telah diatur aspek-aspek yang biasanya menjadi
obyek ujaran kebencian yaitu suku, agama, aliran keagamaan,
keyakinan/kepercayaan, ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum
difabel (cacat), orientasi seksual. Namun secara umum, pencemaran nama baik
yang banyak beredar di media sosial ditunjukkan bagi perorangan yang tidak
termasuk dalam aspek-aspek yang telah diatur oleh SE POLRI.
Pasal yang mengatur tindak pidana pencemaran nama baik sebenarnya
bertujuan untuk melindungi reputasi seseorang dari serangan yang tidak adil
(unfair attack). Hukum pencemaran nama baik (defamation law) oleh Brian
Martin didefinisikan sebagai “It is an attempt to balance the private right to
protect one’s reputation with the public right to freedom of speech” yang artinya
sebuah upaya untuk menyeimbangkan hak privat untuk melindungi reputasi
seseorang dengan hak publik untuk bebas berpendapat. Hukum pencemaran nama
12
R. Soesilo, 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia: Bogor. h.225.
7
8. baik harus dibatasi pada perlindungan orang terhadap pernyataan palsu (false
statement) dari fakta yang dapat merusak reputasinya.13
Media Sosial
Di Indonesia belum ada peraturan yang secara khusus mengatur mengenai
media sosial. Oleh sebab itu perlu kiranya dilakukan penafsiran-penafsiran.
Menurut pengertian yang diberikan oleh Danah M. Boyd:
Media sosial adalah layanan berbasis jaringan yang memungkinkan individu
untuk 1. Membangun profil publik maupun semi publik dengan sistem yang
terhubung, 2. Berhubungan dengan pengguna lain yang memiliki ketertarikan
yang sama, dan 3. Melihat dan memantau daftar koneksi yang mereka miliki
dan yang dimiliki oleh orang lain dalam satu sistem.14
Segala informasi yang terkandung di dalam media sosial termasuk dalam kategori
informasi elektronik yang menjadi obyek pengaturan dari UUITE.
Internet memiliki karakteristik dan keunggulan tersendiri dalam menyebarkan
informasi disbanding dengan media yang lain. Hal tersebut diakrenakan oleh
beberapa faktor yaitu hambatan rendah untuk masuk, keterbukaan, dan relatif
terjangkau. Muatan yang dibuat oleh seseorang dapat ditemukan oleh orang lain
secara global. Hal ini menunjukkan bahwa hukum yang tadinya dapat diterapkan
pada obyek yang media traditional atau offline media, mungkin sudah tidak cocok
apabila diterapkan dalam dunia maya.
Pembahasan
Kebebasan berpendapat maupun pencemaran nama baik, keduanya memiliki
kesamaan yaitu sama-sama diutarakan di muka umum sebagaimana diatur dalam
hukum. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang dimaksud dengan
di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di
tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang. Pasal tersebut mengatur
tempat yang secara nyata ada dan bisa didatangi. Sesuai dengan perkembangan
13
Melisa Maurice, Op Cit. h.3.
14
Danah M. Boyd & Nicole B. Ellison, 2008, Social Network Sites: Definition, History, and
Scholarship, California: University of California Berkeley. h.2
8
9. jaman orang sekarang sudah bisa membaca dan berkomentar melalui media sosial
dengan perantaraan internet. Media sosial juga termasuk dimuka umum karena
berdasarkan pengertian ekstensif dimuka umum berarti bisa dilihat oleh orang,
diumumkan dihadapan banyak orang dan media sosial memenuhi kriteria tersebut
untuk dapat disebut sebagai tempat umum (public space). Selain itu berdasarkan
SE POLRI pada butir h juga dijelaskan bahwa media sosial juga merupakan
sarana untuk menyebarkan ujaran kebencian (Hate Speech) melalui surat edaran
tersebut maka media sosial juga diakui sebagai tempat umum.
Kebebasan berpendapat yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang-undang
No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
yaitu “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara
untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas
dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku”. Pengertian secara bebas menurut penjelasan Pasal 5 undang-
undang No 9 Tahun 1998 adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak,
atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang
bertentangan dengan tujuan yang terdapat di Pasal 4. Namun mengenai definisi
bertanggung jawab tidak diatur secara lebih lanjut dalam undang-undang sehingga
menimbulkan ambiguitas.
Pencemaran nama baik pada UUITE diatur pada Pasal 23 ayat (3) hanya
melarang pendistribusian dan/atau pentransmisian informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik, namun tidak dijelaskan lebih lanjut kriteria yang dapat dijadikan acuan
suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindakan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik. Mengacu pada KUHP pada Pasal 310 perbuatan pencemaran nama
baik harus merupakan suatu tuduhan yang dengan sengaja menyerang kehormatan
atau nama baik seseorang, dan ditujukan di depan umum.
Secara umum isi dari pasal kebebasan berpendapat dan pencemaran nama
baik hampir sama, pembedanya hanya terletak pada kata “bertanggung jawab”
namun tidak diberikan penjelasan mengenai pengertian bertanggung jawab,
apakah hal tersebut menyangkut pembuktian dan sejenisnya. Di sini terjadi
9
10. ketidak jelasan dan batasan yang diberikan oleh hukum belum tegas. Di negara
maju, ada beberapa prinsip yang bisa digunakan untuk menjadi batasan antara
kebebasan berpendapat dan pencemaran nama baik. Batasan tersebut adalah
sebuah pencemaran nama baiklah haruslah merupakan suatu pernyataan yang
tidak benar dari sebuah fakta yang menyebabkan kerugian pada reputasi
seseorang.15
Jadi disini yang unsur yang ditekankan adalah adanya sebuah
pernyataan yang tidak benar (false statement), tentu saja untuk menentukan suatu
pernyataan adalah tidak benar harus didukung dengan suatu bukti.
Mengidentifikasi suatu pernyataan yang dibuat seseorang di media sosial
tergolong kedalam tindak pidana pencemaran nama baik atau tidak memang
bukan merupakan pekerjaan yang mudah, namun hal ini sangat penting karena
mengingat penggunaan media sosial sebagai sarana berbagi dan mendapat
informasi kian ramai sehingga dibutuhkan kepastian hukum agar tidak terjadi lagi
kasus-kasus yang didakwa dengan pencemaran nama baik namun sebenarnya
hanya ekspresi dari kebebasan berpendapat. Sampai sekarang masih belum ada
peraturan perundang-undangan yang jelas mengatur batasan tersebut, dengan
adanya SE POLRI paling tidak sudah memperjelas batasan-batasan yang
digunakan untuk menilai suatu pernyataan dianggap sebuah pencemaran nama
baik atau bukan, namun tetap saja keberlakuan SE POLRI masih dipertanyakan
karena keberlakuan SE POLRI tersebut adalah tidak sama dengan keberlakuan
undang-undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya, hanya bersifat
intern bagi pihak Kepolisian RI saja.
Kesimpulan
Banyak kasus pencemaran nama baik melalui media sosial yang menjadi
laporan di kepolisian, namun tidak semua benar-benar memenuhi unsur
pencemaran nama baik. Hal ini dikarenakan karena belum adanya batasan yang
15
Melisa Maurice, Op Cit, h.3.
10
11. tegas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi
pedoman dalam membedakan suatu pernyataan yang mana dapat digolongkan
sebagai pencemaran nama baik atau hanya merupakan ekspresi kebebasan
berpendapat yang normal.
Batasan yang dapat digunakan untuk menilai suatu pernyataan di media sosial
adalah pencemaran nama baik adalah suatu pernyataan yang dibuat haruslah tidak
benar dari sebuah fakta yang dapat menyebabkan kerugian bagi seseorang dari
pernyataan tersebut haruslah dinyatakan depan umum, mengingat media sosial
dapat dikategorikan sebagai tempat umum (public place).
Saran
Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan revolusi mental atau sikap
(attitude) seseorang dalam menyampaikan pendapat agar tidak terseret dalam
suatu tindak pidana pencemaran baik adalah dengan melakukan perubahan
hukumnya. Oleh karena itu, pembuat undang-undang, Lembaga Legislatif
bersama-sama dengan Presiden, harus menetapkan batasan yang jelas antara
kebebasan berpendapat dan pencemaran nama baik pada media sosial dan
menuangkannya ke dalam produk hukum yang bentuknya termasuk dalam
peraturan perundang-undangan sehingga memiliki kekuatan mengikat yang
berlaku secara umum. Hal tersebut guna menciptakan kepastian hukum serta
melindungi hak kebebasan berpendapat yang ada pada setiap orang.
Untuk saat ini, SE POLRI No. 6 Tahun 2015 tentang Hate Speech yang baru
saja diterbitkan oleh Kapolri hanya berbentuk Surat Edaran yang sifatnya
rekomendasi atau petunjuk untuk pihak internal Kepolisian RI dalam menangani
kasus-kasus yang terkait dengan penghinaan maupun pencemaran nama baik.
Bagi penulis sebaiknya dalam menulis pernyataan di media sosial dengan
mengemukakan fakta yang sesungguhnya, bukan kesimpulan dan usahakan setiap
pernyataan yang dibuat ditunjang dengan bukti yang akurat.
Daftar Pustaka
11
12. Literatur:
Danrivanto Budhijanto, 2013, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran &
Teknologi Informasi Regulasi & Konvergensi, Bandung: Refika Aditama.
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
R. Soesilo, 1991, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia: Bogor.
Team Pustaka Phoenix, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Pustaka Phoenix.
Jurnal:
Danah M. Boyd & Nicole B. Ellison, 2008, Social Network Sites:
Definition, History, and Scholarship, California: University of California
Berkeley.
Melisa Maurice, 2012, DEFAMATION IN THE INTERNET AGE:
PROTECTING REPUTATION WITHOUT INFRINGING FREE
EXPRESSION, Whasington, DC: Center for Democracy & Technology (CDT).
R.Herlambang Perdana, 2012, IN SEARCH OF CONSTITUTIONALITY:
FREEDOM OF EXPRESSION AND INDONESIA’S ANTI-
PORNOGRAPHY LAW, Yuridika, Surabaya: Fakultas Hukum Universitas
Airlangga.
Rosalinda Elsina Latumahina, 2015, Aspek-aspek Hukum dalam Transaksi
Perdagangan Secara Elektronik, Jurnal Ilmiah Gema Aktualita Volume 4 Juni
2015, Surabaya: Universitas Pelita Harapan.
Internet:
Addi Mawahudin Idhom, 2014, LBH Yakin Ervani Tak Cermarkan Nama
via Facebook, http://nasional.tempo.co/read/news/2014/11/15/063622165/lbh-
yakin-ervani-tak-cermarkan-nama-via-facebook, diakses pada hari kamis tanggal
15 Oktober 2015.
Muh. Syaifullah, 2015, Dihukum Percobaan, Florence 'Penghina Yogya'
Ngamuk http://nasional.tempo.co/read/news/2015/03/31/058654340/dihukum-
12
13. percobaan-florence-penghina-yogya-ngamuk. Diakses pada hari kamis tanggal 15
Oktober 2015.
Susetyo Dwi Prihadi, 2015, Berapa Jumlah Pengguna Facebook dan
Twitter di Indonesia ? ,http://www.cnnindonesia.com/teknologi/ 2015032706
1134-185-42245/berapa jumlah-pengguna-facebook-dan-twitter-di-indonesia/,
diakses pada hari kamis tanggal 15 Oktober 2015.
13