SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
SISTEM PENETAPAN PAJAK YANG BAIK DEMI
MENINGKATKAN PENDAPATAN KAS NEGARA
DARI SEKTOR PERPAJAKAN
Oleh:
Febri Abdillah. S ( 090710101041)
Andika Swardana ( 090710101147)
Sidarta Prawira. D ( 090710101181)
Rachardy Andriyanto ( 090710101240)
Tigor Indra Herlambang ( 090710101246)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hirobbil ‘Alamin, Dengan rahmat Allah Yang Maha Esa akhirnya
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ SISTEM PENETAPAN
PAJAK YANG BAIK DEMI MENINGKATKAN PENDAPATAN KAS NEGARA
DARI SEKTOR PERPAJAKAN ” guna dijadikan sebagai pemenuhan tugas atas mata
kuliah Hukum Pajak.
Untuk itu kelompok kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dosen pengajar, yaitu Ibu Rini Anggraini S.H, M.H. atas pendidikan yang telah
diberikan sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan para pembaca
sebagai bahan pelengkap yamg komparatif terhadap buku-buku atau makalah-makalah serupa
yang telah ada, serta diharapkan dapat memperluas pemahaman masyarakat tentang pajak dan
sistem penetapan pajak, sehingga dapat membantu menyebarluaskan kesadaran kewajiban
perpajakan terhadap masyarakat.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan para pembacanya.
Jember, 26 April 2013
2
DAFTAR ISI
JUDUL ……………………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. ..1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………....... 1
1.2 Permasalahan …………………………………………………………………. 4
1.3 Peraturan Perundang-undangan ………………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………. 5
2.1 Sistem Penetapan Pajak Yang Baik Dalam Rangka Untuk Meningkatkan
Pemasukan Pajak Ke Dalam Kas Negara…………………………………............... 5
2.2 Alternatif Lain Untuk Model System Penetapan Pajak Yang Dapat Dijadikan
Pilihan Untuk Pemerintah Agar Dapat Mengefektifkan Dan Mengefesienkan
Pemungutan Pajak Dalam Rangka Menambah Pendapatan Kas Negara Dari Sector
Pajak ………………………………………………………………………………..9
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………. 17
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………… 17
3.2 Saran ………………………………………………………………………….. 22
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 24
3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang menjunjung hokum dan mempunyai tujuan besar dalam
hal untuk mensejahterahkan kehidupan rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia
memerlukan banyak biaya dan pemasukan. Salah satu pemasukan terbesar kas Negara adalah
melalui pajak. Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari
sektor swasta (dalam arti luas) kepada sector pemerintah (kas Negara) berdasarkan Undang-
undang atau peraturan, sehingga dapat dipaksakan, tanpa ada kontra prestasi yang langsung
dan seimbang yang dapat ditunjukan secara individual, dan hasil penerimaan tersebut
merupakan sumber penerimaan Negara yang akan digunakan untuk pengeluaran pemerintah
baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. 1
Indonesia sebagai Negara hokum telah menempatkan landasan pemungutan pajak
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yaitu pada Pasal 23
Ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 yang menetapkan bahwa “segala pajak untuk keperluan
Negara harus berdasarkan Undang-undang”. Kemudian dari penjelasan pasal per pasal
terlihat bahwa para pendiri negeri ini menyadari sepenuhnya betapa mendasar dan penting
arti peranan pajak untuk kelangsungan hidup Negara. Sehingga asas keadilan dan kepastian
hokum perlu diatur secara jelas dan nyata.
Sejak Indonesia berhenti bekerja sama dengan IMF (Dana Moneter Internasional)
sesuai dengan ketetapan MPR (TAP MPR No. VI/MPR/2002). Oleh karena itu pajak karena
disamping tetap membiayai roda pemerintahan dan pembangunan, juga harus membayar
hutang kepada IMF. Untuk itu, pendapatan dari sector pajak perlu ditingkatkan untuk
menambah kemampuan keuangan Negara, sehingga tingkat kemandirian pembiayaan
1
Muqodim “Perpajakan – Buku Satu” , UII Pres dan Ekonisia, Yogyakarta, 1999, hlm. 2
4
pembangunan nasional dapat tercapai secara optimal. Dalam mewujudkan dana secara
nasional, warga Negara berkewajiban melakukan peran serta dalam membiayai negara dan
pembangunan nasional melalui kewajiban membayar pajak sebagai salah satu kewajiban
warga Negara terhadap Negara.2
Sedangkan mekanisme kewajiban membayar pajak di Indonesia diatur melalui system
perpajakan, khususnya dalam system penetapan pajak. System pemungutan atau penetapan
pajak ini diperlukan untuk mengatur atau menetapkan siapa yang akan menghitung dan
menetapkan besaran jumlah pajak terutang. Pada dasarnya terdapat 3 sistem penetapan pajak,
yaitu official assessment system, self assessment system, dan with holding system.
Official assessment system adalah system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa
jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh
aparat pajak, pemerintah atau fiskus. Sedang fiskus bersifat aktif, yaitu melakukan
perhitungan jumlah pajak, memberikan ketetapan pajak dan segera memberitahukan
ketetapan tersebut kepada wajib pajak. Dalam system ini utang pajak timbul bila telah ada
ketetapan pajak dari fiskus. Ketetapan pajak tersebut bias bersifat sementara bias juga bersifat
final.
Self assessment system adalah system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa
jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung sendiri oleh wajib
pajak. Dalam self assessment system, wajib pajak harus aktif untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya termasuk menghitung, menyetor, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang.
Aparat hanya bertugas member penyuluhan, pembinaan, monitoring dan pengawasan seta
bertindak sebagai verifikator. Dalam hal yang terakhir ini aparat pajak meneliti apakah
2
Menurut Pasal 1 Butir 1 UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, “Pajak adalah semua jenis pajak
yang dipungutt oleh Pemerintahan Pusat, termasuk Bea dan Cukai, dan Pajak yang dipumgut oleh Pemerintah
Daerah, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
5
perhitungan dan hal-hal yang telah dilaporkan oleh wajib pajak kepada fiskus tersebut benar
adanya.
With holding system adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah
pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga. Pihak ketiga artinya bukan wajib pajak
danjuga bukan aparat pajak. Contoh pihak ketiga yang menghitung pajak yangterutang
adalah: konsultan pajak, akuntan publik wajib potong,dan wajib pungut.
Self assessment system sebagai system penetapan pajak di Indonesia telah diterapkan
sejak tax reform tahun 1983, sebelunya pernah diberlakukan official assessment system.
Dalam hal menyelenggarakan kedua system penetapan tersebut pemerintah tentunya
mengetahui kelebihan dan kekurangannya.
Oleh karena itu pemerintah harus menentukan system penetapan pajak yang baik yang
dapat menambah penghasilan dalam kas Negara yang dapat digunakan untuk pembiayaan
pembangunan nasional dan juga harus/tidak merugikan dan merepotkan wajib pajak untuk
membayar pajak agar efisien, cepat dan tepat.
Jika memang ada pemikiran untuk mengubah self assessment system, tidak ada
salahnya menambahkan alternative system yang lain agar pilihan terhadap system penetapan
pajak menjadi lebih banyak. Dengan demikian pemerintah dalam melakukan pemilihan tidak
terpaku hanya pada self assessment system dan official assessment system dalam memilih
system penetapan pajak yang baik. Sehingga dapat menunjang kebijakan perpajakan di
Indonesia dan secara realistis dapat meningkatkan pemasukan pajakke kas Negara serta dapat
pula meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
6
1.2 Permasalahan
Dari pemaparan yang telah diterangkan dalam latar belakang diatas dapat dirumuskan
suatu permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana seharusnya system penetapan pajak yang baik dalam rangka untuk
meningkatkan pemasukan pajak ke dalam kas negara?
2. Apa alternatif lain untuk model system penetapan pajak yang dapat dijadikan pilihan
untuk pemerintah agar dapat mengefektifkan dan mengefesienkan pemungutan pajak
dalam rangka menambah pendapatan kas Negara dari sektor pajak?
1.3 Peraturan perundang-undangan
 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 Ketetatapan MPR No. VI/MPR/2002
 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1994
(Perubahan Pertama) dan Undang-undang No. 16 Tahun 2000 (Perubahan Kedua).
 Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang Penglolaan Pajak.
7
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Sistem Penetapan Pajak Yang Baik Dalam Rangka Untuk Meningkatkan
Pemasukan Pajak Ke Dalam Kas Negara.
Dalam kerangka meningkatkan pemasukan pajak ke kas Negara dan menunjang
peningkatan pertumbuhan perekonomian, maka pemerintah perlu melakukan suatu
perubahan dibidang perpajakan khususnya di dalam system penetapan pajak. Yaitu di
dalam hal kebijakan (peratursn perundsng-undangan perpajakan) semestinya harus
mengatur system perpajakan secara menyeluruh yang sejalan dengan perkembangan
perekonomian saat ini dan di masa yang akan dating. Oleh karena itu pemerintah, dalam
menjalankan fungsi pajak, salah satunya tentu membutuhkan system penetapan pajak
yang efisien, fleksibel,relistis dan integrated dengan system/subsistem secara internal
dan system yang lain secara eksternal (dengan peradilan pajak) dalam menunjang
kebijakan pendapatan Negara (fiscal/policy).
Dalam system perpajakan sevara integralmenyeluruh (integrated-komprehensif),
administrasi pajak (fiskus) harus efisien dalam pelaksanaan peraturan perudang-
undangan perpajakan, yaitu tidak menyulitkan pemerintah dalam melakukan
pemungutan pajak dan bagi wajib pajak (WP)3
terdapat kemudahan dalam melakukan
3
Wajib Pajak menurut Pasal 1 butir 2 UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan
(KUP) sebagaimana telah diubah (Perubahan Kedua) dengan UU No. 16 tahun 2000 yang berbunyi “Wajib
Pajakadalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
8
kewajibannya. Kemudahan tersebut dikemukakan oleh Fritz Neumark yaitu ease of
administration and compliance yang dibagi menjadi empat persyaratan, sebagai berikut:
a. The requirement of clarity, yaitu dalam proses pemungutan pajak terdapat kejelasan,
antara lain menyangkut kejelasan mengenai subjek, objek, tarif, kapan pajak harus
dibayar, dimana harus dibayar, hak-hak WP, sanksi hokum bagi WP maupun bagi
pejabat pajak (kurif-pen) dan sebagainya.
b. The requirement ofcontinuity, yaitu menyangkut perlunya kesinambungan
kebijaksanaan, karena peraturan perundang-undanagn kemungkinan dapat berubah-
ubah dan bervariasi, tetapi tetap dalam kerangka kebijakkan umum perpajakan.
c. The requirement of economy, yaitu menghendaki organisasi dan administrasi pajak
(fiskus) diadakan seefisien mungkin, karena biayya dan tenaga yang dikoobarkan
untuk pemungutan pajak harus seimbang, dalam hal efisiensi itu bukan hanya dari
segi fiskus, tapi juga dari segi WP.
d. The requirement of convenience, yaitu menghendaki supaya dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan WP merasa senang, maksudnya tidak mersa tertekan, merasa
diburu kewajiban membayar pajak atau merasasenang karena tidak dipersulit dalam
memperoleh kembali kelebihan membayar pajak.
Selanjutnya official assessment system yang dalam artiannya adalah pejabat
pajak berkewajiban menetapkan berapa sesungguhnya jumlah pajak terutang yang harus
dibayar WP. Berbeda dengan self assessment system yaitu WP berkewajiban
menghitung,memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
terutang. Tapi, kedua system penetapan pajak tersebut dalam praktiknya tetap
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak
tertentu”.
9
memerlukan pengawasan dari pihak pemerintah Dalam bentuk pemeriksaan dengan
maksud menguji kepatuhan para WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Dalam official assessment system pemeriksaan pajak dilakukan secara pre audit,
sedangkan self assessment system dilakukan secara post audit. Kecuali itu pemeriksaan
pajak merupakan salah satu sub system dari system pemungutan pajak pada umumnya
dan juga sub system dari pelaksanaan self assessment system atau official assessment
sistem.
Pemerikasan dalam fungsinya merupakan salah satu alat yang diperlukan dalam
melaksanakan manajen perpajakan. Khususnya dalam self assessment ada ketentuan
bahwa pelaporan WP dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) harus dianggap benar,
kecuali dapat dibuktikan terjadinya kesalahan (tidak demikian dalam halnya official
assessment system, yaitu benar atau tidak menurut WP berdasarkan laporan SPT dengan
tanpa kecuali harus diperiksa oleh pejabat pajak). Pembuktian itu dilakukan melalui
serangkaian kegiatan penelitian dan pemeriksaan. Selanjutnya, hasil pemeriksaan
ditunjukan untuk menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang bagi WP yang
kebetulan diperiksa, pemeriksaan pada prinsipnya mengumpulkan bahan-bahan untuk
dijadikan dasar menerbitkan Surat Ketetapan dan tujuan lain yang berkaitan denagn
administrasi pajak. Kecuali itu, pemeriksaan bukan suatu aktifitas yang bersifat
incidental, tapi pemeriksaan merupakan suatu kegiatan rutin yang harus dilaksanakan,
hanya pemeriksaan sebaiknya jangan dilakukan secara acak, untuk itu diperlukannya
suatu system.
System merupakan kombinasi atau rangkaian dari bagian-bagian khusus atau
bagian-bagian lain ataupun unsur-unsur dalam suatu keseluruhan yang masing-masing
bekerjasama secara rasional untuk melakukan suatu maksud dan antara bagian-bagian
itu tidak terpisahkan. Dalam suatu system yang baik tidak boleh terjadi suatu
10
pertentangan atau bentuean antar bagian yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak
boleh terjadi suatu duplikasi atau tumpang tindih (overlapping) diantara bbagian-bagian
itu, sebagai suatu kebulatan maka setiap masalah dappat diselesaikan sendiri.
Setiap penetapan yang menjadi pilihan mestinya dikaitkan dengan pembenahan
aspek-aspek lainnya, baik secara internal maupun secara eksternal.untuk itu, dalam
melakukan pilihan terhadap system penetapan pajak semestinya tidak dilakukan secara
parsial, hanya dibatasi pada system penetapan pajak semata, tetapi pembenahan harus
secara integral-menyeluruh dengan system/subsistem secara internal dan mencakup
bidang di luar system perpajakan (secara eksternal dengan system peradilanpajak).
Dengan demikian, dari segi hokum administrasi Negara (hokum pajak, akan
memungkinkan pemerintah untuk menjalankan fungsinya dan melindungi warga
terhadap sikap tindak administrasi Negara (dalam arti mengatur kehidupan warganya
ketika mengeluarkan keputusan berbentuk ketetapan-ketetapan yang menimbullakan
akibat hokum bagi objek yang diaturnya) serta melindungi pemerintah itu sendiri.
Karena itu system penetapan pajak yang akan menjadi pilihan harus konsisten dan
saling mendukung dengan system perpajakan pada umumnya. System penetapan pajak
(system manapun yang akan dipilih) secara internal sebaiknya disinkronisasikan dengan
system/ subsistem yang lain misalnya:
1. System penggolongan WP, yaitu WP dibagi menjadi dua golongan, terdiri dari WP
pengusaha besar dan WP pengusaha golongan kecil;
2. System pemungutan pajak, yaitu dalam mengatur system memungut pajak harus
sesuai dengan asas dan kaidah-kaidah hokum pajak (hokum positif) yang bersifat
realistic;
11
3. Sub system pemeriksaan, dalam menerapkan pemeriksaan secara kualitas harus dapat
dipertanggungjawabkan.
4. System keberatan (fungsi peradilan yang diselenggarakan oleh pemerintah), pada
prinsipnya setiap keputusan yang memenuhi persyaratan sebagai suatu ketetapan
(beschiking) seharusnya menjadi objek sengketa pajak (tidak ada pengecualian).
Sedangkan secara eksternal, yaitu konsisten dengan system peradilan pajak,
disamping system keberatan (upaya administrasi) yang wewenangnya ada
padapemerintah (eksekutif). Namun, tetap ada korelasinya dengan proses penyelesain
pajak berikutnya, karena pengertian peradilan administrasi dalam arti luas, yaitu
peradilan administrasu murni mencakup upaya administrasi (prosedur keberatan).
Sedangkan Banding wewenangnya ada pada badan peradilan, yaituPengadilan Pajak.
Disamping itu masih ada tahapan proses penyelesaian sengketa pajakditingkat kasasi
yang menjadi wewenang MA (sekarang belum dimungkinkan menurut UU Pengadilan
Pajak). Sebab, MA sebagai pengadilan tertinggi Negara secara universal melakukan
salah satu fungsinya, yaitu mellakukan kntrol terhadap tindakan Administrasi Negara
(dirjen pajak) dalam hal melakukan pemeriksaan penerapan hokum atas setiap
keputusan dalam bentuk surat ketetapan pajak (beschikking) yang dikuatkan oleh
putusan Pengadilan Pajak. Untuk jelasnya dapat dilihat Pasal 3 ayat (1).10 ayat (2), (3),
dan (4), UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman
sebagaimana diubah oleh UU No. 35 tahun 1999.
2.2. Alternatif Lain Untuk Model System Penetapan Pajak Yang Dapat Dijadikan
Pilihan Untuk Pemerintah Agar Dapat Mengefektifkan Dan Mengefesienkan
12
Pemungutan Pajak Dalam Rangka Menambah Pendapatan Kas Negara Dari
Sector Pajak.
Pemerintah dalam menentukan kebijakan system perpajakan yang tepat,
tentunya dengan maksud untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan pemungutan
pajak dalam kerangka meningkatkan penerimaan Negara dari sector pajak. Hal ini
sejalan dengan perkembangan usaha agar dapat mendukung kebijakan pendapatan
Negara (fiscal policy) namun tetap memberikan keadilan dan kepastian hokum dalam
mewujudkan kepercayaan masyarakat. Kepastian hokum dalam hokum administrasi
Negara diperuntukan antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan Negara.
Sebabnya, menyimpang dari pelaksanaan tugas pemerintah yang ‘bersih’, maka secara
preventif akan dapat dicegah dan secara represif penyimpangan tersebut harus ada
sanksi hukumnya. Selain itu, WP tidak diperlakukan sebagai objek, tapi subjek yang
harus dibina agar bersedia, mampu dan sadar melaksanakan kewajiban perpajakan.oleh
karena itu, system perpajakan khususnya system penetapan pajak, harus dapat
mengekspresikan adanya kepastian hokum, keadilan dan kemudahan agar
tanggungjawab WP dalam memenuhi kewajiban perpajakkan dapat dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemerintah pernah menerapkan system penetapan pajak dengan official
assessment system dan self assessment system. Tentunya pengalaman pemerintah dalam
menerapkan kedua system tersebut dapat mengetahui persis kelebihan dan
kekurangannya. Tapi, jika pemerintah berkeinginan untuk mengubah self assessment
system tidak ada salahnya sebagai bahan pertimbangan untuk menambahkan alternative
selain dari kedua system tersebut. Misalnya dengan memodifikasi self assessment
system atau menggabungkan self assessment system dan official assessment system.
Untuk itu, perlu menyederhanakan golongan WP menjadi dua golongan, dengan asumsi
13
bahwa subjek pajak di Indonesia yang membayarkewajiban perpajakan diperkirakan
dari golongan pengusaha besar (golongan satu) lebih kurang sebanyak 20% dan
golongan pengusaha menegah dan kecil (golongan dua) sebanyak 80%. Denagn
demikian diharapkan alternative tambahan system penetapan pajak dibawah ini, dapat
dijadiakan bahan pertimbangan yang realistis untk diterapkan pada saat ini dan masa
yang akan datang, yaitu sebagai berikut:
Model system pertama, yaitu system penetapan pajak dengan individual self
assessment system yang Murni dan self assessment system per-kelompok, system seperti
itu diterapkan di Jepang dan Korea. Dalam hal menyederhanakan golongan WP menjadi
dua golongan, diperlakukan supaya memudahkan bagi Dirjen Pajak untuk melakuakn
pengawasan hdalam bentuk pemeriksaan yang diterapkan berbeda berdasarkan
golongan WP, yaitu sebagai berikut:
a. Golongan Satu, yaitu individual self assessment system murni diberlakukan terhadap
mereka yang berstatus pengusaha besar, jumlahnya relative kecil serta tidak menjadi
masalah jika diwajibkan membuat laporan keuangan perusahaaan yang di audit oleh
akuntan public. Kemudian, menghitung, memperhitungkan, mengisi Surat
Pemberitahhuan Pajak Tahunan berikut lampirannya dan membayar sendiri hutang
pajaknya. Dirjen Pajak (Pejabat Pajak) melakukan pengawasan dalam bentuk
pemeriksaan (post audit) terhadap WP yang termasuk golongan satu tersebut haruslah
benar-benar secara professional dan disesuaikan dengan sector usaha dari masing-
masing WP. Dengan demikian diharapkan kualitas dari hasil pemeriksaan akan
semakin optimal.
b. Golongan Dua, yaitu self assessment system per-kelompok diberlakukan terhadap
mereka yang berstatus WP pengusaha menengah dan kecil, jumlahnya relative lebih
14
banyak. WP golongan dua ini diharuskan bergabung dalam suatu asosiasi pengusaha
atau profesi, misalnya asosiasi pengusaha sepatu, profesi pengacara, Dokter, Notaris
dan sebagainaya. Dirjen pajak harus mengadakan koordinasi dengan masing-masing
asosiasi dalam menentukan, misalnya, beberapa prosentasekeuntungan bersih rata-rata
yang diperoleh dari usahapara anggota yang tergabung dalam suatu asosiasi,
bagaimana mennentukan tiongkat dari peringkat (ranking) dari masing-masing
anggota asosiasi akanlebih mudah diarahkan dalam menghitung dan mengisi SPT
tahunan serta masing-masing dapat membayar sendiri hutang pajaknya.
Model system kedua, yaitu system penetapan pajak yang menggabungkann self
assessment system dan official assessment system per-individual. Model system kedua
ini, pada prinsipnya tetap menyederhanakan golongan WP menjadi 2 (dua) golongan
untuk memudahkan bagi Pemerintah (Dirjen Pajak) melakuakan pengawasan dalam
bentuk pemeriksaan yang akan diterapkan berbeda berdasarkan Golongan WP, yaitu
dapat di golongkan sebagai berikut:
a. Golongan Satu, yaitu self assessment system diberlakukan terhadap WP pengusaha
besar dan bonafid yang jumlahnya relative kecil serta diwajibkan membuat laporan
keuangan perusahaaan yang di audit oleh akuntan public. Kemudian, menghitung,
memperhitungkan, mengisi Surat Pemberitahhuan Pajak Tahunan berikut lampirannya
dan membayar sendiri hutang pajaknya. Dirjen Pajak (Pejabat Pajak) melakukan
pengawasan dalam bentuk pemeriksaan (post audit) terhadap WP yang termasuk
golongan satu tersebut haruslah benar-benar secara professional dan disesuaikan
dengan sector usaha dari masing-masing WP. Dengan demikian diharapkan kualitas
dari hasil pemeriksaan akan semakin optimal.
15
b. Golongan Dua, yaitu self assessment system per-individual diberlakukan terhadap
mereka yang berstatus WP pengusaha menegah dan kecil yang jumlahnya relative
banyak. WP golongan dua itu diharuskan menghitung, memperhitungkan, mengisi
Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan berikut lampirannya. Sedangkan audit oleh
Kantor Akuntan Publiik tidak dipersyaratkan terhadap laporan keuangan perusahan.
Dirjen Pajak melakukan pengawasan dalam bentuk melakukan pemeriksaan (pre
audit) dalam rangka menetapkan berapa besarnya pajakyang terhutang berdasarkan
SPT berikut lampirannya, kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut
diterbitkan keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak.
Adapun persamaan dan perbedaansistem penetapan pajak Model Sistem
Pertama dan Model Sistem Kedua adalah sebagai berikut:
1. Kedua system model ini pada prinsipnya sama-sama memberlakukan Self assessment
system terhadap golongan satu, yaitu WP pengusaha besar. Dalam mekanismenya,
WP menghitung dan memperhitungkan hutang pajaknya serta mengisi dan
melaporkan SPT tahunan berikut lampiran ke Kantor Pelayanan Pajak, dan Laporan
SPT dianggap benar kecuali dapat dibuktikan terjadi kesalahan. Pembuktiktian itu
dilakukan melelui kegiatan pemeriksaan (post audit) oleh Dirjen Pajak dalam jangka
waktu tertentu. Jika Dirjen Pjak menetapkan WP harus diperiksa, maka WP tersebut
berarti telah memenuhi kriteria untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan peraturan
yang berkaitan dengan pemeriksaan. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut oleh
Dirjen Pajak diterbitkan keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak. Apabila WP
menolak Surat Ketetapan Pajak tersebut, maka dapat mengajukan mekanisme
prosedur keberatan ke Dirjen Pajak, Banding ke Pengadilan Pajak dan Upaya Hukum
Kasasi ( sekarang tidak dimungkinkan menurut UU Pengadilan Pajak) serta
Peninjauan Kembali sebagai upaya hokum luar biasa ke Mahkamah Agung.
16
2. Sedangkan perbedaannya, system penetapan pajak kedua system model khususnya
terhadap Golongan Dua, yaitu WP pengusaha menengah dan kecil, sebagai berikut:
a) Dalam system model pertama yang mengharapkan self assesment per-kelompok
terhadap WP pengusaha menengah dan kecil, yaitu setelah WP menghitung dan
memperhitungkan pajak yang terhutang serta mengisi dan melaporkan SPT Tahunan
berikut lampirannya ke Kantor Pelayanan Pajak, Dirjen Pajak tidak perlu melakukan
pengawasan dalam bentuk pemeriksaan (post audit maupun pre audit) terhadap WP
tersebut, karena pengawasannya telah terwakili dengan adanya koordinasi
antaraDirjen Pajak dengan masing-masing asosiasi. Di samping itu, perhitungan pajak
(hutang pajak) WP dianggap final berdasarkan laporan SPT berikut lampirannya dan
bukti lunas pembayaran pajak terhutang yang telah diserahkan ke Kantor Pelayanan
Pajak.
b) Dalam system model kedua yang menerapkan official assessment system terhadap WP
pengusaha menengah dan kecil, Dirjen Pajak menerapkan mekanisme pemeriksaan
(pre audit) dalam kerangka menentukan berapa seharusnya terhutang pajak.
Kemudian, Dirjen Pajak membuat keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak.
WP, jika menolak atas Surat Ketetapan Pajak tersebut, maka dimungkinkan
mengajukan prosedur keberatan ke Dirjen Pajak, Banding ke Pengadilan Pajak dan
Upaya Hukum Kasasi ( sekarang tidak dimungkinkanmenurut UU Pengadilan Pajak)
serta Peninjauan Kembali sebagai upaya hokum luar biasa ke Mahkamah Agung.
3. Disamping itu, bagi WP dari kalangan pengusaha menegah dan kecil pada Sistem
Model Pertama dan Sistem Model Kedua agar tidak dianggap mereduksi hak
hukumnya, maka dibuka kemungkinan bagi setiap WP yntuk dapat memilih secara
17
bebas bila ingin menerapkan self assessment system secara penuh dengan syarat harus
mengajukan secara tertulis kepada Dirjen Pajak.
Selanjutnya, apabila memilih Sitem Model Pertama, yaitu bagi Golongan Dua
terhadap WP pengusaha menengah dan kecil, maka tunggakan hutang pajak relative
tidak ada dan bahkan pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya, karena asosiasi akan
memungut iuran dari para anggotanya sebagai pengganti biaya. Dirjen Pajak, praktis
hanya akan mengurus WP golongan satu, yaitu WP pengusaha besar, sedangkan WP
Golongan Dua, yaitu WP pengusaha menengah dan kecil dapat mengurus sendiri yang
dilakukan oleh asosiasi. Tapi, jika memilih Model Sistem Kedua, maka dapat dipastikan
akan mengeluarkan biaya yang besar bila dibandingkan dengan Sistem Model Pertama,
karena pemerintah disamping melakukan pengawasan terhadap WP Golongan Satu,
yaitu WP pengusaha besar, juga termasuk WP Golongan Dua, yaitu WP pengusaha
menengah dan kecil yang jumlahnya relative lebih besar. Tetapi sebaiknya dari kedua
system model tersebut semestinya menerapkan perencanan dan mekanisme control
secara preventif maupun represif.
Dengan demikian, kedua Model Sistem tersebut diatas dapat dijadikan bahan
perbandingan dengan self assessment system dan official assessment system sekaligus
dapat dijadikan pertimbangan sebagai alternative untuk dipilih mana system penetapan
pajak yang tepat dang menguntungkan serta efisien dan efektif. Hal tersebut berkaitan
dengan masalah merealisasikan pemungutan pajak (tax return guidance system) yang
akan diselanggarakan oleh pemerintah serta dipatuhi oleh WP penuh kesadaran untuk
kepentingan bangsa dan Negara Indonesia.
Bagi WP yang akan mengajukan prosedur keberatan maupun banding atas Surat
ketetapan pajak dan tunggakan hutang pajak, dengan sendirinya menjadi relative akan
18
berkurang. Karena dalam system penetapan pajak di sisi internal secara tidak langsung
telah dibatasi dengan melakukan penyederhanaan Golongan WP, makapenumpukan
perkara (dalam prosedur keberatan) akan relative menjadi berkurang dalam proses
penyelesaian sengketa pajak yang diselenggarakan Dirjen Pajak, serta relative hanya
WP pengusaha bbesar saja yang akan mengajukan keberatan. Pada Sistem Model
Pertama, yaitu WP Golongan Dua bagi WP pengusaha menengah dan kecil, yang
mengisi SPT dan melunasi hutang pajak serta menyerahkan ke Kantor Pajak adalah
bersifat final.
Namun, pada Sistem Model Kedua, yaitu WP Golongan Dua bagi WP
pengusaha menengah dan kecil, Dirjen Pajak dalam pemmeriksaan tetap akan membuat
keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak terhadap para WP walaupun
dimungkinkan unyuk mengajukan prosedur keberatan. Tetapi dapat dipastikan kualitas
dari Surat Ketetapan Pajak tersebut, tentunya akan diuji di lembaga keberatan dan
sekaligus merupakan kesempatan bagi Dirjen Pajak untuk melakukan melakukan
koreksi. Lebih lanjut lagi secara eksternal keputusan yang dibuat oleh dirjen pajak
dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak yang akan dikontrol oleh pengadilan pajak dan
relative hanya WP pengusaha besar saja (baik dalam Sistem Model Pertama dan Sistem
Model Kedua) yang akan mmengajukan Prosedur Keberatan, Banding ke Pengadilan
Pajak dan Upaya Hukum Kasasi (sekarang tidak dimungkinkan menurut UU Pengadilan
Pajak) serta Peninjauan Kembali sebagai upaya hokum luar biasa ke Mahkamah Agung.
19
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari permaslahan yang telah diuraikan dalam pembahasan diatas maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) System penetapan pajak yang baik itu, disamping harus memilih yang mudah bagi
pemerintah, khususnya dalam melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak (WP),
juga harus menguntungkan pemerintah. Untuk itu, system penetapan pajak mestinya
mempunyai landasan instrumental, yaitu daya guna (efektif) bagi administrasi pajak
(fiskus) dan juga efisien bagi administrasi Wajib Pajak (WP).
2) Model system penetapan yang dapat dijadikan alternative pilihan oleh pemerintah
yaitu terdapat dua model, Sistem Model Pertama penetapan pajak yaitu dengan
20
individual self assessment system yang Murni dan self assessment system per-
kelompok, dan Sistem Model Kedua yaitu system penetapan pajak yang
menggabungkann self assessment system dan official assessment system per-
individual. Kedua model dapat dijadikan sebagai pertimbangan selain self assessment
system dan official assessment system dalam memilih alternative system penetapan
pajak yang kondusif dan dapat menunjanag peningkatan pemasukan pajak kekas
Negara dan dapat pula menunjang perekonomian Negara.
Selain itu demi mewujudkan sebuah system pemerintahan yang baik (good
government), Pemungutan atas pajak harus tetap berlandaskan pada Undang – Undang
dasar 1945 pasal 23 ayat 2, serta harus memenuhi syarat - syarat pemungutan pajak
sehingga pemngutan pajak dapat menjadi lebih terasa ideal, adapun syarat - syarat atas
pemungutan pajak yang dimaksud adalah :
• Pemungutan pajak harus adil.
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan
maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai
wajib pajak
3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat
ringannya pelanggaran
• Pengaturan pajak harus berdasarkan UU.
21
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang
bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
• Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut
harus dijamin kelancarannya.
• Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum.
• Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.
• Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu
kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,perdagangan, maupun jasa.
Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan
menengah.
• Pemungutan pajak harus efesien.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya
pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana
dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami
kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi
waktu.
• Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
22
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif
bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak.
Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan
membayar pajak.
Contoh :
• Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
• Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
• Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (pribadi).
Dan dilain pihak perhatian atas asas – asa pemungutan pajak juga menjadi
tanggung jawab pemerintah yang harus selalu ditegakkan sehingga dapat tercipta
sebuah parameter yang sempurna dalam hal pemungutan yang pajak, asas – asa
pemungutan pajak tersebut antara lain :
• Equality : Dimana dalam hal pemungutan pajak tersebut, pemerintah mampu
memposisikan para wajib pajak (WP) yang dalam melaksanakan kewajibannya
kepada Negara haruslah sebanding dengan kemampuannya, sehingga kepentingan
atas kesejahteraan rakyat dapat tetap terjaga.
• Certainty : Dimana pemerintah dapat menetapkan jaminan atas kepastian pemungutan
pajak bagi para wajib pajak (WP), yang mana para wajib pajak harus jelas dan pasti
akan segala hal tentang aturan main tentang pemungutan pajak (hokum / legalitas
23
pajak), waktu akan kapan pemungutan dan kewajiban membayar pajak itu harus
dilakukan, jumlah kuantitas atas pemungutan pajak tersebut, cara dan prosedur
bagaimana pajak tersebut dibayarkan serta tempat dimana pajak itu dibayarkan.
• Confinient Of Payment : Dimana Negara yang dalam hal ini adalah
pemerintah,dianggap perlu untuk menciptakan sebuah ritme psikologis atas
pembayaran pajak kepada para wajib pajak (WP) agar dapat lebih menyenangkan
yakni pemungutan atas pajak dilakukan pada saat yang paling tepat pada para wajib
pajak (wp)
• Effisien : Dalam hal ini pemerintah wajib memberikan standarisasi atgas jaminan
bahwa baiaya pemungutan pajak sebaiknya tidak lebih besar dari pendapatan
pemungutan pajak.
Dilain hal Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi anggaran (budgetair).
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam
negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun
24
harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2. Fungsi mengatur (regulerend).
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun
luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.
3. Fungsi stabilitas.
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehinggainflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa
dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
3.2 Saran
Dari Sistem Penetapan Pajak yang pernah berlaku di Indonesia, pemerintah
dapat berkaca dan dapat membetulakan system penetapan pajak mana yang akan
25
merugikan Negara maupun rakyat atau Wajib Pajak. Maka dengan adanya kedua
alternative tersebut merupakan tambahan alternative system penetapan pajak dengan
pendekatan melalui penyederhanaan Golongan WP (Sistem Penggolongan WP), yaitu
WP pengusha besar dan pengusaha menengah dan kecil, yang dijadikan asumsi sebagai
pendekatan dalam menerapkan system penetapan pajak. Mudah-mudahan dapat
dijadikan alternative pilihan, dengan demikian diharapkan pemerintah dapat memilih
system penetapan pajak yang dapat meminimalisir masalah yang mungkin timbul, baik
bagi Pejabat pajak dalam melakukan penetapan dan/atau pemeriksaan pajak serta bagi
WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu untuk meminimalisir
kemingkinan penyimpangan yang dilakukan olehh pejabat pajak maupun WP yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang sekaligus akan
merugikan Negara.
Dan selanjutnya pengembangan atas system penetapan pajak tersebut haruslah
mampu berjalan sejajar dengan cara pemungutan pajak yang aplikatif dan sewajarnya
yang berjalan seirama berdasar syarat dan asas – asas pemungutan pajak. Sehingga
tercipta sebuah system penetapan pajak yang berimbang dan ideal serta mampu dan
dapat memenuhi fungsi dan tujuan – tujuan utama Negara atas pajak.
26
DAFTAR PUSTAKA
Chidir Ali, Hukum Pajak Elementer, Eresco, Bandung, 1993.
Mata Kuliah Hukum Pajak, Catatan – Catatan Kuliah, 2013
Muqodim, Perpajakan – Buku Satu , UII Pres dan Ekonisia, Yogyakarta, 1999
Pudyatmoko Y.Sri, Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi), Penerbit Andi, 2008
Rochmat Soemitro, Asas-asas Hukum Perpajakan, Bina Cipta, Bandung, 1991.
27

More Related Content

What's hot

Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputerPaper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer5888243
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakaidilsukri
 
Fungsi dan tujuan hukum pajak
Fungsi dan tujuan hukum pajakFungsi dan tujuan hukum pajak
Fungsi dan tujuan hukum pajakSyaifOer
 
Tugas paper adm perpajakan orang
Tugas paper adm perpajakan orangTugas paper adm perpajakan orang
Tugas paper adm perpajakan orangdwiparamadanu
 
Nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
Nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajakNomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
Nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajaknandafauziah
 
Nomor pokok wajib pajak
Nomor pokok wajib pajakNomor pokok wajib pajak
Nomor pokok wajib pajaknandafauziah
 

What's hot (17)

Sejarah pajak
Sejarah pajakSejarah pajak
Sejarah pajak
 
Proposal
ProposalProposal
Proposal
 
Makalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullangMakalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullang
 
Tgs pratikum
Tgs pratikumTgs pratikum
Tgs pratikum
 
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputerPaper administrasi perpajakan & praktikum komputer
Paper administrasi perpajakan & praktikum komputer
 
Jel
JelJel
Jel
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
Paper pajak
Paper pajakPaper pajak
Paper pajak
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajak
 
Fungsi dan tujuan hukum pajak
Fungsi dan tujuan hukum pajakFungsi dan tujuan hukum pajak
Fungsi dan tujuan hukum pajak
 
Tugas paper adm perpajakan orang
Tugas paper adm perpajakan orangTugas paper adm perpajakan orang
Tugas paper adm perpajakan orang
 
Paper pajak
Paper pajakPaper pajak
Paper pajak
 
Makalah Hukum Pajak
Makalah Hukum PajakMakalah Hukum Pajak
Makalah Hukum Pajak
 
Nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
Nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajakNomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
Nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak
 
Nomor pokok wajib pajak
Nomor pokok wajib pajakNomor pokok wajib pajak
Nomor pokok wajib pajak
 
222
222222
222
 
Pengelolaan SPT PPN
Pengelolaan SPT PPNPengelolaan SPT PPN
Pengelolaan SPT PPN
 

Viewers also liked

LAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIA
LAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIALAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIA
LAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIARachardy Andriyanto
 
KONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM
KONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAMKONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM
KONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAMRachardy Andriyanto
 
Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'
Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'
Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'Rachardy Andriyanto
 
RPP Musik, Web Design, Musik Teknologi
RPP Musik, Web Design, Musik TeknologiRPP Musik, Web Design, Musik Teknologi
RPP Musik, Web Design, Musik TeknologiRachardy Andriyanto
 
Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012
Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012
Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012Rachardy Andriyanto
 
HUKUM FORMIL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
HUKUM FORMIL  DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMENHUKUM FORMIL  DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
HUKUM FORMIL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMENRachardy Andriyanto
 
ANALISA KLAUSULA EKSONERASI PADA STANDART KONTRAK BAKU SYARAT DAN KONDISI P...
ANALISA KLAUSULA EKSONERASI  PADA STANDART KONTRAK BAKU  SYARAT DAN KONDISI P...ANALISA KLAUSULA EKSONERASI  PADA STANDART KONTRAK BAKU  SYARAT DAN KONDISI P...
ANALISA KLAUSULA EKSONERASI PADA STANDART KONTRAK BAKU SYARAT DAN KONDISI P...Rachardy Andriyanto
 
JAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDIT
JAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDITJAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDIT
JAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDITRachardy Andriyanto
 
Jawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian Kredit
Jawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian KreditJawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian Kredit
Jawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian KreditRachardy Andriyanto
 
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja BersamaResume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja BersamaRachardy Andriyanto
 
Berita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYA
Berita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYABerita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYA
Berita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYARachardy Andriyanto
 
PENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIA
PENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIAPENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIA
PENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIARachardy Andriyanto
 
Bantahan terhadap pluralisme agama
Bantahan terhadap pluralisme agamaBantahan terhadap pluralisme agama
Bantahan terhadap pluralisme agamaRachardy Andriyanto
 

Viewers also liked (19)

LAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIA
LAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIALAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIA
LAPORAN KULIAH UMUM BANK INDONESIA
 
KONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM
KONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAMKONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM
KONTRAK AGRIBISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM
 
Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'
Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'
Resume Etika Profesi 'ETIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI'
 
RPP Musik, Web Design, Musik Teknologi
RPP Musik, Web Design, Musik TeknologiRPP Musik, Web Design, Musik Teknologi
RPP Musik, Web Design, Musik Teknologi
 
Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012
Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012
Hukum Telekomunikasi, AMERIKA dan konferensi ITU DUBAI 2012
 
HUKUM FORMIL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
HUKUM FORMIL  DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMENHUKUM FORMIL  DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
HUKUM FORMIL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
 
ANALISA KLAUSULA EKSONERASI PADA STANDART KONTRAK BAKU SYARAT DAN KONDISI P...
ANALISA KLAUSULA EKSONERASI  PADA STANDART KONTRAK BAKU  SYARAT DAN KONDISI P...ANALISA KLAUSULA EKSONERASI  PADA STANDART KONTRAK BAKU  SYARAT DAN KONDISI P...
ANALISA KLAUSULA EKSONERASI PADA STANDART KONTRAK BAKU SYARAT DAN KONDISI P...
 
JAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDIT
JAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDITJAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDIT
JAWABAN SOAL UAS TAKE HOME HUKUM PERJANJIAN KREDIT
 
Jawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian Kredit
Jawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian KreditJawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian Kredit
Jawaban UTS Take Home Hukum Perjanjian Kredit
 
Hukum Kebendaan
Hukum KebendaanHukum Kebendaan
Hukum Kebendaan
 
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja BersamaResume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
Resume Hukum Ketenagakerjaan - Perjanjian Kerja Bersama
 
Berita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYA
Berita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYABerita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYA
Berita acara mini lokakarya Pembentukan POSDAYA
 
PENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIA
PENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIAPENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIA
PENANAMAN MODAL ASING DALAM RANGKA INVESTASI DI INDONESIA
 
PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELIPERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
 
Bantahan terhadap pluralisme agama
Bantahan terhadap pluralisme agamaBantahan terhadap pluralisme agama
Bantahan terhadap pluralisme agama
 
Akta perjanjian sewa mobil
Akta perjanjian sewa mobilAkta perjanjian sewa mobil
Akta perjanjian sewa mobil
 
UAS TAKE HOME Pasar modal
UAS TAKE HOME Pasar modal UAS TAKE HOME Pasar modal
UAS TAKE HOME Pasar modal
 
Surat perjanjian sewa mobil
Surat perjanjian sewa mobilSurat perjanjian sewa mobil
Surat perjanjian sewa mobil
 
Resume HPI
Resume HPIResume HPI
Resume HPI
 

Similar to Hukum Pajak

Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomianPajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomianMulyana Natsir
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...dhanny deswita
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...enggar fajri hasti
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Nanda Dwi Ferbiana
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Rahma Naulita
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Annez Fathia
 
Pratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlinaPratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlinaRickyshidiq
 
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNPENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNLailyAnandaPG
 
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan TahunanPaper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunanwryand
 
Tinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka PenelitianTinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka PenelitianOpissen Yudisyus
 
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”kevinmariofarmapangaribuan
 
surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.badiapurnamawanto
 
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakanPraktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakandeninurhidayanti
 
Keuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdfKeuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdfredlily6
 
Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1DWIASTUTYARFAH
 

Similar to Hukum Pajak (20)

Makalah perpajakan
Makalah perpajakanMakalah perpajakan
Makalah perpajakan
 
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomianPajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
 
Pratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlinaPratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlina
 
Paper
PaperPaper
Paper
 
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNPENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
 
Bab I
Bab IBab I
Bab I
 
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan TahunanPaper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
Paper Pengelolaan Surat Pemberitahuan Tahunan
 
Tinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka PenelitianTinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka Penelitian
 
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”     “PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
“PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN”
 
Amelia hasanah 12160137
Amelia hasanah 12160137Amelia hasanah 12160137
Amelia hasanah 12160137
 
surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.
 
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakanPraktikum komputer dan administrasi perpajakan
Praktikum komputer dan administrasi perpajakan
 
Keuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdfKeuangan-Negara-bphn.pdf
Keuangan-Negara-bphn.pdf
 
Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1Matakuliah Perpajakan 1
Matakuliah Perpajakan 1
 
Uu 16 2000 Pjls
Uu 16 2000 PjlsUu 16 2000 Pjls
Uu 16 2000 Pjls
 

More from Rachardy Andriyanto

Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdfKalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdfRachardy Andriyanto
 
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdfRachardy Andriyanto
 
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064Rachardy Andriyanto
 
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdfRachardy Andriyanto
 
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbudPuebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbudRachardy Andriyanto
 
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUALSTANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUALRachardy Andriyanto
 
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOKTHE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOKRachardy Andriyanto
 
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_developmentWsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_developmentRachardy Andriyanto
 
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_artWsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_artRachardy Andriyanto
 

More from Rachardy Andriyanto (20)

Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdfPanduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
 
Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdfKalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
 
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
 
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
 
kalender 2022
kalender 2022kalender 2022
kalender 2022
 
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbudPuebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
 
Nikond5100 tombol
Nikond5100 tombolNikond5100 tombol
Nikond5100 tombol
 
Etude Matteo Carcassi
Etude Matteo CarcassiEtude Matteo Carcassi
Etude Matteo Carcassi
 
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUALSTANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
 
Kalender pendidikan 2021-2022
Kalender pendidikan 2021-2022Kalender pendidikan 2021-2022
Kalender pendidikan 2021-2022
 
Raspberry Pi IoT Projects
Raspberry Pi IoT ProjectsRaspberry Pi IoT Projects
Raspberry Pi IoT Projects
 
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOKTHE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
 
Spektrum kurikulum
Spektrum kurikulumSpektrum kurikulum
Spektrum kurikulum
 
Struktur kurikulum (1)
Struktur kurikulum (1)Struktur kurikulum (1)
Struktur kurikulum (1)
 
Mars SMK Kartini Jember
Mars SMK Kartini JemberMars SMK Kartini Jember
Mars SMK Kartini Jember
 
Mind mapping moodboard
Mind mapping moodboardMind mapping moodboard
Mind mapping moodboard
 
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_developmentWsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
 
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_artWsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
 
Wsc2022 wsos17 web_technologies
Wsc2022 wsos17 web_technologiesWsc2022 wsos17 web_technologies
Wsc2022 wsos17 web_technologies
 

Recently uploaded

Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 

Hukum Pajak

  • 1. SISTEM PENETAPAN PAJAK YANG BAIK DEMI MENINGKATKAN PENDAPATAN KAS NEGARA DARI SEKTOR PERPAJAKAN Oleh: Febri Abdillah. S ( 090710101041) Andika Swardana ( 090710101147) Sidarta Prawira. D ( 090710101181) Rachardy Andriyanto ( 090710101240) Tigor Indra Herlambang ( 090710101246) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER 2013 1
  • 2. KATA PENGANTAR Alhamdulillah Hirobbil ‘Alamin, Dengan rahmat Allah Yang Maha Esa akhirnya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ SISTEM PENETAPAN PAJAK YANG BAIK DEMI MENINGKATKAN PENDAPATAN KAS NEGARA DARI SEKTOR PERPAJAKAN ” guna dijadikan sebagai pemenuhan tugas atas mata kuliah Hukum Pajak. Untuk itu kelompok kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pengajar, yaitu Ibu Rini Anggraini S.H, M.H. atas pendidikan yang telah diberikan sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan para pembaca sebagai bahan pelengkap yamg komparatif terhadap buku-buku atau makalah-makalah serupa yang telah ada, serta diharapkan dapat memperluas pemahaman masyarakat tentang pajak dan sistem penetapan pajak, sehingga dapat membantu menyebarluaskan kesadaran kewajiban perpajakan terhadap masyarakat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan para pembacanya. Jember, 26 April 2013 2
  • 3. DAFTAR ISI JUDUL ……………………………………………………………………………………. i KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. ii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… iii BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. ..1 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………....... 1 1.2 Permasalahan …………………………………………………………………. 4 1.3 Peraturan Perundang-undangan ………………………………………………. 4 BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………. 5 2.1 Sistem Penetapan Pajak Yang Baik Dalam Rangka Untuk Meningkatkan Pemasukan Pajak Ke Dalam Kas Negara…………………………………............... 5 2.2 Alternatif Lain Untuk Model System Penetapan Pajak Yang Dapat Dijadikan Pilihan Untuk Pemerintah Agar Dapat Mengefektifkan Dan Mengefesienkan Pemungutan Pajak Dalam Rangka Menambah Pendapatan Kas Negara Dari Sector Pajak ………………………………………………………………………………..9 BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………. 17 3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………… 17 3.2 Saran ………………………………………………………………………….. 22 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 24 3
  • 4. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menjunjung hokum dan mempunyai tujuan besar dalam hal untuk mensejahterahkan kehidupan rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia memerlukan banyak biaya dan pemasukan. Salah satu pemasukan terbesar kas Negara adalah melalui pajak. Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta (dalam arti luas) kepada sector pemerintah (kas Negara) berdasarkan Undang- undang atau peraturan, sehingga dapat dipaksakan, tanpa ada kontra prestasi yang langsung dan seimbang yang dapat ditunjukan secara individual, dan hasil penerimaan tersebut merupakan sumber penerimaan Negara yang akan digunakan untuk pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. 1 Indonesia sebagai Negara hokum telah menempatkan landasan pemungutan pajak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yaitu pada Pasal 23 Ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 yang menetapkan bahwa “segala pajak untuk keperluan Negara harus berdasarkan Undang-undang”. Kemudian dari penjelasan pasal per pasal terlihat bahwa para pendiri negeri ini menyadari sepenuhnya betapa mendasar dan penting arti peranan pajak untuk kelangsungan hidup Negara. Sehingga asas keadilan dan kepastian hokum perlu diatur secara jelas dan nyata. Sejak Indonesia berhenti bekerja sama dengan IMF (Dana Moneter Internasional) sesuai dengan ketetapan MPR (TAP MPR No. VI/MPR/2002). Oleh karena itu pajak karena disamping tetap membiayai roda pemerintahan dan pembangunan, juga harus membayar hutang kepada IMF. Untuk itu, pendapatan dari sector pajak perlu ditingkatkan untuk menambah kemampuan keuangan Negara, sehingga tingkat kemandirian pembiayaan 1 Muqodim “Perpajakan – Buku Satu” , UII Pres dan Ekonisia, Yogyakarta, 1999, hlm. 2 4
  • 5. pembangunan nasional dapat tercapai secara optimal. Dalam mewujudkan dana secara nasional, warga Negara berkewajiban melakukan peran serta dalam membiayai negara dan pembangunan nasional melalui kewajiban membayar pajak sebagai salah satu kewajiban warga Negara terhadap Negara.2 Sedangkan mekanisme kewajiban membayar pajak di Indonesia diatur melalui system perpajakan, khususnya dalam system penetapan pajak. System pemungutan atau penetapan pajak ini diperlukan untuk mengatur atau menetapkan siapa yang akan menghitung dan menetapkan besaran jumlah pajak terutang. Pada dasarnya terdapat 3 sistem penetapan pajak, yaitu official assessment system, self assessment system, dan with holding system. Official assessment system adalah system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak, pemerintah atau fiskus. Sedang fiskus bersifat aktif, yaitu melakukan perhitungan jumlah pajak, memberikan ketetapan pajak dan segera memberitahukan ketetapan tersebut kepada wajib pajak. Dalam system ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus. Ketetapan pajak tersebut bias bersifat sementara bias juga bersifat final. Self assessment system adalah system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak. Dalam self assessment system, wajib pajak harus aktif untuk memenuhi kewajiban perpajakannya termasuk menghitung, menyetor, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat hanya bertugas member penyuluhan, pembinaan, monitoring dan pengawasan seta bertindak sebagai verifikator. Dalam hal yang terakhir ini aparat pajak meneliti apakah 2 Menurut Pasal 1 Butir 1 UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, “Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungutt oleh Pemerintahan Pusat, termasuk Bea dan Cukai, dan Pajak yang dipumgut oleh Pemerintah Daerah, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 5
  • 6. perhitungan dan hal-hal yang telah dilaporkan oleh wajib pajak kepada fiskus tersebut benar adanya. With holding system adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga. Pihak ketiga artinya bukan wajib pajak danjuga bukan aparat pajak. Contoh pihak ketiga yang menghitung pajak yangterutang adalah: konsultan pajak, akuntan publik wajib potong,dan wajib pungut. Self assessment system sebagai system penetapan pajak di Indonesia telah diterapkan sejak tax reform tahun 1983, sebelunya pernah diberlakukan official assessment system. Dalam hal menyelenggarakan kedua system penetapan tersebut pemerintah tentunya mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu pemerintah harus menentukan system penetapan pajak yang baik yang dapat menambah penghasilan dalam kas Negara yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan nasional dan juga harus/tidak merugikan dan merepotkan wajib pajak untuk membayar pajak agar efisien, cepat dan tepat. Jika memang ada pemikiran untuk mengubah self assessment system, tidak ada salahnya menambahkan alternative system yang lain agar pilihan terhadap system penetapan pajak menjadi lebih banyak. Dengan demikian pemerintah dalam melakukan pemilihan tidak terpaku hanya pada self assessment system dan official assessment system dalam memilih system penetapan pajak yang baik. Sehingga dapat menunjang kebijakan perpajakan di Indonesia dan secara realistis dapat meningkatkan pemasukan pajakke kas Negara serta dapat pula meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 6
  • 7. 1.2 Permasalahan Dari pemaparan yang telah diterangkan dalam latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana seharusnya system penetapan pajak yang baik dalam rangka untuk meningkatkan pemasukan pajak ke dalam kas negara? 2. Apa alternatif lain untuk model system penetapan pajak yang dapat dijadikan pilihan untuk pemerintah agar dapat mengefektifkan dan mengefesienkan pemungutan pajak dalam rangka menambah pendapatan kas Negara dari sektor pajak? 1.3 Peraturan perundang-undangan  Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945  Ketetatapan MPR No. VI/MPR/2002  Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1994 (Perubahan Pertama) dan Undang-undang No. 16 Tahun 2000 (Perubahan Kedua).  Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang Penglolaan Pajak. 7
  • 8. BAB II. PEMBAHASAN 2.1. Sistem Penetapan Pajak Yang Baik Dalam Rangka Untuk Meningkatkan Pemasukan Pajak Ke Dalam Kas Negara. Dalam kerangka meningkatkan pemasukan pajak ke kas Negara dan menunjang peningkatan pertumbuhan perekonomian, maka pemerintah perlu melakukan suatu perubahan dibidang perpajakan khususnya di dalam system penetapan pajak. Yaitu di dalam hal kebijakan (peratursn perundsng-undangan perpajakan) semestinya harus mengatur system perpajakan secara menyeluruh yang sejalan dengan perkembangan perekonomian saat ini dan di masa yang akan dating. Oleh karena itu pemerintah, dalam menjalankan fungsi pajak, salah satunya tentu membutuhkan system penetapan pajak yang efisien, fleksibel,relistis dan integrated dengan system/subsistem secara internal dan system yang lain secara eksternal (dengan peradilan pajak) dalam menunjang kebijakan pendapatan Negara (fiscal/policy). Dalam system perpajakan sevara integralmenyeluruh (integrated-komprehensif), administrasi pajak (fiskus) harus efisien dalam pelaksanaan peraturan perudang- undangan perpajakan, yaitu tidak menyulitkan pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak dan bagi wajib pajak (WP)3 terdapat kemudahan dalam melakukan 3 Wajib Pajak menurut Pasal 1 butir 2 UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah (Perubahan Kedua) dengan UU No. 16 tahun 2000 yang berbunyi “Wajib Pajakadalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 8
  • 9. kewajibannya. Kemudahan tersebut dikemukakan oleh Fritz Neumark yaitu ease of administration and compliance yang dibagi menjadi empat persyaratan, sebagai berikut: a. The requirement of clarity, yaitu dalam proses pemungutan pajak terdapat kejelasan, antara lain menyangkut kejelasan mengenai subjek, objek, tarif, kapan pajak harus dibayar, dimana harus dibayar, hak-hak WP, sanksi hokum bagi WP maupun bagi pejabat pajak (kurif-pen) dan sebagainya. b. The requirement ofcontinuity, yaitu menyangkut perlunya kesinambungan kebijaksanaan, karena peraturan perundang-undanagn kemungkinan dapat berubah- ubah dan bervariasi, tetapi tetap dalam kerangka kebijakkan umum perpajakan. c. The requirement of economy, yaitu menghendaki organisasi dan administrasi pajak (fiskus) diadakan seefisien mungkin, karena biayya dan tenaga yang dikoobarkan untuk pemungutan pajak harus seimbang, dalam hal efisiensi itu bukan hanya dari segi fiskus, tapi juga dari segi WP. d. The requirement of convenience, yaitu menghendaki supaya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan WP merasa senang, maksudnya tidak mersa tertekan, merasa diburu kewajiban membayar pajak atau merasasenang karena tidak dipersulit dalam memperoleh kembali kelebihan membayar pajak. Selanjutnya official assessment system yang dalam artiannya adalah pejabat pajak berkewajiban menetapkan berapa sesungguhnya jumlah pajak terutang yang harus dibayar WP. Berbeda dengan self assessment system yaitu WP berkewajiban menghitung,memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Tapi, kedua system penetapan pajak tersebut dalam praktiknya tetap ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu”. 9
  • 10. memerlukan pengawasan dari pihak pemerintah Dalam bentuk pemeriksaan dengan maksud menguji kepatuhan para WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dalam official assessment system pemeriksaan pajak dilakukan secara pre audit, sedangkan self assessment system dilakukan secara post audit. Kecuali itu pemeriksaan pajak merupakan salah satu sub system dari system pemungutan pajak pada umumnya dan juga sub system dari pelaksanaan self assessment system atau official assessment sistem. Pemerikasan dalam fungsinya merupakan salah satu alat yang diperlukan dalam melaksanakan manajen perpajakan. Khususnya dalam self assessment ada ketentuan bahwa pelaporan WP dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) harus dianggap benar, kecuali dapat dibuktikan terjadinya kesalahan (tidak demikian dalam halnya official assessment system, yaitu benar atau tidak menurut WP berdasarkan laporan SPT dengan tanpa kecuali harus diperiksa oleh pejabat pajak). Pembuktian itu dilakukan melalui serangkaian kegiatan penelitian dan pemeriksaan. Selanjutnya, hasil pemeriksaan ditunjukan untuk menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang bagi WP yang kebetulan diperiksa, pemeriksaan pada prinsipnya mengumpulkan bahan-bahan untuk dijadikan dasar menerbitkan Surat Ketetapan dan tujuan lain yang berkaitan denagn administrasi pajak. Kecuali itu, pemeriksaan bukan suatu aktifitas yang bersifat incidental, tapi pemeriksaan merupakan suatu kegiatan rutin yang harus dilaksanakan, hanya pemeriksaan sebaiknya jangan dilakukan secara acak, untuk itu diperlukannya suatu system. System merupakan kombinasi atau rangkaian dari bagian-bagian khusus atau bagian-bagian lain ataupun unsur-unsur dalam suatu keseluruhan yang masing-masing bekerjasama secara rasional untuk melakukan suatu maksud dan antara bagian-bagian itu tidak terpisahkan. Dalam suatu system yang baik tidak boleh terjadi suatu 10
  • 11. pertentangan atau bentuean antar bagian yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak boleh terjadi suatu duplikasi atau tumpang tindih (overlapping) diantara bbagian-bagian itu, sebagai suatu kebulatan maka setiap masalah dappat diselesaikan sendiri. Setiap penetapan yang menjadi pilihan mestinya dikaitkan dengan pembenahan aspek-aspek lainnya, baik secara internal maupun secara eksternal.untuk itu, dalam melakukan pilihan terhadap system penetapan pajak semestinya tidak dilakukan secara parsial, hanya dibatasi pada system penetapan pajak semata, tetapi pembenahan harus secara integral-menyeluruh dengan system/subsistem secara internal dan mencakup bidang di luar system perpajakan (secara eksternal dengan system peradilanpajak). Dengan demikian, dari segi hokum administrasi Negara (hokum pajak, akan memungkinkan pemerintah untuk menjalankan fungsinya dan melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi Negara (dalam arti mengatur kehidupan warganya ketika mengeluarkan keputusan berbentuk ketetapan-ketetapan yang menimbullakan akibat hokum bagi objek yang diaturnya) serta melindungi pemerintah itu sendiri. Karena itu system penetapan pajak yang akan menjadi pilihan harus konsisten dan saling mendukung dengan system perpajakan pada umumnya. System penetapan pajak (system manapun yang akan dipilih) secara internal sebaiknya disinkronisasikan dengan system/ subsistem yang lain misalnya: 1. System penggolongan WP, yaitu WP dibagi menjadi dua golongan, terdiri dari WP pengusaha besar dan WP pengusaha golongan kecil; 2. System pemungutan pajak, yaitu dalam mengatur system memungut pajak harus sesuai dengan asas dan kaidah-kaidah hokum pajak (hokum positif) yang bersifat realistic; 11
  • 12. 3. Sub system pemeriksaan, dalam menerapkan pemeriksaan secara kualitas harus dapat dipertanggungjawabkan. 4. System keberatan (fungsi peradilan yang diselenggarakan oleh pemerintah), pada prinsipnya setiap keputusan yang memenuhi persyaratan sebagai suatu ketetapan (beschiking) seharusnya menjadi objek sengketa pajak (tidak ada pengecualian). Sedangkan secara eksternal, yaitu konsisten dengan system peradilan pajak, disamping system keberatan (upaya administrasi) yang wewenangnya ada padapemerintah (eksekutif). Namun, tetap ada korelasinya dengan proses penyelesain pajak berikutnya, karena pengertian peradilan administrasi dalam arti luas, yaitu peradilan administrasu murni mencakup upaya administrasi (prosedur keberatan). Sedangkan Banding wewenangnya ada pada badan peradilan, yaituPengadilan Pajak. Disamping itu masih ada tahapan proses penyelesaian sengketa pajakditingkat kasasi yang menjadi wewenang MA (sekarang belum dimungkinkan menurut UU Pengadilan Pajak). Sebab, MA sebagai pengadilan tertinggi Negara secara universal melakukan salah satu fungsinya, yaitu mellakukan kntrol terhadap tindakan Administrasi Negara (dirjen pajak) dalam hal melakukan pemeriksaan penerapan hokum atas setiap keputusan dalam bentuk surat ketetapan pajak (beschikking) yang dikuatkan oleh putusan Pengadilan Pajak. Untuk jelasnya dapat dilihat Pasal 3 ayat (1).10 ayat (2), (3), dan (4), UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah oleh UU No. 35 tahun 1999. 2.2. Alternatif Lain Untuk Model System Penetapan Pajak Yang Dapat Dijadikan Pilihan Untuk Pemerintah Agar Dapat Mengefektifkan Dan Mengefesienkan 12
  • 13. Pemungutan Pajak Dalam Rangka Menambah Pendapatan Kas Negara Dari Sector Pajak. Pemerintah dalam menentukan kebijakan system perpajakan yang tepat, tentunya dengan maksud untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan pemungutan pajak dalam kerangka meningkatkan penerimaan Negara dari sector pajak. Hal ini sejalan dengan perkembangan usaha agar dapat mendukung kebijakan pendapatan Negara (fiscal policy) namun tetap memberikan keadilan dan kepastian hokum dalam mewujudkan kepercayaan masyarakat. Kepastian hokum dalam hokum administrasi Negara diperuntukan antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan Negara. Sebabnya, menyimpang dari pelaksanaan tugas pemerintah yang ‘bersih’, maka secara preventif akan dapat dicegah dan secara represif penyimpangan tersebut harus ada sanksi hukumnya. Selain itu, WP tidak diperlakukan sebagai objek, tapi subjek yang harus dibina agar bersedia, mampu dan sadar melaksanakan kewajiban perpajakan.oleh karena itu, system perpajakan khususnya system penetapan pajak, harus dapat mengekspresikan adanya kepastian hokum, keadilan dan kemudahan agar tanggungjawab WP dalam memenuhi kewajiban perpajakkan dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemerintah pernah menerapkan system penetapan pajak dengan official assessment system dan self assessment system. Tentunya pengalaman pemerintah dalam menerapkan kedua system tersebut dapat mengetahui persis kelebihan dan kekurangannya. Tapi, jika pemerintah berkeinginan untuk mengubah self assessment system tidak ada salahnya sebagai bahan pertimbangan untuk menambahkan alternative selain dari kedua system tersebut. Misalnya dengan memodifikasi self assessment system atau menggabungkan self assessment system dan official assessment system. Untuk itu, perlu menyederhanakan golongan WP menjadi dua golongan, dengan asumsi 13
  • 14. bahwa subjek pajak di Indonesia yang membayarkewajiban perpajakan diperkirakan dari golongan pengusaha besar (golongan satu) lebih kurang sebanyak 20% dan golongan pengusaha menegah dan kecil (golongan dua) sebanyak 80%. Denagn demikian diharapkan alternative tambahan system penetapan pajak dibawah ini, dapat dijadiakan bahan pertimbangan yang realistis untk diterapkan pada saat ini dan masa yang akan datang, yaitu sebagai berikut: Model system pertama, yaitu system penetapan pajak dengan individual self assessment system yang Murni dan self assessment system per-kelompok, system seperti itu diterapkan di Jepang dan Korea. Dalam hal menyederhanakan golongan WP menjadi dua golongan, diperlakukan supaya memudahkan bagi Dirjen Pajak untuk melakuakn pengawasan hdalam bentuk pemeriksaan yang diterapkan berbeda berdasarkan golongan WP, yaitu sebagai berikut: a. Golongan Satu, yaitu individual self assessment system murni diberlakukan terhadap mereka yang berstatus pengusaha besar, jumlahnya relative kecil serta tidak menjadi masalah jika diwajibkan membuat laporan keuangan perusahaaan yang di audit oleh akuntan public. Kemudian, menghitung, memperhitungkan, mengisi Surat Pemberitahhuan Pajak Tahunan berikut lampirannya dan membayar sendiri hutang pajaknya. Dirjen Pajak (Pejabat Pajak) melakukan pengawasan dalam bentuk pemeriksaan (post audit) terhadap WP yang termasuk golongan satu tersebut haruslah benar-benar secara professional dan disesuaikan dengan sector usaha dari masing- masing WP. Dengan demikian diharapkan kualitas dari hasil pemeriksaan akan semakin optimal. b. Golongan Dua, yaitu self assessment system per-kelompok diberlakukan terhadap mereka yang berstatus WP pengusaha menengah dan kecil, jumlahnya relative lebih 14
  • 15. banyak. WP golongan dua ini diharuskan bergabung dalam suatu asosiasi pengusaha atau profesi, misalnya asosiasi pengusaha sepatu, profesi pengacara, Dokter, Notaris dan sebagainaya. Dirjen pajak harus mengadakan koordinasi dengan masing-masing asosiasi dalam menentukan, misalnya, beberapa prosentasekeuntungan bersih rata-rata yang diperoleh dari usahapara anggota yang tergabung dalam suatu asosiasi, bagaimana mennentukan tiongkat dari peringkat (ranking) dari masing-masing anggota asosiasi akanlebih mudah diarahkan dalam menghitung dan mengisi SPT tahunan serta masing-masing dapat membayar sendiri hutang pajaknya. Model system kedua, yaitu system penetapan pajak yang menggabungkann self assessment system dan official assessment system per-individual. Model system kedua ini, pada prinsipnya tetap menyederhanakan golongan WP menjadi 2 (dua) golongan untuk memudahkan bagi Pemerintah (Dirjen Pajak) melakuakan pengawasan dalam bentuk pemeriksaan yang akan diterapkan berbeda berdasarkan Golongan WP, yaitu dapat di golongkan sebagai berikut: a. Golongan Satu, yaitu self assessment system diberlakukan terhadap WP pengusaha besar dan bonafid yang jumlahnya relative kecil serta diwajibkan membuat laporan keuangan perusahaaan yang di audit oleh akuntan public. Kemudian, menghitung, memperhitungkan, mengisi Surat Pemberitahhuan Pajak Tahunan berikut lampirannya dan membayar sendiri hutang pajaknya. Dirjen Pajak (Pejabat Pajak) melakukan pengawasan dalam bentuk pemeriksaan (post audit) terhadap WP yang termasuk golongan satu tersebut haruslah benar-benar secara professional dan disesuaikan dengan sector usaha dari masing-masing WP. Dengan demikian diharapkan kualitas dari hasil pemeriksaan akan semakin optimal. 15
  • 16. b. Golongan Dua, yaitu self assessment system per-individual diberlakukan terhadap mereka yang berstatus WP pengusaha menegah dan kecil yang jumlahnya relative banyak. WP golongan dua itu diharuskan menghitung, memperhitungkan, mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan berikut lampirannya. Sedangkan audit oleh Kantor Akuntan Publiik tidak dipersyaratkan terhadap laporan keuangan perusahan. Dirjen Pajak melakukan pengawasan dalam bentuk melakukan pemeriksaan (pre audit) dalam rangka menetapkan berapa besarnya pajakyang terhutang berdasarkan SPT berikut lampirannya, kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak. Adapun persamaan dan perbedaansistem penetapan pajak Model Sistem Pertama dan Model Sistem Kedua adalah sebagai berikut: 1. Kedua system model ini pada prinsipnya sama-sama memberlakukan Self assessment system terhadap golongan satu, yaitu WP pengusaha besar. Dalam mekanismenya, WP menghitung dan memperhitungkan hutang pajaknya serta mengisi dan melaporkan SPT tahunan berikut lampiran ke Kantor Pelayanan Pajak, dan Laporan SPT dianggap benar kecuali dapat dibuktikan terjadi kesalahan. Pembuktiktian itu dilakukan melelui kegiatan pemeriksaan (post audit) oleh Dirjen Pajak dalam jangka waktu tertentu. Jika Dirjen Pjak menetapkan WP harus diperiksa, maka WP tersebut berarti telah memenuhi kriteria untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut oleh Dirjen Pajak diterbitkan keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak. Apabila WP menolak Surat Ketetapan Pajak tersebut, maka dapat mengajukan mekanisme prosedur keberatan ke Dirjen Pajak, Banding ke Pengadilan Pajak dan Upaya Hukum Kasasi ( sekarang tidak dimungkinkan menurut UU Pengadilan Pajak) serta Peninjauan Kembali sebagai upaya hokum luar biasa ke Mahkamah Agung. 16
  • 17. 2. Sedangkan perbedaannya, system penetapan pajak kedua system model khususnya terhadap Golongan Dua, yaitu WP pengusaha menengah dan kecil, sebagai berikut: a) Dalam system model pertama yang mengharapkan self assesment per-kelompok terhadap WP pengusaha menengah dan kecil, yaitu setelah WP menghitung dan memperhitungkan pajak yang terhutang serta mengisi dan melaporkan SPT Tahunan berikut lampirannya ke Kantor Pelayanan Pajak, Dirjen Pajak tidak perlu melakukan pengawasan dalam bentuk pemeriksaan (post audit maupun pre audit) terhadap WP tersebut, karena pengawasannya telah terwakili dengan adanya koordinasi antaraDirjen Pajak dengan masing-masing asosiasi. Di samping itu, perhitungan pajak (hutang pajak) WP dianggap final berdasarkan laporan SPT berikut lampirannya dan bukti lunas pembayaran pajak terhutang yang telah diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak. b) Dalam system model kedua yang menerapkan official assessment system terhadap WP pengusaha menengah dan kecil, Dirjen Pajak menerapkan mekanisme pemeriksaan (pre audit) dalam kerangka menentukan berapa seharusnya terhutang pajak. Kemudian, Dirjen Pajak membuat keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak. WP, jika menolak atas Surat Ketetapan Pajak tersebut, maka dimungkinkan mengajukan prosedur keberatan ke Dirjen Pajak, Banding ke Pengadilan Pajak dan Upaya Hukum Kasasi ( sekarang tidak dimungkinkanmenurut UU Pengadilan Pajak) serta Peninjauan Kembali sebagai upaya hokum luar biasa ke Mahkamah Agung. 3. Disamping itu, bagi WP dari kalangan pengusaha menegah dan kecil pada Sistem Model Pertama dan Sistem Model Kedua agar tidak dianggap mereduksi hak hukumnya, maka dibuka kemungkinan bagi setiap WP yntuk dapat memilih secara 17
  • 18. bebas bila ingin menerapkan self assessment system secara penuh dengan syarat harus mengajukan secara tertulis kepada Dirjen Pajak. Selanjutnya, apabila memilih Sitem Model Pertama, yaitu bagi Golongan Dua terhadap WP pengusaha menengah dan kecil, maka tunggakan hutang pajak relative tidak ada dan bahkan pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya, karena asosiasi akan memungut iuran dari para anggotanya sebagai pengganti biaya. Dirjen Pajak, praktis hanya akan mengurus WP golongan satu, yaitu WP pengusaha besar, sedangkan WP Golongan Dua, yaitu WP pengusaha menengah dan kecil dapat mengurus sendiri yang dilakukan oleh asosiasi. Tapi, jika memilih Model Sistem Kedua, maka dapat dipastikan akan mengeluarkan biaya yang besar bila dibandingkan dengan Sistem Model Pertama, karena pemerintah disamping melakukan pengawasan terhadap WP Golongan Satu, yaitu WP pengusaha besar, juga termasuk WP Golongan Dua, yaitu WP pengusaha menengah dan kecil yang jumlahnya relative lebih besar. Tetapi sebaiknya dari kedua system model tersebut semestinya menerapkan perencanan dan mekanisme control secara preventif maupun represif. Dengan demikian, kedua Model Sistem tersebut diatas dapat dijadikan bahan perbandingan dengan self assessment system dan official assessment system sekaligus dapat dijadikan pertimbangan sebagai alternative untuk dipilih mana system penetapan pajak yang tepat dang menguntungkan serta efisien dan efektif. Hal tersebut berkaitan dengan masalah merealisasikan pemungutan pajak (tax return guidance system) yang akan diselanggarakan oleh pemerintah serta dipatuhi oleh WP penuh kesadaran untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia. Bagi WP yang akan mengajukan prosedur keberatan maupun banding atas Surat ketetapan pajak dan tunggakan hutang pajak, dengan sendirinya menjadi relative akan 18
  • 19. berkurang. Karena dalam system penetapan pajak di sisi internal secara tidak langsung telah dibatasi dengan melakukan penyederhanaan Golongan WP, makapenumpukan perkara (dalam prosedur keberatan) akan relative menjadi berkurang dalam proses penyelesaian sengketa pajak yang diselenggarakan Dirjen Pajak, serta relative hanya WP pengusaha bbesar saja yang akan mengajukan keberatan. Pada Sistem Model Pertama, yaitu WP Golongan Dua bagi WP pengusaha menengah dan kecil, yang mengisi SPT dan melunasi hutang pajak serta menyerahkan ke Kantor Pajak adalah bersifat final. Namun, pada Sistem Model Kedua, yaitu WP Golongan Dua bagi WP pengusaha menengah dan kecil, Dirjen Pajak dalam pemmeriksaan tetap akan membuat keputusan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak terhadap para WP walaupun dimungkinkan unyuk mengajukan prosedur keberatan. Tetapi dapat dipastikan kualitas dari Surat Ketetapan Pajak tersebut, tentunya akan diuji di lembaga keberatan dan sekaligus merupakan kesempatan bagi Dirjen Pajak untuk melakukan melakukan koreksi. Lebih lanjut lagi secara eksternal keputusan yang dibuat oleh dirjen pajak dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak yang akan dikontrol oleh pengadilan pajak dan relative hanya WP pengusaha besar saja (baik dalam Sistem Model Pertama dan Sistem Model Kedua) yang akan mmengajukan Prosedur Keberatan, Banding ke Pengadilan Pajak dan Upaya Hukum Kasasi (sekarang tidak dimungkinkan menurut UU Pengadilan Pajak) serta Peninjauan Kembali sebagai upaya hokum luar biasa ke Mahkamah Agung. 19
  • 20. BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari permaslahan yang telah diuraikan dalam pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) System penetapan pajak yang baik itu, disamping harus memilih yang mudah bagi pemerintah, khususnya dalam melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak (WP), juga harus menguntungkan pemerintah. Untuk itu, system penetapan pajak mestinya mempunyai landasan instrumental, yaitu daya guna (efektif) bagi administrasi pajak (fiskus) dan juga efisien bagi administrasi Wajib Pajak (WP). 2) Model system penetapan yang dapat dijadikan alternative pilihan oleh pemerintah yaitu terdapat dua model, Sistem Model Pertama penetapan pajak yaitu dengan 20
  • 21. individual self assessment system yang Murni dan self assessment system per- kelompok, dan Sistem Model Kedua yaitu system penetapan pajak yang menggabungkann self assessment system dan official assessment system per- individual. Kedua model dapat dijadikan sebagai pertimbangan selain self assessment system dan official assessment system dalam memilih alternative system penetapan pajak yang kondusif dan dapat menunjanag peningkatan pemasukan pajak kekas Negara dan dapat pula menunjang perekonomian Negara. Selain itu demi mewujudkan sebuah system pemerintahan yang baik (good government), Pemungutan atas pajak harus tetap berlandaskan pada Undang – Undang dasar 1945 pasal 23 ayat 2, serta harus memenuhi syarat - syarat pemungutan pajak sehingga pemngutan pajak dapat menjadi lebih terasa ideal, adapun syarat - syarat atas pemungutan pajak yang dimaksud adalah : • Pemungutan pajak harus adil. Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya: 1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak 2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak 3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran • Pengaturan pajak harus berdasarkan UU. 21
  • 22. Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: • Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya. • Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum. • Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak. • Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian. Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. • Pemungutan pajak harus efesien. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. • Sistem pemungutan pajak harus sederhana. 22
  • 23. Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh : • Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif. • Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%. • Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi). Dan dilain pihak perhatian atas asas – asa pemungutan pajak juga menjadi tanggung jawab pemerintah yang harus selalu ditegakkan sehingga dapat tercipta sebuah parameter yang sempurna dalam hal pemungutan yang pajak, asas – asa pemungutan pajak tersebut antara lain : • Equality : Dimana dalam hal pemungutan pajak tersebut, pemerintah mampu memposisikan para wajib pajak (WP) yang dalam melaksanakan kewajibannya kepada Negara haruslah sebanding dengan kemampuannya, sehingga kepentingan atas kesejahteraan rakyat dapat tetap terjaga. • Certainty : Dimana pemerintah dapat menetapkan jaminan atas kepastian pemungutan pajak bagi para wajib pajak (WP), yang mana para wajib pajak harus jelas dan pasti akan segala hal tentang aturan main tentang pemungutan pajak (hokum / legalitas 23
  • 24. pajak), waktu akan kapan pemungutan dan kewajiban membayar pajak itu harus dilakukan, jumlah kuantitas atas pemungutan pajak tersebut, cara dan prosedur bagaimana pajak tersebut dibayarkan serta tempat dimana pajak itu dibayarkan. • Confinient Of Payment : Dimana Negara yang dalam hal ini adalah pemerintah,dianggap perlu untuk menciptakan sebuah ritme psikologis atas pembayaran pajak kepada para wajib pajak (WP) agar dapat lebih menyenangkan yakni pemungutan atas pajak dilakukan pada saat yang paling tepat pada para wajib pajak (wp) • Effisien : Dalam hal ini pemerintah wajib memberikan standarisasi atgas jaminan bahwa baiaya pemungutan pajak sebaiknya tidak lebih besar dari pendapatan pemungutan pajak. Dilain hal Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1. Fungsi anggaran (budgetair). Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun 24
  • 25. harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. 2. Fungsi mengatur (regulerend). Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3. Fungsi stabilitas. Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehinggainflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 4. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 3.2 Saran Dari Sistem Penetapan Pajak yang pernah berlaku di Indonesia, pemerintah dapat berkaca dan dapat membetulakan system penetapan pajak mana yang akan 25
  • 26. merugikan Negara maupun rakyat atau Wajib Pajak. Maka dengan adanya kedua alternative tersebut merupakan tambahan alternative system penetapan pajak dengan pendekatan melalui penyederhanaan Golongan WP (Sistem Penggolongan WP), yaitu WP pengusha besar dan pengusaha menengah dan kecil, yang dijadikan asumsi sebagai pendekatan dalam menerapkan system penetapan pajak. Mudah-mudahan dapat dijadikan alternative pilihan, dengan demikian diharapkan pemerintah dapat memilih system penetapan pajak yang dapat meminimalisir masalah yang mungkin timbul, baik bagi Pejabat pajak dalam melakukan penetapan dan/atau pemeriksaan pajak serta bagi WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu untuk meminimalisir kemingkinan penyimpangan yang dilakukan olehh pejabat pajak maupun WP yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang sekaligus akan merugikan Negara. Dan selanjutnya pengembangan atas system penetapan pajak tersebut haruslah mampu berjalan sejajar dengan cara pemungutan pajak yang aplikatif dan sewajarnya yang berjalan seirama berdasar syarat dan asas – asas pemungutan pajak. Sehingga tercipta sebuah system penetapan pajak yang berimbang dan ideal serta mampu dan dapat memenuhi fungsi dan tujuan – tujuan utama Negara atas pajak. 26
  • 27. DAFTAR PUSTAKA Chidir Ali, Hukum Pajak Elementer, Eresco, Bandung, 1993. Mata Kuliah Hukum Pajak, Catatan – Catatan Kuliah, 2013 Muqodim, Perpajakan – Buku Satu , UII Pres dan Ekonisia, Yogyakarta, 1999 Pudyatmoko Y.Sri, Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi), Penerbit Andi, 2008 Rochmat Soemitro, Asas-asas Hukum Perpajakan, Bina Cipta, Bandung, 1991. 27