Dokumen tersebut membahas tentang kearifan lokal dan hubungannya dengan hukum. Ia menjelaskan bahwa kearifan lokal mencerminkan nilai-nilai dan pedoman yang tumbuh dari interaksi sosial masyarakat lokal, yang kemudian terkristalisasi dalam bentuk hukum adat. Dokumen ini juga membahas tentang pluralisme hukum di Indonesia dan bagaimana hukum adat sering didominasi oleh hukum negara.
2. Silabus
Prolog
Rumusan Peristilahan
kearifan Lokal
Latar Belakang
Munculnya Kearifan Lokal
Teori tentang Kearifan
Lokal
Hukum & Modernitas
Prinsip-Prinsip kearifan
Lokal
Tugas
Presentasi
10. Hukum???
Interaksi
Sosial
• Antar Individu
• Komunitas
Muncul
Nilai-Nilai
• Sebagai
Pedoman
Norma
• Religi
• Magis
• dll
11. Norma dalam Masyarakat
Norma
Keagamaan
Norma
Kesusilaan
Norma
Kesopanan
Norma
Hukum
Tujuan Umat manusia,
Penyempurnaan manusia,
Jangan sampai manusia jahat,
Pembuatannya kongkrit,
Ketertiban masyarakat
Jangan sampai ada korban
Isi Ditujukan kepada sikap batin Ditujukan kepada sikap lahir
Asal usul Tuhan Diri sendiri Kekuasaan luar yang memaksa
Sanksi Tuhan Diri sendiri Masyarakat secara
tidak resmi
Masyarakat secara
resmi
Daya kerja Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban &
memberi hak
13. TIGA LAPISAN HUKUM
FILSAFAT HUKUM
META-TEORI
TEORI HUKUM
META-META TEORI
META-TEORI
DOGMATIK HUKUM
TEORI TEORI TEORI
HUKUM POSITIF
Sumber : J.J.H. Bruggink
15. Peristilahan Kearifan Lokal
Tema Humaniora Untuk memulihkan
Peradaban dari krisis modernitas
Pandangan hidup, ilmu pengetahun dan
strategi masyarakat lokal dalam menjawab
permasalahan serta kebutuhan hidup
mereka
DALAM BAHASA ASING SERING JUGA
DIKONSEPSIKAN SEBAGAI KEBIJAKAN
SETEMPAT“LOCAL WISDOM” ATAU PENGETAHUAN
SETEMPAT “LOCAL KNOWLEDGE”ATAU KECERDASAN
SETEMPAT “LOCAL GENIOUS”
17. Sains modern dianggap memanipulasi
alam dan kebudayaan dengan
mengobyektivkan semua segi kehidupan
alamiah dan batiniah dengan akibat
hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”
Sains modern menganggap unsur “nllia’
dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak
relevan untuk memahami ilmu
pengetahuan
18. Lanjutan:
Bagi sains, hanya fakta-fakta
yang dapat diukur yang boleh
dijadikan dasar penyusunan
pengetahuan. Itulah prinsip
positivisme.
19. Kearifan lokal Merupakan argumen untuk
mengem balikan “nilai” dan “moralitas” sebagai
pokok pengetahuan. Yang khas dari pandangan
kearifan lokal adalah nilai dan moralitas,
Kearifan lokal berdasarkan kebenaran penge
tahuannya pada ajaran-ajaran tradisional yang
sudah jadi dan hampir tidak mempersoalkan
lagi kandungan politik ajaran-ajaran tradisional
itu.
20. Lanjutan:
Kearifan lokal hendak menyatakan
“pembentengan” terhadap “kearifan
kuno”, “mitos” “ajaran agama dan
tradisi” serta semua kondisi
“asli”kebudayaan manusia.
21. Dalam bentuknya yang politis, tema kearifan
lokal kita saksikan pada penolakan terhadap
kebudayaan teknologis. Lingkungan hidup,
misalnya, merupakan kawasan proteksi kearifan
lokal melalui pengembalian cara-cara pertanian
tradisional untuk menggantikan cara-cara
pertanian modern. Pertanian bukan sekadar
bagaimana meningkatkan hasil tetapi juga
menjaga kualitas lingkungan hidup.
Keberlanjutan adalah premis pokoknya bukan
semata-mata profit.
23. Cerminan dari kearifan lingkungan masyarakat
yang bercorak religio-magis secara konkrit
terkristalisasi dalam produk hukum masyarakat
lokal, yang dalam ancangan antropologi hukum
disebut hukum kebiasaan (customary law),
hukum rakyat (folk law), hukum penduduk asli
(indigenous law), hukum tidak tertulis
(unwritten law), atau hukum tidak resmi
(unofficial law), atau dalam konteks Indonesia
disebut hukum adat (adat law/adatrecht).
24. Jenis hukum rakyat ini merupakan sistem norma
yang mengejawantah-kan nilai-nilai, asas,
struktur, kelembagaan, mekanisme, dan religi
yang tumbuh, berkembang, dan dianut
masyarakat lokal, dalam fungsinya sebagai
instrumen untuk menjaga keteraturan interaksi
antar warga masyarakat (social order),
keteraturan hubungan dengan sang pencipta
dan roh-roh yang dipercaya memiliki kekuatan
supranatural (spiritual order), dan menjaga
keteraturan perilaku masyarakat dengan alam
lingkungannya (ecological order).
25. Hukum bukan merupakan suatu institusi yang
bersifat otonom, tetapi menjadi bagian yang
integral, tidak terpisahkan, dipengaruhi oleh
aspek-aspek kebudayaan lain seperti ideologi,
politik, ekonomi, sosial, dan religi, sebagai satu
sistem budaya masyarakat
26. Komunitas masyarakat merupakan arena sosial
(social field) yang memiliki kapasitas untuk
membentuk hukum sebagai mekanisme internal
(inner-order mechanism) untuk menjaga
keteraturan dan ketertiban sosial dalam
lingkungan komunitasnya (Moore, 1978).
27. Dalam persepktif antropologi, hukum yang
diekspresikan dalam norma-norma yang
mengatur perilaku masyarakat dalam kehidupan
bersama merupakan wujud ideal dari
kebudayaan masyarakat (Koentjaraningrat,
1979), yang mencerminkan kearifan komunitas-komunitas
masyarakat lokal.
28. Oleh karena itu, dalam suatu organisasi politik yang
disebut Negara selain terdapat hukum Negara (state
law) dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
juga berlaku hukum agama (religious law), hukum
rakyat (indigenous law/customary law/adat law),
dan mekanisme-mekanisme pengaturan lokal (self
regulation/inner-order mechanism) yang juga
berfungsi sebagai alat pengendalian sosial (social
control), penjaga keteraturan sosial (social order),
atau instrumen ketertiban sosial (legal order).
29. Fakta kehidupan hukum seperti
dimaksud di atas dalam ancangan
antropologi hukum disebut sebagai
realitas kemajemukan hukum
(legal pluralism) dalam kehidupan
masyarakat.
30. Hukum masyarakat adat/lokal juga cenderung
didominasi dan disubordinasi oleh hukum Negara,
sehingga kapasitas hukum adat menjadi tak
berdaya, tergusur, terabaikan dalam percaturan
implementasi/ penegakan hukum di negeri ini
(Nurjaya, 2002), atau kapasitasnya menjadi semi-otonomi
(semi-autonomous social field) ketika
dipertemukan, dihadapkan, atau dipertentangkan
dengan hukum Negara (Moore, 1989).
31. Realitas kemajemukan hukum tergusur oleh
ideologi sentralisme hukum (legal centralism)
yang dianut oleh pemerintah dalam politik
pembangunan hukum, yang diarahkan untuk
menciptakan unifikasi hukum, kodifikasi hukum,
dan uniformitas hukum dengan cap hukum
nasional sebagai satu-satunya hukum yang
berlaku bagi semua warga negara di seluruh
teritori negara kesatuan Republik Indonesia.