Dokumen tersebut membahas tiga fase kerja toksik dalam organisme secara biologis, yaitu:
1. Fase eksposisi, toksikokinetik, dan toksikodinamik.
2. Fase toksikokinetik melibatkan proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi zat asing, serta perubahan metabolik.
3. Fase toksikodinamik merupakan interaksi antara zat asing dengan reseptor yang dapat bersifat reversibel atau irrevers
2. Pendahuluan
• Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari
sederetan proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat
rumit dan komplek.
• Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase yaitu:
fase eksposisi toksokinetik dan fase toksodinamik
• Pada berbagai kerja toksik, mekanisme kerjanya dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1.Kerja toksik yang dilandasi oleh interaksi kimia antara suatu
zat atau metabolitnya dengan substrat biologi.
2.Efek toksik, karena terjadi interaksi yang reversibel antara
zat asing dengan substrat biologi.
3. • Kerja toksik yang dilandasi oleh interaksi kimia antara
suatu zat atau metabolitnya dengan substrat biologi
• Dalam pengertian pembentukan suatu ikatan kimia
kovalen atau berasaskan suatu perubahan kimia dari
substrat biologi sebagai akibat dari suatu perubahan
kimia zat
• Mekanisme ini jarang terjadi untuk zat yang
digunakan sebagai terapeutika
4. • Efek toksik, karena terjadi interaksi yang reversibel antara zat asing
dengan substrat biologi.
• Hal ini mengakibatkan suatu perubahan fungsional, yang lazimnya
hilang bila zat tersebut dieliminasi dari plasma.
• Kerja farmakodinamik kebanyakan obat bertumpu pada interaksi
yang reversibel.
• Zat yang bekerja bolak-balik, diutamakan dalam terapi karena
mereka kemudian meninggalkan organisme, setelah bekerja tanpa
menimbulkan kerusakan kimia yang berlangsung lama
5. • Terlepas dari apakah kerja yang terlihat merupakan kerja yang
tak bolak-balik atau bolak-balik, pada umumnya kerja ini
dilandasi oleh rantai reaksi yang dapat dibagi menjadi tiga fase:
A.FASE EKSPOSISI (farmaseutika)
B.FASE TOKSIKOKINETIK (farmakokinetik)
C.FASE TOKSIKODINAMIK (farmakodinamik)
6. Fase eksposisi
• Fase eksposisi merupakan kontak suatu organisme dengan
xenobiotika, pada umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat
terjadi efek toksik/ farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi.
• Umumnya hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut,
terdispersi molekular dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik.
Dalam konteks pembahasan efek obat, fase ini umumnya
dikenal dengan fase farmaseutika.
7. Lanjutan
• Fase farmaseutika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat,
kemudian zat aktif melarut, terdispersi molekular di tempat
kontaknya.
• Sehingga zat aktif berada dalam keadaan siap terabsorpsi
menuju sistem sistemik.
• Fase ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor farmaseutika dari
sediaan farmasi.
8. Fase Toksikokinetik
• Disebut juga dengan fase farmakokinetik.
• Setelah xenobiotika berada dalam ketersediaan farmasetika,
pada mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju
aliran darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut
akan bersama aliran darah atau limfe didistribusikan ke seluruh
tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor).
• Pada saat yang bersamaan sebagian molekul xenobitika akan
termetabolisme, atau tereksresi bersama urin melalui ginjal,
melalui empedu menuju saluran cerna, atau sistem eksresi
lainnya.
9. Lanjutan
• Ada dua jenis proses yang memainkan peranan penting pada
fase toksokinetik:
• Proses transpor, yang meliputi absorpsi, distribusi (termasuk
transpor dan fiksasi pada komponen jaringan dalam organ)
dan ekskresi.
• Perubahan metabolik –disebut juga biotransformasiyang
sering menyebabkan ketidakaktifan zat yang diserap
(bioaktivasi). Namun perubahan biokimia dalam organisme
dapat mengakibatkan juga pembentukan senyawa aktif dan
mengakibatkan bioaktivasi
10. Fase Toksikodinamik
• Adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja
toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada
akhirnya muncul efek toksik/farmakologik.
• Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan interaksi yang
bolak-balik (reversibel).
• Hal ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang,
bila xenobiotika tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor).
11. Lanjutan
• Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula interaksi tak
bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika dengan subtrat
biologik.
• Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika
dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang
bersifat irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia dari
subtrat biologi akibat dari suatu perubaran kimia dari
xenobiotika, seperti pembentukan peroksida. Terbentuknya
peroksida ini mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi.
13. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FASE TOKSIKOKINETIK :
1.Jangka waktu zat asing berada dalam organisme
2.Kumulasi
14. Jangka waktu zat asing berada dalam organisme ditentukan oleh
dua hal, yaitu:
(1)suatu eksposisi selama periode yang lama meningkatkan
risiko kerusakan dan karena itu terjadi efek toksik;
(2)suatu perpanjangan penahanan (retensi) zat dalam
organisme bersama-sama dengan eksposisi ulang dapat
menimbulkan kumulasi.
15. 2. Kumulasi
Bila suatu zat yang mempunyai waktu paruh biologi yang sangat tinggi
diberikan pada organisme dalam jangka waktu yang lama, dengan
sendirinya dapat terjadi kumulasi dalam organisme pada konsentrasi
zat yang rendah.
Ini terjadi terutama untuk zat yang lipofil yang sulit dibiotransformasi
seperti DDT, Aldrin, Dieldrin atau turunan difenil terklorinasi (campuran
cat kapal).
16. • Konsentrasi zat pencemar yang relatif rendah yang dapat
masuk ke dalam lingkungan, mempunyai akibat yang
membinasakan.
• Disamping pestisida, jenis kumulasi ini untuk zat lain seperti
senyawa organik timah putih dan merkuri
18. 1. Interaksi dengan sistem enzim
• Inhibisi enzim tak bolak balik, contohnya inhibisi (hambatan)
asetilkolinesterase oleh organofosfat
• Inhibisi enzim bolak balik, contohnya senyawa antimetabolit
yang secara mirip dengan substrat normal untuk enzim,
sehingga dapat berikatan dengan enzim meskipun nukan
tempat yang sebenarnya
19. • Pemutusan reaksi biokimia, contohnya ATP yang pada proses
biokimia, energi yang dibebaskan pada umumnya disimpan
dalam bentuk fosfat berenergi tinggi, selanjutnya dapat
digunakan untuk semua proses biokimia yang memerlukan
energi
• Inhibisi fotosintensis pada tanaman, contohnya herbisida yang
menghambat fotosintesis
20. • Sintesis zat mematikan, suatu proses dimana zat toksik, mirip
dengan substrat yang penting untuk reaksi metabolisme
tertentu.
• Pengambilan ion logam yang penting untuk kerja enzim,
contohnya ditiokarbamat yang digunakan pada vulkanisasi ban
dan antioksidan pada industri karet, apabila pekerja yang
kontak dengan zat ini meminum alkohol, walaupun dalam
jumlah kecil, akan terjadi intoksikasi
21. • Inhibisi penghantaran elektron dalam rantai pernapasan,
contohnya keracunan HCN yang menghambat pernapasan
aerob, karena terjadi asfiksia secara biokimia.
• Inhibisi pada transpor oksigen karena gangguan pada
hemoglobin, contohnya keracunan CO, pembentukan
methemoglobin dan sulfhemoglobin, serta proses hemolitik
22. 2. Interaksi dengan fungsi sel umum
• Pengaruh penghantaran rangsang neuro-humoral.
Kerja sebagian besar obat mempengaruhi sinaps pada penghantaran
rangsang dari sel saraf yang satu ke sel saraf yanglain atau
mempengaruhi ujung saraf sel efektor. Contoh: racun panah, toksin
botulinum, keracunan ikan dan kerang, opium.
• Kerja sitostatika, yaitu penghambatan pembelahan sel yang akan
mempengaruhi pertumbuhan jaringan pada perbanyakan sel. Contoh:
obat tumor ganas.
23. • Gangguan pada sintesis DNA dan RNA
• Kerja imunosupresif, yaitu penghambatan pembelahan sel
dengan penekanan pertahanan imunologi melalui penekanan
proliferasi sel limfosit. Contoh: obat yang digunakan pada
transplantasi organ dan penyakit autoimmun.
• Kerja mutagenik, yaitu zat kimia yang bekerja mengubah sifat
genetika se
24. • Kerja karsinogenik, yaitu zat kimia yang dapat menyebabkan
kanker pada waktu yang lama.
• Kerja teratogenik, yaitu obat dan zat kimia yang dapat
menyebabkan kerusakan janin.
• Reaksi hipersensitif, yaitu kepekaan suatu objek biologi yang
meningkat terhadap zat aktif, yang terjadi akibat kontak ulang
dengan zat tertentu. Contoh: fotoalergi, sensibilisasi cahaya,
dan fototoksik
25. 3. Interaksi kimia langsung pada jaringan
• Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan
oleh zat mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan.
• Biasanya zat ini tidak mencapai peredaran darah, karena
langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama
berhubungan.
• Jaringan atau organ yang terlibat terutama adalah mata,
hidung, tenggorokan, trakhea, bronkus, epitel, alveolus,
esofagus dan kulit.
26. • Interaksi kimia yang langsung pada jaringan, a.l. :
• Kerusakan kulit yang disebabkan oleh zat kimia
• Gas yang merangsang
• Gas air mata
• Zat yang berbau
• Toksisitas pada jaringan
• Penimbunan (sekuestrasi) zat asing, terdiri dari:
• Penimbunan dalam jaringan lemak
• Penimbunan dalam tulang
• Pneumokoniosis
27. Half-Life
Half-life atau waktu paruh merupakan parameter
farmakokinetik yang biasanya digunakan untuk
menghitung proses penyerapan dan eliminasi.
Absorption half-life atau waktu paruh absorpsi
didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan setengah
bahan kimia untuk diserap dari lokasi absorpsi.
28. Lanjutan
• Misalnya, waktu paruh absorpsi suatu bahan kimia
adalah 30 menit, berarti 50% bahan kimia akan diserap
dari tempat absorpsi setiap 30 menit. waktu yang
diperlukan untuk mengekskresikan separuh dari kadar
dosis internal ke luar tubuh.
• Sedangkan waktu paruh eliminasi atau elimination half-
life merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan agar
konsentrasi bahan kimia dalam darah berkurang hingga
setengahnya.
29. • Simbol t1/2 merupakan symbol yang digunakan
mewakilkan istilah waktu paruh. Apabila tidak ada
keterangan mengenai “absorpsi” atau “eliminasi” maka
t1/2 diasumsikan sebagai waktu paruh eliminasi
31. BIOLOGICAL MONITORING
• Biological Monitoring atau Biomonitoring adalah pengambilan sampel
dari cairan tubuh dan terkadang jaringan tubuh dengan tujuan
mengetahui atau memperkirakan dosis internal paparan bahan kimia
di tempat kerja pada individu atau untuk menilai kisaran paparan
internal dalam populasi tertentu terhadap polutan di lingkungan.
• Selain untuk mengetahui atau memperkirakan dosis internal dan
menilai paparan dalam populasi, biomonitoring juga bertujuan untuk
menilai tingkat paparan toksikan dan risiko kesehatan yang dapat
terjadi, serta mengetahui efektivitas program pencegahan dan
pengendalian risiko keselamatan dan kesehatan kerja.
32. • Biomonitoring merupakan bagian dari program surveilans kesehatan
kerja. Dalam melakukan pengambilan sampel untuk diteliti, biasanya
menggunakan urin, darah, rambut, udara yang dihembuskan dari
tubuh, dan air liur (saliva)
• Sampel urin merupakan sampel yang mudah untuk diambil di tempat
kerja.
33. • Dalam mengambil sampel perlu diperhatikan waktu pengambilan
sampel sesuai yang ditetapkan ACGIH dalam setiap BEI. Waktu
pengambilan sampel menurut ACGIH meliputi
• Prior to shift (Pengambilan sampel 16 jam setelah selesai terpapar,
tetapi sebelum terpapar apapun pada hari pengambilan sampel)
• Prior to last shift (Pengambilan sampel sebelum shift terakhir pada
satu minggu kerja)
• Increase during shift (Merupakan pengambilan sampel yang
memerlukan sampel sebelum dan sesudah shift)
• During shift (Pengambilan sampel kapanpun setelah 2 jam
terpapar)
• End of shift (Pengambilan sampel secepatnya setelah paparan
selesai)
34. Lanjutan
• End of the workweek (Pengambilan sampel setelah 4 atau lima hari
kerja berturut-turut terpapar)
• Discretionary/Not critical (Pengambilan sampel yang dapat dilakukan
kapan saja, dipengaruhi faktor waktu paruh yang panjang dan
tingkatannya mungkin memerlukan waktu berminggu-minggu,
berbulan-bulan, atau bertahun-tahun setelah seorang pekerja
pertama kali mulai bekerja sampai mendekati kondisi aman dan
sebanding
35. • Untuk memastikan apakah terdapat toksikan dalam sampel yang
diambil, harus dipahami proses toksikokinetik toksikan yang akan
diteliti dan memahami metabolit spesifik yang harus diperiksa agar
dapat mengetahui toksikan yang tepat berdasarkan sampel yang
diambil.
• Dalam pengambilan sampel urin, batas yang dapat diterima pada
sampel urin adalah sebagai berikut.
• Creatinine concentration: > 0,3 g/L dan < 3,0 g/L, atau
• Specific gravity: >1,010 dan