1. OBAT-OBAT ATAU SENYAWA YANG MENYEBABKAN TOKSIK PADA HATI
http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Kelompok 7
Santi Karamina 21334715
Budi Sutrisno 21334718
Siti Yusro Arofatun 21334719
Marwah Ristianty 21334739
2. Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai kerja senyawa kimia yang
merugikan terhadap organisme hidup.
Definisi lain dari toksikologi ialah sebagai
kajian tentang hakikat dan mekaisme efek
toksik berbagai bahan terhadap makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya
3. Toksikologi merupakan cabang dari farmakologi,
tentang interaksi antara senyawa kimia dengan
orgaisme hidup. Seperti misalnya pada insektisida,
pestisida, kosmetika, vitamin, asam amino dan lain-lain
yang digunakan pada dosis yang tidak pathologic.
Sehingga zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh
disebut juga xenobiotika.
4. Efek toksik yang dapat timbul pada organ sasaran
sangat bervariasi. Variasi tersebut bergantung
pada sifat toksikan, jenis organ sasaran, serta
mekanisme kerja toksikan. Efek toksik timbul
karena interaksi biokimiawi terjadi setelah
toksikan atau metabolitnya bergayut dengan
struktur reseptor molekul sel. Efek toksik dapat
bersifat spesifik (misalnya pada struktur seluler
tertentu) ataupun nonspesifik (misalnya pada
kontak dengan bahan korosif).
Efek
Toksik
5. Efek Lokal atau Sistemik
Efek lokal adalah efek kesehatan yang
timbul hanya pada bagian yang kontak
dengan toksikan. Contoh toksikan yang
dapat menimbulkan efek lokal pada
saluran pencernaan adalah toksikan yang
bersifat kaustik. Sementara itu, contoh
toksikan yang dapat menimbulkan efek
lokal pada kulit adalah yang bersifat
korosif.
Efek Lokal
Efek sistemik adalah efek yang timbul pada organ sasaran
yang letaknya jauh dari tempat kontak karena toksikan
terbawa oleh darah, bisa pada satu atau beberapa organ
sasaran. Contoh toksikan yang dapat menimbulkan efek
sistemik antara lain metil merkuri (CH3 -Hg) dan merkuri
anorganik. Keduanya dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui inhalasi atau oral dan oleh aliran darah dibawa pada
organ sasarannya.
Efek Sisitemik
Efek Lokal atau Efek Sistemik
6. Efek berpulih adalah efek kesehatan yang
dapat hilang sendiri (umumnya setelah
tidak ada lagi kontak antara tubuh dan
toksikan atau setelah semua toksikan
diekskresi ke luar tubuh). Kecepatan efek
berpulih tersebut bergantung pada waktu
paruh serta kadar toksikan yang kontak
atau masuk ke dalam tubuh
Efek Berpulih
Efek nirpulih adalah efek yang tidak dapat
hilang dan akan menetap di dalam tubuh.
Efek nirpulih ini dapat berupa timbulnya
gangguan anatomi atau fisiologi, antara lain
iritasi, radang, kanker, mutasi, sirosis, atau
mengenai sistem saraf.
Efek Nirpulih
Efek Berpulih atau Nirpulih
7. Efek segera adalah gangguan kesehatan
yang langsung timbul segera setelah
tubuh mengalami kontak dengan toksikan.
Contohnya adalah efek yang timbul akibat
terpajan formaldehida, efek iritasi mata
berupa mata merah dan keluar air mata,
serta dampak iritasi pada saluran
pernafasan segera timbul berupa batuk
dan sesak
Efek Segera
Efek tertunda adalah efek yang tidak
langsung timbul setelah kontak dengan
toksikan, melainkan memerlukan waktu
sebelum akhirnya menimbulkan efek.
Contohnya adalah efek yang timbul akibat
terpajan asbes, kelainan paru-paru berupa
asbestosis baru timbul 15–20 tahun
kemudian
Efek Tertunda
Efek Segera atau Efek Tertunda
8. Efek morfologis adalah perubahan bentuk
atau morfologi tubuh manusia akibat
pajanan toksikan. Misalnya kelainan kulit
berupa ulkus atau borok akibat terpajan
asam sulfat.
Efek Morfologis
Efek fungsional adalah efek yang
menyerang atau mengakibatkan
perubahan pada fungsi fisiologis tubuh,
misalnya efek yang mengganggu sistem
biokimiawi tubuh.
Efek Fungsional
Efek Perubahan Morfologis atau
Perubahan Fungsional
9. Efek alergi adalah efek yang muncul
akibat terjadinya reaksi antara antigen
(hapten + protein) dengan antibodi yang
ada di dalam tubuh
Efek Alergi
Efek Idiosinkrasi adalah efek yang muncul
akibat terjadinya reaksi hipersensitif dari
tubuh terhadap toksikan.
Efek
Iodisinkrasi
Efek Alergi atau Efek
Idiosinkrasi
10. Respon intensitas dan/atau jenis efek
yang timbul semakin meningkat seiring
dengan dosis pajanan yang semakin
meningkat.
Efek Bertingkat
Sedangkan, respon kuantal
adalah efek yang kadang
terjadi dan kadang tidak.
(Kurniawidjaja, 2021)
Respon
Kuantal
Respon Bertingkat atau Respon
Kuantal
11. Hati
Hati merupakan organ terbesar yang ada dalam tubuh
manusia. Di dalam hati terjadi metabolisme yang
kompleks. Proses metabolisme yang terjadi di hati
dapat berupa detoksifikasi dan bioaktivasi. Hati
merupakan organ sasaran dari banyak toksikan yang
telah diketahui selama lebih dari satu abad.
Mekanisme toksik yang terjadi di dalam hati juga
sangat beragam. Hati merupakan organ yang rentan
karena posisi hati yang unik di dalam sistem sirkulasi
tubuh, yaitu hati menerima porsi besar darah dari
venous return dan menyaring darah dari tubuh bagian
bawah ginjal, limpa, dan sistem pencernaan; (2) hati
merupakan organ penerima nutrisi yang pertama;
nutrisi yang berasal dari usus disalurkan melalui vena
porta menuju hati; (3) hati merupakan organ utama
proses biotransformasi toksikan.
12. Lobus hati tersusun oleh unit-unit yang lebih kecil
disebut dengan lobulus. Lobulus 6 terdiri dari sel-sel
hati (hepatosit) yang menyatu dalam suatu
lempeng.Hepatosit dianggap sebagai unit fungsional
hati. Sel-sel hati dapat melakukan pembelahan sel dan
mudah diproduksi kembali saat dibutuhkan untuk
mengganti jaringan yang rusak. (Bhaswari et al., 2020)
13. Fungsi Hati
Selain merupakan organ intestinal yang ukurannya
terbesar, hati juga mempunyai fungsi yang paling banyak
dan kompleks.
1. Memproduksi protein plasma (albumin, fibrinogen,
protombin; juga memproduksi heparin, yaitu suatu
antikoagulandarah).
2. Fagositosis mikroorganisme dan eritrosit dan leukosit
yang sudah tua ataurusak.
3. Pusat metabolisme protein, lemak dan karbohidrat.
Bergantung kepada keperluan tubuh, ketiganya dapat
salingdibentuk.
4. Pusat detoksifikasi zat yang beracun di dalamtubuh.
5. Merupakan cairan empedu.
6. Merupakan gudang penyimpanan berbagai zat seperti
mineral, glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat
dikeluarkan daritubuh.
7. Menyimpan vitamin, zat besi, dan glikogen (Bhaswari et
al., 2020)
14. Etiologi dan Patogenesis Hati
Di hati terjadi pengaturan metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks dan juga proses-proses
penting lainnya bagi kehidupan, seperti penyimpanan
energi, pembentukan protein dan asam empedu,
pengaturan metabolisme kolesterol dan detoksifikasi racun
atau obat yang masuk dalam tubuh. Gangguan fungsi hati
seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit hati
tertentu.
Penyakit hati dibedakan menjadi penyakit hati akut atau
kronis. Dikatakan akut apabila kelainan-kelainan yang
terjadi berlangsung sampai dengan 6 bulan, sedangkan
penyakit hati kronis berarti gangguan yang terjadi sudah
berlangsung lebih dari 6 bulan.
15. 45%
Your Text Here
18%
45%
Dari timbulnya penyakit hati hingga kegagalan hati
yang berakibat kematian (fatal) terjadi dalam kurang
dari 4 minggu Beberapa penyebab penyakit hati antara
lain:
1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui
selaput mukosa, hubungan seksual atau darah
(parenteral).
2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.
3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.
4. Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun,
yang ditimbulkan karena adanya perlawanan sistem
pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya
sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi perlawanan
terhadap sel-sel hati yang berakibat timbulnya
peradangan kronis.
5. Kanker, seperti Hepatocellular Carcinoma, dapat
disebabkan oleh senyawa karsinogenik antara lain
aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat plastik),
virus, dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis
hati juga dapat berkembang menjadi kanker hati.
(Bhaswari et al., 2020)
16. Zat Kimia yang
Menyebabkan Toksik
pada Hati
1) Level Dosis Toksik
Di dalam darah yang normal ditemukan arsen
0,2μg/100ml. Sedangkan pada kondisi
keracunan ditemukan 10μg/100ml dan pada
orang yang mati keracunan arsen ditemukan 60-
90μg/100ml
2) Mekanisme Toksisitas
1.Tahap pertama adalah reaksi oksidasi/reduksi
yaitu arsenat menjadi arsenit dan arsenit menjadi
arsenat. Glutation dikeathui membentuk
kompleks dengan arsen dan memperantarai
reduksi arsenat menjadi arsenit. Kompleks
glutation in dapat dieliminasi dalam empedu dan
korelasi yang positif ditemukan antara glutation
dan kandungan arsen dalam empedu.
2.Tahap kedua adalah metilasi, yang terjadi
terutama dalam hati, memerlukan s-
adenosymetionin (SAMe) dan mungkin donor
metil lainnya (kolin, sistein, glutation dan asam
lipoat tereduksi) untuk menghasilkan asam
monometilarsinik (MMA) dan asam dimetilarsinik
(DMA)
Arsen
17. 3) Efek yang ditimbulkan
Paparan arsen yang cukup lama (paparan kronis) pada liver
akan menyebabkan efek yang signifikan, berupa meningkatnya
aktifitas enzim pada liver (enzim SGOT, SGPT, gamma
GT),ichterus (penyakit kuning), liver cirhosis (jaringan hati
berubah menjadi jaringan ikat danascites (tertimbunnya cairan
dalam ruang perut).
4) Cara Penanganan Efek Toksik
- Pertolongan pertama bila kulit terpapar arsen: cuci
permukaan kulit dengan air mengalir secara kontinu kurang
lebih 10 menit, atau sampai tidak ada kandungan bahan kimia
di atas kulit. Bila perlu, gunakan sabun. Baju yang
terkontaminasi harus segera dilepaskan dan pekerja
dipersiapkan untuk dirujuk.
- Sementara bila ada zat yang tertelan ke pencernaan,
bilas mulut dengan air dalam jumlah yang cukup besar. Hindari
agar air bilasan jangan tertelan. Untuk keracunan akut < 4 jam,
korban diberi ipekak untuk merangsangnya muntah. Dapat juga
dilakukan bilas lambung apabila ia tidak dapat minum.
Pemberian katartik atau karboaktif dapat bermanfaat.
Arsen
18. - Sedangkan untuk keracunan yang sudah berlangsung
lebih lama (termasuk juga keracunan kronik), sebaiknya diberi
antidotumnya, yaitu suntikan intramuskuler dimerkaprol 3-5
mg/kgBB 4-6 kali sehari selama 2 hari. Pengobatan dilanjutkan
2-3 kali sehari selama 8 hari. (Halim et al., 2020).
- Obat- obatan yang dapat menginduksi kerusakan hepar
antara lain ranitidin. sefriakson. spironolakton. furosemid. dan
parasetamol [10]. Contoh obat yang paling banyak diresepkan
pada pasien sirosis adalah ranitidin [11]. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien gangguan fungsi hepar mendapatkan obat
penginduksi kerusakan hepar [10]. Dampak yang terjadi ketika
sel-sel hepar mengalami sirosis adalah munculnya komplikasi
antara lain hipertensi portal, ascites, spontaneous bacterial
peritonitis (SBP), verises esofagus, dan ensefalopati hepatik
[12].
- Tingginya penggunaan obat bersifat hepatotoksik pada
pasien sirosis mendorong peneliti melakukan penelitian agar
dapat mengidentifikasi jenis obat-obatan yang seharusnya tidak
diberikan pada penderita sirosis. Penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan data peresepan obat pada pasien
sirosis rawat inap. Harapan ke depannya agar pasien sirosis
terhindar dari peresepan obat yang berpotensi memperparah
fungsi organ heparnya (hepatotoksik).
Arsen
19. Ranitidin
Dosis ranitidine adalah 150 mg dan
dosis maksimal 6 gram per hari
(BPOM RI, 2008).
Level Dosis Toksik
01
Mekanisme pantoprazole, lansoprazole,
siticolin tidak diketahui secara pasti dalam
peningkatan SGPT, SGOT, dan Gamma Gt.
Lansoprazol dan pantoprazole
dimetabolisme oleh hati CYP2C19
(Thomson & Shaffer, 2012). Siticolin
dimetabolisme dalam dinding usus dan hati
(Conant & Schauss, 2004). Kemungkinan
karena obat-obat tersebut dimetabolisme
dalam hati sehingga dapat menyebabkan
kerusakan dalam hati
Mekanisme Toksisitas
02
20. Ranitidin
Kolestasis atau cholestasis adalah
kondisi yang terjadi ketika aliran dari
organ hati berkurang atau tersumbat.
Secara klinis, penyakit hati ini
menyebabkan retensi (penahanan)
empedu dalam darah. Sementara itu,
hal yang paling menonjol dari
cholestasis yaitu pruritus dan
malabsorpsi lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak.
Biasanya gejala yang muncul adalah
kulit dan bagian putih mata berubah
warna menjadi kuning, kelelahan,
warna urin menjadi lebih gelap, dan
sakit perut.
Efek yang ditimbulkan
03
21. Ranitidin
Memaksimalkan eliminasi obat .
Activated Charcoal
Obat yang sudah terjerap pada
activated charcoal, selanjutnya akan
dibawa melewati dinding usus dan
diserap ke dalam usus melalui
perbedaan konsentrasi, sehingga
eliminasi obat akan meningkat.
Eliminasi renal
Perubahan pH urin berguna untuk
meningkatkan eliminasi obat yang
bersifat elektrolit lemah. Modifikasi pH
urin bertujuan untuk meningkatkan
ionisasi obat, sehingga akan
menurunkan reabsorpsi di ginjal,
contoh: Salisilat (asam lemah) akan
lebih cepat terekskresi pada urin yang
bersifat alkali. Peningkatan pH urin
dapat dilakukan dengan pemberian
Sodium Bicarbonate secara intravena.
Cara Penanganan Efek Toksik
04
22. INH
Jika obat diberikan lebih dari 5
mg/kgBB
Level Dosis Toksik
01
Asetilasi INH didapatkan dari pembentukan acetylisoniazid, yang
mana selanjutnya, dapat dihidrolisis menjadi asetil hidrazin dan
kemudian menjadi nontoxic diacetyl hidrazin oleh NAT2. Pada
suatu penelitian menunjukkan bahwa oksidasi CYP2E1 dimediasi
dari monoacetyl hidrazin dapat menghasilkan hepatotoksin seperti
acetyldiazene, ion acetylonium, asetil radikal atau ketena (Gambar
1).15 hepatotoksin ini dapat didetoksifikasi oleh kehadiran GSTs
dalam hati. Secara alternatif, monoacetyl hidrazin juga selanjutnya
dapat di asetilasi oleh NAT2 menjadi (mungkin tidak beracun)
diacetyl hidrazin. INH juga dihidrolisis oleh isoniazid hidrolase
menjadi asam isonikotinat yang dapat dikonjugasi dengan glisin
dan diekskresikan oleh ginjal.14 RMP adalah inducer kuat dari
CYP2E1, sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim ini dan
dapat mengatur produksi agen hepatotoksik. Hal ini bisa menjadi
salah satu mekanisme yang memungkinkan dimana RMP
meningkatkan toksisitas INH. Dikatakan bahwa INH diubah
menjadi diacetyl hidrazin secara cepat dalam asetilator cepat dan
diekskresikan dari tubuh, sehingga asetilator cepat kurang rentan
untuk hepatitis imbas OAT.15 Namun, karena lambatnya proses
asetilasi, sebagian kecil monoacetyl hidrazin diubah menjadi
diacetyl hidrazin di asetilator lambat dan sebagian besar
monoacetyl hidrazin dioksidasi menjadi produk beracun oleh
CYP2E1. Karenanya asetilator lambat menjadi rentan terhadap
hepatitis imbas OAT apabila produk beracun tidak dihilangkan dari
hati. Pada NAT2 asetilator lambat, karena hidrolisis, sebagian INH
mungkin juga dikonversi ke hidrazin beracun, yang dapat
meningkatkan hepatotoksisitas OAT.
Mekanisme Toksisitas
02
23. INH Gejala klinis disebabkan OAT dapat
muncul dalam waktu 4 minggu setelah
memulai pengobatan.12 Sekitar 10%
dari pasien dengan hepatotoksik
hanya menderita ikterus saja. Sisanya
menunjukkan keluhan terutama
pencernaan seperti: anoreksia, mual,
muntah dan sakit perut. Dalam
sebagian besar kasus, serum alanin
transaminase (ALT), aspartat
transaminase (AST), alkaline
phosphatase (AP) dan bilirubin
meningkat lebih dari tiga kali lipat dari
angka normal, yang juga berdampak
pada kerusakan hati. Pasien dengan
hepatitis imbas OAT memiliki angka
NAT2 kematian sekitar 10%.
Efek yang ditimbulkan
03
24. INH Penting untuk mencegah hepatitis
imbas OAT adalah pemantauan secara
intensif fungsi hati pada pasien dengan
pemberian INH yang dikombinasi
dengan RMP atau PZA. Pentingnya
penghentian pengobatan pada pasien
yang diduga telah menderita hepatitis
imbas OAT. INH, RMP dan PZA
merupakan obat lini pertama yang
efektif untuk TB, penggunaan kembali
obat ini dapat dilakukan ketika fungsi
hati telah kembali ke tingkat normal.14
Namun, dimulai dari dosis rendah dan
selalu memonitoring fungsi hati.
Cara Penanganan Efek Toksik
04
25. AMINODARON Jika obat diberikan lebih dari (200
mg/hari) maka dapat menimbulkan
efek toksik
Level Dosis Toksik
01
Amiodaron dan metabolitnya terakumulasi
dalam lisosom hepatosit dan menyebabkan
penghambatan fosfolipase A1 dan A2, yang
menghambat pembuangan lipid lisosom dan
menyebabkan fosfolipidosis.8]. Seperti pada
pasien kami, mekanisme ini menyebabkan
steatohepatitis dan akhirnya menjadi sirosis
hati yang ireversibel.
Mekanisme Toksisitas
02
26. Hepatotoksisitas yang diinduksi
amiodaron dapat berkembang menjadi
sirosis, mengakibatkan gagal hati
dekompensasi, meskipun hal ini jarang
terjadi.4]. Dalam laporan ini, kami
menyajikan gambaran klinis dari dua
pasien dengan hepatotoksisitas
reversibel dan ireversibel yang
diinduksi amiodaron, menyoroti
pentingnya pemantauan ketat enzim
hati dan evaluasi gambar tomografi
komputer (CT) hati serta biopsi hati
selama pengobatan dengan
amiodaron..
Efek yang ditimbulkan
03
27. Meminimalkan absorpsi obat
Kumbah lambung, tidak disarankan
untuk obat yang bersifat korosif
(contoh: asam sulfat) atau distilat
Petroleum. Penggunaan
larutan activated charcoal atau arang
aktif dapat mengikat dan mengurangi
absorpsi beberapa racun pada saluran
cerna. Namun hal ini tidak dapat
dilakukan jika Pasien mengantuk atau
pingsan (risiko aspirasi) Penurunan
motilitas gastrointestinal (risiko
obstruksi) Keracunan dalam jumlah
besar (sekitar 10 g activated
charcoal diperlukan untuk setiap 1 g
racun.
.
Cara Penanganan Efek Toksik
04
28. PARASETAMOL
hepatotoksisitas dapat terjadi setelah
penggunaan parasetamol dosis
tunggal sebesar 10-15 gram.
(Esquenezi Et al, 2017).
Level Dosis Toksik
01
Mekanismenya toksisitas terjadi dengan rangkaian
peristiwa yang kompleks. Peristiwa ini meliputi : (1)
metabolisme CYP ke metabolit reaktif yang
menghabiskan glutathione dan secara kovalen
mengikat protein; (2) kehilangan glutathione dengan
peningkatan pembentukan oksigen dan nitrogen reaktif
dalam hepatosit yang mengalami perubahan nekrotik;
(3) meningkatkan stres oksidatif, terkait dengan
perubahan homeostasis kalsium dan inisiasi respon
transduksi sinyal, yang menyebabkan transisi
permeabilitas mitokondria; (4) transisi permeabilitas
mitokondria yang terjadi dengan penambahan stress
oksidatif, hilangnya potensi membran mitokondria, dan
hilangnya kemampuan mitokondria untuk mensintesis
ATP; Dan (5) kehilangan ATP yang menyebabkan
nekrosis. Terkait dengan kejadian penting ini
tampaknya ada sejumlah mediator inflamasi seperti
sitokin dan kemokin tertentu yang dapat memodifikasi
toksisitasnya. Beberapa telah terbukti dapat mengubah
stres oksidatif, namun hubungan modulator ini dengan
kejadian mekanistik penting lainnya belum dapat
digambarkan dengan baik. Selain itu, data yang ada
mendukung keterlibatan sitokin, kemokin, dan faktor
pertumbuhan dalam inisiasi proses regeneratif yang
mengarah pada pembentukan kembali struktur dan
fungsi hati (James et al, 2003).
Mekanisme Toksisitas
02
29. PARASETAMOL Secara Umum, reaksi toksisitas dari parasetamol akan
dikonversikan menjadi inaktif melalui metabolisme fase
II yang iv dikonjugasikan dengan sulfat dan glukuronida,
yang akan beroksidasi dalam jumlah kecil melalui
sistem enzim sitokrom P450. Sitokrom P450 2E1
(CYP2E1) akan mengkonversikan parasetamol menjadi
metabolit reaktif yang tinggi, N-acetyl-p-benzo-quinone
imine (NAPQI). Dalam kondisi dibawah normal, NAPQI
akan didetoksifikasi oleh konjugasi dengan glutation.
Pada kasus toksikasi parasetamol, jalur sulfat dan
glukuronida menjadi terurai sehingga parasetamol
merangsang sistem sitokrom P450 memproduksi
NAPQI yang banyak. Konsekuensinya NAPQI yang
dikonjugasi oleh glutation (GSH) bertambah banyak
sedangkan hepatoseluler kekurangan glutation
sehingga ketika melewati kapasitas konjugasi GSH,
NAPQI akan berikatan kovalen dengan makromolekul
vital sel hati (seperti lipid dan protein membran sel) dan
menyebabkan nekrosis hati (Esquenezi Et al, 2017,
Ellis, 2011)
Mekanisme Toksisitas
02
30. Pemeriksaan mikroskopis pada bagian
hati dari orang-orang ini menunjukkan
nekrosis hati yang memudar. Nekrosis
terutama terjadi di daerah centrilobular.
Perubahan mengindikasikan nekrosis
fulminasi yang terbatas terutama pada
hepatosit di daerah centrilobular hati.
Nekrosis pada sel tubulus proksimal
ginjal diamati pada salah satu pasien.
Efek yang ditimbulkan
03
31. Meminimalkan absorpsi obat
Apabila kadar SGPT > 100 U/L, maka
indikasi pemberian antidotum
menggunakan NAC (Acetylcysteine).
Pemberian NAC juga dianjurkan
apabila hasil SGPT / SGOT dari
laboratorium tertunda lebih dari 24
jam.
Peak serum concentration obat PCT
antara 1-2 jam,.
Cara Penanganan Efek Toksik
04
32. DAFTAR PUSTAKA
1.Halim, E. (2020). Makalah Toksikologi Arsenik. Depok: Fakultas.
Kesehatan Kedokteran Magister Kedokteran Kerja Universitas Indonesia.
2.Kurniawidjaja, M. (2021). Konsep Dasar Toksikologi Industri. Depok:
Fakultas. Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
3.Bhaswari, S. A, Dewi I, A.P., Burhannuddin, B. (2020). Gambaran Kadar
Bilirubin Total pada Peminum Minuman Beralkohol. Denpasar: Poltekkes
Kemenkes Denpasar.
4.Lysandro Alsina Nader,* Angelo Alves de Mattos,* Pedro Dornelles
Picon,** Sérgio Luis Bassanesi,** Angelo Zambam De Mattos,* Margarita
Pineiro Rodriguez**. (2010) Hepatotoksisitas karena rifampisin, isoniazid
dan pirazinamid pada pasien tuberkulosis: Apakah anti-HCV merupakan
faktor risiko? . Brazil: Universidade Federal de Ciências da Saúde de
Porto Alegre
5.Toyonobu Tsuda1, Hayato Tada1*, Yoshihiro Tanaka1, Naoto Nishida1,
Taiji Yoshida1, Takeshi Sawada1, Kenji Sakata1, Kenshi Hayashi1, Masa-
aki Kawashiri1, Takeru Oyama2, Motoko Sasaki3, Nozomu Kurose4dan
Masakazu Yamagishi1. Journal of medical case report. (2018)
Hepatotoksisitas reversibel dan ireversibel yang diinduksi amiodaron: dua
laporan kasus.
33. DAFTAR PUSTAKA
6. Robiyanto1*, Jesica Liana2, & Nera Umilia Purwanti2. (2019)
Kejadian Obat-Obatan Penginduksi Kerusakan Liver pada Pasien
Sirosis Rawat Inap di RSUD Dokter Soedarso Kalimantan Barat
(Drug-induced liver injury (DILI) in hospitalized patients with
cirrhosis at Soedarso provincial hospital Kalimantan Barat)
7. JURNAL RESPIRASI JR Vol. 1 No. 3 September 2015
Farmakogenomik Hepatotoksisitas Obat Anti Tuberkulosis Andri
Dwi Wahyudi, Soedarsono Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Soetomo
8. Andi Ristati. (2017). Tesis. EVALUASI HEPATOTOKSIK DAN
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PARACETAMOL INFUS DENGAN
KOMBINASI OBAT-OBAT PENGINDUKSI HATI PADA PASIEN
INTERNA DAN ICU DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR