Dokumen tersebut membahas tentang berbagai jenis antijamur untuk infeksi sistemik dan topikal. Untuk infeksi sistemik digunakan amfoterisin B, flusitosin, dan golongan azol seperti ketokonazol, sedangkan untuk infeksi topikal digunakan griseofulvin, imidazol, dan nistatin. Dibahas pula mekanisme kerja, indikasi, efek samping dari beberapa antijamur tersebut.
Dokumen ini membahas berbagai jenis obat antijamur untuk infeksi sistemik dan topikal. Untuk infeksi sistemik, obat yang direkomendasikan adalah amfoterisin B, flusitosin, azol seperti ketokonazol, flukonazol, dan itrakonazol. Sedangkan untuk infeksi topikal digunakan griseofulvin, imidazol, nistatin, dan obat topikal lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan mekanisme kerja, indikasi
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Obat antelmintik adalah senyawa yang digunakan untuk melawan parasit cacing dengan berbagai mekanisme kerja seperti merusak atau membunuh cacing secara langsung, melumpuhkan cacing, atau mengganggu metabolisme cacing. Beberapa obat antelmintik umum meliputi mebendazol, albendazol, dan prazikuantel.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang penggolongan obat tuberkulosis (TBC) menjadi obat primer dan sekunder beserta indikasi, mekanisme kerja, efek samping, dan interaksinya. Pengobatan TBC dahulu dilakukan secara tunggal dan berlangsung lama, namun kini dilakukan dalam bentuk kombinasi obat dan masa pengobatannya lebih singkat.
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang berbagai jenis antijamur untuk infeksi sistemik dan topikal. Untuk infeksi sistemik digunakan amfoterisin B, flusitosin, dan golongan azol seperti ketokonazol, sedangkan untuk infeksi topikal digunakan griseofulvin, imidazol, dan nistatin. Dibahas pula mekanisme kerja, indikasi, efek samping dari beberapa antijamur tersebut.
Dokumen ini membahas berbagai jenis obat antijamur untuk infeksi sistemik dan topikal. Untuk infeksi sistemik, obat yang direkomendasikan adalah amfoterisin B, flusitosin, azol seperti ketokonazol, flukonazol, dan itrakonazol. Sedangkan untuk infeksi topikal digunakan griseofulvin, imidazol, nistatin, dan obat topikal lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan mekanisme kerja, indikasi
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Obat antelmintik adalah senyawa yang digunakan untuk melawan parasit cacing dengan berbagai mekanisme kerja seperti merusak atau membunuh cacing secara langsung, melumpuhkan cacing, atau mengganggu metabolisme cacing. Beberapa obat antelmintik umum meliputi mebendazol, albendazol, dan prazikuantel.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang penggolongan obat tuberkulosis (TBC) menjadi obat primer dan sekunder beserta indikasi, mekanisme kerja, efek samping, dan interaksinya. Pengobatan TBC dahulu dilakukan secara tunggal dan berlangsung lama, namun kini dilakukan dalam bentuk kombinasi obat dan masa pengobatannya lebih singkat.
Dokumen tersebut membahas tentang penentuan dosis obat untuk mencapai kadar dalam rentang terapeutik. Secara singkat, dokumen menjelaskan bahwa (1) tujuan penetapan dosis adalah mencapai kadar dalam rentang terapeutik, (2) asumsi farmakokinetik diperlukan bila informasi terbatas, dan (3) pemberian obat jangka panjang harus menjaga kadar steady state dalam rentang tersebut.
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASTaofik Rusdiana
Materi ini berisi tentang pengaruh kondisi dan keadaan penyakit pasien yakni kondisi pediatrik (bayi), geriatrik (lansia) dan penderita obesitas terhadap parameter farmakokinetik dan penyesuaian dosis
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013Dayu Agung Dewi Sawitri
Dokumen tersebut membahas latar belakang pengendalian tuberkulosis di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis tinggi keempat di dunia. Meskipun target Millenium Development Goals telah tercapai, penerapan strategi DOTS dan standar pelayanan ISTC belum sepenuhnya dilaksanakan di seluruh fasilitas kesehatan. Pedoman ini bertujuan menyusun panduan tatalaksana tuberkulosis berdasarkan bukti ilmiah untuk meningkatkan kualitas pengendal
Dokumen tersebut membahas tentang obat anti jamur yang dibagi menjadi dua golongan yaitu untuk infeksi sistemik dan untuk infeksi dermatofit serta mukokutan. Obat-obat anti jamur sistemik meliputi amfoterisin B, flusitosin, dan imidazole seperti ketonazol dan flukonazol, sedangkan untuk infeksi kulit dan mulut meliputi griseofulvin, imidazole, nistatin dan tolnaftat.
Dokumen tersebut membahas tentang kriteria uji ekuivalensi untuk produk obat generik. Terdapat tiga jenis uji ekuivalensi yaitu uji invivo, uji in vitro, dan produk-produk yang tidak memerlukan uji ekuivalensi. Dokumen ini juga menjelaskan metode penilaian bioavailabilitas absolut dan relatif serta rancangan studi uji bioekivalensi seperti jumlah dan kriteria subyek, prosedur klinis, serta pertimb
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai satuan berat dan volume yang digunakan dalam dosis obat, perhitungan persentase konsentrasi obat, dan cara menghitung jumlah dosis tablet, larutan, atau suntikan yang dibutuhkan berdasarkan dosis yang diinstruksikan. Termasuk di dalamnya adalah rumus-rumus untuk menghitung dosis obat untuk anak-anak.
Dokumen tersebut membahas tentang tiga kelompok obat, yaitu analgesik, antipiretik, dan anestetik. Analgesik berfungsi mengurangi rasa nyeri, antipiretik menurunkan demam, sedangkan anestetik menghilangkan rasa sakit dengan menghilangkan kesadaran. Ketiga kelompok obat tersebut dibedakan berdasarkan sistem kerja farmakologisnya.
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetika klinis dalam merancang aturan dosis obat secara individual untuk mencapai respon terapeutik optimal dan meminimalkan efek samping, dengan mempertimbangkan variasi antar individu dalam farmakokinetika dan farmakodinamika."
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan daya analgetik asetosal dan parasetamol pada tikus. Tikus diberi obat secara oral kemudian disuntik asam asetat untuk menimbulkan nyeri. Jumlah gelitikan tikus dicatat selama 60 menit. Hasilnya menunjukkan jumlah gelitikan tikus asetosal paling banyak, diikuti tilosa, dan parasetamol paling sedikit. Namun hasil ini bertentangan dengan teori. Kes
1. Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan obat hewan di Indonesia dan tantangan yang dihadapi, termasuk kebutuhan akan SDM berkualitas dan pengembangan riset. 2. Indonesia masih lemah dalam mengelola mutu obat hewan sesuai standar negara maju, namun memiliki peluang untuk memanfaatkan bonus demografi. 3. Pengembangan obat hewan di Indonesia perlu mempertimbangkan regulasi internasional terkait residu obat dan lingkungan.
Pasien mengalami infeksi saluran kemih akibat bakteri E. coli selama 5 hari dengan gejala nyeri perut dan sakit saat buang air kecil. Pemeriksaan urine menunjukkan bakteriuria, urine keruh, dan hasil mikroskopis positif E. coli. Pasien diberi antibiotik ampisilin atau amoxicillin untuk mengobati infeksi tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang golongan antibiotika makrolida, yang merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman. Makrolida pertama kali ditemukan adalah eritromisin, diikuti oleh klaritromisin dan azitromisin yang merupakan turunannya. Makrolida bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.
1. Dokumen ini membahas berbagai jenis obat anti jamur topikal seperti griseofulvin, imidazole, triazole, tolnaftat, tolsiklat, nistatin, dan beberapa anti jamur topikal lainnya.
2. Mekanisme kerja, indikasi, efek samping, dan sediaan dari masing-masing obat anti jamur topikal dijelaskan secara singkat.
3. Informasi mengenai asal, kimia, aktivitas anti jamur, dan far
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASTaofik Rusdiana
Materi ini berisi tentang pengaruh kondisi dan keadaan penyakit pasien yakni kondisi pediatrik (bayi), geriatrik (lansia) dan penderita obesitas terhadap parameter farmakokinetik dan penyesuaian dosis
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013Dayu Agung Dewi Sawitri
Dokumen tersebut membahas latar belakang pengendalian tuberkulosis di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis tinggi keempat di dunia. Meskipun target Millenium Development Goals telah tercapai, penerapan strategi DOTS dan standar pelayanan ISTC belum sepenuhnya dilaksanakan di seluruh fasilitas kesehatan. Pedoman ini bertujuan menyusun panduan tatalaksana tuberkulosis berdasarkan bukti ilmiah untuk meningkatkan kualitas pengendal
Dokumen tersebut membahas tentang obat anti jamur yang dibagi menjadi dua golongan yaitu untuk infeksi sistemik dan untuk infeksi dermatofit serta mukokutan. Obat-obat anti jamur sistemik meliputi amfoterisin B, flusitosin, dan imidazole seperti ketonazol dan flukonazol, sedangkan untuk infeksi kulit dan mulut meliputi griseofulvin, imidazole, nistatin dan tolnaftat.
Dokumen tersebut membahas tentang kriteria uji ekuivalensi untuk produk obat generik. Terdapat tiga jenis uji ekuivalensi yaitu uji invivo, uji in vitro, dan produk-produk yang tidak memerlukan uji ekuivalensi. Dokumen ini juga menjelaskan metode penilaian bioavailabilitas absolut dan relatif serta rancangan studi uji bioekivalensi seperti jumlah dan kriteria subyek, prosedur klinis, serta pertimb
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai satuan berat dan volume yang digunakan dalam dosis obat, perhitungan persentase konsentrasi obat, dan cara menghitung jumlah dosis tablet, larutan, atau suntikan yang dibutuhkan berdasarkan dosis yang diinstruksikan. Termasuk di dalamnya adalah rumus-rumus untuk menghitung dosis obat untuk anak-anak.
Dokumen tersebut membahas tentang tiga kelompok obat, yaitu analgesik, antipiretik, dan anestetik. Analgesik berfungsi mengurangi rasa nyeri, antipiretik menurunkan demam, sedangkan anestetik menghilangkan rasa sakit dengan menghilangkan kesadaran. Ketiga kelompok obat tersebut dibedakan berdasarkan sistem kerja farmakologisnya.
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetika klinis dalam merancang aturan dosis obat secara individual untuk mencapai respon terapeutik optimal dan meminimalkan efek samping, dengan mempertimbangkan variasi antar individu dalam farmakokinetika dan farmakodinamika."
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan daya analgetik asetosal dan parasetamol pada tikus. Tikus diberi obat secara oral kemudian disuntik asam asetat untuk menimbulkan nyeri. Jumlah gelitikan tikus dicatat selama 60 menit. Hasilnya menunjukkan jumlah gelitikan tikus asetosal paling banyak, diikuti tilosa, dan parasetamol paling sedikit. Namun hasil ini bertentangan dengan teori. Kes
1. Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan obat hewan di Indonesia dan tantangan yang dihadapi, termasuk kebutuhan akan SDM berkualitas dan pengembangan riset. 2. Indonesia masih lemah dalam mengelola mutu obat hewan sesuai standar negara maju, namun memiliki peluang untuk memanfaatkan bonus demografi. 3. Pengembangan obat hewan di Indonesia perlu mempertimbangkan regulasi internasional terkait residu obat dan lingkungan.
Pasien mengalami infeksi saluran kemih akibat bakteri E. coli selama 5 hari dengan gejala nyeri perut dan sakit saat buang air kecil. Pemeriksaan urine menunjukkan bakteriuria, urine keruh, dan hasil mikroskopis positif E. coli. Pasien diberi antibiotik ampisilin atau amoxicillin untuk mengobati infeksi tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang golongan antibiotika makrolida, yang merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman. Makrolida pertama kali ditemukan adalah eritromisin, diikuti oleh klaritromisin dan azitromisin yang merupakan turunannya. Makrolida bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.
1. Dokumen ini membahas berbagai jenis obat anti jamur topikal seperti griseofulvin, imidazole, triazole, tolnaftat, tolsiklat, nistatin, dan beberapa anti jamur topikal lainnya.
2. Mekanisme kerja, indikasi, efek samping, dan sediaan dari masing-masing obat anti jamur topikal dijelaskan secara singkat.
3. Informasi mengenai asal, kimia, aktivitas anti jamur, dan far
Dokumen tersebut membahas mengenai pengobatan berbagai penyakit parasit, antara lain malaria, toksoplasmosis, koksidiosis, disentri ameba, dan penyakit parasit lainnya. Berbagai golongan obat dibahas seperti antimalaria, antivirus, antiprotozoa, dan antikoksidia beserta mekanisme kerja masing-masing.
Dokumen tersebut membahas tentang antibiotika dan kemoterapeutika. Ia menjelaskan definisi, jenis, mekanisme kerja, dan contoh dari berbagai antibiotika seperti penisilin, sefalosporin, makrolid, tetrasiklin, aminoglikosida, dan antituberkulosis. Dokumen tersebut juga membahas tentang resistensi bakteri, efek samping antibiotika, dan faktor-faktor penyebab kegagalan terapi antimikroba.
Dokumen tersebut membahas tentang obat, aspek farmakologi obat, perjalanan obat dalam tubuh, penyerapan, metabolisme, distribusi dan ekskresi obat, efek samping obat, antibiotika, kemoterapi, anti malaria, fungistatik, anti diare, kolera, disentri basiler, typhus, obat cacing, dan obat pencahar.
Dokumen tersebut membahas tentang antibiotika, termasuk definisi, penggolongan, mekanisme kerja, dan contoh antibiotika dari berbagai golongan seperti penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, dan lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan indikasi, efek samping, dan peringatan penggunaan antibiotika.
Dokumen tersebut membahas tentang antijamur (antifungi) untuk pengobatan infeksi jamur. Terdapat beberapa golongan antijamur seperti amfoterisin B, flusitosin, grup azol, dan obat topikal yang bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan jamur dengan mengikat ergosterol atau mengganggu sintesis DNA dan protein jamur. Mekanisme kerja dan efek samping dari beberapa antijamur utama seperti amfoterisin B,
Antibiotik dapat berinteraksi dengan makanan yang dikonsumsi dan mengurangi penyerapan atau efektivitas antibiotik. Interaksi ini dapat dihindari dengan meminum antibiotik pada waktu perut kosong, menghindari makanan yang mengandung serat, kalsium, vitamin C, atau zat besi, serta menghindari minuman yang mengandung kafein.
9. Obat-obat anti jamur juga disebut obat-obat
anti mikotik, dipakai untuk mengobati dua jenis
infeksi jamur, yaitu infeksi jamur superficial
pada kulit atau selaput lender dan infeksi jamur
sistemik pada paru-paru atau system saraf
pusat.
Infeksi jamur dapat ringan, seperti pada tinea pedis
(athlete’s foot), atau berat, seperti pada paru-paru
atau meningitis. Jamur, seperti Candidia spp. (ragi),
merupakan bagian dari flora normal pada mulut,
kulit,usus halus, dan vagina (Kee and Hayes,1993).
11. Paru sering terjadi pada penderita
penyakit imuno sepresi yang berat
dan tidak memberi respon
memuaskan terhadap pengobatan
dengan obat jamur.
12.
13. Pengobatan menggunakan Amfoterisin B.
Flusitosin diberikan bersama Amfoterisin B
untuk meningitis, endoftalmitis, arthritis, dan
kandidia.Disamping penyebarannya yang
lebih baik ke jaringan sakit, Flusitosin diduga
bekerja aditif dengan Amfoterisin B sehingga
dosis Amfoterisin B dapat dikurangi.
16. Imidiazol merupakan obat antijamur
spectrum luas dan resistensinya jarang
timbul. Imidiazol tidak diabsorpsi dengan
baik secara oral, kecuali ketokonazol (Neal,
2005).
19. Amfoterisin B
Dihasilkan oleh Sterptomyces nodosus. Untuk infeksi
jamur sistemik, amfoterisin B diberikan melalui infuse
secara perlahan-lahan. Amfoterisin B berikatan
dengan Beta-lipoprotein plasmadan disimpan dalam
jaringan depot, serta sukar berpenetrasi ke dalam SSP.
Untuk meningitis jamur diperlukan pemberian secara
intratekal. Pengembalian obat dari depot ke sirkulasi
berlangsung lambat.
21. Pada mengitis
jamur
Pemberian kombinasi ini akan memperlambat timbulnya
resistensi dan memungkinkan penggunaan dosis
amfoterisin B yang lebih kecil (Munaf,2004). Obat ini
digunakan untuk pengobatan infeksi jamur seperti:
1. Koksidiodomikosis 2. Parakoksidioidomikosi 3. Aspergilosis
4. Kromoblastomikosis 5. Kandidiosis 6. Maduromikosis(misetoma)
22. Flusitosin adalah 5-Fluorositosin yang
merupaka antijamur sistemik yang dapat
diberikan per oral. Flusitosin menghambat
pertumbuhan galur, seperti kandida,
kriptokokus, torulopsis, dan beberapa galur
aspergilosis, serta jamur lain (Munaf, 2004).
Obat ini bekerja karena adanya sel-sel jamur
yang sensitif sehingga mengubah flusitosin
menjadi fluorourasil yang dapat menghambat
timidilat dan sintesis DNA. Mutan-mutan yang
resisten akan berkembang secara teratur dengan
cepat dan obat-obat antijamur akan menyeleksi
strai-strain yang resisten ini. Hal inilah yang
membatasi manfaat penggunaan obat ini.
23. Adalah anti jamur sistematik dari suatu kelas
baru yang disebut eiknokandin.dalam daerah
97% obat terikat protein dan massa paruh
eliminasinya 9-11 jam.obat ini di metabolisme
secara lambat dengan cara hidrolisis dan
asetilasis.eksresinya melalui urin hanya sedikit
sekali.
Kospofungin diindikasikan untuk indikasi
jamur sebagai berikut :
1. Kandidiasis invasif,termasuk
kandidemia pada pasien neutropenia
atau non-neutropenia
2. Kandidiasis esofagus
3. Kandidiasis orofarings
4. Aspergilosis invasif yang sudah refakter
terhadap anti jamur lainnya.
24. Terbinafin merupakan suatu derivat
alilamin sintetik dengan struktur mirip
naftitin.obat ini digunakan untuk terapi
darmofitosis terutama onikomikosis,namun
pada pengobtan kandidiasis kutaneus dan
tinea versikolor,terbinafin biasanya
dikombinasikan dengan golongan imidazol
ataau triazol karena penggunaannya
sebagi monoterapi kurang efektif.
26. Griseofulvin adalah antibiotika yang bersifat fungistatik.Secara
in-vitro griseofulvin dapat menghambat pertumbuhan berbagai
spesies dari Microsporum, Epidermophyton dan
Trichophyton.Pada penggunaan per oral griseofulvin diabsorpsi
secara lambat, dengan memperkecil ukuran partikel, absorpsi
dapat ditingkatkan. Griseofulvin ditimbun di sel-sel terbawah dari
epidermis, sehingga keratin yang baru terbentuk akan tetap
dilindungi terhadap infeksi jamur (Santoso, 2009).
Obat ini bekerja dengan menghambat skualenapoksidase dan obat ini
memberiakn efek fungistatik. Spectrum aktivitasnya hanya efektif terhadap
dermatofit, karena di sel-sel kandida tidak tercapai konsentrasi yang cukup
(Schmitz dkk, 2009).
27. Nistatin adalah antibiotika antifungal yang berasal dari streptomyces
noursei. Aktifitas antifungalnya diperoleh dengan cara mengikatkan
diri pada sterol membrane sel jamur, sehingga permeabilitas
membrane sel tersebut akan terganggu dan komponen intraseluler
dapat hilang (Anonim, 2012).
Nistatin merupakan obat yang termasuk kelompok obat yang
disebut antijamur (antifungal).Bubuk kering, tablet hisap, dan
bentuk cair dari obat ini digunakan untuk mengobati infeksi jamur
pada mulut (Ratnadita, 2011).
Mekanisme kerjanya ialah dengan jalan berikatan dengan sterol membrane sel jamur, terutama
ergosterol.Oleh karena itu, terjadi gangguan pada permeabilitas membrane se jamur dan mekanisme
transpornya.Akibatnya, sel jamur kehilangan banyak kation dan makromolekul.Resistensi dapat timbul
karena menurunnya jumlah sterol pada membrane sel jamaur atau terjadi perubahan sifat struktur atau
sifat ikatannya (Munaf, 2004).
28. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk
kristal putih kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut
dalam alkohol. Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap
berbagai jenis Epidermofiton, Pityrosporum, Trichophyton
dan Candida.Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan
timbulnya gatal-gatal, perasaan terbakar, dan iritasi kulit.
Zat ini digunakan sebagai krem atau larutan 1% terhadap
panu dan kutu air (Tinea pedis) dengan persentase
penyembuhan lebih kurang 80%, sama dengan tolnafat
(Tjan dan Rahardja, 2007).
29. Kandisidin merupakan suatu antibiotik polien
yang diperoleh dari golongan aktinomisetes.
Kandisidin hanya digunakan untuk pemakain
topical pada kandidiasis vaginalis 0,06% yang
dilengkapi dengan aplikatornya. Dosisnya
adalah 2x sehari 1 tablet atau 2x sehari
dioleskan di vagina.Efek sampingnya dapat
berupa iritasi vulva atau vagina, dan jarang
timbul efek samping yang serius (Munaf,
2004).
30. Salep Whitfield adalah campuran asam salisilat dengan asam
benzoate dengan perbandingan 1:2 (biasanya 6% dan
12%).Asam salisilat bersifat keratolitik dan asam benzoate
bersifat fungistatik.Karena asam benzoate hanya bersifat
fungistatik, penyembuhan dapat tercapai setelah lapisan kulit
terkelupas seluruhnya sehingga penggunaan obat ini
memerlukan waktu beberapa minggu sampai bulanan.Salep
ini banyak digunakan untuk Tinea pedis dan kadang-kadang
juga untuk tinea kapitis.Efek sampingnya dapat berupa iritasi
ringa lokal pada tempat pemakaian (Munaf, 2004).
31. Natasimin merupakan antijamur antibiotic polien yang
aktif terhadap banyak jamur.Pemakaian pada mata
jarang menimbulkan iritasi maka digunakan untuk
keratitis jamur.Natasimin merupakan obat terpilih untuk
infeksi Fusarium solani, tetapi daya oenetrasinya ke
ornea kurang memadai.Natasimin juga efektif untuk
kandidiasis oral dan vagina.Sediaan tersedia dalam
suspensei 5% dan salep 1% untuk pemakaian pada mata
(Munaf, 2004).
33. AZOLE
1. Itraconazole
Merek dagang itraconazole: Itzol, Mycotrazol, Sporanox, Sporax, Forcanox, Fungitrazol,
Igrazol, Nufatrac, Petrazole, Sporacid, Sporadal, Spyrocon, Trachon, Tracor, Unitrac.
Kondisi : Tinea corporis atau Tinea cruris
Dosis 100 mg per hari, selama 15 hari, atau 200 mg per hari, selama 7 hari.
Kondisi : Panu
Dosis 200 mg per hari, selama 7 hari.
Kondisi : Candidiasis pada mulut dan tenggorokan
Dosis 100 mg per hari, selama 15 hari. Pada pasien AIDS dan neutropenia, dosis yang
diberikan adalah 200 mg per hari, selama 15 hari.
Kondisi : Candidiasis vagina
Dosis 200 mg, 2 kali sehari. Hanya dikonsumsi untuk satu hari.
Kondisi : Infeksi jamur kuku
Dosis 200 mg per hari, selama 3 bulan.
Kondisi : Infeksi jamur pada tangan atau kaki
Dosis 100 mg per hari, selama 30 hari, atau 200 mg, 2 kali sehari, selama 7 hari.
34. 2. Ketoconazole
Merek dagang ketoconazole: Formyco, Nizol, Nizoral, Solinfec, Tokasid, Zoloral
Kondisi : Infeksi jamur sistemik (systemic fungal infection)
Untuk mengobati infeksi jamur yang memengaruhi beberapa organ (sistemik), seperti histoplasmosis, dokter akan
memberikan ketoconazole tablet dengan dosis sebagai berikut:
•Dewasa: 200 mg, 1 kali sehari. Jika diperlukan, dosis dapat ditingkatkan menjadi 400 mg, 1 kali sehari.
•Anak usia >2 tahun: 3,3–6,6 mg/kgBB, 1 kali sehari.
Kondisi : Panu (pityriasis versicolor)
•Krim 2%
Gunakan pada area yang terinfeksi 1–2 kali sehari selama 2–3 minggu. Gunakan krim hingga beberapa hari setelah
gejala menghilang atau sesuai anjuran dokter.
•Sampo 2%
Gunakan sampo pada area yang terinfeksi (bisa pada kepala atau badan) sekali sehari selama maksimal 5 hari. Untuk
pencegahan, gunakan sampo sekali sekali selama maksimal 3 hari.
Kondisi : Dermatitis seboroik
•Krim 2%
Oleskan ketoconazole krim ke area bermasalah sebanyak 1–2 kali sehari, selama 2–4 minggu.
•Sampo 2%
Busakan sampo pada kulit kepala, diamkan selama 3–5 menit, kemudian bilas sampai bersih. Gunakan sampo 2 kali
seminggu, selama 2–4 minggu. Untuk pencegahan, gunakan sampo 1–2 minggu sekali.
35. 3. Clotrimazole
Merek dagang clotrimazole: Baycuten-N, Bernesten, Candacort, Cotristen, Canesten,
Canesten Dex, Demy, Erphamazol, Fungiderm, Hufaderm, Heltiskin, Medisten, Neo
Ultrasiline
Bentuk krim
Kondisi: Infeksi jamur kulit
Oleskan krim dengan kandungan clotrimazole 1% sebanyak 2–3 kali sehari, selama 2–4
minggu.
Kondisi: Candidiasis vaginalis
Oleskan krim dengan kandungan clotrimazole 1% pada area luar sekitar anus dan alat
kelamin (anogenital) yang gatal, sebanyak 2–3 kali sehari, selama 2 minggu.
Bentuk larutan atau cairan obat luar
Kondisi: Otitis eksterna
Sebagai larutan 1%, teteskan 2–3 cairan obat ke telinga yang terkena infeksi, sebanyak 2–3
kali sehari, selama 2 minggu.
Bentuk tablet vaginal atau pessarium
Kondisi: Candidiasis vaginalis
•Masukkan ke dalam vagina 100 mg tablet vaginal per hari selama 6 hari, atau 200 mg per
hari selama 3 hari.
36. 4. Miconazole
Merek dagang miconazole: Funtas, Locoriz, Mycorine, Mycozol
Daktarin, Daktazol, Delapan-Delapan, Fungares, Funtas, Harconazole, Kalpanax,
Kondisi: Candidiasis mulut dan tenggorokan
• Dewasa dan anak-anak 2 tahun ke atas
Gel yang mengandung 20 mg/g miconazole: Oleskan 2,5 ml, 4 kali sehari. Lanjutkan pengobatan setidaknya
selama 1 minggu meski gejala telah reda.
Kondisi: Candidiasis usus
• Dewasa
Gel yang mengandung 20 mg/g miconazole: Oleskan 20 mg/kgBB yang terbagi ke dalam 4 dosis. Dosis maksimal
1.000 mg (40 ml) per hari. Lanjutkan pengobatan setidaknya selama 1 minggu meski gejala telah reda.
Kondisi: Infeksi jamur pada kulit (tinea pedis, tinea cruris, tinea corporis, panu, candidiasis)
• Dewasa dan anak-anak
Krim, salep, atau bedak yang mengandung 2% miconazole: Oleskan 2 kali sehari selama 2–6 minggu. Lanjutkan
penggunaan obat sampai 1 minggu setelah keluhan hilang.
Kondisi: Infeksi jamur pada kuku
• Dewasa dan anak-anak
Krim yang mengandung 2% miconazole: Oleskan krim 1–2 kali sehari. Lanjutkan penggunaan obat sampai 10 hari
setelah keluhan hilang.
Kondisi: Infeksi jamur pada vagina
• Dewasa
Krim yang mengandung 2% miconazole: Sebelum tidur, oleskan krim 1 kali sehari ke dalam vagina selama 10–14
hari, atau 2 kali sehari selama 7 hari.
37. 5. Fluconazole
Merek dagang fluconazole: Cryptal, Diflucan, FCZ, Fluxar, Kifluzol, Zemyc, Candipar, Fluconazole, Flucoral, Fludis, Fluxar
Tujuan: Mengobati kandidiasis orofaringeal
•Dewasa: 200–400 mg pada hari pertama, diikuti 100–200 mg, sekali sehari, selama 7–21 hari. Dosis pencegahan pada
penderita HIV adalah 100–200 mg, sekali sehari, atau 200 mg, 3 kali seminggu.
•Anak usia 0–14 hari: Dosis awal 6mg/kgBB, diikuti 3 mg/kgBB, setiap 72 jam. Dosis maksimal 12 mg/kgBB setiap 72 jam.
•Anak usia 15–27 hari: Dosis awal 6 mg/kgBB, diikuti 3 mg/kgBB, setiap 48 jam. Dosis maksimal 12 mg/kgBB setiap 48 jam.
•Anak usia 28 hari–11 tahun: Dosis awal 6mg/kgBB, diikuti 3 mg/kgBB, sekali sehari.
Tujuan: Mengobati kandidiasis esofagus
•Dewasa: 200–400 mg pada hari pertama, diikuti 100–200 mg, sekali sehari selama 14–30 hari. Dosis pencegahan pada
penderita HIV: 100–200 mg, sekali sehari, atau 200 mg, 3 kali seminggu.
•Anak usia 0–14 hari: Dosis awal 6mg/kgBB, diikuti 3 mg/kgBB, setiap 72 jam. Dosis maksimal 12 mg/kgBB setiap 72 jam.
•Anak usia 15–27 hari: Dosis awal 6 mg/kgBB, diikuti 3 mg/kgBB, setiap 48 jam. Dosis maksimal 12 mg/kgBB setiap 48 jam.
•Anak usia 28 hari–11 tahun: Dosis awal 6mg/kgBB, diikuti 3 mg/kgBB, sekali sehari.
Tujuan: Mengobati coccidioidomycosis
•Dewasa: 200–400 mg, sekali sehari, selama 11–24 bulan.
Tujuan: Mengobati kandidiasis invasif
•Dewasa: 800 mg pada hari pertama, diikuti 400 mg, sekali sehari, selama 2 minggu.
•Anak usia ≥4 minggu sampai 11 tahun: 6–12 mg/kgBB, sekali sehari.
38. 6. Voriconazole
Merek dagang voriconazole: VFend
Kondisi: Pengobatan candidaemia, infeksi candida pada
jaringan bagian dalam, aspergillosis invasif, scedosporiosis,
atau fusariosis
Intravena: 6 mg/kg tiap 12 jam untuk hari pertama
pertama dilanjutkan dengan 4 mg/kg dua kali sehari.
Oral: 400 mg tiap 12 jam untuk hari pertama dilanjutkan
dengan 200 mg dua kali sehari.
39. 7. Tioconazole
Merek dagang tioconazole: Trosyd, Prodermal
Kondisi: Jamur kulit
Topikal: sebagai krim 1%, oleskan 1–2 kali sehari selama 7–42 hari
Kondisi: Kandidiasis vulvovaginal
Topikal: oleskan salep 6,5% satu kali sehari intravaginal
Kondisi: Jamur kuku
Topikal: gunakan cairan tocinazole 28% pada kuku dan kulit di sekitarnya
setiap 12 jam sekali selama 6–12 bulan
40. Echinocandin
1. Anidulafungin
Merek dagang anidulafungin: Ecalta
Kondisi: Kandidiasis esofagus
Intravena: 100 mg sebagai dosis hari pertama dilanjutkan
dengan 50 mg perhari selama 7 atau 14 hari.
Kondisi: Candidaemia atau infeksi Candida pada jaringan tubuh
yang lebih dalam
Intravena: 200 mg dosis hari pertama dilanjutan dengan 100
mg per hari hingga 14 hari setelah gejala klinis menghilang
41. 2. Micafungin
Merek dagang micafungin: Mycamine
Kondisi: Kandidiasis berat
Intravena: 100–200 mg sekali sehari selama 14 hari
Kondisi: Kandidiasis esofagus
Intravena: 150 mg sehari sekali selama seminggu
42. POLYENE
1. Nystatin
Merek dagang nystatin: Candistin, Cazetin, Constantia, Enystin,
Mycostatin, Nymiko, Nystin, Fladystin, Flagystatin
1. Kandidiasis oral
• Dewasa: 100.000 IU diminum 4 x sehari. Lanjutkan penggunaan
selama 48 jam setelah penyembuhan klinis untuk mencegah
kekambuhan.
• Bayi dan anak: Sama seperti dosis orang dewasa. Untuk
profilaksis/pencegahan (pada bayi yang lahir dari ibu dengan
vagina kandidiasis): 100.000 IU diminum 1 x sehari.
2. Kandidiasis usus
• Nystatin Tablet: 1-2 tablet diminum 3-4 kali sehari.
• Nystatin Suspensi dan Drops
Dewasa: 5 ml, diminum 4 kali sehari.
Anak-anak: 1 ml, diminum 4 kali
43. 2. Amphotericin B
Merek dagang amphotericin B: Fungicid
Bentuk oral
•Candidiasis: 100 mg, 4 kali sehari. Dosis bisa ditingkatkan
sampai maksimal 200 mg, 4 kali sehari.
Bentuk suntik (intravena dan intratekal)
•Aspergillosis: 0,6-0,7 mg/kgBB, selama 3-6 bulan.
•Endokarditis jamur: 0,6-1 mg/kgBB,1 kali seminggu.
Jika pasien menjalani operasi, dosis akan diberikan 0,8
mg/kgBB, 1 kali selama 6-8 minggu.
•Infeksi jamur sistemik parah: 0,25 mg/kgBB per hari. Dosis
bisa ditingkatkan secara bertahap maksimal 1 mg/kgBB per
hari.
•Meningitis jamur: 0,25 – 1 mg, 2-4 kali seminggu.
Bentuk cair
•Candiduria: 50 mg yang dilarutkan dalam 1000 ml cairan aqua
steril 1 kali per hari.
44. Golongan Lain
1. Griseofulvin
Merek dagang griseofulvin: Griseofulvin, Grivin Forte, Rexavin
Tujuan: Mengobati infeksi jamur di kuku tangan dan kuku
kaki
Dewasa: 500 mg setiap 12 jam.
Anak-anak: 10 mg/kgBB per hari.
Tujuan: Mengobati infeksi jamur di kulit kepala (tinea capitis),
kulit, dan selangkangan
Dewasa: 500 mg per hari.
Anak-anak: 10 mg/kgBB per hari.
45. 2. Terbinafine
Merek dagang terbinafine: Interbi, Lamisil, Termisil
Bentuk obat tablet
Dosisnya adalah 250 mg, sekali sehari. Masa pengobatan
sekitar 2–4 minggu untuk infeksi jamur selangkangan (tinea
cruris), 4 minggu untuk kurap (tinea corporis), 2–6 minggu
untuk kutu air (tinea pedis), dan 6–12 minggu untuk jamur
kuku.
Bentuk obat krim
Krim 1% dioleskan sebanyak 1–2 kali sehari pada bagian
yang terinfeksi. Masa pengobatan sekitar 1–2 minggu untuk
tinea corporis dan tinea cruris, 1 minggu untuk tinea pedis,
dan 2 minggu untuk kandidiasis kulit dan panu.