SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
Hipoalbumin Pada Pasien Dengan
Penyakit Penyerta Dan Interaksi Obat
Ruang perawatan dewasa
Tim Paviliun Elisabeth2
DEFINISI
• Kadar albumin darah ≤ 3,5 g/dl.
Batasan tingkatannya belum semua sepakat
• Ringan : 3,5 s/d 3,0 – 3,0 s/d 2,3 g/dl
• Sedang : 3,0 s/d 2,3 - 2,5 s/d 2,0 g/dl
• Berat : < 2,5 s/d 2,0 g/dl
Penyulit Hipoalbuminemia
• Setiap penurunan albumin 0,25 g/dl berhubungan dengan
peningkatan mortalitas 24 – 56 %, kadar < 2,0 g/dl
hampir 100% mortal
• Kadar rendahnya albumin berbanding lurus dengan
peningkatan lama rawat pasien
PREVALENSI
• Sekitar 20% pasien perawatan di rumah sakit
• Disertai dengan penyakit lain:
– Sindroma nefrotik
– Sirosis hepatis
– Gagal jantung
– Malnutrisi
– Sepsis
Regulasi Albumin serum pada Sakit Kritis
KEADAAN SAKIT KRITIS
• Endotoksin bakteri
• Inflamasi  IL2, IL6, TNFα, C3a, C4a
Metabolit as arkidonat, Perpdida vasoaktif
 TCER  albumin masuk ke interstitial  menarik cairan
ke interstisial
• Gangguan reekspansi intravaskular dan edema jaringan.
• Hipoksia jaringan  Gagal multi organ
Hipoalbuminemia dan Obat
• Hipoalbuminemia dianggap memengaruhi proses terapi
(berkaitan dengan perannya sebagai tempat berikatan
obat)
PATOFISIOLOGI
• Menurunnya produksi : penurunan sintesis hati (pada
pasien sirosis atau gagal hati)
• Penurunan asupan protein
• Peningkatan kehilangan albumin :
Gangguan Renal (sindrom nefrotik)
Kehilangan dari kulit (luka bakar)
• Berubahnya distribusi (pada hemodilusi dan menurunnya
bersihan limfatik)
Hipoalbuminemia dan Distribusi Obat
• Volume distribusi (pelarut obat di jaringan) meningkat :
berpotensi mengurangi efikasi obat karena
konsentrasinya di jaringan menurun.
• Pada obat yang terikat albumin :
- Eliminasi obat meningkat (waktu paruh memendek)
Mis. Warfarin, Digoksin, Fenitoin, Benzodiazepin, berbagai
Antibiotik, Furosemid
-Kadar obat bebas meningkat akan meningkatkan risiko
toksisitas (terutama yang tidak berpotensi edema)
Efek obat menjadi lebih sulit diprediksi.
Organ dengan volume distribusi tinggi efektifitas obat
turun, organ dengan volume distribusi rendah toksisitas
obat naik.
Pada obat yang diandalkan untuk awitan (onset) cepat
dan masa kerja pendek (seperti obat anestesi, sedatif,
dan antibiotik dose dependent) : menguntungkan,
keperluan dosis lebih rendah.
Untuk obat yang diharapkan bekerja lama / long acting (
mis. Antihipertensi, insulin kerja panjang dan antibiotik
time dependent) : merugikan, efek obat dapat terlalu kuat
di awal dan hilang sebelum waktunya  risiko efek
rebound
Albumin dan interaksi obat
• Albumin memiliki tempat-tempat terpisah pada
molekulnya, dengan memiliki spesifitas yang bervariasi
untuk substansi yang berbeda.
• Apabila albumin terbatas, obat yang memiliki tempat
ikatan yang serupa akan berkompetisi  akan
menggeser satu sama lain (mis Warfarin dan Fenitoin)
• Hipoalbuminemia pada kondisi kritis lebih
menggambarkan peningkatan permeabilitas kapiler
• Pemberian albumin secara intravena tidak selalu
menunjukan hasil yang signifikan secara cepat.
Koreksi Cepat Hipoalbuminemia
• Bila 100 ml larutan albumin manusia 25% diberikan :
Terdapat peningkatan volume intravaskular dalam 30-60
menit sebesar 450 ml  perhatian pada risiko
overloaded
Koreksi Cepat Hipoalbuminemia
• 2 jam setelah albumin manusia intravena: 10 % akan
bermigrasi ke ekstravaskular.
• 2 hari : 75% infus albumin sudah akan berada di rongga
ekstravaskular
• 7 – 10 hari : distribusi albumin ke kompartemen
ekstravaskular akan tuntas.
 Dalam keadaan sakit kritis seperti sepsis, proses
distribusi akan berlangsung lebih cepat dan kebocoran
albumin transkapiler akan bertambah cepat hingga 13 kali
lipat.
+
• Implementasi restriksi penggunaan infus albumin manusia
intravena tidak memiliki efek negatif terhadap mortalitas
unit perawatan intensif (intensive care unit / ICU), tetapi
justru dapat mengurangi biaya hingga 56%.
Pulimood TB, Park GR. Debate : Albumin administration should be avoided in the critically ill. Crit Care. 2000;4:151–5.
• Peran koreksi albumin intravena masih kontroversial
dasar ilmiahnya ; pemberian lebih didasarkan pada tradisi
dan kriteria 2,5 g/dl menunjukkan mortalitas yang
meninggi.
• Karena ketersediaannya yang terbatas dan tingginya
biaya, penggunaan albumin seharusnya dalam restriksi
untuk indikasi yang terbukti efikasinya.
Pulimood TB, Park GR. Debate : Albumin administration should be avoided in the critically ill. Crit Care. 2000;4:151–5.
Penggunaan Albumin Manusia Intravena yang telah
menjadi Rekomendasi
Indikasi Keterangan Reko-
mendasi
Indikasi yang sesuai (terdapat konsensus yang digunakan secara luas)
Paracentesis 5 g albumin untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan, setelah
paracentesis dengan volume >5 l
1C+
Plasmapheresis
terapeutik
Untuk penukar >20 ml/kg dalam satu sesi atau 20 ml/kg/minggu pada lebih
dari satu sesi
2C+
Peritonitis bakterial
spontan
Dalam kaitannya dengan antibiotik 1C+
Kadang merupakan indikasi yang sesuai (ketika kriteria lainnya terpenuhi)
Pembedahan jantung Terapi pilihan akhir setelah kristaloid dan koloid nonprotein 2C+
Pembedahan mayor Albumin tidak boleh digunakan pada periode segera pascaoperasi. Hanya
diindikasikan digunakan untuk albumin serum <2 g/dl setelah normalisasi
volume sirkulasi
2C+
Sirosis hepatis dengan
asites refrakter
Biasanya tidak efektif, kecuali pada pasien dengan kadar albumin <2 g/dl 2C
Kontraindikasi terhadap
penggunaan koloid
nonprotein
Kehamilan dan menyusui, Periode perinatal dan bayi awal, Gagal liver akut,
Gagal ginjal sedang-berat (terutama ketika terjadi anuria/ oliguria), Tata
laksana dialisis dalam keberadaan abnormalitas hemostasis berat dan kadar
albumin <2-2,5 g/dl, Perdarahan intracranial, Hipersensitivitas
2C
Suplementasi Oral Albumin
• Pada dasarnya suplementasi protein
• Bentuk dasarnya : pemberian putih telur (protein: albumin
dominan)
Suplementasi Putih Telur vs Ekstrak Ikan Gabus
• Putih telur dan Ekstrak ikan gabus gagal menaikkan
albumin serum tetapi mempertahankan albumin tidak
turun. Tidak ada perbedaan antara efikasi putih telur dan
ekstrak ikan gabus
Proses pengolahan suplementasi oral
mempengaruhi hasil peningkatan albumin
Suplementasi protein/ albumin oral (ekstrak Channa striata)
dengan pengolahan yang baik setara dengan koreksi
albumin manusia intravena pada pasien emergensi selama
3 hari
• K1 = Albumin manusia 20% 100 ml
• K2 = Ekstrak Channa 2 x 10 g
• K3 = Ekstrak Chnna 3 x 10 g
• K4 = Ekstrak Channa 4 x 10 g
Kesimpulan
• Hipoalbuminemia merupakan prediktor luaran buruk pada
pasien sakit kritis
• Koreksi hipoalbuminemia dengan albumin manusia
intravena tidak selalu mempunyai makna klinis, bisa
meningkatkan mortalitas pada kasus tertentu dan bisa
memperbaiki keadaan pada keadaan tertentu 
pemberian harus berdasarkan seleksi kasus
• Suplementasi oral berpotensi dipengaruhi oleh fungsi
saluran cerna, efek samping terhadap saluran cerna dan
proses pengolahan
• Apabila diolah dengan benar, suplementasi oral albumin
berpotensi sebaik infus albumin manusia
Contoh Kasus
Pasien Tn. A umur 73 tahun dengan diagnosa medis DLI,
Hepatoma, abses glutea, ulkus decubitus, geriatri
problem, dirawat tanggal 03/10/2023 oleh dr. Y
Dengan Hasil pemeriksaan penunjang
Tinjauan Teori(1).doc

More Related Content

Similar to Hipoalbumin PPT(1).pptx

Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxPertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxTaraManurung
 
Kasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade iiKasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade iiDessycis
 
farmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hatifarmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hatiwitanurma
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.pptAyu Rahayu
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUTeric214073
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.pptretno915824
 
ASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdf
ASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdfASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdf
ASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdfGiziKembangan
 
Diagnosa penyakit
Diagnosa penyakitDiagnosa penyakit
Diagnosa penyakitarieww
 
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASPENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASTaofik Rusdiana
 
HHS in Diabetic Person
HHS in Diabetic PersonHHS in Diabetic Person
HHS in Diabetic PersonRafi Mahandaru
 
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologiTerapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologiTito Ahmad
 
005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptx
005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptx005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptx
005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptxHanungFirman
 
Pharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.pptPharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.pptfiqih22
 
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemiKb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemipjj_kemenkes
 
L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)
L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)
L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)Denis Sakti
 

Similar to Hipoalbumin PPT(1).pptx (20)

Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptxPertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
Pertimbangan anestesi pada pasien diabetes mellitus (1) (2).pptx
 
Kasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade iiKasus ggk dan hipertensi grade ii
Kasus ggk dan hipertensi grade ii
 
farmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hatifarmakoterapi pada pasien gangguan hati
farmakoterapi pada pasien gangguan hati
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt
 
ASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdf
ASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdfASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdf
ASUHAN GIZI DEWASA DENGAN COVID 19.pdf
 
Gagal hati akut
Gagal hati akutGagal hati akut
Gagal hati akut
 
Transfusi darah
Transfusi  darahTransfusi  darah
Transfusi darah
 
hiperbilirubinemia
hiperbilirubinemiahiperbilirubinemia
hiperbilirubinemia
 
Diagnosa penyakit
Diagnosa penyakitDiagnosa penyakit
Diagnosa penyakit
 
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITASPENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
PENGATURAN DOSIS PADA PEDIATRIK, GERIATRIK DAN OBESITAS
 
HHS in Diabetic Person
HHS in Diabetic PersonHHS in Diabetic Person
HHS in Diabetic Person
 
Farmakokinetika Aminoglikosida
Farmakokinetika AminoglikosidaFarmakokinetika Aminoglikosida
Farmakokinetika Aminoglikosida
 
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologiTerapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
Terapi cairan dan_nutrisi_pada_kelainan_endokrinologi
 
005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptx
005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptx005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptx
005_HANNUNG FIRMAN Y_KIMIA DARAH FIKS.pptx
 
267768431.ppt
267768431.ppt267768431.ppt
267768431.ppt
 
Pharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.pptPharmacogenomics fix.ppt
Pharmacogenomics fix.ppt
 
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemiKb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
Kb 6 asuhan dan bayi dengan ikterus dan hipoglikemi
 
L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)
L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)
L1 skenario a blok 14 (sindrom metabolik)
 

Recently uploaded

Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)Nodd Nittong
 
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioIMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioSafrina Ramadhani
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptxASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptxabdulmujibmgi
 
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024Zakiah dr
 
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptxseminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptxsariakmida
 
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...Arif Fahmi
 
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccaskep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccanangkuniawan
 
Root cause analysis ( analisa akar masalah )
Root cause analysis ( analisa akar masalah )Root cause analysis ( analisa akar masalah )
Root cause analysis ( analisa akar masalah )ssuser4ceaef1
 
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.pptcels17082019
 
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencanaasuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencanaAnnisFathia1
 
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)fifinoktaviani
 
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smeardokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smearprofesibidan2
 
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDITDasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDITIrfanNersMaulana
 
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritiskonsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritisfidel377036
 
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHANKONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHANfaisalkurniawan12
 
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkbregulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkbSendaUNNES
 
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADAASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADARismaZulfiani
 
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptxPB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptxHikmaLavigne
 
Presentasi contoh Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh  Visum et Repertum.pptPresentasi contoh  Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh Visum et Repertum.pptSuwandiKhowanto1
 
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksiTM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksihaslinahaslina3
 

Recently uploaded (20)

Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
 
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioIMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptxASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL PPT.pptx
 
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
 
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptxseminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
 
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
 
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccaskep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
 
Root cause analysis ( analisa akar masalah )
Root cause analysis ( analisa akar masalah )Root cause analysis ( analisa akar masalah )
Root cause analysis ( analisa akar masalah )
 
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
468660424-Kuliah-5-CDOB-upkukdate-ppt.ppt
 
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencanaasuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
 
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
 
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smeardokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
dokumen.tips_pap-smear-ppt-final.pptx_iva pap smear
 
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDITDasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
 
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritiskonsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
 
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHANKONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
 
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkbregulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
 
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADAASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
 
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptxPB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
 
Presentasi contoh Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh  Visum et Repertum.pptPresentasi contoh  Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh Visum et Repertum.ppt
 
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksiTM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
 

Hipoalbumin PPT(1).pptx

  • 1. Hipoalbumin Pada Pasien Dengan Penyakit Penyerta Dan Interaksi Obat Ruang perawatan dewasa Tim Paviliun Elisabeth2
  • 2. DEFINISI • Kadar albumin darah ≤ 3,5 g/dl. Batasan tingkatannya belum semua sepakat • Ringan : 3,5 s/d 3,0 – 3,0 s/d 2,3 g/dl • Sedang : 3,0 s/d 2,3 - 2,5 s/d 2,0 g/dl • Berat : < 2,5 s/d 2,0 g/dl
  • 3. Penyulit Hipoalbuminemia • Setiap penurunan albumin 0,25 g/dl berhubungan dengan peningkatan mortalitas 24 – 56 %, kadar < 2,0 g/dl hampir 100% mortal • Kadar rendahnya albumin berbanding lurus dengan peningkatan lama rawat pasien
  • 4. PREVALENSI • Sekitar 20% pasien perawatan di rumah sakit • Disertai dengan penyakit lain: – Sindroma nefrotik – Sirosis hepatis – Gagal jantung – Malnutrisi – Sepsis
  • 5.
  • 6. Regulasi Albumin serum pada Sakit Kritis
  • 7. KEADAAN SAKIT KRITIS • Endotoksin bakteri • Inflamasi  IL2, IL6, TNFα, C3a, C4a Metabolit as arkidonat, Perpdida vasoaktif  TCER  albumin masuk ke interstitial  menarik cairan ke interstisial • Gangguan reekspansi intravaskular dan edema jaringan. • Hipoksia jaringan  Gagal multi organ
  • 8. Hipoalbuminemia dan Obat • Hipoalbuminemia dianggap memengaruhi proses terapi (berkaitan dengan perannya sebagai tempat berikatan obat)
  • 9. PATOFISIOLOGI • Menurunnya produksi : penurunan sintesis hati (pada pasien sirosis atau gagal hati) • Penurunan asupan protein • Peningkatan kehilangan albumin : Gangguan Renal (sindrom nefrotik) Kehilangan dari kulit (luka bakar) • Berubahnya distribusi (pada hemodilusi dan menurunnya bersihan limfatik)
  • 10. Hipoalbuminemia dan Distribusi Obat • Volume distribusi (pelarut obat di jaringan) meningkat : berpotensi mengurangi efikasi obat karena konsentrasinya di jaringan menurun. • Pada obat yang terikat albumin : - Eliminasi obat meningkat (waktu paruh memendek) Mis. Warfarin, Digoksin, Fenitoin, Benzodiazepin, berbagai Antibiotik, Furosemid -Kadar obat bebas meningkat akan meningkatkan risiko toksisitas (terutama yang tidak berpotensi edema)
  • 11. Efek obat menjadi lebih sulit diprediksi. Organ dengan volume distribusi tinggi efektifitas obat turun, organ dengan volume distribusi rendah toksisitas obat naik. Pada obat yang diandalkan untuk awitan (onset) cepat dan masa kerja pendek (seperti obat anestesi, sedatif, dan antibiotik dose dependent) : menguntungkan, keperluan dosis lebih rendah. Untuk obat yang diharapkan bekerja lama / long acting ( mis. Antihipertensi, insulin kerja panjang dan antibiotik time dependent) : merugikan, efek obat dapat terlalu kuat di awal dan hilang sebelum waktunya  risiko efek rebound
  • 12. Albumin dan interaksi obat • Albumin memiliki tempat-tempat terpisah pada molekulnya, dengan memiliki spesifitas yang bervariasi untuk substansi yang berbeda. • Apabila albumin terbatas, obat yang memiliki tempat ikatan yang serupa akan berkompetisi  akan menggeser satu sama lain (mis Warfarin dan Fenitoin)
  • 13. • Hipoalbuminemia pada kondisi kritis lebih menggambarkan peningkatan permeabilitas kapiler • Pemberian albumin secara intravena tidak selalu menunjukan hasil yang signifikan secara cepat.
  • 14. Koreksi Cepat Hipoalbuminemia • Bila 100 ml larutan albumin manusia 25% diberikan : Terdapat peningkatan volume intravaskular dalam 30-60 menit sebesar 450 ml  perhatian pada risiko overloaded
  • 15. Koreksi Cepat Hipoalbuminemia • 2 jam setelah albumin manusia intravena: 10 % akan bermigrasi ke ekstravaskular. • 2 hari : 75% infus albumin sudah akan berada di rongga ekstravaskular • 7 – 10 hari : distribusi albumin ke kompartemen ekstravaskular akan tuntas.  Dalam keadaan sakit kritis seperti sepsis, proses distribusi akan berlangsung lebih cepat dan kebocoran albumin transkapiler akan bertambah cepat hingga 13 kali lipat.
  • 16. +
  • 17. • Implementasi restriksi penggunaan infus albumin manusia intravena tidak memiliki efek negatif terhadap mortalitas unit perawatan intensif (intensive care unit / ICU), tetapi justru dapat mengurangi biaya hingga 56%. Pulimood TB, Park GR. Debate : Albumin administration should be avoided in the critically ill. Crit Care. 2000;4:151–5.
  • 18. • Peran koreksi albumin intravena masih kontroversial dasar ilmiahnya ; pemberian lebih didasarkan pada tradisi dan kriteria 2,5 g/dl menunjukkan mortalitas yang meninggi. • Karena ketersediaannya yang terbatas dan tingginya biaya, penggunaan albumin seharusnya dalam restriksi untuk indikasi yang terbukti efikasinya. Pulimood TB, Park GR. Debate : Albumin administration should be avoided in the critically ill. Crit Care. 2000;4:151–5.
  • 19. Penggunaan Albumin Manusia Intravena yang telah menjadi Rekomendasi
  • 20. Indikasi Keterangan Reko- mendasi Indikasi yang sesuai (terdapat konsensus yang digunakan secara luas) Paracentesis 5 g albumin untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan, setelah paracentesis dengan volume >5 l 1C+ Plasmapheresis terapeutik Untuk penukar >20 ml/kg dalam satu sesi atau 20 ml/kg/minggu pada lebih dari satu sesi 2C+ Peritonitis bakterial spontan Dalam kaitannya dengan antibiotik 1C+ Kadang merupakan indikasi yang sesuai (ketika kriteria lainnya terpenuhi) Pembedahan jantung Terapi pilihan akhir setelah kristaloid dan koloid nonprotein 2C+ Pembedahan mayor Albumin tidak boleh digunakan pada periode segera pascaoperasi. Hanya diindikasikan digunakan untuk albumin serum <2 g/dl setelah normalisasi volume sirkulasi 2C+ Sirosis hepatis dengan asites refrakter Biasanya tidak efektif, kecuali pada pasien dengan kadar albumin <2 g/dl 2C Kontraindikasi terhadap penggunaan koloid nonprotein Kehamilan dan menyusui, Periode perinatal dan bayi awal, Gagal liver akut, Gagal ginjal sedang-berat (terutama ketika terjadi anuria/ oliguria), Tata laksana dialisis dalam keberadaan abnormalitas hemostasis berat dan kadar albumin <2-2,5 g/dl, Perdarahan intracranial, Hipersensitivitas 2C
  • 21. Suplementasi Oral Albumin • Pada dasarnya suplementasi protein • Bentuk dasarnya : pemberian putih telur (protein: albumin dominan)
  • 22.
  • 23. Suplementasi Putih Telur vs Ekstrak Ikan Gabus • Putih telur dan Ekstrak ikan gabus gagal menaikkan albumin serum tetapi mempertahankan albumin tidak turun. Tidak ada perbedaan antara efikasi putih telur dan ekstrak ikan gabus
  • 24. Proses pengolahan suplementasi oral mempengaruhi hasil peningkatan albumin
  • 25. Suplementasi protein/ albumin oral (ekstrak Channa striata) dengan pengolahan yang baik setara dengan koreksi albumin manusia intravena pada pasien emergensi selama 3 hari • K1 = Albumin manusia 20% 100 ml • K2 = Ekstrak Channa 2 x 10 g • K3 = Ekstrak Chnna 3 x 10 g • K4 = Ekstrak Channa 4 x 10 g
  • 26. Kesimpulan • Hipoalbuminemia merupakan prediktor luaran buruk pada pasien sakit kritis • Koreksi hipoalbuminemia dengan albumin manusia intravena tidak selalu mempunyai makna klinis, bisa meningkatkan mortalitas pada kasus tertentu dan bisa memperbaiki keadaan pada keadaan tertentu  pemberian harus berdasarkan seleksi kasus • Suplementasi oral berpotensi dipengaruhi oleh fungsi saluran cerna, efek samping terhadap saluran cerna dan proses pengolahan • Apabila diolah dengan benar, suplementasi oral albumin berpotensi sebaik infus albumin manusia
  • 27. Contoh Kasus Pasien Tn. A umur 73 tahun dengan diagnosa medis DLI, Hepatoma, abses glutea, ulkus decubitus, geriatri problem, dirawat tanggal 03/10/2023 oleh dr. Y Dengan Hasil pemeriksaan penunjang Tinjauan Teori(1).doc