1. Dokumen tersebut membahas evaluasi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian kaitannya dengan pemberian sertifikasi tanah bagi para transmigran.
2. Beberapa poin evaluasi mencakup komitmen pejabat daerah, proses pengadaan tanah, transmigran belum menerima sertifikat tanah, serta tanggung jawab dan larangan yang diatur dalam peraturan turunan.
3. Simpulannya, perlu pengaturan lebih
Evaluasi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian Kaitannya dengan Pemberian Sertifikasi Tanah Bagi Para Transmigran
1. EVALUASI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1997
TENTANG KETRANSMIGRASIAN KAITANNYA DENGAN
PEMBERIAN SERTIFIKASI TANAH BAGI PARA TRANSMIGRAN *)
Dr. FX. Sumarja, S.H., M.Hum. Ketua
Ade Arif Firmansyah, S.H., M.H. Anggota
Siti Khoiriah, S.H.I., M.H. Anggota
*) Disampaikan kegiatan FGD Penguatan Fungsi
Legislasi DPR-RI: Efektivitas Peran Pemerintah
Terhadap Hak Masyarakat Lokal dan Para Transmigran
Dalam Penempatan Wilayah dan Pemberian Sertifikat
Tanah (Kerjasama DPD RI dengan FH Unila),
Bandar Lampung, Kamis 15 Juni 2017
2. Latar Belakang
• Target penurunan angka kemiskinan (Jokowi-JK)
sebesar 0,6% menjadi 10,3% (bahkan diharpakan
sekali di bawah 10%) atau sebesar 26 jutaan
orang.
• Pembangunan harus menempatkan manusia
sebagai pusat perhatian.
• Maka pembangunan ekonomi harus sejalan
dengan pembangunan sosial sehingga dapat
menyumbang langsung terhadap peningkatan
kualitas kesejahteraan sosial.
3. • Salah satu upaya menurunkan jumlah
kemiskinan adalah program transmigrasi.
• Saat ini terdapat hampir 140 kawasan
transmigrasi di seluruh Indonesia.
• Prioritas saat ini adalah wilayah perbatasan
serta kawasan yang dekat dengan perbatasan
sesuai Nawa Cita ketiga, yaitu: membangun
Indonesia dari pinggiran.
4. • Semula, harapan bagi peserta transmigrasi untuk
mendapatkan lahan tempat tiggal dan lahan
garapan yang didukung alat bukti kepemilikan
tanah, ternyata jauh dari harapan.
• Salah satu contohnya, transmigran asal Jawa
Tengah yang ditempatkan pada wilayah Lampung
pada tahun 1959. Wilayah transmigran tersebut
berada di perbatasan Provinsi Lampung dengan
Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di Desa
Sapto Renggo, Kecamatan Bahuga, Kabupaten
Way Kanan. Transmigran tersebut baru
mendapatkan bukti kepemilikan tanah (sertifikat)
pada tahun 2013.
5. • Di Kabupten Lampung Tengah, pada saat ini
tercatat 5.048 bidang tanah eks transmigrasi
yang belum mendapatkan bukti kepemilikan
tanah (sertifikat).
• Sementara sejak tahun 2013 hingga saat ini, di
Propinsi Lampung tidak ada anggaran untuk
sertifikasi tanah transmigran.
6. Perlu kaji ulang
• Urgensi kajian UUNo.15/1997 tentang
Ketransmigrasian sebagaimana telah diubah
dengan UUNo. 29/2009 tentang Perubahan
Atas UUNo. 15/1997 tentang Ketransmigrasian
dan peraturan turunannya, berkaitan dengan
pemberian sertifikasi tanah bagi para
transmigran.
7. Permasalahan
• Bagaimanakah pengaturan pemberian
sertifikasi tanah bagi para transmigran dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997
tentang Ketransmigrasian, dan perubahannya?
• Bagaimanakah evaluasi Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian dalam hal pengaturan
pemberian sertifikasi tanah bagi para
transmigran?
8. Tujuan Kajian
• Menganalisis aturan pemberian sertifikasi
tanah bagi para transmigran dalam Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian dan aturan perubahannya.
• Menemukan konsep pengaturan pemberian
sertifikasi tanah bagi para transmigran dalam
UU Ketransmigrasian.
9. Pengaturan sertifikasi tanah transmigrasi
• UU No. 15/ 1997 Tentang Ketransmigrasian
• UU No. 29/2009 Tentang perubahan UU No. 15/1997 tentang
Ketransmigrasian
• PP 3/2014 Tentang Pelaksanaan UU No. 15/ 1997 Tentang
Ketransmigrasian Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU No.
29/2009 Tentang Perubahan Atas UU No. 15/1997 Tentang
Ketransmigrasian
• Keputusan Menakertrans No Kep 293/Men/IX/2009 tentang
Penetapan Lokasi KTM di Kawasan Transmigrasi
• Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 13
Tahun 2014 Tentang Pengurusan Hak Atas Tanah Transmigran
10. Ps 13 UU 29/2009
Pasal 13
(1) Transmigran pada Transmigrasi Umum berhak
memperoleh bantuan dari Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah berupa:
a. perbekalan, pengangkutan, dan penempatan di Permukiman
Transmigrasi;
b. lahan usaha dan lahan tempat tinggal beserta rumah dengan
status hak milik;
c. sarana produksi; dan
d. catu pangan untuk jangka waktu tertentu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberian
bantuan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri
11. Ps 15 UU 29/2009
Pasal 15
(1) Transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri berhak memperoleh bantuan
dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berupa:
a. pengurusan perpindahan dan penempatan di Permukiman
Transmigrasi;
b. bimbingan untuk mendapatkan lapangan kerja atau lapangan
usaha atau fasilitasi mendapatkan lahan usaha;
c. lahan tempat tinggal dengan status hak milik; dan
d. bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan
kemitraan usaha.
(2) Kebutuhan pengembangan usaha transmigran di luar bantuan Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah diupayakan melalui kemampuan swadaya dan/atau
melalui bantuan badan usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberian bantuan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberian bantuan oleh badan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
12. Ps 29 PP 3/2014
Pasal 29
1) Pelayanan pertanahan kepada Transmigran dan penduduk
setempat yang pindah ke permukiman baru sebagai bagian
dari SP-Pugar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)
huruf a dan huruf b berupa pemberian bidang tanah.
2) Bidang tanah yang diberikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berasal dari tanah Hak Pengelolaan.
3) Bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa
tanah untuk:
a. lahan tempat tinggal dan lahan usaha; atau
b. lahan tempat tinggal.
4) Bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan
dengan status hak milik atas tanah sesuai dengan jenis
Transmigrasi dan pola usaha pokok.
13. Pasal 29 PP 3/2014
5) Luas bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberikan sesuai dengan hasil perencanaan Kawasan
Transmigrasi.
6) Dalam hal jenis TU dan TSB dengan pola usaha pokok
pertanian tanaman pangan dan/atau perkebunan,
Transmigran atau penduduk setempat yang pindah ke
permukiman baru sebagai bagian dari SP-Pugar diberikan
bidang tanah paling sedikit 2 (dua) hektar.
7) Pengurusan sertifikat hak milik atas tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menjadi tanggung jawab Menteri.
8) Sertifikat hak milik atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) harus diberikan paling lambat 5 (lima) tahun sejak
penempatan pada SP yang bersangkutan.
14. Ps 30 & 31
• Pasal 30
(1) Sebelum sertifikat hak milik atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(7) diterbitkan, Menteri memberikan surat
keterangan pembagian tanah sebagai
legalitas hak untuk penggunaan tanah.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian
surat keterangan pembagian tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
15. Pasal 31 PP 3/2014
• Pasal 31
(1) Tanah yang diberikan kepada Transmigran dan penduduk setempat yang
pindah ke permukiman baru sebagai bagian dari SP-Pugar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 tidak dapat dipindahtangankan, kecuali telah
dimiliki paling singkat selama 15 (lima belas) tahun sejak penempatan.
(2) Dalam hal terjadi pemindahtanganan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), hak atas tanah bagi Transmigran dan penduduk setempat
menjadi hapus.
(3) Hapusnya hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti
dengan pencabutan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dengan hapusnya hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tanah
kembali menjadi tanah yang dikuasai negara.
(5) Tanah yang kembali dikuasai negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
digunakan untuk kepentingan pembangunan dan pengembangan Kawasan
Transmigrasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pencabutan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri setelah
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertanahan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penggunaan tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
16. Permen 13/2014
Pasal 13
(1) SKPD kabupaten/kota mengajukan usulan pengurusan
sertifikasi hak atas tanah transmigran kepada Kantor
Pertanahan kabupaten/kota berdasarkan SKBT yang telah
diverifikasi.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan
dokumen sebagai berikut:
a. keterangan mengenai pemohon;
1. fotocopy identitas pemohon (KTP);
2. fotocopy kartu keluarga; dan
3. keputusan tentang penetapan transmigran dan
transmigran pengganti oleh bupati/walikota daerah tujuan.
b. keterangan mengenai data fisik hasil pembagian lahan yang
digambar dalam peta dengan skala 1:5.000; dan
c. copy sertipikat HPL yang dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang
17. Evaluasi Pengaturan Sertifikasi Tanah
Transmigran
• UU Transmigrasi mempertegas peran
pemerintah daerah mulai dari penyediaan
kawasan, pembangunan kawasan, sampai
dengan pengembangan Kawasan Transmigrasi.
• Pengaturan mengenai peran serta masyarakat
dalam pelaksanaan transmigrasi.
• Pengaturan pelaksanaan jenis-jenis
transmigrasi yang berdampak pada perbedaan
perlakuan dan bantuan.
18. 1. Komitmen Pejabat Daerah
Keberhasilan penyelenggaraan transmigrasi tidak semata-mata
ditentukan oleh anggaran, namun oleh komitmen pejabat-
pejabat di daerah.
Pergantian pejabat di daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) akan
berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan transmigrasi,
lebih-lebih jika pejabat baru tidak konsent dengan persoalan
transmigrasi.
Antisipasinya:
a. Terdapat ukuran/kriteria objektif, untuk penentuan daerah penerima
dan pengirim transmigran.
b. pemberian sertifikat tanah sebaiknya diberikan tidak terlalu lama
setelah menempati lokasi transmigrasi (1-3 th).
c. Selayaknya transmigran dilarang untuk mengalihkan tanahnya tanpa
batas waku. Hal ini perlu diatur untuk menghindarkan perilaku
transmigran yang mencari sumber penghidupan menjadi “peserta
transmigran”.
19. 2. Proses Pengadaan Tanah
UU Transmigrasi tidak mengatur tentang
proses dialogis/konsultatif antara
pemerintah/pemerintah daerah, calon
transmigran dan masyarakat lokal yang
secara substantif dapat mencegah persoalan
hukum di kemudian hari (dalam pengadaan
tanah untuk transmigrasi), mengingat hal ini
tidak masuk dalam UU No 2/2012 ttg
pengadan tanah untuk kepentingan umum.
20. 3. Trasmigran belum terima sertifikat tanah
• Ada dua kemungkinan, pertama sejak awal
belum diproses sertfikatnya, kedua sudah
diproses dan sudah terbit, tetapi sertifikat
jatuh pada orang lain (pada yang tidak
berhak).
• Ada juga yang sudah terima sertifikatnya,
namun tanahnya diklaim oleh masyarakat
lokal.
Mengatasinya: maka perlu ada pengaturan,
bisa dimasukan dalam pasal peralihan.
21. 4. Tanggungjawab & larangan
• Sejalan dengan ketentuan Pasal 28J UUDNRI
1945 ayat (2), maka pengaturan Pasal 29 ayat
(3) dan (4), serta Pasal 31 PP 3/2014 lebih
tepat jika diatur dalam undang-undang
transmigrasi (terkait tanggungjawab menteri,
batas waktu pemberian sertifikat dan
larangan-larangan).
22. Simpulan
Perlu pengaturan dalam UU Transmigrasi:
1. Penyelesaian persoalan-persoalan transmigrasi di
masa lalu (sebelum UU No. 29/2009);
2. Kriteria daerah penerima dan pengirim transmigran;
3. Jangka waktu pemberian sertifikat tanah yang
dipercepat;
4. Larangan-larangan bagi transmisgran terkait dengan
hak atas tanahnya;
5. Penanggungjawab pengurusan sertifikat tanah;
6. Proses dialogis/konsultatif antara
pemerintah/pemerintah daerah dengan masyarakat
lokal dlm pengadaan tanah (kalo mungkin dg calon
transmigran).