1. EKOLOGI KELUARGA
Euis Sunarti
SEJARAH PERKEMBANGAN
Kajian keluarga telah dimulai sejak tahun 1800-an. Seiring kebutuhan untuk
memperbaiki atau menyelesaikan masalah-masalah sosial, seperti dampak
peningkatan perceraian, kekerasan rumahtangga, gerakan atau tuntutan hak
memilih wanita, dan industrialisasi, maka hal tersebut selain memperkuat
pandangan adanya hubungan timbal balik antara keluarga dengan lingkungan
sosial, juga mempengaruhi para pembaharu sosial dalam memandang keluarga
sebagai dasar kesehatan masyarakat (Thomas dan Wilcox dalam Sussman dan
Steinmetz 1987). Fenomena ini sejalan dengan ide “ekologi” yang ditengarai Plato
dan Aristoteles dalam konsep mengenai proses pertumbuhan dan perkembangan
serta hubungan antara populasi dengan struktur dan stabilitas lingkungan (Duncan
1965 dalam Bubolz dan Sontag 1993).
Ketika Ernest Haeckel, seorang zoologist dari Jerman, mengembangkan ilmu
ekologi pada tahun 1860-1870-an, Ellen Swallow Richard juga mengembangkan
dan kemudian mengusulkan ilmu mengenai lingkungan yang difokuskan untuk
rumah dan keluarga, yang saat itu dinamai home ecology (Bubolz dan Sontag
1993). Lingkup home ecology secara paralel memperkaya dan mengembangkan
ruang lingkup ekonomi rumahtangga (home economic), bahkan Richards menjadi
pendiri dan Presiden Asosiasi Home Economic Amerika pertama (Klein dan White
1996). Perspektif ekologi keluarga berkembang pada abad ke-19 seiring dengan
reformasi sosial, urbanisasi, industrialisasi, perluasan pendidikan umum, dan
perhatian terhadap kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Perspektif ekologi
keluarga muncul kembali pada tahun 1960-an seiring meningkatnya kesadaran
adanya keterkaitan dan ketergantungan antara aksi manusia dan kualitas
lingkungan serta perhatian atau minat dalam memandang fenomena keluarga dari
perspektif sistem yang bersifat holistik (Bubolz dan Sontag 1993).
2. Ekologi Keluarga
Dasar filosofis dan konsepsi bagi banyak teori serta implementasi teori ekologi
manusia di keluarga diletakkan Beatrice Paolucci (Hook dan Paolucci 1970 dalam
Bubolz dan Sontag 1993); dan kemudian dengan koleganya meletakkan dasar
konseptual manajemen dan pengambilan keputusan keluarga dalam membangun
kerangka kerja ekologi. Manajemen dan pengambilan keputusan keluarga
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Deacon et al (1988) dalam bukunya
“Family Life Management”. Perspektif dan kerangka kerja ekologi dalam keluarga
sangat terkait erat dengan ruang lingkup ekonomi rumahtangga (home economic).
Sejarah perspektif ekologi dalam home economic menunjukkan sejumlah ide
penting yang sesuai dengan teori ekologi keluarga, yaitu: (1) pendekatan yang
holistik dan interdisiplin; (2) perspektif berakar dari keilmuan, namun menekankan
pada prinsip terapan, metode, dan hasil sains terhadap kegiatan harian; dan (3)
pendirinya pada umumnya adalah perempuan dimana ruang lingkup kerja
dibangun atas dasar pengalaman, kesadaran, dan perhatian wanita terhadap peran
utama mereka yaitu rumah dan keluarga.
PERSPEKTIF EKOLOGI DALAM TEORI KELUARGA
Teori keluarga berkembang sejak awal abad 1900-an, merupakan aplikasi teori
sosiologi dalam institusi keluarga. Perkembangan teori keluarga dimulai dengan
teori interaksi simbolik (simbolic interactionism) sejak tahun 1918, teori struktural
fungsional (structural functionalism) sejak tahun 1930, teori perkembangan
keluarga sejak tahun 1946, teori sistem, teori konflik sosial (social conflict), teori
pertukaran sosial (social exchange), dan teori ekologi manusia (human ecology)
sejak tahun 1960, serta teori konstruksi sosial gender (sosial construction of gender)
sejak tahun 1980 (Boss et al 1993).
Teori-teori keluarga yang berkembang secara umum menurut Winton (1995) dapat
dibagi ke dalam dua kategori yaitu teori kontrol eksternal (external control) dan
teori kekuatan manusia (the power of people). Teori kekuatan manusia lebih
menekankan kepada kekuatan manusia untuk menciptakan perilakunya melalui
kemampuannya dalam berpikir, berinterpretasi, dan memberikan arti kepada dunia;
teori pertukaran sosial dan teori interaksi simbolik termasuk ke dalam kategori ini.
Sedangkan teori kontrol eksternal memiliki pandangan bahwa manusia lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya, dan yang termasuk teori ini
adalah teori perkembangan keluarga, teori struktural fungsional, dan teori konflik
sosial. Kedua kategori teori keluarga tersebut secara paralel mengisi dan
menumbuhkembangkan perspektif ekologi dalam teori keluarga.
LINGKUNGAN KELUARGA
Secara umum lingkungan manusia terdiri dari keseluruhan aspek fisik, biologi,
sosial, ekonomi, politik, estetika, dan struktur yang mengelilingi manusia. Interaksi
manusia dengan lingkungan alam (fisik-biologis) dan lingkungan sosialnya
membentuk ekosistem manusia, demikian halnya dengan ekosistem keluarga yaitu
102
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
3. Ekologi Keluarga
interaksi keluarga dengan lingkungannya. Koenig et al (1975) diacu Bubolz dan
Sontag (1993) membagi tiga kategori lingkungan keluarga yaitu lingkungan yang
dibangun manusia, lingkungan sosial-budaya, dan lingkungan alam (Gambar 1).
Lingkungan alam termasuk komponen fisik dan biologi seperti atmosfir, cuaca,
tanah, air, mineral, tanaman dan tumbuhan. Lingkungan yang dibangun manusia
termasuk perubahan dan transformasi yang dibuat manusia dan berpengaruh
terhadap lingkungan alam, contohnya jalan, ladang, perumahan perkotaan, air dan
udara yang tercemar. Lingkungan sosial meliputi; (1) keberadaan manusia lainnya
seperti kumpulan tetangga yang mengorganisasi kelompok aksi di dalam
komunitas; (2) konstruksi budaya seperti bahasa, hukum, norma dan nilai, serta
pola budaya; dan (3) institusi ekonomi dan sosial seperti sistem peraturan sosial,
sistem industri-pertanian, dan ekonomi pasar.
Manusia
Keluarga
Lingkungan
Buatan Manusia
Lingkungan
Sosial
Budaya
Lingkungan
Alam-BiologiFisik
Gambar 1. Interaksi Manusia dengan Lingkungan
Model interaksi antara keluarga, masyarakat dan lingkungan alam diajukan
Morrison dan Gladhart (1976) sebagaimana diacu Melson (1980) dan disajikan pada
Gambar 2. Energi yang disediakan lingkungan alam bersamaan dengan informasi
mengenai masalah energi yang disediakan oleh lingkungan sosial menjadi input
ekosistem keluarga untuk kemudian didalamnya diolah dan diaplikasikan dalam
perilaku konsumsi, dimana hasil buangannya akan dikeluarkan ke lingkungan alam.
Demikian juga ekosistem keluarga menghasilkan informasi masalah energi berupa
praktek dan kepercayaan yang ditangkap oleh lingkungan sosial. Output
pengelolaan energi dalam ekosistem keluarga terhadap lingkungan alam dan
sosial, pada akhirnya akan menjadi input pada fase berikutnya. Menurut Melson
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
103
4. Ekologi Keluarga
(1980), ekosistem keluarga memiliki sistem pertukaran energi yang lebih kompleks
dibandingkan ekosistem alam.
Pemahaman ekosistem dan ketergantungan antar beragam subsistem di dalamnya
menghantarkan kepada pemahaman makna suatu hubungan (relationships), makna
aturan atau hukum keberlanjutan sistem (sustainability), dan makna bahwa
ekosistem mengorganisasi/mengelola dirinya sendiri. Berkaitan dengan hal
tersebut, secara rinci Capra (tt) menyatakan terdapat prinsip dasar ekologi yaitu: (1)
ketergantungan yang menyebabkan terjadinya hubungan, organisasi diri, dan
jejaring; (2) siklus ulang (recycling) energi dan materi; (3) kemitraan; (4) flexibilitas
(adaptasi) serta keragaman (diversity); dan (5) keberlanjutan.
Lingkungan Alam
Input
Output
Energi
Informasi
Masalah
energi
Manajemen Habitat
Ekosistem Keluarga
(Perilaku Keluarga yang
Berkaitan dengan Tempat
Tinggal)
Energi:
Konsumsi
Buangan
Informasi dan
Masalah energi:
Kepercayaan
Kebiasaan
Lingkungan Sosial
Sumber: Morrison dan Gladhart 1976: 16 diacu Melson 1980
Gambar 2. Interaksi antar Lingkungan Alam, Lingkungan Sosial, dan Keluarga
Secara konseptual lingkungan keluarga bisa dilihat dari berbagai dimensi yang
terikat dalam struktur sosial yaitu dimensi ekonomi, politik, budaya, dan ekologi.
Dimensi ekonomi berkaitan dengan dampak alokasi sumberdaya (seperti uang)
terhadap keluarga, sehingga isu yang diangkat adalah bagaimana perilaku keluarga
dipengaruhi oleh kelas sosialnya. Sementara itu dimensi politik berkaitan dengan
distribusi kekuasaan dalam masyarakat dan bagaimana pengaruhnya terhadap
104
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
5. Ekologi Keluarga
keluarga. Dimensi budaya memberikan perhatian terhadap nilai baik dan buruk
yang disepakati masyarakat dan diterapkan kepada sejumlah peran dan status.
Contohnya adalah nilai ’ideal’ anggota keluarga atau anggota masyarakat. Hal
tersebut akan berpengaruh terhadap sosialisasi dan tranformasi nilai yang
diturunkan dan diterapkan di keluarga. Dimensi ekologi secara langsung
memberikan perhatian terhadap situasi fisik seperti kepadatan (densitas), tata
ruang dan wilayah, perumahan, dan jumlah serta jenis ruang yang tersedia bagi
individu dan keluarga. Salah satu contoh atau isu yang mengemuka berkaitan
dengan hal tersebut adalah bagaimana dampak kepadatan/keramaian/kesesakan
terhadap perilaku individu dan keluarga (Inkeles 1968 diacu Melson 1980).
Berkaitan dengan pemaknaan atau pentingnya ruang bagi perkembangan atau
kehidupan individu dalam keluarga, maka tingkat kepadatan (densitas) minimal
seseorang individu untuk bisa hidup nyaman seringkali dijadikan sebagai salah satu
indikator kesejahteraan keluarga.
Pemahaman bahwa perilaku individu bukan hanya ditentukan oleh individu itu
sendiri melainkan hasil dari sistem yang berlangsung di keluarga, dan perilaku di
keluarga juga berkaitan dengan lingkungan lainnya yang lebih luas, membawa
kepada tingkatan unit analisis lingkungan. Dalam kaitannya dengan perkembangan
manusia, Bronfenbrenner (1979) membagi empat tingkat analisis lingkungan yang
membangun struktur sarang ”nesting structure”; dimana sistem yang lebih kecil
merupakan bagian dari sistem yang lebih luas. Keempat tingkat analisis lingkungan
keluarga dalam kaitannya dengan perkembangan manusia adalah (1) sistem mikro
(sistem dalam keluarga, seperti pola interaksi keluarga; hubungan dyad orangtuaanak, hubungan antara saudara kandung), sistem meso (peer-group, sekolah,
tetangga), sistem ekso (situasi eksternal yang tidak secara langsung melibatkan
individu); dan (2) sistem makro (sistem budaya, ideologi, politik, ekonomi, kebijakan
dan program yang berdampak kepada individu dan keluarga).
Bagaimana sistem makro seperti ideologi, politik, ekonomi, dan kebijakan
pemerintah atau negara berpengaruh terhadap individu dan keluarga pada
tingkatan sistem mikro, dan demikian pula sebaliknya? Berbagai kajian berikut ini,
merupakan contoh yang dapat menggambarkan hal tersebut.
Pertama, perubahan atau perkembangan politik pemerintah berdampak terhadap
kinerja beberapa agen pembentuk karakter anak seperti orangtua, guru, peergroups, pendongeng, dan media massa (Riesman et al 1961). Hal tersebut tentunya
berpengaruh terhadap pola interaksi dalam sistem mikro dan mempengaruhi
perkembangan kepribadian individu seperti otonomi yang mencirikan kualitas
individu dan masyarakat. Dokumentasi yang dilakukan Bronfenbrenner (1970)
menunjukkan bagaimana perbedaan ideologi negara di Amerika Serikat dan USSR
(sistem makro), berpengaruh terhadap pengasuhan anak di keluarga dan
lingkungan masyarakat, yang pada akhirnya berkaitan dengan kualitas individu.
Terdapat perbedaan pola pengasuhan yang sangat kontras di kedua negara
tersebut, dikarenakan sistem ideologi yang berbeda.
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
105
6. Ekologi Keluarga
Kedua, ideologi negara mengubah banyak hal kehidupan individu, keluarga, dan
masyarakat melalui beragam kebijakan dan peraturan. Contohnya adalah revolusi
Cuba berupa peningkatan akses pendidikan dan peningkatan peran perempuan di
sektor publik, diikuti oleh ”Day Care Revolution” serta perubahan pola interaksi dan
komunikasi antar suami-istri, orangtua-anak, dan antar anggota masyarakat (Leiner
dan Ubei 1978). Pada akhirnya kebijakan peningkatan pendidikan dan tingkat
partisipasi angkatan kerja perempuan di Cuba menyebabkan defungsionalisasi
keluarga, yaitu pengambilalihan sebagian fungsi domestik seperti pengasuhan
anak yang semula di keluarga, menjadi tanggung jawab publik. Hasilnya
ditunjukkan dengan peningkatan TPAKW (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Wanita) lebih dari dua kali lipat dalam rentang waktu yang singkat (1964-1970).
Perjuangan kaum perempuan akan keadilan dan kesetaraan gender dalam
berbagai bidang kehidupan, telah banyak mempengaruhi pembagian peran antara
suami-istri di keluarga dan berpengaruh terhadap keberfungsian keluarga.
Beberapa bidang kehidupan yang mengalami reformasi kesetaraan gender adalah
pendidikan, pilihan reproduksi, dan tugas rumah tangga. Demikian halnya dengan
revolusi di bidang seksual, dalam bekerja dan perlakuan di tempat kerja, dalam
keadilan kriminal dan perlawanan terhadap sexual violence (Kaminer 1990).
Ketiga, dampak lingkungan sosial terhadap kehidupan pribadi manusia dibahas
Erich Fromm (1955) dalam bukunya “The Sane Society“ yang mengkaji patologi
kenormalan pola perilaku dengan menjawab beberapa pertanyaan mendasar yaitu:
dapatkah sebuah lingkungan sosial itu sakit? Apa dampaknya terhadap individuindividu yang hidup di dalamnya? Bagaimana proses perubahan kreativitas individu
berubah menjadi perilaku destruktif? Apa makna dan perbedaan antara perilaku
rasional dan perilaku irasional? dan Bagaimana alienasi (keterasingan) itu terjadi?
Fromm juga menyoroti struktur kapitalisme dan hubungannya dengan karakter
manusia, didalamnya membahas perubahan ekonomi dan sosial, perubahan
karakter sosial, bagaimana alienasi terbentuk antara sudut pandang struktur sosialekonomi kontemporer dan struktur karakter pada tingkat rata-rata individu.
Keempat, sistem ekonomi negara berpengaruh terhadap keberfungsian keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekonomi merupakan faktor yang
mempengaruhi interaksi orangtua dengan bayi/anak. Data menunjukkan bahwa
banyak perbedaan dalam perkembangan emosi sosial anak yang dapat dijelaskan
oleh status sosial ekonomi keluarga dibandingkan oleh struktur keluarga (orang tua
tunggal vs bercerai) (Kesner dan McKenry 2001 dirujuk Stillman, Appleyard, dan
Siebenbruner 2003). Perspektif ekologi mengenai interaksi suami-istri dan interaksi
orangtua-bayi, menjelaskan bahwa terdapat faktor ekologi yang membentuk sikap
orang dewasa dalam membentuk keluarga. Demikian juga ekologi yang
mengelilingi orangtua dipengaruhi faktor-faktor seperti pengalaman masa lalu,
ketersediaan hubungan yang mendukung, akses terhadap sumberdaya ekonomi
yang memandu dan mempengaruhi pembentukan keluarga, pengembangan
hubungan yang sehat, dan perkembangan bayi dan anak-anak.
106
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
7. Ekologi Keluarga
TEORI EKOLOGI KELUARGA
Pengertian, Dalil Dasar, dan Asumsi
Ekologi keluarga merupakan teori umum yang dapat digunakan untuk mengkaji
beragam masalah berkaitan dengan keluarga dalam hubungannya dengan
beragam lingkungan. Nilai moral dasar ekologi keluarga terletak pada saling
ketergantungan manusia dengan alam, kebutuhan manusia untuk hidup
berdampingan satu sama lain, dan kebutuhan untuk hidup lebih baik. Nilai moral
dasar tersebut diimplementasikan dalam kemampuan adaptasi, daya untuk hidup
(survival) dan pemeliharaan keseimbangan (equilibrium atau homeostasis) untuk
meraih kehidupan manusia yang lebih baik.
Teori ekologi keluarga merepresentasikan sintesis berbagai asumsi, konsep, dan
proposisi ekologi dalam beragam disiplin; dan sintesis dari teori sistem umum
dengan teori home economic. Konsep dalam teori sistem umum merupakan
penghubung/jembatan antara perspektif sistem dengan perspektif ekologi.
Terdapat beberapa dalil dasar (basic premises) pengaruh teori sistem umum
terhadap ekologi keluarga, yaitu:
1. Ketergantungan seluruh manusia terhadap sumberdaya di bumi. Kesehatan
ekologi dunia bukan hanya tergantung kepada keputusan dan aksi negara, tapi
juga tergantung pada apa yang dilakukan individu dan keluarga.
2. Interaksi keluarga dengan lingkungannya membentuk ekosistem. Kesejahteraan
individu dan keluarga tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan seluruh
ekosistem.
3. Keluarga menjalankan pemeliharaan atau fungsi ekonomi-fisik-biologis, serta
fungsi pengasuhan dan psikososial bagi anggotanya.
4. Daya juang untuk meraih kualitas hidup yang lebih baik merupakan landasan
dari beragam nilai perilaku manusia. Empat nilai utama yang berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan hidup manusia adalah (1) kecukupan ekonomi yang
membagi manusia kedalam kategori kaya atau miskin; (2) keadilan; (3)
kebebasan; dan (4) kedamaian.
Beberapa asumsi penting yang menjelaskan dalil dasar pengaruh teori sistem
umum terhadap ekologi keluarga adalah:
1. Keluarga merupakan bagian dari sistem kehidupan keseluruhan dan berinteraksi
dengan beragam lingkungan.
2. Keluarga merupakan sistem yang adaptif, semi-terbuka, dinamis, dan perilaku
serta keputusannya diarahkan oleh tujuan.
3. Seluruh bagian lingkungan saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama
lain. Lingkungan alam (fisik dan biologis) menyediakan sumberdaya esensial
bagi seluruh kehidupan, dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sosial
budaya dan lingkungan yang dibangun manusia (human-built environment).
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
107
8. Ekologi Keluarga
4. Keluarga merupakan sistem transformasi energi dan membutuhkan energi
tertentu untuk pemeliharaan dan keberlangsungannya, untuk adaptasi dan
berinteraksi dengan sistem lain, juga untuk melakukan beragam fungsi kreatif.
5. Interaksi antara keluarga dengan lingkungan dipandu oleh dua macam aturan
yaitu: (1) hukum alam fisik dan biologi, seperti hukum termodinamik; serta (2)
aturan yang diturunkan manusia seperti norma sosial.
6. Lingkungan tidak menentukan perilaku manusia, tapi memberi batasan dan
kendala sebagaimana juga menyediakan peluang dan kesempatan bagi
keluarga untuk mengoptimalkan pemanfaatannya.
7. Keluarga memiliki beragam tingkat kontrol dan kebebasan dalam interaksinya
dengan alam.
8. Pengambilan keputusan merupakan proses kontrol utama dalam keluarga yang
mengarahkan pencapaian tujuan individu dan keluarga. Secara kolektif
keputusan dan aksi keluarga memiliki dampak kepada masyarakat, budaya, dan
lingkungan alam.
Penekanan keluarga sebagai sistem membawa kepada pemahaman bagaimana
sistem keluarga berjalan serta melaksanakan fungsi dan peran yang diembannya.
Sebagaimana sebuah sistem, keluarga terdiri dari komponen-komponen yang
saling terkait satu sama lain, dimana perubahan dalam satu komponen akan
mengubah komponen lainnya, untuk mempertahankan sistem senantiasa dalam
suatu keseimbangan atau homoestasis. Menurut Von Bertalanffy (1962)
sebagaimana diacu Melson (1980), homeostasis merupakan suatu mekanisme
pengaturan yang berfungsi untuk mempertahankan sistem.
Sebagai sistem, keluarga berkaitan dengan beragam fungsi yang harus dijalankan
untuk mencapai tujuan, oleh karenanya keberlangsungan sistem juga mendapat
perhatian dalam beragam kajian. Menurut Talcott Parson (Hamilton 1983; Winton
1995) terdapat empat masalah fungsional utama dalam keberlangsungan sistem
yaitu: (1) masalah adaptasi mengacu pada perolehan sumberdaya atau fasilitas
yang cukup dari lingkungan luar sistem, dan kemudian mendistribusikannya di
dalam sistem; (2) masalah pencapaian tujuan mengacu pada gambaran sistem aksi
dalam menetapkan tujuan, memotivasi dan memobilisasi usaha dan energi dalam
sistem untuk mencapai tujuan; (3) masalah integrasi mengacu kepada
pemeliharaan ikatan dan solidaritas, dan melibatkan elemen tersebut dalam
mengontrol, memelihara subsistem, dan mencegah gangguan utama dalam sistem;
serta (4) masalah latency mengacu kepada proses dimana energi dorongan
disimpan dan didistribusikan di dalam sistem, melibatkan dua masalah saling
berkaitan yaitu pola pemeliharaan dan pengelolaan masalah atau ketegangan.
Sistem sosial akan hancur atau pecah jika tidak mengelola keempat masalah
fungsional tersebut.
Keterkaitan Konsep Ekologi Keluarga
108
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
9. Ekologi Keluarga
Teori ekologi keluarga bersinggungan erat dengan teori sistem umum dan teori
ekologi manusia. Oleh karenanya dalam pembangunan teori ekologi keluarga
diawali dengan mendeskripsikan konsep utama pada masing-masing teori, sebagai
konsep sementara ”temporary conceptual” untuk membangun teori ekologi
keluarga. Bubolz dan Sontag (1993) menyajikan perbandingan ”ruang lingkup
sementara” dari konsep sistem umum, ekologi manusia, dan ekologi keluarga
seperti disajikan pada Tabel 1.
Konsep-konsep pada Tabel 1 tersebut oleh Bubolz dan Sontag (1993) dijadikan
dasar pembangunan teori ekologi keluarga dengan mengelompokkannya kedalam
tiga kategori yaitu struktur ekosistem keluarga, proses ekosistem keluarga, dan
outcome keluarga (level mikro dan makro) yang secara komprehensif digambarkan
keterkaitannya pada Gambar 3. Struktur ekosistem keluarga terdiri dari: (1)
keluarga dengan beragam karakteristiknya seperti struktur keluarga (utuh vs cerai),
etnik, tahap perkembangan kehidupan keluarga, dan status sosial ekonomi; (2)
atribut individu dan keluarga yang meliputi sumberdaya, tujuan, nilai, dan
kebutuhan; serta (3) lingkungan alam, sosial-budaya, dan lingkungan yang
dibangun manusia. Keluarga dengan beragam karakteristiknya melakukan
transformasi energi, materi dan informasi, serta melakukan adaptasi melalui
aktivitas persepsi, organisasi, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen,
penggunaan teknologi, pemeliharaan sistem serta perkembangan manusia, untuk
meraih kehidupan individu dan lingkungan yang lestari dan berkualitas.
Tabel 1. Ruang Lingkup Konsep Sistem Umum, Ekologi Manusia, dan Ekologi
Keluarga
Konsep Sistem Umum
Bahan
Energi
Informasi
Ruang
Waktu
Konsep Ekologi Manusia
Ekosistem manusia
Organisme
Populasi
Lingkungan
Interaksi
Saling tergantung
Persepsi
Organisasi
Teknologi
Adaptasi
Konsep Ekologi Keluarga
Keluarga
Kebutuhan
Nilai
Tujuan
Sumberdaya
Artifak
Manajemen
Pengambilan keputusan
Pemeliharaan
Komunikasi
Perkembangan manusia
Kualitas hidup manusia
Kualitas lingkungan
Sumber : Bubolz dan Sontag 1993
Sementara itu Melson (1980), menyatakan bahwa keluarga melakukan transaksi
dengan berbagai lingkungannya melalui empat proses yaitu - penerimaan
(perceiving), penetapan/pengaturan ruang (spacing), pemberian nilai (valuing), dan
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
109
10. Ekologi Keluarga
pengambilan keputusan (deciding) - sebagai cara dimana keluarga menerima dan
mengolah informasi, menetapkan tujuan, dan berperilaku dalam rangka mencapai
tujuan. Keempat proses tersebut, baik pada tataran individu dan keluarga, dapat
dipandang bersama sebagai pengaturan stimulasi dan kontrol terhadap
lingkungan. Penjabaran beberapa konsep dalam teori ekologi keluarga menurut
Bubolz dan Sontag (1993) dan Melson (1980) diantaranya adalah:
Pertama, individu dan keluarga memiliki kebutuhan yang pada tingkatan tertentu
harus dipenuhi untuk melakukan adaptasi serta mempertahankan keberlangsungan
dan keberlanjutan kehidupan. Kebutuhan manusia bisa digolongkan ke dalam
beberapa kategori. Maslow membagi kebutuhan manusia ke dalam kebutuhan
pokok seperti sandang, pangan, papan, dan kesehatan; kebutuhan pendidikan,
keamanan, pengakuan, harga diri (self esteem), dan kebutuhan perwujudan diri (self
actualization). Saxton (1990) mengkategorikan kebutuhan individu menjadi tiga
bagian yaitu kebutuhan material (biologi), psikologis (emosi), dan kebutuhan seks.
Sementara Allardt (1976) seperti diacu Bubolz dan Sontag (1993) membagi
kebutuhan ke dalam tiga golongan yaitu kebutuhan untuk memiliki (materi, energi,
informasi), untuk berhubungan (mencintai, dicintai), dan kebutuhan untuk menjadi
seseorang (tumbuh dan berkembang, kontrol diri, kepuasan, harga diri). Kebutuhan
individu dan keluarga hendaknya dipertimbangkan dalam konteks masyarakat dan
ekosistem, dan menjadi landasan motivasi perilaku individu dan keluarga.
KARAKTERISTIK KEBERAGAMAN KELUARGA
STRUKTUR
EKOSISTEM
KELUARGA
Struktur Asal Etnis Taraf Hidup
Status Sosial ekonomi
ATRIBUT INDIVIDU DAN KELUARGA
Kebutuhan
Nilai
Tujuan
Sumberdaya
Barang
INTERAKSI DALAM KEBERAGAMAN LINGKUNGAN
Biologi-fisik Alam
Buatan Manusia
Sosial Budaya
PERUBAHAN
Zat Energi
PROSES
EKOSISTEM
KELUARGA
Adaptasi
THROUGH ACTIVITIES/PROCESSES
Persepsi
Organisasi
Komunikasi
HASIL:
TINGKAT
MAKRO DAN
MIKRO
110
Informasi
KEIKUTSERTAAN DALAM PROSES UTAMA
Pembuatan Keputusan
Kegiatan Penopang
Manajemen
Perkembangan
Manusia
Penggunaan teknologi
PENCAPAIAN HASIL
Kualitas Hidup Manusia dan Kualitas Lingkungan
KONSEKUENSI REALISASI NILAI DAN TUJUAN LINGKUNGAN
Kemajuan Manusia
Pekerjaan dan Keberlangsungan Lingkungan
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
11. Ekologi Keluarga
Gambar 3. Hubungan antara Konsep-konsep dalam Teori Ekologi Keluarga
Kedua, nilai merupakan konsepsi manusia mengenai benar dan salah, baik-buruk,
dan kepatutan (pantas-tidak pantas). Nilai juga menyangkut keindahan,
keberfungsian, serta kemanfaatan. Nilai menembus sistem keluarga dan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dalam proses keluarga (Bubolz dan Sontag 1993).
Hasil penelitian mengenai nilai yang dianut individu yang dilakukan tehadap lebih
1400 contoh di Amerika pada tahun 1971 menunjukkan bahwa baik contoh laki-laki
maupun perempuan sepakat menempatkan kedamaian dunia, ketahanan keluarga,
dan kebebasan, sebagai nilai akhir yang dituju individu pada rangking pertama
sampai ketiga. Sedangkan untuk nilai instrumental, baik laki-laki maupun
perempuan sama-sama menempatkan kejujuran (honest) pada rangking pertama
dan tanggungjawab (responsibility) pada rangking ketiga, sementara laki-laki
menempatkan ”ambisi” sebagai nilai instrumental pada rangking kedua, dan
perempuan menempatkan ”mudah memberi maaf (forgiving)” sebagai nilai
instrumental pada rangking kedua (Melson 1980).
Ketiga, sumberdaya bermakna sumber dan kekuatan, potensi dan kemampuan
untuk mencapai suatu manfaat atau tujuan. Sumberdaya merupakan aset, yaitu
sesuatu apapun baik yang dimiliki atau yang dapat diakses, yang dapat
memberikan nilai tukar untuk mencapai tujuan (Rice et al 1986). Ketersediaan
sumberdaya berkaitan dengan kemampuan memperoleh dan akses. Salah satunya
adalah melalui keluasan jejaring sosial (social networks). Penelitian Simons, Beaman,
Conger, dan Chao (1993) dirujuk Stafford dan Dawton (1995) menunjukkan bahwa
orang tua (ibu) tunggal dengan pendidikan rendah cenderung tidak memiliki
dukungan dan jejaring sosial yang memadai. Selain itu ibu tunggal dengan tekanan
ekonomi berat cenderung memiliki pengalaman hidup yang negatif akibat
rendahnya dukungan sosial yang lemah mengakibatkan stress psikologis, dan pola
pengasuhan anak yang kurang efektif.
Keempat, adaptasi merupakan konsep utama ekologi (Klein dan White 1996) dan
merupakan kunci interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Dalam rangka
adaptasi, sistem keluarga harus mendeteksi informasi, menyeleksi beragam respon
alternatif, dan memberikan respon. Adaptasi merupakan proses yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan integrasi progresif sistem kehidupan. Brody (1969)
sebagaimana diacu Melson (1980) memandang bahwa proses keluarga atau
individu dalam keluarga dalam bertransaksi energi dan materi dengan
lingkungannya sebagai adaptasi terhadap lingkungan. Adaptasi diartikan sebagai
proses menguatkan dan memelihara status hubungan timbal balik yang relatif
stabil dengan lingkungannya. Yorgburg (1983) melaporkan fungsi adaptif keluarga
terhadap perubahan pola nafkah. Terjadi pembagian peran antar laki-laki dan
perempuan dengan berkembangnya tipe masyarakat berdasarkan pola nafkahnya.
Tekanan pemenuhan pangan pada masa perkembangan teknologi hortikultura,
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
111
12. Ekologi Keluarga
berbeda dengan masa sebelumnya. Pembagian peran yang terjadi diantaranya
adalah bahwa perempuan mengerjakan pekerjaan yang lebih ringan beban fisiknya
seperti menanam dan memanen, sementara laki-laki mengerjakan pekerjaan yang
menuntut kekuatan fisik seperti membersihkan ladang dan mencangkul.
Kelima, persepsi merupakan proses interpretasi terhadap berbagai stimulus
(informasi) yang secara selektif diterima individu setiap saat untuk membangun
pengetahuan. Persepsi merupakan proses dimana informasi dari lingkungan
diterima sensor untuk kemudian masuk dan dicatat di dalam ingatan, dikelola agar
memiliki makna, dan disimpan untuk digunakan. Persepsi keluarga mengenai
dunia, mengenai lingkungan, ketersediaan materi dan energi untuk melakukan
beragam aktifitas kehidupan, dihasilkan dari proses persepsi. Pengambilan
keputusan di keluarga dipandang sebagai refleksi dari persepsi, kebutuhan, dan
nilai-nilai di keluarga, juga dipandang sebagai refleksi pola interaksi keluarga
(Melson 1980). Keluarga merupakan sistem dimana pertukaran informasi di
dalamnya diarahkan menuju tujuan. Pada tingkatan mikro, pengambilan keputusan
merupakan proses utama interaksi keluarga yang merefleksikan dan
mempengaruhi pola kekuasaan, otoritas, komunikasi, dan resolusi konflik di dalam
keluarga itu sendiri. Gaya pengambilan keputusan individu sangat dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga.
Keenam, perkembangan manusia. Keluarga merupakan institusi pertama dan utama
dimana anggota keluarganya tumbuh dan berkembang. Bagaimana sosialisasi dan
dukungan bagi hak tumbuh kembang anak berlangsung, dijabarkan oleh Berns
(1997) dengan menggambarkan interaksi subsistem mikro, meso, ekso, dan makro.
Perubahan-perubahan subsistem tersebut, dan konsekuensi dari perubahan inter
dan antar subsistem terhadap sosialisasi anak. Oleh karenanya Berns membahas
secara rinci masing-masing tingkat ekologi anak, ekologi keluarga, ekologi
pengasuhan anak, ekologi sekolah, ekologi peer-group, ekologi media massa, juga
ekologi masyarakat. Kajian faktor yang mempengaruhi atau mendasari interaksi
orangtua-anak yang sehat, membutuhkan perspektif ekologi yang lebih luas, baik
kaitannya dengan struktur keluarga maupun fokus terhadap pembangunan
ketahanan keluarga. Tantangan yang lebih spesifik di dalamnya adalah kajian
bagaimana memecahkan masalah yang dihadapi keluarga, seperti mengurangi atau
mengeliminasi kemiskinan, memelihara perkawinan yang sehat, dan menciptakan
lingkungan keluarga yang stabil.
Ketujuh, tata ruang atau pengelolaan ruang (spacing) merupakan perilaku anggota
keluarga berkaitan dengan lingkungan spasialnya. Pemahaman pentingnya
kepemilikan atau keterikatan individu dengan ruang baik melalui pembahasan
keramaian (crowded), ruang pribadi (personal space), kepadatan (density), privacy,
maupun teritorial individu (human territoriality, adopsi kajian teritorial hewan),
mengarahkan kepada berbagai kajian seperti diantaranya hubungan desain rumah
dengan keberfungsian keluarga, hubungan desain rumah dengan efisiensi
manajemen sumberdaya keluarga, atau hubungan keramaian dengan perilaku
112
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
13. Ekologi Keluarga
manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika densitas (kepadatan) dalam
seting bermain anak ditingkatkan, ternyata meningkatkan perilaku agresif anak. Hal
tersebut menunjukkan adanya perilaku paralel antara manusia dan hewan, yang
disebut “invasi” (Melson 1980).
Kedelapan, kualitas hidup manusia dan kualitas lingkungan merupakan cerminan
keberfungsian ekosistem keluarga. Kualitas manusia dinilai dari tingkatan realisasi
nilai-nilai kehidupan dan pencapaian tujuan, yang digabungkan dalam prestasi
perkembangan manusia. Sedangkan kualitas lingkungan meliputi beragam dimensi
seperti keamanan, kesehatan, tempat tinggal, kebertanggungjawaban, keamanan,
kualitas estetika, kecukupan dan pemerataan ekonomi, serta sumberdaya dan
dukungan sosial. Sebagaimana asumsi bahwa setiap individu terikat dengan sistem
mikronya, yaitu keluarga, maka kualitas hidup individu sangat terkait erat dengan
kualitas keluarga. Keberfungsian ekosistem keluarga sebagai kunci pencapaian
kualitas hidup manusia dan kualitas lingkungan berkaitan dengan dukungan sosial
yang diperoleh keluarga. Beragam penelitian telah membuktikan efek positif
dukungan sosial terhadap keberfungsian keluarga, terutama pada keluarga yang
memiliki masalah dan keterbatasan. Dunst dan Trivette (1988) menggambarkan
bahwa secara langsung dan tidak langsung dukungan sosial mempengaruhi
kesejahteraan orangtua, integritas keluarga, interaksi orangtua-anak, serta
perkembangan dan perilaku anak. Sedangkan faktor multidimensi yang
mempengaruhi anak, orangtua, dan keberfungsian keluarga menurut perspektif
ekologi diuraikan pada Gambar 4. Gambar tersebut menunjukkan tujuh tingkatan
“sarang” yaitu: anak, keluarga, jejaring kekerabatan formal, jejaring kekerabatan
informal, organisasi sosial, profesi dan agen layanan manusia, serta pembuat
kebijakan. Gambar 4 memetakan kompleksnya faktor yang mempengaruhi
keberfungsian individu dan keluarga.
Agenda Riset Ekologi Keluarga
Dalam rangka pembangunan teori ekologi keluarga, terdapat beberapa hal
mendasar yang perlu mendapat jawaban dan menjadi agenda riset ekologi
keluarga. Bubolz dan Sontag (1993) menekankan perlunya dilakukan kajian
mendalam untuk mengelaborasi beberapa pertanyaan yaitu, apakah teori sistem
umum selaras dengan teori ekologi keluarga? Bagaimana tingkat generalisasi,
ruang lingkup, serta penyusunan atau pembangunan konseptualisasi dan
terminologi dalam teori ekologi keluarga? Berkaitan dengan arah pembangunan
teori ekologi keluarga di masa yang akan datang, maka metode dalam penelitian
hendaknya: (1) memperhitungkan individu dalam keluarga sebagai organisme fisikbiologis dan sosial-psikologis dalam interaksinya satu sama lain yang diatur dalam
sistem keluarga; (2) individu dan sistem keluarga hendaknya dikaji dalam kaitannya
dengan lingkungan (sosial-budaya) secara keseluruhan; dan (3) memasukkan
hubungan timbal balik (mutual relationships) antara keluarga dan lingkungannya.
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
113
14. Ekologi Keluarga
Terdapat beberapa hal yang ditengarai menjadi tantangan dalam riset ekologi
keluarga. Pertama adalah hubungan multiaras (multilevel) yang kompleks dalam
satu studi atau riset. Hal tersebut dapat dilakukan melalui program seri riset yang
memfokuskan kepada bagian/komponen ekologi keluarga. Oleh karena itu
diperlukan inventarisasi atau kompilasi sistematik hasil-hasil riset yang telah
dilakukan yang berkaitan dengan kajian komponen ekologi keluarga. Tantangan
kedua adalah identifikasi metode yang memadai bagi pelaksanaan riset ekologi
keluarga. Beragam metode dibutuhkan dan dimungkinkan, demikian halnya
metode analisis dan sintesis data yang berbeda jenisnya (objektif, subjektif,
kualitatif dan kuantitatif). Tantangan ketiga adalah program riset yang
menginvestigasi ketergantungan aksi keluarga pada tataran mikro dengan struktur
dan keberfungsian sistem sosial budaya pada aras makro dalam konteks
lingkungan yang dibangun manusia (human-built environment) dan lingkungan
alam baik fisik maupun biologi.
Salah satu agenda riset ekologi keluarga adalah ketahanan keluarga. Zeitlin et al
(1995) menunjukkan pentingnya peningkatan ketahanan keluarga terutama
implikasinya bagi pembuatan kebijakan. Hal tersebut dikarenakan proses keluarga
dalam transaksi energi dan materi dengan lingkungannya melalui pengelolaan
sumberdaya dan pengaturan ruang, adaptasi, pengambilan keputusan, serta
beragam aspek lainnya untuk mencapai kehidupan individu dan lingkungan yang
berkualitas, terkait dengan ketahanan keluarga. Secara sederhana ketahanan
keluarga adalah dinamika keluarga dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki dan
memecahkan masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan yaitu keluarga
sejahtera (Sunarti 2001). Oleh karenanya ketahanan keluarga serta kaitannya
dengan beragam faktor ekologi yang mempengaruhi dan dipengaruhinya
(termasuk di dalamnya beragam dimensi dan tingkatan lingkungan keluarga)
menjadi salah satu agenda riset ekologi keluarga. Sisi lain pentingnya kajian
ketahanan keluarga adalah rentannya keluarga dalam menghadapi perubahan
lingkungan (alam dan sosial) yang begitu cepat. Sebagaimana pendapat Thomas
dan Wilcox dalam Sussman dan Steinmetz (1987) yang menyatakan bahwa
perubahan sosial yang berlangsung cepat, industrialisasi, dan urbanisasi dipandang
sebagai faktor yang dapat menyebabkan disorganisasi keluarga. Oleh karenanya
keluarga dipandang sebagai institusi yang tidak berdaya, mudah pecah, sehingga
perlu dilindungi. Berdasarkan latar belakang dan kerangka berfikir demikian,
Conrad dan Novick (1996) mengembangkan atau menggunakan model ekologi
keluarga sebagai pendekatan dan praktek dukungan sosial (social support) bagi
keluarga, termasuk di dalamnya pengembangan layanan ”Family Crisis Center”.
114
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
15. Pembuat Kbjkan
Jasa Masy
Oganisasi sosial
Krbt infrml
Kerabat
Keluarga
Anak
A
Dukungan informal yang kuat
1
2
3
4
5
6
7
B
Dukungan informal yg lemah
Karekteristik Anak
Umur
Jenis Kelamin
Urutan
Kelahiran
Tkt.
perkembangan
Diagnosa
Watak
Karakteristik Ortu
Umur
Jenis Kelamin
Tkt. Pendidikan
Locus of control
Konsep Diri
Nilai Diri
Aspirasi
Mekanisme Koping
Sosial
Kompetensi
Karakteristik antar
Keluarga
Karakteristik Keluarga
Status Sosek
Pendapatan
Besar Keluarga
Pengaturan
tempat tinggal
Gaya Budaya
Status Pekerjaan
Afiliasi Agama
Pembagian
Peran
Kesesuaian
Peran
Kepuasan
Perkawinan
Komunikasi
Persahabatan
Keberadaan Lakilaki
Dukungan Informal
Teman
Kerabat
Sepupu
Tetangga
Pendeta
Pekerja
Kelompok Sosial
Gereja
Kelompok Mandiri
Dukungan Formal
Ahli Jasa Masy.
Program Intervensi
Pusat Pelayanan
Respile Program
Sekolah umum
Jasa Kesehatan
Ekosistem
Pimpinan Agen /
Jasa
Kelompok Agen
Asrama Sekolah
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah I
(Provinsi)
Pemerintah Daerah
II (Kab.)
16. Ekologi Keluarga
Gambar 4. Peta Ekologi yang menunjukkan Faktor-faktor Multidimensi yang Mempengaruhi Anak, Orangtua, dan Keberfungsian Keluarga
116
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
17. Ekologi Keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Berns, R. M. (1997) Child, Family, School, Community. Socialization and Support. Hartcourt
Brace College Publishers. Orlando, USA.
Boss, P. G., Willian J. Doherty, Ralph LaRossa, Walter R. Schumm and Suzanne K. Steinmetz
(1993) Sourcebook of Family Theories and Methods. A Contextual Approach. Plenum
Press. New York & London
Bronfenbrenner, U. (1970) Two Worlds of Childhood US and USSR. Simon and Schuster. New
York.
Bronfenbrenner, U. (1979) The Ecology of Human Development. Cambridge MA. Harvard
University Press.
Bubolz, M. M., and M. Suzanne Sontag (1993) “Human Ecology Theory” dalam Boss, Doherty,
LaRossa, Schumm, and Steinmetz. Sourcebook of Family Theories and Methods. A
Contextual Approach. Plenum Press. New York and London.
Capra, Fritjof (tt) Ecology and Community. Center for Ecoliteracy. Berkeley, California.
Conrad, C., and Rebecca Novick (1996) “The Ecology of The Family. A Background Paper for
A Family-Centered Approach to Education and Social Service Delivery” dalam
www.nwrel.org/cfc/publications/ecology2
Deacon R. E., and Francile M. Firebaugh (1988) Family Resource Management. Principle and
Application. 2nd Edition. Allyn and Bacon, Inc. London & Sydney
Dunst, C. J., Carol M. Trivette (1988) “Toward Experimental Evaluation of The Family, Infant
and Preschool Program” dalam Weiss, H. B., and Francine H. Jacobs. Evaluating Family
Programs. Aldine De Gruyter. New York.
Erich Fromm (1955) The Sane Society. A Fawcett Premier Book, reprinted by arrangement
Holt, Rinehart & Winston, Inc. New York.
Hamilton, P. (1983) Key Sociologist. Talcott Parsons. Tavistock Publications and Ellis Horwood
Limited. USA.
Kaminer, Wendy (1990) A Fearful Freedom. Women’s Flight from Equality. Addison-Wesley
Publishing Company, Inc. New York.
Klein, D. M., and James M. White (1996) Family Theories. An Introduction. Sage Publications.
London.
Leiner, Marvin., and Robert Ubei (1978) Children are Revoluton. Day Care in Cuba. Penguin
Books. Middlesex, England.
Melson, G. F. (1980) Family and Environment. Burgess Publishing Company. Mineapolis,
Minnesota.
Rice, A. S., and Suzanne M. Tucker (1986) Family Life Management. Sixth Ed. McMillan
Publishing Company. New York.
Riesman, D., Nathan Glazer, and Reueul Denney (1961). The Lonely Crowd. Yale University
Press. New York.
Saxton, Lloyd (1990) The Individual, Marriege, and The Family. Seventh ed. Wardsworth
Publishing Company. Belmont, California.
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia
117
18. Ekologi Keluarga
Stafford, L., and Marianne Dawton (1995) “Parents-Child Communication Within the Family
Sistem” dalam Socha, T. J., and Glen H. Stamp. Ed. (1995) Parents, Children, and
Communication. Frontier of Theory and Research. Lawrence Erlbaum Associates. Inc.
USA.
Stillman, A. Susman, Karen Appleyard, and Jessica Siebenbruner (2003) For Better or For
Worse; An Ecological Perspective on Parent’s Relationships and Parent-Infant
Interaction.
Sunarti, E. (2001) Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya; Telaah Kasus Pengaruhnya
Terhadap Kualitas Kehamilan. Disertasi Pada PS Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tidak dipublikasikan.
Sussman, M. B., and Suzanne K. Steinmetz (1987) Handbook of Marriage, and The Family.
Plenum Press. New York & London.
Winton, C. A. (1995) Frameworks for Studying Families. The Dushkin Publishing Group, Inc.
Guilford, Connecticut.
Yorburg, B. (1983) Families and Societies. Survival or Extinction ? (revised edition of The
Changing Family). Columbia University Press. New York.
Zeitlin, Megawangi, E. M. Kramer, Nancy D. Colletta, E. D. Babatunde, and David Garman
(1995) Strengthening The Family. Implications for International Development. The
United Nations University Press. Tokyo.
118
I – Fondasi, Teori dan Diskursus Ekologi Manusia