Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Ban...Dian Werokila
Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik sipil yang berkaitan dengan pengaturan dan pemanfaatan air, dibutuhkan suatu analisis hidrologi, sehingga dalam mendesain serta menganalisis faktor-faktor utama dalam pelaksanaan suatu proyek seperti keamanan dan nilai ekonomis, aspek hidrologi tidak dapat diabaikan.
Seorang perencana harus dapat merencanakan bangunan air yang secara optimal mampu untuk mempertahankan kekuatan dan umur bangunan itu sendiri, sehingga dalam periode penggunaannya, bangunan tersebut diharapkan dapat dilalui dengan aman oleh banjir yang terjadi sampai ketinggian debit maksimum tanpa adanya kerusakan pada bangunan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah berapa besar debit yang harus disalurkan melalui bangunan yang besarnya tidak tentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu perhitungan hidrologi khususnya analisis banjir rancangan.
Analisis hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana, ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana mulai dari metode Rasional yang cukup sederhana sampai dengan metode yang sangat kompleks yang kemudian telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan kondisi setempat, dikarenakan dari beberapa metode yang ada belum tentu sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) yang ditinjau. Sehingga dalam memilih metode yang tepat untuk suatu DAS diperlukan kajian yang mendalam agar suatu proyek tersebut aman namun tetap bernilai ekonomis.
Persamaan Rasional merupakan salah satu cara untuk menganalisis debit banjir rencana, namun hasilnya seringkali menghasilkan penyimpangan yang cukup besar sehingga persamaan Rasional dibatasi untuk daerah dengan luas daerah aliran sungai yang kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986).
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi dalam penerapannya bahwa koefisien limpasan (C) dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan dan hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.
Salah satu variabel dalam persamaan Rasional adalah koefisien limpasan (C) , faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara debit puncak aktual dengan debit puncak yang mungkin terjadi. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam sungai, terutama kelembaban tanah, sehingga pemilihan harga koefisien limpasan (C) yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas.
Dengan didasari latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian pada suatu daerah aliran sungai agar pemilihan harga koefisien limpasan (C) pada persamaan Rasional terhadap hidrograf satuan terukur suatu daerah aliran sungai tepat sesuai dengan kondisi DAS, penelitian ini dalam bentuk tugas ak
Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Ban...Dian Werokila
Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik sipil yang berkaitan dengan pengaturan dan pemanfaatan air, dibutuhkan suatu analisis hidrologi, sehingga dalam mendesain serta menganalisis faktor-faktor utama dalam pelaksanaan suatu proyek seperti keamanan dan nilai ekonomis, aspek hidrologi tidak dapat diabaikan.
Seorang perencana harus dapat merencanakan bangunan air yang secara optimal mampu untuk mempertahankan kekuatan dan umur bangunan itu sendiri, sehingga dalam periode penggunaannya, bangunan tersebut diharapkan dapat dilalui dengan aman oleh banjir yang terjadi sampai ketinggian debit maksimum tanpa adanya kerusakan pada bangunan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah berapa besar debit yang harus disalurkan melalui bangunan yang besarnya tidak tentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu perhitungan hidrologi khususnya analisis banjir rancangan.
Analisis hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana, ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana mulai dari metode Rasional yang cukup sederhana sampai dengan metode yang sangat kompleks yang kemudian telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan kondisi setempat, dikarenakan dari beberapa metode yang ada belum tentu sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) yang ditinjau. Sehingga dalam memilih metode yang tepat untuk suatu DAS diperlukan kajian yang mendalam agar suatu proyek tersebut aman namun tetap bernilai ekonomis.
Persamaan Rasional merupakan salah satu cara untuk menganalisis debit banjir rencana, namun hasilnya seringkali menghasilkan penyimpangan yang cukup besar sehingga persamaan Rasional dibatasi untuk daerah dengan luas daerah aliran sungai yang kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986).
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi dalam penerapannya bahwa koefisien limpasan (C) dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan dan hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.
Salah satu variabel dalam persamaan Rasional adalah koefisien limpasan (C) , faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara debit puncak aktual dengan debit puncak yang mungkin terjadi. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam sungai, terutama kelembaban tanah, sehingga pemilihan harga koefisien limpasan (C) yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas.
Dengan didasari latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian pada suatu daerah aliran sungai agar pemilihan harga koefisien limpasan (C) pada persamaan Rasional terhadap hidrograf satuan terukur suatu daerah aliran sungai tepat sesuai dengan kondisi DAS, penelitian ini dalam bentuk tugas ak
Tantangan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di IndonesiaCIFOR-ICRAF
Challenges in managing mangrove ecosystem in Indonesia
This session discusses what are the opportunities and challenges in mangrove management, especially from the policy aspects. One of the highlights of this session is the urgency of mangrove economic valuation along the line of one-map policy. This session also discusses the issue faced by the government at the national and sub national levels to perform good mangrove management practices. The need to involve scientists and NGO in supporting the government to implement the mangrove management strategy is also suggested.
Speaker: Victor Nikijuluw, Marine Program Director, Conservation International Indonesia
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
Pengelolaan lahan basah (mangrove dan gambut)CIFOR-ICRAF
Wetland management (mangrove and peatland)
This session discusses peatland and mangrove ecosystems management, within which they are considered as essential ecosystems. This session further explores the legal aspects related to peatland and mangrove ecosystems management in Indonesia and the operationalization of the regulatory framework.
Speaker: Ir. Wiratno, M.Sc., Director General of Conservation on Natural Resources and Ecosystem, Ministry of Environment and Forestry
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
Tantangan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di IndonesiaCIFOR-ICRAF
Challenges in managing mangrove ecosystem in Indonesia
This session discusses what are the opportunities and challenges in mangrove management, especially from the policy aspects. One of the highlights of this session is the urgency of mangrove economic valuation along the line of one-map policy. This session also discusses the issue faced by the government at the national and sub national levels to perform good mangrove management practices. The need to involve scientists and NGO in supporting the government to implement the mangrove management strategy is also suggested.
Speaker: Victor Nikijuluw, Marine Program Director, Conservation International Indonesia
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
Pengelolaan lahan basah (mangrove dan gambut)CIFOR-ICRAF
Wetland management (mangrove and peatland)
This session discusses peatland and mangrove ecosystems management, within which they are considered as essential ecosystems. This session further explores the legal aspects related to peatland and mangrove ecosystems management in Indonesia and the operationalization of the regulatory framework.
Speaker: Ir. Wiratno, M.Sc., Director General of Conservation on Natural Resources and Ecosystem, Ministry of Environment and Forestry
Event: Webinar "Menata Peta Jalan Perencanaan untuk Implementasi Program Nasional PME (Peatland and Mangrove Ecosystems)"
Date: May 15, 2020
Pak Dadang dari Direktorat Kemitraan Lingkungan KLHK menyampaikan definisi, peran dan fungsi kader lingkungan. Sebagai kader lingkungan pemula, peserta diberikan contoh-contoh aktivitas kader lingkungan yang telah berjalan untuk menumbuhkan semangat dari para peserta.
3. Ruang Lingkup Pengelolaan DAS
Pengelolaan lahan / ruang (kawasan
lindung, penyangga, budidaya dan kawasan
khusus).
Pengelolaan sumberdaya air
(kualitas, kuantitas, distribusi dan
kontinuitas).
Pengelolaan vegetasi (kawasan hutan dan
kawasan lainnya)
4. Ruang Lingkup Pengelolaan DAS
Pengembangan sumberdaya buatan
(sarana dan prasarana pengairan)
Pembinaan / pemberdayaan sumberdaya
manusia
(penyuluhan, pelatihan, permodalan, dll).
Pengembangan kelembagaan (kelompok
tani, forum-forum, LSM, Tim
Koordinasi, Jejaring kerja, dll).
5. Penataan ruang dan rencana
pengelolaan
Rehabilitasi dan pelestarian hutan dan
lahan, perlindungan dan pengaturan
fungsi daerah resapan
Mencegah dan mengendalikan
pencemaran air dan udara
Strategi Utama dalam Pengelolaan
DAS
6. Pelestarian dan peningkatan
produktivitas lahan untuk mendukung
kehidupan
Pelestarian dan peningkatan
produktivitas lahan untuk mendukung
kehidupan
Pelestarian dan pemulihan hutan
lindung dan kawasan pelestarian alam
Strategi Utama dalam Pengelolaan
DAS
7. Strategi Utama dalam Pengelolaan
DAS
Peningkatan kemampuan kelembagaan
dengan sasaran :
Kemampuan SDM aparat dan masyarakat
Pengembangan basis data yang mendukung
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Pengembangan forum
komunikasi, koordinasi, dan kerjasama
pengelolaan
Penyempurnaan dan penyesuaian
regulasi serta penegakan hukum
8. Otonomi Daerah dan Pengelolaan
DAS
Perlu adanya penyesuaian
regulasi dan mendukung
pengelolaan DAS secara
utuh, yang arealnya lintas wilayah
administratif dan penggunaan
lintas sektor, sehingga
memungkinkan adanya sharing of
benefit and cost diantara populasi
dalam DAS secara adil.
9. Beberapa peraturan yang menunjang adalah :
UU No. 22 tahun 1999 khususnya padal 87
yang menyatakan bahwa “daerah dapat
mengadakan kerjasama antar daerah dengan
keputusan bersama, daerah apat mengadakan
kerjasama dengan badan lain yang diatur
dengan keputusan bersama kecuali
menyangkut keuangan pemerintahan”.
PP No. 25 tahun 2000 pada pasal 3 ayat (5)
menyatakan bahwa pedoman
penyelenggaraan pengurusan
erosi, sedimentasi, produktivitas lahan pada
DAS lintas Kabupaten/Kota merupakan
wewenang Propinsi.
Otonomi Daerah dan Pengelolaan
DAS
10. Paradigma Pengelolaan DAS
Secara Partisipatoris
Untuk mencapai hasil-hasil pembangunan
yang berkelanjutan, diperlukan pergeseran
paradigma di bidang pengelolaan DAS yang
bersifat partisipatoris.
Pendekatan partisipatoris harus disertai
perubahan cara pandang terhadap DAS
sebagai sistem hidrologi yang semula
merupakan benda fisik menjadi benda
ekonomi yang memiliki fungsi sosial.
11. Harapan dari pelibatan masyarakat :
Pelibatan masyarakat setempat dalam
pemilihan, perancangan dan pelaksanaan
serta mengontrol dan mengevaluasi kegiatan
pengelolaan DAS, dapat menjamin
persepsi, pola sikap dan pola berpikir serta
nilai-nilai dan pengetahuan lokal ikut
dipertimbangkan secara penuh.
Adanya umpan balik yang pada hakekatnya
adalah bagian yang tidak terlepas dari
kegiatan pembangunan keseluruhan.
Paradigma Pengelolaan DAS
Secara Partisipatoris
12. DALAM
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN
DAS
Masyarakat merupakan fokus sentral
dan tujuan akhir pembangunan
Partisipasi menimbulkan harga diri &
kemampuan pribadi untuk terlibat
dalam proses pengambilan keputusan
penting yang menyangkut masyarakat
Partisipasi sebagai refleksi hak-hak
demokratis individu
13. DALAM
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN
DAS
Partisipasi merupakan lingkungan
umpan balik arus informasi tentang
sikap, aspirasi, kebutuhan & kondisi
daerah.
Partisipasi akan memperluas jangkauan
pelayanan pemerintahan
Partisipasi adalah cara yang efektif
untuk membangun kemampuan
masyarakat dalam pengelolaan
program pembangunan.
14. UPAYA-UPAYA TEKNIS UNTUK
MENDORONG PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM KEGIATAN
PENGELOLAAN DAS
Pembatasan lingkungan geografis dan
populasi untuk memudahkan identifikasi
masalah dan penentuan kegiatan
Pertemuan rutin antara
pemerintah, pemimpin lokal, petani dan
wanatani dalam pengambilan keputusan.
Pelibatan masyarakat dalam penyusunan
program serta evaluasinya
15. Memberi kesempatan kepada kelompok
masyarakat untuk meningkatkan
pendapatan melalui keterlibatan dalam
pelaksanaan kegiatan.
Melalui pelatihan teknis partisipasi dan
memanfaatkannya sebagai profesional
dalam pendampingan masyarakat.
Memfasilitasi pembentukan dan aktivitas
Forum DAS, Forum RHL dan Forum
UPAYA-UPAYA TEKNIS UNTUK
MENDORONG PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM KEGIATAN
PENGELOLAAN DAS
16. Pengembangan Pengelolaan DAS
Secara Partisipatoris
Identifikasi kelembagaan / stakeholders
yang terkait dengan pengelolaan DAS;
Perumusan bentuk kemitraan antar pihak
berdasarkan kedudukan/status dan peran
dari masing-masing pihak yang terlibat untuk
setiap bentuk kegiatan;
Pelibatan lembaga Perguruan Tinggi dan
LSM untuk membantu pengembangan
bentuk kemitraan. PT membantu memahami
masalah, pemecahan masalah dan
perumusan kemitraan yang akan
dikembangkan – LSM membantu
memfasilitasi dan mendampingi dalam
17. Pengembangan Pengelolaan DAS
Secara Partisipatoris
Agar pengelolaan DAS dapat dilakukan
secara optimal, perlu dilibatkan seluruh
stakeholders (lembaga / instansi /
masyarakat) yang direncanakan secara
terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan dengan DAS
sebagai suatu unit pengelolaan.
Pelaksanaan pengelolaan DAS perlu
didukung oleh peraturan perundang-
undangan dan sistem pendanaan yang
memungkinkan mekanisme kerjasama yang
baik antar daerah stakeholders, dan antar
sektor, serta adanya pembagian biaya dan
18. Pengembangan Pengelolaan DAS
Secara Partisipatoris
Aspek kelembagaan dalam pengelolaan
DAS sangat penting untuk ditata sejalan
dengan peraturan dan otonomi daerah agar
koordinasi dan kerjasama antar
lembaga/antar daerah menjadi lebih efektif
dan efisien.
Partisipasi aktif dan kemitraan dari
masyarakat dan stakeholders dalam
pengelolaan DAS perlu didorong/difasilitasi
oleh pemerintah, perguruan tinggi dan LSM
secara terus menerus.