Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...robert peranginangin
Informasi mengenai persebaran dan struktur komunitas sumber daya ikan demersal penting sebagai bahan masukan untuk pengelolaan perikanan demersal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keanekaragaman dan persebaran sumber daya ikan demersal berdasarkan perbedaan kedalaman perairan, serta keterkaitannya dengan lingkungan. Penelitian dilaksanakan di Laut Cina Selatan pada bulan Mei sampai Juni 2015 dengan mengoperasikan alat tangkap pukat ikan di stasiun yang telah ditetapkan. Metode analisis keanekaragaman hayati ikan demersal menggunakan beberapa indeks ekologi yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman Pielou, dan indeks dominansi Simpson. Nilai indeks ekologi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi lingkungan, menggunakan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan komunitas sumber daya ikan demersal semakin baik seiring dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan salinitas merupakan parameter yang paling memengaruhi tingkat kekayaan jenis serta persebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan persebaran kelimpahan ikan sangat terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan perairan. Implikasinya, kondisi lingkungan perairan sangat memengaruhi persebaran dan kelimpahan ikan demersal.
Kepadatan dan stratifikasi komposisi sumber daya ikan demersal di Laut Cina S...robert peranginangin
Informasi distribusi kepadatan stok dan komposisi ikan demersal sangat penting untuk diketahui sebagai bahan masukan guna keberhasilan pengelolaan perikanan. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui komposisi, kepadatan stok dan sebaran sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2015 dengan menggunakan scientific echosounder BIOSONICS DT-X dan frekuensi 120 KHz. Untuk verifikasi data akustik terutama komposisi jenis dilakukan pengoperasian trawl. Hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis ikan demersal di Laut Cina Selatan meliputi 147 spesies dari 55 famili. Stratifikasi komposisi dikedalaman 20-30 m, 30-40 m, 40-50 m, 50-60 m, dan 60-70 m masing masing didominasi oleh ikan dari famili Leiognathidae, Lutjanidae, Nemipteridae, Tetraodontidae, dan Serranidae. Estimasi kepadatan stok sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan berkisar antara 0,16 – 2,85 ton/km2 dengan rata-rata kepadatan 1,05 ton/km2.
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...robert peranginangin
Informasi mengenai persebaran dan struktur komunitas sumber daya ikan demersal penting sebagai bahan masukan untuk pengelolaan perikanan demersal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keanekaragaman dan persebaran sumber daya ikan demersal berdasarkan perbedaan kedalaman perairan, serta keterkaitannya dengan lingkungan. Penelitian dilaksanakan di Laut Cina Selatan pada bulan Mei sampai Juni 2015 dengan mengoperasikan alat tangkap pukat ikan di stasiun yang telah ditetapkan. Metode analisis keanekaragaman hayati ikan demersal menggunakan beberapa indeks ekologi yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman Pielou, dan indeks dominansi Simpson. Nilai indeks ekologi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi lingkungan, menggunakan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan komunitas sumber daya ikan demersal semakin baik seiring dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan salinitas merupakan parameter yang paling memengaruhi tingkat kekayaan jenis serta persebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan persebaran kelimpahan ikan sangat terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan perairan. Implikasinya, kondisi lingkungan perairan sangat memengaruhi persebaran dan kelimpahan ikan demersal.
Kepadatan dan stratifikasi komposisi sumber daya ikan demersal di Laut Cina S...robert peranginangin
Informasi distribusi kepadatan stok dan komposisi ikan demersal sangat penting untuk diketahui sebagai bahan masukan guna keberhasilan pengelolaan perikanan. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui komposisi, kepadatan stok dan sebaran sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2015 dengan menggunakan scientific echosounder BIOSONICS DT-X dan frekuensi 120 KHz. Untuk verifikasi data akustik terutama komposisi jenis dilakukan pengoperasian trawl. Hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis ikan demersal di Laut Cina Selatan meliputi 147 spesies dari 55 famili. Stratifikasi komposisi dikedalaman 20-30 m, 30-40 m, 40-50 m, 50-60 m, dan 60-70 m masing masing didominasi oleh ikan dari famili Leiognathidae, Lutjanidae, Nemipteridae, Tetraodontidae, dan Serranidae. Estimasi kepadatan stok sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan berkisar antara 0,16 – 2,85 ton/km2 dengan rata-rata kepadatan 1,05 ton/km2.
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...Mustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak dan terbagi kedalam 2 sel sedimen (sel sedimen 4 dan 5). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan mangrove yang merupakan daerah asuhan bagi organisme air. Namun banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini. Logam berat adalah salah satu hasil buangan aktifitas tersebut yang merupakan polutan berbahaya karena bersifat racun, nondegradable dan dapat terakumulasi pada jaringan tubuh. Tekanan lingkungan ini dikhawatirkan akan berdampak bagi habitat vital serta tumbuh dan berkembangnya organisme terutama larva ikan. Larva merupakan salah satu fase dalam siklus hidup organisme yang rentan terhadap tekanan lingkungan tersebut. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Sept-Okt 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Pengujian logam berat menggunakan metode ASS di Laboratorium Kimia FSM Universitas Diponegoro. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan logam Pb dan Cd di air, plankton dan larva pelagis ikan. Hasil menunjukkan bahwa kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-0,0663 mg/L, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018 mg/kg. Kosentrasi logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-0,1635 mg/kg. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah dan tidak signifikan. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 39,4% pada sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan Kandungan logam berat Cd pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan 13,8% pada sel sedimen 5.
Kata kunci: larva ikan, plankton, logam Cd dan Pb
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaMujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan Juni - Desember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Juwi (Selar boops). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan gill net. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Juwi (2.903) jantan dan (2.556) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Juwi bersifat isometrik dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Juwi adalah 1.089 dan 0.507, berkategori seimbang. TKG ikan Juwi diperoleh I, II-IV, 17 ekor ikan betina ber-TKG IV dan 25 ekor untuk ikan jantan. Fekunditas ikan berkisar antara 327 - 623 butir pada TKG IV, dengan diameter telur menunjukkan pemijahan yang terjadi hanya satu kali dalam 1 (satu) musim. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah berbanding 1:1, menunjukkan kondisi seimbang. Ikan Juwi (S. boops) termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Juwi.
Keberadaan Ekosistem Mangrove terhadap Stuktur Komunitas Ikan di Pesisir Kabu...Roni Sewiko
Mangroves are the most important community must be exist in a coastal area. This take us to understand how the impacts of degradation and conservation can take some impacts to the ecosystem.
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fixmuthiauthe
Pada praktikum kali ini kita menggunakan sampling ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam mengetahui perkembangan yang dialami ikan melalui analisis parameter panjang, berat, dan morfologinya. Selain itu juga untuk memprediksi bagaimana pola pertumbuhan dan perkembangan pada ikan, menentukan faktor kondisi ikan, juga mengetahui kesiapan reproduksi pada ikan lewat pemeriksaan TKG (Tingkat Matang Gonad).
IDENTIFIKASI JENIS DAN PENGELOMPOKAN TIPE KARANG DI PERAIRAN KAYOPULAU KOTA...Amos Pangkatana
Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting dari segi sosial ekonomi dan budaya, karena hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir.
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
Kawasan barat kepulauan karimunjawa memiliki ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik. Hal ini menjadikan kawasan tersebut memiliki potensi besar dalam bidang sumberdaya perikanan. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat pembiakan dan pembesaran bagi berbagai macam organisme perairan terutama ikan. Ikan-ikan akan merasa nyaman berada di ekosistem terumbu karang disebabkan tersedianya makanan dalam jumlah yang banyak dan adanya perlindungan dari pemangsa sehingga ikan dapat berkembang biak dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan kelimpahan telur serta larva ikan di perairan terumbu karang kawasan barat Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Juni, September dan Desember 2012 dengan menyisir kolom perairan terumbu karang menggunakan larvanet mesh size 500µ yang ditarik kapal dengan kecepatan 2 knot selama 10 menit sejajar garis pantai. Hasil tangkapan selama penelitian didominasi oleh telur ikan 26856 butir (96,43%) sementara larva ikan yang tertangkap sebanyak 981 individu (3,57%) yang terdiri dari larva ikan non-ekonomis sebanyak 636 individu dari 18 famili (2,34%) dan larva ikan ekonomis sebanyak 287 individu (1,02%). Bulan September merupakan bulan puncak pemijahan dengan angka kelimpahan telur ikan berkisar 830 – 13326 ind/1000m3 dan kelimpahan larva ikan berkisar antara 14 – 366 ind/1000 m3
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...Mustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak dan terbagi kedalam 2 sel sedimen (sel sedimen 4 dan 5). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan mangrove yang merupakan daerah asuhan bagi organisme air. Namun banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini. Logam berat adalah salah satu hasil buangan aktifitas tersebut yang merupakan polutan berbahaya karena bersifat racun, nondegradable dan dapat terakumulasi pada jaringan tubuh. Tekanan lingkungan ini dikhawatirkan akan berdampak bagi habitat vital serta tumbuh dan berkembangnya organisme terutama larva ikan. Larva merupakan salah satu fase dalam siklus hidup organisme yang rentan terhadap tekanan lingkungan tersebut. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Sept-Okt 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Pengujian logam berat menggunakan metode ASS di Laboratorium Kimia FSM Universitas Diponegoro. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan logam Pb dan Cd di air, plankton dan larva pelagis ikan. Hasil menunjukkan bahwa kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-0,0663 mg/L, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018 mg/kg. Kosentrasi logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-0,1635 mg/kg. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah dan tidak signifikan. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 39,4% pada sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan Kandungan logam berat Cd pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan 13,8% pada sel sedimen 5.
Kata kunci: larva ikan, plankton, logam Cd dan Pb
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaMujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan Juni - Desember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Juwi (Selar boops). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan gill net. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Juwi (2.903) jantan dan (2.556) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Juwi bersifat isometrik dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Juwi adalah 1.089 dan 0.507, berkategori seimbang. TKG ikan Juwi diperoleh I, II-IV, 17 ekor ikan betina ber-TKG IV dan 25 ekor untuk ikan jantan. Fekunditas ikan berkisar antara 327 - 623 butir pada TKG IV, dengan diameter telur menunjukkan pemijahan yang terjadi hanya satu kali dalam 1 (satu) musim. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah berbanding 1:1, menunjukkan kondisi seimbang. Ikan Juwi (S. boops) termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Juwi.
Keberadaan Ekosistem Mangrove terhadap Stuktur Komunitas Ikan di Pesisir Kabu...Roni Sewiko
Mangroves are the most important community must be exist in a coastal area. This take us to understand how the impacts of degradation and conservation can take some impacts to the ecosystem.
Laporan analisi pertumbuhan ikan nila fixmuthiauthe
Pada praktikum kali ini kita menggunakan sampling ikan nila (Oreochromis niloticus) dalam mengetahui perkembangan yang dialami ikan melalui analisis parameter panjang, berat, dan morfologinya. Selain itu juga untuk memprediksi bagaimana pola pertumbuhan dan perkembangan pada ikan, menentukan faktor kondisi ikan, juga mengetahui kesiapan reproduksi pada ikan lewat pemeriksaan TKG (Tingkat Matang Gonad).
IDENTIFIKASI JENIS DAN PENGELOMPOKAN TIPE KARANG DI PERAIRAN KAYOPULAU KOTA...Amos Pangkatana
Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting dari segi sosial ekonomi dan budaya, karena hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir.
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
Kawasan barat kepulauan karimunjawa memiliki ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik. Hal ini menjadikan kawasan tersebut memiliki potensi besar dalam bidang sumberdaya perikanan. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat pembiakan dan pembesaran bagi berbagai macam organisme perairan terutama ikan. Ikan-ikan akan merasa nyaman berada di ekosistem terumbu karang disebabkan tersedianya makanan dalam jumlah yang banyak dan adanya perlindungan dari pemangsa sehingga ikan dapat berkembang biak dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan kelimpahan telur serta larva ikan di perairan terumbu karang kawasan barat Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Juni, September dan Desember 2012 dengan menyisir kolom perairan terumbu karang menggunakan larvanet mesh size 500µ yang ditarik kapal dengan kecepatan 2 knot selama 10 menit sejajar garis pantai. Hasil tangkapan selama penelitian didominasi oleh telur ikan 26856 butir (96,43%) sementara larva ikan yang tertangkap sebanyak 981 individu (3,57%) yang terdiri dari larva ikan non-ekonomis sebanyak 636 individu dari 18 famili (2,34%) dan larva ikan ekonomis sebanyak 287 individu (1,02%). Bulan September merupakan bulan puncak pemijahan dengan angka kelimpahan telur ikan berkisar 830 – 13326 ind/1000m3 dan kelimpahan larva ikan berkisar antara 14 – 366 ind/1000 m3
STATUS PEMANFAATAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN IKAN HIAS ANGEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI SULAWESI SELATAN
Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Penelitian ini menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan lambat dengan panjang maksimum 41,7 cm pada umur 13 tahun. Status pemanfaatan ikan injel napoleon diduga telah melampaui hasil tangkapan lestari (MSY). Kurva penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Mujiyanto -
Ekosistem lamun sangat berperan dalam kelangsungan hidup juvenil ikan, dimana padang lamun sebagai daerah asuhan (nursery ground) merupakan tempat yang tepat bagi biota-biota laut yang masih muda atau masih dalam tahap juvenil untuk bertahan hidup. Kelimpahan dan struktur komunitas juvenile ikan pada ekosistem lamun dapat berubah-ubah menurut waktu, dan dipengaruhi juga oleh beberapa faktor lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas juvenil ikan di padang lamun pada kawasan perairan Pulau Parang, Kepulauan Karimunjawa. Penelitian dilakukan pada bulan Juni, September dan Desember 2012 (Musim Timur, Peralihan dan Barat). Pengambilan sampel juvenil ikan diambil dengan small beam trawl di lima stasiun penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling method. Selanjutnya pengambilan sampel lamun menggunakan metode transek kuadran 1x1 meter. Hasil penelitian menunjukan bahwa juvenil ikan di padang lamun dalam 3 kali sampling berhasil didapat 683 individu, terdiri dari 16 famili dengan 42 spesiesi. Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,25-4,74 dimana indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun Pulau Kembar sbesar 4,74 dengan 15 spesies. Hal ini juga didukung oleh persentase penutupan lamun tertinggi di stasiun Pulau Kembar sebesar 99,80 %.
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN
1. 123
DISTRIBUSI SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL
DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN
(Distribution of Demersal Fishes of South China Sea Waters)
Moh. Rasyid Ridho1
, Richardus F. Kaswadji2
, Indra Jaya2
dan Subhat Nurhakim3
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara distribusi sumberdaya ikan demersal
dengan kedalaman perairan dan faktor-faktor lingkungan perairan Laut Cina Selatan. Penelitian ini dilakukan
dari tanggal 10 September - 5 Oktober 2001 dengan kedalaman 13-72 meter. Hasil penelitian ini menunjuk-
kan bahwa distribusi sumberdaya ikan demersal tergantung dari salinitas, kedalaman dan suhu perairan. Pe-
ngaruh faktor salinitas lebih besar dari faktor kedalaman dan suhu perairan. Distribusi Alepes kalla, Selaroi-
des leptolepis, Scutor ruconeus, Leiognathus leusiscus, Pomadasys maculatus, Pomadasys argyreus, Pampus
argenteus, Upeneus tragula dan Nemipterus mesoprion pada perairan dangkal dengan salinitas yang rendah
serta suhu yang tinggi. Sebaliknya Nemipterus marginatus, Nemipterus peronii, Nemipterus tambuloides,
Priacanthus macracanthus dan Upeneus bensasi pada perairan yang lebih dalam, salinitas yang tinggi dan
pada suhu yang rendah. Distribusi Atropus atropus, Gazza minuta, Leiognatus equulus dan Scomberomorus
commerson pada perairan dengan kecerahan yang tinggi. Scolopsis taeniopterus, Saurida undosquamis dan
Priacanthus tayenus memiliki toleransi yang luas terhadap faktor lingkungan.
Kata kunci: distribusi, ikan demersal, perairan Laut Cina Selatan.
ABSTRACT
The objective of this research is to study the relation of distribution of the demersal fish resources as a
function of water depth and environmental factors in South China Sea waters. This research was conducted
from 10 September 2001 until 5 October 2001 in 13 to 72 meters water depths. The result of this research
showed that the distribution of the demersal fish resources dependent on salinity, depth and temperature of
waters. The salinity factor was greater than depth and temperature factors. Alepes kalla, Selaroides
leptolepis, Scutor ruconeus, Leiognathus leusiscus, Pomadasys maculatus, Pomadasys argyreus, Pampus ar-
genteus, Upeneus tragula and Nemipterus mesoprion distributed in the shallow and the low salinity and the
high temperature waters. On the other hand, Nemipterus marginatus, Nemipterus peronii, Nemipterus tambu-
loides, Priacanthus macracanthus and Upeneus bensasi distributed in the deeper, high salinity and low tem-
perature waters. Atropus atropus, Gazza minuta, Leiognathus equulus and Scomberomorus commerson dis-
tributed in the waters with high transparency. Scolopsis taeniopterus, Saurida undosquamis and Priacanthus
tayenus are high tolerance to environmental facrors.
Keywords: distribution, demersal fishes, South China Sea waters.
PENDAHULUAN
Informasi mengenai distribusi sumberda-
ya ikan demersal sangat penting diketahui seba-
gai bahan masukan guna keberhasilan pengelo-
laan potensi sumberdaya perikanan tersebut (Wa-
silun dan Badrudin, 1991; Blaber et al, 1994).
Salah satu perairan di Indonesia yang potensial
untuk pengelolaan sumberdaya tersebut adalah
perairan Laut Cina selatan. Perairan Laut Cina
Selatan merupakan bagian daerah paparan sun-
da yang dangkal. Berdasarkan kepadatan bio-
massa ikannya perairan tersebut diperkirakan
menduduki rangking pertama yaitu 2.35 ton/km2
(Widodo et al, 1998).
Untuk mengetahui sumberdaya ikan pada
suatu perairan tidak dapat terlepas dari faktor
lingkungan perairan itu sendiri sebagai ekosis-
tem dengan komponen-komponennya (Effen-
die, 1997). Hasil penelitian mengenai sumber-
daya ikan di perairan Laut Cina Selatan menun-
jukkan adanya pengelompokan jenis ikan ter-
tentu. Pengelompokan tersebut diduga erat hu-
bungannya dengan variasi faktor lingkungan per-
airan tersebut (Wasilun dan Badrudin, 1991).
1
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sriwijaya, Palembang.
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3
Pusat Riset Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Per-
ikanan, Republik Indonesia.
2. 124 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2004, Jilid 11, Nomor 2: 123-128
Rainer dan Munro (1982) menduga terda-
pat hubungan antara pola distribusi spesies de-
ngan faktor-faktor fisik seperti kedalaman air.
Selama ini penelitian mengenai ikan demersal
di Indonesia biasanya hanya terbatas pada sum-
berdaya ikannya tanpa mencoba mengkaji ke-
terkaitannya dengan faktor lingkungan, sedang-
kan faktor lingkungan erat kaitannya dengan
distribusi suatu organisme. Oleh karena itu per-
lu dilakukan penelitian mengenai keterkaitan
faktor lingkungan terhadap distribusi ikan de-
mersal di perairan Laut Cina Selatan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Perairan Laut
Cina Selatan antara 01o
24’75’’ LS - 02o
30’01’’
LU dan 104o
59’97’’ - 109o
06’09’’ BT, dengan
kedalaman perairan antara 14 - 72 m menggu-
nakan K. R. BARUNA JAYA VII. Penelitian
berlangsung dari tanggal 10 September - 5 Ok-
tober 2001 pada 19 stasiun. Lokasi 19 stasiun
penelitian disajikan pada Gambar 1, sedangkan
posisi stasiun disajikan pada Tabel 1.
Gambar 1. Lokasi 19 Stasiun Trawl di Laut Ci-
na Selatan, - - - (Jalur pelayaran), St
♦ (Stasiun), (isodepth).
Tabel 1. Posisi Stasiun Pengambilan Contoh
Posisi Posisi
St
Lintang (S) Bujur (T)
St
Lintang (S) Bujur (T)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
01o
24’65’’
01o
24’75’’
00o
30’02’’
00o
29’99’’
00o
35’60’’
00o
45’98’’
00o
58’22’’
00o
10’38’’
00o
02’87’’
00o
22’77’’
107o
29’07’’
105o
57’40’’
106o
35’64’’
106o
50’44’’
109o
00’27’’
109o
03’01’’
109o
06’09’’
108o
50’37’’
108o
43’82’’
108o
33’61’’
11
12
13
14
15
16
17
18
19
00o
30’00’’
00o
30’00’’
00o
30’85’’
00o
55’63’’
01o
30’00’’
01o
30’01’’
00o
58’85’’
02o
30’01’’
02o
30’00’’
106o
25’56’’
106o
08’43’’
105o
00’01’’
104o
59’97’’
106o
31’04’’
107o
59’65’’
108o
49’17’’
107o
51’49’’
106o
59’42’’
Metode yang digunakan dalam survei ini
adalah Cruise Track Design, dengan lintasan
survei continuous parallel (Maclennan dan Sim-
monds, 1995). Pemilihan stasiun dilakukan de-
ngan menggunakan Echosounder dengan keda-
laman stasiun antara 13 - 72 meter. Pengambil-
an contoh dengan metode acak terpilih, berda-
sarkan layaknya dasar perairan untuk ditrawl
(Boer dan Aziz, 1998) dengan 19 stasiun dan
pada setiap stasiun dilakukan satu kali tarikan
jaring dengan menggunakan metode swept area
(Federizon, 1994). Waktu yang digunakan un-
tuk satu kali tarikan dalam penelitian ini adalah
1 jam, kecepatan tarikan oleh kapal (3 knot = 1
mil/jam) (1 mil = 1.85 km), persentase atau ba-
gian tali ris atas jaring yang sama dengan lebar
daerah sapuan disebut “Wing Spread” (0.5)
(Pauly, 1980).
Kapal Riset "BARUNA JAYA VII" mi-
lik Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang di-
gunakan dilengkapi dengan seperangkat alat
trawl dasar, sensor CTD dan seperangkat CTD
deck unit, echo sounder dan secchi disk. Penca-
tatan parameter ikan demersal contoh meliputi
jenis dan jumlah individu tiap jenis tiap haul. I-
kan yang tertangkap diidentifikasi dengan buku
Fischer dan Whitehead (1974) dan Gleofert dan
Kailola (1979).
Untuk menganalisis distribusi stasiun ber-
dasarkan kualitas perairan dan kedalaman digu-
nakan Sidik Komponen Utama (Principal Com-
ponent Analysis) (Ludwig dan Reynold, 1988;
Digby dan Kempton, !992; Bengen, 1998). Si-
dik Komponen Utama menggunakan jarak Euc-
lidien pada data. Data dianalisis dalam bentuk
matrik i dan j, i adalah stasiun (baris) dan j ada-
lah parameter lingkungan (lajur). Makin kecil
jarak Euclidien antara 2 stasiun, maka karakte-
ristik parameter lingkungan antara 2 stasiun ter-
sebut makin mirip, demikian pula sebaliknya.
Operasional Sidik Komponen Utama dilaksana-
kan melalui bantuan program STAT-ITCF
(Beaux et al, 1992).
Untuk menganalisis pengelompokan ikan
pada stasiun digunakan Sidik Faktorial Kores-
ponden (CA) (Ludwig dan Reynold, 1988; Dig-
by dan Kempton, !992; Bengen, 1998). Data di-
analisis dalam bentuk matrik i dan j, i adalah
stasiun (baris) dan j adalah jumlah/bobot ikan.
Sidik Faktorial Koresponden menggunakan ja-
rak khi-kuadrat dan dilaksanakan melalui ban-
tuan program STAT-ITCF (Beaux et al, 1992).
3. Ridho, M. R., R. F. Kaswadji, I. Jaya dan S. Nurhakim, Distribusi Sumberdaya Ikan Demersal . . . 125
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Perairan Laut Cina Selatan
Hasil pengukuran peubah oseanografi
perairan Laut Cina Selatan dengan kedalaman
pengambilan contoh antara kurang dari 13 me-
ter sampai 70 meter adalah sebagai berikut: ke-
cerahan berdasarkan kedalaman secchi disk ra-
ta-rata 10.48±12.32 m, dengan nilai kecerahan
tertinggi 30.1 m pada Stasiun 16. Suhu rata-rata
27.93±1.75 o
C, dengan suhu terendah pada Sta-
siun 18 dan suhu tertinggi pada Stasiun 7. Sali-
nitas rata-rata 32.67±0.73 ppt, dengan salinitas
terendah pada Stasiun 8, sedangkan salinitas
tertinggi pada Stasiun 18.
Korelasi antar peubah kualitas perairan
menunjukkan bahwa kedalaman pengambilan
contoh berkorelasi positif terhadap kecerahan
cahaya dan salinitas, sedangkan terhadap suhu
berkorelasi negatif. Menurut Laevastu dan
Hayes (1981), suhu perairan akan menurun se-
jalan dengan makin dalamnya perairan. Korela-
si antara kedalaman dengan suhu sebesar -.66
yang menunjukkan bahwa makin dalam suatu
perairan, suhu makin rendah. Menurut Bianchi
(1992) in McManus (1996) suhu akan menurun
secara drastis setelah kedalaman 100 m. Pada
penelitian ini kedalaman pengambilan contoh
terdalam 70 m. Perbedaan suhu permukaan dan
dasar perairan sampai kedalaman 50 m cende-
rung tidak jauh berbeda (Gambar 2), yang me-
nunjukkan bahwa perairan tersebut masih meru-
pakan lapisan tercampur sehingga faktor penu-
runan suhu tidak drastis. Pada stasiun 15 dan
18 dengan kedalaman pengambilan contoh 52
dan 70 m mulai terjadi penurunan suhu secara
drastis dan mulai tampak adanya termoklin (Gam-
bar 3). Kecerahan berkorelasi positif terhadap
salinitas, sedangkan terhadap suhu berkorelasi
negatif. Nilai korelasi antar peubah oseanografi
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Korelasi antar Peubah Faktor O-
seanografi perairan Laut Cina Selatan.
S T D DS KEC
S 1.00
T -0.74 1.00
D 0.90 -0.66 1.00
DS 0.93 -0.75. 0.98 1.00
KEC 0.42 -0.32 0.40 0.45 1.00
Keterangan: S = Salinitas; T = Suhu; D = Kedalaman
perairan; DS = Kedalaman pengambilan
contoh; KEC = Kecerahan perairan.
SUHU (oC)
-50.5
-45.5
-40.5
-35.5
-30.5
-25.5
-20.5
-15.5
-10.5
-5.5
-0.5
15 20 25 30 35
PROFIL MENEGAK SUHU
KEDALAMAN(m)
Gambar 2. Profil Menegak Suhu pada Keda-
laman Pengambilan Contoh 50 m.
Distribusi Sumberdaya Ikan Demersal di
Perairan Laut Cina Selatan
Hasil Sidik Komponen Utama karakteris-
tik stasiun berdasarkan kualitas perairan mem-
perlihatkan bahwa dengan menggunakan 2 sum-
bu utama dapat merepresentasikan 89.9 % total
keragaman distribusi kualitas perairan pada ma-
sing-masing stasiun. Menurut Johnson dan Wi-
chern (1992) nilai persentase kontribusi 2-3 sum-
bu pada CA atau PCA adalah 80-90 % untuk
kesahihan analisis tersebut.
Suhu (C)
-80
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
15 20 25 30 35
PROFIL MENEGAK SUHU
Kedalaman(m)
Gambar 3. Profil Menegak Suhu pada Keda-
laman Pengambilan Contoh 70 m.
LAPISAN TERCAMPUR
LAPISAN TERCAMPUR
LAPISAN
TERMOKLIN
4. 126 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2004, Jilid 11, Nomor 2: 123-128
Keragaman pada sumbu utama 1 adalah
3.73 dengan kontribusi terhadap total ragam
74.5 % yang dicirikan oleh salinitas, kedalaman
dan suhu. Keragaman pada sumbu utama 2 a-
dalah 0.77 dengan kontribusi terhadap total ra-
gam 15.4 % yang dicirikan oleh kecerahan.
Sumbu 1 dicirikan oleh salinitas yang tinggi pa-
da perairan yang relatif dalam serta suhu yang
rendah dan merupakan ciri stasiun 15 dan 18.
Sebaliknya stasiun 5, 6, 7 dan 8 dicirikan oleh
kadar salinitas yang rendah, pada perairan dang-
kal serta suhu yang tinggi. Sumbu 2 dicirikan
oleh kecerahan yang tinggi dan merupakan ciri
stasiun 12. Peranan setiap peubah dalam kom-
ponen utama dan distribusi stasiun berdasarkan
kualitas perairan yang diamati disajikan pada
Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Analisis Komponen Utama
(PCA) Karakteristik Faktor Osea-
nografi dengan Komponen Utama 1
(garis horizontal) dan 2 (garis verti-
kal), 1-19 stasiun penelitian. T: su-
hu, KEC: kecerahan, DS: kedalam-
an pengambilan contoh, S: salinitas.
Pada penelitian ini ditemukan 98 jenis i-
kan demersal (Tabel 3). Analisis distribusi sum-
berdaya ikan demersal di stasiun penelitian di-
laksanakan dengan Sidik Faktorial Korespon-
den (CA). Nilai akar ciri dan persentase kontri-
busi 3 sumbu pertama hasil sidik Faktorial Ko-
responden (CA) mencapai 82.6%. Menurut
Johnson dan Wichern (1992) analisis ini dapat
digunakan karena nilai persentase kontribusi
yang dijelaskan oleh 2-3 sumbu faktorial perta-
ma antara 80-90%.
Tabel 3. Jenis-jenis Sumberdaya Ikan yang Ter-
tangkap selama Penelitian.
No Taksa No Taksa
1 Carcharinus sealei 50 Upeneus bensasi
2 Aetobatus narinari 51 Upeneus moluccensis
3 Dasyatis sp 52 Upeneus sulphureus
4 Gymnura sp 53 Upeneus tragula
5 Rays (sp1) 54 Upeneus vittatus
6 Arius thalassinus 55 Muraenesocidae (sp1)
7 Abalistes stellaris 56 Nemipterus marginatus
8 Alectis sp1 57 Nemipterus mesoprion
9 Alepes melanoptera 58 Nemipterus peronii
10 Alepes kalla 59 Nemipterus tambuloides
11 Alepes jeddaba 60 Nemipterus toil
12 Atropus atropus 61 Nemipterus sp
13 Atule mate 62 Scolopsis taeniopterus
14 Carangoides sp 63 Scolopsis vosmeri
15 Alectis sp2 64 Pentapodus setosus
16 Megalaspis cordyla 65 Gymnocranius sp
17 Selar crumenophthalmus 66 Plotosus sp
18 Selaroides leptolepis 67 Polynemus sp
19 Seriolina nigrofasciata 68 Plectoryncus pictus
20 Uraspis uraspis 69 Plectoryncus sp
21 Carangidae (sp1) 70 Pomadasys argyreus
22 Atule sp 71 Pomadasys maculates
23 Drepane puntata 72 Priacanthus macracanthus
24 Drepane longimanus 73 Priacanthus tayenus
25 Echeneis naucrates 74 Psettodes erumei
26 Ephippus orbis 75 Scomberomorus commerson
27 Setipinna sp 76 Scomberomorus guttatus
28 Lactarius lactarius 77 Yunatus sp
29 Formio niger 78 Sciaenidae (sp1)
30 Pentaprion longimanus 79 Cephalopolis sp
31 Gerres oyena 80 Ephinephelus aerolatus
32 Holocentrus sp 81 Ephinephelus melanostigma
33 Gazza minuta 82 Ephinephelus suilus
34 Leiognathus equulus 83 Ephinephelus sp
35 Leiognathus splendens 84 Siganus canaliculatus
36 Leiognathus bindus 85 Sillago sihama
37 Leiognathus stercocarius 86 Pampus argenteus
38 Leiognathus leuciscus 87 Soleidae (sp1)
39 Secutor ruconius 88 Soleidae (sp2)
40 Scutor insidiator 89 Sphyraena fosteri
41 Lethrinus lentjam 90 Sphyraena sp
42 Lethrinus harak 91 Saurida micropectoralis
43 Lutjanus johnii 92 Saurida longimanus
44 Lutjanus carponotatus 93 Saurida undosquamis
45 Lutjanus sanguineus 94 Synodus hoshinonis
46 Lutjanus sebae 95 Synodus sp
47 Lutjanus vitta 96 Trachinocephalus myops
48 Caesio sp 97 Therapon therap
49 Parupeneus sp 98 Trichiurus lepturus
Analisis jenis sumberdaya ikan demersal
dan peubah stasiun penelitian pada ketiga sum-
5. Ridho, M. R., R. F. Kaswadji, I. Jaya dan S. Nurhakim, Distribusi Sumberdaya Ikan Demersal . . . 127
bu faktorial memuat nilai koordinat, kosinus
kuadrat dan kontribusi relatif. Berdasarkan kee-
ratan dan kontribusi jenis sumberdaya ikan de-
mersal dan peubah stasiun terhadap ke tiga
sumbu faktorial menunjukkan bahwa sumbu 1
dengan stasiun 5, 6, 7 dan 8 dicirikan oleh spe-
sies Alepes kalla, Selaroides leptolepis (Suku
Carangidae), Scutor ruconeus, Leiognathus leu-
siscus (Suku Leiognathidae), Pomadasys macu-
latus, Pomadasys argyreus (Suku Pomadasyi-
dae), Pampus argenteus (Suku Stromateidae),
Upeneus tragula (Suku Mullidae) dan Nemipte-
rus mesoprion (Nemipteridae). Sumbu 1 de-
ngan stasiun 15 dan 18 dicirikan jenis Nemipte-
rus marginatus, Nemipterus peronii dan Nemip-
terus tambuloides (Suku Nemipteridae), Pria-
canthus macracanthus (Priacanthidae). Upene-
us bensasi (Mullidae). Sumbu 2 dengan stasiun
12 dicirikan jenis ikan Atropus atropus (Suku
Carangidae), Gazza minuta, Leiognatus equulus
(Suku Leiognathidaae), Scomberomorus comer-
son (Suku Scombridae) (Gambar 5).
Gambar 5. Grafik Analisis Faktorial Korespon-
den (CA) Pengelompokan Jenis I-
kan pada Stasiun Penelitian Faktor
1 (garis horizontal) dan 2 (garis ver-
tikal), S1 - S19: Stasiun Penelitian.
Angka 1 - 98: Jenis ikan.
Distribusi sumberdaya ikan demersal ber-
dasarkan strata kedalaman telah banyak dilapor-
kan, dan di Indonesia penelitian mengenai dis-
tribusi sumberdaya ikan demersal selama ini se-
lalu berdasarkan kedalaman, sebagaimana dila-
porkan Rainer dan Munro (1982), Budihardjo et
al (1993), Zulkarnain (1995) dan McManus
(1996). Analisis data pada penelitian ini me-
nunjukkan bahwa distribusi sumberdaya ikan
demersal di perairan Laut Cina Selatan dipenga-
ruhi kedalaman, suhu dan salinitas.
Alepes kalla, Selaroides leptolepis, Scu-
tor ruconeus, Leiognathus leusiscus, Pomada-
sys maculatus, Pomadasys argyreus, Pampus
argenteus, Upeneus tragula dan Nemipterus
mesoprion mengelompok pada perairan dangkal
dengan kadar salinitas yang rendah serta suhu
yang tinggi. Nemipterus marginatus, Nemipte-
rus peronii dan Nemipterus tambuloides, Pria-
canthus macracanthus, Upeneus bensasi ba-
nyak ditemukan pada perairan yang relatif lebih
dalam dengan salinitas yang relatif tinggi dan
pada suhu yang relatif rendah. Ciri-ciri perairan
tersebut berada pada bagian utara LCS. Hal itu
sesuai dengan yang disampaikan Richard et al
(1998) bahwa Nemipterus marginatus dan Pria-
canthus macracanthus merupakan jenis ikan
demersal yang banyak ditemukan di perairan
ZEE Sarawak dan perairan bagian barat Sabah.
Lebih lanjut Richard et al (1998) menyatakan
bahwa Nemipteridae merupakan suku ikan de-
mersal yang keberadaannya paling banyak di
perairan tersebut dan mencapai 12.7% dari total
tangkapan ikan demersal. Atropus atropus, Gaz-
za minuta, Leiognatus equulus dan Scombero-
morus commerson mengelompok pada perairan
dengan kecerahan yang relatif tinggi. Scomber
merupakan ikan demersal yang menyukai per-
airan dengan kecerahan yang tinggi, ditemukan
di bagian timur Atlantik (Longhurst dan Pauly,
1987).
Scolopsis taeniopterus (Suku Nemipteri-
dae), Saurida undosquamis (Synodontidae), Pri-
acanthus tayenus (Priacanthidae), Leiognathus
stercorarius (Leiognathidae) dan Pentaprion
longimanus (Gerreidae) distribusinya merata,
dan ditemukan hampir pada semua stasiun. Hal
itu ditunjukkan oleh posisi kelima jenis tersebut
pada pusat gravitas (Gambar 5). Scolopsis tae-
niopterus, Saurida undosquamis, Priacanthus
tayenus merupakan jenis-jenis yang paling ba-
nyak ditemukan di LCS, sehingga diduga bah-
wa ketiga jenis ikan demersal tersebut merupa-
kan ikan demersal yang memiliki toleransi luas
terhadap faktor lingkungan.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disim-
pulkan bahwa: distribusi sumberdaya ikan de-
mersal lebih dipengaruhi faktor lingkungan ter-
utama kadar salinitas dari pada kedalaman per-
airan. Alepes kalla, Selaroides leptolepis, Scu-
tor ruconeus, Leiognathus leusiscus, Pomada-
sys maculatus, Pomadasys argyreus, Pampus ar-
genteus, Upeneus tragula dan Nemipterus me-
6. 128 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2004, Jilid 11, Nomor 2: 123-128
soprion mengelompok pada perairan dangkal
dengan kadar salinitas yang rendah serta suhu
yang tinggi. Nemipterus marginatus, Nemipte-
rus peronii dan Nemipterus tambuloides, Pria-
canthus macracanthus, Upeneus bensasi ba-
nyak ditemukan pada perairan yang relatif lebih
dalam dengan salinitas yang relatif tinggi dan
pada suhu yang relatif rendah. Atropus atropus,
Gazza minuta, Leiognatus equulus dan Scombe-
romorus commerson mengelompok pada perair-
an dengan kecerahan yang relatif tinggi. Sco-
lopsis taeniopterus, Saurida undosquamis dan
Priacanthus tayenus memiliki toleransi yang lu-
as terhadap faktor lingkungan.
PUSTAKA
Beaux, M. F., H. Gouet, J. P. Gouet, P. Morleghem, G.
Philip-peau, J. Tranchefort, and M. Verneau. 1992.
STAT-ITCF User's Manual. ITCF, Paris.
Bengen, D. G. 1998. Sinopsis Analisis Statistik Multi-
variabel. Program Pascasarjana, IPB, Bogor.
Blaber, S. J. M., D. T. Brewer and A. N. Harris. 1994.
Distribution, Biomass and Community Structure of
Demersal Fishes of the Gulf of Carpentaria, Aus-
tralia. Austral. J. Mar. & Freshw. Res., Special Issue
Ecology of the Gulf of Car-pentaria, 45: 375-396.
Boer, M. dan K. A. Aziz. 1998. Dasar-dasar Penarikan
Contoh Untuk Pengkajian Stok Ikan. Laporan Tek-
nis Pengelolaan Sumberdaya Ikan. Fakultas Perikanan,
IPB, Bogor.
Budihardjo, S., Sudjianto dan T. J. S. Murtoyo. 1993.
Penelitian Pendahuluan Potensi Sumberdaya Ikan
Demersal di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Se-
latan Irian Jaya Bulan November-Desember 1992.
J. Pen. Perik. Laut, 1993 (80): 82-93.
Digby, P. G. N. and R. A. Kempton, 1987. Multivariate
Analysis of Ecological Communities. Population
and Community Biology Series. Chapman and Hall
Ltd, London.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pusta-
ka Nusantara. Yogyakarta.
Federizon, R. R. 1994. Workshop on Tropical Fish
Stock Assessment. Sweptarea Method of Estimat-
ing Biomass. Faculty of Fisheries, Unpatti, Ambon.
Fischer, W. and P. J. P. Whitehead (eds), 1974. FAO
Species Identification Sheet For Fishery Purpose,
Eastern Indian Ocean (Fishing Area 57) and West-
ern Central Pacific (Fishing Area 71). FAO, Rome,
Vol I, II, III dan IV.
Gleofert. T. and P. J. Kailola, 1979. Trawl Fishes of
Southern Indonesia and Northern Australia. The
Australian Development Asistance, Bureau (ADAB),
Directorate General of Fisheries, Indonesia (DGF),
and The Germany Agency for Technical Corporation.
Johnson, R. A. and D. W. Wichern. 1992. Applied Multi-
variate Statistical Analylis. Third Edition. Prentice
Hall, Engle-wood Cliffs, New Jersey.
Laevastu, T. and M. L. Hayes. 1981. Fisheries Oceano-
graphy and Ecology. Fishing New Books Ltd,
England.
Longhurst, A. R. and D. Pauly. 1987. Species Assem-
blages in Tropical Demersal Fisheries. In. Ecology
of Tropical O-ceans. Academic Press, Inc. Toronto.
Ludwig, J. A. and J. F. Reynold. 1988. Statistical Ecology
A Prime on Methods and Computing. John Wiley &
Sons, Inc. United States of America.
Maclennan, D. N. and E. J. Simmonds. 1995. Fisheries
Acous-tics. Chapman & Hall. Fish and Fisherie Series
5. New York.
McManus, J. W. 1996. Marine Bottomfish Communities
from the Indian Ocean Coast of Bali and to Mid
Sumatera (Komunitas Ikan Dasar di Perairan Pan-
tai Samudera Hindia dari Bali hingga Pertengahan
Sumatera), p. 91-101. In D. Pauly and P. Martosubro-
to (eds) Baseline Studies of Biodiversity: the Fish Re-
sources of Western Indonesia. ICLARM Stud. Rev.
23, 312 p.
Pauly, D. 1980. A Selection of Simple Meyhods for The
Assessment of Tropical Fish Stocks. FAO Fish.
Circ., (729): 54 p.
Rainer, S. F. dan I. S. R. Munro. 1982. Demersal Fish
and Cephalopod Communities of an Unexploited
Coastal Environment in Northerm Australia. Aust.
J. Mar. Freshw. Res., 1982, 33, 1039-55.
Richard, R., A. Daud, M. Jamil and R. Biusing. 1998. Dis-
tribution, Abundance and Biological Studies of
Economically Important Fishes in The South China
Sea, area II: Sara-wak, Sabah, and Brunei Darus-
salam. Proceedings of the SEAFDEC Technical Semi-
nar on The Interdepartmental Collaborative Research
Program in the South China Sea, Area II: Sarawak, Sa-
bah and Brunei Darussalam. Kuala Lumpur, Malaysia
14th to 15th December 1998. 9pp.
Wasilun dan Badrudin. 1991. Beberapa Parameter Osea-
nografi dalam Hubungannya Dengan Penyebaran
Kelimpahan Stok Sumberdaya Perikanan Di Laut
Jawa dan Laut Cina Selatan. Sub Balai Penelitian
Perikanan Laut, Semarang. In Cholik, F. 1991. Pro-
seding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat Buku II.
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta. No. 19/1991. p116-122.
Widodo, J., K. A. Aziz, B. E. Priyono, G. H. Tampubolon,
N. Naamin, dan A. Djamali. 1998. Potensi dan Pe-
nyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indo-
nesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber-
daya Ikan Laut. LIPI, Jakarta, Indonesia.
Zulkarnain. 1995. Eksplorasi Sumberdaya Perikanan
Demersal di Perairan Utara Kabupaten Batang,
Jawa Tengah (Exploration of Demersal Marine
Fisheries In North Batang Waters, Central Jawa).
Bulletin ITK IPB. Volume 5, No. 1. p. 70-86.