Dokumen tersebut membahas struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan di Laut Cina Selatan. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kestabilan komunitas ikan demersal meningkat seiring kedalaman dan dipengaruhi oleh parameter kedalaman, suhu, dan salinitas. Sementara itu, persebaran kelimpahan ikan sangat dipengaruhi oleh oksigen terlarut dan kecerahan air.
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
Kawasan Pulau Parang adalah gugusan pulau di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem laut yang dinilai masih baik, salah satunya adalah ekosistem lamun yang memiliki fungsi sebagai daerah memijah, daerah asuhan dan daerah mencari makan bagi ikan-ikan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi, struktur komunitas juga keterkaitan antara faktor lingkungan dengan keberadaan larva ikan di ekosistem lamun di Kawasan Pulau Parang. Penelitian dilakukan di 5 lokasi di Kawasan Pulau Parang, yakni Legon Boyo, Watu Merah, Pulau Kumbang, Pulau Nyamuk dan Pulau Kembar. Sampling dilakukan pada bulan Juni 2012, September 2012 dan Desember 2012 sebagai perwakilan 3 musim laut, yaitu musim timur, musim peralihan dan musim barat. Sampling larva ikan menggunakan alat modifikasi dari bongonet dengan ukuran mata jaring 500 µm yang ditarik sejauh 50 m sejajar pantai. Larva ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 375 individu, yang terdiri dari 14 famili dengan dominasi famili Gerreidae (68%), Gobiidae (10,13%), Labridae (8,27%), Blennidae (5,6%) dan Atherinidae (3,47%). Hasil analisa indeks biologi secara temporal, keanekaragaman (H’) larva ikan tertinggi ada di musim peralihan (1,742), nilai keseragaman (E) rendah (0,312) dan nilai dominansi 0,498. Secara spasial, keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat di Legonboyo (1,294), Pulau Nyamuk (1,231) dan Pulau Kembar (0,947). Selama kegiatan penelitian berlangsung kualitas perairan suhu 28,5 o C - 31,14 o C; salinitas 29,5 o / oo - 34 o / ; pH 7,5 – 8; DO 3,37 ppt – 12,92 ppt; amonium 0,016 – 0,959 mg/L; Nitrat 0.003 – 0,877 mg/L; Nitrit 0,003 – 0,036 mg/L; Orthofosfat 0,000 – 0,089 mg/L; dan BOT air 0,088 – 244,932. Hasil analisa PCA (Principal Component Analysis) terhadap stasiun menunjukkan bahwa ditiap musimnya, ke 5 stasiun dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ciri parameternya masing-masing. Parameter perairan nitrit hampir diseluruh lokasi penelitian dimusim barat menunjukkan korelasi negatif terhadap kelimpahan larva ikan.
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaMujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan Juni - Desember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Juwi (Selar boops). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan gill net. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Juwi (2.903) jantan dan (2.556) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Juwi bersifat isometrik dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Juwi adalah 1.089 dan 0.507, berkategori seimbang. TKG ikan Juwi diperoleh I, II-IV, 17 ekor ikan betina ber-TKG IV dan 25 ekor untuk ikan jantan. Fekunditas ikan berkisar antara 327 - 623 butir pada TKG IV, dengan diameter telur menunjukkan pemijahan yang terjadi hanya satu kali dalam 1 (satu) musim. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah berbanding 1:1, menunjukkan kondisi seimbang. Ikan Juwi (S. boops) termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Juwi.
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
Gastropoda adalah salah satu kelas moluska yang sangat mudah ditemukan di ekosistem mangrove. Di ekosistem ini, gastropoda berperan dalam membantu proses dekomposisi serasah. Informasi tentang struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan Desa Parang belum ada, sehingga perlu adanya kajian tentang struktur komunitas gastropoda di kawasan tersebut sebagai acuan untuk pengelolaan. Pada bulan Juni-Desember 2012 telah dilakukan penelitian tentang struktur komunitas gastropoda di Kawasan Desa Parang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang ditemukan 29 jenis dari 16 famili gastropoda. Kelimpahan rata-rata gastropoda berkisar antara 2,10–18,85 ind/m 2 . Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,35–1,45 yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai Indeks Keseragaman masuk dalam kategori rendah sampai tinggi dengan nilai berkisar antara 0,12–0,62 dan kisaran Indeks Dominasi antara 0,50–0,84 masuk dalam kategori terdapat spesies yang mendominasi. Littoraria scabra adalah jenis gastropoda yang mendominasi di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang.
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Mujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan JuniDesember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Bolo-bolo (A. lacunosus). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan eksperiment gill net ukuran 11/4 inchi. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Bolo-bolo (2.142) jantan dan (3.552) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Bolobolo bersifat isometri dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Bolo-bolo adalah 0.926 dan 0.481. TKG ikan Bolo-bolo diperoleh II-IV, 33 ekor ikan betina ber-TKG III dan IV, kisaran panjang antara 7.99cm, berat 4-8gram pada TKG III dan 7.2-10.5cm, 2-12gram pada TKG IV. Fekunditas ikan berkisar antara 233-424 butir pada TKG III dan 220-2530 butir pada TKG IV, telur rata-rata 1256 TKG III serta 17131 TKG IV, dengan diameter telur menunjukan pemijahan yang berbeda antara 1 individu dan individu yang lain yaitu ada yang terjadi hanya satu kali dan ada yang terjadi tiga kali (3 puncak). Sex rasio ikan jantan dan betina adalah 1:1 menunjukan kondisi dalam keadaan seimbang. Ikan Bolo-bolo termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan Kepulauan Karimunjawa masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Bolo-bolo.
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
Kawasan Pulau Parang adalah gugusan pulau di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem laut yang dinilai masih baik, salah satunya adalah ekosistem lamun yang memiliki fungsi sebagai daerah memijah, daerah asuhan dan daerah mencari makan bagi ikan-ikan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi, struktur komunitas juga keterkaitan antara faktor lingkungan dengan keberadaan larva ikan di ekosistem lamun di Kawasan Pulau Parang. Penelitian dilakukan di 5 lokasi di Kawasan Pulau Parang, yakni Legon Boyo, Watu Merah, Pulau Kumbang, Pulau Nyamuk dan Pulau Kembar. Sampling dilakukan pada bulan Juni 2012, September 2012 dan Desember 2012 sebagai perwakilan 3 musim laut, yaitu musim timur, musim peralihan dan musim barat. Sampling larva ikan menggunakan alat modifikasi dari bongonet dengan ukuran mata jaring 500 µm yang ditarik sejauh 50 m sejajar pantai. Larva ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 375 individu, yang terdiri dari 14 famili dengan dominasi famili Gerreidae (68%), Gobiidae (10,13%), Labridae (8,27%), Blennidae (5,6%) dan Atherinidae (3,47%). Hasil analisa indeks biologi secara temporal, keanekaragaman (H’) larva ikan tertinggi ada di musim peralihan (1,742), nilai keseragaman (E) rendah (0,312) dan nilai dominansi 0,498. Secara spasial, keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat di Legonboyo (1,294), Pulau Nyamuk (1,231) dan Pulau Kembar (0,947). Selama kegiatan penelitian berlangsung kualitas perairan suhu 28,5 o C - 31,14 o C; salinitas 29,5 o / oo - 34 o / ; pH 7,5 – 8; DO 3,37 ppt – 12,92 ppt; amonium 0,016 – 0,959 mg/L; Nitrat 0.003 – 0,877 mg/L; Nitrit 0,003 – 0,036 mg/L; Orthofosfat 0,000 – 0,089 mg/L; dan BOT air 0,088 – 244,932. Hasil analisa PCA (Principal Component Analysis) terhadap stasiun menunjukkan bahwa ditiap musimnya, ke 5 stasiun dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ciri parameternya masing-masing. Parameter perairan nitrit hampir diseluruh lokasi penelitian dimusim barat menunjukkan korelasi negatif terhadap kelimpahan larva ikan.
Aspek biologi ikan juwi (selar boops) di area mangrove kepulauan karimunjawaMujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan Juni - Desember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Juwi (Selar boops). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan gill net. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Juwi (2.903) jantan dan (2.556) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Juwi bersifat isometrik dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Juwi adalah 1.089 dan 0.507, berkategori seimbang. TKG ikan Juwi diperoleh I, II-IV, 17 ekor ikan betina ber-TKG IV dan 25 ekor untuk ikan jantan. Fekunditas ikan berkisar antara 327 - 623 butir pada TKG IV, dengan diameter telur menunjukkan pemijahan yang terjadi hanya satu kali dalam 1 (satu) musim. Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin ikan jantan dan betina adalah berbanding 1:1, menunjukkan kondisi seimbang. Ikan Juwi (S. boops) termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Juwi.
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
Gastropoda adalah salah satu kelas moluska yang sangat mudah ditemukan di ekosistem mangrove. Di ekosistem ini, gastropoda berperan dalam membantu proses dekomposisi serasah. Informasi tentang struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan Desa Parang belum ada, sehingga perlu adanya kajian tentang struktur komunitas gastropoda di kawasan tersebut sebagai acuan untuk pengelolaan. Pada bulan Juni-Desember 2012 telah dilakukan penelitian tentang struktur komunitas gastropoda di Kawasan Desa Parang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang ditemukan 29 jenis dari 16 famili gastropoda. Kelimpahan rata-rata gastropoda berkisar antara 2,10–18,85 ind/m 2 . Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,35–1,45 yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai Indeks Keseragaman masuk dalam kategori rendah sampai tinggi dengan nilai berkisar antara 0,12–0,62 dan kisaran Indeks Dominasi antara 0,50–0,84 masuk dalam kategori terdapat spesies yang mendominasi. Littoraria scabra adalah jenis gastropoda yang mendominasi di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang.
Bioekologi ikan bolo bolo (atherinomorus lacunosus) di area mangrove kepulaua...Mujiyanto -
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki fungsi ekologis penting dan kompleks serta menyediakan habitat bagi beragam biota aquatik, khususnya ikan. Penelitian dilakukan bulan JuniDesember 2012 untuk menentukan bioekologi ikan Bolo-bolo (A. lacunosus). Pengambilan sampel dilakukan di bagian barat Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem mangrove, dengan menggunakan eksperiment gill net ukuran 11/4 inchi. Nilai hubungan panjang dan berat ikan Bolo-bolo (2.142) jantan dan (3.552) ikan betina, sesuai dengan hasil uji-t bahwa t-tabel > t-hitung, ikan Bolobolo bersifat isometri dan faktor kondisi rata-rata jantan dan betina Bolo-bolo adalah 0.926 dan 0.481. TKG ikan Bolo-bolo diperoleh II-IV, 33 ekor ikan betina ber-TKG III dan IV, kisaran panjang antara 7.99cm, berat 4-8gram pada TKG III dan 7.2-10.5cm, 2-12gram pada TKG IV. Fekunditas ikan berkisar antara 233-424 butir pada TKG III dan 220-2530 butir pada TKG IV, telur rata-rata 1256 TKG III serta 17131 TKG IV, dengan diameter telur menunjukan pemijahan yang berbeda antara 1 individu dan individu yang lain yaitu ada yang terjadi hanya satu kali dan ada yang terjadi tiga kali (3 puncak). Sex rasio ikan jantan dan betina adalah 1:1 menunjukan kondisi dalam keadaan seimbang. Ikan Bolo-bolo termasuk kategori ikan omnivora. faktor fisika kimia perairan Kepulauan Karimunjawa masih dalam kondisi normal keberlangsungan hidup ikan Bolo-bolo.
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...Mujiyanto -
Analisa dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan beronang (Siganus virgatus) yang tertangkap oleh nelayan di kepulauan Karimunjawa pada bulan April, Juli, Oktober, dan November 2011. Jumlah total contoh ikan sebanyak 81 ekor, dengan kisaran ukuran panjang 13,5 – 21 cm dan berat 33 – 170 gram. Hasil menunjukkan bahwa ikan beronang termasuk herbivora. Makanan utamanya tumbuhan (98,28 %), makanan tambahan adalah fitoplankton (0,22 %) dan detritus (1,50%).
Kepadatan dan stratifikasi komposisi sumber daya ikan demersal di Laut Cina S...robert peranginangin
Informasi distribusi kepadatan stok dan komposisi ikan demersal sangat penting untuk diketahui sebagai bahan masukan guna keberhasilan pengelolaan perikanan. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui komposisi, kepadatan stok dan sebaran sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2015 dengan menggunakan scientific echosounder BIOSONICS DT-X dan frekuensi 120 KHz. Untuk verifikasi data akustik terutama komposisi jenis dilakukan pengoperasian trawl. Hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis ikan demersal di Laut Cina Selatan meliputi 147 spesies dari 55 famili. Stratifikasi komposisi dikedalaman 20-30 m, 30-40 m, 40-50 m, 50-60 m, dan 60-70 m masing masing didominasi oleh ikan dari famili Leiognathidae, Lutjanidae, Nemipteridae, Tetraodontidae, dan Serranidae. Estimasi kepadatan stok sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan berkisar antara 0,16 – 2,85 ton/km2 dengan rata-rata kepadatan 1,05 ton/km2.
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...Mustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak dan terbagi kedalam 2 sel sedimen (sel sedimen 4 dan 5). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan mangrove yang merupakan daerah asuhan bagi organisme air. Namun banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini. Logam berat adalah salah satu hasil buangan aktifitas tersebut yang merupakan polutan berbahaya karena bersifat racun, nondegradable dan dapat terakumulasi pada jaringan tubuh. Tekanan lingkungan ini dikhawatirkan akan berdampak bagi habitat vital serta tumbuh dan berkembangnya organisme terutama larva ikan. Larva merupakan salah satu fase dalam siklus hidup organisme yang rentan terhadap tekanan lingkungan tersebut. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Sept-Okt 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Pengujian logam berat menggunakan metode ASS di Laboratorium Kimia FSM Universitas Diponegoro. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan logam Pb dan Cd di air, plankton dan larva pelagis ikan. Hasil menunjukkan bahwa kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-0,0663 mg/L, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018 mg/kg. Kosentrasi logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-0,1635 mg/kg. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah dan tidak signifikan. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 39,4% pada sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan Kandungan logam berat Cd pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan 13,8% pada sel sedimen 5.
Kata kunci: larva ikan, plankton, logam Cd dan Pb
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Mujiyanto -
Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove yaitu sebagai tempat pemijahan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan tempat perlindungan (shelter) beberapa organisme perairan, rimata, serangga, burung, reptil dan amphibi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian Barat Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni hingga bulan Desember 2012, sampel diperoleh untuk mewakili sampel pada musim Timur, musim Peralihan Timur ke Barat dan pada musim Barat. Juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove, dikoleksi dengan jaring dengan ukuran mata jaring 500 µ, jarring lempar ukuran mata jaring 2 inchi, alat pancing serta serok (seser) ikan. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan di ekosistem mangrove Pulau Parang terdiri dari Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Lumnitzera racemosa, Rhizophora mucronata, Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia alba dan Xylocarpus moluccensis. Komposisi jenis juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove yang dikoleksi selama tiga musim berturut-turut berjumlah 14 jenis, yang tergolong ke dalam 11 famili dan 13 genus. Nilai indeks keanekaragaman jenis berkisar antara 0,056 – 1,557 pada kategori sedang, keseragaman juvenil ikan berkisar antara 0,035 – 0,926 berada dalam kondisi yang stabil dan dominansi berkisar antara 0,236 – 0,985 artinya terdapat beberapa jenis juvenil ikan yang mendominasi di stasiun penelitian.
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Mujiyanto -
Kawasan konservasi laut merupakan areal laut yamg sangat luas yang dikelola dengan sistem zonasi, adapun zonasi tersebut antara lain zona pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati secara lestari, zona pemanfaatan komersial terbatas, zona perlindungan ketat habitat dan zona pengembangan kepariwisataan. Tujuan dari makalah ini adalah mengidentifikasi status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi habitat terumbu karang yang merupakan bagian dari zona pemanfaatan zona pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati secara lestari di Pulau Rakit dan Pulau Ganteng, Teluk Saleh Kabupaten Subawa Besar. Dengan menggunakan pendekatan survei sosial. Rensponden diambil dari secara purposive sampling dengan jumlah 10 % n+1 dari data total populasi. Alat analisis yang digunakan meliputi alat analisis keuntungan, perimbangan manfaat dan biaya (revenue cost ratio), dan produktifitas kerja. Nilai CPUE masing-masing alat tangkap dominan adalah pancing (650 kg/unit/trip), bubu (1,24 kg/unit/trip), jaring tarik (75 kg/unit/trip), bagan perahu (650 kg/unit/trip), dan rawai (10 kg/unit/trip). Hasil analisis usaha menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan di lokasi penelitian cukup menguntungkan, dimana alat tangkap rawai dasar memiliki tingkat keuntungan yang paling tinggi. Sedangkan alat tangkap bagan perahu merupakan alat tangkap yang memiliki produktifitas kerja paling tinggi.
STATUS PEMANFAATAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN IKAN HIAS ANGEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI SULAWESI SELATAN
Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Penelitian ini menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan lambat dengan panjang maksimum 41,7 cm pada umur 13 tahun. Status pemanfaatan ikan injel napoleon diduga telah melampaui hasil tangkapan lestari (MSY). Kurva penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
Kawasan barat kepulauan karimunjawa memiliki ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik. Hal ini menjadikan kawasan tersebut memiliki potensi besar dalam bidang sumberdaya perikanan. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat pembiakan dan pembesaran bagi berbagai macam organisme perairan terutama ikan. Ikan-ikan akan merasa nyaman berada di ekosistem terumbu karang disebabkan tersedianya makanan dalam jumlah yang banyak dan adanya perlindungan dari pemangsa sehingga ikan dapat berkembang biak dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan kelimpahan telur serta larva ikan di perairan terumbu karang kawasan barat Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Juni, September dan Desember 2012 dengan menyisir kolom perairan terumbu karang menggunakan larvanet mesh size 500µ yang ditarik kapal dengan kecepatan 2 knot selama 10 menit sejajar garis pantai. Hasil tangkapan selama penelitian didominasi oleh telur ikan 26856 butir (96,43%) sementara larva ikan yang tertangkap sebanyak 981 individu (3,57%) yang terdiri dari larva ikan non-ekonomis sebanyak 636 individu dari 18 famili (2,34%) dan larva ikan ekonomis sebanyak 287 individu (1,02%). Bulan September merupakan bulan puncak pemijahan dengan angka kelimpahan telur ikan berkisar 830 – 13326 ind/1000m3 dan kelimpahan larva ikan berkisar antara 14 – 366 ind/1000 m3
Telah dilakukan penelitian pada bulan November - Januari 2018 dikawasan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Luas hutan Mangrove di kawasan HLAK mencapai luasan 44,76 Ha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Biodiversitas Gastropoda sebagai Bioindikator kualitas perairan di kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Pengambilan sampel ditentukan secara Random Sampling, dimana lokasi terdiri dari 3 stasiun pengamatan. Pengamatan tiap stasiun dilakukan dengan menggunakan metode transek dengan ukuran 10 x 10 m. Analisis data yang dilakukan meliputi keanekaragaman dan Bioindikator kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman. Hasil penelitian pada 3 Stasiun ditemukan 4 jenis Mollusca yang mewakili 2 famili dari kelas Gastropoda, yakni Cassidula aurisfelis, Ellobium aurismidae, Pythia Sp, dan Littoraria Scabra. Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner (H’). Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner dengan hasil berkisar antara 0,37 – 0,54 masuk dalam kategori rendah. Kualitas perairan dengan menggunakan indeks keanekaragaman menunjukan bahwa kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) memiliki kualitas air sangat tercemar yang mana sumber pengaruhnya berasal dari limbah sampah.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Analisa kebiasaan makan ikan beronang (siganus virgatus) di kep karimunjawa, ...Mujiyanto -
Analisa dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan beronang (Siganus virgatus) yang tertangkap oleh nelayan di kepulauan Karimunjawa pada bulan April, Juli, Oktober, dan November 2011. Jumlah total contoh ikan sebanyak 81 ekor, dengan kisaran ukuran panjang 13,5 – 21 cm dan berat 33 – 170 gram. Hasil menunjukkan bahwa ikan beronang termasuk herbivora. Makanan utamanya tumbuhan (98,28 %), makanan tambahan adalah fitoplankton (0,22 %) dan detritus (1,50%).
Kepadatan dan stratifikasi komposisi sumber daya ikan demersal di Laut Cina S...robert peranginangin
Informasi distribusi kepadatan stok dan komposisi ikan demersal sangat penting untuk diketahui sebagai bahan masukan guna keberhasilan pengelolaan perikanan. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui komposisi, kepadatan stok dan sebaran sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2015 dengan menggunakan scientific echosounder BIOSONICS DT-X dan frekuensi 120 KHz. Untuk verifikasi data akustik terutama komposisi jenis dilakukan pengoperasian trawl. Hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis ikan demersal di Laut Cina Selatan meliputi 147 spesies dari 55 famili. Stratifikasi komposisi dikedalaman 20-30 m, 30-40 m, 40-50 m, 50-60 m, dan 60-70 m masing masing didominasi oleh ikan dari famili Leiognathidae, Lutjanidae, Nemipteridae, Tetraodontidae, dan Serranidae. Estimasi kepadatan stok sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan berkisar antara 0,16 – 2,85 ton/km2 dengan rata-rata kepadatan 1,05 ton/km2.
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...Mustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak dan terbagi kedalam 2 sel sedimen (sel sedimen 4 dan 5). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan mangrove yang merupakan daerah asuhan bagi organisme air. Namun banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini. Logam berat adalah salah satu hasil buangan aktifitas tersebut yang merupakan polutan berbahaya karena bersifat racun, nondegradable dan dapat terakumulasi pada jaringan tubuh. Tekanan lingkungan ini dikhawatirkan akan berdampak bagi habitat vital serta tumbuh dan berkembangnya organisme terutama larva ikan. Larva merupakan salah satu fase dalam siklus hidup organisme yang rentan terhadap tekanan lingkungan tersebut. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Sept-Okt 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Pengujian logam berat menggunakan metode ASS di Laboratorium Kimia FSM Universitas Diponegoro. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan logam Pb dan Cd di air, plankton dan larva pelagis ikan. Hasil menunjukkan bahwa kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-0,0663 mg/L, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018 mg/kg. Kosentrasi logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-0,1635 mg/kg. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah dan tidak signifikan. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 39,4% pada sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan Kandungan logam berat Cd pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan 13,8% pada sel sedimen 5.
Kata kunci: larva ikan, plankton, logam Cd dan Pb
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
Kajian struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian ...Mujiyanto -
Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove yaitu sebagai tempat pemijahan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), dan tempat perlindungan (shelter) beberapa organisme perairan, rimata, serangga, burung, reptil dan amphibi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove bagian Barat Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juni hingga bulan Desember 2012, sampel diperoleh untuk mewakili sampel pada musim Timur, musim Peralihan Timur ke Barat dan pada musim Barat. Juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove, dikoleksi dengan jaring dengan ukuran mata jaring 500 µ, jarring lempar ukuran mata jaring 2 inchi, alat pancing serta serok (seser) ikan. Komposisi jenis mangrove yang ditemukan di ekosistem mangrove Pulau Parang terdiri dari Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Lumnitzera racemosa, Rhizophora mucronata, Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia alba dan Xylocarpus moluccensis. Komposisi jenis juvenil ikan di perairan ekosistem mangrove yang dikoleksi selama tiga musim berturut-turut berjumlah 14 jenis, yang tergolong ke dalam 11 famili dan 13 genus. Nilai indeks keanekaragaman jenis berkisar antara 0,056 – 1,557 pada kategori sedang, keseragaman juvenil ikan berkisar antara 0,035 – 0,926 berada dalam kondisi yang stabil dan dominansi berkisar antara 0,236 – 0,985 artinya terdapat beberapa jenis juvenil ikan yang mendominasi di stasiun penelitian.
Status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi terumbu karang di t...Mujiyanto -
Kawasan konservasi laut merupakan areal laut yamg sangat luas yang dikelola dengan sistem zonasi, adapun zonasi tersebut antara lain zona pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati secara lestari, zona pemanfaatan komersial terbatas, zona perlindungan ketat habitat dan zona pengembangan kepariwisataan. Tujuan dari makalah ini adalah mengidentifikasi status usaha perikanan tangkap di calon zona rehabilitasi habitat terumbu karang yang merupakan bagian dari zona pemanfaatan zona pemanfaatan tradisional sumberdaya alam hayati secara lestari di Pulau Rakit dan Pulau Ganteng, Teluk Saleh Kabupaten Subawa Besar. Dengan menggunakan pendekatan survei sosial. Rensponden diambil dari secara purposive sampling dengan jumlah 10 % n+1 dari data total populasi. Alat analisis yang digunakan meliputi alat analisis keuntungan, perimbangan manfaat dan biaya (revenue cost ratio), dan produktifitas kerja. Nilai CPUE masing-masing alat tangkap dominan adalah pancing (650 kg/unit/trip), bubu (1,24 kg/unit/trip), jaring tarik (75 kg/unit/trip), bagan perahu (650 kg/unit/trip), dan rawai (10 kg/unit/trip). Hasil analisis usaha menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan di lokasi penelitian cukup menguntungkan, dimana alat tangkap rawai dasar memiliki tingkat keuntungan yang paling tinggi. Sedangkan alat tangkap bagan perahu merupakan alat tangkap yang memiliki produktifitas kerja paling tinggi.
STATUS PEMANFAATAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN IKAN HIAS ANGEL NAPOLEON Pomacanthus xanthometopon
DI SULAWESI SELATAN
Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa kondisi tutupan karang di tiga lokasi menunjukkan kategori sedang sampai baik. Penelitian ini menunjukkan kelimpahan ikan injel napoleon tidak berkorelasi positif dengan tutupan karang hidup dengan tutupan karang hidup tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh bentuk pertumbuhan karang yaitu di antara celah karang bercabang, submasive dan masive. Struktur ukuran ikan injel napoleon yang tertangkap masih muda, gonadnya belum berkembang. Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan lambat dengan panjang maksimum 41,7 cm pada umur 13 tahun. Status pemanfaatan ikan injel napoleon diduga telah melampaui hasil tangkapan lestari (MSY). Kurva penawaran injel napoleon melengkung membalik (backward bending supply curve) menunjukkan bahwa supplai semakin menurun walaupun harga ikan meningkat karena diduga stok semakin berkurang.
Komposisi telur dan larva ikan pelagis pada perairan terumbu karang kawasan b...Mujiyanto -
Kawasan barat kepulauan karimunjawa memiliki ekosistem terumbu karang dalam kondisi baik. Hal ini menjadikan kawasan tersebut memiliki potensi besar dalam bidang sumberdaya perikanan. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat pembiakan dan pembesaran bagi berbagai macam organisme perairan terutama ikan. Ikan-ikan akan merasa nyaman berada di ekosistem terumbu karang disebabkan tersedianya makanan dalam jumlah yang banyak dan adanya perlindungan dari pemangsa sehingga ikan dapat berkembang biak dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan kelimpahan telur serta larva ikan di perairan terumbu karang kawasan barat Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Juni, September dan Desember 2012 dengan menyisir kolom perairan terumbu karang menggunakan larvanet mesh size 500µ yang ditarik kapal dengan kecepatan 2 knot selama 10 menit sejajar garis pantai. Hasil tangkapan selama penelitian didominasi oleh telur ikan 26856 butir (96,43%) sementara larva ikan yang tertangkap sebanyak 981 individu (3,57%) yang terdiri dari larva ikan non-ekonomis sebanyak 636 individu dari 18 famili (2,34%) dan larva ikan ekonomis sebanyak 287 individu (1,02%). Bulan September merupakan bulan puncak pemijahan dengan angka kelimpahan telur ikan berkisar 830 – 13326 ind/1000m3 dan kelimpahan larva ikan berkisar antara 14 – 366 ind/1000 m3
Telah dilakukan penelitian pada bulan November - Januari 2018 dikawasan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Luas hutan Mangrove di kawasan HLAK mencapai luasan 44,76 Ha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Biodiversitas Gastropoda sebagai Bioindikator kualitas perairan di kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Pengambilan sampel ditentukan secara Random Sampling, dimana lokasi terdiri dari 3 stasiun pengamatan. Pengamatan tiap stasiun dilakukan dengan menggunakan metode transek dengan ukuran 10 x 10 m. Analisis data yang dilakukan meliputi keanekaragaman dan Bioindikator kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman. Hasil penelitian pada 3 Stasiun ditemukan 4 jenis Mollusca yang mewakili 2 famili dari kelas Gastropoda, yakni Cassidula aurisfelis, Ellobium aurismidae, Pythia Sp, dan Littoraria Scabra. Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner (H’). Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner dengan hasil berkisar antara 0,37 – 0,54 masuk dalam kategori rendah. Kualitas perairan dengan menggunakan indeks keanekaragaman menunjukan bahwa kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) memiliki kualitas air sangat tercemar yang mana sumber pengaruhnya berasal dari limbah sampah.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Paper Vertion: Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya...Mujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Struktur komunitas juvenil ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan perair...Mujiyanto -
Ekosistem lamun sangat berperan dalam kelangsungan hidup juvenil ikan, dimana padang lamun sebagai daerah asuhan (nursery ground) merupakan tempat yang tepat bagi biota-biota laut yang masih muda atau masih dalam tahap juvenil untuk bertahan hidup. Kelimpahan dan struktur komunitas juvenile ikan pada ekosistem lamun dapat berubah-ubah menurut waktu, dan dipengaruhi juga oleh beberapa faktor lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas juvenil ikan di padang lamun pada kawasan perairan Pulau Parang, Kepulauan Karimunjawa. Penelitian dilakukan pada bulan Juni, September dan Desember 2012 (Musim Timur, Peralihan dan Barat). Pengambilan sampel juvenil ikan diambil dengan small beam trawl di lima stasiun penelitian dengan menggunakan metode purposive sampling method. Selanjutnya pengambilan sampel lamun menggunakan metode transek kuadran 1x1 meter. Hasil penelitian menunjukan bahwa juvenil ikan di padang lamun dalam 3 kali sampling berhasil didapat 683 individu, terdiri dari 16 famili dengan 42 spesiesi. Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,25-4,74 dimana indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun Pulau Kembar sbesar 4,74 dengan 15 spesies. Hal ini juga didukung oleh persentase penutupan lamun tertinggi di stasiun Pulau Kembar sebesar 99,80 %.
Ikan karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting dari segi sosial ekonomi dan budaya, karena hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir menggantungkan hidupnya dari perikanan laut dangkal.
STRUKTUR UKURAN, PERTUMBUHAN DAN RASIO SEKSUAL IKAN HIAS NAPOLEON (Pomacanthu...Dr. Mauli Kasmi
Ikan Napoleon (Pomachantus xanthometopon) merupakan spesies termahal dari kelompok ikan Napoleon dan mempunyai nilai tawar yang lebih tinggi dibanding jenis ikan hias lainnya, sehingga menjadi ikan target oleh nelayan ikan hias. Produksi ikan ini masih tergantung dari penangkapan di alam karena budidaya belum berhasil dikembangkan, sehingga ada kemungkinan spesies ini mengalami overfishing. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi rekruitmen, struktur ukuran, pertumbuhan dan rasio seksual ikan Napoleon di perairan Sulawesi Selatan. Metode penelitian didasarkan pada sampling paralel di perairan Kepulauan Pangkep dan Selayar. Selanjutnya, fekunditas dihitung dengan menggunakan metode volimetrik. Umur mutlak dan pertumbuhan ikan Napoleon ditentukan dengan analisis plot Gulland dan Holt. Hasil kajian menunjukkan bahwa modus panjang total ikan Napoleon di Kabupaten Pangkep (9,5-11,5 cm) relatif lebih besar dibandingkan ikan Napoleon di Kabupaten Selayar (4,5-5,5 cm). Hubungan panjang berat bersifat allometrik, kecepatan pertumbuhan sebesar 0,4934 cm/ tahun dengan panjang maksimun 41,7 cm pada umur 13 tahun. Ikan Napoleon yang tertangkap merupakan ikan muda (53%) yang belum berkembang gonadnya. Rasio seksual adalah 26 % betina, 14% jantan dan 7% hermafrodit.
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. okasyawalarkan
Floating net cages (KJA) is one means of marine aquaculture (mariculture) are placed in water will act as FADs or fish aggregating devices (FAD) as a gathering place for various types of fish. Similarly to the artificial reef will serve as the breeding (nursery grounds) for various types of fish.
In general, the target fish belonging -Fish economically important fishes associated with artificial reefs and floating net which interact in the mornings and afternoons differ in amount and kind, this is because of differences in the nature and behavior based on the type of fish species. The target fish population changes from day to night fish in diurnal seen mostly during the day will take refuge in the reef and replaced by a nocturnal species that are not visible during the day. The fish-eating plankton are usually widely spread around the reefs during the day and hide or take refuge in the crevices of the reef at night, it is a cause of differences in the amount of the target fish species associated with artificial reefs and floating net. Thus the association structure of the target fish around the artificial reefs and floating net can be concluded that as a shelter and as a visitor species.
(10 22) pojok riset, asosiasi ikan target. okasyawalarkan
Floating net cages (KJA) is one means of marine aquaculture (mariculture) are placed in water will act as FADs or fish aggregating devices (FAD) as a gathering place for various types of fish. Similarly to the artificial reef will serve as the breeding (nursery grounds) for various types of fish.
In general, the target fish belonging -Fish economically important fishes associated with artificial reefs and floating net which interact in the mornings and afternoons differ in amount and kind, this is because of differences in the nature and behavior based on the type of fish species. The target fish population changes from day to night fish in diurnal seen mostly during the day will take refuge in the reef and replaced by a nocturnal species that are not visible during the day. The fish-eating plankton are usually widely spread around the reefs during the day and hide or take refuge in the crevices of the reef at night, it is a cause of differences in the amount of the target fish species associated with artificial reefs and floating net. Thus the association structure of the target fish around the artificial reefs and floating net can be concluded that as a shelter and as a visitor species.
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...UNESA
Bee Jay Bakau Resort merupakan kawasan mangrove yang menjadi habitat ikan gelodok. Ikan gelodok (Mudskipper) merupakan salah satu jenis biota lokal yang mendiami kawasan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi Mudskipper berdasarkan karakter morfologi dan peranannya di Bee Jay Bakau Resort. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui evaluasi karakter morfologi, morfometrik, dan meristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu spesies ikan gelodok, yaitu Periopthalmus modestus. Jumlah ikan yang ditemukan sedikit yaitu 4 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ikan gelodok di Bee Jay Bakau Resort tidak melimpah. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekologi mangrove yang kurang sesuai dengan habitat Mudskipper. Peran ikan gelodok sebagai filter feeder diketahui dari kemampuan memompa air melalui rongga mantel sehingga dapat menyaring bahan organik yang ada di dasar pantai berlumpur yang ada di hutan mangrove.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan di Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711)
1. , 17(1): 67-82 DOI: https://doi.org/10.32491/jii.v17i1.305
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal
berdasarkan kedalaman perairan di Laut Cina Selatan (WPP NRI 711)
[Community structure of demersal fish resources based on the depth of the waters in the South
China Sea (Indonesia Fisheries Management Zone 711)]
Robet Perangin-angin1
, Sulistiono2
, Rahmat Kurnia2
, Achmad Fahrudin2
, Ali Suman3
1) Mahasiswa PS Ilmu Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan
Sekolah Pascasarjana IPB
Jl. Raya Dramaga Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
2) PS Ilmu Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana IPB
Jl. Raya Dramaga Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
3) Balai Penelitian Perikanan Laut - Jakarta
Jl. Muara Baru Ujung Komp Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman
Penjaringan - Jakarta Utara 14440
Diterima: 1 Juni 2016; Disetujui: 24 Januari 2017
Abstrak
Informasi mengenai persebaran dan struktur komunitas sumber daya ikan demersal penting sebagai bahan masukan un-
tuk pengelolaan perikanan demersal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keanekaragaman dan persebar-
an sumber daya ikan demersal berdasarkan perbedaan kedalaman perairan, serta keterkaitannya dengan lingkungan.
Penelitian dilaksanakan di Laut Cina Selatan pada bulan Mei sampai Juni 2015 dengan mengoperasikan alat tangkap
pukat ikan di stasiun yang telah ditetapkan. Metode analisis keanekaragaman hayati ikan demersal menggunakan bebe-
rapa indeks ekologi yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragam-
an Pielou, dan indeks dominansi Simpson. Nilai indeks ekologi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi lingkung-
an, menggunakan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan komunitas sumber daya
ikan demersal semakin baik seiring dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan salinitas merupakan para-
meter yang paling memengaruhi tingkat kekayaan jenis serta persebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan perse-
baran kelimpahan ikan sangat terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan perairan. Implikasinya, kondisi lingkungan
perairan sangat memengaruhi persebaran dan kelimpahan ikan demersal.
Kata penting: indeks ekologi, keanekaragaman, kelimpahan, persebaran.
Abstract
Information on distribution and community structure of demersal fish resources are important to be known as an input
to the management of demersal fisheries. This study aimed to analyze the diversity and distribution of demersal fish
resources based on the differences in the depth of the waters and the linkages to the environment. Research conducted
in the South China Sea in May to June 2015 by operating a trawl gear in the station preset. The method of analysis of
demersal fish diversity use some ecological indices i.e Margalef species richness index, Shannon-Wiener diversity in-
dex, Pielou evenness index, and Simpson dominance index. The ecological index value then associated with environ-
mental conditions, using principal component analysis. Distribution of the ecological index indicated the stability of
communities demersal fish resources getting better with the increase of depth. The most affected to the level of species
richness and distribution of demersal fish were the parameters of depth, temperature and salinity, while the abundance
distribution of fishes were associated with dissolved oxygen, and water transparency. The implication, that the water
environmental conditions greatly affected the distribution and abundance of demersal fish.
Keywords diversity, abundance, distribution. : ecological indices,
Pendahuluan
Tingginya tekanan penangkapan ikan
demersal di perairan pantai sampai kedalaman
40-an meter telah menyebabkan menurunnya ke-
limpahan sumber daya ikan demersal (Badrudin
et al. 2011). Informasi mengenai persebaran dan
struktur komunitas ikan demersal penting sebagai
bahan masukan untuk pengelolaan perikanan
(Blaber et al. 1994). Pengelolaan perikanan di
masa depan harus berdasarkan pendekatan eko-
sistem (Laevastu & Hayes 1981).
_____________________________
Penulis korespondensi
Alamat surel: robert.peranginangin@yahoo.com
2. Komunitas ikan demersal di Laut Cina Selatan
68
Pengetahuan tingkat keanekaragaman ikan
diperlukan dalam kajian biologi dan konservasi
biodiversitas. Beberapa cara yang digunakan un-
tuk menduga tingkat keanekaragaman adalah
berdasarkan data keberadaan dan kelimpahan
spesies (Magurran 1988). Kehadiran spesies pen-
ciri dalam suatu perairan akan memberikan nilai
lebih pada tingkat keanekaragaman, dibanding-
kan perairan lain yang jumlah spesiesnya relatif
umum dan sama (Wagner & Edwards 2001).
Laut Cina Selatan bagian selatan merupa-
kan bagian dari Paparan Sunda dan tergolong
laut dangkal dengan kedalaman <200 m. Sumber
daya ikan demersal yang terkandung di dalamnya
sangat potensial untuk dikelola dan dimanfaatkan
(Widodo et al. 1998). Dalam upaya pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan, wilayah laut
ini dikelompokkan dalam Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP) 711 bersama dengan Selat Ka-
rimata, Laut Natuna dan sekitarnya dengan luas
wilayah diperkirakan sekitar 58.270.098 Ha atau
582.700,98 km2
(KKP 2014). Untuk itu kajian
mendalam terkait kondisi sumber daya ikan de-
mersal dan keterkaitannya terhadap lingkungan
perairan ini menjadi suatu keharusan.
Penelitian sebelumnya tentang keterkaitan
persebaran sumber daya ikan demersal dan faktor
lingkungannya, antara lain Rainer & Munro
(1982) menemukan adanya hubungan antara per-
sebaran jenis dan faktor-faktor fisik seperti keda-
laman perairan, salinitas, dan tipe sedimen, se-
dangkan Blaber et al. (1994) menyatakan bahwa
persebaran ikan demersal berhubungan dengan
kedalaman perairan tetapi tidak berhubungan de-
ngan tipe sedimen, salinitas, suhu, dan turbiditas.
Penelitian ini bertujuan untuk menganali-
sis tingkat keanekaragaman dan persebaran sum-
ber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman,
serta keterkaitannya dengan lingkungan.
Bahan dan metode
Penelitian ini dilakukan di Laut Cina Sela-
tan dengan menggunakan Kapal Penelitian Madi-
dihang 02 pada bulan Mei sampai Juni 2015 se-
perti disajikan pada Gambar 1.
Pengumpulan data hasil tangkapan dilaku-
kan menggunakan alat tangkap pukat ikan de-
ngan spesifikasi pada Gambar 2 yang dioperasi-
kan dengan Kapal Penelitian Madidihang 02
yang berukuran 163 GT, di dasar perairan dari
masing-masing stasiun yang telah ditentukan
(Tabel 1). Stasiun pukat ikan yang ada diupaya-
kan mewakili perebaran seluruh spesies ikan de-
mersal, baik secara geografis maupun kedalam-
an. Sementara data oseanografi seperti suhu, sa-
linitas, pH, dan oksigen terlarut diperoleh dengan
menggunakan CTD (conductivity, temperature,
and depth) dan kecerahan diukur dengan cakram
Secchi yang diturunkan di stasiun yang telah di-
tentukan, sesaat sebelum dilakukan pengoperasi-
an alat tangkap pukat ikan. Pada penelitian ini,
alat tangkap pukat ikan dioperasikan di dasar
perairan dengan lama tarikan (towing) ± 1 jam
pada kecepatan kapal ± 3 knots. Ikan-ikan de-
mersal yang tertangkap jaring pukat dipisah dan
dikelompokkan menurut jenisnya. Ikan yang
tertangkap diidentifikasi dengan bantuan buku
identifikasi Kailola & Tarp (1984), Allen et al.
(1999), FAO (2001), Fishbase (Froese & Pauly,
2000) dan dipisahkan menurut jenisnya, kemu-
dian dihitung jumlahnya dan dilakukan penim-
bangan untuk mengetahui jumlah individu dan
bobot setiap jenisnya.
3. Perangin Angin et al.
Volume 17 Nomor 1, Februari 2017 69
Sumber: Base map Argis
Gambar 1. Peta lokasi dan posisi stasiun penelitian pukat ikan di Laut Cina Selatan (Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia / WPP- NRI 711), pada bulan Mei sampai Juni 2015. 1-
12 : stasiun
Pengumpulan data hasil tangkapan dilaku-
kan menggunakan alat tangkap pukat ikan de-
ngan spesifikasi pada Gambar 2 yang dioperasi-
kan dengan Kapal Penelitian Madidihang 02
yang berukuran 163 GT, di dasar perairan dari
masing-masing stasiun yang telah ditentukan
(Tabel 1). Stasiun pukat ikan yang ada diupaya-
kan mewakili persebaran seluruh spesies ikan
demersal, baik secara geografis maupun keda-
laman. Sementara data oseanografi seperti suhu,
salinitas, pH, dan oksigen terlarut diperoleh de-
ngan menggunakan CTD (conductivity, tempe-
rature, and depth) dan kecerahan diukur dengan
cakram Secchi yang diturunkan di stasiun yang
telah ditentukan, sesaat sebelum dilakukan peng-
operasian alat tangkap pukat ikan. Pada peneliti-
an ini, alat tangkap pukat ikan dioperasikan di
dasar perairan dengan lama tarikan (towing) ± 1
jam pada kecepatan kapal ± 3 knots. Ikan-ikan
demersal yang tertangkap jaring pukat dipisah
dan dikelompokkan menurut jenisnya. Ikan yang
tertangkap diidentifikasi dengan bantuan buku
identifikasi identifikasi Kailola & Tarp (1984),
Allen et al (1999), FAO (2001), Fishbase (Froese
& Pauly 2000) dan dipisahkan menurut jenisnya,
kemudian dihitung jumlahnya dan dilakukan pe-
nimbangan untuk mengetahui jumlah individu
dan bobot setiap jenisnya.
Tabel 1. Stasiun pengamatan pengoperasian
pukat ikan
Stasiun pukat
ikan
Kedalaman dasar
perairan (m)
Sta. 1 21,1
Sta. 2 35,3
Sta. 3 45,0
Sta. 4 18,6
Sta. 5 25,0
Sta. 6 33,0
Sta. 7 42,0
Sta. 8 25,0
Sta. 9 36,0
Sta. 10 50,0
Sta. 11 42,0
Sta. 12 65,0
4. Komunitas ikan demersal di Laut Cina Selatan
70
Gambar 2. Spesifikasi alat tangkap pukat ikan di KM. Madidihang 02 yang digunakan pada penelitian
Analisis keanekaragaman hayati ikan de-
mersal menggunakan beberapa indeks ekologi,
yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks ke-
anekaragaman Shannon (Listopad et al. 2015,
Chen et al. 2016, Fattorini et al. 2016, Loiseau et
al. 2016, Suratissa & Rathnayake 2016), indeks
keseragaman Pielou (Ricotta & Avena 2003,
Gosselin 2006), dan indeks dominansi Simpson
(Gregorius & Gillet 2008, Subburayalu & Sydnor
2012) sebagai berikut.
Indeks Margalef : R = (S 1)/ln(N)
Indeks Shannon-Wiener:
Indeks Pielou
Indeks Simpson:
Ds =
K i=
perbandingan antara jumlah individu jenis ke i dan
jumlah total individu (ni/N), S= jumlah spesies, N=
jumlah individu, ni= jumlah individu ke-i.
Nilai indeks ekologi tersebut kemudian di-
kaitkan dengan kondisi lingkungan, dan dianali-
Alat Tangkap : Pukat Ikan
Head Rope : 36 meter
Ground Rope : 41 meter
5. Perangin Angin et al.
Volume 17 Nomor 1, Februari 2017 71
sis dengan menggunakan analisis komponen uta-
ma (principle component analysis PCA) agar da-
pat diketahui tingkatan pengaruh faktor-faktor
lingkungan terhadap kondisi struktur komunitas
yang ada.
Hasil
Persebaran jenis ikan demersal berdasarkan ke-
dalaman
Penelitian ini menyajikan persebaran ko-
munitas ikan demersal di WPP-NRI 711 Laut
Cina Selatan (Tabel 2).
Kedalaman 20-30 meter didominasi oleh
ikan-ikan berukuran kecil seperti Eubleekeria
splendens dan Equulites stercorarius masing-
masing sebanyak 19.929 ekor dan 5.026 ekor.
Kedua jenis ikan ini hanya ditemukan di keda-
laman tersebut. Arothron immaculatus, Lutjanus
vitta, dan Upeneus luzonius mendominasi keda-
laman 30-40 meter masing-masing sebanyak 524
ekor, 246 ekor, dan 119 ekor. Pentaprion longi-
manus, Upeneus luzonius, dan Arothron immacu-
latus mendominasi kedalaman 40-50 meter ma-
sing-masing sebanyak 484 ekor, 247 ekor, dan
136 ekor. Kedalaman 50-60 meter didominasi
oleh Arothron immaculatus, Upeneus luzonius,
dan Chaerodon sp. masing-masing sebanyak 31
ekor, 13 ekor, dan 8 ekor. Sebaran ikan demersal
di kedalaman 60-70 meter lebih merata yang di-
dominasi Pseudorhombus spinosus, Upeneus
luzonius, Pentaprion longimanus, Nemipterus
hexodon, dan Epinephelus areolatus masing-
masing sebanyak 69 ekor, 59 ekor, 39 ekor, 22
ekor, dan 16 ekor (Gambar 3).
Analisis kelompok dan indeks keanekaragaman
sumber daya ikan demersal
Gambar 4 menyajikan dendrogram perse-
baran komposisi jenis ikan demersal berdasarkan
indeks kemiripan Bray Curtis untuk tiap interval
kedalaman. Dendrogram menunjukkan indeks
kemiripan Bray Curtis ikan demersal pada stasi-
un dengan kedalaman 30-40 m cenderung serupa
dengan kedalaman 40-50 m, sedangkan stasiun
pada kedalaman 20-30 m cenderung memiliki
nilai indeks yang sangat berbeda dibanding keda-
laman lainnya.
9. Perangin Angin et al.
Volume 17 Nomor 1, Februari 2017 75
Tabel 2 (lanjutan). Famili dan spesies sumber daya ikan demersal di Laut Cina Selatan
No. Famili No. Spesies
47 SOLEIDAE 1 Dexillus muelleri
2 Pardachirus pavoninus
3 Zebrias cancellatus
48 SYGNATHIDAE 1 Hippocampus kuda
49 SYNODONTIDAE 1 Synodus hoshinonis
2 Synodus sp.
3 Synodus myops
50 TERAPONIDAE 1 Terapon jarbua
2 Terapon theraps
51 TETRAODONTIDAE 1 Arothron immaculatus
2 Lagocephalus inermis
3 Lagocephalus lagocephalus
4 Lagocephalus guentheri
5 Lagocephalus lunaris
6 Lagocephalus sp.
7 Torquigener pallimaculatus
52 TETRAROGIDAE 1 Cottapisus cottoides
2 Neocentropogon sp.
53 TRIACANTHIDAE 1 Triachantus nieuhofii
2 Trixipichthys sp.
54 TRIGLIDAE 1 Lepidotrigla sp.
55 URANOSCOPIDAE 1 Uranoscopus cognatus
2 Uranoscopus sp.
Analisis kelompok dan indeks keanekaragaman
sumber daya ikan demersal
Gambar 4 menyajikan dendrogram perse-
baran komposisi jenis ikan demersal berdasarkan
indeks kemiripan Bray Curtis untuk tiap interval
kedalaman. Dendrogram menunjukkan indeks
kemiripan Bray Curtis ikan demersal pada stasi-
un dengan kedalaman 30-40 m cenderung serupa
dengan kedalaman 40-50 m, sedangkan stasiun
pada kedalaman 20-30 m cenderung memiliki
nilai indeks yang sangat berbeda dibanding keda-
laman lainnya.
Pada kedalaman 20 30 meter, terdapat 79
spesies dari 38 famili dengan nilai indeks keka-
1,30; indeks keseragaman
indeks dominan simpson (Ds) 0,49. Kedalaman
30 40 meter dan 40 50 meter masing masing
terdapat 71 spesies dan 74 spesies dari 36 famili
dan 35 famili dengan nilai indeks kekayaan jenis
0,56 dan 0,67; serta indeks dominansi Simpson
(Ds) 0,21 dan 0,12. Kedalaman 50 60 meter dan
60 70 meter masing masing terdapat 17 spesies
dan 43 spesies dari 12 famili dan 27 famili de-
ngan nilai indeks kekayaan jenis (R) 3,62 dan
indeks kemerataan Pielou 0,77 dan 0,72; serta
indeks dominansi Simpson (Ds) 0,18 dan 0,12
(Gambar 5).
10. Komunitas ikan demersal di Laut Cina Selatan
76
Gambar 3. Komposisi jenis ikan dominan (dalam ekor) untuk tiap kedalaman : (a). kedalaman 20-30 m,
(b). kedalaman 30-40 m, (c). kedalaman 40-50 m, (d). kedalaman 50-60 m, dan (e). kedalaman
60-70 m.
Pengaruh kondisi lingkungan terhadap
kelimpahan ikan demersal
Analisis komponen utama digunakan un-
tuk menganalisis pengaruh lingkungan (Tabel 2)
terhadap tingkat kelimpahan dan kekayaan jenis
ikan demersal. Komponen utama 1 (PC 1, eigen
value = 3,13) dan 2 (PC 2, eigen value = 1,76),
menjelaskan masing-masing 39,1% dan 22,0%
dari variabel total yang ada (Tabel 3). Kelim-
pahan ikan demersal, oksigen terlarut, dan kece-
rahan dicirikan oleh PC 2. Sementara PC 1 diciri-
kan oleh indeks Margalef, kedalaman, suhu, sali-
0
5000
10000
15000
20000
Leiognatus
splendens
Leiognatus
starcorarius
Secutor
ruconius
Upeneus
sulphureus
Pomadasys
argyreus
Cociella
crocodila
0
200
400
600
Arothron
immaculatus
Lutjanus
vittus
Upeneus
luzonius
Diagramma
punctatum
Scolopsis
taenopterus
Pseudorhom
bus spinosus
b
0
100
200
300
400
500
Pentaprion
longimanus
Upeneus
luzonius
Arothron
immaculatus
Scolopsis
taenopterus
Epinephelus
sexfasciatus
Nemipterus
nematophor
us
Upeneus
sulphureus
c
0
10
20
30
40
Arothron
immaculatus
Upeneus
luzonius
Chaetodon
sp
Synodus
hoshinonis
Saurida
micropectora
lis
Nemipterus
tumboides
Scolopsis
taenopterus
d
0
20
40
60
80
Pseudorhomb
us spinosus
Upeneus
luzonius
Pentaprion
longimanus
Nemipterus
hexodon
Epinephelus
aerolatus
Lepidotrigla sp
Epinephelus
sexfasciatus
e
a
11. Perangin Angin et al.
Volume 17 Nomor 1, Februari 2017 77
nitas, dan pH (Gambar 6). Gambar 6 menunjuk-
kan kelimpahan ikan demersal sangat dipenga-
ruhi oleh oksigen terlarut dan kecerahan, sedang-
kan indeks kekayaan jenis (indeks Margalef)
dipengaruhi kedalaman, suhu, salinitas, dan pH
perairan.
Gambar 4. Dendrogram pengelompokan kedalaman berdasarkan persebaran komposisi jenis ikan demersal
Gambar 5. Nilai indeks ekologi berdasarkan kedalaman perairan
12. Komunitas ikan demersal di Laut Cina Selatan
78
Tabel 2. Data oseanografi tiap stasiun pengamatan
Stasiun Kedalaman
(meter)
Kecerahan
(meter)
Suhu
(0
C)
Salinitas pH Oksigen terlarut
(mg L-1
)
1 21,1 8,0 29,4 31,7 7,6 4,4
2 35,3 12,0 29,6 33,3 7,8 4,6
3 45,0 12,0 29,6 32,8 7,8 4,6
4 18,6 6,5 30,7 31,4 7,7 4,4
5 25,0 n/a 29,9 32,4 7,8 4,2
6 33,0 6,0 30,3 32,6 8,2 4,6
7 42,0 8,5 29,8 32,9 8,2 4,6
8 25,0 n/a 29,2 32,8 8,0 3,6
9 36,0 n/a 30,0 33,1 7,9 4,4
10 50,0 n/a 29,7 33,2 8,0 4,7
11 42,0 9,0 29,4 33,4 8,0 4,5
12 65,0 10,0 28,6 33,4 8,1 4,6
Tabel 3. Analisis komponen utama kelimpahan ikan demersal, indeks kekayaan jenis (indeks Margalef),
dan faktor lingkungan
Analisis Komponen Utama
PC1 PC2
Persentase variasi kumulatif
Nilai Eigen 3,13 1,76
% Variasi 39,1 22,0
% Variasi kumulatif 39,1 61,1
Kedalaman 0,525 0,102
Kecerahan 0,201 0,524
Suhu -0,386 0,164
Salinitas 0,461 0,013
pH 0,376 -0,204
Oksigen terlarut 0,204 0,558
Kelimpahan ikan demersal
Indeks Margalef
-0,118
0,354
0,539
-0,211
13. Perangin Angin et al.
Volume 17 Nomor 1, Februari 2017 79
Gambar 6. Analisis komponen utama kelimpahan ikan demersal, indeks kekayaan jenis (Indeks Margalef),
dan faktor lingkungan
Pembahasan
Penelitian sebelumnya menggunakan MV.
SEAFDEC 2, menemukan persebaran ikan de-
mersal pada wilayah perairan Indonesia di Laut
Cina Selatan didominasi oleh Lutjanidae, Arii-
dae, Nemipteridae, Synodontidae, Priacanthidae,
dan Mullidae (Wudianto & Sumiono 2008). Do-
minansi jenis ikan demersal di suatu perairan,
dapat dipengaruhi oleh faktor waktu penelitian,
lokasi, dan jumlah pengambilan contoh menurut
strata kedalamannya. Penelitian ini menyajikan
persebaran ikan demersal di perairan dangkal pa-
da kedalaman < 30 m, didominasi oleh Leiogna-
thus splendens dan Leiognathus starcorarius
yang termasuk ikan demersal kecil serta memi-
liki sifat suka bergerombol, tersebar di perairan
sepanjang pesisir barat Kalimantan (Gambar 1).
Nontji (1993) mengungkapkan bahwa spesies
Leiognathus splendens banyak ditemukan di
Indonesia bagian barat, hidup di perairan dangkal
dan biasanya membentuk gerombolan yang be-
sar. Nemipterus hexodon, dan Epinephelus aero-
latus tersebar merata di kedalaman > 40 meter,
tetapi lebih dominan ditemukan di kedalaman
60-70 meter. Ini menjelaskan bahwa ikan-ikan
kecil menyukai daerah dangkal sebagai tempat
hidupnya (Chang et al. 2012, Badrudin 2004),
dan ikan-ikan berukuran lebih besar banyak dite-
mukan di perairan dalam (Atmaja et al. 2003).
Secara umum kesehatan habitat sumber
daya ikan demersal di lokasi penelitian kurang
baik. Indeks keanekaragaman untuk tiap-tiap in-
terval kedalaman dibawah nilai 3, interval nilai
indeks di bawah atau sama dengan 2,30 masuk
96). Kedalaman 30-
40 m dan 40-50 m memiliki tingkat kestabilan
komunitas yang lebih baik dibanding kedalaman
lainnya. Kedalaman 20-30 m memiliki tingkat
kestabilan komunitas yang rendah dibanding ke-
14. Komunitas ikan demersal di Laut Cina Selatan
80
dalaman lainnya, dengan nilai indeks dominansi
dan indeks dominansi Simpson (Ds) bekerja ber-
lawanan dalam menghasilkan perhitungan indeks
keanekaragaman. Indeks kemerataan mengukur
tingkat kemerataan kelimpahan populasi didalam
suatu komunitas, nilai maksimum indeks keme-
rataan adalah satu, mengindikasikan kelimpahan
tiap-tiap populasi berimbang didalam komunitas
(Ricotta 2003, Gosselin 2006). Semakin tinggi
nilai indeks kemerataan di suatu perairan meng-
indikasikan semakin baik lingkungan hidup di
perairan tersebut. Lingkungan hidup yang baik
akan meningkatkan keanekaragaman dalam ko-
munitas. Sebaliknya, semakin tinggi indeks do-
minansi mengindikasikan kondisi lingkungan
hidup yang memburuk dan hanya populasi ter-
tentu yang bertahan dan berkembang, kemudian
populasi ini akan mendominasi dalam komunitas
(Loiseau et al. 2016). Menurut Chang et al.
(2012), indeks biologi termasuk indeks keaneka-
kecenderungan semakin
meningkat bila mengarah ke wilayah laut.
Menurut Brown et al. (1994), persebaran
sumber daya ikan sangat dipengaruhi oleh kondi-
si faktor oseanografis, seperti suhu (Laevastu &
Hayes 1981, Valiela 1984, Parson et al. 1984),
salinitas (Nybakken 1988, Tomascik et al. 1997),
kecepatan arus, oksigen terlarut (Sumiono et al.
2011), dan faktor-faktor oseanografi lainnya. Pe-
nelitian sebelumnya di Laut Cina Selatan bagian
selatan juga menemukan bahwa persebaran sum-
ber daya ikan demersal sangat dipengaruhi oleh
kedalaman, salinitas, dan suhu (Ridho 2004). Ha-
sil analisis komponen utama menyajikan kekaya-
an jenis memiliki korelasi kuat terhadap keda-
laman, perubahan suhu, salinitas dan pH di lokasi
penelitian. Kelimpahan ikan demersal sangat
terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan
(Edrus & Setyawan 2013). Penelitian ini menya-
jikan tingkat kekayaan jenis di perairan dangkal
dengan kedalaman kurang dari 50 m lebih tinggi
dibandingkan dengan kekayaan jenis di perairan
dalam dengan kedalaman lebih besar dari 50 m.
Kekayaan jenis ikan demersal mengalami penu-
runan dengan bertambahnya kedalaman perairan
(Labropoulou & Papaconstantinou 2004). Secara
geografis, stasiun-stasiun pengamatan dengan ke-
dalaman 20-30 m terdistribusi di perairan sepan-
jang pesisir barat Kalimantan. Pulau Kalimantan
memiliki banyak daerah aliran sungai yang ter-
hubung sampai sepanjang pesisir barat Kaliman-
tan. Limpasan air sungai ini memengaruhi kon-
disi oseanografi di perairan pesisir barat Kali-
mantan (Murdiyanto 2004), dan memengaruhi
persebaran ikan demersal di perairan tersebut
(Kusumastanto et al. 2006).
Simpulan
Persebaran indeks ekologi sumber daya
ikan demersal menunjukkan tingkat kestabilan
komunitas yang semakin baik seiring dengan
bertambahnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan
salinitas merupakan parameter yang paling me-
mengaruhi tingkat kekayaan jenis serta per-
sebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan
persebaran kelimpahan ikan sangat dipengaruhi
oleh oksigen terlarut, dan kecerahan perairan.
Persantunan
Tulisan ini merupakan kontribusi dari ke-
giatan hasil riset pengkajian stok di Laut Cina
Selatan (WPP-NRI 711) dengan menggunakan
KM. Madidihang 02, T.A. 2015 di Balai Peneli-
tian Perikanan Laut Muara Baru, Jakarta.
Daftar pustaka
Allen G, Swainston R, Ruse J. 1999. Marine
fishes of South-east Asia: a field guide for
15. Perangin Angin et al.
Volume 17 Nomor 1, Februari 2017 81
anglers and divers. Periplus ed. Ltd., Si-
ngapore. 292 p.
Atmadja SB, Nugroho D, Suwarso, Hariati T,
Mahisworo. 2003. Pengkajian stok ikan di
WPP Laut Jawa. In: Widodo J, Wiadnyana
NN, Nugroho D (ed.). Prosiding Forum
Pengkajian Stok Ikan Laut 2003 (WPP:
Samudera Hindia, Laut Arafura, Laut
Cina Selatan dan Laut Jawa). Pusat Riset
Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan
dan Perikanan. Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. pp. 67-88.
Badrudin. 2004. Penelitian Sumber daya Ikan
Demersal. Departemen Kelautan dan Peri-
kanan, Jakarta. 36 p.
Badrudin, Aisyah, Ernawati T. 2011. Kelimpah-
an stok sumber daya ikan demersal di per-
airan sub area Laut Jawa. Jurnal Peneli-
tian Perikanan Indonesia, 17(1): 11-21.
Blaber SJM, Brewer DT, Harris AN. 1994. Dis-
tribution, biomass, and community struc-
ture of demersal fishes of the Gulf of Car-
pentaria, Australia. Australian Journal of
Marine and Freshwater Research, 45(3):
375-396.
Brown J, Colling A, Park D, Philips J, Rothery
D, Wright J. 1994. Ocean Chemistry and
Deep Sea Sediment. The Open University/
Pergamon Eds. Oxford, Great Britain. 133
p.
Chang NN, Shiao JC, Gong GC. 2012. Diversity
of demersal fish in the East China Sea:
Implication of eutrophication and fishery.
Continental Shelf Research, 47: 42-54.
Chen X, Zhang X,Zhu X, Zhang H, Liang X, Lei
Y, He C. 2016. Exotic plant Alnus trabe-
culosa alters the composition and diversity
of native rhizosphere bacterial communi-
ties of Phragmites australis. Pedosphere,
26(1): 108-119.
Edrus IN, Setyawan IE. 2013. Pengaruh kecerah-
an air laut terhadap struktur komunitas
ikan karang di perairan pulau Belitung.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia,
19(2): 55-64.
Fattorini S, Rigal F, Cardoso P, Borges PAV.
2016. Using species abundance distribu-
tion models and diversity indices for bio-
geographical analyses. Acta Oecologica,
70: 21-28.
Food And Agriculture Organization (FAO) spe-
cies identification guide for fishery pur-
poses. 2001. Volume 5 Bony fishes part 3
(Menidae to Pomacentridae). In: Carpen-
ter KE, Niem VH (eds.). The living marine
of the Western Central Pacific. Fisheries
and aquaculture department, Rome. pp
2791-3380.
Froese R, Pauly D. 2000. FishBase 2000: con-
cepts, design and data sources. ICLARM,
Los Baños, Laguna, Philippines. 344 p.
http://www.fishbase.org. [Retrieved on
April 2015].
Gosselin F. 2006. An assessment of the depen-
dence of evenness indices on species rich-
ness. Journal of Theoretical Biology,
242(3): 591-597.
Gregorius HR, Gillet EM. 2008. Generalized
Simpson-diversity. Ecological Modelling,
211: 90-96.
Kailola PJ, Tarp TG. 1984. Trawled fishes of
Southern Indonesia and Northwestern
Australia. Australian Development Assist-
ance Bureau, Australia; Directorate Gene-
ral of Fisheries, Indonesia; German Agen-
cy for Technical Cooperation, German.
406 p.
Kusumastanto T, Adrianto L, Damar A. 2006.
Materi Pokok Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Laut. Universitas Terbuka, Jakarta. 6
modul.
KKP. 2014. Permen KP No. 18/Permen-KP/2014
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia. Kementerian Kelaut-
an dan Perikanan. Jakarta.
Labropoulou M, Papaconstantinou C. 2004.
Community structure and diversity of
demersal fish assemblages: the role of
fishery. Scientia Marina, 68(Suppl. 1):
215-226.
Laevastu T, Hayes ML. 1981. Fisheries Oceano-
graphy and Ecology. Fishing News Books
Ltd., England. 199 p.
Listopad CMCS, Masters RE, Drake J, Weis-
hampel J, Branquinho C. 2015. Structural
diversity indices based on airborne
LiDAR as ecological indicators for mana-
ging highly dynamic landscapes. Ecolo-
gical Indicators, 57: 268-279.
Loiseau N, Gaertner JC, Kulbicki M, Merigot B,
Legras G, Taquet M, Gaertner-Mazouni
N. 2016. Assessing the multicomponent
aspect of coral fish diversity: The impact
of sampling unit dimensions. Ecological
Indicators, 60: 815-823.
Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its
Measurement. Princeton University Press,
New Jersey. 179 p.
16. Komunitas ikan demersal di Laut Cina Selatan
82
Mason CF. 1996. Biology of Freshwater Pollu-
tion. 3rd
Ed. Longman Scientific and Tech-
nical. Longman Singapore Publisher (Pte).
Ltd., Singapore. 1748 p.
Murdiyanto B. 2004. Pengelolaan Sumber Daya
Perikanan Pantai. Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan
dan Perikanan, Jakarta. 200 p.
Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit
Djambatan, Jakarta. 367 hlm.
Nybakken JW. 1988. Biologi Laut: Suatu Pende-
katan Ekologis. Diterjemahkan oleh Eid-
man M, Koesoebiono, Bengen DG, Huto-
mo M, Sukardjo S. PT. Gramedia, Jakarta.
480 p.
Parson TR, Takahashi M, Hargrave B. 1984. Bio-
logical Oceanographic Processes. Third
Edition. Pergamon Press, UK. 330 p.
Rainer SF, Munro ISR. 1982. Demersal fish and
cephalopod communities of an unexploi-
ted coastal environment in Northern Aus-
tralia. Australian Journal of Marine and
Freshwater Research, 33(6): 1039-1055.
Ricotta C, Avena G. 2003. On the relationship
diversity profiles. Ecological Indicator,
2(4): 361-365.
Ricotta C. 2003. On parametric evenness mea-
sures. Journal of Theoretical Biology,
222(2): 189-197.
Ridho MR. 2004. Distribusi, Kepadatan biomas-
sa dan struktur komunitas ikan demersal di
Perairan Laut Cina Selatan. Disertasi. Ins-
titut Pertanian Bogor, Bogor. 135 p.
Subburayalu S, Sydnor TD. 2012. Assessing
street tree diversity in four Ohio commu-
nities using the weighted Simpson index.
Landscape and Urban Planning, 106(1):
44-50.
Sumiono B, Ernawati T, Suprapto. 2011. Kepa-
datan stok ikan demersal dan beberapa
parameter kualitas air di perairan Tegal
dan sekitarnya. Jurnal Penelitian Peri-
kanan Indonesia, 17(2): 95-103.
Suratissa DM, Rathnayake US. 2016. Diversity
and distribution of fauna of the Nasese
Shore, Suva, Fiji Island with reference to
exixting threats to the biota. Journal of
Asia-Pacific Biodiversity, 9(1): 11-16.
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK.
1997. The Ecology of Indonesian Seas.
Part Two. The Ecology of Indonesia Se-
ries. Periplus Editions (HK) Ltd., Singa-
pore. 1388 p.
Valiela I. 1984. Marine Ecological Processes.
Library of Congress Ocean Catalogy in
Publication. Data, New York, USA. 642 p.
Wagner HH, Edwards PJ. 2001. Quantifying ha-
bitat specificity to assess the contribution
of a patch to species richness at a land-
scape scale. Landscape Ecology, 16(2):
121-131.
Widodo J, Aziz KA, Priyono BE, Tampubolon
GA, Naamin N, Djamali A. 1998. Potensi
dan Penyebaran Ikan Laut di Perairan
Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian
Stok Ikan Laut. Lembaga Ilmu Pengeta-
huan Indonesia, Jakarta, Indonesia. 251 p.
Wudianto, Sumiono B. 2008. Demersal fish re-
sources result of MV SEAFDEC 2 survey
in the South China Sea of Indonesia. Indo-
nesia Fisheries Research Journal, 14(2):
67-74.