Laporan ini merangkum temuan audit sosial Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di beberapa wilayah di Indonesia. Temuan menunjukkan bahwa PNPM telah menyediakan sarana dan prasarana desa meskipun belum sepenuhnya menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. Audit sosial ini bertujuan untuk menilai manfaat PNPM bagi kebutuhan masyarakat serta kualitas partisipasi masyarakat
Buku Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita
1. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
Audit Sosial PNPM
antara Retorika dan Realita
Penyusun:
Zulfikri
Bornie Kurniawan
Siswan
Wendy Bullan
ISBN 978-979-8811-05-0
2. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
Audit Sosial PNPM
antara Retorika dan Realita
Penyusun/Peneli :
Zulfikri
Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Par sipasi (KONSEPSI)
Wilayah Peneli an Nusa Tenggara Barat
Bornie Kurniawan
Ins tute for Research and Empowerment (IRE)
Wilayah Peneli an Kutai Kartanegara dan Kupang
Siswan
Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah
(FIK-ORNOP)
Wilayah Peneli an Sulawesi Selatan
Wendy Bullan
Circle of Imagine Society Timor (CIS TIMOR)
Wilayah Peneli an Nusa Tenggara Timur
3. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
Judul: Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
Cetakan Pertama 2012
ISBN 978-979-8811-05-0
Sampul dan Tata Letak
w.suwandi@gmail.com
Foto Sampul dan Bagian dalam
Interna onal NGO Forum on Indonesian Development (INFID)
Penerbit:
Interna onal NGO Forum on Indonesian Development (INFID)
Alamat:
Jl. Ja padang Raya Kav.3 No.105, Pasar Minggu
Jakarta Selatan, 12540
Telepon: 021-7819734, 7819735
Fax: 021-78844703
E-mail: infid@infid.org
website : www.infid.org
Da ar Isi
Da ar Singkatan
Ringkasan Temuan Audit Sosial oleh KONSEPSI, FIK ORNOP, IRE
dan CIS Timor
Pengembangan Audit Sosial Konsepsi di NTB Study Kasus PNPM
Mandiri Perdesaan
I. Ringkasan Temuan-temuan Utama
II. Metode Audit Sosial
III. Analisis
IV. Kelemahan-kelamahan PNPM
V. Rekomendasi
Pengembangan Audit Sosial di Yogyakarta Study Kasus PNPM
Mandiri Perdesaan
I. Metode Peneli an
II. Analisis
III. Rekomendasi
Pengembangan Audit Sosial di Sulsel Study Kasus PNPM Mandiri
Perdesaan
I. Ringkasan Temuan-temuan Utama
................................................................................. iii
.................................................................................... vii
.............................................................................. 1
............................................ 1
.................................................................... 4
....................................................................................... 5
.................................................. 31
............................................................................ 35
............................................................................. 43
.................................................................... 43
...................................................................................... 45
.......................................................................... 102
....................................................................................... 107
........................................ 107
i
4. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
II. Metode Audit Sosial
III. Analisis
IV. Kelemahan-Kelamahan PNPM
V. Rekomendasi
Pengembangan Audit Sosial di NTT Study Kasus PNPM
Mandiri Perdesaan
I. Ringkasan Temuan-temuan Utama
II. Analisis
III. Rekomendasi
.......................................................... 111
.............................................................................. 117
.......................................... 129
..................................................................... 138
.................................................................... 143
................................... 143
.............................................................................. 146
.................................................................... 171
ii
DAFTAR SINGKATAN
1. ADD – Alokasi Dana Desa
2. AKB – Angka Kema an Bayi
3. AKI – Angka Kema an Ibu
4. APBD – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
5. APBDes – Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
6. APBN – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
7. ARTM – Anggaran Rumah Tangga Miskin
8. Bak PAH – Bak Penampungan Air Hujan
9. Bansos – Bantuan Sosial
10. Bappeda – Badan Perencana Pembangunan Daerah
11. Bappenas – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
12. BIL – Bandara Internasional Lombok
13. BKAD – Badan Kerjasama Antar Desa
14. BLM – Bantuan Langsung untuk Masyarakat
15. Bln – Bulan
16. BPD – Bank Pembangunan Daerah
17. BPMD – Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah
18. BPMK – Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota
19. BPMPD – Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah-
an Desa
iii
5. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
20. BSM – Beasiswa Siswa Miskin
21. CBSA – Community Based Social Audit
22. CIS Timor– Circle of Imagine Society Timor
23. DPR – Dewan Perwakilan Rakyat
24. DPRD – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
25. FGD – Focus Group Discussion
26. FIK Ornop – Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non
Pemerintah
27. FKP – Fasilitator Kecamatan Pemberdayaan
28. FKT – Fasilitator Kecamatan Teknik
29. GSC – Generasi Sehat Dan Cerdas
30. HDI – Human Development Index
31. HOK – Harian Ongkos Kerja
32. IPM – Indeks Pembangunan Manusia
33. IRE – Ins tute for Research and Empowerment
34. Kemendagri – Kementerian Dalam Negeri
35. Kesra – Kesejehteraan Rakyat
36. KK – Kepala Keluarga
37. KLU – Kabupaten Lombok Utara
38. Konsepsi – Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Par sipasi
39. KPA – Kuasa Pengguna Anggaran
40. KPMD – Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
41. KTP – Kartu Tanda Penduduk
42. KUD – Koperasi Unit Desa
43. Kukar – Kabupaten Kutai Kartanegara
44. KUR – Kredit Usaha Rakyat
45. LPD – Laporan Penggunaan Dana
46. MAD – Musyawarah Antar Desa
47. MI – Madrasah Ib daiyah
48. NTB – Nusa Tenggara Barat
49. NTT – Nusa Tenggara Timur
50. PAGAS – Penggalian Gagasan
51. PAUD – Pendidikan Anak Usia Dini
52. PDRB – Produk Domes k Regional Bruto
53. Penlok – Pendamping Lokal
54. PJOK – Penanggung Jawab Operasional Kegiatan
55. PNPM – Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
56. PNS – Pegawai Negeri Sipil
57. POLINDES – Pondok Bersalin Desa
58. Polri – Kepolisian Republik Indonesia
59. PPK – Program Pengembangan Kecamatan
60. PPL – Pegawai Penyuluh Lapangan
61. PTO – Petunjuk Teknis Operasional
62. PU – Pekerjaan Umum
63. PUSTU – Puskesmas Pembantu
64. RPD – Rencana Penggunaan Dana
65. RPJMD – Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
66. RPJMDes – Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
67. RTM – Rumah Tangga Miskin
68. SD – Sekolah Dasar
69. SKPD – Satuan Kerja Perangkat Daerah
70. SMTA – Sekolah Menengah Tingkat Atas
71. SMTP – Sekolah Menengah Tingkat Pertama
72. SOP – Standar Operasional Prosedur
73. SPP – Simpan Pinjam untuk Perempuan
74. Sulsel – Sulawesi Selatan
75. TK – Taman Kanak-kanak
76. TKPKD – Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
77. TKPKK – Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten
78. TNI – Tentara Nasional Indonesia
79. TNP2K–Tim NasionalPercepatanPenanggulanganKemiskinan
80. TPK – Tim Pengelola Kegiatan
81. TPKD – Tim Pelaksana Kegiatan Desa
82. TPT – Tembok Penyangga Tanah
83. TPU – Tim Penulis Usulan
84. TTS – Timor Tengah Selatan
iv v
6. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
85. TTU – Timor Tengah Utara
86. UKP4 – Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengen-
dalian Pembangunan
87. UPK – Unit Pengelola Kegiatan
RINGKASAN TEMUAN AUDIT SOSIAL
OLEH KONSEPSI, FIK ORNOP, IRE DAN CIS TIMOR
Laporan ini merupakan ringkasan dari beberapa inisia f menilai
manfaat dan dampak dari Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri. Paska dicanangkan lima tahun yang
lalu di Kota Palu, Sulawesi Tengah, hampir dikatakan sedikit kajian
penilaian yang dilakukan terutama secara independen oleh kelom-
pok penerima manfaat, pemerintah daerah maupun kelompok–kel-
ompok masyarakat sipil yang menaruh kepedulian kepada efek fi-
tas kebijakan pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka itu pula,
laporan ini menyajikan temuan–temuan utama yang didapatkan
dari ga wilayah. Di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Ka-
bupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur inisia f penilaian manfaat
dan dampak PNPM Mandiri dilakukan melalui pendekatan audit
sosial. Selain audit sosial, pendekatan studi kemanfaatan (bene-
fit analysis) juga diterapkan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara
Timur dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Berbeda dengan penilaian yang umumnya dilakukan oleh lem-
baga–lembaga penilai yang ditunjuk, terutama oleh Bank Dunia
vi vii
7. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
maupun badan–badan pemerintah, penilaian ini dak sekedar me-
meriksa efek fitas dan efisiensi dari program PNPM Mandiri, na-
mun lebih dari itu juga menilai dampak–dampak yang di mbulkan-
nya terhadap kebutuhan nyata warga yang menjadi target penerima
manfaat PNPM Mandiri. Karenanya, penilaian ini sekaligus akan
menampilkan kualitas legi masi program PNPM Mandiri. Terutama
terhadap sejauh mana da ar menu intervensi terhadap pember-
dayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri tersebut telah menjawab
dimensi masalah–masalah yang secara nyata dialami oleh warga.
PNPM bertolak dari niat yang baik. Seper dicatat dalam lapo-
ran dari berbagai daerah yang dihimpun dalam laporan ini, PNPM
telah terbuk menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Desa–
desa dan kecamatan yang dulunya dak memiliki fasilitas publik
seper jalan yang rusak atau dak ada jalan, kini telah berubah
menjadi baik. Seluruh fasilitas tersebut dibangun dengan par si-
pasi warga, dimana mereka ikut serta memutuskan proyek dan juga
terlibat dalam proses pembangunannya.
Pendekatan PNPM Mandiri sungguh mulia, yakni untuk mem-
berdayakan warganegara. Keberdayaan ar nya dari dak bersuara
menjadi bersuara, dari dak memutuskan menjadi ikut memutus-
kan, dari dak berkelompok menjadi berkelompok, dengan singkat
dari dak berkuasa (disempowered) menjadi ikut berkuasa atas na-
sib sendiri dan lingkungannya (empowered). Diharapkan dengan
proses–proses itu, warga yang sebelumnya miskin menjadi lebih
sejahtera melalui berbagai upaya pengadaan barang publik seper
pembangunan dan perawatan jalan desa, pasar, kelompok–kelom-
pok usaha dan lain sebagainya. Penyediaan barang publik seper
jalan, jembatan dan barang–barang non–fisik misalnya beasiswa
dan bantuan permodalan dilakukan dengan cara penentuan dari
bawah yakni dari warga sendiri.
Dalam kaitan ini, program PNPM Mandiri merupakan upaya
untuk merubah pendekatan pembangunan dari model “seeing like
a state” menjadi “seeing like a ci zen”. Pendekatan berbasis “see-
ing like state” telah diprak kkan selama ini dan memiliki berbagai
kelemahan yang mendasar antara lain (i) negara dak memiliki se-
luruh informasi mengenai kebutuhan warganya, (ii) sehingga boleh
jadi program dan kegiatan yang diajukan dak tepat atau meleset
sasaran; (iii) kapasitas negara dalam melakukan penyediaan barang
terbatas sehingga jika dipaksakan maka barang yang dihasilkannya
juga akan kurang bermutu dan dak berusia panjang; (iv) penyedi-
aan barang oleh negara rentan oleh pembajakan oleh kelompok–
kelompok elit baik parpol atau pengusaha sehingga manfaatnya
bagi warga negara semakin kecil dan dak memecahkan masalah.
Sementara pendekatan lain yaitu “seeing like a ci zen” men-
dasarkan kepada tesis warga negara sebagai subyek atau pelaku ak-
f dan memiliki informasi. Maka, ciri–ciri utama dari pendekatan a
la “seeing like a ci zen” adalah warga negara yang ikut serta dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan. Dengan kata lain, warga
negara baik laki–laki maupun perempuan, melakukan musyawarah
bersama, dan memutuskan program dan kegiatan apa yang paling
cocok untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandi-
ri, dituliskan bahwa ruang lingkup kegiatan PNPM Mandiri meli-
pu empat hal: pertama, kegiatan pembangunan atau perbaikan
prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung
secara langsung bagi Rumah Tangga Miskin (RTM). Kedua, kegia-
tan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, ter-
masuk kegiatan pela han pengembangan keterampilan masyarakat
(pendidikan non–formal). Ke ga, kegiatan peningkatan kapasitas
atau keterampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelom-
pok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya
lokal ( dak termasuk penambahan modal). Keempat, penambahan
permodalan simpan pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP).
viii ix
8. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
Petunjuk teknis tersebut telah membantu mewujudkan beber-
apa capaian posi f di daerah, diantara:
• Di Kabupaten Bulukumba, jalan menuju perkebunan dan per-
sawahan semakin mudah dijangkau dengan menggunakan alat
transportasi seper motor dan mobil.
• Di Kota Makassar, kegiatan paving, pembangunan drainase
dan bedah rumah telah membuat pemukiman bebas dari
banjir dan genangan air di waktu hujan selain membuat rumah
warga sasaran program menjadi lebih layak untuk dihuni.
• Di Kabupaten Kutai Kartanegara, pelaksanaan Program Na-
sional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM–
MP) telah mencerminkan mekanisme kerja yang terencana
dan par sipa f serta berhasil menghimpun usulan kegiatan
dari masyarakat terendah yaitu dusun sebagai basis komunitas-
nya. Paling dak, terdapat enam langkah yang mes ditempuh
program PNPM–MP di ngkat desa dalam menggali, mengang-
kat usulan kegiatan dari masyarakat desa secara par sipa f
hingga akhirnya menjadi kebijakan anggaran yang disetujui
oleh pengelola PNPM–MP di ngkat kabupaten.
• Di Kab. Lombok Barat, di Kecamatan Narmada di Desa Sesaot
yang merupakan desa lokasi Audit Sosial di Kecamatan Nar-
mada, dari dana PNPM yang diterima sejak tahun 2008-2011
sekitar 70 persen dialokasikan membiayai pembangunan sa-
rana prasarana desa melipu ; perbaikan Polindes 1 unit, pen-
ingkatan jalan desa sepanjang 2.200 m dan pembangunan jem-
batan sepanjang 25 m. Adapun sisanya 29% digunakan untuk
pengembangan kelompok SPP sebanyak 15 kelompok.
• Di Kab. Lombok Tengah, di Kecamatan Suralaga, di Desa Bagik
Payung, dana PNPM yang diterima dari tahun 2008-2011 telah
digunakan untuk pengembangan SPP sebanyak 13 kelompok;
pela han/pemberdayaan sebanyak 1 kegiatan dan par sipan
sebanyak 50 orang; peningkatan jalan desa/lingkungan sepan-
jang 350 m dan rehab polindes 1 unit.
• Di kab. Lombok Timur, Kecamatan Sakra Barat; Desa Sukarara
yang dipilih menjadi lokasi kegiatan Audit Sosial PNPM MP di
Kecamatan Sakra Barat. selama 4 tahun dari tahun 2008-2011,
berbagai ragam kegiatan antara lain; SPP sebanyak 20 kelom-
pok dan 225 anggota; prasarana umum (irigasi dan jalan) sepa-
njang 5.966 m; prasarana pendidikan (gedung MTs) sebanyak
3 unit; dan prasarana kesehatan (pembangunan polindes) 1
unit;
Meski begitu, pelaksanaan PNPM juga menunjukkan berbagai
kelemahan, sebagaimana terekam dalam beberapa temuan beri-
kut:
• Di Kabupaten Bulukumba, desa yang sangat membutuhkan
justru dak memperoleh program PNPM. Di salah satu dusun
di Desa Garanta yang terletak di wilayah pesisir sangat membu-
tuhkan jembatan penyeberangan sungai dan perbaikan jalan.
Namun karena informasi dan akses untuk ikut berpar sipasi
dalam pengusulan program dak tersedia, akhirnya lokasi ini
dak menerima program PNPM Mandiri. Padahal, kehadiran
infrastruktur dasar khususnya jembatan dan perbaikan jalan
akan membantu masyarakat dalam mengakses hak–hak dasar
lainnya seper air bersih, pendidikan, listrik, Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan ak vitas ekonomi.
• Di Kabupaten Kupang, PNPM–MP belum memiliki kepekaan
nggi terhadap kebutuhan warga miskin. Di Desa Letbaun,
Kecamatan Semau, bak Penampungan Air Hujan (PAH) masih
menjadi prioritas kebutuhan warga sebagai media penampung
airhujan. Padatahunanggaran2009,wargamengajukanusulan
pembangunan bak PAH untuk 54 Kepala Keluarga (KK). Setelah
diusulkan oleh TPK kepada pihak UPK, PNPM–MP hanya berse-
dia mengakomodir pembangunan bak PAH berjumlah 27 buah.
x xi
9. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
Jumlah ini selanjutnya berkurang menjadi 17 buah setelah
verifikasi m UPK. Warga mempertanyakan keputusan tersebut
kepada pihak UPK. Salah satu alasan kuat yang menjadi dasar
penolakan pihak pengelola PNPM–MP Kecamatan dilatarbela-
kangi alasan karena sebagian besar rumah penduduk yang di-
usulkan layak menerima bak PAH, atap rumah mereka masih
terbuat dari daun lontar, sehingga akan menimbulkan masalah
dikemudian hari. Penilaian ini ditolak oleh warga desa, karena
PNPM–MP dipandang lebih berpihak kepada warga yang se-
cara ekonomi berkecukupan. Bagi warga Letbaun, kemampuan
sebuah rumah tangga membangun atap rumah dari seng setara
dengan rumah tangga yang kaya. Atas per mbangan dari war-
ga, kepala desa melayangkan surat penolakan terhadap proyek
pembangunan bak PAH kepada UPK Kecamatan.
• Di Kabupaten Kupang, ngkat kehadiran dalam forum
Musyawarah Desa (MUSDES) maupun Musyawarah Antar
Desa (MAD) yang diselenggarakan PNPM–MP cukup nggi,
namun pembahasan usulan masih didominasi oleh elit desa.
Di Desa Letbaun,warga umumnya minim kemampuan dalam
menyampaikan usulan mereka. Usulan yang telah dihimpun
oleh TPU dari masyarakat desa, diserahkan kepada TPK dan
ditandatangani oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Kepala
Desa setempat inipun belum tentu lolos saat dibahas di ngkat
forum MAD. Desa–desa yang wakilnya lebih vocal di dalam fo-
rum, biasanya yang paling banyak dapat program.
• Di Kabupaten Kupang, penentuan lokasi PNPM–MP dak
mengiku ketentuan yang berlaku sebagaimana ditetapkan
oleh Kemenkokesra. Mekanisme penentuan lokasi PNPM–MP,
terutama di kecamatan, berdasarkan pada data BPS. Kecama-
tan yang memiliki jumlah penduduk miskin besar, memperoleh
indeks besar sebagai lokasi penerima BLM PNPM–MP, (Kemen-
terian Koordinator Kesra, 2007). Ketentuan seper ini ternyata
dak berlaku sepenuhnya di Kabupaten Kupang. Pada akhir
tahun 2008, “surat ancar–ancar” dari sekretariat PNPM–MP
(demikian is lah yang digunakan) sampai ke Bupa Kupang.
Surat tersebut menunjuk 16 kecamatan sebagai lokasi PNPM–
MP tahun 2009, dengan kewajiban cost–sharing APBD Rp 5,4
milyar. Berselang beberapa waktu, ba– ba turun kembali “su-
rat ancar–ancar” dari pemerintah pusat yang menunjuk bahwa
jumlah lokasi PNPM–MP tahun 2009 menjadi 27 kecamatan,
dengan kewajiban cost–sharing sebesar Rp 11,2 milyar.
• Syarat–syarat pinjaman dalam Simpan Pinjam kelompok
Perempuan (SPP) membatasi akses pemberdayaan ekonomi
perempuan miskin. Di Desa Fatubaaf, Belu, Nusa Tenggara
Timur, salah satu program utama PNPM adalah Simpan Pinjam
Perempuan atau SPP. Program ini merupakan bentuk kepedu-
lian kepada perempuan dimana PNPM mengalokasikan 25%
pagu dana untuk pemberdayaan perempuan. Namun demiki-
an, syarat–syarat pinjaman dan pengembalian ternyata menjadi
kendala bagi perempuan warga miskin. Selain itu, bunga pin-
jaman yang bervariasi, denda serta kewajiban untuk mencicil
se ap bulan, seringkali dibarengi dengan sanksi penyitaan jami-
nan.
• Kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) belum
betul– betul peka pada kondisi dan sumber daya perempuan
desa. Masih di Desa Fatubaaf, Belu, Nusa Tenggara Timur, syarat
pengembalian pinjaman se ap bulan sangat memberatkan kel-
ompok perempuan, terutama karena sebagian besar warga
berprofesi sebagai petani. Pekerjaan di sektor pertanian men-
gandalkan siklus musim tanam – panen yang melebihi periode
bulanan. Minimnya pengalaman berusaha bagi para petani ini
membuat modal yang diterima dari SPP habis untuk konsumsi.
• Di NTB Pembangunan fisik merupakan kegiatan yang pal-
ing dominan (70-90 %) dari total anggaran yang diterima oleh
desa, selebihnya untuk pengembangkan kapasitas sumber daya
xii xiii
10. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
manusia dan SPP, hal ini berar prinsip bertumpu pada pem-
bangunan manusia dak menjadi prioritas.
• Di NTB, diketahui bahwa keterwakilan kelompok miskin dan
perempuan masih lemah. Dari kegiatan audit sosial, diketahui
bahwa dalam pelaksanaan PNPM MP di lapangan secara umum
telah menerapkan prinsip par sipasi masyarakat. Semua kom-
ponen masyarakat terwakili dalam se ap kegiatan PNPM, ter-
masuk masyarakat miskin dan perempuan. Hal ini terlihat dari
absensi berbagai agenda kegiatan PNPM di desa lokasi audit
sosial. Tampak keterwakilan perempuan cukup signifikan, na-
mun sangat diragukan adanya keterwakilan masyarakat yang
betul-betul miskin apa lagi perempuan miskin. Sebab, dari do-
kumen absen yang diperiksa, nama-nama peserta yang hadir
lebih dominan berasal dari elit-elit masyarakat desa atau dusun.
Wawancara yang dilakukan oleh m audit sosial terhadap
masyarakat yang tergolong sangat miskin lebih dominan dak
tahu dengan PNPM dan dak pernah ikut dalam rapat-rapat di
desa.
• Di NTB juga, wakil masyarakat menyatakan bahwa keberadaan
PNPM diakui cukup membantu terutama dalam pengadaan in-
frastrukturdesa.Akantetapidalampelaksanaannya dakluputdari
permainan elit desa, sehingga jenis pembangunan yang dilaksana-
kanlebihdominanmengakomodirkepen nganelitdesayangtergo-
long rela f mampu, sangat sedikit dinikma oleh masyarakat yang
betul-betul miskin. Contohnya; pembangunan fisik yang dialokasi-
kan untuk pembangunan madrasah milik yayasan yang merupakan
cabang dari sebuah organisasi besar di Lombok Timur, seharusnya
yangdibangunadalahpembuatantalutdisepanjangjaringanirigasi
pertanian yang sudah mulai rusak, akan tetapi kebutuhan kelom-
pok masyarakat miskin ini kalah dalam proses penggalian gagasan,
sebab proses penggalian gagasan dak dilaksanakan sesuai prinsip
PNPM yang semes nya melibatkan semua elemen mayarakat teru-
tama kelompok miskin dan perempuan.
xiv
KESIMPULAN dan REKOMENDASI
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
telah memiliki kontribusi yang kuat dalam pengadaan sarana dan
prasarana, mendorong par sipasi warga dan memperkuat peranan
aparat desa dalam perencanaan pembangunan. Hal–hal tersebut
pen ng dan dak dapat dipandang remeh. Namun demikian, tu-
juan dan jangkauannya untuk mengangkat warga miskin ternyata
belum dapat dikatakan efek f. Warga miskin menjadi miskin bu-
kan hanya akibat miskinnya sarana dan prasarana, akan tetapi juga
karena miskinnya aset dan kesempatan sosial seper pendidikan,
pendapatan dan jaringan sosial. Dalam kaitan tersebut, beberapa
rekomendasi yang layak diper mbangkan bagi perbaikan kebijakan
ke depan sebagai berikut:
• Memperbesar nilai/manfaat program (economic and social
empowerment), antara lain dengan:
(a ) menaikkan nilai per kapita program PNPM dari 20 USD/per
tahun/per orang menjadi 40-100 USD/per tahun per orang; (b)
Menambah alokasi dana APBN pada total PNPM perdesaan; (c)
Mikro: menetapkan batas minimum upah dan jumlah hari kerja
yang diterima.
• Mendesain ulang arsitektur program lebih kepada program
pemberdayaan ke mbang pendekatan public works dengan
cara (a) memas kan akses dan par sipasi bermakna kaum
perempuan miskin dalam pertemuan, perumusan dan pen-
gusulan dan manfaat program; (b) Wakil kaum perempuan 30%
dalam semua forum dan kelembagaan; (c) Open Menu dibaren-
gi dengan Mandatory Menu untuk memas kan jangkauan dan
manfaat program kepada kaum ibu/perempuan marjinal
• Mencari cara untuk menaikkan ngkat keterwakilan Kelom-
pok miskin antara lain melalui (a) fasilitator dan kelompok me-
nengah desa/kader desa perlu mendorong dan mengupayakan
par sipasi keluarga miskin; (b) pendataan RTM dan desa miskin
xv
11. Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM antara Retorika dan Realita
perlu diadakan dan diperbaharui se ap tahun atas dasar krite-
ria yang obyek f. Rumah tangga miskin perlu dipas kan masuk
ke dalam anggota dan penerima manfaat SPP; (c) desa-desa
miskin perlu diprioritaskan dalam upaya mengurangi defisit in-
frastruktur dasar (jalan, air minum, polindes, irigasi, guru, bi-
dan, dokter, dll); (d) di perkotaan, kemiskinan berkait dengan
lapangan kerja pendapatan, dan jaminan sosial ke mbang in-
frastruktur. Intervensi yang sifatnya pembentukan aset dan per-
lindungan sosial perlu dikembangkan dan diujicoba.
• Pelembagaan pengawasan dan penilaian secara kri s khusus-
nyaterhadappendekatan,dampakmaupunhasil–hasilprogram.
Dalam banyak hal, perbaikan lebih mendasar dapat dilakukan
melalui pelibatan penilaian oleh kelompok–kelompok indepen-
den. Selain menilai capaian pelaksanaan kegiatan, monitoring
dan evaluasi diharapkan juga dapat mengukur keberhasilan pro-
gram terhadap seberapa besar warga dapat keluar dari situasi
kemiskinan sesuai dengan tujuan awal program. Dibutuhkan
mekanisme pengaduan dan gugatan di lapangan. Ketersediaan
mekanisme umpan balik langsung di lapangan akan memung-
kinkan perbaikan dan penyesuaian dapat dilakukan segera tan-
pa harus melalui mekanisme yang berbelit.
• Skema penyaluran SPP perlu memper mbangkan potensi dan
karakteris k usaha perempuan miskin di desa. Selain itu, sebe-
lum penyaluran bantuan permodalan, anggota kelompok perlu
dila h tentang bagaimana menyusun rencana usaha, agar modal
yang diterima betul–betul dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
usaha. Alokasi dana untuk kegiatan pela han keterampilan
manajemen usaha bagi warga miskin perlu ditambah porsinya,
agar dak terkesan PNPM sebagai proyek pengadaan barang
dan jasa terutama pengadaan infrastruktur. Demikian halnya
dengan perimbangan alokasi dana bagi kelompok Simpan Pinjam
Perempuan juga memerlukan peninjaun terhadap besaran dan
kebutuhan warga setempat yang menjadi sasaran program.
xvi xvii
12. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita
Pengembangan Audit Sosial di NTB
Study Kasus PNPM Mandiri Perdesaan
Peneli : Konsorsium untuk Studi dan
Pengembangan Par sipasi – NTB
I. RINGKASAN TEMUAN-TEMUAN UTAMA
Kegiatan audit sosial terhadap PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-
MP) yang dilakukan atas kerja sama KONSEPSI dengan Yayasan TIFA
di NTB,ditemukan beberapa kelemahan dalam implementasinya,
antara lain:
I.1. Kurangnya koordinasi antara pelaku PNPM-MP dengan kepala
desa. Meskipun dalam struktur manajemen implementasi
PNPM di ngkat desa, kepala desa sebagai penanggung jawab
implementasi PNPM-MP, namun dalam prak knya, Tim Pelak-
sana Kegiatan Desa (TPKD) seringkali dak melibatkan kepala
desa, sebab TPKD lebih patuh pada fasilitator kecamatan.
I.2. Dalam proses Penggalian Gagasan (Pagas) di beberapa lokasi
1
13. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita2 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 3
terkadang dak memiliki KTP.
I.9. Ditemukan adanya manipulasi data melalui beberapa kelom-
pok usaha, yang ujungnya berdampak terhadap data fik f
peminjam, sehingga terkesan menjadi dak tepat sasaran
sesuai dengan pengajuan proposal.
I.10. Adanya anggota kelompok yang berasal dari golongan ekono-
mi menengah, bahkan lebih dominan. Mereka mendapatkan
pinjaman dana dengan mudah dan cepat.
I.11. Salah satu kendala dalam usaha mempercepat pencairan
bantuan PNPM-MP adalah keterlambatan pencairan dana
“sharing” pemerintah kabupaten. Disisi lain, dana bantuan
dari pemerintah pusat senan asa tersedia dan dapat dicair-
kan kapan saja.
I.12. Keterlambatan pencairan dana “sharing” dari pemerintah
kabupaten akan memberikan dampak terhadap keterlam-
batan pencairan dana bantuan pemerintah pusat. Hal ini dis-
ebabkan 20% bantuan pemerintah pusat baru bisa dicairkan
apabila “sharing” pemerintah kabupaten telah dicairkan se-
luruhnya. Dengan demikian, cepatnya pencairan dana “shar-
ing” Pemkab akan berdampak pada cepatnya pemanfaatan
bantuan PNPM-MP dalam rangka peningkatan perekonomian
masyarakat pedesaan.
II. METODE AUDIT SOSIAL
II.1. Jenis Data
Informasi atau data tentang PNPM-MP di NTB yang ingin dike-
tahui atau diteli melalui kegiatan audit sosial ini melipu as-
pek-aspek, sebagai berikut: relasi, transparansi, kelembagaan,
kapasitas, gender mainstreaming, kemiskinan, pemberdayaan,
akuntabilitas dan sosialisasi. Untuk mendapat informasi-infor-
masi tersebut, ada 2 (dua) jenis data yang dibutuhkan, yaitu
desa, sasaran program dilaksanakan dak sesuai dengan prin-
sip PNPM, sebab proses Pagas dilakukan hanya dengan dis-
kusi antara kepala dusun bersama ketua RT, yang kemudian
hasilnya diklaim sebagai hasil masyarakat.
I.3. Masih lemahnya ak vitas pendampingan, pembinaan,dan
pela han teknis di bidang pengembangan usaha produk f ke-
pada kelompok Simpan-Pinjam untuk Perempuan (SPP) mau-
pun Unit Pengelola Keuangan Kegiatan (UPK). Keberhasilan
program hanya diukur berdasarkan kelancaran pengembalian
pinjaman.
I.4. Beberapa anggota kelompok penerima dana pinjaman SPP
dak memanfaatkan dana pinjaman tersebut sesuai dengan
kegunaannya.
I.5. Dana SPP kurang dimina oleh masyarakat, sebab aturannya
sangat kaku dan dak tepat dengan skema pembiayaan usaha
yang dijalankan oleh kaum perempuan, sehingga kelompok
perempuan pelaku usaha kecil lebih tertarik dengan tawaran
lembaga keuangan nonformal yang beroperasi di desa terse-
but yang mekanismenya lebih fleksibel.
I.6. Angggota kelompok merasa dak mampu mengembalikan
pinjaman modal SPP secara bulanan, karena siklus usaha
mereka yang berupa usaha bakulan komoditas pangan, baru
menghasilkan keuntungan antara 3 – 6 bulan.
I.7. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan
dana SPP yang dialokasikan kepada pengusaha kecil yang
membutuhkan pinjaman dari program PNPM-MP.
I.8. Syarat administrasi menjadi kendala masyarakat pengusaha
kecil yang mengajukan pinjaman. Salah satu syarat misalnya,
masyarakat harus mempunyai kelompok, mengajukan pro-
posal pengajuan pinjaman,dan memiliki KTP setempat. Se-
mentara, sebagian masyarakat dak paham proposal. Bahkan
14. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita4 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 5
dan desa sampel) dalam kegiatan audit sosial ini, ditentukan
berdasarkan per mbangan sebagai berikut.
a. Jumlah dan ngkat kepadatan penduduk nggi.
b. Posisi ngkat kemiskinan penduduk yang cukup nggi.
c. Telah mendapatkan mendapatkan dana PNPM-MP lebih
dari dua tahun berturut-turut.
d. Mudah dijangkau dengan alat transportasi.
II.4. Lokasi
Lokasi pelaksanaan audit sosial terhadap PNPM di NTB ada-
lah sebagai berikut, a) Kabupaten Lombok Barat, yang melipu
Desa Sesaot, Kecamatan Narmada dan Desa Tempos, Keca-
matan Gerung, b) Kabupaten Lombok Tengah, melipu Desa
Ubung, Kecamatan Jonggat dan Desa Murbaya, Kecamatan
Pringgarata, c) Kabupaten Lombok Timur, melipu Desa Suka-
rara, Kecamatan Sakra Barat dan Desa Bagik Payung, Kecama-
tan Suralaga.
III. ANALISIS
III.1. Konteks Wilayah
III.1.1. Kemiskinan Income dan Nonincome
Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai luas wilayah
20.153,15 Km², dengan jumlah penduduk 4.550.212
jiwa. Penduduk miskin berjumlah 965.196 jiwa (21%),
lebih nggi dibandingkan dengan rata-rata nasional
tahun 2010, sebesar 13,49%. Kondisi kemiskinan di
bawah rata-rata nasional ini menjadi faktor penyebab
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB berada di
urutan 32 dari 33 provinsi di Indonesia.
Sebaran luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan,
dan kondisi kemiskinan Provinsi NTB per kabupaten Ta-
data primer dan data sekunder.
Data primer bersumber dari informasi masyarakat (lembaga
maupun individu), yang diperoleh melalui ak vitas audit sosial
yang dilakukan oleh Tim Community Based Social Audit (CBSA)
yang dibentuk di masing-masing desa lokasi program audit so-
sial. Sedangkan data sekunder bersumber dari lembaga-lemba-
ga pemangku kepen ngan ataupun pelaksana PNPM-MP, baik
di kalangan pemerintah maupun dari manajemen PNPM-MP
yang diperoleh melalui peneli an dokumen PNPM-MP di NTB.
II.2. Pengolahan Data
Pengolahan data, khususnya data primer dilakukan melalui be-
berapa tahapan,yaitu:
a. Pengumpulan data oleh m audit sosial yang disebut Tim
CBSA di masing-masing desa lokasi melalui wawancara,
pengamatan langsung, pemeriksaan dokumen (proposal,
rencana kerja dan rencana anggaran biaya, serta laporan
proses dan hasil pelaksanaan kegiatan program), serta mela-
lui proses diskusi/FGD.
b. Tabulasi, konsolidasi dan kompilasi data dan penulisan lapo-
ran hasil audit sosial di ngkat m auditor/CBSA (se apbu-
lan).
c. Sosialisasi, sharing, verifikasi, dan review hasil audit sosial
PNPM-MP di se ap desa lokasi kegiatan audit sosial.
d. Pertemuan hasil audit sosial bulanan.
e. Diseminasi laporan audit kepada para pihak.
II.3. Wilayah
Audit sosial PNPM di Provinsi NTB dilakukan di ga kabupaten
di Pulau Lombok, kemudian dari se ap kabupaten dipilih dua
kecamatan dan pada se ap kecamatan diambil satu desa se-
bagai desa sampel. Pemilihan wilayah (kabupaten, kecamatan,
15. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita6 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 7
ter nggi berada di Kabupaten Lombok Utara, namun
dak dipilih menjadi wilayah lokasi audit sosial, sebab
Kabupaten Lombok Utara merupakan kabupaten baru,
pemekaran dari Kabupaten Lombok Barat pada tahun
2009 dan baru memiliki pemerintahan defini f pada
tahun 2010.
Adapun gambaran kondisi wilayah kabuapaten, keca-
matan, dan desa lokasi audit sosial PNPM-MP, secara
umum dapat disampaikan sebagai berikut.
a. Kabupaten Lombok Barat
Kabupaten Lombok mempunyai luas wilayah 809,53
Km², dengan jumlah penduduk 599.986 jiwa dan ng-
kat kemiskinan 21,59% dari jumlah penduduk.Secara
administra f, dibagi 10 kecamatan, yaitu Sekotong,
Lembar, Gerung, Labuapi, Kediri, Kuripan, Narmada,
Lingsar, dan Gunung Sari.
Di antara 10 kecamatan tersebut, dipilih dua keca-
matan sebagai lokasi audit sosial PNPM-MP, yaitu Ke-
camatan Gerung dan Kecamatan Narmada. Gamba-
ran mengenai kondisidua kecamatan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Kecamatan Gerung
Kecamatan Gerung memiliki luas wilayah 62,30
Km², jumlah penduduk 74.327 jiwa, dan kepadatan
1.193 jiwa/Km². Gerung merupakan ibu kota Kabu-
paten Lombok Barat, dibelah oleh jalan negara dari
Kota Mataram menuju pelabuhan Lembar, sehing-
ga mempermudah akses transportasi hampir kes-
emua desa maupun kecamatan sekitarnya. Prasa-
rana jalan Kecamatan Gerung melipu , jalan aspal
hun 2010 digambarkan dalam tabel berikut:
Sumber: NTB Dalam Angka dan BPS NTB 2010
Dalam tabel di atas, terlihat gambaran ngkat kepada-
tan dan kemiskinan penduduk di NTB per kabupaten.
Tingkat kepadatan ter nggi (diatas 100 jiwa/Km²), ber-
turut-turut terdapat di ga kabupaten dan satu kota di
Pulau Lombok, yaitu; Kabupaten Lombok 711,86 jiwa/
Km²; Kabupaten Lombok Timur 688,6 jiwa/Km;, Kota
Mataram 687,13 jiwa/Km²; dan Kabupaten Lombok Ba-
rat 569,29 jiwa/Km².
Tabel di atas dapat dilihat gambaran posisi ngkat
kemiskinan masing-masing kabupaten/kota di NTB,
berturut-turut sebagai berikut, Kabupaten Lombok
Utara sebesar 43, 12%, Kota Mataram sebesar 14,44%,
Kabupaten Lombok Barat sebesar 21,59%, Kabupaten
Lombok Tengah sebesar 19,22%, Kabupaten Lombok
Timur sebesar 23,82%, Kabupaten Sumbawa Barat
sebesar 21,81%, Kabupaten Sumbawa 21, 74%, Kabu-
paten Dompu 19,89%, Kabupaten Bima 19,41%, dan
Kota Bima 12,81%. Meskipun terlihat posisi kemiskinan
No. Kabupaten/Kota
Luas
Wilayah
(KM2
)
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan
(Jiwa/KM2
)
Penduduk
Miskin
(Orang)
Tingkat
Kemiski-
nan (%)
1 Lombok Utara 809,53 200.072 247,15 86.271 43,12
2 Kota Mataram 61,30 402.843 687,13 58.171 14,44
3 Lombok Barat 1.053,92 599.986 569,29 129.537 21,59
4 Lombok Tengah 1.208,40 860.209 711,86 165.332 19,22
5 Lombok Timur 1.605,55 1.105.582 688,6 263.350 23,82
6 Sumbawa Barat 1.849,02 114.951 62,15 25.071 21,81
7 Sumbawa 6.605,55 415.789 62,94 90.393 21,74
8 Dompu 2.324,60 218.973 94,20 43.554 19,89
9 Kabupaten Bima 4.389,40 439.228 100,06 85.254 19,41
10 Kota Bima 207,50 142.579 247,15 18.264 12,81
Jumlah 20.153,15 4.500.212 223,31 965.196 21
16. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita8 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 9
dan nonsawah seluas 3.646 Ha. Keperluan nonper-
tanian seluas 4.874 Ha.
Secara administra f, Kecamatan Narmada terbagi
menjadi 10 desa. Satu desa di antaranya, yaitu
Desa Sesaot, merupakan lokasi audit sosial PNPM-
MP. Desa Sesaot memiliki luas wilayah luas wilayah
41,96 Km². Desa yang terdiri dari 10 dusun ini ber-
penduduk7611 Jiwa atau 1947 KK. Sarana pendidi-
kan dan kesehatan melipu 4 unit SD, 1 unit SMP,
1 unit Pustu, dan 9 Posyandu.
b. Kabupaten Lombok Tengah
Luas wilayah Kabupaten Lombok Tengah 1.208,4
Km²,dengan jumlah penduduk 860.209 jiwa. Pada
tahun 2010 ngkat kemiskinan mencapai 19,22%.Se-
cara administra f, terbagi 12 kecamatan, yaitu Praya
Barat, Praya Barat Daya, Paraya, Praya Timur, Pujut,
Janapria, Kopang, Batukliang, Batukliang Utara, Jong-
gat, dan Pringgarata.
Di antara 12 kecamatan tersebut, dipilih dua kecama-
tan menjadi lokasi audit sosial PNPM-MP, yaitu Ke-
camatan Jonggat dan Kecamatan Pringgarata. Gam-
baran mengenai kedua kecamatan lokasi audit sosial
tersebut adalah sebagai berikut.
1) Kecamatan Jonggat
Luas wilayah Kecamatan Jonggat 71,55 Km², den-
gan jumlah penduduk 88.390 jiwa atau 27.748 KK.
Penduduk miskin berjumlah 29.445 jiwa.Kecama-
tan Jonggat dibelah oleh jalan negara sepanjang
10 Km yang menghubungkan ibu kota Kabupaten
Lombok Tengah (Praya) dengan ibu kota Provinsi
NTB (Mataram). Jalan tersebut merupakan jalur
sepanjang 64 Km, jalan diperkeras sepanjang 25
Km, dan jalan tanah sepanjang 54 Km.Kecamatan
Gerung tergolong sebagai kecamatan dengan ng-
kat potensi sedang.
Topografi Kecamatan Gerung melipu , tanah da-
tar seluas 4.141 Ha dan tanah lereng/perbukitan
seluas 1.694 Ha, terbagi dalam ngkat kesuburan
tanah; sangat subur seluas 2.027 Ha; subur seluas
1.060 Ha; sedang 1.857 Ha; dan tanah kri s seluas
835 Ha. Sektor pertanian menjadi sumber mata
pencaharian paling dominan. Potensi pengemban-
gansektor industri juga cukup bagus, terutama in-
dustri kecil, seper gerabah, anyaman rotan, anya-
man bambu, ukiran, dan lain-lain.
Secara administra f, pemerintahan Kecamatan
Gerungdibagidalam11desa.Salahsatudiantaran-
ya merupakan desa lokasi audit sosial PNPM-MP,
yaitu Desa Tempos. Jumlah penduduk Desa Tem-
pos pada tahun 2010 adalah 7.920 jiwa, melipu
2.457 KK. Mata pencaharian penduduk hampir se-
luruhnya bergerak di sektor pertanian, yaitu 2.234
KK, selebihnya bergerak di sektor perdagangan,
jasa, dan industri kerajinan. Fasilitas umum, sep-
er pendidikan dan kesehatan sangat minim, meli-
pu 2 unit Sekolah Dasar dan 3 Posyandu.
2) Kecamatan Narmada
Kecamatan Narmada merupakan kecamatan den-
gan wilayah terluas di antara 10 kecamatan di Ka-
bupaten Lombok Barat, yaitu 107,62 Km² dengan
jumlahpenduduk87.897Jiwa.Tanahdipergunakan
sebagai lahan pertanian dan nonpertanian. Lahan
pertanian terdiri dari lahan sawah seluas 2.242 Ha
17. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita10 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 11
c. Kabupaten Lombok Timur
Kabupaten Lombok Timur terletak di bagian paling
mur Pulau Lombok dengan luas wilayah 2.679,88
Km², mencakup 33,88% luas Pulau Lombok atau
7,97% luas NTB. Kabupaten ini terdiri dari daratan
seluas 1.605,55 Km²dan perairan (lautan) seluas
1.074,33 Km². Daratan dipergunakan sebagai lahan
sawah seluas 45.521 Ha (28,35%) dan lahan kering
seluas 115.034 Ha (71,65%), di mana 48,62% meru-
pakan hutan negara dan hutan rakyat. Jumlah pen-
duduk pada tahun 2010 sebanyak 1.105.582 jiwa
dengan ngkat kemiskinan 23,82%, lebih nggi dari
ngkat kemiskinan NTB (21%).
Secara administra f, Kabupaten Lombok Timur dib-
agi menjadi 20 kecamatan, yaitu Keruak, Jerowaru,
Sakra Barat, Sakra, Sakra Timur, Labuhan Haji, Selong,
Masbagik, Sikur, Terara, Montong Gading, Pringgase-
la, Suralaga, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Swela,
Sembalun, dan Kecamatan Sambelia.
Lokasi audit soial di pilih dua kecamatan,yaitu Keca-
matan Suralaga dan Kecamatan Sakra Barat. Adapun
gambaran kondisi dua kecamatan lokasi audit sosial
adalah sebagai berikut.
1) Kecamatan Suralaga
Luas wilayah Kecamatan Suralaga 27,02 Km², den-
gan jumlah penduduk 52.173 jiwa atau 15.829 KK,
dan kepadatan sebesar 1.931 jiwa/Km². Jumlah
penduduk miskin sebanyak 15.044 orang. Secara
adminsitra f, Kecamatan Suralaga terbagi men-
jadi 15 desa, salah satunya menjadi lokasi audit
sosial PNPM-MP,yaitu Desa Bagik Payung.
alterna f menuju Bandara Internasional Lombok
(BIL) dan kawasan wisata Pantai Kuta, Kecamatan
Pujut. Karakteris k tanah terdiri dari lahan basah/
sawah seluas 5.334 Ha dan lahan kering seluas
1.821 Ha.
Secara administra f, Kecamatan Jonggat terbagi
menjadi 13 desa. Satu desa di antaranya merupak-
an lokasi audit sosial PNPM-MP, yaitu Desa Ubung.
Luas wilayah Desa Ubung6,99 Km². Jumlah pen-
duduknya 9.428 jiwa atau2.499 KK dengan ngkat
kepadatan 1.349 jiwa/Km². Letak Desa Ubung be-
rada di tengah-tengah dan merupakan ibu kota Ke-
camatan Jonggat. Desa ini adalah desa perbatasan
antara Kabupaten Lombok Barat dengan Kabu-
paten Lombok Tengah dan dilewa jalur utama
transportasi yang menghubungkan Kota Mataram
dengan Kota Praya.
2) Kecamatan Pringgarata
Kecamatan Pringgarata terletak di bagian ba-
rat daya Kabupaten Lombok Tengah, berbatasan
dengan Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok
Barat. Luas wilayahnya 52,78 Km² dengan jumlah
penduduk 4.692 jiwa atau 1.646 KK. Di bagian se-
latan, kondisi lahannya adalah lahan basah dengan
luasan 2.395 Ha. Bagian utara merupakan lahan
kering berupa tegalan dan kebun seluas 2.395 Ha.
Secara administra f, Kecamatan Pringgarata di
bagi menjadi 7 desa. Salah satu desa di antaran-
ya menjadi lokasi kegiatan audit sosial PNPM-MP,
yaitu Desa Murbaya. Luas wilayah Desa Murbaya
2,85 Km² dengan jumlah penduduk 4.692 jiwa atau
1.508 RT dan ngkat kepadatan 1.646 jiwa/Km².
18. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita12 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 13
orang, guru sebanyak 99 orang, TNI/Polri 1 orang,
karyawan swasta 3 orang, dan lainnya 6 orang.
Sarana di bidang pendidikan, melipu 1 TK, 4 SD/
MI, 3 SMP/MTs, dan 1 SMA/MA. Di bidang keseha-
tan, melipu 1 Pustu, 1 Polindes, 5 Posyandu, 833
jamban keluarga, 1 unit MCK umum, 1 orang para-
medis, dan 1 orang bidan desa.
2) Kecamatan Sakra Barat
Kecamatan Sakra Barat memiliki wilayah seluas
32,30 Km², dengan jumlah penduduk 47.421 jiwa
atau 13.961 KK, dan kepadatan sebesar 1.468 jiwa/
Km². Penduduk miskin sebanyak 10.971 orang. Se-
cara administra f, pada tahun 2010 terbagi men-
jadi6 desa. Pada tahun 2011 dimekarkan menjadi
18 desa. Salah satudi antaranyamenjadi lokasi au-
dit sosial PNPM-MP, yaitu Desa Sukarara.
Mata pencaharian penduduk didominasi sektor
pertanian. Pada tahun 2011 26.099 penduduknya
adalah petani, terdiri dari petani pemilik sebanyak
8.328 orang, buruh tani sebanyak 11.786 orang,
penggarap sebanyak 4.724 orang, dan peternak
sebanyak 1.261 orang. Sebanyak 3.852 orang bek-
erja di luar sektor pertanian. Sarana perekonomian
melipu 1 pasar umum, 51 toko, 683 kios/warung,
12 koperasi,1 KUD, dan 1 Bank (BPR LKP).
Sarana di bidang pendidikan, mulai dari praseko-
lah sampai Sekolah Menengah Atas sebanyak 85
unit, baik negeri maupun swasta. Di antara jumlah
tersebut, 59 unit merupakan lembaga pendidikan
prasekolah dan ngkat dasar (SD/MI), sedangkan
sisanya adalah lembaga pendidikan menengah
(SMP/MTs dan SMA/MA/SMK).Di bidang keseha-
Mata pencaharian penduduk cukup heterogen,
walaupun masih didominasi oleh sektor pertanian.
Pada tahun 2011 tercatat 24.756 orang penduduk
bermata pencaharian petani, terdiri dari petani
pemilik sebanyak 10.487 orang, buruh tani seban-
yak 9.925 orang, penggarap sebanyak 998 orang,
dan peternak sebanyak 3.346 orang. Dengan de-
mikian, semua desa yang ada di Kecamatan Sural-
aga tergolong desa swasembada. Sarana pereko-
nomian yang ada melipu pasar umum sebanyak
2 buah,toko 44 buah, kios/warung 888 buah, kop-
erasi 18 buah, KUD 2 buah, dan 1 buah Bank (BPR
LKP).
Sarana pendidikan, mulai dari prasekolah sampai
Sekolah Menengah Atas, baik negeri maupun-
swasta sebanyak 86 unit, melipu 17 TK, 45 SD dan
MI, 22 SMTP dan Tsanawiyah, dan 16 SMTA dan
Aliyah.Di bidang kesehatan, fasilitas yang ada saat
ini melipu 1 Puskesmas, 6 Puskesmas Pembantu,
6 Polindes, 63 Posyandu, dan 1 toko obat. Tenaga
kesehatan melipu 4 orang dokter, 36 orang para-
medis, dan 21 orang bidan desa. Sarana penun-
jang kesehatan lain, diantaranya jamban keluarga
sebanyak 9.080 buah dan MCK 2 buah.
Desa Bagik Payung, memiliki luas wilayah 5,85 Km²
dengan jumlah penduduk 8.912 jiwa dan ngkat
kepadatan 2.381 jiwa/Km². Mata pencaharian pen-
duduk didominasi sektor pertanian,melipu petani
pemilik sebanyak 2.475 orang, petani penggarap
sebanyak 343 orang, buruh tani sebanyak 1.341
orang. Sedangkan yang bekerja di sektor nonper-
tanian melipu perdagangan, industri, dan jasa
sebanyak 167 orang, PNS nonguru sebanyak 44
19. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita14 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 15
tensi pengembangannya rela f cukup besar, baik dilevel
provinsi, kabupaten, kecamatan, maupun desa. Berbagai
program pembangunan melalui APBD, APBN, danswadaya
masyarakat, cukup banyak yang telah dilakukan.Persoalan-
nya, hingga saat ini IPM NTB stagnan di posisi 32 besar dari
33 provinsi di Indonesia. Hingga saat ini belum ditemukan
letak keterhambatannya. Setelah di lik lebih cermat, ke-
beradaan sarana dan prasarana yang ada ternyata lebih ban-
yak dinikma manfaatnya oleh masyarakat ekonomi menen-
gah ke atas, sedangkan masyarakat miskin dan sangat miskin
sedikit merasakan keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut. Hal
itulah penyebab pengentasan kemiskinan dak bisa dilaku-
kan.
Oleh karena itu, di samping pembangunan infrastruktur
fisik, masyarakat miskin dipedesaan dan perkotaan sangat
membutuhkan kecukupan dalam pemenuhan kebutuhan
pangan dan kesehatan secara layak, serta tersedianya lapan-
gan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan mereka.
Dengan demikian, apabila kebutuhan pangan dan kesehatan
terjamin dengan baik,dan lapangan pekerjaan cukup terse-
dia, dengan sendirinya akan berimpilikasi terhadap mening-
katnya kesejahteraan.
Dalam hal ini, sangat pen ng keterlibatan se ap komponen
masyarakat, termasuk golongan miskin dan perempuan da-
lam kegiatan pembangunan. Pelibatan dalam pembangunan
bisadimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penga-
wasan, dan hal ini nampaknya merupakan strategi pemban-
gunan yang mutlak diterapkan. Dengan pelibatan kaum
miskin dan perempuan, maka keberpihakan pembangunan
pada masyarakat miskin akan lebih terasa, sebab mereka da-
pat menentukan ragam kegiatan pembangunan yang dapat
menjawab kebutuhannya.
tan, fasilitas yang ada melipu , 1 Puskesmas, 5
Puskesmas Pembantu, 4 Polindes, 2 lokasi prak k
dokter, 2 toko obat, dan 73 Posyandu. Tenaga kes-
ehatan melipu , 2 dokter, 14 paramedis, 10 bidan
desa, dan 30 dukun bersalin terla h. Sarana pe-
nunjang kesehatan lainnya yang ada di Kecamatan
Suralaga, diantaranya 6.822 buah jamban keluarga,
310 buah MCK, dan 1 unit kebun gizi.
Kondisi lokasi audit sosial PNPM-MP, Desa Suka-
rara, merupakan salah satu desa di wilayah Keca-
matan Sakra Barat. Luas wilayahnya7,43 Km² den-
gan jumlah penduduk 7.244 jiwa atau 1.889 KK.
Tingkat kepadatan mencapai 935 jiwa/Km². Mata
pencaharian penduduk Desa Bagik Payung didomi-
nasi sektor pertanian, melipu 1.311 orang petani
pemilik, 151 orang petani penggarap, 1.294 orang
buruh tani, 246 orang peternak. Masyarakat yang
bekerja di sektor nonpertanian, melipu perdagan-
gan, industri, dan jasa sebanyak 521 orang, PNS se-
banyak 22 orang, guru sebanyak 3 orang, dan TNI/
Polri sebanyak 2 orang.
Di bidang pendidikan, sarana pendidikan di Desa
Sukarara, melipu 1 unit TK, 5 unit SD/MI, 1 unit
SMP/MTs, dan 1 unit. Di bidang kesehatan, sarana
yang ada, melipu 1 Pustu, 1 Polindes, 7 Posyandu,
dan 690 jamban keluarga. Tenaga paramedis se-
banyak 1 orang dan bidan desa 1 orang.
III.1.2. Defisit Prasarana dan Sarana, Defisit Par sipasi dan Ragam
Kebutuhan Warga
Membaca uraian di atas, sesungguhnya keberadaan sarana
dan prasarana di Provinsi Nusa Tenggara Barat di bidang
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan cukup memadai. Po-
20. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita16 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 17
lokasi Audit Sosial, masing-masing; Kab. Lombok Ten-
gah menempa urutan kedua, Lombok Timur urutan
ke ga dan Lombok Barat urutan keempat dari delapan
kabupaten yang memperoleh BLM PNPM MP pada ta-
hun 2011.
Adapun jumlah alokasi dan pemanfaatan dana PNPM
pada kecamatan- kecamatan lokasi Audit Sosial tahun
2011 dan 6 desa lokasi dari tahun 2007 – 2011 adalah
sebagai berikut:
Jumlah dan alokasi dana BLM PNPM-MP Provinsi NTB tahun
2011 menurut kabupaten
Dari tabel di atas, terlihat jumlah alokasi paling banyak
adalah Kabupaten Sumbawa dan paling sedikit di Kabu-
paten Sumbawa Barat. Sedangkan untuk 3 kabupaten
lokasi audit sosial, masing-masing Lombok Tengah men-
empa urutan kedua, Lombok Timur urutan ke ga, dan
Lombok Barat urutan keempat dari delapan kabupaten
yang memperoleh BLM PNPM-MP pada tahun 2011.
Jumlah alokasi dan pemanfaatan dana PNPM di kecama-
tan-kecamatan lokasi audit sosial tahun 2011 dan 6 desa
III.2. Kontribusi PNPM
III.2.1. Pola-pola Keunggulan/Keberhasilan
PNPM-MP adalah program pemerintah yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja
masyarakat miskin pedesaan, dengan mendorong ke-
mandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelo-
laan pembangunan.
Melalui pelaksanaan PNPM-MP diharapkan agar kes-
ejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin
pedesaan lebih meningkat, dengan mendorong ke-
mandirian dan par sipasi masyarakat, termasuk peliba-
tan masyarakat miskin dan perempuan dalam pengam-
bilan keputusan, pengelolaan pembangunan, dan
pengawasan.
Guna mencapai harapan, strategi yang diterapkan ada-
lah dengan meningkatkan kapasitas dan kelembagaan-
masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan
desa dan antar desa; mendukung pembangunan prasa-
rana dan sarana sosial dasar dan ekonomi; mendorong
pelembagaan pengelolaan dana bergulir.
Pada tahun 2011, tercatat jumlah dana bantuan PNPM-
MP di Provinsi NTB sebesar Rp. 166.650.000.000,-
terdiri dari bantuan pemerintah pusat sebesar Rp.
133.320.000.000,- (80%) dan bantuan pemerintah kabu-
paten sebesar Rp. 33.330.000.000,- (20%). Dana terse-
but dialokasikan untuk membiayai usulan masyarakat di
64 kecamatan di 8 kabupaten.
Dari tabel di atas, terlihat jumlah alokasi paling banyak
adalah Kabupaten Sumbawa dan paling sedikit di Kabu-
paten Sumbawa Barat. Sedangkan untuk 3 kabupaten
Kabupaten Alokasi BLM (Rp)
Bantuan Pusat
(Rp)
Bantuan Pemkab
(Rp)
Lombok Barat 24.000.000.000 19.200.000.000 4.800.000.000
Lombok Utara 15.000.000.000 12.000.000.000 3.000.000.000
Lombok Tengah 27.600.000.000 22.080.000.000 5.850.000.000
Lombok Timur 24.600.000.000 19.680.000.000 4.920.000.000
Sumbawa Barat 4.800.000.000 3.840.000.000 960.000.000
Sumbawa 29.850.000.000 23.880.000.000 5.970.000.000
Dompu 21.600.000.000 17.280.000.000 4.320.000.000
Bima 19.200.000.000 15.360.000.000 3.840.000.000
Jumlah 166.650.000.000 133.320.000.000 33.330.000.000
21. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita18 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 19
2) Kecamatan Narmada Lombok Barat
Besar dana PNPM-MP yang diterima Kecamatan Nar-
mada pada tahun 2011 mencapai Rp. 2.968.421.400,-
yang dialokasikan untuk membiayai berbagai ragam
kegiatan, melipu ; dana SPP kepada 43 kelompok
sebesar Rp. 632.098.900,- dengan jumlah peman-
faat sebanyak 819 orang; peningakatan prasarana
jalan desa/lingkungan sepanjang 1.957 meter dengan
alokasi dana sebesar Rp. 853.568.900,- dengan pe-
manfaat sebanyak 8.895 orang; peningkatan prasa-
rana irigasi dan drainase sepanjang 360 meter den-
gan alokasi dana sebesar Rp. 391.805.500,- dengan
jumlah pemanfaat sebanyak 989 orang; peningkatan
sarana kesehatan seluas 437 m² dengan alokasi dana
sebesar Rp. 783.598.500,- dengan jumlah pemanfaat
sebanyak 33.550 orang; pembangunan jaringan air
bersih (pipa) sepanjang 3.615 meter dengan alokasi
dana sebesar Rp. 307.349.600,- dengan jumlah pe-
manfaat sebanyak 4.537 orang. Berbagai ragam keg-
iatan PNPM-MP, terutama kegiatan pembangunan
sarana dan prasarana, telah menumbuhkan swadaya
masyarakat yang rela f besar nilainya, yaitu mencapai
Rp. 65.185.000.-
PelaksanaanPNPM-MPdidesalokasiauditsosial,Desa
Sesaot, dana PNPM yang diterima sejak tahun 2008-
2011 berjumlah Rp. 553.293.000.- Dari sejumlah dana
tersebut, sebesar Rp. 387.505.000,- (70,036%) dia-
lokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana
desa, yang melipu ; perbaikan 1 unit Polindes; pen-
ingkatan jalan desa sepanjang 2.200 meter; pemban-
gunan jembatan sepanjang 25 meter. Kelebihan dana
sejumlah Rp. 165.788.000,- (29,064%) di alkosaikan
untuk pengembangan 15 kelompok SPP.
lokasi dari tahun 2007–2011 adalah sebagai berikut.
1) Kecamatan Gerung Lombok Barat
Besar dana PNPM-MP yang diterima Kecamatan
Gerung tahun 2011 mencapai Rp.3.000.635.300,-
yang dialokasikan untuk membiayai berbagai ragam
kegiatan, melipu ; dana SPP kepada 29 kelompok
sebesar Rp. 209.108.900,- dengan jumlah peman-
faat sebanyak 520 orang; peningkatan prasarana
jalan sepanjang 1.125 meter dengan alokasi dana
Rp.421.354.600,- dengan pemanfaat sebanyak 8.164
orang; peningkatan prasarana irigasi dan drainase
sepanjang 7.871 meter dengan alokasi dana Rp.
2.080.217.500,- dengan jumlah pemanfaat sebanyak
12.766 orang; peningkatan sarana kesehatan seluas
84 m² dengan alokasi dana sebesar Rp. 128.755.800,-
dengan jumlah pemanfaat sebanyak 2.396 orang;
peningkatan prasarana pendidikan seluas 88 m² den-
gan alokasi dana sebesar Rp. 161.198.500,- dengan
jumlah pemanfaat sebanyak 2.340 orang.
Total dana PNPM yang diterima Desa Tempos sejak
tahun 2008-2011 berjumlah Rp. 602.536.200,- dia-
lokasikan untuk berbagai ragam kegiatan, antara
lain; pembangunan 1 unit jembatan jalan desa sepa-
njang 40 meter dengan alokasi dana sebesar Rp.
265.526.400,-; peningkatan jalan desa (rabat beton)
sepanjang 2.212 meter dengan jumlah dana sebesar
Rp. 205.044.500,-; peningkatan jaringan irigasi desa
sepanjang 682 meter dengan jumlah dana sebesar
Rp. 193.142.900,- dengan jumlah pemanfaat seban-
yak 3.530 orang,-; pengembangan 6 kelompok SPP
dengan jumlah dana sebesar Rp. 37.886.600,- dengan
jumlah pemanfaat sebanyak 60 orang.
22. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita20 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 21
yang diterima selama 4 tahun (2008-2011) berjumlah
Rp. 1.099.638.300.- Ragam kegiatan yang dibiayai dari
dana tersebut melipu ; 21 kelompok SPP (250 orang)
dengan dana Rp. 328.183.500,-; pela han/pember-
dayaan 2 kegiatan dan par sipan sebanyak 50 orang
dengan alokasi dana Rp. 74.905.000,-; Beasiswa Siswa
Miskin (BSM) dengan sasaran 600 murid SD dan SMP/
MTs dengan alokasi dana Rp. 335.642.700,-; pem-
bangunan/perbaikan jaringan irigasi desa sepanjang
1.253 meter dengan alokasi dana Rp. 326.388.600,-
dan swadaya masyarakat sebesar Rp. 5.676.600.-
5) Kecamatan Suralaga
Tahun 2011 Kecamatan Suralaga mendapatkan aloka-
si dana Rp. 600.000.000.- Dalam implementasi kegia-
tan, selain dibiayai dari PNPM MP terdapat swadaya
masyarakat sebesar Rp.36.463.850.- Sejumlah dana
itu dipergunakan untuk membiayai berbagai ragam
kegiatan, antara lain; 2 kelompok SPP sebanyak 20
orang dengan dana Rp. 26.315.000,-; pela han/pem-
berdayaan sebanyak 2 kegiatan dengan par sipan
120 orang dengan dana Rp. 179.368.000,-; perbaikan
jaringan irigasi desa sepanjang 521 meter dengan
dana Rp. 86.042.500,-; pembukaan dan peningkatan
jalan desa sepanjang 752 meter dengan dana Rp.
210.632.500,-; dan perbaikan 1 unit Polindes dengan
dana Rp. 97.642.000.-.
Di desa lokasi audit sosial, Desa Bagik Payung, Ke-
camatan Suralaga, dana PNPM yang diterima dari ta-
hun 2008-2011 berjumlah Rp. 816.704.600.- Ragam
kegiatan yang dibiayai dari dana tersebut, melipu ;
kegiatan 13 kelompok SPP dengan dana sebesar Rp.
147.367.200,-; satu pela han/pemberdayaan dengan
3) Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah
Pada tahun 2011 Kecamatan Jonggat mendapatkan
alokasi PNPM-MP sebesar Rp. 599.910.000.- Dari
sejumlah dana tersebut, sebesar Rp. 503.696.500,-
(83,96%) dialokasikan untuk membiayai pembangu-
nan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial, melipu-
; pembangunan 1 unit gedung Taman Kanak-Kanak;
1 unit Posyandu; peningkatan jalan desa sepanjang
4.070 meter; pembangunan talut seluas 440 m². Sisa
sebesar Rp. 96.213.500,- (16,04%) dialokasikan untuk
pengembangan 16 kelompok SPP.
Di Desa Ubung, desa lokasi audit sosial di Kecamatan
Jonggat, sejak tahun 2008 hingga 2011 total dana
PNPM yang diterima mencapai Rp.650.507.600.- Se-
banyak Rp. 69.578.600,- (10,70%). Dari sejumlah dana
tersebut dialokasikan untuk pengembangan 9 kelom-
pok SPP. Alokasi terbesar sebesar Rp. 580.929.000,-
(18,30%) diperuntukkan untuk membiayai pem-
bangunan sarana dan parasarana fisik, melipu ;
pembangunan 1 unit gedung TK; peningkatan jalan
desa sepanjang 1.850 meter; 2 unit Posyandu; 1 unit
Pustu. Dalam pembangunan infrastruktur fisik, selain
dana PNPM, terdapat swadaya masyarakat sebesar
Rp. 32.255.100.-.
4) Kecamatan Pringgarata
Di Kecamatan Pringgarata, pada tahun 2011 mendap-
at alokasi dana PNPM-MP sebesar Rp. 1.841.636.600,-
dialokasikan, antara lain; kegiatan SPP sebesar Rp.
577.631.500,- di 62 kelompok; peningkatan jalan desa
(sirtu dan rabat beton) sepanjang 9.500 meter sebesar
Rp. 1.264.005.100.- Khusus Desa Murbaya (desa lokasi
audit sosial PNPM pada tahun 2011), dana PNPM-MP
23. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita22 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 23
tunjuk Teknis Operasional PNPM-MP, lokasi pelaksaan
PNPM-MP melipu ; semua kecamatan pedesaan di se-
luruh Indonesia; dak termasuk dalam kecamatan ber-
masalah; diusulkan oleh pemerintah daerah dalam uru-
san bersama.Sedangkan kelompok sasarannya terdiri
dari Rumah Tangga Miskin (RTM) di pedesaan, kelem-
bagaan masyarakat dipedesaan dan kelembagaan pe-
merintah lokal.
Disamping kriteria jumlah penduduk miskin dari suatu
kecamatan, dapat atau daknya alokasi dana PNPM
suatu kecamatan, juga ditentukan dari usulan pemer-
intah daerah setempat. Berkaitan dengan hal itu, akan
sangat bergantung dari kemampuan keuangan daerah
(APBD) untuk memberikan dana sharing sebesar 20%
dari jumlah dana PNPM yang akan diterima sebuah
kabupaten. Semakin besar kemampuan sebuah kabu-
paten untuk memberikan dana sharing, maka semakin
besar pula alokasi dana PNPM yang diterima kabupaten
tersebut, sehingga peluang seluruh kecamatan miskin
yang ada di wilayahnya mendapatkan dana PNPM akan
semakin besar pula.
Adapun seleksi terhadap usulan kegiatan masyarakat
yangakandidanaiPNPM-MP,harusmemenuhibeberapa
persyaratan,antaralain;lebihbermanfaatbagiRTM;ber-
dampaklangsungdalampeningkatankesejahteraan;bisa
dikerjakan oleh masyarakat; didukung oleh sumber daya
yang ada; memiliki potensi berkembang dan berkelan-
jutan sebagai sumber kesejahteraan. Sedangkan proses
pengusulannya dilakukan melalui mekanisme peren-
canaan par sipa f masyarakat desa dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut.
Sosialisasi awal dan musyawarah masyarakat, yaitu
par sipan 50 orang dengan dana Rp.92.509.500,-;
peningkatan jalan desa sepanjang 350 meter dengan
dana Rp. 390.356.600,-; perbaikan 1 unit Polindes
dengan dana Rp. 186.471.300.- Dalam pelaksanaan
kegiatan, terdapat dana swadaya masyarakat sebesar
Rp.23.769.000.-
6) Kecamatan Sakra Barat
Kecamatan Sakra Barat pada tahun 2011 mendapat-
kan alokasi PNPM-MP sebesar Rp. 2.681.915.700,-
Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai, melipu ; prasarana
umum (peningkatan jalan dan irigasi desa) sepanjang
7.168 meter dengan dana Rp. 1.723.542.800,-; pen-
ingkatan 8 unit prasarana pendidikan dengan dana Rp.
719.426.000,-; peningkatan 1 unit prasarana keseha-
tan dengan dana Rp. 175.356.900,- dan SPP sebanyak
23 kelompok dengan dana Rp. 238.946.900.-
Desa Sukarara yang dipilih menjadi lokasi kegiatan
audit sosial PNPM-MP dari tahun 2008-2011 menda-
patkan dana PNPM-MP sebesar Rp. 2.112.758.400.-
Dari sejumlah dana tersebut, dipergunakan untuk
membiayai berbagai ragam kegiatan, antara lain;
kegiatan 20 kelompok SPP melipu 225 anggota den-
gan dana Rp. 247.473.200,-; prasarana umum (irigasi
dan jalan) sepanjang 5.966 meter dengan dana Rp.
1.191.556.200,-; ga unit gedung MTs dengan dana
Rp. 322.999.000,-; pembangunan 1 unit Polindes
dengan dana Rp. 172.365.000.- Pembangunan pras-
arana fisik tersebut menumbuhkan dana swadaya
masyarakat sebesar Rp.72.402.400.-
III.2.2. Metode Seleksi
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Buku Pe-
24. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita24 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 25
laan dan pemeliharaan pelayanan dan prasarana yang
sudah dibangun atau dilaksanakan.
III.2.3. Apa yang Dijawab dan Disediakan oleh PNPM?
Berdasarkan hasil kegiatan audit sosial terhadap PNPM-
MP yang dilakukan KONSEPSI di NTBdi atas, tampak cu-
kup banyak fasilitas desa yang tersedia melalui kegia-
tan PNPM. Pembangunan prasarana pedesaan, antara
lain berupa prasarana umum, prasarana pendidikan
dan kesehatan. Ak vitas pemberdayaan masyarakat
dilakukan, antara lain melalui pela han keterampilan
wirausaha, pelibatan masyarakat dalam forum-forum
musyawarah dusun/desa, dan penyediaan modal usa-
ha melalui SPP. Pembangunan prasarana dan pem-
berdayaanmasyarakat merupakan kontribusi PNPM-
MP dalam peningkatan sumberdaya masyarakat dan
penyediaan dan penambahan barang publik di desa.
Hal tersebut menjadi daya dorong terhadap pening-
katan pergerakan perekonomian desa yang bermuara
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga
berkontribusi pada peningkatan IPM NTB secara nasion-
al. Meskipun faktanya, setelah empat tahun pelaksan-
aan PNPM-MP, IPM NTB dak bergerak dari peringkat
32. “Di mana letak permasalahannya?”Untuk menge-
tahuinya, perlu dilakukan kajian mendalam terhadap
pelaksanaan program pembangunan di NTB, termasuk
PNPM-MP.
III.2.4. Siapa yang Terlibat dalam Memutuskan?
Tujuan umum PNPM-MP adalah meningkatnya kes-
ejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat
miskin secara mandiri. Untuk mencapai hal tersebut,
perlu meningkatkan par sipasi masyarakat, termasuk
kegiatan sosialisasi dalam menyamakan pemahaman,
prinsip, metode program.
Mengenali kemiskinan, yaitu kegiatan iden fikasi
kemiskinan, menyepaka kriteria miskin, merumuskan
masalah dan faktor-faktor penyebab kemiskinan.
Pemetaan swadaya, yaitu kegiatan pencacahan KK mis-
kin, merumuskan kebutuhan, memetakan potensi yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah, dan
merumuskan visi bersama.
Pengorganisasian masyarakat, adanya lembaga/kelom-
pok keswadayaan masyarakat yang dibentuk, diakui, dan
dikelola masyarakat secara transparan dan bertang-
gungjawab dalam memenuhi kebutuhan bersama.
Penyusunan rencana*), membahas berbagai kebutu-
hanpembangunan, menyepaka prioritas pembangu-
nan, menyusun rencana kegiatan jangka pendek
dan menengah berdasarkan visi bersama, serta potensi
sumber pembiayaannya. Kegiatan penyusunan rencana
ini dilakukan melalui beberapa tahapan proses, antara
lain penggalian gagasan (Pagas) di ngkat masyarakat
dusun/RT, musyawarah desa untuk membahas usu-
lan masyarakat yang diperoleh melalui Pagas dan me-
nyepak prioritas usulan yang akan menjadi usulan
desa, Musyawarah Antar Desa/MAD (forum di ngkat
kecamatan guna pembahasan usulan seluruh desa), dan
menyepak serta menetapkan usulan kegiatan desa
yang akan didanai PNPM-MP.
Pelaksanaan kegiatan, pembentukan m- m pelaksana
dan pemantau kegiatan di desa/kelurahan, pertang-
gungjawaban kegiatan.
Pemanfaatan dan pemeliharaan hasil kegiatan, pengelo-
25. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita26 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 27
masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas
adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang
rentandan diabaikan dalam proses pengambilan kepu-
tusan dan pengelolaan pembangunan.
Melalui audit sosial, pelaksanaan PNPM-MP secara
umum telah menerapkan prinsip par sipasi masyarakat.
Semua komponen masyarakat terwakili dalam se ap
kegiatanPNPM,termasukmasyarakatmiskindanperem-
puan. Hal ini terlihat dari absensi berbagai agenda keg-
iatan PNPM, meskipun masih diragukan keterwakilan
masyarakat yang betul-betul miskin, apalagi perempuan
miskin. Dari dokumen absen yang diperiksa, nama-na-
ma peserta yang hadir berasal dari elit masyarakat desa.
Melalui wawancara yang dilakukan m audit sosial terh-
adap masyarakat yang diindikasikan betul-betul miskin,
jawaban yang diperoleh kebanyakan dak tahu PNPM
dan dak pernah ikut dalam rapat-rapat di desa.Menu-
rut mereka, rapat bukan urusannya, tetapi urusan kades,
kadus, guru, dan tokoh masyarakat. Apa yang ditetapkan
oleh tokoh masyarakat menyangkut kepen ngan umum,
maka itulah yang akan dilakukan oleh masyarakat. Oleh
karena itu, prinsip par sipasi dalam PNPM-MP sangat
diragukan penerapannya dalam implementasinya.
III.2.5. Siapa Pelaksana PNPM?
Struktur organisasi PNPM-MP sudah diatur dalam pedo-
man umum PNPM, sesuai Keputusan Menkokesra selaku
Ketua Tim Penanggulangan KemiskinanNasional,yaitu
sebagai berikut:
Departemen/LPND
TKPK Tim Pengendali PNPM
Mandiri Pusat
Satker (APBN)
Konsultan Nasional
Pusat
TKPKD Kabupaten/Kota
Tim Koordinasi PNPM Mandiri
Konsultan Provinsi
Satker (APBD)
Komponen co-sharing
Konsultan Kabupaten TKPKD Kabupaten/Kota
Tim Koordinasi PNPM Mandiri
Fasilitator Kecamatan BKAD, MAD/K, UPK
SKPD Pelaksana
Penanggung Jawab Operasional
Kegiatan (PJOK)
Kabupaten
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Lembaga Keswadayaan Masyarakat
Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TKPKD)
Masyarakat Penerima Manfaat
Provinsi
26. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita28 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 29
puan) miskin untuk mengembangkan usaha, tetapi dalam
implementasinya dak tepat sasaran. Golongan perempuan
miskin yang seharusnya dibantu dak bisa mengakses dana
SPP karena persyaratannya dak mampu dipenuhi, seper
harus mempunyai KTP, bunganya cukup nggi (2%), serta
sistem pengembalian secara bulanan menyebabkan kelom-
pok perempuan miskin merasa dak akan mampu untuk
mengembalikan sebab usaha yang dijalankan lebih dominan
usaha pemasaran hasil pertanian yang bersifat musiman.”
Azuddin Noor (36 tahun), tokoh pemuda dan guru SMP di
Sesaot
“Tujuan PNPM sebenarnya bagus,akan tetapi pelaksanaan-
nya penuh dengan intervensi dan intrik atau rekayasa poli k
kepala desa. Tim pengelola PNPM hanya terdiri dari orang-
orang lingkaran kepala desa, sehingga ada prak k korupsi
dalam pelaksanaan PNPM di Desa Sesaot oleh orang-orang
dekat kepala desa, bahkan untuk kepen ngan kepala desa
itu sendiri. Contohnya, pengadaan material untuk rehabili-
tasi Polindes dilakukan sendiri oleh kepala desa, penentuan
tukang/buruh yang bekerja pada rehab Polindes ditentukan
oleh kepada desa dan dak ada musyawarah. Laporan per-
tanggungjawaban dan serah terima hasil pembangunan dari
TPKD kepada pemerintah desa dak dilakukan melalui rapat
bersama masyarakat sesuai ketentuan atau prinsip-prinsip
PNPM.
SPP cukup membantu meningkatkan skala usaha kecil yang
sudah ada di Desa Sesao, cuma penyalurannya dak tepat
sasran, dilakukan rekayasa kelompok oleh TPKD dengan mem-
Halilulloh (28 tahun), pemuda Desa Tempos
“Sejak tahun 2008, Desa Tempos mendapat bantuan PNPM-
MP. Jenis kegiatan PNPM-MP yang dilaksanakan, yaitu; pem-
bangunan fisik (saluran irigasi), program Simpan-Pinjam
Perempuan (SPP), dan PNPM GSC (Generasi Sehat dan Cer-
das). Pembangunan saluran irigasi sangat membantu petani
untuk pengairan sawah dan juga memperbaiki saluran drai-
nase, karena selama ini Desa Tempos kerap mengalami ban-
jir di musim hujan yang disebabkan sistem drainase yang
dak bagus (badan jalan lebih rendah dibanding saluran).
SPP juga sangat bermanfaat untuk mengembangkan wirau-
saha di Desa Tempos, khususnya kaum perempuan. Sebelum
ada PNPM di desa ini dak ada kegiatan usaha oleh perem-
puan, karena waktunya habis untuk anak dan keluarganya,
juga membantu suami mengolah lahan pertanian dan lahan
garapan di lokasi HKm Gunung Sasak.
Akan tetapi, pelaksanaan PNPM di Desa Tempos terkesan
mengabaikan potensi setempat, aturan PNPM terlalu kaku.
Pengadaan bahan bangunan harus melalui tender, karena
belum ada perusahaan yang memenuhi syarat sesuai ke-
tentuan PNPM, maka pembangunan dilakukan oleh pengu-
saha luar desa, sehingga terjadi kecemburuan masyarakat
terhadap pengusaha luar desa tersebut. Meskipun tenaga
buruh diambil dari masyarakat setempat, tetapi kesan-
nya, masyarakat Desa Tempos jadi buruh orang lain untuk
pembangunan desa sendiri yang seharusnya dikelola oleh
masyarakat Desa Tempos.
Demikian pula dengan program SPP, meskipun tujuannya
sangat bagus, yaitu untuk membantu masyarakat (perem-
27. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita30 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 31
iatan program terkesan kurang memperha kan kebutuhan riil
masyarakat dan potensi yang ada di desa. FK PNPM terke-
san memposisikan diri lebih nggi dari kepala desa, sehingga
menimbulkan kesan di banyak desa bahwa PNPM ini merupa-
kan negara di dalam negara.”
Sudirman (48 tahun), Ketua BPD Desa Sukarara
“Secara umum keberadaan diakui cukup membantu, teruta-
ma dalam pengadaan infrastruktur desa. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya dak luput dari permainan elit desa, seh-
ingga jenis pembangunan yang dilaksanakan lebih dominan
mengakomodir kepen ngan elit desa yang tergolong rela f
mampu, sangat sedikit dinikma oleh masyarakat yang
betul-betul miskin. Contohnya,pembangunan fisik yang dia-
lokasikan untuk pembangunan madrasah milik yayasan yang
merupakan cabang dari sebuah organisasi besar di Lombok
Timur. Seharusnya yang dibangun, karena betul-betul menja-
di kebutuhan masyarakat miskin, adalah pembuatan talut di
sepanjang jaringan irigasi pertanian yang sudah mulai rusak,
akan tetapi kebutuhan kelompok masyarakat miskin ini kalah
dalam proses penggalian gagasan, sebab proses penggalian
gagasan dakdilaksanakansesuaiprinsipPNPMyangsemes-
nya melibatkan semua elemen mayarakat, terutama kelom-
pok miskin dan perempuan, tetapi kenyataannya program
sudah ditentukan oleh tokoh masyarakat bersama kepala
dusun, kemudian dimintakan persetujuan masyarakat mela-
lui forum musyawarah.”Sehingga menurut Sudirman;“PNPM
bukan program pemberdayaan masyarakat, melainkan pro-
gram perdayaan/penjualan masyarakat miskin untuk ke-
pen ngan orang-orang mampu.”
bentuk kelompok-kelompok baru dengan memasukkan orang-
orang kaya dan PNS menjadi anggota kelompok, katanya un-
tuk menghindari kemacetan. Karena apabila ada anggota
kelompok yang dak mampu membayar karena usahanya
dak jalan atau digunakan untuk konsumsi, maka pemba-
yarannya ditanggung oleh anggota kelompok yang mampu,
sebab sistem yang berlaku pada program SPP adalah sistem
tanggung renteng.”
Ida Laily ( 36 Tahun), Ketua Kelompok Perempuan
Desa Sesaot
“Dana SPP di Desa Sesaot dak tepat sasaran, yang diberi
bukan orang miskin, melainkan orang-orang kaya. TPKD
dak memanfaatkan kelompok yang sudah ada, tetapi mer-
eka membentuk kelompok dadakan yang anggotanya be-
rasal dari orang-orang dekat kepala desa. Kesuksesan pro-
gram SPP bukan dilihat dari peningkatan usaha kelompok
masyarakat (perempuan) miskin, tetapi hanya dilihat dari
kelancaran angsuran. Mereka dak mau tahu, dari mana
sumber dana pengembaliannya.”
Moh. Tauhid, S.Ag. (45 tahun), Kades Murbaya
Keberadaan PNPM-MP di desa kami cukup membantu, teru-
tama dalam pembangunan infrastruktur desa. Akan tetapi,
kadang-kadang Fasilitator Kecamatan (FK) PNPM yang ber-
tugas membimbing dan memantau masyarakat dalam keg-
iatan PNPM, sikap dan ndakannya sangat menjengkelkan.
Mereka sangat kaku dengan PTO. Dalam merencanakan keg-
28. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita32 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 33
IV. KELEMAHAN-KELEMAHAN PNPM
Sesuai dengan Pedoman Umum, PNPM-MP mempunyai prinsip atau
nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan dalam se ap pengam-
bilan keputusan maupun ndakan yang akan diambil dalam pelak-
sanaan rangkaian kegiatan PNPM-MP. Prinsip dan nilai-nilai dasar
tersebut adalah.
IV.1. Bertumpu pada pembangunan manusia. Maksudnya,
masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak
langsung terhadap upaya pembangunan manusia dari pada
pembangunan fisik semata.
IV.2. Otonomi. Maksudnya, masyarakat mempunyai hak dan ke-
wenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung
jawab tanpa intervensi nega f dari luar.
IV.3. Desentralisasi. Maksudnya, memberikan ruang yang lebih luas
pada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan
sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah
sesuai dengan kapasitas masyarakat.
IV.4. Berorientasi pada masyarakat miskin. Maksudnya, segala
keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.
IV.5. Par sipasi. Maksudnya, masyarakat berperan secara ak f da-
lam alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari
tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan kegiatan
dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam
bentuk materi.
IV.6. Kesetaraan dan keadilan gender. Maksudnya, masyarakat, baik
laki-laki maupun perempuan mempunyai kesetaraan dalam
perannya di se ap tahapan program dan dalam menikma
manfaat kegiatan pembangunan. Kesetaraan juga dalam
penger an kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.
IV.7. Demokra s, Maksudnya, masyarakat mengambil keputusan
pembangunan secara musyarawah dan mufakat.
Baiq Haeniah (46 tahun), penyuluh pertanian Bagik Payung
“Dengan adanya program PNPM-MP dan program-program
pemerintah lainnya yang masuk di Desa Bagik Payung, dira-
sakan sangat membantu pengembangan infrastruktur desa.
Namun yang menjadi sorotan masyarakat terkait dengan
PNPM-MP adalah program SPP, karena sistem pergguliran-
nya yang bulanan sangat dak sesuai dengan ak vitas usaha
masyarakat (perempuan) yang rata-rata bergerak dalam bi-
dang usaha pengumpul-penyimpan dan pemasaran hasil-ha-
sil pertanian yang rentang waktu “turn over”-nya cukup lama,
yaitu antara 2-4 bulan.
Tidak banyak kelompok perempuan yang mau memanfaat-
kan SPP, mereka justru lebih tertarik meminjam modal kepada
rentenir yang jangka waktu pinjaman dan pengembaliannya
lebih fleksibel, antara 3-4 bulan, meskipun dengan beban bun-
ga yang sangat nggi (bisa mencapai 10%-20%) bergantung
jangka waktu pinjaman. Pela han menjahit bagi kelompok
SPP oleh PNPM dak ada gunanya, sebab dak diiku den-
gan pela han manajemen pemasaran dan bantuan fasilitasi
pemasaran /memasarkan hasil produksi anggota kelompok
SPP yang telah mengiku pela han. Jadi, pela han ini sia-sia,
apalagi dak disertai dengan bantuan peralatan dan modal
yang cukup dan sistem yang sesuai dengan usaha anggota
kelompok.”
29. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita34 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 35
akan lebih tepat diterapkan oleh PNPM-MP, sebab kesempatan
masyarakat miskin berpa sipasi dalam se ap agenda kegiatan
PNPMakan lebih besar peluangnya dalam mendapatkan man-
faat ekonomi.
d. PNPM-MP di NTB secara umum dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat, utamanya dalam penyediaan infrastruktur desa.
e. Prinsip-prinsip PNPM-MP dalam implementasi di lapangan dak
diterapkan secara baik dan benar.
f. PNPM-MP belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa
yang betul-betul miskin, karena PNPM-MP dak memiliki agen-
da kegiatan yang melakukan pendataan dan kajian kemiskinan
desa menurut masyarakat desa.
g. Par sipasi masyarakat dalam kegiatan PNPM-MP didesa diukur
dari terpenuhinya jumlah masyarakat yang hadir (laki/perem-
puan) sesuai RAB dalam usulan kegiatan.
V. REKOMENDASI
V. 1. Skema penyaluran SPP perlu diper mbangkan untuk disesuai-
kan dengan potensi dan karakteris k usaha perempuan miskin
di desa.
V.2. Sebelum diberikan bantuan modal, anggota kelompok SPP
perlu dila h/difasilitasi membuat rencana usaha, agar modal
yang diterima betul-betul dimanfaatkan untuk kegiatan usa-
ha.
V.3. Pola pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik, perlu diper-
mbangkan pengelolaannya dengan sistem swakelola melalui
mekanisme padat karya, agar distribusi kesempatan dan upah
tukang-buruh dapat berjalan adil dan merata, terutama bagi
masyarakat yang benar-benar miskin.
IV.8. Transparansi dan akuntabel. Maksudnya, masyarakat memi-
liki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan
keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara
moral, teknis, legal, maupun administra f.
IV.9. Prioritas. Maksudnya, masyarakat memilih kegiatan yang diu-
tamakan dengan memper mbangkan kemendesakan dan ke-
manfaatan untuk pengentasan kemiskinan.
IV.10.Keberlanjutan. Maksudnya, dalam se ap pengambilan kepu-
tusan atau ndakan pembangunan, mulai dari tahap peren-
canaan, pelaksanaan, dan pengendalian harus memper m-
bangkan sistem pelestariannya.
Akan tetapi, pelaksanaan di lapangan, sebagian nilai-nilai dasar di
atas dak semuanya dapat diterapkan dengan baik. Hasil audit so-
sial ditemukan beberapa kelemahan, antara lain:
a. Pembangunan fisik merupakan kegiatan yang paling dominan
(70-90%) dari total anggaran yang diterima desa. Selebihnya un-
tuk pengembangkan kapasitas sumber daya manusia dan SPP.
Hal ini berar , prinsip bertumpu pada pembangunan manusia
dak menjadi prioritas.
b. Keterwakilan masyarakat yang betul-betul miskin dalam
pengambilan keputusan masih patut dipertanyakan, karena dari
dokumen absensi se ap agenda kegiatan PNPM-MP di lokasi au-
dit sosial, nama-nama yang hadir selalu orang-orang yang sama,
dan rata-rata merupakan elit-elit desa/dusun.
c. Proses tender dalam pengadaan barang dan jasa pada kegia-
tan PNPM-MP mengesankan bahwa PNPM-MP adalah proyek
pengadaan barang dan jasa yang prosesnya mengacu pada
Kepres Tahun 1980 atau aturan perubahannya yang terbaru. Hal
ini kurang tepat diterapkan jika mengacu pada program pem-
berdayaan. Sistem swakelola dengan pendekatan padat karya
30. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita36 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 37
Lampiran: PENGEMBANGAN AUDIT SOSIAL PNPM-MP DI NTB
I. Latar Belakang
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan
(PNPM-MP) merupakan salah satu mekanisme pemberdayaan
masyarakat yang didesain oleh pemerintah pusat guna memperce-
pat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja
di wilayah pedesaan. Operasionalisasi program ini sesungguhnya
telah dilaksanakan sejak tahun 1998 ke ka masih bernama Pro-
gram Pengembangan Kecamatan (PPK).
PNPM-MP merupakan strategi kebijakan yang menjadi dasar dan
acuan pelaksanaan program-programpenanggulangankemiskinan
yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan program-
program penanggulangan kemiskinan, selama ini masih dilaksana-
kan secara sektoral dan parsial dengan pendekatan dan prosedur
yang beragam, sehingga harmonisasi prinsip, kriteria, dan prosedur
program penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat melalui
PNPM-MP diharapkan akan lebih efisien dan efek f (Kesra, 2008).
Sejak dicanangkan pada tahun 2007, program nasional ini dinilai
telah menunjukkan hasil yang signifikan dalam memelopori sejum-
lah investasi pembangunan di ngkat lokal (kecamatan), misalnya
model kelembagaan pembangunan par sipa f (social capital),
aset sumberdaya manusia selaku pengelola kegiatan pembangu-
nan (human capital), modal bergulir (financial capital), infrastruk-
tur (physical capital), dan sebagainya. Oleh karena itu, program ini
pun diklaim sukses mengentaskan kemiskinan pedesaan oleh pe-
merintah, dan terutama lembaga donor.
Klaim di atas didasarkan pada laporan tahunan konsultan program.
Hingga tahun 2008, PNPM-MP telah menjangkau 42.319 desa atau
lebih dari 58% desa di Indonesia. Dengan alokasi dana sebesar ga
miliar rupiah per kecamatan, diperkirakan mampu menciptakan
V.4. Alokasi dana untuk kegiatan pela han keterampilan manaje-
men usaha bagi masyarakat miskin perlu ditambah porsinya,
agar PNPM-MP dak terkesan sebagai proyek pengadaan ba-
rang dan jasa, terutama pengadaan infrastruktur.
V.5. PTO PNPM-MP agar lebih fleksibel disesuaikan dengan potensi
dan karakteris k masyarakat desa.
Keterangan Gambar: Seorang Warga Melintas di Jalan yang dibangun oleh PNPM-MP
31. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita38 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 39
lapangan kerja bagi ga belas juta orang dan memberi manfaat
bagi sembilan juta orang miskin. Yakin akan keberhasilan PNPM-
MP, maka jumlah alokasi dana PNPM selalu meningkat dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2008 misalnya, dana PNPM dialokasikan
sebesar ga belas triliun rupiah dan meningkat hingga Rp. 16,1
triliun pada tahun 2009. Jumlah ini akan terus berlanjut hingga ta-
hun 2015 nan .
Keberhasilan PNPM sebagai genre pengentasan kemiskinan masa
kini, diragukan banyak pihak, terutama dari kalangan masyarakat
sipil. Pasalnya, pembiayaan program ini sebagian besar bersumber
dari hutang luar negeri (World Bank), yang selama ini dicap sebagai
salah satu sumber pemiskinan rakyat Indonesia. Selain itu, model
pendekatan par sipasi yang melibatkan ‘dana besar’ dikhawat-
irkan menimbulkan polemik dan distorsi di kalangan masyarakat
bawah yang selama ini masih asing dengan nilai dan angka miliaran
rupiah. Bisa juga, prak k PNPM di lapangan justru lebih didominasi
oleh kepen ngan para elit desa dalam proses penentuan keputu-
san substansial. Sementara, par sipasi kaum marginal (rakyat mis-
kin dan perempuan) hanya terlihat ke ka pengerjaan proyek yang
menekankan spirit keswadayaan (gotong royong).
Keberhasilan pencapaian target PNPM, secara kuan ta f memang
didukung oleh mekanisme pelaporan dan monev internal dari para
konsultan program mul jenjang. Sisi lain, data dan informasi dari
sumber lainnya terkait implementasi PNPM ternyata masih kurang.
Sebenarnya, sumber informasi pen ng terkait implementasi PNPM
di ngkat lapangan justru ada pada struktur sosial masyarakat itu
sendiri. Kebenaran akan klaim kesuksesan program bisa dilacak
dari sasaran program itu sendiri. Seja nya, ukuran keberhasilan
program semisal PNPM harusnya memperha kan suara dan pan-
dangan target utama program,yaitu kelompok marginal melalui
skema audit sosial dengan memberdayakan komunitas lokal seba-
gai m auditor.
Audit sosial adalah suatu proses sistema k yang kri s untuk me-
nilai kinerja kebijakan publik, menyangkut relevansi sosial, tujuan,
ketepatan kelompok sasaran, serta dampak pelaksanaan program,
untuk diberikan pendapat sesuai kenyataan lapangan dan mengko-
munikasikannya dengan pihak-pihak yang berkepen ngan.
Program Pengembangan Skema Audit Sosial yang dilakukan KONS-
ESPSI bukanlah semata-mata untuk menemukan penyimpangan
prosudur, prinsip, maupun keuangan dalam pelaksanaan PNPM-
MP. Akan tetapi, kegiatan ini juga difokuskan untuk mendorong
dan meningkatkan par sipasi masyarakat desa dalam melakukan
monitoring, dan evaluasi terhadap kinerja pelaksanaan PNPM-MP.
II. Tujuan
Secara umum, program ini bertujuan meningkatkan kualitas par -
sipasi masyarakat dalam melakukan kontrol sosial terhadap kebi-
jakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Tujuan spesifik program, adalah:
II.1. Meningkatkan kapasitas masyarakat (individu maupun kelem-
bagaan) dalam melakukan kajian kri s terhadap PNPM-MP.
II.2. Mengembangkan dan mempromosikan skema audit sosial
berbasis masyarakat dengan fokus PNPM-MP.
II.3. Menyediakan data dan informasi secara berkala terkait dina-
mika dan dampak implementasi PNPM-MP.
III. Output
III.1. Peningkatan kapasitas masyarakat (individu dan kelembagaan)
dalam hal pengawasan pembangunan melalui audit sosial.
III.2. Dihasilkannya skema audit sosial berbasis par sipasi masyarakat
sebagai bentuk kontrol publik terhadap pelaksanaan PNPM-MP.
32. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita40 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 41
III.3. Data dan informasi tentang pelaksanaan PNPM-MP oleh
kelompok audit sosial dimanfaatkan sebagai referensi oleh
pelaku PNPM mul jenjang.
III.4. Skema audit sosial berbasis par sipasi masyarakat terintegra-
si dalam kelembagaan lokal pedesaan.
IV. Permasalahan-permasalahan yang Ditemukan
IV.1. Bagaimana mendorong keterlibatan perempuan dalam pro-
gram audit sosial ini. Keterlibatan kaum perempuan masih
sangat kurang, baik par sipasi dalam pertemuan maupun
daya kri s yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan yang
sudah dilakukan. Hal ini berkaitan dengan masalah tradisi/
adat is adat lokal yang lebih mengedepankan kaum laki-laki
dalam proses pembangunan di ngkat desa.
IV.2. Masih adanya ketertutupan informasi dari pelaku-pelaku
PNPM-MP di lapangan, khususnya menyangkut pelaksanaan
dan penggunaan dana.
IV.3. Tim Pengelola Kegiatan (TPK) desa yang terbentuk terkadang
hanya sekedar simbol nama saja, tetapi dalam pelaksanaan
program seringkali dak dilibatkan.
IV.4. Tim Monev desa yang dibentuk dak memiliki kapasitas dan
keberanian melakukan kontrol terhadap pelaksanaan PNPM-
MP.
IV.5. Masyarakat miskin dan kaum marginal seringkali hanya dili-
batkan pada saat pelaksanaan program fisik (saat gotong-
royong).
IV.6. Elit pemerintah desa yang masih menerapkan pola feodal
juga masih cukup ampuh untuk meredam keberanian
masyarakat dalam bersuara dan “mengkri si” kebijakan
desa yang kurang berpihak kepada masyarakat miskin dan
kaum marginal.
IV.7. Tidak ada program pembinaan lanjutan terhadap alumni
pela han keterampilan yang dilakukan oleh PNPM-MP, se-
hingga sebagian besar alumni pela han melaksanakan usa-
ha.
IV.8. Masyarakat miskin sulit mengakses SPP karena persyaratan
administrasinya berbelit-belit.
IV.9. Keberhasilan program SPP hanya diukur dari ngkat kelan-
caran pengembalian. PNPM dak melakukan peningkatan
keterampilan usaha kepada anggota kelompok SPP.
IV.10. Kehadiran kelompok perempuan dalam se ap kegiatan
masih minim dan yang hadir juga pasif dalam proses per-
temuan.
Keterangan Gambar: Penampungan Sampah Sementara, Salah Satu
Infrastruktur yang dibangun PNPM-MP
33. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita42 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 43
Pengembangan Audit Sosial
Study Kasus PNPM Mandiri Perdesaan
Oleh : Ins tute for Research and Empowerment - Yogyakarta
I. METODE PENELITIAN
Ins tute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta melaku-
kan studi kemanfaatan PNPM terhadap penanggulangan kemiski-
nan di desa pada tahun 2010. Studi tersebut dilakukan di dua ka-
bupaten yakni kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan kabupaten
Kupang. Dua kabupaten tersebut dipilih, pertama keduanya adalah
desa penerima PNPM MP. Kedua,keduanya mencerminkan dua sisi
daerah yang berbeda karakter, minimal dari aspek kesejahteraan-
nya. Kabupaten Kutai Kartanegara adalah daerah kaya tambang
dan banyak investasi yang masuk didalamnya, sehingga potensi
pendapatan daerahnya nggi. Lain dengan kabupaten Kupang. Ka-
bupaten ini dak cukup berhasil menggaet investasi dari luar, kon-
disi geografisnya yang dak memiliki daya dukung terhadap sektor
pertanian, sehingga keter nggalan dan kemiskinan selalu melekat
pada daerah tersebut.
34. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita44 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 45
kegiatan ini dimaksudkan sebagai ruang antar peneli untuk saling
bercerita tentang hasil peneli an lapangan antar daerah peneli an
sehingga didapatkan peta temuan antardaerah, b) konsinyering pe-
rumusan hasil peneli an. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendis-
kusikan secara lebih mendalam terhadap temuan yang ada dengan
konsepsi kebijakan PNPM sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir
kemanfaatan PNPM terhadap masyarakat.
II. ANALISIS
II.1. Konteks Wilayah
II.1.1. Kabupaten Kupang
Kabupaten Kupang terdiri dari 24 kecamatan, 160 desa,
17 kelurahan, dan 665 dusun. Luas wilayahnya menca-
pai 5.431 Km², dengan ke nggian antara 0-500 meter
dpl. Panjang garis pantainya, 485 km. Struktur ekonomi
Kabupaten Kupang didominasi oleh sektor pertanian,
jasa, dan perdagangan. Berdasarkan data sta s k PDRB
berdasar harga konstan (2008-2010), angka pertumbu-
han di ke ga sektor tersebut, yaitu 46,78%, 21,09%, dan
15,09%. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kupang
pada tahun 2008, masing-masing sebesar 63,21% dari
total jumlah penduduk 383.896 jiwa. Dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Ka-
bupaten Kupang tahun 2009-2014, jumlah penduduk
miskin mencapai 47,39%.
Beberapa tahun terakhir, angka kemiskinan di Kabu-
paten Kupang cenderung menurun. Di lain pihak, terjadi
peningkatan pada sektor infrastruktur jalan, fasilitas
kesehatan, sarana air bersih, dan pendidikan. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) juga meningkat. Dalam
laporan BPS Kabupaten Kupang (2011), IPM naik dari
63,32% pada tahun 2006 menjadi 66,00% pada tahun
Di dua kabupaten tersebut, IRE melakukan grounded study, dengan
cara live in di dua desa yang juga memiliki karakter berbeda. Per-
tama, di kabupaten Kukar, studi dilakukan di desa Kersik dan desa
Sebulu Modern. Kersik merupakan desa yang terletak disekitar pe-
rusahaan minyak raksasa Chevron. Sehingga kami lihat, Kersik pas
memiliki karakteris k kesejahteraan dan aksesibilitas dengan desa
Sebulu Modern yang memiliki karakter desa agraris dan di pelosok.
Kedua, desa Oelbanu dan desa Letbaun. Masing-masing terletak di
kecamatan Amfoang dan kecamatan Semau. Oelbanu kami tem-
patkan sebagai desa yang mewakili karakteris k pegunungan pelo-
sok, sedangkan Letbaun sebagai desa dengan karakteris k pesisir
kepulauan pelosok.
Proses penggalian data dilakukan melalui beberapa metode. Perta-
ma, kami melacak berbagai informasi, data, baik sekunder maupun
primer di level daerah. Beberapa instansi dan aktor kunci yang kami
temui misalnya, Bupa , Bappeda, Konsultan Kabupaten PNPM MP
maupun BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Peemer-
intahan Desa). Kedua, observasi lapangan. Kegiatan ini kami tem-
puh dengan cara live in di desa, sehingga peneli dapat berinteraksi
langsung dengan UPK, para fasilitator PNPM MP kecamatan, kader-
kader KPMD, pemerintah desa, para kader pembangunan/pelaksa-
na PNPM MP di desa, masyarakat dan kelembagaan desa yang ada.
Live in ini kami lakukan selama kurang lebih 2 minggu di masing-
masing desa. Ke ga, pendalaman data dilakukan melalui kegiatan
seper wawancara (indepth interview) dan FGD dengan melibatkan
responden, dari kelompok pemerintah desa, tokoh masyarakat, to-
koh adat, organisasi kemasyarakatan di desa, baik laki-laki maupun
perempuan. Dengan cara ini, kami bermaksud menggali secara
lebih dalam (evidence based) dimana fakta-fakta lapangan sedekat
mungkin akan diselaraskan dengan voice masyarakat lokal, seh-
ingga didapatkan informasi yang berdasar pada penerima manfaat
PNPM MP bukan pendapat peneli . Keempat, pengolahan data
dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu, a) telling story,
35. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita46 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 47
2010. Demikian pula dalam laporan TNP2K (2009) juga
menyebutkan, angka kemiskinan di Kupang menurun
tajam. Pada tahun 2009, angka kemiskinan mencapai
90.027 jiwa atau 24,26%, turun menjadi 63.179 jiwa atau
20,78% pada tahun 2010. Angka kemiskinan pada tahun
2010 ini lebih rendah dari angka kemiskinan Provinsi
NTT yang mencapai 23,03%. Selain itu, ngkat pen-
gangguran terbuka juga lebih rendah (3,18%) diband-
ing TPT di level provinsi (3,34%). Di bidang kesehatan,
persentase balita penderita kurang gizi mencapai angka
37,96%, lebih nggi dari persentase ngkat provinsi
(18,40%) dan nasional (33,60%). Angka Kema an Bayi
(AKB) mencapai 47/1.000 kelahiran, di atas AKB provinsi
31,42/1.000 dan nasional 39,01/1.000. Aksesibiltas ru-
mah tangga terhadap air bersih 34,2%, lebih rendah dari
provinsi (45,34%) dan nasional (58,18%).
II.1.2. Desa Oelbanu, Kecamatan Amfoang Selatan
Desa Oelbano terletak sekitar 16 Km dari pusat Keca-
matan Amfoang Selatan (Lelogama), dengan luas 69,50
Km2. Hanya ada satu jalan menuju desa ini, orang lokal
menyebutnya “jalan poros desa”. Jalan poros desa ini,
kondisinya buruk. Kondisi jalan masih alami, belum
tersentuh aspal maupun makadam (pengerasan/rabat
dengan material batu atau semen). Ada dua alterna f
cara yang sering dipilih untuk sampai ke Desa Oelbano,
yaitu memakai sepeda motor (butuh waktu 1 jam) atau
jalan kaki (butuh waktu sekitar 3 jam). Ada pula yang
berkuda.
Wilayah Amfoang Selatan termasuk dataran nggi. Ia
berkadar curah hujan cukup nggi, yakni selama tujuh
bulan per tahun. Kondisi fasilitas umum di desa ini ter-
golong cukup memadai. Amfoang telah memiliki kantor
desa yang cukup representa f, gedung Pustu pening-
galan proyek PPK, SD Inpres, gedung PAUD yang baru
dan megah hasil PNPM-MP 2009, gagereja, dan ban-
gunan darurat SMP Negeri Persiapan hasil swadaya
masyarakat. Desa Oelbanu sekarang dipimpin oleh Saul
Naetasi, anak tokoh desa yang kaya, serta bekas sekre-
taris UPK PPK Kecamatan Amfoang Selatan.
Desa Oelbanu dihuni 307 Kepala Keluarga (KK) atau
1.485 jiwa. Jumlah rumah tangga miskin sebanyak 241
RTM (78,5%) dan 1.082 ARTM (72,9% ). Secara adminis-
tra f, terdiri dari empat dusun. Kemampuan keuangan
Desa Oelbanu yang tercermin dalam dokumen APBDes
tahun 2009 sebesar Rp. 105.500.000,- Sumber-sumber
pendapatan desa diperoleh melalui PADes sebesar Rp.
7.350.000,- ADD sejumlah Rp. 46.000.000,- bagi ha-
sil pajak dan retribusi desa sejumlah Rp. 6.750.000,-
dan pendapatan desa lainnya yang sah sejumlah Rp.
46.800.000,-
Sumber : BPS Provinsi NTT, 2011
36. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita48 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 49
terlihat paling besar, megah, dan modern adalah rumah
milik Kades Saul Naetasi. Rumah Kades sudah memiliki
kamar-kamar seper rumah-rumah modern, berlantai
keramik, dan berplafon fiber. Gambar berikut memper-
lihatkan gradasi bentuk-bentuk rumah di Desa Oelbanu
yang secara dak langsung menjadi simbol ngkat kes-
ejahteraan pemiliknya.
Gambar 1:
Gradasi Rumah Warga Desa Oelbanu
Untuk belanja apa saja keuangan desa? Dalam dokumen
APBDes 2009 dapat dianalisis, bahwa alokasi belanja un-
tuk pemerintahan desa (belanja dak langsung) sebesar
48% dan belanja untuk pelayanan masyarakat (belanja
langsung) sebesar 52% (Rp. 55.200.000,-). Namun de-
mikian, setelah dilacak dalam rincian belanja langsung
tersebut, ternyata alokasi belanja dak semua untuk
warga masyarakat. Alokasi belanja yang benar-benar se-
cara numenklatur diperuntukkan dan manfaat langsung
dirasakan masyarakat sebesar 71% (Rp. 39.250.000,-).
Rincian alokasi belanja tersebut, untuk pengadaan pipa
air bersih (92%), instalasi listrik genset (6%), pembelian
bahan baku tenun (1%), dan penyediaan bibit tana-
man sayur (1%). Jika dibaca dari total belanja desa (Rp.
105.500.000,-), maka warga masyarakat dalam satu ta-
hun hanya merasakan manfaat secara langsung layanan
pemerintah desa sebesar 37%. Dengan kata lain, belanja
desa masih besar dirasakan manfaatnya oleh aparatur
Pemdes dan BPD.
Bagaimana kehidupan warga Desa Oelbanu? Desa di pe-
gunungan ini menyediakan tanah garapan seluas 200 Ha
untuk tanaman jagung, 200 Ha tanaman padi, dan 200
Ha tanaman ubi kayu. Kapasitas produksi padi di lahan
desaterhitung40ton/Ha(setaradenganRp.1.500.000,-/
Ha), jagung 40 ton/Ha (setara dengan Rp. 750.000,-/
Ha), dan ubi kayu 20 ton/Ha. Selain lahan garapan per-
tanian ini, warga desa menyandarkan perekonomiannya
dengan berternak sapi, kerbau, babi, kuda, kambing,
bebek, dan ayam di masing-masing rumah. Rata-rata,
rumah warga di desa masih berbentuk rumah lopo (ru-
mah tradisional di Timor) yang berdinding bambu dan
beratap daun gaweng. Sebagian warga yang mampu, ru-
mahnya berbentuk bangunan permanen (tembok), be-
ratap seng dan berlantai semen/keramik. Rumah yang
Rumah Warga Miskin Rumah Warga yang Mampu
Rumah Kades Saul Naetasi
37. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita50 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 51
warga desa atas akses dan sarana/prasarana umum yang
strategis, seper jalan, rumah, dan penerangan. Kondisi
seper ini dirasa rentan terhadap kualitas hidup kelom-
pok perempuan. Kesimpulan ini paling dak terungkap
dari perkataan berikut.
“Desa ini jauh dari rumah sakit/layanan kesehatan.
Bagi perempuan yang mau melahirkan dan kondisinya
dak sehat, kondisi yang jauh dari layanan kesehatan
bisa menyebabkan kema an. Selama ini, yang sering
menolong kelahiran adalah dukun, jika proses kelahiran
normal.”(Orizin, Perempuan Desa Oelbanu, 23 Oktober
2010).
Kegiatan ekonomi desa Oelbanu bercorak subsisten.
Lahan pertaniannya bersifat tadah hujan. Beberapa ko-
moditas utama sektor pertanian yaitu padi, jagung, dan
ubi kayu. Selain itu, ada beberapa komoditas pertanian
pendamping, seper pinang, pisang, kelapa, dan tana-
man produksi lainnya. Komoditas pendamping ini pada
umumnya ditanam di pekarangan rumah. Sayangnya, ke-
ka musim panen ba, hasil bumi desa Oelbanu meng-
hadapi kendala pemasaran yang disebabkan buruknya
infrastruktur desa dan sarana transportasi pengangkut
hasil pertanian ke kota. Akibatnya, warga terpaksa men-
jual ke pasar kecamatan se ap akhir pekan, yang ditem-
puh dengan berjalan kaki selama minimal enam jam
(pergi-pulang).
Data berikut ini adalah hasil uji pe k kepada ga warga
DesaOelbanutentangbesaranpengeluaranrumahtang-
ga dalam sebulan. Pemetaan data tersebut dimaksudkan
untuk mengetahui derajat kemiskinan masyarakat Desa
Kondisi di daerah pegunungan yang serba terbatas, me-
nyebabkan warga desa hidup miskin, dalam ar miskin
akses layanan publik, kepemilikan tanah sebagai faktor
produksi, rumah, dan pendapatan rumah tangga. Dari
proses FGD, terungkap beberapa pitutur masyarakat
lokal tentang potret kemiskinan yang mendera desa
Oelbanu, sebagai berikut.
“Menurut saya, desa kami miskin karena belum dapat
listrik, jalan belum baik, rumah-rumah belum sehat. Ru-
mah sehat adalah rumah yang beratap seng, berlantai
semen, dan berdinding tembok. Kalau atap daun, se ap
enam bulan sekali harus digan , kalau dinding bambu
sering untuk sarang serangga, terlebih pada musim hu-
jan.” (warga Desa Oelbanu, 23 Oktober 2010)
“Kalau saya sebagai guru punya pendapat bahwa desa
ini termasuk masih miskin, karena faktor SDM. Desa ini
miskin karena kami berada jauh dari kota, yang ar nya
jauh dari fasilitas dan teknologi. Kemiskinan ini berlanjut
karena pendidikan menjadi sesuatu yang masih jarang.
Maksudnya, warga hanya bisa menyekolahkan anaknya
sampai SD, dak semua warga bisa membiayai anaknya
sekolah di SMP. Ini karena kemiskinan dan menyebabkan
desa ini terus miskin.” (Guru SDN Oelbanu, 23 Oktober
2010).
Dari dua pendapat warga diatas, kiranya menampilkan
sebuah pemahaman publik terhadap kemiskinan, di-
mana salah satu akar penyebabnya adalah keterbatasan
38. Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita52 Audit Sosial PNPM Antara Retorika dan Realita 53
1. Nama : Maksane Paulus Baitano
Status : Warga Miskin
Umur : 37 Tahun
Anak : 2 orang
Pekerjaan : Tani (luas lahan 40 x 60 m, panen padi 1 tahun
sekali rata-rata 400 kg = Rp 1.920.000)
Oelbanu. Tiga responden tersebut, yaitu warga desa
dengan latar belakang berbeda: 1) Maksane Baitano,
seorang petani penggarap dengan lahan seluas 40x60
meter, beranak dua dan bertempat nggal di rumah
lopo, 2) guru SD negeri bernama Cornelays Baitano,
dengan penghasilan Rp. 2.100.000,-/bulan, dan 3) man-
tan Kades, Paulus S. Meno, yang memiliki empat anak,
sedang kuliah di Kupang dan duduk di bangku SMA di
Kupang, serta memiliki usaha chainshow.
Rumah Maksene Baitano berdinding bambu, beratap
daun gaweng dan berlantai tanah. Rumah ini berbentuk
lopo, ruang bagian depan untuk meja kursi (ruang tamu)
dan sebelahnya ada tempat dur berkelambu. Di bagian
belakang, tersekat bambu, digunakan untuk memasak
dan menyimpan perabot, gabah, jagung, ubi kayu, dan
barang lainnya (gudang). Rumah Cornelays Baitano
dinding masih bambu, tetapi atas sudah seng dan lantai
sudah semen. Rumah Paulus S. Meno berdinding tem-
bok, berlantai semen, dan beratap seng. Rumah tangga
Maksene Baitano dalam sebulan membutuhkan biaya
Rp. 322.270,- (Rp. 350.000,-) untuk menjalani kehidu-
pan di desanya. Dalam wawancara terungkap, bahwa
sebagian besar kebutuhan konsumsi makan dipenuhi
dari tanaman produksi di lahan pekarangan dan sawah-
nya.
No
Jenis Pengeluaran
Rumah Tangga
Jumlah dalam Satuan
Jumlah dalam
Rupiah
1
Beras/bahan maka-
nan pokok sehari-hari
Beras: 15 kg/bln x Rp. 8.000
Ubi: 90 isi (potong) x Rp. 500
Jagung: 15 kg/bl x Rp. 5000
120.000
45.000
75.000
2 Kayu Bakar Tidak Beli Tidak Beli
3 Gula 4 bungkus/bln 10.000
4 Kopi/Teh 8 bungkus/bln 4.000
5
Sirih Pinang 8 sirih dan 5 batang/3hari
(Rp. 2.000/3 hari)
20.000
6 Minyak Goreng 9.000
7
Bumbu dapur
(bawang merah,
garam) cabai meme k
di kebun
6.000
8
Lauk pauk ( telur,
ayam, dll) daun ubi
meme k di kebun
8 Telur
8.000
9 Sabun mandi 1 pcs 2.000
10
Sampo (pakai sabun
mandi)
Tidak pakai
11
Pasta gigi (pakai kulit
pinang)
Tidak pakai
12
Sikat gigi (pakai kulit
pinang)
Tidak pakai
13 Sabun cuci 4 bungkus Daia /bln 6.000
14
Transportasi (BBM,
ongkos ojek, ongkos
angkut, dst)
(biasanya kalo pergi ke keluarga
di Kupang) Rp. 60.000/isiden-
tal