Dokumen tersebut membahas tentang hikmah yang terkandung dalam shalat, yaitu mendisiplinkan diri. Shalat membentuk kebiasaan hidup yang tertib dan teratur serta mampu menghasilkan sistem yang unggul. Dengan menghayati nilai-nilai shalat, seseorang dapat menjadi Muslim yang berkualitas.
1. Belajar dari Shalat
Oleh Endra_Mursalim
Senin, 23 Maret 2009 17:50 -
Penulis : KH Abdullah Gymnastiar
Kelak di kemudian hari, kita bisa menjadi seorang Muslim berpredikat khairu ummah. Semua ini
dapat terwujud andai kita mau menghayati dan mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam
kehidupan sehari-hari. Shalat lima waktu ternyata tidak hanya menjadi ukuran kadar keimanan
seseorang, tapi juga menjadi ukuran seberapa besar seorang Muslim mampu mendisiplinkan
diri. Jarak waktu shalat fardhu yang telah Allah atur sedemikian rupa adalah salah satu ukuran,
dan tentu di baliknya tersimpan hikmah besar.
Ketika suara adzan berkumandang, apakah kita akan segera menghentikan aktivitas karena
ingin shalat awal waktu, ataukah lebih memilih menyelesaikan pekerjaan karena merasa
tanggung? Apakah kita akan bergegas pergi ke masjid karena ingin shalat berjamaah ataukah
shalat munfarid (sendirian) saja pada waktu yang kita pilih? Bila memilih shalat berjamaah,
apakah kita lebih suka menyempurnakan shaf yang rapat, lurus, rapi, ataukah kita meremehkan
keutamaan shaf? Apapun pilihannya, semua menunjukkan kadar iman dan disiplin diri kita.
Disiplin. Inilah salah satu hikmah terpenting yang terkandung dalam shalat. Seorang Muslim
akan menjadi manusia unggul bila shalatnya bermutu tinggi. Seorang Muslim yang shalatnya
berkualitas, niscaya akan mampu menangkap hikmah yang amat mengesankan, yaitu hidup
tertib, selalu rapi, bersih, dan disiplin. Inilah jalan menuju pribadi berkualitas yang akan menuai
kemenangan dunia akhirat.
Orang yang memiliki kesanggupan untuk mendisiplinkan diri akan mampu menertibkan segala
sesuatu di sekelilingnya. Caranya, dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Ia
tidak perlu lagi kehilangan banyak waktu secara percuma karena lupa letak suatu barang yang
diperlukan. Pembagian waktu yang adil akan bermanfaat bagi peningkatan kualitas diri.
Kebiasaan hidup tertib dan disiplin pun akan menghemat waktu dari kemungkinan sia-sia.
Yang tak kalah penting dalam mengefektifkan waktu adalah selalu membuat target dan sasaran
yang jelas. Lihatlah, orang-orang yang tahu bahwa kereta akan berangkat pukul 08.00 pagi
pasti akan mempersiapkan diri agar tidak terlambat. Persiapan akan jauh lebih awal,
perhitungan jauh lebih cermat, karena bila tertinggal kereta maka akan muncul kesulitan.
Dengan membiasakan diri untuk membuat target dan sasaran yang jelas, kemampuan kita
berhitung dan berbuat akan jauh lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang tidak
terbiasa memiliki target dan sasaran yang jelas.
Hikmah lain yang tercermin dari shalat yang bermutu adalah sistem. Lingkungan shalat akan
melahirkan sebuah sistem unggul. Masjid adalah tempat yang dimuliakan Allah. Orang-orang
yang memasuki mesjid hanyalah mereka yang mengerti arti hidup dan ingin selalu mengejar
kedekatan jarak dengan Allah dan karunia-Nya.
Orang-orang yang hendak mendirikan shalat selalu dalam keadaan suci, baik secara lahir
maupun secara batin, berkat siraman air wudhu. Saat shalat berjamaah dimulai, imam tampil ke
depan dan menginstruksikan para makmum menyempurnakan shafnya. Para makmum pun taat
tanpa membantah. Mereka dengan segera akan meluruskan, merapatkan, dan merapikan
shafnya. Demikian pula ketika shalat sedang berlangsung, semua taat dan disiplin mengikuti
gerakan imam sesuai dengan yang telah disyariatkan.
1 / 2
2. Belajar dari Shalat
Oleh Endra_Mursalim
Senin, 23 Maret 2009 17:50 -
Mengambil hikmah dari sistem shalat, maka teman bergaul, tata tertib, serta lingkungan yang
kita masuki, akan sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kita ibaratkan dengan dua
ekor kupu-kupu. Yang satu masuk ke dalam mobil dan mobil pun melesat maju, sedangkan
yang lainnya tidak ikut masuk ke dalam mobil, tetapi terbang dengan menggunakan sayapnya.
Ukur saja dalam waktu lima menit, pasti akan tampak beda kecepatan maupun jarak yang
ditempuhnya. Kupu-kupu yang terbawa mobil "terbangnya" akan lebih jauh dibanding
kupu-kupu yang hanya terbang mengunakan sayapnya.
Tamsil ini mengandung arti bahwa kesanggupan kita dalam memilih lingkungan akan
mempengaruhi prestasi dan kemampuan kita. Barang siapa ingin memiliki kecepatan yang baik
di dalam memacu diri untuk berprestasi, maka ia harus mencari sistem, lingkungan, dan
teman-teman bermutu; yang memiliki percepatan lebih baik dalam berprestasi, memiliki standar
prilaku yang lebih baik, dan memiliki ilmu lebih luas. Apabila kita berhasil mendapatkan
lingkungan seperti ini, insya Allah pribadi kita akan terkatrol, percepatan kita akan terus terpacu,
dan prilaku kita akan semakin bermutu.
Banyak contoh sistem di masyarakat yang mampu mewarnai orang-orang yang masuk ke
dalamnya. Para remaja yang masuk Akabri misalnya, selama tiga setengah tahun digodok,
digembleng, dan ditempa di dalamnya, akan menunjukkan perubahan sikap yang luar biasa.
Asalnya sama-sama tamatan SMA, namun karena sistem di dalamnya membuat mereka mau
tidak mau harus melaksanakannya. Pagi, siang, dan malam mereka dilatih dan digembleng,
harus mengerjakan berbagai aturan dan perintah yang sangat ketat, harus berdisiplin tinggi,
harus memiliki ketaatan dan loyalitas yang tinggi kepada komandan, dan sebagainya.
Hasilnya pun akan segera tampak: kekuatan fisik maupun cara hidup kesehariannya jauh lebih
baik, dan dalam beberapa aspek keilmuan pun jauh lebih cepat kemampuannya dibandingkan
dengan mereka yang tidak pernah masuk ke dalam sistem tersebut. Sistem merupakan salah
satu kunci yang akan meningkatkan kualitas diri kita. Di dalam Alquran disebutkan bahwa Allah
SWT menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur (QS.
Ash-Shaff: 4).
Perang bagi kita adalah bertempur melawan diri sendiri, menerjang kemalasan, melumpuhkan
ketidakmampuan, mengusir cara hidup yang tidak produktif dan tidak efektif, serta
menundukkan hawa nafsu yang akan menggelincirkan kita ke jurang kehinaan. Kelak di
kemudian hari, insya Allah kita bisa menjadi seorang Muslim berpredikat khairu ummah. Semua
ini dapat terwujud andai kita mau menghayati dan mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam
kehidupan sehari-hari. Wallahu a'lam bish-shawab.
2 / 2