SlideShare a Scribd company logo
1 of 69
Download to read offline
Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 1
PT. GEOSERVICES, LTD
I. GEOLOGY BATUBARA
Tumbuhan atau pohon yang telah mati berjuta tahun yang lalu,
kemudian membusuk atau mengurai secara tidak sempurna karena kondisi tertentu,
sehingga membentuk suatu fossil tumbuhan yang selanjutnya dipengaruhi oleh
waktu, temperature, dan tekanan, maka terbentuklah suatu sedimen organik yang
disebut BATUBARA
I. Pembentukan Batubara
Apabila ada suatu tumbuhan atau pohon yang mati, kemudaian jatuh ke tanah yang
kering, maka tumbuhan tersebut akan membusuk dan akhirnya hilang tidak meninggalkan
sisa organik, karena diuraikan oleh bakteri pengurai.
Akan tetapi apabila suatu tumbuhan atau pohon yang sudah mati kemudian jatuh di
daerah yang berair seperti rawa, sungai, atau danau, maka tumbuhan tersebut tidak akan
mengalami pembusukan secara sempurna, karena pada kedalaman tertentu bakteri tidak
lagi bisa menguraikan tumbuhan tersebut baik bakteri aerob maupun anaerob. Akibatnya
sisa tumbuhan tersebut akan terus mengendap membentuk suatu sediment fossil
tumbuhan yang selanjutnya mengalami perubahan fisik dan biokimia serta dipengaruhi oleh
waktu , tekanan, dan temperature, sehingga membentuk suatu sediment atau batuan
organik yang sekarang disebut BATUBARA.
Proses pembentukan batubara terjadi beberapa tahap, dan tahapan-tahapan tersebut
disebut Coalification. Proses coalification tersebut dimulai dari Peat sampai Antrasit.
I.1 Teori Pembentukan Batubara
Pada dasarnya semua teori setuju bahwa batubara berasal dari fossil tumbuhan.
Namun demikian ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana proses terjadinya
batubara tersebut. Diantaranya ada dua teori yang penting untuk diketahui yaitu teori
INSITU dan teori DRIFT.
Teori INSITU menjelaskan bahwa batubara terbentuk di daerah dimana tumbuhan
tersebut berasal atau dengan kata lain endapan batubara tersebut berada di hutan atau di
daerah bekas hutan tumbuhan yang membentuk batubara tersebut. Batubara yang
Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 2
PT. GEOSERVICES, LTD
terbentuk dengan teori insitu hanya terjadi di hutan basah atau daerah hutan yang berawa
karena di daerah seperti ini beberapa jenis bakteri pengurai tidak aktif, bahkan mati.
Sedangkan di daerah hutan kering, pembusukan terjadi sempurna sehingga tidak ada
material organik yang tersisa kecuali mineral yang kembali ke tanah dan pada kondisi ini
tumbuhan yang mati tersebut tidak akan menjadi batubara.
Teori DRIFT menjelaskan bahwa batubara terbentuk didaerah yang bukan merupakan
daerah dimana tumbuhan pembentuk batubara tersebut berasal. Tumbuhan atau pohon
yang sudah mati, kemudian terbawa oleh air (banjir), kemudian terendapkan di delta-delta
sungai atau didalam danau purba sehingga pembusukan tumbuhan tersebut tidak
sempurna dan akhirnya membentuk fossil tumbuhan yang kemudian menjadi batubara
dengan teori DRIFT.
I.2 Proses Pembentukan Batubara (Coalification)
Proses atau tahap pertama pembentukan batubara adalah pembentukan Peat atau
yang disebut dengan Peatification. Pada tahap ini terjadi perubahan secara biokimia atau
perubahan diagenetik. Perubahan yang cepat terjadi pada top 0.5 meter dimana pada
kedalaman ini bakteri aerob yang aktif dan menguraikan vegetasi tersebut. Pada level lebih
bawah lagi yang aktif adalah bakteri anaereob. Bakteri ini mengkonsumsi oksigen dari
molekul organik. Bakteri ini biasanya aktif sampai kedalaman 10 M, di bawah kedalaman
tersebut perubahan yang terjadi adalah perubahan kimia seperti ; polymerisasi, reaksi
reduksi dan lain-lain. Pada kedalaman ini berat akumulasi peat menyebabkan tekanan
bertambah, dan perubahan fisik pun terjadi pada peat tersebut. Pada prinsipnya perubahan
fisik tersebut merupakan pemerasan kelebihan air dari endapan peat tersebut. Penurunan
kandungan moisture pada proses ini tercatat sekitar 1 % untuk setiap kedalaman 10m.
Kandungan Carbon pada lapisan bagian atas bertambah agak cepat seiring dengan
terjadinya pembusukan pada zat-zat selulosa. Kenaikan kandungan Carbon dalam basis
d.a.f. (dry ash free) mencapai 40-50% sampai 55-60% terjadi pada top 0.5m.
Pada transisi dari Peat ke Lignite adalah disebabkan oleh perubahan diagenetik, dan
perubahan selanjutnya merupakan metamorfosis atau perubahan bentuk yang disebabkan
oleh perubahan fisika dan perubahan kimia akibat terjadinya pengaruh tekanan dan panas
terhadap endapan tersebut.
Sampling, Preparasi,
Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 3
PT. GEOSERVICES, LTD
Pada transisi dari Peat ke Lignite dan selanjutnya ke sub-bituminous, terjadi
penurunan porositas secara drastis. Penurunan porositas ini disebabkan oleh terjadinya
kompresi lapisan batubara tersebut oleh berat dari overburden. Penurunan porositas
menyebabkan penurunan pula pada kandungan moisture, (baik moisture holding capacity,
Total moisture, maupun air dried moisturre). Pada Lignite moisture berkurang sampai 4 %
untuk setiap kedalaman 100m. Sedangkan pada transisi dari Lignite ke sub-bituminous
terjadi penurunan moisture 1 % untuk setiap kedalaman 100-200 m. Penurunan moisture
tersebut diikuti dengan naiknya nilai kalori pada basis dry ash free.
Selama transisi dari Lignite ke sub-bituminous menghasilakan produk dari reaksi
coalification yaitu; moisture,carbon dioksida, dan gas methan dalam jumlah yang kecil yang
merupakan hasil pembusukan sisa-sisa lignin.
Pada batubara high volatile bituminous kelanjutan tahap coalification ditunjukan
dengan terus berkurangnya oxygen dan moisture yang menghasilkan naiknya nilai kalori.
Perubahan transisi dari biuminous ke antrasit, diikuti dengan menurunya nilai Volatile
matter yang cukup drastis. Penurunan volatile matter (daf) pada transisi ini mencapai lebih
dari 14 % - 40 %. Sedangkan kenaikan carbon (daf) nya adalah dari 85% sampai 90%.
Perubahan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia dalam molekul batubara.
Pada kelas sub-bituminous susunan molekul batubara terdiri dari campuran rantai
lurus hidrokarbon (alifatik) dan beberapa struktur cincin siklik (aromatik). Selama proses
coalification, molekul hidrokarbon batubara terus mengalami pemadatan membentuk lebih
banyak struktur aromatik.
Pada tahap sub-bituminous, struktur cincin aromatik tersebut membentuk clusters
atau kelompok kecil dengan rata-rata 3 cincin aromatik setiap cluster-nya. Pada tahap ini
60% carbon dan hidrogen dalam batubara termasuk kedalam kelompok atau fraksi
aromatik.
Pada kelompok low volatile bituminous, jumlah rata-rata cincin aromatik dalam satu
cluster adalah 8, dan 82 % dari carbon dan hidrogen dalam batubara terkandung dalam
fraksi aromatik. Sedangkan pada kelas antrasit, 100 % carbon dan hidrogen merupakan
struktur aromatik dengan kata lain molekul telah mengalami pemadatan atau terkondensasi
sempurna.
Volatile matter secara prinsip berasal dari struktur carbon dan hidrogen dengan
struktur alifatik, karena salah satu sifat dari struktur alifatik ini adalah mudah terputus dan
Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 4
PT. GEOSERVICES, LTD
tervolatilisasi sebagai gas hidrokarbon seperti gas methan. Semakin rendah kandungan
hidrokarbon alifatik dari suatu batubara maka semakin rendah nilai volatile matter batubara
tersebut. Apabila suatu batubara mengandung struktur hidrokarbon alifatik lebih banyak
maka nilai volatile matter dari batubara tersebut akan semakin tinggi. Gambar-1 dibawah
ini menggambarkan dua struktur hidrokarbon dalam batubara.
H2C-CH2
-CH2-CH-CH2-CH2
Siklik Aromatik Alifatik
Gambar-1: Struktur Aromatik dan Alifatik
Vitrinite reflectant yang memiliki korelasi yang bagus dengan volatile matter (daf) pada
kelas batubara bituminous merupakan ukuran dari derajat aromatisasi yang telah terjadi
dalam batubara.
Tahap akhir dari coalification adalah transisi dari bituminouse ke antrasit. Ditandai
dengan turunnya kandungan hidrogen secara drastis dan juga rasio H/C. Pada transisi ini
menghasilkan gas methan yang merupakan produk utama dari pelepasan hidrogen yang
dimulai pada kira-kira level volatile matter 29% (daf) dan 87% carbon(daf). Diperkirakan
sekitar 200 lier gas methan dilepaskan dari setiap 1 kg batubara pada transisi dari
bituminous ke antrasit.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 5
PT. GEOSERVICES, LTD
II. Efek Umur, Temperature,dan Tekanan
Seperti dijelaskan pada edisi sebelumnya bahwa selam proses pembentukan
batubara atau coalification, ada tiga faktor yang mempengaruhi yaitu umur, temperature
dan tekanan. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan rank dari batubara tersebut.
Faktor umur adalah lamanya batubara tersebut mengalami pengendapan, atau
usia kapan batubara tersebut mulai terbentuk. Sedangkan faktor temperature adalah
efek panas yang mempengaruhi endapan batubara. Sumber panasnya tersebut bisa
berasal dari panas bumi, berasal dari vulknik. Faktor tekanan biasanya diidentikan
dengan kedalaman seam batubara tersebut karena semakin dalam suatu seam
batubara terkubur di dalam bumi maka efek tekanan yang diterimanya dari overburden
diatasnya semakain besar.
II.1 Efek Umur
Umur batubara adalah kapan suatu batubara atau coalification terjadi. Seperti
kita ketahui bahwa batubara terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu. Cara atau metoda
pengukuran umurnya hampir sama dengan yang digunakan pada penentuan umur
suatu fosil.
Untuk menyederhanakn periode waktu khususnya pada periode kapan
kebanyakan batubara terbentuk, maka para akhli geologi membuat suatu tabel yang
membagi-bagi umur atau zaman menjadi beberapa periode seperti terlihat pada tabel –
1 (Simplified Geological Time Scale).
Mayoritas batubara Australia terbentuk pada periode Permian, sedangkan
Batubara Indonesia kebanyakan terbentuk pada masa Tertiary. Oleh karena itu banyak
yang mengatakan bahwa batubara Indonesia adlah batubara muda (young age coal).
Hal ini tidak ada hubungannya dengan banyaknya Antrasit yang ditemukan di daerah
Sumatra. Penting untuk dipahami bahwa tua-mudanya batubara adalah ditentukan oleh
umur pembentukan batubara tersebut. Sedangkan coal rank ditentukan oleh kualitas
batubara tersebut.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 6
PT. GEOSERVICES, LTD
TABEL –1
Simplified Geological
Time scale
PERIODE KURUN WAKTU
Quarternary Sekarang – 2 Juta tahun lalu
Tertiary 2 – 65 Juta tahun lalu
Cretaceous 65 – 135 Juta tahun lalu
Jurassic 135 – 180 Juta tahun lalu
Triasic 180 – 225 Juta tahun lalu
Permian 225 – 275 Juta tahau lalu
Carboniferous 275 – 350 Juta tahun lalu
Devonian 350 – 410 Juta tahun lalu
Periode Tertiary dapat dibagi menjadi 6 epoch seperti tabel dibawah ini :
TABEL - 2
Pembagian Epoch
Epoch Mulai Sampai Durasi
(Juta tahun lalu) (Juta Tahun)
Paleocene 65 59 6
Eocene 59 34 25
Oligocene 34 25 9
Miocene 25 12 13
Pliocene 12 2.5 9.5
Batubara yang terbentuk pada masa Tertiary kebanyakan berada pada epoch Eocene
(Mayoritas di Kalimantan Selatan) dan Miocene (Mayoritas di Kalimantan Timur).
Efek faktor umur hanya berarti apabila temperature cukup tinggi. Sebagai
contoh; di Amerika ditemukan ada coal bed yang sudah terkubur sampai kedalaman
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 7
PT. GEOSERVICES, LTD
5400 m, dimana temperature pada kedalaman tersebut sudah mencapai 140o
C.
Setelah 17 juta tahun batubara tersebut termasuk kedalam rank High Volatile
Bituminous. Sedangkan di Jerman ditemukan batubara dengan kedalaman dan
temperature yang sama, setelah
270 juta tahun, batubara tersebut telah tertranformasi kedalam rank Low Volatile
Bituminous. Contoh lain; di Rusia ditemukan batubara yang terbentuk pada periode
Carboniferous (275-350juta tahun yang lalu), tapi batubara tersebut masuk kedalam
rank Lignite. Hal ini dikarenakan batubara tersebut tidak pernah terekspose pada
temperature lebih dari 30 o
C.
II.2 Efek Temperature
Temperature adalah salah satu faktor yang mempengaruhi selama pembentukan
batubara atau coalification. Sumber panas tersebut dapat berasal dari :
1. Geothermal Gradient
Semakin dalam ke perut bumi, maka semakin panas juga temperaturenya.
Penambahan temperature yang normal adalah 3-4 o
C untuk setiap kedalaman
100m. Namun dibagian daerah Meksiko ada Geothermal Gradient mencapai 16 o
C
setiap penambahan kedalaman 100 m. Apabila hanya geothermal gradient
sebagai sumber panas yang mempengaruhi batubara, maka batubara perlu
terkubur sampai kedalaman 1500 m sebelum kelas Bituminous tercapai.
2. Igneous Intrusion
Adalah kontak antara lelehan magma dengan batubara sebagai akibat dari
aktifitas vulkanik. Intrusi ini dapat mencapai temperature lebih dari 1000 o
C.
Apabila contak langsung dengan batubara, dapat menyebabkan perubahan
bentuk yang signifikan, namun biasanya intrusi tersebut tidak langsung contact
dengan batubara. Apabila batuan penghalang antara magma dengan batubara
merupakan penghantar panas yang cukup baik, maka batubara tersebut masih
dapat terpengaruhi oleh intrusi tersebut. Tingkat pengaruh dari intrusi tersebut
tergantung dari besarnya dan tingkat intrusi tersebut. Intrusi yang memotong atau
menyilang dengan arah vertikal terhadap coal seam disebut dyke. Sedangkan
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 8
PT. GEOSERVICES, LTD
intrusi yang menyilang dengan arah horisontal terhadap coal seam baik dari
bawah maupun dari atas seam disebut Sill.
3. Tectonic activity (Aktifitas tektonik)
Sumber panas ini adalah hasil dari gesekan atau pergeseran lempeng bumi atau
blok batuan secara besar-besaran yang sering disebut patahan atau faulting.
Panas ini dapat menyebabkan up-grading batubara secara local pada seam atau
blok batubara dimana efek panas tersebut terjadi.
II.3 Efek Tekanan
Efek tekanan sangat berperan pada saat awal pembentukan batubara atau
coalification sampai tercapainya rank high volatile bituminous. Efek ini merupakan
pemerasan atau “squeezing out of the water”.
Kedalaman, selain menimbulkan geothermal gradien juga memiliki efek tekanan dari
beban diatasnya. Tekanan tektonik juga dapat menimbulkan efek tekanan terutama
pada “shearing force” dapat menyebabkan upgrading batubara yang disebabkan oleh
perubahan physico-structural.
III Sytem klasifikasi
Seperti dijelaskan pada pasal sebelumnya bahwa umur dan rank adalah dua hal
yang berbeda pengukurannya. Umur ditentukan oleh kapan terjadinya pembentukan
batubara tersebut. Sedangkan ranking atau kelas ditentukan oleh kualitas atau
parameter-parameter yang ditentukan dari batubara tersebut.
Ada beberapa sistem klasifikasi yang biasanya digunakan untuk menentukan
rank suatu batubara yaitu :
1. ASTM Classification
2. Seyler’s Classification
3. Ralston’s Classification
4. ECE Classification (Economic Commission for Europe)
5. International Classification for Lignite
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 9
PT. GEOSERVICES, LTD
Diantara sistem klasifikasi siatas yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi
ASTM. Dimana sistem ini membagi rank atau golongan batubara menjadi beberapa
kelas seperti dibawah ini:
Dalam klasifikasi ASTM tersebut batubara berdasarkan kualitasnya dapat dibagi
menjadi beberapa golongan seperti di bawah ini.
ANTHRACITE :
1. Meta-anthracite
2. Anthracite
3. Semi anthracite
BITUMINOUS :
1. Low volatile bituminous
2. Medium volatile bituminous
3. High volatile-A bituminous
4. High volatile-B bituminous
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 10
PT. GEOSERVICES, LTD
M
B`A`T`U`B`A`R`A
MM
5. High volatile-C bituminous
SUBBITUMINOUS :
1. Subbituminous – A
2. Subbituminous – B
3. Subbituminous – C
LIGNITE :
1. Lignite-A
2. Lignite-B
IV Substansi Batubara
Komponen batubara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
Moisture/air, Mineral Matter, dan Organik. Lihat ilustrasi gambar dibawah ini :
Kalau Batubara dimisalkan sebagi batang atau tabung, maka bagian –bagian
komponen batubara adalah seabagi berikut :
Dan Lain -lain
Moisture
Mineral Matter
Organic batubara
Total Moisture
EQM
Inherent moisture
Ash Analayis
Ash Fusion Tempeature
Trace element
Calorific Value
Volatile matter
Sulfur
Fixed carbon
Dan Lain-lain
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 11
PT. GEOSERVICES, LTD
M
MM
M
MM
Substansi batubara selain seperti yang diilustrasikan diatas, juga dapat digolongkan lagi
menjadi beberapa golongan substansi sepeti Proximate, Ultimate, dan petrografik.
Coal Proximate
Batubara dapat dibagi menjadi 4 bagian dalam proximate, dimana pada bagian organik
batubara dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan sifat penguapan atau keteruraian dengan
pemanasan pada suhu tertentu dan waktu tertentu. Bagian Organik yang menguap atau
terurai ketika batubara dipanaskan tanpa oksigen pada temperature 900o
Celsius
digolongkan sebagai Volatile Matter. Sedangkan bagian organik batubara yang tetap
pada pemanasan tersebut digolongkan sebagai Fixed Carbon atau karbon tetap.
Volatile matter biasanya berasal dari struktur alifatik carbon yang mudah putus dengan
thermal dekomposisi, sedangkan fixed carbon berasal dari gugus rantai carbon yang
kuat seperti gugus aromatik. Semakin tinggi peringkat batubara semakin besar jumlah
carbon yang membentuk aromatik, dan semakin tinggi juga fixed carbon dan semakin
M
FC
MM
VM
Moisture
Ash / Mineral matter
Volatile Matter
Fixed Carbon
Coal Proximate
Moisture
Ash / Mineral matter
Carbon
Hydrogen
Nitrogen
Sulfur
Oksigen
Moisture
Ash / Mineral matter
Vitrinite
Liptinite / Exinite
Inertinite
Coal Ultimate Coal Maceral
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 12
PT. GEOSERVICES, LTD
rendah Volatile Matter yang diperoleh. Oleh karena itu peringkat batubara dapat dilihat
dengan penurunan Vlatile matter. Lihat illustrasi gambar struktur batubara di bawah ini
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi peringkat batubara semakin
banyak struktur aromatiknya pada setiap cluster. Hal ini menunjukan bahwa semakin
tinggi peringkat semakin padat batubara tersebut dan semakin tinggi fixed carbonnya.
A Structural Model of Brown Coal
Basic of Structural Units for Coals of various rank
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 13
PT. GEOSERVICES, LTD
Coal Ultimate
Pada penggolongan batubara ultimate, unsur moisture dan mineral matter tetap, tetapi
unsur organiknya dibagi berdasarkan unsur pembentuk organik tersebut. Unsur- unsur
pembentuk organik batubara terdiri dari Total Carbon, baik yang berasal gugus alifatik
maupun yang berasal dari gugus aromatik, Kemudian Hidrogen (tidak termasuk
hidrogen yang berasal dari air atau moisture. Kemudian Nitrogen, Sulfur, dan Oksigen.
Dalam penentuannya Oksigen tidak secara langsung ditentukan melainkan dengan
cara mengurangkan unsur organik yang 100% dikurangi dengan Carbon, Hidrogen,
Nitrogen dan Sulfur.
Coal Maceral
Pada penggolongan Coal Maceral, unsur moisture dan mineral matter tetap, akan tetapi
unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi pembentuk batubara yang terdiri dari 3
golongan atau grup maceral yaitu: Vitrinite, Exinite atau liptinite, dan Inertinite. Grup
maceral ini didasarkan pada fosil atau bahan pembentuk batubara seperti daun, akar,
batang, cutikula, spora, dan lain-lain.
Grup maceral dan maceral yang terkandung dalam batubara dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Maceral Dalam Batubara
Grup Maceral Maceral
Vitrinite
Telinite
Collinite
Vitrodetrinite
Exinite / Liptinite
Sporinite
Cutinite
Resinite
Alginite
Liptodetrinite
Inertinite
Micrinite
Macrinite
Semifusinite
Fusinite
Sclerotinite
Inertodetrinite
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 14
PT. GEOSERVICES, LTD
Vitrinite
Vitrinite adalah maceral yang paling domonant dalam batubara. Maceral ini berasal dari
batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar tumbuhan pembentuk
batubara. Nilai reflectan dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat batubara, dan sering
dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang terdapat pada ASTM standard.
Liptinite
Seperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga, cutikula (yang terdapat pada
permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan minyak.
Suberinite, tidak tercantum diatas, hanya terdapat pada batubara tersier. Maceral ini
berasal dari substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu, dan pada
permukaan akar, batang dan buah buahan. Fungsi dari maceral ini sebenarnya untuk
mencegah pengeringan pada tanaman.
Inertinite
Material pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan pembentuk Vitrinite. Yang
membedakannya adalah historikal pembentukannya yang disebut fusination . Charring
atau oksidasi pada saat proses pembentukan batubara berlangsung merupakan proses
yang membedakan substansi Vitrinite dan Inertinite. Inertinite ini biasanya memiliki
kadar carbon yang tinggi, hydrogen yang rendah serta derajat aromatisisty yang tinggi.
Fusinite sering juga disebut sebagai “mother of charcoal” karena diidentikan dengan
terjadinya forest fire pda saat dekomposisi batubara.
Pada batubara Indonesia Maseral dari grup inertinite seperti sclerotinite banyak
ditemukan dan biasanya berasal dari sisa-sisa atau fosil fungi.
Fusinite Cutinite Macrinite Sclerotinite
Resinite Sporinite Telinite Fusinite dengan bogenstructur
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 15
PT. GEOSERVICES, LTD
Grup tersebut terdiri dari sub-sub maceral yang lebih kecil lagi seperti terlihat pada tabel
di bawah ini.
Coal Maceral
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 16
PT. GEOSERVICES, LTD
DASAR-DASAR PRAKTIS
SAMPLING DAN PREPARASI
BATUBARA
1. SAMPLING
Sampling
Dalam buku J.W. Merck, “Sampling and weighing of Bulk Solids”, sampling didefinisikan
sebagai: “Proses pengumpulan suatu set primary increment dari suatu sampling unit
dengan suatu cara sehingga pengukuran contoh analisis atau pengujian signifikan
untuk sampling unit tersebut.”
Sampling Batubara
Batubara adalah material padat yang sangat heterogen, bahkan sampling batubara
dapat dikatakan sebagai sampling material yang paling sulit untuk mendapatkan contoh
yang benar-benar mewakili. Hal ini disebabkan batubara terbentuk dari material yang
sangat heterogen sekali. Selain itu kondisi pada saat pembentukan juga mempengaruhi
heterogenitas dari materi batubara tersebut. Oleh karena itu sampling batubara harus
dilakukan dengan cermat dan mengikuti kaidah-kaidah standard serta dilakukan oleh
petugas sampling yang sudah benar-benar mengerti prinsip-prinsip sampling dan telah
berpengalaman. Sampling memegang peranan sangat penting dalam menentukan
kualitas suatu batubara. Bahkan sampling merupakan factor yang terpenting dalam
ketelitian hasil analisa parameter yang ditentukan. Apabila suatu sampling keliru, maka
seluruh hasil analisa yang diperoleh tidak reperesentative terhadap material batubara
yang sedang diambil samplenya. Oleh karena itu pemahaman akan sampling menjadi
sangat penting dalam proses penentuan kualitas dari suatu batubara.
Sampling batubara dapat dilakukan baik terhadap batubara masih dalam seam atau
Coal in Bed, maupun terhadap batubara curah atau Coal in Bulk.
Sampling Seam Batubara
Sampling yang biasa dilakukan terhadap seam batubara atau Coal in Bed terdiri dari
Coring Sampling dan Channel Sampling atau Trenching Sampling. Coring sampling
dilakukan dengan menggunakan mesin bor atau drilling baik pada saat seam batubara
tersebut masih tertimbun overburden maupun pada saat batubara telah terekspos.
Coring sampling biasanya dilakukan pada saat tahap explorasi awal dengan jarak titik
bor yang relatif jauh maupun pada saat in fill drilling atau Pit drilling untuk keperluan pit
control dengan jarak antar titik bor yang relatif dekat. Sedangkan Channel Sampling
atau Trenching Sampling biasanya dilakukan pada seam batubara yang sudah
terekspose. Channel sampling biasanya dilakukan pada tahap explorasi awal sebelum
dilakukan drilling. Sample biasanya diambil dari outcrop (seam batubara yang muncul
ke permukaan yang biasanya ditemukan di tebing atau di aliran sungai. Tujuan dari
sampling ini adalah untuk menentukan karakteristik batubara secara general.
Coring Sampling
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 17
PT. GEOSERVICES, LTD
Lapisan seam batubara secara umum terdiri dari roof, coal seam, parting/splitting/band,
dan floor.
Channel Sampling
Channel Sampling biasnya dilakukan terhadap seam yang terekspose, baik di outcrop
maupun pada seam pada front penambangan. Prinsip penentuan pembagian sample
pada channel sampling pada prinsipnya sama dengan penentuan ply sample pada
coring, yang berbeda adalah cara mengekstrak samplenya. Kalau core sample
diperoleh dari drilling, sedangkan channel sampling dilakukan dengan mengambil
secara manual dengan cara membuat channel pada permukaan seam batubara
tersebut.
Sampling batubara Curah
Sampling terhadap batubara curah dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan
kondisi batubara yang di sampling yaitu :
1. Stationary Sampling
2. Moving Stream sampling
1. Stationary Sampling
Stationary Sampling adalah sampling yang dilakukan terhadap batubara yang
dalam kondisi statis atau diam. Sampling jenis ini biasanya dilakukan terhadap
batubara di stockpile baik batubara ROM maupun batubara hasil crushing,
batubara diatas tongkang, dan batubara didalam palka kapal. Sampling jenis ini
sangat tidak representative, karena bagian batubara yang terambil samplenya
cenderung hanya didaerah permukaan saja. Presisi sampling ini tidak dapat
ditentukan, sehingga kemungkinan terjadinya perbedaan hasil analisa kualitas
dari hasil dua kali sampling sangat besar. Sampling jenis ini biasanya dilakukan
hanya untuk keperluan untuk mengetahui kualitas secara kasar dan bersifiat
indikatif saja. Namun demikian sampling jenis ini tidak jarang juga dilakukan
untuk keperluan komersial. Dalam hal sampling jenis ini dilakukan untuk
keperluan komersial, maka sebelum sampling dilakukan terlebih dahulu
Penentuan pembagian sample coring secara umum biasanya dipisahkan
berdasarkan lapisan yang biasanya ditentukan secara megaskopik oleh geologist
seperti Roof, floor, coal seam, parting, dan Floor. Coal seam bisa juga dibagi menjadi
beberapa ply seperti Top, Middle, dan Bottom. Hal ini biasanya tergantung pada
ketebalan seam. Seam yang relative tebal biasanya memungkinkan pembagian ply
coal seam dibagi menjadi beberapa ply untuk keperluan selective mining jika
diperlukan pada saat penambangan. Sedangkan untuk mengetahui kualitas secara
keseluruhan seam, dapat dilakukan dengan melakukan komposite sample dari
masing-masing ply sample tersebut.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 18
PT. GEOSERVICES, LTD
kesepakatan harus dibuat antara penjual dan pembeli batubara tersebut, baik
mengenai metoda samplingnya maupun kesepakatan hasil final yang mengikat
kedua belah pihak.
2. Moving Stream Sampling
Moving Sampling atau moving stream sampling adalah proses pengambilan
sample batubara pada saat batubara tersebut dipindahkan. Pemindahan tersebut
bisa dari stockpile satu ke stockpile lainnya, dari stockpile ke barge, dan dari
barge ke kapal. Alat yang digunakan untuk memindahkan batubara tersebut juga
bisa bermacam-macam yaitu bisa dengan menggunakan belt conveyor,
menggunakan Dump truck, dan bisa juga menggunakan grab. Jenis sampling
seperti ini lebih representative dibanding dengan stationary sampling, karena
bagian batubara yang terambil relatif lebih merata ke seluruh bagian batubara
yang dipindahkan tersebut.
Teknik Sampling
Teknik sampling batubara dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan cara
pengambilannya, yaitu :
1. Sampling secara Manual atau Manual Sampling
2. Sampling secara mekanis atau Mechanical Sampling
1. Sampling secara Manual
Sesuai dengan namanya manual sampling dilakukan dengan cara manual yaitu
langsung dilakukan oleh manusia, walaupun pada prakteknya sampling secara
manual juga menggunakan alat yaitu scope, sovel, atau ladle. Yang dimaksud
manual sampling adalah cara pengambilannya yang tergantung pada
manusianya baik cara pengambilannya maupun system pengambilan
incrementnya.
Sampling secara manual biasa dilakukan pada stockpile sampling, pengambilan
di falling stream belt conveyor, pengambilan pada saat dumping truck baik pada
saat stockpiling maupun pada saat loading ke barge dengan menggunakan truck
loosing, dan pengambilan di grab kapal pada saat proses transhipment.
Hal hal yang penting diperhatikan pada saat melakukan sampling secara manual
adalah :
a. Alat yang digunakan harus sesuai dengan kondisi batubara yang diambil.
b. Dimensi alat yang digunakan harus memenuhi ketentuan standard, hal ini
berhubungan dengan berat minimum sample setiap incrementnya.
c. Jumlah increment yang harus diambil pada setiap lot
d. Interval pengambilan increment.
e. Cara pengambilan sample increment.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 19
PT. GEOSERVICES, LTD
2. Sampling secara Mekanis
Sampling secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat sampling yang
bekerja secara otomatis pada interval tertentu yang sudah diatur baik
berdasarkan interval waktu atau Time Basis Sampling atau berdasarkan interval
berat atau disebut Mass Basis Sampling. Yang harus diperhatikan dalam
melakukan sampling dengan cara mekanis adalah bahwa semua mekanikal yang
akan digunakan untuk mengambil sample harus melalui Bias test terlebih dahulu
Berikut adalah jenis-jenis alat mekanikal sampler yang dipergunakan untuk
batubara :
1. Swing Arm Bucket Sampler
2. Cross Belt Sampler
3. In line diverter chute
4. Reverse Spoon diverter chute
5. Moving Hopper
6. Fixed Cutter
7. Cross Cut Bucket
8. Side-dump swing bucket
9. Ram-path BucketSlotted belt
10.Rotary cone
Mechanical sampler yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah Cross
Belt Sampler dan Swing Arm Bucket.
Definisi-definisi dalam sampling batubara.
Increment.
Sejumlah batubara yang terambil dari satu kali operasi suatu alat sampling.
Nominal top particle size.
Ukuran partikel yang ekivalen dengan ukuran ayakan berlubang persegi empat dimana
95% dari masa yang diayaknya akan lolos.
Time basis sampling.
Dalam time basis sampling, increment diambil dari material yang sedang diambil
contohnya, dengan interval waktu di antara pengambilan increment yang berurutannya
sama.
Mass basis sampling.
Dalam mass basis sampling, increment diambil dari batubara yang melewati sampling
point pada setiap berat masa yang telah ditentukan.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 20
PT. GEOSERVICES, LTD
Sampling unit.
Sejumlah batubara yang terwakili oleh satu gross sample. Dalam satu lot bisa terdapat
lebih dari satu sampling unit. Apabila suatu kargo terdiri dari beberapa tongkang yang
dipindahkan ke kapal (transshipped), biasanya setiap sampling unit mewakili batubara
dalam setiap tongkang. Sampling unit merupakan istilah yang dipergunakan dalam
literatur standar, tetapi dalam prakteknya di Indonesia istilah yang dipergunakan ialah
lot atau sub-lot.
Lot
Sejumlah batubara tertentu yang mutunya harus diukur pada presisi tertentu. Dalam
jasa inspeksi kargo, analisis lot-nya didapat melalui analisis komposit kargonya.
Variance.
Kuadrat rata-rata dari nilai rata-rata suatu set observasi.
Standard deviation.
Akar positif dari variance.
Common sample.
Suatu contoh yang diambil untuk penetapan total moisture dan untuk preparasi contoh
general analysis.
Precision.
Kecermatan pengukuran.
Bias.
Suatu kesalahan sistematik, dimana hasilnya selalu mengarah lebih besar atau lebih
kecil dari nilai sesungguhnya.
Partial Sample
Suatu contoh yang mewakili sebagian dari sampling unit, yang diambil untuk contoh
laboratorium atau contoh pengujian.
2. APLIKASI SAMPLING
Seperti telah disebutkan didepan bahwa sampling batubara dapat dilakukan
pada batubara yang masih didalam tanah atau coal in bed atau pada batubara curah
atau coal in bulk. Sedangkan cara pengambilan samplenya dapat dilakukan secara
mekanis maupun secara manual.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 21
PT. GEOSERVICES, LTD
2.1 Sampling Seam Batubara (Coal in bed sampling)
2.1.1 Core sample
Sampling yang dilakukan terhadap batubara yang masih berada dalam tanah
yang masih berupa seam atau lapisan, dapat dilakukan dengan menggunakan mesin
bor atau drilling. Pengambilan sample batubara dengan methode ini tidak terlalu sulit
karena batubara hasil coring tersebut tinggal dibagi berdasarkan bagian-bagaian yang
ingin kita pisahkan seperti bagian TOP, Middle, Bottom, parting/Spliting, atau Band.
Sample batubara yang terambil dengan coring berbentuk silinder dengan diameter yang
bervariasi tergantung mesing bor atau coring yang digunakan. Pada saat pembagian
ply sample dari suatu seam batubara, thickness dari masing-masing ply tersebut harus
dicatat dengan tepat agar pada saat pembuatan composite sample untuk keseluruhan
seam perhitungan pencampurannya lebih akurat. Kontaminasi clay atau air pada
pengambilan sample core tidak dapat dihindari karena air memang digunakan dalam
proses pengeboran itu sendiri. Bahkan terkadang air digunakan untuk mencuci clay
atau material tanah yang mengkontaminasi sample core tersebut.Oleh karena itu
penentuan moisture dari core sample menjadi tidak akurat. Untuk menentukan prediksi
Moisture yang lebih akurat, jenis analisa moisture yang harus dilakukan adalah
Moisture Holding Capacity atau Equilibrium Moisture (EQM).
2.1.2 Channel Sample
Channel sampling biasa dilakukan pada seam batubara yang terbuka, baik itu
pada saat penambangan dimana front seamnya terlihat dengan jelas, maupun pada
outcrop yang juga seam batubaranya muncul ke permukaan sebagai seam face.
Pengambilan sample channel baik di front penambangan maupun di outcrop harus
dilakukan dengan hati-hati dan mengikuti kaidah-kaidah standard. Kekeliruan dalam
pengambilan sample dengan cara channel sangat potensial sekali. Oleh karena itu
untuk melakukan channel sampling harus benar-benar mengikuti kaidah-kaidah
standard. Berikut adalah langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan channel
sampling sesuai dengan ASTM standard D 4596
Sebelum melakukan sampling, semua peralatan yang dipelukan harus dipersiapkan
terlebih dahulu. Alat-alat atau bahan yang perlu dipersiapkan untuk keperluan suatu
channel sampling adalah sebagai berikut :
1. Steel measuring tape atau meteran yang terbuat dari logam dengan panjang
tidak kurang dari 3 meter.
2. Miner’s pick atau palu geology, atau boleh juga digunakan Chain Saw khususnya
untuk batubara yang sangat keras.
3. Sikat atau sapu
4. Kapur
5. Sample container / sample bag.
6. Ground cloth/ kanvas, atau terpal
7. Tag dan Pen
8. Shovel
9. Buku catatan dan pencil
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 22
PT. GEOSERVICES, LTD
Prosedur Channel Sampling
• Bersihkan bagian batubara yang lapuk didaerah permukaan seam yang akan
diambil samplenya dengan menggunakan miner’s pick.
• Catat dan berikan deskripsi mengenai karakteristik lapisan seam batubara
yang akan diambil samplenya.
• Buat garis disisi kiri dan sisi kanan dari channel, dan tandai bagian mineral
parting atau bagian lainnya yang akan dibuang atau tidak dimasukan
kedalam sample.
• Bersihkan floor atau bagian lantai dari seam tersebut, dan hamparkan ground
clothe atau terpal yang bersih di bagian dasar yang dekat dengan permukaan
seam dimana pada salah satu bagian ujung sisi terpal menempel pada
bagian tepi bawah seam.
• Potong bagian seam batubara tersebut dengan menggunakan miner’s pick
atau chan saw dengan membentuk channel baik dari atas ke bawah atau dari
bawah ke atas. Pastikan semua bagian sample yang akan diambil jatuh ke
atas ground cloth atau terpal seluruhnya, dan bagian-bagian parting atau
bagian lainnya yang akan dibuang tidak mengotori atau tidak tercampur
dengan sample. Potong channel tersebut dengan lebar dan kedalaman yang
seragam dari atas ke bawah dan membentuk rectangular cross section.
• Channel sample yang diambil minimum memiliki dimensi 8 cm kedalaman
dan 10 cm lebar, dengan yield berat sample minimum 3kg untuk setiap kaki
.(12.5 inch) ketebalan seam batubara.
• Setelah channel terambil dengan sempurna, segera pindahkan sample yang
terkumpul diatas ground cloth kedalam sample container atau karung plastik,
dan ikat dengan ketat untuk meminimalkan pemasukan dan pengeluaran
moisture dari sample tersebut.
2.2 Sampling Batubara Curah
Sampling pada batubara curah baik stationary sampling maupun moving
sampling secara umum mengikuti kaidah-kaidah atau ketentuan yang
ditetapkan oleh masing-masing standard baik ISO maupun ASTM. Skema
sampling secara umum adalah sebagi berikut :
• Tentukan Lot batubara yang akan di sampling
• Tentukan presisi yang ingin dicapai
• Tentukan Jumlah increment yang harus diambil
• Tentukan cara atau teknik serta tempat dimana increment sample
akan diambil.
Penentuan Lot batubara yang akan di sampling
Lot batubara yang akan di sampling harus diketahui sebelum sampling
dimulai atau paling tidak rencana pemuatan batubara harus ditentukan.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 23
PT. GEOSERVICES, LTD
Lot size batubara maksimum yang dapat diwakili oleh 1 gross sample
adalah 10,000 MT. Apabila lot batubara yang harus di sampling melebihi
10,000 MT, sebaiknya dibagi menjadi 2 sublot atau 2 sampling unit.
Penentuan Presisi
Presisi yang ingin dicapai harus ditentukan sebelum loading dimulai.
Apabila sampling tersebut merupakan General Purpose of Sampling,
maka presisinya adalah 1/10 % Ash (db).
Penentuan jumlah increment.
Setelah presisi ditentukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan
jumlah increment yang harus diambil. Untuk general purpose of sampling
jumlah increment yang harus diambil adalah sebagai berikut :
n = F
n = Jumlah Increment
F = Jumlah minimum increment (ASTM)
F = 15 untuk clean coal (Mechanically cleaned coal)
F = 35 untuk uncleaned coal
F = Jumlah minimum increment (ISO)
F = 16 untuk clean coal (Mechanically cleaned coal)
F = 32 untuk uncleaned coal
Apabila lotsize yang akan disampling </= 1,000 MT, maka jumlah
increment yang harus diambil adalah minimum seperti pada penjelasan
sebelumnya yaitu: ASTM : 15 untuk cleaned coal, dan 35 untuk uncleaned
coal. Atau ISO : 16 untuk cleaned coal, dan 32 untuk uncleaned coal.
Untuk lotsize > 1,000 MT dan < dari 10,000 MT, maka jumlah increment
yang harus diambil adalah mengikuti persamaan diatas.
Cara pengambilan increment sample
Setealah selesai menentukan jumlah increment yang harus diambil, maka
selanjutnya yang harus ditentukan adalah bagaimana cara yang
digunakan untuk mengambil increment sample tersebut. Teknik sampling
yang bisa dilakukan adalah bisa dengan cara manual atau mechanical
tergantung kondisi di lapangan dan peralatan yang tersedia.
Cara Manual
Apabila pengambilan sample dilakukan dengan cara manual, maka
selanjutnya yang harus ditentukan adalah alat apa yang harus digunakan
T
1000
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 24
PT. GEOSERVICES, LTD
untuk mengambil increment tersebut dan dimana increment sample akan
diambil.
Peralatan yang dapat digunakan untuk pengambilan increment adalah
seperti terlihat pada gambar berikut ini :
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 25
PT. GEOSERVICES, LTD
Untuk pengambilan sample yang dilakukan di falling stream, biasanya ladle atau
manual cutter yang digunakan. Sedangkan untuk pengambilan sample yang dilakukan
di Bucket Wheel Loader, Dump Truck, Grab, dan sejenisnya, biasanya digunakan
shovel atau scoop. Adapun berat sample setiap increment yang diambil menggunakan
scoop adalah minimal 3 kg.
Setelah ditentukan jumlah increment yang harus diambil, dan tempat pengambilan
increment tersebut, maka selanjutnya yang harus ditentukan adalah interval
pengambilan increment tersebut. Interval pengambilan increment ditentukan
berdasarkan mass basis atau basis berat. Interval mass basis tersebut diperoleh
dengan membagi Lotsize dengan jumlah increment. Misalnya Lotsize atau batubara
yang akan diambil samplenya adalah 5000 MT, dan jumlah increment yang harus
diambil adalah 78 increment. Maka interval beratnya adalah 5000 : 78 = 64 ton.
Artinya Increment diambil setiap pemuatan kelipatan 64 ton dan dilakukan sampai
pemuatan selesai. Interval increment seperti ini disebut Mass Basis Sampling. Pada
prakteknya, pengambilan increment diambil berdasarkan jumlah alat muat yang
digunakan, misalnya ritasi Dump Truck, jumlah grab, jumlah bucket Wheel Loader dan
lain-lain. Namun demikian interval pngambilannya tetap berdasarkan mass basis
sampling atau berdasarkan interval berat yang telah ditentukan.
Contoh :
Ada pemuatan batubara ke tongkang dari suatu stockpile. Pemuatan dilakukan dengan
menggunakan conveyor, namun feedingnya menggunakan Dumping Truck dengan
kapasitas 12 MT melalui sebuah hopper. Jumlah batubara yang akan dimuat adalah
7,500 MT.
a. Tentukan jumlah increment sample yang harus diambil apabila
sampling dilakukan dengan menggunakan ASTM standard.
b. Tentukan interval berat untuk sampling tersebut
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 26
PT. GEOSERVICES, LTD
c. Tentukan interval increment berdasarkan Dump Truck
d. Tentukan berap kira-kira berat gross sample yang diperoleh
Penyelesaian :
a. Jumlah increment yang harus diambil adalah = 35 x (7500/1000)
= 96 increment
b. Interval berat untuk sampling tersebut adalah = 7500 : 96
= 78 MT
c. Interval increment berdasarkan dump truck adalah = 78 : 12
= 6.5
= dibulatkan menjadi 6
Jadi increment diambil setiap 6 Dump Truck.
d. Berat gross sample yang diperoleh adalah = 96 X 3 kg
= 288 kg.
Cara Mekanis
Apabila sampling dilakukan secara mekanik, maka yang harus ditentukan
terlebih dahulu adalah bahwa mechanical sampler tersebut sudah lulus dalam
bias test. Bias test adalah suatu cara untuk menentukan apakah suatu
mechanical sampler bebas dari penyimpangan atau bias. Caranya dengan
membandingkan hasil analisa sample yang diambil dengan mechanical sample,
dengan yang diambil dengan cara manual yaitu dengan stop belt. Selanjutnya
ditentukan secara statistik apakah kedua hasil tersebut dapat dikatakan sama
atau tidak. Apabila dari hasil test tersebut terbki bahwa tidak ada penyimpangan,
maka mechanical sampler tersebut bisa digunakan untuk tujuan komersial.
Seperti elah dijelaskan sebelumnya bahwa banyak sekali type mechanical
sampler yang biasa digunakan untuk sampling batubara. Diantara sekian banyak
type tersebut yang paling banyak digunakan adlah Cross Belt Sampler. Sampler
type ini mengambil sample batubara dari atas belt conveyor yang sedang
berjalan. Sebuah cross belt sampler yang lengkap biasanya terdiri dari primary
cutter, belt feeder, crusher, secondary cutter, dan sample canister. Sample akhir
dari mechanical sampler yang lengkap seperti ini biasanya sudah pada ukuran
10 mm atau 4.75 mm.
Namun demikian banyak juga yang hanya menggunakan Primary Sampler saja.
Hasil sample dari primary cutter masih pada ukuran originalnya atau biasanya
ukuran 50 mm. Adapun berat sample dari satu increment dar pimary sampler ini
biasanya jauh lebih banyak dibandingkan dengan manual sampling. Berat
sample yang diperoleh setiap incrementnya dari suatu primary sampler akan
bergantung pada kapasitas muat dan kecepatan conveyornya. Persamaan
berikut adalah kalkulasi berat sample yang akan diperoleh dari suatu primary
sampler mengikuti persamaan berikut :
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 27
PT. GEOSERVICES, LTD
C.a
M =
3.6 V
M = Berat sample setiap increment (kg)
C = Kapasitas loading conveyor (ton/jam)
a = Bucket Aperture (m) biasnya 3 X top size
V = Kecepatan Belt (m/det)
Operasional suatu mechanical sampler dapat dilakukan secara manual, yaitu
dengan menekan tombol setiap kali akan mengambil primary increment, atau secara
otomatis dimana pengambilan increment secara otomatis dilakukan pada setiap jangka
waktu tertentu atau pada berat tertentu. Interval pengambilan suatu mechanical sampler
dapat diatur dan di set melalui panel operasi mechanical tersebut. Interval increment
yang diset berdasarkan jangka waktu tertentu disebut time basis sampling. Time basis
sampling bisa dilakukan apabila fluktuasi loading rate tidak lebih dari 20 % dari nominal
loading rate. Operasional mechanical sampler juga dapat di set berdasarkan berat atau
mass basis sampling, dengan cara menginterkoneksi mechanical sampler dengan belt
scale atau weightometer.
Contoh :
Ada pemuatan batubara ke tongkang dari suatu stockpile. Pemuatan dilakukan dengan
menggunakan conveyor dengan kapasitas 500 ton/jam, dan kecepatan conveyor 4
m/det. Sampling dilakukan dengan menggunakan mechanical sampler (Primary)
Jumlah batubara yang akan dimuat adalah 7,500 MT.
a. Tentukan jumlah increment sample yang harus diambil apabila
sampling dilakukan dengan menggunakan ASTM standard.
b. Tentukan interval berat untuk sampling tersebut
c. Tentukan interval increment berdasarkan time basis sampling
d. Tentukan berap kira-kira berat gross sample yang diperoleh
Penyelesaian :
a. Jumlah increment yang harus diambil adalah = 35 x (7500/1000)
= 96 increment
b. Interval berat untuk sampling tersebut adalah = 7500 : 96
= 78 MT
c. Interval increment berdasarkan time basis adalah
Waktu loading = 7500 : 500
= 15 jam ~ 900 menit
Waktu setiap increment = 900 : 96
= 9.4 menit
Jadi interval waktu untuk setiap incrementnya adalah 9.4 menit.
.
d. Berat gross sample yang diperoleh adalah
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 28
PT. GEOSERVICES, LTD
C.a
M =
3.6 V
C = 500 t/jam
a = 0.15 m
V = 4 m/det
500 x 0.15
M =
3.6 x 4
M = 5.2 kg
Jadi berat sample setiap incrementnya adalah 5.2 kg.
Sampling untuk sample Sizing
Berbeda dengan sample yang diperuntukan untuk penentuan moisture dan
general analysis, sample untuk sizing tidak diambil berdasarkan formula untuk
penentuan increment untuk sample moisture dan general analysis. Sample untuk
keperluan size analysis ditentukan oleh berat sample yang sudah ditentukan. Berikut
adalah tabel berat sample minimum untuk keperluan sizing.
Type Sample Berat Minimum
Run Of Mine (ROM) 1800 kg
Screened Coal >100 mm 1800 kg
Nominal Top Size < 100 mm 900 kg
Nominal Top Size < 50 mm 450 kg
Nominal Top Size < 25 mm 215 kg
Nominal Top Size < 12.5 mm 45 kg
Nominal Top Size < 2.36 mm 4.5 kg
Nominal Top Size < 0.60 mm 0.5 kg
2. PREPARASI SAMPLE
Tujuan dari preparasi sample adalah untuk mempersiapkan satu atau lebih
sample test dari primary increment untuk selanjutnya dianalisa. Proses preparasi
sample meliputi pengecilan ukuran partikel atau crushing, pencampuran atau
mixing, pembagian atau dividing dan pengeringan sample atau drying.
Crushing
Tujuan dari crushing adalah untuk memperkecil ukuran partikel, sehingga
batubara dapat diperkecil jumlahnya dari jumlah originalnya. Hubungan antara
ukuran partikel batubara dan minimum berat sample yang representatif dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 29
PT. GEOSERVICES, LTD
Nominal Ukuran partikel
(mm)
Minimum Sample untuk
General Analysis dan Common
Sample (kg)
300 15.000
200 5.400
150 2.600
125 1.700
90 750
75 470
63 300
50 170
45 125
38 85
31.5 55
22.4 32
16.0 20
11.2 13
10 10
8.0 6
5.6 3
4.0 1.5
2.8 0.65
2.0 0.25
1.0 0.10
Alat yang digunakan untuk crushing cukup banyak jenisnya, yaitu ; Roll Crusher,
yang terdiri dari single Roll dan Double Roll, Jaw Crusher, dan Hammer Mill.
Mixing
Tujuan utama dari mixing atau pencampuran adalah untuk membuat sample
yang terambil benar-benar homogen, sehingga pada saat pembagian semua
baian sample yang diambil relatif sama. Mixing bisa dilakukan secara manual
dengan menggunakan scoop atau shovel, bisa juga dengan menggunakan alat
mixing seperti Rotary Sample Divider (RSD).
Dividing
Dividing atau pembagian sample bertujuan untuk membagi sample secara
representative. Berikut adalah teknik atau cara-cara yang biasanya dilakukan
untuk membagi sample atau mengekstrak sample dari original gross sample baik
secara manual maupun secara mekanik.
Pembagian secara mekanis
Berikut adalah alat-alat pembagi mekanis yang biasanya digunakan untuk
batubara :
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 30
PT. GEOSERVICES, LTD
a. Rotary Cone
b. Rotary Sample Divider
c. Chain Bucket
d. Slotted Belt
e. Rotating Chute or Vezin
f. Diverter Chute
g. Bottom-dump Cutter
Pembagian Secara manual
Berikut adalah contoh metode pembagian secara manual yang sering dilakukan
dalam pembagian sample batubara :
a. Increment Division
Cara ini memiliki presisi yang cukup tinggi meskipun memiliki rasio
pembagian yang cukup besar. (perbandingan sample yang diambil
dengan sample yang tersisa). Metoda ini direkomendasikan untuk
mengekstrak sample Total Moisture dari common sample.
Prosedure pembagian dengan increment Division adalah sebagai berikut:
i. Aduk atau mix sample secara merata, kemudian hamparkan
diatas dasar yang rata sehingga membentuk persegi
panjang dengan ketebalan kira-kira 2.5 kali ukuran
partikelnya.
ii. Buat garis matrix pada sample tersebut dengan minimum
membentuk 4 x 5, Ratio anatara panjang dan lebar yang
dibuat tidak lebih dari 1.25.
iii. Ambil satu increment dari setiap matrix dengan
menggunakan scoop yang rata dibagian bawahnya. Bagian
yang diambil adalah random dari matrix tersebut.
Cara pengambilan samplenya adalah sebagai berikut:
Masukan sebuah Bump Plate yang rata secara vertikal
sampai ke dasar. Kemudian masukan scoop sampai
kebagian bawah lapisan batubara dan ambil increment
dengan cara mendorong scoop secara horizontal sampai
kontak dengan bump plate. Pastikan semua partikel
batubara terambil sampai bagian atas bump plate.
Kemudian angkat scoop dengan bump plate secara
bersamaan agar tidak ada bagian batubara yang tercecer
dari scoop.
b. Riffling
Riffle adalah alat yang digunakan untuk membagi sample menjadi dua
bagian atau masing-masing setengah bagian, dimana setengan bagian
diambil dan bagian lainnya dibuang. Caranya adalah dengan menuangkan
batubara kedalam hopper riffle yang memiliki slot paralel dengan lebar
yang seragam. Dibagian bawah slot hopper tersebut terdapat 2 sample
container yang masing-masing diperuntukan sample dan reject
c. Fractional Shoveling
Prosedur fractional shoveling adalah sebagai berikut :
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 31
PT. GEOSERVICES, LTD
i. Campur dan aduk batubara secara merata, kemudian buat
tumpukan dengan bentuk cone.
ii. Kemudian ambil dengan shovel dari bagian dasar tumpukan
tersebut, kemudian tempatkan batubara tersebut dengan
membentuk tumpukan kecil yang juga membentuk cone.
Jumlah tumpukan baru yang dibuat ditentukan dengan ratio
perbandingan yang dilakukan. Misalnya: apabila ration
pembagian 1 : 5, maka tumpukan kecil yang dibuat adalah 5
bagian dan masing-masing tumpukan tersebut paling tidak
terdiri dari 20 shovel penuh. Pengambilan batubara dengan
shovel. dari tumpukan awal dilakukan dengan cara
berkeliling atau memutar bagian dasar tumpukan awal.
iii. Ambil salah satu bagian sample yang akan diambil dengan
cara random.
d. Strip Mixing and Splitting
Strip mixing and splitting adalah cara pembagian sample yang
mensimulasikan batubara seperti diatas conveyor belt. (Cara ini tidak
cocok untuk ekstraksi sample Total Moisture0
Prosedure pembagiannya adalah sebagai berikut :
i. Bentuk batubara menjadi suatu strip dengan cara distribusi
batubara dari shovel secara merata sepanjang strip dan
secara random dari kedua belah sisi strip sample tersebut.
ii. Ambil bagian sample dari strip tersebut dengan
menggunakan dua buah sample frame. Ambil bagian
batubara yang berada diantara dua frame tersebut dengan
menggunakan shovel. Pastikan semua partikel batubara
terambil. Pengambilan sample dari strip tersebut minimum
adalah 20 increment yang secara merata diambil di
sepanjang strip tersebut dengan spacing yang merata.
Air Drying
Tahap berikutnya dari suatu preparasi sample adalah air drying atau
pengeringan. Prosedure pengeringan batubara di masing-masing
standard agak berbeda, namun demikian secara prinsip tujuan
pengeringan tersebut adalah sama. Pengeringan batubara biasanya terdiri
dari 2 tujuan yaitu untuk pengeringan sample yang diperuntukan untuk
penyiapan sample Gneral Analysis, dan penentuan Air Dry Loss (ADL)
sebagai tahap awal penentuan Total Moisture. Prosedure pengeringan
untuk sample General analysis bisa bervariasi berdasarkan waktu dan
temperaturnya. Di bawah ini adalah tabel temperatur dan waktu yang
direkomendasikan oleh ISO standard :
Temperatur Pengeringan
o
C)
Waktu Pengeringan
20 Direkomendasikan tidak lebih dari 24 jam
30 Direkomendasikan tidak lebih dari 6 jam
40 Direkomendasikan tidak lebih dari 4 jam
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 32
PT. GEOSERVICES, LTD
Namun demikian ISO standar mengijinkan waktu pemanasan lebih
apabila memang diperlukan, sehingga tabel diatas hanya bersifat
rekomendasi saja dan tidak harus seperti yang di tabel.
Pengeringan diatas 40 derajat Celsius tidak boleh dilakukan untuk sample
yang rawan terhadap oksidasi atau untuk sample yang akan dianalisa
untuk parameter :
a. Calorific Value
b. Caking properties
c. Swelling properties
d. Pengeringan yang merupakan bagian pengeringan untuk
penentuan Total moisture
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 33
PT. GEOSERVICES, LTD
Common Sample
10 mm
2 kg 10 kg
Test Untuk Total Moisture 2.8 mm
650 g
0.212 mm
60 – 300 g
Test General Analysis
Dibawah ini adalah contoh preparasi dengan menggunakan ISO standard
dari suatu common sample
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 34
PT. GEOSERVICES, LTD
PROSEDUR CHART PREPARASI ASTM STANDARD
Gross Sample
Apakah Sample
Terlalu basah
Air Dry
Apakah
Sample perlu
dicrush ke 4.75
?
Crush ke 4.75 mm
Crush ke 2.36 mm
Bagi sesuai dengan
minimum berat
Air Dry
Crush ke 2.36 mm
Air Dry
Apakah Sample
perlu di crush ke
0.85 ?
Crush ke 0.85 mm
Bagi sesuai dengan
minimum berat
Mill ke 250 mikron
Bagi sesuai dengan minimum
berat
(50 gr)
No
Yes
Yes
No
Yes
No
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 35
PT. GEOSERVICES, LTD
II. KUALITAS BATUBARA DAN PENGUJIANNYA
1.0 PENGANTAR
Hasil dari analisa dan pengujian contoh batubara digunakan oleh Geologis
eksplorasi untuk mengevaluasi apakah deposit batubara memiliki potensi untuk
mensuplai pasar yang telah ada dan yang akan datang , dan feasibility study apakah
layak untuk melakukan operasi penambangan pada cadangan batubara tersebut.
Jika tambang batubara telah beroperasi, diperlukan pengendalian mutu dari
produksi, untuk memonitor mutu produksi, dan untuk batubara yang dikapalkan apakah
sesuai dengan persyaratan kontrak yang diminta.
Pengujian yang dilakukan digunakan untuk menentukan karakteristik batubara
sesuai dengan peringkat (rank) dan potensi pemanfaatannya, yang dapat terdiri dari ;
• Pengujian fisik, seperti Hardgrove Grindability Index, Relative Density, Sizing
Analysis, Handling, Float & Sink Test.
• Pengujian kimia, seperti analisa proksimat, analisa ultimat, nilai kalori
• Pengujian pemanfaatan batubara thermal, seperti ash fusion, ash analysis
untuk elemen mayor dan elemen mikro, trace element, fly ash properties.
• Evaluasi Petrografik.
2.0 Analisa Batubara Thermal
Berikut adalah analisa yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi batubara –
batubara Thermal,
• Total moisture
• Moisture holding capacity
• Proximate analysis
• Ultimate analysis
• Total sulphur
• Form of sulphur
• Carbon dioxide
• Calorific value
• Chlorine
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 36
PT. GEOSERVICES, LTD
• Phosporus
• Relative density
• Hardgrove grindability index
• Abrasion index
• Ash analysis – major element
• Trace element
• Ash fusion
2.1 Metode Standard
Kebanyakan pengujian yang dilakukan pada batubara bersifat empiris. Hasil
yang diperoleh tidak secara absolut mengukur sifat – sifat intrinsik dari batubara
tersebut, tetapi dengan melakukan perbandingan terhadap batubara – batubara
tertentu yang memiliki peringkat, jenis dan sifat analisa yang mirip atau berdekatan. Hal
ini sangat jelas pada analisa proximate, HGI, abrasion index, dan ash fusion
temperature. Nilai absolut diperoleh dari hasil analisa ultimate dan nilai kalori. Hasil
analisa dari pengujian parameter tersebut biasanya dilaporkan dalam basis dry ash free
(daf), dan pada basis ini hasil tersebut tergantung dari validitas nilai kadar air dan abu
yang dilaporkan. Pengujian abu pada ash analysis dan ash fusion temperature tidak
tergantung dari nilai kadar air tetapi tergantung pada bagaimana abu tersebut
dipreparasi dari batubara.
Berdasarkan pada analisa proksimat, terdapat beberapa perbedaan antara
metode International Standard (ISO) dengan American Society of Testing Materials
(ASTM). Keduanya digunakan secara luas di Indonesia.
• Moisture in the analysis sample : ASTM method :
o Pengeringan contoh analisa dasar (general analysis sample) sampai berat
konstan selama preparasi contoh. Dengan catatan pada preparasi contoh
bahwa untuk lignit perlu diperjelas antara penentuan berat konstan dan
invalidasi dari hasil analisa dari parameter lainnya yang dapat terpengaruh
dengan membiarkan contoh dengan suhu yang meningkat pada waktu
tertentu. Suhu dan waktu maksimum yang diperbolehkan adalah 40 °C
selama maksimum 14 jam.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 37
PT. GEOSERVICES, LTD
o Selama analisa, contoh dikeringkan di dalam oven pada suhu 107 °C
selama satu jam.
o Contoh dikeringkan dalam udara.
• Moisture in the analysis sample : ISO method :
o Selama preparasi contoh, contoh analisa dasar hanya dikeringkan sampai
contoh tersebut dialirkan melalui peralatan penggerus dan pembagi.
Waktu pengeringan maksimum yang direkomendasikan adalah 6 jam
pada 30 °C atau 4 jam pada 40 °C.
o Selama analisa, contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C
sampai berat konstan. Untuk batubara Indonesia dapat tercapai dalam 3
jam.
o Batubara dikeringkan dalam nitrogen bebas oksigen dan dalam minimum
free space oven untuk mengurangi kemungkinan batubara teroksidasi.
• Ash in the analysis sample : ASTM method :
o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 750 °C.
o Tidak ada penentuan rate kenaikan suhu pada furnace sampai mencapai
suhu yang dibutuhkan untuk kebanyakan jenis batubara.
o Jika contoh mengandung mineral – mineral pirit dan karbonat dalam kadar
yang signifikan, sulit untuk dapat diperoleh nilai reprodusibilitas antar
laboratorium yang memuaskan, kecuali furnace dipanaskan pada
kenaikan suhu yang tertentu. Jika prosedur tersebut digunakan dan masih
belum dapat memperoleh nilai duplikasi yang baik, maka hasil analisa abu
dapat dilaporkan dalam basis sulpur free basis. Pada batubara indonesia
dikarenakan kebanyakan memiliki pH yang rendah, maka kadar mineral
karbonatnya sangat kecil atau tidak ada.
• Ash in the analysis sample : ISO method :
o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 815 °C.
o Furnace harus mencapai suhu 500 °C dlam waktu 45 menit dari keadaan
suhu kamar, dan mencapai suhu 815 °C dalam waktu 45 menit.
• Volatile Matter in the analysis sample : ASTM method :
o Batubara dipanaskan dalam cawan platina pada suhu 950 °C selama 6
menit.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 38
PT. GEOSERVICES, LTD
o Metode juga membahas mengenai penanganan ‘sparkling coal” dimana
terjadi kehilangan material batubara secara fisik dari contoh, yang
disebabkan oleh moisture yang terlepas secara mendadak jika contoh
langsung dipanaskan pada suhu 950 °C. Metodenya adalah dengan
memanaskan batubara secara bertahap pada suhu 600 °C selama 6
menit, kemudian pada suhu 950 °C selama 6 menit.
o Tidak diterangkan mengenai udara di dalam furnace selama pengujian.
• Volatile Matter in the analysis sample : ISO method :
o Batubara dipanaskan pada suhu 900 °C selama 7 menit.
o Pengujian menggunakan furnace dengan pintu tertutup rapat sehingga
udara tidak dapat mengalir ke dalam furnace selama pengujian.
2.1.1. Diskusi Mengenai Metode Standard
Batubara tidak mengandung abu, tetapi memiliki kandungan mineral (mineral
matter), yang dalam kondisi pengujian secara thermal berubah menjadi residu tak
terbakar yang dilaporkan sebagai kadar abu (ash). Selama pemanasan beberapa reaksi
yang mungkin terjadi pada kandungan mineral batubara adalah ;
Dekomposisi pirit,
4FeS2 + 15 O2 ----------- 2 Fe2O3 + 8 SO3
Dekomposisi karbonat,
CaCO3 + panas ------------ CaO + CO2
Fiksasi sulfur,
CaO + SO3 -------------- CaSO4
Na2O + SO3 ------------- Na2SO4
Kekeliruan dalam menentukan tingkat kenaikan suhu seperti yang digambarkan
pada metode standard dapat menimbulkan reaksi tersebut secara bertahap.
Contoh dari efek mineralisasi pada hasil analisa abu batubara adalah sebagai
berikut :
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 39
PT. GEOSERVICES, LTD
1. Di Victoria, Australia, kadar abu yang ditentukan dari batubara lignit adalah 3.9
%. Ketika batubara dibakar dalam boiler pembangkit tenaga listrik, kadar abu
yang mengendap hanya sebesar 2 %. Penyelidikan menunjukkan bahwa kadar
tinggi sodium dari batubara tersebut merupakan bagian dari struktur molekul
batubara dan bukan merupakan bagian dari kandungan mineralnya. Pada
aplikasi industri, sodium tersebut akan terbuang dari furnace dan tidak termasuk
dalam reaksi. Dalam pengujian batubara sodium terfiksasi ke dalam abu. Metode
khusus telah dikembangkan yaitu dengan merendam batubara dalam larutan
asam untuk menghilangan kandungan larut asamnya, dan kadar abu ditentukan
dari batubara yang telah direndam tersebut. Larutan asam yang digunakan untuk
merendam batubara tersebut kemudian di analisa dan kadar abunya dilaporkan
sebagai penjumlahan dari kadar kandungan mineral larut asam dan material
yang tak terbakar setelah batubara direndam. Hasil ini sesuai dengan kadar abu
dari pembakaran batubara dalam pembangkit listrik tersebut.
2. Di Thailand terdapat batubara dengan hasil analisa sebagai berikut :
Moisture (ar) 32 %
Ash (ad) 22 %
Total Sulphur (ad) 4 %
Calcium in ash 40 %
On line anayser menunjukkan kadar abu 5 % lebih rendah dari kadar abu yang
ditentukan menggunakan metode standard. Perbedaan terjadi karena fiksasi sulfur oleh
kalsium dalam pengujian laboratorium.
Untuk penentuan kadar volatile matter, apa yang ditentukan adalah berat yang
hilang dari contoh ketika dipanaskan pada suhu dan waktu yang tertentu. Jika waktu
dan suhu tidak diikuti dengan tepat, maka hasil analisa akan tidak sesuai dengan hasil
jika persyaratan dalam metode standard diikuti.
Dikarenakan metode standard ISO dan ASTM untuk analisa proksimat dapat
memberikan hasil analisa yang berbeda secara signifikan, maka laporan analisa harus
mencantumkan metode standard yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut.
Jika sebagian dari contoh batubara, diperoleh dari pembagian contoh gross (gross
sample) pada tahap terakhir preparasi contoh akan dikirim ke laboratorium lain, baik
sebagai contoh uji profisiensi (round robin sample) atau sebagai contoh referee
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 40
PT. GEOSERVICES, LTD
analysis, terdapat 95 % kemungkinan bahwa hasil analisa yang diperoleh akan berada
dalam toleransi antar laboratorium jika kedua laboratorium tersebut menggunakan
metode yang sama dan mengikuti secara tepat metode standard yang telah
dipublikasikan tersebut.
3.0. Basis Pelaporan Hasil Analisa
Analisa batubara dilaporkan untuk keperluan komersial dalam basis – basis
sebagai berikut ;
As received basis (juga diartikan as sampled), air dry basis (basis dimana analisa
dilakukan), atau dry basis (db).
Perhitungan analisa air dried basis ke basis lainnya :
o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke as received basis ;
Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor :
(100 – M ar) / (100 – Mad)
o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke dry basis ;
Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor :
100 / (100 – M ad)
Dimana : M ar adalah total moisture dalam as received basis
M ad adalah air dried moisture
o Untuk mengkonversi dari as analysed basis ke air dried moisture yang berbeda ;
1. Jika M1 adalah moisture dari hasil analisa dan M2 adalah air dried moisture
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh hasil analisa, dan M1 > M2, kalikan hasil
analisa dengan faktor :]
(100 – M2) / (100 – M1)
2. Jika M1 < M2, kalikan hasil analisa dengan faktor :
(100 – M1) / (100 – M2)
Batubara dapat didasarkan sebagai gabungan antara kandungan organik yang
terkontaminasi oleh kandungan mineral dan moisture. Basis lain yang digunakan untuk
mengevaluasi hasil analisa batubara dirancang untuk mengevaluasi perubahan yang
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 41
PT. GEOSERVICES, LTD
terjadi dalam fraksi organik, dimana sifat fisik dan kimianya berubah selama proses
pembatubaraan (coalification).
Dry ash free basis , (daf) dihitung dengan mengkalikan hasil analisa dalam adb
dengan faktor :
100 / {100 – (M ad + A ad)}
dimana M adalah moisture (%) dan A adalah kadar abu (%).
Nilai kalori, volatile matter dan ultimat juga dapat dilaporkan dalam basis ini.
Dry ash free basis (daf) digunakan dalam evaluasi peringkat batubara dan
sebagai indikator dari kemungkinan oksidasi. Di Indonesia, nilai kalori (daf) dan volatile
matter (daf) yang sangat tinggi dan sangat tidak sesuai menunjukkan kandungan
maseral liptinite yang besar.
Dry mineral matter free basis (dmmf) memberikan hasil pengukuran yang lebih
presisi daf basis karena mineral matter (kandungan mineral) merupakan bagian yang
substansial dari batubara. kandungan mineral dapat dihitung dengan rumus Parr ;
MM = 1.08 A + 0.55 S
Dimana : MM : Mineral matter (%), A : ash (kadar abu, %), S : Sulphur (%).
Basis dihitung dengan menggunakan faktor :
100 / {100 – ( MM + M)}.
Standard ISO tidak mengijinkan perhitungan dmmf jika kadar abu di atas 10 %.
Catatan : adalah memungkinkan untuk menentukan kandungan mineral batubara
secara langsung dengan menggunakan gelombang radio frekwensi.
Moist and mineral matter free basis (mmmf), adalah basis yang digunakan untuk
menentukan peringkat batubara dalam sistem klasifikasi ASTM. Moisture yang
termasuk di dalamnya adalah equilibrium moisture (EQM) atau juga dkenal dengan
moisture holding capacity (MHC) atau bed moisture. Hasil yang dilaporkan dalam basis
ini sebagai equilibrium moisture adalah atas dasar sebagai bagian dari material organik
pada tahap awal proses pembatubaraan (coalification).
3.1. Pelaporan hasil analisa
Sangat esensial jika basis dari hasil analisa yang diperoleh dicantumkan dalam
laporan analisa.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 42
PT. GEOSERVICES, LTD
Secara konvensional lignit dilaporkan dalam as received, air dried, dan dry basis.
Sebelum mengkonversi ke daf, dmmf, atau mmmf basis,
• Karbon harus dikoreksi terhadap CO2 yang diturunkan dari mineral – mineral
yang terkandung dalam batubara tersebut. Ini biasanya untuk batubara peringkat
rendah.
• Hidrogen harus dikoreksi terhadap kadar air hidrat dari kandungan mineral
(mineral matter).
• Volatile Matter harus dikoreksi terhadap CO2 dan kadar air hidrat dari mineral
matter.
• Total sulfur harus dikoreksi terhadap piritik sulfur dan sulfat sulfur. (ini adalah
alasan mengapa faktor 0.55 S dimasukkan ke dalam rumus Parr).
4.0 BATUBARA PERINGKAT RENDAH
Sistem pengkodean ECE untuk batubara peringkat tinggi mendefinisikan
batubara peringkat rendah sebagai; “batubara dengan nilai kalori gross (moist, ash free
basis) lebih rendah dari 24 MJ/Kg, dan rata – rata acak vitrinite reflectance lebih rendah
dari 0.6 %”.
Batubara memiliki peringkat yang lebih tinggi dimana nilai kalori grossnya lebih
dari 24 MJ/Kg, dan rata – rata acak vitrinite reflectance lebih tinggi dari 0.6 %.
24 MJ/Kg = 5700 cal/g = 10260 BTU/lb.
Definisi ini adalah untuk semua jenis batubara lignit dan sub – bituminus yang di dalam
sistem klasifikasi ASTM termasuk dalam batubara peringkat rendah.
Batubara peringkat rendah dikarakterisasi dari tingginya struktur porus.
Pengeringan batubara jenis ini untuk keperluan analisa akan mengecilkan volumenya
dan bersifat ireversibel, dan mengakibatkan perubahan struktur batubara. Perubahan ini
dapat menimbulkan komplikasi dalam pengujian batubara peringkat rendah.
Pembahasan berikut ini menggambarkan analisa – analisa yang dapat dilakukan untuk
batubara thermal, dan keterbatasan hasil yang dapat diperoleh.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 43
PT. GEOSERVICES, LTD
5.0. Penentuan Kadar Air
Jenis – jenis analisa untuk kadar air ( moisture ) untuk batubara adalah sebagai
berikut :
1. Total Moisture
2. Moisture in the analysis sample
3. Equilibrium moisture
4. Transportable Moisture Limit.
Ada beberapa jenis istilah kadar air yang non – standard yang biasa berlaku pada
batubara, seperti “free moisture”, yang serupa dengan analisa “air drying loss” dalam
penentuan total moisture, dan “surface moisture”, yang juga dapat disamakan dengan
“air drying loss”.
Kedua istilah tersebut tidak begitu tepat, seperti yang diasumsikan bahwa adalah
mungkin dengan menggunakan pengeringan udara untuk menghilangkan kadar air
permukaan (surface mositure) secara selektif tanpa menghilangkan kadar air yang
terikat dalam pori – pori batubara. Definisi lainnya dari “free moisture” adalah selisih
antara equilibrium moisture dengan total moisture.
5.1. Total Moisture
Total moisture juga disebut sebagai “as received “ moisture, atau “as sampled”
moisture. Dan Bukan “as fired” moisture seperti yang digunakan dalam perhitungan
pembakaran batubara.
Total moisture didefinisikan sebagai semua moisture yang terdapat dalam
batubara yang tidak terikat secara kimia dalam substansi batubara atau kandungan
mineralnya (mineral matter). Total moisture ditentukan dengan mengunakan prosedur
dua tahap baik pada metode standard ASTM dan ISO, dan digunaka sebagai bagian
untuk mengkalkulasi hasil analisa dalam air dried basis menjadi as received basis, pada
saat batubara diperdagangkan. Pengambilan sampel untuk keperluan perdagangan
batubara harus sedekat mungkin dengan lokasi pemuatan batubara. Untuk batubara
yang melalui proses “trans – shipment”, contoh batubara untuk penentuan total
moisture harus diambil dari atas kapal pengangkut (vessel).
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 44
PT. GEOSERVICES, LTD
Tahap pertama penentuan total moisture adalah penentuan air drying loss, dan
dapat terdiri dari satu tahap atau lebih.
ASTM mempersyaratkan bahwa seluruh contoh harus dikeringkan sampai berat
konstan sebelum di gerus, dan setiap melalui proses penggerusan dan pembagian,
contoh harus melalui proses pengonstanan berat kembali.
Dalam ISO diijinkan untuk mengekstraksi contoh moisture sebanyak 10
increament dengan berat sesuai dengan ukuran top size dari batubara tersebut. Atau
mengambil contoh yang terpisah untuk penentuan total moisture dan analisa dasar.
Contoh total moisture dikeringkan dalam udara sampai mencapai berat konstan.
Berat konstan didefinisikan sebagai laju kehilangan berat yang lebih kecil dari 0.1
% per jam.
Oven pengering dapat digunakan dalam proses pengeringan, dan sebelum berat
terakhir diambil untuk perhitungan air drying loss, contoh harus dibiarkan agar
mencapai kondisi tekanan udara yang sama dengan kondisi laboratorium. Jika
temperatur pengeringan adalah 40 °C, maka pengkondisian memerlukan waktu 4 jam.
Tahap kedua dari proses ini adalah penentuan “residual moisture”. Batubara
yang telah dikeringkan dalam udara di gerus dan dilakukan pengujian residual moisture
dengan metode standard yang sesuai ;
ASTM mempersyaratkan ;
1. Pengeringan batubara ukuran top size 2.36 mm sampai berat
konstan. Contoh ditimbang setiap 30 menit.
2. Pengeringan batubara ukuran top size 0.250 mm selama 1 jam
pada suhu 107 °C
3. Pengeringan 5 gram contoh batubara dengan ukuran top size
0.850 mm selama 1.5 jam.
ISO mempersyaratkan ;
1. Pengeringan dalam oven dengan udara pada batubara dengan
ukuran top size 10 mm. Metode menyatakan bahwa proses ini tidak
sesuai untuk batubara peringkat rendah.
2. Pengeringan dalam oven menggunakan nitrogen untuk batubara
ukuran minus 3 mm sebanyak 10 gram sampai berat konstan.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 45
PT. GEOSERVICES, LTD
3. Penentuan volumetrik langsung dangan mendestilasi contoh
menggunakan toluene. Metode ini memberikan hasil dengan bias
yang besar, dan sebaiknya tidak digunakan.
Reprodusibilitas : ASTM menentukan repeatability antar laboratorium sebesar 0.5 %,
tetapi dengan catatan bahwa nilai ini tidak selalu dapat digunakan untuk batubara
peringkat rendah. ISO tidak menentukan nilai toleransi reproducibility, dimana pengujian
harus dilakukan pada laboratorium yang berbeda menggunakan sub – contoh yang
terpisah tanpa melalui proses penggerusan.
5.1.1. Perhitungan Total Moisture
Total Moisture dihitung dengan rumus :
TM% = ADL + [RM X {(100-ADL)/100}]
Bukan dengan menjumlahkan kedua komponen secara langsung. Dimana :
TM = Total Moisture %
ADL = Air Drying Loss %
RM = Residual Moisture (%)
5.2. Moisture in The Analysis Sample
Terdapat perbedaan yang mendasar antara ASTM dan ISO dalam prosedur
preparasi contoh untuk penentuan moisture in the analysis sample.
Dalam metode ASTM, contoh analisa dasar dan total moisture diperlakukan
sebagai satu contoh, yang dapat dikeringkan pada waktu maksimum 14 jam. Dalam
kondisi ini hasil analisa untuk moisture in the analysis sample dan residual moisture
yang merupakan komponen dalam penentuan total moisture dapat memiliki nilai yang
ekuivalen.
Dalam metode ISO, contoh total moisture diekstrak dari contoh utamanya, dan
pengeringan contoh untuk analisa dasar dengan oven diizinkan dalam waktu yang
terbatas. Dalam ISO tidak tercantum nilai reprodusibilitas untuk analisa moisture in the
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 46
PT. GEOSERVICES, LTD
analysis sample, karena hasil analisa ini hanya digunakan untuk keperluan perhitungan
dari satu basis ke basis lainnya.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa metode ASTM tidak sesuai
untuk batubara peringkat rendah :
• Gauger, dalam buku “Chemistry of Coal Utilisation” terbitan W. Lowry,
menyebutkan bahwa metode standard ASTM disusun untuk keperluan
komersial, padahal di Amerika batubara peringkat rendah tidak memiliki
nilai komersial.
• Organisasi penelitian mineral Kanada, Canmet, melakukan evaluasi
terhadap metode standard ASTM dan ISO dalam menentukan kadar
moisture dalam batubara sub – bituminus. Penelitian tersebut
dipublikasikan oleh Hinds et al, dan kesimpulan utamanya adalah metode
ASTM menghasilkan nilai analisa dengan reliabilitas yang lebih rendah
dibandingkan metode ISO.
Keuntungan penerapan metode ASTM terhadap batubara peringkat rendah
adalah, akan diperoleh nilai air dried moisture yang lebih rendah, sehingga nilai
kalorinya menjadi naik (adb). Kebanyakan batubara di Indonesia diperdagangkan
dengan spesifikasi untuk pensuplaian dalam air dried basis, dan banyak kontrak
mempersyaratkan penggunaan metode ASTM. Setelah batubara selesai dimuat,
penjual memiliki kendali yang kecil terhadap kemungkinan perubahan dalam total
moisture, dan menjual dalam “as received basis” dapat mengakibatkan penjual berada
dalam keadaan kerugian komersial.
Batubara di Australia terkadang diperdagangkan dalam “air dried basis”, tetapi
spesifikasi untuk nilai kalori mencantumkan juga nilai air dried moisturenya dimana hasil
ini dilaporkan.
Permasalahan dalam menerapkan metode ASTM pada batubara peringkat
rendah adalah proses pemanasan dapat mengakibatkan oksidasi, yang dapat
menurunkan nilai kalori (db). Dari hasil penelitian di laboratorium PT GEOSERVICES
Samarinda yang tidak dipublikasikan, menunjukkan bahwa pada kebanyakan batubara
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 47
PT. GEOSERVICES, LTD
sub – bituminus yang dianalisa mengunakan metode ASTM, nilai kalorinya lebih rendah
30 sampai 40 cal/g dibanding dengan jika batubara tersebut dianalisa menggunakan
metode ISO.
Dapat disarankan bahwa prosedur pengeringan ASTM terhadap batubara
peringkat rendah jangan digunakan. Jika hasil analisa perlu menggunakan metode
ASTM, analisa dalam air dried basis harus dilaporkan menggunakan nilai residual
moisture dari penentuan total moisture sebagai basis pelaporan hasil.
Untuk contoh eksplorasi, hasil analisa air dried mositure menggunakan metode
ISO menghasilkan data dengan variasi peringkat yang minor, dan hubungannya dengan
hasil analisa nilai kalor adalah, juga dapat menjadi indikator terjadinya oksidasi. Analisa
dengan metode ASTM cenderung memperkecil rentang hasil analisa moisture (ad)
menjadi rentang yang lebih sempit, dan variasi peringkat yang minor tidak begitu
tampak (jelas).
Inherent Moisture : Istilah ini secara luas diaplikasikan sebagai alternatif dari air dried
moisture. Metode ASTM (DE388) mendefinisikan inherent moisture sebagai moisture
holding capacity dari batubara. Australian Standard (AS 2418) mendefinisikan inherent
moisture sebagai istilah yang tidak baku dalam analisa contoh batubara.
5.3. Equilibrium Moisture
Equilibrium Moisture (EQM), ditentukan dari batubara di dalam kondisi atmosfer
dengan kelembaban relatif sebesar 97 % pada temperatur 30 °C. Secara efektif inilah
yang disebut sebagai bed moisture atau “in-situ” moisture.
EQM merupakan basis untuk klasifikasi batubara dalam sistem klasifikasi ASTM.
EQM telah diteliti secara mendalam oleh Biro Pertambangan Amerika Serikat,
dan laporan Investigasi RI 5695 meringkas hasil penemuannya. Gambar A.1,
menunjukkan hubungan antara total moisture dan EQM dari 53 contoh batubara run-of
mine (ROM). Diperoleh hubungan yang linier kecuali untuk batubara nomor. 13, 14, dan
15, dimana nilai total moisturenya (ash-free basis) lebih tinggi dari 40%. EQM dapat
digunakan untuk mengestimasi total moisture batubara ROM dari analisa contoh
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 48
PT. GEOSERVICES, LTD
borecore. Hasil penelitian dari CSIRO (Australia) menunjukkan bahwa hubungan
tersebut tidak berlaku jika batubara memiliki kandungan sodium (sebagai NaCl) yang
tinggi,. Atau sodium tersebut menyatu dengan struktur molekul batubara.
Gambar A.3 juga dari USBM RI 5695 menunjukkan hubungan antara EQM (ash-
free basis) dan Nilai Kalori dalam BTU/lg (moist ash-free basis).
Dengan tujuan untuk memperoleh nilai yang valid, adalah penting bahwa
batubara sebaiknya tidak dikeringkan dibawah nilai EQM nya, sebelum dilakukan
proses pengujian. Jika batubara peringkat rendah dikeringkan, batubara tersebut tidak
dapat “dibasahkan” kembali ke level moisture awal ketika batubara tersebut belum
malalui proses pengeringan. Gejala tersebut dapat ditunjukkan pada gambar A.4.
USBM mempublikasikan data untuk penentuan EQM batubara dalam “as
received basis” dan “air dried basis”. Ringkasan hasil tersebut adalah sebagai berikut :
Air dried
EQM %
As received
EQM %
Sub – Bituminus B 20.9 22.0
Sub – Bituminus C 22.2 24.2
Lignit 26.7 33.9
5.4 BATAS MOISTURE YANG DAPAT DIANGKUT
(TRANSPORTABLE MOISTURE LIMIT)
Peraturan IMO (organisasi marine international) menetapkan sebuah pernyataan
yang menyatakan bahwa batubara yang diangkut dengan transportasi laut harus
berada di bawah batas moisture yang dapat diangkutnya. Karena adanya ombak dan
angin yang menerpa kapal, fraksi batubara yang halus dan moisture dapat terjatuh dari
tumpukan
batubara yang menyebabkan pembentukan lumpur yang dapat membahayakan kapal
tersebut.
Ada sebuah percobaan yang dilakukan di National Coal Board (Inggris) yaitu
batubara berukuran minus 50 mm seberat 10 kg dimasukkan ke dalam sebuah tabung.
Di dasar tabung ditaruh dua bola pingpong. Tabung tersebut diletakkan pada meja yang
bergetar dan pengujian dilakukan dengan jumlah TM yang meningkat. Flow moisture
(FM) ditentukan sebagai tingkat moisture pada saat bola pingpong naik menembus
batubara. Batas moisture yang dapat diangkut adalah 90% dari nilai Flow moisture.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 49
PT. GEOSERVICES, LTD
6.0 CALORIFIC VALUE
Gross valorific value, dikenal juga sebagai Gross Specific Energy, pada volume
konstan ditentukan dengan mengukur jumlah panas yang dikeluarkan ketika sebuah
masa batubara yang telah diketahui dipanaskan sesuai dengan kondisi standar.
Faktor konversi untuk unit yang dipakai sebagai lambang dari hasil adalah :
1.8 cal/g = 1 BTU/lb
429.923 MJ/kg = 1 BTU/lb
238.85 MJ/kg = 1 cal/g
0.556 BTU/lb = 1 cal/g
cal/g adalah kalori per gram; atau kcal/kg adalah kilo kalori per kilogram
MJ/kg adalah Megajoules per kilogram
BTU/lb adalah British thermal units per pound
Keistimewaan batubara Indonesia adalah memiliki konsentrasi liptinite yang
relatif tinggi. Perbedaan dalam nilai CV (daf) untuk kelompok-kelompok maceral
beragam dalam tingkatan batubara. Pada batubara tingkat rendah terdapat perbedaan
yang signifikan, tetapi semakin tinggi tingkatan batubara, analisis maceral cenderung
menjadi lebih konsisten. Stach mengutip beberapa data untuk batubara Jerman.
VM% (daf) CV (daf) cal/g
Batubara 1
Vitrinite 36.1 7925
Liptinite 68.8 8680
Inertinite 22.5 7841
Batubara 2
Vitrinite 28.4 8342
Liptinite 37.1 8619
Inertinite 19.2 8343
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 50
PT. GEOSERVICES, LTD
6.1 NET CALORIFIC VALUE
Catatan ini berdasarkan pada bahan yang terdapat dalam manual training Shell
“Coal Quality Parameters dan Their Influences in Coal Utilisation”.
Ketika Gross Calorific Value ditentukan, setiap uap air yang dihasilkan baik dari
perkembangan air dalam contoh batubara atau yang terbentuk oleh pembakaran
hidrogen, dikonversikan menjadi cairan moisture dan panas yang terpendam dari
penguapan telah diperoleh kembali. Dalam pembakaran batubara industri, air tetap
sebagai uap dan panas dari penguapan hilang.
Net Calorific Value dihitung dari Gross Calorific Value dan itu adalah panas yang
dihasilkan dalam pembakaran batubara pada atmosfir yang konstan dengan kondisi
semua air yang ada dalam sisa-sisa batubara sebagai bentuk uap air.
Persamaan untuk menghitung net Calorific Value adalah :
(i) ISO : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) =
Gross CV (constant volume) – 0.212 (H) – 0.0008 (O) – 0.0245 (M)
(ii) British Standard (BS) : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) =
Gross CV (constant volume) – 0.212 (H) – 0.0007 (O) – 0.0244 (M)
(iii) ASTM : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) =
Gross CV (constant volume) – 0.024 [9(H) + (M)]
dimana : H adalah % Hidrogen
O adalah % Oksigen
M adalah % Moisture
Figure A.5 adalah nomogram yang dapat mengkonversikan Gross CV menjadi
Net CV.
Adalah hal yang mendasar jika menggunakan nomogram atau persamaan untuk
menghitung net CV, seluruh analisis dikonversikan pada basis yang sama seperti yang
dibutuhkan untuk net CV.
Net CV dengan basis as received, sering ditetapkan dalam kontrak batubara,
terutama untuk batubara peringkat rendah (lower rank coal). Tabel 1 memperlihatkan
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 51
PT. GEOSERVICES, LTD
variasi antara net CV dan gross CV untuk batubara dari berbagai peringkat. Batubara
peringkat rendah kehilangan presentase gross CV yang lebih besar.
TABEL 1
NET CALORIFIC VALUE (RUMUS ISO)
Lignite Bitum.
Anthr.
Total Moisture ar % 30.0 12.0 4.0
Air dried moisture ad % 20.0 8.0 1.0
Mineral matter ad % 8.0 8.0 8.0
Volatile Matter ad % 50.0 35.0 5.0
Hidrogen dmmf % 5.5 5.0 3.0
Oksigen dmmf % 23.0 12.0 1.5
Gross CV dmmf MJ/kg 27.00 31.00 36.00
Db MJ/kg 24.30 28.30 33.09
Ad MJ/kg 19.44 26.04 32.76
Ar MJ/kg 17.01 24.91 31.77
Net CV ad MJ/kg 18.10 24.95 32.16
Reduction GCV to NCV ad 6.90 4.16 1.83
As % dari GCV
6.2 EFEK OKSIDASI
Hasil oksidasi adalah penurunan nilai CV (daf). Ada batubara Australia yang
kehilangan 5% dari nilai kalornya dalam waktu satu jam setelah digerus menjadi ukuran
0.2 mm. (Ada pula batubara Australia yang nilai CV-nya naik ketika batubaranya
beroksidasi). Efek oksidasi terhadap batubara Kaltim memperlihatkan bahwa nilai CV
(db) turun dari 6990 cal/g menjadi 6780 cal/g selama hampir tiga minggu setelah
dipreparasi. Setengah dari penurunan nilai tersebut terjadi dalam dua hari pertama
selama preparasi contoh. Oleh karena itu dianjurkan untuk mempertimbangkan efek
pengeringan udara dan penyimpanan pada CV selama analisis. Pada laboratorium
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 52
PT. GEOSERVICES, LTD
Samarinda sample tidak boleh digerus lebih dari 4 jam sebelum dibutuhkan untuk
dianalisis.
7.0 HARDGROVE GRINDABILITY INDEX
Hasil-hasil HGI yang rendah membuat batubara Indonesia tidak menguntungkan
dalam perdagangan internasional. Batubara peringkat rendah ini sulit diinterpretasi dan
diperlukan penelitian tambahan untuk mengukur arti HGI dalam penggunaannya.
Hardgrove Grindability Index, HGI, mengukur index kekerasan batubara dengan
ring dan ball mill khusus. Dalam pengujian, 50 g batubara dengan ukuran partikel – 1.18
+ 0.600 mm diputar selama 60 putaran dengan beban yang standar. Contoh yang
tertinggal disaring dengan saringan 0.075 mm dan HGI dihitung dari masa batubara –
0.075 mm yang diambil selama penggerusan. Prosedur original untuk menghitung HGI :
HGI = 6.93 W + 13
Dimana w adalah masa batubara dengan minus 0.075 mm setelah pengujian. Rumus
ini masih digunakan dalam beberapa standar, tetapi baik metoda ISO dan ASTM
menggunakan prosedur kalibrasi berdasarkan pada regresi analisis masa batubara –
0.075 mm terhadap nilai HGI yang bersertifikat dalam 4 contoh yang diberikan oleh
Badan standar nasional.
Hubungan antara HGI dan peringkat batubara adalah sebuah kurva yang
berbentuk huruf U terbalik : nilai-nilai maksimum didapatkan untuk batubara bituminous,
sedangkan nilai yang rendah untuk lignites dan anthracites. Masih dipertanyakan
apakah pengujian ini dapat digunakan pada batubara peringkat rendah.
• Dalam “ Analytical Methods for Coal and Coal Products” Ed. C. Karr :
“Penggilingan untuk menggerus brown coal biasanya merupakan alat pengering pula.
Namun demikian, batubara masih tetap basah ketika digerus karena tingkat
kekeringannya belum tercapai hingga batubara menjadi sangat halus. Impact mills
harus digunakan jika wet brown coal tidak menjadi kenyal ketika digerus.
“Mesin Hardgrove bukanlah merupakan alat yang cocok untuk pengujian ketergerusan
brown coal. Metoda ini menyatakan bahwa batubara harus dikeringkan di udara dan
brown coal yang sudah kering menjadi bubuk ketika digerus. “Jadi pengujian tersebut
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 53
PT. GEOSERVICES, LTD
dapat memberikan hasil yang memadai, tetapi hasil-hasil ini tidak berhubungan dengan
ketidakmampuan brown coal yang lembab dalam penggunaan impact mill.
• Tambahan untuk catatan mengenai hal ini adalah tulisan Zimmerman :
“Kemampuan pengerusan, kebutuhan tenaga untuk penggerusan dan kebutuhan kipas
udara merupakan dasar dari penggunaan HGI. Dalam fasilitas pengujian pembakaran,
ACIRL mempelajari kebutuhan tenaga penggerusan sebagai sebuah fungsi HGI.
Beberapa batubara Indonesia diikutkan dalam penelitian ini. Untuk batubara Australia
ada hubungannya sementara untuk batubara Indonesia membentuk populasi yang
terpisah dan menunjukkan kebutuhan tenaga penggerusan lebih rendah daripada untuk
batubara Australia dari hasil HGI yang sama.
• Dalam USBM RI 5167, Ellman dan Belter menyatakan :
“ Index Grindability merupakan ekspresi empiris yang relatif. Dalam prakteknya
penggerusan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti surface moisture atau MHC,
jenis peralatan, feed rate, feed size, tingkat kehalusan yang diinginkan dan variabel
lainnya. Jadi index grindability laboratorium tidak dapat digunakan sebagai sebuah
indeks kuantitatif langsung dari kemampuan alat gerus.
Terdapat pertukaran antara volatile matter dan tingkat kehalusan yang dibutuhkan
dalam bahan bakar yang dipakai untuk membakar karbon. Pembicaraan pribadi dengan
operator pabrik semen menyatakan bahwa mereka dapat mentolerir oversize (mass%),
ekuivalen dengan 50% volatile matter (ad). Oversize yang lebih besar dapat ditolerir
untuk batubara Indonesia yang memiliki nilai volatile yang tinggi dan memiliki proporsi
reactive maceral yang tinggi (vitrinite dan liptinite) yang akan lebih membantu dalam
pembakaran carbon.
Diantara variabel yang paling penting yang mempengaruhi hasil-hasil HGI pada
batubara sub-bituminous atau lignites adalah tingkat moisture dalam contoh yang telah
diuji. USBM RI 5167, mempelajari variasi antara tingkat moisture dan hasil HGI pada
serangkaian contoh lignite. Figure A.6 berasal dari penelitian tersebut dan merupakan
jenis dari semua batubara yang ikut dalam penelitian tersebut. ASTM menerbitkan
“Metoda yang dianjurkan untuk Grindability batubara sub-bituminous dan lignite dengan
menggunakan mesin Hardgrove” (1984). Metoda tersebut disahkan hanya untuk
informasi saja. “Batubara sub-bituminous dan lignite dapat mengalami perubahan fisik
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 54
PT. GEOSERVICES, LTD
ketika lapisan moisture aslinya hilang ketika contoh dipreparasi. Perubahan ini
seringkali dapat merubah karakteristik grindability yang akan dilaporkan ketika diuji di
laboratorium dan dapat menghasilkan indeks yang berbeda tergantung pada kondisi
pengeringan dan tingkat moisture dari material yang digunakan untuk pengujian
tersebut.
Metoda yang dianjurkan, sejak dihilangkan dari standar ASTM dianjurkan
melakukan serangkaian pengujian HGI pada tingkat moisture yang berbeda dan
pembuatan grafik yang menghubungkan HGI dan moisture.
Tidak semua batubara Indonesia merupakan batubara sub-bituminous atau
lignite. Rentangan hasil-hasil yang lebih rendah pada batubara Kalimantan Selatan
dikarenakan lithotypes batubara makro.
8.0 ANALISIS UNSUR-UNSUR ABU
Unsur-unsur abu di bawah ini ditentukan :
Silicon as SiO2
Calcium as CaO
Iron as Fe2O3
Sodium as Na2O
Manganese as Mn3O4
Sulphur as SO3
Aluminium as Al2O3
Titanium as TiO2
Magnesium as MgO
Potassium as K2O
Phosphorus as P2O5
Dari unsur-unsur di atas, silicon, aluminium dan titanium diperkirakan bersifat asam,
sementara yang lainnya sebagai basa. Ada sejumlah indeks yang dihitung untuk
memperkirakan sifat-sifat fouling dan slagging dari abu ketika batubara tersebut
dibakar dalam boiler-boiler industri. Beberapa sifat ini terdapat dalam Tabel 2 (menur
Sanders).
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 55
PT. GEOSERVICES, LTD
TABEL 2
PERKIRAAN PARAMETER SLAGGING DAN FOULING
DALAM BOILER PEMANAS BATUBARA
Parameter Rumus
1. Total Coal Alkali {(Na2O + 0.658 K2O) X Ash %}/ 100
2. Total Ash Alkali Na2O + 0.658 K2O
3. Total Acid SiO2 + TiO2 + Al2O3
4. Total Base Fe2O3 + CaO + MgO + K2O + Na2O
5. Base/Acid Ratio (Fe2O3+CaO+MgO+K2O+Na2O)/ (SiO2+TiO2+Al2O3)
6. Ferric/Lime Ratio Fe2O3 / CaO
7. Dolomite Percent {(CaO+MgO)X100}/(Fe2O3+CaO+MgO+Na2O+ K2O)
8. Ferric Dolomite Ratio Fe2O3 / (CaO + MgO)
9. Silica Alumina Ratio SiO2/Al2O3
10.Silica ratio SiO2/ (SiO2 + Fe2O3 + CaO + MgO)
11.Slagging Factor (Asam/Basa) X % Sulphur dalam batubara
12.Fouling Factor (Asam Basa) X Na2O dalam abu
Tabel 3 (menurut Sanders), menggolongkan kekerasan yang diperkirakan menjadi
faktor yang penting, dihitung dari ash analysis. Dalam prakteknya hal ini tidak selalu
tersusun seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3. Penelitian yang dibuat oleh Electric
Power Research Institute of USA, menghubungkan penampilan slagging dan fouling
yang diperkirakan dengan yang diamati dalam praktek dan menyimpulkan indikator
yang paling masuk akal dalam kandungan garam.
Perhatikan pada bagian Appendix yang berhubungan dengan efek garam.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 56
PT. GEOSERVICES, LTD
TABEL 3
RANGKUMAN PARAMETER YANG SECARA SIGNIFIKAN
MEMPENGARUHI FOULING AND SLAGGING
JENIS FOULING
Parameter Low Medium High Severe
Rf = (Asam/Basa)X Na2O < 0.2 0.2 – 0.5 0.5 – 1.0 > 1.0
Na2O % < 0.5 0.5 – 1.0 1.0 – 2.5 > 2.5
Alkali total dalam % batubara < 0.3 0.3 – 0.45 0.45 – 0.6 > 0.6
Chlorine dalam batubara < 0.2 0.2 – 0.3 0.3 – 0.5 > 0.5
JENIS SLAGGING
Parameter Low Medium High Severe
Rs = (Asam/Basa)X % S < 0.6 0.6 – 2.0 2.0 – 2.6 > 2.6
dalam batubara
Catatan : Terdapat dua jenis abu batubara : bituminous dan lignitic. Istilah ini mengacu
pada komposisi abu. Abu lignitic memiliki SiO2 kurang dari jumlah CaO% + Fe2O3% +
Na2O%.
Dalam abu jenis lignitic fouling factor-nya ditentukan sebagai % Na2O yang dimodifikasi
menjadi :
Low Medium High Severe
Na2O% <2.0 2 – 6 6 – 8 > 8
9.0 ASH FUSION TEMPERATURES
Pengujian ini menggambarkan sifat empiris dari pengujian batubara.
- Batubara yang diuji bukan batubara yang berada di dalam ruangan pembakaran.
Contoh laboratorium adalah contoh homogen dari residu batubara setelah
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 57
PT. GEOSERVICES, LTD
pembakaran pada kondisi yang standar. Apa yang berada dalam tungku
pembakaran adalah satu jenis mineral matter.
- Kondisi ketika pengujian ini dijalankan harus benar-benar reducing (campuran
hidrogen dengan karbon dioksida) atau benar-benar oxidizing (udara atau karbon
dioksida). Dalam kondisi pembakaran yang menyala, atmosfir yang mengenai
sebuah mineral dapat segera berubah dari benar-benar reducing, ketika karbon
dibakar, menjadi oxidizing, ketika pembakaran sudah terjadi dan terdapat udara
yang berlebih.
Kontrak batubara Jepang selalu mencantumkan hasil-hasil oxidizing
atmosphere.
Kesulitan lain dalam perencanaan produksi adalah bahwa hasil-hasilnya bukan
merupakan bahan tambahan. Boleh saja mencampur dua atau lebih batubara yang
masing-masing sesuai dengan spesifikasi dan menghasilkan batubara yang tercampur
dengan ash fusion temperatures yang lebih rendah dari setiap unsur.
Dalam pengujian ini, abu batubara di cetak menjadi sebuah piramida dan
diletakkan pada sebuah ubin tahan panas. Contoh tersebut dipanaskan pada 5°C per
menit mulai 900°C sampai maksimum 1600°C. Suhu-suhu tersebut dicatat jika profil
karakteristik seperti dalam Figure A.7 tercapai. Untuk membantu pengidentifikasian,
digunakan analisis imej komputer, rekaman fotografi atau rekaman video terhadap
perkembangan pengujian. Empat suhu dicatat : initial deformation, spherical,
hemispherical dan flow.
Mineral dalam batubara yang paling keras adalah kaolin (china clay).
Penambahan oksida dasar, sodium, potassium, calcium atau magnesium menurunkan
titik leleh. Ferrous iron merupakan sebuah perubahan yang terus menerus dalam
sistem silica/alumina. Efek dari penambahan ferric iron kurang diperhatikan. Inilah
alasan pengujian dalam reducing atmosphere, dimana besi dikurangi dan oxidizing
atmosphere, dimana besi teroksidasi. Hasil reducing atmosphere biasanya lebih rendah
secara signifikan daripada oxidizing atmosphere.
Unuma et al, (1986), menerbitkan sebuah penelitian tentang perubahan dalam
struktur mineral yang terjadi ketika abu batubara dipanaskan selama pengujian dan
terbentuk ash fusion, clay content dan kandungan feldspar dalam abu batubara.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 58
PT. GEOSERVICES, LTD
Toleransi reproducibility yang diambil untuk deformation temperature adalah
80°C. Australian Standard AS1038.15-1995 mengutip nilai-nilai reproducibility di bawah
ini : Deformation Temp. Reproducibility
< 1300°C 80
> 1300°C 150
Ash fusion temperature merupakan parameter kualitas dimana batubara
Indonesia mengalami ketidak beruntungan komersial. Penolakan pembeli batubara
telah diatasi untuk sebagian besar produsen batubara dengan membuat sebuah
laporan tentang uji pembakaran dalam fasilitas pengujian pembakaran dimana
penelitian dapat membuktikan adanya endapan, jenis kepadatan dan adherence.
Slagging index (SI) dapat dihitung dari data ash fusion.
SI = 0.8 DT + 0.2 HT
dimana DT adalah deformation temperature, C, reducing atmosphere.
HT adalah hemisphere temperature, C, reducing atmosphere.
Tabel 4 memperlihatkan kecenderungan slagging abu batubara, berdasarkan
nilai SI.
TABEL 4
KECENDERUNGAN SLAGGING
SI °C Kecenderungan Slagging
> 1340 Low
1230 – 1340 Medium
1050 – 1230 High
< 1050 Severe
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 59
PT. GEOSERVICES, LTD
Spero menyatakan : “ash fusion temperature yang rendah cenderung
meningkatkan potensi slagging. Meskipun sifat spesifik dari unsur-unsur abu, disain
alat pembakar, kondisi pembakaran dan disain tungku biasanya memiliki pengaruh
yang nyata atau lebih langsung pada karakteristik ash slagging.
10.0 ULTIMATE ANALYSIS
Ultimate analysis memperlihatkan komposisi batubara dalam artian komposisi
elementalnya : karbon, hidrogen, nitrogen, sulphur dan oksigen.
10.1 CARBON, HYDROGEN, OXYGEN
Carbon, hidrogen dan oksigen tergantung pada peringkat batubara dan analisis
vitrinite maceral biasanya akan cocok dalam ikatan batubara normal yang dibicarakan
di bawah. Dalam batubara peringkat rendah, konsentrasi tinggi dari maceral liptinite
dapat menyebabkan batubara berkumpul dibawah ikatan tersebut, yaitu batubara
tersebut perhydrous. Konsentrasi yang tinggi dari inertinite maceral dapat
menyebabkan batubara berkumpul di bawah ikatan batubara yaitu batubara tersebut
sub-hydrous. Oksidasi atau pemanasan akan menyebabkan batubara berkumpul diluar
ikatan batubara.
Untuk penetapan karbon dan hidrogen batubara dibakar dan karbon
dikonversikan menjadi CO2 dan hidrogen dikonversikan menjadi H2O. Jumlah CO2 atau
H2O dapat ditentukan secara gravimetric atau menggunakan Infra Red Gas Analysis.
Oksigen biasanya dihitung berdasarkan perhitungan, meskipun ada metoda-
metoda untuk penetapan langsungnya.
Sifat-sifat ini penting dalam pembuatan kokas. Dalam pembakaran kandungan
karbon dan hidrogen mempengaruhi tingkat laju gas dan persyaratan udara
pembakaran.
Sejumlah rumus telah dipublikasikan yang menghitung CV dan VM dari ultimate
analysis. Seyler menyatakan bahwa :
CV = 388.12 H + 123.92 C – 4292
Persamaan ini menimbulkan nilai yang lebih rendah untuk nilai CV (adb) dari batubara
Kalimantan Timur.
Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 60
PT. GEOSERVICES, LTD
10.2 SULPHUR
Total Sulphur benar-benar bervariasi pada batubara Indonesia, mulai dari kurang
dari 0.05% sampai lebih dari 2.0%. Hasil ini tergantung dari endapan dan lingkungan di
endapan dalam rawa yang membentuk batubara. Nilai abu dan sulphur batubara yang
rendah awalnya seperti gambut air tawar yang didasari oleh sedimen klastik air tawar
yang tidak mengandung batu gamping. Nilai abu dan sulphur yang tinggi berhubungan
dengan sedimentasi dalam payau atau lingkungan laut. Ketika air laut masuk ke rawa
sulphate ion dalam air laut bercampur menjadi sulphide ion yang masuk ke dalam
molekul batubara sebagai organic sulphur. Gambut tak perlu secara langsung
bercampur dengan air laut, pergerakannya pada strata yang berdekatan dapat
mempengaruhi sulphur dalam gambut. Dengan kondisi ini penyebaran sulphur tidak
akan sama pada lapisan batubara dengan lapisan sulphur tinggi yang ditemukan
bersebelahan pada roof and floor dari lapisan batubara. Pyritic sulphur yang tinggi
banyak terdapat dalam gambut laut. Lingkungan endapan yang kaya kalsium dengan
pH yang tinggi mendorong aktivitas dari sulphur yang mengurangi bakteri yang
mendukung pembentukan iron pyrite. Keasaman tinggi, pH rendah, mendukung
pembentukan abu yang rendah/batubara bersulphur rendah.
Total Sulphur lebih sering ditentukan daripada unsur lainnya dalam ultimate
analysis jika nilainya kurang dari 1%.
Di bawah ini adalah tiga metoda untuk penetapan Total Sulphur :
- Metoda Eschka dimana Sulphur ditentukan secara gravimetric sebagai barium
sulphate.
- Metoda pembakaran temperatur tinggi, dimana sulphur oxides dari pembakaran
diserap ke dalam larutan hydrogen peroxide dan asam yang dihasilkan dititrasi
dengan borate yang telah distandarisasi. Metoda ini tidak dipakai lagi dalam
menentukan keasaman total dari uap yang terserap dan chlorine dilaporkan
sebagai hydrochloric acid dalam penyerap. Penggunaan mercury oxycyanide
untuk menutupi chlorine tidak lagi dilakukan. Untunglah, seluruh batubara
Indonesia yang ditemukan memperlihatkan nilai chlorine kurang dari 0.01%
sehingga metoda tersebut tetap dapat dipakai. Jika contoh yang telah di float/
sink diuji dalam bahan pelarut halogenated organic seperti perchloro ethylene
atau bromoform, contoh-contoh tersebut menjadi terkontaminasi dengan chlorine
Batubara
Batubara
Batubara
Batubara
Batubara
Batubara
Batubara
Batubara
Batubara

More Related Content

What's hot

Proposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboranProposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboranLeonardoSitorus
 
Teknik eksplorasi
Teknik eksplorasiTeknik eksplorasi
Teknik eksplorasioilandgas24
 
Genesa bahan galian bijih nikel laterit
Genesa bahan galian bijih nikel lateritGenesa bahan galian bijih nikel laterit
Genesa bahan galian bijih nikel lateritSylvester Saragih
 
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...Sylvester Saragih
 
Laporan akhir perhitungan penaksiran cadangan
Laporan akhir perhitungan penaksiran cadanganLaporan akhir perhitungan penaksiran cadangan
Laporan akhir perhitungan penaksiran cadanganSylvester Saragih
 
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijihBab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijihRomi Fadli
 
Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011
Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011
Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011rudyhendrawan
 
Evaluasi cadangan itm
Evaluasi cadangan itmEvaluasi cadangan itm
Evaluasi cadangan itmNando Ltoruan
 
Room and pillar_dan_longwall_batubara
Room and pillar_dan_longwall_batubaraRoom and pillar_dan_longwall_batubara
Room and pillar_dan_longwall_batubaraSyahwil Ackbar
 
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineralrramdan383
 
Pengantar perencanaan tambang
Pengantar perencanaan tambangPengantar perencanaan tambang
Pengantar perencanaan tambangIpung Noor
 
Ta 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep samplingTa 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep samplingosmainisutra
 

What's hot (20)

Proposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboranProposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboran
 
Komponen dan fungsi alatbor
Komponen dan fungsi alatborKomponen dan fungsi alatbor
Komponen dan fungsi alatbor
 
Teknik eksplorasi
Teknik eksplorasiTeknik eksplorasi
Teknik eksplorasi
 
Genesa bahan galian bijih nikel laterit
Genesa bahan galian bijih nikel lateritGenesa bahan galian bijih nikel laterit
Genesa bahan galian bijih nikel laterit
 
Eskplorasi rinci
Eskplorasi rinciEskplorasi rinci
Eskplorasi rinci
 
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
Tugas makalah teknik eksplorasi tambang peralatan yang digunakan alam eksplor...
 
Sistem Penambangan
Sistem PenambanganSistem Penambangan
Sistem Penambangan
 
Laporan akhir perhitungan penaksiran cadangan
Laporan akhir perhitungan penaksiran cadanganLaporan akhir perhitungan penaksiran cadangan
Laporan akhir perhitungan penaksiran cadangan
 
Laporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboranLaporan kp pengeboran
Laporan kp pengeboran
 
Deskripsi core
Deskripsi coreDeskripsi core
Deskripsi core
 
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijihBab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
 
Jalan Angkut Tambang
Jalan Angkut TambangJalan Angkut Tambang
Jalan Angkut Tambang
 
Alat Bor Eksplorasi
Alat Bor EksplorasiAlat Bor Eksplorasi
Alat Bor Eksplorasi
 
Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011
Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011
Optimasi spasi pemboran endapan batubara dengan pendekatan geostatistik 2011
 
Evaluasi cadangan itm
Evaluasi cadangan itmEvaluasi cadangan itm
Evaluasi cadangan itm
 
Tahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasiTahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasi
 
Room and pillar_dan_longwall_batubara
Room and pillar_dan_longwall_batubaraRoom and pillar_dan_longwall_batubara
Room and pillar_dan_longwall_batubara
 
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
 
Pengantar perencanaan tambang
Pengantar perencanaan tambangPengantar perencanaan tambang
Pengantar perencanaan tambang
 
Ta 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep samplingTa 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep sampling
 

Similar to Batubara

BATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdeka
BATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdekaBATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdeka
BATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdekaalfabagus47
 
GEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdf
GEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdfGEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdf
GEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdfseptianraha1
 
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaMakalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaSeptian Muna Barakati
 
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaMakalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaSeptian Muna Barakati
 
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaMakalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaWarnet Raha
 
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...Sylvester Saragih
 
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...Mario Yuven
 
Bab 1 Kuliah Batubara
Bab 1 Kuliah BatubaraBab 1 Kuliah Batubara
Bab 1 Kuliah Batubaraeternal10
 
8 pengertian batubara
8 pengertian batubara8 pengertian batubara
8 pengertian batubaraOvidio Soares
 
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdfRA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdfI2O37OO42GilangAriya
 
Review Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan
Review Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada TumbuhanReview Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan
Review Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhandewisetiyana52
 
Makalah batu bara umk cabang raha
Makalah batu bara umk cabang rahaMakalah batu bara umk cabang raha
Makalah batu bara umk cabang rahaWarnet Raha
 

Similar to Batubara (20)

BATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdeka
BATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdekaBATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdeka
BATUBARA.pptx, kelas x kurikulum merdeka
 
GEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdf
GEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdfGEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdf
GEOLOGI_BATUBARA_GENESA_BATUBARA.pdf
 
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaMakalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
 
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaMakalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
 
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. munaMakalah batu bara umk cabang raha kab. muna
Makalah batu bara umk cabang raha kab. muna
 
Resume genesa batubara
Resume   genesa batubaraResume   genesa batubara
Resume genesa batubara
 
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
Tugas batubara ii lingkungan dan bentuk endapan batubara, kalsifikasi dan jen...
 
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...
Tambang STTNAS _ Mata Kuliah Batubara_Semester IV_ Coal sttnas supandi_2014_0...
 
Genesa batubara
Genesa batubaraGenesa batubara
Genesa batubara
 
Bab 1 Kuliah Batubara
Bab 1 Kuliah BatubaraBab 1 Kuliah Batubara
Bab 1 Kuliah Batubara
 
8 pengertian batubara
8 pengertian batubara8 pengertian batubara
8 pengertian batubara
 
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdfRA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
 
Biogeokimia
BiogeokimiaBiogeokimia
Biogeokimia
 
Review Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan
Review Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada TumbuhanReview Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan
Review Jurnal Evolusi Fotosintesis Pada Tumbuhan
 
Petroleum System
Petroleum SystemPetroleum System
Petroleum System
 
Batu bara
Batu baraBatu bara
Batu bara
 
Siklus Karbon
Siklus KarbonSiklus Karbon
Siklus Karbon
 
Geografi physical
Geografi physicalGeografi physical
Geografi physical
 
Makalah batu bara umk cabang raha
Makalah batu bara umk cabang rahaMakalah batu bara umk cabang raha
Makalah batu bara umk cabang raha
 
Makalah batu bara umk cabang raha
Makalah batu bara umk cabang rahaMakalah batu bara umk cabang raha
Makalah batu bara umk cabang raha
 

Recently uploaded

UNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak Bonus
UNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak BonusUNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak Bonus
UNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak Bonusunikbetslotbankmaybank
 
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttxSLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttxdevina81
 
KEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDO
KEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDOKEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDO
KEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDOANNISAUMAYAHS
 
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda Aceh
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda AcehTERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda Aceh
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda AcehFORTRESS
 
Perspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan OrganisasiPerspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan OrganisasiSeta Wicaksana
 
Unikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank Terpercaya
Unikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank TerpercayaUnikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank Terpercaya
Unikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank Terpercayaunikbetslotbankmaybank
 
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang PopulerMengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang PopulerHaseebBashir5
 
Tajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di Indonesia
Tajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di IndonesiaTajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di Indonesia
Tajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di IndonesiaHaseebBashir5
 
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind..."Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...HaseebBashir5
 
"Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak"
"Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak""Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak"
"Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak"HaseebBashir5
 
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2PutriMuaini
 
Etika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptx
Etika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptxEtika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptx
Etika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptx23May1983
 
PRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYA
PRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYAPRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYA
PRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYALex PRTOTO
 
PPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesiaPPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesiaSukmaWati809736
 
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...HaseebBashir5
 
Togel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs Togel
Togel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs TogelTogel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs Togel
Togel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs TogelHaseebBashir5
 
Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11
Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11
Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11Al-ghifari Erik
 
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contohLAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contohkhunagnes1
 
SITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYA
SITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYASITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYA
SITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYAThomz PRTOTO
 
Slide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan IndonesiaSlide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan IndonesiaNovrinKartikaTumbade
 

Recently uploaded (20)

UNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak Bonus
UNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak BonusUNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak Bonus
UNIKBET : Bandar Slot Pragmatic Play Bisa Deposit Ovo 24 Jam Online Banyak Bonus
 
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttxSLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
SLIDE 2 BISNIS INTERNASIONAL.ppttttttttx
 
KEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDO
KEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDOKEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDO
KEAGENAN KAPAL DALAM DUNIA MARITIME INDO
 
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda Aceh
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda AcehTERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda Aceh
TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aesthetic Pintu Aluminium di Banda Aceh
 
Perspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan OrganisasiPerspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
Perspektif Psikologi dalam Perubahan Organisasi
 
Unikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank Terpercaya
Unikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank TerpercayaUnikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank Terpercaya
Unikbet: Situs Slot Pragmatic Bank Seabank Terpercaya
 
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang PopulerMengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
Mengenal Rosa777: Situs Judi Online yang Populer
 
Tajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di Indonesia
Tajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di IndonesiaTajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di Indonesia
Tajuk: SV388: Platform Unggul Taruhan Sabung Ayam Online di Indonesia
 
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind..."Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
"Menjelajahi Keberagaman Permainan di Sumaterabet: Situs Slot Terbesar di Ind...
 
"Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak"
"Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak""Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak"
"Melompati Ramtoto: Keterampilan dan Kebahagiaan Anak-anak"
 
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
Time Value of Money Mata Kuliah Ekonomi 2
 
Etika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptx
Etika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptxEtika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptx
Etika wirausaha dan pentingnya presentasi 2.pptx
 
PRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYA
PRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYAPRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYA
PRTOTO SITUS SPORTING BET DAN TOGEL TERPERCAYA
 
PPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesiaPPT-Business-Plan makanan khas indonesia
PPT-Business-Plan makanan khas indonesia
 
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
Judul: Mengenal Lebih Jauh Tentang Jamintoto: Platform Perjudian Online yang ...
 
Togel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs Togel
Togel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs TogelTogel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs Togel
Togel Online: Panduan Lengkap tentang Dkitoto, Dkitogel, dan Situs Togel
 
Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11
Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11
Capital Asset Priceng Model atau CAPM 11
 
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contohLAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
LAPORAN PKP yang telah jadi dan dapat dijadikan contoh
 
SITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYA
SITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYASITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYA
SITUS LIVE CASINO DAN SPORTING BET TERPERCAYA
 
Slide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan IndonesiaSlide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
Slide tentang Akuntansi Perpajakan Indonesia
 

Batubara

  • 1. Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 1 PT. GEOSERVICES, LTD I. GEOLOGY BATUBARA Tumbuhan atau pohon yang telah mati berjuta tahun yang lalu, kemudian membusuk atau mengurai secara tidak sempurna karena kondisi tertentu, sehingga membentuk suatu fossil tumbuhan yang selanjutnya dipengaruhi oleh waktu, temperature, dan tekanan, maka terbentuklah suatu sedimen organik yang disebut BATUBARA I. Pembentukan Batubara Apabila ada suatu tumbuhan atau pohon yang mati, kemudaian jatuh ke tanah yang kering, maka tumbuhan tersebut akan membusuk dan akhirnya hilang tidak meninggalkan sisa organik, karena diuraikan oleh bakteri pengurai. Akan tetapi apabila suatu tumbuhan atau pohon yang sudah mati kemudian jatuh di daerah yang berair seperti rawa, sungai, atau danau, maka tumbuhan tersebut tidak akan mengalami pembusukan secara sempurna, karena pada kedalaman tertentu bakteri tidak lagi bisa menguraikan tumbuhan tersebut baik bakteri aerob maupun anaerob. Akibatnya sisa tumbuhan tersebut akan terus mengendap membentuk suatu sediment fossil tumbuhan yang selanjutnya mengalami perubahan fisik dan biokimia serta dipengaruhi oleh waktu , tekanan, dan temperature, sehingga membentuk suatu sediment atau batuan organik yang sekarang disebut BATUBARA. Proses pembentukan batubara terjadi beberapa tahap, dan tahapan-tahapan tersebut disebut Coalification. Proses coalification tersebut dimulai dari Peat sampai Antrasit. I.1 Teori Pembentukan Batubara Pada dasarnya semua teori setuju bahwa batubara berasal dari fossil tumbuhan. Namun demikian ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana proses terjadinya batubara tersebut. Diantaranya ada dua teori yang penting untuk diketahui yaitu teori INSITU dan teori DRIFT. Teori INSITU menjelaskan bahwa batubara terbentuk di daerah dimana tumbuhan tersebut berasal atau dengan kata lain endapan batubara tersebut berada di hutan atau di daerah bekas hutan tumbuhan yang membentuk batubara tersebut. Batubara yang
  • 2. Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 2 PT. GEOSERVICES, LTD terbentuk dengan teori insitu hanya terjadi di hutan basah atau daerah hutan yang berawa karena di daerah seperti ini beberapa jenis bakteri pengurai tidak aktif, bahkan mati. Sedangkan di daerah hutan kering, pembusukan terjadi sempurna sehingga tidak ada material organik yang tersisa kecuali mineral yang kembali ke tanah dan pada kondisi ini tumbuhan yang mati tersebut tidak akan menjadi batubara. Teori DRIFT menjelaskan bahwa batubara terbentuk didaerah yang bukan merupakan daerah dimana tumbuhan pembentuk batubara tersebut berasal. Tumbuhan atau pohon yang sudah mati, kemudian terbawa oleh air (banjir), kemudian terendapkan di delta-delta sungai atau didalam danau purba sehingga pembusukan tumbuhan tersebut tidak sempurna dan akhirnya membentuk fossil tumbuhan yang kemudian menjadi batubara dengan teori DRIFT. I.2 Proses Pembentukan Batubara (Coalification) Proses atau tahap pertama pembentukan batubara adalah pembentukan Peat atau yang disebut dengan Peatification. Pada tahap ini terjadi perubahan secara biokimia atau perubahan diagenetik. Perubahan yang cepat terjadi pada top 0.5 meter dimana pada kedalaman ini bakteri aerob yang aktif dan menguraikan vegetasi tersebut. Pada level lebih bawah lagi yang aktif adalah bakteri anaereob. Bakteri ini mengkonsumsi oksigen dari molekul organik. Bakteri ini biasanya aktif sampai kedalaman 10 M, di bawah kedalaman tersebut perubahan yang terjadi adalah perubahan kimia seperti ; polymerisasi, reaksi reduksi dan lain-lain. Pada kedalaman ini berat akumulasi peat menyebabkan tekanan bertambah, dan perubahan fisik pun terjadi pada peat tersebut. Pada prinsipnya perubahan fisik tersebut merupakan pemerasan kelebihan air dari endapan peat tersebut. Penurunan kandungan moisture pada proses ini tercatat sekitar 1 % untuk setiap kedalaman 10m. Kandungan Carbon pada lapisan bagian atas bertambah agak cepat seiring dengan terjadinya pembusukan pada zat-zat selulosa. Kenaikan kandungan Carbon dalam basis d.a.f. (dry ash free) mencapai 40-50% sampai 55-60% terjadi pada top 0.5m. Pada transisi dari Peat ke Lignite adalah disebabkan oleh perubahan diagenetik, dan perubahan selanjutnya merupakan metamorfosis atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh perubahan fisika dan perubahan kimia akibat terjadinya pengaruh tekanan dan panas terhadap endapan tersebut.
  • 3. Sampling, Preparasi, Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 3 PT. GEOSERVICES, LTD Pada transisi dari Peat ke Lignite dan selanjutnya ke sub-bituminous, terjadi penurunan porositas secara drastis. Penurunan porositas ini disebabkan oleh terjadinya kompresi lapisan batubara tersebut oleh berat dari overburden. Penurunan porositas menyebabkan penurunan pula pada kandungan moisture, (baik moisture holding capacity, Total moisture, maupun air dried moisturre). Pada Lignite moisture berkurang sampai 4 % untuk setiap kedalaman 100m. Sedangkan pada transisi dari Lignite ke sub-bituminous terjadi penurunan moisture 1 % untuk setiap kedalaman 100-200 m. Penurunan moisture tersebut diikuti dengan naiknya nilai kalori pada basis dry ash free. Selama transisi dari Lignite ke sub-bituminous menghasilakan produk dari reaksi coalification yaitu; moisture,carbon dioksida, dan gas methan dalam jumlah yang kecil yang merupakan hasil pembusukan sisa-sisa lignin. Pada batubara high volatile bituminous kelanjutan tahap coalification ditunjukan dengan terus berkurangnya oxygen dan moisture yang menghasilkan naiknya nilai kalori. Perubahan transisi dari biuminous ke antrasit, diikuti dengan menurunya nilai Volatile matter yang cukup drastis. Penurunan volatile matter (daf) pada transisi ini mencapai lebih dari 14 % - 40 %. Sedangkan kenaikan carbon (daf) nya adalah dari 85% sampai 90%. Perubahan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia dalam molekul batubara. Pada kelas sub-bituminous susunan molekul batubara terdiri dari campuran rantai lurus hidrokarbon (alifatik) dan beberapa struktur cincin siklik (aromatik). Selama proses coalification, molekul hidrokarbon batubara terus mengalami pemadatan membentuk lebih banyak struktur aromatik. Pada tahap sub-bituminous, struktur cincin aromatik tersebut membentuk clusters atau kelompok kecil dengan rata-rata 3 cincin aromatik setiap cluster-nya. Pada tahap ini 60% carbon dan hidrogen dalam batubara termasuk kedalam kelompok atau fraksi aromatik. Pada kelompok low volatile bituminous, jumlah rata-rata cincin aromatik dalam satu cluster adalah 8, dan 82 % dari carbon dan hidrogen dalam batubara terkandung dalam fraksi aromatik. Sedangkan pada kelas antrasit, 100 % carbon dan hidrogen merupakan struktur aromatik dengan kata lain molekul telah mengalami pemadatan atau terkondensasi sempurna. Volatile matter secara prinsip berasal dari struktur carbon dan hidrogen dengan struktur alifatik, karena salah satu sifat dari struktur alifatik ini adalah mudah terputus dan
  • 4. Sampling, Preparasi, & Analisa Batubara 4 PT. GEOSERVICES, LTD tervolatilisasi sebagai gas hidrokarbon seperti gas methan. Semakin rendah kandungan hidrokarbon alifatik dari suatu batubara maka semakin rendah nilai volatile matter batubara tersebut. Apabila suatu batubara mengandung struktur hidrokarbon alifatik lebih banyak maka nilai volatile matter dari batubara tersebut akan semakin tinggi. Gambar-1 dibawah ini menggambarkan dua struktur hidrokarbon dalam batubara. H2C-CH2 -CH2-CH-CH2-CH2 Siklik Aromatik Alifatik Gambar-1: Struktur Aromatik dan Alifatik Vitrinite reflectant yang memiliki korelasi yang bagus dengan volatile matter (daf) pada kelas batubara bituminous merupakan ukuran dari derajat aromatisasi yang telah terjadi dalam batubara. Tahap akhir dari coalification adalah transisi dari bituminouse ke antrasit. Ditandai dengan turunnya kandungan hidrogen secara drastis dan juga rasio H/C. Pada transisi ini menghasilkan gas methan yang merupakan produk utama dari pelepasan hidrogen yang dimulai pada kira-kira level volatile matter 29% (daf) dan 87% carbon(daf). Diperkirakan sekitar 200 lier gas methan dilepaskan dari setiap 1 kg batubara pada transisi dari bituminous ke antrasit.
  • 5. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 5 PT. GEOSERVICES, LTD II. Efek Umur, Temperature,dan Tekanan Seperti dijelaskan pada edisi sebelumnya bahwa selam proses pembentukan batubara atau coalification, ada tiga faktor yang mempengaruhi yaitu umur, temperature dan tekanan. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan rank dari batubara tersebut. Faktor umur adalah lamanya batubara tersebut mengalami pengendapan, atau usia kapan batubara tersebut mulai terbentuk. Sedangkan faktor temperature adalah efek panas yang mempengaruhi endapan batubara. Sumber panasnya tersebut bisa berasal dari panas bumi, berasal dari vulknik. Faktor tekanan biasanya diidentikan dengan kedalaman seam batubara tersebut karena semakin dalam suatu seam batubara terkubur di dalam bumi maka efek tekanan yang diterimanya dari overburden diatasnya semakain besar. II.1 Efek Umur Umur batubara adalah kapan suatu batubara atau coalification terjadi. Seperti kita ketahui bahwa batubara terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu. Cara atau metoda pengukuran umurnya hampir sama dengan yang digunakan pada penentuan umur suatu fosil. Untuk menyederhanakn periode waktu khususnya pada periode kapan kebanyakan batubara terbentuk, maka para akhli geologi membuat suatu tabel yang membagi-bagi umur atau zaman menjadi beberapa periode seperti terlihat pada tabel – 1 (Simplified Geological Time Scale). Mayoritas batubara Australia terbentuk pada periode Permian, sedangkan Batubara Indonesia kebanyakan terbentuk pada masa Tertiary. Oleh karena itu banyak yang mengatakan bahwa batubara Indonesia adlah batubara muda (young age coal). Hal ini tidak ada hubungannya dengan banyaknya Antrasit yang ditemukan di daerah Sumatra. Penting untuk dipahami bahwa tua-mudanya batubara adalah ditentukan oleh umur pembentukan batubara tersebut. Sedangkan coal rank ditentukan oleh kualitas batubara tersebut.
  • 6. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 6 PT. GEOSERVICES, LTD TABEL –1 Simplified Geological Time scale PERIODE KURUN WAKTU Quarternary Sekarang – 2 Juta tahun lalu Tertiary 2 – 65 Juta tahun lalu Cretaceous 65 – 135 Juta tahun lalu Jurassic 135 – 180 Juta tahun lalu Triasic 180 – 225 Juta tahun lalu Permian 225 – 275 Juta tahau lalu Carboniferous 275 – 350 Juta tahun lalu Devonian 350 – 410 Juta tahun lalu Periode Tertiary dapat dibagi menjadi 6 epoch seperti tabel dibawah ini : TABEL - 2 Pembagian Epoch Epoch Mulai Sampai Durasi (Juta tahun lalu) (Juta Tahun) Paleocene 65 59 6 Eocene 59 34 25 Oligocene 34 25 9 Miocene 25 12 13 Pliocene 12 2.5 9.5 Batubara yang terbentuk pada masa Tertiary kebanyakan berada pada epoch Eocene (Mayoritas di Kalimantan Selatan) dan Miocene (Mayoritas di Kalimantan Timur). Efek faktor umur hanya berarti apabila temperature cukup tinggi. Sebagai contoh; di Amerika ditemukan ada coal bed yang sudah terkubur sampai kedalaman
  • 7. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 7 PT. GEOSERVICES, LTD 5400 m, dimana temperature pada kedalaman tersebut sudah mencapai 140o C. Setelah 17 juta tahun batubara tersebut termasuk kedalam rank High Volatile Bituminous. Sedangkan di Jerman ditemukan batubara dengan kedalaman dan temperature yang sama, setelah 270 juta tahun, batubara tersebut telah tertranformasi kedalam rank Low Volatile Bituminous. Contoh lain; di Rusia ditemukan batubara yang terbentuk pada periode Carboniferous (275-350juta tahun yang lalu), tapi batubara tersebut masuk kedalam rank Lignite. Hal ini dikarenakan batubara tersebut tidak pernah terekspose pada temperature lebih dari 30 o C. II.2 Efek Temperature Temperature adalah salah satu faktor yang mempengaruhi selama pembentukan batubara atau coalification. Sumber panas tersebut dapat berasal dari : 1. Geothermal Gradient Semakin dalam ke perut bumi, maka semakin panas juga temperaturenya. Penambahan temperature yang normal adalah 3-4 o C untuk setiap kedalaman 100m. Namun dibagian daerah Meksiko ada Geothermal Gradient mencapai 16 o C setiap penambahan kedalaman 100 m. Apabila hanya geothermal gradient sebagai sumber panas yang mempengaruhi batubara, maka batubara perlu terkubur sampai kedalaman 1500 m sebelum kelas Bituminous tercapai. 2. Igneous Intrusion Adalah kontak antara lelehan magma dengan batubara sebagai akibat dari aktifitas vulkanik. Intrusi ini dapat mencapai temperature lebih dari 1000 o C. Apabila contak langsung dengan batubara, dapat menyebabkan perubahan bentuk yang signifikan, namun biasanya intrusi tersebut tidak langsung contact dengan batubara. Apabila batuan penghalang antara magma dengan batubara merupakan penghantar panas yang cukup baik, maka batubara tersebut masih dapat terpengaruhi oleh intrusi tersebut. Tingkat pengaruh dari intrusi tersebut tergantung dari besarnya dan tingkat intrusi tersebut. Intrusi yang memotong atau menyilang dengan arah vertikal terhadap coal seam disebut dyke. Sedangkan
  • 8. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 8 PT. GEOSERVICES, LTD intrusi yang menyilang dengan arah horisontal terhadap coal seam baik dari bawah maupun dari atas seam disebut Sill. 3. Tectonic activity (Aktifitas tektonik) Sumber panas ini adalah hasil dari gesekan atau pergeseran lempeng bumi atau blok batuan secara besar-besaran yang sering disebut patahan atau faulting. Panas ini dapat menyebabkan up-grading batubara secara local pada seam atau blok batubara dimana efek panas tersebut terjadi. II.3 Efek Tekanan Efek tekanan sangat berperan pada saat awal pembentukan batubara atau coalification sampai tercapainya rank high volatile bituminous. Efek ini merupakan pemerasan atau “squeezing out of the water”. Kedalaman, selain menimbulkan geothermal gradien juga memiliki efek tekanan dari beban diatasnya. Tekanan tektonik juga dapat menimbulkan efek tekanan terutama pada “shearing force” dapat menyebabkan upgrading batubara yang disebabkan oleh perubahan physico-structural. III Sytem klasifikasi Seperti dijelaskan pada pasal sebelumnya bahwa umur dan rank adalah dua hal yang berbeda pengukurannya. Umur ditentukan oleh kapan terjadinya pembentukan batubara tersebut. Sedangkan ranking atau kelas ditentukan oleh kualitas atau parameter-parameter yang ditentukan dari batubara tersebut. Ada beberapa sistem klasifikasi yang biasanya digunakan untuk menentukan rank suatu batubara yaitu : 1. ASTM Classification 2. Seyler’s Classification 3. Ralston’s Classification 4. ECE Classification (Economic Commission for Europe) 5. International Classification for Lignite
  • 9. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 9 PT. GEOSERVICES, LTD Diantara sistem klasifikasi siatas yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi ASTM. Dimana sistem ini membagi rank atau golongan batubara menjadi beberapa kelas seperti dibawah ini: Dalam klasifikasi ASTM tersebut batubara berdasarkan kualitasnya dapat dibagi menjadi beberapa golongan seperti di bawah ini. ANTHRACITE : 1. Meta-anthracite 2. Anthracite 3. Semi anthracite BITUMINOUS : 1. Low volatile bituminous 2. Medium volatile bituminous 3. High volatile-A bituminous 4. High volatile-B bituminous
  • 10. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 10 PT. GEOSERVICES, LTD M B`A`T`U`B`A`R`A MM 5. High volatile-C bituminous SUBBITUMINOUS : 1. Subbituminous – A 2. Subbituminous – B 3. Subbituminous – C LIGNITE : 1. Lignite-A 2. Lignite-B IV Substansi Batubara Komponen batubara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : Moisture/air, Mineral Matter, dan Organik. Lihat ilustrasi gambar dibawah ini : Kalau Batubara dimisalkan sebagi batang atau tabung, maka bagian –bagian komponen batubara adalah seabagi berikut : Dan Lain -lain Moisture Mineral Matter Organic batubara Total Moisture EQM Inherent moisture Ash Analayis Ash Fusion Tempeature Trace element Calorific Value Volatile matter Sulfur Fixed carbon Dan Lain-lain
  • 11. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 11 PT. GEOSERVICES, LTD M MM M MM Substansi batubara selain seperti yang diilustrasikan diatas, juga dapat digolongkan lagi menjadi beberapa golongan substansi sepeti Proximate, Ultimate, dan petrografik. Coal Proximate Batubara dapat dibagi menjadi 4 bagian dalam proximate, dimana pada bagian organik batubara dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan sifat penguapan atau keteruraian dengan pemanasan pada suhu tertentu dan waktu tertentu. Bagian Organik yang menguap atau terurai ketika batubara dipanaskan tanpa oksigen pada temperature 900o Celsius digolongkan sebagai Volatile Matter. Sedangkan bagian organik batubara yang tetap pada pemanasan tersebut digolongkan sebagai Fixed Carbon atau karbon tetap. Volatile matter biasanya berasal dari struktur alifatik carbon yang mudah putus dengan thermal dekomposisi, sedangkan fixed carbon berasal dari gugus rantai carbon yang kuat seperti gugus aromatik. Semakin tinggi peringkat batubara semakin besar jumlah carbon yang membentuk aromatik, dan semakin tinggi juga fixed carbon dan semakin M FC MM VM Moisture Ash / Mineral matter Volatile Matter Fixed Carbon Coal Proximate Moisture Ash / Mineral matter Carbon Hydrogen Nitrogen Sulfur Oksigen Moisture Ash / Mineral matter Vitrinite Liptinite / Exinite Inertinite Coal Ultimate Coal Maceral
  • 12. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 12 PT. GEOSERVICES, LTD rendah Volatile Matter yang diperoleh. Oleh karena itu peringkat batubara dapat dilihat dengan penurunan Vlatile matter. Lihat illustrasi gambar struktur batubara di bawah ini Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi peringkat batubara semakin banyak struktur aromatiknya pada setiap cluster. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi peringkat semakin padat batubara tersebut dan semakin tinggi fixed carbonnya. A Structural Model of Brown Coal Basic of Structural Units for Coals of various rank
  • 13. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 13 PT. GEOSERVICES, LTD Coal Ultimate Pada penggolongan batubara ultimate, unsur moisture dan mineral matter tetap, tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan unsur pembentuk organik tersebut. Unsur- unsur pembentuk organik batubara terdiri dari Total Carbon, baik yang berasal gugus alifatik maupun yang berasal dari gugus aromatik, Kemudian Hidrogen (tidak termasuk hidrogen yang berasal dari air atau moisture. Kemudian Nitrogen, Sulfur, dan Oksigen. Dalam penentuannya Oksigen tidak secara langsung ditentukan melainkan dengan cara mengurangkan unsur organik yang 100% dikurangi dengan Carbon, Hidrogen, Nitrogen dan Sulfur. Coal Maceral Pada penggolongan Coal Maceral, unsur moisture dan mineral matter tetap, akan tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi pembentuk batubara yang terdiri dari 3 golongan atau grup maceral yaitu: Vitrinite, Exinite atau liptinite, dan Inertinite. Grup maceral ini didasarkan pada fosil atau bahan pembentuk batubara seperti daun, akar, batang, cutikula, spora, dan lain-lain. Grup maceral dan maceral yang terkandung dalam batubara dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Maceral Dalam Batubara Grup Maceral Maceral Vitrinite Telinite Collinite Vitrodetrinite Exinite / Liptinite Sporinite Cutinite Resinite Alginite Liptodetrinite Inertinite Micrinite Macrinite Semifusinite Fusinite Sclerotinite Inertodetrinite
  • 14. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 14 PT. GEOSERVICES, LTD Vitrinite Vitrinite adalah maceral yang paling domonant dalam batubara. Maceral ini berasal dari batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar tumbuhan pembentuk batubara. Nilai reflectan dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat batubara, dan sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang terdapat pada ASTM standard. Liptinite Seperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga, cutikula (yang terdapat pada permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan minyak. Suberinite, tidak tercantum diatas, hanya terdapat pada batubara tersier. Maceral ini berasal dari substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu, dan pada permukaan akar, batang dan buah buahan. Fungsi dari maceral ini sebenarnya untuk mencegah pengeringan pada tanaman. Inertinite Material pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan pembentuk Vitrinite. Yang membedakannya adalah historikal pembentukannya yang disebut fusination . Charring atau oksidasi pada saat proses pembentukan batubara berlangsung merupakan proses yang membedakan substansi Vitrinite dan Inertinite. Inertinite ini biasanya memiliki kadar carbon yang tinggi, hydrogen yang rendah serta derajat aromatisisty yang tinggi. Fusinite sering juga disebut sebagai “mother of charcoal” karena diidentikan dengan terjadinya forest fire pda saat dekomposisi batubara. Pada batubara Indonesia Maseral dari grup inertinite seperti sclerotinite banyak ditemukan dan biasanya berasal dari sisa-sisa atau fosil fungi. Fusinite Cutinite Macrinite Sclerotinite Resinite Sporinite Telinite Fusinite dengan bogenstructur
  • 15. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 15 PT. GEOSERVICES, LTD Grup tersebut terdiri dari sub-sub maceral yang lebih kecil lagi seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Coal Maceral
  • 16. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 16 PT. GEOSERVICES, LTD DASAR-DASAR PRAKTIS SAMPLING DAN PREPARASI BATUBARA 1. SAMPLING Sampling Dalam buku J.W. Merck, “Sampling and weighing of Bulk Solids”, sampling didefinisikan sebagai: “Proses pengumpulan suatu set primary increment dari suatu sampling unit dengan suatu cara sehingga pengukuran contoh analisis atau pengujian signifikan untuk sampling unit tersebut.” Sampling Batubara Batubara adalah material padat yang sangat heterogen, bahkan sampling batubara dapat dikatakan sebagai sampling material yang paling sulit untuk mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili. Hal ini disebabkan batubara terbentuk dari material yang sangat heterogen sekali. Selain itu kondisi pada saat pembentukan juga mempengaruhi heterogenitas dari materi batubara tersebut. Oleh karena itu sampling batubara harus dilakukan dengan cermat dan mengikuti kaidah-kaidah standard serta dilakukan oleh petugas sampling yang sudah benar-benar mengerti prinsip-prinsip sampling dan telah berpengalaman. Sampling memegang peranan sangat penting dalam menentukan kualitas suatu batubara. Bahkan sampling merupakan factor yang terpenting dalam ketelitian hasil analisa parameter yang ditentukan. Apabila suatu sampling keliru, maka seluruh hasil analisa yang diperoleh tidak reperesentative terhadap material batubara yang sedang diambil samplenya. Oleh karena itu pemahaman akan sampling menjadi sangat penting dalam proses penentuan kualitas dari suatu batubara. Sampling batubara dapat dilakukan baik terhadap batubara masih dalam seam atau Coal in Bed, maupun terhadap batubara curah atau Coal in Bulk. Sampling Seam Batubara Sampling yang biasa dilakukan terhadap seam batubara atau Coal in Bed terdiri dari Coring Sampling dan Channel Sampling atau Trenching Sampling. Coring sampling dilakukan dengan menggunakan mesin bor atau drilling baik pada saat seam batubara tersebut masih tertimbun overburden maupun pada saat batubara telah terekspos. Coring sampling biasanya dilakukan pada saat tahap explorasi awal dengan jarak titik bor yang relatif jauh maupun pada saat in fill drilling atau Pit drilling untuk keperluan pit control dengan jarak antar titik bor yang relatif dekat. Sedangkan Channel Sampling atau Trenching Sampling biasanya dilakukan pada seam batubara yang sudah terekspose. Channel sampling biasanya dilakukan pada tahap explorasi awal sebelum dilakukan drilling. Sample biasanya diambil dari outcrop (seam batubara yang muncul ke permukaan yang biasanya ditemukan di tebing atau di aliran sungai. Tujuan dari sampling ini adalah untuk menentukan karakteristik batubara secara general. Coring Sampling
  • 17. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 17 PT. GEOSERVICES, LTD Lapisan seam batubara secara umum terdiri dari roof, coal seam, parting/splitting/band, dan floor. Channel Sampling Channel Sampling biasnya dilakukan terhadap seam yang terekspose, baik di outcrop maupun pada seam pada front penambangan. Prinsip penentuan pembagian sample pada channel sampling pada prinsipnya sama dengan penentuan ply sample pada coring, yang berbeda adalah cara mengekstrak samplenya. Kalau core sample diperoleh dari drilling, sedangkan channel sampling dilakukan dengan mengambil secara manual dengan cara membuat channel pada permukaan seam batubara tersebut. Sampling batubara Curah Sampling terhadap batubara curah dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kondisi batubara yang di sampling yaitu : 1. Stationary Sampling 2. Moving Stream sampling 1. Stationary Sampling Stationary Sampling adalah sampling yang dilakukan terhadap batubara yang dalam kondisi statis atau diam. Sampling jenis ini biasanya dilakukan terhadap batubara di stockpile baik batubara ROM maupun batubara hasil crushing, batubara diatas tongkang, dan batubara didalam palka kapal. Sampling jenis ini sangat tidak representative, karena bagian batubara yang terambil samplenya cenderung hanya didaerah permukaan saja. Presisi sampling ini tidak dapat ditentukan, sehingga kemungkinan terjadinya perbedaan hasil analisa kualitas dari hasil dua kali sampling sangat besar. Sampling jenis ini biasanya dilakukan hanya untuk keperluan untuk mengetahui kualitas secara kasar dan bersifiat indikatif saja. Namun demikian sampling jenis ini tidak jarang juga dilakukan untuk keperluan komersial. Dalam hal sampling jenis ini dilakukan untuk keperluan komersial, maka sebelum sampling dilakukan terlebih dahulu Penentuan pembagian sample coring secara umum biasanya dipisahkan berdasarkan lapisan yang biasanya ditentukan secara megaskopik oleh geologist seperti Roof, floor, coal seam, parting, dan Floor. Coal seam bisa juga dibagi menjadi beberapa ply seperti Top, Middle, dan Bottom. Hal ini biasanya tergantung pada ketebalan seam. Seam yang relative tebal biasanya memungkinkan pembagian ply coal seam dibagi menjadi beberapa ply untuk keperluan selective mining jika diperlukan pada saat penambangan. Sedangkan untuk mengetahui kualitas secara keseluruhan seam, dapat dilakukan dengan melakukan komposite sample dari masing-masing ply sample tersebut.
  • 18. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 18 PT. GEOSERVICES, LTD kesepakatan harus dibuat antara penjual dan pembeli batubara tersebut, baik mengenai metoda samplingnya maupun kesepakatan hasil final yang mengikat kedua belah pihak. 2. Moving Stream Sampling Moving Sampling atau moving stream sampling adalah proses pengambilan sample batubara pada saat batubara tersebut dipindahkan. Pemindahan tersebut bisa dari stockpile satu ke stockpile lainnya, dari stockpile ke barge, dan dari barge ke kapal. Alat yang digunakan untuk memindahkan batubara tersebut juga bisa bermacam-macam yaitu bisa dengan menggunakan belt conveyor, menggunakan Dump truck, dan bisa juga menggunakan grab. Jenis sampling seperti ini lebih representative dibanding dengan stationary sampling, karena bagian batubara yang terambil relatif lebih merata ke seluruh bagian batubara yang dipindahkan tersebut. Teknik Sampling Teknik sampling batubara dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan cara pengambilannya, yaitu : 1. Sampling secara Manual atau Manual Sampling 2. Sampling secara mekanis atau Mechanical Sampling 1. Sampling secara Manual Sesuai dengan namanya manual sampling dilakukan dengan cara manual yaitu langsung dilakukan oleh manusia, walaupun pada prakteknya sampling secara manual juga menggunakan alat yaitu scope, sovel, atau ladle. Yang dimaksud manual sampling adalah cara pengambilannya yang tergantung pada manusianya baik cara pengambilannya maupun system pengambilan incrementnya. Sampling secara manual biasa dilakukan pada stockpile sampling, pengambilan di falling stream belt conveyor, pengambilan pada saat dumping truck baik pada saat stockpiling maupun pada saat loading ke barge dengan menggunakan truck loosing, dan pengambilan di grab kapal pada saat proses transhipment. Hal hal yang penting diperhatikan pada saat melakukan sampling secara manual adalah : a. Alat yang digunakan harus sesuai dengan kondisi batubara yang diambil. b. Dimensi alat yang digunakan harus memenuhi ketentuan standard, hal ini berhubungan dengan berat minimum sample setiap incrementnya. c. Jumlah increment yang harus diambil pada setiap lot d. Interval pengambilan increment. e. Cara pengambilan sample increment.
  • 19. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 19 PT. GEOSERVICES, LTD 2. Sampling secara Mekanis Sampling secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat sampling yang bekerja secara otomatis pada interval tertentu yang sudah diatur baik berdasarkan interval waktu atau Time Basis Sampling atau berdasarkan interval berat atau disebut Mass Basis Sampling. Yang harus diperhatikan dalam melakukan sampling dengan cara mekanis adalah bahwa semua mekanikal yang akan digunakan untuk mengambil sample harus melalui Bias test terlebih dahulu Berikut adalah jenis-jenis alat mekanikal sampler yang dipergunakan untuk batubara : 1. Swing Arm Bucket Sampler 2. Cross Belt Sampler 3. In line diverter chute 4. Reverse Spoon diverter chute 5. Moving Hopper 6. Fixed Cutter 7. Cross Cut Bucket 8. Side-dump swing bucket 9. Ram-path BucketSlotted belt 10.Rotary cone Mechanical sampler yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah Cross Belt Sampler dan Swing Arm Bucket. Definisi-definisi dalam sampling batubara. Increment. Sejumlah batubara yang terambil dari satu kali operasi suatu alat sampling. Nominal top particle size. Ukuran partikel yang ekivalen dengan ukuran ayakan berlubang persegi empat dimana 95% dari masa yang diayaknya akan lolos. Time basis sampling. Dalam time basis sampling, increment diambil dari material yang sedang diambil contohnya, dengan interval waktu di antara pengambilan increment yang berurutannya sama. Mass basis sampling. Dalam mass basis sampling, increment diambil dari batubara yang melewati sampling point pada setiap berat masa yang telah ditentukan.
  • 20. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 20 PT. GEOSERVICES, LTD Sampling unit. Sejumlah batubara yang terwakili oleh satu gross sample. Dalam satu lot bisa terdapat lebih dari satu sampling unit. Apabila suatu kargo terdiri dari beberapa tongkang yang dipindahkan ke kapal (transshipped), biasanya setiap sampling unit mewakili batubara dalam setiap tongkang. Sampling unit merupakan istilah yang dipergunakan dalam literatur standar, tetapi dalam prakteknya di Indonesia istilah yang dipergunakan ialah lot atau sub-lot. Lot Sejumlah batubara tertentu yang mutunya harus diukur pada presisi tertentu. Dalam jasa inspeksi kargo, analisis lot-nya didapat melalui analisis komposit kargonya. Variance. Kuadrat rata-rata dari nilai rata-rata suatu set observasi. Standard deviation. Akar positif dari variance. Common sample. Suatu contoh yang diambil untuk penetapan total moisture dan untuk preparasi contoh general analysis. Precision. Kecermatan pengukuran. Bias. Suatu kesalahan sistematik, dimana hasilnya selalu mengarah lebih besar atau lebih kecil dari nilai sesungguhnya. Partial Sample Suatu contoh yang mewakili sebagian dari sampling unit, yang diambil untuk contoh laboratorium atau contoh pengujian. 2. APLIKASI SAMPLING Seperti telah disebutkan didepan bahwa sampling batubara dapat dilakukan pada batubara yang masih didalam tanah atau coal in bed atau pada batubara curah atau coal in bulk. Sedangkan cara pengambilan samplenya dapat dilakukan secara mekanis maupun secara manual.
  • 21. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 21 PT. GEOSERVICES, LTD 2.1 Sampling Seam Batubara (Coal in bed sampling) 2.1.1 Core sample Sampling yang dilakukan terhadap batubara yang masih berada dalam tanah yang masih berupa seam atau lapisan, dapat dilakukan dengan menggunakan mesin bor atau drilling. Pengambilan sample batubara dengan methode ini tidak terlalu sulit karena batubara hasil coring tersebut tinggal dibagi berdasarkan bagian-bagaian yang ingin kita pisahkan seperti bagian TOP, Middle, Bottom, parting/Spliting, atau Band. Sample batubara yang terambil dengan coring berbentuk silinder dengan diameter yang bervariasi tergantung mesing bor atau coring yang digunakan. Pada saat pembagian ply sample dari suatu seam batubara, thickness dari masing-masing ply tersebut harus dicatat dengan tepat agar pada saat pembuatan composite sample untuk keseluruhan seam perhitungan pencampurannya lebih akurat. Kontaminasi clay atau air pada pengambilan sample core tidak dapat dihindari karena air memang digunakan dalam proses pengeboran itu sendiri. Bahkan terkadang air digunakan untuk mencuci clay atau material tanah yang mengkontaminasi sample core tersebut.Oleh karena itu penentuan moisture dari core sample menjadi tidak akurat. Untuk menentukan prediksi Moisture yang lebih akurat, jenis analisa moisture yang harus dilakukan adalah Moisture Holding Capacity atau Equilibrium Moisture (EQM). 2.1.2 Channel Sample Channel sampling biasa dilakukan pada seam batubara yang terbuka, baik itu pada saat penambangan dimana front seamnya terlihat dengan jelas, maupun pada outcrop yang juga seam batubaranya muncul ke permukaan sebagai seam face. Pengambilan sample channel baik di front penambangan maupun di outcrop harus dilakukan dengan hati-hati dan mengikuti kaidah-kaidah standard. Kekeliruan dalam pengambilan sample dengan cara channel sangat potensial sekali. Oleh karena itu untuk melakukan channel sampling harus benar-benar mengikuti kaidah-kaidah standard. Berikut adalah langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan channel sampling sesuai dengan ASTM standard D 4596 Sebelum melakukan sampling, semua peralatan yang dipelukan harus dipersiapkan terlebih dahulu. Alat-alat atau bahan yang perlu dipersiapkan untuk keperluan suatu channel sampling adalah sebagai berikut : 1. Steel measuring tape atau meteran yang terbuat dari logam dengan panjang tidak kurang dari 3 meter. 2. Miner’s pick atau palu geology, atau boleh juga digunakan Chain Saw khususnya untuk batubara yang sangat keras. 3. Sikat atau sapu 4. Kapur 5. Sample container / sample bag. 6. Ground cloth/ kanvas, atau terpal 7. Tag dan Pen 8. Shovel 9. Buku catatan dan pencil
  • 22. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 22 PT. GEOSERVICES, LTD Prosedur Channel Sampling • Bersihkan bagian batubara yang lapuk didaerah permukaan seam yang akan diambil samplenya dengan menggunakan miner’s pick. • Catat dan berikan deskripsi mengenai karakteristik lapisan seam batubara yang akan diambil samplenya. • Buat garis disisi kiri dan sisi kanan dari channel, dan tandai bagian mineral parting atau bagian lainnya yang akan dibuang atau tidak dimasukan kedalam sample. • Bersihkan floor atau bagian lantai dari seam tersebut, dan hamparkan ground clothe atau terpal yang bersih di bagian dasar yang dekat dengan permukaan seam dimana pada salah satu bagian ujung sisi terpal menempel pada bagian tepi bawah seam. • Potong bagian seam batubara tersebut dengan menggunakan miner’s pick atau chan saw dengan membentuk channel baik dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas. Pastikan semua bagian sample yang akan diambil jatuh ke atas ground cloth atau terpal seluruhnya, dan bagian-bagian parting atau bagian lainnya yang akan dibuang tidak mengotori atau tidak tercampur dengan sample. Potong channel tersebut dengan lebar dan kedalaman yang seragam dari atas ke bawah dan membentuk rectangular cross section. • Channel sample yang diambil minimum memiliki dimensi 8 cm kedalaman dan 10 cm lebar, dengan yield berat sample minimum 3kg untuk setiap kaki .(12.5 inch) ketebalan seam batubara. • Setelah channel terambil dengan sempurna, segera pindahkan sample yang terkumpul diatas ground cloth kedalam sample container atau karung plastik, dan ikat dengan ketat untuk meminimalkan pemasukan dan pengeluaran moisture dari sample tersebut. 2.2 Sampling Batubara Curah Sampling pada batubara curah baik stationary sampling maupun moving sampling secara umum mengikuti kaidah-kaidah atau ketentuan yang ditetapkan oleh masing-masing standard baik ISO maupun ASTM. Skema sampling secara umum adalah sebagi berikut : • Tentukan Lot batubara yang akan di sampling • Tentukan presisi yang ingin dicapai • Tentukan Jumlah increment yang harus diambil • Tentukan cara atau teknik serta tempat dimana increment sample akan diambil. Penentuan Lot batubara yang akan di sampling Lot batubara yang akan di sampling harus diketahui sebelum sampling dimulai atau paling tidak rencana pemuatan batubara harus ditentukan.
  • 23. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 23 PT. GEOSERVICES, LTD Lot size batubara maksimum yang dapat diwakili oleh 1 gross sample adalah 10,000 MT. Apabila lot batubara yang harus di sampling melebihi 10,000 MT, sebaiknya dibagi menjadi 2 sublot atau 2 sampling unit. Penentuan Presisi Presisi yang ingin dicapai harus ditentukan sebelum loading dimulai. Apabila sampling tersebut merupakan General Purpose of Sampling, maka presisinya adalah 1/10 % Ash (db). Penentuan jumlah increment. Setelah presisi ditentukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan jumlah increment yang harus diambil. Untuk general purpose of sampling jumlah increment yang harus diambil adalah sebagai berikut : n = F n = Jumlah Increment F = Jumlah minimum increment (ASTM) F = 15 untuk clean coal (Mechanically cleaned coal) F = 35 untuk uncleaned coal F = Jumlah minimum increment (ISO) F = 16 untuk clean coal (Mechanically cleaned coal) F = 32 untuk uncleaned coal Apabila lotsize yang akan disampling </= 1,000 MT, maka jumlah increment yang harus diambil adalah minimum seperti pada penjelasan sebelumnya yaitu: ASTM : 15 untuk cleaned coal, dan 35 untuk uncleaned coal. Atau ISO : 16 untuk cleaned coal, dan 32 untuk uncleaned coal. Untuk lotsize > 1,000 MT dan < dari 10,000 MT, maka jumlah increment yang harus diambil adalah mengikuti persamaan diatas. Cara pengambilan increment sample Setealah selesai menentukan jumlah increment yang harus diambil, maka selanjutnya yang harus ditentukan adalah bagaimana cara yang digunakan untuk mengambil increment sample tersebut. Teknik sampling yang bisa dilakukan adalah bisa dengan cara manual atau mechanical tergantung kondisi di lapangan dan peralatan yang tersedia. Cara Manual Apabila pengambilan sample dilakukan dengan cara manual, maka selanjutnya yang harus ditentukan adalah alat apa yang harus digunakan T 1000
  • 24. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 24 PT. GEOSERVICES, LTD untuk mengambil increment tersebut dan dimana increment sample akan diambil. Peralatan yang dapat digunakan untuk pengambilan increment adalah seperti terlihat pada gambar berikut ini :
  • 25. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 25 PT. GEOSERVICES, LTD Untuk pengambilan sample yang dilakukan di falling stream, biasanya ladle atau manual cutter yang digunakan. Sedangkan untuk pengambilan sample yang dilakukan di Bucket Wheel Loader, Dump Truck, Grab, dan sejenisnya, biasanya digunakan shovel atau scoop. Adapun berat sample setiap increment yang diambil menggunakan scoop adalah minimal 3 kg. Setelah ditentukan jumlah increment yang harus diambil, dan tempat pengambilan increment tersebut, maka selanjutnya yang harus ditentukan adalah interval pengambilan increment tersebut. Interval pengambilan increment ditentukan berdasarkan mass basis atau basis berat. Interval mass basis tersebut diperoleh dengan membagi Lotsize dengan jumlah increment. Misalnya Lotsize atau batubara yang akan diambil samplenya adalah 5000 MT, dan jumlah increment yang harus diambil adalah 78 increment. Maka interval beratnya adalah 5000 : 78 = 64 ton. Artinya Increment diambil setiap pemuatan kelipatan 64 ton dan dilakukan sampai pemuatan selesai. Interval increment seperti ini disebut Mass Basis Sampling. Pada prakteknya, pengambilan increment diambil berdasarkan jumlah alat muat yang digunakan, misalnya ritasi Dump Truck, jumlah grab, jumlah bucket Wheel Loader dan lain-lain. Namun demikian interval pngambilannya tetap berdasarkan mass basis sampling atau berdasarkan interval berat yang telah ditentukan. Contoh : Ada pemuatan batubara ke tongkang dari suatu stockpile. Pemuatan dilakukan dengan menggunakan conveyor, namun feedingnya menggunakan Dumping Truck dengan kapasitas 12 MT melalui sebuah hopper. Jumlah batubara yang akan dimuat adalah 7,500 MT. a. Tentukan jumlah increment sample yang harus diambil apabila sampling dilakukan dengan menggunakan ASTM standard. b. Tentukan interval berat untuk sampling tersebut
  • 26. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 26 PT. GEOSERVICES, LTD c. Tentukan interval increment berdasarkan Dump Truck d. Tentukan berap kira-kira berat gross sample yang diperoleh Penyelesaian : a. Jumlah increment yang harus diambil adalah = 35 x (7500/1000) = 96 increment b. Interval berat untuk sampling tersebut adalah = 7500 : 96 = 78 MT c. Interval increment berdasarkan dump truck adalah = 78 : 12 = 6.5 = dibulatkan menjadi 6 Jadi increment diambil setiap 6 Dump Truck. d. Berat gross sample yang diperoleh adalah = 96 X 3 kg = 288 kg. Cara Mekanis Apabila sampling dilakukan secara mekanik, maka yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah bahwa mechanical sampler tersebut sudah lulus dalam bias test. Bias test adalah suatu cara untuk menentukan apakah suatu mechanical sampler bebas dari penyimpangan atau bias. Caranya dengan membandingkan hasil analisa sample yang diambil dengan mechanical sample, dengan yang diambil dengan cara manual yaitu dengan stop belt. Selanjutnya ditentukan secara statistik apakah kedua hasil tersebut dapat dikatakan sama atau tidak. Apabila dari hasil test tersebut terbki bahwa tidak ada penyimpangan, maka mechanical sampler tersebut bisa digunakan untuk tujuan komersial. Seperti elah dijelaskan sebelumnya bahwa banyak sekali type mechanical sampler yang biasa digunakan untuk sampling batubara. Diantara sekian banyak type tersebut yang paling banyak digunakan adlah Cross Belt Sampler. Sampler type ini mengambil sample batubara dari atas belt conveyor yang sedang berjalan. Sebuah cross belt sampler yang lengkap biasanya terdiri dari primary cutter, belt feeder, crusher, secondary cutter, dan sample canister. Sample akhir dari mechanical sampler yang lengkap seperti ini biasanya sudah pada ukuran 10 mm atau 4.75 mm. Namun demikian banyak juga yang hanya menggunakan Primary Sampler saja. Hasil sample dari primary cutter masih pada ukuran originalnya atau biasanya ukuran 50 mm. Adapun berat sample dari satu increment dar pimary sampler ini biasanya jauh lebih banyak dibandingkan dengan manual sampling. Berat sample yang diperoleh setiap incrementnya dari suatu primary sampler akan bergantung pada kapasitas muat dan kecepatan conveyornya. Persamaan berikut adalah kalkulasi berat sample yang akan diperoleh dari suatu primary sampler mengikuti persamaan berikut :
  • 27. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 27 PT. GEOSERVICES, LTD C.a M = 3.6 V M = Berat sample setiap increment (kg) C = Kapasitas loading conveyor (ton/jam) a = Bucket Aperture (m) biasnya 3 X top size V = Kecepatan Belt (m/det) Operasional suatu mechanical sampler dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan menekan tombol setiap kali akan mengambil primary increment, atau secara otomatis dimana pengambilan increment secara otomatis dilakukan pada setiap jangka waktu tertentu atau pada berat tertentu. Interval pengambilan suatu mechanical sampler dapat diatur dan di set melalui panel operasi mechanical tersebut. Interval increment yang diset berdasarkan jangka waktu tertentu disebut time basis sampling. Time basis sampling bisa dilakukan apabila fluktuasi loading rate tidak lebih dari 20 % dari nominal loading rate. Operasional mechanical sampler juga dapat di set berdasarkan berat atau mass basis sampling, dengan cara menginterkoneksi mechanical sampler dengan belt scale atau weightometer. Contoh : Ada pemuatan batubara ke tongkang dari suatu stockpile. Pemuatan dilakukan dengan menggunakan conveyor dengan kapasitas 500 ton/jam, dan kecepatan conveyor 4 m/det. Sampling dilakukan dengan menggunakan mechanical sampler (Primary) Jumlah batubara yang akan dimuat adalah 7,500 MT. a. Tentukan jumlah increment sample yang harus diambil apabila sampling dilakukan dengan menggunakan ASTM standard. b. Tentukan interval berat untuk sampling tersebut c. Tentukan interval increment berdasarkan time basis sampling d. Tentukan berap kira-kira berat gross sample yang diperoleh Penyelesaian : a. Jumlah increment yang harus diambil adalah = 35 x (7500/1000) = 96 increment b. Interval berat untuk sampling tersebut adalah = 7500 : 96 = 78 MT c. Interval increment berdasarkan time basis adalah Waktu loading = 7500 : 500 = 15 jam ~ 900 menit Waktu setiap increment = 900 : 96 = 9.4 menit Jadi interval waktu untuk setiap incrementnya adalah 9.4 menit. . d. Berat gross sample yang diperoleh adalah
  • 28. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 28 PT. GEOSERVICES, LTD C.a M = 3.6 V C = 500 t/jam a = 0.15 m V = 4 m/det 500 x 0.15 M = 3.6 x 4 M = 5.2 kg Jadi berat sample setiap incrementnya adalah 5.2 kg. Sampling untuk sample Sizing Berbeda dengan sample yang diperuntukan untuk penentuan moisture dan general analysis, sample untuk sizing tidak diambil berdasarkan formula untuk penentuan increment untuk sample moisture dan general analysis. Sample untuk keperluan size analysis ditentukan oleh berat sample yang sudah ditentukan. Berikut adalah tabel berat sample minimum untuk keperluan sizing. Type Sample Berat Minimum Run Of Mine (ROM) 1800 kg Screened Coal >100 mm 1800 kg Nominal Top Size < 100 mm 900 kg Nominal Top Size < 50 mm 450 kg Nominal Top Size < 25 mm 215 kg Nominal Top Size < 12.5 mm 45 kg Nominal Top Size < 2.36 mm 4.5 kg Nominal Top Size < 0.60 mm 0.5 kg 2. PREPARASI SAMPLE Tujuan dari preparasi sample adalah untuk mempersiapkan satu atau lebih sample test dari primary increment untuk selanjutnya dianalisa. Proses preparasi sample meliputi pengecilan ukuran partikel atau crushing, pencampuran atau mixing, pembagian atau dividing dan pengeringan sample atau drying. Crushing Tujuan dari crushing adalah untuk memperkecil ukuran partikel, sehingga batubara dapat diperkecil jumlahnya dari jumlah originalnya. Hubungan antara ukuran partikel batubara dan minimum berat sample yang representatif dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
  • 29. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 29 PT. GEOSERVICES, LTD Nominal Ukuran partikel (mm) Minimum Sample untuk General Analysis dan Common Sample (kg) 300 15.000 200 5.400 150 2.600 125 1.700 90 750 75 470 63 300 50 170 45 125 38 85 31.5 55 22.4 32 16.0 20 11.2 13 10 10 8.0 6 5.6 3 4.0 1.5 2.8 0.65 2.0 0.25 1.0 0.10 Alat yang digunakan untuk crushing cukup banyak jenisnya, yaitu ; Roll Crusher, yang terdiri dari single Roll dan Double Roll, Jaw Crusher, dan Hammer Mill. Mixing Tujuan utama dari mixing atau pencampuran adalah untuk membuat sample yang terambil benar-benar homogen, sehingga pada saat pembagian semua baian sample yang diambil relatif sama. Mixing bisa dilakukan secara manual dengan menggunakan scoop atau shovel, bisa juga dengan menggunakan alat mixing seperti Rotary Sample Divider (RSD). Dividing Dividing atau pembagian sample bertujuan untuk membagi sample secara representative. Berikut adalah teknik atau cara-cara yang biasanya dilakukan untuk membagi sample atau mengekstrak sample dari original gross sample baik secara manual maupun secara mekanik. Pembagian secara mekanis Berikut adalah alat-alat pembagi mekanis yang biasanya digunakan untuk batubara :
  • 30. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 30 PT. GEOSERVICES, LTD a. Rotary Cone b. Rotary Sample Divider c. Chain Bucket d. Slotted Belt e. Rotating Chute or Vezin f. Diverter Chute g. Bottom-dump Cutter Pembagian Secara manual Berikut adalah contoh metode pembagian secara manual yang sering dilakukan dalam pembagian sample batubara : a. Increment Division Cara ini memiliki presisi yang cukup tinggi meskipun memiliki rasio pembagian yang cukup besar. (perbandingan sample yang diambil dengan sample yang tersisa). Metoda ini direkomendasikan untuk mengekstrak sample Total Moisture dari common sample. Prosedure pembagian dengan increment Division adalah sebagai berikut: i. Aduk atau mix sample secara merata, kemudian hamparkan diatas dasar yang rata sehingga membentuk persegi panjang dengan ketebalan kira-kira 2.5 kali ukuran partikelnya. ii. Buat garis matrix pada sample tersebut dengan minimum membentuk 4 x 5, Ratio anatara panjang dan lebar yang dibuat tidak lebih dari 1.25. iii. Ambil satu increment dari setiap matrix dengan menggunakan scoop yang rata dibagian bawahnya. Bagian yang diambil adalah random dari matrix tersebut. Cara pengambilan samplenya adalah sebagai berikut: Masukan sebuah Bump Plate yang rata secara vertikal sampai ke dasar. Kemudian masukan scoop sampai kebagian bawah lapisan batubara dan ambil increment dengan cara mendorong scoop secara horizontal sampai kontak dengan bump plate. Pastikan semua partikel batubara terambil sampai bagian atas bump plate. Kemudian angkat scoop dengan bump plate secara bersamaan agar tidak ada bagian batubara yang tercecer dari scoop. b. Riffling Riffle adalah alat yang digunakan untuk membagi sample menjadi dua bagian atau masing-masing setengah bagian, dimana setengan bagian diambil dan bagian lainnya dibuang. Caranya adalah dengan menuangkan batubara kedalam hopper riffle yang memiliki slot paralel dengan lebar yang seragam. Dibagian bawah slot hopper tersebut terdapat 2 sample container yang masing-masing diperuntukan sample dan reject c. Fractional Shoveling Prosedur fractional shoveling adalah sebagai berikut :
  • 31. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 31 PT. GEOSERVICES, LTD i. Campur dan aduk batubara secara merata, kemudian buat tumpukan dengan bentuk cone. ii. Kemudian ambil dengan shovel dari bagian dasar tumpukan tersebut, kemudian tempatkan batubara tersebut dengan membentuk tumpukan kecil yang juga membentuk cone. Jumlah tumpukan baru yang dibuat ditentukan dengan ratio perbandingan yang dilakukan. Misalnya: apabila ration pembagian 1 : 5, maka tumpukan kecil yang dibuat adalah 5 bagian dan masing-masing tumpukan tersebut paling tidak terdiri dari 20 shovel penuh. Pengambilan batubara dengan shovel. dari tumpukan awal dilakukan dengan cara berkeliling atau memutar bagian dasar tumpukan awal. iii. Ambil salah satu bagian sample yang akan diambil dengan cara random. d. Strip Mixing and Splitting Strip mixing and splitting adalah cara pembagian sample yang mensimulasikan batubara seperti diatas conveyor belt. (Cara ini tidak cocok untuk ekstraksi sample Total Moisture0 Prosedure pembagiannya adalah sebagai berikut : i. Bentuk batubara menjadi suatu strip dengan cara distribusi batubara dari shovel secara merata sepanjang strip dan secara random dari kedua belah sisi strip sample tersebut. ii. Ambil bagian sample dari strip tersebut dengan menggunakan dua buah sample frame. Ambil bagian batubara yang berada diantara dua frame tersebut dengan menggunakan shovel. Pastikan semua partikel batubara terambil. Pengambilan sample dari strip tersebut minimum adalah 20 increment yang secara merata diambil di sepanjang strip tersebut dengan spacing yang merata. Air Drying Tahap berikutnya dari suatu preparasi sample adalah air drying atau pengeringan. Prosedure pengeringan batubara di masing-masing standard agak berbeda, namun demikian secara prinsip tujuan pengeringan tersebut adalah sama. Pengeringan batubara biasanya terdiri dari 2 tujuan yaitu untuk pengeringan sample yang diperuntukan untuk penyiapan sample Gneral Analysis, dan penentuan Air Dry Loss (ADL) sebagai tahap awal penentuan Total Moisture. Prosedure pengeringan untuk sample General analysis bisa bervariasi berdasarkan waktu dan temperaturnya. Di bawah ini adalah tabel temperatur dan waktu yang direkomendasikan oleh ISO standard : Temperatur Pengeringan o C) Waktu Pengeringan 20 Direkomendasikan tidak lebih dari 24 jam 30 Direkomendasikan tidak lebih dari 6 jam 40 Direkomendasikan tidak lebih dari 4 jam
  • 32. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 32 PT. GEOSERVICES, LTD Namun demikian ISO standar mengijinkan waktu pemanasan lebih apabila memang diperlukan, sehingga tabel diatas hanya bersifat rekomendasi saja dan tidak harus seperti yang di tabel. Pengeringan diatas 40 derajat Celsius tidak boleh dilakukan untuk sample yang rawan terhadap oksidasi atau untuk sample yang akan dianalisa untuk parameter : a. Calorific Value b. Caking properties c. Swelling properties d. Pengeringan yang merupakan bagian pengeringan untuk penentuan Total moisture
  • 33. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 33 PT. GEOSERVICES, LTD Common Sample 10 mm 2 kg 10 kg Test Untuk Total Moisture 2.8 mm 650 g 0.212 mm 60 – 300 g Test General Analysis Dibawah ini adalah contoh preparasi dengan menggunakan ISO standard dari suatu common sample
  • 34. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 34 PT. GEOSERVICES, LTD PROSEDUR CHART PREPARASI ASTM STANDARD Gross Sample Apakah Sample Terlalu basah Air Dry Apakah Sample perlu dicrush ke 4.75 ? Crush ke 4.75 mm Crush ke 2.36 mm Bagi sesuai dengan minimum berat Air Dry Crush ke 2.36 mm Air Dry Apakah Sample perlu di crush ke 0.85 ? Crush ke 0.85 mm Bagi sesuai dengan minimum berat Mill ke 250 mikron Bagi sesuai dengan minimum berat (50 gr) No Yes Yes No Yes No
  • 35. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 35 PT. GEOSERVICES, LTD II. KUALITAS BATUBARA DAN PENGUJIANNYA 1.0 PENGANTAR Hasil dari analisa dan pengujian contoh batubara digunakan oleh Geologis eksplorasi untuk mengevaluasi apakah deposit batubara memiliki potensi untuk mensuplai pasar yang telah ada dan yang akan datang , dan feasibility study apakah layak untuk melakukan operasi penambangan pada cadangan batubara tersebut. Jika tambang batubara telah beroperasi, diperlukan pengendalian mutu dari produksi, untuk memonitor mutu produksi, dan untuk batubara yang dikapalkan apakah sesuai dengan persyaratan kontrak yang diminta. Pengujian yang dilakukan digunakan untuk menentukan karakteristik batubara sesuai dengan peringkat (rank) dan potensi pemanfaatannya, yang dapat terdiri dari ; • Pengujian fisik, seperti Hardgrove Grindability Index, Relative Density, Sizing Analysis, Handling, Float & Sink Test. • Pengujian kimia, seperti analisa proksimat, analisa ultimat, nilai kalori • Pengujian pemanfaatan batubara thermal, seperti ash fusion, ash analysis untuk elemen mayor dan elemen mikro, trace element, fly ash properties. • Evaluasi Petrografik. 2.0 Analisa Batubara Thermal Berikut adalah analisa yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi batubara – batubara Thermal, • Total moisture • Moisture holding capacity • Proximate analysis • Ultimate analysis • Total sulphur • Form of sulphur • Carbon dioxide • Calorific value • Chlorine
  • 36. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 36 PT. GEOSERVICES, LTD • Phosporus • Relative density • Hardgrove grindability index • Abrasion index • Ash analysis – major element • Trace element • Ash fusion 2.1 Metode Standard Kebanyakan pengujian yang dilakukan pada batubara bersifat empiris. Hasil yang diperoleh tidak secara absolut mengukur sifat – sifat intrinsik dari batubara tersebut, tetapi dengan melakukan perbandingan terhadap batubara – batubara tertentu yang memiliki peringkat, jenis dan sifat analisa yang mirip atau berdekatan. Hal ini sangat jelas pada analisa proximate, HGI, abrasion index, dan ash fusion temperature. Nilai absolut diperoleh dari hasil analisa ultimate dan nilai kalori. Hasil analisa dari pengujian parameter tersebut biasanya dilaporkan dalam basis dry ash free (daf), dan pada basis ini hasil tersebut tergantung dari validitas nilai kadar air dan abu yang dilaporkan. Pengujian abu pada ash analysis dan ash fusion temperature tidak tergantung dari nilai kadar air tetapi tergantung pada bagaimana abu tersebut dipreparasi dari batubara. Berdasarkan pada analisa proksimat, terdapat beberapa perbedaan antara metode International Standard (ISO) dengan American Society of Testing Materials (ASTM). Keduanya digunakan secara luas di Indonesia. • Moisture in the analysis sample : ASTM method : o Pengeringan contoh analisa dasar (general analysis sample) sampai berat konstan selama preparasi contoh. Dengan catatan pada preparasi contoh bahwa untuk lignit perlu diperjelas antara penentuan berat konstan dan invalidasi dari hasil analisa dari parameter lainnya yang dapat terpengaruh dengan membiarkan contoh dengan suhu yang meningkat pada waktu tertentu. Suhu dan waktu maksimum yang diperbolehkan adalah 40 °C selama maksimum 14 jam.
  • 37. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 37 PT. GEOSERVICES, LTD o Selama analisa, contoh dikeringkan di dalam oven pada suhu 107 °C selama satu jam. o Contoh dikeringkan dalam udara. • Moisture in the analysis sample : ISO method : o Selama preparasi contoh, contoh analisa dasar hanya dikeringkan sampai contoh tersebut dialirkan melalui peralatan penggerus dan pembagi. Waktu pengeringan maksimum yang direkomendasikan adalah 6 jam pada 30 °C atau 4 jam pada 40 °C. o Selama analisa, contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C sampai berat konstan. Untuk batubara Indonesia dapat tercapai dalam 3 jam. o Batubara dikeringkan dalam nitrogen bebas oksigen dan dalam minimum free space oven untuk mengurangi kemungkinan batubara teroksidasi. • Ash in the analysis sample : ASTM method : o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 750 °C. o Tidak ada penentuan rate kenaikan suhu pada furnace sampai mencapai suhu yang dibutuhkan untuk kebanyakan jenis batubara. o Jika contoh mengandung mineral – mineral pirit dan karbonat dalam kadar yang signifikan, sulit untuk dapat diperoleh nilai reprodusibilitas antar laboratorium yang memuaskan, kecuali furnace dipanaskan pada kenaikan suhu yang tertentu. Jika prosedur tersebut digunakan dan masih belum dapat memperoleh nilai duplikasi yang baik, maka hasil analisa abu dapat dilaporkan dalam basis sulpur free basis. Pada batubara indonesia dikarenakan kebanyakan memiliki pH yang rendah, maka kadar mineral karbonatnya sangat kecil atau tidak ada. • Ash in the analysis sample : ISO method : o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 815 °C. o Furnace harus mencapai suhu 500 °C dlam waktu 45 menit dari keadaan suhu kamar, dan mencapai suhu 815 °C dalam waktu 45 menit. • Volatile Matter in the analysis sample : ASTM method : o Batubara dipanaskan dalam cawan platina pada suhu 950 °C selama 6 menit.
  • 38. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 38 PT. GEOSERVICES, LTD o Metode juga membahas mengenai penanganan ‘sparkling coal” dimana terjadi kehilangan material batubara secara fisik dari contoh, yang disebabkan oleh moisture yang terlepas secara mendadak jika contoh langsung dipanaskan pada suhu 950 °C. Metodenya adalah dengan memanaskan batubara secara bertahap pada suhu 600 °C selama 6 menit, kemudian pada suhu 950 °C selama 6 menit. o Tidak diterangkan mengenai udara di dalam furnace selama pengujian. • Volatile Matter in the analysis sample : ISO method : o Batubara dipanaskan pada suhu 900 °C selama 7 menit. o Pengujian menggunakan furnace dengan pintu tertutup rapat sehingga udara tidak dapat mengalir ke dalam furnace selama pengujian. 2.1.1. Diskusi Mengenai Metode Standard Batubara tidak mengandung abu, tetapi memiliki kandungan mineral (mineral matter), yang dalam kondisi pengujian secara thermal berubah menjadi residu tak terbakar yang dilaporkan sebagai kadar abu (ash). Selama pemanasan beberapa reaksi yang mungkin terjadi pada kandungan mineral batubara adalah ; Dekomposisi pirit, 4FeS2 + 15 O2 ----------- 2 Fe2O3 + 8 SO3 Dekomposisi karbonat, CaCO3 + panas ------------ CaO + CO2 Fiksasi sulfur, CaO + SO3 -------------- CaSO4 Na2O + SO3 ------------- Na2SO4 Kekeliruan dalam menentukan tingkat kenaikan suhu seperti yang digambarkan pada metode standard dapat menimbulkan reaksi tersebut secara bertahap. Contoh dari efek mineralisasi pada hasil analisa abu batubara adalah sebagai berikut :
  • 39. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 39 PT. GEOSERVICES, LTD 1. Di Victoria, Australia, kadar abu yang ditentukan dari batubara lignit adalah 3.9 %. Ketika batubara dibakar dalam boiler pembangkit tenaga listrik, kadar abu yang mengendap hanya sebesar 2 %. Penyelidikan menunjukkan bahwa kadar tinggi sodium dari batubara tersebut merupakan bagian dari struktur molekul batubara dan bukan merupakan bagian dari kandungan mineralnya. Pada aplikasi industri, sodium tersebut akan terbuang dari furnace dan tidak termasuk dalam reaksi. Dalam pengujian batubara sodium terfiksasi ke dalam abu. Metode khusus telah dikembangkan yaitu dengan merendam batubara dalam larutan asam untuk menghilangan kandungan larut asamnya, dan kadar abu ditentukan dari batubara yang telah direndam tersebut. Larutan asam yang digunakan untuk merendam batubara tersebut kemudian di analisa dan kadar abunya dilaporkan sebagai penjumlahan dari kadar kandungan mineral larut asam dan material yang tak terbakar setelah batubara direndam. Hasil ini sesuai dengan kadar abu dari pembakaran batubara dalam pembangkit listrik tersebut. 2. Di Thailand terdapat batubara dengan hasil analisa sebagai berikut : Moisture (ar) 32 % Ash (ad) 22 % Total Sulphur (ad) 4 % Calcium in ash 40 % On line anayser menunjukkan kadar abu 5 % lebih rendah dari kadar abu yang ditentukan menggunakan metode standard. Perbedaan terjadi karena fiksasi sulfur oleh kalsium dalam pengujian laboratorium. Untuk penentuan kadar volatile matter, apa yang ditentukan adalah berat yang hilang dari contoh ketika dipanaskan pada suhu dan waktu yang tertentu. Jika waktu dan suhu tidak diikuti dengan tepat, maka hasil analisa akan tidak sesuai dengan hasil jika persyaratan dalam metode standard diikuti. Dikarenakan metode standard ISO dan ASTM untuk analisa proksimat dapat memberikan hasil analisa yang berbeda secara signifikan, maka laporan analisa harus mencantumkan metode standard yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut. Jika sebagian dari contoh batubara, diperoleh dari pembagian contoh gross (gross sample) pada tahap terakhir preparasi contoh akan dikirim ke laboratorium lain, baik sebagai contoh uji profisiensi (round robin sample) atau sebagai contoh referee
  • 40. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 40 PT. GEOSERVICES, LTD analysis, terdapat 95 % kemungkinan bahwa hasil analisa yang diperoleh akan berada dalam toleransi antar laboratorium jika kedua laboratorium tersebut menggunakan metode yang sama dan mengikuti secara tepat metode standard yang telah dipublikasikan tersebut. 3.0. Basis Pelaporan Hasil Analisa Analisa batubara dilaporkan untuk keperluan komersial dalam basis – basis sebagai berikut ; As received basis (juga diartikan as sampled), air dry basis (basis dimana analisa dilakukan), atau dry basis (db). Perhitungan analisa air dried basis ke basis lainnya : o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke as received basis ; Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor : (100 – M ar) / (100 – Mad) o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke dry basis ; Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor : 100 / (100 – M ad) Dimana : M ar adalah total moisture dalam as received basis M ad adalah air dried moisture o Untuk mengkonversi dari as analysed basis ke air dried moisture yang berbeda ; 1. Jika M1 adalah moisture dari hasil analisa dan M2 adalah air dried moisture sesuai dengan yang dibutuhkan oleh hasil analisa, dan M1 > M2, kalikan hasil analisa dengan faktor :] (100 – M2) / (100 – M1) 2. Jika M1 < M2, kalikan hasil analisa dengan faktor : (100 – M1) / (100 – M2) Batubara dapat didasarkan sebagai gabungan antara kandungan organik yang terkontaminasi oleh kandungan mineral dan moisture. Basis lain yang digunakan untuk mengevaluasi hasil analisa batubara dirancang untuk mengevaluasi perubahan yang
  • 41. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 41 PT. GEOSERVICES, LTD terjadi dalam fraksi organik, dimana sifat fisik dan kimianya berubah selama proses pembatubaraan (coalification). Dry ash free basis , (daf) dihitung dengan mengkalikan hasil analisa dalam adb dengan faktor : 100 / {100 – (M ad + A ad)} dimana M adalah moisture (%) dan A adalah kadar abu (%). Nilai kalori, volatile matter dan ultimat juga dapat dilaporkan dalam basis ini. Dry ash free basis (daf) digunakan dalam evaluasi peringkat batubara dan sebagai indikator dari kemungkinan oksidasi. Di Indonesia, nilai kalori (daf) dan volatile matter (daf) yang sangat tinggi dan sangat tidak sesuai menunjukkan kandungan maseral liptinite yang besar. Dry mineral matter free basis (dmmf) memberikan hasil pengukuran yang lebih presisi daf basis karena mineral matter (kandungan mineral) merupakan bagian yang substansial dari batubara. kandungan mineral dapat dihitung dengan rumus Parr ; MM = 1.08 A + 0.55 S Dimana : MM : Mineral matter (%), A : ash (kadar abu, %), S : Sulphur (%). Basis dihitung dengan menggunakan faktor : 100 / {100 – ( MM + M)}. Standard ISO tidak mengijinkan perhitungan dmmf jika kadar abu di atas 10 %. Catatan : adalah memungkinkan untuk menentukan kandungan mineral batubara secara langsung dengan menggunakan gelombang radio frekwensi. Moist and mineral matter free basis (mmmf), adalah basis yang digunakan untuk menentukan peringkat batubara dalam sistem klasifikasi ASTM. Moisture yang termasuk di dalamnya adalah equilibrium moisture (EQM) atau juga dkenal dengan moisture holding capacity (MHC) atau bed moisture. Hasil yang dilaporkan dalam basis ini sebagai equilibrium moisture adalah atas dasar sebagai bagian dari material organik pada tahap awal proses pembatubaraan (coalification). 3.1. Pelaporan hasil analisa Sangat esensial jika basis dari hasil analisa yang diperoleh dicantumkan dalam laporan analisa.
  • 42. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 42 PT. GEOSERVICES, LTD Secara konvensional lignit dilaporkan dalam as received, air dried, dan dry basis. Sebelum mengkonversi ke daf, dmmf, atau mmmf basis, • Karbon harus dikoreksi terhadap CO2 yang diturunkan dari mineral – mineral yang terkandung dalam batubara tersebut. Ini biasanya untuk batubara peringkat rendah. • Hidrogen harus dikoreksi terhadap kadar air hidrat dari kandungan mineral (mineral matter). • Volatile Matter harus dikoreksi terhadap CO2 dan kadar air hidrat dari mineral matter. • Total sulfur harus dikoreksi terhadap piritik sulfur dan sulfat sulfur. (ini adalah alasan mengapa faktor 0.55 S dimasukkan ke dalam rumus Parr). 4.0 BATUBARA PERINGKAT RENDAH Sistem pengkodean ECE untuk batubara peringkat tinggi mendefinisikan batubara peringkat rendah sebagai; “batubara dengan nilai kalori gross (moist, ash free basis) lebih rendah dari 24 MJ/Kg, dan rata – rata acak vitrinite reflectance lebih rendah dari 0.6 %”. Batubara memiliki peringkat yang lebih tinggi dimana nilai kalori grossnya lebih dari 24 MJ/Kg, dan rata – rata acak vitrinite reflectance lebih tinggi dari 0.6 %. 24 MJ/Kg = 5700 cal/g = 10260 BTU/lb. Definisi ini adalah untuk semua jenis batubara lignit dan sub – bituminus yang di dalam sistem klasifikasi ASTM termasuk dalam batubara peringkat rendah. Batubara peringkat rendah dikarakterisasi dari tingginya struktur porus. Pengeringan batubara jenis ini untuk keperluan analisa akan mengecilkan volumenya dan bersifat ireversibel, dan mengakibatkan perubahan struktur batubara. Perubahan ini dapat menimbulkan komplikasi dalam pengujian batubara peringkat rendah. Pembahasan berikut ini menggambarkan analisa – analisa yang dapat dilakukan untuk batubara thermal, dan keterbatasan hasil yang dapat diperoleh.
  • 43. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 43 PT. GEOSERVICES, LTD 5.0. Penentuan Kadar Air Jenis – jenis analisa untuk kadar air ( moisture ) untuk batubara adalah sebagai berikut : 1. Total Moisture 2. Moisture in the analysis sample 3. Equilibrium moisture 4. Transportable Moisture Limit. Ada beberapa jenis istilah kadar air yang non – standard yang biasa berlaku pada batubara, seperti “free moisture”, yang serupa dengan analisa “air drying loss” dalam penentuan total moisture, dan “surface moisture”, yang juga dapat disamakan dengan “air drying loss”. Kedua istilah tersebut tidak begitu tepat, seperti yang diasumsikan bahwa adalah mungkin dengan menggunakan pengeringan udara untuk menghilangkan kadar air permukaan (surface mositure) secara selektif tanpa menghilangkan kadar air yang terikat dalam pori – pori batubara. Definisi lainnya dari “free moisture” adalah selisih antara equilibrium moisture dengan total moisture. 5.1. Total Moisture Total moisture juga disebut sebagai “as received “ moisture, atau “as sampled” moisture. Dan Bukan “as fired” moisture seperti yang digunakan dalam perhitungan pembakaran batubara. Total moisture didefinisikan sebagai semua moisture yang terdapat dalam batubara yang tidak terikat secara kimia dalam substansi batubara atau kandungan mineralnya (mineral matter). Total moisture ditentukan dengan mengunakan prosedur dua tahap baik pada metode standard ASTM dan ISO, dan digunaka sebagai bagian untuk mengkalkulasi hasil analisa dalam air dried basis menjadi as received basis, pada saat batubara diperdagangkan. Pengambilan sampel untuk keperluan perdagangan batubara harus sedekat mungkin dengan lokasi pemuatan batubara. Untuk batubara yang melalui proses “trans – shipment”, contoh batubara untuk penentuan total moisture harus diambil dari atas kapal pengangkut (vessel).
  • 44. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 44 PT. GEOSERVICES, LTD Tahap pertama penentuan total moisture adalah penentuan air drying loss, dan dapat terdiri dari satu tahap atau lebih. ASTM mempersyaratkan bahwa seluruh contoh harus dikeringkan sampai berat konstan sebelum di gerus, dan setiap melalui proses penggerusan dan pembagian, contoh harus melalui proses pengonstanan berat kembali. Dalam ISO diijinkan untuk mengekstraksi contoh moisture sebanyak 10 increament dengan berat sesuai dengan ukuran top size dari batubara tersebut. Atau mengambil contoh yang terpisah untuk penentuan total moisture dan analisa dasar. Contoh total moisture dikeringkan dalam udara sampai mencapai berat konstan. Berat konstan didefinisikan sebagai laju kehilangan berat yang lebih kecil dari 0.1 % per jam. Oven pengering dapat digunakan dalam proses pengeringan, dan sebelum berat terakhir diambil untuk perhitungan air drying loss, contoh harus dibiarkan agar mencapai kondisi tekanan udara yang sama dengan kondisi laboratorium. Jika temperatur pengeringan adalah 40 °C, maka pengkondisian memerlukan waktu 4 jam. Tahap kedua dari proses ini adalah penentuan “residual moisture”. Batubara yang telah dikeringkan dalam udara di gerus dan dilakukan pengujian residual moisture dengan metode standard yang sesuai ; ASTM mempersyaratkan ; 1. Pengeringan batubara ukuran top size 2.36 mm sampai berat konstan. Contoh ditimbang setiap 30 menit. 2. Pengeringan batubara ukuran top size 0.250 mm selama 1 jam pada suhu 107 °C 3. Pengeringan 5 gram contoh batubara dengan ukuran top size 0.850 mm selama 1.5 jam. ISO mempersyaratkan ; 1. Pengeringan dalam oven dengan udara pada batubara dengan ukuran top size 10 mm. Metode menyatakan bahwa proses ini tidak sesuai untuk batubara peringkat rendah. 2. Pengeringan dalam oven menggunakan nitrogen untuk batubara ukuran minus 3 mm sebanyak 10 gram sampai berat konstan.
  • 45. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 45 PT. GEOSERVICES, LTD 3. Penentuan volumetrik langsung dangan mendestilasi contoh menggunakan toluene. Metode ini memberikan hasil dengan bias yang besar, dan sebaiknya tidak digunakan. Reprodusibilitas : ASTM menentukan repeatability antar laboratorium sebesar 0.5 %, tetapi dengan catatan bahwa nilai ini tidak selalu dapat digunakan untuk batubara peringkat rendah. ISO tidak menentukan nilai toleransi reproducibility, dimana pengujian harus dilakukan pada laboratorium yang berbeda menggunakan sub – contoh yang terpisah tanpa melalui proses penggerusan. 5.1.1. Perhitungan Total Moisture Total Moisture dihitung dengan rumus : TM% = ADL + [RM X {(100-ADL)/100}] Bukan dengan menjumlahkan kedua komponen secara langsung. Dimana : TM = Total Moisture % ADL = Air Drying Loss % RM = Residual Moisture (%) 5.2. Moisture in The Analysis Sample Terdapat perbedaan yang mendasar antara ASTM dan ISO dalam prosedur preparasi contoh untuk penentuan moisture in the analysis sample. Dalam metode ASTM, contoh analisa dasar dan total moisture diperlakukan sebagai satu contoh, yang dapat dikeringkan pada waktu maksimum 14 jam. Dalam kondisi ini hasil analisa untuk moisture in the analysis sample dan residual moisture yang merupakan komponen dalam penentuan total moisture dapat memiliki nilai yang ekuivalen. Dalam metode ISO, contoh total moisture diekstrak dari contoh utamanya, dan pengeringan contoh untuk analisa dasar dengan oven diizinkan dalam waktu yang terbatas. Dalam ISO tidak tercantum nilai reprodusibilitas untuk analisa moisture in the
  • 46. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 46 PT. GEOSERVICES, LTD analysis sample, karena hasil analisa ini hanya digunakan untuk keperluan perhitungan dari satu basis ke basis lainnya. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa metode ASTM tidak sesuai untuk batubara peringkat rendah : • Gauger, dalam buku “Chemistry of Coal Utilisation” terbitan W. Lowry, menyebutkan bahwa metode standard ASTM disusun untuk keperluan komersial, padahal di Amerika batubara peringkat rendah tidak memiliki nilai komersial. • Organisasi penelitian mineral Kanada, Canmet, melakukan evaluasi terhadap metode standard ASTM dan ISO dalam menentukan kadar moisture dalam batubara sub – bituminus. Penelitian tersebut dipublikasikan oleh Hinds et al, dan kesimpulan utamanya adalah metode ASTM menghasilkan nilai analisa dengan reliabilitas yang lebih rendah dibandingkan metode ISO. Keuntungan penerapan metode ASTM terhadap batubara peringkat rendah adalah, akan diperoleh nilai air dried moisture yang lebih rendah, sehingga nilai kalorinya menjadi naik (adb). Kebanyakan batubara di Indonesia diperdagangkan dengan spesifikasi untuk pensuplaian dalam air dried basis, dan banyak kontrak mempersyaratkan penggunaan metode ASTM. Setelah batubara selesai dimuat, penjual memiliki kendali yang kecil terhadap kemungkinan perubahan dalam total moisture, dan menjual dalam “as received basis” dapat mengakibatkan penjual berada dalam keadaan kerugian komersial. Batubara di Australia terkadang diperdagangkan dalam “air dried basis”, tetapi spesifikasi untuk nilai kalori mencantumkan juga nilai air dried moisturenya dimana hasil ini dilaporkan. Permasalahan dalam menerapkan metode ASTM pada batubara peringkat rendah adalah proses pemanasan dapat mengakibatkan oksidasi, yang dapat menurunkan nilai kalori (db). Dari hasil penelitian di laboratorium PT GEOSERVICES Samarinda yang tidak dipublikasikan, menunjukkan bahwa pada kebanyakan batubara
  • 47. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 47 PT. GEOSERVICES, LTD sub – bituminus yang dianalisa mengunakan metode ASTM, nilai kalorinya lebih rendah 30 sampai 40 cal/g dibanding dengan jika batubara tersebut dianalisa menggunakan metode ISO. Dapat disarankan bahwa prosedur pengeringan ASTM terhadap batubara peringkat rendah jangan digunakan. Jika hasil analisa perlu menggunakan metode ASTM, analisa dalam air dried basis harus dilaporkan menggunakan nilai residual moisture dari penentuan total moisture sebagai basis pelaporan hasil. Untuk contoh eksplorasi, hasil analisa air dried mositure menggunakan metode ISO menghasilkan data dengan variasi peringkat yang minor, dan hubungannya dengan hasil analisa nilai kalor adalah, juga dapat menjadi indikator terjadinya oksidasi. Analisa dengan metode ASTM cenderung memperkecil rentang hasil analisa moisture (ad) menjadi rentang yang lebih sempit, dan variasi peringkat yang minor tidak begitu tampak (jelas). Inherent Moisture : Istilah ini secara luas diaplikasikan sebagai alternatif dari air dried moisture. Metode ASTM (DE388) mendefinisikan inherent moisture sebagai moisture holding capacity dari batubara. Australian Standard (AS 2418) mendefinisikan inherent moisture sebagai istilah yang tidak baku dalam analisa contoh batubara. 5.3. Equilibrium Moisture Equilibrium Moisture (EQM), ditentukan dari batubara di dalam kondisi atmosfer dengan kelembaban relatif sebesar 97 % pada temperatur 30 °C. Secara efektif inilah yang disebut sebagai bed moisture atau “in-situ” moisture. EQM merupakan basis untuk klasifikasi batubara dalam sistem klasifikasi ASTM. EQM telah diteliti secara mendalam oleh Biro Pertambangan Amerika Serikat, dan laporan Investigasi RI 5695 meringkas hasil penemuannya. Gambar A.1, menunjukkan hubungan antara total moisture dan EQM dari 53 contoh batubara run-of mine (ROM). Diperoleh hubungan yang linier kecuali untuk batubara nomor. 13, 14, dan 15, dimana nilai total moisturenya (ash-free basis) lebih tinggi dari 40%. EQM dapat digunakan untuk mengestimasi total moisture batubara ROM dari analisa contoh
  • 48. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 48 PT. GEOSERVICES, LTD borecore. Hasil penelitian dari CSIRO (Australia) menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak berlaku jika batubara memiliki kandungan sodium (sebagai NaCl) yang tinggi,. Atau sodium tersebut menyatu dengan struktur molekul batubara. Gambar A.3 juga dari USBM RI 5695 menunjukkan hubungan antara EQM (ash- free basis) dan Nilai Kalori dalam BTU/lg (moist ash-free basis). Dengan tujuan untuk memperoleh nilai yang valid, adalah penting bahwa batubara sebaiknya tidak dikeringkan dibawah nilai EQM nya, sebelum dilakukan proses pengujian. Jika batubara peringkat rendah dikeringkan, batubara tersebut tidak dapat “dibasahkan” kembali ke level moisture awal ketika batubara tersebut belum malalui proses pengeringan. Gejala tersebut dapat ditunjukkan pada gambar A.4. USBM mempublikasikan data untuk penentuan EQM batubara dalam “as received basis” dan “air dried basis”. Ringkasan hasil tersebut adalah sebagai berikut : Air dried EQM % As received EQM % Sub – Bituminus B 20.9 22.0 Sub – Bituminus C 22.2 24.2 Lignit 26.7 33.9 5.4 BATAS MOISTURE YANG DAPAT DIANGKUT (TRANSPORTABLE MOISTURE LIMIT) Peraturan IMO (organisasi marine international) menetapkan sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa batubara yang diangkut dengan transportasi laut harus berada di bawah batas moisture yang dapat diangkutnya. Karena adanya ombak dan angin yang menerpa kapal, fraksi batubara yang halus dan moisture dapat terjatuh dari tumpukan batubara yang menyebabkan pembentukan lumpur yang dapat membahayakan kapal tersebut. Ada sebuah percobaan yang dilakukan di National Coal Board (Inggris) yaitu batubara berukuran minus 50 mm seberat 10 kg dimasukkan ke dalam sebuah tabung. Di dasar tabung ditaruh dua bola pingpong. Tabung tersebut diletakkan pada meja yang bergetar dan pengujian dilakukan dengan jumlah TM yang meningkat. Flow moisture (FM) ditentukan sebagai tingkat moisture pada saat bola pingpong naik menembus batubara. Batas moisture yang dapat diangkut adalah 90% dari nilai Flow moisture.
  • 49. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 49 PT. GEOSERVICES, LTD 6.0 CALORIFIC VALUE Gross valorific value, dikenal juga sebagai Gross Specific Energy, pada volume konstan ditentukan dengan mengukur jumlah panas yang dikeluarkan ketika sebuah masa batubara yang telah diketahui dipanaskan sesuai dengan kondisi standar. Faktor konversi untuk unit yang dipakai sebagai lambang dari hasil adalah : 1.8 cal/g = 1 BTU/lb 429.923 MJ/kg = 1 BTU/lb 238.85 MJ/kg = 1 cal/g 0.556 BTU/lb = 1 cal/g cal/g adalah kalori per gram; atau kcal/kg adalah kilo kalori per kilogram MJ/kg adalah Megajoules per kilogram BTU/lb adalah British thermal units per pound Keistimewaan batubara Indonesia adalah memiliki konsentrasi liptinite yang relatif tinggi. Perbedaan dalam nilai CV (daf) untuk kelompok-kelompok maceral beragam dalam tingkatan batubara. Pada batubara tingkat rendah terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi semakin tinggi tingkatan batubara, analisis maceral cenderung menjadi lebih konsisten. Stach mengutip beberapa data untuk batubara Jerman. VM% (daf) CV (daf) cal/g Batubara 1 Vitrinite 36.1 7925 Liptinite 68.8 8680 Inertinite 22.5 7841 Batubara 2 Vitrinite 28.4 8342 Liptinite 37.1 8619 Inertinite 19.2 8343
  • 50. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 50 PT. GEOSERVICES, LTD 6.1 NET CALORIFIC VALUE Catatan ini berdasarkan pada bahan yang terdapat dalam manual training Shell “Coal Quality Parameters dan Their Influences in Coal Utilisation”. Ketika Gross Calorific Value ditentukan, setiap uap air yang dihasilkan baik dari perkembangan air dalam contoh batubara atau yang terbentuk oleh pembakaran hidrogen, dikonversikan menjadi cairan moisture dan panas yang terpendam dari penguapan telah diperoleh kembali. Dalam pembakaran batubara industri, air tetap sebagai uap dan panas dari penguapan hilang. Net Calorific Value dihitung dari Gross Calorific Value dan itu adalah panas yang dihasilkan dalam pembakaran batubara pada atmosfir yang konstan dengan kondisi semua air yang ada dalam sisa-sisa batubara sebagai bentuk uap air. Persamaan untuk menghitung net Calorific Value adalah : (i) ISO : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) = Gross CV (constant volume) – 0.212 (H) – 0.0008 (O) – 0.0245 (M) (ii) British Standard (BS) : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) = Gross CV (constant volume) – 0.212 (H) – 0.0007 (O) – 0.0244 (M) (iii) ASTM : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) = Gross CV (constant volume) – 0.024 [9(H) + (M)] dimana : H adalah % Hidrogen O adalah % Oksigen M adalah % Moisture Figure A.5 adalah nomogram yang dapat mengkonversikan Gross CV menjadi Net CV. Adalah hal yang mendasar jika menggunakan nomogram atau persamaan untuk menghitung net CV, seluruh analisis dikonversikan pada basis yang sama seperti yang dibutuhkan untuk net CV. Net CV dengan basis as received, sering ditetapkan dalam kontrak batubara, terutama untuk batubara peringkat rendah (lower rank coal). Tabel 1 memperlihatkan
  • 51. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 51 PT. GEOSERVICES, LTD variasi antara net CV dan gross CV untuk batubara dari berbagai peringkat. Batubara peringkat rendah kehilangan presentase gross CV yang lebih besar. TABEL 1 NET CALORIFIC VALUE (RUMUS ISO) Lignite Bitum. Anthr. Total Moisture ar % 30.0 12.0 4.0 Air dried moisture ad % 20.0 8.0 1.0 Mineral matter ad % 8.0 8.0 8.0 Volatile Matter ad % 50.0 35.0 5.0 Hidrogen dmmf % 5.5 5.0 3.0 Oksigen dmmf % 23.0 12.0 1.5 Gross CV dmmf MJ/kg 27.00 31.00 36.00 Db MJ/kg 24.30 28.30 33.09 Ad MJ/kg 19.44 26.04 32.76 Ar MJ/kg 17.01 24.91 31.77 Net CV ad MJ/kg 18.10 24.95 32.16 Reduction GCV to NCV ad 6.90 4.16 1.83 As % dari GCV 6.2 EFEK OKSIDASI Hasil oksidasi adalah penurunan nilai CV (daf). Ada batubara Australia yang kehilangan 5% dari nilai kalornya dalam waktu satu jam setelah digerus menjadi ukuran 0.2 mm. (Ada pula batubara Australia yang nilai CV-nya naik ketika batubaranya beroksidasi). Efek oksidasi terhadap batubara Kaltim memperlihatkan bahwa nilai CV (db) turun dari 6990 cal/g menjadi 6780 cal/g selama hampir tiga minggu setelah dipreparasi. Setengah dari penurunan nilai tersebut terjadi dalam dua hari pertama selama preparasi contoh. Oleh karena itu dianjurkan untuk mempertimbangkan efek pengeringan udara dan penyimpanan pada CV selama analisis. Pada laboratorium
  • 52. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 52 PT. GEOSERVICES, LTD Samarinda sample tidak boleh digerus lebih dari 4 jam sebelum dibutuhkan untuk dianalisis. 7.0 HARDGROVE GRINDABILITY INDEX Hasil-hasil HGI yang rendah membuat batubara Indonesia tidak menguntungkan dalam perdagangan internasional. Batubara peringkat rendah ini sulit diinterpretasi dan diperlukan penelitian tambahan untuk mengukur arti HGI dalam penggunaannya. Hardgrove Grindability Index, HGI, mengukur index kekerasan batubara dengan ring dan ball mill khusus. Dalam pengujian, 50 g batubara dengan ukuran partikel – 1.18 + 0.600 mm diputar selama 60 putaran dengan beban yang standar. Contoh yang tertinggal disaring dengan saringan 0.075 mm dan HGI dihitung dari masa batubara – 0.075 mm yang diambil selama penggerusan. Prosedur original untuk menghitung HGI : HGI = 6.93 W + 13 Dimana w adalah masa batubara dengan minus 0.075 mm setelah pengujian. Rumus ini masih digunakan dalam beberapa standar, tetapi baik metoda ISO dan ASTM menggunakan prosedur kalibrasi berdasarkan pada regresi analisis masa batubara – 0.075 mm terhadap nilai HGI yang bersertifikat dalam 4 contoh yang diberikan oleh Badan standar nasional. Hubungan antara HGI dan peringkat batubara adalah sebuah kurva yang berbentuk huruf U terbalik : nilai-nilai maksimum didapatkan untuk batubara bituminous, sedangkan nilai yang rendah untuk lignites dan anthracites. Masih dipertanyakan apakah pengujian ini dapat digunakan pada batubara peringkat rendah. • Dalam “ Analytical Methods for Coal and Coal Products” Ed. C. Karr : “Penggilingan untuk menggerus brown coal biasanya merupakan alat pengering pula. Namun demikian, batubara masih tetap basah ketika digerus karena tingkat kekeringannya belum tercapai hingga batubara menjadi sangat halus. Impact mills harus digunakan jika wet brown coal tidak menjadi kenyal ketika digerus. “Mesin Hardgrove bukanlah merupakan alat yang cocok untuk pengujian ketergerusan brown coal. Metoda ini menyatakan bahwa batubara harus dikeringkan di udara dan brown coal yang sudah kering menjadi bubuk ketika digerus. “Jadi pengujian tersebut
  • 53. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 53 PT. GEOSERVICES, LTD dapat memberikan hasil yang memadai, tetapi hasil-hasil ini tidak berhubungan dengan ketidakmampuan brown coal yang lembab dalam penggunaan impact mill. • Tambahan untuk catatan mengenai hal ini adalah tulisan Zimmerman : “Kemampuan pengerusan, kebutuhan tenaga untuk penggerusan dan kebutuhan kipas udara merupakan dasar dari penggunaan HGI. Dalam fasilitas pengujian pembakaran, ACIRL mempelajari kebutuhan tenaga penggerusan sebagai sebuah fungsi HGI. Beberapa batubara Indonesia diikutkan dalam penelitian ini. Untuk batubara Australia ada hubungannya sementara untuk batubara Indonesia membentuk populasi yang terpisah dan menunjukkan kebutuhan tenaga penggerusan lebih rendah daripada untuk batubara Australia dari hasil HGI yang sama. • Dalam USBM RI 5167, Ellman dan Belter menyatakan : “ Index Grindability merupakan ekspresi empiris yang relatif. Dalam prakteknya penggerusan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti surface moisture atau MHC, jenis peralatan, feed rate, feed size, tingkat kehalusan yang diinginkan dan variabel lainnya. Jadi index grindability laboratorium tidak dapat digunakan sebagai sebuah indeks kuantitatif langsung dari kemampuan alat gerus. Terdapat pertukaran antara volatile matter dan tingkat kehalusan yang dibutuhkan dalam bahan bakar yang dipakai untuk membakar karbon. Pembicaraan pribadi dengan operator pabrik semen menyatakan bahwa mereka dapat mentolerir oversize (mass%), ekuivalen dengan 50% volatile matter (ad). Oversize yang lebih besar dapat ditolerir untuk batubara Indonesia yang memiliki nilai volatile yang tinggi dan memiliki proporsi reactive maceral yang tinggi (vitrinite dan liptinite) yang akan lebih membantu dalam pembakaran carbon. Diantara variabel yang paling penting yang mempengaruhi hasil-hasil HGI pada batubara sub-bituminous atau lignites adalah tingkat moisture dalam contoh yang telah diuji. USBM RI 5167, mempelajari variasi antara tingkat moisture dan hasil HGI pada serangkaian contoh lignite. Figure A.6 berasal dari penelitian tersebut dan merupakan jenis dari semua batubara yang ikut dalam penelitian tersebut. ASTM menerbitkan “Metoda yang dianjurkan untuk Grindability batubara sub-bituminous dan lignite dengan menggunakan mesin Hardgrove” (1984). Metoda tersebut disahkan hanya untuk informasi saja. “Batubara sub-bituminous dan lignite dapat mengalami perubahan fisik
  • 54. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 54 PT. GEOSERVICES, LTD ketika lapisan moisture aslinya hilang ketika contoh dipreparasi. Perubahan ini seringkali dapat merubah karakteristik grindability yang akan dilaporkan ketika diuji di laboratorium dan dapat menghasilkan indeks yang berbeda tergantung pada kondisi pengeringan dan tingkat moisture dari material yang digunakan untuk pengujian tersebut. Metoda yang dianjurkan, sejak dihilangkan dari standar ASTM dianjurkan melakukan serangkaian pengujian HGI pada tingkat moisture yang berbeda dan pembuatan grafik yang menghubungkan HGI dan moisture. Tidak semua batubara Indonesia merupakan batubara sub-bituminous atau lignite. Rentangan hasil-hasil yang lebih rendah pada batubara Kalimantan Selatan dikarenakan lithotypes batubara makro. 8.0 ANALISIS UNSUR-UNSUR ABU Unsur-unsur abu di bawah ini ditentukan : Silicon as SiO2 Calcium as CaO Iron as Fe2O3 Sodium as Na2O Manganese as Mn3O4 Sulphur as SO3 Aluminium as Al2O3 Titanium as TiO2 Magnesium as MgO Potassium as K2O Phosphorus as P2O5 Dari unsur-unsur di atas, silicon, aluminium dan titanium diperkirakan bersifat asam, sementara yang lainnya sebagai basa. Ada sejumlah indeks yang dihitung untuk memperkirakan sifat-sifat fouling dan slagging dari abu ketika batubara tersebut dibakar dalam boiler-boiler industri. Beberapa sifat ini terdapat dalam Tabel 2 (menur Sanders).
  • 55. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 55 PT. GEOSERVICES, LTD TABEL 2 PERKIRAAN PARAMETER SLAGGING DAN FOULING DALAM BOILER PEMANAS BATUBARA Parameter Rumus 1. Total Coal Alkali {(Na2O + 0.658 K2O) X Ash %}/ 100 2. Total Ash Alkali Na2O + 0.658 K2O 3. Total Acid SiO2 + TiO2 + Al2O3 4. Total Base Fe2O3 + CaO + MgO + K2O + Na2O 5. Base/Acid Ratio (Fe2O3+CaO+MgO+K2O+Na2O)/ (SiO2+TiO2+Al2O3) 6. Ferric/Lime Ratio Fe2O3 / CaO 7. Dolomite Percent {(CaO+MgO)X100}/(Fe2O3+CaO+MgO+Na2O+ K2O) 8. Ferric Dolomite Ratio Fe2O3 / (CaO + MgO) 9. Silica Alumina Ratio SiO2/Al2O3 10.Silica ratio SiO2/ (SiO2 + Fe2O3 + CaO + MgO) 11.Slagging Factor (Asam/Basa) X % Sulphur dalam batubara 12.Fouling Factor (Asam Basa) X Na2O dalam abu Tabel 3 (menurut Sanders), menggolongkan kekerasan yang diperkirakan menjadi faktor yang penting, dihitung dari ash analysis. Dalam prakteknya hal ini tidak selalu tersusun seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3. Penelitian yang dibuat oleh Electric Power Research Institute of USA, menghubungkan penampilan slagging dan fouling yang diperkirakan dengan yang diamati dalam praktek dan menyimpulkan indikator yang paling masuk akal dalam kandungan garam. Perhatikan pada bagian Appendix yang berhubungan dengan efek garam.
  • 56. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 56 PT. GEOSERVICES, LTD TABEL 3 RANGKUMAN PARAMETER YANG SECARA SIGNIFIKAN MEMPENGARUHI FOULING AND SLAGGING JENIS FOULING Parameter Low Medium High Severe Rf = (Asam/Basa)X Na2O < 0.2 0.2 – 0.5 0.5 – 1.0 > 1.0 Na2O % < 0.5 0.5 – 1.0 1.0 – 2.5 > 2.5 Alkali total dalam % batubara < 0.3 0.3 – 0.45 0.45 – 0.6 > 0.6 Chlorine dalam batubara < 0.2 0.2 – 0.3 0.3 – 0.5 > 0.5 JENIS SLAGGING Parameter Low Medium High Severe Rs = (Asam/Basa)X % S < 0.6 0.6 – 2.0 2.0 – 2.6 > 2.6 dalam batubara Catatan : Terdapat dua jenis abu batubara : bituminous dan lignitic. Istilah ini mengacu pada komposisi abu. Abu lignitic memiliki SiO2 kurang dari jumlah CaO% + Fe2O3% + Na2O%. Dalam abu jenis lignitic fouling factor-nya ditentukan sebagai % Na2O yang dimodifikasi menjadi : Low Medium High Severe Na2O% <2.0 2 – 6 6 – 8 > 8 9.0 ASH FUSION TEMPERATURES Pengujian ini menggambarkan sifat empiris dari pengujian batubara. - Batubara yang diuji bukan batubara yang berada di dalam ruangan pembakaran. Contoh laboratorium adalah contoh homogen dari residu batubara setelah
  • 57. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 57 PT. GEOSERVICES, LTD pembakaran pada kondisi yang standar. Apa yang berada dalam tungku pembakaran adalah satu jenis mineral matter. - Kondisi ketika pengujian ini dijalankan harus benar-benar reducing (campuran hidrogen dengan karbon dioksida) atau benar-benar oxidizing (udara atau karbon dioksida). Dalam kondisi pembakaran yang menyala, atmosfir yang mengenai sebuah mineral dapat segera berubah dari benar-benar reducing, ketika karbon dibakar, menjadi oxidizing, ketika pembakaran sudah terjadi dan terdapat udara yang berlebih. Kontrak batubara Jepang selalu mencantumkan hasil-hasil oxidizing atmosphere. Kesulitan lain dalam perencanaan produksi adalah bahwa hasil-hasilnya bukan merupakan bahan tambahan. Boleh saja mencampur dua atau lebih batubara yang masing-masing sesuai dengan spesifikasi dan menghasilkan batubara yang tercampur dengan ash fusion temperatures yang lebih rendah dari setiap unsur. Dalam pengujian ini, abu batubara di cetak menjadi sebuah piramida dan diletakkan pada sebuah ubin tahan panas. Contoh tersebut dipanaskan pada 5°C per menit mulai 900°C sampai maksimum 1600°C. Suhu-suhu tersebut dicatat jika profil karakteristik seperti dalam Figure A.7 tercapai. Untuk membantu pengidentifikasian, digunakan analisis imej komputer, rekaman fotografi atau rekaman video terhadap perkembangan pengujian. Empat suhu dicatat : initial deformation, spherical, hemispherical dan flow. Mineral dalam batubara yang paling keras adalah kaolin (china clay). Penambahan oksida dasar, sodium, potassium, calcium atau magnesium menurunkan titik leleh. Ferrous iron merupakan sebuah perubahan yang terus menerus dalam sistem silica/alumina. Efek dari penambahan ferric iron kurang diperhatikan. Inilah alasan pengujian dalam reducing atmosphere, dimana besi dikurangi dan oxidizing atmosphere, dimana besi teroksidasi. Hasil reducing atmosphere biasanya lebih rendah secara signifikan daripada oxidizing atmosphere. Unuma et al, (1986), menerbitkan sebuah penelitian tentang perubahan dalam struktur mineral yang terjadi ketika abu batubara dipanaskan selama pengujian dan terbentuk ash fusion, clay content dan kandungan feldspar dalam abu batubara.
  • 58. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 58 PT. GEOSERVICES, LTD Toleransi reproducibility yang diambil untuk deformation temperature adalah 80°C. Australian Standard AS1038.15-1995 mengutip nilai-nilai reproducibility di bawah ini : Deformation Temp. Reproducibility < 1300°C 80 > 1300°C 150 Ash fusion temperature merupakan parameter kualitas dimana batubara Indonesia mengalami ketidak beruntungan komersial. Penolakan pembeli batubara telah diatasi untuk sebagian besar produsen batubara dengan membuat sebuah laporan tentang uji pembakaran dalam fasilitas pengujian pembakaran dimana penelitian dapat membuktikan adanya endapan, jenis kepadatan dan adherence. Slagging index (SI) dapat dihitung dari data ash fusion. SI = 0.8 DT + 0.2 HT dimana DT adalah deformation temperature, C, reducing atmosphere. HT adalah hemisphere temperature, C, reducing atmosphere. Tabel 4 memperlihatkan kecenderungan slagging abu batubara, berdasarkan nilai SI. TABEL 4 KECENDERUNGAN SLAGGING SI °C Kecenderungan Slagging > 1340 Low 1230 – 1340 Medium 1050 – 1230 High < 1050 Severe
  • 59. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 59 PT. GEOSERVICES, LTD Spero menyatakan : “ash fusion temperature yang rendah cenderung meningkatkan potensi slagging. Meskipun sifat spesifik dari unsur-unsur abu, disain alat pembakar, kondisi pembakaran dan disain tungku biasanya memiliki pengaruh yang nyata atau lebih langsung pada karakteristik ash slagging. 10.0 ULTIMATE ANALYSIS Ultimate analysis memperlihatkan komposisi batubara dalam artian komposisi elementalnya : karbon, hidrogen, nitrogen, sulphur dan oksigen. 10.1 CARBON, HYDROGEN, OXYGEN Carbon, hidrogen dan oksigen tergantung pada peringkat batubara dan analisis vitrinite maceral biasanya akan cocok dalam ikatan batubara normal yang dibicarakan di bawah. Dalam batubara peringkat rendah, konsentrasi tinggi dari maceral liptinite dapat menyebabkan batubara berkumpul dibawah ikatan tersebut, yaitu batubara tersebut perhydrous. Konsentrasi yang tinggi dari inertinite maceral dapat menyebabkan batubara berkumpul di bawah ikatan batubara yaitu batubara tersebut sub-hydrous. Oksidasi atau pemanasan akan menyebabkan batubara berkumpul diluar ikatan batubara. Untuk penetapan karbon dan hidrogen batubara dibakar dan karbon dikonversikan menjadi CO2 dan hidrogen dikonversikan menjadi H2O. Jumlah CO2 atau H2O dapat ditentukan secara gravimetric atau menggunakan Infra Red Gas Analysis. Oksigen biasanya dihitung berdasarkan perhitungan, meskipun ada metoda- metoda untuk penetapan langsungnya. Sifat-sifat ini penting dalam pembuatan kokas. Dalam pembakaran kandungan karbon dan hidrogen mempengaruhi tingkat laju gas dan persyaratan udara pembakaran. Sejumlah rumus telah dipublikasikan yang menghitung CV dan VM dari ultimate analysis. Seyler menyatakan bahwa : CV = 388.12 H + 123.92 C – 4292 Persamaan ini menimbulkan nilai yang lebih rendah untuk nilai CV (adb) dari batubara Kalimantan Timur.
  • 60. Sampling, Preparasi & Analisa Batubara 60 PT. GEOSERVICES, LTD 10.2 SULPHUR Total Sulphur benar-benar bervariasi pada batubara Indonesia, mulai dari kurang dari 0.05% sampai lebih dari 2.0%. Hasil ini tergantung dari endapan dan lingkungan di endapan dalam rawa yang membentuk batubara. Nilai abu dan sulphur batubara yang rendah awalnya seperti gambut air tawar yang didasari oleh sedimen klastik air tawar yang tidak mengandung batu gamping. Nilai abu dan sulphur yang tinggi berhubungan dengan sedimentasi dalam payau atau lingkungan laut. Ketika air laut masuk ke rawa sulphate ion dalam air laut bercampur menjadi sulphide ion yang masuk ke dalam molekul batubara sebagai organic sulphur. Gambut tak perlu secara langsung bercampur dengan air laut, pergerakannya pada strata yang berdekatan dapat mempengaruhi sulphur dalam gambut. Dengan kondisi ini penyebaran sulphur tidak akan sama pada lapisan batubara dengan lapisan sulphur tinggi yang ditemukan bersebelahan pada roof and floor dari lapisan batubara. Pyritic sulphur yang tinggi banyak terdapat dalam gambut laut. Lingkungan endapan yang kaya kalsium dengan pH yang tinggi mendorong aktivitas dari sulphur yang mengurangi bakteri yang mendukung pembentukan iron pyrite. Keasaman tinggi, pH rendah, mendukung pembentukan abu yang rendah/batubara bersulphur rendah. Total Sulphur lebih sering ditentukan daripada unsur lainnya dalam ultimate analysis jika nilainya kurang dari 1%. Di bawah ini adalah tiga metoda untuk penetapan Total Sulphur : - Metoda Eschka dimana Sulphur ditentukan secara gravimetric sebagai barium sulphate. - Metoda pembakaran temperatur tinggi, dimana sulphur oxides dari pembakaran diserap ke dalam larutan hydrogen peroxide dan asam yang dihasilkan dititrasi dengan borate yang telah distandarisasi. Metoda ini tidak dipakai lagi dalam menentukan keasaman total dari uap yang terserap dan chlorine dilaporkan sebagai hydrochloric acid dalam penyerap. Penggunaan mercury oxycyanide untuk menutupi chlorine tidak lagi dilakukan. Untunglah, seluruh batubara Indonesia yang ditemukan memperlihatkan nilai chlorine kurang dari 0.01% sehingga metoda tersebut tetap dapat dipakai. Jika contoh yang telah di float/ sink diuji dalam bahan pelarut halogenated organic seperti perchloro ethylene atau bromoform, contoh-contoh tersebut menjadi terkontaminasi dengan chlorine