Formasi batubara terbentuk berdasarkan umur geologi dan proses pembatubaraan. Proses pembatubaraan terdiri dari tahap biokimia dan pembatubaraan, dimana sisa tumbuhan diubah menjadi gambut lalu batubara. Faktor pengaruh pembentukan batubara antara lain umur geologi, suhu, tekanan, morfologi, iklim, dan jenis tumbuhan.
1. TUGAS RESUME “Formasi-formasi pembawa batubara berdasarkan umur
geologi dan proses pembatubaraan”
Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genesa Batubara
Dosen pengampu: Jarwinda,S.T,M.T
Disusun Oleh :
Gilang Ariyanto (120370042)
2. PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN JURUSAN TEKNOLOGI
PRODUKSI DAN INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA 2022
A. Formasi formasi pembawa batubara berdasarkan umur geologi
A.1 Umur Geologi
Umur geologi merupakan skala umur yang menunjukkan jaman-jaman yang telah berlangsung sejak bumi
terbentuk hingga kehidupan saat ini. skala waktu yang digunakan disebut skala waktu geologi yang bagannya
dapat dilihat pada gambar berikut:
3. Masing-masing dari jaman pada skala waktu geologi tersebut memiliki fosil penciri yang disebut fosil
index. Ciri-ciri dari fosil index tersebut ialah:
·Memiliki rentang hidup yang singkat
·Penyebarannya luas
·Tidak memiliki periode hidup yang khusus. Jadi, dapat hidup dalam iklim dan cuaca apapun dalam satu
jaman.
Fosil index tiap jaman, jumlahnya bisa lebih dari satu. Misalnya saja jaman Cretaceous atau Kapur yang
memiliki fosil index Inoceramus sp. dan Coeloptychium rude.
A.1.1 Penentuan Umur
Umur geologi terbagi menjadi 2, yaitu umur relatif dan umur absolut. Umur relatif ialah umur
yang ditentukan berdasarkan posisi batuan atau fosil relatif terhadap posisi batuan atau fosil di
sekitarnya. Dengan kata lain, umur relatif tidak menunjukkan angka, tetapi pernyataan bahwa
tentang mana yang lebih tua dan mana yang lebih muda berdasarkan proses pembentukannya.
Umur absolut ialah umur yang ditunjukkan dengan suatu angka yang diperoleh dari pengukuran
4. radioaktif. Jadi, umur absolut ini langsung menunjukkan angka umurnya sehingga dapat
diketahui pada jaman apa batuan tersebut terbentuk.
Material yang dapat diukur antara lain ialah sedimen, fosil, batuan beku, benda
arkeologi dan tumbuhan seperti yang terdapat pada gambar berikut:
Contoh material yang dapat diukur umurnya. Fosil tumbuhan (kiri), sedimen (tengah) dan
bendaarkeologi (kanan).Tiap material tersebut dapat diukur umur relatif maupun umur absolutnya,
tergantung pada keperluan penelitian yang dilakukan. Untuk mengetahui urutan proses
pembentukannya, lebih efisien menggunakan umur relatif. Tetapi, jika ingin mengetahui kapan
material tersebut terbentuk, lebih efektif menggunakan umur absolut.
A.2 Formasi Geologi
5. Formasi geologi adalah satuan litostratigrafi yang terdiri dari lapisan batuan yang memiliki kesamaan
karakteristik, seperti jenis batu, fasies, atau sifat lainnya.[1] Tidak ada batasan ketebalan suatu formasi,
formasi yang berbeda dapat memiliki tebal yang berbeda-beda. Dalam tingkat-tingkat satuan litostratigrafi,
formasi dapat dibagi menjadi beberapa anggota, yang merupakan satuan yang lebih rendah. Dua atau lebih
formasi yang menunjukkan keseragaman digabungkan menjadi kelompok, satuan yang lebih tinggi
A.2.1 Geometri lapisan batubara
Geometri lapisan batubara merupakan hal yang sangat penting di dalam penentuan sumber daya atau
cadangan batubara.Tebal merupakan parameter geometri lapisan batubara (Kuncoro, 2000). Tebal lapisan
batubara dapat hadir bervariasi dikendalikan oleh proses - proses geologi baik yang berlangsung bersamaan
atau setelah pembentukan batubara. Proses – proses geologi tersebut, yaitu:
1. Proses geologi yang berlangsung bersamaan dengan pembentukan batubara: perbedaan kecepatan
sedimentasi dan bentuk morfologi dasar pada cekungan, pola struktur yang sudah terbentuk sebelumnya dan
kondisi lingkungan saat batubara terbentuk (Syn depositional).
2. Proses geologi yang berlangsung setelah lapisan batubara terbentuk: adanya sesar, erosi oleh proses -
proses yang terjadi di permukaan, atau terobosan batuan beku (Post depositional). Tebal lapisan dapat di
interpretasikan melalui data well logging (Reeves, 1999), data bor serta data permukaan. Dengan data – data
yang didapat di lapangan tersebut dapat menghasilkan sebuah permodelan baik dari hasil interpretasi ataupun
dari korelasi yang berada di bawah permukaan ataupun dari permukaan itu sendiri yang dapat
memperlihatkan apa saja faktor – faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan tebal lapisan batubara di
daerah tersebut. Oleh karena itu pemahaman mengenai tebal lapisan batubara akan menjadi sangat penting
untuk dipelajari.
B. Proses pembatubaraan
Menurut Sukandarrumidi 2018, batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, dengan
komposisi terdiri dari cellulose. Proses 8 pembentukan batubara, dikenal sebagai proses pembatubaraan
atau coalification. Faktor fisika dan kimia yang ada di alam akan mengubah cellulose menjadi lignit,
subbitumina, bitumina, atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat diperlihatkan sebagai berikut:
Rumus bangun batubara 5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +6CO2 + CO metan Cellulosa lignit
gas metan Keterangan.
• Cellulosa (senyawa organik), merupakan senyawa pembentuk batubara
• Unsur C pada lignit jumlahnya relative lebih sedikit dibandingkan jumlah unsur C pada bitumina, semakin
banyak unsur C pada lignit, semakin baik kualitasnya
• Unsur H pada lignit jumlahnya relative banyak dibandingkan jumlah unsur H pada bitumina semakin
banyak unsur H pada lignit, semakin rendah kualitasnya
• Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relative lebih sedikit dibandingkan dengan pada
bitumina, semakin banyak CH4 lignit semakin baik kualitasnya
6. B.1 Proses pembentukan batubara
Proses pembentukan batubara terdiri atas dua tahap, yaitu:
1. Tahap biokimia (penggambutan) adalah tahap ketika sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi
tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaeorobik) didaerah rawa dengan sistem penisiran (drainage
system) yang buruk dan selalu tergenang air beberapa inci dari permukaan air rawa. Material tumbuhan
yang busuk tersebut melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O dan NH3 untuk
menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobic dan fungi, material tumbuhan itu diubah menjadi
gambut. (Stach, 1982, opcit. Susilawati 1992).
2. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan proses diagenesis terhadap komponen organik dari
gambut yang menimbulkan peningkatan temperature dan tekanan sebagai gabungan proses biokimia, kimia
dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan sedimen yang menutupinya dalam kurun waktu
geologi. Pada tahap tersebut, persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan
oksigen akan berkurang sehingga menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat maturitas material
organiknya. (Susilawati 1992). Teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
7. a. Teori In-situ
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan ditempat dimana
batubara tersebut berada. Batubara yang terbentuk biasanya terjadi dihutan basah dan berawa,
sehingga pohon - pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam
ke dalam rawa tersebut dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara
sempurna dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
b. Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan
ditempat dimana batubara tersebut. Batubara yang terbentuk biasanya terjadi di delta
mempunyai ciri-ciri lapisannya yaitu tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya
(multipleseam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi.
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan
sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 - -[10 meter.
Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa
CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi
diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika
yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur,
tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati
1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen
dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan
menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari
lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
B.2 Faktor pengaruh pembentukan pembatubaraan
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan
tekanan. Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak
periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara
pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya,
endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah
menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara
muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun,
maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-
bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih
keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit
(anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi
terus berlangsung hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas
organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama
pembentuk batubara.
8. Disamping itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan
rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih
lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban
(moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah.
Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan
semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar
karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
¨ Posisi geotektonik
Adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng dalam
pembentukan batubara merupakan faktor yang dominan akan mempengaruhi iklim lokal dan
morfologi cekungan pengendapan dan kecepatan penurunan cekungan Pada fase akhir, posisi
geotektonik mempengaruhi proses metamorfosa organik dan struktur lapangan batubara melalui
masa sejarah setelah pengendapan akhir
¨ Topografi (morfologi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan
penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk
¨ Iklim
Kelembaban mengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai tergantung posisi geografi
dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik Tropis dan subtropis sesuai untuk pertumbuhan yang
optimal hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian pohon
mencapai 30 m. Sedang iklim yanng lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5-6 meter dalam
waktu yang sama.
¨ Penurunan cekungan
Penurunan cekungan dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik jika penurunan dan pengendapan
gambut seimbang maka akan dihasilkan endapan batubara yang tebal. Pergantian transgresi dan
regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya. Menyebabkan adanya infiltrasi
material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk.
¨ Umur geologi
Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan tumbuhan Makin tua umur suatu
batuan akan memiliki kemungkinan makin dalam penimbunan yang terjadi hingga mampu terbentuk
batubara bermutu tinggi.
9. ¨ Tumbuh-tumbuhan
Unsur utama pembentuk batubara dengan lingkngan tertentu dan sebagai faktor penentu tipe
batubara, evolusi kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi
¨ Dekomposisi
Merupakan bagian dari tansformasi biokimia material organik yang merupakan titik awal seluruh
alterasi
¨ Sejarah sesudah pengendapan
Sejarah cekungan tergantung pada posisi geotektonikterjadi proses geokimia dan metamorfosa
organik setelah pengendapan gambut bertanggung jawab terhadap pembentukan struktur cekungan
batubara baik berupa sesar, lipatan, intrusi danlainnya.
¨ Struktur cekugan pembentuk
Karena gaya tektonik menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk tertentu.
¨ Metamorfosis organic
Selama proses ini terjadi pengurangan kandungan air, oksigen dan zat terbang (CO2, CO, CH4
dll)
B.3 Jenis-Jenis Batubara
Jenis-jenis Batubara Berdasarkan kualitasnya, batubara memiliki kelas (grade) yang secara
umum diklasifikasikan menjadi empat kelas utama menurut standar ASTM (Kirk-Othmer, 1979)
atau lima kelas jika dimasukkan peat atau gambut sebagai 13 jenis batubara yang paling muda
(Larsen, 1978). Dalam hal ini kelas batubara disertai dengan kriteria berdasarkan analisis
proximate dan nilai kalornya, juga kriteria berdasarkan analisis ultimate dan kandungan sulfur
total serta densitasnya. Masing- masing jenis batubara tersebut secara berurutan memiliki
perbandingan C : O dan C : H yang lebih tinggi. Antrasit merupakan batubara yang paling bernilai
tinggi, dan lignit, yang paling bernilai rendah.
10. 1. Gambut/ Peat
Golongan ini sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan bakar. Hal ini
disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara. Endapan ini
masih memperlihatkan sifat awal dari bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan). Batubara Peat 14
2.Lignit
Sering disebut juga brown-coal, golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa
struktur kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya akan keluar. Endapan
ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas yang
dikeluarkan sangat rendah sehingga seringkali digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit
listrik. Batubara Lignit 15
11. 3. Subbituminous/ Bitumen Menengah
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman dan sudah
mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup
dengan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Subbituminous umum digunakan sebagai pembangkit
listrik tenaga uap. Subbituminous juga merupakan sumber bahan baku yang penting dalam
pembuatan hidrokarbon aromatis dalam industri kimia sintetis.
4. Bituminous Bituminous
Merupakan mineral padat, berwarna hitam dan kadang coklat tua, rapuh (brittle) dengan
membentuk bongkah-bongkah prismatik berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila
dikeringkan sering digunakan untuk kepentingan transportasi dan industri serta untuk
pembangkit listrik tenaga uap. Sumber :
https://www.gurugeografi.id/2018/11/teoriterbentuknyabatu-bara-dan.html Gambar 1. 8
Batubara Bituminous
12. 5. Antrasit
Golongan ini berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya memperlihatkan pecahan
chocoidal. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru dengan derajat pemanasan yang
tinggi. Digunakan 17 untuk berbagai macam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi.
Batubara Antrasit Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Batubara bermutu rendah, seperti lignite dan sub-bituminous,
memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga
energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak,
serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang
sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan 18 energinya juga semakin besar.
13. Daftar Pustaka
Allen, G.P., and Chambers, J.L.C., 1998, Sedimentation in the Modern and Miocen Mahakam
Delta, IPA, p. 236.
Arikunto, S. (2009). Metodepenelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 89-71.
Gilbert, C.,1945, Petrography an introducting to the study of rocks in thin section, W.H. Freeman
and Company, San fransisco
Ginandjar Kartasasmita, 2012. Ketahanan dan Kemandirian Energi: Sebuah Tinjauan
Mengenai Potensi Batubara Sebagai Tulang Punggung Energi Indonesia di Masa
Mendatang. Jakarta, Dewan Pertimbangan Presiden.
Horne 3.C., Ferm 3.C., Carrucio F.T., and Baganz B.P., 1978, Depositional models in coal
exploration and mine planning in the Apalachion region, Bull, Am. Assoc. Petrat Geol
62.2379.2411
Sutedi, A. (2016). Legal Aspects of Procurement of Goods and Services, and Various Problems,
Jakarta. SinarGrafika.
Tim Analisis Kebijakan, 2015. Menyiapkan Batubara Sebagai Tulang Punggung Pasokan
Energi Nasional. BAPPENAS.