SlideShare a Scribd company logo
1 of 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Eksplorasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu proses
penambangan. Dengan Eksplorasi yang baik akan mendapatkan hasil yang baik
dan dengan hasil yang baik akan sangat menentukan tindakan yang akan diambil
dalam proses penambangan tersebut. Salah satu hal yang dapat menentukan
layaknya suatu aktifitas penambangan melakukan produksi adalah dengan
mengetahui sampel dari area yang akan di tambang dan untuk mendapatkan
sampel yang baik diperlukan suatu proses pengambilan sample yang sering
disebut pengeboran geoteknik.
Pengeboran geoteknik adalah pengeboran inti (core drilling) yang
bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi batuan yang
dibor. Persyaratan utama dalam pengeboran geoteknik adalah mendapatkan inti
bor yang utuh, dengan recovery yang maksimal (jika mungkin Recovery > 90%).
Untuk mendapatkan data geoteknik yang valid dan representatif bagi suatu
rencana pengembangan, penentuan rencana titikbor dan kedalaman
pengeboran serta pencapaian Core recovery yang tinggi adalah hal yang sangat
penting.
Berdasarkan model (struktur) geologi dari area tambang atau rencana
tambang umumnya dapat dibagi dalam zone-zone, yang diperkirakan mempunyai
kondisi geologi relatif sama. Dalam kaitan dengan Pit Plan, biasanya zoning ini
juga menjadi pertimbangan dalam menentukan sektor desain. Penentuan jumlah
dan pemilihan lokasi titik bor geoteknik harus mempertimbangkan keterwakilan
terkait dengan pembagian zone atau sektor desain ini. Di samping itu, rencana
penambangan yang mencakup luas, bentuk, dan kedalaman bukaan tambang juga
harus menjadi pertimbangan dalam penentuan titik bor geoteknik. Semua lapisan
batuan yang akan membentuk lereng bukaan tambang harus terwakili oleh titik
bor geoteknik yang akan dilakukan.
2
Pada aktivitas pengeboran ini kami melakukan kerjasama berupa Kerja
Praktek dengan PT. Bintang Perkasa Mandiri yang berperan sebagai konsultan
pertambangan di indonesia. Lokasi pengeboran pata PT. Bumi Babahrot tepatnya
terletak di daerah di Kec. Babahrot Kab. Aceh Barat Daya (ABDYA).
Gambar 1.1 Lokasi Tambang PT. Bumi Babahrot
3
1.2 Iklim
Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya kecamatan Babahrot berada di
wilayah tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi, kelembaban udara
tinggi, dan temperatur udara tinggi. Kondisi angin di wilayah ini bervariasi
bergantung pada musim. Kondisi tersebut dikenal dengan iklim tropis muson
(Tropical Muson Climate). Angin muson adalah angin musiman yang berlansung
selama beberapa bulan. Iklim di Aceh dapat dibagi menjadi 2 musim yaitu:
Musim Barat (April-September) dan musim muson timur (Oktober-Maret).
Ada sedikit perbedaan antara periode muson timur dan muson barat, berdasarkan
suhu, kelembaban, curah hujan dan visibilitas yaitu:
1. Suhu udara rata-rata adalah 27,1ºC dan 27,3ºC. Suhu rata-rata minimum
untuk timur dan barat pada periode muson adalah 20,1ºC dan 19,6ºC, suhu
udara rata-rata maksimum untuk timur dan barat pada periode muson
adalah 31,9ºC dan 32,4ºC.
2. Kelembaban rata-rata untuk periode muson timur sekitar 82% dan di
muson barat sekitar 81%.
3. Curah hujan bulanan rata-rata pada periode muson timur adalah sekitar 80
mm/bulan, rata-rata hujan adalah 7 hari/bulan di musim ini.
Maksimum rata-rata di periode ini adalah 35 mm/hari. Pada muson barat
total rata-rata hujan adalah sekitar 87 mm/bulan, rata-rata hujan adalah 6
hari/bulan dan rata-rata maksimum 39 mm/hari. Visibilitas selama cuaca buruk
adalah 6 sampai 10 km. Periode hujan bisa sedikit bervariasi antara timur dan
barat. Visibilitas periode musim timur adalah 6,3 km – 11,1 km sedangkan selama
musim hujan barat periode itu bervariasi dari 6,1 km – 10,3 km.
1.3 Keadaan Geologi
Keadaan geologi berdasarkan IUP PT. Bumi Babahrot rata – rata berada
pada kemiringat yang agak terjal yaitu 6° - 17°, Hal ini diakibatkan wilayah area
penambangan terletak di area perbukitan. PT. Bumi Babahrot memiliki 2 site
yaitu site A dan site B yang di batasi oleh sungai Babahrot. Keadaan formasi pada
umumnya batu pasir pada kedalaman dangkal, dan pada kedalaman 30m di bawah
4
permukaan formasi berubah menjadi batuan gamping dan perpaduan batuan
kuarsa.
1.4 Karakteristik Deposit
Dari hasil pengamatan pada site penambangan PT.Bumi Babahrot,
kandungan besi yang paling banyak di jumpai adalah golongan Limonit dengan
kandungan bijih besi sebesar 60% – 69%, warna dari bijih besi adalah berwarna
merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan dari bijih besi tersebut diakibatkan
batuan dan lingkungan memiliki tingkat kadar air yang cukup tinggi sehingga
timbul warna merah kecoklatan akibat karatan oleh reaksi dengan air. Hal ini
dapat terjadi karna area penambangan site A dan B di batasi oleh sebuah sungai
besar yang memiliki debit air cukup tinggi. Bijih besi pada area penambangan
pada umumnya adalah bijih besi primer, namun juga didapat pada beberapa lokasi
terdapat bijih besi skunder akibat adanya proses sedimentasi.
1.5 Metode Penambangan
Dari pertimbangan teknis, ekonomis dan lingkungan yang telah dikaji
maka sistem penambangan yang akan diterapkan adalah sistem tambang terbuka
(Open Pit).
1.6 Manfaat kerja praktek pada PT. Bumi Babahrot
1. Menambah wawasan pengetahuan tentang pengeboran, terutama
pengeboran full coring bijih besi
2. Mengkaji dan menganalisa kegiatan pengeboran yang dilakukan pada PT.
Bumi Babahrot
3. Bagi perusahaan dan Jurusan Teknik Pertambangan, terjalinnya kerjasama
dengan adanya mahasiswa yang melakukan kerja praktek pada perusahaan
PT. Bumi Babahrot
5
BAB II
URAIAN PROSES
2.1 Komponen Alat
Pada Proses pengeboran di PT. Bumi Babahrot, PT. Bintang Perkasa
Mandiri (BPM) menggunakan masin bor jenis JACRO dengan nomor seri 200.
Jacro 200 merupakan mesin bor yang memilki mesin berjenis Kubota yang
mampu menembus kedalaman 200 meter. Mesin ini mampu melakukan
pengeboran Batu bara, sample bijih logam, dan sumur bor.
Gambar 2.1 Komponen mesin bor penggerak
Keterangan Komponen :
1. Water Suffle, berfungsi utuk memasok air kedalam lubang bor sehingga
mata bor tidak kepanasan dan cutting (serpihan batuan yang tergerus)
dapat terangkat.
6
2. Motor Rotary, berfungsi menggerakkan pipa dan mata bor.
3. Gear Box, adalah tempat terletaknya gear yang digunakan untuk
menggerakkan bor.
4. Pipa Bor, berguna untuk mensupport mata bor atau bit baik untuk
memutar, memasok lumpur maupun penarikan sampel.
5. Foot Clamp, berfungsimenjepit pipa ketika akan disambung atau di
lepaskan.
Gambar 2.2 Komponen utama mesin bor
6. Tower, berguna untuk menahan pipa bor agar tetap lurus.
7. Kontrol Box, merupakan pusat untuk menggerakkan seluruh komponen
mesin bor.
8. Engine, Memotori seluruh komponen mesin bor.
9. Fuel Tank, kotak penyimpan bahan bakar berupa solar.
7
10. Oil Tank, Kotak penyimpanan oli.
11. Tiang Secured, tiang untuk pengaman tower agar tetap stabil dan tegak
dari permukaan tanah.
Gambar 2.3 Komponen mesin penggerak
12. Cooler, alat yang berfungsi sebagai pendingin mesin, air langsung di
pompa dari sumber air terdekat.
13. Filter, yang berguna sebagai penyaring dari kotoran yang ada dalam oli
dan solar.
14. Hosting Plug, adalah alat yang berguna untuk mengikat sehingga dapat
menarik atau menurunkan pipa kedalam lubang bor.
2.2 Mata Bor (Core Bit)
Mata bor atau core bit merupakan salah satu komponen terpenting dalam
suatu pengeboran. Mata bor atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling
bawah dari rangkaian pipa yang langsung berhadapan dengan formasi atau batuan
yang di bor. Adanya putaran dan beban yang diperoleh dari rangkaian pipa bor
diatasnya, akan menyebabkan mata bor itu menghancurkan batuan yang terletak
8
dibawah sehingga akan menembus semakin dalam bebatuan tersebut. Lumpur
yang disirkulasikan akan keluar melalui mata bor dan menyemprotkan langsung
kebatuan yang sedang dihancurkan di dasar lubang bor. Semprotan ini akan ikut
membantu menghancurkan batuan-batuan itu. Batuan yang disemprot oleh
Lumpur tadi akan lebih mudah lagi dihancurkan oleh mata bor, sehingga dengan
demikian akan diperoleh laju pemboran yang lebih cepat.
Berdasarkan struktur pemotongnya (cutter) matabor dapat di
klasifikasikan sebagai berikut :
1. Wing bit
Digunakan pada lapisan permukaan, biasanya digunakan untuk membuat
lubang besar. Pada umumnya mata bor ini memiliki diameter 36 inc. Wing
bit mampu bekerja pada kedalaman berkisar antara 0 – 30 meter.
Gambar 2.4 Wing bit yang memiliki mata bor seperti baling – baling
2. Roller cone bit
Digunakan pada material yang memiliki tingkat kekerasan lunak sampai
keras, Roller Cone Bit adalah mata bor yang terdiri dari satu, dua atau tiga
cones dengan gerigi yang menempel pada cone tersebut. Roller cone bit
dengan tiga cone adalah mata bor yang sering digunakan pada pengeboran.
9
Gambar 2.5 Roller cone bit dengan 3 cones
3. Diamond bit
Diamond bit terdiri dari jenis material yang memiliki kekerasansama
seperti intan. Mata bor ini digunakan apabila mata bor lain tidak dapat
menembus lapisan formasi yang memiliki kekerasan sangat keras.
Gambar 2.6 Diamond bit yang kami gunakan dalam pengeboran coring
2.3 Metode Pengeboran
Dalam melakukan pengeboran sangat banyak metode yang di gunakan,
namun secara umum metode tersebut terbagi kedalam 3 bagian sesuai dengan
kebutuhannya yaitu sebagai berikut :
10
1. Open Hole
Open Hole adalah metode pengeboran dengan cara melubangi area
tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan sampai kedalaman
yang telah direncanakan. Dalam pengambilan sampelnya berdasarkan
potongan dari setiap gerusan mata bor per Run atau per pipa bor. Dalam
proses pengeboran open hole cutting akan dinaikkan ke atas dengan media
air bercampur lumpur bor.
Gambar 2.7 Proses pengeboran open hole dengan tricones.
2. Coring
Coring adalah pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan
sampel utuh dari sampel pada kedalaman tertentu yang telah ditentukan.
Dalam melakukan pengeboran coring sampel diambil tanpa menggunakan
metode open hole. Dengan menggunakan metode ini kita akan
mendapatkan data yang lebih akurat dan menditail mengenai data variasi
batuan (stratigrafi) dalam lubang bor.
3. Touch core
Touch Core adalah tenik pengeboran yang awalnya dilakukan
dengan metode Open Hole dan ketika mata bor menyentuh Ore (indikasi
dari lubang bor keluarnya sample cutting berupa ore) , maka akan di stop
11
putaran bornya. selanjutnya stang bor di angkat dan mata bor akan diganti
dengan jenis mata bor khusus untuk pengambilan sample core serta di
tambah core barrel untuk tempat penampungan sample core selama
pengambilan (ukuran core barrel lebih kurang 1.60 meter). jadi bila
batubara lebih tebal akan dilakukan pengambilan coring sampai beberapa
kali. Ada teknik khusus dalam melakukan coring ini dan biasanya juru bor
atau driller lebih menguasai teknik ini (seperti kecepatan putaran mata bor
dan kecepatan pompa lumpur bor). Metode ini adalah gabungan dari Open
Hole dan Touch Core.
2.4 Lumpur Pemboran
Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-
cairan berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi
pemboran dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya
kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Lumpur
pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari pengembangan
penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya
teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan.
Pada awal penggunaan pengeboran rotary, fungsi utama lumpur pemboran
hanyalah mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini
fungsi utama lumpur pemboran berkembang menjadi :
1. Pengankatan Serpih bor (Cutting Removal)
Lumpur yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan
adanya pengaruh gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh
daya sirkulasi dan kekentalan lumpur. Dalam melakukan pemboran serbuk
bor (cutting) dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat, harus
dikeluarkan dari dalam lubang bor. Hal ini berdasarkan atas keberhasilan
atau tidaknya lumpur untuk mengangkat serbuk bor. Apabila serbuk bor
tidak dapat dikeluarkan maka akan terjadi penumpukan serbuk bor didasar
12
lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi masalah seperti terjepitnya
pipa oleh serbuk bor
2. Mendinginkan dan melumasi mata bor
Panas yang cukup besar terjadi karena gesekan mata bor dengan formasi
maka panas itu harus dikurangi dengan mengalirkan lumpur sebagai
pengantar panas kepermukaan. Semakin besar ukuran mata bor, semakin
besar juga aliran yang dibutuhkan. Kemampuan melumasi dan
mendinginkan pahat dapat ditingkatkan dengan menambahkan zat - zat
lubrikasi (pelicin) misalnya : minyak, detergent, grapite dan zat surfaktan
khusus, bahkan bentonite juga berfungsi sebagai pelicin karena dapat
mengurangi gesekan antara dinding dan rangkaian bor.
3. Membersihkan dasar lubang
Ini adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir
melalui lubang kecil yang ada pada mata bor (bit nozzles) menimbulkan
daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang dan ujung–ujung pahat
menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini akan memperpanjang umur
mata bor dan akan mempercepat laju pengeboran.
4. Menstabilkan lubang bor
Lumpur bor harus membentuk deposit pada dinding lubang sehingga
formasi menjadi kokoh dan menghalang-halangi masuknya fluida kedalam
formasi. Kemampuan ini akan meningkat jika fraksi koloid dari lumpur
bertambah, misalnya dengan menambahkan attapulgite atau zat kimia
yang dapat meningkatkan pendispersian padatan. Dapat pula dengan
menambahkan polimer sehingga viskositas dari lumpur bor meningkat.
5. Mengimbangi tekanan formasi
Pada kondisi normal formasi memiliki tekanan sebesar 0.465/ft, Berat dari
lumpur yang terdiri dari fase air, partikel - partikel padat lainnya cukup
13
memadai untuk mengimbangi tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai
daerah yang bertekanan abnormal dibutuhkan materi pemberat khusus
(misal : XCD-polimer) yang mempunyai berat jenis tinggi untuk
menaikkan tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat mengimbangi
dan menjaga tekanan formasi. Besarnya tekanan hidrostatik tergantung
dari berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom yang dapat
dihitung dengan persamaan :
Hp = 0.052 x Mw x D = Psi
dimana :
Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.
Mw = Densitas lumpur, ppg.
D = Kedalaman, ft.
6. Sebagai media logging
Data-data dari sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar
evaluasi sumur yang bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan
program dan evaluasi sumur-sumur yang akan di bor selanjutnya. Data-
data tersebut diatas didapat dari analisa cutting dan pengukuran langsung
dengan wire logging. Untuk itu lubang bor harus bersih dari cutting.
7. Menghambat dan mencegah laju korosi
Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen
CO2, dan H2S. Juga karena pH lumpur yang terlalu rendah atau adanya
garam-garam di dalam. Untuk menghindari hal - hal tersebut diatas, ke
dalam lumpur dapat ditambahkan bahan – bahan pencegah korosi atau
diusahakan untuk mencegah pencemaran yang terjadi.
2.5 Persiapan Awal Pengeboran
Proses Pemboran diawali dengan melakukan Study Regional yang
bertujuan untuk mengetahui geologi struktur, stratigrafi serta bagaimana
geomorfologi yang ada didalamnya, setelah itu dilakukan mapping yaitu proses
14
pembuatan peta singkapan beserta struktur geologinya, Kemudian setelah itu
dilakukan Planning pemboran yang didalamnya mencakup penentuan titik, jarak
interval, kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran serta luasan wilayah
yang akan dilakukan pemboran. Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan
titik yang akan dibor pada skema model maka dilakukan proses penentuan titik
bor dilapangana. Kemudian dibutuhkan preparasi pemboran dimana proses ini
mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan pembuatan mud
pit (tempat sirkulasi air), apabila daerah pemboran berada di daerah lereng dan
bergelombang maka dilakukan perataan tanah sehingga daerah titik pemboran rata
dan tidak mengganggu jalannya proses pemboran, lokasi yang baik perlu di
perhatikan karna hal ini juga termasuk kedalam safety kerja.
Dalam persiapan awal sebelum dilakukan pengeboran, salah satu yang
wajib untuk di persiapkan adalah Drill Plan yaitu berupa penentuan titik
pengeboran yang akan dilakukan. Dengan adanya penentuan titik sebelum proses
pengeboran kegiatan pengeboran akan berjalan secara terkoordinasi, sehingga
akan didapat hasil yang maksimal.
Gambar 2.8 Area drill plan
15
Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai
maka alat-alat pengeboran dan alat pendukung lainya di atur di tempat tersebut
sehingga jalan pengeboran dapat berlangsung dengan lancar.
2.6 Proses Pengeboran
Setelah semua persiapan awal selesai di lakukan barulah kita dapat
memasuki tahap proses pengeboran. Kegiatan pengeboran dilakukan pada titik
sesuai dengan drill plan yang telah ditentukan oleh PT. Bumi Babahrot. Pada hari
pertama tanggal 03 September pengeboran pada titik DHA1-01 mulai dikerjakan.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah Preparation, yaitu persiapan RIG
berupa pemasangan pipa bor. Setelah persiapan selesai dilakukan Stick Up, yaitu
pengukuran jarak antara permukaan tanah sampai dengan permukaan Foot Clamp,
bertujuan untuk menentukan seberapa panjang pipa yang tidak masuk ketika
dilakukan pengeboran sehingga perbedaan panjang tersebut dapat ditutupi dengan
memasang pipa yang sama panjangnya dengan jarak stick up.
Gambar 2.9 Pengukuran stick up
16
Setelah itu barulah proses pengeboran coring dapat dilakukan. Kegiatan
pengeboran kali ini telah ditetapkan kedalaman dari setiap titik bor yaitu 100
meter. Dalam pelaksanaan pemboran, proses pengambilan core sesuai dengan
Standard Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh perusahaan.
Dilakukan maksimal setiap kedalaman 1,5 m sesuai dengan kesepakatan antara
Driller dan pihak perusahaan.
Proses pengeboran titik pertama tepatnya tanggal 03 September pada titik
DHA1-01 berjalan lancar mulai dari kedalaman 00.00 – 21.00 meter, memasuki
kedalaman 21.00 ditemukan adanya batu sample yang mengandung bijih besi
sampai dengan kedalaman 31.50 meter. Namun pada Run ke-22 menuju
kedalaman 33.00 meter terjadi stuck yang diakibatkan oleh kurang padatnya
formasi batuan. Setelah dilakukan pengankatan Cutting, ternyata di dapat bahwa
pada lapisan tersebut terdiri dari pasir lempung yang pada umumnya bersifat tidak
kompak, sehingga untuk mengatasi masalah ini diperlukan proses Flushing.
Proses pengeboran kembali berjalan lancar, tampa diduga sebelumnya, pada
kedalaman 36.00 di temukan adanya serpihan Pirit pada batuan berjenis kuarsit.
Batuan tersebut memiliki kekerasan tinggi dengan tekstur putih mengkilat serta
adanya sebaran bijih pirit. Pada umumnya ditemukannya pirit adalah salah satu
anomali adanya endapan emas pada urat (vein) dari batuan tersebut. Pada
kedalaman 37.50 meter yaitu run ke-25 tampa terduga ditemukannya serpihan
emas yang tersebar pada tiap vein.
Pada kedalaman 42.00 meter pengeboran memasuki batuan yang memiliki
formasi lunak dan berongga sehingga terjadi water loss. Dengan terjadinya water
loss lumpur pengeboran yang seharusnya bersirkulasi dengan baik berkurang
secara drastis, pengeboran di hentikan sementara. Meskipun pengeboran
dilanjutkan dapat dipastikan lumpur pengeboran yang ada akan semakin
berkurang, oleh sebab itu driller melakukan inisiatif untuk menambahkan senyawa
Polymer kedalam lumpur bor dengan kadar yang tinggi. Tidak hanya itu, driller
menambahkan serpihan serbuk hasil pemotongan kayu, polimer yang ada dapat
mengentalkan air pada tingkat tertentu sehingga air akan semakin sulit menembus
17
pori – pori batuan dan serbuk kayu berfungsi menghambat air masuk ke formasi
batuan melalui celah batuan tersebut.
Proses pengeboran kembali berjalan lancar, hasil sampel core yang
terangkat juga dalam kondisi memuaskan dengan core recovery baik. Namun
mencapai kedalaman 49.50 meter masalah kembali muncul. Masalah yang timbul
yaitu terdapatnya air muka bawah tanah yang sangat beresiko bagi aktifitas
pengeboran. Ketika dalam suatu pengeboran coring menembus lapisan air bawah
tanah yang menyebabkan artesis, air yang keluar tidak dapat terkendali sehingga
mengganggu proses pengeboran. Ditambah lagi dengan adanya air tersebut
sampel coring yang telah tertangkap di corebarel tertekan oleh air tersebut
sehingga core recovery yang tersisa pada kedalaman 49.50 meter hanya tersisa
20%. Jika nilai core recovery rendah maka proses coring harus di ulang, namun
air yang sangat berlebihan menghambat proses yang ada. Dengan berbagai
pertimbangan dan hasil keputusan antara driller dan supervisor yang bertugas
didapatkan suatu kesimpulan bahwa pengeboran di titik DHA1-01 dihentikan.
Secara kesuluruhan pengeboran pada setiap titik memiliki proses yang
sama namun hal yang berbeda adalah kendala dan waktu yang diperlukan akibat
perbedaan tingkat kekerasan batuan. Batuan yang lebih keras cenderung
membutuhkan waktu lama, namun hal tersebut dapat di minimalkan dengan
penggunaan lumpur pengeboran yang tepat.
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Prinsip Pengeboran
Hampir dalam semua bentuk penambangan, batuan keras diberai
dengan pengeboran dan peledakan. Pengeboran dan peledakan dibutuhkan di
sebagian besar tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Kriteria metode
penggalian menurut Franklin, dkk (1971) adalah dengan gali bebas (free
digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Peledakan terbagi
menjadi dua, yaitu peledakan peretakan dan peledakan pembongkaran. Kriteria
metode penggalian menurut Franklin, dkk (1971) ditunjukkan pada Gambar
3.1.
Gambar 3.1 Diagram Kriteria Indeks Kekuatan Batuan (Franklin dkk, 1971)
Misal diketahui nilai Point Load Index 10 MPa dan Fracture Index 0,6 m.
Pada sumbu X di plot garis angka 80 Mpa dan di tarik vertikal. Kemudian dari
19
sumbu Y di plot garis pada angka 0,6 sampai berpotongan dengan garis plotting
dari sumbu X. Dari titik perpotongan tersebut, dapat di ketahui metode
pengeboran yang di rekomendasikan. Pada kegiatan pengambilan material sampel
dengan pengeboran, kinerja pengeboran adalah kemampuan alat bor untuk
membuat lubang sebagai saluran untuk mengambil material sampel, kegiatan ini
disebut dengan pengeboran produksi (production drilling). Seiring dengan
perjalanan waktu dan berkembangnya teknologi, pengembangan alat bor juga trus
dilakukan. Terdapat dua faktor utama dalam pengembangan alat bor. Pertama,
pengembangan sifat metalurgi komponen pengeboran, batang bor dan mata bor.
Kedua, pengembangan di bidang pemakaian energi dalam pengeboran unuk
mencapai hasil yang efektif mencakup lumpur pengeboran.
3.2 Komponen Pengeboran
Terdapat empat komponen utama yang ada di semua komponen pengeboran
yaitu:
1. Feed : Gaya aksial yang diberikan untuk
memberikan tekanan vertikal pada titik
pengeboran.
2. Rotation : Gerakan memutar pada batang dan mata
bor.
3. Percussion : Tumbukan yang dilakukan secara
berulang pada titik pengeboran.
4. Flushing : Suatu usaha untuk sesegera mungkin
mengeluarkan potongan hasil pengeboran
keluar dari dalam lubang bor dengan
memberikan sejumlah fluida bertekanan.
20
3.3 Faktor yang Menentukan Proses Pemecahan Batuan
3.3.1 Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan terhadap
abrasi. Kekrasan dipakai untuk mengukur sifat – sifat teknis dari batuan dan
dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang
diperlukan untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan
untuk menyebabkan kerusakan pada batuan. Kekerasan batuan merupakan
fungsi dari komposisi butiran mineral, porositas dan derajat kejenuhan.
Kekerasan batuan diklarifikasikan dengan skala frederich Van Mohs (1882)
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Skala Mohs
Nama Mineral Skala Mohs
Talc 1
Gypsum 2
Calcite 3
Fluorite 4
Apatite 5
Feldspar 6
Quartz 7
Topaz 8
Korundum 9
Diamond 10
Tabel 2.2 Kekerasan Batuan dan Kekuatan Batuan
(Dalam Tamrock Surface Drilling and Blasting, 1989)
Deskripsi Kekerasan Kekerasan skala Mohs UCS (MPa)
Sangat keras > 7 > 200
Keras 6 - 7 120 - 200
Keras menengah 4,5 - 6 60 - 120
Cukup lunak 3 – 4,5 30 - 60
Lunak 2 - 3 10 - 30
21
Sangat lunak 1 - 2 < 10
3.3.2 Kekuatan
Meru pakan sifat fisik mekanika batuan yang sangat berpengaruh
terhadap proses pemecahan batuan. Kekuatan mekanik suatu batuan adalah
suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya luar, baik kekuatan statik maupun
dinamik. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi
mineralnya. Di antara mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan,
kuarsa adalah mineral terkompak dengan kuat tekan mencapai lebih dari 500
MPa, sehingga semakin tinggi kandungan kuarsa maka batuan tersebut juga
semakin tinggi kekuatannya. Beberapa klasifikasi kuat tekan batuan utuh
menurut berbagai peneliti dan institusi ditunjukkan pada gambar 2.2. dari
klarifikasi tersebut, bahwa batuan mulai dikatakan kuat pada kuat tekan sekitar
10 MPa.
Gambar 3.2 Klasifikasi kuat tekan batuan (dalam Diktat pengeboran dan
penggalian, Kramadibrata, 2000)
22
3.3.3 Karakteristik Massa Batuan
Karakteristik massa batuan yang mempengaruhi pemecahan batuan
adalah RQD, bidang diskontinuiti, dan jarak antar bidang diskontinuiti.
1. Rock Quality Designation (RQD)
RQD merupakan parameter yang dapat menunjukkan kualitas
massa batuan. RQD dikembangkan oleh Deere (1964) yang
mana datanya diperoleh dari pengeboran inti (lihat Gambar
3.7). RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh
dengan panjang minimum 10 cm. Dengan persamaan sebagai
berikut :
RQD = (𝑷𝑨𝑵𝑱𝑨𝑵𝑮 𝑻𝑶𝑻𝑨𝑳 𝑰𝑵𝑻𝑰 𝑩𝑶𝑹 > 𝟏𝟎 𝒄𝒎)/(𝑷𝑨𝑵𝑱𝑨𝑵𝑮 𝑻𝑶𝑻𝑨𝑳 𝑩𝑶𝑹) X 100%
Gambar 3.3 Skematik Perhitungan RQD (Deere, 1964)
3.3.4 Sifat Gabungan Mekanik Batuan dan Massa Batuan
Sistem Rrock Mass Rating (RMR) atau sering juga dikenal sebagai
Geomechanics Classification di buat oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini
23
merupakan sifat gabungan mekanik batuan dan massa batuan, yang terdiri
dari enam parameter utama, yaitu : Kuat tekan batuan utuh (UCS), Rock
Quality Designation (RQD), Jarak diskontinu/kekar. Tiap parameter
memberikan pembobotan dan penjumlahan bobot tiap parameter sehingga
mendapat nilai RMR. Semakin tinggi nilai RMR berarti batuan semakin
masif. Pemberian nilai RMR ditunjukkan pada gambar.
Gambar 3.4 Pembobotan Parameter untuk Penentuan Nilai RMR
(Bieniawski, 1973)
3.4 Lumpur Pengeboran
Lumpur pemboran menurut API (American Petroleum Institute)
didefinisikan sebagai fluida sirkulasi dalam operasi pemboran berputar yang
memiliki banyak variasi fungsi, dimana merupakan salah satu factor yang
berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran. Oleh sebab itu sangat
menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran.
Secara umum, lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen
atau fasa, yaitu ;
a. fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air.
Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.
24
b. reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid
(clay); dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar
dan membentuk lumpur.
c. inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4) yang
digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari formasi-
formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau clay-clay non
swelling, sehingga akan menyebabkan abrasi atau kerusakan pompa.
d. fasa kimia, merupakan bagian dari system yang digunakan untukmengontrol
sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan partikel-partikel clay)
atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju
pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan.
3.4.1 Tipe Lumpur Pemboran
Sesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap
lapangan, serta tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan,
kerja ulang) kita mengenal type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula, seperti :
1. Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur
tajak untuk permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas.
2. Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan
berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu
didispersikan menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite
serta Tannin
3. Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion
Calcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me-
nyerap air.
4. Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl))
untuk mengurangi pembasahan formasi oleh air.
5. Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly
Acrylate, Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah
terlarutnya cuttings kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-
25
puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut
Salt Polymer System.
6. Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air,
digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut.
Bahan-bahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel dengan
minyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini
Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhu
tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan
7. Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan
poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini
sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap
teralu mahal.
3.5 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran
Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah
berada dalam kondisi yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung
dengan baik. Hal ini dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga
secara kontinyu dalam setiap tahap operasi pemboran. Selain hal tersebut di atas
pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus dilakukan dengan
seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur
pemboran.
3.5.1 Berat Jenis
Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh
suatu kolom lumpur, karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan
hidrostatik yang sesuai dengan tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan
akan menyebabkan enterusi fluida formasi kedalam lubang dan hal ini akan
menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out. Lumpur yang terlalu
berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation.
3.5.2 Viscositas
Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk
laminar flow. Alat untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.
26
3.5.3 Plastic Viscosity (Pv)
Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan
oleh gesekan antara sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah
satu parameter kenaikan solid yang ada dalam lumpur.
3.5.4 Yield Point (Yp)
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya
elektrokimia antara padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.
3.5.5 Gel Strength
Gel strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila
dalam keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental.
3.5.6 Sand Content
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah
abrasi Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah
penebalan mud cake dan drill pipe sticking.
3.5.7 Alkalinity Filtrate
Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui
kontaminan – kontaminan terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat
berasal dari formasi yang di bor maupun dari air yang digunakan untuk
pembuatan lumpur.
3.5.8 Fluid (Water) Loss
Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak
dengan media porous seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang
bekerja padanya, makan akan terjadi perembesan zat cair kedalam media porous
tesebut.
3.5.9 PH
PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat
dalam lumpur yang akan mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang
digunakan dalam lumpur.
27
3.6 Fungsi Lumpur Pemboran
Menurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada
sekitar tahun 1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada
mulanya tujuan utama dari lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk
bor secara kontinyu. Dengan berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi
tambahan yang diharapkan dari lumpur pemboran. Banyak additif dengan
berbagai fungsi yang ditambahkan kedalamnya, menjadikan lumpur pemboran
yang semula hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran yang kompleks
antara fluida, padatan dan bahan kimia.
Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini,
fungsi-fungsi utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
1) Mengendalikan tekanan formasi.
2) Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor.
3) Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake.
4) Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran.
5) Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan.
Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang
berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari
kelima fungsi utama dari lumpur pemboran tersebut.
28
BAB IV
TUGAS KHUSUS
4.1 Judul Tugas Khusus
Dalam Tugas Kerja Praktek, permasalahan yang penulis bahas adalah
“Pengamatan Kegiatan Pengeboran dan Optimasi Hasil Menggunakan Lumpur
Pengeboran Pada PT.Bumi Babahrot Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat
Daya”.
4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilaksanakan selama satu bulan sejak tanggal 1 September –
10 Oktober 2015 di PT. Bumi Babahrot pada site A bagian Eksplorasi.
4.3 Objek Tugas Khusus
Yang menjadi Objek pada Tugas Khusus adalah pengamatan pengamatan
hasil pengeboran full coring dan optimasi hasil menggunakan lumpur pengeboran
menggunakan Mesin JACRO seri 200.
4.4 Latar Belakang Tugas Khusus
Pengeboran Full Coring merupakan pengeboran untuk mendapatkan hasil
berupa sampel dari cadangan sehingga dapat dipastikan cadangan yang
sebelumnya terukur (measurable) menjadi bahan galian layak produksi.
Pengeboran Full Coring membutuhkan biaya yang sangat besar dibandingkan
pengeboran lainnya karena diperlukan diamond bit dalam prosesnya karena
membutuhkan mata bor yang tajam. Diamond bit terdiri dari intan yang memiliki
kekerasan tinggi, sehingga potongan dari coring akan baik dan memungkinkan
pengeboran mendapatkan hasil recovery > 90% dengan keadaan utuh.
Namun nyatanya keadaan deformasi di alam membuat hasil recovery bisa
saja di bawah 90%, keadaan tanah yang tidak stabil, batu yang terlalu keras
ataupun lunak menjadi kendala tersendiri dalam proses pengeboran. Oleh sebab
29
itu dibutuhkannya bantuan injeksi campuran lumpur pengeboran yang benar. Ada
berbagai jenis campuran lumpur pengeboran seperti Polimer dan Bentonite. Tetapi
tidak hanya itu juga dibutuhkan skill dari operator agar proses pengeboran
berjalan dengan baik.
4.5 Tujuan Tugas Khusus
1. Mengetahui kegiatan pengeboran dan pengambilan sampel.
2. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam pengeboran bijih besi.
3. Menambah pengetahuan tentang kegiatan eksplorasi bijih besi.
4.6 Permasalahan
Permasalah yang ada dalam proses penyusunan laporan adalah data
Geologi dan data hasil pengeboran yang mejadi data utama dari kegiatan
pengamatan tidak dapat saya masukkan kedalam laporan karena sudah menjadi
perjanjian antara perusahaan untuk tidak mengekspose data yang menjadi rahasia
perusahaan. Namun pengalaman yang begitu besar menjadi pengetahuan yang
sangt berharga bagi penulis.
4.7 Metodologi Pelaksanaan Tugas Khusus
Dalam pelaksanaan penulisan ini dilakukan pendekatan dengan
menggabungkan antara teori dengan data dilapangan secara langsung. Urutan
pekerjaan penulisan meliputi:
1. Studi Literatur
Studi Literatur dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka yang menunjang
penulisan laporan yang diperoleh dari perusahaan terkait, perpustakaan, peta,
grafik, tabel, dsb.
2. Pengamatan Lapangan
Dilakukan dengan melakukan pengamatan lansung dilapangan terkait
penggunaan dan operasi alat pengeboran.
3. Pengambilan Data Lapangan
30
Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung
terhadap kegiatn pengeboran full coring.
4. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pengumpulan data di lapangan
secara statistik, untuk disajikan sebagai hasil pengamatan.
4. Analisis Hasil
Analisis hasil pengolahan data yang telah selesai baik dalam output table
bagan ataupun hasil berupa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai bahan
acua
31
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengamatan Kegiatan Pengeboran
Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan pengeboran pada proses coring
berlangsung, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga efisiensi
dan kestabilan lubang atau yang biasa disebut Hole Condition. Untuk menjaga
Hole Condition tetap dalam kondisi baik maka ada beberapa hal yang perlu
dilakukan diantaranya :
1. Pembersihan lubang (Flushing)
Pembersihan lubang dilakukan dengan fluida (air), fluida dipompa dengan
tekanan ke bawah melalui stang bor, mata bor dan kemudian membawa
cutting ke permukaan diantara dinding lubang bor dan stang bor. Ini
dilakukan agar cutting tidak mengahambat perputaran bor atau bahkan
mengakibatkan stuck.
2. Pembesaran lubang (Reaming)
Tujuan dari proses ini adalah untuk memudahkan dalam pemasangan pipa
Dengan menerapkan hal – hal diatas, proses coring berjalan dengan lancar
meskipun tetap menemukan beberapa masalah yang umum terjadi diantaranya:
1. Runtuh dinding, yang mana disebabkan oleh formasi batuan yang kurang
stabil dan tidak kompak atau dapat pula disebabkan oleh penggunaan
lumpur yang kurang tepat.
2. Mud loss/Water loss (kehilangan tekanan fluida) :
a. Lumpur didalam lubang hilang akibat masuk kedalam formasi atau
pori-pori lapisan batuan, sebagian atau seluruhnya.
b. Terjadi karna berat jenis lumpur bor terlalu besar, sehingga tekanan
lumpur lebih besar dari tekanan lapisan.
c. Hilang nya lumpur yang diikuti Blow Out (semburan keluar)
32
3. Water block, yaitu kondisi dimana mata bor tersumbat oleh cutting
sehingga fluida tidak dapat memberikan tekanan atau bisa juga fluida
terhambat karena cutting dan viskositas lumpur yang besar.
4. Stuck (pipa yang terjepit), yang mana terjadi karena runtuh atau
membesarnya dinding lubang, dan bisa juga diakbitkan cutting yang tidak
terangkat sehingga terjadinya penyempitan lubang.
5.2 Pengamatan Keadaan Tekanan Hidrostatik
Pada kegiatan pengeboran di site PT. Bumi Babahrot kami juga
melakukan pengamatan pada tekanan Hidrostatik. Tekanan hidrostatik perlu
diperhitungkan untuk mengoptimalkan hasil pengeboran. Dari hasil data di
lapangan dapat ditentukan seberapa yield point dari lumpur bor yang di butuhkan
untuk mengimbangi besarnya tekanan hidrostatiknya menggunakan persamaan :
Hp = 0.052 x Mw x D (dalam PSI)
Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman
315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal
yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :
315 m = 315 m x 3.2808
= 1003,452 ft
= 1003,452 ft x 0,465 psi/ft
= 466,605 psi
Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi
Mw = HP/0.052xD
= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft
= 466,605 psi / 52,1795 ft
= 8,9423 ppg
33
Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg.
5.3 Perhitungan Core Recovery
Pada pengeboran coring core recovery merupakan hal mutlak yang perlu
di perhatikan. Oleh sebab itu ketika dilapangan perhitungan core recovery menjadi
hal yang saya fokuskan ketika berada dilapangan.
Gambar 5.1 hasil coring pada kedalaman 37,50 m – 39,00 m
Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu
karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk
menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu :
RQD = (𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐼𝑁𝑇𝐼 𝐵𝑂𝑅)/(𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐵𝑂𝑅) X 100%
Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang
setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan
13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm.
Sehingga :
RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100%
= ( 96) / (150) x 100%
34
= 0,64 x 100%
= 64 %
Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat
berdasarkan tabel berikut :
Tabel 5.1 Index kualitas core recovery
RQD (%) Kualitas core
< 25
25 – 50
50 – 75
75 – 90
90 – 100
Sangat jelek ( very poor )
Jelek ( Poor )
Sedang ( Fair )
Baik ( Good )
Sangat Baik (Excellent)
Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang
(fair).
35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan data hasil perhitungan semakin kedalam maka tekanan yand
diberikan oleh deformasi akan semakin besar. Terutama tekanan
hidrostatik. Oleh sebab itu diperlukan takaran lumpur pengeboran yang
seimbang, untuk mengimbangi tekanan dari formasi batuan.
2. Penggunaan alat pengeboran harus perhatikan dengan teliti untuk
menghindari masalah teknis yang bisa terjadi kapan saja.
3. Penggunaan lumpur pengeboran sejara baik dapat membuat pengeboran
coring mendapat hasil maksimal yaitu hasil core > 90%
6.2 Saran
1. Dikarenakan pengeboran coring harus dilakukan secara hati-hati dam
setiap 1,5 meter alangkah baiknya jika adanya pembagian shift seperti
pagi, sore atau bahkan malam agar target dapat cepat tercapai.
2. Penggubaaan lumpur pegngeboran disuaikan dengan keadaan formasi dan
batuan di area pengeboran.
3. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna sangat dibutuhkan seorang
driller yang berpengalaman dan skill yang baik.
36
LAMPIRAN A
SPESIFIKASI TEKNIS ALAT PENGEBORAN JACKRO 200
Diesel Engine : Kubota seri D1105 4 Cylinders
Spesifikasi mesin : 2800 RPM, Wireline
Jenis Rotary : Top Drive Rotary
Kapasitas : 1. N size 250 m
2. H size 175 m
3. P Size 150 m
Kegunaan : Pengeboran Base metal, Coal
Sistem pengeboran : Full Coring
Spasi Pemboran : Strike – line
Jenis Pipa : Q series
Moving type : Men Portable
37
LAMPIRAN B
Perhitungan Tekanan Hidrostatik
Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman
315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal
yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :
315 m = 315 m x 3.2808
= 1003,452 ft
= 1003,452 ft x 0,465 psi/ft
= 466,605 psi
Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi
Mw = HP/0.052xD
= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft
= 466,605 psi / 52,1795 ft
= 8,9423 ppg
Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg.
Perhitungan Core Recovery
Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu
karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk
menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu :
RQD = (𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐼𝑁𝑇𝐼 𝐵𝑂𝑅)/(𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐵𝑂𝑅) X 100%
Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang
setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan
13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm.
Sehingga :
RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100%
38
= ( 96) / (150) x 100%
= 0,64 x 100%
= 64 %
Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat
berdasarkan tabel berikut :
Tabel 5.1 Index kualitas core recovery
RQD (%) Kualitas core
< 25
25 – 50
50 – 75
75 – 90
90 – 100
Sangat jelek ( very poor )
Jelek ( Poor )
Sedang ( Fair )
Baik ( Good )
Sangat Baik (Excellent)
Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang
(fair).
39
LAMPIRAN C
TABEL
Data Core Recovery
Tanggal : 29 September – 9 Oktober
Lokasi : Site A DHA – 02
Aktifitas : Pengeboran Full Coring
Jumlam Alat Bor yang diamati : 1 Unit
Shift : Siang

More Related Content

What's hot

Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanMuhammad Nafis
 
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI AIR TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI  AIR  TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI  AIR  TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI AIR TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...YOHANIS SAHABAT
 
Tipe dan jenis bahan peledak
Tipe dan jenis bahan peledakTipe dan jenis bahan peledak
Tipe dan jenis bahan peledakUVRI - UKDM
 
Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Bayu Laoli
 
Disposal Pertambangan
Disposal PertambanganDisposal Pertambangan
Disposal Pertambanganheny novi
 
Distribusi tegangan sekitar terowongan
Distribusi tegangan sekitar terowongan Distribusi tegangan sekitar terowongan
Distribusi tegangan sekitar terowongan yuliadiyuliadi2
 
Mengidentifikasi alat alat pemboran
Mengidentifikasi alat alat pemboranMengidentifikasi alat alat pemboran
Mengidentifikasi alat alat pemboranseed3d
 
Mekanika tanah dan sifat fisik
Mekanika tanah dan sifat fisikMekanika tanah dan sifat fisik
Mekanika tanah dan sifat fisikInri Pata'dungan
 
Pengertian dan Alat-alat Hauling
Pengertian dan Alat-alat HaulingPengertian dan Alat-alat Hauling
Pengertian dan Alat-alat HaulingArif Wicaksono
 
Proses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembakProses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembakseed3d
 
Teknik eksplorasi
Teknik eksplorasiTeknik eksplorasi
Teknik eksplorasioilandgas24
 
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAANDESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAANyuliadiyuliadi2
 

What's hot (20)

Sistem ventilasi tbt
Sistem ventilasi tbtSistem ventilasi tbt
Sistem ventilasi tbt
 
Tahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasiTahapan eksplorasi
Tahapan eksplorasi
 
Mekanika batuan
Mekanika batuanMekanika batuan
Mekanika batuan
 
Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran Peledakan
 
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI AIR TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI  AIR  TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI  AIR  TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...
MATERI 4 HIDROGEOLOGI ; EKSPLORASI AIR TANAH (Manajemen Pertambangan & Ener...
 
Mekanika Batuan
Mekanika BatuanMekanika Batuan
Mekanika Batuan
 
Tipe dan jenis bahan peledak
Tipe dan jenis bahan peledakTipe dan jenis bahan peledak
Tipe dan jenis bahan peledak
 
ppt pertambangan
ppt pertambanganppt pertambangan
ppt pertambangan
 
Pola peledakan
Pola peledakanPola peledakan
Pola peledakan
 
Pemboran tambang
Pemboran tambangPemboran tambang
Pemboran tambang
 
Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1
 
Disposal Pertambangan
Disposal PertambanganDisposal Pertambangan
Disposal Pertambangan
 
Distribusi tegangan sekitar terowongan
Distribusi tegangan sekitar terowongan Distribusi tegangan sekitar terowongan
Distribusi tegangan sekitar terowongan
 
Klasifikasi RQD
Klasifikasi RQDKlasifikasi RQD
Klasifikasi RQD
 
Mengidentifikasi alat alat pemboran
Mengidentifikasi alat alat pemboranMengidentifikasi alat alat pemboran
Mengidentifikasi alat alat pemboran
 
Mekanika tanah dan sifat fisik
Mekanika tanah dan sifat fisikMekanika tanah dan sifat fisik
Mekanika tanah dan sifat fisik
 
Pengertian dan Alat-alat Hauling
Pengertian dan Alat-alat HaulingPengertian dan Alat-alat Hauling
Pengertian dan Alat-alat Hauling
 
Proses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembakProses pemboran lubang tembak
Proses pemboran lubang tembak
 
Teknik eksplorasi
Teknik eksplorasiTeknik eksplorasi
Teknik eksplorasi
 
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAANDESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
 

Viewers also liked

Contoh kak pembangunan sumur pantau
Contoh kak pembangunan sumur pantauContoh kak pembangunan sumur pantau
Contoh kak pembangunan sumur pantauAdhi Mulyawan
 
Dasar Dasar Teknik Pengeboran
Dasar Dasar Teknik PengeboranDasar Dasar Teknik Pengeboran
Dasar Dasar Teknik PengeboranlombkTBK
 
Laporan KP PT ANTAM Yogi
Laporan KP PT ANTAM YogiLaporan KP PT ANTAM Yogi
Laporan KP PT ANTAM YogiYogi Firmansyah
 
sifat batuan
sifat batuansifat batuan
sifat batuanwinalda
 
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanPaper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanheny novi
 
Paper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRPaper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRheny novi
 
PRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPA
PRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPAPRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPA
PRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPAUNIVERSITY OF PAPUA
 
Paper geoteknik terowongan
Paper geoteknik terowonganPaper geoteknik terowongan
Paper geoteknik terowonganheny novi
 
Proposal kerja praktek pemboran di pt pertamina ep
Proposal kerja praktek pemboran di pt pertamina epProposal kerja praktek pemboran di pt pertamina ep
Proposal kerja praktek pemboran di pt pertamina epNorman Adi
 
Dasar dasar reservoir-engineering
Dasar dasar reservoir-engineeringDasar dasar reservoir-engineering
Dasar dasar reservoir-engineeringRandy MC
 
GeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan LerengGeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan LerengAyu Kuleh Putri
 
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014aswar hamzah
 
Teknik Produksi Migas - Teknik Reservoir dan Cadangan Migas
Teknik Produksi Migas  - Teknik Reservoir dan Cadangan MigasTeknik Produksi Migas  - Teknik Reservoir dan Cadangan Migas
Teknik Produksi Migas - Teknik Reservoir dan Cadangan MigaslombkTBK
 
Buku pintar migas indonesia
Buku pintar migas indonesiaBuku pintar migas indonesia
Buku pintar migas indonesiaAsep Imam
 
Teknik Produksi Migas
Teknik Produksi Migas Teknik Produksi Migas
Teknik Produksi Migas lombkTBK
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPenataan Ruang
 

Viewers also liked (20)

Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMATugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
Tugas Akhir-ADHYTIA RIAN PRATAMA
 
Laporan KP Haidar
Laporan KP HaidarLaporan KP Haidar
Laporan KP Haidar
 
Contoh kak pembangunan sumur pantau
Contoh kak pembangunan sumur pantauContoh kak pembangunan sumur pantau
Contoh kak pembangunan sumur pantau
 
Dasar Dasar Teknik Pengeboran
Dasar Dasar Teknik PengeboranDasar Dasar Teknik Pengeboran
Dasar Dasar Teknik Pengeboran
 
Laporan KP PT ANTAM Yogi
Laporan KP PT ANTAM YogiLaporan KP PT ANTAM Yogi
Laporan KP PT ANTAM Yogi
 
sifat batuan
sifat batuansifat batuan
sifat batuan
 
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekanPaper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
Paper kemampugaruan batuan terhadap uji kuat tekan
 
Paper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRPaper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMR
 
PRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPA
PRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPAPRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPA
PRODUKSI PELEDAKAN MINE'13 UNIPA
 
Paper geoteknik terowongan
Paper geoteknik terowonganPaper geoteknik terowongan
Paper geoteknik terowongan
 
Proposal kerja praktek pemboran di pt pertamina ep
Proposal kerja praktek pemboran di pt pertamina epProposal kerja praktek pemboran di pt pertamina ep
Proposal kerja praktek pemboran di pt pertamina ep
 
Dasar dasar reservoir-engineering
Dasar dasar reservoir-engineeringDasar dasar reservoir-engineering
Dasar dasar reservoir-engineering
 
Laporan Praktikum Kerja Bangku
Laporan Praktikum Kerja BangkuLaporan Praktikum Kerja Bangku
Laporan Praktikum Kerja Bangku
 
GeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan LerengGeoTek Kestabilan Lereng
GeoTek Kestabilan Lereng
 
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
Kota hijau-iv-manual-ded-rev-120227
 
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
Ruang Terbuka Hijau Oleh Aswar Hamzah PPS-PPLH UNHAS 2014
 
Teknik Produksi Migas - Teknik Reservoir dan Cadangan Migas
Teknik Produksi Migas  - Teknik Reservoir dan Cadangan MigasTeknik Produksi Migas  - Teknik Reservoir dan Cadangan Migas
Teknik Produksi Migas - Teknik Reservoir dan Cadangan Migas
 
Buku pintar migas indonesia
Buku pintar migas indonesiaBuku pintar migas indonesia
Buku pintar migas indonesia
 
Teknik Produksi Migas
Teknik Produksi Migas Teknik Produksi Migas
Teknik Produksi Migas
 
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaanPedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
 

Similar to Laporan kp pengeboran

PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptxPPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptxrahmawatipebrianata
 
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptxPPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptxHaryadi49
 
Proposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboranProposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboranLeonardoSitorus
 
Makalah pengolahan mineral grinding
Makalah pengolahan mineral grindingMakalah pengolahan mineral grinding
Makalah pengolahan mineral grindingActur Saktianto
 
TEKNIK PENAMBANGAN.pptx
TEKNIK PENAMBANGAN.pptxTEKNIK PENAMBANGAN.pptx
TEKNIK PENAMBANGAN.pptxAkilaZaalan
 
Proposal ta injatama
Proposal ta injatamaProposal ta injatama
Proposal ta injatamaIvanboscho
 
Isi laporan rod mill
Isi laporan rod millIsi laporan rod mill
Isi laporan rod millIrwin Maulana
 
Pengoperasian kapal keruk
Pengoperasian kapal kerukPengoperasian kapal keruk
Pengoperasian kapal kerukRio Anggara
 
Sistem penambangan
Sistem penambanganSistem penambangan
Sistem penambanganIpung Noor
 
Jurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik Pertambangan
Jurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik PertambanganJurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik Pertambangan
Jurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik Pertambanganfridolin bin stefanus
 
Pendahuluan pemboran
Pendahuluan pemboranPendahuluan pemboran
Pendahuluan pemborandanu_tambang
 
PERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptx
PERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptxPERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptx
PERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptxClanaOne
 
Aplikasi well logging dalam evaluas1
Aplikasi well logging dalam evaluas1Aplikasi well logging dalam evaluas1
Aplikasi well logging dalam evaluas1Muh Fajri Salam
 
Lokasi dan batasan site for anom
Lokasi dan batasan site for anomLokasi dan batasan site for anom
Lokasi dan batasan site for anomRyan Saputra
 

Similar to Laporan kp pengeboran (20)

Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptxPPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
 
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptxPPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
PPT_Modul_Daring_KB_3_Teknik_Pemboran.pptx
 
pertemuan 1.pdf
pertemuan 1.pdfpertemuan 1.pdf
pertemuan 1.pdf
 
Proposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboranProposal kegiatan perencanaan pemboran
Proposal kegiatan perencanaan pemboran
 
Makalah pengolahan mineral grinding
Makalah pengolahan mineral grindingMakalah pengolahan mineral grinding
Makalah pengolahan mineral grinding
 
TEKNIK PENAMBANGAN.pptx
TEKNIK PENAMBANGAN.pptxTEKNIK PENAMBANGAN.pptx
TEKNIK PENAMBANGAN.pptx
 
Komponen dan fungsi alatbor
Komponen dan fungsi alatborKomponen dan fungsi alatbor
Komponen dan fungsi alatbor
 
Proposal ta injatama
Proposal ta injatamaProposal ta injatama
Proposal ta injatama
 
Isi laporan rod mill
Isi laporan rod millIsi laporan rod mill
Isi laporan rod mill
 
Hgi
HgiHgi
Hgi
 
Pengoperasian kapal keruk
Pengoperasian kapal kerukPengoperasian kapal keruk
Pengoperasian kapal keruk
 
Sistem penambangan
Sistem penambanganSistem penambangan
Sistem penambangan
 
aplikasi semen
aplikasi semenaplikasi semen
aplikasi semen
 
Jurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik Pertambangan
Jurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik PertambanganJurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik Pertambangan
Jurnal Tugas Akhir Jurusan Teknik Pertambangan
 
Pendahuluan pemboran
Pendahuluan pemboranPendahuluan pemboran
Pendahuluan pemboran
 
Acara 1
Acara 1Acara 1
Acara 1
 
PERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptx
PERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptxPERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptx
PERENCANAAN_SUMUR_BOR_PNPM.pptx
 
Aplikasi well logging dalam evaluas1
Aplikasi well logging dalam evaluas1Aplikasi well logging dalam evaluas1
Aplikasi well logging dalam evaluas1
 
Lokasi dan batasan site for anom
Lokasi dan batasan site for anomLokasi dan batasan site for anom
Lokasi dan batasan site for anom
 

Laporan kp pengeboran

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu proses penambangan. Dengan Eksplorasi yang baik akan mendapatkan hasil yang baik dan dengan hasil yang baik akan sangat menentukan tindakan yang akan diambil dalam proses penambangan tersebut. Salah satu hal yang dapat menentukan layaknya suatu aktifitas penambangan melakukan produksi adalah dengan mengetahui sampel dari area yang akan di tambang dan untuk mendapatkan sampel yang baik diperlukan suatu proses pengambilan sample yang sering disebut pengeboran geoteknik. Pengeboran geoteknik adalah pengeboran inti (core drilling) yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi batuan yang dibor. Persyaratan utama dalam pengeboran geoteknik adalah mendapatkan inti bor yang utuh, dengan recovery yang maksimal (jika mungkin Recovery > 90%). Untuk mendapatkan data geoteknik yang valid dan representatif bagi suatu rencana pengembangan, penentuan rencana titikbor dan kedalaman pengeboran serta pencapaian Core recovery yang tinggi adalah hal yang sangat penting. Berdasarkan model (struktur) geologi dari area tambang atau rencana tambang umumnya dapat dibagi dalam zone-zone, yang diperkirakan mempunyai kondisi geologi relatif sama. Dalam kaitan dengan Pit Plan, biasanya zoning ini juga menjadi pertimbangan dalam menentukan sektor desain. Penentuan jumlah dan pemilihan lokasi titik bor geoteknik harus mempertimbangkan keterwakilan terkait dengan pembagian zone atau sektor desain ini. Di samping itu, rencana penambangan yang mencakup luas, bentuk, dan kedalaman bukaan tambang juga harus menjadi pertimbangan dalam penentuan titik bor geoteknik. Semua lapisan batuan yang akan membentuk lereng bukaan tambang harus terwakili oleh titik bor geoteknik yang akan dilakukan.
  • 2. 2 Pada aktivitas pengeboran ini kami melakukan kerjasama berupa Kerja Praktek dengan PT. Bintang Perkasa Mandiri yang berperan sebagai konsultan pertambangan di indonesia. Lokasi pengeboran pata PT. Bumi Babahrot tepatnya terletak di daerah di Kec. Babahrot Kab. Aceh Barat Daya (ABDYA). Gambar 1.1 Lokasi Tambang PT. Bumi Babahrot
  • 3. 3 1.2 Iklim Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya kecamatan Babahrot berada di wilayah tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi, kelembaban udara tinggi, dan temperatur udara tinggi. Kondisi angin di wilayah ini bervariasi bergantung pada musim. Kondisi tersebut dikenal dengan iklim tropis muson (Tropical Muson Climate). Angin muson adalah angin musiman yang berlansung selama beberapa bulan. Iklim di Aceh dapat dibagi menjadi 2 musim yaitu: Musim Barat (April-September) dan musim muson timur (Oktober-Maret). Ada sedikit perbedaan antara periode muson timur dan muson barat, berdasarkan suhu, kelembaban, curah hujan dan visibilitas yaitu: 1. Suhu udara rata-rata adalah 27,1ºC dan 27,3ºC. Suhu rata-rata minimum untuk timur dan barat pada periode muson adalah 20,1ºC dan 19,6ºC, suhu udara rata-rata maksimum untuk timur dan barat pada periode muson adalah 31,9ºC dan 32,4ºC. 2. Kelembaban rata-rata untuk periode muson timur sekitar 82% dan di muson barat sekitar 81%. 3. Curah hujan bulanan rata-rata pada periode muson timur adalah sekitar 80 mm/bulan, rata-rata hujan adalah 7 hari/bulan di musim ini. Maksimum rata-rata di periode ini adalah 35 mm/hari. Pada muson barat total rata-rata hujan adalah sekitar 87 mm/bulan, rata-rata hujan adalah 6 hari/bulan dan rata-rata maksimum 39 mm/hari. Visibilitas selama cuaca buruk adalah 6 sampai 10 km. Periode hujan bisa sedikit bervariasi antara timur dan barat. Visibilitas periode musim timur adalah 6,3 km – 11,1 km sedangkan selama musim hujan barat periode itu bervariasi dari 6,1 km – 10,3 km. 1.3 Keadaan Geologi Keadaan geologi berdasarkan IUP PT. Bumi Babahrot rata – rata berada pada kemiringat yang agak terjal yaitu 6° - 17°, Hal ini diakibatkan wilayah area penambangan terletak di area perbukitan. PT. Bumi Babahrot memiliki 2 site yaitu site A dan site B yang di batasi oleh sungai Babahrot. Keadaan formasi pada umumnya batu pasir pada kedalaman dangkal, dan pada kedalaman 30m di bawah
  • 4. 4 permukaan formasi berubah menjadi batuan gamping dan perpaduan batuan kuarsa. 1.4 Karakteristik Deposit Dari hasil pengamatan pada site penambangan PT.Bumi Babahrot, kandungan besi yang paling banyak di jumpai adalah golongan Limonit dengan kandungan bijih besi sebesar 60% – 69%, warna dari bijih besi adalah berwarna merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan dari bijih besi tersebut diakibatkan batuan dan lingkungan memiliki tingkat kadar air yang cukup tinggi sehingga timbul warna merah kecoklatan akibat karatan oleh reaksi dengan air. Hal ini dapat terjadi karna area penambangan site A dan B di batasi oleh sebuah sungai besar yang memiliki debit air cukup tinggi. Bijih besi pada area penambangan pada umumnya adalah bijih besi primer, namun juga didapat pada beberapa lokasi terdapat bijih besi skunder akibat adanya proses sedimentasi. 1.5 Metode Penambangan Dari pertimbangan teknis, ekonomis dan lingkungan yang telah dikaji maka sistem penambangan yang akan diterapkan adalah sistem tambang terbuka (Open Pit). 1.6 Manfaat kerja praktek pada PT. Bumi Babahrot 1. Menambah wawasan pengetahuan tentang pengeboran, terutama pengeboran full coring bijih besi 2. Mengkaji dan menganalisa kegiatan pengeboran yang dilakukan pada PT. Bumi Babahrot 3. Bagi perusahaan dan Jurusan Teknik Pertambangan, terjalinnya kerjasama dengan adanya mahasiswa yang melakukan kerja praktek pada perusahaan PT. Bumi Babahrot
  • 5. 5 BAB II URAIAN PROSES 2.1 Komponen Alat Pada Proses pengeboran di PT. Bumi Babahrot, PT. Bintang Perkasa Mandiri (BPM) menggunakan masin bor jenis JACRO dengan nomor seri 200. Jacro 200 merupakan mesin bor yang memilki mesin berjenis Kubota yang mampu menembus kedalaman 200 meter. Mesin ini mampu melakukan pengeboran Batu bara, sample bijih logam, dan sumur bor. Gambar 2.1 Komponen mesin bor penggerak Keterangan Komponen : 1. Water Suffle, berfungsi utuk memasok air kedalam lubang bor sehingga mata bor tidak kepanasan dan cutting (serpihan batuan yang tergerus) dapat terangkat.
  • 6. 6 2. Motor Rotary, berfungsi menggerakkan pipa dan mata bor. 3. Gear Box, adalah tempat terletaknya gear yang digunakan untuk menggerakkan bor. 4. Pipa Bor, berguna untuk mensupport mata bor atau bit baik untuk memutar, memasok lumpur maupun penarikan sampel. 5. Foot Clamp, berfungsimenjepit pipa ketika akan disambung atau di lepaskan. Gambar 2.2 Komponen utama mesin bor 6. Tower, berguna untuk menahan pipa bor agar tetap lurus. 7. Kontrol Box, merupakan pusat untuk menggerakkan seluruh komponen mesin bor. 8. Engine, Memotori seluruh komponen mesin bor. 9. Fuel Tank, kotak penyimpan bahan bakar berupa solar.
  • 7. 7 10. Oil Tank, Kotak penyimpanan oli. 11. Tiang Secured, tiang untuk pengaman tower agar tetap stabil dan tegak dari permukaan tanah. Gambar 2.3 Komponen mesin penggerak 12. Cooler, alat yang berfungsi sebagai pendingin mesin, air langsung di pompa dari sumber air terdekat. 13. Filter, yang berguna sebagai penyaring dari kotoran yang ada dalam oli dan solar. 14. Hosting Plug, adalah alat yang berguna untuk mengikat sehingga dapat menarik atau menurunkan pipa kedalam lubang bor. 2.2 Mata Bor (Core Bit) Mata bor atau core bit merupakan salah satu komponen terpenting dalam suatu pengeboran. Mata bor atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling bawah dari rangkaian pipa yang langsung berhadapan dengan formasi atau batuan yang di bor. Adanya putaran dan beban yang diperoleh dari rangkaian pipa bor diatasnya, akan menyebabkan mata bor itu menghancurkan batuan yang terletak
  • 8. 8 dibawah sehingga akan menembus semakin dalam bebatuan tersebut. Lumpur yang disirkulasikan akan keluar melalui mata bor dan menyemprotkan langsung kebatuan yang sedang dihancurkan di dasar lubang bor. Semprotan ini akan ikut membantu menghancurkan batuan-batuan itu. Batuan yang disemprot oleh Lumpur tadi akan lebih mudah lagi dihancurkan oleh mata bor, sehingga dengan demikian akan diperoleh laju pemboran yang lebih cepat. Berdasarkan struktur pemotongnya (cutter) matabor dapat di klasifikasikan sebagai berikut : 1. Wing bit Digunakan pada lapisan permukaan, biasanya digunakan untuk membuat lubang besar. Pada umumnya mata bor ini memiliki diameter 36 inc. Wing bit mampu bekerja pada kedalaman berkisar antara 0 – 30 meter. Gambar 2.4 Wing bit yang memiliki mata bor seperti baling – baling 2. Roller cone bit Digunakan pada material yang memiliki tingkat kekerasan lunak sampai keras, Roller Cone Bit adalah mata bor yang terdiri dari satu, dua atau tiga cones dengan gerigi yang menempel pada cone tersebut. Roller cone bit dengan tiga cone adalah mata bor yang sering digunakan pada pengeboran.
  • 9. 9 Gambar 2.5 Roller cone bit dengan 3 cones 3. Diamond bit Diamond bit terdiri dari jenis material yang memiliki kekerasansama seperti intan. Mata bor ini digunakan apabila mata bor lain tidak dapat menembus lapisan formasi yang memiliki kekerasan sangat keras. Gambar 2.6 Diamond bit yang kami gunakan dalam pengeboran coring 2.3 Metode Pengeboran Dalam melakukan pengeboran sangat banyak metode yang di gunakan, namun secara umum metode tersebut terbagi kedalam 3 bagian sesuai dengan kebutuhannya yaitu sebagai berikut :
  • 10. 10 1. Open Hole Open Hole adalah metode pengeboran dengan cara melubangi area tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan sampai kedalaman yang telah direncanakan. Dalam pengambilan sampelnya berdasarkan potongan dari setiap gerusan mata bor per Run atau per pipa bor. Dalam proses pengeboran open hole cutting akan dinaikkan ke atas dengan media air bercampur lumpur bor. Gambar 2.7 Proses pengeboran open hole dengan tricones. 2. Coring Coring adalah pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan sampel utuh dari sampel pada kedalaman tertentu yang telah ditentukan. Dalam melakukan pengeboran coring sampel diambil tanpa menggunakan metode open hole. Dengan menggunakan metode ini kita akan mendapatkan data yang lebih akurat dan menditail mengenai data variasi batuan (stratigrafi) dalam lubang bor. 3. Touch core Touch Core adalah tenik pengeboran yang awalnya dilakukan dengan metode Open Hole dan ketika mata bor menyentuh Ore (indikasi dari lubang bor keluarnya sample cutting berupa ore) , maka akan di stop
  • 11. 11 putaran bornya. selanjutnya stang bor di angkat dan mata bor akan diganti dengan jenis mata bor khusus untuk pengambilan sample core serta di tambah core barrel untuk tempat penampungan sample core selama pengambilan (ukuran core barrel lebih kurang 1.60 meter). jadi bila batubara lebih tebal akan dilakukan pengambilan coring sampai beberapa kali. Ada teknik khusus dalam melakukan coring ini dan biasanya juru bor atau driller lebih menguasai teknik ini (seperti kecepatan putaran mata bor dan kecepatan pompa lumpur bor). Metode ini adalah gabungan dari Open Hole dan Touch Core. 2.4 Lumpur Pemboran Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan- cairan berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan. Pada awal penggunaan pengeboran rotary, fungsi utama lumpur pemboran hanyalah mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini fungsi utama lumpur pemboran berkembang menjadi : 1. Pengankatan Serpih bor (Cutting Removal) Lumpur yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan adanya pengaruh gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh daya sirkulasi dan kekentalan lumpur. Dalam melakukan pemboran serbuk bor (cutting) dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat, harus dikeluarkan dari dalam lubang bor. Hal ini berdasarkan atas keberhasilan atau tidaknya lumpur untuk mengangkat serbuk bor. Apabila serbuk bor tidak dapat dikeluarkan maka akan terjadi penumpukan serbuk bor didasar
  • 12. 12 lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi masalah seperti terjepitnya pipa oleh serbuk bor 2. Mendinginkan dan melumasi mata bor Panas yang cukup besar terjadi karena gesekan mata bor dengan formasi maka panas itu harus dikurangi dengan mengalirkan lumpur sebagai pengantar panas kepermukaan. Semakin besar ukuran mata bor, semakin besar juga aliran yang dibutuhkan. Kemampuan melumasi dan mendinginkan pahat dapat ditingkatkan dengan menambahkan zat - zat lubrikasi (pelicin) misalnya : minyak, detergent, grapite dan zat surfaktan khusus, bahkan bentonite juga berfungsi sebagai pelicin karena dapat mengurangi gesekan antara dinding dan rangkaian bor. 3. Membersihkan dasar lubang Ini adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir melalui lubang kecil yang ada pada mata bor (bit nozzles) menimbulkan daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang dan ujung–ujung pahat menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini akan memperpanjang umur mata bor dan akan mempercepat laju pengeboran. 4. Menstabilkan lubang bor Lumpur bor harus membentuk deposit pada dinding lubang sehingga formasi menjadi kokoh dan menghalang-halangi masuknya fluida kedalam formasi. Kemampuan ini akan meningkat jika fraksi koloid dari lumpur bertambah, misalnya dengan menambahkan attapulgite atau zat kimia yang dapat meningkatkan pendispersian padatan. Dapat pula dengan menambahkan polimer sehingga viskositas dari lumpur bor meningkat. 5. Mengimbangi tekanan formasi Pada kondisi normal formasi memiliki tekanan sebesar 0.465/ft, Berat dari lumpur yang terdiri dari fase air, partikel - partikel padat lainnya cukup
  • 13. 13 memadai untuk mengimbangi tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai daerah yang bertekanan abnormal dibutuhkan materi pemberat khusus (misal : XCD-polimer) yang mempunyai berat jenis tinggi untuk menaikkan tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat mengimbangi dan menjaga tekanan formasi. Besarnya tekanan hidrostatik tergantung dari berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom yang dapat dihitung dengan persamaan : Hp = 0.052 x Mw x D = Psi dimana : Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi. Mw = Densitas lumpur, ppg. D = Kedalaman, ft. 6. Sebagai media logging Data-data dari sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar evaluasi sumur yang bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan program dan evaluasi sumur-sumur yang akan di bor selanjutnya. Data- data tersebut diatas didapat dari analisa cutting dan pengukuran langsung dengan wire logging. Untuk itu lubang bor harus bersih dari cutting. 7. Menghambat dan mencegah laju korosi Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen CO2, dan H2S. Juga karena pH lumpur yang terlalu rendah atau adanya garam-garam di dalam. Untuk menghindari hal - hal tersebut diatas, ke dalam lumpur dapat ditambahkan bahan – bahan pencegah korosi atau diusahakan untuk mencegah pencemaran yang terjadi. 2.5 Persiapan Awal Pengeboran Proses Pemboran diawali dengan melakukan Study Regional yang bertujuan untuk mengetahui geologi struktur, stratigrafi serta bagaimana geomorfologi yang ada didalamnya, setelah itu dilakukan mapping yaitu proses
  • 14. 14 pembuatan peta singkapan beserta struktur geologinya, Kemudian setelah itu dilakukan Planning pemboran yang didalamnya mencakup penentuan titik, jarak interval, kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran serta luasan wilayah yang akan dilakukan pemboran. Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan titik yang akan dibor pada skema model maka dilakukan proses penentuan titik bor dilapangana. Kemudian dibutuhkan preparasi pemboran dimana proses ini mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan pembuatan mud pit (tempat sirkulasi air), apabila daerah pemboran berada di daerah lereng dan bergelombang maka dilakukan perataan tanah sehingga daerah titik pemboran rata dan tidak mengganggu jalannya proses pemboran, lokasi yang baik perlu di perhatikan karna hal ini juga termasuk kedalam safety kerja. Dalam persiapan awal sebelum dilakukan pengeboran, salah satu yang wajib untuk di persiapkan adalah Drill Plan yaitu berupa penentuan titik pengeboran yang akan dilakukan. Dengan adanya penentuan titik sebelum proses pengeboran kegiatan pengeboran akan berjalan secara terkoordinasi, sehingga akan didapat hasil yang maksimal. Gambar 2.8 Area drill plan
  • 15. 15 Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai maka alat-alat pengeboran dan alat pendukung lainya di atur di tempat tersebut sehingga jalan pengeboran dapat berlangsung dengan lancar. 2.6 Proses Pengeboran Setelah semua persiapan awal selesai di lakukan barulah kita dapat memasuki tahap proses pengeboran. Kegiatan pengeboran dilakukan pada titik sesuai dengan drill plan yang telah ditentukan oleh PT. Bumi Babahrot. Pada hari pertama tanggal 03 September pengeboran pada titik DHA1-01 mulai dikerjakan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah Preparation, yaitu persiapan RIG berupa pemasangan pipa bor. Setelah persiapan selesai dilakukan Stick Up, yaitu pengukuran jarak antara permukaan tanah sampai dengan permukaan Foot Clamp, bertujuan untuk menentukan seberapa panjang pipa yang tidak masuk ketika dilakukan pengeboran sehingga perbedaan panjang tersebut dapat ditutupi dengan memasang pipa yang sama panjangnya dengan jarak stick up. Gambar 2.9 Pengukuran stick up
  • 16. 16 Setelah itu barulah proses pengeboran coring dapat dilakukan. Kegiatan pengeboran kali ini telah ditetapkan kedalaman dari setiap titik bor yaitu 100 meter. Dalam pelaksanaan pemboran, proses pengambilan core sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh perusahaan. Dilakukan maksimal setiap kedalaman 1,5 m sesuai dengan kesepakatan antara Driller dan pihak perusahaan. Proses pengeboran titik pertama tepatnya tanggal 03 September pada titik DHA1-01 berjalan lancar mulai dari kedalaman 00.00 – 21.00 meter, memasuki kedalaman 21.00 ditemukan adanya batu sample yang mengandung bijih besi sampai dengan kedalaman 31.50 meter. Namun pada Run ke-22 menuju kedalaman 33.00 meter terjadi stuck yang diakibatkan oleh kurang padatnya formasi batuan. Setelah dilakukan pengankatan Cutting, ternyata di dapat bahwa pada lapisan tersebut terdiri dari pasir lempung yang pada umumnya bersifat tidak kompak, sehingga untuk mengatasi masalah ini diperlukan proses Flushing. Proses pengeboran kembali berjalan lancar, tampa diduga sebelumnya, pada kedalaman 36.00 di temukan adanya serpihan Pirit pada batuan berjenis kuarsit. Batuan tersebut memiliki kekerasan tinggi dengan tekstur putih mengkilat serta adanya sebaran bijih pirit. Pada umumnya ditemukannya pirit adalah salah satu anomali adanya endapan emas pada urat (vein) dari batuan tersebut. Pada kedalaman 37.50 meter yaitu run ke-25 tampa terduga ditemukannya serpihan emas yang tersebar pada tiap vein. Pada kedalaman 42.00 meter pengeboran memasuki batuan yang memiliki formasi lunak dan berongga sehingga terjadi water loss. Dengan terjadinya water loss lumpur pengeboran yang seharusnya bersirkulasi dengan baik berkurang secara drastis, pengeboran di hentikan sementara. Meskipun pengeboran dilanjutkan dapat dipastikan lumpur pengeboran yang ada akan semakin berkurang, oleh sebab itu driller melakukan inisiatif untuk menambahkan senyawa Polymer kedalam lumpur bor dengan kadar yang tinggi. Tidak hanya itu, driller menambahkan serpihan serbuk hasil pemotongan kayu, polimer yang ada dapat mengentalkan air pada tingkat tertentu sehingga air akan semakin sulit menembus
  • 17. 17 pori – pori batuan dan serbuk kayu berfungsi menghambat air masuk ke formasi batuan melalui celah batuan tersebut. Proses pengeboran kembali berjalan lancar, hasil sampel core yang terangkat juga dalam kondisi memuaskan dengan core recovery baik. Namun mencapai kedalaman 49.50 meter masalah kembali muncul. Masalah yang timbul yaitu terdapatnya air muka bawah tanah yang sangat beresiko bagi aktifitas pengeboran. Ketika dalam suatu pengeboran coring menembus lapisan air bawah tanah yang menyebabkan artesis, air yang keluar tidak dapat terkendali sehingga mengganggu proses pengeboran. Ditambah lagi dengan adanya air tersebut sampel coring yang telah tertangkap di corebarel tertekan oleh air tersebut sehingga core recovery yang tersisa pada kedalaman 49.50 meter hanya tersisa 20%. Jika nilai core recovery rendah maka proses coring harus di ulang, namun air yang sangat berlebihan menghambat proses yang ada. Dengan berbagai pertimbangan dan hasil keputusan antara driller dan supervisor yang bertugas didapatkan suatu kesimpulan bahwa pengeboran di titik DHA1-01 dihentikan. Secara kesuluruhan pengeboran pada setiap titik memiliki proses yang sama namun hal yang berbeda adalah kendala dan waktu yang diperlukan akibat perbedaan tingkat kekerasan batuan. Batuan yang lebih keras cenderung membutuhkan waktu lama, namun hal tersebut dapat di minimalkan dengan penggunaan lumpur pengeboran yang tepat.
  • 18. 18 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Prinsip Pengeboran Hampir dalam semua bentuk penambangan, batuan keras diberai dengan pengeboran dan peledakan. Pengeboran dan peledakan dibutuhkan di sebagian besar tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Kriteria metode penggalian menurut Franklin, dkk (1971) adalah dengan gali bebas (free digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Peledakan terbagi menjadi dua, yaitu peledakan peretakan dan peledakan pembongkaran. Kriteria metode penggalian menurut Franklin, dkk (1971) ditunjukkan pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Kriteria Indeks Kekuatan Batuan (Franklin dkk, 1971) Misal diketahui nilai Point Load Index 10 MPa dan Fracture Index 0,6 m. Pada sumbu X di plot garis angka 80 Mpa dan di tarik vertikal. Kemudian dari
  • 19. 19 sumbu Y di plot garis pada angka 0,6 sampai berpotongan dengan garis plotting dari sumbu X. Dari titik perpotongan tersebut, dapat di ketahui metode pengeboran yang di rekomendasikan. Pada kegiatan pengambilan material sampel dengan pengeboran, kinerja pengeboran adalah kemampuan alat bor untuk membuat lubang sebagai saluran untuk mengambil material sampel, kegiatan ini disebut dengan pengeboran produksi (production drilling). Seiring dengan perjalanan waktu dan berkembangnya teknologi, pengembangan alat bor juga trus dilakukan. Terdapat dua faktor utama dalam pengembangan alat bor. Pertama, pengembangan sifat metalurgi komponen pengeboran, batang bor dan mata bor. Kedua, pengembangan di bidang pemakaian energi dalam pengeboran unuk mencapai hasil yang efektif mencakup lumpur pengeboran. 3.2 Komponen Pengeboran Terdapat empat komponen utama yang ada di semua komponen pengeboran yaitu: 1. Feed : Gaya aksial yang diberikan untuk memberikan tekanan vertikal pada titik pengeboran. 2. Rotation : Gerakan memutar pada batang dan mata bor. 3. Percussion : Tumbukan yang dilakukan secara berulang pada titik pengeboran. 4. Flushing : Suatu usaha untuk sesegera mungkin mengeluarkan potongan hasil pengeboran keluar dari dalam lubang bor dengan memberikan sejumlah fluida bertekanan.
  • 20. 20 3.3 Faktor yang Menentukan Proses Pemecahan Batuan 3.3.1 Kekerasan Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan terhadap abrasi. Kekrasan dipakai untuk mengukur sifat – sifat teknis dari batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan. Kekerasan batuan merupakan fungsi dari komposisi butiran mineral, porositas dan derajat kejenuhan. Kekerasan batuan diklarifikasikan dengan skala frederich Van Mohs (1882) sebagai berikut : Tabel 2.1 Skala Mohs Nama Mineral Skala Mohs Talc 1 Gypsum 2 Calcite 3 Fluorite 4 Apatite 5 Feldspar 6 Quartz 7 Topaz 8 Korundum 9 Diamond 10 Tabel 2.2 Kekerasan Batuan dan Kekuatan Batuan (Dalam Tamrock Surface Drilling and Blasting, 1989) Deskripsi Kekerasan Kekerasan skala Mohs UCS (MPa) Sangat keras > 7 > 200 Keras 6 - 7 120 - 200 Keras menengah 4,5 - 6 60 - 120 Cukup lunak 3 – 4,5 30 - 60 Lunak 2 - 3 10 - 30
  • 21. 21 Sangat lunak 1 - 2 < 10 3.3.2 Kekuatan Meru pakan sifat fisik mekanika batuan yang sangat berpengaruh terhadap proses pemecahan batuan. Kekuatan mekanik suatu batuan adalah suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya luar, baik kekuatan statik maupun dinamik. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi mineralnya. Di antara mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan, kuarsa adalah mineral terkompak dengan kuat tekan mencapai lebih dari 500 MPa, sehingga semakin tinggi kandungan kuarsa maka batuan tersebut juga semakin tinggi kekuatannya. Beberapa klasifikasi kuat tekan batuan utuh menurut berbagai peneliti dan institusi ditunjukkan pada gambar 2.2. dari klarifikasi tersebut, bahwa batuan mulai dikatakan kuat pada kuat tekan sekitar 10 MPa. Gambar 3.2 Klasifikasi kuat tekan batuan (dalam Diktat pengeboran dan penggalian, Kramadibrata, 2000)
  • 22. 22 3.3.3 Karakteristik Massa Batuan Karakteristik massa batuan yang mempengaruhi pemecahan batuan adalah RQD, bidang diskontinuiti, dan jarak antar bidang diskontinuiti. 1. Rock Quality Designation (RQD) RQD merupakan parameter yang dapat menunjukkan kualitas massa batuan. RQD dikembangkan oleh Deere (1964) yang mana datanya diperoleh dari pengeboran inti (lihat Gambar 3.7). RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang minimum 10 cm. Dengan persamaan sebagai berikut : RQD = (𝑷𝑨𝑵𝑱𝑨𝑵𝑮 𝑻𝑶𝑻𝑨𝑳 𝑰𝑵𝑻𝑰 𝑩𝑶𝑹 > 𝟏𝟎 𝒄𝒎)/(𝑷𝑨𝑵𝑱𝑨𝑵𝑮 𝑻𝑶𝑻𝑨𝑳 𝑩𝑶𝑹) X 100% Gambar 3.3 Skematik Perhitungan RQD (Deere, 1964) 3.3.4 Sifat Gabungan Mekanik Batuan dan Massa Batuan Sistem Rrock Mass Rating (RMR) atau sering juga dikenal sebagai Geomechanics Classification di buat oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini
  • 23. 23 merupakan sifat gabungan mekanik batuan dan massa batuan, yang terdiri dari enam parameter utama, yaitu : Kuat tekan batuan utuh (UCS), Rock Quality Designation (RQD), Jarak diskontinu/kekar. Tiap parameter memberikan pembobotan dan penjumlahan bobot tiap parameter sehingga mendapat nilai RMR. Semakin tinggi nilai RMR berarti batuan semakin masif. Pemberian nilai RMR ditunjukkan pada gambar. Gambar 3.4 Pembobotan Parameter untuk Penentuan Nilai RMR (Bieniawski, 1973) 3.4 Lumpur Pengeboran Lumpur pemboran menurut API (American Petroleum Institute) didefinisikan sebagai fluida sirkulasi dalam operasi pemboran berputar yang memiliki banyak variasi fungsi, dimana merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran. Oleh sebab itu sangat menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran. Secara umum, lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen atau fasa, yaitu ; a. fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air. Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.
  • 24. 24 b. reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid (clay); dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar dan membentuk lumpur. c. inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4) yang digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari formasi- formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, sehingga akan menyebabkan abrasi atau kerusakan pompa. d. fasa kimia, merupakan bagian dari system yang digunakan untukmengontrol sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan partikel-partikel clay) atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan. 3.4.1 Tipe Lumpur Pemboran Sesuai dengan lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap lapangan, serta tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan, kerja ulang) kita mengenal type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula, seperti : 1. Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur tajak untuk permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas. 2. Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu didispersikan menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite serta Tannin 3. Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion Calcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me- nyerap air. 4. Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl)) untuk mengurangi pembasahan formasi oleh air. 5. Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly Acrylate, Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah terlarutnya cuttings kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-
  • 25. 25 puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut Salt Polymer System. 6. Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air, digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut. Bahan-bahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel dengan minyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhu tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan 7. Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap teralu mahal. 3.5 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada dalam kondisi yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik. Hal ini dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara kontinyu dalam setiap tahap operasi pemboran. Selain hal tersebut di atas pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus dilakukan dengan seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur pemboran. 3.5.1 Berat Jenis Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh suatu kolom lumpur, karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan hidrostatik yang sesuai dengan tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan akan menyebabkan enterusi fluida formasi kedalam lubang dan hal ini akan menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out. Lumpur yang terlalu berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation. 3.5.2 Viscositas Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk laminar flow. Alat untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.
  • 26. 26 3.5.3 Plastic Viscosity (Pv) Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gesekan antara sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah satu parameter kenaikan solid yang ada dalam lumpur. 3.5.4 Yield Point (Yp) Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya elektrokimia antara padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan. 3.5.5 Gel Strength Gel strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental. 3.5.6 Sand Content Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah abrasi Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud cake dan drill pipe sticking. 3.5.7 Alkalinity Filtrate Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui kontaminan – kontaminan terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat berasal dari formasi yang di bor maupun dari air yang digunakan untuk pembuatan lumpur. 3.5.8 Fluid (Water) Loss Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak dengan media porous seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang bekerja padanya, makan akan terjadi perembesan zat cair kedalam media porous tesebut. 3.5.9 PH PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat dalam lumpur yang akan mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.
  • 27. 27 3.6 Fungsi Lumpur Pemboran Menurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada sekitar tahun 1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada mulanya tujuan utama dari lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk bor secara kontinyu. Dengan berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi tambahan yang diharapkan dari lumpur pemboran. Banyak additif dengan berbagai fungsi yang ditambahkan kedalamnya, menjadikan lumpur pemboran yang semula hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran yang kompleks antara fluida, padatan dan bahan kimia. Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini, fungsi-fungsi utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Mengendalikan tekanan formasi. 2) Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor. 3) Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake. 4) Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran. 5) Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan. Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari kelima fungsi utama dari lumpur pemboran tersebut.
  • 28. 28 BAB IV TUGAS KHUSUS 4.1 Judul Tugas Khusus Dalam Tugas Kerja Praktek, permasalahan yang penulis bahas adalah “Pengamatan Kegiatan Pengeboran dan Optimasi Hasil Menggunakan Lumpur Pengeboran Pada PT.Bumi Babahrot Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya”. 4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Tugas khusus dilaksanakan selama satu bulan sejak tanggal 1 September – 10 Oktober 2015 di PT. Bumi Babahrot pada site A bagian Eksplorasi. 4.3 Objek Tugas Khusus Yang menjadi Objek pada Tugas Khusus adalah pengamatan pengamatan hasil pengeboran full coring dan optimasi hasil menggunakan lumpur pengeboran menggunakan Mesin JACRO seri 200. 4.4 Latar Belakang Tugas Khusus Pengeboran Full Coring merupakan pengeboran untuk mendapatkan hasil berupa sampel dari cadangan sehingga dapat dipastikan cadangan yang sebelumnya terukur (measurable) menjadi bahan galian layak produksi. Pengeboran Full Coring membutuhkan biaya yang sangat besar dibandingkan pengeboran lainnya karena diperlukan diamond bit dalam prosesnya karena membutuhkan mata bor yang tajam. Diamond bit terdiri dari intan yang memiliki kekerasan tinggi, sehingga potongan dari coring akan baik dan memungkinkan pengeboran mendapatkan hasil recovery > 90% dengan keadaan utuh. Namun nyatanya keadaan deformasi di alam membuat hasil recovery bisa saja di bawah 90%, keadaan tanah yang tidak stabil, batu yang terlalu keras ataupun lunak menjadi kendala tersendiri dalam proses pengeboran. Oleh sebab
  • 29. 29 itu dibutuhkannya bantuan injeksi campuran lumpur pengeboran yang benar. Ada berbagai jenis campuran lumpur pengeboran seperti Polimer dan Bentonite. Tetapi tidak hanya itu juga dibutuhkan skill dari operator agar proses pengeboran berjalan dengan baik. 4.5 Tujuan Tugas Khusus 1. Mengetahui kegiatan pengeboran dan pengambilan sampel. 2. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam pengeboran bijih besi. 3. Menambah pengetahuan tentang kegiatan eksplorasi bijih besi. 4.6 Permasalahan Permasalah yang ada dalam proses penyusunan laporan adalah data Geologi dan data hasil pengeboran yang mejadi data utama dari kegiatan pengamatan tidak dapat saya masukkan kedalam laporan karena sudah menjadi perjanjian antara perusahaan untuk tidak mengekspose data yang menjadi rahasia perusahaan. Namun pengalaman yang begitu besar menjadi pengetahuan yang sangt berharga bagi penulis. 4.7 Metodologi Pelaksanaan Tugas Khusus Dalam pelaksanaan penulisan ini dilakukan pendekatan dengan menggabungkan antara teori dengan data dilapangan secara langsung. Urutan pekerjaan penulisan meliputi: 1. Studi Literatur Studi Literatur dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka yang menunjang penulisan laporan yang diperoleh dari perusahaan terkait, perpustakaan, peta, grafik, tabel, dsb. 2. Pengamatan Lapangan Dilakukan dengan melakukan pengamatan lansung dilapangan terkait penggunaan dan operasi alat pengeboran. 3. Pengambilan Data Lapangan
  • 30. 30 Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatn pengeboran full coring. 4. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pengumpulan data di lapangan secara statistik, untuk disajikan sebagai hasil pengamatan. 4. Analisis Hasil Analisis hasil pengolahan data yang telah selesai baik dalam output table bagan ataupun hasil berupa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai bahan acua
  • 31. 31 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengamatan Kegiatan Pengeboran Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan pengeboran pada proses coring berlangsung, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga efisiensi dan kestabilan lubang atau yang biasa disebut Hole Condition. Untuk menjaga Hole Condition tetap dalam kondisi baik maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya : 1. Pembersihan lubang (Flushing) Pembersihan lubang dilakukan dengan fluida (air), fluida dipompa dengan tekanan ke bawah melalui stang bor, mata bor dan kemudian membawa cutting ke permukaan diantara dinding lubang bor dan stang bor. Ini dilakukan agar cutting tidak mengahambat perputaran bor atau bahkan mengakibatkan stuck. 2. Pembesaran lubang (Reaming) Tujuan dari proses ini adalah untuk memudahkan dalam pemasangan pipa Dengan menerapkan hal – hal diatas, proses coring berjalan dengan lancar meskipun tetap menemukan beberapa masalah yang umum terjadi diantaranya: 1. Runtuh dinding, yang mana disebabkan oleh formasi batuan yang kurang stabil dan tidak kompak atau dapat pula disebabkan oleh penggunaan lumpur yang kurang tepat. 2. Mud loss/Water loss (kehilangan tekanan fluida) : a. Lumpur didalam lubang hilang akibat masuk kedalam formasi atau pori-pori lapisan batuan, sebagian atau seluruhnya. b. Terjadi karna berat jenis lumpur bor terlalu besar, sehingga tekanan lumpur lebih besar dari tekanan lapisan. c. Hilang nya lumpur yang diikuti Blow Out (semburan keluar)
  • 32. 32 3. Water block, yaitu kondisi dimana mata bor tersumbat oleh cutting sehingga fluida tidak dapat memberikan tekanan atau bisa juga fluida terhambat karena cutting dan viskositas lumpur yang besar. 4. Stuck (pipa yang terjepit), yang mana terjadi karena runtuh atau membesarnya dinding lubang, dan bisa juga diakbitkan cutting yang tidak terangkat sehingga terjadinya penyempitan lubang. 5.2 Pengamatan Keadaan Tekanan Hidrostatik Pada kegiatan pengeboran di site PT. Bumi Babahrot kami juga melakukan pengamatan pada tekanan Hidrostatik. Tekanan hidrostatik perlu diperhitungkan untuk mengoptimalkan hasil pengeboran. Dari hasil data di lapangan dapat ditentukan seberapa yield point dari lumpur bor yang di butuhkan untuk mengimbangi besarnya tekanan hidrostatiknya menggunakan persamaan : Hp = 0.052 x Mw x D (dalam PSI) Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman 315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut : 315 m = 315 m x 3.2808 = 1003,452 ft = 1003,452 ft x 0,465 psi/ft = 466,605 psi Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi Mw = HP/0.052xD = 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft = 466,605 psi / 52,1795 ft = 8,9423 ppg
  • 33. 33 Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg. 5.3 Perhitungan Core Recovery Pada pengeboran coring core recovery merupakan hal mutlak yang perlu di perhatikan. Oleh sebab itu ketika dilapangan perhitungan core recovery menjadi hal yang saya fokuskan ketika berada dilapangan. Gambar 5.1 hasil coring pada kedalaman 37,50 m – 39,00 m Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu : RQD = (𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐼𝑁𝑇𝐼 𝐵𝑂𝑅)/(𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐵𝑂𝑅) X 100% Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan 13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm. Sehingga : RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100% = ( 96) / (150) x 100%
  • 34. 34 = 0,64 x 100% = 64 % Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat berdasarkan tabel berikut : Tabel 5.1 Index kualitas core recovery RQD (%) Kualitas core < 25 25 – 50 50 – 75 75 – 90 90 – 100 Sangat jelek ( very poor ) Jelek ( Poor ) Sedang ( Fair ) Baik ( Good ) Sangat Baik (Excellent) Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang (fair).
  • 35. 35 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan data hasil perhitungan semakin kedalam maka tekanan yand diberikan oleh deformasi akan semakin besar. Terutama tekanan hidrostatik. Oleh sebab itu diperlukan takaran lumpur pengeboran yang seimbang, untuk mengimbangi tekanan dari formasi batuan. 2. Penggunaan alat pengeboran harus perhatikan dengan teliti untuk menghindari masalah teknis yang bisa terjadi kapan saja. 3. Penggunaan lumpur pengeboran sejara baik dapat membuat pengeboran coring mendapat hasil maksimal yaitu hasil core > 90% 6.2 Saran 1. Dikarenakan pengeboran coring harus dilakukan secara hati-hati dam setiap 1,5 meter alangkah baiknya jika adanya pembagian shift seperti pagi, sore atau bahkan malam agar target dapat cepat tercapai. 2. Penggubaaan lumpur pegngeboran disuaikan dengan keadaan formasi dan batuan di area pengeboran. 3. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna sangat dibutuhkan seorang driller yang berpengalaman dan skill yang baik.
  • 36. 36 LAMPIRAN A SPESIFIKASI TEKNIS ALAT PENGEBORAN JACKRO 200 Diesel Engine : Kubota seri D1105 4 Cylinders Spesifikasi mesin : 2800 RPM, Wireline Jenis Rotary : Top Drive Rotary Kapasitas : 1. N size 250 m 2. H size 175 m 3. P Size 150 m Kegunaan : Pengeboran Base metal, Coal Sistem pengeboran : Full Coring Spasi Pemboran : Strike – line Jenis Pipa : Q series Moving type : Men Portable
  • 37. 37 LAMPIRAN B Perhitungan Tekanan Hidrostatik Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman 315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut : 315 m = 315 m x 3.2808 = 1003,452 ft = 1003,452 ft x 0,465 psi/ft = 466,605 psi Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi Mw = HP/0.052xD = 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft = 466,605 psi / 52,1795 ft = 8,9423 ppg Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg. Perhitungan Core Recovery Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu : RQD = (𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐼𝑁𝑇𝐼 𝐵𝑂𝑅)/(𝑃𝐴𝑁𝐽𝐴𝑁𝐺 𝑇𝑂𝑇𝐴𝐿 𝐵𝑂𝑅) X 100% Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan 13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm. Sehingga : RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100%
  • 38. 38 = ( 96) / (150) x 100% = 0,64 x 100% = 64 % Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat berdasarkan tabel berikut : Tabel 5.1 Index kualitas core recovery RQD (%) Kualitas core < 25 25 – 50 50 – 75 75 – 90 90 – 100 Sangat jelek ( very poor ) Jelek ( Poor ) Sedang ( Fair ) Baik ( Good ) Sangat Baik (Excellent) Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang (fair).
  • 39. 39 LAMPIRAN C TABEL Data Core Recovery Tanggal : 29 September – 9 Oktober Lokasi : Site A DHA – 02 Aktifitas : Pengeboran Full Coring Jumlam Alat Bor yang diamati : 1 Unit Shift : Siang