2. DEFINISI
• Nama Lain: Tifus, Typhus abdominalis, Typhoid fever,
enteric fever.
• Penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna, disebabkan oleh bakteri Salmonella
Thyphi, dengan gejala demam selama satu minggu
atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran.
6. PATOFISIOLOGI
• Salmonella Typhi yang masuk ke saluran
gastrointestinal akan ditelan oleh sel-sel fagosit ketika
masuk melewati mukosa. Sebagian dari Salmonella
Typhi ada yang dapat masuk melalui usus halus
mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus.
Kemudian Salmonella Typhi, masuk melalui folikel limpa
ke saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga
terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama
menyerang system retikulo endothelial (RES)
selanjutnya akan di kolonisasi melalui saluran limfe.
7. Patofisiologi
• Limfe yang mengalir duktus torasikus
menghantarkan organisme masuk melalui aliran
darah, dari sini terjadi desminasi ke seluruh organ
jauh. Sel retikulo di sumsum tulang, hati, dan
limpa meamakan bakteri yang menyebar secara
hematogen, yang kadang menimbulkan fokus
infeksi. Organisme yang menyebar melalui darah
kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ
didalam tubuh seperti di sitem saraf pusat, ginjal,
dan jaringan limpa.
8. MANIFESTASI KLINIS
• Demam tinggi 39°-40 °C lebih dair 7 hari dan
terus meningkat
• Tubuh menggigil terutama pada malam hari
• Gejala gastrointestinal: Nyeri perut, kembung,
mual, muntah, diare, konstipasi,
hepatomegali, splenomegali, dan lidah kotor
9.
10. Manifestasi Klinis
• Kelemahan
• Denyut jantung lemah (bradikardi)
• Sakit kepala
• Nyeri otot
• Penurunan kesadaran (delirium, apatis,
somnolen, sopor bahkan koma)
• Pada kasus tertentu muncul penyebaran flek
merah muda (“rose spots”)
15. KOMPLIKASI
• Komplikasi intestinal
– Perdarahan usus
– Perforasi usus
– Ileus paralitik
• Komplikasi ekstraintetstinal
– Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer
(renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
– Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia
dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan
sindrom uremia hemoltilik.
16. Komplikasi
– Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
– Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan
kolelitiasis.
– Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan
perinefritis.
– Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis
dan artritis.
– Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus,
meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
17. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Hitung sel darah tepi: ditemukan leukopenia,
limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan
trimbositopenia pada tifoid berat.
• Uji serologis: berupa uji Widal; tes TUBEX®; metode
enzyme immunoassay (EIA), metode enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA),dan pemeriksaan
dipstik.
18.
19.
20. PENANGANAN
• Istirahat bertujuan untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
21. • Diet dan terapi penunjang dilakukan dengan
pertama memberikan bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan
tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayuran
dengan serat kasar) dapat diberikan dengan
aman. Juga perlu diberikan vitamin dan
mineral untuk mendukung keadaan umum
pasien.
22. • Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol,
trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat
demam tipoid. Obat-obat pilihan pertama
adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin
dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah
sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan
ketiga adalah meropenem, azithromisin dan
fluorokuinolon.
23.
24. • Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg
BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau
intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi
kontra pemberian kloramfenikol , diberi ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4
kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum
obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis
100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian, oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari
terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14
hari.
25. • Untuk kasus berat dan dengan manifestasi
nerologik menonjol, diberi Deksametason
dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB,
intravena perlahan (selama 30 menit).
Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1
mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam
sampai 7 kali pemberian.
26. • Pembedahan biasanya dilakukan dalam kasus
perforasi usus. Kebanyakan ahli bedah lebih
suka sederhana penutupan perforasi dengan
drainase peritoneum. Reseksi usus
diindikasikan untuk pasien dengan perforasi
ganda.
27.
28. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Hipertermi b.d proses penyakit.
• Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan
secara aktif
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d ketidakmampuan untuk memasukan atau
mencerna nutrisi oleh faktor fisiologis.
• Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
biologis (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan
jaringan.
29. Hipertemia
• Monitor suhu tubuh
• Monitor warna & suhu
kulit
• Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
• Monitor tingkat kesadaran
• Monitor WBC, Hb, dan Hct
• Monitor intake dan output
• Berikan antipiretik sesuai
program terapi
• Kelola antibiotik sesuai
program terapi
• Selimuti pasien
• Berikan cairan intravena
• Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
• Tingkatkan sirkulasi udara
• Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
• Monitor TD, nadi, suhu, &
RR
• Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
• Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
(membrane mukosa)
30. Defisit Volume cairan
• ertahankan catatan intake
dan output yang akurat
• Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik),
jika diperlukan
• Monitor hasil laboratorium
yang sesuai dengan retensi
cairan (BUN, Hmt, osmolalitas
urine, albumin, total protein)
• Monitor tanda-tanda vital
setiap 15 menit sampai 1 jam
• Kolaborasi pemberian cairan
IV
• Monitor status nutrisi
• Berikan cairan oral
• Berikan penggantian
nasogastrik sesuai output (50
– 100 cc/jam)
• Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
• Kolaborasi dokter jika ada
cairan berlebih muncul
memburuk
• Atur kemungkinan tranfusi
• Persiapan untuk tranfusi
• Pasang kateter jika perlu
• Monitor intake dan out put
setiap 8 jam
31. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
• Kaji adanya alergi makanan
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan oleh pasien
• Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
• Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian
• Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah
• Monitor l ingkungan selama makan
• Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama makan
• Monitor turgor kulit
• Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
• Monitor mual dan muntah
• Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva 12) Monitor intake
nutrisi
• Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
• Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti NGT
atau TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan
• Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
• Kelola pemberian anti emetik sesuai
program terapi
• Anjurkan banyak minum
• Pertahankan terapi intravena line
• Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas oral.
32. Nyeri akut
• Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi
kualitas dan faktor presitipasi
• Observasi reaksi non verbal dan
ketidaknyamanan
• Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan
dukungan
• Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan pencahayaan dan
kebisingan
• Kurangi faktor presipitasi nyeri
• Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
• Ajarkan tehnik non farmakologi:
nafas dalam, kompres hangat
• Berikan analgetik untuk
menguragi nyeri
• Tingkatkan istirahat
• Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
prosedur
• Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali