Anemia merupakan penyakit yang ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit atau hemoglobin di dalam darah. Dokumen menjelaskan definisi, epidemiologi, fisiologi eritrosit, manifestasi klinis, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan berbagai jenis anemia.
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
anemia.pptx
1. ANEMIA
dr. Salman Paris Harahap Sp.PD
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHIASIH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL CIPTOMANGUNKUSUMO
2. DEFINISI ANEMIA
Populasi Non anemia Anemia
Ringan Sedang Berat
Anak usia 6-59 bulan ≥ 11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
Anak usia 5-11 tahun ≥11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 <8.0
Anak usia 12-14 tahun ≥12.0 11.0-11.4 8.0-10.9 <8.0
Wanita usia ≥ 15 tahun
(tidak hamil)
≥12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 <8.0
Wanita hamil ≥11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 <7.0
Laki-laki uisa ≥ 15 tahun ≥13.0 11.0-12.9 8.0-10.9 <8.0
Secara fungsional, anemia diartikan sebagai penurunan jumlah eritrosit sehingga
eritrosit tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan
Tabel 1.1 Kadar Hemoglobin untuk diagnosis anemia (mg/l)
3. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data WHO sejak tahun 1993 hingga 2005,
anemia diderita oleh 1,62 milyar orang di dunia. Prevalensi
tertinggi terjadi pada anak usia belum sekolah, dan
prevalensi terendah pada laki-laki dewasa.
4. EPIDEMIOLOGI ANEMIA
WANITA HAMIL 41,6%
WANITA DEWASATIDAK
HAMIL 33 %
ANEMIA PADA
WANITA
Indonesia, sekitar 44,5% populasi diperkirakan mengalami anemia dengan kadar Hb <11,0 g/dl,
sehingga Indonesia masuk ke dalam kategori berat dalam prevalensi anemia
ANAK USIA
BELUM SEKOLAH
47,7%
58% WARGAASIA
ANEMIA
5. FISIOLOGI ERITROSIT
• 1 mililiter darah = 5 milyar eritrosit
(secara klinis ± 5 juta/mm3)
• Bentuk bikonkaf
• Hemoglobin
• Heme (mengandung besi
dan mengikat oksigen )
• Globin (4 rantai polipeptida)
6. Kapiler darah
Selama perkembangan intra uterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan
kemudian oleh hati dan limpa, sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil
alih produksi eritrosit secara eksklusif. Pada anak-anak, sebagian besar tulang
terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah
FISIOLOGI ERITROSIT
7. FISIOLOGI ERITROSIT
Regulasi pembentukan eritrosit oleh EPO
yang disintesis oleh ginjal
Pada saat kehilangan
eritrosit berlebihan
(perdarahan/ hemolisis)
laju eritropoiesis dapat
meningkat 6 kali lipat
8. FISIOLOGI ERITROSIT
• Eritrosit akan bertahan selama ± 120 hari
• Sebagian besar eritrosist dihancurkan di
limpa
• Heme akan dipecah menjadi bilirubin dan
besi yang akan digunakan kembali
17. PATOFISIOLOGI ANEMIA
ANEMIA PENYAKIT KRONIS
PATOGENESISANEMIA PENYAKIT KRONIS :
• Ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit
• Adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu
atau menurun
• Gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi
18. PATOFISIOLOGI ANEMIA
ANEMIA PENYAKIT KRONIS
INFLAMASI
Sitokin pro-inflamasi
(Tumor Necrotizing F
actor (TNF)-α
, Interle
ukin (IL)-1, IL- 6 dan
IL-8.)
IL 1 :
Absorbsi besi
Berkurang dan
menekan eritropoesis
IL 6 :
Menghambat pembebasan cadangan
besi jaringan ke darah hipoferemia
TNF-α:
Menekan eritropoesis den
gan menghambat EPO
19. PATOFISIOLOGI ANEMIA
ANEMIA MEGALOBLASTIK
DEFISIENSI KOBALAMIN
Defisiensi metionin intrasel
Menghambat pembentukan
folat tereduksi
Berkurangnya precursor timidilat
Terganggunya sintesis DNA
Terganggunya perubahan
propionate menjadi suksinil CoA
Gangguan sintesis myelin
Gejala neurologis (+)
20. PATOFISIOLOGI ANEMIA
ANEMIA MEGALOBLASTIK
DEFISIENSI FOLAT
Penurunan tetrahidrofolat
(koenzim aktif)
Sintesis tidmidilat terganggu
Gangguan sintesis DNA
Produksi hemoglobin
sitoplasmik dll berlebih
Berkurangnya sintesis DNA
tidak menghalangi
sintesis RNA
DNA sedikit, RNA berlebih
Sel menjadi besar
22. PATOFISIOLOGI ANEMIA
ANEMIA HEMOLITIK
Hemolisis ekstravaskular
Hemolisis intravascular
Eritrosit dihancurkan dalam
system retikuloendotelial
Eritrosit dihancurkan dalam
sirkulasi darah hb bebas
di plasma
Berikatan dengan haptoglobin
Filtrasi ginjal
Sebagian direabsorbsi dan dalam
tubulus ginjal hb pecah dan terdeposit
sebagai hemosiderin
23. PATOFISIOLOGI ANEMIA
ANEMIA APLASTIK Pansitopenia disertai hipoplasia / aplasia sumsum tulang tanpa adanya
penyakit primer yang mensupresi atau menginfiltrasi jaringan
hematopoietik.
ANEMIA
APLASTIK
DIDAPAT HEREDITER
• Zat fisika atau kimia
• Infeksi virus
• Infeksi mycobacteri
um
• Idiopatik
• Sindrom fanconi
24. PATOFISIOLOGI ANEMIA
ANEMIA APLASTIK
Aktivasi T sitotoksik . Sel T tersebut akan menghasilkan interferon gamma (IFN-γ) dan tumor
necrosis factor (TNF) yang bersifat menginhibisi langsung sel-sel hematopoietik
Supresi hematopoietik oleh IFN-γdan TNF juga merangsang reseptor Fas pada sel hematopoietik CD34
sehingga menghasilkan 3 proses :
• Perangsangan reseptor Fas akan menginduksi terjadinya apoptosis.
• Terjadi induksi produksi nitric oxide synthetase dan nitrit oksida oleh sumsum tulang sehingga terjadi sitoto
ksisitas yang diperantarai system imun.
• Perangsang reseptor Fas akan mengaktivasi jalur intraseluler yang menyebabkan penghentian siklus sel.
29. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI
• Terapi kausal
• Terapi preparat besi oral :
• Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dipakai 4 -6
mg/KgBB/hari
• Preparat pilihan ferrous sulfat 3 x 200 mg
• Terapi besi parenteral :
• Preparat yang sering digunakan adalah dekstran besi. Larutan ini
mengandung 50 mg besi/ml. Dosis berdasarkan :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB(Kg) x 3
30. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA PENYAKIT KRONIS
• Jika penyakit dasar dapat diobati dengan baik, anemia akan sembuh
dengan sendirinya.
• Anemia tidak memberi respons pada pemberian besi, asam folat, atau
vitamin B 12.
• Transfusi jarang diperlukan karena derajat annemia ringan.
• Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan hemoglobin
tetapi harus diberikan terus menerus.
31. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA SIDEROBLASTIK
• Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik dengan
transfusi darah
• Pemberian vitamin B 6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita re
sponsif terhadap peridoksin.
32. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA MEGALOBLASTIK
• Asam folat, diberikan 5 mg/hari per oral selama 4 bulan atau parenteral dan
vitamin C 200 mg/hari.
• Vitamin B12 (bila pemberian terapi asam folat gagal) 15-30 µgi, diberikan
3 -5 kali/minggu sampai Hb normal, ppada anak besar dapat diberikan
100 µg. Bila perlu diteruskan pemberian vitamin B12 tiap bulan.
33. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA MEGALOBLASTIK
• Transfusi darah bila terdapat indikasi: gagal jantung yang mengancam,
menghadapi tindakan operatif darah lengkap dosis 10-20 ml/KgBB/hari
PRC pada penderita tanpa perdarahan, whole blood bila ada kehilangan
volume darah, dosis disesuaikan banyaknya darah yang hilang.
• Respons terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2 -3 dengan puncak pad
a hari 7 – 8. Hb harus naik 2 – 3 g/dL tiap minggu.
34. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
• Glukokortikoid : prednison 40 mg/m2 luuas permukaan tubuh (LPT)/hari.
• Splenektomi,jika tidak berespon dengan pemberian glukokortikoid.
• Imunosupresif : pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan splenektomi. Obat imunosupresif di
berikan selama 6 bulan, kemudian tappering off, biasanya dikombinasi dengan Prednison 40 mg/m2 .
dosis prednison diturunkan bertahap dalam waktu 3 bulan.
• Azatioprin : 80mg/m2/hari
• Siklofosfamid : 60 – 75 mg/m2/hari
• Obati penyakit dasar : SLE, infeksi, malaria, keganasan.
• Stop obat-obatan yang diduga menjadi penyebab
35. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
• Transfusi berkala, pertahankan Hb 10 gr%
• Desferal untuk mencegah penumpukan besi. Diberikan bila serum Feritin
mencapai 1000 µg/dL/ setelah transfusi ke 12. Dosis inisial 20 mg/KgBB,
diberikan 8 – 12 jam infus SC di anterior abddomen, selama 5 hari/minggu.
Diberkan bersamaan dengan vitamin C oral 100 – 200 mg untuk meningkatkan
ekskresi Fe. Pada keadaan penumpukan Fe berat terutama disertai dengan ko
mplikasi jantung dan endokrin, deferoxamine diberikan 50 mg/KgBB secara infu
se kontinue IV.
36. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
• Terapi kausal
• Terapi suportif
• Terapi perbaikan sumsum tulang :
• Oksimetolon diberikan dlam dosis 2 -3 mg/KgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6 –
12 minggu
• Rh GM-CSF (rekombinan Human Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating Fact
or)
• Kortikosteroid : prednison 1 -2 mg/KgBB/hari diberikan maksimum 3 bulan. Atau ada
yang memberikan 60 – 100 mg/hari,
37. TATALAKSANA ANEMIA
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
Terapi definitif :
• ATG (anti Thymocyte Globulin)
Dosis 10 – 20 mg /KgBB/hari, diberikan selama 4 – 6 jam dalam larutan NaCl
dengan filter selama 8 – 14 hari. Untuk mencegah serum sickness, diberikkan
Prednison 40mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian dilakukan tappering off
• Cyclosporin A
Dosis 3 – 7 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap
mingggu untuk mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml.
• Transplantasi sumsum tulang
38. PROGNOSIS
• Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja
dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang
adekuat.
• Pada anemia aplastik, prognosis tergantung pada tingkatan hipoplasia, makin
berat prognosis semakin jelek, pada umumnya penderita meninggal karena
infeksi, perdaraham atau akibat dari komplikasi transfusi.
39. KESIMPULAN
• Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia
• Secara fungsional, anemia diartikan sebagai penurunan jumlah eritrosit sehingga eritrosit
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup
ke jaringan.
• Anemia dapat diklasifikasikan berberdasarkan etiologi ataupun ukuran dari eritrosit.
• Pendekatan diagnosis anemia sangat penting, karena tatalaksana yang diberikan pada
anemia akan sangat bergantung dengan diagnosis yang telah ditegakkan.
• Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat