1. REFERAT
Peran Antivirus Oral Di Bidang Dermatologi
Oleh:
Aulia Dwi Juanita (21360331)
Preseptor:
dr. Arif Effendi, Sp. KK, FINSDV
BAGIAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RS PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
2022
2. Latar Belakang
Pada infeksi virus seperti ini setelah fase replikasi awal pada lokasi tertentu
misalnya orofaring, virus akan menyebar ke dalam peredaran darah (viremia)
dan kemudian mencapai kulit. Lesi kulit akibat virus seperti ini diduga
merupakan suatu proses yang dimediasi oleh sistem imun. Pada kondisi
lainnya, virus menyebabkan suatu manifestasi lesi vesikuler dan menunjukkan
bahwa kulit adalah tempat replikasi virus dan bersifat infeksius (Elsivier,
2007).
3. Obat antivirus bekerja dengan menargetkan protein virus, protein host
atau menguatkan respon imun terhadap virus. Salah satu antivirus yang
banyak digunakan adalah dari golongan analog nukleosida seperti
asiklovir, valasiklovir, gansiklovir, dan pensiklovir. Golongan analog
nukleosida ini poten sebagai antivirus pada herpes simplek, varisela-
zoster, Epstein-Barr serta memiliki aktivitas sedang melawan CMV.
Asiklovir merupakan analog nukleosida pertama dan memiliki
efektivitas yang sama dengan valasiklovir yang dari asiklovir, sedangkan
gansiklovir dan pensiklovir merupakan turunan yang lebih baru.
Asiklovir merupakan analog nukleosida pertama dan memiliki
efektivitas yang sama dengan valasiklovir yang merupakan prodrug dari
asiklovir, sedangkan gansiklovir dan pensiklovir merupakan turunan
yang lebih baru (Goura dan Tim, 2009).
4. Obat-obat antivirus digunakan untuk mencegah replikasi virus dengan
menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi sehingga dapat
menghambat virus untuk bereproduksi (Joyce L, 1996). Obat antivirus
tersebut digunakan untuk pengobatan infeksi virus yang disebabkan oleh
human immunodeficiency virus (HIV), virus hepatitis B (HBV), virus
herpes [herpes simplex virus (HSV), varicella-zoster (VZV),
cytomegalovirus (CMV)], orthomyxoviruses (influenza),
paramyxoviruses [respiratory syncytial virus (RSV)], dan hepaciviruses
[hepatitis C virus (HCV)]. Karena virus tersebut adalah virus yang paling
banyak diterapi dengan antiviral, hal tersebut mendorong para peneliti
untuk mencari strategi antivirus baru (Elsivier, 2007).
5. Obat untuk Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV) dan Varicella-Zoster Virus
(VZV)
Ada dua jenis ada infeksi yang disebab oleh herpes simpleks virus yaitu tipe 1
(HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Keduanya erat terkait tetapi berbeda dalam
epidemiologinya. HSV-1 erat kaitannya dengan penyakit orofacial, sedangkan
HSV-2 berkaitan dengan penyakit kelamin dan lokasi lesi diantara keduanya tidak
selalu menunjukkan jenis virus (Salvaggio dan Lutwick, 2009).
6. Contoh obat antivirus untuk mengobati HSV dan VZV adalah asiklovir,
valasiklovir, valasiklofir HCL, famsiklovir, pesiklovir, docosanol,
brivudin, foskarnet, vidarabin, tromantadin, idoksuridin, dan trifluridin.
(John dan Gnann, 2007).
Asiklovir merupakan antivirus berlisensi pertama dan satu-satunya dari
tiga antivirus yang digunakan untuk infus di Amerika Serikat. Uji
komparatif dari ketiga antivirus menunjukkan khasiat serupa untuk
pengobatan HSV tetapi famsiklovir dan valasiklovir lebih unggul
daripada asiklovir untuk pengobatan herpes zoster (Katzung, 2007).
7. Obat untuk Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV) &
Varicella-Zoster Virus (VZV)
Asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir merupakan obat untuk infeksi
HSV dan VZV yang dapat menyebabkan toksisitas dalam
penggunaannya. Toksisitas asiklovir sangat sedikit, profil keamanan baik.
Kadang-kadang toksisitas terjadi pada ginjal karena obat diekskresikan
melalui ginjal. Dosis mungkin memerlukan penyesuaian pada pasien
gagal ginjal. Sedangkan valasiklovir dan famsiklovir memiliki toksisitas
yang sama dengan asiklovir (Goura dan Tim, 2009).
8. Cara Kerja Obat Antivirus Secara Oral
Virus adalah mikroorganisme yang memerlukan inang
untuk dapat bertahan hidup. Saat menyerang tubuh, virus akan
masuk ke dalam sel sehat dan mengambil alih fungsinya untuk
bereplikasi. Virus dapat menumpang di dalam sel atau secara
langsung merusak sel agar kemudian bisa memperbanyak diri.
Selama proses tersebut, virus akan terus-menerus menghancurkan
serta menginfeksi sel-sel sehat di dalam tubuh.
9. Oleh karena itu, obat untuk virus harus dapat masuk ke dalam sel dan
memengaruhi virus tanpa merusak sel. Secara umum, antiviral bukan
bekerja secara langsung mematikan virus, melainkan menghambat
perkembangan virus di dalam sel. Obat untuk virus flu misalnya,
enzim dalam antiviral akan mengganggu siklus infeksi virus dengan
mencegah virus yang telah merusak satu sel untuk berpindah merusak
sel lainnya.
10. Dengan membatasi reproduksi virus, jumlah virus di dalam tubuh akan semakin
berkurang. Oleh karena itu, sistem imun tubuh akan lebih mudah menghentikan
infeksi virus. Cara kerja obat antiviral ini nantinya akan mempersingkat
kemunculan gejala sekaligus mencegah gejala bertambah parah dan
menimbulkan komplikasi. Menurut Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), kerja obat antivirus semakin baik jika diminum secepatnya di awal
kemuculan gejala. (Kumar et al., 2002).
11. 1. Antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara spesifik digunakan
untuk mengobati infeksi virus. Obat-obat antivirus digunakan untuk mencegah replikasi
virus dengan menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi sehingga dapat
menghambat virus untuk bereproduksi.
2. Ada dua jenis ada infeksi yang disebab oleh herpes simpleks virus yaitu tipe 1 (HSV-
1) dan tipe 2 (HSV-2). Keduanya erat terkait tetapi berbeda dalam epidemiologinya.
HSV-1 erat keitannya dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 berkaitan dengan
penyakit kelamin dan lokasi lesi diantara keduanya tidak selalu menunjukkan jenis virus.
12. 3. Contoh obat antivirus untuk mengobati HSV dan VZV adalah asiklovir, valasiklovir, valasiklofir
HCL, famsiklovir, pesiklovir, docosanol, brivudin, foskarnet, vidarabin, tromantadin, idoksuridin,
dan trifluridin.
4. CMV termasuk dalam keluarga herpes virus manusia sehingga dikenal pula sebagai Human
Cytomegalovirus (HMCV). Contoh obat antivirus untuk infeksi CMV adalah gansiklovir,
valgansiklovir, foskarnet, fomivirsen, dan sidofovir.
5. Asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir merupakan obat untuk infeksi HSV dan VZV yang dapat
menyebabkan toksisitas dalam penggunaannya. Toksisitas asiklovir sangat sedikit, profil keamanan
baik. Kadang-kadang toksisitas terjadi pada ginjal karena obat diekskresikan melalui ginjal. Dosis
mungkin memerlukan penyesuaian pada pasien gagal ginjal.
13. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, D. K., 2000. Informatum Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Elsivier., 2007. Advances in Antiviral Drug Design, volume 5. The Nedherlands: Radarweg. 29
Goura, Kudesia., Tim, Wreghitt., 2009. Clinical and Diagnostic Virology. United States of America,
New York: Cambridge University Press
John, W., Gnann, Jr., 2007. Antiviral therapy of varicella-zoster virus infections. Cambridge
University Press.
Joyce L, K. E., 1996. Farmakologi: pendekatan proses keperawatan (Vol. 1). (S. Yasmin Asih, Ed., &
d. P. Anugerah, Trans.) Jakarta: EGC.
Katzung, B. G., 2001. Basic & Clinical Pharmacology Eight Edition. Jakarta: Salemba Medika.
14. Katzung, B., 2007. Basic & Clinical Pharmacolog, Tenth Edition. United
States: Lange Medical Publications.
Kumar, K. S., Russo, M. W., Rorczuk, A. C., Brown, M., Esposito, S. P.,
Lobritto, S. J. 2002. Significant Pulmonary Toxicity Associated With Interferon
and Ribavirin Therapy for Hepatitis C. The American Journal of
Gastroenterology , 2432-2440
Mankes, W. I., Dalili, S. F., 2002. Infeksi Virus Herpes. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
15. Sulkowski MS, Thomas DL, Mehta SH, Chaisson RE, Moore RD, 2002.
Hepatotoxicity associated with nevirapine or efavirenz-containing antiretroviral therapy:
role of hepatitis C and B infections. Hepatology; 35(1):182–9.
Sweetman, S.C., 2009. Martindale : The Complete Drug Reference 36thedition,
Pharmaceutical Press: London.
WHO., 2006. Public health, innovation and intellectual property rights. 68.
Wutzler, P., & Thust, R., 2001. Genetic risks of antiviral nucleoside analogues – a
survey. Elsevier Science, 55–74