Dokumen tersebut membahas rencana masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia tahun 2011-2025 khususnya untuk Koridor 1 Sumatera. Rencana ini berfokus pada pengembangan potensi daerah melalui enam koridor ekonomi dan pengembangan konektivitas serta SDM."
1. MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN
EKONOMI INDONESIA 2011-2025
KORIDOR 1 SUMATERA
Dedi Wiyanto (10308068)
Herckia Pratama Daniel (10308072)
Muhammad Ammar (10308074)
Tugas 4 Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
SarMag Teknik Sipil 2008
2. Enam Koridor Ekonomi Indonesia
yang telah Ditetapkan
Menjangkau seluruh pusat ekonomi di wilayah Indonesia
2
3. Rencana Induk Koridor Ekonomi Indonesia
Mengembangkan Potensi Masing-Masing Koridor
Sentra Produksi Pusat Produksi dan Pusat Produksi dan Pengolahan
dan Pengolahan Hasil Bumi Pengolahan Hasil Tambang & Hasil Pertanian, Perkebunan,
dan Lumbung Energi Nasional Lumbung Energi Nasional dan Perikanan Nasional
Pendorong Industri Pintu Gerbang Pariwisata dan Pengolahan Sumber Daya Alam yang
dan Jasa Nasional Pendukung Pangan Nasional Melimpah dan SDM yang Sejahtera
4. Kerangka Desain Master Plan Percepatan & Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
1. Pengembangan potensi daerah melalui 6 Koridor Ekonomi
KE. Sumatera & Jawa Bag.Selatan
KE. Jawa
KE. Kalimantan
KE. Sulawesi
KE. Bali & Nusa Tenggara
KE. Papua & Kep.Maluku)
* Penetapan Kegiatan Utama teridentifikasi terdapat 8 Program
Utama dan 22 Kegiatan Utama
2. Pengembangan konektifitas intra dan inter koridor serta internasional
3. Penguatan kemampuan SDM dan IPTEK Nasional
4
7. 8 Program - 22 Kegiatan Utama
1. Peralatan Transportasi 12. Perikanan
1 Pertanian
2. Minyak dan Gas 13. Kelapa Sawit
2 Pertambangan 3. Telematika 14. Pariwisata
3 Energi 4. Batu Bara 15. Karet
5. Perkapalan 16. Pertanian Pangan
4 Industri
6. Nikel 17. Kakao
5 Kelautan
7. Tekstil 18. Jabodetabek Area
6 Pariwisata 8. Tembaga 19. Peternakan
7 Telematika 9. Besi Baja 20. KSN Selat Sunda
10. Bauksit 21. Perkayuan
8 Pengembangan Kawasan Strategis
11. Alutsista 22. Makanan - Minuman
Didukung dengan Pengembangan Infrastruktur
(Jalan, Utilitas Air, Pelabuhan, Bandara, Rel Kereta, Telematika, Power - Energi, dsb.)
8. Dukungan Infrastruktur dan Permukiman Koridor I
Peningkatan Jalan Perbaikan/Pelapisan Jalan SPAM Kawasan Khusus
Pematang Siantar - Tb. Raya, Ruas: Lima Puluh - Kota Lima Puluh
Tinggi (35 km) Simpang Inalum (22 km) (Kapasitas 50 l/s)
Peningkatan Jalan Pk.
Heran - Siberida - Batas
Provinsi Jambi (100 km)
Jalan Tol Medan-Binjai
Pembangunan Embung
Pulau Dompak
SPAM Kawasan Industri
Dumai, Tj.Buton, dan
Kuala Enok (3 x 40 l/s)
Penanganan Jalan Lingkar
Peningkatan Jalan Sorek- Jambi - akses jalan Talang Dukuh
Sp.Japura-Rengat-Rumbai
Jaya-K.Enok (238 km) Peningkatan Jalan
Strategis Nasional
Serdang - Bojonegara -
Penanganan Jalan Muara Merak (35 km)
Tembesi - Jambi
Pembangunan
Bendungan Karian
SPAM Bandar Lampung
(Kapasita 500 l/s) – BOT
IPA + Pipa Air Minum
Peningkatan jalan Cilegon
Pembangunan Intake & – Pasauran termasuk
Transmisi Bandar Lampung Cilegon – Anyer (JSS) 8
9. Dukungan Infrastruktur dan Permukiman Koridor I
Penanganan Jalan Penanganan Jalan Akses
Lhokseumawe – Langsa Belawan (Sumut)
(Aceh)
(Penanganan Jalan
Tb.Tinggi-Kisaran-Rantau
Pembangunan Jalan Akses
Prapat-Batas Prov Riau)-
Kualanamu (Sumut)
326,71 km – (Sumut)
Jalan Tol Medan-
Kualanamu-Tebing Tinggi
Penanganan Jalan
(60 km)
Sp.Batang-Batas Dumai
(Rigid) – (Riau)
Jalan Dumai-Pelintung
(Jalan Provinsi)- (Riau)
Jalan Sp. Kulim-Pelabuhan Jalan Tol Palembang –
Dumai Rigid -(Riau) Indralaya (22 km)
Pembangunan Jalan Tol
Jalan Tol Pekanbaru-Kandis-
Bakauheuni-Terbanggi Besar
Dumai
(100 km)
Penanganan Jalan Muara
Enim - Palembang
Pembangunan Jembatan Penanganan Jalan Cikande –
Selat Sunda (JSS) Serang - Cilegon
10. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan menjadi “Gerbang ekonomi nasional ke Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia”.
11. Di dalam strategi pembangunan ekonominya, Koridor Ekonomi Sumatera
berfokus pada tiga kegiatan ekonomi utama, yaitu kelapa sawit, karet, serta
batubara yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin
pertumbuhan ekonomi koridor ini. Selain itu, kegiatan ekonomi utama
pengolahan besi baja yang terkonsentrasi di Banten juga diharapkan menjadi
salah satu lokomotif pertumbuhan koridor ini, terutama setelah adanya upaya
pembangunan Jembatan Selat Sunda.
Batu bara Kelapa Sawit Karet
Besi Baja Jembatan Selat
Sunda
13. KARET
• Indonesia merupakan negara kedua penghasil
karet alami di dunia (sekitar 28% dari produksi
karet dunia di tahun 2010),
• Dalam produksi karet mentah dari
perkebunan, Sumatera adalah produsen
terbesar di Indonesia dan masih memiliki
peluang peningkatan produktivitas.
14. Porsi Produksi Karet Provinsi di Indonesia
Sumber: Studi Literatur, Analisis Tim, Statistik Indonesia 2010
16. Perkebunan
Sebagian besar produsen yang merupakan pengusaha kecil rata-rata memiliki
lahan yang kecil dan masih menggunakan cara berkebun secara tradisional. Hal
ini menyebabkan rendahnya produktivitas kebun yang diolah oleh pengusaha
kecil. Seperti yang terlihat pada gambar, bahwa perkebunan milik pengusaha kecil
memiliki produktivitas 30 % lebih rendah dari perkebunan swasta besar/BUMN.
17. Indonesia memiliki produktivitas karet yang lebih rendah yaitu sekitar 50 persen dari
produktivitas karet India. Bahkan jika kita membandingkan dengan negara-negara di
Asia Tenggara, Indonesia memiliki produktivitas lebih rendah sekitar 30-40 persen
dibandingkan Thailand, Vietnam, atau Malaysia. Di samping itu, peran
pengusaha kecil di negara-negara lain lebih besar daripada Indonesia.
18. Produktivitas perkebunan karet yang rendah di
Indonesia disebabkan oleh :
1. kualitas bibit yang rendah
2. pemanfaatan lahan perkebunan yang tidak optimal
3. pemeliharaan tanaman yang buruk
19. Pengolahan
• Rantai nilai pengolahan merupakan bagian yang penting
untuk kegiatan ekonomi utama karet ini. Masalah di rantai
nilai ini adalah adanya pihak-pihak perantara yang
mengumpulkan hasil-hasil dari pengusaha kecil perkebunan
karet. Adanya perantara ini membuat harga yang diterima
petani karet menjadi rendah.
• Di Indonesia, petani karet hanya mendapatkan sekitar 50 -
60 persen dari harga jual keseluruhan, sedangkan di
Thailand dan Malaysia mencapai sekitar 90 persen. Sebagai
kompensasinya, pengusaha kecil berusaha meningkatkan
keuntungan dengan mencampurkannya karet murni dengan
bahan lain untuk meningkatkan beratnya meskipun hal ini
akan menurunkan kualitas karet olahan tersebut
20. Industri Hilir
15 % produksi karet dikonsumsi oleh industri hilir
85 % merupakan komoditi ekspor
Karet alam dan karet sintetik digunakan sebagai bahan baku ban dengan tingkat kandungan
karetnya antara 40-60 persen. Hasil industri hilir karet antara lain sol sepatu, vulkanisir ban,
barang karet untuk industri. Sedangkan lateks pekat dapat dijadikan sebagai bahan baku
sarung tangan, benang karet, dan lain-lain.
Hal ini selaras dengan penggunaan karet alami di industri hilir dunia. Potensi industri ban
masih sangat signifikan, hal ini ditunjukan dengan ekspor ban yang tumbuh rata-rata 22
persen setiap tahunnya.
21. Regulasi dan Kebijakan
Berdasarkan berbagai analisis di atas, terdapat fokus utama terkait regulasi dan kebijakan dalam
pengembangan kegiatan ekonomi utama karet, yaitu:
1. Melakukan peninjauan kebijakan pemerintah tentang jenis bahan olah dan produk yang
tidak boleh diekspor (selama ini diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 1 Tahun
2007);
2. Meningkatkan efisiensi rantai nilai pengolahan dan pemasaran dengan melaksanakan secara
efektif Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Perkebunan dan aturan pelaksanaannya
(Peraturan Menteri Pertanian No. 38 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan
Pemasaran Bahan Olah Karet dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 Tahun 2009
tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standar Indonesian Rubber yang
Diperdagangkan);
3. Meningkatkan produktivitas hulu (perkebunan) perkebunan karet rakyat dengan melakukan
penanaman kembali peremajaan tanaman karet rakyat secara besar-besaran dan bertahap
serta terprogram, penyediaan bantuan subsidi bunga kredit bank, penyediaan kualitas bibit
yang unggul disertai pemberian insentif yang mendukung penanaman kembali,
4. Menyusun strategi hilirisasi industri karet dengan memperhatikan incentive-disincentive,
Domestic Market Obligation (DMO), jenis industri dan ketersediaan bahan baku dan bahan
bantu/penolong yang dapat memperkuat daya saing industri hilir karet
5. Menyediakan kemudahan bagi investor untuk melakukan investasi di sektor industri hilir
karet dengan penyediaan informasi disertai proses dan prosedur investasi yang jelas dan
terukur.
22. Konektivitas (infrastruktur)
Untuk dapat mendukung strategi umum pengembangan karet
tersebut, ada beberapa infrastruktur dasar yang harus dibenahi,
yaitu:
1. Pengembangan kapasitas pelabuhan untuk mendukung
industri karet, baik hulu maupun hilir dengan membuat waktu
tunggu di pelabuhan yang lebih efisien. Hasil produksi karet
membutuhkan pelabuhan sebagai pintu gerbang ekspor
maupun konsumsi dalam negeri;
2. Penambahan kapasitas listrik yang saat ini masih dirasakan
kurang memadai untuk mendukung industri karet di
Sumatera;
3. Pengembangan jaringan logistik darat antara lokasi
perkebunan, sentra pengolahan dan akses ke pelabuhan.
23. SDM dan IPTEK
Pengembangan kegiatan ekonomi utama karet
memerlukan dukungan kebijakan terkait SDM
dan IPTEK pengembangan yang antara lain:
1. Membentuk badan karet yang dapat berguna
sebagai pusat riset dan dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas produk bahan olah karet
sehingga terjadi efisiensi pengolahan karet
selanjutnya dari para pedagang dan perantara;
2. Peningkatan SDM melalui pendidikan terkait
penelitian pengembangan karet.
25. MODEL SISTEM INOVASI KOMODITAS KELAPA SAWIT
Pekebun
Tax Insentif BUMN, Swasta, (Plasma)
FDI, Koperasi
(Inti)
Investasi
Investasi
Investasi
Pemerintah
Rp Rp Rp
Unit Pengolahan & Pasar
Pembibitan Budidaya Pemasaran (Int) DN/LN
Manajemen
Teknologi &
Teknologi &
Manajemen
Teknologi &
Manajemen
Lembaga IPTEK
& PT
Insentif Riset (Swasta, BUMN)
30. Regulasi dan Kebijakan
Beberapa langkah terkait regulasi dan kebijakan, yaitu:
1. Meningkatkan jumlah dan kemampuan industri galangan kapal nasional dalam pembangunan
kapal sampai dengan kapasitas 50.000 DWT (Dead Weight Tonnage);
2. Membangun galangan kapal nasional yang memiliki fasilitas produksi berupa building
berth/graving dock yang mampu membangun/ mereparasi kapal sampai dengan kapasitas
300.000 DWT;
3. Memberikan prioritas bagi pembuatan dan perbaikan di dalam negeri untuk kapal-kapal di
bawah 50.000 DWT;
4. Memprioritaskan pembuatan kapal penunjang eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas yang
sudah mampu dibuat di dalam negeri, kecuali untuk jenis kapal tipe C;
5. Menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari hulu hingga hilir di industri perkapalan dalam
rangka memangkas ongkos produksi sekitar 10 persen
6. Menetapkan tingkat suku bunga dan kolateral yang wajar untuk pinjaman dari bank komersial
serta pemberian pinjaman lunak dari ODA (Official Development Assitance) /JBIC (Japan Bank
for International Cooperation) dengan skema penerusan pinjaman (Two Step Loan) melalui
Public Ship Financing Program (PSFP) yang difasilitasi oleh pemerintah;
7. Menetapkan tingkat suku bunga dan kolateral yang wajar untuk pinjaman dari bank komersial
serta pemberian pinjaman lunak dari ODA (Official Development Assitance) /JBIC (Japan Bank
for International Cooperation) dengan skema penerusan pinjaman (Two Step Loan) melalui
Public Ship Financing Program (PSFP) yang difasilitasi oleh pemerintah;
31. SDM dan IPTEK
Disamping regulasi dan kebijakan, hal lain terkait
pengembangan SDM dan IPTEK juga perlu
dilakukan, yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan SDM perkapalan dalam
membuat desain kapal melalui pembangunan
sekolah khusus di bidang perkapalan;
2. Meningkatkan fasilitas yang dimiliki oleh
laboratorium uji perkapalan agar sesuai dengan
standar International Maritime Organization (IMO)
Editor's Notes
terdiridari 11 PusatKegiatanEkonomiUtama (PKEU) yaitudiPangkal Pinang; Padang, Bandar Lampung; Bengkulu; Serang; Banda Aceh; Medan; Pekanbaru; Jambi; Palembang danTanjungpinang. Fokuskegiatanekonomiutamapada lima komoditas - KelapaSawit, Karet; Batu Bara; IndustriPerkapalandanBesi Baja - sertasatukawasan, yaituKawasanStrategisNasional (KSN), SelatSunda