1. Strategi dan Manajemen Risiko Penagihan Pajak
Nama : Shafira Hany Maris
Nomor Absen : 24
Dalam rangka Tindakan Penagihan Aktif yang efektif dan efisien, peran dan kontribusi
Jurusita Pajak Negara (JSPN) yang optimal sangat diharapkan demi tercapainya Target
Pencairan Piutang Pajak di Seksi Penagihan. Sering kali JSPN dipandang sebelah mata karena
tugasnya hanyalah menagih piutang pajak dari wajib pajak. Padahal tentu tidak ada pekerjaan
tanpa risiko dan kendala yang dihadapi. Semua pekerjaan memiliki halang rintang dan
tantangannya sendiri. Sehingga dalam Tindakan Penagihan Aktif, dibutuhkan strategi dalam
pelaksanaannya sesuai dengan Surat Edaran nomor SE-29/PJ/2012 tentang Kebijakan
Penagihan Pajak Direktur Jenderal Pajak, bahwa dalam rangka optimalisasi pelaksanaan
tindakan penagihan aktif dan manajemen administrasi piutang pajak sebagai upaya peningkatan
kinerja dan pencapaian target pencairan piutang pajak tahun 2012, diperlukan perencanaan
penagihan yang terstruktur, tindakan penagihan yang professional sesuai ketentuan perpajakan
yang berlaku, dan pengwasan serta evaluasi penagihan yang intensif, melalui penerapan prioritas
dan strategi tertentu yang didukung oleh manajemen administrasi penagihan yang andal.
Sehingga ketika saya diangkat sebagai Jurusita Pajak Negara, berikut adalah strategi
yang akan saya jalankan.
1. Membuat daftar nominatif 100 Besar Penunggak Pajak dan membagi 100 Besar
Penunggak Pajak ke dalam beberapa kategori sesuai dengan kualitas piutangnya mulai
dari macet-diragukan-kurang lancar-lancar. Hal ini dilakukan untuk membuat skala
prioritas atas wajib pajak yang harus dilakukan Tindakan Penagihan terlebih dahulu;
2. Melakukan profiling wajib pajak dari daftar nominatif tersebut. Profiling dapat dilakukan
dengan pencarian data melalui pihak internal maupun eksternal. Informasi dan data yang
akurat akan membantu kelancaran tindakan penagihan aktif yang efektif dan efisien. Dari
pihak internal kita dapat mengumpulkan informasi dan data melalui SPT Tahunan wajib
pajak, berkoordinasi dengan Account Representative dari wajib pajak itu sendiri,
PemeriksaPajak yang mengelurkan produk hukum berupa SKP,dan melalui aplikasi yang
sudah disediakan oleh DJP seperti SIDJP, Appportal, SIDJP Nine Penagihan, Approweb,
dan lainnya terkait Pendapatan / Pengeluaran, Aset / Kewajiban, Lingkungan, Gaya hidup,
Keberadaan / Tempat Tinggal / Kedudukan. Kemudian dari pihak eksternal informasi dan
data diperoleh melalui kerjasama dengan pihak ketiga seperti Bapenda dan BPN. Selain
itu, dalam pencairan data, JSPN diharapkan menguasai skill elisitasi yang baik;
2. 3. Melakukan pendekatan personal kepada wajib pajak. Dalam hal menagih utang pajak,
tentu akan ditemui beragam jenis wajib pajak mulai dari yang kooperatif dan memiliki
kemampuan membayar, kooperatif dan tidak memiliki kemampuan membayar, tidak
kooperatif namun memiliki kemampuan membayar, tidak kooperatif dan tidak memiliki
kemampuan membayar, wajib pajak Public Figure, serta wajib pajak yang terindikasi
dilikuidasi/dipailitkan. Sehingga, pendekatan personal yang persuasif sangat ditekankan
bagi JSPN untuk menentukan tindakan penagihan selanjutnya.
A. Wajib Pajak Kooperatif dan memiliki kemampuan membayar utang pajak tentu akan
memudahkan jalannya tindakan penagihan aktif. Sehingga, biasanya wajib pajak
hanya memerlukan konfirmasi terkait utang pajak yang dimiliki. Setelah dijelaskan
terkait SKP/STP yang menjadi dasar tunggakannya, wajib pajak akan langsung
membayar dan meminta dibuatkan billing pembayaran pajaknya.
B. Wajib Pajak Kooperatif namun tidak memiliki kemampuan membayar utang pajak bisa
diberikan fasilitas berupa Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi sesuai Pasal 36 Undang-Undang KUP dan apabila permohonan
tersebut tidak disetuji/ditolak, langkah terakhir adalah tetap melanjutkan tindakan
penagihan aktif hingga sita dan menuliskan pada Berita Acara Pelaksanaan Sita
bahwa wajib pajak tidak memiliki kemampuan membayar. Di samping itu, diusulkan
untuk penghapusan piutang apabila atas piutang tersebut sudah daluwarsa. (Pasal
24 Undang-Undang KUP, Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan nomor
68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan PIutang Pajak dan Penetapan
Besarnya Penghapusan, dan SE-13/PJ/2013 tentang Tata Cara Pengusulan dan
Tindak Lanjut Penghapusan Piutang Pajak). Selain itu, wajib pajak bisa melakukan
pengangsuran/penundaan pembayaran utang pajak secara resmi sesuai (Peraturan
Menteri Keuangan nomor 18/PMK.03/2021) ataupun mengangsur di bawah tangan
dengan komitmen kepada JSPN dan Kepala Seksi Penagihan. Namun, apabila wajib
pajak nya adalah wanprestasi,maka dapat digolongkan ke wajib pajak tidak kooperatif
dan dapat dilakukan tindakan penagihan aktif lainnya.
Ada kalanya terjadi pada wajib pajak Badan di mana aset tidak ditemukan dan utang
pajak belum dilunasi. Dalam hal tersebut, JSPN bisa melakukan tindakan penagihan
aktif secara optimal pada Penanggung Pajak (PP). (Pasal 1 ayat (28) UU KUP, Pasal
32 ayat (1-2) UU KUP, dan Pasal 76 ayat 1-3 Peraturan Menteri Keuangan nomor
189/PMK.03/2020, SE-29/PJ/2012). Daftar PP dapat dilihat pada akta pendirian yang
3. ada pada AHU Online melalui Appportal. Dan ada kalanya, ketika wajib pajak badan
mengalami likuidasi/kepailitan dan dipastikan harta wajib pajak tidak cukup untuk
melunasi utang pajaknya, langkah yang diambil JSPN pertama kali adalah melakukan
pemblokiran AHU terlebih dahulu agar PP tidak mengubah susunan kepengurusan.
Namun, apabila PP telah mengubahnya. JSPN bisa tetap mengejar PP lama ketika
PP baru yang ada pada akta pendirian baru sudah tidak bisa dilakukan tindakan
penagihan pajak aktif.
C. Wajib Pajak Tidak kooperatif dan memiliki kemampuan membayar utang pajak dapat
diatasi dengan skill komunikasi JSPN yang mumpuni dan persuasif. Dan pada saat
penyamapain Surat Paksa diusahakan dilakukan lebih dari 2 orang, sehingga JSPN
tidak sendiri. Hal ini dilakukan agar selagi JSPN membacakanSurat Paksa, satu orang
lainnya dapat melakukan elisitasi (kepada penduduk sekitar, perangkat kelurahan
atau setingkat) dan scanning aset sita yang ada di lokasi wajib pajak berada. Dan
apabila komunikasi tersebut tidak lancar dan komunikasi antar wajib pajak dan JSPN
alot, maka JSPN dapat menemui Kepolisian di lingkungan kerjanya untuk
menjelaskan bahwa JSPN adakalanya akan meminta pendampingan saat melakukan
penyitaan terhadap wajib pajak. (Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang PPSP).
Selain itu, JSPN dapat melakukan pemblokiran rekening terhadap harta kekayaan
wajib pajak yang tersimpan pada bank sebelum melakukan penyitaan barang, di mana
penyitaan barang memerlukan proses yang lumayan panjang karena harus
memastikanbahwa asetsita merupakan kepemilikan wajib pajak itu sendiri. Sehingga,
pemblokiran rekening menjadi satu tindakan penagihan aktif yang digemari oleh
JSPN. (Peraturan Direktorat Jenderal Pajak nomor PER-24/PJ/2014 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung
Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa). Informasi bank di mana rekening wajib pajak berada dapat diperoleh dari
Detail Pembayaran yang ada pada sistem dan dipilih dari pembayaran dengan
nominal paling besar. Selain itu, apabila saldo rekening tersebut masih tidak
mencukupi, JSPN bisa melakukan pemblokiran rekening tebar jarring.
4. Membuat rencana kerja penagihan yang akan dilakukan selama setahun dengan
membagi timeline menjadi triwulan I, triwulan II, triwulan III, dan triwulan IV guna
mengurutkan skala prioritas tindakan penagihan yang harus dilakukan terlebih dahulu.
4. 5. Melakukan tindakan penagihan pajak aktif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
PPSP Nomor 19 tahun 2000. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua langkah
dan tindakan penagihan pajak oleh JSPN sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
agar tidak terjadi Gugatan oleh wajib pajak ke depannya.