SlideShare a Scribd company logo
1 of 47
GANGGUAN SALURAN NAPAS AKIBAT
OBSTRUKSI
dr. Rasdiana
OBSTRUKSI SALURAN NAPAS ATAS
Kongenital : atresia koana,stenosis
supraglotis,glottis dan infraglotis, kista duktus
tireoglosus, kista bronkiegen yang besar ,laringokel
yang besar.
 Radang : laringotrakeitis, epiglotitis, hipertrofi
adenotonsiler, angina ludwig, abses parafaring atau
retrofaring

Traumatik :ingesti kaustik, patah tulang wajah atau
mandibula,cedera laringotrakeal,intubasi lama:
udem/stenosis, dislokasi krikoaritenoid, paralysis n.
laringeus rekurens bilateral
 Tumor : hemangioma, higroma kistik, papiloma
laring rekuren, limfoma, tumor ganas tiroid,
karsinoma sel skuamosa laring, faring atau
oesofagus
 Lain-lain :benda asing ,udem angioneurotik

KONGENGITAL
Atresia koanae :
Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di
satu atau dua sisi, akibat kegagalan absorpsi
membran bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa
membranatau tulang. Gejalanya ialah kesulitan
bernapas dan keluar sekret hidung terusmenerus.
Diagnosis mudah dibuat dengan timbulnya sianosis
pada waktu diam yangmenghilang pada waktu
menangis, dan melihat sumbatan di belakang
rongga hidung.
Pengobatan dengan pembedahan


SELAPUT (WEB) GLOTIS DAN STENOSIS
GLOTIS






Pita suara terbentuk dari membran horizontal primordial
yang terbelah padagaris tengah. Kegagalan pemisahan
mengakibatkan berbagai derajat stenosis glotis,mulai
dari selaput pada komisura anterior sampai atresia total
glotis. Biasanya ditandai suara parau sedangkan pada
bayi menifestasinya berupa suara serak dan menangis
tidak keras. Derajat sesak dan disfonia tergantung dari
luasnya kelainan.
Pengobatan sementara pada bayi atau anak dengan
businasi. Diperlukan tindakan bedah untuk memisahkan
pita suara melalui tirotomi.
Obstruksi di subglotis jarang ditemukan, yaitu berupa
penyempitan jalan napas setinggi rawan krikoid.
TRAUMA


Menelan bahan kaustik
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan
hidroklorit, atau basa kuatseperti soda kaustik,
potasium kaustik dan ammonium bila tertelan
dapamengakibatkan terbakarnya mukosa saluran
cerna.


Trauma trakea
Trauma tajam atau tumpul pada leher dapat mengenai
trakea. Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau
tanda tetapi dapat juga mengakibatkan kelainan
hebat berupa sesak napas, karena penekanan jalan
napas atau aspirasi darah atau emfisema kutis bila
trakea robek.
Trauma tumpul trakea jarang memerlukan tindakan
bedah. Penderita diobservasi bila terjadi obstruksi jalan
napas dikerjakan trakeotomi.
Pada trauma tajam yang menyebabkan robekan trakea
segera dilakukan trakeotomi di distal robekan.
Kemudian robekan trakea dijahit kembali.


Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat
menimbulkan udem laring dan trakea. Keadaan ini
baru diketahui bila pipa dicabut karena suara
penderita terdengar
parau dan ada kesulitan
menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa
derajat
obstruksi
pernapasan.
Pengobatan
dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila
obstruksi napas terlalu hebat maka dilakukan
trakeotomi.


Dislokasi krikoaritenoid
Trauma pada laring dapat menyebabkan dislokasi
persendian krikoaritenoid yang mengakibatkan
suara parau disertai obstruksi jalan napas bagian
atas. Pada pemeriksaan roentgen leher tampak
dislokasi struktur laring, penyempitan jalan napas,
dan udem jaringan lunak.
Penanganannya berupa trakeotomi, kemudian
dislokasi direposisi secara terbuka dan dipasang
bidai dalam. Kelambatan penanganan dislokasi
krikoaritenoid dapat mengakibatkan stenosis laring


Paralisis korda vokalis bilateral
Kedua pita suara tidak dapat bergerak sedangkan
posisinya paramedian dan cenderung bertaut satu
sama lain waktu inspirasi. Penderita mengalami
sesak napas hebat yang mungkin memerlukan
intubasi dan atau trakeotomi.
TUMOR


Papiloma laring rekuren (papilomatosis laring infantil)
Tumor epithelial papiler yang multipel pada laring ini
disebabkan oleh papovavirus yang banyak didapatkan
di lembah sungai Missisipi (AS).
Penderitanya sering mempunyai veruka kulit yang
mengandung
virus.
Biasanya
kelainan
sudah
mulai pada usia dua tahun. Jika si ibu mempunyai
veruka vagina maka kelainan ini dapat terjadi pada bayi
usia enam bulan.
Gejala khas berupa disfonia dan sesak napas yang
bertambah hebat sampaiterjadi sumbatan total jalan
napas.
Neoplasma tiroid
Karsinoma tiroid dapat berinvasi ke laring dan
mempengaruhi jalan napas. Adanya invasi ini harus
dicurigai bila tumor tiroid tidak dapat digerakkan
dari dasarnya, disertai suara parau dan gangguan
napas.
Pada pemeriksaan photo roentgen leher terlihat
distorsi laring atau bayangan suatu massa yang
menonjol ke lumen laring dan trakea.
Tumor ini harus dieksisi dengan laringektomi.

LAIN-LAIN


Udem angioneurotik
Udem angiopneurotik mukosa laring adalah salah
satu penyebab obstruksi laring yang disebabkan
oleh alergi.
Gejala berupa suara parau yang progresif setelah
kontak dengan menghirup atau menelan alergen
tanpa tanda infeksi.
Kadang
diperlukan
trakeotomi
untuk
menyelamatkan jiwa
BEBERAPA PEMERIKSAAN PENUNJANG
YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK
MENGETAHUI LETAK SUMBATAN
Laringoskop
 Nasoendoskopi
 X-ray
 Foto polos sinus paranasal
 CT- Scan kepala & leher
 Biopsi

TRAKEOSTOMI


Trakeostomi adalah suatu tindakan bedah dengan
mengiris atau membuat lubang sehingga terjadi
hubungan langsung lumen trakea dengan dunia
luar untuk mengatasi gangguan pernapasan bagian
atas.


Indikasi trakeostomi adalah:
1.Mengatasi obstruksi laring.
2.Mengurangi ruang rugi (dead air space) di
saluran
pernapasan atas.
3.Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus.
4.Untuk memasang alat bantu pernapasan
(respirator)
5.Untuk mengambil benda asing di subglotik,
apabila
tidak mempunyai fasilitas bronkoskopi
PPOK
Keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas
yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses
inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya yang dapat memberikan gambaran
gangguan sistemik
ETIOLOGI
Merokok
 Hiperresponsif sal.pernapasan
 Infeksi sal.pernapasan
 Asap pembakaran
 Partikel gas berbahaya

GEJALA KLINIS
sesak napas progressif, memburuk dengan
aktivitas, persisten.
 batuk kronik,
 produksi sputum kronik,



1.

2.

3.

4.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK
dibagi atas 4 derajat:
PPOK Ringan: biasanya tanpa gejala, faal
paru VEP1/KVP < 70%
PPOK Sedang: VEP1/KVP < 70%, atau 50%
=< VEP1 < 80% prediksi
PPOK Berat: VEP1/KVP < 70%, atau
30%=<VEP1<50% prediksi
PPOK Sangat Berat: VEP1/KVP < 70% atau
VEP1<30% atau VEP1<50% disertai gagal napas
kronik
TERAPI










Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel
berbahaya
Menghindari faktor pencetus
Vaksinasi Influenza
Rehabilitasi paru
Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan
bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja
singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (LABA,
antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik.
Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan
derajat PPOK.
Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi
oksigen
Reduksi volume paru secara pembedahan (LVRS) atau
endoskopi (transbronkial) (BLVR)
ASMA BRONKHIAL


penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri
saluran pernapasan tersebut akan bersifat
hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau
hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap
bermacam-macam rangsangan, yang ditandai
dengan
timbulnya
penyempitan
saluran
pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat
berubah derajat penyempitannya menjadi normal
kembali secara spontan dengan atau tanpa
pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan
yang berakibat timbulnya sesak napas adalah
gabungan dari keadaan berikut:
 Kejang/berkerutnya
otot polos dari saluran
pernapasan
 Sembab/pembengkakan selaput lendir
 Proses keradangan
 Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan
dalam rongga saluran pernapasan
GEJALA KLINIS
Sesak napas
 Batuk  Lendir
 Mengi (wheezing)
 Gejala yang berat dapat berupa napas sangat
sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga
sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat
banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan
berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha
bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas
daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi,
bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul
komplikasi yang serius.

JENIS ASMA
a)

Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling
umum, dan disebabkan karena reaksi alergi
penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen),
yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini
adalah “kelemahan keturunan”. Setiap orang dari
lahir memiliki sistem imunitas alami yang
melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar.
Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
b)

Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari alergen. Asma jenis ini
disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi
lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu
tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan
dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat
kesehatan paru-paru yang kurang baik.
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi
berdasarkan frekuensi kemunculan gejala
(Hadibroto & Alam, 2006).
1.
Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau
munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan
gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam
sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal
(fungsi) paru masih baik.
2.
Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1
kali dalam seminggu dan serangannya sampai
mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma
malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini
membuat faal paru realatif menurun.

3.

Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap
hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas,
serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru
menurun.
4.
Persisten berat, gejala asma terjadi terusmenerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma
malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal
paru sangat menurun.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a)
Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi
yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari
edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok
sel-sel epitel dari perlekatannya.
(2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas
Darah/AGD/astrub)
(a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan
tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
atau asidosis.
(b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari
SGOT dan LDH.
(c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang
di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
(3) Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus
dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma
intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(1) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya
normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.
(2) Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi
yang positif pada asma.
(3) Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat
dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
(4) Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk
menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya
obstruksi dan efek pengobatan.
(8) Petanda Inflamasi
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan
hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl
Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan
derajat berat asma.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy,
Asthma & Immunology) penggolongan obat asma
(Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a)
Obat-obat anti peradangan (preventer)
b)
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam
nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate)
dan teofilin (theophylline).
c)

Obat-obat
pelega
gejala
asma
(reliever/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline
[Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®], dan
salmeterol
[Serevent®]
secara
cepat
mengembalikan saluran napas yang menyempit
yang terjadi selama serangan asma ke kondisi
semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia
dalam bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.
EMFISEMA


Emfisema Paru adalah penyakit Paru Obstruktif
Kronik. Emfisema adalah penyakit yang gejala
utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran
napas,
karena
kantung
udara
di
paru
menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas.
ETIOLOGI
• Bronkhitis Kronis yang berkaitan dengan
merokok
• Mengisap asap rokok/debu
• Pengaruh usia
GEJALA
Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis
Kronis
 Napas terengah-engah disertai dengan suara
seperti peluit
 Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak
menonjol, penderita sampai membungkuk
 Bibir tampak kebiruan
 Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
 Batuk menahun

TATA LAKSANA
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal
yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan
baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.
Penyuluhan dan usaha yang optimal harus
dilakukan
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan
penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik,
terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan
zat- zat polutan yang berbahaya terhadap saluran
nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah
eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan
infeksi
pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang
masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:

a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 1015mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah
tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil
mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba
pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning
pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan
amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan
rehabilitasi
adalah
meningkatkan
kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi
kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan
vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan
berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan
memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi
latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia
yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan.
Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari
akan mempunyai hasil lebih baik dari pada
pemberian 12 jam/hari.
1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arter
Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang
terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan
penambahan corakan kedistal.
b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal,
emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2.
Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi
menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis Gas Darah Ventilasi, yang hampir adekuat masih sering
dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2
rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG
THANK YOU

More Related Content

What's hot

Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxAditAditya19
 
206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1homeworkping7
 
Kanker paru paru
Kanker paru paruKanker paru paru
Kanker paru paruNY O
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialisfikri asyura
 
Penyakit pernafasan (Asma)
Penyakit pernafasan (Asma)Penyakit pernafasan (Asma)
Penyakit pernafasan (Asma)Hasbullah Marwan
 
Jantung dan Sistem Sirkulasi Darah
Jantung dan Sistem Sirkulasi DarahJantung dan Sistem Sirkulasi Darah
Jantung dan Sistem Sirkulasi DarahDokter Tekno
 
Anatomi fisiologi faring dan esofagus
Anatomi fisiologi faring dan esofagusAnatomi fisiologi faring dan esofagus
Anatomi fisiologi faring dan esofagusReper Lopers
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitaldr. Bobby Ahmad
 
Modul Luka/trauma
Modul Luka/traumaModul Luka/trauma
Modul Luka/traumaAulia Amani
 
Mata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok ForensikMata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok Forensikdacilganteng
 
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasienDialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasienzulindarisma
 
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiUsqi Krizdiana
 
Patofisiologi batuk
Patofisiologi batukPatofisiologi batuk
Patofisiologi batukAmi Febriza
 
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahitDafid Rozi
 

What's hot (20)

Fisiologi hidung
Fisiologi hidungFisiologi hidung
Fisiologi hidung
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
 
206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1
 
Kanker paru paru
Kanker paru paruKanker paru paru
Kanker paru paru
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
ANATOMI SISTEM RESPIRASI
ANATOMI SISTEM RESPIRASIANATOMI SISTEM RESPIRASI
ANATOMI SISTEM RESPIRASI
 
Penyakit pernafasan (Asma)
Penyakit pernafasan (Asma)Penyakit pernafasan (Asma)
Penyakit pernafasan (Asma)
 
Hematothorak
HematothorakHematothorak
Hematothorak
 
Lp ameloblastoma
Lp ameloblastomaLp ameloblastoma
Lp ameloblastoma
 
Jantung dan Sistem Sirkulasi Darah
Jantung dan Sistem Sirkulasi DarahJantung dan Sistem Sirkulasi Darah
Jantung dan Sistem Sirkulasi Darah
 
Anatomi fisiologi faring dan esofagus
Anatomi fisiologi faring dan esofagusAnatomi fisiologi faring dan esofagus
Anatomi fisiologi faring dan esofagus
 
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenitalAnatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
Anatomi hepar, lien, pankreas, vaskularisasi abdomen dan kelainan kongenital
 
Modul Luka/trauma
Modul Luka/traumaModul Luka/trauma
Modul Luka/trauma
 
Mata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok ForensikMata Kuliah Blok Forensik
Mata Kuliah Blok Forensik
 
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasienDialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
Dialog komunikasi terapeutik perawat danpasien
 
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi
 
Patofisiologi batuk
Patofisiologi batukPatofisiologi batuk
Patofisiologi batuk
 
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
222312121 cara-menjahit-luka-jenis-benang-dan-jarum-jahit
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
 

Similar to OBSTRUKSI SALURAN NAPAS (39

Similar to OBSTRUKSI SALURAN NAPAS (39 (20)

Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
 
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan FisioterapiSinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
 
178664185 intubasi-pdf
178664185 intubasi-pdf178664185 intubasi-pdf
178664185 intubasi-pdf
 
Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
 
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxAsuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
 
ABSES LEHER DALAM - Bimbingan.pptx
ABSES LEHER DALAM - Bimbingan.pptxABSES LEHER DALAM - Bimbingan.pptx
ABSES LEHER DALAM - Bimbingan.pptx
 
Acute and chronic rhinitis.pptx
Acute and chronic rhinitis.pptxAcute and chronic rhinitis.pptx
Acute and chronic rhinitis.pptx
 
Askep e salio
Askep e salio Askep e salio
Askep e salio
 
Patologi sistem respiratorik dan kardiovaskular
Patologi sistem respiratorik dan kardiovaskularPatologi sistem respiratorik dan kardiovaskular
Patologi sistem respiratorik dan kardiovaskular
 
Lp sinusitis
Lp sinusitisLp sinusitis
Lp sinusitis
 
Abses_leher_dalam.pptx
Abses_leher_dalam.pptxAbses_leher_dalam.pptx
Abses_leher_dalam.pptx
 
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
IPE Pancaindra otalgia (skenario 3)
 
Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 
Kelainan pada pernafasan
Kelainan pada pernafasanKelainan pada pernafasan
Kelainan pada pernafasan
 
Pneumonia 131028101758-phpapp01
Pneumonia 131028101758-phpapp01Pneumonia 131028101758-phpapp01
Pneumonia 131028101758-phpapp01
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Bu ririn
Bu ririnBu ririn
Bu ririn
 
Benda asing saluran nafas bawah
Benda asing saluran nafas bawahBenda asing saluran nafas bawah
Benda asing saluran nafas bawah
 
Kelainan & penyakit sistem pernapasan
Kelainan & penyakit sistem pernapasanKelainan & penyakit sistem pernapasan
Kelainan & penyakit sistem pernapasan
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

OBSTRUKSI SALURAN NAPAS (39

  • 1. GANGGUAN SALURAN NAPAS AKIBAT OBSTRUKSI dr. Rasdiana
  • 2. OBSTRUKSI SALURAN NAPAS ATAS Kongenital : atresia koana,stenosis supraglotis,glottis dan infraglotis, kista duktus tireoglosus, kista bronkiegen yang besar ,laringokel yang besar.  Radang : laringotrakeitis, epiglotitis, hipertrofi adenotonsiler, angina ludwig, abses parafaring atau retrofaring 
  • 3. Traumatik :ingesti kaustik, patah tulang wajah atau mandibula,cedera laringotrakeal,intubasi lama: udem/stenosis, dislokasi krikoaritenoid, paralysis n. laringeus rekurens bilateral  Tumor : hemangioma, higroma kistik, papiloma laring rekuren, limfoma, tumor ganas tiroid, karsinoma sel skuamosa laring, faring atau oesofagus  Lain-lain :benda asing ,udem angioneurotik 
  • 4. KONGENGITAL Atresia koanae : Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu atau dua sisi, akibat kegagalan absorpsi membran bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa membranatau tulang. Gejalanya ialah kesulitan bernapas dan keluar sekret hidung terusmenerus. Diagnosis mudah dibuat dengan timbulnya sianosis pada waktu diam yangmenghilang pada waktu menangis, dan melihat sumbatan di belakang rongga hidung. Pengobatan dengan pembedahan 
  • 5. SELAPUT (WEB) GLOTIS DAN STENOSIS GLOTIS    Pita suara terbentuk dari membran horizontal primordial yang terbelah padagaris tengah. Kegagalan pemisahan mengakibatkan berbagai derajat stenosis glotis,mulai dari selaput pada komisura anterior sampai atresia total glotis. Biasanya ditandai suara parau sedangkan pada bayi menifestasinya berupa suara serak dan menangis tidak keras. Derajat sesak dan disfonia tergantung dari luasnya kelainan. Pengobatan sementara pada bayi atau anak dengan businasi. Diperlukan tindakan bedah untuk memisahkan pita suara melalui tirotomi. Obstruksi di subglotis jarang ditemukan, yaitu berupa penyempitan jalan napas setinggi rawan krikoid.
  • 6. TRAUMA  Menelan bahan kaustik Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorit, atau basa kuatseperti soda kaustik, potasium kaustik dan ammonium bila tertelan dapamengakibatkan terbakarnya mukosa saluran cerna.
  • 7.  Trauma trakea Trauma tajam atau tumpul pada leher dapat mengenai trakea. Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda tetapi dapat juga mengakibatkan kelainan hebat berupa sesak napas, karena penekanan jalan napas atau aspirasi darah atau emfisema kutis bila trakea robek. Trauma tumpul trakea jarang memerlukan tindakan bedah. Penderita diobservasi bila terjadi obstruksi jalan napas dikerjakan trakeotomi. Pada trauma tajam yang menyebabkan robekan trakea segera dilakukan trakeotomi di distal robekan. Kemudian robekan trakea dijahit kembali.
  • 8.  Trauma intubasi Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dan trakea. Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar parau dan ada kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat obstruksi pernapasan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila obstruksi napas terlalu hebat maka dilakukan trakeotomi.
  • 9.  Dislokasi krikoaritenoid Trauma pada laring dapat menyebabkan dislokasi persendian krikoaritenoid yang mengakibatkan suara parau disertai obstruksi jalan napas bagian atas. Pada pemeriksaan roentgen leher tampak dislokasi struktur laring, penyempitan jalan napas, dan udem jaringan lunak. Penanganannya berupa trakeotomi, kemudian dislokasi direposisi secara terbuka dan dipasang bidai dalam. Kelambatan penanganan dislokasi krikoaritenoid dapat mengakibatkan stenosis laring
  • 10.  Paralisis korda vokalis bilateral Kedua pita suara tidak dapat bergerak sedangkan posisinya paramedian dan cenderung bertaut satu sama lain waktu inspirasi. Penderita mengalami sesak napas hebat yang mungkin memerlukan intubasi dan atau trakeotomi.
  • 11. TUMOR  Papiloma laring rekuren (papilomatosis laring infantil) Tumor epithelial papiler yang multipel pada laring ini disebabkan oleh papovavirus yang banyak didapatkan di lembah sungai Missisipi (AS). Penderitanya sering mempunyai veruka kulit yang mengandung virus. Biasanya kelainan sudah mulai pada usia dua tahun. Jika si ibu mempunyai veruka vagina maka kelainan ini dapat terjadi pada bayi usia enam bulan. Gejala khas berupa disfonia dan sesak napas yang bertambah hebat sampaiterjadi sumbatan total jalan napas.
  • 12. Neoplasma tiroid Karsinoma tiroid dapat berinvasi ke laring dan mempengaruhi jalan napas. Adanya invasi ini harus dicurigai bila tumor tiroid tidak dapat digerakkan dari dasarnya, disertai suara parau dan gangguan napas. Pada pemeriksaan photo roentgen leher terlihat distorsi laring atau bayangan suatu massa yang menonjol ke lumen laring dan trakea. Tumor ini harus dieksisi dengan laringektomi. 
  • 13. LAIN-LAIN  Udem angioneurotik Udem angiopneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi laring yang disebabkan oleh alergi. Gejala berupa suara parau yang progresif setelah kontak dengan menghirup atau menelan alergen tanpa tanda infeksi. Kadang diperlukan trakeotomi untuk menyelamatkan jiwa
  • 14. BEBERAPA PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGETAHUI LETAK SUMBATAN Laringoskop  Nasoendoskopi  X-ray  Foto polos sinus paranasal  CT- Scan kepala & leher  Biopsi 
  • 15. TRAKEOSTOMI  Trakeostomi adalah suatu tindakan bedah dengan mengiris atau membuat lubang sehingga terjadi hubungan langsung lumen trakea dengan dunia luar untuk mengatasi gangguan pernapasan bagian atas.
  • 16.  Indikasi trakeostomi adalah: 1.Mengatasi obstruksi laring. 2.Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran pernapasan atas. 3.Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus. 4.Untuk memasang alat bantu pernapasan (respirator) 5.Untuk mengambil benda asing di subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas bronkoskopi
  • 17. PPOK Keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik
  • 18. ETIOLOGI Merokok  Hiperresponsif sal.pernapasan  Infeksi sal.pernapasan  Asap pembakaran  Partikel gas berbahaya 
  • 19. GEJALA KLINIS sesak napas progressif, memburuk dengan aktivitas, persisten.  batuk kronik,  produksi sputum kronik, 
  • 20.  1. 2. 3. 4. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK dibagi atas 4 derajat: PPOK Ringan: biasanya tanpa gejala, faal paru VEP1/KVP < 70% PPOK Sedang: VEP1/KVP < 70%, atau 50% =< VEP1 < 80% prediksi PPOK Berat: VEP1/KVP < 70%, atau 30%=<VEP1<50% prediksi PPOK Sangat Berat: VEP1/KVP < 70% atau VEP1<30% atau VEP1<50% disertai gagal napas kronik
  • 21. TERAPI        Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya Menghindari faktor pencetus Vaksinasi Influenza Rehabilitasi paru Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (LABA, antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat PPOK. Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen Reduksi volume paru secara pembedahan (LVRS) atau endoskopi (transbronkial) (BLVR)
  • 22. ASMA BRONKHIAL  penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan.
  • 23. Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah gabungan dari keadaan berikut:  Kejang/berkerutnya otot polos dari saluran pernapasan  Sembab/pembengkakan selaput lendir  Proses keradangan  Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan
  • 24.
  • 25. GEJALA KLINIS Sesak napas  Batuk  Lendir  Mengi (wheezing)  Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius. 
  • 26.
  • 27. JENIS ASMA a) Asma Ekstrinsik Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
  • 28. b) Asma Intrinsik Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik.
  • 29. Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala (Hadibroto & Alam, 2006). 1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik. 2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun. 
  • 30. 3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun. 4. Persisten berat, gejala asma terjadi terusmenerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.
  • 31. PEMERIKSAAN PENUNJANG a) Pemeriksaan Laboratorium (1) Pemeriksaan Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
  • 32. (2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub) (a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. (b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. (c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
  • 33. (3) Sel Eosinofil Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.
  • 34. PEMERIKSAAN PENUNJANG (1) Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. (2) Pemeriksaan Tes Kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
  • 35. (3) Scanning Paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. (4) Spirometer Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
  • 36. (8) Petanda Inflamasi Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma.
  • 37. Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut: a) Obat-obat anti peradangan (preventer) b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).
  • 38. c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator) Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®], dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.
  • 39. EMFISEMA  Emfisema Paru adalah penyakit Paru Obstruktif Kronik. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
  • 40. ETIOLOGI • Bronkhitis Kronis yang berkaitan dengan merokok • Mengisap asap rokok/debu • Pengaruh usia
  • 41. GEJALA Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis  Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit  Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk  Bibir tampak kebiruan  Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun  Batuk menahun 
  • 42. TATA LAKSANA 1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik. 2. Pencegahan a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat- zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas. c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
  • 43. 3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan: a. Pemberian Bronkodilator, Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 1015mg/L. Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama. b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan. c. Mengurangi sekresi mukus Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
  • 44. 4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk : a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas. b. Memperbaiki efisiensi ventilasi. c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
  • 45. 5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
  • 46. 1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu: a. Gambaran defisiensi arter Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal. b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat. 2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang. 3. Analisis Gas Darah Ventilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi. 4. Pemeriksaan EKG