1. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN KRISIS
Definisi Krisis adalah :
Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam
kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme
coping individu tersebut tidak dapat mecahkan masalah
Ganggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stress atau yang
dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman
Selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa
digunakan tidak efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
Konsep krisis :
1. Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis
2. Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
3. Krisis bersifat personal
4. Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6 minggu )
5. Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akan
membaik
Faktor yang berpengaruh :
Pengalaman problem solving sebelumnya
Persepsi individu terhadap suatu masalah
Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain
Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
Waktu terakhir mengalami krisis
2. Kelompok beresiko
Sense of mastery
Resilence; factor perlindungan berupa perilaku yang berkontribusi
terhadap keberhasilan koping dengan stress lain. Faktor perlindungan
antara lain kompetensi social, ketrampilan memecahkan masalah, otonomi,
berorientasi pada tujuan, ide belajar, dukungan keluarga, dukungan social.
Resilient ( individu yang tabah/ulet ) mempunyai harga diri tinggi, berdaya
guna, mempunyai keterampilan memecahkan masalah, mempunyai kepuasan
dalam hubungan interpersonal.
Faktor resiko :
Wanita
Etnik minoritas
Kondisi social ekonomi rendah
Problematik predisaster functioning and personality
Macam krisis :
1. Krisis maturasi/krisis perkembangan
Dipicu oleh stressor normal dalam proses perkembangan
Terjadi pada masa transisi proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap
tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap tahap
perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat
menyelesaikan tugas perkembangan
Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalan rumah, menjadi
orang tua, pensiun dll
3. 2. Krisis situasional
Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang tiba-tiba dan tidak
dapat dihindari yang mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan
identitas seseorang
Cenderung mengikuti proses kehilangan, seperti kehilangan pekerjaan,
putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal, kehamilan/kelahiran yang
tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalah
depresi
Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis situasional ini berhubungan
dengan kondisi dimana seseorang sedang berjuang menyelesaikan krisis
perkembangan
3. Krisis social
Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu. Adanya situasi yang
diakibatkan kehilangan multiple dan perubahan lingkungan yang luas
Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir, perang
Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006):
1. Dispisitional crises, merupakan respon akut terhadap stressor eksternal
2. Crises of anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yang
normal yang diantisipasi secara berlebihan oleh individu saat merasa
kehilangan kendali
3. Crises resulting from traumatic stress, krisis yang dipicu oleh stressor
eksternal yang tidak diharapkan sehingga individu merasa menyerah
karena kurangnya atau bahkan tidak mempunyai control diri.
4. 4. Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasi
yang mencetuskan emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yang
tidak dapat dipecahkan
5. Crises reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia,
borderline personality
6. Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami
kerusakan yang parah terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide,
overdosis, psikosis akut, marah yang tidak terkontrol, intoksikasi alcohol,
reaksi terhadap obat-obatan halusinogenik
Tahap perkembangan krisis :
Fase 1
Individu dihadapkan pada stressor pemicu
Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang
biasa digunakan
Fase 2
Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem
solving sebelumnya
Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung
Fase 3
Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk
memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal
5. Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi
resolusi
Fase 4
Kegagalan resolusi
Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif,
emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik
INTERVENSI KRISIS
Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian
dukungan terhadap individu sehingga individu mencapai tingakat fungsi
seperti sebelum krisis, atau bahkan pada tingkat fungsi yang lebih tinggi.
Selain itu juga untuk membantu individu memecahkan masalah dan
mendapatkan kembali keseimbangan emosionalnya.
Peran intervener adalah membantu individu dalam :
1. Menganalisa situasi yang penuh stress
2. Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
3. Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
4. Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan
5. Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
6. Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidance
Intervensi dilakukan dengan pendekatan proses perawatan yaitu melalui
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko perilaku kekerasan yang diarahkan pada orang lain diri sendiri
6. Koping individu inefektif
Cemas
Gangguan proses pikir
Resiko bunuh diri
Harga diri rendah situasional
Koping keluarga inefektif
Post-trauma respons
http://perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-jiwa-pasien-
dengan.html
ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS
I. Tinjauan
Definisi
Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat
kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respons kopingnya
tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan psikologis
Jenis krisis
Krisis perkembangan terjadi sebagai respons terhadap transisi dari satu
tahap maturasi ke tahap lain dalam siklus kehidupan (misalnya., beranjak
dari manja ke dewasa).
Krisis situasional terjadi sebagai respons terhadap kejadian yang tiba-
tiba dan tidak terduga dalam kehidupan seseorang. Kejadian tersebut
biasanya berkaitan dengan pengalaman kehilangan (misalnya., kematian
orang yang dicintai).
7. Krisis adventisius terjadi sebagai respons terhadap trauma berat atau
bencana alam. Krisis ini dapat memengaruhi individu, masyarakat, bahkan
negara.
Intervensi krisis
adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, di
mana masalah yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera
diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan.
Pertimbangan Umum
1. krisis terjadi pada semua individu pada satu saat atau saat yang lain.
2. Krisis tidak selalu bersifat patologis; krisis dapat menjadi stimulus
pertumbuhan dan pembelajaran.
3. Krisis sangat terbatas dalam hal waktu dan biasanya teratasi dengan satu
atau lain cara dalam periode yang singkat (4 sampai 6 minggu).
Penyelesaian krisis dapat dikatakan berhasil bila fungsi kembali pulih atau
ditingkatkan melalui pembelajaran baru. Penyelesaian krisis dinyatakan
gagal bila fungsi tidak kembali pulih ke tingkat sebelum krisis, dan individu
mengalami penurunan tingkat fungsional.
4. Persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi dapat menentukan krisis.
Setiap individu memiliki respons yang unik terhadap masalah yang
dialaminya.
5. Faktor penyeimbang merupakan hal yang penting dalam memprediksi hasil
dari respons individu terhadap krisis. Beberapa faktor telah diidentifikasi
sebagai prediktor hasil yang baik (Aguilera, 1998).
- Persepsi terhadap kejadian pencetus bersifat realistis bukan
terdistorsi.
- Dukungan situasional (misalnya., keluarga, teman) tersedia bagi individu
8. tersebut.
- Mekanisme koping yang mengurangi ansietas.
6. Urutan perkembangan krisis
– Periode prakrisis: individu memiliki keseimbangan emosional.
– Periode krisis: individu memiliki pengalaman subjektif berupa
kekecewaan, gagal melakukan mekanisme koping yang biasa, dan mengalami
berbagai gejala.
– Periode pascakritis: resolusi krisis
Jenis krisis
Perkembangan (maturasi): Mulai sekolah, Pubertas, Lulus sekolah, Menikah,
Melahirkan anak, Anak-anak meninggalkan rumah, pensiun .
Situasional: Bercerai, Kematian, Kehilangan pekerjaan, Kegagalan akademik,
Diagnosis penyakit serius .
Adventisius: Banjir, Gempa bumi, Perang, Kejahatan dengan kekerasan,
Perkosaan, Pembunuhan, Penculikan, Tindakan teroris.
Gejala Umum Individu yang Mengalami Krisis
Gejala Fisik:
Keluhan somatik (mis., sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit)
Gangguan nafsu makan (mis., peningkatan atau penurunan berat badan yang
signifikan)
Gangguan tidur (mis., insomnia, mimpi buruk)
Gelisah; sering menangis; iritabilitas
Gejala Kognitif
Konfusi sulit berkonsentrasi
Pikiran yang kejar mengejar
Kewtidakmampuan mengambil keputusan
9. Gejala Perilaku
Disorganisasi
Impulsif ledakan kemarahan
Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa
Menarik diri dari interaksi sosial
Gejala Emosional
Ansietas; marah, merasa bersalah
Sedih; depresi
Paranoid; curiga
Putus asa; tidak berdaya
Intervensi Krisis
a. Bantuan
Bantuan untuk individu yang mengalami krisi meliputi konseling melalui telepon,
hotlines, dan konseling krisis singkat (1 sampai 6 sesi).
Bantuan untuk kelompok atau komunitas yang mengalami krisis.
- Tim bantuan krisis
Tim interdisipliner inimemberikan layanan bagi kelompok atau komunitas yang
mengalami kejadian krisis tertentu.
- Tim bantuan bencana
Tim ini memiliki rencana yang terorganisir untuk membantu segmen-segmen
besar populasi yang terkena bencana alam.
- Konseling stres akibat krisis
Bantuan ini ditujukan untuk kelompok profesional, seperti petugas rumah sakit,
polisis dan pemadam kebakaran, yang terlibat dalam situasi krisis.
b. Peran perawat
Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis da
10. bertindak sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).
Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan
keluarga berespons terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan
kematian.
Perawat di lingkunagn masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah, kantor)
memnerikan bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional
dan perkembangan.
Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi
situasi dimana krisis dapat terjadi.
- Keperawatan ibu dan anak. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti
kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran dan lahir abnormal.
- Keperawatan pediatrik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan
penyakit serius, penyakit kronis atau melemahkan, cedera traumatik, atau anak
menjelang ajal.
- Keperawatan medikal-bedah. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti
diagnosis penyakit serius, penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena
penyakit akut atau kronis, kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kematian dan
menjelang ajal.
- Keperawatan gerontologi. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti
kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan, ketergantungan, dan
penempatan di rumah perawatan.
- Keperawatan darurat. Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma
fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan kematian.
- Keperawatan psikiatri. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi
akibat penyakit jiwa, stressor kehidupan karena sakit jiwa yang serius, dan
bunuh diri.
Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu
individu mengatasi situasi krisis.
11. c. Prinsip intervensi krisis
1. Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi
sebelum krisis.
2. Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek
kesehatan dari fungsi individu.
3. Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara
sistematis (serupa dengan proses keperawatan), yang meliputi:
a. mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji: kelebihan dan
kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.
b. Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada prioritas.
c. Memberikan penanganan langsung(mis., menyediakan rumah singgah bila klien
diusir rumah, merujuk klien ke ”rumah perlindungan” bila terjadi penganiyaan
oleh suami atau istri).
d. Mengevaluasi hasil dari intervensi.
4. Hierarki Maslow. Kerangka kerja hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat
membantu menentukan prioritas intervensi.
a. Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (mis., makanan, rumah
singgah, keselamatan).
b. Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (mis.,
dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dukungan komunitas).
c. Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri (mis.,
penguatan yang positif, pencapaian tujuan).
5. Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai
fungsi beriut ini.
a. Membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme.
b. Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.
c. Memberikan anjuran dan alternatif (mis., membuat rujukan ke lembaga yang
12. tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).
d. Membantu klien memilih alternatif.
e. Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber
daya yang diperlukan klien.
Tinjauan Proses Keperawatan
Intervensi Krisis
A. Pengkajian
1. Identifikasi kejadian pencetus dam situasi krisis
2. Tentukan persepsi klien tentang krisis yang dihadapi, meliputi kebutuhan
utama yang terancam krisis, tingkat gangguan hidup, dan gejala-gejala
yang dialami klien.
3. Tentukan faktor-faktor penyeimbang yang ada, meliputi apakah klien
memiliki persepssi yang realistis terhadap krisis yang terjadi, dukungan
situasional (mis, keluarga, teman, sumber daya finansial, sumber daya
spiritual, dukungan masyarakat), dan penggunaan mekanisme koping.
4. Identifikasi kelebihan klien
Apa yang terjadi pada Anda? = Persepsi individu terhadap hal yang terjadi
(realistik atau terdistorsi)
Apa yang Anda pikir dan rasakan? = Gejala kognitif atau emosional atas
apa yang terjadi.
Apakah Anda mengalami gejala fisik atau perubahan prilaku Anda yang
biasanya? = Gejala fisik, prilaku
13. Apakah Anda sudah pernah mengalami hal yang serupa dengan kejadian ini
dalam hidup Anda? Kalau ya, bagaimana Anda melakukan koping pada saat
itu ? = Pengalaman di masa lalu tentang krisis dan koping yang digunakan
Menurut Anda apa yang menjadi kelebihan pribadi Anda? = Pengakuan
individu atas kelebihannya
Siapa yang Anda rasa sangat banyak membantu atau mendukung Anda? =
Sistem pendukung dalam hidup Anda
Apa yang telah Anda coba selama ini untuk mengatasi krisis tersebut ? =
Penggunaan tindakan koping dalam situasi saat ini.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Analisis
a. Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian pencetusnya.
b. Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan pribadi, sosial
dan lingkungan klien.
c. Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti keluarga klien,
jaringan kerja sosial, dan masyarakat.
2. Diagnosis Keperawatan.
Tentukan diagnosa keperawatan spesifik untuk klien, keluarga, masyarakart, atau
gabungan dari itu, termasuk, namun tidak terbatas pada yang berikut ini :
a. Gangguan citra tubuh
b. Ketegangan peran pemberi asuhan
c. Koping komunitas tidak efektif
d. Koping individu tidak efektif
e. Penyangkalan tidak efektif
f. Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan
g. Disfungsi berduka
14. h. Respon pasca trauma
i. Ketidakberdayaan
j. Sindrom trauma perkosaan
k. Perubahan kinerja peran
l. Distres spiritual
m. Resiko kekerasan pada diri sendiria/orang lain
C. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1. Bantu klien,keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam menetapkan
tujuan jangka pendek yang realistis untuk pemulihan seperti sebelum krisis.
2. Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, kelurga, masyarakat, atau
gabungan dari itu. Individu yang mengalami krisis akan :
a. Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
b. Mendiskusikan pilihan –pilihan yang ada untuk mengatasinya.
c. Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan bantuan
d. Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis
e. Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis.
f. Menjaga keselamatan bila situasi memburuk
D. Implementasi
1. Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan respon
empati.
2. Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu kien
mengutarakan pikiran dan perasaannya.
3. Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.
4. Gunakan pendekatan pemecahan masalah.
5. Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau bunuh
diri.
15. a. Kenali tanda-tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri sendiri.(mis ;
klien secara langsung mengatakan akan melakukan bunuh diri, menyatakan secara
tidak langsung bahwa ia merasa kalau orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada,
atau adanya tanda-tanda depresi)
b. Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri
c. singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau sekitar klien.
d. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk menentukan apakah
hospitalisasi perlu dilakukan atau tidak.
E. Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan
1. Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan terhadap
orang lain.
a. Kenali tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; berteriak,
berbicara cepat, menuntut perhatian, pernyataan-pernyataan agresif)
b. Kenali tanda-tanda non verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; rahang
dikencangkan, postur tubuh menegang, tangan dikepalkan, berjalan mondar-
mandir).
2. Lakukan beberap tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.
a. Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan sikap yang
mendukung serta meyakinkan.
b. Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang dirasakannya.
Sebagai contoh : Perawat dapat mengatakan ”Tampaknya Anda merasa frustasi
karena tidak dapat pulang ke rumah sesuai keinginan Anda.”]
c. Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunjukan bahwa
perawat menerima kemarahan ayng diperlihatkannya.
d. Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupun perilaku
orang lain. (mis., anggota tim pengobatan, kebijakan Rumah Sakit).
e. Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang rileks dengan kedua
16. tangan bergantung santai disamping tubuh.
f. Berikan kontrol pada klien terhadap situasi masalah dengan menawarkan solusi
alternatif untuk menyelesaikan masalah.
3. Berespons terhadap perilaku klien
a. Lindungi diri anda sendirindengan berdiri diantara klien dan pintu keluar
sehingga memungkinkan anda mudah untuk melarikan diri.
b. Lindungi orang lain dengan menginstruksikan mereka untuk meninggalkan
tempat.
c. Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi kekerasan jika
ada.
4. Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila diperlukan (mis.,
bila klien mengancam akan melukai, klien yang lain atau anggota staf atau jika
klien melempar barang-barang atau merusak perabotan).
a. Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal lima staf).
b. Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi dengan klien
dan arahkan respons tim.
c. Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di belakangnya dalam
dua atau tiga barisan.
d. Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim akan memutuskan siapa yang akan
memegang kaki dan tangan, dan siapa yang akan memegang kepala (agar tidak
digigit).
e. Tim bertindak sebagai satu kesatuandan melakukan penaklukan yang lancardan
tenang.
f. Lakukan latihan dimana jika teknik-teknik ini dilakukan dapat memastikan
keamanan dan menghindarkan klien dan staf dari cedera.
F. Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan efektifitas
17. implementasi keperawatan.
Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan sebagai hasil
dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali.
Klien mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejalayang dialami selama
krisis.
Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi krisis.
klien memilih berbagai pilihan solusi.
Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaikisituasi atau perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
(Sumber: Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa
dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta: EGC.)
http://nersjiwa.blogspot.com/2008/04/krisis_23.html
ASKEP KLIEN TERMINAL
Label: Perkuliahan
Tujuan Instruksional :
Setelah mempelajari materi ini, peserta didik keperawatan diharapkan memiliki
kemampuan :
1. Memahami dan dapat melaksanakan pengkajian pada klien terminal
2. Memahami dan dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada klien terminal
3. Memahami dan dapat menyusun rencana tindakan pada klien terminal
4. Memahami dan dapat melaksanakan evaluasi pada klien terminal
18. PENGKAJIAN PADA KLIEN TERMINAL
Pengkajian pada klien yang sakit terminal, meliputi :
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
• Closed Awareness, suatu keadaan dimana klien dan keluarga tidak sadar akan
kemungkinan kematian, tidak dapat mengerti mengapa klien sakit dan mereka
yakin akan sembuh.
• Mutual Pretense, suatu kondisi dimana klien, keluarga dan tenaga kesehatan
telah mengetahui prognosis penyakit dalam keadaan terminal, namun mereka
berusaha untuk tidak membicarakan atau menyinggung tentang penyakitnya.
• Open Awareness, suatu keadaan dimana klien dan orang sekitarnya mengetahui
akan adanya kematian dan merasa tenang untuk mendiskusikannya walaupun itu
dirasakan sulit, pada keadaan ini klien diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam menentukan saat terakhirnya.
Pengkajian yang harus dilakukan dari tingkat kesadaran ini, adalah :
- Kaji apakah klien dan keluarga sadar bahwa klien dalam keadaan terminal?
- Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien dan keluarga dalam tingkatan closed
awareness, mutual pretense, open awareness?
- Kaji dalam tahap manakah pada proses kematian tersebut?
- Kaji support sistem klien, misalnya keluarga atau orang terdekat?
- Apakah klien masih mengekspresikan sesuatu yang belum diselesaikan, finansial,
emosional, legal?
- Apakah koping yang positif pada klien?
2. Pengkajian Tanda – Tanda Klinis Menjelang Kematian
Tanda klinis menjelang kematian, adalah :
• Kehilangan tonus otot, sehingga terjadi :
19. - Relaksasi otot muka, sehingga dagu menjadi turun.
- Kesulitan dalam berbicara, proses menelan, hilangnya reflek menelan.
- Gerakan tubuh yang terbatas (tidak mampu bergerak).
- Penurunan kegiatan GI Tract seperti nausea, vomiting, perut kembung,
konstipasi.
- Penurunan kontrol spinkter urinari dan rectal.
• Kelambatan dalam sirkulasi, berupa :
- Kemunduran dalam sensasi.
- Sianosis pada daerah ekstrimitas.
- Kulit dingin, mula-mula daerah kaki, tangan, telinga dan kemudian hidung.
• Perubahan – perubahan tanda – tanda vital berupa :
- Nadi lambat dan lemah (saat ajal nadi cepat dan kecil).
- Penurunan tekanan darah (saat ajal tekanan darah sangat rendah).
- Pernafasan cepat, dangkal, tidak teratur atau pernafasan dengan mulut.
• Gangguan sensori berupa :
- Penglihatan kabur (saat ajal pupil melebar).
- Gangguan dalam penciuman dan perabaan.
3. Pengkajian Tanda – Tanda Klinis Saat Ajal
Pupil melebar, tidak mampu bergerak, kehilangan refleks – refleks, nadi cepat
dan kecil, pernafasan cheyne stokes dan ngorok, tekanan darah sangat rendah,
mata dapat tertutup dan agak terbuka.
4. Pengkajian Tanda – Tanda Mati Secara Klinis
Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total, tidak adanya
20. gerakan dari otot khususnya pernafasan, tidak ada refleks, gambaran mendatar
pada EKG.
5. Pengkajian Individu atau Anggota Keluarga Pada Saat Klien Dengan Dying
• Reaksi kehilangan, ditandai dengan dada merasa tertekan, bernafas pendek dan
rasa tercekik.
• Faktor yang mempengaruhi terhadap reaksi kehilangan :
- Arti dari kehilangan yang tergantung kepada persepsi individu tentang
pengalaman kehilangan.
- Umur berpengaruh terhadap tingkat pengertian dan reaksi terhadap kehilangan
serta kematian.
- Kultur pada setiap suku/bangsa terhadap kehilangan berbeda-beda.
- Keyakinan spiritual, anggota keluarga dengan sakaratul maut melakukan praktek
spiritual dengan tata cara yang dilakukan sesuaI dengan agama dan keyakinannya.
- Peranan seks, untuk laki-laki diharapkan kuat dan tidak memperlihatkan
kesedihan dan perempauan dianggap wajar atau dibolehkan untuk
mengekspresikan perasaannya atau kesedihannya (menangis) sepanjang tidak
mengganggu lingkungan sekitar (menangis dengan meraung – raung atau merusak).
- Status sosial ekonomi, berpengaruh terhadap sistem penunjang, sehingga akan
berpengaruh pula terhadap rekasi kehilanga akibat adanya kematian.
6. Pengkajian Terhadap Reaksi Kematian dan Kehilangan ; Berduka Cita
• Karakteristik dari duka cita :
- Individu mengalami kesedihan dan merupakan reaksi dari shock dan
keyakinannya terhadap kehilangannya.
- Merasa hampa dan sedih.
21. - Ada rasa ketidak nyamanan, misalnya rasa tercekik dan tertekan pada daerah
dada.
- Membayangkan yang telah meninggal, merasa berdosa.
- Ada kecenderungan mudah marah.
• Tingkatan dari duka cita :
- Shock dan ketidak yakinan, karena salah satu anggota keluarga akan meninggal,
bahkan menolak seolah-olah masih hidup.
- Berkembangnya kesadaran akan kehilangan dengan perilaku sedih, marah pada
diri sendiri atau pada orang lain.
- Pemulihan, dimana individu sudah dapat menerima dan mau mengikuti upacara
keagamaan berhubungan dengan kematian.
- Mengatasi kehilangan yaitu dengan cara mengisi kegiatan sehari – hari atau
berdiskusi dengan orang lain mengenai permasalahannya.
- Idealisasi, dimana individu menyesal karena kurang memperhatikan almarhum
selama masih hidup dan berusaha menekan segala kejelekan dari almarhum.
- Keberhasilan, tergantung dari seberapa jauh menilai dari obyek yang hilang,
tingkat ketergantungan kepada orang lain, tingkat hubungan sosial dengan orang
lain dan banyaknya pengalaman kesedihan yang pernah dialami.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN)
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terakumulasinya sekret di
tenggorokan, ditandai dengan frekuensi nafas yang cepat, kadang – kadang
terdapat sianosis
Tujuan :
Pola nafas efektif
Intervensi :
22. - Kaji pola nafas klien.
- Observasi tanda – tanda vital setiap 1 jam (TD, nadi, respirasi).
- Lakukan suction bilamana perlu.
- Kolaborasi dalam pemberian oksigen dan obat ekspectoran.
2. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial
berhubungan dengan kondisi sakit terminal
Tujuan :
Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan sakit
terminal
Intervensi :
- Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika
dIbutuhkan klien dan gali perasaan klien.
- Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
- Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan menjelang.
- Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di dekatnya.
- Perhatikan kenyamanan fisik klien.
3. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
Tujuan :
Mempertahankan rasa aman, tenteram, percaya diri, harga diri dan martabat
klien
Intervensi :
- Gali perasaan klien sehubungan dengan kehilangan.
- Perhatikan penampilan klien saat bertemu dengan orang lain.
- Bantu dan penuhi kebutuhan dasar klien antara lain hygiene, eliminasi.
- Anjurkan keluarga dan teman dekat untuk saling berkunjung dan melakukan hal
– hal yang disenangi klien.
23. - Beri klien support dan biarkan klien memutuskan sesuatu untuk dirinya,
misalnya dalam hal perawatan.
4. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan
terminal
Tujuan :
Mengurangi rasa takut, depresi dan kesepian
Intervensi :
- Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, marah dan lain – lain.
- Perhatikan empati sebagai wujud bahwa perawat turut merasakan apa yang
dirasakan klien.
- Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber koping, misalnya dari teman dekat,
keluarga ataupun keyakinan klien.
- Berikan klien waktu dan kesempatan untuk mencerminkan arti penderitaan,
kematian dan sekarat.
- Gunakan sentuhan ketika klien menunjukkan tingkah laku sedih, takut ataupun
depresi, yakinkan bahwa perawat selalu siap membantu.
- Lakukan hubungan interpersonal yang baik dan berkomunikasi tentag
pengalaman – pengalaman klien yang menyenangkan.
5. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai
dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak
(fisik), raut muka klien yang cemas
Tujuan :
Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta semangat hidup
Intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan klien.
- Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.
- Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan harapan
24. hidup dengan tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk perawatan dan pengobatan.
- Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
- Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama dengan
klien.
- Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan
mendengarkan musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi, misal dengan
menarik nafas dalam.
- Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.
- Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan
kematian, ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya,
menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial
dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun perawat
Tujuan :
Koping individu positif
Intervensi :
- Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
- Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami suatu
kematian dan itu telah ditentukan oleh Tuhan.
- Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
- Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan mendengarkan
segala keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
- Hindari barang – barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
- Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
- Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum menjelang
ajal.
- Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.
25. 7. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam
melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien
merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat
Tujuan :
Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan
sakit
Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.
- Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
- Ajarkan tata cara tayamum.
- Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
- Datangkan seorang ahli agama.
8. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan
Tujuan :
Membantu individu menangani kesedihan secara efektif
Intervensi :
- Motivasi keluarga untuk menverbalisasikan perasaan – perasaan antara lain :
sedih, marah dan lain – lain.
- Beri pengertian dan klarifikasi terhadap perasaan – perasaan anggota keluarga.
- Dukung keluarga untuk tetap melakukan aktivitas sehari – hari yang dapat
dilakukan.
- Bantu keluarga agar mempunyai pengaharapan yang realistis.
- Berikan rasa empati dan rasa aman dan tenteram dengan cara duduk disamping
keluarga, mendengarkan keluhan dengan tetap menghormati klien serta keluarga.
- Berikan kesempatan pada keluarga untuk melakukan upacara keagamaan
menjelang saat – saat kematian.
26. Diagnosa yang Mungkin Muncul Berhubungan Dengan Penyakit :
• Gangguan Konsep Diri (peran) berhubungan dengan pathologis penyakit dan
kelemahan
• Anorexia dan nausea berhubungan dengan pemberian obat kemoterapi
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
• Konstipasi berhubungan dengan pemberian obat penurun rasa sakit
EVALUASI
Terhadap Klien
• Klien bebas dari rasa sakit.
• Klien dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pengobatan baik pada tahap
perencanaan maupun pelaksanaannya.
• Klien dapat mengekspresikan perasaannya (marah, sedih dan kehilangan).
• Klien dapat berkomunikasi dengan keluarga, perawat dan tim kesehatan lainnya.
Terhadap keluarga
• Keluarga dapat mengekspresikan perasaannya.
• Keluarga dapat mengutarakan pengalaman – pengalaman emosionalnya.
• Keluarga dapat melakukan kegiatan yang bisa dilakukan.
• Keluarga dapat membentuk hubungan baru dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasan Andul Hamid (1995). “Nasehat Untuk Yang Akan Mati”, Jakarta, Gema
Insani Press
27. Carpenito, L. J. 1998. “Buku Saku Diagnosa Keperawatan”, Ed. 6, EGC. Jakarta
Pusdiknakes Depkes RI. 1990. “Asuhan Keperawatan Pasa Pasien Yang Tidak Ada
Harapan Sembuh Perawatan Pasien II”, Jilid IV. Edisi I. Pusdiknakes. Jakarta
Pusdiknakes Depkes RI. 2000. “Tindakan Keperawatan Pada Sakaratul Maut”,
Jilid I Edisi 1. Pusdiknakes. Jakarta.
by Khaidir muhaj di 08:35
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2010/08/askep-klien-terminal.html
Minggu, 25 Oktober 2009
ASKEP JIWA DENGAN PENYAKIT TERMINAL
A. PENGERTIAN
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa
peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang . Terkadang kematian
menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua.
B. TAHAP-TAHAP BERDUKA
Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap
berduka yang dapat terjadi pada pasien menjelang ajal :
1. Denial ( pengingkaran )
28. Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak
dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya
2. Anger ( Marah ) Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari
kenyataan bahwa ia akan meninggal
3. Bergaining ( tawar-menawar ) Merupakan tahapan proses berduka
dimana pasien mencoba menawar waktu untuk hidup
4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan
segera mati.ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama
lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance ( penerimaan)
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima
kenyataan bahwa ia akan meninggal. Ia akan berusaha keras untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.
C. PENGKAJIAN
1) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit
dengan penyakit yang sama
c. Riwayat kesehatan keluarga
29. Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan
klien
2) Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat
1. pasien kurang rensponsif
2. fungsi tubuh melambat
3. pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. rahang cendrung jatuh
5. pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
7. kulit pucat
8. mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan
dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya
hidup
b) Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain
30. c) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh
dengan stres ( tempat perawatan )
d) Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan
dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak
mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian
KRITERIA HASIL
a) Klien atau keluarga akan :
1. mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan
2. menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi normal ,
tanggung jawab peran dan gaya hidup
b) Klien akan :
1. mengungkapkan kehilangan dan perubahan
2. mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilang dan perubahan
3. menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
Mempertahankan hubunag erat yang efektif, yang dibuktikan dengan
cara berikut:
a. menghabiskan waktu bersama klien
b. memperthankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
c. berpartisipasi dalam perawatan
31. c) Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan:
1. Megungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. Mengungkapkan kekawtirannnya mengenai lingkungan tempat
perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama
perawatan klien
Diposkan oleh Mas Perawat di 05:45
http://mausehatdong.blogspot.com/2009/10/askep-jiwa-dengan-penyakit-
terminal.html
Gangguan JiwaKrisisI. Definisi Krisis adalah :
Suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalamkehidupan seseorang yang
mengganggu keseimbangan selama mekanismecoping individu tersebut tidak dapat mecahkan
masalahGanggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stress atau yangdipersepsikan
oleh individu sebagai ancamanSelama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu,
koping yangbiasa digunakan tidak efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
II. Konsep krisis :
1. Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu patologis2. Krisis dipicu oleh peristiwa yang
spesifik3. Krisis bersifat personal4. Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat ( 4-6
minggu )5. Krisis berpotensi terhadap perkembangan psikologis atau bahkan akanmembaik
III. Faktor yang berpengaruh :
Pengalaman problem solving sebelumnya
32. Persepsi individu terhadap suatu masalah
Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang lain
Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
Waktu terakhir mengalami krisis
Kelompok beresiko
Sense of mastery
Resilence; factor perlindungan berupa perilaku yang berkontribusi terhadapkeberhasilan
koping dengan stress lain. Faktor perlindungan antara lainkompetensi social, ketrampilan
memecahkan masalah, otonomi, berorientasipada tujuan, ide belajar, dukungan keluarga,
dukungan social. Resilient (individu yang tabah/ulet ) mempunyai harga diri tinggi, berdaya
guna,mempunyai keterampilan memecahkan masalah, mempunyai kepuasandalam hubungan
interpersonal
33. IV. Faktor resiko :
Wanita
Etnik minoritas
Kondisi social ekonomi rendah
Problematik predisaster functioning and personality
V. Macam krisis :
Krisis maturasi/krisis perkembanganDipicu oleh stressor normal dalam proses
perkembangan. Terjadi padamasa transisi proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap
tahapperkembangan tergantung pada tahap sebelumnya, setiap tahap
perkembanganmerupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi untuk dapat menyelesaikan
tugasperkembangan Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah, meninggalan rumah,menjadi
orang tua, pensiun dllKrisis situasionalMerupakan respon terhadap peristiwa traumatic yang
tiba-tiba dan tidakdapat dihindari yang mempunyai pengaruh besar terhadap peran dan
identitasseseorang. Cenderung mengikuti proses kehilangan, seperti kehilanganpekerjaan,
34. putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal, kehamilan/kelahiranyang tidak diinginkan.
Respon yang biasa mucul terhadap kehilangan adalahdepresi. Kesulitan dalam beradaptasi
dengan krisis situasional ini berhubungandengan kondisi dimana seseorang sedang berjuang
menyelesaikan krisisperkembanganKrisis socialKrisis yang terjadi di luar kemampuan individu.
Adanya situasi yangdiakibatkan kehilangan multiple dan perubahan lingkungan yang
luasContoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi, banjir, perang
VI. Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006):
1. Dispisitional crises, merupakan respon akut terhadap stressor eksternal2. Crises of
anticipated life transition, suatu transisi siklus kehidupan yangnormal yang diantisipasi secara
berlebihan oleh individu saat merasakehilangan kendali3. Crises resulting from traumatic
stress, krisis yang dipicu oleh stressoreksternal yang tidak diharapkan sehingga individu
merasa menyerah karenakurangnya atau bahkan tidak mempunyai control diri
Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai respon terhadap situasiyang mencetuskan
emosi yang berhubungan dengan konflik kehidupan yangtidak dapat dipecahkan5. Crises
reflecting psychopathology, misalnya neurosis, schizophrenia,borderline personality6.
Psychiatric emergency, krisis yang secara umum telah mengalami kerusakanyang parah
terhadap fungsi kehidupan. Misalnya acute suicide, overdosis,psikosis akut, marah yang tidak
terkontrol, intoksikasi alcohol, reaksi terhadapobat-obatan halusinogenik
Tahap perkembangan krisis :
Fase 1
Individu dihadapkan pada stressor pemicu
Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yangbiasa digunakanFase
2
35. Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problemsolving sebelumnya
Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingungFase 3
Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untukmemecahkan masalah,
baik internal maupun eksternal
Mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadiresolusiFase 4
Kegagalan resolusi
Kecemasan berubah menjadi kondisi panic, menurunnya fungsi kognitif,emosi labil, perilaku
yang merefleksikan pola pikir psikotik
INTERVENSI KRISIS
Tujuan intervensi krisis adalah resolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadapindividu
sehingga individu mencapai tingakat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan padatingkat
fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu individu memecahkan masalahdan
mendapatkan kembali keseimbangan emosionalnya
Peran intervener adalah membantu individu dalam :1.
Menganalisa situasi yang penuh stress2.
36. Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian3.
Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan4.
Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi dan tindakan5.
Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )6.
Menghindari stress yang akan datang dengan anticipatory guidanceIntervensi dilakukan
dengan pendekatan proses perawatan yaitu melalui pengkajian,perencanaan, implementasi,
dan evaluasi keperawatan.
Peran perawat
Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis dabertindak
sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).1.
Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan keluargaberespons
terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan kematian.2.
Perawat di lingkunagn masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah, kantor)memberikan
bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional danperkembangan.3.
Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi situasidimana
krisis dapat terjadi.4.
Keperawatan ibu dan anak. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kelahiran
bayiprematur atau lahir mati, keguguran dan lahir abnormal.5.
37. Keperawatan pediatrik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan penyakitserius,
penyakit kronis atau melemahkan, cedera traumatik, atau anak menjelang ajal.6.
Keperawatan medikal-bedah. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti diagnosispenyakit
serius, penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena penyakit akut ataukronis, kehilangan
bagian atau fungsi tubuh, kematian dan menjelang ajal.
Keperawatan gerontologi. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangankumulatif,
penyakit yang melemahkan, ketergantungan, dan penempatan di rumahperawatan.8.
Keperawatan darurat. Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma fisik,
penyakitakut, krisis perkosaan, dan kematian.9.
Keperawatan psikiatri. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi
akibatpenyakit jiwa, stressor kehidupan karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri.10.
Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individumengatasi
situasi krisis.
Tinjauan Proses Keperawatan Intervensi Krisis
a.
Pengkajian
1.
Identifikasi kejadian pencetus dam situasi krisis2.
Tentukan persepsi klien tentang krisis yang dihadapi, meliputi kebutuhan utamayang
terancam krisis, tingkat gangguan hidup, dan gejala-gejala yang dialamiklien.3.
38. Tentukan faktor-faktor penyeimbang yang ada, meliputi apakah klien memilikipersepssi yang
realistis terhadap krisis yang terjadi, dukungan situasional (mis,keluarga, teman, sumber daya
finansial, sumber daya spiritual, dukunganmasyarakat), dan penggunaan mekanisme koping.4.
Identifikasi kelebihan klien
Apa yang terjadi pada Anda?
Apa yang Anda pikir dan rasakan?
Apakah Anda mengalami gejala fisik atau perubahan prilaku Anda yangbiasanya?
Apakah Anda sudah pernah mengalami hal yang serupa dengan kejadian inidalam hidup Anda?
Kalau ya, bagaimana Anda melakukan koping pada saatitu ?
Menurut Anda apa yang menjadi kelebihan pribadi Anda?
Siapa yang Anda rasa sangat banyak membantu atau mendukung Anda
Apa yang telah Anda coba selama ini untuk mengatasi krisis tersebut ?
Analisis
39. Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian pencetusnya.
Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan pribadi, sosialdan lingkungan
klien.
Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti keluarga klien, jaringan kerja
sosial, dan masyarakat.b.
Diagnosis Keperawatan.
Tentukan diagnosa keperawatan spesifik untuk klien, keluarga, masyarakart, ataugabungan
dari itu, termasuk, namun tidak terbatas pada yang berikut ini :
Gangguan citra tubuh
Ketegangan peran pemberi asuhan
Koping komunitas tidak efektif
Koping individu tidak efektif
Penyangkalan tidak efektif
40. Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan
Disfungsi berduka
Respon pasca trauma
Ketidakberdayaan
Sindrom trauma perkosaan
Perubahan kinerja peran
Distres spiritual
Resiko kekerasan pada diri sendiri /orang lainc.
Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1.
41. Bantu klien,keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam menetapkantujuan jangka
pendek yang realistis untuk pemulihan seperti sebelum krisis.2.
Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, kelurga, masyarakat, ataugabungan dari
itu. Individu yang mengalami krisis akan :Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
Mendiskusikan pilihan
–
pilihan yang ada untuk mengatasinyaMengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat
memberikan bantuanMemilih strategi koping dalam menghadapi krisisMengimplementasikan
tindakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis.Menjaga keselamatan bila situasi
memburuk d.
Implementasi
1.
Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan responempati.2.
Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu kienmengutarakan
pikiran dan perasaannya.3.
Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.4.
Gunakan pendekatan pemecahan masalah.5.
Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.Kenali
tanda-tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri sendiri.(mis ;klien secara langsung
mengatakan akan melakukan bunuh diri, menyatakansecara tidak langsung bahwa ia merasa
kalau orang lain akan lebih baik jika iatidak ada, atau adanya tanda-tanda depresi)Lakukan
42. pengkajian tentang kemungkinan bunuh dirisingkirkan semua benda yang membahayakan dari
tempat atau sekitar klien.Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk menentukan
apakahhospitalisasi perlu dilakukan atau tidak.e.
Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan
1.
Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan terhadaporang lain.Kenali
tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; berteriak,berbicara cepat,
menuntut perhatian, pernyataan-pernyataan agresif)Kenali tanda-tanda non verbal adanya
peningkatan rasa marah (mis;rahang dikencangkan, postur tubuh menegang, tangan
dikepalkan, berjalanmondar-mandir).2.
Lakukan beberap tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.
Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan sikapyang mendukung
serta meyakinkan.
Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang dirasakannya.
Sebagai contoh : Perawat dapat mengatakan ”Tampaknya Anda merasafrustasi
karena tidak dapat pulang ke rumah sesuai keinginan Anda.”
Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunjukan bahwaperawat menerima
kemarahan ayng diperlihatkannya.
43. Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupunperilaku orang lain. (mis.,
anggota tim pengobatan, kebijakan RumahSakit).
Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang rileks dengankedua tangan
bergantung santai disamping tubuh.Berikan kontrol padaklien terhadap situasi masalah
dengan menawarkan solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah.3.
Berespons terhadap perilaku kliena.
Lindungi diri anda sendirindengan berdiri diantara klien dan pintu keluarsehingga
memungkinkan anda mudah untuk melarikan dirib.
Lindungi orang lain dengan menginstruksikan mereka untuk meninggalkan tempat.c.
Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapikekerasan jika ada.4.
Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila diperlukan (mis.,bila klien
mengancam akan melukai, klien yang lain atau anggota staf atau jikaklien melempar barang-
barang atau merusak perabotan).a.
Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal lima staf).b.
Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi denganklien dan arahkan
respons tim.c.
Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di belakangnyadalam dua atau tiga
barisan
44. Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim akan memutuskan siapa yang akanmemegang kaki dan
tangan, dan siapa yang akan memegang kepala (agartidak digigit).e.
Tim bertindak sebagai satu kesatuandan melakukan penaklukan yanglancardan tenang.f.
Lakukan latihan dimana jika teknik-teknik ini dilakukan dapat memastikankeamanan dan
menghindarkan klien dan staf dari cedera.f.
Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan
efektifitasimplementasi keperawatan. Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat
dapatdipertahankan sebagai hasil dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku
yangtidak terkendali. Klien mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan
gejalayangdialami selama krisis. Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan
untuk mengatasi krisis. klien memilih berbagai pilihan solusi. Klien kembali ke keadaansebelum
krisis atau memperbaikisituasi atau perilaku.
http://www.scribd.com/doc/84602347/Askep-Krisis-LTM-FG-Kd4