SlideShare a Scribd company logo
1 of 54
1 
BAB I 
Pendahuluan 
A. Latar Belakang 
Dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan untuk sembuh, seorang 
perawat profesional harus mempunyai keterampilan yang multi-kompleks. Sesuai 
dengan peran yang dimiliki, perawat harus mampu memberi pelayanan 
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual. 
Perawat juga dituntut untuk membantu anggota keluarganya dalam memenuhi 
kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan hidup dan mati. 
Pemberian asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi 
sakaratul maut tidak selamanya mudah. Klien lanjut usia akan memberi reaksi 
yang berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan cara klien lanjut usia 
menghadapi hidup. Bagaimanapun keadaannya, perawat harus dapat menguasai 
situasi, terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga 
yang dalam keadaan krisis ini memerlukan perhatian perawat karena kematian 
seseorang dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari. 
Kadang-kadang sebelum ajal tiba, klien lanjut usia kehilangan kesadarannya 
terlebih dahulu. 
B. Rumusan Masalah 
1. Apa yang dimaksud pengertian kematian ? 
2. Apa ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian ? 
3. Apa Penyebab kematian ? 
4. Apa teori-teori kematian dan menjelang ajal? 
5. Bagaimana tahap kematian? 
6. Bagaimana normalitas kematian dan menjelang ajal ? 
7. Bagaimana lingkungan menjelang ajal ? 
8. Apa pengaruh kematian ?
2 
9. Apa hak asasi pasien menjelang ajal ? 
10. Bagaimana asuhan dan dukungan keperawatan ? 
11. Bagaimana perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal ? 
12. Bagaimana asuhan keperawatan lanjut usia menjelang ajal ? 
C. Tujuan Penulisan 
1. Mengetahui pengertian kematian. 
2. Mengetahui ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian. 
3. Mengetahui penyebab kematian. 
4. Mengetahui teori-teori kematian dan menjelang ajal. 
5. Mengetahui tahap kematian. 
6. Mengetahui normalitas kematian dan menjelang ajal. 
7. Mengetahui lingkungan menjelang ajal. 
8. Mengetahui pengaruh kematian. 
9. Mengetahui hak asasi pasien menjelang ajal. 
10. Mengetahui asuhan dan dukungan keperawatan. 
11. Mengetahui perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal. 
12. Mengetahui asuhan keperawatan lanjut usia menjelang ajal.
3 
BAB II 
Tinjauan Pustaka 
A. Pengertian Kematian 
Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak 
dapat lagi atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Pengertian kematian/mati 
adalah apabila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernapas 
selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan segala refleks, serta tidak ada 
kegiatan otak (Nugroho, 2008). 
B. Ciri/Tanda Klien Lanjut Usia Menjelang Kematian 
Menurut Nugroho (2008), ciri klien lanjut usia yang menjelang kematian, 
antara lain : 
1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya 
dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki. 
2. Gerakan peristaltik usus menurun. 
3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung. 
4. Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya. 
5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan/kelabu. 
6. Denyut nadi mulai tidak teratur. 
7. Napas mendengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya 
lendir pada saluran pernapasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut 
usia. 
8. Tekanan darah menurun. 
9. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur). 
Tanda tanda kematian 
1. Pupil mata tetap membesar atau melebar 
2. Hilangnya semua refleks dan ketiadaan kegiatan otak yang tampak jelas 
dalam hasil pemeriksaan EEG dalam waktu 24 jam.
4 
C. Penyebab kematian: 
Menurut Nugroho (2008), penyebab kematian, antara lain : 
1. Penyakit 
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae). 
b. Penyakit kronis, misalnya: 
1) CVD (cerebrovascular diseases) 
2) CRF (chronic renal failure [gagal ginjal]) 
3) Diabetes melitus (gangguan endokrin) 
4) MCI (myocard infarct [gangguan kardiovaskular]) 
5) COPD (chronic obstruction pulmonary diseases) 
2. Kecelakaan (hematoma epidural) 
D. Teori-Teori Kematian dan Menjelang Ajal 
Penulis yang paling dikenal dalam bidang kematian dan menjelang ajal 
adalah Elizabeth Kubler-Ross. Hasil kerjanya membuat peka perawat , 
professional layanan kesehatan dan konsumen terhadap proses menjelang ajal dan 
kebutuhan-kebutuhan yang melekat pada orang yang menjelang ajal. Teorinya 
mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami lima tahap, dimulai 
dengan penyingkapan awal terminalitas dan berakhir dengan momeng akhir 
kehidupan. 
a. Tahap I : penyangkalan dan isolasi 
Tahap ini biasanya mewakili pertahanan temporer yang digantikan dengan 
penerimaan parsial. Penyangkalan ini tidak boleh diinterpretasikan sebagai 
adaptasi yang negatif atau merendahkan. Sebagai pertahanan awal, 
penyangkalan membantu seseorang dengan melindunginya dari ansietas dan 
ketakutan. 
b. Tahap II : Kemarahan dan penyangkalan 
Tahap ini digantikan dengan perasaan marah, gusar, iri dan kebencian. 
Kemarahan terjadi karena seseorang merasa rencana dan kegiatannya
terganggu oleh kematian. Merasa iri pada orang lain yang masih dapat 
menikmati kehidupan. 
5 
c. Tahap III: tawar menawar 
Pada ini seseorang percaya bahwa kematiannya masih dapat ditunda dengan 
berdoa. Mencoba untuk menunda kematian dan masih ada waktu untuk 
berdoa, melengkapi tujuan hidupnya yang penting. Pada tahap ini dia akan 
berjanji untuk memperbaiki cara hidupnya dan akan lebih sering berdoa. 
d. Tahap IV : depresi 
Menyadari bahwa kematian sudah semakin dekat. Depresi meliputi dua jenis 
kehilangan yaitu : kehilangan yang terjadi dimasa lalu dan kehilangan hidup 
yang akan terjadi. 
e. Tahap V : penerimaan 
Seseorang telah dapat menerima nasibnya. Apabila telah mendapat cukup 
waktu dan dibantu dalam menjalani tahap-tahap sebelumnya, maka ia tidak 
merasa depresi maupun marah terhadap nasibnya. 
Amberton mengisolasi empat strategi koping utama yang digunakan oleh 
orang yang menjelang ajal.: penyangkalan , ketergantungan , pemindahan , dan 
regresi. Teorinya menekankan pada suatu pendekatan tim dalam merawat orang 
yang menjelang ajal, dengan focus pada pendekatan asuhan paliatif daripada 
pendekatan kuratif. Dukungan yang konsisten oleh pemberi perawatan diperlukan 
pada saat pasien yang menjelang ajal terombang-ambing diantara berbagai 
bentuk ketergantungan dan kecukupan diri. Orang yang menjelang ajal perlu 
mengetahui bahwa mereka tidak akan diabaikan atau ditinggal sendiri (Stanley, 
2006). 
Pattison tidak menyetujui pembagian proses menjelang ajal menjadi tahapan-tahapan 
kronologis yang tersusun. Ia mengindentifikasi berbagai mekanisme 
koping ego yang digunakan oeh orang yang menjelang ajal pada berbagai titik 
yang berbeda selama siklus hidup. Lansia menggunakan altruism, humor ,
supresi, pikiran , antisipasi, dan sublimasi untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan 
terminal. Patrison merujuk pada fase-fase proses menjelang ajal : fase 
akut, fase kehidupan kronis , fase menjelang ajal, fase akhir. Ia mengatakan 
bahwa persiapan reaksi psikologis muncul selama interval hidup-mati. 
Pendekatan individual diperlukan untuk menghadapi stress dan krisis yang dapat 
muncul kapan saja dalam proses menjelang ajal (Stanley, 2006). 
Wiesman mengemukakan adanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi 
respons emosional yang continue dan berubah-ubah selama proses menjelang ajal. 
Ia menekankan pada individualitas seseorang daripada member label berdasarkan 
urutan munculnya reaksi emosional (Stanley, 2006). 
Kastenbaum melakukan analisis retrospektif yang disebut autopsy psikologis. 
Ia memeriksa reaksi orang yang menjelang ajal untuk menentukan intervensi yang 
tepat dan memutuskan bahwa konsep-konsep kematian mengubah seluruh hidup 
bersamaan dengan tingkat perkembangan seseorang. Ia membagi kehidupan dan 
menjelang ajal menjadi dua fase proses psikobiologis yang sama, yang 
berkembang sampai akhir kehidupan (Stanley, 2006). 
Giacquinta mendiskusikan tahapan-tahapan dan fase-fase yang dialami 
keluarga setelah didiagnosis kanker dinyatakan. Keempat tahap tersebut antara 
lain adalah hidup dengan kanker, restrukturisasi selama interval hidup dan mati, 
kehilangan dan pembentukan kembali. Setiap tahap terdiri dari fase-fase dan 
halangan spesifik seperti kepuasan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. 
Mengembangkan harapan, rasa aman dan keberanian merupakan sebagian tujuan 
yang membimbing tindakan keperawatan. Seluruh anggota keluarga selain 
penderita kanker itu sendiri dianggap sebagai pasien, dan prinsipprinsip tersebut 
dapat diterapkan pada unit keluarga yang menghadapi penyakit yang mengancam 
kehidupan (Stanley, 2006). 
6
7 
E. Tahap Kematian 
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi dapat saling 
tindih. Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk 
kemudian kembali ke tahap itu. Lama setiap tahap dapat bervariasi, mulai dari 
beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat 
singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap, 
kecuali jika perawat memperhatikan secara saksama dan cermat. Menurut 
Nugroho (2008), tahap kematian antara lain : 
1. Tahap Pertama (Penolakan) 
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya, sikap itu ditandai 
dengan komentar, "Saya? Tidak, itu tak mungkin." Selama tahap ini, klien 
lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, 
kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap 
penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang 
dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia bahkan menekan apa yang telah ia 
dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber 
profesional dan non-profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan 
bahwa maut sudah berada di ambang pintu. 
2. Tahap Kedua (Marah) 
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Klien 
lanjut usia itu berkata, "Mengapa saya?" Sering kali klien lanjut usia akan 
selalu mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap 
perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang mereka lakukan. 
Pada tahap ini, klien lanjut usia lebih menganggap hal ini merupakan hikmah, 
daripada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan diri 
klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada 
kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati
dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal terhadap kematian yang 
perlu diungkapkan. 
8 
3. Tahap Ketiga (Tawar-Menawar) 
Pada tahap ini, klien lanjut usia pada hakikatnya berkata, "Ya, benar aku, 
tetapi...." Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat 
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan 
dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar-menawar ini banyak orang cenderung 
untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan 
akan menyiapkan beberapa hal, misalnya membuat surat dan mempersiapkan 
jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan. 
Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat 
dipenuhi karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan 
sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia mempunyai permintaan terakhir 
untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu 
terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan 
itu karena membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya. 
4. Tahap Keempat (Sedih/Depresi) 
Pada tahap ini, klien lanjut usia pada hakikatnya berkata, "Ya, benar aku." 
Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena klien lanjut usia 
sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang 
yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan 
dengan itu, ia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah 
dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak 
bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang 
di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum 
meninggal.
9 
5. Tahap Kelima (Menerima/Asertif) 
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini, 
klien lanjut usia telah membereskan segala urusan yang belum selesai dan 
mungkin tidak ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala 
sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan 
ketenangan. Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap menerima, tetapi 
bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah pada 
maut tidak berarti menerima maut. 
F. Normalitas Kematian dan Menjelang Ajal 
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju 
akhir. Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, 
akhir dari kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat 
universal. Meskipun unik bagi setiap individu, kejadiankejadian tersebut bersifat 
normal dan merupakan proses hidup yang diperlukan (Stanley, 2006). 
Sikap terhadap kematian dan menjelang ajal telah berubah. Dulu, orang-orang 
tidak takut terhadap kematian. Kmatian diterima sebagai perkembangan hidup 
yang alami. Proses menjelang ajal terjadi dengan kehadiran keluarga, teman dan 
anak-anak (Stanley, 2006). 
Pada peralihan abad, sebagian besar kematian terjadi pada usia kurang dari 50 
tahun. Saat ini, sebagian besar kematian terjadi pada populasi lansia. Delapan 
puluh persen kematian terjadi di lingkungan institusi. Oleh karena itu, anak-anak 
tidak terpajan kematian selama betahun-tahun pembentukannya, pada saat 
dukungan dan rasa aman dari keluarganya dapat membantu mereka menghadapi 
proses kehidupan akhir ini. Perawat berbeda di berbagai tempat saat proses 
menjelang ajal itu terjadi. Perawat harus merasa nyaman terhadap kekhawatiran 
dan perasaan mereka sendiri tentang proses ini. Dukungan kolega sebagaimana 
perawat yang mengasuh orang menjelang ajal merupakan hal pnting agar pada
masa-masa tersebut menjadi pengalaman yang normal dan meningkatkan 
pertumbuhan (Stanley, 2006). 
10 
G. Lingkungan Menjelang Ajal 
1. Rumah Sakit Perawatan Akut 
Meskipun sebagian besar kematian terjadi di institusi layanan kesehatan, 
rumah sakit perawatan akut atau rumah sakit pendidikan dapat menjadi tempat 
terakhir yang cocok bagi lansia yang menjelang ajal. Di lingkungan rumah 
sakit, proses penyakit dan organ yang sakit merupakan focus dari layanan, 
dengan kesembuhan sebagai tujuannya. Melalui program pendidikan, dokter 
dan perawat sering merasa menunjukkan rasa tidak nyaman dan rasa bersalah 
ketika berhadapan dengan mereka yang menjelang ajal walaupun mereka 
telah mengupayakannya. Banyak professional layanan kesehatan yang belum 
dididik dalam hal perawatan terkini menjelang ajal. Melalui program 
pendidikan ini, dokter dan perawat belajar bagaimana melakukan perawatan 
untuk lansia yang menjelang ajal. Penekanan pada pendidikan ini adalah 
untuk membantu profesional layanan kesehatan menghadapi isu-isu 
menjelang ajal dan kematian. Banyak yang dapat dilakukan terhadap orang 
yang menjelang ajal di luar pengobatan medis. Proses mnjelang ajal 
merupakan saat sangat memerlukan dukungan emosional (Stanley, 2006). 
2. Perawatan Jangka Panjang 
Institusi perawatan jangka panjang memberikan layanan kesehatan untuk 
lebih 1 juta lansia di Amerika Serikat. Keputusan di panti jompo antara lain 
mencakup apakah akan menahan akan dilakukannya evaluasi atau pengobatan 
masalah medis terhadap pasien yang menghadapi kematian. Keputusan lain 
yang biasa dihadapi pada saat kehidupan berakhir meliputi pendekatan yang 
melibatkan program resusitasi dan petimbangan untuk pemindahan ke fasilitas 
perawatan akut. Meskipun semakin banyak literatur yang memberikan 
panduang untuk keputusan dalam kedokteran klinis, panduan-panduan
semacam itu belum ada di fasilitas perawatan jangka panjang. Banyak 
penghuni panti jompo yang tidak mampu berpartisipasi secara aktif dalam 
membuat kputusan tentang perawatan kesehatannya sendiri. Ansietas dapat 
terjadi di antara keluarga dan pemberi layanan kesehatan selama berupaya 
untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pengobatan yang tepat bagi 
pasien yang mendekati kematian (Stanley, 2006). 
Institusi perawatan jangka panjang melayani lansia yang memerlukan 
pengobatan untuk penyakit kronis dan disabilitas yang tidak memugkinkan 
pemberian perawatan ini atau tidak praktis bila dilakukan di rumah atau 
tempat lainnya. Institusi ini menjadi rumah bagi kebanyakan lansia, meskipun 
penekanan utama adalah pada penyakit kronis dan disabilitas daripada 
dukungan gaya hidup. Atmosfir di perawatan jangka panjang kurang kritis 
jika dibandingkan dengan di perawatan akut. Seringkali, disebabkan 
perbedaan ini, lansia dan keluarganya atau pemberi perawatan dapat 
mengekspresikan dan melakukan keinginan mereka yang berkaitan dengan 
meninggal dalam lingkungan yang tenang dan empatik. Jika keptusan tentang 
menjelang ajal sudah ditentukan sebelumnya, kematian di lingkungan 
perawatan jangka panjang dapat terjadi dengan suasana tenang dan 
mendukung (Stanley, 2006). 
11 
3. Hospice 
Hospice adalah “tempat singgah atau pondok bagi pelancong, anak-anak 
atau kaum miskin, yang sering dibiayai oleh program monastik. Peggunaan 
kata tersebut secara kontemporer mengidentifikasi sebuah program atau 
institusi yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan orang yang 
menjelang ajal. Penekanan diletakkan pada pengurangan penderitaan 
psikologis dan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah pengurangan nyeri 
(Stanley, 2006).
Pendekatan kerja kelompok dalam hospice merupakan focus yang utama. 
Inti program ini adalah bahwa anggotanya bertemu setiap minggu untuk 
mengembangkan komunikasi dan diskusi tentang kebutuhan pasien masing-masing. 
Tim perawatan Hospice interdisipliner yang biasanya terdiri dari 
dokter, perawat, pekerja sosial, psikiater, pemuka agama, dan sukarelawan, 
merupakan hubungan yang mendukung antara pasien dan 
pelayanan.pendekatan multidisipliner ini memberikan kerangka kerja untuk 
kordinasi asuhan, menekankan pada kepimimpinan dan keahlian para 
anggotanya. Meskipu setiap anggota memiliki fokus yang berbeda, tim 
tersebut disatukan dalam pelayanan sebagai komponen asuhan emosional bagi 
orang yang menjelang ajal. Unit pelayanan primer adalah pasien dan keluarga. 
Layanan tersebut tersedia 24 jam. Program-programnya bervariasi tetapi dapat 
mencekaup layanan pasien rawat inap atau rawat jalan. Tindak lanjut terhadap 
kehilangan juga dilakukan terhadap anggota keluarga setelah kematian pasien 
(Stanley, 2006). 
Hospice di Amerika Serikat mengikuti berbagai bentuk protocol. Terdapat 
fasilitas hospice rawat inap di rumah sakit., di situ pasien-pasien diarahkan 
pada unit spesifik atau dirawat dengan cara “tempat tidur tersebar”, dengan 
pasien hospice menempati tempat tidur di berbagai unit. Layanan hospice 
rawat jalan dan hospice di rumah sering dilakukan oleh asosiasi perawat 
kunjungan. Tanpa memperhatikan lingkungan, asuhan hospice dianggap tepat 
jika pasien tidak lagi berespon terhadap pengobatan, intervensi-intervensi 
untuk penyembuhan sudah habis, dan kematian suda mengancam (Stanley, 
2006). 
Dalam banyak cara, hospice lebih dipahami sebagai sikap bukan sebagai 
tempat, progam atau unit. Pendekatan terhadap orang yang menjelang ajal di 
lingkungan hospice dilakukan dengan cara yang positif dan menghasilkan 
pertumbuhan. Tujuannya adalah untuk berfokus terhadap keberanian dan 
12
martabat pasien daripada ketergantungan. Lahirnya perawatan hospice ini 
telah menyentuh kemanusiaan dengan asuhan paliatif yang terkoordinasi dan 
penuh cinta terhadap orang yang menjelang ajal dan keluarganya. Nilai yang 
dapat diukur berkaitan dengan pengayaan hidup dan kehidupan pada saat 
menjelang ajal (Stanley, 2006). 
13 
4. Perawatan Di Rumah 
Alternatif lainnya adalah meninggal di rumah. Untuk alternatif ini, 
beberapa faktor harus dipertimbangkan karena perawatan teradap orang yang 
menjelang ajal di rumah menciptakan ketegangan lebih bagi pemberi 
perawatan. Jika kebutuhan pasien lebih besar dari sumber-sumber yang ada, 
maka pasien dan pemberi perawatan dapat merasakan pengalaman sebagai 
sesuatu yang negatif. Banyak pertanyaan yang harus dijawab : Siapa yang 
akan memberikan perawatan? Apakah orang tersebut mampu 
mempertahankan kontinuitas asuhan? Adakah sumber pendukung yang lain, 
seperti teman-teman, layanan sosial, rumah sakit terdekat, layanan hospice 
dan bantuan medis serta finansial? Kemanan dan keselamatan pasien serta 
dukungan pemberi perawatan harus mendapat perawat yang seimbang 
(Stanley, 2006). 
Perawatan di rumah sangat bergantung kepada besarnya komitmen dan 
kekuatan beberapa orang mengkoordinasikan dan memberikan perawatan. 
Sebelum menjadi pemberi perawatan, refleksi pribadi perlu dilakukan. 
Keyakinan dan kesungguhan yang baik bukan satu-satunya sifat karakter yang 
diperlukan untuk memikul untuk tanggung jawab ini. Pemberi asuhan yang 
berpotensi perlu mengkaji kekuatan pribadinya, kemampuan dan keterbatasan 
yang berkaitan dengan peran baru tersebut. Inventaris pribadi meliputi survei 
introspektif yang jujur terhadap keterampilan organisasional seseorang, umor, 
kesehatan, tingkat energi, fleksibilitas, dan kemampuan menyelesaikan 
masalah. Jenis pemeriksaan diri ini akan membantu orang tersebut
mengidentifikasi sikap dan perspektif yang akan dibawa dalam situasi ketika 
memberikan perawatan (Stanley, 2006). 
Pemberi perawatan yang potensial dapat merasa siap untuk menerima 
tanggung jawab tersebut. Namun, setelah ia dilibatkan dalam proses, dapat 
muncul berbagai kesulitan dalam memberikan perawatan fisik dan emosional 
yang tepat. Kesulitan ini sudah diperkirakan sebelumnya dan bersifat normal, 
dan dapat memerlukan rujukan kepada sistem pendukung tambahan. 
Perawatan terhadap orang-orang yang menjelang ajal merupakan pengalaman 
yang berharga, memuaskan dan melelahkan. Refleksi yang jujur yang kontinu 
terhadap keterbatasan, kekuatan dan kebuthan pemberi perawatan diperlukan 
untuk mempertahankan hubungan yang kohesif dan saling mengormati 
dengan pasien yang menjelang ajal (Stanley, 2006). 
14 
H. Pengaruh Kematian 
Menurut Nugroho (2008), pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut 
usia: 
1. Bersikap kritis terhadap cara perawatan 
2. Keluarga dapat menerima kondisinya 
3. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut 
4. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak 
dapat mengatasi rasa sedih 
5. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi 
6. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar beban 
emosi keluarga. 
7. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan. 
Pengaruh kematian terhadap tetangga/teman: 
1. Simpati dan dukungan moril 
2. Meremehkan/mencela kemampuan tim kesehatan.
Saat kematian merupakan suatu proses berlangsungnya kematian, yang 
meliputi 5 tahap (lihat tahap kematian sebelumnya) Pemenuhan kebutuhan klien 
menjelang kematian: 
1. Kebutuhan jasmaniah. Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada 
setiap orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut 
usia (misalnya, sering mengubah posisi tidur, perawatan fisik, dan 
sebagainya). 
2. Kebutuhan emosi. Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien 
lanjut usia dalam menghadapi kematian. 
a. Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan 
yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencegah 
kematian). 
b. Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. 
Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa 
lalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenan, luangkan 
waktu sejenak. Ingat, tidak semua orang senang membicarakan kematian. 
c. Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien. 
Pertimbangan khusus dalam perawatan: 
1) Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian), mengenal atau mengetahui 
bahwa proses ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya 
kematian atau ancaman maut. 
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mempergunakan 
15 
caranya sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak. 
b. Memfasilitasi klien lanjut usia dalam menghadapi kematian. 
Luangkan waktu 10 menit sehari, baik dengan bercakap cakap 
maupun sekadar bersamanya.
2) Tahap II (marah), mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda-tandanya. 
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan 
16 
kemarahannya dengan kata-kata. 
b. Ingat, bahwa dalam :benaknya bergejolak pertanyaan, “Mengapa hal 
ini terjadi pada diriku?” 
c. Sering kali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai 
cara klien lanjut usia bertingkah laku. 
3) Tahap III (tawar-menawar), menggambarkan proses seseorang yang 
berusaha menawar waktu. 
a. Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan, seperti seandainya 
“Saya…” 
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian 
dengan tawar-menawar. 
c. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat 
menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan 
perasaannya. 
4) Tahap IV (depresi), lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak 
lagi kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedihan akan 
kematian itu sudah membayanginya. 
a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia Ingat bahwa 
tindakan ini sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan 
takut menyaksikan klien lanjut usia atau keluarganya menangis. Hal 
ini merupakan ungkapan pengekspresian kesedihannya. Anda boleh 
saja ikut berduka cita. 
b. “Apakah saya akan mati?” Sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut 
usia tersebut hanya sekadar mengisi dan menghabiskan waktu untuk 
memperbincangkan perasaannya, bukannya mencari jawaban.
Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah 
tahu jawabannya. Apakah anda merasa akan meninggal dunia? 
5) Tahap V, membedakan antara sikap menerima kematian dan penyerahan 
terhadap kematian yang akan terjadi. Sikap menerima: klien lanjut usia 
telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tak 
boleh menolak. Sikap menyerah: sebenarnya klien lanjut usia tidak 
menghendaki kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal itu akan 
terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai. 
a. Luangkan waktu untuk klien lanjut usia (mungkin beberapa kali dalam 
sehari). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klien lanjut usia. 
Oleh karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan 
mereka. 
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan 
perhatiannya sebanyak mungkin. Tindakan ini akan 17ember 
ketenangan dan perasaan aman. 
17 
I. Hak Asasi Pasien Menjelang Ajal 
Menurut Nugroho (2008), lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai 
manusia yang hidup sampai ia mati. Adapun hak-haknya antara lain : 
1. Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat 
saja berubah. 
2. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan, 
walaupun dapat berubah. 
3. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah 
mendekat dengan caranya sendiri. 
4. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai 
perawatannya.
5. Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan, 
walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberi rasa 
nyaman. 
6. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian. 
7. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri. 
8. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan. 
9. Berhak untuk tidak ditipu. 
10. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima 
18 
kematian. 
11. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat. 
12. Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak di-hakimi atas 
keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain. 
13. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian. 
14. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati 
sesudah mati. 
J. Asuhan dan Dukungan Keperawatan 
Merawat pasien yang menjelang ajal menekankan pada pandangan holistik 
terhadap seseorang dan mencakup lingkungan sosial, fisik dan emosional. Hal 
tersebut akan meningkatkan asuhan yang diberikan kepada seseorang secara 
mnyeluruh, dengan pengendalian pembuatan keputusan tetap berada pada pasien 
yang menjelang ajal. Sebuah model yang mneggambarkan hubungan antara 
perawat dan pasien serta pemberi perawatan ditampilkan pada gambar dibawah 
ini.
19 
berduka 
koping 
warisan 
kesepian 
nilai-nilai 
budaya 
ketakutan 
nyeri dan penderitaan 
ansietas 
penentuan diri 
kehilangan 
harapan 
penutupan 
cinta 
kebenaran 
Dukungan kolega 
rasa nyaman 
caring 
pemberian 
perawatan/tindakan 
pendidikan 
dukungan 
pasien/pemberi 
perawatan 
komunikasi verbal - 
nonverbal 
hubungan saling 
percaya 
martabat 
kualitas hidup/mati 
sentuhan 
status fungsi 
wasiat 
spiritualitas 
Model ini dapat digunakan untuk membimbing tindakan perawat dari sudut 
pandang perhatian : perawat, pasien dan pemberi perawatan, dan keduanya 
(Stanley, 2006). 
Model ini dibuat berdasarkan konsep bahwa aura keterbukaan, rasa saling 
percaya dan kejujuran menguasai suatu hubungan. Intervensi tidak menekankan 
kepada apakah pasien harus diberitahu atau tidak. Kerangka kerja untuk model ini 
adalah jujur, terbuka yang berasal dari teori pembukaan kesadaran. Pembukaan 
kesadaran, tidak seperti penutupan kesadaran, adalah komunikasi yang jujur dan 
bermakna dengan pasien lansia yang berpenyakit terminal. Hal tersebut 
menciptakan suatu suasana yang kontinu yang menganggap kematian sebagai
proses kehidupan yang alami dan penting dan pada saat itu perasaan harus dibagi 
bersama pemberi perawatan dan orang-orang yang dicintai. Pembukaan kesadaran 
membantu membongkar “konspirasi ketenangan” yang dapat menyebabkan 
dilakukannya pendekatan yang tidak sehat terhadap asuhan orang yang menjelang 
ajal (Stanley, 2006). 
1. Perhatian Perawat 
Pada saat perawat bkerja dengan pasien lansia yang menghadapi kematian, 
akan muncul banyak isu yang memengaruhi perawat untuk merawat pasien 
lansia yang menjelang ajal tersebut secara kompeten. 
a. Dukungan Kolega 
Dukungan kolega merupakan hal yang sangat penting bagi 
kesejahteraan perawat dalam sistem pemberian layanan kesehatan yang 
kompleks saat ini. Perhatian perawat ini ditunjukkan dengan mampu 
mengurangi tugas-tugas kolega saat diperlukan waktu bersama pasien 
yang menjelang ajal atau keluarga yang mengalami distress; meluangkan 
waktu untuk mendengarkan rekan kerja tanpa menghakimi; memberikan 
saran; memberikan kata-kata yang membesarkan hati atau pujian pada saat 
diperlukan; dan memberikan senyuman, sentuhan atau pengahargaan 
lainnya (Stanley, 2006). 
Dukungan kolega membentuk ikatan yang kuat dan memungkinkan 
bertumbuhnya setiap professional yang terlibat. Mutualitas terbentuk 
dengan meningkatnya pengetahuan yang bersifat resiprokal dalam 
tindakan mereka. Hubungan kolega yang erat ini memungkinkan 
didapatkannya dukungan yang efektif dan tingginya kualitas asuhan pada 
pasien lansia yang menjelang ajal (Stanley, 2006). 
20 
b. Rasa Nyaman 
Memberikan rasa nyaman merupakan intervensi asuhan yang 
diberikan oleh perawat yang merawat orang yang menjelang ajal.
Tindakan menenangkan mengurangi ketidaknyamanan sosial, fisik, dan 
psikologis; upaya untuk mengembalikan kesenangan dan perasaan 
sejahtera; dan mempertahankan martabat. Tindakan memberikan rasa 
nyaman tersebut antara lain adalah duduk bersama pasien yang menjelang 
kematian, memberikan obat untuk mengurangi nyeri, atau mengusap 
punggung pasien (Stanley, 2006). 
21 
c. Caring 
Selain keterampilan keperawatan yang bersifat teknis, caring pasien 
juga memerlukan keterampilan khusus seperti kesabaran, kejujuran, rasa 
percaya, kerendahan hati, harapan dan keberanian. Sikap terpenting dari 
caring adalah bahwa setiap masalah lansia dan bahwa penuaan dan 
menghadapi kematian adalah bagian yang normal dari kehidupan seperti 
halnya tugas perkembangan yang lain (Stanley, 2006). 
d. Pemberian Asuhan dan Tindakan 
Memberikan tekhnik asuhan yang efisien kepada pasien lansia yang 
mejelang ajal merupakan hal yang sangat penting. Pada saat memberikan 
asuhan fisik, perawat secara kontinu mengkaji faktor-faktor perspektif 
kognitif pasien dan mmbantunya terlibat dalam perilaku yang 
meningkatkan pertumbuhan sampai kematian dating (Stanley, 2006). 
e. Pendidikan 
Tujuan dari mendidik lansia yang menjelang ajal untuk memfasilitasi 
koping yang efektif dengan status kesehatan mereka saat ini, memperkuat 
fungsi mandiri selama mungkin, dan membantu mempertahankan tingkat 
kesehatan yang optimal pada saat orang tersebut mendekati tahap akhir 
kehidupan ini (Stanley, 2006). 
2. Dukungan Pasien dan Pemberi Perawatan 
Pemberi perawatan yang berasal dari keluarga yang melaorkan ketegangan 
lebih banyak ketika member perawatan kepada pasien menunjukkan bahwa ia
mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menyesuaikan diri terhadap 
kematian kerabat mereka. Lansia yang menghadapai ajal dan kemati diyakini 
merasa takut terhadap pengalaman-pengalaman seputar kematian seperti 
penolakan, kesepian, kehilangan ketetapan hati, dan isolasi daripada terhadap 
kematian itu sendiri. Sering kali, pengasuh enggan membicarakan tentang ajal 
atau kematian dengan lansia karena takut akan membuatnya terganggua. 
Namun, biasanya diskusi-diskusi seperti ini tidak membuat lansia merasa 
terganggu. Perawat perlu mengadakan konferensi keluarga. Perawat harus 
memiliki keberanian dan ketrbukaan serta rasa nyaman dengan perasaan 
mereka sendiri agar mampu duduk dengan orang-orang tersebut dan 
membiarkan mreka berbicara. Setiap pasien dan pemberi perawatannya 
mendekati pengalaman ini harapan yang unik. Dengan dukungan 
keperawatan, semua yang terlibat dapat tumbuh untuk meningkatkan 
kehidupan sampai terjadi kematian (Stanley, 2006). 
a. Komunikasi : Verbal dan Nonverbal 
Komunikasi efektif memerlukan latihan atau teknik dan keterampilan. 
Komunikasi di antara pasien, pemberi perawatan dan perawat merupakan 
hal yang kritis untuk membentuk hubungan saling percaya. Teknik 
komunikasi verbal seperti refleksi, pertanyaan sensitive, dan menjawab 
pertanyaan langsung dan tidak langsung dengan informasi yang tepat dan 
jujur memungkinkan perawat untuk meningkatkan hubungan perawat-pasien- 
22 
pemberi perawatan (Stanley, 2006). 
Komunikasi nonverbal juga esensial. Senyuman, sentuhan, melakukan 
kontak mata, mendengarkan, dan semua teknik nonverbal yang 
mengomunikasikan perhatian dan kepedulian dan membantu dalam 
pembentukan hubungan. Komunikasi nonverbal dapat menjadi bntuk 
komunikasi yang paling efektif jika perubahan fisik menyebabkan
hilangnya pendengaran, penglihatan atau perubahan neurologis seperti 
konfusi (Stanley, 2006). 
23 
3. Perhatian Pasien dan Pemberi Perawatan 
Untuk pasien lansia dan pemberi perawatannya, proses menjelang ajal 
bersifat unik dan merupakan pengalaman individual yang melibatkan banyak 
masalah. Setelah masalah ini diatasi, pasien dapat menjalankan tugas-tugas 
hidupnya sampai ke titik kematian. 
a. Berduka 
Meskipun tidak ada dua orang yang bereaksi sama terhadap kematian 
dan ajal, namun respons fisiologis dan psikologis terhadap kematian, yang 
dikenal sebagai berduka, telah digambarkan dalam tahapan-tahapan oleh 
orang-orang terkenal seperti Engel, Linderman, Parkes, Bolbey, dan 
Kubler-Ross. 
Berduka merupakan respons yang normal dan universal terhadap 
kehilangan yang dialami melalui perasaan, perilaku dan penderitaan 
emosional. Berduka adalah proses pergeseran melewati nyeri akibat 
kehilangan. Kehilangan kesehatan, teman, kerabat, pekerjaan dan 
keamanan finansial merupakan sebagian dari kehilangan kumulatif yang 
menyebabkan berduka pada lansia. Periode berduka adalah waktu 
penyembuhan, adaptasi dan pertumbuhan (Stanley, 2006). 
Meskipun banyak orang yang setuju dengan kesamaan proses berduka, 
namun ada juga yang menyetujui bahwa setiap orang melewati proses 
berduka secara berbeda. Namun, menggambarkan seragkaian fase yang 
mencirikan reaksi berduka merupakan hal yang mungkin untuk dilakukan. 
Fase-fase ini mencakup syok awal dan rasa tidak percaya, yang 
menyebabkan kesadaran, dan kemungkinan protes, yang akhirnya 
menyebabkan reorganisasi dan restitusi (Stanley, 2006).
Asuhan keperawatan untuk pasien dan pemberi perawatan yang 
berduka memerlukan rasa saling member yang sensitif, peduli dan empati. 
Berbagai pendapat, perasaan, dan ketenangan merupakan intervensi 
keperawatan yang tepat. Bimbinganf dapat membant keperawatan adaptif 
dapat membantu mempersiapkan orang yang menjelang kematian untuk 
menghadapi nyeri dan perasaan alamiah mereka yang berhubungan 
dengan proses berduka (Stanley, 2006). 
24 
b. Koping 
Koping berarti berhasil menghadapi stressor. Keterampilan koping 
yang digunakan oleh setiap orang bersifat unik bagi orang tersebut dan 
bervariasi dalam hal keefektivitasnya. Intervensi keperawatan yang 
digunakan untuk membantu koping mencakup dukungan sosial, konseling 
dan penerimaan. Konseling memungkinkan dilakukannya pembahasan 
yang teratur untuk membantu pasien lansia dan pemberi perawatannya 
untuk menyesuaikan diri. Menerima pasien dan mengakui perasaannya 
akan meningkatkan harga diri dan memungkinkan pasien lansia untuk 
mempertahankan konsep dirinya sebagai individu yang unik (Stanley, 
2006). 
c. Warisan 
Warisan adalah sekumpulan asset nyata dan tidak nyata yang ia 
pindahkan kepada orang lain untuk disimpan sebagai simbol imortalitas 
pewaris. Proses ini menyiapkan pasien lansia untuk meninggalkan dunia 
dengan penuh makna. Warisan dapat dilimpahkan dengan berbagai cara 
yang memungkinkan orang yang menjelang ajal memiliki perasaan yang 
berkesinambungan dan terikat dengan orang-orang yang ia tinggalkan 
(Stanley, 2006).
25 
d. Kesepian 
Kesepian memiliki komponen fisik dan emosional. Lansia mengalami 
berbagai kehilangan yang jumlah dan signifikansinya meningkat pada saat 
mendekati kematian. Kehilangan-kehilangan ini mengirimkan sinyal 
meningkatnya ketergantungan. Mereka yang merawat lansia menjelang 
ajal harus menyadari adanya isolasi dan kesepian yang disebabkan oleh 
proses menjelang ajal (Stanley, 2006). 
Perawat mengurangi kesepian yang menyertai proses menjelang ajal 
dengan meluangkan waktu bersama pasien yang akan meninggal. Asuhan 
harus berfokus pada memenuhi kebutuhan fisik pasien seperti mengurangi 
nyeri dan kebersihan serta kebutuhan psikososialnya seperti berbicara, 
berbagi dan sebanyak mungkin terlibat dalam kehidupan. Mempercerah 
lingkungan dapat menurunkan rasa kesepian seseorang. Objek yang 
dikenalnya (mis.radio, bunga, kartu) membantu lansia tetap berhubungan 
dengan kehidupan sampai akhir hayatnya. Intervensi yang digunakan di 
beberapa tempat adalah terapi dengan hewan peliharaan. Studi telah 
menunjukkan bahwa hewan peliharaan dapat memiliki efek positif pada 
kesehatan lansia (Stanley, 2006). 
e. Nilai-Nilai 
Nilai adalah kualitas yang diinginkan secara sengaja. Manusia 
memiliki nilai-nilai ideologi, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai budaya. 
Telah terbukti bahwa terdapat perbedaan nilai generasional dan bahwa 
nilai-nilai tersebut bergeser sepanjang rentang kehidupan. Komitmen 
seseorang terhadap nilai-nilai tampaknya menguat sejalan dengan usia 
(Stanley, 2006). 
Perawat harus sensitif terhadap keyakinan-keyakinan lansia yang 
mendekati kematian. Sensitivitas ini, yang digabung dengan sikap peduli, 
membantu menunjukkan penerimaan terhadap nilai-nilai pasien lansia,
sekalipun nilai-nilai tersebut bertentangan dengan yang dimiliki perawat 
(Stanley, 2006). 
26 
f. Budaya 
Budaya memberikan identitas kepada seseorang. Budaya telah 
didefinisikan sebagai pengetahuan tentang koping manusia yang dapat 
dikomunikasikan dalam lingkungan tertentu dan diturunkan untuk 
generasi berikutnya (Stanley, 2006). 
Budaya memberikan rasa diri sendiri, bahasa dan komunikasi, 
pakaian, makanan, waktu dan waktu kesadaran, hubungan, nilai-nilai, 
keyakinan dan sikap, ketergantungan dan praktik mental, kebiasaan dan 
praktik kerja, sistem politik, dan keyakinan tentang rekreasi dan ekonomi. 
Keyakinan budaya juga menentukan bagaimana lansia mendefinisikan 
sehat dan sakit dan memengaruhi pendekatan mereka pada kematian. 
Kurang pengetahuan tentang perbedaan dan variasi budaya dapat 
menyebabkan pemahaman dan persepsi yang salah. Menyadari dan 
memahami faktor-faktor budaya yang memengaruhi perilaku dan sikap 
pasien terhadap ajal dan kematian merupakan hal yang penting bagi 
perawat. Perawat perlu melakukan langkah-langkah yang diperlukan 
untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang budaya dan dampaknya 
pada proses kematian. Melalui proses mendapatkan pengetahuan dan 
pemahaman ini, perawat dapat tumbuh sebagai individu dan memberikan 
lebih banyak asuhan individual bagi pasien lansia. Perawat harus dapat 
membantu pasien lansia dengan pedoman budaya untuk menerima realita 
kematian dan melanjutkan rencana asuhan yang meningkatkan 
pertumbuhan sampai akhir hidupnya (Stanley, 2006). 
g. Ketakutan dan Kecemasan 
Berbagai rasa takut yang dialami oleh lansia menjelang ajal bermula 
dari awal diagnosis sampai kematian. Rasa takut terhadap nyeri
merupakan rasa takut yang paling banyak terjadi diantara orang tersebut. 
Ketakutan yang lainnya adalah ktakutan akan diabaikan, kehilangan 
kemandirian, dan yang tidak diketahui. Ketakutan akan diabaikan berakar 
dari gambaran sosial orang yang akan menjelang ajal, yaitu sendiri, 
miskin, dan ditinggalkan. Kontak kemanusiaan yang konsisten baik oleh 
pemberi perawatan dan keluarga merupakan hal yang paling penting saat 
berusaha meredakan ketakutan akan diabaikan. Kehadiran emosional dan 
fisik membantu membentuk rasa saling percaya yang diperlukan untuk 
mengurangi ketakutan-ketakutan semacam itu. Lansia perlu diberitahu 
bahwa aka nada seseorang bersama mereka pada saat mereka 
membutukannya. Jika tidak diketahui adanya orang dekat atau keluarga, 
perawat perlu mejadi pengasuh dan sistem pendukung yang konsisten 
(Stanley, 2006). 
Sejalan dengan semakin lemhanya pasien menjelang ajal dan lebih 
tergantungnya ia kepada pemberi perawatan dan keluarganya, kehilangan 
fungsi, dan kemadirian menjadi masalah yang utama. Untuk 
meningkatkan kecukupan diri sebanyak mungkin, perawat perlu 
mengintegrasikan tim pasien dan keluarga ke dalam rutinitas perawatan 
sehari-hari. Hal ini dapat berupa toileting, hygiene, dan nutrisi, dan juga 
masalah-masalah bisnis dan keuangan pribadi. Menjaga sistem keluarga 
agar tetap berada dalam pengendalian selama mungkin akan mampu 
membentuk harga diridan mengurangi perasaan ketidakadekuatan 
(Stanley, 2006). 
Ansietas serig berhubungan dengan rasa takut, khawatir, sulit, dan 
ketakutan. Distress ini sering berkaitan dengan rasa takut menjadi beban 
orang lain, terpisah dari orang yang dicintai, dan menjalani kematian yang 
menyakitkan (Stanley, 2006). 
27
Perawat perlu mengidentifikasi jenis ini dan derajat ketakutan serta 
ansietas yang dialami orang menjelang ajal. Perawatan yang empatik 
merupakan landasan untuk memperbaiki respons melemahkan dari pasien 
yang menjelang ajal (Stanley, 2006). 
28 
h. Nyeri dan Penderitaan 
Diperlukan pengkajian yang menyeluruh tentang nyeri. Untuk lansia 
yang menjelang ajal, nyeri dapat juga disertai dengan distress penyakit 
kronis tambahan seperti osteoporosis dan arthritis. Perlu diingat bahwa 
ketergantungan terhadap analgesic narkotik tidak boleh menjadi masalah 
bagi orang yang akan meninggal. Tujuan penatalaksanaan nyeri adalah 
keseimbangan antara mempertahankan keadaaan bebas nyeri dan 
mengendalikan rasa kantuknya untuk memungkinkan partisipasi dalam 
aktivitas hidup sehari-hari (Stanley, 2006). 
Penderitaan dapat melibatkan banyak sekali masalah fisik yang 
membutuhkan intervensi keperawatan. Diperlukan tindakan asuhan dasar 
penunjang seperti latihan rentang gerak, memiringkan atau mengatur 
posoisi pada pasien, perawatan kulit, perawatan oral, dan terapi diet 
merupakan hal yang kritis pada saat ini. Masalah lain yang dapat 
menimbulkan penderitaan adalah mual, haus, dispnea, disfagia, 
inkontinensia, perubahan fungsi mental dan perubahan sensorik (Stanley, 
2006). 
i. Kehilangan 
Kehilangan merupakan tema dominan yang dicerita dengan berbagai 
aspek kehidupan bagi lansia. Kehilangan dapat dialami melalui berbagai 
tahap kehidupan, tetapi efek kumulatifnya dirasakan secara akut oleh 
lansia. Beberapa lansia mengalami kehilangan tersebut secara lebih baik 
dibanndingkan yang lain. Sedangkan bagi yang lainnya, setiap kehilangan 
menandakan kematian kecil, membawanya lebih dekat pada kematiannya
sendiri. Kehilangan biologis, psikologis, pribadi, sosial, fungsional, dan 
filosofi dapat menimbulkan kehampaan pada kehidupan seseorang. 
Perawat tidak selalu menyadari signifikansi dari kehilangan yang 
terjadi pada lansia. Berduka sering mengikuti kehilangan. Mampu 
berdiskusi dengan pasien lansia dan pengasuhnya tentang signifikansin 
yang akan terjadi, baik kehilangan sesuatu peristiwa atau seseorang, atau 
bahkan judul atau ide sekalipun merupakan hal yang penting bagi perawat. 
Penerimaan terhadap yang tidak terhindarkan dan berhubungan dengan 
kematian dapat menyebabkan penerimaan terhadap proses akhir 
kehidupan (Stanley, 2006). 
29 
j. Harapan 
Harapan, rasa percaya, dan kualitas merupakan unsur-unsur koping 
produktif yang saling terkait. Harapan adalah sikap yang tidak dapat 
diraba yang dirancang untuk seseorang melewati kemalangan. 
Kesungguhan dari harapan biasanya mengubah fokus penyakit terminal. 
Pada awalnya, pada saat diagnosis pertama kali diberitahukan, harapan 
berfokus pada pengobatan dan keberhasilan perawat. Pada saat pilihan 
pengobatan menjadi semakin terbatas atau tidak berhasil, pasien mulai 
berharap pada paliasi dan rasa nyaman. Harapan selalu teraga pada 
berbagai kesempatan. Penopananya adalah sifat dan permukaan spiritual 
dari hubungan seseorang dengan dunia, keluarga, dan teman-teman, juga 
perasaan berharga, dan perasaan bahwa ada sesuatu di dunia ini yang 
harus dicapai. Pengharapan adalah emosi aktif yang diperlukan untuk 
membuat setiap hari dan menjadi situasi sebaik mungkin (Stanley, 2006). 
Peran perawat dalam menginspirasi harapan pada lansia yang akan 
meniggal bersifat multidimensi. Harapan harus jujur, nyata, dan praktis 
pada kebutuhan pasien. Contoh dari harapan yang realistis bagi lansia 
yang akan meninggal antara lain adalah harapan untuk hidup lebih
nyaman satu minggu lagi, rindu melihat tumbuhnya taman, atau harapan 
untuk menimang cucu. Harapan tertentu yang diekspresikan pasien 
memberikan petunjuk-petunjuk esensial bagi perawat tentang derajat 
pengharapan pasien. Menurut Hickey, pendekatan perawat yang dapat 
digunakan untuk memperoleh harapan adalah membantu pasien dan 
keluarga membentuk kesadaran apresiasi terhadap kehidupan, 
mengidentifikasi alasan-alasan untuk hidup, dan membentuk sistem 
pendukung. Penggunaan agama, humor, dan penetapan tujuan yang 
realistis juga menjadi komponen arahan keperawatan. Perawat perlu 
meneruskan keterampilan komunikasi terapeutik dan mendengarkan 
secara aktif. Disposisi harapan yang tidak realistis dapat dipertahankan 
dengan asuhan keperawatan yang baik, yang memungkinkan hasil yang 
diinginkan pasien dan oleh karena itu, membantu penutupan yang berarti 
dan penuh makna (Stanley, 2006). 
30 
k. Penutupan 
Penutupan menekankan pada berbagai tugas yang berhubungan 
dengan suatu rasa sampai di akhir dengan cara yang positif dan 
meningkatkan kesehatan. Hal tersebut mencakup kebutuhan untuk 
berpamitan dengan tetangga, keluarga, dan teman-teman dan untuk 
membuat pengaturan legal dan financial atau keagamaan yang diinginkan. 
Penutupan sering memerlukan tinjauan hidup sehingga memungkinkan 
pasien lansia dan pemberi perawatan merasa bahwa kematian dan ajal 
mereka tidak akan menyebabkan perasaan yang tidak diinginkan terhadap 
diri mereka dan kehidupannya. Lansia sering berdamai dengan kerabat 
atau teman jauh pada saat mereka mendekati ajal. Tugas-tugas penutupan 
ini membantu pasien lansia dan pemberi perawatannya mengalami akhir 
dan akhrnya meneriman kematian yang tidak dapat dihindari (Stanley, 
2006).
Perawat dapat menjadi advokat pasien lansia dan pemberi perawatan 
dalam mendekati tugas perkembangan akhir. Perawat dapat mendukung 
keputusan yang dibuat, mempertahankan komunikasi yang terbuka 
sehingga pasien dan pemberi perawatannya dapat melakukan tinjauan 
hidup dan mengatur kunjungan keluarga jika perlu (Stanley, 2006). 
31 
l. Cinta 
Cinta harus mencakup perasaan memiliki. Proses menjelang ajal dapat 
menciptakan perasaan tidak diinginkan atau dipedulikan. Melalui cinta, 
pasien dan pemberi perawatannya dapat tumbuh dan membentuk harga 
diri (Stanley, 2006). 
Perawat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan cinta. 
Kemampuan professional dan perhatian perawat untuk memberikan 
perasaan nyaman pada pasien yang menjelang ajal dapat memenuhi 
kebutuhan cinta akan disayang, memiliki, dan pertalian. Sikap peduli 
perawat juga memperkuat perasaan cinta. Kabutuhan akan cinta dipenuhi 
dengan kompetensi professional perawat, menyerahkan diri mereka, 
memenuhi kebutuhan pasien (Stanley, 2006). 
m. Kejujuran 
Tingkat kejujuran berkaitan dengan penyakit, menjelang ajal, dan 
kematian harus disesuaikan dengan keinginan pasien. Pasien yang 
menjelang ajal sering memiliki kesadaran akan kondisinya dan diperlukan 
hanya konfirmasi. Terkadang pemberi perawatan tidak ingin pasien 
diberitahu yang sebenarnya karena mereka takut hal ini membuat pasien 
menyerah. Konseling dan pemahaman dapat diperlukan untuk membantu 
pasien mengekspresikan keinginannya sendiri (Stanley, 2006). 
4. Berbagi perhatian 
Saling berbag perhatian dapat memenuhi kebutuhan perawat dan tim 
pasien – pemberi perawatan.
32 
a. Hubungan saling percaya 
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk semua intervensi 
bagi lansia menjelang ajal. Hubungan semacam ini dicapai melaui sikap, 
perilaku, serta sistem nilai perawat dan pasien. Rasa percaya adalah 
kekuatan yang mengikat anggota tim: ”rasa percaya adalah keyakinan 
bahwa seseorang akan mengerti kebutuhan dan keinginan orang lain dan 
akan berperilaku ke arah tersebut dengan cara y6ang bertanggung jawab 
dan dapat diperkirakan”. Membina hubungan saling percaya 
membutuhkan sifat mutualitas dan kerahasiaan pada orang lain; hal 
tersebut tidak dapat dipertahankan kecuali kedua pihak saling 
mempercayai. Seseorang yang dapat mempercayai orang lain yang dapat 
“menerima dirinya sendiri dan orang lain, dan pengalaman-pengalaman 
baru, yang mampu bersikap konsisten dan menunda kepuasan, dapat 
berpartisipasi dalam hubungan yang interdependen”. Hubungan saling 
percaya dengan pasien yang menjelang ajal merupakan hal yang esensial 
untuk menciptakan komunikasi yang terbuka yang meningkatkan 
keefektifan (Stanley, 2006). 
b. Martabat 
Martabat adalah hak setiap orang yang menjelang ajal, berdasarkan 
fakta bahwa setiap orang adalah anggota komunitas manusia. Martabat 
memerlukan pemahaman bahwa orang yang akan meninggal akan 
memerlukan perawatan yang bersifat pribadi, yang mencakup aktivitas 
pembuatan keputusan dan pengendalian sosial selam proses menjelang 
ajal. Inti dari meningkatkan martabat adalah kemampuan perawat untuk 
meningkatkan nilai moral dan penentuan diri pasien. Benoliel menjelaskan 
tiga tujuan yang berhubungan dengan pemeliharaan martabat orang yang 
menjelang ajal : diberi informasi tentang apa yang terjadi padannya, dan 
kemudian mendapat orang yang peduli untuk mendengarkan dan
mendiskusikan masalah tersebut, menjadi bagian dari proses pembuatan 
keputusan, dan mengalami berbagai respons dan konflik untuk meninggal 
di lingkungan yang terbuka dan peduli (Stanley, 2006). 
33 
c. Kualitas Hidup dan Kematian 
Kualitas hidup merupakan konsep yang tidak jelas yang sulit untuk 
didefinisikan. Weisman mengklasifikasikan kualitas hidup menjadi dua 
kategori utama : faktor-faktor sosial yang berkaitan dengan lingkungan 
dan masyarakat secara luas (mis; kemiskinan, pengabaian, ketakutan), dan 
fakto-faktor individual yang berkaitan dengan nilai dan kesejahteraan 
seseorang. Hal tersebut menekankan pada “pilihan-pilihan, rasa hormat, 
rasa amn yang beralasan, serta perasaan hidup secara potensial”. Peran 
perawat dalam meningkatkan kualitas hidup meliputi mempertahankan 
individualitas lansia, seperti yang tercermin pada apa yang disukai dan 
yang tidak disukainya, nilai-nilai serta filosofi hidup (Stanley, 2006). 
d. Sentuhan 
Sentuhan, merupakan salah satu alat komunikasi nonverbal yang 
terpenting, menunjukkan kepedulian, kehangatan, kepekaan perawat. 
Selain itu, manfaat emosional dan psikologis dari sentuhan juga tampak 
nyata, studi telah mengidentifikasi respon psikologi yang positif terhadap 
sentuhan : “tujuan dan hasil darin berbagai penyakit pada orang tua sangat 
dipengaruhi oleh kualitas penunjang taktil yang diterima individu tersebut 
sebelum dan selama sakit”. Memegang tangan pasien dengan lembut, 
memeluk pasien dengan hangat, dan member usapan punggung 
merupakan cara meningkatkan rasa nyaman dengan sentuhan dan 
dukungan sosial yang dapat mengurangi ansietas. 
Perawat perlu mengetahui perasaan sendiri tentang penggunaan 
sentuhan yang tepat sebagai alat untuk membantu pasien yang akan 
meninggal. Professional harus menggunakan teknik ini berdasarkan
penilaian klinis dan petunjuk keluarga dan pasien. Pasien dan perawat 
perlu mengidentifikasi sentuhan sebagai intervensi yang positif daripada 
sebagai invasi privasi. Seperti halnya bentuk kommunikasi lainnya, 
sentuhan member kesan bahwa perawat sensitive terhadap reaksi pasien 
akan sentuhan (Stanley, 2006). 
34 
e. Status Fungsional 
Tujuan mempertahankan fungsi merupakan tindakan berbagai 
perhatian lainnya. Pasien harus dianjurkan untuk melakukan sebanyak 
mungkin hal dengan waktu yang selama mungkin. Anggota keluarga dapat 
membantu pasien pada saat fungsi berubah atau menghilang. Melibatkan 
orang dekat dalam memberikan perawatan, seperti memandikan, memberi 
makan, dan mengubah posisi pasien mempermudah pemberian rasa 
nyaman pada pasien, harga diri bagi pemberi perawatan, dan intervensi 
yang bermakna secara keseluruhan (Stanley, 2006). 
f. Wasiat 
Pasien yang akan meninggal dunia memilki banyak hal. Isu-isu 
advance directive meliputi hak-hak seseorang untuk menentukan diri 
sendiri, dengan wasiat merupakan instrument yang utama. Dengan 
menggunakan instrument ini, pasien, pemberi perawatan, dan tim layanan 
kesehatan dapat meningkatkan rasa hormat terhadap diri sendiri, rasa 
percaya, dan kualitas hidup, yang akan meniggal dunia (Stanley, 2006). 
g. Spiritualitas 
Memenuhi kebutuhan spiritual pasien yang akan meninggal harus 
menjadi perhatian utama bagi perawat, pasien dan keluarga. Membantu 
pasien mengenali dan mengungkapkan kebutuhan spiritualnya dapat 
membantu meningkatkan kualitas dan makna hidup (Stanley, 2006). 
Menurut Koezier & Wikinson, 1993 cit Hamid, 2000, dimensi spiritual 
adalah upaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan
dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapat kekuatan 
ketika menghadapi stress emosional, penyakit fisik, penyakit terminal 
sampai dengan kematian. Kekuatan yang timbul di luar kekuatan 
manusia.dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan 
atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau 
mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, 
penyakit fisik, atau menjelang kematian (Padila, 2013). 
Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul di 
luar kekuatan manusia (Kozier, 2004). Spritualitas sebagai suatu yang 
multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi 
eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, dan dimensi agama 
lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha 
Penguasa. Spritualitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal 
adalah hubungan dengan tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntunj 
kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan 
seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan lingkungan 
(Padila, 2013). 
Kebutuhan spiritual (keagamaan) dapat memberikan ketenangan 
batiniah. Rasulullah bersabda : “semua penyakit ada obatnya kecuali 
penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan terhadap keagamaan 
besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan 
mental, hal ini ditujkan dengan penelitian yang dilakukan oleh hawari 
(1997) yang menyimpulkan : 
“Bahwa lanjut usia yang non religius angka kematiannya 2 kali lebih 
besar dari pada orang yang religius. Lanjut usia yang religius 
penyembuhan penyakitnya lebih cepat dibandingkan dengan non-religius. 
Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi. 
Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stress 
35
daripada yang non religius, sehingga gangguan mental yang emosional 
jauh lebih kecil”. (Padila, 2013). 
Kesimpulannya adalah lanjut usia yang religius akan tabah dan tenang 
menghadapi saat-saat terakhir atau menghadapi fase terminal (kematian) 
daripada yang non religius (Padila, 2013). 
36 
K. Perawatan Paliatif Pada Lanjut Usia Menjelang Ajal 
Dalam memberi asuhan keperawat kepada lanjut usia, yang menjadi objek 
adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan objek pengobatan medis (cure), 
dan yang terahir, perawatan dalam arti yang luas (care). Core, cure, dan care 
merupakan tiga aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Kapan pun 
ajal menjemput , semua orang harus siap. Namun ternyata, semua orang, 
termasuk lanjut usia, akan merasa syok berat saat dokter memvonis bahwa 
penyakit yang di deritanya tidak dapat disembuhkan atau tidak adaharapan untuk 
sembuh. Pada kondisi ketika lanjut usia menderita sakit yang telah berada apada 
stadium lanjut dan “care” sudah tidak menjadi bagian dominan, “care” menjadi 
bagian yang paling berperan. Salah satu alternative adalah perawatan paliatif 
(Nugroho, 2008). 
Perawatan paliataif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban 
penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud dengan 
tindakan aktif antara lain mengurangi/ menghilangjan rasa nyeri dan keluhan lain 
serta memperbaiki aspek psikologis, social, dan spiritual (Nugroho, 2008). 
1. Tujuan Perawatan Paliatif 
Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi 
si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan 
kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi deberikan segera 
setelah didiagnosis oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit 
yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis, menderita kanker). Sebagian 
besar pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang
disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat 
menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia 
mederita penyakit yang mematikan (mis, kanker, stoke, AIDS) juga 
mengalami penderitaan fisik , pisikologis sosial, kultural, dan spiritual 
(Nugroho, 2008). 
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan 
keperawatan, memungkinkan diupayakan berbgai tindakan dan pelayanan 
yang dapat mengurangi penderitaan pasien lanjut usia, sehinga kualitas hidup 
di akhir kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri hayatnya dengan 
keadaan iman dan kematian yang nyaman. Diperlukan pendekatan holistik 
yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup 
adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan 
parasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi daripada pengobatan 
agar dapat menikmati kesenangan selama akhir hidupnya. Sesuai arti 
harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan. Jadi 
perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kulaitas hidup dengan 
menumbuhkan semangat dan motovasi. Perawatan ini merupakan pelayanan 
yang aktif dan menyeluruh yang dilakkan oleh satu tim dari berbagai disiplin 
ilmu (Nugroho, 2008). 
Dalam memberikan perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada 
pola dasar yang digariskan oleh WHO, yaitu: 
a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses 
37 
yang normal. 
b. Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia. 
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menggangu. 
d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual. 
e. Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir hayatnya.
f. Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut 
usia. 
Pola dasar tersebut harus diterapakan langkah demi llangkah dengan 
mengikutsertakan keluargga pasien, pemuka agama 9sesuai agama klien), 
relawan, pekerja sosial, dokter, psikolog, ahli gizi, ahli psioterapi, ahli terapi 
okupasi, dan perawat. Prinsip pemberian perawatan paliatif adalah memberin 
perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim 
profersional (Nugroho, 2008). 
38 
2. Tim Perawatan Paliatif 
Tim perawatan paliatif tertidiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, 
perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan, 
dan relawan (Nugroho, 2008). 
Perlu diingat bahwa tujuanperawatan paliatif adalah mengurangi beban 
penderitaan lanjut usia. Penderitaan terjadi bila ada salaah satu aspek yang 
tidak selaras, baik aspek fisik maupun psifik, peran dalam keluarga, masa 
depan yang tidak jelas, ganguan kemampuan untuk menolong diri, dan 
sebagainya. Untuk memahami dan mengatasi hal tersebut, peran tim 
interdisplin menjadi sangat penting/ dominan. DR. Siti Annisa Nuhoni, Sp, 
RM dalam makalanya, Konsep Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker, 
mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai gambaran klinis pasien tidak 
hanya gambaran seseorang yang sakit terbaring di tempat tidur, tetapi 
merupakan cerminan pasien sebagai individu dengan lingkngannya, keadaan 
rumah/ tempat tinggalnya, pekerjaannya, teman, hobi, kesedihan, harapan, dan 
ketakutannya (Nugroho, 2008). 
Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang 
efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat , pekerja sosial 
medis, rohaniawan/ pemuka agama, relawan, dan anggota pelayanan lain 
sesuai dengan kebutuhan. Setiap anggota tim harus memahami dan
menguasai prinsip perawatan paliatif yang selama ini belum dapat dipelajari 
dengan seksama. Tim harus mampu mengupayakan dana menjamin agar 
pasien lanjut usia mendapat pelayanan perawatan seutuhnya yang 
mencangkup bio-psioko-sosial-kultural dan spiritual. Artinya tidak ada 
anggota tim yang menjamin primadona. Pemimpin tim dibantu anggotanya 
harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan (Nugroho, 2008). 
Tentu saja kerja tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat kebersamaan 
dalam member bantuan kepada pasien lanjut usia. Pemberian asuhan 
keperawatan pada pasien harus bekerja sama secara professional, ikhlas, dan 
dengan hati yang bersiah. Perawatan paliatif untuk lanjut usia bukan suatu 
intervensi yang bersifat kritis. Perawatna paliatif adalah perawatan yang 
terencana. Walaupun dapat terjadi kondisi kritis dana kedaruratan medis yang 
terduga, hal ini dapat diantisispasi, dapat dicegah melalui ikatan kerja tim 
yang solid dan kuat (Nugroho, 2008). 
Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut, 
melainkan lebih berbentuk lingkaran denga pasien sebagai titik sentral. Kunci 
keberhasilan kerja inter disiplin bergantung pada tanggung jawab setiap 
anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya, sehingga setiap 
kali pimpinan berganti, tugas profesi masing-masing tidak akan terganggu. 
Keberhasilan keperawatan pada pasien lanjut usia yang satu akan menjadi 
pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya 
penaggulangan gejala yang sama pada pasien yang lain (Nugroho, 2008). 
No. Kekhususan tim paliatif 
1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cangkupan dan lingkup kerjanya. 
2. Para profsional ini bergabung dalam satu kelompok kerja 
3. Secara bersama, mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan, 
39 
melakukan langkah tujuan pendek 
4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi diantara anggota tim, bergantung
40 
pada kondisi yang paling dibutuhkan pada pasien lanjut usia 
5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien 
6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan. 
3. Pengalaman dilapangan 
Bersumber dari catatan keperawatan pasiean lanjut usia di sasana tresna 
werdh yayasan karya bakti RIA pembangunan , diperoleh gambaran bahwa 
usia pasien lanjut usia yang dirawat disana antara 60-100 satu tahun. Pada 
tahun 2004, mereka berjumlah 90 orang, dengan rincian wanita 71 orang 
(78,9%) dan jumlah laki-laki 19 orang (21,1%). Keluhan yang sering 
ditemukan adalah kanker payudara 2 orang( 2,2%), kanker digestifus 
(karsinoma reaktif) 1 orang (1,1%) dan pria yang menderita kanker paru 1 
orang(1,1%) (Nugroho, 2008). 
Keluhan dan penderitaan paseian terutama adalah rasa nyeri(4,4%), sesak 
nafas dan batuk (3,3%), ganguan pencernaan (1,1%) , ganguan pda kulit atau 
luka (2,2%). Dari keseluruhan gejala, petugas, keluarga, dan pasien 
menganggap bahwa masalah yang berat untuk dihadapi adalah masalah 
perawatan, nyeri, nutrisi, dan masalah rehabilitasi medis. Data tersebut 
memperjelas dan mempertajam arah dan sikap yang perlu dilakukan oleh tim 
perwatwan paliatif. Kerja sama yang erat antara anggota ti perawatan paliatif 
dengan keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang paling 
mendukungperawatan paliatif (Nugroho, 2008). 
Pasien anjut usia dengan penyakit berat,akan mengalami kesulitan 
menyesuaikan kondisinya. Masalah berpangkal dari psiko-dinamis pasien dan 
gangguan kapasitas dalam bentuk ekspresi kejiwaan. Beberapa kekhususan 
pasien usia dalam stadium paliatif :
a. Lanjut usia menghadapi kondisi yang penyakitnya tidak dapat 
disembuhkan, artinya, terapi yang diberikan hanya bersifat simtomatis 
atau paliatif (bukan kuratif). 
b. Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik 
41 
maupun mental. 
c. Dengan demikian kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu 
menghadapi stress fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari 
lingkungannya. 
d. Lanjut usia berada di ambang kematian, yang terutama akan menimbulkan 
ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan 
dukungan mental atau spiritual. 
e. Bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), factor 
etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi. 
Dalam uraian tersebut, factor non medis yang menjadi masalah terbesar 
petugas/perawat, keluarga, dan kerabat terdekat yang diharapkan dapat 
meringankan beban penderitaan lanjut usia. Untuk mewujudkannya, tempat 
yang paling tepat bila lanjut usia berada di lingkungan keluarga di rumah. 
Namun berdasarkan pengalaman, lajut usia yang mengalamu terminal atau 
menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, sering memilih 
tempat tinggal di sasana tresna werdh samapai meninggal (Nugroho, 2008). 
Pada kondisi tersebut sudah menjadi tugas tim perawatan paliatif untuk 
membawa pasien lanjut usia dan keluarga ke realita tentang yang sedang 
terjadi pada lanjut usia (penderita kanker). Hal ini memang sulit 
membutuhkan waktu dan toleransi yang besar, baik kesabaran maupun 
keuletan. Beruntung bahwa pasien paliatif yang dirawat si sanana tresna 
werdh mengerti tentang penyakitnya dan mampu menjelaskan kepada 
keluarganya tentang kepasrahannya serta mampu member pertimbangan
positif dan konstruktif tentang apa yang harus dilakukan oleh keluarga 
(Nugroho, 2008). 
Ada 4 orag lanjut usia yang di rawat di sasana tresda werdh, dimulai 
denga membuat pernyataan tidak keberatan di rawat sasana tresda werdh (stw) 
sampai akhir hayatnya. Salah seorang pasien dengan karsinoma reaktif, yang 
merupakan keluarga seorang professor doctor konsultan griatri dan 
spesialisasi penyakit dalam yang menghendaki untuk merawatnya, tetapi 
pasien tetap ingin di STW sampaiakhir hanyatnya. Pasien ini mungkin merasa 
aman, nyaman, dan terhubur dengan suasana asuhan yang dilaksanakan oeleh 
tim perawatan yang ada. Misalnya, setiap selesai pengajian, semua peserta 
pengajian bersama-sama mengadakan doa bersama dihadapan pasien 
dipimpin oleh pemuka agama yang diikuti oleh para perawat, pekerja sosiel, 
warga lanjut usia, dan anggota lainnya. Pasien akan lebih baik jika dirawat 
dilingkungan keluarga dan dirawat oleh tim perawatan paliatif yang 
berlangsung teratur dan saling proaktif, terutama melalui komunikasi dengan 
telpon, konsultasi keluarga ke rumah sakit, dan kunjungan rumah tim 
perawatan (Nugroho, 2008). 
Kekhawatiran keluarga umumnya teratasi setelah mereka berkominikasi 
dengan dokter, perawat, atau anggota tim lainnya. Ternyata, kepuasana rohani 
yang terpelihara dengan baik merupakan perekat dan pemacu untuk mencapai 
target kualitas hidup lanjut usia dan anggota keluarga yang dicintainya. Peran 
serta keluarga sanagt luas dan menyeluruh, mulai dari perhatian, sapaan, 
mengajak bicara menjadi pendengar yang baik merawat bahkan mendukung 
pendanaan serta kemungkinan dapat bersosilisasi kembali. Lanjut usia 
penderita kanker secara nyata mengalami penderitaan, tetapi keluarga ternyata 
dapat lebih menderita dan mengalami kesulitan (Nugroho, 2008). 
Tugas tim perawatan tim paliatif sebagai penyeimbang diantara keduanya. 
Keluarga pasien ( lanjut usia yang menderita kanker) adalah subjek suasana 
42
tegang dan stress, baik fisik maupun secara psikologis, disertai ketakutan dan 
kekhawatiran kehilangan orang yang dicintainya. Dari pengamatan yang 
dilakukan, diperoleh hasil bahwa sikap/ kebutuhan keluarga adalah: 
a. Ingin membantu lanjut usia sepenuhnya. 
b. Ingin mendapat informasi tentang kematian. 
c. Ingin selaku bersama lanjut usia 
d. Ingin mendapat kepastian bahwa pasien tetap nyaman 
e. Ingin mendapat informasi tentang perkembangan lanjut usia 
f. Ingin melepaskan/ mencurahkan isi hati 
g. Ingin medapat dukungan dan pendampingan anggota keluarga/ kerabat 
43 
lain 
h. Ingin diterima, mendapat bimbingan, dan dukungan dari para petugas 
medis/ perawat. 
Pengamatan tersebut didukung oleh beberapa pernyataan, meyakinkan 
bahwa keluarga menempatkan diri dalam posisi segalanya bagi lanjut usia. 
Yang juga perlu diselengarakan adalah menejemen dalam keluarga, untuk 
mengatur giliran jaga, dan mengatur pendanaan, memenuhi kebutuhan 
fasilitas lanjut usia, dan lain-lain. Pada kenyataannya, lanjut usia dapat diajak 
diskusi untuk diminta pertimbangannya dapak positifnya adalah lanjut usia 
merasa” dianggap” dan dihargai walaupun fisiknya tidak berdaya (Nugroho, 
2008). 
Kelelahan fisik dan pisikis pada naggota keluarga sering mengakibatkan 
penurunan kualitas pelayanan perawatan di rumah. Bila hal ini terjadi, 
sebaiknya untuk sementara waktu lanjut usia “dititipkan” dirumah sakit, 
member kesempatan pada keluarga untuk beristirahat. Dukungan pada 
keluarga saat masa sulit sangat penting, yaitu: 
a. Pada saat perawatan 
b. Pada saat menghadapi kematian
44 
c. Pada saat kematian 
d. Pada saat masa duka 
Beban kesulitan dirasa berat bila lanjut usia dirawat. Namun, hal tersebut 
akan menimbulkan keseimbangan bila lanjut usia telah meninggal dan adanya 
rasa puas karena keluarga telah memberi sesuatu yang paling berharga bagi 
lanjut usia, termasuk kehangatan keluarga. Kedekatan dengan lanjut usia akan 
tetap berkesan bagi keluarga yang ditinggalkan (Nugroho, 2008). 
Hal yang terahir ini terungkap pada saat kunjungan masa duka oleh 
anggota tim perawatan paliatif. Silaturahmi dapat berlanjut dalam bentuk 
kesediaan keluarga lanjut usia sebagai relawan. Dapat disimpulkan bahwa 
perawatan tim paliatif merupakan suatu proses perawatan yang cukup 
kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan 
mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisik, psikis, 
sosial, spiritual, dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin 
tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya, 
dan kualitas perilaku, serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya. 
Perawat/tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu 
kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you metter to 
the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you 
die peacefully, but to live until you die” (Nugroho, 2008).
45 
BAB III 
Asuhan Keperawatan 
Menurut Nugroho (2008), proses asuhan keperawatan pada orang lanjut usia yang 
menjelang kematian, antara lain : 
A. Pengkajian 
Pengkajian ialah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat 
merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh, 
perawat harus mengindentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. 
Oleh karena itu, tahap ini meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai 
status kesehatan, dan berakhir dengan penegakan diagnosis keperawatan, yaitu 
pernyataan tentang masalah pasien yang dapat diintervensi. Tujuan pengkajian 
adalah memberi gambaran yang terus-menerus mengenai kesehatan pasien yang 
memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan asuhan keperawatannya 
secara perseorangan. 
Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenai pasien dan 
keluarganya. Siapa pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan 
jiwanya. Rencana pengobatan apa yang telah dilaksanakan? Tindakan apa saja 
yang telah diberikan? Adakah bukti mengenai pengetahuannya, prognosisnya, dan 
pada tahap proses kematian yang mana pasien berada? Apakah ia menderita rasa 
nyeri? Apakah anggota keluarganya mengetahui prognosisnya dan bagaimana 
reaksi mereka? Filsafat apa yang dianut oleh pasien dan keluarganya mengenai 
hidup dan mati. Pengkajian keadaan, kebutuhan, dan masalah 
kesehatan/keperawatan pasien khususnya. Sikap pasien terhadap penyakitnya, 
antara lain apakah Pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah pasien menyadari 
tentang penyakitnya? 
1. Perasaan takut. Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang 
tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakiit
terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. 
Perawat harus menggunakan pertimbanggan yang sehat apabila sedang 
merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasien 
dengan cara yang tepat. 
Perasaan takut yang muncul mungkin takuut terhadap rasa nyeri, 
walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang 
rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein, dan dektromoramid. Apabila orang 
berbicara tentang perasaan takut mereka terhadap maut, respons mereka 
secara tipikal mencangkup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut 
meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum 
selesai, dan sebagainya. 
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan 
mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada 
umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap 
kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress. 
2. Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain 
46 
mencela dan mudah marah. 
3. Tanda vital. Perubahan fungsi tubuhh sering kali tercermin pada suhu badan, 
denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang 
mengaturnya berkaitan satu sama lain. Srtiap perubahan yang berlainan 
drngan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk 
mengenali keadaan kesehatan eseorang. 
4. Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal dengan awas waspada, 
yang merupakan ekspresi terhadap apa yang dilihat, didengar, dialami, dan 
perasaan keseimbanagn, nyeri, suhu, raba, getar, grek, gerak tekan dan sikap, 
bersifat adekuat, yaitu tepat dan sesuai ( Mahar Mardjono dan P.Sidharta, 
1981).
5. Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ 
mempunyai fungsi khusus. 
Tingkat kesadaran 
1. Komposmentis Sadar sempurna 
2. Apatis Tidak ada perasaan/ kesadaran menurun 
47 
(masa bodoh) 
3. Somnolen Kelelahan (mengentuk berat) 
4. Soporus Tidur lelep patologis (tidur pulas) 
5. Subkoma Keadaan tidak sadar/hamper koma 
6. Koma Keadaan pingsan lama disertai dengan 
penurunan daya reaksi (keadaan tidak sadar 
walaupun dirangsang dengan apa pun/ tidak 
dapatdisadarkan) 
B. Diagnosis Keperawatan 
Diagnosis keperawatan adalah masalah aktual/ potensial yang dimiliki 
seseorag dalam memenuhi tuntutan atau kegiatan hidup sehari-hari dan yang 
berhubungan dengan kesehatan 
Table 2 Diagnosis Keperawatan 
Data Diagnosis Keperawatan 
Status sistem pernapasan 
1. Sesak napas 
2. Batuk 
3. slem 
Ganguan pemenuhan kebutahan oksigen 
yang berhubungan dengan adanya 
penyubatan slem yang ditandai sesak nafas 
sistem pembuluh darah 
1. Tekanan darah 
2. Denyut tubuh 
3. Suhu tubuh 
Ganguan kenyamana yang berhubungan 
dengan batuk, panas tinggi yang ditandai 
pasien gelisah.
48 
4. Pernapasan 
5. Warna wajah 
6. kesadaran 
Ganguan kesadaran yang berhubungan 
dengan dampak patologis dengan 
manifestasi apatis/ koma. 
Sistem pencernaan 
1. Susah menelan 
2. Mual, muntah 
3. Perih, tidak nafsu makan 
4. Diare/ obstipasi 
5. Kembung, melena 
6. Mules 
Perubahan nutrisi sebagai dampak 
patologis dengan menampakkan makan 
yang disajikan sering tidak habis. 
Gangguana keseimbanga cairan dan 
elektrolit yang berhubungan dengan 
muntah dan diare yang ditandai dengan 
turgor jelek, mata cekung, suhu naik. 
Gangguan eleminasi alvi yang 
berhubungan dengan obstipasi yang 
ditandai beberapa hari pasien defekasi. 
Sistem perkemihan 
1. Bagaimana produksi 
urinenya? 
2. Beberapa jumlahnya? 
Gangguan eliminasi urine yang 
berhubungan dengan produksi urinenya, 
yang ditandai dengan jumlah urine berapa 
cc. 
Persendihan dan otot 
(pergerakan) 
1. Kekakuan sendi dan otot 
Keterbatasan pergerakkan yang 
berhubungan dengan tirah baring lama 
yang ditandai dengan kaku sendi/otot. 
Kegiatan sehari-hari 
1. Mandi, gosok gigi 
2. Ganti pakaian 
3. Defekasi dan berkemih 
Perubahan dalam merawat diri sendiri 
sebagai dampak patologis.
49 
mandiri atau bergantung 
penuh kepada orang lain 
Pola tidur dan istirahat 
1. Bagaimna istirahatnya? 
2. Tidur malam? 
3. Hal-hal yang dirasa 
menggangu tidur? 
Gangguan psikologis yang berhubungan 
dengan perubahan pola seksualaitas yang 
ditandai: susah tidur, pucat, murung. 
Cemas memikirkan penyakit dan 
keluarga yang ada di rumah 
Cemas yang berhubungan dengan 
mamikirkan penyakitnya dan keluarga. 
C. Intervensi Keperawatan 
Perencanaan adalah langkah kedua dalam proses keperawatan. Termasuk 
pentuan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan 
intervensi keperawatan yang tepat. 
Table 2 Rencana Keperawatan. 
DK Tujuan Rencana Intervensi Evaluasi 
Gangguan 
Kebutuhan 
Menciptakan 
kebetuhan 
oksigen 
lingkungan yang 
oksigen 
terpenuhi 
sehat 
Menikmati dan 
mengkaji keadaan 
pernafasan pasien 
Membersihkan 
slem 
Melatih pasien 
Kebutuhan oksigen 
dapat terpenuhi
50 
untuk pernapasan 
Gangguan 
kenyamanan 
Rasa nyaman 
terpenuhi 
Mengupayakan 
penurunan suhu 
tubuh 
Member obat 
sesuai dengan 
program 
Rasa nyaman 
terpenuhi 
Perubahan 
nutrisi 
Kebutuhan 
nutrisi terpenuhi 
Mempertahankan 
pemasukan 
makanan yang 
cukup 
Kebutuhn nutrisi 
terpenuhi 
Ganguan 
keseimbangan 
cairan dan 
elektrolit 
Keseimbangan 
cairan dan 
elektrolit 
terpenuhi 
Mempertahankan 
keseimbangan 
cairan dan 
elektrolit 
Kebutuhan cairan 
dan elektrolit dapat 
terpenuhi 
Gangguan 
eliminasi alvi 
Keseimbangan 
eliminasi 
(defekasi) 
terpenuhi 
Mempertahankan 
kelancaran 
defekasi 
Kebutuhan 
eliminasi (defekasi) 
dapat terpenuhi 
Gangguan 
eliminasi urine 
Kebutuhan 
eliminasi 
(berkemih) 
terpenuhi 
Mempertahankan 
kelancaran 
berkemih 
Kebutuhan 
eliminasi 
(berkemih) dapat 
terpenuhi 
Keterbatasan 
pergerakan 
Keterbatasan 
pergerakan 
(sendi dan otot) 
terpenuhi 
Memenuhi 
kebutuhan gerak 
(mobilisasi) 
Kebutuhan 
pergerakan dapat 
terpenuhi
51 
Perubahan 
perawatan diri 
Kebutuhan 
merawat diri 
terpenuhi 
Membantu 
memenuhi 
kebutuhan 
merawat diri 
Perawaan diri dapat 
terpenuhi 
Gangguan pola 
tidur 
Kebutuhan 
istirah dan tidur 
terpenuhi 
Ciptakan interaksi 
yang terapeutik, 
dengan member 
penjelasan kepada 
pasien tentang 
pentingnya 
istirahat terhadap 
tubuh 
Kebutuhan istirahat 
dan tidur dapat 
terpenuhi: 
 Tidak ada 
keluhan, 
dapat tidur 
 Ekspresi 
bangun tidur 
ceria, segar 
bugar. 
Kecemasan Rasa cemas 
hilang/ 
berkurang 
Menciptakan 
lingkungan yang 
terapeutik 
Rasa cemas dapat 
hilang/ berkurang
52 
BAB IV 
Penutup 
A. Kesimpulan 
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. 
Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa 
peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang . Terkadang kematian 
menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. 
Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang 
komprehensif tentang orang yang menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih 
dari manajemen symptom yang hati-hati dan – perhatian terhadap kebutuhan 
dasar fisik pasien – secara perorangan – sebagai pribadi — dan keluarganya. Di 
samping menangani manajemen symptom, intervensi perawatan paliatif dan 
hospis dapat ditujukan untuk menolong seseorang untuk mencapai perasaan beres 
dalam dimensi social dan relas antar pribadi, untuk membangun atau 
memperdalam perasaan bermakna dan menemukan perasaan keunikan mereka 
sendiri dalam makna hidup. 
Yang paling mendasar adalah, perawat dapat melayani dengan cara 
menghadirkan diri secara penuh. Mungkin kita tidak memiliki jawaban untuk 
pertanyaan eksistensial tentang hidup dan kematian lebih daripada orang yang 
sedang meninggal. Mungkin kita tidak dapat mengurangi semua perasaan 
menyesal dan takut menghadapi ketidaktahuan. Namun, bukan tugas kita untuk 
menjawab semua masalah itu. Tugas utama seorang perawat adalah berdiri di 
samping pasien, terus menerus menyediakan perawatan fisik dan psikososial yang 
diperlukan, sementara itu pasien sendiri berjuang untuk mencari jawabannya. 
B. Saran 
Hal yang paling diperlukan dalam penanganan pasien dalam fese terminal 
adalah pendekatan secara moral, social dan spiritual. Peran utama perawat dalam
keadaan ini ditekankan pada kemampuan untuk mempersiapkan pasien secara 
utuh dalam menerima keadaanya dan mempersiapkan diri dalam menghadapi 
kematian secara damai. 
53
54 
Daftar Pustaka 
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperwatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC 
Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jogjakarta : Nuha Medika 
Stanley, Mickey dkk. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi II. Jakarta : EGC

More Related Content

What's hot

Kb 1 konsep perawatan paliatif
Kb 1 konsep perawatan paliatifKb 1 konsep perawatan paliatif
Kb 1 konsep perawatan paliatif
Uwes Chaeruman
 
Mobilisasi dan immobilisasi
Mobilisasi dan immobilisasiMobilisasi dan immobilisasi
Mobilisasi dan immobilisasi
rudi mirino
 
Tinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptx
Tinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptxTinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptx
Tinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptx
ssuserbb0b09
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
Sri Nala
 
Strategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwa
Strategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwaStrategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwa
Strategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwa
lutfinurariffani
 

What's hot (20)

Konsep dan-perspektif-kmb
Konsep dan-perspektif-kmbKonsep dan-perspektif-kmb
Konsep dan-perspektif-kmb
 
Pendampingan klien kritis
Pendampingan klien kritisPendampingan klien kritis
Pendampingan klien kritis
 
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajalKonsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
 
Kb 1 konsep perawatan paliatif
Kb 1 konsep perawatan paliatifKb 1 konsep perawatan paliatif
Kb 1 konsep perawatan paliatif
 
Konsep pasien terminal
Konsep pasien terminalKonsep pasien terminal
Konsep pasien terminal
 
Ruang lingkup keperawatan
Ruang lingkup  keperawatanRuang lingkup  keperawatan
Ruang lingkup keperawatan
 
Mobilisasi dan immobilisasi
Mobilisasi dan immobilisasiMobilisasi dan immobilisasi
Mobilisasi dan immobilisasi
 
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODOASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
 
Sistem klasifikasi pasien
Sistem klasifikasi pasienSistem klasifikasi pasien
Sistem klasifikasi pasien
 
Konsep Kebutuhan Harga Diri
Konsep Kebutuhan Harga DiriKonsep Kebutuhan Harga Diri
Konsep Kebutuhan Harga Diri
 
Konsep dasar triage_instalasi_gawat_daru
Konsep dasar triage_instalasi_gawat_daruKonsep dasar triage_instalasi_gawat_daru
Konsep dasar triage_instalasi_gawat_daru
 
format pengkajian keperawatan komunitas
format pengkajian keperawatan komunitasformat pengkajian keperawatan komunitas
format pengkajian keperawatan komunitas
 
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Penyakit Terminal dan Menjelang AjalAsuhan Keperawatan Klien Dengan Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal
 
Tinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptx
Tinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptxTinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptx
Tinjauan Agama Sosial Budaya Dalam Perawatan.pptx
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
 
Woc stroke
Woc strokeWoc stroke
Woc stroke
 
Keperawatan jiwa
Keperawatan jiwaKeperawatan jiwa
Keperawatan jiwa
 
SOAL-SOAL UKOM NERS DAN PEMBAHASANNYA
SOAL-SOAL UKOM NERS DAN PEMBAHASANNYASOAL-SOAL UKOM NERS DAN PEMBAHASANNYA
SOAL-SOAL UKOM NERS DAN PEMBAHASANNYA
 
Kebutuhan aktivitas
Kebutuhan aktivitasKebutuhan aktivitas
Kebutuhan aktivitas
 
Strategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwa
Strategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwaStrategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwa
Strategi pelaksanaan asuhan keperawatanjiwa
 

Viewers also liked

Pengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. Dkk
Pengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. DkkPengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. Dkk
Pengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. Dkk
Pangestu S
 
Stresor Psikologik Lansia
Stresor Psikologik LansiaStresor Psikologik Lansia
Stresor Psikologik Lansia
Rahma Setya
 
Askep gerontik rini print
Askep gerontik rini printAskep gerontik rini print
Askep gerontik rini print
Dwi Kristiarini
 
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kankerKb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Uwes Chaeruman
 
Keperawatan gerontik
Keperawatan gerontikKeperawatan gerontik
Keperawatan gerontik
Tumiur Sormin
 
Latihan soal uji kompetensi perawat
Latihan soal uji kompetensi perawatLatihan soal uji kompetensi perawat
Latihan soal uji kompetensi perawat
sri syla
 
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansiaAsuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
heri damanik
 

Viewers also liked (20)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL DAN MENJELANG AJAL
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL DAN MENJELANG AJALASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL DAN MENJELANG AJAL
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL DAN MENJELANG AJAL
 
Askep pasien terminal
Askep pasien terminalAskep pasien terminal
Askep pasien terminal
 
Pengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. Dkk
Pengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. DkkPengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. Dkk
Pengertian Kehilangan dan Berduka. KDM 1. By. Pangestu Chaesar S. Dkk
 
Stresor Psikologik Lansia
Stresor Psikologik LansiaStresor Psikologik Lansia
Stresor Psikologik Lansia
 
Askep gerontik rini print
Askep gerontik rini printAskep gerontik rini print
Askep gerontik rini print
 
100681759 skripsi-keperawatan
100681759 skripsi-keperawatan100681759 skripsi-keperawatan
100681759 skripsi-keperawatan
 
Asuhan Keperawatan Gerontik
Asuhan Keperawatan GerontikAsuhan Keperawatan Gerontik
Asuhan Keperawatan Gerontik
 
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Akibat Kegan...
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Akibat Kegan...Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Akibat Kegan...
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Akibat Kegan...
 
Konsep keperawatan kesehatan lanjut usia
Konsep keperawatan kesehatan lanjut usiaKonsep keperawatan kesehatan lanjut usia
Konsep keperawatan kesehatan lanjut usia
 
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kankerKb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
 
Konsep dasar keperawatan gerontik
Konsep dasar keperawatan gerontikKonsep dasar keperawatan gerontik
Konsep dasar keperawatan gerontik
 
Keperawatan gerontik
Keperawatan gerontikKeperawatan gerontik
Keperawatan gerontik
 
Autakoid......
Autakoid......Autakoid......
Autakoid......
 
Empati 1 (modul empati dan motivasi)
Empati 1 (modul empati dan motivasi)Empati 1 (modul empati dan motivasi)
Empati 1 (modul empati dan motivasi)
 
Latihan soal uji kompetensi perawat
Latihan soal uji kompetensi perawatLatihan soal uji kompetensi perawat
Latihan soal uji kompetensi perawat
 
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansiaAsuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
 
Empati
EmpatiEmpati
Empati
 
Homecare lansia
Homecare lansiaHomecare lansia
Homecare lansia
 
Perilaku Empati
Perilaku EmpatiPerilaku Empati
Perilaku Empati
 
Empati ppt 2
Empati ppt 2Empati ppt 2
Empati ppt 2
 

Similar to Askep menjelang kematian

Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...
Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...
Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...
inkalee
 
fdokumen.com_stadium-terminal.ppt
fdokumen.com_stadium-terminal.pptfdokumen.com_stadium-terminal.ppt
fdokumen.com_stadium-terminal.ppt
idhakurniasih2
 
ppt kehilangan kematian.ppt
ppt kehilangan kematian.pptppt kehilangan kematian.ppt
ppt kehilangan kematian.ppt
candra_cun
 

Similar to Askep menjelang kematian (20)

Askep jiwa bu asminarsih AKPER PEMKAB MUNA
Askep jiwa bu asminarsih AKPER PEMKAB MUNA Askep jiwa bu asminarsih AKPER PEMKAB MUNA
Askep jiwa bu asminarsih AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep jiwa bu asminarsih
Askep jiwa bu asminarsihAskep jiwa bu asminarsih
Askep jiwa bu asminarsih
 
Igd, terminal, ajal
Igd, terminal, ajalIgd, terminal, ajal
Igd, terminal, ajal
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i AKPER PEMKAB MUNA
Bab i AKPER PEMKAB MUNA Bab i AKPER PEMKAB MUNA
Bab i AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep jiwa terminal
Askep jiwa terminalAskep jiwa terminal
Askep jiwa terminal
 
Askep jiwa terminal AKPER PEMKAB MUNA
Askep jiwa terminal AKPER PEMKAB MUNA Askep jiwa terminal AKPER PEMKAB MUNA
Askep jiwa terminal AKPER PEMKAB MUNA
 
Nining file AKPER PEMKAB MUNA
Nining file AKPER PEMKAB MUNA Nining file AKPER PEMKAB MUNA
Nining file AKPER PEMKAB MUNA
 
Nining file
Nining fileNining file
Nining file
 
Tugaskyu jiwa,,,
Tugaskyu jiwa,,,Tugaskyu jiwa,,,
Tugaskyu jiwa,,,
 
Tugaskyu jiwa,,, AKPER PEMKAB MUNA
Tugaskyu jiwa,,, AKPER PEMKAB MUNA Tugaskyu jiwa,,, AKPER PEMKAB MUNA
Tugaskyu jiwa,,, AKPER PEMKAB MUNA
 
Klien yang menghadapi kehilangan dan Kematian
Klien yang menghadapi kehilangan dan KematianKlien yang menghadapi kehilangan dan Kematian
Klien yang menghadapi kehilangan dan Kematian
 
Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...
Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...
Ka7 nurulhartini-dinamikapasienterminal...
 
Kedaruratan psikiatri
Kedaruratan psikiatriKedaruratan psikiatri
Kedaruratan psikiatri
 
fdokumen.com_stadium-terminal.ppt
fdokumen.com_stadium-terminal.pptfdokumen.com_stadium-terminal.ppt
fdokumen.com_stadium-terminal.ppt
 
KEMATIAN
KEMATIANKEMATIAN
KEMATIAN
 
ppt kehilangan kematian.ppt
ppt kehilangan kematian.pptppt kehilangan kematian.ppt
ppt kehilangan kematian.ppt
 
PPT PATOFISIOLOGI PENYAKIT TERMINAL.pptx
PPT PATOFISIOLOGI PENYAKIT TERMINAL.pptxPPT PATOFISIOLOGI PENYAKIT TERMINAL.pptx
PPT PATOFISIOLOGI PENYAKIT TERMINAL.pptx
 
pasien_terminal.pptx
pasien_terminal.pptxpasien_terminal.pptx
pasien_terminal.pptx
 
Kb 2 tebtamen suicide dan kejang anak
Kb 2 tebtamen suicide dan kejang anakKb 2 tebtamen suicide dan kejang anak
Kb 2 tebtamen suicide dan kejang anak
 

Recently uploaded

Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
NurindahSetyawati1
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
AtiAnggiSupriyati
 

Recently uploaded (20)

Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 

Askep menjelang kematian

  • 1. 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan untuk sembuh, seorang perawat profesional harus mempunyai keterampilan yang multi-kompleks. Sesuai dengan peran yang dimiliki, perawat harus mampu memberi pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Perawat juga dituntut untuk membantu anggota keluarganya dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut usia dan harus menyelami perasaan hidup dan mati. Pemberian asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi sakaratul maut tidak selamanya mudah. Klien lanjut usia akan memberi reaksi yang berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. Bagaimanapun keadaannya, perawat harus dapat menguasai situasi, terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga yang dalam keadaan krisis ini memerlukan perhatian perawat karena kematian seseorang dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari. Kadang-kadang sebelum ajal tiba, klien lanjut usia kehilangan kesadarannya terlebih dahulu. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud pengertian kematian ? 2. Apa ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian ? 3. Apa Penyebab kematian ? 4. Apa teori-teori kematian dan menjelang ajal? 5. Bagaimana tahap kematian? 6. Bagaimana normalitas kematian dan menjelang ajal ? 7. Bagaimana lingkungan menjelang ajal ? 8. Apa pengaruh kematian ?
  • 2. 2 9. Apa hak asasi pasien menjelang ajal ? 10. Bagaimana asuhan dan dukungan keperawatan ? 11. Bagaimana perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal ? 12. Bagaimana asuhan keperawatan lanjut usia menjelang ajal ? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pengertian kematian. 2. Mengetahui ciri/tanda klien lanjut usia menjelang kematian. 3. Mengetahui penyebab kematian. 4. Mengetahui teori-teori kematian dan menjelang ajal. 5. Mengetahui tahap kematian. 6. Mengetahui normalitas kematian dan menjelang ajal. 7. Mengetahui lingkungan menjelang ajal. 8. Mengetahui pengaruh kematian. 9. Mengetahui hak asasi pasien menjelang ajal. 10. Mengetahui asuhan dan dukungan keperawatan. 11. Mengetahui perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal. 12. Mengetahui asuhan keperawatan lanjut usia menjelang ajal.
  • 3. 3 BAB II Tinjauan Pustaka A. Pengertian Kematian Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak dapat lagi atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Pengertian kematian/mati adalah apabila seseorang tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernapas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan segala refleks, serta tidak ada kegiatan otak (Nugroho, 2008). B. Ciri/Tanda Klien Lanjut Usia Menjelang Kematian Menurut Nugroho (2008), ciri klien lanjut usia yang menjelang kematian, antara lain : 1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki. 2. Gerakan peristaltik usus menurun. 3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung. 4. Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya. 5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan/kelabu. 6. Denyut nadi mulai tidak teratur. 7. Napas mendengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lendir pada saluran pernapasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut usia. 8. Tekanan darah menurun. 9. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur). Tanda tanda kematian 1. Pupil mata tetap membesar atau melebar 2. Hilangnya semua refleks dan ketiadaan kegiatan otak yang tampak jelas dalam hasil pemeriksaan EEG dalam waktu 24 jam.
  • 4. 4 C. Penyebab kematian: Menurut Nugroho (2008), penyebab kematian, antara lain : 1. Penyakit a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae). b. Penyakit kronis, misalnya: 1) CVD (cerebrovascular diseases) 2) CRF (chronic renal failure [gagal ginjal]) 3) Diabetes melitus (gangguan endokrin) 4) MCI (myocard infarct [gangguan kardiovaskular]) 5) COPD (chronic obstruction pulmonary diseases) 2. Kecelakaan (hematoma epidural) D. Teori-Teori Kematian dan Menjelang Ajal Penulis yang paling dikenal dalam bidang kematian dan menjelang ajal adalah Elizabeth Kubler-Ross. Hasil kerjanya membuat peka perawat , professional layanan kesehatan dan konsumen terhadap proses menjelang ajal dan kebutuhan-kebutuhan yang melekat pada orang yang menjelang ajal. Teorinya mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami lima tahap, dimulai dengan penyingkapan awal terminalitas dan berakhir dengan momeng akhir kehidupan. a. Tahap I : penyangkalan dan isolasi Tahap ini biasanya mewakili pertahanan temporer yang digantikan dengan penerimaan parsial. Penyangkalan ini tidak boleh diinterpretasikan sebagai adaptasi yang negatif atau merendahkan. Sebagai pertahanan awal, penyangkalan membantu seseorang dengan melindunginya dari ansietas dan ketakutan. b. Tahap II : Kemarahan dan penyangkalan Tahap ini digantikan dengan perasaan marah, gusar, iri dan kebencian. Kemarahan terjadi karena seseorang merasa rencana dan kegiatannya
  • 5. terganggu oleh kematian. Merasa iri pada orang lain yang masih dapat menikmati kehidupan. 5 c. Tahap III: tawar menawar Pada ini seseorang percaya bahwa kematiannya masih dapat ditunda dengan berdoa. Mencoba untuk menunda kematian dan masih ada waktu untuk berdoa, melengkapi tujuan hidupnya yang penting. Pada tahap ini dia akan berjanji untuk memperbaiki cara hidupnya dan akan lebih sering berdoa. d. Tahap IV : depresi Menyadari bahwa kematian sudah semakin dekat. Depresi meliputi dua jenis kehilangan yaitu : kehilangan yang terjadi dimasa lalu dan kehilangan hidup yang akan terjadi. e. Tahap V : penerimaan Seseorang telah dapat menerima nasibnya. Apabila telah mendapat cukup waktu dan dibantu dalam menjalani tahap-tahap sebelumnya, maka ia tidak merasa depresi maupun marah terhadap nasibnya. Amberton mengisolasi empat strategi koping utama yang digunakan oleh orang yang menjelang ajal.: penyangkalan , ketergantungan , pemindahan , dan regresi. Teorinya menekankan pada suatu pendekatan tim dalam merawat orang yang menjelang ajal, dengan focus pada pendekatan asuhan paliatif daripada pendekatan kuratif. Dukungan yang konsisten oleh pemberi perawatan diperlukan pada saat pasien yang menjelang ajal terombang-ambing diantara berbagai bentuk ketergantungan dan kecukupan diri. Orang yang menjelang ajal perlu mengetahui bahwa mereka tidak akan diabaikan atau ditinggal sendiri (Stanley, 2006). Pattison tidak menyetujui pembagian proses menjelang ajal menjadi tahapan-tahapan kronologis yang tersusun. Ia mengindentifikasi berbagai mekanisme koping ego yang digunakan oeh orang yang menjelang ajal pada berbagai titik yang berbeda selama siklus hidup. Lansia menggunakan altruism, humor ,
  • 6. supresi, pikiran , antisipasi, dan sublimasi untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan terminal. Patrison merujuk pada fase-fase proses menjelang ajal : fase akut, fase kehidupan kronis , fase menjelang ajal, fase akhir. Ia mengatakan bahwa persiapan reaksi psikologis muncul selama interval hidup-mati. Pendekatan individual diperlukan untuk menghadapi stress dan krisis yang dapat muncul kapan saja dalam proses menjelang ajal (Stanley, 2006). Wiesman mengemukakan adanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi respons emosional yang continue dan berubah-ubah selama proses menjelang ajal. Ia menekankan pada individualitas seseorang daripada member label berdasarkan urutan munculnya reaksi emosional (Stanley, 2006). Kastenbaum melakukan analisis retrospektif yang disebut autopsy psikologis. Ia memeriksa reaksi orang yang menjelang ajal untuk menentukan intervensi yang tepat dan memutuskan bahwa konsep-konsep kematian mengubah seluruh hidup bersamaan dengan tingkat perkembangan seseorang. Ia membagi kehidupan dan menjelang ajal menjadi dua fase proses psikobiologis yang sama, yang berkembang sampai akhir kehidupan (Stanley, 2006). Giacquinta mendiskusikan tahapan-tahapan dan fase-fase yang dialami keluarga setelah didiagnosis kanker dinyatakan. Keempat tahap tersebut antara lain adalah hidup dengan kanker, restrukturisasi selama interval hidup dan mati, kehilangan dan pembentukan kembali. Setiap tahap terdiri dari fase-fase dan halangan spesifik seperti kepuasan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Mengembangkan harapan, rasa aman dan keberanian merupakan sebagian tujuan yang membimbing tindakan keperawatan. Seluruh anggota keluarga selain penderita kanker itu sendiri dianggap sebagai pasien, dan prinsipprinsip tersebut dapat diterapkan pada unit keluarga yang menghadapi penyakit yang mengancam kehidupan (Stanley, 2006). 6
  • 7. 7 E. Tahap Kematian Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi dapat saling tindih. Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali ke tahap itu. Lama setiap tahap dapat bervariasi, mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan secara saksama dan cermat. Menurut Nugroho (2008), tahap kematian antara lain : 1. Tahap Pertama (Penolakan) Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya, sikap itu ditandai dengan komentar, "Saya? Tidak, itu tak mungkin." Selama tahap ini, klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia bahkan menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber profesional dan non-profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa maut sudah berada di ambang pintu. 2. Tahap Kedua (Marah) Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Klien lanjut usia itu berkata, "Mengapa saya?" Sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap ini, klien lanjut usia lebih menganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati
  • 8. dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal terhadap kematian yang perlu diungkapkan. 8 3. Tahap Ketiga (Tawar-Menawar) Pada tahap ini, klien lanjut usia pada hakikatnya berkata, "Ya, benar aku, tetapi...." Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar-menawar ini banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan akan menyiapkan beberapa hal, misalnya membuat surat dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan. Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia mempunyai permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya. 4. Tahap Keempat (Sedih/Depresi) Pada tahap ini, klien lanjut usia pada hakikatnya berkata, "Ya, benar aku." Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan dengan itu, ia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
  • 9. 9 5. Tahap Kelima (Menerima/Asertif) Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini, klien lanjut usia telah membereskan segala urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap menerima, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah pada maut tidak berarti menerima maut. F. Normalitas Kematian dan Menjelang Ajal Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir. Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi setiap individu, kejadiankejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup yang diperlukan (Stanley, 2006). Sikap terhadap kematian dan menjelang ajal telah berubah. Dulu, orang-orang tidak takut terhadap kematian. Kmatian diterima sebagai perkembangan hidup yang alami. Proses menjelang ajal terjadi dengan kehadiran keluarga, teman dan anak-anak (Stanley, 2006). Pada peralihan abad, sebagian besar kematian terjadi pada usia kurang dari 50 tahun. Saat ini, sebagian besar kematian terjadi pada populasi lansia. Delapan puluh persen kematian terjadi di lingkungan institusi. Oleh karena itu, anak-anak tidak terpajan kematian selama betahun-tahun pembentukannya, pada saat dukungan dan rasa aman dari keluarganya dapat membantu mereka menghadapi proses kehidupan akhir ini. Perawat berbeda di berbagai tempat saat proses menjelang ajal itu terjadi. Perawat harus merasa nyaman terhadap kekhawatiran dan perasaan mereka sendiri tentang proses ini. Dukungan kolega sebagaimana perawat yang mengasuh orang menjelang ajal merupakan hal pnting agar pada
  • 10. masa-masa tersebut menjadi pengalaman yang normal dan meningkatkan pertumbuhan (Stanley, 2006). 10 G. Lingkungan Menjelang Ajal 1. Rumah Sakit Perawatan Akut Meskipun sebagian besar kematian terjadi di institusi layanan kesehatan, rumah sakit perawatan akut atau rumah sakit pendidikan dapat menjadi tempat terakhir yang cocok bagi lansia yang menjelang ajal. Di lingkungan rumah sakit, proses penyakit dan organ yang sakit merupakan focus dari layanan, dengan kesembuhan sebagai tujuannya. Melalui program pendidikan, dokter dan perawat sering merasa menunjukkan rasa tidak nyaman dan rasa bersalah ketika berhadapan dengan mereka yang menjelang ajal walaupun mereka telah mengupayakannya. Banyak professional layanan kesehatan yang belum dididik dalam hal perawatan terkini menjelang ajal. Melalui program pendidikan ini, dokter dan perawat belajar bagaimana melakukan perawatan untuk lansia yang menjelang ajal. Penekanan pada pendidikan ini adalah untuk membantu profesional layanan kesehatan menghadapi isu-isu menjelang ajal dan kematian. Banyak yang dapat dilakukan terhadap orang yang menjelang ajal di luar pengobatan medis. Proses mnjelang ajal merupakan saat sangat memerlukan dukungan emosional (Stanley, 2006). 2. Perawatan Jangka Panjang Institusi perawatan jangka panjang memberikan layanan kesehatan untuk lebih 1 juta lansia di Amerika Serikat. Keputusan di panti jompo antara lain mencakup apakah akan menahan akan dilakukannya evaluasi atau pengobatan masalah medis terhadap pasien yang menghadapi kematian. Keputusan lain yang biasa dihadapi pada saat kehidupan berakhir meliputi pendekatan yang melibatkan program resusitasi dan petimbangan untuk pemindahan ke fasilitas perawatan akut. Meskipun semakin banyak literatur yang memberikan panduang untuk keputusan dalam kedokteran klinis, panduan-panduan
  • 11. semacam itu belum ada di fasilitas perawatan jangka panjang. Banyak penghuni panti jompo yang tidak mampu berpartisipasi secara aktif dalam membuat kputusan tentang perawatan kesehatannya sendiri. Ansietas dapat terjadi di antara keluarga dan pemberi layanan kesehatan selama berupaya untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pengobatan yang tepat bagi pasien yang mendekati kematian (Stanley, 2006). Institusi perawatan jangka panjang melayani lansia yang memerlukan pengobatan untuk penyakit kronis dan disabilitas yang tidak memugkinkan pemberian perawatan ini atau tidak praktis bila dilakukan di rumah atau tempat lainnya. Institusi ini menjadi rumah bagi kebanyakan lansia, meskipun penekanan utama adalah pada penyakit kronis dan disabilitas daripada dukungan gaya hidup. Atmosfir di perawatan jangka panjang kurang kritis jika dibandingkan dengan di perawatan akut. Seringkali, disebabkan perbedaan ini, lansia dan keluarganya atau pemberi perawatan dapat mengekspresikan dan melakukan keinginan mereka yang berkaitan dengan meninggal dalam lingkungan yang tenang dan empatik. Jika keptusan tentang menjelang ajal sudah ditentukan sebelumnya, kematian di lingkungan perawatan jangka panjang dapat terjadi dengan suasana tenang dan mendukung (Stanley, 2006). 11 3. Hospice Hospice adalah “tempat singgah atau pondok bagi pelancong, anak-anak atau kaum miskin, yang sering dibiayai oleh program monastik. Peggunaan kata tersebut secara kontemporer mengidentifikasi sebuah program atau institusi yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan orang yang menjelang ajal. Penekanan diletakkan pada pengurangan penderitaan psikologis dan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah pengurangan nyeri (Stanley, 2006).
  • 12. Pendekatan kerja kelompok dalam hospice merupakan focus yang utama. Inti program ini adalah bahwa anggotanya bertemu setiap minggu untuk mengembangkan komunikasi dan diskusi tentang kebutuhan pasien masing-masing. Tim perawatan Hospice interdisipliner yang biasanya terdiri dari dokter, perawat, pekerja sosial, psikiater, pemuka agama, dan sukarelawan, merupakan hubungan yang mendukung antara pasien dan pelayanan.pendekatan multidisipliner ini memberikan kerangka kerja untuk kordinasi asuhan, menekankan pada kepimimpinan dan keahlian para anggotanya. Meskipu setiap anggota memiliki fokus yang berbeda, tim tersebut disatukan dalam pelayanan sebagai komponen asuhan emosional bagi orang yang menjelang ajal. Unit pelayanan primer adalah pasien dan keluarga. Layanan tersebut tersedia 24 jam. Program-programnya bervariasi tetapi dapat mencekaup layanan pasien rawat inap atau rawat jalan. Tindak lanjut terhadap kehilangan juga dilakukan terhadap anggota keluarga setelah kematian pasien (Stanley, 2006). Hospice di Amerika Serikat mengikuti berbagai bentuk protocol. Terdapat fasilitas hospice rawat inap di rumah sakit., di situ pasien-pasien diarahkan pada unit spesifik atau dirawat dengan cara “tempat tidur tersebar”, dengan pasien hospice menempati tempat tidur di berbagai unit. Layanan hospice rawat jalan dan hospice di rumah sering dilakukan oleh asosiasi perawat kunjungan. Tanpa memperhatikan lingkungan, asuhan hospice dianggap tepat jika pasien tidak lagi berespon terhadap pengobatan, intervensi-intervensi untuk penyembuhan sudah habis, dan kematian suda mengancam (Stanley, 2006). Dalam banyak cara, hospice lebih dipahami sebagai sikap bukan sebagai tempat, progam atau unit. Pendekatan terhadap orang yang menjelang ajal di lingkungan hospice dilakukan dengan cara yang positif dan menghasilkan pertumbuhan. Tujuannya adalah untuk berfokus terhadap keberanian dan 12
  • 13. martabat pasien daripada ketergantungan. Lahirnya perawatan hospice ini telah menyentuh kemanusiaan dengan asuhan paliatif yang terkoordinasi dan penuh cinta terhadap orang yang menjelang ajal dan keluarganya. Nilai yang dapat diukur berkaitan dengan pengayaan hidup dan kehidupan pada saat menjelang ajal (Stanley, 2006). 13 4. Perawatan Di Rumah Alternatif lainnya adalah meninggal di rumah. Untuk alternatif ini, beberapa faktor harus dipertimbangkan karena perawatan teradap orang yang menjelang ajal di rumah menciptakan ketegangan lebih bagi pemberi perawatan. Jika kebutuhan pasien lebih besar dari sumber-sumber yang ada, maka pasien dan pemberi perawatan dapat merasakan pengalaman sebagai sesuatu yang negatif. Banyak pertanyaan yang harus dijawab : Siapa yang akan memberikan perawatan? Apakah orang tersebut mampu mempertahankan kontinuitas asuhan? Adakah sumber pendukung yang lain, seperti teman-teman, layanan sosial, rumah sakit terdekat, layanan hospice dan bantuan medis serta finansial? Kemanan dan keselamatan pasien serta dukungan pemberi perawatan harus mendapat perawat yang seimbang (Stanley, 2006). Perawatan di rumah sangat bergantung kepada besarnya komitmen dan kekuatan beberapa orang mengkoordinasikan dan memberikan perawatan. Sebelum menjadi pemberi perawatan, refleksi pribadi perlu dilakukan. Keyakinan dan kesungguhan yang baik bukan satu-satunya sifat karakter yang diperlukan untuk memikul untuk tanggung jawab ini. Pemberi asuhan yang berpotensi perlu mengkaji kekuatan pribadinya, kemampuan dan keterbatasan yang berkaitan dengan peran baru tersebut. Inventaris pribadi meliputi survei introspektif yang jujur terhadap keterampilan organisasional seseorang, umor, kesehatan, tingkat energi, fleksibilitas, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Jenis pemeriksaan diri ini akan membantu orang tersebut
  • 14. mengidentifikasi sikap dan perspektif yang akan dibawa dalam situasi ketika memberikan perawatan (Stanley, 2006). Pemberi perawatan yang potensial dapat merasa siap untuk menerima tanggung jawab tersebut. Namun, setelah ia dilibatkan dalam proses, dapat muncul berbagai kesulitan dalam memberikan perawatan fisik dan emosional yang tepat. Kesulitan ini sudah diperkirakan sebelumnya dan bersifat normal, dan dapat memerlukan rujukan kepada sistem pendukung tambahan. Perawatan terhadap orang-orang yang menjelang ajal merupakan pengalaman yang berharga, memuaskan dan melelahkan. Refleksi yang jujur yang kontinu terhadap keterbatasan, kekuatan dan kebuthan pemberi perawatan diperlukan untuk mempertahankan hubungan yang kohesif dan saling mengormati dengan pasien yang menjelang ajal (Stanley, 2006). 14 H. Pengaruh Kematian Menurut Nugroho (2008), pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia: 1. Bersikap kritis terhadap cara perawatan 2. Keluarga dapat menerima kondisinya 3. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut 4. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa sedih 5. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi 6. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar beban emosi keluarga. 7. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan. Pengaruh kematian terhadap tetangga/teman: 1. Simpati dan dukungan moril 2. Meremehkan/mencela kemampuan tim kesehatan.
  • 15. Saat kematian merupakan suatu proses berlangsungnya kematian, yang meliputi 5 tahap (lihat tahap kematian sebelumnya) Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian: 1. Kebutuhan jasmaniah. Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia (misalnya, sering mengubah posisi tidur, perawatan fisik, dan sebagainya). 2. Kebutuhan emosi. Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien lanjut usia dalam menghadapi kematian. a. Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat (ketakutan yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencegah kematian). b. Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya, lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa lalu dan kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenan, luangkan waktu sejenak. Ingat, tidak semua orang senang membicarakan kematian. c. Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien. Pertimbangan khusus dalam perawatan: 1) Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian), mengenal atau mengetahui bahwa proses ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau ancaman maut. a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mempergunakan 15 caranya sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak. b. Memfasilitasi klien lanjut usia dalam menghadapi kematian. Luangkan waktu 10 menit sehari, baik dengan bercakap cakap maupun sekadar bersamanya.
  • 16. 2) Tahap II (marah), mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda-tandanya. a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan 16 kemarahannya dengan kata-kata. b. Ingat, bahwa dalam :benaknya bergejolak pertanyaan, “Mengapa hal ini terjadi pada diriku?” c. Sering kali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia bertingkah laku. 3) Tahap III (tawar-menawar), menggambarkan proses seseorang yang berusaha menawar waktu. a. Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan, seperti seandainya “Saya…” b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian dengan tawar-menawar. c. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan perasaannya. 4) Tahap IV (depresi), lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak lagi kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedihan akan kematian itu sudah membayanginya. a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia Ingat bahwa tindakan ini sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan takut menyaksikan klien lanjut usia atau keluarganya menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekspresian kesedihannya. Anda boleh saja ikut berduka cita. b. “Apakah saya akan mati?” Sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut usia tersebut hanya sekadar mengisi dan menghabiskan waktu untuk memperbincangkan perasaannya, bukannya mencari jawaban.
  • 17. Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Apakah anda merasa akan meninggal dunia? 5) Tahap V, membedakan antara sikap menerima kematian dan penyerahan terhadap kematian yang akan terjadi. Sikap menerima: klien lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tak boleh menolak. Sikap menyerah: sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal itu akan terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai. a. Luangkan waktu untuk klien lanjut usia (mungkin beberapa kali dalam sehari). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klien lanjut usia. Oleh karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan mereka. b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan perhatiannya sebanyak mungkin. Tindakan ini akan 17ember ketenangan dan perasaan aman. 17 I. Hak Asasi Pasien Menjelang Ajal Menurut Nugroho (2008), lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai ia mati. Adapun hak-haknya antara lain : 1. Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat saja berubah. 2. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan, walaupun dapat berubah. 3. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah mendekat dengan caranya sendiri. 4. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatannya.
  • 18. 5. Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan, walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberi rasa nyaman. 6. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian. 7. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri. 8. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan. 9. Berhak untuk tidak ditipu. 10. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima 18 kematian. 11. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat. 12. Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak di-hakimi atas keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain. 13. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian. 14. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati sesudah mati. J. Asuhan dan Dukungan Keperawatan Merawat pasien yang menjelang ajal menekankan pada pandangan holistik terhadap seseorang dan mencakup lingkungan sosial, fisik dan emosional. Hal tersebut akan meningkatkan asuhan yang diberikan kepada seseorang secara mnyeluruh, dengan pengendalian pembuatan keputusan tetap berada pada pasien yang menjelang ajal. Sebuah model yang mneggambarkan hubungan antara perawat dan pasien serta pemberi perawatan ditampilkan pada gambar dibawah ini.
  • 19. 19 berduka koping warisan kesepian nilai-nilai budaya ketakutan nyeri dan penderitaan ansietas penentuan diri kehilangan harapan penutupan cinta kebenaran Dukungan kolega rasa nyaman caring pemberian perawatan/tindakan pendidikan dukungan pasien/pemberi perawatan komunikasi verbal - nonverbal hubungan saling percaya martabat kualitas hidup/mati sentuhan status fungsi wasiat spiritualitas Model ini dapat digunakan untuk membimbing tindakan perawat dari sudut pandang perhatian : perawat, pasien dan pemberi perawatan, dan keduanya (Stanley, 2006). Model ini dibuat berdasarkan konsep bahwa aura keterbukaan, rasa saling percaya dan kejujuran menguasai suatu hubungan. Intervensi tidak menekankan kepada apakah pasien harus diberitahu atau tidak. Kerangka kerja untuk model ini adalah jujur, terbuka yang berasal dari teori pembukaan kesadaran. Pembukaan kesadaran, tidak seperti penutupan kesadaran, adalah komunikasi yang jujur dan bermakna dengan pasien lansia yang berpenyakit terminal. Hal tersebut menciptakan suatu suasana yang kontinu yang menganggap kematian sebagai
  • 20. proses kehidupan yang alami dan penting dan pada saat itu perasaan harus dibagi bersama pemberi perawatan dan orang-orang yang dicintai. Pembukaan kesadaran membantu membongkar “konspirasi ketenangan” yang dapat menyebabkan dilakukannya pendekatan yang tidak sehat terhadap asuhan orang yang menjelang ajal (Stanley, 2006). 1. Perhatian Perawat Pada saat perawat bkerja dengan pasien lansia yang menghadapi kematian, akan muncul banyak isu yang memengaruhi perawat untuk merawat pasien lansia yang menjelang ajal tersebut secara kompeten. a. Dukungan Kolega Dukungan kolega merupakan hal yang sangat penting bagi kesejahteraan perawat dalam sistem pemberian layanan kesehatan yang kompleks saat ini. Perhatian perawat ini ditunjukkan dengan mampu mengurangi tugas-tugas kolega saat diperlukan waktu bersama pasien yang menjelang ajal atau keluarga yang mengalami distress; meluangkan waktu untuk mendengarkan rekan kerja tanpa menghakimi; memberikan saran; memberikan kata-kata yang membesarkan hati atau pujian pada saat diperlukan; dan memberikan senyuman, sentuhan atau pengahargaan lainnya (Stanley, 2006). Dukungan kolega membentuk ikatan yang kuat dan memungkinkan bertumbuhnya setiap professional yang terlibat. Mutualitas terbentuk dengan meningkatnya pengetahuan yang bersifat resiprokal dalam tindakan mereka. Hubungan kolega yang erat ini memungkinkan didapatkannya dukungan yang efektif dan tingginya kualitas asuhan pada pasien lansia yang menjelang ajal (Stanley, 2006). 20 b. Rasa Nyaman Memberikan rasa nyaman merupakan intervensi asuhan yang diberikan oleh perawat yang merawat orang yang menjelang ajal.
  • 21. Tindakan menenangkan mengurangi ketidaknyamanan sosial, fisik, dan psikologis; upaya untuk mengembalikan kesenangan dan perasaan sejahtera; dan mempertahankan martabat. Tindakan memberikan rasa nyaman tersebut antara lain adalah duduk bersama pasien yang menjelang kematian, memberikan obat untuk mengurangi nyeri, atau mengusap punggung pasien (Stanley, 2006). 21 c. Caring Selain keterampilan keperawatan yang bersifat teknis, caring pasien juga memerlukan keterampilan khusus seperti kesabaran, kejujuran, rasa percaya, kerendahan hati, harapan dan keberanian. Sikap terpenting dari caring adalah bahwa setiap masalah lansia dan bahwa penuaan dan menghadapi kematian adalah bagian yang normal dari kehidupan seperti halnya tugas perkembangan yang lain (Stanley, 2006). d. Pemberian Asuhan dan Tindakan Memberikan tekhnik asuhan yang efisien kepada pasien lansia yang mejelang ajal merupakan hal yang sangat penting. Pada saat memberikan asuhan fisik, perawat secara kontinu mengkaji faktor-faktor perspektif kognitif pasien dan mmbantunya terlibat dalam perilaku yang meningkatkan pertumbuhan sampai kematian dating (Stanley, 2006). e. Pendidikan Tujuan dari mendidik lansia yang menjelang ajal untuk memfasilitasi koping yang efektif dengan status kesehatan mereka saat ini, memperkuat fungsi mandiri selama mungkin, dan membantu mempertahankan tingkat kesehatan yang optimal pada saat orang tersebut mendekati tahap akhir kehidupan ini (Stanley, 2006). 2. Dukungan Pasien dan Pemberi Perawatan Pemberi perawatan yang berasal dari keluarga yang melaorkan ketegangan lebih banyak ketika member perawatan kepada pasien menunjukkan bahwa ia
  • 22. mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menyesuaikan diri terhadap kematian kerabat mereka. Lansia yang menghadapai ajal dan kemati diyakini merasa takut terhadap pengalaman-pengalaman seputar kematian seperti penolakan, kesepian, kehilangan ketetapan hati, dan isolasi daripada terhadap kematian itu sendiri. Sering kali, pengasuh enggan membicarakan tentang ajal atau kematian dengan lansia karena takut akan membuatnya terganggua. Namun, biasanya diskusi-diskusi seperti ini tidak membuat lansia merasa terganggu. Perawat perlu mengadakan konferensi keluarga. Perawat harus memiliki keberanian dan ketrbukaan serta rasa nyaman dengan perasaan mereka sendiri agar mampu duduk dengan orang-orang tersebut dan membiarkan mreka berbicara. Setiap pasien dan pemberi perawatannya mendekati pengalaman ini harapan yang unik. Dengan dukungan keperawatan, semua yang terlibat dapat tumbuh untuk meningkatkan kehidupan sampai terjadi kematian (Stanley, 2006). a. Komunikasi : Verbal dan Nonverbal Komunikasi efektif memerlukan latihan atau teknik dan keterampilan. Komunikasi di antara pasien, pemberi perawatan dan perawat merupakan hal yang kritis untuk membentuk hubungan saling percaya. Teknik komunikasi verbal seperti refleksi, pertanyaan sensitive, dan menjawab pertanyaan langsung dan tidak langsung dengan informasi yang tepat dan jujur memungkinkan perawat untuk meningkatkan hubungan perawat-pasien- 22 pemberi perawatan (Stanley, 2006). Komunikasi nonverbal juga esensial. Senyuman, sentuhan, melakukan kontak mata, mendengarkan, dan semua teknik nonverbal yang mengomunikasikan perhatian dan kepedulian dan membantu dalam pembentukan hubungan. Komunikasi nonverbal dapat menjadi bntuk komunikasi yang paling efektif jika perubahan fisik menyebabkan
  • 23. hilangnya pendengaran, penglihatan atau perubahan neurologis seperti konfusi (Stanley, 2006). 23 3. Perhatian Pasien dan Pemberi Perawatan Untuk pasien lansia dan pemberi perawatannya, proses menjelang ajal bersifat unik dan merupakan pengalaman individual yang melibatkan banyak masalah. Setelah masalah ini diatasi, pasien dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya sampai ke titik kematian. a. Berduka Meskipun tidak ada dua orang yang bereaksi sama terhadap kematian dan ajal, namun respons fisiologis dan psikologis terhadap kematian, yang dikenal sebagai berduka, telah digambarkan dalam tahapan-tahapan oleh orang-orang terkenal seperti Engel, Linderman, Parkes, Bolbey, dan Kubler-Ross. Berduka merupakan respons yang normal dan universal terhadap kehilangan yang dialami melalui perasaan, perilaku dan penderitaan emosional. Berduka adalah proses pergeseran melewati nyeri akibat kehilangan. Kehilangan kesehatan, teman, kerabat, pekerjaan dan keamanan finansial merupakan sebagian dari kehilangan kumulatif yang menyebabkan berduka pada lansia. Periode berduka adalah waktu penyembuhan, adaptasi dan pertumbuhan (Stanley, 2006). Meskipun banyak orang yang setuju dengan kesamaan proses berduka, namun ada juga yang menyetujui bahwa setiap orang melewati proses berduka secara berbeda. Namun, menggambarkan seragkaian fase yang mencirikan reaksi berduka merupakan hal yang mungkin untuk dilakukan. Fase-fase ini mencakup syok awal dan rasa tidak percaya, yang menyebabkan kesadaran, dan kemungkinan protes, yang akhirnya menyebabkan reorganisasi dan restitusi (Stanley, 2006).
  • 24. Asuhan keperawatan untuk pasien dan pemberi perawatan yang berduka memerlukan rasa saling member yang sensitif, peduli dan empati. Berbagai pendapat, perasaan, dan ketenangan merupakan intervensi keperawatan yang tepat. Bimbinganf dapat membant keperawatan adaptif dapat membantu mempersiapkan orang yang menjelang kematian untuk menghadapi nyeri dan perasaan alamiah mereka yang berhubungan dengan proses berduka (Stanley, 2006). 24 b. Koping Koping berarti berhasil menghadapi stressor. Keterampilan koping yang digunakan oleh setiap orang bersifat unik bagi orang tersebut dan bervariasi dalam hal keefektivitasnya. Intervensi keperawatan yang digunakan untuk membantu koping mencakup dukungan sosial, konseling dan penerimaan. Konseling memungkinkan dilakukannya pembahasan yang teratur untuk membantu pasien lansia dan pemberi perawatannya untuk menyesuaikan diri. Menerima pasien dan mengakui perasaannya akan meningkatkan harga diri dan memungkinkan pasien lansia untuk mempertahankan konsep dirinya sebagai individu yang unik (Stanley, 2006). c. Warisan Warisan adalah sekumpulan asset nyata dan tidak nyata yang ia pindahkan kepada orang lain untuk disimpan sebagai simbol imortalitas pewaris. Proses ini menyiapkan pasien lansia untuk meninggalkan dunia dengan penuh makna. Warisan dapat dilimpahkan dengan berbagai cara yang memungkinkan orang yang menjelang ajal memiliki perasaan yang berkesinambungan dan terikat dengan orang-orang yang ia tinggalkan (Stanley, 2006).
  • 25. 25 d. Kesepian Kesepian memiliki komponen fisik dan emosional. Lansia mengalami berbagai kehilangan yang jumlah dan signifikansinya meningkat pada saat mendekati kematian. Kehilangan-kehilangan ini mengirimkan sinyal meningkatnya ketergantungan. Mereka yang merawat lansia menjelang ajal harus menyadari adanya isolasi dan kesepian yang disebabkan oleh proses menjelang ajal (Stanley, 2006). Perawat mengurangi kesepian yang menyertai proses menjelang ajal dengan meluangkan waktu bersama pasien yang akan meninggal. Asuhan harus berfokus pada memenuhi kebutuhan fisik pasien seperti mengurangi nyeri dan kebersihan serta kebutuhan psikososialnya seperti berbicara, berbagi dan sebanyak mungkin terlibat dalam kehidupan. Mempercerah lingkungan dapat menurunkan rasa kesepian seseorang. Objek yang dikenalnya (mis.radio, bunga, kartu) membantu lansia tetap berhubungan dengan kehidupan sampai akhir hayatnya. Intervensi yang digunakan di beberapa tempat adalah terapi dengan hewan peliharaan. Studi telah menunjukkan bahwa hewan peliharaan dapat memiliki efek positif pada kesehatan lansia (Stanley, 2006). e. Nilai-Nilai Nilai adalah kualitas yang diinginkan secara sengaja. Manusia memiliki nilai-nilai ideologi, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai budaya. Telah terbukti bahwa terdapat perbedaan nilai generasional dan bahwa nilai-nilai tersebut bergeser sepanjang rentang kehidupan. Komitmen seseorang terhadap nilai-nilai tampaknya menguat sejalan dengan usia (Stanley, 2006). Perawat harus sensitif terhadap keyakinan-keyakinan lansia yang mendekati kematian. Sensitivitas ini, yang digabung dengan sikap peduli, membantu menunjukkan penerimaan terhadap nilai-nilai pasien lansia,
  • 26. sekalipun nilai-nilai tersebut bertentangan dengan yang dimiliki perawat (Stanley, 2006). 26 f. Budaya Budaya memberikan identitas kepada seseorang. Budaya telah didefinisikan sebagai pengetahuan tentang koping manusia yang dapat dikomunikasikan dalam lingkungan tertentu dan diturunkan untuk generasi berikutnya (Stanley, 2006). Budaya memberikan rasa diri sendiri, bahasa dan komunikasi, pakaian, makanan, waktu dan waktu kesadaran, hubungan, nilai-nilai, keyakinan dan sikap, ketergantungan dan praktik mental, kebiasaan dan praktik kerja, sistem politik, dan keyakinan tentang rekreasi dan ekonomi. Keyakinan budaya juga menentukan bagaimana lansia mendefinisikan sehat dan sakit dan memengaruhi pendekatan mereka pada kematian. Kurang pengetahuan tentang perbedaan dan variasi budaya dapat menyebabkan pemahaman dan persepsi yang salah. Menyadari dan memahami faktor-faktor budaya yang memengaruhi perilaku dan sikap pasien terhadap ajal dan kematian merupakan hal yang penting bagi perawat. Perawat perlu melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang budaya dan dampaknya pada proses kematian. Melalui proses mendapatkan pengetahuan dan pemahaman ini, perawat dapat tumbuh sebagai individu dan memberikan lebih banyak asuhan individual bagi pasien lansia. Perawat harus dapat membantu pasien lansia dengan pedoman budaya untuk menerima realita kematian dan melanjutkan rencana asuhan yang meningkatkan pertumbuhan sampai akhir hidupnya (Stanley, 2006). g. Ketakutan dan Kecemasan Berbagai rasa takut yang dialami oleh lansia menjelang ajal bermula dari awal diagnosis sampai kematian. Rasa takut terhadap nyeri
  • 27. merupakan rasa takut yang paling banyak terjadi diantara orang tersebut. Ketakutan yang lainnya adalah ktakutan akan diabaikan, kehilangan kemandirian, dan yang tidak diketahui. Ketakutan akan diabaikan berakar dari gambaran sosial orang yang akan menjelang ajal, yaitu sendiri, miskin, dan ditinggalkan. Kontak kemanusiaan yang konsisten baik oleh pemberi perawatan dan keluarga merupakan hal yang paling penting saat berusaha meredakan ketakutan akan diabaikan. Kehadiran emosional dan fisik membantu membentuk rasa saling percaya yang diperlukan untuk mengurangi ketakutan-ketakutan semacam itu. Lansia perlu diberitahu bahwa aka nada seseorang bersama mereka pada saat mereka membutukannya. Jika tidak diketahui adanya orang dekat atau keluarga, perawat perlu mejadi pengasuh dan sistem pendukung yang konsisten (Stanley, 2006). Sejalan dengan semakin lemhanya pasien menjelang ajal dan lebih tergantungnya ia kepada pemberi perawatan dan keluarganya, kehilangan fungsi, dan kemadirian menjadi masalah yang utama. Untuk meningkatkan kecukupan diri sebanyak mungkin, perawat perlu mengintegrasikan tim pasien dan keluarga ke dalam rutinitas perawatan sehari-hari. Hal ini dapat berupa toileting, hygiene, dan nutrisi, dan juga masalah-masalah bisnis dan keuangan pribadi. Menjaga sistem keluarga agar tetap berada dalam pengendalian selama mungkin akan mampu membentuk harga diridan mengurangi perasaan ketidakadekuatan (Stanley, 2006). Ansietas serig berhubungan dengan rasa takut, khawatir, sulit, dan ketakutan. Distress ini sering berkaitan dengan rasa takut menjadi beban orang lain, terpisah dari orang yang dicintai, dan menjalani kematian yang menyakitkan (Stanley, 2006). 27
  • 28. Perawat perlu mengidentifikasi jenis ini dan derajat ketakutan serta ansietas yang dialami orang menjelang ajal. Perawatan yang empatik merupakan landasan untuk memperbaiki respons melemahkan dari pasien yang menjelang ajal (Stanley, 2006). 28 h. Nyeri dan Penderitaan Diperlukan pengkajian yang menyeluruh tentang nyeri. Untuk lansia yang menjelang ajal, nyeri dapat juga disertai dengan distress penyakit kronis tambahan seperti osteoporosis dan arthritis. Perlu diingat bahwa ketergantungan terhadap analgesic narkotik tidak boleh menjadi masalah bagi orang yang akan meninggal. Tujuan penatalaksanaan nyeri adalah keseimbangan antara mempertahankan keadaaan bebas nyeri dan mengendalikan rasa kantuknya untuk memungkinkan partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari (Stanley, 2006). Penderitaan dapat melibatkan banyak sekali masalah fisik yang membutuhkan intervensi keperawatan. Diperlukan tindakan asuhan dasar penunjang seperti latihan rentang gerak, memiringkan atau mengatur posoisi pada pasien, perawatan kulit, perawatan oral, dan terapi diet merupakan hal yang kritis pada saat ini. Masalah lain yang dapat menimbulkan penderitaan adalah mual, haus, dispnea, disfagia, inkontinensia, perubahan fungsi mental dan perubahan sensorik (Stanley, 2006). i. Kehilangan Kehilangan merupakan tema dominan yang dicerita dengan berbagai aspek kehidupan bagi lansia. Kehilangan dapat dialami melalui berbagai tahap kehidupan, tetapi efek kumulatifnya dirasakan secara akut oleh lansia. Beberapa lansia mengalami kehilangan tersebut secara lebih baik dibanndingkan yang lain. Sedangkan bagi yang lainnya, setiap kehilangan menandakan kematian kecil, membawanya lebih dekat pada kematiannya
  • 29. sendiri. Kehilangan biologis, psikologis, pribadi, sosial, fungsional, dan filosofi dapat menimbulkan kehampaan pada kehidupan seseorang. Perawat tidak selalu menyadari signifikansi dari kehilangan yang terjadi pada lansia. Berduka sering mengikuti kehilangan. Mampu berdiskusi dengan pasien lansia dan pengasuhnya tentang signifikansin yang akan terjadi, baik kehilangan sesuatu peristiwa atau seseorang, atau bahkan judul atau ide sekalipun merupakan hal yang penting bagi perawat. Penerimaan terhadap yang tidak terhindarkan dan berhubungan dengan kematian dapat menyebabkan penerimaan terhadap proses akhir kehidupan (Stanley, 2006). 29 j. Harapan Harapan, rasa percaya, dan kualitas merupakan unsur-unsur koping produktif yang saling terkait. Harapan adalah sikap yang tidak dapat diraba yang dirancang untuk seseorang melewati kemalangan. Kesungguhan dari harapan biasanya mengubah fokus penyakit terminal. Pada awalnya, pada saat diagnosis pertama kali diberitahukan, harapan berfokus pada pengobatan dan keberhasilan perawat. Pada saat pilihan pengobatan menjadi semakin terbatas atau tidak berhasil, pasien mulai berharap pada paliasi dan rasa nyaman. Harapan selalu teraga pada berbagai kesempatan. Penopananya adalah sifat dan permukaan spiritual dari hubungan seseorang dengan dunia, keluarga, dan teman-teman, juga perasaan berharga, dan perasaan bahwa ada sesuatu di dunia ini yang harus dicapai. Pengharapan adalah emosi aktif yang diperlukan untuk membuat setiap hari dan menjadi situasi sebaik mungkin (Stanley, 2006). Peran perawat dalam menginspirasi harapan pada lansia yang akan meniggal bersifat multidimensi. Harapan harus jujur, nyata, dan praktis pada kebutuhan pasien. Contoh dari harapan yang realistis bagi lansia yang akan meninggal antara lain adalah harapan untuk hidup lebih
  • 30. nyaman satu minggu lagi, rindu melihat tumbuhnya taman, atau harapan untuk menimang cucu. Harapan tertentu yang diekspresikan pasien memberikan petunjuk-petunjuk esensial bagi perawat tentang derajat pengharapan pasien. Menurut Hickey, pendekatan perawat yang dapat digunakan untuk memperoleh harapan adalah membantu pasien dan keluarga membentuk kesadaran apresiasi terhadap kehidupan, mengidentifikasi alasan-alasan untuk hidup, dan membentuk sistem pendukung. Penggunaan agama, humor, dan penetapan tujuan yang realistis juga menjadi komponen arahan keperawatan. Perawat perlu meneruskan keterampilan komunikasi terapeutik dan mendengarkan secara aktif. Disposisi harapan yang tidak realistis dapat dipertahankan dengan asuhan keperawatan yang baik, yang memungkinkan hasil yang diinginkan pasien dan oleh karena itu, membantu penutupan yang berarti dan penuh makna (Stanley, 2006). 30 k. Penutupan Penutupan menekankan pada berbagai tugas yang berhubungan dengan suatu rasa sampai di akhir dengan cara yang positif dan meningkatkan kesehatan. Hal tersebut mencakup kebutuhan untuk berpamitan dengan tetangga, keluarga, dan teman-teman dan untuk membuat pengaturan legal dan financial atau keagamaan yang diinginkan. Penutupan sering memerlukan tinjauan hidup sehingga memungkinkan pasien lansia dan pemberi perawatan merasa bahwa kematian dan ajal mereka tidak akan menyebabkan perasaan yang tidak diinginkan terhadap diri mereka dan kehidupannya. Lansia sering berdamai dengan kerabat atau teman jauh pada saat mereka mendekati ajal. Tugas-tugas penutupan ini membantu pasien lansia dan pemberi perawatannya mengalami akhir dan akhrnya meneriman kematian yang tidak dapat dihindari (Stanley, 2006).
  • 31. Perawat dapat menjadi advokat pasien lansia dan pemberi perawatan dalam mendekati tugas perkembangan akhir. Perawat dapat mendukung keputusan yang dibuat, mempertahankan komunikasi yang terbuka sehingga pasien dan pemberi perawatannya dapat melakukan tinjauan hidup dan mengatur kunjungan keluarga jika perlu (Stanley, 2006). 31 l. Cinta Cinta harus mencakup perasaan memiliki. Proses menjelang ajal dapat menciptakan perasaan tidak diinginkan atau dipedulikan. Melalui cinta, pasien dan pemberi perawatannya dapat tumbuh dan membentuk harga diri (Stanley, 2006). Perawat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan cinta. Kemampuan professional dan perhatian perawat untuk memberikan perasaan nyaman pada pasien yang menjelang ajal dapat memenuhi kebutuhan cinta akan disayang, memiliki, dan pertalian. Sikap peduli perawat juga memperkuat perasaan cinta. Kabutuhan akan cinta dipenuhi dengan kompetensi professional perawat, menyerahkan diri mereka, memenuhi kebutuhan pasien (Stanley, 2006). m. Kejujuran Tingkat kejujuran berkaitan dengan penyakit, menjelang ajal, dan kematian harus disesuaikan dengan keinginan pasien. Pasien yang menjelang ajal sering memiliki kesadaran akan kondisinya dan diperlukan hanya konfirmasi. Terkadang pemberi perawatan tidak ingin pasien diberitahu yang sebenarnya karena mereka takut hal ini membuat pasien menyerah. Konseling dan pemahaman dapat diperlukan untuk membantu pasien mengekspresikan keinginannya sendiri (Stanley, 2006). 4. Berbagi perhatian Saling berbag perhatian dapat memenuhi kebutuhan perawat dan tim pasien – pemberi perawatan.
  • 32. 32 a. Hubungan saling percaya Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk semua intervensi bagi lansia menjelang ajal. Hubungan semacam ini dicapai melaui sikap, perilaku, serta sistem nilai perawat dan pasien. Rasa percaya adalah kekuatan yang mengikat anggota tim: ”rasa percaya adalah keyakinan bahwa seseorang akan mengerti kebutuhan dan keinginan orang lain dan akan berperilaku ke arah tersebut dengan cara y6ang bertanggung jawab dan dapat diperkirakan”. Membina hubungan saling percaya membutuhkan sifat mutualitas dan kerahasiaan pada orang lain; hal tersebut tidak dapat dipertahankan kecuali kedua pihak saling mempercayai. Seseorang yang dapat mempercayai orang lain yang dapat “menerima dirinya sendiri dan orang lain, dan pengalaman-pengalaman baru, yang mampu bersikap konsisten dan menunda kepuasan, dapat berpartisipasi dalam hubungan yang interdependen”. Hubungan saling percaya dengan pasien yang menjelang ajal merupakan hal yang esensial untuk menciptakan komunikasi yang terbuka yang meningkatkan keefektifan (Stanley, 2006). b. Martabat Martabat adalah hak setiap orang yang menjelang ajal, berdasarkan fakta bahwa setiap orang adalah anggota komunitas manusia. Martabat memerlukan pemahaman bahwa orang yang akan meninggal akan memerlukan perawatan yang bersifat pribadi, yang mencakup aktivitas pembuatan keputusan dan pengendalian sosial selam proses menjelang ajal. Inti dari meningkatkan martabat adalah kemampuan perawat untuk meningkatkan nilai moral dan penentuan diri pasien. Benoliel menjelaskan tiga tujuan yang berhubungan dengan pemeliharaan martabat orang yang menjelang ajal : diberi informasi tentang apa yang terjadi padannya, dan kemudian mendapat orang yang peduli untuk mendengarkan dan
  • 33. mendiskusikan masalah tersebut, menjadi bagian dari proses pembuatan keputusan, dan mengalami berbagai respons dan konflik untuk meninggal di lingkungan yang terbuka dan peduli (Stanley, 2006). 33 c. Kualitas Hidup dan Kematian Kualitas hidup merupakan konsep yang tidak jelas yang sulit untuk didefinisikan. Weisman mengklasifikasikan kualitas hidup menjadi dua kategori utama : faktor-faktor sosial yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakat secara luas (mis; kemiskinan, pengabaian, ketakutan), dan fakto-faktor individual yang berkaitan dengan nilai dan kesejahteraan seseorang. Hal tersebut menekankan pada “pilihan-pilihan, rasa hormat, rasa amn yang beralasan, serta perasaan hidup secara potensial”. Peran perawat dalam meningkatkan kualitas hidup meliputi mempertahankan individualitas lansia, seperti yang tercermin pada apa yang disukai dan yang tidak disukainya, nilai-nilai serta filosofi hidup (Stanley, 2006). d. Sentuhan Sentuhan, merupakan salah satu alat komunikasi nonverbal yang terpenting, menunjukkan kepedulian, kehangatan, kepekaan perawat. Selain itu, manfaat emosional dan psikologis dari sentuhan juga tampak nyata, studi telah mengidentifikasi respon psikologi yang positif terhadap sentuhan : “tujuan dan hasil darin berbagai penyakit pada orang tua sangat dipengaruhi oleh kualitas penunjang taktil yang diterima individu tersebut sebelum dan selama sakit”. Memegang tangan pasien dengan lembut, memeluk pasien dengan hangat, dan member usapan punggung merupakan cara meningkatkan rasa nyaman dengan sentuhan dan dukungan sosial yang dapat mengurangi ansietas. Perawat perlu mengetahui perasaan sendiri tentang penggunaan sentuhan yang tepat sebagai alat untuk membantu pasien yang akan meninggal. Professional harus menggunakan teknik ini berdasarkan
  • 34. penilaian klinis dan petunjuk keluarga dan pasien. Pasien dan perawat perlu mengidentifikasi sentuhan sebagai intervensi yang positif daripada sebagai invasi privasi. Seperti halnya bentuk kommunikasi lainnya, sentuhan member kesan bahwa perawat sensitive terhadap reaksi pasien akan sentuhan (Stanley, 2006). 34 e. Status Fungsional Tujuan mempertahankan fungsi merupakan tindakan berbagai perhatian lainnya. Pasien harus dianjurkan untuk melakukan sebanyak mungkin hal dengan waktu yang selama mungkin. Anggota keluarga dapat membantu pasien pada saat fungsi berubah atau menghilang. Melibatkan orang dekat dalam memberikan perawatan, seperti memandikan, memberi makan, dan mengubah posisi pasien mempermudah pemberian rasa nyaman pada pasien, harga diri bagi pemberi perawatan, dan intervensi yang bermakna secara keseluruhan (Stanley, 2006). f. Wasiat Pasien yang akan meninggal dunia memilki banyak hal. Isu-isu advance directive meliputi hak-hak seseorang untuk menentukan diri sendiri, dengan wasiat merupakan instrument yang utama. Dengan menggunakan instrument ini, pasien, pemberi perawatan, dan tim layanan kesehatan dapat meningkatkan rasa hormat terhadap diri sendiri, rasa percaya, dan kualitas hidup, yang akan meniggal dunia (Stanley, 2006). g. Spiritualitas Memenuhi kebutuhan spiritual pasien yang akan meninggal harus menjadi perhatian utama bagi perawat, pasien dan keluarga. Membantu pasien mengenali dan mengungkapkan kebutuhan spiritualnya dapat membantu meningkatkan kualitas dan makna hidup (Stanley, 2006). Menurut Koezier & Wikinson, 1993 cit Hamid, 2000, dimensi spiritual adalah upaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan
  • 35. dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapat kekuatan ketika menghadapi stress emosional, penyakit fisik, penyakit terminal sampai dengan kematian. Kekuatan yang timbul di luar kekuatan manusia.dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau menjelang kematian (Padila, 2013). Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul di luar kekuatan manusia (Kozier, 2004). Spritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, dan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spritualitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntunj kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan lingkungan (Padila, 2013). Kebutuhan spiritual (keagamaan) dapat memberikan ketenangan batiniah. Rasulullah bersabda : “semua penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan terhadap keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan mental, hal ini ditujkan dengan penelitian yang dilakukan oleh hawari (1997) yang menyimpulkan : “Bahwa lanjut usia yang non religius angka kematiannya 2 kali lebih besar dari pada orang yang religius. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat dibandingkan dengan non-religius. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stress 35
  • 36. daripada yang non religius, sehingga gangguan mental yang emosional jauh lebih kecil”. (Padila, 2013). Kesimpulannya adalah lanjut usia yang religius akan tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir atau menghadapi fase terminal (kematian) daripada yang non religius (Padila, 2013). 36 K. Perawatan Paliatif Pada Lanjut Usia Menjelang Ajal Dalam memberi asuhan keperawat kepada lanjut usia, yang menjadi objek adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan objek pengobatan medis (cure), dan yang terahir, perawatan dalam arti yang luas (care). Core, cure, dan care merupakan tiga aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Kapan pun ajal menjemput , semua orang harus siap. Namun ternyata, semua orang, termasuk lanjut usia, akan merasa syok berat saat dokter memvonis bahwa penyakit yang di deritanya tidak dapat disembuhkan atau tidak adaharapan untuk sembuh. Pada kondisi ketika lanjut usia menderita sakit yang telah berada apada stadium lanjut dan “care” sudah tidak menjadi bagian dominan, “care” menjadi bagian yang paling berperan. Salah satu alternative adalah perawatan paliatif (Nugroho, 2008). Perawatan paliataif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud dengan tindakan aktif antara lain mengurangi/ menghilangjan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, social, dan spiritual (Nugroho, 2008). 1. Tujuan Perawatan Paliatif Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi deberikan segera setelah didiagnosis oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis, menderita kanker). Sebagian besar pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang
  • 37. disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia mederita penyakit yang mematikan (mis, kanker, stoke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik , pisikologis sosial, kultural, dan spiritual (Nugroho, 2008). Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang medis dan keperawatan, memungkinkan diupayakan berbgai tindakan dan pelayanan yang dapat mengurangi penderitaan pasien lanjut usia, sehinga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri hayatnya dengan keadaan iman dan kematian yang nyaman. Diperlukan pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan parasaan takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi daripada pengobatan agar dapat menikmati kesenangan selama akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan. Jadi perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kulaitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motovasi. Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang dilakkan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu (Nugroho, 2008). Dalam memberikan perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang digariskan oleh WHO, yaitu: a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses 37 yang normal. b. Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia. c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menggangu. d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual. e. Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir hayatnya.
  • 38. f. Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia. Pola dasar tersebut harus diterapakan langkah demi llangkah dengan mengikutsertakan keluargga pasien, pemuka agama 9sesuai agama klien), relawan, pekerja sosial, dokter, psikolog, ahli gizi, ahli psioterapi, ahli terapi okupasi, dan perawat. Prinsip pemberian perawatan paliatif adalah memberin perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim profersional (Nugroho, 2008). 38 2. Tim Perawatan Paliatif Tim perawatan paliatif tertidiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan, dan relawan (Nugroho, 2008). Perlu diingat bahwa tujuanperawatan paliatif adalah mengurangi beban penderitaan lanjut usia. Penderitaan terjadi bila ada salaah satu aspek yang tidak selaras, baik aspek fisik maupun psifik, peran dalam keluarga, masa depan yang tidak jelas, ganguan kemampuan untuk menolong diri, dan sebagainya. Untuk memahami dan mengatasi hal tersebut, peran tim interdisplin menjadi sangat penting/ dominan. DR. Siti Annisa Nuhoni, Sp, RM dalam makalanya, Konsep Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker, mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai gambaran klinis pasien tidak hanya gambaran seseorang yang sakit terbaring di tempat tidur, tetapi merupakan cerminan pasien sebagai individu dengan lingkngannya, keadaan rumah/ tempat tinggalnya, pekerjaannya, teman, hobi, kesedihan, harapan, dan ketakutannya (Nugroho, 2008). Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat , pekerja sosial medis, rohaniawan/ pemuka agama, relawan, dan anggota pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan. Setiap anggota tim harus memahami dan
  • 39. menguasai prinsip perawatan paliatif yang selama ini belum dapat dipelajari dengan seksama. Tim harus mampu mengupayakan dana menjamin agar pasien lanjut usia mendapat pelayanan perawatan seutuhnya yang mencangkup bio-psioko-sosial-kultural dan spiritual. Artinya tidak ada anggota tim yang menjamin primadona. Pemimpin tim dibantu anggotanya harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan (Nugroho, 2008). Tentu saja kerja tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat kebersamaan dalam member bantuan kepada pasien lanjut usia. Pemberian asuhan keperawatan pada pasien harus bekerja sama secara professional, ikhlas, dan dengan hati yang bersiah. Perawatan paliatif untuk lanjut usia bukan suatu intervensi yang bersifat kritis. Perawatna paliatif adalah perawatan yang terencana. Walaupun dapat terjadi kondisi kritis dana kedaruratan medis yang terduga, hal ini dapat diantisispasi, dapat dicegah melalui ikatan kerja tim yang solid dan kuat (Nugroho, 2008). Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut, melainkan lebih berbentuk lingkaran denga pasien sebagai titik sentral. Kunci keberhasilan kerja inter disiplin bergantung pada tanggung jawab setiap anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya, sehingga setiap kali pimpinan berganti, tugas profesi masing-masing tidak akan terganggu. Keberhasilan keperawatan pada pasien lanjut usia yang satu akan menjadi pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim untuk upaya penaggulangan gejala yang sama pada pasien yang lain (Nugroho, 2008). No. Kekhususan tim paliatif 1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cangkupan dan lingkup kerjanya. 2. Para profsional ini bergabung dalam satu kelompok kerja 3. Secara bersama, mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan, 39 melakukan langkah tujuan pendek 4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi diantara anggota tim, bergantung
  • 40. 40 pada kondisi yang paling dibutuhkan pada pasien lanjut usia 5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien 6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan. 3. Pengalaman dilapangan Bersumber dari catatan keperawatan pasiean lanjut usia di sasana tresna werdh yayasan karya bakti RIA pembangunan , diperoleh gambaran bahwa usia pasien lanjut usia yang dirawat disana antara 60-100 satu tahun. Pada tahun 2004, mereka berjumlah 90 orang, dengan rincian wanita 71 orang (78,9%) dan jumlah laki-laki 19 orang (21,1%). Keluhan yang sering ditemukan adalah kanker payudara 2 orang( 2,2%), kanker digestifus (karsinoma reaktif) 1 orang (1,1%) dan pria yang menderita kanker paru 1 orang(1,1%) (Nugroho, 2008). Keluhan dan penderitaan paseian terutama adalah rasa nyeri(4,4%), sesak nafas dan batuk (3,3%), ganguan pencernaan (1,1%) , ganguan pda kulit atau luka (2,2%). Dari keseluruhan gejala, petugas, keluarga, dan pasien menganggap bahwa masalah yang berat untuk dihadapi adalah masalah perawatan, nyeri, nutrisi, dan masalah rehabilitasi medis. Data tersebut memperjelas dan mempertajam arah dan sikap yang perlu dilakukan oleh tim perwatwan paliatif. Kerja sama yang erat antara anggota ti perawatan paliatif dengan keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang paling mendukungperawatan paliatif (Nugroho, 2008). Pasien anjut usia dengan penyakit berat,akan mengalami kesulitan menyesuaikan kondisinya. Masalah berpangkal dari psiko-dinamis pasien dan gangguan kapasitas dalam bentuk ekspresi kejiwaan. Beberapa kekhususan pasien usia dalam stadium paliatif :
  • 41. a. Lanjut usia menghadapi kondisi yang penyakitnya tidak dapat disembuhkan, artinya, terapi yang diberikan hanya bersifat simtomatis atau paliatif (bukan kuratif). b. Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik 41 maupun mental. c. Dengan demikian kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu menghadapi stress fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari lingkungannya. d. Lanjut usia berada di ambang kematian, yang terutama akan menimbulkan ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan dukungan mental atau spiritual. e. Bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), factor etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi. Dalam uraian tersebut, factor non medis yang menjadi masalah terbesar petugas/perawat, keluarga, dan kerabat terdekat yang diharapkan dapat meringankan beban penderitaan lanjut usia. Untuk mewujudkannya, tempat yang paling tepat bila lanjut usia berada di lingkungan keluarga di rumah. Namun berdasarkan pengalaman, lajut usia yang mengalamu terminal atau menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, sering memilih tempat tinggal di sasana tresna werdh samapai meninggal (Nugroho, 2008). Pada kondisi tersebut sudah menjadi tugas tim perawatan paliatif untuk membawa pasien lanjut usia dan keluarga ke realita tentang yang sedang terjadi pada lanjut usia (penderita kanker). Hal ini memang sulit membutuhkan waktu dan toleransi yang besar, baik kesabaran maupun keuletan. Beruntung bahwa pasien paliatif yang dirawat si sanana tresna werdh mengerti tentang penyakitnya dan mampu menjelaskan kepada keluarganya tentang kepasrahannya serta mampu member pertimbangan
  • 42. positif dan konstruktif tentang apa yang harus dilakukan oleh keluarga (Nugroho, 2008). Ada 4 orag lanjut usia yang di rawat di sasana tresda werdh, dimulai denga membuat pernyataan tidak keberatan di rawat sasana tresda werdh (stw) sampai akhir hayatnya. Salah seorang pasien dengan karsinoma reaktif, yang merupakan keluarga seorang professor doctor konsultan griatri dan spesialisasi penyakit dalam yang menghendaki untuk merawatnya, tetapi pasien tetap ingin di STW sampaiakhir hanyatnya. Pasien ini mungkin merasa aman, nyaman, dan terhubur dengan suasana asuhan yang dilaksanakan oeleh tim perawatan yang ada. Misalnya, setiap selesai pengajian, semua peserta pengajian bersama-sama mengadakan doa bersama dihadapan pasien dipimpin oleh pemuka agama yang diikuti oleh para perawat, pekerja sosiel, warga lanjut usia, dan anggota lainnya. Pasien akan lebih baik jika dirawat dilingkungan keluarga dan dirawat oleh tim perawatan paliatif yang berlangsung teratur dan saling proaktif, terutama melalui komunikasi dengan telpon, konsultasi keluarga ke rumah sakit, dan kunjungan rumah tim perawatan (Nugroho, 2008). Kekhawatiran keluarga umumnya teratasi setelah mereka berkominikasi dengan dokter, perawat, atau anggota tim lainnya. Ternyata, kepuasana rohani yang terpelihara dengan baik merupakan perekat dan pemacu untuk mencapai target kualitas hidup lanjut usia dan anggota keluarga yang dicintainya. Peran serta keluarga sanagt luas dan menyeluruh, mulai dari perhatian, sapaan, mengajak bicara menjadi pendengar yang baik merawat bahkan mendukung pendanaan serta kemungkinan dapat bersosilisasi kembali. Lanjut usia penderita kanker secara nyata mengalami penderitaan, tetapi keluarga ternyata dapat lebih menderita dan mengalami kesulitan (Nugroho, 2008). Tugas tim perawatan tim paliatif sebagai penyeimbang diantara keduanya. Keluarga pasien ( lanjut usia yang menderita kanker) adalah subjek suasana 42
  • 43. tegang dan stress, baik fisik maupun secara psikologis, disertai ketakutan dan kekhawatiran kehilangan orang yang dicintainya. Dari pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa sikap/ kebutuhan keluarga adalah: a. Ingin membantu lanjut usia sepenuhnya. b. Ingin mendapat informasi tentang kematian. c. Ingin selaku bersama lanjut usia d. Ingin mendapat kepastian bahwa pasien tetap nyaman e. Ingin mendapat informasi tentang perkembangan lanjut usia f. Ingin melepaskan/ mencurahkan isi hati g. Ingin medapat dukungan dan pendampingan anggota keluarga/ kerabat 43 lain h. Ingin diterima, mendapat bimbingan, dan dukungan dari para petugas medis/ perawat. Pengamatan tersebut didukung oleh beberapa pernyataan, meyakinkan bahwa keluarga menempatkan diri dalam posisi segalanya bagi lanjut usia. Yang juga perlu diselengarakan adalah menejemen dalam keluarga, untuk mengatur giliran jaga, dan mengatur pendanaan, memenuhi kebutuhan fasilitas lanjut usia, dan lain-lain. Pada kenyataannya, lanjut usia dapat diajak diskusi untuk diminta pertimbangannya dapak positifnya adalah lanjut usia merasa” dianggap” dan dihargai walaupun fisiknya tidak berdaya (Nugroho, 2008). Kelelahan fisik dan pisikis pada naggota keluarga sering mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan perawatan di rumah. Bila hal ini terjadi, sebaiknya untuk sementara waktu lanjut usia “dititipkan” dirumah sakit, member kesempatan pada keluarga untuk beristirahat. Dukungan pada keluarga saat masa sulit sangat penting, yaitu: a. Pada saat perawatan b. Pada saat menghadapi kematian
  • 44. 44 c. Pada saat kematian d. Pada saat masa duka Beban kesulitan dirasa berat bila lanjut usia dirawat. Namun, hal tersebut akan menimbulkan keseimbangan bila lanjut usia telah meninggal dan adanya rasa puas karena keluarga telah memberi sesuatu yang paling berharga bagi lanjut usia, termasuk kehangatan keluarga. Kedekatan dengan lanjut usia akan tetap berkesan bagi keluarga yang ditinggalkan (Nugroho, 2008). Hal yang terahir ini terungkap pada saat kunjungan masa duka oleh anggota tim perawatan paliatif. Silaturahmi dapat berlanjut dalam bentuk kesediaan keluarga lanjut usia sebagai relawan. Dapat disimpulkan bahwa perawatan tim paliatif merupakan suatu proses perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisik, psikis, sosial, spiritual, dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya, dan kualitas perilaku, serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya. Perawat/tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you metter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to live until you die” (Nugroho, 2008).
  • 45. 45 BAB III Asuhan Keperawatan Menurut Nugroho (2008), proses asuhan keperawatan pada orang lanjut usia yang menjelang kematian, antara lain : A. Pengkajian Pengkajian ialah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh, perawat harus mengindentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. Oleh karena itu, tahap ini meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai status kesehatan, dan berakhir dengan penegakan diagnosis keperawatan, yaitu pernyataan tentang masalah pasien yang dapat diintervensi. Tujuan pengkajian adalah memberi gambaran yang terus-menerus mengenai kesehatan pasien yang memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan asuhan keperawatannya secara perseorangan. Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenai pasien dan keluarganya. Siapa pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan jiwanya. Rencana pengobatan apa yang telah dilaksanakan? Tindakan apa saja yang telah diberikan? Adakah bukti mengenai pengetahuannya, prognosisnya, dan pada tahap proses kematian yang mana pasien berada? Apakah ia menderita rasa nyeri? Apakah anggota keluarganya mengetahui prognosisnya dan bagaimana reaksi mereka? Filsafat apa yang dianut oleh pasien dan keluarganya mengenai hidup dan mati. Pengkajian keadaan, kebutuhan, dan masalah kesehatan/keperawatan pasien khususnya. Sikap pasien terhadap penyakitnya, antara lain apakah Pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah pasien menyadari tentang penyakitnya? 1. Perasaan takut. Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakiit
  • 46. terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan pertimbanggan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat. Perasaan takut yang muncul mungkin takuut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein, dan dektromoramid. Apabila orang berbicara tentang perasaan takut mereka terhadap maut, respons mereka secara tipikal mencangkup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai, dan sebagainya. Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress. 2. Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain 46 mencela dan mudah marah. 3. Tanda vital. Perubahan fungsi tubuhh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sama lain. Srtiap perubahan yang berlainan drngan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehatan eseorang. 4. Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal dengan awas waspada, yang merupakan ekspresi terhadap apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan keseimbanagn, nyeri, suhu, raba, getar, grek, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat, yaitu tepat dan sesuai ( Mahar Mardjono dan P.Sidharta, 1981).
  • 47. 5. Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ mempunyai fungsi khusus. Tingkat kesadaran 1. Komposmentis Sadar sempurna 2. Apatis Tidak ada perasaan/ kesadaran menurun 47 (masa bodoh) 3. Somnolen Kelelahan (mengentuk berat) 4. Soporus Tidur lelep patologis (tidur pulas) 5. Subkoma Keadaan tidak sadar/hamper koma 6. Koma Keadaan pingsan lama disertai dengan penurunan daya reaksi (keadaan tidak sadar walaupun dirangsang dengan apa pun/ tidak dapatdisadarkan) B. Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan adalah masalah aktual/ potensial yang dimiliki seseorag dalam memenuhi tuntutan atau kegiatan hidup sehari-hari dan yang berhubungan dengan kesehatan Table 2 Diagnosis Keperawatan Data Diagnosis Keperawatan Status sistem pernapasan 1. Sesak napas 2. Batuk 3. slem Ganguan pemenuhan kebutahan oksigen yang berhubungan dengan adanya penyubatan slem yang ditandai sesak nafas sistem pembuluh darah 1. Tekanan darah 2. Denyut tubuh 3. Suhu tubuh Ganguan kenyamana yang berhubungan dengan batuk, panas tinggi yang ditandai pasien gelisah.
  • 48. 48 4. Pernapasan 5. Warna wajah 6. kesadaran Ganguan kesadaran yang berhubungan dengan dampak patologis dengan manifestasi apatis/ koma. Sistem pencernaan 1. Susah menelan 2. Mual, muntah 3. Perih, tidak nafsu makan 4. Diare/ obstipasi 5. Kembung, melena 6. Mules Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makan yang disajikan sering tidak habis. Gangguana keseimbanga cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan obstipasi yang ditandai beberapa hari pasien defekasi. Sistem perkemihan 1. Bagaimana produksi urinenya? 2. Beberapa jumlahnya? Gangguan eliminasi urine yang berhubungan dengan produksi urinenya, yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc. Persendihan dan otot (pergerakan) 1. Kekakuan sendi dan otot Keterbatasan pergerakkan yang berhubungan dengan tirah baring lama yang ditandai dengan kaku sendi/otot. Kegiatan sehari-hari 1. Mandi, gosok gigi 2. Ganti pakaian 3. Defekasi dan berkemih Perubahan dalam merawat diri sendiri sebagai dampak patologis.
  • 49. 49 mandiri atau bergantung penuh kepada orang lain Pola tidur dan istirahat 1. Bagaimna istirahatnya? 2. Tidur malam? 3. Hal-hal yang dirasa menggangu tidur? Gangguan psikologis yang berhubungan dengan perubahan pola seksualaitas yang ditandai: susah tidur, pucat, murung. Cemas memikirkan penyakit dan keluarga yang ada di rumah Cemas yang berhubungan dengan mamikirkan penyakitnya dan keluarga. C. Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah langkah kedua dalam proses keperawatan. Termasuk pentuan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan intervensi keperawatan yang tepat. Table 2 Rencana Keperawatan. DK Tujuan Rencana Intervensi Evaluasi Gangguan Kebutuhan Menciptakan kebetuhan oksigen lingkungan yang oksigen terpenuhi sehat Menikmati dan mengkaji keadaan pernafasan pasien Membersihkan slem Melatih pasien Kebutuhan oksigen dapat terpenuhi
  • 50. 50 untuk pernapasan Gangguan kenyamanan Rasa nyaman terpenuhi Mengupayakan penurunan suhu tubuh Member obat sesuai dengan program Rasa nyaman terpenuhi Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi terpenuhi Mempertahankan pemasukan makanan yang cukup Kebutuhn nutrisi terpenuhi Ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi Gangguan eliminasi alvi Keseimbangan eliminasi (defekasi) terpenuhi Mempertahankan kelancaran defekasi Kebutuhan eliminasi (defekasi) dapat terpenuhi Gangguan eliminasi urine Kebutuhan eliminasi (berkemih) terpenuhi Mempertahankan kelancaran berkemih Kebutuhan eliminasi (berkemih) dapat terpenuhi Keterbatasan pergerakan Keterbatasan pergerakan (sendi dan otot) terpenuhi Memenuhi kebutuhan gerak (mobilisasi) Kebutuhan pergerakan dapat terpenuhi
  • 51. 51 Perubahan perawatan diri Kebutuhan merawat diri terpenuhi Membantu memenuhi kebutuhan merawat diri Perawaan diri dapat terpenuhi Gangguan pola tidur Kebutuhan istirah dan tidur terpenuhi Ciptakan interaksi yang terapeutik, dengan member penjelasan kepada pasien tentang pentingnya istirahat terhadap tubuh Kebutuhan istirahat dan tidur dapat terpenuhi:  Tidak ada keluhan, dapat tidur  Ekspresi bangun tidur ceria, segar bugar. Kecemasan Rasa cemas hilang/ berkurang Menciptakan lingkungan yang terapeutik Rasa cemas dapat hilang/ berkurang
  • 52. 52 BAB IV Penutup A. Kesimpulan Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang . Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang komprehensif tentang orang yang menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-hati dan – perhatian terhadap kebutuhan dasar fisik pasien – secara perorangan – sebagai pribadi — dan keluarganya. Di samping menangani manajemen symptom, intervensi perawatan paliatif dan hospis dapat ditujukan untuk menolong seseorang untuk mencapai perasaan beres dalam dimensi social dan relas antar pribadi, untuk membangun atau memperdalam perasaan bermakna dan menemukan perasaan keunikan mereka sendiri dalam makna hidup. Yang paling mendasar adalah, perawat dapat melayani dengan cara menghadirkan diri secara penuh. Mungkin kita tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan eksistensial tentang hidup dan kematian lebih daripada orang yang sedang meninggal. Mungkin kita tidak dapat mengurangi semua perasaan menyesal dan takut menghadapi ketidaktahuan. Namun, bukan tugas kita untuk menjawab semua masalah itu. Tugas utama seorang perawat adalah berdiri di samping pasien, terus menerus menyediakan perawatan fisik dan psikososial yang diperlukan, sementara itu pasien sendiri berjuang untuk mencari jawabannya. B. Saran Hal yang paling diperlukan dalam penanganan pasien dalam fese terminal adalah pendekatan secara moral, social dan spiritual. Peran utama perawat dalam
  • 53. keadaan ini ditekankan pada kemampuan untuk mempersiapkan pasien secara utuh dalam menerima keadaanya dan mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian secara damai. 53
  • 54. 54 Daftar Pustaka Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperwatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC Padila, 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jogjakarta : Nuha Medika Stanley, Mickey dkk. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi II. Jakarta : EGC