Proposal skripsi ini membahas perbedaan hasil belajar teknik audio video antara siswa yang diajar dengan pola pikir induktif dan deduktif. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan sampel 80 siswa kelas 1 SMK Negeri 5 Jakarta. Data dikumpulkan melalui tes hasil belajar dan dianalisis menggunakan uji statistik untuk menguji perbedaan hasil belajar antara kedua kelompok.
1. PROPOSAL SKRIPSI
PERBEDAAN HASIL BELAJAR TEKNIK AUDIO VIDEO MENGGUNAKAN POLA
PIKIR INDUKTIF DENGAN HASIL BELAJAR TEKNIK AUDIO VIDEO
MENGGUNAKAN POLA PIKIR DEDUKTIF DI SMKN 5 JAKARTA TIMUR
DiSusun oleh:
AHMAD HAKIM (5215083416)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2012
2. KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,Segala puji syukur kehadirat Allah SWT. Salawat serta salam tercurah
kepada pemimpin besar kita Nabi Muhammad SAW. yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat mengajukan proposal skripsi dengan judul ”PERBEDAAN
HASIL BELAJAR TEKNIK AUDIO VIDEO MENGGUNAKAN POLA PIKIR
INDUKTIF DENGAN HASIL BELAJAR TEKNIK AUDIO VIDEO MENGGUNAKAN
POLA PIKIR DEDUKTIF DI SMKN 5 JAKARTA TIMUR ” harapan penulis agar bisa
selesai tepat pada waktunya amiin. Salawat serta salam semoga tercurah kepada pemimpin besar
kita Nabi Muhammad SAW.
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan yang telah
diperbuat, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan, Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 1 Januari 2012
Penyusun
3. ABSTRAK
AHMAD HAKIM, Perbedaan Hasil Belajar Teknik Audio Video Menggunakan Pola Pikir Induktif Dengan
Hasil Belajar Teknik Audio Video Menggunakan Pola Pikir Deduktif di SMKN 5 Jakarta Timur. Skripsi,
Program Studi Pendidikan Teknik Elektronika, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Jakarta. 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perbedaan hasil belajar
sub kompetensi Teknik Audio Video antara siswa yang diajar menggunakan pola pikir induktif
dengan siswa yang diajar menggunakan pola pikir deduktif di kelas I Program Keahlian
Elektronika SMK Negeri 5 Jakarta tahun ajaran 2012/2013 semester genap.
Penelitian ini menggunakan metode experiment dengan populasi terjangkau seluruh
siswa kelas I Program Keahlian Teknik Elektronika SMKN 5 Jakarta. Sampel penelitian diambil
dengan metode Random Sampling. Jumlah siswa yang diamati adalah 80 orang, 40 siswa sebagai
kelas eksperimen I yaitu proses belajar mengajar menggunakan pola pikir induktif dan 40 siswa
sebagai kelas eksperimen II dimana proses belajar mengajar menggunakan pola pikir deduktif.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes ulangan harian. Koefisien reliabilitas instrumen
dan rata-rata indeks daya pembeda soal. Uji normalitas dilakukan menggunakan uji Liliefors
pada kelas eksperimen I didapat nilai L 0 dan pada kelas eksperimen II didapat nilai L 0 . Nilai
keduanya terletak di bawah harga L tabel pada taraf signifikan . Uji homogenitas hasil belajar
menggunakan uji-T
Dari hasil analisis pengujian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
sub kompetensi teknik audio video antara siswa yang diajar dengan menggunakan pola pikir
induktif dengan hasil belajar menggunakan pola pikir deduktif.
4. DAFTAR ISI
ABSTRAK
PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Pembahasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan Umum Penelitian
F. Manfaat Penelitian
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar
2. Hakikat Demonstrasi
3. Hakikat Konsep
4. Hakikat Pola Pikir Induktif
5. Hakikat Pola Pikir Deduktif
B. Kerangka Berpikir
C. Pengajuan Hipotesis
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian
C. Metode Penelitian
D. Desain Penelitian
E. Teknik Pengambilan Sampel
F. Teknik Pengumpulan Data
G. Instrument Penelitian
H. Hipotesis Statistik
I. Teknik Analisis Data
5. BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data
C. Pengujian Hipotesis
D. Penafsiran Kesimpulan Analisis Data
E. Kesimpulan Pengujian Hipotesis
F. Diskusi
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
6. DAFTAR TABEL
1. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Teknik Audio Video Kelompok Siswa Yang Diajar
Dengan Demonstrasi Melalui Pola Pikir Induktif
2. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Teknik Audio Video Kelompok Siswa Yang Diajar
Dengan Demonstrasi Melalui Pola Pikir Deduktif
3. Harga Uji-T
4. Wilayah Luas Dibawah Kurva Normal
5. Harga Krisis L Untuk Uji Lilieforse
6. Nilai Presentil Untuk Distribusi F
7. DAFTAR LAMPIRAN
1. Program Satuan Pelajaran
2. Spesifikasi Penyusunan Soal Tes
3. Instrumen Tes Penelitian
4. Kunci Jawaban
5. Demonstrasi Melalui Pola Pikir Induktif
6. Demonstrasi Melalui Pola Pikir Deduktif
7. Analisis Reabilitas Alat Ukur
8. Analisis Validitas Alat Ukur
9. Analisis Derajat Kesulitan Alat Ukur
10. Analisis Daya Beda Soal
11. Data Hasil Belajar Teknik Audio Video Kelompok Siswa Yang Diajar Dengan
Demonstrasi Melalui Pola Pikir Induktif
12. Data Hasil Belajar Teknik Audio Video Kelompok Siswa Yang Diajar Dengan
Demonstrasi Melalui Pola Pikir Deduktif
13. Perhitungan Kelas dan Interval Kelas
14. Distribusi Frekuensi Skor Kelompok Siswa Yang Diajar Dengan Demonstrasi Melalui
Pola Pikir Induktif
15. Distribusi Frekuensi Skor Kelompok Siswa Yang Diajar Dengan Demonstrasi Melalui
Pola Pikir Deduktif
16. Simpangan Baku
17. Uji Normalitas
18. Uji Homogenitas
19. Analisis Data Dengan Uji-T
8. LATAR BELAKANG MASALAH
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan merupakan bagian penting dalam upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan di sekolah dapat menghasilkan
manusia yang cerdas, kreatif dan bertanggung jawab. Kualitas sumber daya manusia sangat
ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperolehnya. Semakin tinggi kualitas pendidikan yang
diperolehnya, semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan.
Peningkatan kualitas pendidikan tidak lepas dari upaya peningkatan komponen-
komponen yang terdapat didalamnya. Komponen tersebut saling terikat erat satu dengan yang
lainnya dalam satu sistem. Komponen yang dimaksud meliputi: guru, metode pengajaran,
kurikulum, siswa, sarana dan prasarana sekolah.
Peningkatan kualitas pendidikan ini tidak hanya diberikan pada sekolah-sekolah tingkat
Dasar, Menengah Pertama (SMP), ataupun Sekolah Menengah Atas (SMA), tetapi perlu
diperhatikan pula pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pada tingkat SMK mulai diberikan
dasar pengetahuan dan keterampilan yang memegang peran penting dalam mempersiapkan siswa
untuk menjadi tenaga kerja yang profesional sesuai dengan bidang keahlian yang diminatinya.
Maka dari itu dalam proses belajar dan mengajar guru harus menentukan metode yang
efektif dan cara peyampaian suatu konsep dari sebuah mata pelajaran agar proses tersebut dapat
berjalan secara efektif agar peserta didik dapat menguasai konsep dengan baik.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara guru dan siswa. Dalam proses
tersebut guru berperan sebagai pengajar atau pemimpin belajar, sedangkan siswa berperan
sebagai subjek belajar. Di dalam proses belajar mengajar siswa tidak hanya menerima informasi
akan tetapi siswa harus terlibat dalam berbagai kegiatan maupun tindakan kelas agar proses
belajar menjadi efektif dan tujuan belajarpun tercapai.
Guru memiliki peran penting dalam proses belajar.Tujuan belajar mengajar secara umum
adalah untuk mengembangkan kemampuan penguasaan bahan ajar,pengembangan keterampilan,
dan mengembangkan nilai dan sikap yang ada pada siswa.
Siswa berperan sebagai subyek belajar, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak untuk
berlangsungnya proses interaksi belajar mengajar.Tanpa aktivitas siswa belajar hanyalah
pemberian informasi yang berarti interaksi dalam proses belajar mengajar tidak berlangsung
dengan baik.
9. Guru berperan penting dalam mengusahakan agar siswa aktif dalam kegiatan belajar
mengajar.Hal ini dapat dilakukan menggunakan upaya menerapkan beberapa metode atau teknik
penyampaian materi pelajaran yang dapat merangsang atau membangkitkan minat belajar siswa
dalam kegiatan belajar mengajar agar dapat berjalan dengan efisien dan efektif.
Salah satu metode yang dapat mengaktifkan siswa agar dapat terlibat dalam proses
pembentukan atau pembuktian suatu konsep yaitu dengan metode demonstrasi melakukan
eksperimen siswa dibimbing untuk mengamati objek-objek, kejadian-kejadian kemudian
dihubungkan dengan ngagasan yang dimiliki siswa.
Dengan metode demonstrasi ini siswa diharapkan dapat lebih memahami dan mengingat
konsep yang telah dipelajarinya serta meningkatkan penalaran dan kemampuan siswa untuk
berpikir secara bebas untuk menemukan masalah dan memecahkanya sendiri.
Untuk mengetahui keefektifan dari suatu demonstrasi dalam perolehan konsep perlu
diadakan penelitian mana yang lebih efektif antara perolehan konsep melalui pola pikir induktif
dengan konsep pola pikir deduktif.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka timbul berbagai pemasalahan,
diantaranya:
1. Apakah metode demonstrasi dapat memotifasi siswa belajar?
2. Upaya apasaja yang dapat dilakukan guru untuk mengefektifitaskan demonstrasi
agar dapat mencapai tujuan belajar mengajar?
3. Apakah berbeda hasil belajar siswa yang melakukan demonstrasi untuk
memperoleh konsep melalui pola pikir dengan pola pikir deduktif?
4. Apakah demonstrasi dalam perolehan konsep melalui pola pikir induktif dapat
meningkatkan hasil belajar siswa?
5. Apakah demonstrasi dalam perolehan konsep melalui pola pikir deduktif dapat
meningkatkan hasil belajar siswa?
6. Apakah demonstrasi untuk memperoleh konsep melalui pola pikir dengan pola
pikir deduktif dapat meningkatkan mutu pendidikan disekolah?
10. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. DESKRIPSI TEORITIS
1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan yang
lebih baik pada diri individu yang melaksanakan belajar tersebut. Sekolah merupakan
tempat terjadinya proses belajar mengajar antara siswa dengan guru, diharapkan siswa
dapat mengembangkan pengetahuannya dengan cara latihan maupun praktek. Sekolah
menengah kejuruan, banyak mata pelajaran yang saling berhubungan satu sama lain. Baik
itu berkesinambungan (mata pelajaran lanjutan) ataupun mata pelajaran yang membantu
proses pemahaman siswa dalam mendalami suatu materi di pelajaran lain.
Menurut S. Nasution, “Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan kelakuan
baru atau mengubah kelakuan lama sehingga seorang lebih mampu untuk menghadapi
situasi dalam hidupnya. Dengan belajar diharapkan individu yang melaksanakan proses
belajar yaitu siswa dapat mengembangkan masalah yang baru berdasarkan konsep yang
sudah dipelajari”.
“Belajar adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang
untuk mencapai suatu perubahan tingkah laku. Kegiatan yang dilakukan dalam belajar
pada dasarnya adalah proses aktif dari orang yang belajar sehingga terjadi hubungan yang
dinamis dan saling mempengaruhi antara diri orang yang belajar dengan lingkungannya.
Menurut aliran teori belajar modern bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan
perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam bertingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan”.Menurut Oemar malik
Dikatakan pula bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan keseluruhan
tingkah laku, yaitu terjadinya aspek-aspek tingkah laku Kognitif, Afektif dan
Psikomotorik. Serta Menurut Miarso, “Belajar adalah kegiatan para siswa, baik itu
dengan bimbingan guru atau dengan usahanya sendiri sepenuhnya.”1
Sehingga dapat disimpulkan definisi belajar tersebut yaitu : belajar merupakan
usaha memperoleh ilmu, baik itu melalui berlatih maupun dari pengalaman. Dimana
pengalaman dan proses latihan tersebut dapat merubah tingkah laku secara permanen
1
Yusufhadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan, (Jakarta: CV Rajawali, 1984), h. 25.
11. sebagai hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Belajar juga selalu meliputi 3 aspek
yaitu aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Tujuan proses belajar mengajar adalah materi yang ada dapat dimengerti dengan
baik oleh guru dan siswa sebagai subyek belajar.Semua usaha dikerahkan untuk
meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar agar tujuan itu dapat tercapai.tujuan
tercapai apabila siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan dalam proses
belajar mengajar. Hasil belajar itu dapat diukur dengan angka-angka yang bersifat
pasti,tetapi mungkin saja hanya dapat diamati karena berupa perbuatan tingkah laku.
Untuk melihat sejauh mana taraf keberhasilan siswa, diperlukan informasi yang
didukung oleh data yang objektif tentang indikator-indikator perubahan prilaku pribadi
siswa perubahan prilaku dan pribadi siswa inilah yang disebut hasil belajar.
Menurut Ngalim Purwanto bahwa, “Hasil belajar adalah potensi, yang dapat
dipergunakan guru untuk menilai hasil pelajaran yang diberikan siswa dalam waktu
tertentu.” Pendapat lain juga dikemukakan oleh Wasty Sumanto bahwa, “Sebagai suatu
petumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku berkat pengalaman dan latihan.”
Untuk mengetahui meningkat atau tiadaknya suatu proses belajar, maka
dibutuhkan adanya evaluasi. Evaluasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk
memperbaiki, memperbaharui serta menyempurnakan proses pembelajaran yang sedang
direncanakan, sedang berlangsung dan telah berakhir. Hasil belajar tersebut dapat diukur
dengan angka-angka yang bersifat pasti atau hanya dapat diamati.
Setelah hasil belajar siswa meningkat maka mutu sekolah tersebutpun akan
mengalami peningkatan, Peningkatan mutu pendidikan yang berpusat pada peningkatan
mutu sekolah merupakan suatu proses yang dinamis, berjangka panjang yang musti
dilakukan secara sistematis lagi konsisten untuk diarahkan menuju suatu tujuan tertentu.
Peningkatan mutu sekolah tidak bersifat instan, dengan mengandalkan “aji Bandung
Bondowoso”, melainkan suatu proses yang harus dilakoni dengan sabar, tahap demi
tahap, yang terukur dengan arah yang jelas dan pasti. Dalam peningkatan mutu sekolah
tidak dikenal sesuatu yang gampang segampang teori, seperti yang disitir oleh Kurt
Lewin: “There is nothing to practical as good as a theory”. Pendapat ini berarti pula,
bahwa tidak mungkin ada peningkatan mutu sekolah tanpa didasari oleh suatu teori
12. (Levin, 2008). Peningkatan mutu sekolah memerlukan teori, namun implementasinya
tidak akan bisa mulus dan semudah teori yang ada.
2. Hakikat Demonstrasi
Demostrasi merupakan salah satu metode yang digunakan pada saat
mengajar.menurut pendapat knok ”metode adalah kumpulan prinsip terkordinir untuk
melaksanakan pengajaran” perumusan lain tentang metode adalah suatu proses yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu sering pula diketahui metode adalah cara untuk
memperoleh langkah maju dengan terncana dan teratur untuk mencapai sebuah tujuan,
setiap keeadaan yang sadar menggunakan pengetahuan sistematik secara terus menerus
sambil mengadakan perbaikan terhadap cara tersebut dalam pengajaran mata pelajaran
Teknik Audio Video.
Jadi metode merupakan cara melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu
yangtelah dirumuskan.berbagai metode yang umum dilakukan dalam proses belajar
mengajar yaitu:metode ceramah,Tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain
Metode demonstrasi merupakan salah satu cara untuk mengaktifkan siswa dalam
proses belajar mengajar dengan metode demonstrasi siswa akan terlibat secara langsung
dalam proses belajar pada mata pelajaran Teknik Audio Video.
Demonstrasi memiliki beberapa kerterbatasan diantaranya pengamatan siswa
kurang jelas karena mengamati dari jauh, peran siswa terbatas. Apabila salah
melakukanya metode demonstrasi dapat merusak tujuan pelajaran mata pelajaran Teknik
Audio Video.
3. Hakikat Konsep
Konsep adalah susunan simbol yang menunjukan ciri suatu suatu objek atau peristiwa
yang dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri berikut untuk mengengal suatu konsep
diantaranya adalah:
Nama konsep.
Aribut-atribut kriteria dan atribut-atribut variable konsep.
Definisi konsep.
Contoh-contoh dan bukan contoh konsep.
13. Konsep ada dua yang konkrit dapat ditunjukan bedanya, jadi diperoleh melalui
pengamatan indera contoh konsep konkrit televisi,radio,antena dan lain-lain.pada taraf
yang lebih tinggi diperoleh konsep yang abstrak seperti massa jenis, polaritas pancaran
dan lain-lain.
4. Hakikat Pola Pikir Induktif dan Deduktif
Pola pikir adalah bagaimana cara seseorang menerima informasi dan pola pikir
seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkunganya.
Induktif adalah “Penarikan kesimpulan dimulai dengan menyebutkan pernyataan-
pernyataan yang khusus untuk memperoleh kesimpulan yang umum yang mencakup
keseluruhan dari keseluruhan pernyataan-pernyataan yang khusus.
Pembentukan konsep melalui pola pikir induktif dimana teori-teori menjadi
generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta empiris.Pola pikir induktif bekerja dari bawah
keatas menyusun sistem-sistem yang memperhatikan hasil-hasil penelitian yang telah
berkali-kali di uji. Lalu menyusun sistem-sistem yang lebih tinggi tingkatnya sebagai
generalisasi dan akhirnya merumuskan suatu terori yang dapat mencakup semua
pernyataan-pernyataan yang lebih rendah tingkatnya.
Pola pikir induktif dalam pembentukan konsep merupakan suatu bentuk belajar
penemuan (Discovery Learning), yang melibatkan proses-proses psikologi analisis
deskriminatif, abstaksi, dan lain-lain sehingga menunjang kualitas pendidikan sebagai
bagian dari tugas dan tanggung jawab guru.
Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran
inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran
berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif
dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan
menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa
dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan
siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif
efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan
memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa
melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau
14. geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai
pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau
masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam
membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya
matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir
deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang
bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16).
Deduktif adalah “Penarikan kesimpulan dimulai dengan menyebutkan pernyataan-
pernyataan yang umum untuk memperoleh kesimpulan yang khusus yang mencakup
keseluruhan dari keseluruhan pernyataan-pernyataan yang umum.
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah
pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran
bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui
wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah
pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke
penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan
topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus
dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak
mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif
menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince
dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya
adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”,
artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran
sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif
dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan
argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi
15. contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji
pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan
dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan
secara bergantian.
Metode belajar yang digunakan sangatlah menentukan kegiatan hasil belajar
mengajar dan juga mutu pendidikan disekolah tersebut.
B. KERANGKA BERPIKIR
Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan kelakuan baru atau mengubah
kelakuan lama sehingga seorang lebih mampu untuk menghadapi situasi dalam hidupnya.
Dengan belajar diharapkan individu yang melaksanakan proses belajar yaitu siswa dapat
mengembangkan masalah yang baru berdasarkan konsep yang sudah dipelajari. Hasil
belajar teknik audio video dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal siswa.
Diantaranya metode mengajar guru dan lingkungan yang kondusif. Sudah menjadi tugas
guru untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan.
Metode demonstrasi merupakan salah satu cara untuk mengaktifkan siswa dalam
proses belajar mengajar dengan metode demonstrasi siswa akan terlibat secara langsung
dalam proses belajar pada mata pelajaran Teknik Audio Video.
Dalam metode demonstrasi terdapat diantaranya dua pola pikir yang berbeda dalam
pembentukan konsep yaitu pola pikir induktif dan pola pikir deduktif. Pembentukan
konsep melalui pola pikir induktif dimana teori-teori menjadi generalisasi-generalisasi
dari fakta-fakta empiris.Pola pikir induktif bekerja dari bawah keatas menyusun sistem-
sistem yang memperhatikan hasil-hasil penelitian yang telah berkali-kali di uji. Lalu
menyusun sistem-sistem yang lebih tinggi tingkatnya sebagai generalisasi dan akhirnya
merumuskan suatu terori yang dapat mencakup semua pernyataan-pernyataan yang lebih
rendah tingkatnya. Sedangkan pembentukan konsep melalui pola pikir deduktif ditandai
dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran.
Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep
dasarnya.
16. C. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang diajukan dengan ditunjang oleh kerangka teori
dan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian adalah
“Terdapat perbedaan antara hasil belajar teknik audio video menggunakan pola pikir
induktif dengan hasil belajar teknik audio video menggunakan pola pikir deduktif ”.
17. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis secara umum mengadakan penilitian perbedaan hasil belajar teknik audio
video mengunakan polapikir induktif dengan hasil belajar teknik audio video menggunakan
polapikir deduktif adalah agar guru dapat menentukan metode yang tepat serta efektif dalam
mengajar teknik audio video di sekolah menenengah kejuruan.
Secara khusus,peneelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi apakah ada
perbedaan hasil belajar teknik audio video menggunakan pola pikir induktif dengan peserta didik
yang diajarkan menggunakan pola pikir deduktif sehingga baik guru maupun peserta didik dapat
menguasai materi pelajaran tersebut dengan baik.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di SMKN 5 Jakarta Timur tahun ajaran 2012/2013 demikan
penulis berharap agar dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experiment. Penelitian
dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang homogen, terdiri atas dua kelompok. Kelompok
pertama adalah kelompok yang diajar dengan menggunakan pola pikir induktif dan kelompok
kedua adalah kelompok yang diajar dengan mengunakan pola pikir deduktif dalam mata
pelajaran teknik audio video.
D. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti yaitu pembelajaran dengan menggunakan
pola pikir induktif dan pembelajaran dengan menggunakan pola pikir deduktif sebagai variabel
bebas dan hasil belajar teknik audio video siswa sebagai variabel terikat.
Kelas Perlakuan Pasca Tes
(R)E I XE I Y
(R)E II XE II Y
Keterangan:
18. EI : Kelas eksperimen I (pembelajaran dengan menggunakan pola pikir induktif)
E II : Kelas eksperimen II (pembelajaran dengan menggunakan pola pikir deduktif)
XE I : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen I
XE II : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen II
Y : Tes akhir yang sama pada kedua kelas
R : Proses pemilihan subjek secara acak
Data penelitian diperoleh dari hasil belajar teknik audio video pada kelas eksperimen I
dan kelas eksperimen II yang diperoleh dari skor tes.
E. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang dilakukan untuk memperoleh sampel penelitian adalah teknik Random
Sampling yaitu penentuan kelas eksperimen dilakukan secara acak, kemudian dilakukan
pengamatan terhadap seluruh siswa pada kelas terpilih dengan:
1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I SMKN 5 Jakarta semester
II tahun ajaran 2012/2013.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas I Program Keahlian Teknik Elektronika
SMKN 5 Jakarta semester II tahun ajaran 2012/2013.
3. Sampel
Sampel dipilih dari populasi terjangkau sebanyak dua kelas yang dipilih secara acak
(random sampling).
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Yang Diteliti
a. Variabel bebas: pembelajaran dengan menggunakan pola pikir induktif dan
pembelajaran dengan menggunakan pola pikir deduktif.
b. Variabel terikat: hasil belajar teknik audio video.
2. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah
nilai tes ulangan harian siswa pada kriteria kinerja identifikasi dan prosedur gambar teknik
elektronika berdasarkan pada standar gambar teknik audio video dan teknik elektronika yang
diperoleh dari kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II setelah kedua kelas tersebut diberi
19. perlakuan. Data sekunder adalah nilai praktik gambar siswa dari kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II pada sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika.
G. Instrumen Penelitian
1. Konsep
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal-soal sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika pada kriteria kinerja
identifikasi dan prosedur gambar teknik elektronika berdasarkan pada standar gambar
teknik listrik dan teknik elektronika adalah tes ulangan harian yang disusun sendiri oleh
peneliti. Bentuk tes berupa soal pilihan ganda sebanyak 40 soal dan setiap soal memiliki
skor 1 untuk jawaban benar dan 0 (nol) untuk jawaban salah, sehingga jumlah skor total
adalah 40 jika semua soal terjawab dengan benar. Instrumen ini didasarkan pada aspek
kognitif yang meliputi ingatan, pemahaman dan aplikasi.
Nilai akhir yang diperoleh siswa adalah:
skor total
Nilai Akhir =
4
2. Hasil Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen digunakan pada sampel, instrumen tersebut diujicobakan terlebih
dahulu untuk mengetahui apakah soal tersebut telah memenuhi syarat tes yang baik atau
tidak. Syarat tes tersebut yaitu validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda
soal. Dari 40 soal yang diuji coba hanya 36 yang memenuhi syarat tes yang baik.
a. Pengujian Validitas
Uji validitas yang digunakan dalam instrumen ini adalah validitas isi (content
validity), artinya butir-butir soal disusun sesuai dengan materi dan indikator pada
desain pembelajaran.
Untuk menghitung validitas item soal digunakan rumus2:
Mp Mt p
pbi =
St q
Keterangan:
pbi : Koefisien korelasi biserial
2
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) h. 79.
20. Mp : Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya
Mt : Rerata skor total
St : Standar deviasi dari skor total
p : Proporsi siswa yang menjawab benar
banyaknya siswa yang benar
(p = )
jumlah seluruh siswa
q : Proporsi siswa yang menjawab salah
(q = 1 – p)
Dari hasil uji coba validitas diperoleh 36 soal yang valid dan 4 soal drop atau tidak
valid (Lampiran 10, hal 117).
b. Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas tes menentukan ketepatan atau ketelitian suatu alat evaluasi (tes). Dalam
penelitian ini reliabilitas tes dihitung dengan menggunkan rumus KR-20 yaitu3:
k s pq
2
r11
k 1
s2
Keterangan:
r11 : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
(q = 1-p)
pq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q
k : Banyaknya item
s2 : Varians tes
3
Ibid., h. 100.
21. Klasifikasi koefisisen reliabilitas4:
r11 : 0,800-1,000 : sangat tinggi
r11 : 0,600-0,800 : tinggi
r11 : 0,400-0,600 : cukup
r11 : 0,200-0,400 : rendah
r11 : 0,000-0,200 : rendah sekali
Dari hasil uji coba instrumen diperoleh koefisien reliabilitas instrumen tes.Hal ini
berarti koefisien reliabilitas instrumen tersebut tergolong sangat tinggi sehingga dapat
dijadikan sebagai alat ukur.
c. Pengujian Taraf Kesukaran
Penghitungan taraf kesukaran instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah soal
tergolong sukar, sedang atau mudah. Rumus yang digunakan untuk menghitung
indeks kesukaran adalah5:
B
P
JS
Keterangan:
P : Indeks Kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi Indeks Kesukaran6:
0,00 – 0,29 : Sukar
0,30 – 0,69 : Sedang
0,70 – 1,00 : Mudah
4
Ibid., h. 75.
5
Ibid., h. 208.
6
Ibid., h. 210.
22. Dari hasil uji coba instrumen diperoleh indeks kesukaran antara 0,13 – 0,80 dan rata-
rata indeks kesukaran 0,51 (Lampiran 13, hal 121).
d. Pengujian Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa
yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah dengan
menggunakan7:
BA BB
D PA PB
JA JB
Keterangan:
D : Indeks Diskriminasi (Daya Pembeda)
J : Jumlah peserta tes
JA : Banyaknya peserta kelompok atas
JB : Banyaknya peserta kelompok bawah
BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan
benar
PA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
Klsifikasi Daya Pembeda Soal8:
D < 0,00 : Sangat jelek
D = 0,00 – 0,19 : Jelek
D = 0,20 – 0,39 : Cukup
D = 0,40 – 0,69 : Baik
D = 0,70 – 1,09 : Baik sekali
Dari hasil uji coba instrumen diperoleh daya pembeda soal antara dan rata-rata indeks
daya pembeda.
H. Hipotesis Statistik
7
Ibid., h. 213.
8
Ibid., h. 218.
23. H0 : 1 = 2
H1 : 1 2
Keterangan:
1 : Rata-rata hasil belajar sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika siswa
yang diajar dengan menggunakan pola pikir induktif.
2 : Rata-rata hasil sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika teknik siswa
yang diajar dengan menggunakan pola pikir deduktif.
I. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis Data
a. Uji homogenitas menggunakan Uji Fisher dengan taraf signifikan = 0,05
Hipotesis Statistik: H0 : 12 2
2
H1 : 12 2
2
Rumus Uji Fisher yang digunakan adalah9:
s12
F= 2
s2
Keterangan:
s12 : Varians hasil belajar sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika
kelas eksperimen I
2
s2 : Varians hasil belajar sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika
kelas eksperimen II
Kriteria pengujian, terima H0 jika:
F1 Fhitung F 1
n1 1, n2 1 1 n1 1, n2 1
2 2
b. Uji normalitas menggunakan Uji Liliefors dengan taraf signifikan = 0,05
Hipotesis Statistik: H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Rumus uji Liliefors yang digunakan adalah10:
9
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 1992), h. 249.
10
Ibid., h. 446.
24. L 0 maks Fz1 Sz1
x1 x banyaknya z 1 , z 2 ,...,z n yang z 1
dengan z1 dan S( z 1 ) =
s n
Keterangan:
x : Rata-rata hasil belajar sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika
sampel
x1 : Hasil belajar sub kompetensi menguasai gambar teknik elektronika sample
s : Simpangan baku sampel
Fz 1 : Peluang (z ≤ z 1 ) dan menggunakan daftar distribusi normal baku
Kriteria Pengujian, terima H0 jika L 0 < L tabel
2. Uji Analisis Data
Untuk menguji hipotesis digunakan uji-t dengan taraf signifikan = 0,05.
Pada penelitian ini, jika kondisi kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II adalah
homogen ( 12 2 ), maka statistik uji yang digunakan untuk melakukan uji rata-rata di
2
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II adalah sebagai berikut11:
X1 X 2
t
1 1
s
n1 n 2
dengan
s
n 1 1s12 n 2 1s 2
2
n1 n 2 2
derajat kebebasan (dk) = ( n1 n 2 2 )
Kriteria pengujian, tolak H0 jika t > t 1
1
2
Keterangan:
x1 : Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen I
x2 : Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen II
n1 : Banyaknya sampel kelompok eksperimen I
11
Ibid., h. 241.
25. n2 : Banyaknya sampel kelompok eksperimen II
2
s1 : Varians hasil belajar kelompok eksperimen I
s2
2 : Varians hasil belajar kelompok eksperimen II
s : Varians gabungan
26. DAFTAR PUSTAKA
Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 1980.
Ngalim Purwanto, Prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Wijaya, 1982.
Oemar Malik, Metode belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, Bandung: Tarsito, 1983.
A. Surjadi, Membuat Siswa Aktif Belajar, Bandung: Mandar Maju, 1989.
A. Tabrani Rusyan, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remadja
Karya, 1989.
Nana Sudjana, Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remadja Rosda Karya,
1990.
Oemar Malik, Metode belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, Bandung: Tarsito, 1983.
Sudjana, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito, 1992