Dokumen tersebut membahas pengaruh arus kas dan faktor eksternal terhadap penguatan nilai tukar rupiah terhadap USD dalam beberapa hari terakhir. Penguatan disebabkan oleh pembalikan aliran modal ke pasar keuangan Indonesia serta melemahnya recovery ekonomi AS. Namun, penguatan dianggap sementara dan perlu waspada terhadap potensi penurunan nilai rupiah ke depan.
1. PENGARUH CASH FLOW DI INDONESIA TERHADAP
PERTUKARAN NILAI RUPIAH DENGAN USD
Penguatan rupiah yang terjadi dalam beberapa hari
terakhir sebaiknya tidak terlalu membuat masyarakat dan
investor terbuai. Sebab, ini baru terjadi dalam beberapa hari.
Di samping itu, penguatan nilai tukar tersebut terjadi bukan
hanya di Indonesia, melainkan juga di berbagai negara.
Ekonom Institute for Development of Economics and
Finance (Indef) Aviliani menilai kondisi nilai tukar masih
fluktuatif. ”Mata uang dunia semua juga lagi menguat (terhadap USD, Red) kan, jadi jangan
senang dulu. Ini masih fluktuatif dan situasi orang jual beli dolar masih tetap ada,” katanya di
sela-sela Seminar Nasional dan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XIX di
Surabaya kemarin (7/10)
Perempuan yang juga sekretaris umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) itu
melanjutkan, pemerintah masih harus mewaspadai aliran dana yang keluar. Sebab, cadangan
devisa semakin kecil. Cadangan devisa turun dari USD 105,3 miliar pada Agustus 2015
menjadi USD 101,7 miliar.
Cadangan devisa yang terlalu rendah, apalagi jika suatu saat berada di bawah USD 100
miliar, bisa mengakibatkan efek psikologis yang buruk. ”Nanti kan orang mikir pas mau cari
dolar gimana,” ucapnya. Untuk menambah cadangan itu, dia menyarankan agar pemerintah
mengubah surat utang negara (SUN) menjadi utang luar negeri (ULN). Hal tersebut perlu
agar pemerintah tidak terlalu bergantung pada capital outflow.
Selain itu, Aviliani berharap pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mengatur arus kas
uang ( cash flow). Sebab, pasar masih belum terlalu yakin kondisi rupiah yang menguat bisa
bertahan dalam jangka panjang. ”Ini lebih karena faktor global,” ujarnya.
Peringatan untuk tetap waspada juga disampaikan ekonom Purbaya Yudhi Sadewa. Saat
dihubungi kemarin, Yudhi mengaku masih mencari penyebab kenaikan rupiah yang tajam
dalam tiga hari ini. Namun, dia mengatakan, sangat mungkin kebijakan domestik, terutama
BI, yang direspons positif membuat itu terjadi.
” Tertundanya kenaikan suku bunga The Fed mungkin memberikan ruang untuk
menguat. Tapi, kalau lihat kenaikan regional, negara lain tak setajam rupiah,” jelas dia.
Namun, lanjut Yudhi, penguatan rupiah kali ini belum mencerminkan fundamen
perekonomian negara. Dia masih menilai ekonomi domestik cenderung lambat. ”Daya beli
masyarakat di September turun. Tampaknya PHK sudah membawa pengaruh,” ujarnya.
Yudhi menyatakan, penguatan rupiah bisa diterima positif. Itu akan menciptakan
landasan pertumbuhan ekonomi ke depan. Namun, dia menuturkan agar tidak terlena dengan
keadaan saat ini. Hal tersebut dinilainya hanya efek jangka pendek. Jika tidak ada kebijakan
jangka panjang, tidak ada pula perbaikan ke depan. ”Ini kan hot money masuk, biasanya
cepat keluar juga. Maka, cermati apa yang menjadi konsen investor. Itu dijaga betul. Mereka
harus dilihat betul,” lanjutnya.
Saat ini, kata Yudhi, yang harus dilakukan adalah waspada. Kenaikan rupiah yang begitu
cepat harus diiringi kesiapan untuk menanggulangi jika ada potensi kebalikan arus.
Penguatan tajam rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus berlanjut. Bahkan,
di pasar spot, kemarin rupiah mencatat penguatan harian terbesar sepanjang enam tahun
terakhir. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan,
penguatan tajam rupiah dalam tiga hari terakhir tak lepas dari dorongan kombinasi faktor
eksternal dan internal.
2. ”Itu memicu pembalikan modal dari AS ke emerging markets, termasuk Indonesia,”
ujarnya di Kantor Presiden kemarin (7/10).
Sebagai gambaran, dalam dua hari terakhir saja, ada USD 82 juta (sekitar Rp 1,15 triliun)
dana tambahan yang dialokasikan manajer investasi asing ke pasar modal Indonesia. Menurut
Mirza, faktor eksternal –yakni melemahnya recovery perekonomian AS yang lantas meredam
isu kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed)– memicu penguatan mata uang global
terhadap USD. ”Investor atau spekulan yang tadinya memegang dolar sudah mulai
melakukan cut loss (jual rugi, Red),” katanya.
Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (JISDOR) yang dirilis BI menunjukkan,
kemarin rupiah ditutup di level Rp 14.065 per USD, menguat signifikan 317 poin bila
dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya yang di posisi Rp 14.382 per USD. Level
Rp 14.065 per USD tersebut merupakan yang terkuat setelah 31 Agustus 2015.
Di pasar spot, rupiah sudah menguat lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan,
kemarin rupiah langsung dibuka menguat di level Rp 14.179 per USD dari penutupan
sebelumnya di Rp 14.241 per USD. Setelah itu, rupiah tak sekali pun melemah hingga
mencatat level terkuat di Rp 13.711 per USD, sebelum akhirnya ditutup pada sore kemarin di
level Rp 13.821 per USD atau menguat 2,95 persen.
Mirza mengatakan, aliran modal yang kembali ke Indonesia membuat situasi pasar
keuangan dan pasar modal kian kondusif. Bukan hanya rupiah dan indeks harga saham
gabungan (IHSG) yang menguat. Tapi, penguatan juga dialami pasar surat utang negara
(SUN). Dia mengatakan, yield atau imbal hasil SUN yang sebelumnya sempat mendekati
level 10 persen sudah turun tajam ke kisaran 8,7 persen kemarin. ”Ini sangat bermanfaat
karena berarti biaya utang pemerintah turun,” jelasnya.
Dampak ke Sektor Riil Penguatan tajam rupiah juga membuat para pelaku usaha di
bidang ekspor impor mulai me- lakukan kalkulasi ulang. Ketua Umum Asosiasi Eksporter-
Importer Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) Khafid Sirotuddin mengatakan,
meski rupiah mulai menguat beberapa hari ini, sekarang belum menjadi momen yang tepat
untuk melakukan importasi. ”Harga masih tinggi kalau mengimpor sekarang, terakhir kami
impor waktu rupiah masih Rp 13.000 per dolar AS,” tuturnya.
Saat order, importer harus membayar uang muka. Selanjutnya, saat buah dan sayuran di
negara asal panen dan siap dikirim, dolar malah menguat hingga tembus Rp 14.500 per dolar
AS. ”Harga dari penjual memang tetap, misalnya USD 2 per kg, tapi kami bayarnya pakai
rupiah. Jadi, dari harusnya Rp 26.000 menjadi Rp 29.000 per kg. Nah, kalau sekontainer?,”
tuturnya.
Ketua Asosiasi Tur dan Travel Indonesia (Asita) Asnawi Bahar menambahkan,
penguatan rupiah kemarin sangat mengejutkan. Dia berharap hal tersebut bisa membuat
masyarakat lebih bergairah untuk berwisata, terutama ke luar negeri (LN). Sebab, saat USD
terus merangkak naik, bisnis itu menjadi lesu. ”Ada penurunan meski tidak banyak karena
orang Indonesia suka jalan-jalan,” terangnya.
Angka pastinya memang tidak disebutkan. Namun, penurunannya tidak lebih dari 5
persen bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2014. Selain itu, menguatnya USD
membuat pelancong asal Indonesia tidak mau berlamalama di luar negeri. ”Belanja mereka
juga dikurangi. Tapi, ke luar negerinya tetap ada.”
Faktor terbesar yang mempengaruhi perekonomian dunia adalah kebijakan tapering off
yang dilakukan The Fed sehingga menyebabkan banyaknya capital outflow dari
emerging market salah satunya Indonesia. Perbaikan kondisi perekonomian di Amerika
Serikat juga mempengaruhi perubahan alokasi investasi dari investasi di negara berkembang
beralih ke Amerika Serikat. Hal inilah yang perlu diantisipasi pemerintah agar kondisi
perekonomian dalam negeri tetap kondusif.
Faktor lain yang menahan penguatan Rupiah dalam range nyaris flat adalah GDP
3. Amerika Serikat pada kuartal III/2014 dilaporkan naik 5%, jauh lebih tinggi ketimbang
estimasi sebelumnya yang hanya 4.3%. Angka klaim pengangguran mingguan untuk minggu
kedua bulan Desember di negeri Paman Sam juga turun sebanyak 9,000 orang. Angka-angka
tersebut memantapkan profil data ekonomi Amerika Serikat yang terus menguat secara
konsisten sejak kuartal II/2014. Dalam kondisi demikian, proyeksi kenaikan suku bunga AS
di pertengahan tahun 2015 pun nampak makin positif, mendukung potensi penguatan Dolar
AS dan menekan sentimen di pasar negara berkembang.
Salah satu cara untuk memitigasi risiko ketidakpastian ini yaitu dengan
melakukan lindung nilai (hedging). Hedging masih kurang populer di kalangan bisnis
Indonesia. Umumnya yang melakukan hedging ini adalah pihak swasta. Sedangkan
BUMN masih takut dengan risiko jika melakukan hedging. Perturan perundang-undang
yang belum komprehensif mengatur tentang heding menjadi alasan utama sebagian besar
BUMN enggan melakukan hedging. Disamping itu, pasar keuangan Indonesia yang masih
dangkal juga ikut andil dalam perkembangan hedging di Indonesia.
Sumber :
http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_PENGGUNAAN_HEDGING_DI_I
NDONESIA_DALAM_MEMINIMALISIR_RISIKO_NILAI_TUKAR2014082114
2214.pdf
http://www.pressreader.com/indonesia/jawa-
pos/20151008/281487865175069/TextView
http://www.seputarforex.com/analisa/lihat.php?id=216484&title=analisa_rupiah_29_
desember_2014_2_januari_2015