kajian atas fenomena munculnya blok BRICS dan wacana menguatnya dorongan untuk melakukan Dedolarisasi dilihat dari sisi Fiskal Pemerintah Indonesia yang justru menempuh jalan dengan melakukan diversifikasi devisa dan hutang untuk mengantisipasi gejolak perekonomian dunia. Presentasi ini disampaikan saat event Economy Talking yang diselenggarakan oleh Kejar Mimpi chapter Pekanbaru
2. RISIKO HOLDING VALAS USD PEMERINTAH
8
17
1.70
1.21
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
-
2
4
6
8
10
12
14
16
18
2 Jan 16 Jan 30 Jan 13 Feb 27 Feb 13 Mar 27 Mar 10 Apr 24 Apr
Billions
Saldo Spread
Menyimpan saldo USD menimbulkan negative spread
dalam miliar rupiah
USD dalam trend melemah secara global
101.011
14840
13500
14000
14500
15000
15500
16000
0
20
40
60
80
100
120
Jan-22
Feb-22
Mar-22
Apr-22
May-22
Jun-22
Jul-22
Aug-22
Sep-22
Oct-22
Nov-22
Dec-22
Jan-23
Feb-23
Mar-23
Apr-23
DXY IDR
dalam miliar rupiah
Dinamika fiskal dan perekonomian di US serta maraknya upaya mengurangi ketergantungan terhadap USD melalui
dedolarisasi mulai mengganggu stabilitas USD. Posisi saldo USD Pemerintah yang cukup besar menyebabkan pemerintah
terpapar risiko.
Risiko 2: rugi selisih kurs (unrealized). Melihat tren USD yang sedang melemah secara
secara global, nilai USD/IDR diperkirakan berada di bawah level Rp15.000 sehingga
dapat menimbulkan unrealized rugi selisih kurs.
Risiko 1: Potensi loss dari interest rate differential akibat negative spread . Dengan saldo
USD saat ini, diprediksi setiap hari ada potensi loss dari interest rate differential sebesar
Rp10 miliar
Risiko 3: likuiditas valas untuk natural hedging 2023 berlebih. Strategi natural
hedging menjaga agar kebutuhan USD dalam satu tahun anggaran dipenuhi oleh stock USD.
Posisi saldo USD Pemerintah saat ini cukup untuk kebutuhan s.d Triwulan II Tahun 2024.
Diversifikasi Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dalam IDR,
USD, JPY dan EUR
Indonesia pernah surplus gegara Dolar menguat, saat pandemi
(karena permintaan Batubara dunia yang meningkat) dan
sebelumnya (saat dollar menguat sementara PNBP dalam USD)
3. Pengertian dan maksud dari dedolarisasi
secara fundamental
Harus memahami terlebih dahulu sejarah penggunaan dolar secara global (dolarisasi) > Dimulai dari
Perang Dunia II (1939) > Perjanjian Breton Woods (1944) > The Nixson Shock (1971)
Dedolarisasi merupakan upaya menghilangkan/mengurangi kemelekatan (attachment) ekonomi suatu
negara terhadap ekonomi AS dalam bukti praktisnya dengan menggunakan dollar AS, yang setelah tahun
1971, AS menggunakan USD sebagai “pedang pembunuh naga”/”Mjolnir nya Thor”.
Contoh nyata: Revolusi Iran (1979)
Dedolarisasi tidak lepas dari sisi perpolitikan, seperti tingginya tingkat inflasi dan tumbangnya beberapa
bank memicu kekhawatiran akan stabilitas pasar keuangan Amerika Serikat. Dedolarisasi kemudian
dianggap sebagai langkah yang perlu untuk meminimalkan efek rambatan ketidakpastian pasar keuangan
global.
Contoh analisis: Supreme Mortgage Crisis (2007-2010) >< Krisis Moneter Indonesia (1997-1998)
Pengurangan biaya transaksi: Penggunaan mata uang asing dalam transaksi dapat menimbulkan biaya
transaksi tambahan, seperti biaya konversi mata uang dan risiko fluktuasi nilai tukar. Negara yang
menerapkan dedolarisasi mungkin bertujuan untuk mengurangi biaya ini dengan mempromosikan
penggunaan mata uang domestik atau mata uang regional yang lebih stabil dan dapat diterima secara
luas.
4. Penyesuaian yang akan dilakukan oleh
Kementerian Keuangan dalam upaya
dedolarisasi
Bekerjasama dengan BI terkait kebijakan dalam hal moneter khususnya
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan USD dan wacana BI dengan
beberapa negara ASEAN untuk menerapkan Local Currency Settlement (LCS).
Dari sisi keuangan negara, melakukan diversifikasi kas negara dalam bentuk
selain USD (JPY dan EURO). Sampai sekarang belum ada rencana dalam
currency lain karena tidak signifikan. Upaya ini awalnya lebih banyak terkait
dengan kesediaan dana untuk pembayaran utang negara yang kini mulai pula
menjadi sarana investasi.
Pemerintah juga mulai memperbanyak porsi pinjaman dalam bentuk rupiah
berupa SBN dengan jenis SUN dan Sukuk.
Dari sisi fiskal, Pemerintah lebih banyak bersifat wait-and-see atas dampak dari
LCS dan berbagai kebijakan moneter BI.
5. Motivasi Indonesia atas upaya mendukung
dedolarisasi jika dilihat dari sudut pandang
fiskal
Untuk perekonomian Indonesia secara keseluruhan, fenomena dedolarisasi menjadi peluang
sekaligus tantangan karena selama ini utang Indonesia dalam USD masih besar (data BI: total
utang USD per Jan 2023 sebesar 404,9 miliar USD dimana 194,3 miliar USD merupakan utang
pemerintah)
Tren dedolarisasi berimbas pada meningkatnya volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS.
Grafik GARCH volatility analysis dari New York University menunjukkan bahwa volatilitas nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS mengalami kenaikan, khususnya sepanjang tahun 2023.
Akibatnya, risiko ketidakpastian nilai tukar (currency exchange risk) atas utang pemerintah
meningkat.
Selain itu, sebagian besar SBN valas memiliki jatuh tempo relatif panjang sehingga currency
exchange risk ataupun refinancing risk relatif terjaga.
6. Salah satu komponen penerimaan negara ialah pajak.
Bagaimana gejolak ekonomi global ini akan berefek pada
penerimaan negara secara umum dan pada pajak secara
khusus.
Dedolarisasi berbeda dengan penguatan/penurunan kurs USD. Namun bila dedolarisasi
berdampak pada kurs maka ada potensi penerimaan negara yang terpengaruh baik dari
sisi perpajakan maupun PNBP. Untuk PNBP, Indonesia diuntungkan dengan menguatnya
USD dari ekspor minerba dan royalti SDA. Sementara dari sisi perpajakan, untuk
perusahaan-perusahaan yang harus membayar USD ke luar negeri, maka penerimaan
PPh akan menurun. Dan sebaliknya.
Namun, untuk perusahaan yang tidak bergantung pada bahan/komponen yang berasal
dari luar negeri maka relatif tidak terpengaruh, khususnya pada UMKM yang cenderung
memiliki transaksi dalam jumlah banyak di dalam negeri. Pemerintah pun juga banyak
mengeluarkan kebijakan terkait UMKM, seperti kemudahan pajak (Bebas PPh apabila
omzet < 500 jt per tahun, bila >500 jt dikenakan 0,5%), permodalan UMKM (UMi dan
KUR), kemudahan sertifikasi halal, kemudahan pendaftaran merek.
Kanwil DJPb Provinsi Riau akan mengadakan UMKM Fair sekaligus Pelatihan UMKM pada
8 Juni 2023.
7. Stabilitas ekonomi domestik salah satunya diperkuat oleh belanja negara dan
neraca dagang. Bagaimana dampak yang terjadi dalam gejolak ekonomi global
hari ini terhadap 2 hal itu. Apa secara framework masih menuju ke arah stabilitas
ekonomi yang lebih baik.
Untuk neraca dagang, Indonesia secara umum mengalami surplus selama tahun 2021-2022 (masa
pandemi) dan sebagian 2023 ini. S.d. Maret 2023 telah mengalami surplus selama 35 bulan berturut-turut
sebagai dampak dari permintaan tinggi dan kenaikan harga atas natural resource, terlebih adanya perang
Rusia-Ukraina (Februari 2022) dan kebijakan hilirisasi industri yang membatasi ekspor bahan mentah,
baik mineral maupun hasil hutan.
Untuk Riau sendiri sebagai salah satu provinsi dengan PDB terbesar di luar jawa, mengalami surplus
sebesar US$ 1,08 miliar (per April 2023) yang ditopang oleh Migas dan Non Migas. Kondisi ini sangat
terpengaruh oleh situasi kurs Rupiah dan USD dikarenakan penjualan migas dan nonmigas di Riau
dilakukan di luar Indonesia.
Untuk belanja negara, Indonesia masih terus dalam optimisme pertumbuhan ekonomi dengan
memperbanyak belanja modal yang memiliki multiplier effect lebih besar. Untuk Riau sendiri, di tahun
2023, total APBN yang dikucurkan sebesar hampir 30 Triliun, dimana 22 Triliun merupakan transfer ke
daerah dan sisanya merupakan belanja kementerian/Lembaga di Riau.
Dengan keseluruhan tersebut, kami optimis bahwa framework ekonomi masih bagus dan menuju ke arah
pertumbuhan yang mendukung kemajuan ekonomi Indonesia.
8. Dampak dedolarisasi terhadap
perdagangan internasional
Tren dedolarisasi sepertinya belum mampu mengguncang supremasi dollar AS
sebagai mata uang global. Data Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan
bahwa porsi cadangan devisa dalam mata uang dollar AS hanya sedikit mengalami
penurunan, dari 58,80 persen pada akhir triwulan IV-2021 menjadi 58,36 persen
pada triwulan IV-2022.
Selain itu, penurunan ini tidak diimbangi dengan penguatan porsi mata uang
utama lainnya. Akan tetapi, fenomena dedolarisasi patut menjadi perhatian karena
munculnya blok ekonomi baru (contoh: BRICS, ASEAN) dan memungkinkan
munculnya blok ekonomi baru lainnya.
Indonesia yang menganut politik non-blok memiliki peluang untuk memanfaatkan
momentum ini bila dimanage dengan baik, mengingat ekonomi Indonesia sendiri
masih sangat besar bergantung pada AS yang menjadi penyumbang terbesar
surplus neraca perdagangan Indonesia.
9. Berbicara mengenai utang negara berdasarkan data memang mayoritas
berbetuk SBN, tetapi juga tidak sedikit utang luar negeri yang berbentuk
dollar. Apakah ini justru merupakan berkah bagi kita? Dan apakah ada
strategi penyesuaian yang bersifat agresif dalam merespon hal ini? Karena
aktivitas pembayaran utang ini masih cukup bergantung terhadap dollar.
Indonesia mengambil kebijakan untuk memperbanyak utang dalam bentuk Rupiah khususnya
melalui instrument SBN dan berusaha semakin mengurangi utang luar negeri dari lembaga
donor/negara lain.
Per Desember 2022, total utang Indonesia mencapai Rp 7.733,9 triliun dengan utang dalam bentuk
valas porsinya hanya sebesar 29% sedangkan mayoritas dalam bentuk utang rupiah 71%. Hal ini
jauh lebih kecil dari periode sebelumnya (2011-2015) yang di kisaran 45,1%-44,5%.
Hal ini dapat menjadi berkah apabila Indonesia mampu menjaga kinerja ekonomi dan kepercayaan
Internasional sehingga investor asing berkeinginan untuk membeli SBN dalam rupiah.
10. Salah satu tantangan dalam upaya dedolarisasi ini ialah
keterbatasan supply-chain sebagai akomodator International
Trade non-dollar. Apakah Indonesia turut merasakan keterbatasan
itu mengingat mitra dagang Indonesia cukup beragam.
Indonesia harus mengakui bahwa supply chain Indonesia sendiri masih sangat dipengaruhi USD.
Tren dedolarisasi berimbas pada meningkatnya volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar USD
terlebih adanya ketidakpastian pasar keuangan global
Tiga negara penyumbang terbesar pada surplus neraca perdagangan Indonesia: AS, Filipina, dan
India
Tiga negara penyumbang terbesar pada defisit neraca perdagangan Indonesia: Thailand, Australia,
dan Argentina.
Variasi surplus dan defisit itu sendiri menjadi pertimbangan Indonesia sendiri untuk
mengembangkan berbagai kebijakan moneter khususnya terkait dengan LCS dan berbagai opsi
dari munculnya berbagai blok ekonomi yang ada.